FOKUS UTAMA

Perilaku Penggunaan Kelambu dan Rumah Sehat Terhadap Kejadian Penyakit Tular Vektor (Malaria, Filariasis dan DBD) Pada Masyarakat di Provinsi

Yulian Taviv* , Milana Salim*, Aprioza Yenny*

*Loka Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang, Baturaja Jl. A. Yani KM. 7 Kemelak Baturaja Sumatera Selatan 32111

Abstract In Jambi Province, vector borne diseases (malaria, filariasis and dengue fever) is still a problem, this is known since 2006 in 10 regency in Jambi province as a malaria-endemic areas. This analysis aims to obtain the case of malaria, filaria and dengue fever and its relationship with environmental factors and behavior of the use of mosquito nets home in Jambi Province. The analysis is based on the results Riskesdas in 2007 where the population data analysis is the whole community Riskesdas Jambi Province. Sample analysis is selected households interviewed during Riskesdas 2007. In Jambi Province on the basis of further analysis Riskesdas known that vector borne diseases for the highest malaria cases compared with the filaria and dengue. The highest malaria cases in the (8.9%) followed by Bungo and , for cases of dengue fever in Bungo and Tebo Regency followed Tanjab Timur Regency, whereas filariasis in the Sarolangun and . Based on this analysis found that 44.1% of Jambi people behave the use of mosquito net, insecticide treated bed net are known to have little chance of contracting malaria. Test Results Regretion Binary Logistic, sleep did not use mosquito net have 2.14 times greater chance of contracting malaria and did not use insecticides in the home have 1.37 times the chance of contracting malaria. To avoid outbreaks of vector borne diseases, for that we need to avoid self-contact with the capability of transmitting diseases such as malaria, filaria and dengue fever by using mosquito net, use of wire netting in the home and environmental sanitation.

Key Words: Behavior, Mosquito Net, Healthy House, Jambi

The Behavior of Using Mosquito Net and the Healthy House towards Vector Borne Diseases (Malaria, Filariasis and DBD) to the community in the Jambi Province

Abstrak Di Provinsi Jambi, penyakit tular vektor (malaria, filariasis dan DBD) masih merupakan masalah, ini diketahuinya sejak tahun 2006 di 10 kabupaten yang ada di Propinsi Jambi sebagai daerah endemis malaria. Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kasus malaria, filaria dan DBD dan hubungannya dengan faktor lingkungan rumah dan perilaku penggunaan kelambu di Provinsi Jambi. Analisis yang dilakukan berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 dimana populasi analisis data Riskesdas ini adalah seluruh masyarakat Provinsi Jambi. Sampel analisisnya adalah rumah tangga yang terpilih yang diwawancarai pada saat Riskesdas 2007. Di Provinsi Jambi berdasarkan hasil analisis lanjut Riskesdas diketahui bahwa penyakit tular vektor untuk malaria paling tinggi kasusnya dibandingkan dengan filaria dan DBD. Kasus malaria tertinggi berada di Kabupaten Sarolangun (8,9%) diikuti oleh Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo, untuk kasus DBD berada di Kabupaten Bungo dan diikuti Kabupaten Tebo dan Kabupaten Tanjab Timur, sedangkan filariasis berada di Kabupaten Sarolangun dan Kabupaten Bungo. Berdasarkan analisis ini diketahui bahwa 44,1% masyarakat Jambi berperilaku penggunaan kelambu, diketahui kelambu berinsektisida mempunyai peluang kecil untuk terjangkit malaria. Hasil Uji Regretion Binary Logistic, tidur tidak menggunakan kelambu mempunyai peluang 2,14 kali besar terjangkit malaria dan yang tidak menggunakan insektisida di dalam rumah berpeluang 1,37 kali terjangkit malaria. Agar tidak terjangkitnya penyakit tular vektor, untuk itu perlu kita menghindari diri kontak dengan vektor penular penyakit seperti malaria, filaria dan DBD dengan cara penggunaan kelambu, pemakaian kawat kasa di rumah dan sanitasi lingkungan.

Kata Kunci : Perilaku, Kelambu, Rumah Sehat, Jambi

30

PENDAHULUAN

Angka kesakitan dan kematian malaria di dalam kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan trend menurun. Walaupun demikian kemungkinan besar penyakit ini meningkat bahkan hingga mewabah, oleh karena itu pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status kesehatan masyarakat.1 WHO melaporkan, setiap tahun di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia terdapat lebih dari 500 juta orang terkena dan lebih dari sejuta di antaranya meninggal akibat malaria. Penyakit ini ditemukan di lebih dari 90 negara, dan secara potensial mengancam keselamatan sekitar 2,5 miliar anggota masyarakat yang merupakan 40% penduduk dunia. Bagian terbesar korban kematian akibat malaria adalah anak-anak, wanita hamil, turis, pengungsi, atau pekerja yang tanpa kekebalan terperangkap di daerah endemis malaria. Malaria juga menyebabkan kehilangan pertumbuhan ekonomi tahunan hingga 1,3% di negara-negara dengan intensitas penularan yang tinggi.2 Sejak 1997 sampai Mei 2005 telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria di 38 propinsi yang meliputi 47 Kabupaten/kota dengan jumlah kasus 32.987 penderita dan 559 kematian akibat malaria. Case Fatality Rate (CFR) malaria berat yang dilaporkan dari beberapa rumah sakit berkisar 10-15%. Pada tahun 2006 di 10 kabupaten yang ada di Provinsi Jambi diketahui sebagai daerah endemis malaria. Berdasarkan angka klinis malaria, tertinggi di Kabupaten Batang Hari dengan AMI 51,18‰ diikuti oleh Kabupaten Merangin dengan AMI 43,72‰ dan Kabupaten Sarolangun dengan AMI 34,41‰. Berdasarkan hasil pemeriksaan slide malaria, Slide Positif Rate (SPR) tertinggi di Kabupaten Bungo dengan API 90,84%, diikuti oleh Kabupaten Tebo dengan API 85,78% dan Kabupaten Kerinci dengan API 76,79% (Dinkes 2006). Bila dibandingkan dengan target yang ingin dicapai secara nasional pada tahun 2010, yaitu sebesar 5 per 1.000 penduduk, maka untuk wilayah Jambi dapat dikatakan masih jauh dari target Peningkatan insidens Malaria disebabkan oleh beberapa hal antara lain: (1) mobilitas penduduk yang tinggi ke dan dari daerah rawan Malaria, (2) pembu-kaan hutan untuk permukiman, (3) bertambahnya tempat perindukan nyamuk penular Malaria akibat perilaku masyarakat termasuk terbengkalainya tambak udang/ikan akibat krisis ekonomi, serta (4) kecenderungan resistensi parasit terhadap obat anti Malaria dan resistensi nyamuk penular Malaria terhadap insektisida. Keterbatasan informasi faktor-faktor perilaku beresiko kejadian malaria, dan lingkungan daerah endemis malaria tersebut menyebabkan belum diperoleh cara spesifik yang efektif dan efisien dalam pengendalian malaria. Penentuan strategi pemberantasan malaria perlu didukung dengan data epidemiologi dan faktor – faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian malaria dengan menganalisa variabel yang ada di data hasil riskesdas. Studi ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tersebut di atas yang selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan intervensi program penanggulangan malaria di Provinsi Jambi. Masih tingginya kejadian malaria, filaria dan DBD di Provinsi Jambi diasumsikan berhubungan dengan perilaku penggunaan kelambu (Analisa Hasil Riskesdas 2007) dan rumah sehat (Susenas dan RKD) yang diakibatkan oleh lingkungan, yang merupakan alasan untuk dilakukan analisis lanjut ini.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Analisis perilaku penggunaan kelambu dan rumah sehat terhadap kejadian penyakit tular vektor (Malaria, Filaria dan DBD) dilaksanakan di Loka Litbang P2B2 Baturaja dan pengambilan data pendukungnya di Dinas Kesehatan Provinsi Jambi. Dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan November 2008.

31

Tujuan umum Untuk mendapatkan gambaran kasus malaria, filaria dan DBD dan hubungannya dengan faktor lingkungan rumah dan perilaku penggunaan kelambu.

Tujuan khusus 1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita malaria, DBD dan filariasis per kabupaten di Provinsi Jambi 2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi penderita malaria, DBD dan filariasis berdasarkan kelompok umur per kabupaten di Provinsi Jambi 3. Untuk membuktikan adanya hubungan tingkat pekerjaan dengan kejadian malaria, DBD dan filariasis per kabupaten di Provinsi Jambi 4. Untuk membuktikan adanya hubungan sararana penampungan air dengan kejadian malaria, DBD dan filariasis per kabupaten di Provinsi Jambi 5. Untuk membuktikan adanya hubungan perilaku pengguna kelambu dengan kejadian malaria, DBD dan filariasis per kabupaten di Provinsi Jambi 6. Untuk membuktikan adanya hubungan perilaku pengguna kelambu berinsektisida dengan kejadian malaria, DBD dan filariasis per kabupaten di Provinsi Jambi 7. Untuk mengatahui faktor dominan terhadap kejadian malaria, filaria dan DBD per kabupaten di Provinsi Jambi

Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah analisis non intervensi yang merupakan analisis lanjut dari data Riskesdas. Desain penelitian adalah deskriptif analitik dengan pendekatan Cross Sectional.

Populasi dan Sampel Populasi analisis data Riskesdas ini adalah seluruh masyarakat Provinsi Jambi. Sampel analisis adalah rumah tangga yang terpilih yang diwawancarai pada saat Riskesdas 2007 di Provinsi Jambi

Cara Pengumpulan Data Instrumen yang digunakan adalah kuesioner rumah sehat berasal dari Susenas, sedangkan kuesioner perilaku pengguna kelambu dari kuesioner Riskedas. Data Riskesdas diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan yang sebelumnya telah menjalani proses manajemen data.

Prosedur Kerja Data Riskesdas yang diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan yang sebelumnya telah menjalani proses manajemen data, di analisa berdasarkan kebutuhan sesuai dengan tujuan analisis lanjut Riskesdas. Data hasil Riskesdas dimasukkan kedalam tabel selanjutnya di analisis. Analisa data yang dilakukan yakni analisis univariat untuk menggambarkan karakteristik masing-masing variabel. Analisis bivariat dengan melihat hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebas menggunakan uji Regretion Binary Logistic atau Chi Square dengan progran SPSS, kemudian di diskripsikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Riset Kesehatan Dasar di Provinsi Jambi dilaksanakan di 10 Kabupaten/kota, terdiri dari Kota jambi, Kabupaten Kerinci, Merangin, Sarolangun, Batanghari, Muaro Jambi, Tanjab Timur, Tanjab barat, Tebo dan Kabupaten Bungo.

32

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 Penderita Malaria JUMLAH NO Kabupaten/ Kota Ya Tidak N % N % N (%) 1 Kerinci 69 3.7 1793 96.3 1862 (100) 2 Merangin 61.0 2.6 2257 97.4 2318 (100) 3 Sarolangun 196.0 8.9 1999 91.1 2195 (100) 4 Batanghari 41.0 1.8 2295 98.2 2336 (100) 5 Muaro Jambi 52.0 2.3 2234 97.7 2286 (100) 6 Tanjung Jabung Timur 27.0 1.3 2101 98.7 2128 (100) 7 Tanjung Jabung Barat 21.0 0.9 2361 99.1 2382 (100) 8 T e b o 77.0 3.5 2122 96.5 2199 (100) 9 B u n g o 120.0 5.0 2280 95.0 2400 (100) 10 Kota Jambi 71.0 3.0 2258 97.0 2329 (100) T O T A L 735.0 3.3 21700 96.7 22435 (100)

Dari Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Sarolangun menduduki urutan kasus tertinggi malaria (8,9%), diikuti oleh Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo. Berdasarkan laporan Dinkes Provinsi Jambi tahun 2006 kasus malaria di Kabupaten Sarolangun dengan AMI 34,41‰ merupakan urutan tertinggi ke-3 setelah Kabupaten Batanghari (AMI 51,18‰) dan Kabupaten Merangin dengan AMI 43,72‰. Pada tahun 2006 kasus malaria berdasarkan hasil pemeriksaan slaide malaria, Slaide Positif Rate (SPR) tertinggi di Kabupaten Bungo dengan API 90,84% diikuti oleh Kabupaten Tebo dengan API 85,78% dan Kabupaten Kerinci dengan API 76,79% (Dinkes 2006).

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Penderita DBD per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 Penderita DBD NO Kabupaten/ Kota Ya Tidak JUMLAH N % N % N (%) 1 Kerinci 4 0.21 1858 99.79 1862 (100) 2 Merangin 0 0.00 2318 100.00 2318 (100) 3 Sarolangun 11 0.50 2184 99.50 2195 (100) 4 Batanghari 2 0.09 2334 99.91 2336 (100) 5 Muaro Jambi 9 0.39 2277 99.61 2286 (100) 6 Tanjung Jabung Timur 13 0.61 2115 99.39 2128 (100) 7 Tanjung Jabung Barat 3 0.13 2379 99.87 2382 (100) 8 T e b o 22 1.00 2177 99.00 2199 (100) 9 B u n g o 26 1.08 2374 98.92 2400 (100) 10 Kota Jambi 12 0.52 2317 99.48 2329 (100) T O T A L 102 0.45 22333 99.55 22435 (100)

Untuk Kasus DBD tertinggi berada di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (0,61%), diikuti oleh Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo, dilihat hasil analisis Riskesdas seakan-akan Demam Berdarah Dengue (DBD tidak menjadi masalah, sedangkan berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jambi periode Januari-Oktober 2008, tercatat sebanyak 196 kasus DBD di Kota Jambi. Pada Oktober 2008 mencapai 46 kasus, meningkat dibanding bulan yang sama pada 2007 (sebanyak 11 kasus) (Jambi GhaboNews 2008).

33

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Penderita Filariasis per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 Penderita filariasis NO Kabupaten/ Kota Ya Tidak JUMLAH N % N % N (%) 1 Kerinci 1 0.1 1861 99.9 1862 (100) 2 Merangin 0 0.0 2318 100.0 2318 (100) 3 Sarolangun 9 0.4 2186 99.6 2195 (100) 4 Batanghari 1 0.0 2335 100.0 2336 (100) 5 Muaro Jambi 1 0.0 2285 100.0 2286 (100) 6 Tanjung Jabung Timur 0 0.0 2128 100.0 2128 (100) 7 Tanjung Jabung Barat 0 0.0 2382 100.0 2382 (100) 8 T e b o 0 0.0 2199 100.0 2199 (100) 9 B u n g o 5 0.2 2395 99.8 2400 (100) 10 Kota Jambi 1 0.0 2328 100.0 2329 (100) T O T A L 18 0.1 22417 99.9 22435 (100)

Tabel 5.3 hasil analisis Riskesdas di atas angka tertinggi ditemukan penderita filariasis berada di Kabupaten Sarolangun namun secara umum filariasis tidak menunjukkan masalah, sedangkan berdasarkan laporan Dinkes Propinsi Jambi filariasis masih merupakan masalah kesehatan dan berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di Kabupaten Tanjung Jabung barat oleh Ahmad Putra dimana Propinsi Jambi kasus filariasis mengalami peningkatan dari 127 penderita tahun 2003 menjadi 139 penderita tahun 2005. Kabupaten Tanjung Jabung Barat daerah endemis filariasis (Mf rate 2,63%) dengan keadaan daerah banyak hutan dan berawa gambut, lingkungan yang tidak memenuhi standar kesehatan. Pekerjaan mayoritas bertani dan berkebun, sosial budaya sering keluar malam, rumah tanpa pelindung nyamuk dan jarang memakai kelambu (Ahmad Putra, 2007). Berdasarkan hasil analisis Riskesdas, di Kabupaten Tanjung Jabung tidak ditemukan penderita filariasis ini dimungkinkan sample Riskesdas terpilih tidak ditemukan penderita filariasis atau penggalian informasi terhadap sample yang diwawancari kurang mendalam sehingga informasi yang ingin didapat tidak ditemukan.

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Penguna Kelambu per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 Penggunaan Kelambu NO Kabupaten/ Kota Ya Tidak JUMLAH N % N % N (%) 1 Kerinci 90 4.9 1736 95.1 1862 (100) 2 Merangin 1341 57.9 974 42.1 2318 (100) 3 Sarolangun 974 44.4 1221 55.6 2195 (100) 4 Batanghari 1150 49.3 1181 50.7 2336 (100) 5 Muaro Jambi 1103 48.3 1181 51.7 2286 (100) 6 Tanjung Jabung Timur 1366 66.9 676 33.1 2128 (100) 7 Tanjung Jabung Barat 1579 66.3 803 33.7 2382 (100) 8 T e b o 1096 49.9 1100 50.1 2199 (100) 9 B u n g o 625 26.4 1738 73.6 2400 (100) 10 Kota Jambi 504 21.6 1825 78.4 2329 (100) T O T A L 9828 44.1 12435 55.9 22435 (100)

Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa persentase penggunaan kelambu di Provinsi Jambi tertinggi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (66,9%), diikuti oleh Kabupaten Tanjung Jabung Barat (66,3%) dan Kabupaten Merangin yakni 67,9%

34

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Penguna Kelambu Berinsektisida per Kabupaten di Provinsi Jambi, Tahun 2007 Penggunaan Kelambu Brinsektisida JUMLAH NO Kabupaten/ Kota Ya Tidak Tidak Tahu N % N % N % N (%) 1 Kerinci 2 0.11 88 4.73 1772 95.17 1862 (100) 2 Merangin 65 2.80 1276 55.05 977 42.15 2318 (100) 3 Sarolangun 55 2.51 919 41.87 1221 55.63 2195 (100) 4 Batanghari 99 4.24 1051 44.99 1186 50.77 2336 (100) 5 Muaro Jambi 83 3.63 1020 44.62 1183 51.75 2286 (100) 6 Tanjung Jabung 2128 (100) Timur 121 5.69 1245 58.51 762 35.81 7 Tanjung Jabung Barat 133 5.58 1446 60.71 803 33.71 2382 (100) 8 T e b o 62 2.82 1034 47.02 1103 50.16 2199 (100) 9 B u n g o 50 2.08 575 23.96 1775 73.96 2400 (100) 10 Kota Jambi 33 1.42 471 20.22 1825 78.36 2329 (100) T O T A L 703 3.13 9125 40.67 12607 56.19 22435 (100)

Berdasarkan Tabel 4 di atas, pengguna kelambu berinsektisida tertinggi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur (5,69%), diikuti oleh Kabupaten Tanjung Jabung Barat (5,58%) dan Kabupaten Batanghari yakni 4,24%. Di Kabupaten Tanjung Jabung Timur dan Kabupaten Tanjung Jabung Barat penggunaan kelambu dan pemakaian kelambu yang berinsektisida lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang lain. Penggunaan kelambu terutama kelambu yang berinsektisida terutama untuk darah-daerah yang endemis penyakit tular vektor perlu digalakkan untuk memutus mata rantai penularan penyakit tular vektor terutama malaria. Penggunaan kelambu berinsektisida ini secara tidak langsung telah di himbau oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, di mana Bapak Presiden telah membagikan jutaan kelambu kepada 7 provinsi yang merupakah darah endemik malaria. Aksi bagi-bagi kelambu berinsektisida berjumlah 2.196.000 serta 127 ribu paket obat malaria itu dibagikan SBY dalam peringatan hari malaria sedunia di RSCM, Jakarta, Kamis (8/5). Provinsi yang menerima bantuan kelambu adalah Papua, Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, Maluku, NAD, Maluku Utara, dan Sumatera Utara. Presiden menginstruksikan tiga hal. Pertama, peningkatan pendidikan, sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat luas sehingga makin sadar dan waspada terhadap malaria. Kedua, adanya peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk para petugas sendiri. Terakhir, SBY meminta lingkungan yang bersih dan sehat di setiap wilayah tetap dipelihara (Inilah.Com Jakarta, 2008).

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Kelompok Umur per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 % Sakit CI 95% No Umur Total p. Value OR Tidak Ya Lower Upper 1 < 11 bulan 99.75 0.25 395 0.000 1

2 1 - 4 tahun 98.31 1.69 1894 0.058 8.91 0.92 85.87 3 5 - 9 tahun 98.34 1.66 2408 0.060 8.73 0.91 83.67 4 10 - 14 tahun 97.82 2.18 2336 0.034 11.52 1.21 109.97 5 15 tahun lebih 96.10 3.90 15401 0.008 20.81 2.21 195.56 Total 96.77 3.23 22434 35

Umur mempunyai hubungan yang siqnifikan terhadap kasus malaria, sedangkan umur lebih dari 15 tahun mempunyai peluang terjangkit malaria 20,8 kali dibandingkan dengan umur responden kurang dari 11 bulan, sedangkan umur 10-14 tahun mempunyai peluang terjangkit malaria 11,5 kali dibandingkan dengan umur responden kurang dari 11 bulan.

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Penderita DBD Berdasarkan Kelompok Umur per Kabupate di Provinsi Jambi Tahun 2007 % Sakit CI 95% No Umur Total p. Value OR Tidak Ya Kurang dari 1 Lower Upper 1 tahun 99.75 0.25 395 0.000 1 2 2 - 4 tahun 98.31 1.69 1894 0.450 8.91 0.92 85.87 3 5 - 9 tahun 98.34 1.66 2408 0.352 8.73 0.91 83.67 4 10 - 14 tahun 97.82 2.18 2336 0.123 11.52 1.21 109.97 5 > 15 tahun 96.10 3.90 15401 0.937 20.81 2.21 195.56 Total 96.77 3.23 22434

Berdasarkan Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa semua kelompok umur dapat beresiko untuk terjangit atau tertular penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Masyarakat saat ini diminta mewaspadai bergesernya kelompok umur penderita penyakit demam berdarah dengue (DBD). Jika selama ini penyakit mematikan itu hanya menyerang golongan anak-anak dan balita, namun sekarang justru sudah banyak kelompok orang dewasa yang terserang. Wakil Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah dr Budihardja, DTMH, MPH, mengatakan bergesernya kelompok penderita DBD adalah sebagai akibat perjalanan penyakit yang sulit diprediksi. Hal ini mengakibatkan pada saat sekarang diagnosis DBD secara klinis sulit ditegakkan karena gejalanya tidak khas (Sinar Harapan, 2004).

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Penderita Filariasis Berdasarkan Kelompok Umur per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 % Sakit CI 95% No Umur Total p. Value OR Tidak Ya Lower Upper 1 < 9 tahun 99.96 0.04 4720 0.41 1.00 2 10 - 14 tahun 99.96 0.04 2376 1.00 0.99 0.09 10.96 3 > 15 tahun 99.90 0.10 15339 0.27 2.31 0.53 10.10 Total 96.77 3.23 22435

Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan kelompok umur tidak berpengaruh untuk tejangkit penyakit filariasis, namun berdasarkan hasil penelitian Reyke Uloli dkk menunjukan distribusi kelompok umur tertinggi adalah yang berumur 21–30 tahun dan terendah pada kelompok umur 10–14 tahun (2,9%). Kasus terbanyak adalah 17 orang (24,3 %) dan yang terendah sebanyak (2,9 %).

Tabel 9 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Penggunaan Kelambu per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 % Malaria CI 95% No Penggunaan Kelambu Total p. Value OR Tidak Ya Lower Upper 1 Kelambu Berinsektisida 98.2 1.8 703 0 1.00 2 Kelambu Tidak Berinsektisida 97.4 2.6 9125 0.25 1.40 0.79 2.45 3 Tidak Mengunakan Kelambu 96.1 3.9 12607 0.01 2.14 1.23 3.73 Total 96.72 3.28 22435

36

Penggunaan kelambu secara umum berpengaruh terhadap kasus malaria, kelambu tidak berinsektisida mempunyai peluang terjangkit malaria 1,4 kali dibandingkan dengan yang menggunakan kelambu yang berinsektisida, sedangkan tidak menggunakan kelambu berpeluang tertular malaria 2,14 kali dibandingkan dengan orang yang menggunakan kelambu yang berinsektisida. Untuk itu guna memutus mata rantai penularan malaria sebaiknya tidur dengan menggunakan kelambu dan yang diutamakan kelambu yang berinsektisida.

Tabel 10 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Sarana Penampungan Air per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 % Malaria Sarana Penampungan p. CI 95% No Total OR Air Tidak Ya Value Lower Upper 1 Baik 97.2 2.8 15966 0 1.00 2 Jelek 95.63 4.37 6469 1.57 1.35 1.83 Total 96.72 3.28 22435

Pada tabel 10 di atas menunjukan bahwa sarana penampungan air masyarakat yang jelek mempunyai resiko malaria 1,57 kali dibandingkan dengan masyarakat yang dengan sarana penampungan air baik.

Tabel 11 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Tingkat Pendidikan per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 % Malaria CI 95% No Tingkat Pendidikan Total p. Value OR Tidak Ya Lower Upper 1 Pendidikan Rendah 96.55 3.45 3686 0.02 1.00 2 Pendidikan Sedang 96.53 3.47 8792 0.95 1.01 0.82 1.24 3 Pendidikan Tinggi 95.68 4.32 5237 0.04 1.26 1.01 1.58 Total 96.29 3.71 17715

Berdasarkan Tabel 11 di atas berdasarkan tingkat pendidikan mempunyai peluang yang relatif sama untuk terjangkit malaria.

Tabel 12 Distribusi Frekuensi Penderita Malaria Berdasarkan Penggunaan Racun/Pembasmi Serangga di dalam Rumah per Kabupaten di Provinsi Jambi Tahun 2007 % Malaria Penggunaan Racun/ p. CI 95% No Total OR Pembasmi serangga Tidak Ya Value Lower Upper 1 Ya 97.2 2.8 11871 0 1.00 2 Tidak 96.3 3.7 10563 1.37 1.18 1.59 Total 96.8 3.2 22434

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa masyarakat yang tidak menggunakan racun / pembasmi serangga di dalam rumah mempunyai resiko terjangkit malaria 1,37 kali dibandingkan dengan masyarakt yang menggunakan racun/ pembasmi serangga di dalam rumah. Ini menunjukkan bahwa penggunaan racun serangga di dalam rumah diasumsikan dapat mengurangi tertularnya penyakit tular vektor. VI. KESIMPULAN 1. Penyakit tular vektor (malaria, DBD dan filariasis) di wilayah Provinsi Jambi yang paling bermasalah adalah malaria. 2. Kabupaten yang tertinggi malarianya adalah Kabupaten Sarolangun. 3. Penggunaan kelambu berinsektisida mempunyai resiko lebih kecil tertular penyakit tular vektor terutama malaria dibandingkan dengan kelambu tidak berinsektisida dan tidak menggunakan kelambu.

37

VII. SARAN 1. Malaria di Provinsi Jambi, terutama di Kabupaten Sarolangun perlu diwaspadai 2. Penggunaan kelambu yang berinsektisida perlu digalakkan, terutama masyarakat yang berdomisili di daerah-daerah endemis penyakit tular vektor (malaria, DBD dan filariasis).

VIII. DAFTAR KEPUSTAKAAN Ahmad Putra , 2007. Faktor Risiko Filariasis Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Propinsi Jambi (Tesis) tersedia pada http://puspasca.ugm.ac.id/files/Abst_(3820-H-2007).pdf

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Penatalaksanaan kasus malaria di Indonesia. Dit.Jen. PP & PL. Jakarta.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2007. Kurikulum Pelatihan Bagi Pengumpul Data Riset Kesehatan dasar, Balitbangkes RI. Jakarta.

Dinkes Prop. NTT2004. Tool Kit Handbook. Buku Pegangan Alat Bantu Untuk Eliminasi Filariasis. Dinkes Prop. NTT.

[Dinkes] Dinas Kesehatan Propinsi Jambi. 2006. Analisa Situasi Malaria, Rekapitulasi Laporan Pengobatan dan Penemuan Penderita Klinis Malaria Perkabupaten dalam Propinsi Jambi., Jambi.

GhaboNews (2008), Penderita DBD di Jambi Meningkat, tersedia pada http://www.ghabo.com tanggal 14 desember 2008

Inilah.Com, Jakarta (2008), SBY Bagikan 2 Juta Kelambu Atasi Malaria, tersedia pada http://www.inilah.com/berita/politik/2008/05/08/27220/sby-bagikan-2-juta-kelambu- atasi-malaria/ tanggal 16 Desember 2008

Loka Litbang P2B2 Baturaja. 2003. Profil Loka Litbang P2B2. Baturaja, Sumatera Selatan.

Sinar Harapan (2004). Pergeseran Kelompok Umur Penderita Demam Berdarah Diwaspadai. Tersedia pada http://www.sinarharapan.co.id/berita/0401/26/nus03.html tanggal 16 Desember 2008.

WHO (2007), 10 facts of Malaria, tersedia pada http://www.who.int/features/factfiles/ malaria/en/ tanggal 25 April 2007.

Uloli R, Soeyoko dan Sumarni (2006). Analisis Faktor – Faktor Resiko Kejadian Filariasis Di Kabupaten Bonebolango Provinsi Gorontalo tersedia pada http://www.google.co.id/search?client=firefoxa&rls=org.mozilla%3Aen%3Aofficial&channel =s&hl=id&q=filariasis+kelompok+umur&meta

38