PARTISIPASI POLITIK DAN PERILAKU MEMILIH DI WILAYAH NAHDLATUL (NU) LASEM KABUPATEN REMBANG DALAM PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2019

Muhammad Akmal Arravi’ Email: [email protected] (082241600930) Dosen Pembimbing 1: Dr. Dra. Kushandajani M.A. (0811276862) Email : [email protected] Dosen Pembimbing 2: Dr. Dra. Rina Martini, M. Si (089634123762) Email : [email protected] Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Diponegoro

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengukur partisipasi politik Santri NU Lasem; dan memetakan perilaku memilih Santri NU Lasem berdasarkan pendekatan sosiologis, psikologis, dan pilihan rasional dalam kontestasi Pilpres 2019. Analisa dalam penelitian ini berdasar pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum; teori partisipasi politik menurut Gabriel Almond; dan perilaku memilih menurut Denis Kavanagh. Subjek penelitian ini adalah para santri yang berada dalam lingkup MWCNU Lasem yang berjumlah 3.017 santri. Penelitian ini menggunakan rumus slovin dengan nilai kritis 10% dan dengan jumlah sampel sebesar 97 orang santri. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik penyebaran angket/kuesioner yang didukung dengan teknik dokumentasi. Data diolah dengan tahap editing, coding, dan tabulasi yang kemudian disajikan dalam bentuk diskripsi. Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat partisipasi politik santri NU Lasem masih tergolong cukup rendah, yaitu jika dilihat dari segi keikutsertaan santri dalam pendidikan dan diskusi politik; afiliasi santri dengan partai politik; dan partisipasi santri menjadi panitia pemilu. Sementara jika dilihat dari segi partisipasi penggunaan hak pilih tergolong tinggi, yaitu sebesar 86,6%. Faktor arahan dari keluarga dan kiai/ulama masih menjadi pengaruh dalam perilaku memilih santri. Namun demikian, pilihan santri lebih ditentukan oleh pertimbangan rasional. Temuan penelitian menunjukan sebanyak 87,6% santri NU Lasem menggunakan pertimbangan rasional untuk memberikan pilihan politik pada Pilpres 2019.

Kata Kunci: Pemilu, Partisipasi Politik, Perilaku Pemilih, Santri

POLITICAL PARTICIPATION AND VOTING BEHAVIOR OF SANTRI IN THE (NU) REGION OF LASEM, REMBANG REGENCY IN THE 2019 PRESIDENTIAL ELECTIONS

Muhammad Akmal Arravi’ Email: [email protected] (082241600930) Dosen Pembimbing 1: Dr. Dra. Kushandajani M.A. (0811276862) Email: [email protected] Dosen Pembimbing 2: Dr. Dra. Rina Martini, M. Si (089634123762) Email : [email protected] Department of Politics and Government Faculty of Social and Political Sciences, Dipoegoro University

ABSTRACT This study aims to measure the political participation of NU Lasem Santri; and mapping the voting behavior of NU Lasem Santri based on a sociological, psychological, and rational choice approach in the 2019 Presidential Election contestation. The analysis in this study is based on Law Number 7 of 2017 concerning General Elections; the theory of political participation according to Gabriel Almond; and voting behavior according to Denis Kavanagh. The subjects of this study were students who were within the scope of MWCNU Lasem, totaling 3,017 students. This study uses the Slovin formula with a critical value of 10% and with a sample of 97 students. Data collection is done by distributing questionnaires/questionnaires supported by documentation techniques. The data is processed by editing, coding, and tabulating stages which are then presented in the form of a description. The results showed that the level of political participation of NU Lasem students was still quite low, namely when viewed in terms of the participation of students in education and political discussion; affiliation of santri with political parties; and the participation of students in the election committee. Meanwhile, in terms of participation in the use of voting rights, it is quite high, at 86.6%. The directive factor from the family and the kiai/ulama is still an influence in the behavior of choosing students. However, the choice of students is more determined by rational considerations. Research findings show that 87.6% of NU Lasem students use rational considerations to make political choices in the 2019 Presidential Election.

Keywords: Election, Political Participation, Voter Behavior, Santri

Pendahuluan last minute terjadi, menjelang akhir Pemilihan umum atau yang sering deklarasi penetapan bakal calon presiden disebut dengan istilah pemilu merupakan dan wakil presiden, akhirnya diputuskan proses-proses politik guna menentukan Joko Widodo maju bersama KH. Ma’ruf orang yang akan menduduki jabatan politis Amin yang notabene adalah salah satu tokoh dalam bermacam-macam kedudukan besar organisasi masyarakat isalam terbesar pemerintahan baik dari lingkup nasional di yakni Nahdlatul Ulama ataupun daerah ataupun lingkup eksekutif sekaligus sedang menjabat sebagai ketua (pilpres, pilkada, pilkades) ataupun legislatif MUI. (DPR, DPD, ataupun DPRD) (Syafiie & Menyoal pembahasan mengenai Azhari, 2002). Seringkali pemilu disebut Nahdlatul Ulama tidak dapat dilepaskan dari sebagai momentum pesta demokrasi, hal ini dua lingkup aspek yang inheren yakni aspek karena pemilu hanya dapat dilasanakan sosio-kulutural dan politik. Nahdlatul Ulama didirikan oleh oleh KH. Hasyim Asy’ari dan secara periodik. Sistem pemilu di Indonesia KH. Wahab Hasbullah pada tanggal 16 dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali. Rajab 1344/31 Januari 1926. Eksistensi Dewasa ini, baru saja kita lewati bersama Nahdlatul Ulama dapat dilihat sebagai bentuk upaya perjuangan politik para ulama momentum pesta demokrasi di Indonesia pada pemilu tahun 2019 silam. Momen kali tradisionalis agar masih tetap meneguhkan ini begitu istimewa, terlebih Pemilu 2019 ini eksistensi sikap politis mereka dalam dilaksanakan serentak untuk memilih posisi menjalankan urusan agama, ditengah politis yang sangat bergengsi dan vital, banyaknya gerakan reformis agama (Anam, yakni: pemilihan presiden dan wakil 1999). presiden (pilpres) dan pemilihan legisatif Nahdlatul Ulama kerap kali menjadi (pileg) untuk memilih anggota DPR dan sorotan publik dan berbagai kelompok- DPRD provinsi maupun kabupaten/kota. kelompok kepentingan ketika menjelang Mulanya Joko Widodo (Jokowi) sebagai masa pemilihan umum, baik di tingkat calon presiden nomor urut 01 dikabarkan daerah ataupun nasional, baik pemilu eksekutif ataupun legislatif. Hal ini tidak akan menggaet Mahfud MD, mantan ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, lain dikarenakan NU yang memiliki basis sebagai calon wakil presiden. Namun politik masa yang sangat besar terutama warga nahdliyin (pengikut Nahdlatul Ulama) yang PCNU Lasem merupakan satu-satunya berada di daerah Jawa, khususnya Jawa cabang NU di Jawa Tengah yang Timur dan Jawa Tengah. Hal ini diverifikasi kedudukannya setara dengan cabang oleh temuan Alvara Research Center pada wilayah kabupaten/kota meskipun statusnya tahun 2016 yang berjudul “Potret adalah kecamatan. Hal ini juga diduklung Keberagaman Muslim Indonesia”, oleh persebaran pondok yang membeberkan bahwa karakteristik Nahdlatul menjamur. Pusat persebaran pondok Ulama sangat “-centric”, dari 79,04 juta pesantren di Rembang berpusat di di jiwa yang mengaku berafiliasi dengan Kecamatan Sarang dan Kecamatan Lasem Nahdlatul Ulama tersebut 79,8% nya adalah dengan jumlah masing-masing pondok penduduk yang tinggal di Pulau Jawa. pesantren adalah 35 dan 21 pondok Selain menjadi basis kekuatan NU di pesantren. Melihat realitas tersebut, maka Jawa, kedua tempat tersebut merupakan tak heran bila khalayak menyematkan gelar wilayah tempat lahirnya para pendiri NU. kota santri kepada Kecamatan Lasem. Jawa tengah misalnya, melahirkan tokoh Menurut Jati (dalam Jurnal Ulul Albab, pendiri NU seperti KH. Ma’shoem Ahmad, 13, 2012), kehadiran pondok pesantren KH. Baidlowi Abdul Aziz, dan KH. Kholil adalah gambaran kultural yang dimiliki Masyhuri dan ulama kondang NU lainnya Nahdlatul Ulama. Dalam artian pondok yang masih kita kenal hingga hari ini seperti pesantren memiliki implikasi kultural bagi Habib Luthfi bin Yahya (Pekalongan), kehidupan masyarakat sekitar. Maka tidak Habib Umar Muthohar (), KH. heran jika banyak masyarakat Kabupaten Maimoen Zubair atau Mbah Moen Rembang juga mengikuti arus budaya yang (Rembang), KH. Ahmad Mustofa Bisri atau berkembang disana, yaitu dengan bergabung Gus Mus (Rembang), dan KH. Bahauddin ke dalam organisasi kemasyarakatan Nur Salim atau Gus Baha (Rembang). Nahdlatul Ulama. Warga nahdliyin di Sebagian besar tokoh-tokoh yang Kabupaten Rembang tergolong warga yang disebut di muka berasal dari Kabupaten masih memiliki tradisi tolong menolong atau Rembang. Terkhusus tiga tokoh pendiri NU gotong royong yang masih mengakar kuat. tersebut yang seluruhnya berasal dari tanah Nahdliyin memegang teguh nilai-nilai ajaran Lasem. Hal inilah yang menjadikan Lasem NU yakni patuh terhadap apapun yang sebagai wilayah cabang NU yang istimewa. diperintahkan/diajarkan oleh kiai yang dianutnya, hal ini juga selaras dari makna ini beragam jenisnya seperti presiden, nama Nahdlatul Ulama itu sendiri yakni: perwakilan rakyat dengan berbagai macam ndherek kiai. tingkatan pemerintahan (Syafiie & Azhari, Berkenaan dengan kontestasi Pilpres 2002). Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun tahun 2019 di wilayah Lasem disambut 2017 pasal 1 tentang Pemilihan Umum, positif oleh para kiai, santri, dan masyarakat pemilu merupakan fasilitas masyarakat yang luas. Walaupun juga tidak dapat dipungkiri berdaulat dalam melakukan pemilihan bahwa perbedaan pendapat di antara mereka perangkat DPR, DPD, DPRD, dan presiden juga sering terjadi. Sama halnya dengan beserta wakilnya. Dalam pelaksanaan yang terjadi pada internal PCNU Lasem. pemilu dilaksanakan dengan asas luber jurdil Setiap kiai pengasuh pondok pesantren “langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, sebagai representasi dari pondok pesantren adil” dan didasarkan pada Pancasila serta memiliki pandangan politiknya sendiri- UUD RI tahun 1945. Penelitian ini secara sendiri. Namun di lain sisi, ditinjau dari lebih rinci akan mengangkat pembahasan realita sosio-kultural di wilayah-wilayah mengenai pemilu pilpres. Di dalam undang- pondok pesantren Nahdlatul Ulama Lasem, undang tertuang pada Nomor 7 Tahun 2017 para santri juga memiliki satu pemahaman pasal 1 tentang Pemilihan Umum Presiden yang mengakar yaitu sendhika dhawuh. dan Wakil Presiden. UU tersebut Istilah ini dimaksudkan bahwa apapun yang menerangkan bahwa pemilu yang dimaksud dikatakan atau diajarkan oleh kiai maka memiliki tujuan untuk memilih presiden dan santri akan tetap mengikuti. Oleh sebab wakil presiden RI. itulah kajian mengenai perilaku pemilih 2. Parisipasi Politik santri di Lasem menjadi menarik untuk Partisipasi politik adalah suatu kegiatan ditelaah lebih jauh. yang dilakukan oleh warga negara yang

Landasan Teori mampu mempengaruhi pengambilan keputusan melalui proses pemilihan umum 1. Pemilu secara langsung maupun tidak langsung. Pemilu merupakan keadaan dimana Bentuk-bentuk partisipasi menurut Gabriel konstituen atau voters menentukan sebuah Almond dibedakan dalam dua bentuk aksi, pilihan politiknya terhadap mereka yang yaitu partisipasi politik konvensional dan akan menduduki suatu jabatan politik partisipasi politik non konvensional. tertentu. Posisi atau kedudukan-kedudukan Penelitian ini lebih fokus pada bentuk Faktor psikologis adalah faktor yang partisipasi politik secara konvensional yaitu lebih menekankan pada pengaruh faktor dengan kegiatan antara lain: pemberian psikologis seseorang dalam menentukan suara; diskusi politik; kegiatan kampanye; perilaku politik, pendekatan psikologi membentuk dan bergabung dengan mengembangkan konsep psikologi. Faktor kelompok kepentingan;k omunikasi psikologis menekankan pada beberapa aspek individual dengan pejabat politik; menjadi sebagai kajian utama yaitu ikatan emosional panitia dalam kegiatan pemilu. pada suatu partai, terhadap kandidat/calon 3. Perilaku Pemilih serta identifikasi terhadap calon/kandidat. Perilaku pemilih adalah sikap/perbuatan c. Faktor Pilihan Rasional seseorang atau sekelompok orang untuk ikut Faktor pilihan rasional atau rational serta secara aktif dalam kehidupan politik choice adalah faktor yang menilai isu-isu yaitu dengan jalan memilih pemimpin dalam politik menjadi pertimbangan penting. Para sebuah unit/wilayah, dalam hal ini memilih pemilih akan menentukan pilihan presiden dan wakil presiden. Adapun dalam berdasarkan penilainnya terhadap visi misi perilaku memilih, terdapat beberapa politik yang diajukan oleh calon, dengan pendekatan atau faktor yang memengaruhi mempertimbangkan perhitungan untung rugi didalamnya, yaitu faktor sosiologis, faktor dalam menentukan pilihan politiknya dan psikologis, dan faktor pilihan rasional. prestasi yang pernah diraih kandidat a. Faktor Sosiologis sebelumnya.

Faktor sosiologis adalah faktor yang Metode menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan Penelitian menggunakan jenis pengelompokan-pengelompokan sosial pendekatan penelitian kuantitatif deskriptif. mempunyai pengaruh yang cukup signifikan Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dalam menentukan perilaku pemilih. menekankan data-data numerikal (angka) Karakteristik sosial seperti pekerjaan, yang diolah dengan metode statistika pendidikan, karakteristik latar belakang (Azwar, 2013). Data yang dikumpulkan sosiologis seperti agama, jenis kelamin dan bersifat deskriptif sehingga bermaksud umur serta kelompok-kelompok etnis yang mencari penjelasan, membuat prediksi, meliputi ras dan daerah asal. maupun taraf deskripsi, yaitu menganalisis b. Faktor Psikologis dan menyajikan fakta secara numerik sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dilaksanakannya pikpres 2019. Hal ini dan disimpulkan. Pengolahan data pada menunjukkan bahwa responden santri NU penelitian deskriptif didasarkan pada analisis Lasem mengetahui waktu pelaksanaan persentase dan analisis kecenderungan pilpres tahun 2019. (Azwar, 2013). Lebih lanjut, Penelitian ini Terdapat temuan lain mengenai dilakukan di wilayah Majelis Wakil Cabang pemahaman responden tentang pilpres 2019 Nahdlatul Ulama (MWCNU) Lasem. yaitu mengenai tujuan diadakannya pilpres Penentuan sampel santri dalam tahun 2019 adalah sebanyak 70 responden penelitian ini dilakukan dengan rumus (72,2%), sangat paham sebanyak 15 Slovin dengan nilai kritis 10%. Sumber data responden (15,5%), ragu-ragu sebanyak 5 diperoleh dari data primer dan sekunder. responden (5,2%) dan kurang paham Data primer diperoleh melalui penyebaran sebanyak 7,2%. Sementara responden yang angket oleh sampel yang ditentukan. tidak paham dengan tujuan diadakannya Sementara data sekunder diperoleh melalui pilpres 2019 nihil atau tidak ada. Dari data dokumentasi beberapa sumber bacaan. Data tersebut, dapat disimpulkan bahwa –data yang diperoleh dioleh lebih lanjut mayoritas responden sudah paham tujuan melalui beberapa tahap yang meliputi pelaksanaan pilpres tahun 2019. editing, coding, dan tabulasi. Pelaksanaan kontestasi pilpres yang

Pembahasan melibatkan pemilih dalam jumlah besar, tentunya membutuhkan panitia pemilihan Pengetahuan santri terhadap Pemilihan yang memadai dan berkompeten guna Presiden (Pilpres) 2019 terbilang cukup menghimpun data pemilih dan ikut tinggi. Mayoritas responden memiliki melaksanakan rekapitulasi suara di hari pengetahuan tentang waktu pelaksanaan pemilihan Pilpres 2019. Dalam pilpres 2019. Sebanyak 71,1% atau 69 penyelenggaraan pemilihan umum, terdapat responden menjawab mengetahui, kemudian beberapa panitia yang menjadi pelaksana disusul dengan sangat mengetahui sebanyak pemilihan umum, antara lain KPU RI, KPU 19,6% atau 19 responden, ragu-ragu Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, sebanyak 3 responden (3,1%), dan kurang KPPS. PPLN, dan KPPSLN. Lebih spesifik mengetahui sebanyak 6 responden (6,2%). dalam yang dimaksud adalah partisipasi Sementara itu tidak ada responden yang santri yang bergabung menjadi kelompok menjawab tidak mengetahui kapan Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) melibatkan santri NU Lasem, diperoleh hasil atau petugas Tempat Pemungutan Suara bahwasannya partisipasi santri dalam pilpres (TPS). mayoritas responden tidak menjadi 2019 tergolong tinggi. Mayoritas santri NU petugas TPS, lebih tepatnya sebanyak 86 Lasem menggunakan hak pilihnya dalam orang (88,7%). Sementara yang menjadi kontestasi pilpres 2019, total sebanyak 84 petugas TPS hanya berjumlah 11 orang atau orang (86,6%) responden menggunakan hak setara dengan 11,3%. Hal ini menunjukkan pilihnya dan hanya 13 orang (13,4%) yang bahwa responden para santri NU Lasem tidak menggunakan hak pilihnya. Alasan memiliki partisipasi politik yang rendah jika responden menggunakan hak pilih meliputi dilihat dalam kegiatan “menjadi petugas karena sadar bahwa memilih merupakan hak TPS”. sebagai warga negara, karena sadar jika Menurut KPU Kabupaten Rembang, jika suara responden penting dalam menentukan angka partisipasi melebihi angka 50%, maka nasib Indonesia kedepan, karena suara dapat disimpulkan bahwa partisipasi pemilih responden penting dalam menentukan tergolong cukup tinggi, dan partisipasi kemenangan kandidat yang didukung, dikatakan tinggi apabila persentasenya karena sudah diberi uang oleh kandidat diatas 70%. Partisipasi politik dalam pilpres capres-cawapres, dan hanya sekedar ikut- 2019 di Kabupaten Rembang tergolong ikutan. Hasil survey yang dilakukan tinggi tingkat partisipasinya. Hal ini menunjukkan bahwa santri NU Lasem dibuktikan dengan data dari KPU Kabupaten mayoritas menggunakan hak pilihnya dalam Rembang. Berdasarkan data yang ada, pilpres 2019 karena sadar bahwa memilih diantara total 493.485 data pemilih yang adalah hak sebagai warga negara. Menurut tersebar di 14 kecamatan di seluruh wilayah Miriam Budiarjo, bahwa hubungan antara Kabupaten Rembang, setidaknya terdapat partisipasi politik dan kesadaran politik 431.460 orang yang menggunakan hak begitu erat, karena semakin sadar bahwa pilihnya atau jika dipersentasekan sebesar seorang pemilih akan diperintah, maka 87,4% dari seluruh masyarakat yang orang tersebut kemudian menuntut hak memiliki hak pilih. Sisanya berjumlah untuk dapat diberikan suara dalam 62.025 atau setara dengan 12,5% yang tidak penyelenggaraan pemerintahan. menggunakan hak pilih dalam pilpres tahun Hasil survey menunjukkan bahwa 2019. Lebih spesifik dalam penelitian yang tingkat kesadaran politik responden adalah tinggi, sebagian besar responden santri NU kegiatan membuat keputusan, yaitu apakah Lasem memiliki kesadaran yang tinggi memilih atau tidak memilih dalam pemilihan terhadap politik terkhusus pilpres 2019, umum (Surbakti, 2010). Perilaku memilih yaitu responden yang memilih menyatakan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bahwa mereka menggunakan hak pilih faktor apa saja yang menjadi pertimbangan karena sadar bahwa memilih adalah hak pemilih dalam menentukan pilihannya. sebagai warga negara adalah sebanyak 68%, Perilaku memilih dalam pemilu merupakan karena sadar jika suaranya penting dalam salah satu bentuk perilaku politik. Secara menentukan nasib Indonesia kedepan teoritis, menurut Denis Kavanagh dalam sebanyak 26%, dan yang menyatakan (Efriza, 2012), perilaku politik dapat diurai menggunakan hak pilih karena suaranya dalam tiga pendekatan utama yakni melalui penting dalam menentukan kemenangan pendekatan sosiologis, psikologis, dan kandidat yang didukung adalah sebanyak pilihan rasional. 2%. Kemudian alasan lain yaitu karena Berdasarkan hasil dari faktor yang sudah diberi uang oleh kandidat capres- terbesar mempengaruhi pemilih dalam cawapres sebanyak 2%, dan yang paling menggunakan hak pilih adalah berdasarkan sedikit adalah memilih karena ikut-ikutan pilihannya sendiri, kemudian disusul faktor dan ikut teman yaitu masing-masing ulama/kiai pesantren. Santri yang mengaku sebanyak 1%. Tingkat partisipasi dan percaya kepada diri sendiri dalam kesadaran politik yang tinggi menunjukan menentukan sebuah pilihan politiknya, bahwa responden santri NU di wilayah tepatnya sebanyak 58 orang (59,8%), Lasem menaruh perhatian terhadap kemudian faktor terbesar kedua adalah dinamika politik di Indonesia, khususnya ulama/kiai pondok pesantren dengan jumlah dalam kontestasi pilpres tahun 2019. 19 orang (19,6%). Hal ini tentu sejalan Definisi memilih adalah suatu aktifitas dengan penjabaran penulis dalam latar dalam menentukan sebuah keputusan, baik belakang yang melhat fenomena politik secara langsung atau tidak langsung. identitas, yaitu hadirnya agama dan tokoh Sedangkan definisi perilaku memilih adalah agamis yang hadir ditengah kehidupan suatu kegiatan berupa keikutsertaan warga perpolitikan. Para santri NU Lasem masih negara dalam kontestasi pemilihan umum, cukup banyak dalam menerapkan prinsip yang didalamnya memuat serangkaian sendhika dhawuh yang bermakna patuh terhadap apapun yang kehidupan seseorang, disaat yang sama diperintahkan/diajarkan oleh kiai yang corak pemikiran dan pemahaman dianutnya. Faktor terbesar ketiga adalah keagamaan seseorang juga akan karena dorongan keluarga sebanyak 17 berimplikasi terhadap kehidupannya. orang (17,5%), kemudian terakhir faktor Dengan demikian, adanya pluralitas agama tetangga, teman, dan rekomendasi internal dan corak pemikiran keagamaan dalam suatu partai politik yang masing-masing berjumlah agama dengan sendirinya dapat membentuk 1 orang (1%), Sementara opsi jawaban perilaku politik seseorang. Hal ini sejalan karena dorongan tim sukses tidak ada dengan hasil survey yang memperlihatkan responden yang menjawab opsi tersebut. bahwa faktor agama menjadi salah satu Pendekatan sosiologis menitik beratkan faktor yang menjadi dasar pertimbangan pada posisi kegiatan memilih dalam konteks responden dalam memilih. sosial. Preferensi politik seorang pemilih Hasil temuan terkait indikator kesamaan dalam pemilihan umum dipengaruhi oleh agama tidak dapat dijadikan acuan untuk latar belakang demografis, sosial-ekonomi, menetapkan perilaku memilih para Santri seperti jenis kelamin (laki-laki atau NU Lasem. Hal ini dikarenakan para perempuan), tempat tinggal, jenis pekerjaan, kontestan Pilpres 2019 memiliki agama yang pendidikan, kelas sosial, pendapatan dan sama, yaitu agama Islam. Faktor agama (Yustiningrum dan Ichwanudin, pertimbangan lain selain agama adalah 2019). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesamaan etnis atau suku. Berdasarkan sebanyak 42 orang (44%) responden temuan penulis, faktor kesamaan etnis atau menjadikan agama menjadi hal yang sangat suku tidak menjadi pertimbangan responden penting dalam menentukan pilihan pilpres dalam menentukan pilihan politiknya. 2019, dan sebanyak 41 orang (42%) Sebanyak 41 responden (42%) mengaku mengaku bahwa agama menjadi hal yang tidak menjadikan faktor kesamaan etnis penting dalam menentukan pilihannya. sebagai pertimbangan dalam menentukan Sementara itu, responden yang memberikan pilihan politiknya. Sementara 32 responden jawaban tidak penting adalah sebanyak 7 (33%) mengaku bahwa alasan kesamaan orang (7%), kurang penting 6 orang (6%), etnis menjadi pertimbangan dalam dan yang menjawab ragu-ragu sebanyak 1 menentukan pilihan politiknya. Sebanyak 12 orang (1%). Pada saat agama memengaruhi responden (13%) responden menjawab kurang menjadi pertimbangan, 9 orang (9%) Sikap psikologis seperti ketertarikan menjawab ragu-ragu, dan sebanyak 3 seseorang dan suka atau tidak suka terhadap responden (3%) menjawab sangat menjadi partai atau kandidat tertentu (dalam hal ini pertimbangan. Responden santri NU Lasem yaitu capres dan cawapres yang seluruhnya berasal dari Suku Jawa, dan berkompetisi dalam kontestasi pilpres tahun mayoritas tidak menjadikan latar belakang 2019), berdampak secara emosional etnis atau suku dari kandidat capres- kemudian memengaruhi perilaku memilih cawapres sebagai pertimbangan dalam seseorang. Terdapat indikator beberapa memilih. Dengan demikian, faktor indikator yang dapat menggambarkan sosiologis tidak menunjukkan peranannya seberapa kuat faktor pendektan psikologis dalam memengaruhi perilaku memilih Santri dalam mempengaruhi pilihan politik NU Lasem. responden diantaranya adalah kedekatan Faktor psikologis menggunakan konsep dengan partai politik tertentu, arahan dari sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan orang tua atau keluarga, serta anjuran dari perilaku pemilih. Pendekatan psikologis kiai/ulama/pengurus pondok pesantren. dalam perilaku memilih berkaitan dengan Berdasarkan hasil temuan, maka identifikasi terhadap suatu partai politik kedekatan dengan partai politik sebanyak yang merupakan hasil sosialisasi politik 2,1% adalah sangat dekat, kemudian 4,1% yang sangat panjang dan sifatnya menetap. responden mengaku dekat dengan partai Identifikasi partai biasanya dipengaruhi oleh politk, sebanyak 55,7% menjawab netral, lingkungan di dalam keluarga seperti diskusi 9,3% kurang dekat, dan sebanyak 28,9% antara anggota keluarga dan pengaruh orang responden mengaku tidak dekat dengan tua terhadap anggota keluarga lainnya. partai politik. Hasil ini menunjukkan bahwa Dengan kata lain, identifikasi pilihan partai responden dalam penelitian ini adalah seseorang diperoleh melalui sosialisasi mayoritas netral dan tergolong tidak dekat politik diantara anggota keluarga. partai politik. Hal ini menunjukkan perilaku Ketertarikan membicarakan isu-isu seputar memilih yang dipengaruhi oleh pendekatan politik dan pemerintahan menjadi faktor psikologis dapat dianalisa dari seberapa yang berpengaruh dalam menentukan tinggi tingkat kedekatan responden dengan pilihan khususnya dalam pemilu salah satu partai politik baik secara (Yustiningrum dan Ichwanudin, 2019). keanggotaan resmi maupun kedekatan secara emosional dengan salah satu partai dan 6% kurang menjadikan pertimbangan. politik. Temuan tersebut juga sama dengan faktor Penelitian menemukan fakta bahwa anjuran dari kiai/ulama/pondok pesantren. faktor keluarga menjadi dasar pertimbangan Mayoritas responden santri NU Lasem pemilih, yaitu santri NU Lasem. Sebagai menjadikan kiai/ulama/pondok pesantren pemilih pemula santri memiliki sebagai faktor pertimbangan dalam kebimbangan memilih yang cukup besar penentuan pilihan politisantri NU Lasem sehingga masih membutuhkan pendidikan mengaku menjadikan faktor arahan dari kiai, politik.Selain pemerintah dan partai politik, ulama, atau pondok pesantren sebagai sosialisasi dari keluarga juga memiliki peran pertimbangan dalam memberikan suara penting karena keluarga adalah tempat politiknya. Angka 55% menunjukkan bahwa sosialisasi pertama bagi setiap orang. Dalam responden menjadikan pertimbangan, dan penelitian ini terdapat dua kecenderungan sebanyak 16% dari seluruh responden responden dalam menentukan pilihannya, mengaku sangat menjadikan faktor arahan yaitu anjuran dari pondok pesantren dan dari kiai, ulama, atau pondok pesantren anjuran dari keluarga. Data yang diperoleh sebagai pertimbangan dalam memilih dari temuan penulis menunjukkan bahwa capres-cawapres tahun 2019. Sementara responden santri NU Lasem tergolong yang tidak dan kurang menjadikan sebagai pemilih yang menjadikan alas an pertimbangan adalah masing-masing faktor keluarga dan faktor arahan dari sebanyak 18% dan 7%. Sisanya menjawab kiai/ulama/pondok pesantren sebagai ragu-ragu yaitu sebanyak 4% responden. pertimbangan dalam menentukan pilihan Hasil diatas sejalan dengan karakteristik politik pilpresnya. Hasil yang ditemuakan warga Nahdliyin yang ada di Kabupaten menyimpulkan bahwa keluarga menjadi Rembang. Warga Nahdlatul Ulama salah satu faktor pertimbangan responden (Nahdliyin) di Kabupaten Rembang dalam memberikan pilihan politiknya, yaitu memegang teguh ajaran Nahdlatul Ulama, sebanyak 46%, kemudian sebanyak 7% yaitu patuh terhadap apapun yang responden sangat menjadikan faktor diperintahkan/diajarkan oleh kiai yang keluarga sebagai alasan dalam memberikan dianutnya. Hal ini juga yang diterapkan oleh pilihan politiknya. Sementara sebanyak 31% para santri yang berhaluan Nahdlatul Ulama mengaku tidak menjadikan pertimbangan, di wilayah MWCNU Lasem. Kesimpulan dari dua faktor diatas yaitu arahan keluarga penulis mengenai perilaku memilih dan arahan dari kiai/ulama/pondok berdasarkan pendekatan pilihan rasional. pesantren, dapat dikategorikan sebagai Penulis mendapati bahwa responden santri faktor alasan responden dalam memilih NU Lasem tergolong sebagai pemilih capres-cawapres. Hal ini berarti responden dengan kategori pemilih rasional. Sebanyak santri NU Lasem tergolong memiliki 85 (87,6%) responden santri NU Lasem kecenderungan memilih berdasarkan mengaku menentukan pilihan politik pendekatan psikologis. pilpresnya berdasarkan visi misi, program, Pendekatan rasional didefinisakan bahwa rekam jejak, dan prestasi dari kandidat perilaku pemilih bukanlah keputusan yang capres cawapres yang menjadi peserta dibuat pada saat menjelang atau ketika pilpres 2019. Para santri mengaku bahwa berada di bilik suara, tetapi sudah ditentukan visi misi dan program dari calon presiden jauh sebelumnya, bahkan jauh sebelum dan wakil presiden menjadi pertimbangan kampanye dimulai. Pendekatan ini dalam memberikan pilihan pada saat pilpres menitikberatkan pada pertimbangan rasional tahun 2019. Sebagian besar responden seperti prinsip, motivasi, pengetahuan, dan menjadikan hal tersebut sebagai menggunakan pilihan politiknya dengan pertimbangan, yaitu sebanyak 63,9%, pertimbangan yang logis. Salah satu faktor kemudian responden yang sangat internal yang memengaruhi sikap perilaku menjadikan pertimbangan sebanyak 23,7% memilih adalah tingkat pendidikan. dan jika dijumlahkan adalah sebanyak Sebagaimna yang dikemukakan Martin 87,6%. Sementara jawaban lain seperti ragu- Lipset, bawasanya semakin tinggi tingkat ragu sebanyak 5,2%, kurang menjadi pendidikan akan menambah informasi pertimbangan sebanyak 4,1% dan tidak seputar opsi yang akan dipilih melalui menjadi pertimbangan sebanyak 1%. pemilihan, pun begitu sebaliknya. Hasil ini menunjukkan bahwa prestasi Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dan rekam jejak dari calon presiden dan mayoritas pemilih telah menempuh tingkat wakil presiden menjadi pertimbangan Pendidikan SMA dan yang sudah lulus responden dalam memberikan pilihan politik sarjana. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pilpres 2019. Sebagian besar responden tingkat pendidikan responden tergolong mengaku menjadikan pertimbangan yaitu tinggi. Hal ini sejalan dengan temuan sebanyak 64,9% dan sangat menjadikan pertimbangan sebanyak 22,7%. Sementara kesamaan agama maupun kesamaan etnis untuk jawaban responden yang paling atau suku. Pada pendekatan sosiologis, sedikit adalah kurang menjadi pertimbangan sebenarnya santri memiliki kecenderungan dan tidak menjadi pertimbangan masing- untuk menggunakan indikator kesamaan masing sebanyak 3,1% dan 4,1%. agama dalam menentukan pilihan politik Lebih lanjut fakta lapangan Pilpres 2019. Namun berhubung kontestan menunjukkan bahwa ada kecenderungan Pilpres 2019 memiliki agama yang sama faktor-faktor rasional yang menjadi yaitu Islam, hal ini yang kemudian tidak pertimbangan responden santri NU Lasem dapat menjadi acuan dalam menentukan dalam menggunakan hak pilihnya dalam perilaku memilih Santri NU Lasem. kontestasi pilpres 2019. Responden memilih Kemudian dalam temuan penulis terhadap mempertimbangkan pilihannya karena faktor perilaku memilih Santri NU Lasem visi-misi dan program yang diusung masing- berdasarkan faktor psikologis, menunjukkan masing kandidat serta faktor kinerja tidak adanya identifikasi partai politik dari kandidat selama berkecimpung di dunia diri responden, artinya bahwa dari politik selama ini. responden yang menggunakan hak pilih, Mengacu pada teori perilaku memilih faktor partai politik yang mengusung kedua yang telah dijelaskan dalam pembahasan kandidat tidak dilirik oleh para santri NU sebelumnya, bahwa ada tiga faktor yang Lasem. Selain itu, tidak ditemukan adanya memengaruhi pilihan politik pemilih yaitu kedekatan antara partai politik dengan faktor sosiologis, faktor psikologis, dan responden, akan tetapi ada kecenderungan faktor pilihan rasional. Seluruhnya memiliki responden tertarik dengan partai politik tingkat kecenderungan yang berbeda-beda, tertentu, terutama partai politik yang artinya bahwa setiap pemilih memiliki berbasis agamis (Islam), seperti Partai kecenderungan dari faktor-faktor tersebut. Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Hanya saja ada satu faktor yang paling Kebangkitan Bangsa (PKB). Keduanya mendominasi perilaku memilih santri NU menduduki urutan teratas partai politik yang Lasem. disukai oleh Santri NU Lasem. Tidak cukup Hasil temuan menunjukkan tidak adanya berbicara mengenai identifikasi partai, faktor faktor sosiologis yang memengaruhi psikologis juga merupakan hasil dari perilaku memilih santri, baik dari indikator sosialisasi politik dimana identifikasi sosial yang kemudian menarik dan menyebabkan Berdasarkan hasil penelitian penulis, keterpihakan terhadap salah satu kandidat diperoleh beberapa temuan penelitian yang peserta Pilpres 2019. Ketika faktor kemudian dijadikan sebagai kesimpulan dari identifikasi partai politik tidak penelitian ini, yaitu sebagai berikut: menggambarkan perilaku memilih santri NU 1. Tingkat partisipasi politik santri NU Lasem dalam faktor psikologis, ada satu Lasem tergolong masih rendah. faktor yang cukup memengaruhi perilaku Berdasarkan hasil penelitian pada bab memilih santri NU Lasem yaitu arahan dari pembahasan, menjelaskan bahwa keluarga dan dari kiai/ulama/pondok sebagian besar santri NU Lasem kurang pesantren. Keputusan pemilih karena berpartisipasi aktif dalam kegiatan anjuran keluarga dan pondok pesantren politik khususnya pilpres 2019. Dari merupakan hasil dari sosilisasi yang beberapa bentuk partisipasi politik kemudian membentuk persepsi mereka secara konvensional, bentuk partisipasi untuk menentukan pilihannya. yang paling banyak dilakukan santri NU Berdasarkan pembahasan pada subbab Lasem adalah penggunaan hak pilih atau sebelumnya, memperlihatkan bahwa faktor memberikan suara kepada salah satu sosiologis dan faktor psikologis tidak begitu pasangan calon dalam pilpres 2019. memengaruhi responden. Sementara itu, Hasil survey menunjukkan bahwa faktor pilihan rasional justru menunjukkan sebanyak 84 orang (86,6%) responden bahwa ada kecenderungan responden yang menggunakan hak pilihnya dan hanya 13 menjatuhkan pilihannya karena faktor orang (13,4%) yang tidak menggunakan rasional, yaitu visi, misi, program, kinerja hak pilihnya dalam pilpres 2019. paslon dan rekam jejak paslon. Hal tersebut Sedangkan bentuk partisipasi politik dapat dilihat pada gambar 3.22 dan gambar yang jarang dilakukan oleh santri NU 3.23. Dari ketiga faktor sosiologis, Lasem adalah partisipasi menjadi psikologis, dan pilihan rasional, petugas Tempat Pemungutan Suara atau menunjukkan bahwa perilaku memilih santri petugas TPS pada pilpres 2019. Jumlah NU Lasem lebih cenderung dominan pada santri NU Lasem yang menjadi bagian pendekatan pilihan rasional. dari petugas TPS hanya sebanyak 11 Kesimpulan orang (11%) dari total 97 responden santri NU Lasem. 2. Angka golongan putih (golput) tepatnya sebanyak 53%. Sementara itu, dikalangan santri NU Lasem pada faktor arahan dari keluarga dan kontestasi pilpres 2019 terhitung rendah, kiai/ulama/pondok pesantren menjadi tepatnya hanya berjumlah 13 orang atau pertimbangan responden dalam setara dengan 13,4% dari total 97 memberikan pilihan politik responden. responden santri NU Lasem. T emuan Jumlah responden yang menjadikan penulis menunjukkan bahwa alasan faktor keluarga sebagai acuan dalam terbesar santri NU Lasem tidak dapat memilih adalah sebanyak 53% dan memberikan hak suara dalam kontestasi sebanyak 71% responden menjadikan tersebut adalah karena persoalan teknis, kiai/ulama/pondok pesantren sebagai yaitu ketika hari pelaksanaan pilpres pertimbangan dalam memberikan politik 2019 santri tidak pulang ke kampung pilpres tahun 2019. halaman. Berdasarkan hasil penelitian 4. Perilaku memilih santri NU Lasem tersebut, penulis menyimpulkan bahwa tergolong sebagai pemilih rasional, tingkat kesadaran politik yang dimiliki karena responden memberikan pilihan santri tergolong tinggi. politiknya atas dasar 3. Perilaku memilih jika dilihat dari penilaian/pertimbangan tertentu. pendekatan sosiologis, memperlihatkan Tepatnya sebanyak 87,6% responden bahwa faktor agama termasuk salah satu santri NU Lasem mengaku menentukan faktor yang menjadi dasar pertimbangan pilihan politik pilpresnya berdasarkan responden dalam memilih, jumlahnya visi misi, program, rekam jejak, dan adalah sebanyak 86%. Namun, hal prestasi dari kandidat yang menjadi tersebut berbanding terbalik dengan peserta pilpres 2019, yangmana dari faktor kesamaan etnis/suku, karena seluruh faktor tersebut termasuk kategori sebanyak 55% responden mangaku tidak pemilih rasional (rational choice).

menjadikan kesamaan etnis/suku dalam Daftar Pustaka memberikan pilihan politik responden. Anam, Choirul. (1999). Pertumbuhan dan Kemudian jika dilihat dari pendekatan Perkembangan Nahdlatul Ulama. psikologis, identifikasi partai politik Surabaya: Bisma Satu Printing. tidak menjadi pertimbangan responden dalam memberikan pilihan politik, Azwar. (2013). Metode Penelitian dan Syafiie, Inu Kencana, dan Azhari. (2002). Pengukuran Skala. Jakarta: Rineka Sistem Politik Indonesia. Bandung: Cipta. Refika Aditama.

Budiardjo, Miriam. (2008). Dasar-Dasar

Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Efriza. (2012). Political Explore: Sebuah Kajian Ilmu Politik. Bandung: Alfabeta.

Jati, Wasisto Raharjo. (2012). Ulama dan Pesantren dalam Dinamika Politik dan Kultur Nahdlatul Ulama, dalam Jurnal Studi Islam Ulul Albab Vol.13 No.1. Jurnal. Universitas Gadjah Mada

Setiajid, dalam penelitiannya yang dikutip oleh RR. Emilia Yustiningrum dan Wawan Ichwanuddin. (2015). Partisipasi Politik dan Perilaku Memilih pada Pemilu 2014, dalam Jurnal Penelitian Politik. Vol. 12 No. 1. Jurnal. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Sugiyono. (2009). Statistik Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Surbakti, Ramlan. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.