Pola Perilaku Komsumtif Pecinta Koree

POLA PERILAKU KONSUMTIF PECINTA KOREA DI KOREA LOVERS SURABAYA COMMUNITY (KLOSS COMMUNITY) Lailil Achmada Program Studi S-1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya [email protected] FX. Sri Sadewo Program Studi S-1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Surabaya

Abstrak Korean Wave saat ini menjadi budaya pop baru yang digemari oleh seluruh remaja di dunia. Melalui drama serial dan lagu-lagu grup musik Korea yang sering diputar, terjadilah suatu perubahan yang ditimbulkan dari para Korea Lovers mulai meniru dengan apa yang mereka lihat dengan mengkonsumsi berbagai macam barang yang dapat menunjukkan identitasnya sebagai pecinta Korea. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola perilaku konsumtif pecinta Korea di Korea Lovers Surabaya Community (KLOSS). Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz yang berusaha memahami bagaimana kehidupan bermasyarakat itu terbentuk. Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu adanya perubahan baik pola konsumsi, sikap, dan selera sejak mereka menjadi Korea Lovers. Mereka cenderung lebih konsumtif dalam menggunakan uang bulanan atau gaji mereka untuk membelanjakan kebutuhan yang bersifat absurd dan tak penting. Mereka mencoba untuk menunjukkan pembedaan dirinya dengan orang lain sebagai pecinta Korea dengan mengkonsumi produk Korea dan berpenampilan layaknya artis idolanya. Kata kunci: Korea Lovers, Korean Wave, Perilaku Konsumtif

Abstract A Korean Wave is now becoming the new pop culture that is favored by all teenagers in the world. Through serial drama and Korean group songs were often played, there was a change arising from the Korea Lovers began to imitate what they see by taking various items that can show his identity as a Korea Lovers. This study aims to determine the pattern of consumer behavior Korea Lovers in Korea Lovers Surabaya Community (KLOSS). This qualitative study uses Alfred Schutz's phenomenological approach that seeks to understand how society was formed. The results of the study is either a change in consumption patterns, attitudes, and tastes since they became Korea Lovers. They tend to be more consumptive use of money in their pay monthly or to spend absurd needs and that are not important things. They tried to show the distinction himself with others as a Korea Lovers with consume Korean products and dressed like his idol artist. Keywords: Korea Lovers, Korean Wave, Consumer Behavior.

*terima kasih kepada Martinus Legowo selaku mitra bestari yang telah bersedia mereview dan memberi masukan ke dalam tulisan ini.

1 Paradigma. Volume 02 Nomer 03 Tahun 2014

Kemunculan Hallyu dapat dengan mudah PENDAHULUAN menarik perhatian masyarakat melalui berbagai Tren selalu dapat berubah dengan cepat, baik dari macam produk yang ditawarkan. Sehingga muncullah jenis musik maupun bidang tren lainnya seperti tren mereka yang mengaku sebagai pecinta Korea dengan pakaian dan gaya rambut. Dengan munculnya tren mengikuti segala macam budaya yang menjadi tren yang baru maka masyarakat dengan begitu mudah Korea. Seperti cara berpakaian, gaya rambut, dan terpengaruh dan mengikuti tren yang sedang in saat lainnya, sehingga tidak dapat dipungkiri, gaya hidup itu. Hal inilah yang disebut sebagai budaya popular mereka pun berubah menjadi lebih konsumtif dan atau biasa disebut dengan budaya pop, yaitu budaya cenderung mengikuti gaya hidup artis idolanya. Dari yang ringan, menyenangkan, trendi dan banyak latar belakang masalah di atas, maka dapat disukai oleh masyarakat tanpa batasan geografis. dirumuskan suatu permasalahan yaitu “Bagaimana Budaya pop saat ini tidak hanya didominasi oleh pola perilaku konsumtif Korea Lovers Surabaya budaya Barat, tetapi Negara-negara Asia pun mulai Community?” menunjukkan keunikan budaya pop tersendiri. Tidak hanya Jepang, Korea pun saat ini mulai menunjukkan KAJIAN TEORI kekuatannya sebagai pengekspor budaya pop melalui tayangan hiburannya sejalan dengan kemajuan Fenomenologi Alfred Schtuz industri Korea. Menurut Schutz semua manusia membawa serta Globalisasi budaya pop Korea atau biasa dalam dirinya peraturan-peraturan, resep-resep (tipe- disebut dengan Korean Wave saat ini tengah merajai tipe) tentang tingkah laku yang tepat, konsep-konsep, dunia. Korean Wave digunakan untuk nilai-nilai dan lain-lain yang membantu mereka menggambarkan meningkatnya popularitas budaya bertingkah laku secara wajar di dalam sebuah dunia pop Korea. Korean Wave atau Gelombang Korea sosial. Persoalan yang diangkat oleh teori mampu menyapu berbagai Negara di dunia. fenomenologi Alfred Schutz adalah bagaimana Fenomena ini disebut dengan istilah Hallyu, yaitu kehidupan bermasyarakat itu dapat terbentuk. serbuan budaya popular Korea yang menyerang Pemahaman secara subjektif terhadap suatu tindakan berbagai negara terutama di Asia, seperti , sangat menentukan terhadap kelangsungan proses Jepang, Malaysia, , Filipina, Thailand, dan interaksi sosial. sejak tahun 1999. Serangan ini ditandai dengan populernya grup musik (K-pop), fashion (K- Masyarakat Konsumtif Jean Baudrilard fashion), dan drama (K-drama) yang semuanya khas Ia menganalisis masyarakat masa kini yang Korea. (Hyobin, 2011) menurutnya tak lagi didominasi oleh produksi, tetapi Tren Korea ini telah menumbuhkan lebih didominasi oleh media, teknologi, industri fenomena baru yakni pembentukan komunitas- hiburan, dan lain sebagainya. Masyarakat saat ini komunitas yang anggotanya memiliki minat yang telah beralih, dari masyarakat yang didominasi oleh sama terhadap kebudayaan Korea atau biasa disebut mode produksi (mode of production) ke masyarakat dengan Korea Lovers. Para anggota dari komunitas yang dikendalikan oleh mode konsumsi (mode of ini pada mulanya kenal melalui situs jejaring sosial consumption). Dalam kapitalisme lanjut, produksi seperti Facebook dan Twitter. Setelah cukup lama dan reproduksi tidak lagi berkaitan dengan benda- berkenalan, mereka akan saling bertemu secara benda melainkan makna. langsung dengan anggota lainnya. Pertemuan antara Menurut Baudrillard, dunia didominasi oleh sesama pecinta Korea ini biasanya disebut dengan ”simulakrum”, yaitu konsep yang diperkenalkan istilah gathering, yaitu bertemu, berkumpul, Baudrillard yang menjelaskan bahwa tidak ada lagi berkomunikasi dan saling bertukar informasi. Tak batas antara yang nyata dan yang tidak nyata (semu). jarang, mereka seringkali menyelipkan sebuah nama Dunia telah menjadi dunia imajiner. Proses simulasi Korea mereka ketika berkenalan dengan pecinta mengarah kepada penciptaan simulakra atau Korea lainnya. Salah satunya adalah KLOSS reproduksi objek dan peristiwa. Dengan kaburnya Community, yaitu kepanjangan dari Korea Lovers perbedaan antara tanda dan realitas, maka semakin Surabaya Community. KLOSS dibentuk sebagai sulit mengenali yang asli dengan barang tiruan/palsu. wadah bagi mereka yang menyukai Korea bukan Sebagai contoh Baudrillard berbicara tentang hanya dari musiknya saja. Mereka tidak terbatas larutnya televisi ke dalam kehidupan dan larutnya menyukai dunia hiburan dari Korea Selatan, tetepi kehidupan ke dalam televisi. Televisi merupakan juga mempelajari bahasanya. Komunitas yang suatu dunia imajiner dimana segla sesuatunya bersifat dibentuk sejak tahun 2010 ini memiliki anggota futuristik, dan mimpi-mimpi. mencapai 110 orang, dan 1.189 followers di grup Baudrillard juga melukiskan masyarakat Facebook. (Ida, 2012) post-modern sebagai hiperrealitas, misalnya media Pola Perilaku Komsumtif Pecinta Koree

berhenti menjadi cerminan realitas, tetapi justru dilakukan peneliti disini bersifat tidak terstruktur menjadi realitas itu sendiri atau bahkan lebih nyata dengan tujuan agar lebih mengalir sehingga tercipta dari realitas itu. Contohnya seperti sinetron atau suasana kekeluargaan. Hubungan peneliti dengan drama serial di televisi yang alurnya penuh aksi yang diwawancarai adalah dalam suasana biasa, dramatis yang secara umum telah dikendalikan oleh wajar, sedangkan pertanyaan dan jawabannya rumah produksi yang membuatnya, bukan lagi oleh berjalan seperti pembicaraan biasa dalam kehidupan pemeran utama yang mempunyai cerita. Akhirnya sehari-hari saja. (Singarimbun & Effendi, 1989) akan menjadi sulit untuk membedakan yang nyata Kegiatan wawancara dengan anggota KLOSS ini dari yang sekedar tontonan. bertujuan untuk mengetahui secara mendalam bagaimana kehidupan sehari-hari mereka, kebiasaan METODE berbelanja dan membeli pernak-pernik Korea seperti Penelitian ini menggunakan metode penelitian kaset DVD Original grup musik Korea atau kaset kualitatif dengan pendekatan fenomenologi Alfred DVD Original film dan drama Korea. Schutz. Pendekatan ini tentang bagaimana kehidupan bermasyarakat itu terbentuk. Pemahaman secara HASIL DAN PEMBAHASAN subjektif terhadap suatu tindakan sangat menentukan terhadap kelangsungan proses interaksi sosial. A. Awal Mula Mengenal Kpop (Iskandar, 2009) 1. Melalui Drama Korea Subyek dalam penelitian ini adalah anggota Dapat diketahui bahwa bagaimana awal beserta admin KLOSS Community. Peneliti melihat mula Korea Lovers di Surabaya mengenal Kpop, dan mengamati perilaku-perilaku konsumtif yang kebanyakan dari mereka mengenal melalui tayangan- dilakukan oleh anggota KLOSS. Alasan memilih tayangan televisi seperti drama. Sudah diketahui mereka sebagai subyek penelitian adalah karena bahwa drama Korea saat ini semakin gencar mereka dianggap kompeten dan mampu memberikan meramaikan dunia Kpop. Beberapa subyek informasi serta data-data yang dibutuhkan dalam mengungkapkan bahwa mereka mulai mengenal penyusunan laporan penelitian ini. Pemilihan subyek Kpop sejak menonton drama Korea yang ditayangkan penelitian didasarkan pada penelitian yang telah di pertelevisian Indonesia. Dimana mereka tertarik diajukan yaitu pola perilaku konsumtif pecinta Korea setelah mendengarkan soundtrack yang mengisi di Korea Lovers Surabaya Community (KLOSS). drama Korea. Melalui soundtrack inilah kebanyakan Alasan metodologis dari subjek penelitian penggemar Korea pertama kali mulai mengenal ini yakni merujuk pada judul penelitian yaitu pola Kpop. Tak hanya karena unsur lagu pengisi drama, perilaku konsumtif pecinta Korea di KLOSS akan tetapi dengan memiliki pemain utama yang Community, yang bertujuan untuk mengetahui tampan dan cantik juga merupakan salah satu faktor bagaimana pola perilaku konsumtif anggota pecinta Korea menyukai drama Korea. komunitas tersebut. Dalam hal ini secara tidak langsung mereka mengenal Kpop melalui tontonan-tontonan yang TEKNIK PENGUMPULAN DATA ditayangkan di televisi. Seperti yang sudah diketahui, penyebaran budaya pop tak luput dari peran media Dalam pengumpulan data menggunakan beberapa massa yang sadar atau tidak telah membantu teknik. Pertama, peneliti melakukan observasi penyebaran budaya ini. Media massa memiliki partisipan yaitu metode pengumpulan data yang kemampuan untuk menghasilkan industri budaya digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui yang sudah mengalami komodifikasi serta pengamatan dan penginderaan, dimana peneliti industrialisasi dan secara efisiensi diproduksi karena benar-benar terlibat dalam keseharian responden dan semata-mata ingin memperoleh keuntungan. Media terlibat langsung dengan obyek yang diteliti. Pada massa membuka kemungkinan lahirnya budaya pengamatan awal, peneliti mendatangi lokasi massa atau budaya pop karena media massa penelitian, dimana sebagai lokasi dari kegiatan seringkali menyerap budaya tersebut. Oleh karena gathering dan K-fest yang sedang berlangsung. itu, media massa seperti televisi, telah menjadi Peneliti mendapatkan informasi dari teman peneliti saluran penyemaian gaya hidup subkultur kawula yang menyukai Korea (key informan) mengenai muda yang tumbuh bersamaan dengan perkembangan subyek yang akan diteliti selanjutnya. Observasi ini industri musik dan hiburan yang berhasil dilakukan untuk mengathui realitas yang senyatanya memanfaatkan kemajuan dunia pertelevisian. bagaimana pola perilaku konsumtif pecinta Korea itu (Chaney, 2011) terjadi. Kedua yakni indepth interview atau wawancara secara mendalam. Wawancara yang

3 Paradigma. Volume 02 Nomer 03 Tahun 2014

selanjutnya melakukan elaborasi dengan 2. Melalui Teman menghubungkan maksud tersebut dengan Selain karena faktor drama, penggemar seraingkaian konteks makna yang telah di tentukan Korea di KLOSS Community mulai mengenal Kpop sebelumnya sebagaimana adanya, dan sering disebut juga melalui teman. Mereka yang semula tidak sebagai motif sebab (because motive) dalam bahasa tertarik dengan Korea berubah menjadi tertarik Schutz. (Ritzer, 2011) semenjak diperkenalkan oleh teman mereka yang menyukai Korea terlebih dahulu. Kebanyakan dari C. Pola Konsumtif Korea Lovers mereka semula hanya tertarik dengan dunia hiburan Ada beberapa macam bentuk perilaku konsumtif dan Barat, akan tetapi sejak diperkenalkan oleh teman gaya hidup Korea Lovers dalam mengekspresikan sehingga mereka juga mulai tertarik dan bahkan kecintaan dan kefanatikan mereka terhadap Korea. mulai meninggalkan idola mereka semula. Dari hasil penelitian, perilaku konsumtif mereka dalam bentuk mengkonsumsi berbagai macam barang 3. Melalui Anime Jepang seperti DVD dan CD Original (asli) album dari Sebelum budaya Kpop menyebar, budaya pop Jepang boyband maupun girlband Korea, membeli terlebih dulu digemari masyarakat seperti musik dan photobook dan majalah Kpop, membeli aksesoris anime atau animasi. Di Indonesia pun tak luput dalam berbau Kpop, dan bahkan sampai membeli tiket menayangkan berbagai macam seri animasi asal konser artis Korea. Semua konsumtif yang mereka Negeri Sakura tersebut seperti Doraemon, Crayon yang lakukan selain karena kecintaan mereka Sinchan, Detektif Conan, One Piece, Inuyasha dan terhadap artis favoritnya, tetapi juga sebagai bukti masih banyak lagi. Seri-seri animasi yang identitas mereka sebagai pecinta Korea. Membeli ditayangkan dipertelevisian Indonesia tersebut DVD dan CD Original Album misalnya, bagi berasal dari manga atau komik yang kemudian kebanyakan subyek penelitian merupakan hal yang difilmkan. Tak jauh berbeda dengan drama seri wajib bagi pecinta Korea, terutama bagi mereka yang Korea, seri animasi yang difilmkan ini juga menyukai lagu-lagu Korea dari salah satu boyband menyuguhkan Original Soundtrack atau OST yang atau girlband favorit mereka. diisi oleh penyanyi Jepang. Tak hanya penyanyi asal Menonton konser yang diselenggarakan di Jepang sendiri, bahkan penyanyi pendatang dari Indonesia pun juga menjadi hal yang wajib. Apalagi Negara lain pun seperti Korea juga mengisi mengingat akhir-akhir ini semakin banyak artis soundtrack dari animasi-animasi tersebut. Korea yang datang ke Indonesia. Entah untuk mengadakan konser, ataupun mengadakan fan B. Motif dan Keuntungan Sebagai Anggota KLOSS meeting (jumpa fan). Kedua macam kewajiban Dari hasil penelitian, sebagian besar tersebut tentu membutuhkan uang yang tak sedikit. menjawab motif mereka bergabung sebagai anggota Kebanyakan dari mereka mengungkapkan, untuk KLOSS adalah untuk memperbanyak teman sesama mendapatkan uang tersebut mereka melakukan pecinta Korea. Sudah tentu komunitas ini berbagai macam hal agar dapat membeli kaset asli itu menampung mereka yang mengaku sebagai Korea dan juga dapat menonton konser mereka. Mulai Lovers dimana keseluruhan anggota komunitas ini dengan menabung uang bulanan dari orang tua, yang pasti pecinta Korea. Hal inilah yang menjadi bekerja paruh waktu, dan bahkan meminjam uang motif dari pecinta Korea Surabaya untuk bergabung, kepada teman. Semua mereka lakukan agar dapat yaitu untuk memperbanyak teman dan kenalan yang memenuhi keinginan mereka sehingga mereka memiliki hobi, selera, dan ketertarikan yang sama. cenderung berperilaku konsumtif. Hal ini merupakan KLOSS juga sebagai sarana untuk menyalurkan ide, suatu ciri kefanatikan seorang penggemar terhadap bakat dan kreatifitas seperti menari, menyanyi, idolanya. Penggemar cenderung selalu mengejar bahkan bermain musik. kepentingan-kepentingan, memamerkan selera dan Membicarakan tentang motif tentu tidak preferensi sehingga sangat pas untuk berbagai teks lepas dari adanya kesadaran dalam melakukan segala dan praktik budaya pop. (Storey, 2007) macam bentuk tindakan, karena setiap tindakan Produk Korea juga hadir sebagai implikasi seseorang yang dilakukan pasti memiliki tujuan- merebaknya Korean Wave. Berbagai produk berlabel tujuan tertentu yang ingin dicapai. Semua tindakan Korea baik dari alat elektronik hingga kebutuhan yang dilakukan oleh individu tentu terjadi adanya sehari-hari kini beredar luas dan menjadi pilihan bagi kesadaran yang mulanya terpisah dari individu mereka yang sudah tidak asing lagi dengan Korea menjadi kesadaran kolektif. Hal tersebut dapat seperti merek alat elektronik terkenal yakti Samsung dilakukan dengan cara memahami makna dari suatu dan LG. banyak subyek yang mengaku telah tindakan individu atau di kenal dalam bahasa Schutz memakai salah satu dari kedua merek tersebut untuk sebagai motif tujuan (in order to motive) yang dipakai dalam kebutuhan sehari-hari seperti ponsel. Pola Perilaku Komsumtif Pecinta Koree

Sejak mereka mulai mengenal Kpop dan menjadi model-model iklan yang akan menuntun kesadaran pecinta Korea, mereka selalu memilih apapun yang masyarakat massa (konsumer) untuk mengikutinya. berhubungan dengan Korea. Barang elektronik merek Pencitraan itu sangat menonjolkan model-model Samsung saat ini menjadi incaran dan favorit idola untuk menyedot kesadaran massa, sehingga tersendiri bagi mereka karena menurut mereka, artis-artis atau selebriti menjadi faktor utama proses merek itu memiliki kualitas yang sangat baik dengan simulasi. Simulasi-simulasi yang dibangun televisi penampilan yang selalu menarik dan modern. mampu mendoktrin pemirsa tanpa disadarinya Produk-produk buatan Korea ini seringkali bekerja dengan nilai-nilai yang dibawa oleh kepentingan- sama dengan tayangan-tayangan pertelevisian Korea kepentingan tertentu. Simulasi yang telah terutama pada drama-drama Korea. Para produsen menciptakan simulakrum menguasai kesadaran barang-barang ini bekerja sama dengan produsen sehingga perilakunya diatur penuh oleh dorongan- drama Korea. Alat elektronik hasil buatan mereka dorongan simulasi itu. (Storey, 2007) seringkali menjadi sponsor suatu drama dan acara televisi lain, sehingga mau tak mau pada drama dan acara televisi itu produk tersebut muncul disetiap KESIMPULAN scene dan menjadi icon. Ada juga yang mengungkapkan bahwa mereka memakai produk Setelah mereka memutuskan untuk menjadi Korea kosmetik Korea seperti Tony Moly dan Etude House. Lovers dan bergabung dengan KLOSS, mereka justru Kedua merek tersebut merupakan merek kosmetik cenderung lebih konsumtif dalam menggunakan uang Korea yang paling terkenal dan bagus yang sering bulanan mereka. Gaji yang mereka peroleh dari dipakai oleh artis-artis Korea dan tak mempedulikan bekerja dan uang bulanan yang mereka dapatkan dari masalah harga yang lebih mahal disbanding kosmetik orang tua, mereka gunakan tidak hanya untuk lainnya. memenuhi kebutuhan yang bersifat primer saja, akan Menurut Jean Baurillard, media massa juga tetapi mereka juga menggunakan uang tersebut untuk mempengaruhi gaya hidup dan pola konsumsi membelanjakan kebutuhan lain yang bersifat absurd masyarakat. Kebutuhan masyarakat diciptakan dan tidak begitu penting. Mereka membeli album melalui iklan-iklan yang memikat. Seperti yang original, majalah, photobook, aksesoris, poster dan diungkapkan oleh Baudrillard, iklan mengkodekan bahkan membeli tiket untuk menonton konser produk dengan simbol-simbol untuk membedakan boyband dan girlband asal Korea yang digelar di dan menunjukkan keragaman objek di antara produk- Indonesia. Mereka tidak mempedulikan berapapun produk lain dan akan berpengaruh ketika dikonsumsi. jumlah uang yang harus mereka keluarkan demi Seseorang dapat terpengaruh oleh iklan-iklan yang menunjukkan kecintaan dan kefanatikannya terhadap ditampilkan, sehingga mereka mempunyai keinginan idola mereka. Tak jarang uang bulanan dan gaji untuk mengkonsumsi produk yang ditawarkan iklan mereka akan habis sebelum waktunya untuk membeli tersebut. Mereka ingin tampil baik dan sempurna barang-barang tersebut. Bahkan mereka juga harus seperti artis Korea yang menjadi icon pada suatu meminjam uang kepada temannya untuk dapat iklan. Oleh karena itu, adanya pengaruh teman, membeli barang tersebut jika ia tidak memiliki uang. budaya, dan media massa maka pola konsumsi para Adanya pengaruh dari media dan Korea Lovers cenderung konsumtif karena seringnya lingkungan sekitarnya, mereka menjadi lebih membeli barang-barang berbau Korea. Mereka juga konsumtif dengan membeli barang-barang yang ingin terlihat cantik dan mewah seperti artis bukan merupakan kebutuhan primer itu. Mereka favoritnya, sehingga secara sadar atau tidak, budaya membeli barang hanya untuk memuaskan hasrat pop Korea yang disebarkan melalui media mereka saja, dan juga sebagai bentuk identitas diri memproduksi apa yang disebut sebagai kesadaran mereka sebagai Korea Lovers. Dengan palsu sehingga para penggemar Korea tak sadar mengkonsumsi peralatan kosmetik dan gadget bahwa mereka telah terhegemoni. (Wijayanto, 2012) produksi Korea, serta dengan cara berpenampilan dan Para Korea Lovers cenderung konsumtif berbahasa Korea, mereka mencoba untuk karena tindakan yang dilakukan dari dalam diri menunjukkan pembedaan dirinya dengan orang lain. mereka yang muncul dari dalam dirinya sendiri Mereka merasa bangga jika orang lain dapat melihat maupun orang lain. Keinginan terhadap sesuatu yang identitas mereka sebagai pecinta Korea dengan dianggapnya baik dengan melalui berbagai perantara berpenampilan seperti layaknya artis Korea. media atau melihat orang lain dapat menimbulkan Komoditas budaya pop Korea yang disebarkan oleh reaksi atau tindakan yang dianggapnya baik dan media memproduksi apa yang disebut sebagai wajar untuk ditiru. Seperti yang dikatakan oleh kesadaran palsu, sehingga para penggemar tak sadar Baudrillard, produk-produk kapitalis dicitrakan bahwa mereka terhegemoni oleh budaya pop Korea. melalui simulasi-simulasi media dengan menciptakan Para remaja penggemar budaya pop Korea

5 Paradigma. Volume 02 Nomer 03 Tahun 2014

menganggap bahwa budaya pop Korea yang mereka Eko Wijayanto. 2012. Genetika Kebudayaan Seri 2. gemari ini sebagai sesuatu yang memang bernilai dan Jakarta: Salemba Humanika. Halaman 56. berguna. Bahkan, mereka memandang sebelah mata George Ritzer. 2011. Sosiologi Ilmu Berparadigma pada pada budaya pop Indonesia. Ganda. Jakarta : PT. Grafindo Persada. Mereka sudah berperilaku yang tidak sesuai Halaman 59-60 dengan realitas yang ada. Mereka hanya hidup dalam George Ritzer dan Douglas J. Goodman. 2007. Teori simbol-simbol dan tanda yang tidak menentu Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. sehingga mereka kehilangan jati diri mereka. Mereka Halaman 642. yang semula tidak berlebihan sebelum mengenal Ida. 2012. “Embusan dari Korea” dalam Surya. Korea dan menjadi Korea Lovers, sekarang menjadi Minggu 27 Mei 2012. Halaman 9. berubah lebih konsumtif karena pengaruh budaya John Storey. 2007. Cultural Studies dan Kajian pop, lingkungan dan juga media massa. Seperti yang Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra. dikatakan oleh Baudrillard bahwa masyarakat saat ini Halaman 25. tidak lagi hidup berdasarkan pada pertukaran barang Masri Singarimbun dan Sofian Effendi. 1989. Metode material dengan nilai guna, namun lebih pada Penelitian Survei. Jakarta:LP3S. Halaman komoditas sebagai tanda dan simbol yang 13. membentuknya. Song Hyo Bin. 2011. Super Duper Korea Fever. Yogyakarta: Klik Publishing. SARAN

Implikasi dari penelitian ini adalah bagaimana media dengan kekuatannya menyebarkan budaya pop Korea dan menarik banyak peminat di berbagai belahan dunia. Sebagai khalayak media, masyarakat sebaiknya harus melek media dan tidak serta merta menganggap segala yang ditawarkan media itu bersifat positif untuk dikonsumsi. Perlu adanya pertimbangan-pertimbangan terhadap setiap program yang disaksikan melalui media massa untuk menghindarkan diri agar tidak terjebak dengan kebutuhan-kebutuhan palsu yang diciptakan kapitalis dan disebarkan melalui media massa. Selain itu, para remaja saat ini hendaknya lebih mencintai budaya dan produk negara sendiri. Mereka juga hendaknya lebih dapat menahan diri agar tidak mengkonsumsi segala barang secara berlebihan. Mereka seharusnya mengkonsumsi barang-barang kebutuhan yang dianggap paling penting saja.

DAFTAR PUSTAKA

(Online) http://www.facebook.com/pages/Kloss- Community-for-K-Pop-K-Drama-Korean- Cultures-Lovers/183914128297041. Diakses 12 Maret 2012. Bernard Raho, SVD. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka. Halaman 137. David Chaney. 2011. Lifestyle: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Halaman 67. Donny Gahral Ardian. 2002. Menyoal Objektivitas Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Teraju. Dr. Iskandar, M.Pd. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada. Pola Perilaku Komsumtif Pecinta Koree

7