DOI: https://doi.org/10.15548/tabuah.v22i2.26

TINGGALAN BUDAYA MASA PENGARUH KEBUDAYAAN INDIA DAN PENULISAN SEJARAH KEBUDAYAAN

Bambang Budi Utomo Pusat Arkeologi Nasional [email protected]

Sudarman Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang [email protected]

Abstrak

Minangkabau merupakan wilayah yang sangat terbuka terhadap kebudayaan luar. Pada masa klasik, kebudayaan India memberikan peran dalam mewarnai dinamika kebudayaan Minangkabaum hal tersebut bisa dilihat dari tinggalan tangible dan intangiblenya. Artikel ini lebih banyak menyoroti tentang budaya tangible yang ada di Minangkabau. Adapun obyek situs penulisan artikel ini adalah Situs Padangroco, Situs Bukik Awang Maombiak, Situs Pulau Sawah, Situs Rambahan. Dari situs yang ada dapat di interpretasikan bahwa artefak yang ada di daearah tersebut merupakan tinggalan agama Budha yang dipengaruhi oleh kebudayaan India.

Kata Kunci: Tinggalan Budaya, Pengaruh, Kebudayaan India, Kebudayaan Minangkabau

Abstract

Minangkabau is an area that is very open to outside culture. In classical times, Indian culture gave a role in coloring the dynamics of Minangkabaum culture, which can be seen from the tangible and intangible inheritance. This article highlights more about the tangible culture in Minangkabau. The object of this article is the Site of Padangroco, Site of Bukik Awang Maombiak, Site of Pulau Sawah, Site of Rambahan. From the existing sites it can be interpreted that the artifacts in Daearah are Buddhist relics that are influenced by Indian culture.

Keywords: Cultural Heritage, Influence, Indian Culture, Minangkabau Culture PENDAHULUAN masa itu adalah data arkeologi Kajian Masa Sejarah (artefaktual), sedangkan data tertulis Minangkabau Kuno adalah suatu kajian seperti prasasti dan tambo dipakai yang menguraikan tentang Sejarah sebagai data penunjang untuk Minangkabau dilihat dari sisi menjelaskan data artefaktual tersebut. kebudayaan dengan batasan waktu Model pendekatan yang dipakai masuknya pengaruh kebudayaan India untuk kajian periode tersebut adalah yang dikenal dengan Periode Klasik model pendekatan ekologi, yaitu suatu atau Periode Hindu-Buddha. model pendekatan yang biasa dilakukan Karena itu, data utama untuk kajian untuk menjelaskan hubungan manusia

73 74 Tinggalan Budaya... dengan lingkungan alam tempatnya dinamika masyarakat pada “masa hidup, misalnya kelompok masyarakat kuno”, dan sebagainya. agraris akan memilih lokasi yang Ruang lingkup sejarah dikelilingi tanah-tanah pertanian yang Minangkabau Kuno ini adalah Masa subur dan dekat dengan air (sungai); Klasik Indonesia, suatu masa di mana kelompok masyarakat yang tinggal di pengaruh kebudayaan India dalam daerah yang kurang aman akan bentuk ajaran Buddha dan Hindu, menempatkan tempat tinggalnya di dengan tinggalan budaya materinya daerah yang tinggi dan strategis untuk berupa caṇḍi/stūpa dan arca. Dalam bertahan; kelompok masyarakat bahari penyusunan nantinya berpatokan pada dan pedagang akan memilih dekat tinggalan artefak dari masa tersebut. sungai, danau, dan laut.1 Sebagai data untuk menjelaskan data Penjaringan data, baik data artefak diperlukan data tertulis prasasti arkeologis maupun data tertulis yang banyak ditemukan di wilayah dilakukan dengan survei dan ekskavasi Minangkabau (Sumatera Barat). lapangan dan kajian kepustakaan yang telah dikumpulkan melalui penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN yang sistematis dan dapat Agar tidak rancu dalam dipertanggungjawabkan. Meskipun pembahasan tentang institusi kerajaan, demikian dalam penulisan tidak menge- dalam artikel ini perlu dikemukakan sampingkan laporan-laporan dari pengertian tentang penyebutan Mālayu, peneliti amatir seperti yang dilakukan Mo-lo-yeu, dan Melayu yang sering oleh Schnitger (1937 dan 1960), dan dikaitkan dengan nama sebuah kerajaan. laporan dari pemerintah kolonial Berdasarkan berita Tionghoa yang Belanda seperti dari Rapporten ditulis oleh seorang Bhiksu ajaran Oudheidkundig Dienst (ROD), Raporten Buddha, nama tersebut dapat Oudheidkundig Commissie (ROC), dan menimbulkan interpretasi lain di mana Oudheidkundig Verslag (OV). pada mulanya nama Melayu merupakan Tulisan tentang Minangkabau nama sebuah kerajaan, kemudian dapat Kuno ini berisi tentang peradaban diinterpretasikan menjadi nama sebuah masyarakat Minangkabau Kuno. Masa pulau di “laut selatan” dari Tiongkok. Kuno di sini diartikan sebagai masa Hingga kini para sejarahwan, sebelum masa masuk dan purbakalawan, dan umumnya berkembangnya agama Islam dan masyarakat menduga bahwa lokasi masuknya kolonialisme bangsa asing. Kerajaan Mālayu ada di sekitar daerah “Kekunoan” di sini tidak hanya sebatas aliran sungai Batanghari, di wilayah pada narasi yang ada pada tambo saja, Provinsi (Rouffaer 1921: 1-127). namun lebih pada bukti dan/atau Namun ada juga sebagian sarjana tinggalan arkeologi dari periodisasi menduga bahwa lokasinya di daerah tersebut. Bukti arkeologi itu nantinya aliran sungai Musi, tepatnya di Kota dapat memberikan gambaran kehidupan Palembang, seperti yang dikemukakan masa lalu, baik dalam kehidupan sosial- oleh Sumio (2011). Dalam tulisan ini budaya, religi, kepercayaan, teknologi, penulis akan melihat Mālayu dari sumber data lain. 1 Arkeologi maritim adalah studi tentang Nama Mālayu untuk pertama interaksi manusia dengan laut, danau, dan kalinya muncul dalam sejarah tercatat sungai melalui kajian arkeologis atas dalam Berita Tionghoa abad ke-7 manifestasi material (dari) budaya Masehi, kemudian dalam Prasasti maritim, termasuk diantaranya adalah angkutan air (vessels), fasilitas-fasilitas di Tañjore dari India Selatan tahun 1030 tepian laut, kargo, pemukiman sampai Masehi yang mencantumkan mitologi dan kepercayaan masyarakat “Malaiyur”. Dalam berita-berita bahari. bahkan sisa-sisa manusia (human Tionghoa, nama Mālayu disebutkan remains) )(Delgado 1997: 259-260, 436). Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora Bambang Budi Utomo dan Sudarman 75 sebanyak tujuh kali, masing-masing ke arah utara satu bulan lebih tiba dalam buku Che-fu-yuan-gui, Da-tang- di Guang-fo (Guangzhou)” xi-yu-qiu-fa-gao-seng-chuan (=Biografi Catatan ini dapat Pendeta-pendeta Mulia dari Tang Raya diinterpretasikan bahwa I-tsing yang Mengejar Dharma di India), Nan- berangkat dari Tamralipti (India) pada hai-ji-gui-nei-fa-chuan (=Keadaan awal tahun 686 Masehi, tiba di Ajaran Buddha di Lautan Selatan, () dan tinggal selama hampir Dititipkan Kepada yang Pulang), dan setahun, kemudian pada tahun 687 Gen-ben-shou-yi-qie-you-bu-bai-yi-jie- berangkat dan tiba pada tahun yang mo (terjemahan dari text ajaran Buddha sama di Pulau Mo-lo-yeu. Dalam Mulasarastivada-ekasatakarman). keterangannya, “pulau Mo-lo-yeu, yang Dalam kitab Da-tang-xi-yu-qiu- sekarang adalah negara Fo-shi”. fa-gao-seng-chuan (671 Masehi), I- Fo-shi atau Shih-li-fo-shih tsing menyebutkan: merupakan transliterasi Mandarin dari “… berangkat dari Fan-yu kata Śrīwijaya. Berdasarkan prasasti- (=Guangdong) …, seperti diduga prasasti Śrīwijaya yang ditemukan di belum sampai dua kali sepuluh hari Palembang, diduga lokasi Kota datang di Fo-shi (Shih-li-fo-shih). Śrīwijaya adalah Palembang. Prasasti Tinggal di sini selama enam bulan Kedukan Bukit tertanggal 16 Juni 682 sambil belajar fonologi Sansekerta. menandai dibangunnya sebuah Rajanya memberi dukungan dan perkampungan, Prasasti Talang Tuo membawanya kepada Mo-lo-yu tertanggal 23 Maret 684 menandai (sekarang diubah menjadi Shih-li-fo- dibangunnya Taman Śrī Ksetra, dan shih), tinggal juga disini lamanya Prasasti Telaga Batu menandai pejabat- dua bulan, lalu menuju ke Jie-tu pejabat yang di sumpah yang semuanya (Kedah)” ditemukan di Palembang, merupakan Kalimat ini dapat suatu bukti bahwa Palembang meru- diinterpretasikan bahwa I-tsing pakan Kota Śrīwijaya. Prasasti Talang berangkat dari Guangdong tahun 671 Tuo mengindikasikan ajaran Buddha Masehi dengan menyinggahi Śrīwijaya, Mahāyāna di Śrīwijaya dan dari Mālayu, dan Kedah di Semenanjung Palembang banyak ditemukan arca Tanah Melayu, sampai akhirnya tiba di Buddha Mahāyāna. Ini berarti bahwa di Tamralipti (bagian timur India) pada Śrīwijaya banyak yang menganut tahun 673 Masehi. I-tsing tinggal di Buddha Mahāyāna. Bagaimana kaitan- Tamralipti sampai awal tahun 686 nya antara Mālayu dan Śrīwijaya? Masehi. Dalam kitab Nan-hai-ji-gui-nei- Dalam catatan yang lain, Gen- fa-chuan disebutkan: ben-shou-yi-qie-you-bu-bai-yi-jie-mo, I- “Pulau-pulau di Lautan Selatan tsing menguraikan: adalah, kalau menyebutkannya dari “Dan-mo-li-di (Tamralipti) adalah barat, pulau Po-lu-shi, pulau Mo- pelabuhan untuk pulang ke T’ang. lou-you yaitu sekarang adalah Dari sini berlayar dua bulan ke arah Negara Shi-li-fo-shi, pulau Mo-he- tenggara sampai ke Jie-tu. Ini takluk xin, pulau He-ling, Ada juga banyak kepada Fo-shi. Datang disini pada pulau kecil yang tidak dapat bulan kedua… tinggal di sini sampai dihitungkan semuanya.” musim dingin, baru berlayar ke arah selatan lebih kurang satu bulan tiba Selanjutnya disebutkan: di pulau Mo-lo-yeu, yang sekarang “Pulau-pulau di Lautan Selatan adalah Negara Fo-shi-duo. Oleh semuanya menganut ajaran Buddha. karena datang di sini juga pada Kebanyakan adalah Hīnayāna, bulan kedua, tinggal di sini sampai cuma di Mo-lou-you saja ada Mahā- tengah musim panas, lalu berlayar yāna sedikit”.

Volume 22 No. 2, Edisi Juli-Desember 2018 76 Tinggalan Budaya... Catatan I-tsing itu jelas bahwa Tanah Melayu, penganut Mahāyāna pada awal kedatangannya ke Mālayu cukup banyak jumlahnya. Hal ini dapat sekitar tahun 671 Masehi Mālayu belum dibuktikan/ditandai dengan banyaknya bernama Śrīwijaya, dan di kota tersebut arca Bodhisattwa yang ditemukan di sedikit umat yang mengaut ajaran Sumatera. 2 Kemudian bagaimana Buddha Mahāyāna. Ketika dia datang dengan penganut ajaran Hīnayāna yang lagi ke Mālayu dalam perjalanannya katanya banyak, dan apa buktinya? kembali ke Tiongkok pada tahun 687, Di Bukit Siguntang, Palembang Mālayu telah berubah menjadi ditemukan sebuah arca Buddha yang Śrīwijaya. Dalam perjalanan sejarahnya ukurannya cukup besar, terbesar dari penganut ajaran Buddha Mahāyāna di yang ditemukan di Sumatera. Mungkin Śrīwijaya semakin banyak. Terbukti ini satu-satunya arca pemujaan para dari banyaknya indikator Buddha Mahā- penganut ajaran Hīnayāna yang pernah yāna yang berupa arca Bodhisattwa ditemukan. Arca Buddha ini ditemukan di wilayah Sumatera bagian digambarkan dalam sikap berdiri. selatan, khususnya dari Palembang. Rambutnya digambarkan ikal-ikal kecil Uraian teks tersebut jelas menutupi seluruh bagian kepala dan di menggambarkan bahwa untuk menyebut bagian tengah atas terdapat semacam keseluruhan Pulau Sumatera, selain sangul berbentuk bulat dan kecil Swarnnadwīpa dan Swarnnabhūmi, (uṣṇīsa). Pakaian yang dikenakan adalah Mālayu atau dalam lafal orang adalah semacam jubah panjang, Tionghoa “Mo-lou-you”. Di Mo-lou- bergaris-garis. Pakaian tersebut you banyak terdapat kelompok menutup kedua bahunya. permukiman yang mungkin saja telah Mengenai tarikh dilihat dari mempunyai satu sistem pemerintahan. penggambaran arca yang secara Kelompok-kelompok permukiman ini keseluruhan tampak bahwa arca tersebut berada di tepian sungai-sungai besar, bergaya seperti arca-arca dari masa seni seperti Way Tulangbawang (To-lang Amarāwati (Krom 1931: 29-33; Po-hwang) (Poerbatjaraka 1952: 18), Sulaiman 1980: 14). Ghosch (1937: Sungai Musi (Shih-li-fo-shih atau San- 125-127) berpendapat bahwa arca fo-tsi), Batanghari (Chan-pi atau Pi- Buddha dari Bukit Siguntang ini dapat chan) (Wolters 1974: 144), dan Batang dimasukkan ke dalam periode abad ke-4 Pane atau Sungai Barumun (Pannai). Masehi, sedangkan Bachhofer menem- Keseluruhannya ada di satu pulau yang patkan pada abad ke-2 Masehi (Sastri: bernama Mo-lou-you. Pada suatu masa, 1949: 103). Berdasarkan pada peng- salah satu kelompok permukiman itu gambaran gaya pakaian terlihat adanya lebih menonjol dibandingkan dengan pengaruh dari langgam masa Gupta, kelompok permukiman lain, seperti yaitu abad ke-5 Masehi (Majumdar Shih-li-fo-shih atau Śrīwijaya yang 1935: 75-78). Namun Schnitger muncul pada abad ke-7--12 Masehi. cenderung berpendapat bahwa arca ter- Kitab Nan-hai-ji-gui-nei-fa- sebut berasal dari abad ke-5-6 Masehi chuan menyebutkan: “Pulau-pulau di (1937: 2-3) dan menurut Nik Hassan Lautan Selatan semuanya menganut Shuhaimi bila dilihat dari peng- ajaran Buddha. Kebanyakan adalah gambaran gaya pakaian tampak adanya Hīnayāna, cuma di Mo-lou-you saja pengaruh seni antara Gupta dan post- ada Mahāyāna sedikit”. Kalau Gupta (1979: 33-40; 1984: 265-266). berpegang pada kitab ini dalam Berdasarkan pada gaya seni tersebut, penyebutan “Mo-lou-you saja ada Mahāyāna sedikit”, artinya sebagian 2 Dalam Hīnayāna tidak dikenal pantheon besar adalah penganut Hīnayāna. Baru Buddha seperti adanya Bodhisattwa dalam setelah munculnya Shih-li-fo-shih segala bentuknya (Padmapāṇi, Wajrapāṇi, (Śrīwijaya) pada tahun 682 Masehi di Tārā, Kuwera dll). Para penganut Hīnayāna hanya mengenal Buddha. Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora Bambang Budi Utomo dan Sudarman 77 kemungkinan arca Buddha dari Bukit hulu ke hilir seperti pada Sungai Siguntang ini dapat ditempatkan pada Kampar dan Sungai Rokan. Di ketiga abad antara 6-7 Masehi. aliran sungai ini banyak ditemukan situs Berdasarkan temuan arca arkeologi yang berkaitan dengan religi Buddha Sakyamuṇi abad ke-6-7 ajaran Buddha sekaligus merupakan tersebut, diduga sebelum munculnya indikator pemukiman masyarakat Shih-li-fo-shih, di Palembang telah ada agraris dan pemukiman masyarakat kelompok masyarakat yang menganut bahari/pedagang. ajaran Buddha Hīnayāna dengan Bukit Siguntang sebagai tempat melakukan a. Situs Padangroco puja bhakti. Ketika Shih-li-fo-shih Situs Padangroco secara (Śrīwijaya) muncul dan berkembang, administratif terletak di Desa Sungai Bukit Siguntang masih berfungsi Langsat-Siluluk, Kecamatan Sitiung, sebagai pusat upacara penganut ajaran Kabupaten (Sumatera Buddha. Boleh jadi para pemeluk Hīna- Barat). Seperti halnya Situs Muara yāna dan Mahāyāna sama-sama Jambi, Situs Padangroco dikelilingi melakukan upacara di Bukit Siguntang, parit dari arah barat menyambung ke karena di tempat itu ditemukan arca- utara dan berakhir di timur. Kedua arca Mahāyāna, seperti arca Kuwera ujung parit bermuara di Batanghari. dan Bodhisattwa. Jarak antara kedua ujung parit yang Sebagai wilayah yang telah membujur utara-selatan sekitar 1.000 memiliki sejarah kebudayaan yang meter, sedangkan panjang ke arah utara cukup panjang, wilayah yang sekarang sekitar 2.000 meter. Di sebelah utara, termasuk dalam wilayah Luhak nan parit itu bertemu membentuk sudut Tigo ditambah dengan Luhak Kubuang membujur timur-barat. Parit di sebelah Tigo Bale, dibagi dalam tiga daerah timur menembus kolam yang kini aliran sungai, yaitu Sungai Batanghari, menjadi sawah penduduk membujur Sungai Selo (Batang Selo) dan Sungai arah baratlaut-tenggara, disebut Sawah Rokan. Batang Selo yang membelah Tabek. Lebar sawah ini sekitar 30 Kabupaten Tanah Datar pada akhirnya meter. Di ujung tenggara, kolam bergabung dengan Sungai Kampar yang bercabang ke arah utara dan selatan mengalir di wilayah Provinsi . membentuk huruf T di lokasi ini Tinggalan-tinggalan budaya masa terdapat parit yang mengarah ke timur lampau ini terletak di daerah aliran menuju Bukit Giring. Lebar parit ketiga sungai tersebut, mulai dari daerah umumnya sekitar 5 meter dengan hulu hingga daerah muara di Selat kedalaman antara 1-5 meter. Melaka dan Selat Karimata. Kalau Situs Padangroco merupakan dilihat secara fisik tinggalan budaya suatu situs percaṇḍian yang terdiri dari material tersebut merupakan tinggalan tiga buah bangunan caṇḍi bata dengan budaya yang mendapat pengaruh rincian sebuah caṇḍi induk, sebuah kebudayaan India yang berkembang di caṇḍi perwara, dan sebuah bangunan , atau di Sumatera Barat pada bata yang kurang “permanen”. Ketiga khususnya dalam bentuk ajaran Buddha runtuhan caṇḍi ini oleh penduduk dan Hindu. Bentuk fisiknya berupa disebut dengan istilah munggu yang di caṇḍi/stupa dan prasasti-prasasti yang Situs Muara Jambi (Jambi) disebut bertuliskan ajaran Buddha. dengan istilah manapo, di Situs Di dalam wilayah ini sungai Batujaya (Karawang, Jawa Barat) memegang peranan penting, baik disebut unur. Semuanya mengandung sebagai pengairan untuk mengairi pengertian yang sama, yaitu “gundukan sawah-sawah di daerah Tanah Datar tanah yang di dalamnya mengandung seperti pada Sungai Selo, maupun runtuhan bangunan bata”. sebagai sarana transportasi dari daerah

Volume 22 No. 2, Edisi Juli-Desember 2018 78 Tinggalan Budaya... Bangunan utama denahnya yang pertama kali ditemukan adalah berbentuk bujursangkar dengan ukuran arca Bhairawa, kemudian lapik arca 25 x 25 meter dengan empat buah yang pada empat sisinya dipahatkan anaktangga di keempat sisinya. Tinggi prasasti. Lapik arca dengan tulisan pada keseluruhan kaki bangunan yang masih sisi-sisinya, kebanyakan pakar epigrafi tersisa sekitar 2,5 meter. Karena arah hanya menyebutkan “pada tiga sisinya”. hadapnya tidak tepat utara-selatan, Adapun pemerian tinggalan maka tangga naiknya masing-masing budaya lepasan tersebut, adalah sebagai terletak di sisi timurlaut, tenggara, berikut: baratdaya, dan baratlaut. Masing- Bhairawa masing tangga naik berukuran lebar Tempat penemuan: Padangroco, Desa 3,55 meter. Sungai Langsat, Kec. Sitiung, Kab. Caṇḍi Perwara yang berhasil Dharmasraya, Sumatera Barat. Tempat ditampakkan berdenah bujursangkar Penyimpanan: Museum Nasional, dengan ukuran 4,40 x 4,40 meter, Jakarta (Inv. No. 49150). Bahan: Batu. membujur arah baratdaya-timurlaut. Ukuran: Tinggi 4,41 meter. Keadaan: Tangga naiknya terletak di sisi baratdaya. Bagian bangunan yang masih Utuh dan baik. Sumber Foto: F. M. utuh adalah bagian kaki dan fondasi Schnitger 1964. Pemerian artefak: bangunan, terdiri dari 13 lapis bata. Arca Bhairawa ini ditemukan pada Bagian fondasi yang tertutup tanah sekitar tahun 1930-an. Pada tahun 1935 terdiri dari 7 lapis bata dengan dinding arca tersebut dibawa ke , dan luarnya rata. Di bagian atas, dasar kaki pada tahun 1937 arca ini dibawa ke bangunan dindingnya masuk kemudian Jakarta untuk disimpan di Museum dimulai dengan bingkai sisi genta Nasional. Arca dari Padangroco itu di- (bingkai padma). Bingkai padma ini gambarkan berdiri di atas mayat laki- terdiri dari lima lapis bata. laki yang terlipat pada bantalan teratai Pada jarak sekitar 8 meter dan dikelilingi oleh delapan buah teng- menuju arah tenggara dari bangunan korak manusia. Pada mahkotanya yang utama terdapat bangunan lain yang bentuknya menyerupai umbi terdapat bentuk dan ukurannya berbeda dengan dua bangunan yang lain. Bangunan ini sebuah arca Aksobhya kecil, memakai denahnya berbentuk empat persegi jamang dan hiasan telinga seperti yang panjang membujur arah timurlaut- digambarkan pada arca-arca . baratdaya dengan ukuran 8,6 x 18,4 Hiasan lain berupa anting-anting, ge- meter, dibuat dari bata tetapi dengan lang berbentuk ular pada bagian lengan struktur yang berbeda dengan bangunan dan pergelangan tangannya, seperti utama dan bangunan perwara. Dari yang digambarkan pada arca-arca runtuhan bangunan ini ditemukan Dwarapāla di Jawa. Sarungnya berpola sebuah celupak perunggu, sebuah arca tengkorak yang pinggiran bawahnya perunggu yang berbentuk , dan sampai ke lutut, memakai pinggang dua buah benda perunggu yang dengan ikatannya berhiasan manik- berbentuk cawan. Celupak-nya manik serta hiasan permata berbentuk berdenah bujursangkar (14 x 14 cm) kāla. Dari mulut hiasan kāla ini ke luar dengan sudut-sudutnya meruncing. Sudut-sudut ini digunakan untuk rantai berujung genta. Bertangan dua menempatkan sumbu. dengan tangan kiri memegang pisau pe- Selain runtuhan bangunan suci, motong kurban, dan tangan kanan dari Situs Padangroco ditemukan bebe- memegang mangkuk dari tengkorak rapa buah arca (logam dan batu) serta manusia. Menurut Stutterheim arca sebuah prasasti yang dipahatkan pada rāksasa ini merupakan arca perwujudan bagian lapik arca. Tinggalan budaya Ādityawarmman, seorang bangsawan

Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora Bambang Budi Utomo dan Sudarman 79 Majapahit yang berasal dan kemudian ditemukan di Rambahan. berkuasa di Sumatera, sebagai Bhai- Bahasa/Aksara: Berbahasa Melayu . Dalam kaitannya dengan perpin- Kuna dan Sansekerta dalam aksara Jawa dahan pusat pemerintahan Mālayu, dari Kuna. Dipahatkan pada empat sisi alas Jambi ke pedalaman Sumatera Barat di arca Amoghapāśa, terdiri dari empat Suruaso Barat, arca Bhairawa yang baris tulisan pada sisi depan dan dua sisi samping, dan satu baris tulisan pada sisi ukurannya besar itu dahulu sengaja belakang. Pertanggalan: 1208 Śaka ditempatkan di Sungai Langsat-Siluluk. atau 22 Agustus 1286 Masehi. Tempat ini merupakan gerbang masuk Raja/Tokoh: Śrī Mahārājādhirāja melalui Batanghari menuju pusat Kĕrtanāgara. pemerintahan Kerajaan Mālayu, di Transkripsi: 1. a. //swasti Suruaso Barat (Kabupaten Tanah śakawarṣātīta, 1208, bhādrawādamāsa, Datar). Berdasarkan gaya seni dan latar ti. b. thi pratipada śuklapakṣa, mawulu, ajarannya, arca Bhairawa ini berasal wāge, wṛhaspatiwāra, madaṅkuṅan, dari sekitar abad ke-14 Masehi. grahacāra nairitistha, wiśākā. c. nakṣatra, cakra[dewatā, ------(-- )ma]ṇḍala, śubha. 2. a. yoga,

kuweraparbeśa, kiṅstughna muhūrtta,

kanyārāśi i. b. nan tatkāla pāduka bharāla āryyāmoghapāśa lokeśwara, caturdaśātmikā saptaratnasahita, di āntat[. c. dari bhūmi jāwa ka Acuan: Stutterheim, W.F., 1936, “De swarṇnabhūmi dipratiṣtha di dateering van eenige Oost-Javaansche dharmmāśraya,. 3. a. punya śrī beeldengroepen”, dalam TBG 76: hlm. wiswarūpa kumāra, prakāra naṅ di 249-358. Kempers, A.J. Bernet, 1959, tītah pāduka śrī ma. b. hārājādhirāja śrī Ancient . Massachusetts: kĕrtanāgara wikrama dharmmot- Harvard University Press, hlm. 87. De tunggadewa maṅiriṅkan) pāduka Casparis, J.G., 1989, “Peranan bharāla, rakryān) mahāmantri dyaḥ. c. Adityawarman, Seorang putera Melayu adwayabrahma, rakryān) srīkan) dyaḥ di Asia Tenggara”, makalah dalam sugatabrahma, mūaṅ. 4. a. samagat) Persidangan Antarbangsa Tamadun payānan haṅ dīpaṅkaradāsa, rakryān) Melayu II, 15-20 Ogos 1989, hlm. 9-10. damuṅ pu wīra. b. kunaṅ punyeni yogya di anumodanāñajaleḥ sakaprajā di Prasasti Dharmasraya: bhūmi malāyū, brāhmaṇaḥ kṣtarya Tempat penemuan: Desa Padangroco, waiśya sūdra, ā. c. ryyāmāddhyāt, śrī Kec. Sitiung, Kab. Dharmasraya, mahārāja śrīmat tribhuwanarāja Sumatera Barat. Tahun ditemukan: mauliwarmmade. d. wa pramukha//. 1911. Tempat penyimpanan: Museum Isi/Terjemahan: Nasional No. Inv. D. 198 A. Sumber Pengiriman arca Amoghapāśa foto: Bambang Budi Utomo. Konteks: Lokeśwara pada tanggal 22 Agustus Kompleks bangunan Caṇḍi Padangroco 1286 dari Śrī Mahārājādhirāja dan sebuah arca Bhairawa. Bahan: Kṛtanāgara, Raja Siŋhasāri (Bhūmi Batu andesit. Ukuran: Depan/belakang Jāwa), untuk ditempatkan di 33 x 144 cm; samping 33 x 82 cm. Dharmmāśraya (Swarnnabhūmi). 1. ... Kondisi: Baik, dipahatkan pada bagian bahagia ! pada tahun Śaka 1208, bulan alas arca Amoghapāśa yang arcanya bādrawāda, hari pertama bulan naik, Volume 22 No. 2, Edisi Juli-Desember 2018 80 Tinggalan Budaya... hari māwulu wāge, hari kamis, wuku Buddhisme di Jawa dan Sumatera madaṇkungan, letak raja bintang di dalam Masa Kejayaannya Terakhir. baratdaya. 2. .... pada waktu itulah arca Jakarta: Bhratara. Slametmulyana, paduka amoghapāśa lokeśwara dengan 1981, Kuntala, Sriwijaya dan Suwarna- empat belas pengikut serta tujuh ratna bhumi. Jakarta: Idayu, hlm. 33 dan 323. permata dibawa dari bhūmi jāwa ke swarnnabhūmi, supaya ditegakkan di Ganesa: dharmmāśraya,. 3. sebagai hadiah śrī wiśwarūpa kumāra. Untuk tujuan Tempat penemuan: Padangroco, Desa tersebut pāduka śrī mahārājādhirāja Sungai Langsat, Kec. Sitiung, Kab. kĕrtanāgara wikrama Dharmasraya, Sumatera Barat. Tempat dharmmottuṅgadewa memerintahkan penyimpanan: BP-3 Batusangkar, No. rakryān mahāmantri dyaḥ adwaya- Inv. 50/II/HB. Bahan: perunggu. brahma, rakryān śirīkan dyaḥ sugata- Ukuran: Tinggi 14 cm, lebar 5,5 cm. brahma dan. 4. samagat payānan haṅ Keadaan: Utuh dan baik namun dīpankaradāsa, rakryān damuṅ pu wīra sebagian permukaannya tertutup untuk menghantarkan pāduka malachite hijau. Sumber foto: amoghapāśa. Semoga hadiah itu Puslitbang Arkeologi Nasional. membuat gembira segenap rakyat di Pemerian Artefak: Arca ini bhūmi mālayu, termasuk brāhmaṇa, digambarkan duduk, kaki kiri dilipat kṣatrya, waiśa, sūdra dan terutama pusat segenap para āryya, śrī mahārāja mendatar dan kaki kanan menjulur ke śrīmat tribhuwanarāja mauliwarmma- bawah. Tangannya berjumlah empat. dewa. Rambut arca ditata dalam bentuk me- Keterangan: nyerupai mahkota yang terdiri dari pi- linan rambut (jatamakuta). Jamang Transkripsi oleh Damais 1952 dan yang dikenakan tampak seperti meng- terjemahan oleh Slametmulyana 1981. ikat bagian dasar mahkota. Pakaian Acuan: yang dikenakan hanya menutupi badan Krom, N.J., 1912, “Inventaries der bagian bawah dan panjang hingga Oudheden in de Padangsche Boven- pergelangan kaki, sedangkan bagian landen”, dalam OV Bij. G hlm. 49, No. dada dibiarkan terbuka. Pakaian 51. Krom, N.J., 1916, “Een tersebut diikat dengan ikat pinggang Sumateraansche Inscriptie van Koning berupa tali. Tali kasta yang dipakai be- Krtanagara”, dalam VMKAWL, 5e serie, rupa tali tanpa hiasan. Jenis perhiasan dl. II, hlm. 306-339. Moens, J.L., 1924, yang tampak digunakan hanya sepasang “Het Buddhisme op en Sumatera in hiasan telinga dan sepasang gelang kaki. zijnlaatste bloeiperiode”, dalam TBG Dilihat dari gaya pakaian dan perhiasan LXVI, hlm. 218-239. Damais, L.-Ch., yang sederhana, dalam pengertian tidak 1952, “Études d’épigraphie Indoné- raya menunjukkan bahwa arca ini sienne III: liste des principales digambarkan dalam gaya seperti arca- inscriptions datées de l’Indonésie”, arca dari Jawa Tengah, yaitu pada masa dalam BÉFEO XLVI (1), hlm. 99-101. seni Śailendra. Berdasarkan hal tersebut Damais, L.-Ch., 1955, “Etudes dapat dikatakan kemungkinan arca d’épigraphie Indonesienne, IV: discus- Ganeśa yang ditemukan di Padangroco sion de la date des inscriptions”, dalam ini berasal dari abad ke 8-9 Masehi. BÈFEO XLVII (1), hlm. 99-101

Pitono Hardjowardojo, R., 1966,

Adityawarman: Sebuah Studi tentang Tokoh Nasional dari Abad XIV. Djakarta: Bhratara. Moens, J.L., 1974, Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora Bambang Budi Utomo dan Sudarman 81 merupakan indikator tangga naik. Bangunan penampil ini terletak di sisi utara. Berdasarkan temuan Makara Terakota di sisi utara, diduga tangga naiknya ada di sisi utara, menghadap ke arah Batanghari yang letaknya sekitar 1 km dari lokasi bangunan caṇḍi. Berdasarkan temuan fragmen hiasan a. Situs Bukik Awang Maombiak Terakota yang memperlihatkan motif hias tumbuh-tumbuhan, dinding bangunan diberi hiasan semacam itu.

b. Situs Pulau Sawah

Desa Siguntur, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya (Sumatera Barat). Untuk mencapai lokasi situs dapat ditempuh dengan kenderaan bermotor roda dua melalui lapangan Desa Siguntur I dan jalan di antara kebun karet. Setelah Secara administratif Situs Pulau menempuh jarak sekitar 3 km. di tepi Sawah masih termasuk wilayah Jorong lembah perjalanan dilanjutkan dengan Siguntur Desa Nagari Siguntur, Kecamatan berjalan kaki dengan menuruni lembah Sitiung, Kabupaten Dharmasraya (Sumatera sempit dan menyeberangi sungai kecil, Barat). Untuk mencapai lokasi situs dapat kemudian naik menuju lokasi situs. Pada menggunakan kendaraan bermotor roda lembah sempit ini terdapat mataair yang empat hingga Desa Siguntur 2 di tepi kemudian membentuk ranting sungai yang sebelah timur Sungai Batanghari. Dari tepi akhirnya bermuara di Batanghari. sungai perjalanan dilanjutkan dengan Caṇḍi Bukik Awang Maombiak menggunakan sampan menyeberangi terletak di bagian puncak sebuah bukit kecil Batanghari menuju lokasi situs. yang tidak terlalu tinggi di Jorong Siguntur. Situs Pulau Sawah terletak pada Oleh penduduk sekitarnya dinamakan meander sisi utara Sungai Batanghari, pada Bukik Awang Maombiak yang artinya bidang tanah yang agak datar dengan luas kurang lebih “bukit rawa yang melesak”. sekitar 15 hektar. Sebagian besar Sesuai dengan keadaan rupabuminya bukit permukaan tanah pada meander ini tertutup ini memang tidak besar dan dikelilingi semak belukar dengan tumbuhan lalang. Di sebuah areal persawahan. Mungkin dulunya antara tumbuhan lalang oleh penduduk dita- dataran ini berupa rawa-rawa. Letaknya nami limau. Perbedaan ketinggian antara tidak jauh di selatan Batanghari. permukaan tanah situs dengan permukaan Pada tahun 1998, sebuah tim dari air Batanghari ketika musim kemarau tidak Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala terlalu jauh (sekitar 3 meter). Oleh sebab Provinsi Sumatera Barat dan Riau itu, pada setiap banjir besar yang datangnya melakukan ekskavasi penyelamatan di Situs 5-8 tahun sekali kawasan situs ini terkena Bukik Awang Maombiak. Dari ekskavasi banjir. yang dilakukan itu, berhasil ditemukan Pada kawasan situs seluas 15 hektar sebuah sisa bangunan yang denahnya ber- ini terdapat sekurang-kurangnya sembilan bentuk empat persegi dengan ukuran 16,60 buah munggu, di mana pada setiap munggu x 14,35 meter. Keadaan bangunan sudah terdapat indikator runtuhan bangunan. Pe- rusak dengan bagian yang tersisa adalah nomoran setiap munggu (seterusnya disebut bagian fondasi dan sedikit bagian kaki Caṇḍi Pulau Sawah 1, 2, dan seterusnya) bangunan. Namun demikian masih dapat didasarkan atas urutan ditemukan dan digali diketahui bagian penampil yang diduga untuk ditampakkan. Caṇḍi 1 letaknya

Volume 22 No. 2, Edisi Juli-Desember 2018 82 Tinggalan Budaya... sekitar 170 meter ke arah utara dari tepi situs ini dulunya merupakan sebuah Batanghari yang terdekat. Pada jarak sekitar desa yang ditinggalkan penduduknya. 220 meter menuju arah timur dari Caṇḍi 1 Sekarang merupakan bidang tanah yang terdapat Caṇḍi 3. Berjajar menuju arah ditumbuhi lalang dan belukar. Di baratlaut sampai sejauh 300 meter dari sekeliling situs ditemukan sungai- Caṇḍi 1, berturut-turut Caṇḍi 4, Caṇḍi 9, sungai kecil, di antaranya Batang Nili Caṇḍi 8, Caṇḍi 7, dan Caṇḍi 6. Pada jarak sekitar 350 meter menuju arah barat dari dan Batang Lolo. Kedua sungai ini Caṇḍi 1, berturut-turut Caṇḍi 5 dan Caṇḍi bertemu di Sungai Pangian yang 2. selanjutnya bermuara di Batanghari. Dari sembilan buah munggu yang Untuk dapat mencapai lokasi situs harus diduga merupakan runtuhan bangunan, menggunakan perahu menuju ke arah hingga saat ini baru tiga buah yang telah hulu. Bidang tanah yang merupakan diteliti, yaitu Caṇḍi 1, Caṇḍi 2, dan Caṇḍi lokasi situs seolah-olah merupakan 3. Dua di antaranya telah selesai dipugar, benteng yang dikelilingi tanggul tanah sedangkan sebuah dalam proses pemugaran. dan parit keliling. Keberadaan runtuhan bangunan-bangunan Di Situs Rambahan ditemukan ini telah diketahui oleh L.C. Westenenk munggu yang dikelilingi tanggul buatan (1919). Selain runtuhan bangunan, dan parit yang bermuara di Batanghari. ditemukan juga fragmen arca batu, prasasti, Sebagian munggu telah digali pendu- dan fragmen medallion berhiaskan seekor duk, tetapi tidak ditemukan petunjuk burung. Fragmen arca batu yang ditemukan adanya sisa bangunan. Temuan yang merupakan bagian kaki. Fragmen arca ini dikenal dari situs ini adalah sebuah arca ditemukan oleh Adam Syarif pada jarak Amoghapāśa dengan prasasti yang sekitar 30 meter ke arah utara dari runtuhan dipahatkan di bagian belakangnya. Per- Caṇḍi 3. Ukuran tinggi keseluruhan tama kali dilaporkan oleh Kontrolir fragmen arca tersebut adalah 82 cm; lebar Twiss kepada Direksi Bataviaasch mulai dari ujung jari hingga bagian Genootschap van Kunsten en Weten- belakang (sandaran) 45 cm. Di bagian schappen pada tahun 1884 (Krom, bawah terdapat bantalan teratai. Di bagian bawah bantalan teratai terdapat bagian yang 1912: 49). Selanjutnya Kern mener- meruncing. Agaknya arca ini ditempatkan bitkannya pada tahun 1907 dalam di salah satu bagian bangunan dengan cara bentuk transkripsi dan pembahasan ditancapkan. (1917: 163-165; 1917: 265-275). Berda- sarkan keterangan prasasti yang dipahatkan pada lapik arca yang ditemukan di Padangroco tahun 1911, arca Amoghapāśa ini merupakan arca yang dikirimkan oleh Raja Kĕrtanāgara pada tahun Śaka 1208 untuk ditempatkan di Dharmmāśraya.

Amoghapāśa Tempat penemuan: Rambahan, Kec. Pulau Punjung, Kab. Dharmasraya, Sumatera Barat. Tempat penyimpanan: Museum Nasional, Jakarta. Bahan: d. Situs Rambahan Batu. Ukuran: Tinggi 1,63 meter.

Keadaan: Baik, tetapi kedua tangannya

Situs Rambahan merupakan telah hilang dan mukanya telah rusak. sebuah “tanjung” dengan tinggi sekitar Di bagian sisi belakangnya terdapat pra- 25 meter dari permukaan tanah sekitar- sasti yang berangkatahun 1268 Śaka nya. Menurut keterangan penduduk,

Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora Bambang Budi Utomo dan Sudarman 83 (1346 Masehi). Sumber Foto: rusak) Buddha dan empat (mungkin Puslitbang Arkeologi Nasional. lima, satu rusak) Tārā yang sedang duduk di atas padma. Di bagian belakang kepalanya terdapat lingkaran Pemerian Artefak: cahaya (prabhā). Tokoh lain dalam sikap berdiri yang juga terlihat di sisi- sisi arca adalah Hayagrīwa dan Bhṛkuti di sisi kanan, sedangkan Śyāmatārā dan Sudhanakumāra di sisi kiri. Selain tokoh-tokoh sebagaimana telah disebutkan tampak di kanan dan kiri arca, yaitu setangkai lotus yang Arca digambarkan dalam sikap keluar dari umbi. Pada bagian atas berdiri di atas padma. Kedua kaki āsana terdapat hiasan (dari kiri ke sejajar dan telapak berhimpit. kanan) yang menggambarkan seekor Tangannya berjumlah delapan, namun kuda, sebuah cakra, seorang ratu, karena sudah patah dan hilang, maka sebuah permata, seorang perdana tidak dapat diketahui atribut ataupun menteri, seorang jenderal dan seekor sikapnya. Rambut arca terlihat ditata gajah yang semuanya adalah dalam bentuk menyerupai mahkota saptaratnāni atau “tujuh permata” dengan ukuran yang tidak begitu tinggi. penguasa dunia (chakrawartin). Di bagian kanan dan kiri kepala tampak Dari dua bagian arca ini (bagian digambarkan simpul dari ikatan pita dan alas dan bagian arca) terdapat prasasti. ujung-ujung pita menjuntai. Ikal-ikal Prasasti yang dipahatkan pada empat rambut terlihat pula menjurai di kedua sisi bagian alas menyebutkan bahwa bahu. Pada bagian belakang kepala arca pada tahun 1286 Śaka sebuah arca digambarkan prabhā yang berhias motif Amoghapāśa dengan empatbelas lidah api di seluruh bagian tepinya. Di pengiringnya dan saptaratnāni dibawa sebelah kanan prabhā terdapat dari Bhūmi Jawa ke Swarnnabhūmi penggambaran bulan dan matahari di untuk ditempatkan di Dharmmāśraya sebelah kiri. sebagai punya Śrī Wiśwarūpakumāra. Pakaian yang dikenakan berupa Prasasti lain yang dipahatkan pada paridhana, panjang sampai ke perge- bagian belakang sandaran arca langan kaki dan di bagian depan terda- menyebutkan angka tahun 1268 Śaka pat lipitan (wiru). Sebagai pengikat kain (1347), penyelenggaraan upacara yang dipakai ikat pinggang dan sampur. Ikat bercorak tantrik, pendirian arca Buddha pinggangnya berhias bunga dan sampur dengan nama Gaganaganja, serta dari kain dengan simpul di bagian perut. pemujaan kepada Jina. Ujung-ujung sampur menjuntai di Sebenarnya masih ada lagi satu bagian paha kanan dan kiri. Tali prasasti yang dipahatkan pada bagian kastanya berupa tali dengan hiasan kaki arca, pada bidang yang denahnya motif bunga. Beberapa jenis perhiasan melingkar. Entah mengapa prasasti yang dipakai, yaitu kalung berhias yang dipahatkan pada bidang ini seolah- bunga, sepasang hiasan telinga dan dua olah terabaikan, dan hingga sekarang gelang lengan pada setiap lengan. belum ada yang membacanya, sehingga Di sekeliling arca ini tampak tidak diketahui maksud dan tujuan digambarkan tokoh-tokoh dalam bentuk penulisannya. relief, yaitu empat (mungkin lima, satu

Volume 22 No. 2, Edisi Juli-Desember 2018 84 Tinggalan Budaya... penyimpanan: Museum Nasional No. Inv. D. 198 A. Sumber foto: Bambang Budi Utomo. Konteks: Gundukan tanah yang diduga merupakan runtuhan bangunan. Di sekeliling situs terdapat benteng tanah. Bahan: Batu andesit. Bernet Kempers berpendapat Ukuran: Tinggi 1,63 meter. Kondisi: bahwa gaya arca ini mirip dengan gaya Baik, dipahatkan pada bagian punggung arca Amoghapāśa dari Caṇḍi Tumpang arca Amoghapāśa. Bahasa/Aksara: di Jawa Timur. Sementara menurut Nik Sansekerta/Jawa Kuna. Ditulis dalam 27 Hassan Shuhaimi terdapat perbedaan baris, dan berbentuk sloka 12 bait. antara arca Amoghapāśa dari Rambahan Pertanggalan: Angkatahun ditulis dan Amoghapāśa dari Caṇḍi Tumpang. dalam bentuk candrasangkāla 1268 Perbedaan ini terlihat dari tatanan Śaka (1346 Masehi). Raja/Tokoh: Śrī rambut dan gaya pakaian. Dikatakan Mahārājādhirāja Ādityawarmman. Isi: bahwa gaya pakaian arca Amoghapāśa dari Caṇḍi Tumpang mencirikan pakaian bergaya Jawa, sedangkan Amoghapāśa dari Rambahan menunjukkan bergaya Sumatera. Menurut Suleiman, arca Amoghapāśa dari Rambahan mempunyai kemiripan gaya dengan arca-arca di Caṇḍi Jajaghu, Jawa Timur yang mencirikan gaya dari Śrī Mahārājādhirāja Ādityawarmman masa seni Siŋhasāri dengan periodisasi menyebutkan dirinya dengan nama Śrī- abad ke-13 Masehi. mat Śrī Udayādityawarmman. Berdasarkan isi dari prasasti pada Selanjutnya, prasasti ini menyebutkan bagian lapik arca, Nik Hassan membuat tentang penyelenggaraan upacara yang kesimpulan bahwa arca Amoghapāśa bercorak tantrik, pentahbisan arca tersebut melambangkan arca seorang Buddha dengan nama Gaganaganja raja yang menganggap dirinya sebagai (nāmnā gagana ganjasya), dan seorang cakrawartin (penguasa dunia) pemujaan kepada Jina. dan menjelma sebagai dewa Amoghapāśa Transkripsi: 1. Subhamastu + Dari beberapa pendapat sebagai- śaddharmaśca suvarddhanātmamahimāsobhāgyavān mana telah dijelaskan dan didukung sīlavān. 2. sāstrajñā dengan adanya penggambaran padma suvisuddhayogalaharīśobhāprabṛddhās yang keluar dari umbinya, yang ate + saundaryyegirika. 3. merupakan salah satu ciri dari seni arca ndarānvitagaye sandohavāṇīpra + masa Siŋhasāri, maka dapat dikatakan mā(?)yāvairitimisradhikkṛtamahā. 4. bahwa arca Amoghapāśa dari nādityavarmmodayah +o+ Rambahan ditempatkan dalam periode tadanuguṇasamṛddhih asastrasāstra abad ke-13 Masehi. pravṛddhih +. 5. jinasamayaguṇābdhih kāryyasamrambha buddhih + Prasasti Amoghapāśa tanumadanavisuddhih atyatā. 6. Tempat penemuan: Rambahan, Kec. sarvvasiddhih + dhanakanasamāptih + Pulau Punjung, Kab. Dharmasraya, devatūhan prapātih +o+ pratisthoyam. 7. sugātānam + ācāryyandharma Sumatera Barat. Tahun: 1911. Tempat sekarah + nāmnā gagaṇa ganjsya +

Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora Bambang Budi Utomo dan Sudarman 85 mañju. 8. śrīriva sauhṛdi +o+ dhanvāstramūrtih+ma. 25. pratishoyam hitātvāya + sarvvasa. 9. layapurahitārtthah tvāsukaśraya + devaramoghapasesah + sarvvakāryyassamarttah + guṇa raśi- śrīmadādityvarmmaṇah +o+. 10. lavibhātih + devetūhannapatih +o+ mūladvauśaraṇe pataṅgacaraṇe udayaparvvata. 26. nardāntasāke suge + bhāsmat kark- sobhitarūpatih+udayabhtinaresvaranāy kaṭakedinai. 11. akah+udayavairibalonnatamŗddhyate+ rapitayāpurṇṇenduyogāyate + udayasundarakī. 27. ṛttimahitale +o+. tārairuttara siddhiyogahaṭikākāruṇya- Keterangan: Prasasti ini belum ada yang mūrttasvarā. 12. t+jirṇairuddharitā menterjemahkan. samābita lasatsambodha mārggārthibhih +o+ svasti samasta- KESIMPULAN bhuvanā. 13. dhārahāṭaka Ranah Minang yang secara bhāvāśramagṛhābiśārada +o+ tradisionil disebut dengan nama Luhak apāramahāyānayogavinoda +o+ apica- nan Tigo ditambah dengan Luhak dha. 14. rādhipapratirājabikaṭa Kubuang Tigobaleh secara topografis samkaṭa kirīṭakoti saṅghanitaka dikelilingi oleh rangkaian pegunungan maṇidvayanākaṭa kāraṇa +o+ śrīmat. dan gunungapi aktif. Keadaan tanahnya 15. śrī udayādityavarmma merupakan tanah yang subur sebagai pratāpaparākrama rājandramauli māli akibat endapan fasies gunung api. varmmadevamahārājādhirāja + sa Karena itulah sebagian besar bijñeyā. 16. mājñāṅ karoti +o+ masyarakatnya hidup dari tanah-tanah bihaṅgamāttāṅggabilāsasobhite + pertanian yang subur. Dari dan ke kāntāra saugaganhī (baca: saughandi) wilayah tersebut mengaliri beberapa surudramā-kule + surāṅganā. 17. batang sungai yang bermanfaat sebagai lākhitakāñcanālaye + jalur transportasi dan irigasi pertanian. mātaṅginīsāsuradīrdighikāgate + Sungai-sungai besar tersebut antara lain anubhavadhibiśesonmādasandohahāhā. Batanghari, Batang Selo, dan Batang 18. akiladitisutānāndeva bidyādharesah Gadis. + apimadhukaragītainnarttya- Sebagai kelompok masyarakat bhogāsitīnām + acalaticalati. 19. agraris, pada masa pemerintahan rttassobhamātaṅginīso +o+ hāhāhūhū Ādityawarmman telah dikenal kaṇena pengelolaan air untuk irigasi pertanian sambhramalasatlokārtthabhūmyāgatah sebagaimana disebutkan dalam Prasasti + saundaryyesasi. 20. pūrṇṇavat Bandar Bapahat. Dalam prasasti itu kuslabhe hṛtsobhatālankṛte + nāmnā disebutkan penggalian saluran air untuk uddhayavarmmaguptasakālaksoṇītinā- mengairi areal persawahan yang yakah + sahtyaktvājinarū. 21. kekurangan air. Dalam usaha menggali pasambhramagato mātaṅginīsūnyahā saluran, ada bagian-bagian bukit yang +o+ raksannahksayatā vasun- dipotong selebar lebih dari 3 meter. dharmidammātaṅginīpātraya + Hingga saat ini saluran tersebut misih bhaksetsattriyavamārggaca. 22. dapat disaksikan memanjang lereng ritāsarvvasya samhārakṛt + sakset sebuah bukit dengan posisi di atas ksāntibalābilāsidamano sambhrān- Batang Selo. Sayang informasi lain takulossada + pātih pratyada lānane tentang pembuatan saluran tersebut prakaṭi. 23. takrūrai hilang dan jatuh ke Batang Selo. palāśannati+bajraprakāramaddhyasthā pratimāyam jinālayah+śrīmānnamo- ghapāsesah+ha. 24. rih udayasundarah +o+ surutaruditapāṇissatyasaṅgītavāṇih ripunṛpajitakīrttih + puspa-

Volume 22 No. 2, Edisi Juli-Desember 2018 86 Tinggalan Budaya... Kern, H. 1877. “Het opschrift van Batoe Beragoeng opniew onderzoek”, dalam BKI 4e Volg., dl. I ------. 1917a, “Nog iets over‘t opschrift van Pagarruyung in DAFTAR PUSTAKA Menangkabau (1278 Çāka)”, Verspreide Geschriften, VI, hlm. Amir, Adriyetti, dkk. 1998. “Pemetaan 265-275 Sastra Lisan Minangkabau” Laporan Penelitian. Jakarta: ------. 1917b, “De wij-inscriptie op Asosiasi Tradisi Lisan. het Amoghapaça-beeld van Padang Caṇḍi (Midden Bosch, F.D.K. 1930. “Verslag van een Sumatera); 1269 Çāka”, reis door “, dalam Verspreide Geschriften, VII, OV 1930, Bij. C hlm. 133- hlm. 163-165 157. Krom, N.J. 1912. “Inventaries der Bronson, Bennet dan Jan Wisseman, Oudheden in de Padangsche 1973, “An archaeological Bovenlanden”, dalam OV Bij. G survei in Sumatera, 1973”, hlm. 49, No. 51. dalam Sumatera Research Bulletin 4 (1): 87-94. ------. 1931. “Antiquities of Palembang”, dalam ABIA: hlm. Damais, L.-Ch., 1952, “Études 29-33 d’épigraphie Indonésienne III: liste des principales inscriptions Mansoer, M.D. dkk. 1970. Sedjarah datées de l’Indonésie”, dalam Minangkabau. Jakarta: Bharata. BÉFEO XLVI (1), hlm. 99-101 Moens, J.L., 1924, “Het Buddhisme op Delgado, James P., 1997, Java en Sumatera in zijnlaatste Encyclopaedia of Underwater bloeiperiode”, dalam TBG and Maritime Archaeology, hlm. LXVI, hlm. 218-239. 259-260 dan 436. London: British Museum Press. Nik Hassan Shuhaimi. 1979. “The Bukit Siguntang Buddha”, dalam JMBRAS III (2): hlm.33-40 Friederich, R. 1857. “Twee inscriptien

uit het rijk van Menang Kabau”, ------. 1984. Art, Archaeology and dalam VBG XXVI: 1-290. the Early Kingdom in the Malay Peninsula and Sumatera: C. Ghosh, Devaprasad. 1937. “Two 400-1400 A.D., (Ph.D. Thesis). Bodhisattva imeges from Ceylon London: University of London. and “, dalam JGIS IV: 125-127 Poerbatjaraka, R. Ng. 1952. Riwajat Indonesia I. Djakarta: Hapsoro, Eadhiey Laksito. 1989. “Shih- Pembangunan. li-fo-shih Tengah Hari”, dalam Proceeding Pertemuan Ilmiah Poesponegoro, Marwati Djoenet & Arkeologi PIA Jilid III: Metode Nugroho Notosusanto, 1984, dan Teori, hlm 32-50. Jakarta: Sejarah Nasional Jilid 3. Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Jakarta: P.N.

Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora Bambang Budi Utomo dan Sudarman 87 Rouffaer, G.P. 1921. “Was Malaka Arkeologi I. Jakarta: Pusat Emporium voor 1400 AD Penelitian Arkeologi Nasional. Genaamd Malajoer”, dalam BKI Sumio, Fukami. 2001. “Malayu 77: 1-174 sekarang adalah Sriwijaya”. Makalah dalam Jangan Sekali- Samad, Duski, dkk. 2002. Ensiklopedia kali Meninggalkan Sejarah, Minangkabau. Jakarta: PT Memperingati 70 Tahun Prof. Rumpun Dian Nugraha dan Dr. T. Ibrahim Alfian. Jakarta, Gebu Minang. 14 Pebruari 2001.

Sastri, K.A. Nilakanta. 1949. The Takakusu, J. 1896. A Record of History of Srivijaya. Madras: Buddhist Religion as Practised University of Madras. in India and the (A.D. 671-695) by Schnitger, F.M. 1937. The archaeology I-tsing, London: Oxford. of Hindoo Sumatera. Leiden: E.J. Brill Westenenk, L.C., 1921, “De Hindoe- Javanen in Midden- en Zuid- Suhadi, Machi. 1990. “Silsilah Sumatera”, Handelingen van het Adityawarmman”, dalam Eerste Congres voor de Taal-, Kalpataru 9: 218- 239. Jakarta: Land- en Volkenkunde van Java, Pusat Penelitian Arkeologi Solo, December 1919. Nasional Weltevreden, 1921: 5-11.

Suhadi, Machi dkk., 1995, Laporan Wheatley, P. 1961. The Golden Penelitian Epigrafi di Khersonese. Kuala Lumpur: Batusangkar Tahun 1995 The University of Malaya (Laporan Penelitian, tidak Press. terbit). Wolters, O.W. 1974. Early Indonesian Suleiman, Satyawati. 1977.”The Commerce. A Study of the Archaeology and History of Origins of Srivijaya. Ithaca, ”, dalam Bulletin London: Cornell University of the Research Centre of Press. Archaeology of Indonesia No. 12. Jakarta: Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional.

------. 1980. “The History and Art of Srivijaya”, dalam The Art of Srivijaya (M.C. Subhadradis Diskul, ed.) Kuala Lumpur: Oxford University Press, hlm. 14

------. 1983. “Artinya penemuan baru patung-patung Klasik di Sumatera untuk penelitian Arkeologi Klasik”, dalam Rapat Evaluasi Hasil Penelitian

Volume 22 No. 2, Edisi Juli-Desember 2018 88 Tinggalan Budaya...

Majalah Ilmiah Tabuah: Ta’limat, Budaya, Agama dan Humaniora