Seminar Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan (IPLBI) 1, B 275-282 https://doi.org/10.32315/sem.1.b275

Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua

Hazimah Ulfah Az Zaky

Arsitektur Kolonial, Sejarah Teori Kritik Arsitektur, Program Studi Desain Interior, Seni Rupa dan Desain, Fakultas Seni Rupa dan Desain, Sekolah, Bagian, Institut Teknologi Bandung.

Korespondensi: [email protected]

Abstrak

Kota Tua Jakarta adalah kawasan peninggalan masa kolonial Belanda yang memiliki situs bangunan yang masih terjaga. Pusat kawasan Kota Tua Jakarta ini adalah Taman Fatahillah dan terdapat beberapa bangunan yang menjadi point of interest di sekitar taman ini. Setiap bangunan memiliki gaya arsitektur yang berbeda sesuai dengan periode masa dibangunnya bangunan terkait. Masing- masing bangunan tersebut adalah Sthadius (Museum Fatahillah) yang dibangun pada periode yang sama dengan de nieuwe Hollandsche Kerk (Museum ) serta Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia (Museum Seni Rupa dan Keramik) yang dibangun pada periode setelahnya. Salah satu elemen arsitektur dan interior yang tidak hanya dilihat melalui aspek fungsionalnya saja adalah tangga. Tangga merupakan elemen arsitektur dan interior bangunan yang mampu mengekspresikan suatu gaya dan menjadi bagian estetis pada suatu ruang. Tulisan ini dibuat dengan tujuan untuk mendokumentasikan elemen tangga dan gaya yang diterapkan pada ketiga tangga bangunan tersebut.

Kata kunci : Gaya, Arsitektur, Interior, Tangga, Kota Tua Jakarta.

Latar Belakang

Batavia termasuk kota penting mendaratnya Belanda di Nusantara dibawah pimpinan Jan Peiters Zoon Coen pada tahun 1619. Awalnya kota ini berada dibawah kerajaan Sunda yang kemudian diambil oleh Kerajaan Demak pada serangannya tahun 1526 dengan nama Jayakarta. Kota ini hanya memiliki luas 15 hektar. Pada tahun 1920 reruntuhan Kota Jayakarta ini dibangun kembali oleh Belanda dengan gaya Eropa dan diberi nama Batavia. 15 tahun setelahnya, Kota Batavia diperluas ke sebelah barat Sungai lengkap dengan sistem pemerintahannya berupa tembok dan parit sekeliling kota. Kini Kota Batavia peninggalan Belanda lebih dikenal sebagai Kota Tua Jakarta dan telah menjadi kawasan wisata sejarah dibawah pemerintah mengingat pentingnya peristiwa D sejarah yang terjadi dimana kota ini menjadi saksi penting peristiwa tersebut. Pusat A kawasan Kota Tua Jakarta ini adalah Taman C Fatahillah dimana titik ini adalah halaman B balaikota yang perupakan pusat kota pada zamannya. Taman ini dikelilingi oleh bangunan peninggalan Belanda dan setiap bangunan

Gambar 1. Posisi ketiga bangunan di Kota Tua Batavia A: memiliki gaya arsitektur yang berbeda sesuai Taman Fatahillah, B: Sthadius, C: de nieuwe Hollandsche Kerk , dengan periode masa dibangunnya bangunan D: Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia tersebut. Masing-masing bangunan tersebut (Sumber: googlemaps.com) adalah Sthadius (Museum Fatahillah) yang Sekolah Tinggi Teknologi Cirebon, Universitas Indraprasta, Universitas Trisakti Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 275 ISBN 978-602-17090-6-1 E-ISBN 978-602-17090-4-7 Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta dibangun pada periode yang sama dengan de nieuwe Hollandsche Kerk (Museum Wayang) serta Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia (Museum Seni Rupa dan Keramik) yang dibangun pada periode setelahnya. Ketiga bangunan ini merupakan bangunan peninggalan zaman kolonial dengan periode pembangunan yang berbeda namun sama-sama berdiri menghadap Taman Fatahillah. Sthadius dibangun mendekati selatan halaman balaikota, de nieuwe Hollandsche Kerk berada disebelah barat dan Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia disebelah timur.

Bangunan Eropa biasanya berukuran besar, dibangun diatas tanah yang luas, dan terdiri dari beberapa lantai. Salah satu elemen penting arsitektur yakni tangga yang berfungsi sebagai penghubung antar lantai. Tangga pada zaman ini dilihat sebagai elemen yang dapat mengekspresikan gaya yang populer pada zaman tersebut. Hal ini menjadi sangat menarik karena tangga tidak semata dilihat melalui aspek fungsionalnya saja melainkan menjadi elemen arsitektur yang menekspresikan gaya tertentu bahkan dapat menjadi elemen dekoratif pada suatu ruangan. Gaya tersebut terekspresikan dari detail tangga baik dari segi material, bentuk visualnyanya, maupun detail dekorasinya.

Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mendokumentasikan elemen tangga setiap tangga tersebut pada 3 bangunan kolonial di Kota Tua Jakarta yakni Sthadius dibangun mendekati selatan halaman balaikota, de nieuwe Hollandsche Kerk berada disebelah barat dan Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia disebelah timur. Hasil dokumentasi tersebut berupa foto dan sketsa serta deskripsi mengenai gaya yang diterapkan pada elemen tangga tersebut sesuai zamannya.

Isi

Kota Tua Jakarta atau Batavia Lama dibangun diatas tanah seluas 1,3 kilometer persegi meliputi Jakarta Utara dan Jakarta Barat. Pada masanya Batavia Lama merupakan kota pusat perdagangan, sehingga dibutuhkan pusat pemerintahan yang dekat lokasinya untuk mengatur sistem perdagangan tersebut. Bangunan-bangunan yang ada di Kota Tua tidak dibangun pada periode masa yang sama sekaligus melainkan secara bertahap bahkan hingga melewati periodisasi masa desain yang berbeda.

Kawasan yang kini menjadi pusat wisata kota tua adalah taman Fatahillah. Salah satu gedung yang menjadi orientasi utama kawasan dan menjadi point of interest adalah Sthadius (kini Museum Fatahillah). Gedung Sthadius termasuk bangunan generasi pertama yang dibangun di kawasan Kota Tua Jakarta. Sthadius dibangun pada tahun 1620 atas permintaan Jan Peiters Zoon Coen diperuntukkan sebagai gedung balaik kota (stadhius) pada masa VOC berkuasa. Pada tanggal 27 April 1626, Geburnur Jendral de Capetier (1626-1627) membangun gedung balai kota baru dan sempat direnovasi pada tahun 1707-1710.

Abad ini adalah transisi setelah terjadinya peristiwa renaissance yang terjadi di Eropa. Era ini disebut juga era pencerahaan karena saat itu ilmu pengetahuan berada pada puncak kejayaannya setelah masa kelam keagamaan fanatik yang pusatnya berada pada gereja-gereja. Ilmu pengetahuan dianggap haram dan individu yang menyuarakannya dihukum mati. Setelah revolusi tersebut, teknologi manusia mulai berkembang dan munculnya penemuan-penemuan yang merubah dunia hingga saat ini.

Gaya yang muncul pada era ini adalah gaya Baroque. Baroque atau Barok menggunakan detail yang jelas serta berlebihan. Gaya ini bermula di Roma dan menyebar keseluruh Eropa dan kemudian dibawa oleh bangsa Eropa yang melakukan ekspansi keluar Eropa. Poin penting pada gaya ini adalah kesempurnaan, detail, dan cita rasa yang tinggi terhadap seni. Belanda merupakan salah satu

B 276 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Hazimah Ulfah Az Zaky bangsa yang membantu penyebaran gaya tersebut didaerah jajahannya. Gedung Sthadius merupakan gedung yang dibangun pada masa ini.

Pada masa ini gaya arsitektur kolonial pada perkotaan yang berkembang di Hindia Belanda sendiri masih bergaya Belanda. Gaya arsitektur Gaya Belanda ini cenderung panjang dan sempit, atap curam, dan dinding depan bertingkat bergaya Belanda.

Tangga yang terdapat digedung Sthadius berjumlah 10 titik dan satu diantaranya adalah tangga utama penghubung lantai dasar dengan lantai 2, sedangkan sisanya merupakan tangga yang menghubungan kenaikan level pada lantai dengan ukuran yang tidak signifikan.

Tangga ini memiliki 38 anak tangga dengan 3 bordes. Jika dihitung dari lantai dasar, jumlah anak tangga berturut-turut adalah 5, 14, 10, dan 9 dengan 3 bordes yang menjadi pemisah. Gambar 2. Tangga Utama Gedung Sthadius Tangga ini terbuat dari kayu jati murni. (Museum Fatahillah) (Sumber : dokumentasi pribadi)

Gambar 3. Detail tangga Gedung Balaikota. Detail Gambar 4. Detail tangga Gedung Balaikota. berbentuk setengan lingkaran innerline pada Detail innerline yang diberi warna emas bidang baluster serta aplikasinya secara tiga berbentuk lengkungan organik. (Sumber : dimensi pada railing. (Sumber : sketsa pribadi) dokumentasi pribadi)

Tangga ini memiliki lebar 200 cm, ukuran ini memungkinkan sirkulasi dari dua arah yang berlawan karena tangga ini berfungsi untuk sirkulasi naik dan juga sirkulasi turun. Optrade berukuran 17 cm dan aantrade 38 cm, ukuran ini sudah ideal dengan aantrade yang lebih lebar sehingga dapat dilewati dalam keadaan santai dan konsentrasi rendah. Jumlah bordes yang banyak juga mengurangi kelelahan saat melewati tangga. Tinggi baluster 95 cm dan lebar railing 15 cm memungkinkan posisi tangan yang pas saat membantu aktifitas naik maupun turun. Tinggi ini sesuai dengan ukuran tubuh bangsa Belanda saat itu.

Detail tersebut merupakan detail sederhana yang tidak mencerminkan gaya Baroque yang kental. Namun gaya Baroque ini baru dapat dilihat pada detail baluster.

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 277

Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta

Gambar 6. Detail baluster. Tiga jenis detail ini menggambarkan ebntuk bungan yang diekspresikan dalam tiga bentuk berbeda. Detail ini diberi warna Gambar 5. Detail baluster. Terdapat dua tipe kuning emas yang kontras dengan warna coklat kayu. baluster pada tangga ini. (Sumber : sketsa pribadi) (Sumber : sketsa pribadi)

Gaya Baroque yang detail dan rumit terlihat pada baluster berukir bunga tersebut. Ukiran bunga sendiri berwarna kuning emas dan memberikan kekontrasan dengan warna dasar coklat kayunya. Selain detail bunga ini, terdapat bentuk lainnya yakni tabung dengan bentuk mirip kubah diatasnya. Bentuk baluster ini lebih sederhana dari bentuk bunga sebelumnya.

Bangunan yang dibangun pada masa yang tidak bejauhan lainnya adalah de nieuwe Hollandsche Kerk (kini Gedung Meseum Wayang). Gedung ini asalnya digunakan sebagai gereja atau tempat peribadatan sipil yang didirikan VOC pada tahun 1640. Bangunan ini pernah direnovasi pada tahun 1733 dan berganti nama menjadi de nieuwe Hollandsche Kerk.

Beberapa bagian bangunan ini dibangun pada awal abad 20 bergaya Neo Rennaisance, kemudian dipugar pada tahun 1839 dan disesuaikan dengan gaya rumah Belanda pada masa Kolonial. Tangga yang terdapat pada bangunan ini berjumlah dua buah dan dapat ditemui dibangunan bagian utara. Tangga yang pertama terletak di ruang paling depan dan dapat dilihat saat kita memasuki bangunan, sedangkan tangga lainnya ada dibagian belakang bangunan. Tangga ini menjadi penghubung lantai dasar dengan lantai dua bangunan.

Tangga pertama yang terletak di ruang depan bangunan memiliki berturut-turut dari bagian dasar tangga adalah 19 dan 14 anak tangga dengan satu bordes. Sedangkan jumlah anak tangga pada tangga yang terletak di belakang bangunan berturut-turut dari dasar tangga adalah 7, 10, dan 9 anak tangga dan terpisah oleh 2 bordes. Lebar anak tangga 140 cm, memungkinkan dilalui oleh dua sirkulasi baik naik maupun turun maksimal satu orang masing-masing sirkulasi. Ukuran optrade 17 cm dan aantrade 30 cm, merupakan ukuran yang ideal dan sesuai standar ergonomis tangga. Lebar railing 14 cm dan tinggi baluster 95 cm. Ukuran bagian-bagian pada tangga ini kurang lebih sama dengan Gambar 6. Tangga pada gedung de nieuwe Hollandsche tangga pada gedung balaikota kecuali Kerk (Museum Wayang) (Sumber : dokumentasi pribadi) ukuran optrade.

Detail yang diterapkan pada tangga ini sangat mirip dengan tangga pada gedung balaikota. Perbedaan yang terlihat jelas ada pada baluster –nya. Tidak ada detail rumit pada tangga ini seperti bentuk bunga pada tangga gedung balaikota.

B 278 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Hazimah Ulfah Az Zaky

Gambar 7. Detail baluster. Bentuk ini Gambar 8. Detail salah satu bagian baluster. Detail ukiran menjadi pembeda dengan tangga pada berbentuk organik dengan warna yang kontras. (Sumber : gedung balaikota. (Sumber : sketsa pribadi) dokumentasi pribadi)

Bentuk detail rumit hanya akan dijumpai pada salah satu bagian pada baluster yakni pada bagian ujung atau pertemuan baluster. Detail ini terdapat pada bidang bola dengan bentuk ukiran bunga yang rumit. Bentuk bunga ini juga mirip dengan bentuk detail bunga pada tangga gedung balaikota.

Detail rumit pada tangga di gedung de nieuwe Hollandsche Kerk tidak sebanyak detaiL pada tangga gedung Sthadius. Namun desain ini sesuai karena tangga pada gedung balaikota berukuran lebih besar serta menjadi tangga utama digedung yang memiliki peran penting. Ukiran serta ukuran tangga tersebut mencerminkan keagungan pada interior ruangan. Sebaliknya jika detail yang sama diterapkan pada tangga gedung de nieuwe Hollandsche Kerk, tangga akan terlihat lebih penuh karena jumlah ukiran yang tidak seimbang dengan ukuran lebar tangga. Tangga yang berukuran lebih kecil serta peletakkannya pada bangunan menunjukkan posisi tangga yang tidak menjadi point of interest ruangan. Desain yang lebih sederhana pada baluster sudah sesuai dengan ukuran lebar tangga.

Table 1. Perbandingan desain tangga 3 bangunan kolonial di Taman Fatahillah Jakarta. (Sumber : dokumentasi dan sketsa pribadi) Sthadius Nieuwe Hollandsche Kerk Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia

FOTO

EKSISTING

Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 279

Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta

BALUSTER

DETAIL

Terilihat dari table tersebut bahwa tangga pada bangunan Sthadius dengan Nieuwe Hollandsche Kerk memiliki kemiripan karena dibanguna pada periode gaya desain yang sama. Kemiripan tersebut dapat dilihat dari materialnya yakni kayu jati, bentuk tangganya yang terdiri dari anak tangga dan bordes dengan skala ukuran yang tidak jauh berbeda, serta detail baluster berupa bunga yang diukir diatas kayu menghasilkan bentuk tonjolan tiga dimensi diatas suatu bidang. Berbeda dengan tangga pada bangunan Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia (kini Gedung Meseum Seni Rupa dan Keramik). Gambar 9. Tangga pada Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia (Museum Seni Rupa dan Keramik) (Sumber : dokumentasi pribadi) Bangunan ini awalnya dibangun sebagai Raad van Justitie atau Kantor Pengadilan. Dibangun pada tahun 1870 oleh arsitek Jhe. W.H.F.H. van Raders atas perintah Gubernur Jendral Pieter Miyer. Gedung ini terletak dibagian timur Taman Fatahillah. Berbeda dengan dua gedung sebelumnya, gedung Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia ini dibangun pada periode yang berbeda yakni pada akhir abad ke-19. Gaya Arsitektur yang berkembang saat itu adalah Neo Klasikal. Gaya ini lahir revolusi industri dan mengekspresikan filosofi internasional pada seni khususnya seni dekoratif. Banyak terdapat detail rumit berbentuk organic pada gaya

ini.

B 280 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017

Hazimah Ulfah Az Zaky

Gambar 10. Detail ornament dapa bagian bawah Gambar 11. Detail optrade. Berbentuk lubang optrade. Berbentuk ukiran bunga tiga dimensi persegi enam yang terinspirasi dari sarang yang rumit. (Sumber : dokumentasi pribadi) lebah. (Sumber : dokumentasi pribadi)

Detail tangga pada tangga gedung ini adalah bentuk bunga tiga dimensi yang rumit serta lubang segi enam yang terinspirasi dari sarang lebah. Bentuk tiga dimensi pada tangga Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia berbeda dengan dua bangunan sebelumnya, yakni berdiri sendiri tanpa menempel pada suatu bidang. Detail Bungan memiliki dimensi yang lebih kecil serta memiliki kerumitan lebih. Dekorasi detail pada tangga ini lebih ramai dan penuh pada seluruh bagian tangga. Tangga ini menjadi kontras pada desain interior rungan tempat tangga ini berada maupun terhadap gedungnya secara keseluruhan.

Detail rumit dengan skala yang kecil ini memungkinkan dibentuk pada material yang digunakan yakni logam. Desain rumit yang akan sulit apabila diaplikasikan pada material kayu maupun jika dipertimbangkan dari segi kekuatan tangganya.

Dapat dilihat pada bangunan Sthadius dan Nieuwe Hollandsche Kerk bahwa tangga tersebut dibangun bersamaan dengan bangunannya. Desain yang digunakan menyatu dengan gaya interior ruangan. Sedangkan terlihat pada gedung Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia bahwa tangga dalam bangunannya dibangun tidak bersamaan dengan bangunan melaikan menjadi elemen yang ditambahkan terakhir. Tangga tersebut menjadi point of interest yang kontras dengan gaya interiornya. Tangga ini menjadi fokus tersendiri bahkan menjadi objek yang seolah terlepas dari ruangan. Begitulah keunikan desain tangga pada ketiga bangunan serta unsur historis didalamnya.

Kesimpulan

Baik bangunan Sthadius , Nieuwe Hollandsche Kerk , maupun Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia pada Kota Tua memiliki gaya yang berbeda. Dua bangunan yang menerapkan gaya desain tangga yang sangat mirip adalah gedung Sthadius (Museum Fatahillah) dan gedung de nieuwe Hollandsche Kerk (Museum Wayang) karena dibangun pada periode yang hampir bersamaan. Kedua tangga pada bangunan ini menerapkan gaya Baroque dengan ukiran bunga pada media kayu jati. Sedangkan tangga pada gedung Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia (Museum Seni Rupa dan Keramik) menerapkan gaya Art Nouveau yang berkembang pda abad ke-19. Detail tangganya lebih rumit dan ramai disetiap sudut tangga dengan material logam.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih ini ditujukan kepada bapak Dr Eng. Banmbang Setia Budi, ST selaku dosen pengampu mata kuliah Arsitektur Kolonial, Intitut Teknlogi Bandung, atas bimbingan serta Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 281

Elemen Tangga Pada 3 Bangunan Kolonial di Taman Fatahillah Kota Tua Jakarta masukannya selama penulisan paper ini. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada pengelola bangunan konservasi museum Kota Tua yang telah memberikan informasi serta kemudahan dalam pendokumentasian objek tulisan.

Daftar Pustaka

Hasbi, R. Purwanto. Kajian Arsitektur Kolonial BelandaPada Iklim Tropis. Jakarta : Jurnal. Universitas Mercu Buana. Hartono, S. Arsitektur Transisi di Nusantara dari Akhir Abad ke-19 ke awal Abad ke-20. :Paper. Universitas Kristen Petra. Massey, A. (1990). Interior Design of the 20th Century. London : Thames and Hudson Ltd. Sari Devi, W. Perancangan Buku Wisata Kota Tua. Surabaya : Paper. Universitas Kristen Petra. Sumalyo, Y. (1995). Arsitektur Kolonial Belanda di Indonesia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. https://asosiasimuseumindonesia.org/

B 282 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017