SITUS-SITUS BERSEJARAH DI KECAMATAN SAROLANGUN

(Historical Sites In Sarolangun Sub-District)

Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani Program Studi Arkeologi, Universitas Jalan Jambi-Muara Bulian Km. 15, Mendalo Indah Pos-el : [email protected] (corresponding author), [email protected], [email protected]

INFO ARTIKEL ABSTRACT Histori Artikel This study aims to discuss historical sites from pre-colonial to Diterima : 30 November 2021 colonial period in Sarolangun sub-district with Historical Direvisi : 26 Maret 2021 Archaeology method and perspective. The result shows that Disetujui : 8 April 2021 Sarolangun subdistrict area is one of center for human activities

Keywords: since Classical Period until Colonial period, and Nowadays as Classical, Colonial, the capital of Sarolangun Regency. The data shows, two sites Islamic, Sarolangun Classical period in Sarolangun sub-district reused as sacred sites (langgar and cemetery) during Islamic period. When Sarolangun under Dutch Colonial period, Sarolangun sub-district is one of Kata kunci: strategic area in . The evidence is traceable by the klasik, kolonial, Islam, constructions of various facilities and infrastructure related to Situs Sarolangun colonial interest.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membahas situs-situs dari masa pra- kolonial hingga kolonial yang ada di Kecamatan Sarolangun dengan metode dan sudut pandang Arkeologi Kesejarahan. Hasil penelitian menunjukkan wilayah Kecamatan Sarolangun sebagai tempat yang strategis sehingga dipilih sebagai tempat

berlangsungnya aktivitas manusia sejak masa Klasik yang terus berlanjut masa Islam dan Kolonial hingga sekarang menjadi ibukota Kabupaten Sarolangun. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, situs-situs klasik di Kecamatan Sarolangun

dimanfaatkan kembali sebagai situs sakral (langgar dan makam) pada masa Islam. Pada masa kolonial Belanda, Kecamatan Sarolangun adalah wilayah yang dianggap strategis. Posisi strategis ini ditandai dengan pembangunan berbagai sarana dan

prasarana untuk kepentingan colonial.

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 49

PENDAHULUAN Batang Tembesi. Akan tetapi, seiring Kecamatan Sarolangun merupakan dengan perkembangan teknologi dan pusat kegiatan perekonomian dan kebutuhan, berbagai infrastruktur untuk pemerintahan di Kabupaten Sarolangun, mendukung transportasi darat juga Provinsi Jambi. Lokasi pusat-pusat dibangun. Terutama sejak Koloni Belanda kegiatan tersebut terletak di pertemuan mulai menetap di Kecamatan Sarolangun. antara Sungai Batang Tembesi dan Sungai Salah satu bukti usaha Belanda dalam Batang Asai yang termasuk dalam wilayah membangun infrastruktur transportasi darat DAS Batanghari (Melisah, 2016). Bukti adalah dibangunnya Jembatan Beatrix. keberadaan pusat kegiatan ekonomi dapat Menurut prasasti yang ada di Jembatan diketahui dari keberadaan Pasar Atas dan Beatrix, jembatan tersebut diresmikan pada Pasar Bawah yang terletak di tepi Sungai tahun 1939. Batang Asai, sedangkan pusat kegiatan Pembangunan Jembatan Beatrix pemerintahan saat ini terpusat di kompleks yang dilakukan oleh Belanda perkantoran Pemerintah Daerah Kabupaten mengindikasikan ramainya jalur Sarolangun di Gunung Kembang transportasi yang melewati Kecamatan (Makmun, 2018). Sarolangun pada awal abad ke-20. Dalam Sungai merupakan prasarana beberapa catatan perjalanan misionaris transportasi utama yang menghubungkan Belanda, Sarolangun menjadi salah satu antara wilayah pedalaman dan pesisir, pintu masuk menuju Jambi dari Palembang terutama di Pulau Sumatra bagian selatan sebelum jalan lintas timur dibangun. Pastor sejak periode Prasejarah hingga Sriwijaya Van Oort pernah menuliskan catatannya (Manguin, 2009). Umumnya, pertemuan dalam Uit Sumatra pada 1925. Menurutnya sungai merupakan pusat dari aktivitas untuk menuju Jambi terdapat dua pilihan masyarakat masa lalu yang melakukan jalur, yakni melewati laut atau melewati perdagangan antara wilayah hulu dan hilir. jalan darat melalui Lubuklinggau dan Oleh karena itu, pusat-pusat kegiatan selalu melanjutkan ke Sarolangun, baru setelah itu terdapat di lokasi yang menjadi pertemuan menelusuri sungai hingga sampai Jambi sungai-sungai besar (Bronson, 1977). (Kristina & Azmi, 2019). Jembatan Beatrix Kemunculan pusat perekonomian dan menjadi prasarana yang menghubungkan pemerintahan di Kecamatan Sarolangun jalan darat di sisi utara Sungai Batang Asai tidak dapat dilepaskan dari adanya yang menuju ke Bangko dan Sumatra Barat, pertemuan Sungai Batang Asai dan Sungai dengan jalan darat di sisi selatannya yang menuju Lubuklinggau dan Sumatra

50 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

Selatan. Ketinggian jembatan yang kolonial di Kecamatan Sarolangun masih dibangun juga menunjang lalu lintas kapal- sulit ditelusuri secara mendalam karena kapal besar yang melalui sungai tersebut, keterbatasan data. apalagi semenjak tragedi tenggelamnya Informasi penting lainnya tentang kapal Ophelia pada 1931 (Zentgraaf & Kecamatan Sarolangun dapat ditelusuri dari Goudoever, 1947). Apabila dibandingkan laporan Belanda yang menyebutkan tentang dengan pembangunan Jembatan Batanghari penemuan arca ganesha serta reruntuhan I di Kota Jambi yang dilakukan pada akhir bata di Kampung Lubuk, Kecamatan tahun 1980-an, Jembatan Beatrix telah Sarolangun. Lokasi penemuan reruntuhan berdiri 50 tahun lebih awal (Yusuf, 2008). bata tersebut di atasnya telah dibangun Keadaan ini membuat kajian surau atau langgar (Tideman, 1938). tentang lokasi-lokasi penting dalam Informasi ini menunjukkan bahwa di perkembangan Kecamatan Sarolangun dari wilayah Kecamatan Sarolangun telah ada masa pra-kolonial hingga kolonial menarik aktivitas manusia sejak masa klasik (Hindu- untuk dibahas. Masifnya pembangunan Buddha). Selain itu, keberadaan surau atau fasilitas oleh Belanda pada masa kolonial langgar di atas runtuhan struktur bata juga tidak sekedar fokus pada prasarana menunjukkan bahwa pada masa Islam situs penunjang transportasi. Pada masa itu, ini kembali difungsikan. Informasi tentang Belanda juga membangun berbagai hunian, situs klasik di Kecamatan Sarolangun perkantoran, gudang, dan prasarana lain. hanya didapatkan dari laporan Belanda, Pengembangan wilayah yang sedemikian karena sampai sejauh ini penelitian tentang rupa tentunya tidak dapat dilepaskan dari situs klasik di Sarolangun belum pernah adanya pusat kegiatan yang telah ada dilakukan lebih jauh. Aktivitas manusia di sebelumnya pada masa pra-kolonial. sekitar Kecamatan Sarolangun turut Sumber daya alam yang dimiliki diperkuat dengan keberadaan Prasasti Sarolangun, terutama emas dan minyak Karang Brahi di Pamenang, Kabupaten bumi, tentunya menjadi alasan mendasar Merangin yang berasal dari abad ke-7 M bagi Belanda untuk membangun pusat di (Coedès et al., 2014). Meskipun secara wilayah ini (Andaya, 1993). Sumber daya administratif pada masa kini masuk dalam manusia sebagai pendukung tentunya juga wilayah Kabupaten Merangin, namun telah berupa komunitas-komunitas. Akan secara lokasional kedua wilayah ini tetapi, sangat disayangkan informasi berdekatan dan mengindikasikan adanya tentang keadaan masyarakat pada masa pra-

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 51 aktivitas manusia setidaknya sejak abad ke- manusia di wilayah Singapura modern 7 M. sejak masa klasik yang berlanjut hingga Fenomena keberadaan situs masa Islam dan Kolonial (Chandrashekhar, arkeologi multi-periode pada suatu wilayah 2017). Kota Mexico modern yang dibangun dapat ditemui pada berbagai wilayah. oleh koloni Spanyol berdiri di atas Contoh yang ada di Pulau Sumatra, selain reruntuhan kota-kota Bangsa Aztec yang di Kecamatan Sarolangun, adalah Kota sebelumnya telah mendirikan kota-kota Jambi dan Kota Palembang. Kota Jambi kuno (Atwood, 2014). Menilik usaha dan Kota Palembang sejak masa klasik penelitian dan pelestarian situs-situs di telah menjadi pusat aktivitas manusia. ketiga kota ini dapat menjadi bahan Bukti-bukti aktivitas manusia di Kota pembanding untuk mengkaji situs-situs Jambi dan Kota Palembang masa klasik Kecamatan Sarolangun serta proyeksi dapat ditelusuri berdasarkan tinggalan pelestariannya masa kini dan mendatang. kebendaan berupa keberadaan struktur bata, Seperti halnya kota-kota lain, arca, prasasti, dan tinggalan artefak lain sebagai tempat berlangsungnya aktivitas seperti keramik (Coedès et al., 2014; manusia sejak masa klasik, Kecamatan Saudagar, 1990; Utomo, 1994). Pada masa Sarolangun memiliki berbagai situs Islam, beberapa situs dari masa klasik turut arkeologi yang penting untuk diteliti. Selain dipergunakan kembali, misalnya adalah itu, dibutuhkan hasil penelitian terbaru Candi Sekarabah yang dimanfaatkan untuk proyeksi pelestarian situs-situs yang sebagai Istana Tanah Pilih dan Candi mengandung nilai sejarah di Kecamatan Gedingsuro yang difungsikan sebagai Sarolangun di masa kini dan mendatang. makam kesultanan. Pada masa kolonial, Untuk itu penelitian ini mencoba menelaah berbagai situs masa klasik dan Islam situs-situs dari berbagai pembabakan kembali dipergunakan, contohnya adalah periode yang ada di Kecamatan Sarolangun kawasan Istana Tanah Pilih yang menjadi dari perspektif arkeologi kesejarahan. Poin- benteng dan menara air serta Kawasan poin yang akan dibahas dalam artikel ini pusat Kesultanan Palembang yang antara lain, pertama tentang data situs dan digunakan kembali sebagai pusat aktivitas tinggalan Arkeologi di Kecamatan pada masa kolonial (Farida et al., 2019; Sarolangun. Kedua , berdasarkan data situs Sukandar, 2014). Contoh lain di luar yang ada akan dilakukan analisis terhadap juga dapat ditemui di Singapura kondisi dan peran wilayah Kecamatan dan Mexico City. Situs Fort Canning di Sarolangun pada masa Klasik, Islam, Singapura merupakan bukti aktivitas Kolonial, dan pasca Kemerdekaan. Ketiga,

52 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

berkaitan dengan perkembangan wilayah, beserta peluang serta tantangan pembahasan akan dilakukan terhadap pelestariannya. Teknik pengumpulan data keadaan situs di tengah modernisasi serta dalam penelitian dilakukan dengan survei peluang pelestariannya. permukaan, pemetaan potensi, penelusuran METODE terhadap arsip-arsip dan informasi yang Penelitian ini dilakukan berkaitan dengan Kecamatan Sarolangun menggunakan perspektif arkeologi serta wawancara dengan komunitas kesejarahan (historical archaeology ). Sarolangoen Tempoe Doeleo. Data-data Kajian arkeologi kesejarahan dipilih atas yang telah terkumpul kemudian dianalisis dasar pembahasan tentang riwayat suatu untuk mendapatkan hasil analisis yang wilayah yang dibagi dalam pembabakan mendalam tentang situs-situs di Kecamatan sejarah (Orser Jr., 2010). Arkeologi Sarolangun serta peluang dan tantangan kesejarahan juga sering dikaitkan dengan pelestariannya. pembahasan mengenai situs-situs arkeologi HASIL DAN PEMBAHASAN pada masa kolonialisme dan imperialisme Situs-situs Arkeologi di Kecamatan Bangsa Eropa (Falk, 1991; Paynter, 2000). Sarolangun Beberapa ahli lain memahami arkeologi Situs-situs arkeologi yang kesejarahan sebagai kajian yang dipaparkan pada subbab ini berasal dari menggabungkan antara data artefaktual dan masa klasik, Islam, dan kolonial yang tekstual, atau antara kata-kata dengan objek terlatak di Kecamatan Sarolangun. (Andrén, 1988; Funari et al., 1999). Mengenai situs-situs pra-klasik (situs-situs Penelitian ini memfokuskan kajian prasejarah) di Kecamatan Sarolangun dengan mengamati fenomena-fenomena belum dapat ditelusuri keberadaannya. yang berkaitan dengan situs-situs bukti Situs-situs dari masa Prasejarah di sekitar aktivitas manusia di Kecamatan Sarolangun Sarolangun yang diketahui sampai saat ini serta mengaitkannya dengan data sejarah baru di Kawasan Karst Bukit Bulan yang terkait. Fenomena-fenomena ini kemudian berlokasi di Kecamatan Limun (Fauzi, dibandingkan dengan wilayah sejenis agar 2016; Fauzi et al., 2015; Melisah, 2016). diketahui pola umum dan khusus yang ada Lokasi situs-situs yang ada di Kecamatan pada situs-situs di Kecamatan Sarolangun. Sarolangun mayoritas berada di bagian Selanjutnya berkaitan dengan modernisasi tenggara yang terletak pada wilayah sekitar yang terjadi, akan dibahas pula keadaan muara atau pertemuan dua sungai (Lihat situs ditengah arus perubahan yang terjadi gambar 1). Terdapat fenomena keberadaan

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 53 pusat-pusat aktivitas manusia yang keberadaan situs masa klasik di Kecamatan berkaitan dengan daerah pertemuan dua Sarolangun telah dilaporkan oleh Belanda. sungai. Umumnya lokasi pertemuan dua Temuan-temuan tersebut terdiri dari arca sungai atau muara menjadi lokasi situs ganesha, arca lain yang telah hilang (dalam arkeologi. Fenomena aktivitas manusia di Laporan Belanda tidak disebutkan alasan daerah pertemuan dua sungai juga hilangnya arca ini), serta struktur bata yang didukung oleh teori Bennet Bronson yang berada di bawah Surau Kampung Lubuk. mengemukakan bahwa daerah pertemuan Arca ganesha yang disebutkan dalam dua sungai di berbagai wilayah Asia laporan Belanda sekarang berada di Tenggara merupakan tempat Museum Sultan Mahmud Badaruddin II berlangsungnya kegiatan pertukaran barang dengan label arca ganesha Surulangun dan jasa yang kemudian memunculkan (Utomo, 2016). Mengenai struktur bata pusat aktivitas manusia dan berkembang yang terdapat dalam laporan sekarang menjadi kota-kota besar (Bronson, 1977). berubah menjadi Langgar Jannatul Khoir. Untuk mendapatkan gambaran secara Hasil dari pengamatan lapangan kronologis maka pemaparan pada subbab menunjukkan di sekitar langgar tersebut ini akan dilakukan secara kronologis mulai terdapat temuan bata. Temuan lepas berupa dari masa klasik, Islam, kolonial, hingga bata berukuran besar terletak di sekitar informasi tentang keadaan situsnya pada pondasi langgar serta di bawah rumah masa kini. panggung di samping surau (Lihat gambar Gambar 1. Wilayah Kecamatan Sarolangun 1). Selain temuan bata, di sekitar langgar (Sumber: Tim Penulis, 2020). juga ditemukan fragmen tembikar dan keramik (Lihat gambar 2 dan 3). Berdasarkan bentuk dan warnanya, diperkirakan keramik berasal dari masa Dinasti Sung, yaitu abad ke-10 sampai 13 Masehi. Menurut informasi dari narasumber, selain temuan lepas yang ada di sekitar langgar, terdapat susunan bata yang masih intact di bawah pondasi Situs Masa Klasik di Kecamatan langgar. Sarolangun Sesuai dengan informasi yang telah disinggung pada bagian pendahuluan,

54 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

permukaan berupa bata di Pemakaman Muara Sawah lebih banyak dibandingankan dengan yang ada di Langgar Jannatul Khoir. Bata-bata tersebut terdiri dari fragmen bata, bata yang utuh, dan bata kuncian (Lihat gambar 6). Bata kuncian merupakan bentuk bata berlekuk yang biasanya digunakan secara berpasangan sebagai kunci untuk memperkuat susunan bata. Mengenai kronologi situs Pemakaman Muara Sawah belum dapat ditentukan karena data-data yang ditemukan belum dapat memberikan petunjuk kronologinya. Berdasarkan kategorinya, kuat indikasi kedua situs ini sebelumnya merupakan situs sakral. Indikasi ini didukung dengan informasi temuan Arca Ganesha dan pemanfaatan ulangnya sebagai tempat

sakral dalam agama Islam.

Gambar. 2, 3, dan 4. Fragmen Bata di Sekitar Langgar (atas); Fragmen Tembikar (tengah); Fragmen Keramik (bawah) (Sumber: Dokumentasi Tim Penulis, 2020).

Selain situs yang telah dilaporkan Belanda, terdapat satu situs lagi yang diindikasikan mengandung tinggalan dari masa klasik. Situs tersebut terletak di Pemakaman Muara Sawah. Pemakaman Muara Sawah merupakan kompleks makam Islam yang terdiri atas fosil kayu (batu sungkai ) yang digunakan sebagai nisan dan batu bata berukuran besar yang dimanfaatkan sebagai pembatas makam Gambar 5 dan 6. Bata dan Batu Sungkai (atas) dan Bata Kuncian (bawah) (Sumber: Dokumentasi Tim (Lihat gambar 5). Jumlah temuan Penulis).

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 55

Situs Masa Islam di Kecamatan antara lain terlihat berdasarkan perbedaan Sarolangun arsitektur bangunan-bangunan tua. Di Menyambung paparan data tentang Kampung Lubuk, bangunan tua terdiri dari situs-situs masa Klasik, kedua situs yang hunian berbentuk rumah panggung telah dibahas juga dapat dikategorikan sedangkan di sekitar pasar didominasi oleh sebagai situs Masa Islam. Surau Kampung bangunan panggung bergaya Indis yang Lubuk atau yang setelah direnovasi disebut kental unsur-unsur Eropanya. Keadaan Langgar Jannatul Khoir berada di Kampung Kampung Lubuk sedemikian rupa Lubuk. Selain itu terdapat makam tokoh- mengindikasikan keberadaan hunian pasca- tokoh lokal yang berjasa di Kecamatan klasik yang ditinggali oleh Etnis Melayu Sarolangun, yaitu Makam Putri Darah Putih dan kemudian turut ditinggali oleh Bangsa dan Makam Bujang Kurap yang berlokasi Eropa (Melisah, 2016). di Kelurahan Gunung Kembang. Sejalan dengan indikasi Sayangnya petunjuk mengenai kronologi penggunaan ulang bangunan masa klasik masa hidup kedua tokoh dan situs makam pada masa Islam di Surau Kampung Lubuk, belum dapat diketahui secara pasti. Pemakaman Muara Sawah juga Ditambah lagi, berdasarkan kunjungan diindikasikan sebagai situs klasik yang yang telah dilakukan temuan dua makam difungsikan ulang pada masa Islam. Kuat tersebut hanya berupa nisan batu sungkai indikasi latar belakang pemanfaatan ulang yang tidak berangka tahun dan belum ada situs ini terkait dengan pandangan tentang temuan lain yang mengindikasikan titik sakral terhadap lokasi tersebut. keberadaan struktur atau sisa aktivitas Pemakaman Muara Sawah sekarang tidak manusia dimasa lampau. digunakan lagi sebagai tempat pemakaman. Kampung Lubuk menurut Bahkan makam-makam tua yang ada informasi narasumber merupakan kampung disana, mayoritas tidak dirawat dan tidak tertua yang ada di Sarolangun. Kampung diketahui lagi identitas orang-orang yang Lubuk berada di tepi aliran sungai. dimakamkam. Menurut informasi dari Masyarakatnya terdiri dari etnis Melayu narasumber, salah satu tokoh yang yang beragama Islam. Berdasarkan dimakamkan di Muara Sawah adalah pengamatan yang dilakukan di Kampung Puyang Jenggot. Puyang Jenggot dikenal Lubuk, perbatasan antara Kampung Lubuk sebagai sesepuh atau tetua kampung. dan daerah Pasar Sarolangun sekaligus Berdasarkan kategorinya, situs masa klasik menjadi pembatas antara hunian etnis yang difungsikan kembali pada masa Islam Melayu dan orang-orang Eropa. Hal ini keduanya merupakan bangunan sakral,

56 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

yaitu surau yang digunakan sebagai tempat Asisten Residen Jambi secara resmi ibadah dan pemakaman Islam. Penggunaan berubah menjadi Karesidenan Jambi pada ulang situs ini memperkuat indikasi 1906. Kecamatan Sarolangun pada saat itu keberlanjutan pandangan tentang ruang bernama Onderdistrict Sarolangun yang sakral masa Klasik yang berlanjut sebagai merupakan pusat administrasi dari ruang sakral pada masa Islam di Kecamatan Afdeeling Sarolangoen. Selain Sarolangun. Onderdistrict Sarolangun, Afdeeling Sarolangoen juga membawahi Situs Masa Kolonial di Kecamatan Onderdistrict Limoen, Onderdistrict Sarolangun Batangasai, dan Onderdistrict Pauh Pembangunan fasilitas fisik oleh (Tideman, 1938). Di bawah Onderdistrict Belanda di Kecamatan Sarolangun tidak Sarolangun masih terbagi menjadi tiga lepas dari runtuhnya pemerintah wilayah administratif setingkat Marga, Kesultanan Jambi. Sejak dibakarnya Istana yaitu: Marga Sarolangun, Marga Pelawan, Tanah Pilih pada 1858, Belanda memegang dan Marga Batin VIII. Dasar hukum peranan penting dalam berbagai kebijakan pembagian itu adalah IGOB ( Inlandsche dan struktur pemerintahan di Jambi. Gemente Ordonatie Buitengewesten ), Dihapuskannya sistem kesultanan pada sebuah regulasi yang mengatur bentuk 1901 menjadikan sebagian besar wilayah pemerintahan Hindia-Belanda di luar Jawa Jambi berada di bawah kendali penuh (Hidayat, 2012). Dengan adanya Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda di pembentukan administrasi semacam ini, bawah Asisten Residen yang bertanggung- Belanda semakin gencar membangun jawab kepada Karesidenan Palembang fasilitas fisik di Kecamatan Sarolangun. (Lindayanti, 2014; Miftahurrahmat, 2018). Situs-situs masa kolonial yang masih tersisa Pada saat itu, Belanda mulai membangun dari aktivitas tersebut antara lain berupa berbagai sarana untuk menunjang jembatan, makam ( kerkhof), kantor, bak air, kehidupan di Kecamatan Sarolangun. gudang, benteng, prasasti kapal karam, Sketsa tentang fasilitas kolonial di serta hunian. Kecamatan Sarolangun pernah dibuat J.E.H Jembatan Beatrix seperti yang telah Boomgard, namun sebagian besar telah disinggung pada bagian pendahuluan, hancur. Lenyapnya bangunan-bangunan menurut prasasti yang ada di ujung Belanda ini disebabkan adanya peristiwa jembatan, dibangun sejak tahun tahun 1932 penghancuran oleh penduduk sipil tahun dan selesai pada tahun 1939. Jembatan 1947 (Melisah, 2016).

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 57

Beatrix saat ini masih dapat dilalui oleh kendaraan roda 2 dan 4, namun tidak lagi menjadi penghubung utama (Lihat gambar 9). Fungsi Jembatan Beatrix sebagai jembatan utama telah digantikan oleh Jembatan Sarolangun yang terletak sekitar 500 meter sebelah timur Jembatan Beatrix. Berdasarkan pengamatan lapangan letak

Jembatan Sarolangun sekarang membelah Pasar Sarolangun dan berada pada dekat simpang tiga jalan lintas ke arah Jambi, Sumatra Selatan, dan Merangin. Letak Gambar 7, 8, dan 9. Jembatan Beatrix (bawah Jembatan Beatrix berada di sebelah barat kiri); Salah satu Makam di dekat Jembatan berdekatan dengan Kampung Lubuk. Letak Sarolangun (atas); Batu Nisan Berangka Tahun 1930 (bawah) (Sumber: Dokumentasi Nainunis kedua jembatan ini menunjukkan Aulia Izza, 2019). keberadaan jalur lama yang berada dekat Pengalihan jalur utama ini juga dengan pemukiman tua dan jalur baru yang dapat dilihat dari keberadaan makam dibangun berdasarkan jalur lintas Belanda (kerkhof) yang sebagian besar penghubung kota-kota di Jambi dan bagiannya tergusur dan berubah menjadi Sumatra Selatan. jalan. Sisa-sisa kerkhof antara lain dapat ditelusuri melalui keberadaan 2 makam yang sekarang terletak di semak-semak taman dekat Jembatan Sarolangun (Lihat gambar 10). Sisa-sisa prasasti makam yang sekarang disimpan oleh narasumber menunjukkan penanggalan kematian orang yang dimakamkan pada tahun 1930 (Lihat gambar 11). Berdasarkan arsip dan catatan perdagangan Belanda, wilayah Sarolangun memang baru dijadikan kawasan hunian Belanda sejak awal abad ke-20 (Melisah, 2016). Periodisasi ini jauh lebih muda apabila dibandingkan dengan kerkhof di

58 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

kawasan lain seperti Batavia yang berdasarkan angka tahun dalam prasastinya umumnya berasal dari abad ke 16 (Suratminto, 2008). Situs-situs masa kolonial lain yang masih tersisa antara lain bak air yang ada di sekitar Pasar Sarolangun, sisa lantai dan pondasi gudang Gambar 10, 11, 12, dan 13. Bak Air di Sekitar garam yang sekarang masuk dalam Pasar Sarolangun (kiri bawah atas); Sisa kompleks Sekolah Dasar Negeri 1 Lantai dan Pondasi Gudang Garam di Kompleks SDN 1 Sarolangun (kiri bawah); Sarolangun, tugu benteng yang terpahat Tugu Benteng yang Penuh Sampah (atas kiri); pada tugu di sudut kompleks pertokoan Prasasti Kapal Karam Ophelia yang telah Aus (kanan atas)(Sumber: Dokumentasi Nainunis Pasar Sarolangun, dan Prasasti Kapal Aulia Izza, 2019).

Karam Ophelia yang sekarang telah aus, Kecamatan Sarolangun Masa Klasik, letaknya berada di dekat kerkhof (Lihat Islam, Kolonial, dan Pasca gambar 10, 11, 12, 13). Diantara situs-situs Kemerdekaan yang tersisa tersebut keadaannya sekarang Dari pemaparan tentang situs-situs tidak lagi terawat, misalnya prasasti masa klasik, Islam, dan kolonial di benteng yang sekarang justru menjadi Kecamatan Sarolangun di atas, diperoleh tempat membuang sampah (Lihat gambar adanya fenomena situs multi periode yang 12). terpusat di Kota Sarolangun sekarang. Fenomena tersebut dapat digunakan sebagai dasar analisis dan sintesis mengenai peran wilayah Kecamatan Sarolangun pada masa Klasik, Islam, Kolonial, hingga masa kini. Sebagaimana situs-situs klasik lain di Pulau Sumatra, situs-situs klasik di Kecamatan Sarolangun berada di dekat aliran sungai utama, tepatnya di dekat pertemuan dua sungai. Hal ini mengindikasikan wilayah Kecamatan Sarolangun merupakan salah satu pusat aktivitas manusia pada masa klasik. Jenis

arca-arca yang pernah ditemukan di

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 59

Kecamatan Sarolangun mengindikasikan kesamaan lokasi pusat aktivitas manusia di adanya pengaruh Agama Hindu khususnya Kecamatan Sarolangun pada masa lalu. aliran Siwa. Hal ini agak kontras dengan Fakta keberlanjutan lokasi aktivitas temuan situs klasik lain di sepanjang manusia ini belum dapat diketahui secara Sungai Batanghari yang berkarakter Agama pasti faktor penyebabnya. Akan tetapi Budha. Temuan arca Ganesha setengah jadi terdapat dua asumsi yang kemungkinan di wilayah ini juga memperkuat indikasi dapat menjawab permasalahan ini. Asumsi keberadaan masyarakat beragama Hindu- pertama adalah adanya proses konversi Saiwa yang melaksanakan berbagai kepercayaan pada komuniatas masyarakat kegiatan sakral di sekitar Kecamatan di Kecamatan Sarolangun, sedangkan Sarolangun (Utomo, 2016). Tinggalan asumsi kedua adalah komunitas masyarakat monumental berupa Candi Lesung Batu yang mendiami daerah tersebut berbeda yang memiliki yoni memperkuat bukti dengan komunitas yang ada pada masa keberadaan komunitas masyarakat Klasik. beragama Hindu aliran Siwa di sekitar Mengenai kemungkinan pertama, Sarolangun dan Musi Rawas Utara tentang konversi kepercayaan, terdapat (Sedyawati et al., 2014). Ditinjau informasi pembanding yang ada di Jawa. berdasarkan cakupan wilayah yang lebih Pada masa awal perkembangan Islam di luas, tinggalan Prasasti Karang Berahi, Jawa, terdapat pola penggunaan kembali Candi Tingkip, Candi Lesung Batu, dan lokasi bangunan sakral dari masa Klasik temuan bata-bata candi di Kecamatan sebagai sarana peribadatan umat Islam. Sarolangun menunjukkan keberadaan Salah satu contohnya adalah pembangunan komunitas Hindu-Buddha di sekitar Masjid Mantingan yang bahan-bahan Kecamatan Sarolangun. Namun, terkait pembangun masjidnya berasal dari dengan hubungan antara situs-situs tersebut bangunan suci berkarakter Hindu, masih belum dapat ditentukan dan dibuktikan dengan adanya potongan relief membutuhkan penelitian yang lebih Ramayana (Munandar, 1999). Selain mendalam. penggunaan kembali lokasi bangunan suci Memasuki masa Islam, fenomena Klasik, terdapat indikasi pembangunan yang tampak adalah penggunaan kembali masjid mirip dengan candi masa Klasik. lokasi situs-situs Klasik di Kecamatan Usaha pemiripan bangunan suci ini dapat Sarolangun sebagai tempat sakral umat dihubungkan dengan misi menarik minat Islam, yaitu surau dan makam. Keberadaan dan ingatan kolektif masyarakat agar tetap tinggalan masa Islam juga menunjukkan datang ke lokasi dan bangunan yang

60 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

dianggap sakral, meskipun latar keagamaan secara musiman untuk mencari emas. bangunan tersebut berbeda (Rosyid, 2019). Terutama pada musim penghujan, karena Berkaitan dengan kemungkinan emas akan mudah ditemukan di tanah dan perbedaan komunitas yang mendiami aliran-aliran sungai setelah terjadi hujan Kecamatan Sarolangun, terdapat beberapa lebat (Andaya, 1993). bukti dalam catatan sejarah yang Komunitas orang Minangkabau mendukung. Salah satunya adalah adanya telah tinggal menetap di berbagai sudut migrasi masyarakat Minangkabau dari Sarolangun sejak lebih dari lima ratus tahun Pagaruyung ke wilayah Sarolangun. Awal lalu. Penyebaran orang-orang dari daerah mula kedatangan masyarakat Minangkabau Minangkabau ke Sarolangun dilakukan ke wilayah Sarolangun adalah karena daya dengan cara berkelompok, tidak hanya tarik sumber emas yang ada di daerah membawa orang-orangnya saja, tetapi sekitar aliran sungai Batang Asai dan sekaligus memboyong adat kebiasaan, Batang Limun. Hal ini mendorong orang- hukum, norma-norma, nilai-nilai dan orang Minangkabau untuk datang dan berbagai bentuk organisasi sosial mereka, bermigrasi ke daerah ini, kemudian termasuk teknologi mata pencarian baru menetap dan menjadi bagian dari penduduk yaitu menambang emas (Naim, 1982). Pada Sarolangun (Scholten, 2008). Faktor lain tahun 1740 penambang emas dari yang mendorong adanya migrasi ini adalah Minangkabau meminta Kesultanan Jambi akibat kekalahan Aceh oleh VOC pada agar membuka Sarolangun dan Limun 1667. Hal ini kemudian mengakibatkan sebagai kawasan penambangan emas bagi bertambahnya jumlah orang Minangkabau mereka (Andaya, 1993). Mereka menjadi yang bermigrasi ( rantau ) ke Sarolangun satu-satunya golongan masyarakat yang dan wilayah Jambi lainnya, baik yang menggali tambang emas atau kemudian menetap maupun hanya sebagai mengumpulkannya di aliran sungai. pekerja lepas. Hal ini ditandai dengan Sementara itu aktivitas para penduduk asli bertambahnya jumlah tambang emas di terpusat pada produksi pangan untuk suplai Sarolangun, Jujuhan, Tabir, Tebo dan Hulu logistik para pencari emas. Dinamika Sungai Tembesi. Pada 1688, seorang tersebut tampaknya berlaku di Limun, pejabat VOC mendeskripsikan salah satu Batang Asai dan Pakalang Jambu yang distrik di Hulu Sungai Batanghari, sekitar merupakan tempat perdagangan emas yang dua minggu perjalanan dari Jambi. Di sini tergolong cukup ramai (Marsden, 2013). terdapat beberapa ribu orang yang datang

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 61

Pada tahun 1728 jumlah orang yang Kampung Lubuk dan hunian Eropa datang dari Minangkabau ke kawasan hulu menunjukkan Kecamatan Sarolangun Jambi, dengan tujuan menambang emas, merupakan tempat strategis dalam lebih banyak lagi, dan hampir mencapai perspektif planologi Belanda. Hal ini 1000 orang. Mereka tersebar dalam 15 didasarkan pada pola pembangunan sampai 20 orang di setiap kampung Belanda di Sumatra yang hanya berpusat di (Andaya, 1993). Mereka melakukan wilayah-wilayah yang dianggap strategis. penambangan dengan teknologi yang Wilayah-wilayah yang dianggap strategis sederhana, baik dengan cara membuat parit oleh Belanda di Pulau Sumatra bagian atau dengan cara menggunakan kincir. selatan antara lain adalah Sumatra Barat Selain mencari emas, mereka juga dan Sumatra Selatan. Bukti perhatian menanam lada. Pekerjaan menambang pemerintah Hindia-Belanda pada kedua emas menjadi pekerjaan utama saat musim wilayah ini diantaranya adalah usaha kemarau sembari menunggu panen, pembangunan jalur transportasi darat, sedangkan pada saat musim hujan mereka berupa jaringan jalan darat ( landwegen ) dan melakukan pekerjaan sampingan seperti jalur perkeretapian (Asnan, 2002). Selain mencari dan berdagang rempah-rempah itu, pada awal abad ke-20, Kota Padang (Kozok, 2015). diberi status sebagai gemeente (kota praja) Selanjutnya tentang Kecamatan oleh pemerintah Hindia-Belanda (Sujiyati Sarolangun masa kolonial, berdasarkan & Ali, 2015; Zed, 2009). Dikaitkan dengan kepadatan tinggalannya merupakan salah wilayah Kecamatan Sarolangun, perannya satu pusat hunian dan kegiatan orang-orang bukan hanya sebagai titik tengah wilayah Eropa. Lokasi-lokasi yang mirip dengan dataran tinggi dan dataran rendah di Jambi, Kecamatan Sarolangun salah satunya namun juga penghubung dua kota besar adalah Muara Tembesi. Akan tetapi, masa Kolonial, yaitu Padang dan terdapat perbedaan yang cukup mencolok Palembang. dengan Kecamatan Muara Tembesi. Pasca Kemerdekaan Indonesia, Kecamatan Sarolangun sekarang tetap walaupun bangunan-bangunan peninggalan menjadi pusat kegiatan (ibukota Belanda di Kecamatan Sarolangun kabupaten), sedangkan Muara Tembesi dihancurkan, namun posisinya sebagai sekarang bukan lagi pusat kegiatan salah satu pusat aktivitas manusia tetap ekonomi dan pemerintahan di Kabupaten berlanjut. Sejak masa Orde Lama, Orde Batanghari (Syuhada et al., 2017). Baru, sampai dengan awal masa reformasi Keberadaan Jembatan Beatrix di sekitar terjadi berbagai perubahan status

62 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

administrasi wilayah Kecamatan dikembangkan serta ditinggalkan. Lokasi Sarolangun. Pasca Kemerdekaan, Kecamatan Sarolangun yang sekarang Kecamatan Sarolangun termasuk dalam menjadi ibukota Kabupaten Sarolangun wilayah Jambi Ilir dan mulai tahun 1990 mendorong modernisasi dan pembangunan sampai 1999 menjadi bagian dari sarana fisik yang pesat dewasa ini. Apabila Kabupaten Sarolangun Bangko. Dengan dibandingkan dengan kota-kota lain di adanya Undang-Undang Nomor 5 tahun Sumatra, perkembangan Kecamatan 1979, Sistem Pemerintahan Marga juga Sarolangun mirip dengan perkembangan kemudian dihapus dan digantikan dengan Kota Jambi dan Kota Palembang. sistem pemerintahan desa. Sejak tahun Ditinjau dari perspektif arkeologi, 1999 atau pasca reformasi terjadi baik Kota Jambi dan Kota Palembang pemekaran wilayah yang sekaligus memiliki situs-situs arkeologi dari masa memecah Kabupaten Sarolangun Bangko Klasik. Situs-situs tersebut terletak di tepi menjadi Kabupaten Sarolangun dan Sungai Batanghari dan Musi yang menjadi Kabupaten Bangko (Website Resmi pusat aktivitas manusia sejak masa lampau Kabupaten Sarolangun). Setelah menjadi hingga sekarang. Percandian Solok Sipin di kabupaten, Kecamatan Sarolangun menjadi Kota Jambi merupakan bukti adanya ibukota Kabupaten Sarolangun. aktivitas masyarakat pada masa klasik di Berdasarkan uraian di atas posisi wilayah sekitar pasar dan pusat kota Jambi modern. Kecamatan Sarolangun sejak masa Hindu- Percandian Solok Sipin yang terdiri dari 4 Buddha sampai dengan masa kini runtuhan bangunan yang tersebar di sekitar merupakan pusat aktivitas manusia masa tepi Sungai Batanghari sampai Danau lalu. Terjadinya aktivitas manusia dalam Sipin. Pada masa Islam, salah satu lokasi, kurun waktu lama menyebabkan tinggalan yaitu Candi Sekarabah dijadikan lokasi yang ada di Kecamatan Sarolangun saling pembangunan Istana Kesultanan Jambi, tumpang tindih. yaitu Istana Pilih Pusako Bertuah. Sejak penyerangan Belanda tahun 1858, istana Situs Arkeologi dan Perkembangan tersebut runtuh kemudian lokasi pendirian Modernisasi di Kecamatan Sarolangun istana diubah sebagai benteng dan markas Seiring dengan perkembangan tentara Belanda. Setelah Indonesia zaman, modernisasi pada berbagai wilayah merdeka, markas lokasi yang sama tidak dapat dielakkan. Terdapat wilayah- digunakan sebagai markas TNI dan setelah wilayah yang berkembang pesat seiring itu pada lokasi yang sama pada tahun 1970- zaman, selain itu ada berbagai wilayah yang

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 63 an dibangun Masjid Al Falah atau yang Singapura memiliki kemiripan pola dikenal sebagai Masjid Seribu Tiang perkembangan dengan situs-situs yang ada (Sukandar, 2014). Sementara situs-situs di Sarolangun, Kota Jambi, dan Kota candi di sekitarnya sekarang telah berubah Palembang. Mengenai pembahasan tentang menjadi pemakaman Islam masa pola perkembangan kota perlu dilakukan kesultanan serta pemukiman padat penelitian tersendiri yang lebih mendalam. penduduk. Begitupun di Kota Palembang, Sedangkan mengenai usaha perlindungan wilayah tempat penemuan artefak masa ditengah modernisasi usaha yang dilakukan klasik, misalnya Situs Gedingsuro di Kota Singapura dapat dijadikan contoh. Situs Palembang dipergunakan kembali pada Fort Canning dewasa ini berada di tengah masa Islam dan berada pada wilayah yang kota dan menjadi Ruang Terbuka Hijau sama dengan pusat pemerintahan kolonial (Chandrashekhar, 2017). Sisa-sisa struktur serta pusat Kota Palembang dewasa ini bata yang sebagian sudah digali diubah (Utomo, 2016). Diantara situs-situs tersebut menjadi museum situs. Makam keramat, banyak yang telah berubah menjadi terowongan, serta sisa benteng yang pemukiman dan pabrik. tersebar di wilayah situs diubah menjadi Kota Jambi dan Kota Palembang tempat wisata kota yang berada diantara dewasa ini masing-masing merupakan taman-taman. ibukota provinsi yang menjadi pusat Di Mexico City, terdapat situs-situs ekonomi, pemerintahan, politik, dan Pra-Kolombia yang pernah didirikan oleh kebudayaan. Kecamatan Sarolangun yang Bangsa Aztec. Situs-situs yang telah sekarang menjadi ibukota kabupaten dikuasai dan dihancurkan Spanyol pada memang belum mengalami modernisasi paruh kedua abad ke-16 dan baru diteliti semasif Kota Jambi dan Palembang, namun kembali sekitar tahun 1970-an (Atwood, cepat atau lambat Kecamatan Sarolangun 2014). Situs-situs masa Aztec di Mexico akan mengalami berbagai perubahan fisik City saat ini hanyalah tinggal puing-puing sarana dan prasarana. Apabila yang tersebar di bawah bangunan- dikorelasikan dengan situs arkeologi yang bangunan modern. Bahkan, Katedral ada, perlu dilakukan pendataan, penelitian, Mexico City berdiri di atas kuil Aztec yang serta usaha pelestarian. Contoh usaha untuk disebut Templo Mayor. Usaha preservasi melestarikan situs arkeologi di lokasi kota dan penelitian terhadap Templo Mayor besar telah dilakukan di Singapura dan dilakukan tanpa merusak bangunan Mexico City. Situs arkeologi masa klasik, katedral, melainkan dengan merekonstruksi Islam, dan kolonial di Fort Canning,

64 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

dan memvisualisasikannya dengan bantuan perubahan kondisi sosial, politik dan teknologi digital (Serrato-Combe, 2003). ekonomi. Pada periode 1970-1999, Dihubungkan dengan situs-situs masyarakat kebanyakan bekerja sebagai yang berada di Kecamatan Sarolangun, penyadap karet, mencari hasil hutan dan baik situs klasik yang dipergunakan petani. Walaupun demikian, pekerjaan kembali pada masa Islam sampai kini sebagai penambang emas masih tetap maupun situs kolonial yang sekarang telah berjalan dengan intensitas dan skala yang dihancurkan dan di atasnya terdapat kecil (Arifin, 1986). Pada tahun 2000 bangunan baru dapat dilestarikan seperti aktivitas penambangan emas kembali yang terjadi di Singapura dan Meksiko. marak karena harga karet anjlok. Pola dan Situs-situs yang ada di Kecamatan teknik penambangan mengalami perubahan Sarolangun seluruhnya berada di wilayah dari masa sebelumnya. Perubahan tersebut kota yang ramai. Di sekitar Jembatan didorong oleh kemajuan dalam teknologi Beatrix juga sudah dibuat taman terbuka penambangan. Penambangan dilakukan yang bernama Taman Tepian Cik Minah. menggunakan mesin penyemprot dan Pengembangan taman dapat dilakukan di mesin penghisap atau lazim disebut dengan berbagai situs klasik dan kolonial agar dompeng, berasal dari merk mesin diesel masyarakat dan wisatawan yang dong feng. Penggalian juga dilakukan berkunjung ke Sarolangun dapat mengenal secara masif menggunakan alat berat riwayat Sarolangun. sehingga dianggap merusak lingkungan Di luar Kecamatan Sarolangun, karena membabat habis hutan dan vegetasi situs-situs arkeologi lain tentu saja mungkin di permukaannya, termasuk kemungkinan ditemukan. Akan tetapi tantangan yang situs-situs arkeologi yang belum terdeteksi. dihadapi saat ini di wilayah Sarolangun PENUTUP pada umumnya adalah keberadaan Di Kecamatan Sarolangun terdapat Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI). berbagai situs yang berasal dari masa Penambangan emas yang dilakukan oleh klasik, Islam, dan kolonial. Keberadaan masyarakat di kawasan Sarolangun situs-situs ini menandakan eksistensi memang telah ada sejak ratusan tahun lalu, wilayah yang sekarang menjadi Kecamatan akan tetapi bersifat fluktuatif. Ada kala Sarolangun sejak masa klasik hingga intensitasnya meningkat dan adakalanya sekarang sebagai pusat aktivitas manusia. menurun. Penambangan emas yang bersifat Pola perkembangan Kecamatan Sarolangun fluktuatif tersebut dipengaruhi oleh mirip dengan Kota Jambi dan Kota

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 65

Palembang yang merupakan dua kota besar UCAPAN TERIMA KASIH di Sumatra. Di tengah modernisasi perlu Ucapatan terima kasih tim penulis dilakukan kajian dan preservasi agar situs ucapkan kepada Universitas Jambi sebagai yang ada sekarang tidak hilang dan pemberi dana penelitian dan dukungan terlupakan. Berkaitan dengan hasil persuratan serta Dinas Pendidikan dan penelitian yang telah dilakukan terdapat Kebudayaan Kabupaten Sarolangun atas beberapa peluang penelitian yang dapat yang telah memberikan izin penelitian didalami berkaitan dengan Kecamatan kepada penulis. Tak lupa penulis ucapkan Sarolangun. Peluang tersebut antara lain terima kasih para mahasiswa dan alumni adalah tinjauan korelasi antara temuan Program Studi Arkeologi, Universitas berlatar Hindu di Kecamatan Sarolangun Jambi, yaitu Rahman Saputra, Najla dan Situs Lesung Batu. Selain itu, berkaitan Anggraini, dan Dini Azhari. Penulis juga dengan konsep-konsep yang melandasi mengucapkan terima kasih Bapak pola perkembangan kota-kota di Sumatra Hermanto B.S selaku penggiat sejarah dan Semenanjung Melayu perlu dilakukan Sarolangun dan sebagai narasumber dalam penelitian yang lebih mendalam. penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Andaya, B. W. 1993. To Live as Brothers: Southeast Sumatra in the Seventeenth and Eighteenth Centuries . University of Hawai’i Press. Andrén, A. 1988. Between Artifacts and Texts: Historical Archaeology in Global Perspective . Plenum Publishing. Arifin, M. 1986. Sistem Ekonomi Tradisional Daerah Jambi . Departemen Pendidikan dan Kebudayaan proyek Inventarisasi dan dokumentasi Kebudayaan Daerah. Asnan, G. 2002. Transportation on the West Coast of Sumatra on the Nineteenth Century. In Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (On The Roa, hal. 727–741). Atwood, R. 2014. Under Mexico City. Archaeology , 67 (4), 26–33. Bronson, B. 1977. Exchange at the Upstream and Downstream Ends: Notes towards a Functional Model of the Coastal State in Souteast Asia. In K. L. Huterrer (Ed.), Economic Exchage and Social Interaction in Southeast Asia: Perspective from Prehistory, History and Ethnography (hal. 39–52). University of Michigan.

66 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

Chandrashekhar, V. 2017. The Lion City’s Glorious Part. Archaeology , 70 (6), 61–63. Coedès, G., Damais, L.-C., Kulke, H., & Manguin, P. 2014. Kedatuan Sriwijaya . Komunitas Bambu. Falk, L. 1991. Historical Archaeology in Global Perspective . Smithsonian Institution Press. Farida, I., Rochmiatun, E., & Kalsum, N. U. 2019. Peran Sungai Musi dalam Perkembangan Peradaban Islam di Palembang: Dari Masa Kesultanan Sampai Hindia-Belanda. Jurnal Sejarah Peradaban Islam , 3(1), 50–57. Fauzi, M. R. 2016. Beberapa Hasil Awal Penelitian Arkeologi Di Kawasan Kars Bukit Bulan, Sarolangun. Siddhayatra , 21 (1), 1–12. Fauzi, M. R., Prasetyo, S. E., Andhifani, W. R., Hendrata, A. O., & Intan, F. S. 2015. Laporan Penelitian Arkeologi: Survei Arkeologis Potensi Gua di Provinsi Jambi Tahap II . Funari, P. P. A., Jones, S., & Hall, M. 1999. Introduction: Archaeology in History. In Historical Archaeology: Back from the Edge (hal. 1–20). Routledge Taylor & Francis Group. Hidayat, R. 2012. Membangkitkan Batang Terendam: Sejarah Asal Usul, Kebudayaan dan Perjuangan Hak SAD Batin 9 . Yayasan Setara Jambi. Kozok, U. 2015. 14th Century Malay Code Of Laws: The Natisarasamuccaya . Institute Of Southeas Asian Studies. Kristina, A., & Azmi, U. 2019. Gereja Katholik St. Theresia Kota Jambi 1935-2011. Jurnal Ilmiah Istoria , 3(1), 47–62. Lindayanti. 2014. Menyibak Sejarah Tanah Pilih Pusako Betuah . Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Jambi. Makmun, S. 2018. Peran Pemerintah Desa Lidung dalam Melestarikan Kesenian Islam Baghami (Studi Kasus di Desa Lidung, Kecamatan Sarolangun, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi) . UIN Sultan Thaha Saifuddin. Manguin, P. 2009. Southeast Sumatra in Protohistoric and Srivijaya Times: Upstream- Downstream Relations and the Settlement of the Peneplain. In D. Bonatz, J. Miksic, J. D. Neidel, & M. L. Tjoa-Bonatz (Ed.), From Distant Tales: Archeology and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra (hal. 434–484). Cambridge Scholars Publishing. Marsden, W. 2013. Sejarah Sumatra . Komunitas Bambu. Melisah. 2016. Laporan Registrasi Kepurbakalaan Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi . Miftahurrahmat. 2018. Sejarah KH. Shirojuddin H. Muhammad Terhadap Pendidikan Islam di Pondok Pesantren Al-Jauharein Kelurahan Tanjung Johor Kecamatan

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 67

Pelayangan, Seberang Kota Jambi . UNI Sultan Thaha Saifuddin. Munandar, A. A. 1999. Berbagai Bentuk Ragam Hias pada Bangunan Hindu-Buda dan Awal Masuknya Islam di Jawa. Wacana , 1(1), 49–69. Naim, M. 1982. Merantau Pola Migrasi Suku Minangkabau . Gadjah Mada University Press. Orser Jr., C. E. 2010. Twenty-First-Century Historical Archeology. Journal of Archaeological Research , 18 (2), 111–150. Paynter, R. 2000. Historical and Anthropological Archaeology: Forging Alliances. Journal of Archaeological Research , 8(1), 1–37. Rosyid, M. 2019. Menara Masjid Al-Aqsha Kudus: Antara Situs Hindu atau Islam. PURBAWIDYA: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi , 8(1), 15–27. Saudagar, F. 1990. Penafsiran Situs Solok Sipin Sebagai Tempat Pemujaan Agama Buddha . Scholten, E. L. 2008. Kesultanan Sumatera dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi-Batavia 1830-1907 dan Bangkitnya Negara Kolonialisme Belanda . KITLV. Sedyawati, E., Santiko, H., Djafar, H., Maulana, R., Ramelan, W. D. S., Wurjantoro, E., & Utomo, B. B. 2014. Candi Indonesia II: Seri Sumatera, Bali, Kalimantan, Sumbawa . Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Serrato-Combe, A. 2003. The Aztec Templo Mayor-A Visualization. Journal of Architectural Computing , 3(1), 313–332. Sujiyati, M., & Ali, N. H. 2015. Pembangunan Kota Palembang dengan Konsep Tata Ruang Kota Hijau pada Masa Hindua-Belanda. Tamaddun , XV (1), 1–33. Sukandar, I. 2014. Selayang Pandang Kota Jambi: Perkembangan Masyarakat dan Kebudayaannya . Suratminto, L. 2008. Makna Sosio-Historis Batu Nisan VOC di Batavia . Wedatama Widya Sastra. Syuhada, S., Supian, & Seprina, R. 2017. Sejarah Kota Modern Masa Kolonial Belanda: Studi Kasus Kota Tua di Muaro Tembesi Batang Hari. Jurnal Titian , 1(1), 172–190. Tideman, J. 1938. Djambi, Bewerkt door J. Tideman, Met Medewerkin . Bruk de Bussy. Utomo, B. B. 1994. Swarnnadwipa Abad XIII-XIV Masehi Penggunaan Atas Sumber Emas di Hulu Batanghari (Sumatra Barat). Berkala Arkeologi . https://doi.org/10.30883/jba.v14i2.728 Utomo, B. B. 2016. Pengaruh Kebudayaan India dalam Bentuk Arca di Sumatra . Yayasan Pustaka Obor. Yusuf, A. M. 2008. Presiden RI ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita, Buku XI .

68 Situs-Situs Bersejarah Di Kecamatan Sarolangun Nainunis Aulia Izza, Ari Mukti Wardoyo Adi, dan Nugrahadi Mahanani

Antara Pustaka Utama. Zed, M. 2009. Kota Padang Tempoe Doeloe Zaman Kolonial . Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi, Fakultas Ilmu-ilmu Sosial. Zentgraaf, H. C., & Goudoever, W. A. 1947. Sumatraantjes . Uitg. W. van Hoeve.

Jurnal Arkeologi Papua Vol. 13 Edisi No. 1 / Juni 2021 : 49-69 69