BANTEN dalam RAGAM PERSPEKTIF Bunga Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72 1. Barangsiapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagai dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000, 00 (lima ratus juta rupiah).

ii

Prof. Dr. Lili Romli M.Si. dkk

BANTEN dalam RAGAM PERSPEKTIF Bunga Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten

Editor : Achmad Rozi El Eroy

iii

BANTEN DALAM RAGAM PERSPEKTIF (Bunga Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten) @Copyright, ICMI Orwil Banten, 2020

ISBN: 978-623-7908-12-8

Penulis Prof. Dr. Lili Romli, M.Si. dkk

Editor Cover Achmad Rozi El Eroy Aan Anshori

Diterbitkan oleh: ICMI ORWIL BANTEN

Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang memperbanyak dan menyebarluaskan isi buku ini, baik secara sebagian maupun keseluruhan tanpa izin tertulis dari penerbit. All Right Reserved

Cetakan pertama, Mei 2020

Isi diluar tanggungjawab Penerbit

iv

Catatan Editor

PERSPEKTIF CENDEKIAWAN DALAM MEMAHAMI BANTEN

Oleh: Achmad Rozi El Eroy Ketua Departemen Pendidikan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia ICMI Orwil Banten

pa yang terpikirkan dalam benak Anda, ketika sekumpulan cendekiawan menumpahkan gagasan dan A pemikirannya dalam sebuah buku? Apakah mereka akan anarkis dan desdruktif? Atau mereka akan konstruktif dan solutif? Menjawab pertanyaan diatas, terlebih dahulu kita harus mengeksplorasi dan memahami apa sesungguhnya fungsi dari seorang cendekiawan? Dalam pandangan Antonio Gramsci (1891- 1937), istilah intelektual tidak hanya merujuk pada golongan masyarakat yang berada dalam lingkungan akademis. Tentu saja peneliti, pelajar, dan pekerja seni termasuk dalam golongan intelektual, yang disebutnya sebagai “organizer of culture”, namun pada saat yang sama, orang-orang yang bersifat fungsioner juga masuk dalam golongan intelektual. Masyarakat fungsioner yang dimaksud Gramsci adalah mereka yang bekerja di tingkat birokrasi, politisi, dan manajer industri. Golongan intelektual dibagi menjadi dua, yakni intelektual tradisional dan intelektual organik, yang ditempatkan pada dimensi horizontal dalam masyarakat.

v

Golongan intelektual organik tersebut, menurut Gramsci, memiliki peran untuk ‘berbicara’ dengan kelas pekerja untuk menumbuhkan kesadaran kelas dan memantik semangat pergerakan revolusioner. Hal tersebut akan lebih mudah dilakukan oleh intelektual organik daripada golongan intelektual di posisi vertikal karena mereka merupakan bagian dari masyarakat sipil yang tidak memiliki kepentingan kuasa atau politis. Gramsci yang dikenal sebagai seorang intelektual Marxis yang banyak memberi landasan pada perkembangan studi-studi Marxisme di bidang sosial dan budaya. Dalam banyak catatan penjaranya ia memberikan banyak ilham bagi para penulis untuk membaca fenomena-fenomena social. Bagi Gramsci, Intelektual organik, adalah intelektual yang dengan sadar dan mampu menghubungkan teori dan realitas sosial yang ada. Ia bergabung dengan kelompok-kelompok revolusioner untuk mendukung dan mengonter hegemoni pada sebuah transformasi yang direncanakan dalam mewujudkan masyarakat sosialis. Pendasaran yang paling progresif dari Antonio Gramsci adalah bahwa orang yang memiliki kesadaran intelektual organik adalah mereka yang mampu menjadi seorang organisator dalam perubahan atau penyadaran. Mereka ada untuk membangun kesadaran bahwa selama ini masyarakat sekitarnya telah terhegemoni dan tertindas. *** Berbeda dengan Gramsci, Edwar W Said mencela kaum cendekia yang suka bersolek dan memilih diam demi kehati-hatian atau malah takut jabatannya akan tercopot demi sebuah tujuan menyatakan kebenaran dan mendukung kebenaran. Seorang cendekiawan, baik itu kalangan mahasiswa, politisi, dosen, bangsawan, atau apa pun namanya itu, menurut Edwar Said,

vi tidaklah ia bebas nilai atau netral. Sebaiknya seorang intelektual harus berpihak, yaitu kepada kelompok atau kaum lemah yang tertindas. Ia mengingatkan kita bahwa apabila kaum intelektual mengambil posisi kritis terhadap suatu otoritas, maka intelektual itu akan menjadi kaum pinggiran kalau dilihat dari pemilikan, kuasa, dan kehormatan. Sebab, ia oposisi terhadap kezaliman Edwar W Said lebih tegas mengatakan, “Intelektual adalah individu dengan pekerjaan menyampaikan secara nyeni. Apakah itu berbicara, menulis, mengajar, atau muncul di televisi. Dan pekerjaan itu penting pada tataran bahwa ia diakui publik dan mencakup sekaligus komitmen dan risiko keberanian dan kerawanan.” Lebih lanjut ia mengatakan bahwa seorang intelektual adalah "pencipta sebuah bahasa yang mengatakan yang benar kepada yang berkuasa." Seorang intelektual mengatakan yang dianggapnya benar, entah sesuai atau tidak dengan pikiran-pikiran pihak penguasa. Karena itu ia lebih cenderung ke oposisi daripada ke akomodasi. Dosa paling besar seorang intelektual adalah apabila ia tahu apa yang seharusnya dikatakan tetapi menghindari mengatakannya. Ia hendaknya jangan sekali-kali mau mengabdi kepada mereka yang berkuasa. Hidup seorang intelektual, menurut Said, pada hakikatnya adalah mengenai pengetahuan dan kebebasan. Pertanyaan dasar yang diajukannya adalah: "Bagaimana orang mengatakan kebenaran? Kebenaran apa? Bagi siapa dan di mana?" Intelektual tidak dapat menjadi milik siapa-siapa. Karena itu ia sering dianggap berbahaya. la boleh solider dengan kelompoknya, tetapi selalu dengan kritis. la, karena itu, mudah dicurigai, dicap tidak loyal. la pada hakikatnya berjuang sendirian. Berhadapan dengan khalayaknya ia pertama-tama tidak mampu membuat mereka puas,

vii melainkan menantang mereka. Karena terlibat dengan kebenaran, ia justru tidak dapat menjual diri pada pihak mana pun. la harus menantang "ajaran ortodoks dan dogma", baik yang religius maupun yang politik. la harus berpihak pada kebenaran dan keadilan. Dan itu berarti, di antara orang ia tidak berpihak. “Kalau Anda mau membela keadilan manusiawi dasar, Anda harus melakukannya bagi siapa saja, bukan hanya secara selektif bagi mereka yang didukung oleh orang-orang di pihak Anda, di budaya Anda, di bangsa Anda.", begitu Edward W Said menegaskan. *** Buku yang ada ditangan pembaca ini, kalau kita merujuk pada pernyataan Edward W Said atau Antonio Gramsci, setidaknya menjadi sebuah instrument strategis dalam menjalankan peran sebagai seorang Intelektual. Terlebih buku ini ditulis oleh sekumpulan orang yang berada dalam sebuah wadah kecendekiawanan. Bagi seorang Intelektual, menyampaikan kebenaran dan kritik terhadap lingkungannya merupakan sebuah kewajiban yang tidak bias ditawar-tawar lagi, karena hal tersebut menjadi sebuah tugas dan peran yang memang harus dijalankan oleh seorang intelektual. Beragam isu dan topik yang diangkat dalam buku ini merupakan refleksi kritis intelektual Banten yang tergabung di ICMI Orwil Banten. Dalam buku ini telah dengan cerdas para penulis memotret dan mengangkat berbagai permasalahan yang terjadi, baik dalam konteks structural maupun kultural. Dan ini menjadi sebuah pemantik bagi diskusi yang sehat ditengah-tengah kelangkaan forum diskusi antar intelektual. Buku ini, secara khusus kalau kita bedah secara anatomi, isinya lebih banyak mengangkat persoalan ekonomi, sosial,

viii budaya, dan pendidikan. Kalau kita mau jujur, Isu-isu tersebut memang menjadi isu yang seksi untuk didiskusikan dan diangkat kepermukaan sehingga merangsang terjadinya dialektika yang sehat ditengah-tengah masyarakat. Misalnya, tentang Isu yang menghangat akhir-akhir ini, yaitu tentang Bank Banten. Ada dua penulis yang secara khusus membedah persoalan yang terjadi di Bank Banten, dan secara umum kedua penulis memiliki perspektif yang hampir sama yaitu mempertanyakan komitmen Pemerintah Daerah terkait penyelesaian Bank Banten. Dalam konteks kesejarahan Banten, secara apik telah di potret oleh Fadhulullah dan Mufti Ali melalui tulisan yang sangat renyah untuk dibaca, membawa kita pada suasana kebatinan yang kuat dengan masa lalu Banten dan pergerakan tokoh Banten saat itu. Begitu juga dalam konteks Pendidikan, terhitung ada lima penulis yang secara serius membedah persoalan kependidikan melalui perspektif yang beragam. Dan isu-isu lainnya yang sangat kental dengan semangat keBantenan juga tidak luput dalam bidikan penulis untuk diangkat, yaitu tentang isu Banten dan Kemaritiman, yang ditulis oleh Agung Sudrajat dan Tubagus Najib. Kemudian tulisan tentang Kepemimpinan Banten, Dari sekian penulis yang berkontribusi dalam buku ini, apresiasi tinggi patut diberikan kepada penulis-penulis muda yang dengan gaya “santuy” nya mengupas beberapa isu secara natural. Sebut saja, Syamsul Hidayat, Atih Ardiansyah, Tri Ilma Septiana, Nurdin Sibaweh dan Muhammad Fikri. Dengan latarbelakang keilmuan dan pengalaman yang dimiliki, menambah warna dan menjadi kekuatan buku ini untuk dilahap. Dan buku ini ditutup dengan sebuah tulisan yang “menampar” bagi kita semua, manakala Atih Ardiansyah dengan lugasnya menyentil tentang komitmen kita terhadap Kampung dan Dosa Kaum Cendekia.

ix

Beberapa artikel lainnya juga tidak kalah menarik untuk dibaca dan di cermati, seperti Artikel tentang Kiyai, Jawara dan Modal Sosial, Stigma SDM Banten, Kebebasan Berekspresi yang ditulis berdasarkan pengalaman penulisnya, dan lain sebagainya. Dengan uraian singkat terkait isi buku ini, tentu kita dapat gambaran bagaimana menjawab pertanyaan pembuka di catatan editor ini. Apakah para cendekiawan yang menumpahkan gagasan dan idenya akan anarkis dan destruktif? Atau Konstruktif dan Solutif? Silahkan Anda simpulkan sendiri, dengan membaca secara utuh buku yang diberi judul: Banten dalam Ragam Perspektif: Bunga Rampai pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten Akhirnya, dengan segala hormat saya mengucapkan selamat kepada para Intelektual/Cendekiawan Banten yang tergabung di ICMI Orwil Banten yang masih merawat nalar intelektualnya secara obyektif dalam memotret dan mengangkat isu-isu aktual yang berkembang di masyarakat. Semoga dengan hadirnya buku ini menjadi pemantik semangat untuk terus mengaktualisasikan fungsi dan perannya sebagai Intelektual. [*]

x

Tentang Editor

Achmad Rozi El Eroy, Lahir di 17 Mei, menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di , (1992-2001). Saat ini tercatat sebagai Dosen Tetap di Universitas Primagraha Serang. Sejak Tahun 2018 diberi kepercayaan sebagai Ketua Ikatan Dosen Republik (IDRI) Provinsi Banten. Selain itu diberi amanah juga sebagai Ketua Departemen Pendidikan dan Pengembangan SDM ICMI Orwil Banten. Disamping sebagai Dosen, mantan Aktifis HMI Cabang Yogyakarta ini merupakan Founder dan CEO PT. Desanta Muliavisitama, sebuah perusahaan jasa yang bergerak dalam Penyediaan Jasa Training, Publishing, Riset, Workshop, Seminar dan lain sebagainya. Penulis telah menerbitkan puluhan buku yang diterbitkan dan aktif menulis di Jurnal Ilmiah Nasional dan Bereputasi Internasional. Moto Hidup: “Sebersih-bersih Tauhid, Setinggi-tinggi Ilmu dan Sepandai-pandai Siasat” Penulis Aktif memberikan Training dan menjadi Narasumber dalam berbagai event lokal maupun regional. Dan saat ini adalah pemegang Sertifikasi Penulis Non Fiksi dan Editor Profesional dari BNSP tahun 2019, dan penulis dapat dihubungi melalui WhatsApp: +6288218407762, Email: [email protected]

xi

xii

Kata Pengantar

POTENSI MEMBANGUN BANTEN

Oleh: Lili Romli Ketua Umum ICMI Orwil Banten

anten sebagai sebuah Provinsi mengalami perjalanan yang panjang. Semula ia merupakan sebuah daerah bagian dari B kerajaan Pakuan Pajajaran. Lalu saat masuk ke wilayah Banten, ia menjadi sebuah daerah otonom dengan membentuk kerajaan Islam Banten di bawah kepemimpinan Sultan Maulana Hasanuddin. Pada periode Kesultanan (1552-1809), Banten merupakan daerah otonom. Sejalan dengan dihapuskannya kesultanan Banten oleh Belanda, maka status sebagai daerah otonom pun dihilangkan (pada tahun 1817). Sebagai gantinya, Banten diberi status sebagai wilayah Keresidenan. Pada periode Kemerdekaan R.I, status Keresidenan tetap dipertahankan sampai dengan tahun 1973. Dengan mulai diberlakukannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, Banten terus dikondisikan di bawah Provinsi Jawa Barat. Alih-alih kondisi ini menyebabkan Banten menunai banyak “ketidakberuntungan”, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun dalam bidang sosial- budaya. Dalam rangka itu lalu masyarakat Banten berjuang untuk membentuk daerah otononom, ke luar dari Provinsi Jawa Barat.

xiii

Perjuangan membentuk Provinsi sendiri sesungguhnya sudah dimulai sejak 1946 oleh KH. Achmad Chatib, Residen Banten,yang difromalkan dengan Pembentukan Panitian Pendirian Provinsi Banten tahun 1963. Lalu pada tahun 1953 juga hal yang sama dilakukan, namun perjuangan itu mengalami kegagalan. Pada awal Orde Baru, perjuangan pembentukan Provinsi digalakkan sampai dengan tahun 1970, tetapi lagi-lagi belum membuahkan hasil. Rezim Orde Baru tidak menyetujui Banten sebagai daerah yang terpisah dari Jawa Barat, dan Jawa Barat sendiri tampaknya enggan jugamelepas Banten sebagai Provinsi. Momentun perjuangan menjadi daerah otonom muncul awal reformasi setelah jatuhnya rezim Orde Baru. Melalui Badan Koordinasi Pembentukan Provinsi Banten (Bakor-PBB) yang diketuai oleh Tb.H.Tryana Sjam'un bersama elemen masyarakat dan para tokoh Banten yang bersatu padu memperjuangkan pembentukan Provinsi Banten. Alhamdulillah perjuangan tersebut membuahkan hasil. Pada tanggal 4 Oktober 2000, DPR-RI menetapkan Undang- Undang Pembentukan Provinsi Banten, yaitu UU No. 23 Tahun 2000. Kini setelah Banten menjadi Provinsi, kemiskinan, ketertinggalan dan keterbelakangan, baik dalam bidang pembangunan manusia maupun pembangunan fisik, yang menjadi raison d'être, sebagai alas an utama terbentuknya Provinsi sehingga perlu memisahkan diri dari Jawa Barat, harus maju dan sejahtera. Ada banyak peluang dan potensi yang dimiliki oleh Banten, baik berupa sumberdaya manusia (SDM) maupun sumberdaya alam (SDA). SDM Banten, baik yang ada di luar maupun di dalam merupakan asset penting yang dapat memberikan tenaga dan pemikiran bagi kemajuan Banten. Begitu juga dengan para kiai dan

xiv jawara, yang sudah terbukti dalam sejarah menorehkan peran signifikan. Problemnya kerap kita terjebak dalam perbedaan dan konflik serta kurangnya trust di antara elemen masyarakat Banten. Alih-alih sepertinya antara yang satu dengan yang lain saling menegasikan. Kondisi geografis dimana Banten selalu digambarkan sebagai sebuahwilayah yang mempesona, yang bergelimang anugerah Tuhan. Karena itu, siapa pun memandang Banten dalam segala aspeknya, akan menilai bahwa sudah selayaknya Banten menjadi salah satu kawasan yang paling makmur di Indonesia. Ini bukan tanpa preseden, sebab sejarah telah membuktikan Banten pernah mengalami zaman keemasan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Bila kita lihat potensi pertanian yang dimiliki Banten cukup besar. Menurut data BPS tahun 2018, luas lahan sawah di Provinsi Banten sebesar 196.285 hektar, dimana 94,93% diantaranya terletak di 4 kabupaten yaitu Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang. Kabupaten Pandeglang merupakan wilayah yang memiliki luas lahan sawah terbesar yaitu mencapai 54.768 hektar (27,90%), Kabupaten Lebak sebesar 47.753 hektar (24,33%), Kabupaten Serang sebesar 47.574 hektar (24,23%,) dan Kabupaten Tangerang sebesar 36.231 hektar (18,46%). Namun sayang, hasil pertanian belum berhasil mensejahterakan para petani, selain sebagian mereka hanya sebagai petani penggarap, juga kerap gagal panen karena hama atau kekeringan atau harga jatuh (murah) saat panenraya. Oleh karena itu terobosan Gubernur Banten WahidinHalim, yang membentuk BUMD Agro industri perlu didukung bersama. Seperti yang dikatakan oleh Gubernur bahwa BUMD ini untuk menjawabt

xv antangan yang berkaitan langsung dengan produk hasil pertanian, distribusi, penyediaan barang dan jaminan kebutuhan pokok. Terkait dengan keunggulan kewilayahan, maka tidak ada Provinsi di Indonesia yang memiliki dua objek vital perhubungan, yakni terminal Pelabuhan Merak dan Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Setidaknya hubungan lokal, nasional dan internasional dalam segala aspek, bertumpu pada pelabuhan dan bandara yang berada di Provinsi Banten. Tetapi, apakah dengan kedua sarana tersebut hanya sekedar akses atau ada nilai lebih yang bias dimanfaatkan oleh Provinsi Banten? Begitu juga dengan aspek ekonomi, terdapat kawasan industry kimia, mineral, sandang, otomotif, perdagangan, kuliner dan jasa yang tumbuh dan berkembang di Provinsi Banten. Menurut data BPS tahun 2017, jumlah industri di Banten sebanyak 1.862 perusahaan. Namun demikian apakah keberadaan aneka industry hanya mensejahterakan penanam modal dan menempatkan masyarakat local sebagai buruh tanpa ada proses transfer knowledge, sehingga dampak pembangunan baru pada pertumbuhan belum pada peningkatan kesejahteraan. Alih-alih tingkat pengangguran di Banten berada pada urutan nomor wahid. Data BPS pada Februari 2020, tingkat pengangguran terbuka di Banten sebanyak 8,01%. Dalam aspek pariwisata, Banten seharusnya paling mampu menyaingi , dimana wilayahnya dikelilingi pantai mulai dari utara hingga selatan, dari Anyer hingga Sawarna. Bahkan Banten menjadi objek pembangunan kawasan pariwisata internasional melalui Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung. Segala potensi yang ada merupakan berkah tersendiri bagi Banten. Masih banyak potensi-potensi lain yang dimiliki Banten.

xvi

Kita mengakui dan memberikan apresiasi kepada Pemeritah Daerah, yang sudah banyak melakukan akselerasi pembangunan disegala aspek, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan, pendidikan, dan kesehatan dengan memberikan sekolah gratis dan pembiayaan kesehatan gratis. Namun demikian masih banyak juga “bolong-bolong” yang masih perlu diperbaiki secara signifikan, seperti tingkat pengangguran yang masih tinggi tingkat kesenjanganantara Utara dan Selatan, seperti terlihat dengan tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) pada 2017 yang masih rendah, seperti di Kabupaten Lebak (62,95), Kabupaten Pandeglang (63,82), dan Kabupaten Serang (65,6). Terakhir potensi Anggaran Pendapatan dan Pembangunan Daerah (APBD). Bila dibandingkan dengan Provinsi-Provinsi baru lainnya, APBD Banten sebagai sebagai Provinsi baru memiliki APBD yang relative besar. Untuk tahun anggaran 2019, misalnya, APBD Banten sebesar 12,139 triliun lebih. Jika ditambah atau digabung dengan APBD Kabupaten/Kota se Banten maka dananya bias mencapai sekitar 16 triliun lebih. Dengan jumlah dana sebesar itu, saya kira akan leluasa bagi Pemda dalam melaksanakan akselerasi program pembangunan di Banten sehingga menjadi daerah yang maju seperti daerah-daerah lain. Dengan catatan: anggaran tersebut tidak “bocor” (baca: dikorupsi) dan program pembangunannya tepat sasaran. Dalam konteks itu, tulisan yang disajikan teman-teman Pengurus Ikatan Cendekiawan Islam se-Indonesia (ICMI) Orwil Banten, mencoba menggambarkan dan menjelaskan seraya melakukan kritik terhadap berbagai kondisi “pekerjaan rumah” yang mesti dilakukan bersama dalam membangun Banten, bukan hanya oleh Pemerintah Daerah (Pemda) tetapi juga segenap elemen dan unsur masyarakat, termasuk kalangan Civil Society, Perguruan

xvii

Tinggi, dan segenap Organisasi keagmaan, organisasi kemasyarakatan, dan para alim- serta Jawara. Tulisan-tulisan yang tersaji dalam kumpulan artikel ini terdiri atas ragam pendapat, mulai dari sejarah masa lalu Banten, pendidikan, sosial budaya, ekonomi dan maritim, termasuk gugatan terhadap peran intelektual dalam masyarakat. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terimakasih kepada teman-teman pengurus ICMI Orwil Banten, yang sudah meluangkan waktu untuk menulis. Terimakasih juga kepada Saudara Achmad Rozi El Eroy, yang sudah memprakarsai penulisan bunga rampai, sekaligus menjadi editor buku ini dengan judul: “BANTEN DALAM RAGAM PERSPEKTIF: Bunga Rampai Pemikiran Kritis ICMI Orwil Banten”. Semoga bunga rampai ini dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pembangunan Banten kedepan yang lebih baik.

Serang, Mei 2020

Ketua ICMI Orwil Banten

Lili Romli

xviii

Daftar Isi

Catatan Editor ...... v Kata Pengantar ...... xiii Daftar Isi ...... xix JEJAK ISLAM DI TANAH SUROSOWAN ...... 1 Oleh: Fadlullah KAWASAN SITUS KESULTANAN BANTEN: RUH HARI JADI PROVINSI BANTEN ...... 23 Oleh: Tubagus Najib OTORITAS KEAGAMAAN ISLAM DI BANTEN HINGGA ABAD KE-19 ...... 29 Oleh: Rohman KH. TB. A. SOCHARI CHATIB (1920-2003): TOKOH PENDIRI PROVINSI BANTEN 1963-1967 ...... 41 Oleh: Mufti Ali MENILIK SEJARAH, MEMBANGUN JALAN INTELEKTUALISME ISLAM BANTEN KEKINIAN ...... 49 Oleh: Nurdin Sibaweh BANTEN DAN TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ...... 61

xix

Oleh: Hj. Ade Muslimat MENALAR TUJUAN PENDIDIKAN DI BANTEN: CATATAN KECIL PENGAJAR ...... 69 Oleh: Dewi Surani REKONTRUKSI POLA PENDIDIKAN DI BANTEN: SEBUAH SOLUSI ...... 81 Oleh: Endang Yusro TRADISIONAL VS PESANTREN MODERN DI BANTEN: SEBUAH TELAAH PEMIKIRAN DARI ...... 95 Oleh: Syamsul Hidayat JALAN SIMULTAN PENDIDIKAN HUMANIS DAN ERA 4.0 ...... 107 Oleh: Moh. Fikri Tanzil Mutaqin MENYEMAI ARAH PENDIDIKAN DI ERA DISRUPTION REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ...... 119 Oleh: Komaruzaman MENGGAIRAHKAN KEHIDUPAN KAMPUS MENGGAPAI PELUANG BISNIS DALAM ARENA KREATIFITAS SENI BUDAYA ...... 127 Oleh: H. Achmad Rifai

xx

MENYIAPKAN MASYARAKAT BANTEN DENGAN KECAKAPAN ABAD XXI DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ...... 139 Oleh: Tri Ilma Septiana BANTEN DITENGAH KEMISKINAN DAN MENGGURITANYA PRAKTIK KKN ...... 149 Oleh: Denok Sunarsi MEWUJUDKAN BANTEN SEBAGAI PROVINSI MARITIM ...... 161 Oleh: Agung Sudrajad BUDAYA MARITIM YANG TERPINGGIRKAN DI BANTEN ...... 177 Oleh: Tubagus Najib MUTIARA KEHIDUPAN YANG TERSEMBUNYI DARI GUNUNG KENDENG ...... 183 Oleh: Encep Supriatna , JAWARA DAN MODAL SOSIAL ...... 191 Oleh: Lili Romli INKUBATOR BISNIS DAN WIRAUSAHA; STRATEGI PERCEPATAN EKONOMI DESA DAN KOTA ...... 201 Oleh: Bobby Hidayat STIGMA SDM BANTEN ...... 215

xxi

Oleh: Liza Mumtazah Damarwulan ...... 215 PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH TERHADAP PENGEMBANGAN LOCAL GENIUS DI PROVINSI BANTEN ...... 225 Oleh: H. Dedi Mulyadi QUO VADIS BANK BANTEN: TOO LITTLE TOO LATE ...... 237 Oleh: Rizqullah Thohuri BANK BANTEN RIWAYATMU KINI: #Duh Aing ...... 247 Oleh: Khatib Mansur MEWUJUDKAN PRODUK UNGGULAN SEBAGAI PENUNJANG SEKTOR PARIWISATA DAN PELUANG LAPANGAN KERJA : OPTIMASI PETERNAK LEBAH DI BANTEN ...... 279 Oleh: Eka Sari KITAB SUCI BUKAN (HANYA) SOLUSI ...... 293 Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq ...... 293 KETAHANAN PANGAN DAN EKONOMI RAKYAT DI MASA PANDEMI COVID-19 ...... 299 Oleh: Iis Solihat KEBEBASAN BEREKSPRESI ANTARA HAK ASASI DAN INTIMIDASI...... 303 Oleh: Milla Fadhlia

xxii

DEMOKRASI KITA DITENGAH PANDEMI COVID-19 ...... 313 Oleh : Odih Hasan KAMPUNG DAN DOSA KAUM CENDEKIA ...... 321 Oleh: Atih Ardiansyah

xxiii

JEJAK ISLAM DI TANAH SUROSOWAN

Oleh: Fadlullah Sekretaris Jendral FSPP Provinsi Banten

Sejarah Umum. Kerajaan Islam Banten dikenal negara maritim terbesar di menggantikan kedudukan Kerajaan Islam Malaka yang dikuasai oleh Portugis pada tahun 1511. Dalam posisi itu, Banten memiliki warisan sejarah dan budaya yang sangat kaya. Pesisir Banten menjadi tempat singgah berbagai suku bangsa di Nusantara, antara lain sunda, jawa, melayu, dan bugis. Banten dengan kultur yang kosmopolit itu terlahir dan dibesarkan dalam tradisi nelayan dan pelaut ulung. Terbiasa melakukan pelayaran, mengarungi samudera, bersahabat dengan ombak dan badai, menghadapi risiko dan ketidakpastian untuk kepentingan mencari ikan dan mutiara, berniaga dan menyebarkan ilmu pengetahuan. Kita mewaris budaya yang kuat sebagai bangsa pelaut yang bekerja dalam suatu tim dalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, tantangan, dan rintangan, baik yang berasal dari fenomena alam maupun kejahatan manusia, seperti perompak dan bajak laut.

1

Nenek moyang kita terbiasa berlayar dari satu pulau ke pulau lainnya, dari satu negara ke negara lain. Banten dengan teknologi perahu cadik telah menyeberangi laut lepas mencapai Australia dan pulau di Lautan Pasifik. Dengan teknologi yang sama berlayar ke Barat hingga menjangkau Afrika dan Madagaskar sebelum wilayah itu dijamah para pelaut Mesir, India, Yunani, dan Romawi – bahkan sebelum bangsa Dravida menuju India Selatan. Tradisi berlayar ini telah mengangkat tiga suku bangsa yang memimpin dan termasyhur di dunia, yakni Melayu, Bugis, dan Jawa. Bangsa Melayu terkenal dengan tradisi dagang, Bugis tersohor dengan keberanian, dan bangsa Jawa memiliki keunggulan dalam bidang pertanian. Pada semua tempat berlabuh itu, nenek moyang kita terbiasa melakukan interaksi dengan manusia dari beragam latar belakang etnis, budaya, status sosial ekonomi dan kepercayaan yang berbeda- beda, kemudian menjalin komunikasi dan kerjasama perdagangan dalam berbagai bidang. Tidak hanya itu, nenek moyang kita juga membagi dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menggali dan menyerap ilmu, hikmah, dan peradaban dari bangsa-bangsa lain yang beradab. Dengan demikian, peradaban bahari itu sangat inklusif, terbuka terhadap keragaman suku bangsa dan agama, menghormati , tradisi-budaya, dan kepercayaan masing-masing, serta menerima kemajemukan itu sebagai keniscayaan, sehingga lahirlah budaya kosmopolit. Akar dari semangat pelayaran nelayan tersebut tidak lepas dari warisan sejarah dua imperium besar di Nusantara, yakni [1] Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Sumatera pada abad ke-7 hingga abad ke- 13 M dan [2] Kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa pada abad ke-13 hingga abad ke-15 M. Kemudian kekuatan negeri bahari itu dikembangkan oleh kerajaan-kerajaan , termasuk Kerajaan Islam Banten.

2

Sejarah Banten menjadi bagian dari puzle sejarah modern Indonesia. Dan sejarah modern Indoneisa itu, menurut M.C. Ricklefs, profesor kehormatan di Universitas Monash, dimulai dengan masuknya Islam di bumi Nusantara.1 Indonesia modern ditandai dengan islamisasi Indonesia yang dimulai sekitar tahun 1200 M dan berlanjut hingga sekarang; relasi pribumi Indonesia dengan bangsa Barat yang dimulai sekitar tahun 1500 M hingga sekarang; dan persatuan Indonesia dalam kebhinekaan komunitas dari berbagai pulau yang semula tersebar dalam bentuk negara-kerajaan yang terpisah-pisah, dengan rupa-rupa etnis, suku, bahasa, agama dan kepercayaan. Sedangkan sejarah politik Banten dimulai dari periode kesultanan, periode keresidenan, dan periode provinsi. Periode kesultanan dimulai sejak Maulana Hasanudin yang dikenal Panembahan Surosoan (1552-1570) hingga sultan yang terakhir, yakni Sultan Muhammad Rafiudin (1813-1820). Periode Keresidenan dimulai sejak keraton Surosoan Banten hancur dibakar oleh Belanda hingga terbentuknya Provinsi Banten pada era Reformasi, dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 pada tanggal 4 Oktober tahun 2000. Banten dalam Konteks Islamisasi Nusantara Islam sudah ada di kepulauan Nusantara sejak awal Islam, yakni pada masa kekhalifahan Ustman ibn Affan (644-656).2 Khalifah ketiga, setelah Umar ibn Khatab dan Abu Bakar Ash-Shidq, yang dikenal memiliki kegeniusan bisnis dalam menciptakan

1 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, : PTSerambi Ilmu Semesta, cet-II., 2005 2 Ibid, hal 27

3 kemakmuran. Kekuasaan Islam pada masa Ustman ibn Affan meliputi Jazirah Arab, Mesir, Yerussalam, Damaskus, dan Persia. Islam telah masuk dan memainkan peran penting dalam urusan perdagangan di Sumatera sejak zaman Sriwijaya, kerajaan Budha yang didirikan pada akhir abad VII, sekitar tahun 650. Hal ini terjadi karena kontak dagang antara dunia Islam dengan Cina terhubung lewat jalur laut melalui perairan Indonesia yang ada dalam kekuasaan Sriwijaya, yakni , Utara, Minangkabau, Semenanjung Malaka, dan sekitarnya. Sriwijaya menguasai selat-selat di Nusantara, sehingga menjadi poros maritim dunia dan menguasai perdagangan antara Tiongkok dan Hindustan. Pada awal zaman Sriwijaya, islamisasi terjadi melalui perkawinan antara pelaut pengembara atau pedagang muslim Arab dengan penduduk lokal, dan dari perkawinan itu terbentuk komunitas-komunitas muslim. Namun demikian, belum terjadi konversi agama dari penduduk lokal yang beragama Hindu-Budha dalam tingkat yang cukup besar. Meskipun demikian, raja-raja Sriwijaya telah akrab dengan Islam. Berdasarkan penelitian Fatimi, terdapat bukti kontak Islam dengan Nusantara melalui surat menyurat antara Raja Sriwijaya bernama Sri Indrawarman dengan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (717-720) pada masa Dinasti Umayyah. Di dalam surat itu, Raja Sriwijaya menyapa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sebagai “Raja Arab” dan memperkenalkan dirinya sebagai “Raja Nusantara”.3 Sriwijaya mencapai puncak kekuasaannya pada masa dinasti Syailendra yang bertahta di tanah Jawa tahun 760, setelah menaklukkan kerajaan Kalingga yang berpusat di Jepara. Kekuasaan

3 S.Q. Fatimi, Two Letters from Maharaja to the Khalifah, Islamic Studies 2 I, 196, h. 121-140.

4

Sriwijaya meluas meliputi sebagian Jawa, Sumatera hingga Kamboja dan Tonkin. Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara, yang kebesarannya sepadan dengan imperium lain yang sezaman dengannya, yakni Kekhalifahan Islam Abbasiyah di Baghdad (737- 961 M) dan Dinasti Tang di Cina. Sriwijaya juga menjadi pusat pengajaran agama Budha Mahayana dengan simbol bukit Siguntang Mahameru di Palembang dan mahakarya Candi Borobudur, salah satu candi Buddha terbesar di dunia, yang terletak di Jawa Tengah. Kerajaan Sriwijaya yang berpusat di Palembang berakhir pada tahun 1377 M ditaklukan oleh Kerajaan Majapahit. Dalam penaklukan itu, Pangeran dari Palembang bernama Parameswara berhasil meloloskan diri dan akhirnya berlabuh di selat Malaka sekitar tahun 1400 M. Di tempat ini, ia bersama orang laut pengembara berhasil membuat Malaka menjadi pelabuhan internasional yang menghubungkan jalur dagang dari Cina dan Maluku di Timur sampai dengan India, Persia, Arabia, Suriah, Afrika Timur dan Laut Tengah di Barat; serta ke Utara sampai Siam dan Pegu. Parameswara pada awalnya beragama Budha, tetapi pada akhir pemerintahannya (1390-1414) ia menganut agama Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Syah. Di tanah Jawa, Islam telah datang sejak zaman Majapahit. Kerajaan Hindu yang berdiri dengan raja pertamanya Raden Wijaya alias Raja Kertarajasa (1293-1309) dan digantikan oleh anak dari selir bernama Indreswari puteri dari Sumatera, yakni Jayanegara (1309-1328). Majapahit sebagaimana wajah kekuasaan kerajaan Hindu Jawa sebelumnya – Kalingga, Mataram, Kediri, dan Singosari merupakan negara agraris yang berhasil. Ratu Tribuwana Wisnuwardhana (1328- 1350) yang bergelar Prabu Kenya berhasil

5 membangun Majapahat sebagai negara agropolitan yang aman, adil, dan sejahtera. Seiring dengan melimpahnya hasil produksi pertanian, Majapahit melakukan ekspansi ke pantai-pantai strategis di Nusantara. Majapahit mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389) dengan Patih yang terkenal Gajah Mada (baca: Gaj Ahmad). Patih Gajah Mada terkenal dengan sumpahnya: ”Lamun huwus kalah Nuswantara, isun amukti palapa” (“jika telah kalah pulau-pulau seberang, barulah saya menikmati istirahat”). Sumpah ini dikenal dengan sumpah palapa yang bertekad menyatukan Nusantara dalam satu kekuasaan politik. Majapahit pun menguasai wilayah Sriwijaya, bahkan meluas ke Barat hingga bagian tertentu di Vietnam Selatan dan ke arah Timur sampai dengan bagian barat Papua. Pada masa Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, Islam telah menjadi agama yang dipeluk oleh para bangsawan keraton dalam lingkungan istana. Bukti arkeologis kedatangan Islam di lingkungan keraton Majapahit adalah penemuan batu Nisan di Trawulan bertarikh S 1290 (1368- 1369 M) dan di Tralaya yang bertarikh S 1298-1533 (1376-1611 M). Islam masuk ke keraton Majapahit melalui para bangsawan yang tertarik dengan para sufi, yakni ulama beraliran mistik yang memiliki karomah atau kekuatan ghaib. Hal ini dimungkinkan, karena islamisasi di Jawa terjadi ketika sufisme mendominasi dunia Islam setelah jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol pimpinan Hulagu, cucu Chengez Khan, pada bulan Februari 1258 M.4 Berbeda dengan di ibu kota Kerajaan, di pantai utara Jawa, Islam dipeluk oleh rakyat melalui kontak dagang dari pelaut asal

4 Tamim Anshori, Dari Puncak Baghdad Sejarah Dunia Versi Islam, Jakarta: Zaman, 2015, h. 260

6

Gujarat, Arab, Melalayu, dan Cina. Pada tahun 1406-1409 M, laksamana Cheng Hoo atas perintah kaisar Ming telah melakukan pelayaran perdamaian dan singgah di tanah Jawa dalam kekuasaan Majapahit bersama 28.000 prajurit dengan 300 armada kapal. Cheng Hoo adalah seorang laksamana yang beragama Islam. Jadi, islamisasi di Jawa terjadi melalui kontak dagang di kalangan rakyat, sedangkan dilakalangan elit melalui pendekatan pendidikan dan kebudayaan bercorak fikih-sufistik. Para penyiar Islam membangun pendidikan Islam bercorak fikih-sufistik dengan menggunakan sistem asrama Hindu-Budha, yakni Pondok Pesantren. Islam diajarakan secara kontekstual dengan kearifan budaya lokal, sehingga terjadi asimilasi dan akomodasi budaya Jawa kuno dalam ritual umat Islam. Juru dakwah Islam yang datang dari Arab, India, Cina, dan Melayu berusaha mengisi raga budaya Hindu-Budha dengan jiwa Islam, sehingga benturan Islam dan budaya lokal tidak terjadi. Pengaruh Islam terhadap masyarakat lokal terlihat pada khitan dan penguburan orang yang meninggal dunia sebagai pengganti upacara-upacara keagamaan Hindu-Budha semacam kremasi. Dagang (Ekonomi) Perkawinan ISLAMISASI Mistisisme (Ruhani) NUSANTARA

Penaklukan (Politik)

Akhirnya, pada tahun 1519 kerajaan Majapahit jatuh ke tangan Kerajaan Islam Demak yang didirikan pada tahun 1478 oleh Raden Fatah, putera raja Majapahit, Prabu Brawijaya. Demak berdiri sekitar

7

25 tahun setelah Khilafah Turki Utsmani menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 dan mengirim ekspedisi dagang ke Nusantara. Sejak itu, pola islamisasi berubah dari pendekatan ekonomi dan budaya menjadi pendekatan politik, seperti penaklukan kekuasaan Pajajaran pada abad XVI oleh Demak yang menjadi cikal bakal kerajaan Islam Banten. Dengan demikian, pola islamisasi Nusantara menjadi lengkap, sebagai berikut: Mulai abad ke XIII, pengaruh Kerajaan Hindu dan Budha di tanah Jawa digantikan dengan pengaruh Islam tanpa membuang warisan budayanya. Pengaruh Hindu di ujung Timur Jawa bergerak memusat di Bali, sedangkan di bagian barat Jawa memusat di Ujung Kulon Banten. Pengaruh agama Hindu di Pulau Bali dan Ujung Kulon Banten mengajarkan keharmonisan manusia dan alam yang dilembagakan melalui ritual dan tatatertib menjaga kelestarian alam, serta kerja seni dengan arsitektur bangunan dan keindahan yang diakui dunia. Kehadiran kerajaan Islam telah mengubah orientasi hidup masyarakat agraris di pedalaman menjadi kota pantai berbasis perdagangan dengan visi kepelabuhanan. Kita dapat menyebut kerajaan Malaka, (menguasai semenanjung Malaya dan selat Malaka); Demak (kerajaan Islam pertama di Jawa yang menggantikan posisi Majapahit menguasai wilayah pantai utara Jawa hingga kota pelabuhan Tuban, Jawa Timur), kemudian bergerak ke Indonesia Timur dengan tokoh utamanya , merambah Gersik, Surabaya, Madura, Lombok, Ternate (Maluku), Goa, Makasar, Bugis (), dan Banjar (). Dari Demak islamisasi bergerak ke Jawa bagian barat dengan tokoh utamanya Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), ke Cirebon dan Banten menaklukkan Kerajaan Pajajaran pada abad XVI

8 dan menduduki selat Sunda dan teluk Banten pada tanggal 22 Juni 1527 sebagai cikal bakal Kerajaan Islam Banten. Visi maritim Kerajaan Islam terlihat nyata dari peletakan batu pertama kesultanan Banten. Sultan Maulana Hasanudin –putera Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati– secara cerdik memindahkan pusat pemerintahan dari pedalaman Banten Girang ke pesisir. Di kawasan teluk Banten, sultan membangun tiga institusi penting sebagai motor perubahan sosial di Banten sejak tahun 1552, yakni Masjid sebagai basis kegiatan sosial keagamaan (termasuk kaderisasi kepemimpinan), Surosowan sebagai pusat pemerintahan, dan pelabuhan sebagai sentra ekonomi, bisnis, dan perdagangan internasional. Teluk Banten pun menggantikan posisi Malaka yang secara politis mengalami kemunduran karena penguasaan Portugis. Pelabuhan Banten digerakkan oleh transaksi expor impor pelaku bisnis dari seluruh pelosok negeri, dari berbagai latar belakang suku bangsa, budaya, dan agama. Kota Islam Banten Sejak awal berdirinya, kota Banten telah dirancang sebagai kota Islam seperti yang dikemukakan Houroni (1970: 21-23). Kota Islam sekurangnya memiliki lima komponen, yakni [1] benteng, [2] masjid dan sekolah keagamaan, [3] istana dan tempat pemumikan kaum bangsawan, [4] pusat pemukiman warga pribumi, dan [5] pinggiran kota tempat pemukiman para pendatang. Pusat kota Islam Banten disebut kasunyatan. Pusat kota yang dikendalikan oleh Masjid dan semangat entrepreneurship. Kasunyatan adalah “city of intellect” yang berpenduduk muslim istimewa yang mengamalkan tasawuf sesuai syariat; menghayati maqoshid syariah yang dijalaninya dan memiliki kemandirian finansial, di mana seluruh aktivitasnya lebih dipengarui oleh ide dan gagasan serta visi tentang masa depan dunia Islam.

9

Kerajaan Islam Banten dipimpin oleh Raja bergelar sultan dan dibantu oleh seorang wazir. Kepemipinan sultan selalu dalam bimbingan dan nasehat mufti, qodhi, atau faqih najmudin. Sultan adalah gelar bagi penguasa dalam sistem politik Islam. Pada tahun 1638 penguasa Banten, ‘Abd Al-Qadir (berkuasa 1626-1651) memperoleh gelar sultan dari Syarif Makkah. Sultan Banten juga menerima bendera, pakaian suci, dan apa yang dipercayai sebagai bekas jejak Nabi Muhammad SAW dari penguasa Haramain. Semua pemberian Syarif Makkah ini diarak dalam prosesi kelilinng kota Banten pada acara Maulid Nabi. Gelar sultan memiliki arti penting dalam memperkuat kekuasaan Raja dalam sistem pemerintahan Islam yang tidak hanya bersifat sekuler, tetapi juga bersifat ilahiat. Sultan adalah bayangan Tuhan di bumi yang segala perintahnya wajib ditaati. Sebagai konsekwensinya, sultan tidak hanya menangani kekuasaan eksekutif, melainkan juga legislatif dan yudikatif sekaligus. Dalam catatan sejarah, sumber kekuasaan sang sultan diperoleh berdasarkan keurunan. Dalam menjalankan kekuasaannya, Sultan selalu bermusyawarah dan meminta nasehat kepada ulama yang disebut Qodhi. Yaitu jabatan hukum yang bertugas memberikan fatwa dan pertimbangan kepada sultan dalam memutuskan kebijakan publik, terutama menyangkut soal keagamaan. Jabatan qodhi diperoleh berdasarkan keahlian, bukan warisan sebagaimana sultan. Qodhi dipegang oleh golongan ulama atau Kyai yang pada umumya bergelar “sayyid”, “syarif” atau “ayip”. Mereka dihormati karena ilmunya dan kharismanya sebagai pelayan umat. Qodhi yang masyhur di kalangan umat antara lain Syeikh Maulana Yusuf Al- Makassari, al-Bantani. Beliau bergelar “syeikh” karena beliau adalah guru yang berkompeten mengajarkan tasawuf dan tarekat. Beliau adalah pembimbing ruhani para murid menuju Tuhan, Allah Ta’ala.

10

Syeikh Yusuf Al-Makassari menjadi penasehat sultan sejak kesultanan dipegang oleh Abu Al- Mafakhir ‘Abd Al-Qadir dan memiliki hubungan pribadi yang sangat erat dengan putera Mahkota, Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya. Pangeran Surya adalah nama kecil Sultan Ageng Tirtayasa. Beliau menjadi sultan ke-5 pada tanggal 10 Maret 1651. Beliau juga dikenal dengan julukan Pangeran Ratu Ing Banten. Beliau mendapat gelar dari Makkah al- Mukarromah, dengan nama Sultan Abul Fath Abdul Fattah Muhammad Syifa Zainal Arifin. Kedekatan Syekh Yusuf Al- Makasari itu dilanggengkan dengan dilangsungkannya pernikahan Syeikh Yusuf dengan puteri Sultan Ageng Tirtayasa. Pangeran Surya sebagaimana Ayahnya, Abu Al-Mafakhir ‘Abd Al-Qodir, memiliki minat yang kuat dalam bidang akademik, pendidikan, dan keagamaan. Meneruskan program Ayahnya, beliau membina mental pegawai, prajurit, dan rakyat dengan mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, dan daerah lainnya. Beliau juga mengirimkan puteranya, Pangeran ‘Abd Al- Qohhar dalam sebuah misi diplomatik ke Istambul pada musim haji tahun 1669. Atas rekomendasi Syeikh Yusuf yang telah memiliki jaringan intelektual di India, Haramain, Yaman, dan Damaaskus, Abd Qohhar tidak hanya menunaikan ibadah haji dan misi diplomatik, tetapi juga belajar tentang agama Islam di pusat-pusat peradaban Islam itu. Dalam bidang pembangunan, Pangeran Surya meneruskan dan mengembangkan wawasan internasional yang telah disemai leluhurnya, Sultan Maulana Hasanudin. Sultan Maulana Hasanudin sejak awal pendirian kerajaan Islam Banten, yang secara cerdik memindahkan pusat pemerintahan dari pedalaman ke pesisir. Di kawasan pesisir teluk Banten, Pangeran Surya membangun kota metropolitan multietnik. Sultan memadukan bangunan tradisional dan pengaruh asing (baca: wawasan internasional) secara kreatif

11 dengan mengeksplorasi keunggulan lokal berbasis sumber daya alam. Hal ini dapat dilihat pada peninggalan bangunan purbakala seperti Masjid, keraton, benteng, kanal, danau Tasikardi, pengindelan air bersih, balai pertemuan (tiyamah), jembatan gantung, dermaga pelabuhan dan tembok kota. Visi Kota juga terlihat pada penataan ruang yang dirancang berbasis keunggulan lokal dengan inti bisnis yang unik. Satu kampung mencerminkan keunggulan bisnis tertentu. Misalnya ditemukan nama perkampungan Kepandaian (pusat kerajinan logam), Kamaranggen (pandai keris), kagongan (pandai gong dan alat kesenian), Kamasan (pandai emas dan perhiasan), dan seterusnya. Ide membangun desa berbasis keunggulan lokal, yang mengkombinasikan industri kreatif dan kekayaan sumber daya alam merupakan pikiran cerdas dan modern. Pilihan cerdas itu menjadikan Banten sebagai kerajaan maritim tersohor sekaligus pusat perdagangan internasional. Pelabuhan yang dilengkapi infrastruktur dan penataan kota jasa di atas mampu menarik invesor dan Kapal Dagang dari berbagai latar belakang kebangsaan, antara lain: Persia, Arab, Eropa, Keling, Kola, Pegu, Cina, Melayu. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa kegiatan ekspor- impor di Pelabuhan Banten didominasi oleh Jepang (37%), Cina (33%), Indocina (10%), Eropa (5%), dan sisanya sebesar 15% oleh pelaku bisnis lokal. Pangeran Surya yang kemudian dikenal dengan gelar Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengembangkan konsep pembangunan kota pantai terpadu, yang terhubung dengan kampung hijau berbasis pertanian (agropolitan). Gelar Tirtayasa merupakan titel yang diperoleh karena keberhasilan beliau membangun saluran air dari Sungai Untung Jawa hingga ke Pontang. Saluran memiliki multifungsi: untuk irigasi, kemudahaan transportasi orang dan

12 perdagangan, serta benteng pertahanan perang sepanjang pesisir utara. Pembangunan irigasi berdampak pada kemajuan pertanian dan perdagangan hasil bumi serta peningkatan kesejahteraan masyarakat Banten. Secara politik, sultan Ageng Tirtayasa sangat sengit menentang Kolonial Belanda. Maka tidak mengherankan, Banten pun menjadi tempat perlindungan bagi para pejuang dari berbagai pelosok Nusantara yang melarikan diri dari penjara-penjara Belanda. Bagi Belanda yang bermarkas di Batavia, Sultan Ageng Tirtayasa merupakan penghalang besar dalam upaya mereka memperlus wilayah di Nusanatara. Sepulang putera Mahkota, Abu Nasr Abd Qohhar dari Timur Tengah dengan gelar “Sultan Haji” pada 1680, Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat Abu Nasr Abdul Qohar atau Sultan Haji sebagai wazir. Wazir adalah adalah wakil sultan dalam mengurus pemerintahan terutama dalam urusan dalam negeri. Sultan Haji diserahi tugas memerintah kesultanan dari ibu kota Banten, sedangkan sultan Ageng Tirtayasa pindah ke Keraton Tirtayasa mengelola kebijakan luar negeri. Namun sayang hubungan antara sultan Ageng Tirtayasa dan putera mahkota retak oleh karena sang putera Mahkota cenderung memihak Belanda, sedangkan sultan Ageng Tirtayasa gigih menentang Belanda. Tragedi sejarah terjadi ketika Sultan Haji berkomplot dengan Belanda dan memakzulkan pesan- pesan orangtuanya, Sultan Ageng Tirtayasa. Atas dasar itu, pada 27 Febrauri 1682, Sultan Ageng Tirtayasa memimpin gerakan jihad, mengambil alih Keraton Sorosoan. Keraton dapat diambil alih, dan Sultan Haji melarikan diri seraya meminta bantuan Belanda. Pada tanggal 6 Maret 1682 Belanda menyerang Sorosowan dan berhasil mengusai Kraton. Sultan Ageng Tirtaya mundur ke Tanara, memimpin gerilya dan

13 kemudian ditangkap dengan cara muslihat oleh Belanda melalui tangan Sultan Haji pada tanggal 14 Maret 1683, kemudian dipenjara hingga wafat. Takluk Menjadi Keresidenan Banten Pola umum islamisasi di Nusantara dari awal abad XIII hingga abad XVI berawal dari Aceh, Malaka, semenanjung Malaya, pesisir utara Jawa, Brunei, Sulu, dan Maluku berlangsung melalui jalur perdagangan internasional. Kejayaan kerajaan Islam telah mengundang bangsa-bangsa di dunia datang ke Nusantara, bukan hanya dari Asia dan Afrika, juga Eropa. Pengaruh Eropa ditandai dengan kehadiran Portugis yang menguasai Malaka pada tahun 1511, disusul Belanda dan Inggris. Malaka pada saat itu menjadi puncaknya pusat perdagangan. Selanjutnya Raja Pajajaran berupaya menjalin persahabatan dengan Portugal. Portugal diijinkan mendirikan loji (factory) yang kemudian menjadi benteng di Sunda Kelapa (1522), namun urung karena pada 1527 Sunda Kelapa telah direbut oleh Fatahillah yang beragama Islam dan berganti nama menjadi Jayakarta. Belanda datang pertama kali mendarat di Banten tahun 1596 dipimpin Cornelis de Houtman setelah berlayar selama 15 bulan. Mereka datang atas nama organisasi de Compagnie van Verre dengan menggunakan 4 kapal milik Perhimpunan Pedagang Amsterdam. Tujuan mereka untuk berdagang dan tidak untuk merebut kekuasaan. Mereka berupaya untuk bersahabat dengan mengundang para penguasa (lokal) ke kapal dan saling berkunjung dengan para pedagang. Pada tahun 1603, Belanda berhasil mendirikan kantor dagang “Verenigde Oost-Indische Compagnie” (VOC) di Banten dan merupakan kantor dagang Belanda yang pertama di seluruh kepulauan Indonesia.

14

Dalam perkembangan selanjutnya, VOC bukan hanya sekedar kongsi dagang, tetapi juga tumbuh menjadi kekuatan kolonial yang hegemonik. Tahun 1614 Parlemen Belanda menaikkan bantuan keuangan kepada VOC dan memberikan 5 kapal tempur untuk kuasai Nusantara. Sampai 1617 VOC memiliki + 40 kapal menghubungkan benteng-benteng VOC yang berpusat di Jayakarta yang kemudian dinamakan Batavia oleh Belanda. Pada tahun 1619 Batavia dibangun sebagai Pusat Pengaturan Dagang VOC sekaligus Pusat Pemerintahan Hindia Belanda oleh Jan Pie- terzoon Coen. Belanda mengetahui kelemahan para penguasa yang ada di Nusantara, bahwa sebenarnya mereka saling bersaing. Belanda melancarkan politik “adu domba” dan “belah bambu”, dan kemudian menguasai Jawa. Pada tahun 1684 Belandaa menguasai pelabuhan Banten, menghancurkan Surosowan pada tahun 1809 dan memindahkan pusat pemerintahan ke Serang pada tahun 1832. Pada tahun 1809, Belanda menyerang dan membakar habis keraton Surosowan. Sultan Muhammad Syafiudin ditangkap dan dibuang ke Ambon, sedangkan patihnya dihukum pancung. Kesultanan dilanjutkan oleh Sultan Muhammad Rafiudin, dan Belanda terus melakukan penyerbuan terhadap keraton hingga akhirnya kekuasaan politik jatuh sepenuhnya dalam kendali Kolonial Belanda pada tahun 1820. Banten yang berdaulat takluk menjadi sebuah Keresidenan yang merupakan bagian dari negeri jajahan Belanda, dalam kendali Gubernur Jendral Daendels. Belanda menjajah dengan monopoli dagang, menguasai elit dalam masyarakat feodal, mengangkat penguasa boneka, hingga perbudakan manusia dengan kerja paksa (1830-1870). Dalam bidang sosial budaya dan agama, kehadiran Eropa menancapkan pengaruh dengan misi Gereja untuk melakukan kristenisasi dengan mendirikan Sekolah Kristen dan menjalankan program pelayanan amal. Belanda

15 yang dijiwai oleh keserakahan Kapitalisme dan semangat revolusi Industri (1848) menandai kolonialisme–penjajahan, mulai dari Banten menjalar ke suluruh Nusantara! Setelah Banten jatuh dalam belenggu penjajah Belanda sistem kesultanan digantikan menjadi keresidenan Banten di bawah kendali Kolonial Belanda. Api Jihad dan Perlawanan Kyai Banten Api jihad yang dinyalakan Sultan Ageng Tirtayasa terus berkobar. Ketika Pelabuhan dikuasai Belanda pada tahun 1684, Surosoan dihancurkan pada tahun 1809 dan pusat pemerintahan dipindahkan oleh Belanda ke Serang pada tahun 1832, Masjid menjadi benteng pertahanan terakhir umat Islam yang diharapkan mampu membela hak rakyat. Masjid menjadi simbol kekuatan perlawanan. Masjid bukan sekedar pranata agama, melainkan berperan sebagai kekuatan revolusioner untuk memimpin gerakan sosial melawan penjajah Belanda. Dari Masjid yang tersebar di seluruh kampung, di wilayah Banten, para Kiyai membina kader untuk pengadaan satuan-satuan laskar pejuang kemerdekaan, yang rindu syahid. Syeikh Yusuf Al-Makassari dan Pangeran Purbaya putera yang lain dari Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menggalang potensi umat, termasuk kekuatan Jawara, dengan memposisikan Jawara sebagai subordinat (pengawal gerilya) ulama (kiyai) dalam usaha membebaskan negara dari segala penjajahan, menegakkan kebenaran, keadilan, dan etika kesusilaan Islam. Meskipun Syeikh Yusu ditangkap dan dibuang ke Srilanka dan kemudian dipindahkan ke Afrika Selatan, api jihad tidak pernah pupus. Masjid terus bergairah membangun masyarakat berdasarkan kesatuan iman, semangat jihad, dan supremasi syari’ah. Islam pun menjadi “senjata ideologis” perlawanan berbasis etno-religius

16 dengan menggunakan simbolisme dan jaringan keagamaan yang berimpitan dengan etnisitas. Tahun 1888 pecah geger Cilegon di Banten yang dipimpin KH. Wasid. Gerakan ini memberi dasar tumbuhnya kesadaran nasional sebagaimana gerakan perjuangan pribumi sepanjang abad 19 di Nusantara, seperti Perang Cirebon (1802- 1806), Perang Diponogoro di Jawa (1825-1830), Perang Paderi Bonjol di Sumatera Barat (1821-1838), Perang Antasai di Banjarmasin (1859-1862), dan Perang Aceh (1873-1903). Motivasi jihad ini dilandasi semangat cinta tanah air dan bela negara dalam kerangka menegakkan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar tersebut dimenifestasikan dalam bentuk upaya merombak tatanan sosial-ekonomi-politik bila dianggap tidak sesuai dengan aturan agama, utamanya kemusyrikan. Dalam hal ini, berlakulah firman Allah: “Dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang- orang yang bertakwa.” (Qs. At- Taubah/9: 36). Atas dasar doktrin itu, kecanggihan perlengkapan perang Belanda dianggap kecil di hadapan massa rakyat yang bergerak melawan dengan bambu runcing. Tindak jarang benturan ideologis Islam melawan penjajahan Belanda – dan bangsa Eropa secara umum – diserukan dengan perang suci jihad fi sabilillah: melawan kaum kafir! Pada titik ini, kaum Kristen yang kehadiraannya bersama bangsa penjajah (terpaksa) mengambil risiko menjadi sasaran perlawanan massa rakyat. Konteks sosiologis ini penting diungkap agar kita dapat menata kembali semangat kebangsaan – Persatuan Indonesia – dalam suasana batin yang damai.

17

Para Kyai membentuk laskar-laskar yang terdiri dari dan jawara. Mereka bergerak dengan pekikan takbir: Allahu Akbar! Para kiyai menumbuhkan semangat jihad para Santri untuk membela Islam dan menentang penjajah. Para kiyai juga mengajarkan mereka ilmu bela diri dan ilmu batin. Misalnya, pekikan takbir – Allahu Akbar – mampu menggugah semangat para Santri untuk bertempur mengusir penjajah dari bumi pertiwi. Dalam hal ini, kiyai selalu menempatkan negara pada posisi yang wajib dibela dan dipertahankan. Membela Republik adalah perang di jalan Allah, dan gugur dalam pembelaan itu adalah mati syahid. Karena itu, Masjid pun tidak jarang dijadikan markas perjuangan, tempat berunding dan menyusun strategi, bahkan gudang rahasia untuk menyimpan senjata. Ekspresi jihad dilakukan secara berbeda oleh Syeikh Nawawi Al-Bantani. Nawawi berhasil melakukan jihad intelektual dan kulturan melalui konsolidasi dan kaderisasi dalam upaya pergerakan dakwah. Nawawi mendukung gerakan KH Wasid menetang penjajah dan mendidik tokoh pergerakan seperti KH. Hasyim Asy’ari. Syeikh Nawawi dikenal sebagai ulama dan guru besar masjid al-Haram yang juga menjadi pengarang produktif dan berbakat. Timbulnya inisiatif untuk menjadi pengarang ini karena adanya dorongan, baik dari dalam dirinya maupun dari permintaan masyareakat Islam yang datang kepadanya, sebagaimana tercantum dalam alasan penulisan beberapa kita yang dikarangnya. Karangan-karangan syekh Nawawi pertama kali diterbitkan di Mesir dan Mekah, kemudian beradar di dunia Islam, terutama di negara-negara yang menganut mazhab Syafi’ie. Ide, gagasan, dan pemikiran Syeikh Nawawi berpengaruh kuat, sehingga jejaknya sampai kini masih tertanam pada masyarakat Islam. Karya yang ia wariskan, tetap digumuli para santri di seluruh pelosok nusantara,

18

Malaysia, Thailand dan Filipina Selatan. juga di negara-negara Timur-Tengah. Prestasi Syeikh Nawawi sebagai pendidik memang luar biasa. Ilmunya deras mengalir kepada murid-muridnya dan menjadi rujukan. Syeikh Nawawi mengembangkan dakwahnya bukan dengan cara ceramah, melainkan dengan cara penyebaran informasi melalui karya tulis berupa buku. Nawawi juga memiliki sikap nasionalisme dan patriotisme yang tinggi dengan menyematkan nama “al-jawi’, “al-Bantani’, atau “at-Tanari” di belakang namanya. Banten pada Awal Kemerdekaan/Era Revolusi Ketika Jepang masuk ke Teluk Banten (Bojonegara) pada tanggal 1 Maret 1942 dibawah pimpinan Letnan Hitoshi Imamura. Para Kyai di Banten aktif bergabung dalam sukarelawan Deidanco, Sudanco, dan Heiho menjadi militer untuk melawan tentara sekutu. Kemudian, setelah Jepang kalah parang, Indonesia Merdeka dan Belanda ingin kembali menjajah Indonesia, para Kiyai memperkuat pemerintahan darurat pada tahun 1949 dengan mengisi kekosongan jabatan pemerintahan dan militer. KH. Ahmad Khatib sebagai residen Banten, KH. Syam’un [Pimpinan Perguruan Islam “Al- Khairiyah” Citangkil Cilegon] sebagai Panglima Divisi Seribu merangkap Bupati Kabupaten Serang, Kiyai Abdul Halim sebagai Bupati Pandeglang, dan Kiyai Muhammad Hasan sebagai Bupati Lebak. Ketika masa pemerintahan darurat mengalami krisis keuangan, Keresidenan Banten mencetak uang sendiri, yaitu Oeang Repoeblik Indonesia Daerah Banten disingkat (ORIDAB) sebagai alat tukar pembayaran. Wong Banten tidak telah menunjukkan komitmen untuk menjaga dan merawat keutuhan negara kesatuan republik Indonesia, dan terpikir untuk memisahkan diri dari negara Indonesia, padahal kesempatan untuk itu sangat besar.

19

Kiyai, santri, dan jawara Banten memberi dukungan untuk mengelola perbedaan melalui dialog dan perdebatan yang produktif sehingga menghasilkan warisan terbesar peradaban Indonesia dalam bidang politik, yakni dasar negara Pancasila dan UUD 1945. Pancasila dan UUD 1945 adalah jiwa, kepribadian, dan filsafat hidup sekaligus cita-cita sosial politik bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Era Reformaasi dan Perjuangan Banten menjadi Provinsi Banten sebagai provinsi telah diwacanakan sejak tahun 1953 bersamaan dengan pembentukan Daerah Istimewa Yogjakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Namun wacana ini menguap begitu saja tanpa tindak lanjut yang berarti. Pada tahun 1963 wacana provinsi Banten diperjuangkan kembali dengan dibentuk Panitia Pembentukan Provinsi Banten yang diketuai Gogo Sandjadirdja. Namun, karena situasi poltik yang tidak memungkinkan akibat ketegangan Islam dan PKI yang menandai peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru, wacana provinsi Banten pun mandeg. Perjuangan kembali dilanjutkan pada tahun 1967 dan masuk dalam tahap legislasi melalui usul inisiatif anggota DPRGR pada tanggal 24 Agustus 1970. Namun, proses ini kandas karena tantangan dari Proinsi Jawa Barat. Pada era Reformasi 1998, masyarakat Banten kembali memperjuangkan perubahan status Keresidenan Banten menjadi Provinsi yang meliputi Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang. Akhirnya, Banten resmi menjadi Provinsi dengan ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 tahun 2000 pada tanggal 4 Oktober tahun 2000. Banten menjadi provinsi hasil dari pemekaran atau pecahan dari Provinsi Jawa Barat.

20

Pada tahun 2000, awal terbentuknya provinsi Banten, golongan santri menyerukan ditegakkannya syari’at Islam. Mereka ingin menisbatkan kata “Darussalam” pada nama provinsi Banten. Namun, pada akhirnya, suara mayoritas menetapkan “Iman Takwa” sebagai moto Banten. Implementasi “iman takwa” itu antara lain dengan menjadikan Masjid sebagai point of development, ditandai dengan pembangunan Masjid Raya Al-Bantani di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten.[*]

21

Tentang Penulis

Dr. H. Fadlullah, S.Ag., M.Si. Akademisi UNTIRTA lahir di Serang 30 Desember 1977. Pendidikan MI-MTs di Al-Jauharatunnaqiyah Buah Gede dan Madrasah Aliyah di Al- Khairiyah Tegal Buntu. Selain belajar formal di Madrasah, juga belajar ngaji Al Qur'an dan ngaji kitab di Rumah Guru Ngaji dan mondok di Pesantren Al-Hikmah Cigading. Tahun 1994 hingga 1999 melanjutkan studi S1 di Fakultas Tarbiyah Jurusan PAI IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kemudian melanjutkan S2 di Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta (lulus 2002). Sejak tahun 2002 menjadi dosen tetap PAI UNTIRTA; aktif menghidupkan Takmir Masjid Kampus "Syeikh Nawawi al- Bantani" UNTIRTA dan bergabung sebagai penggiat Asosiasi Masjid Kampus Indonesia (AMKI) yang berkantor pusat di Masjid Salman ITB Bandung. Tahun 2017 menyelesaikan S3 Teknologi Pendidikan dengan konsentrasi PAUD di Universitas Negeri Jakarta. Kini, ia tercatat sebagai dosen Program Studi PGPAUD dan Program Studi Pascasarjana UNTIRTA. Selain mengajar aktif dalam gerakan koperasi dan amal umat sebagai pendiri Koperasi Pendidikan Tirtayasa Koperasi Civitas Akademika UNTIRTA dan penggiat LAZ HARFA Provinsi Banten. Aktif bersama ICMI Orwil Banten, IDRI Banten, DMI MUI dan FSPP Provinsi Banten.

22

KAWASAN SITUS KESULTANAN BANTEN: RUH HARI JADI PROVINSI BANTEN

Oleh: Tubagus Najib Peneliti, Pada Pusat Penelitian Arkeologi nasional

rovinsi Banten, walaupun usianya baru 19 tahun, namun seyognya telah matang, dibanding dengan Provinsi-Provinsi P lainnya yang sudah lebih dahulu berdiri. Kematangannya karena telah melalui proses panjang perjuangan menuju terbentuknya sebuah institusi. Sehingga Banten telah dikenal sebagai Imperium dan Emperium. Status tersebut sebagai sumber semangat, sebagai spirit Provinsi Banten, untuk lebih unggul dibanding dengan Provinsi-Provinsi lainnya. Hal itu telah disadari oleh Gubernur Banten terpilih tahun 2017- 2022. Dalam langkah awal memulai dari Banten Lama. Seakan ia tahu bahwa Spirit Provinsi Banten ada di Banten Lama. Prof. Dr. Uka Tjandrasasmita yang punya andil dalam menetapkan hari jadi Kabupaten Serang, ketika ditanya, kenapa hari jadi Kabupaten Serang, pada tanggal 1 Muharram 933 H atau tanggal 8 Oktober 1526 M. Jawabannya singkat, agar hari jadi Kabupaten Serang, memiliki Ruh Kesultanan Banten. Begitupun pada hari penetapan hari Jadi Provinsi Banten, Prof Dr. Imat Tihami, mengusulkan yang sama untuk menghidupkan Ruh Banten. Namun suara terbanyak jatuh pada tanggal 4 Oktober 2000, berdasarkan di syahkan RUU Pembentukan Provnsi Banten. Tiga belas hari kemudian, tepatnya tanggal 17 Oktober 2000. RUU Pembentukan Provinsi Banten di syahkan menjadi Undang-Undang. Ada dua kasus salah bunda melahirkan. Yang pertama, hari lahirnya Kabupaten

23

Serang yang lahir pada tahun 1816 namun dibuat dalam akte kelahirannya jatuh pada tahun 1526. Yang kedua hari jadi Provinsi Banten yang ditetapkan pengesahannya menjadi Undang-Undang pada tanggal 17 Oktober 2000, namun dalam akte hari jadinya ditulis tanggal 4 Oktober 2000. Empat (4 ) Oktober 2000, merupakan baru semacam draf RUU yang belum menjadi Undang-Undang. Sebagaimana hari lahirnya Kabupaten, juga hari jadinya Provinsi patut ditinjau kembali. Memang apalah artinya sebuah hari lahir atau hari jadi. Hari jadi menurut bahasa adalah saat pertama kali digunakan atau selesai dibuat atau diresmikan. Artinya bukan saat pertama diusulkan atau direncanakan tetapai pada saat pertama kali digunakan atau diresmikan. Resmi disini adalah sudah menjadi kesepakan Hukum dan di syahkan. Namun persolannya adalah suara terbanyak juga menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan. Hari jadi ada beberapa sumber dasar pijakan, disamping Undang-Undang yang di syahkan, sumber sumber lainnya adalah; dari sumber prasasti, sumber manuscrip, sumber arsip dan sumber foklor. Seperti hari jadi Kabupaten Serang yang merupakan munculnya di masa Kolonial, sumber rujukannya adalah yang terdokumen dalam Arsip Belanda. Setelah masa Belanda, seperti berdirinya kota-kota administrasi, sumber rujukannya adalah Undang-Undang ketika ditetapkan sebagai kota. Demikian juga Hari jadi Provinsi, sumber rujukannya adalah ketika diundangkan sebagai berdiri sebuah Provinsi. Persoalannya ada hari jadi Provinsi, ada hari jadi Kabupaten atau ada hari jadi Kota Administrasi, dan ada hari jadi sebuah Kota. Hari jadi sebuah kota, prosesnya dari sebelum kota menjadi kota. Hari Jadi Kabupaten Serang sesungguhnyya untuk, menetapkan awal mulai adanya kota di Banten, bukan sebagai hari jadi dimulai berdirinya sebuah Kabupaten. Sehingga Kabupaten

24

Serang, usianya dituakan dalam aktenya. Menurut Prof.Dr. Uka Tjandrasasmita sebagai salah seorang yang membidaninya, “agar Kabupaten Serang memiliki Ruh Kesultanan Banten”. Kesultanan Banten sebagai ruh yang diperebutkan, sesungguhnya kapan Hari Jadinya? pada masa Kesultanan, hanya ada dua refrensi yang ditelusuri untuk mencari kapan Hari jadi Kesultanan Banten, yaitu sumber Prasasti dan sumber manuscrip. Tentu harus kita bedakan Banten sebagai status Kerajaan dan Banten sebagai status Kesultanan. Banten sebagai Status Kerajaan hari jadinya sudah dikonversi ke hari jadi Kabupaten Serang tanggl 1 Muharram tahun 933 H atau tanggal 8 Oktober 1526 M. Bagaimana dengan Banten yang telah menyandang status Kesultanan. Kapan hari jadi Kesultanan Banten. Kapan Banten menyandang status Sultan dan kratonnya disebut Kesultanan. Berdasarkan sumber manuscrip, Banten menyandang Status Sultan pada tanggal 12 Rabiul Awwal 1044 atau 7 Oktober 1634. Ditetapkan oleh Syarif Jahed dari Mekkah, sebagai penguasa Mekkah pada saat itu. Hingga saat ini Maulid di Banten, merupakan peringatan yang sangat meriah, yang awalnya sebagai bentuk memeriahkan Status Banten sebagai kesultanan yang bertepatan dengan maulid Nabi Muhmamad Saw. Namun perkembangan berikutnya yang tersisa yang diarak, dimeriahkan arak-arakan membawa Pajang Maulid, yang berisi, hiasan, nasi dan lauk pauk. Setelah dibagikan nasi dan lauk pauknya, menjadi nasi berkat. Kemeriahan peringatan Status Banten sebagai Kesultanan telah beralih peran menjadi arak-arakan Nasi berkat. Aneksasi Institusi Banten telah berdampak luas, hususnya terhadap nama Kesultanan Banten, yang mulai muncul pada tanggal 12 Rabiu Awwal tahun 1044 atau tanggal 7 Oktober 1634 telah berahir pada tanggal 22 Agustus tahun 1809 Nama Kesultanan

25

Banten setelah runtuh ditetapkan menjadi Cagar Budaya oleh Kolonial Belanda sekitar tahun 1913, menjadi nama Old Banten atau Banten lama. Peringatan ditetapkannya Banten sebagai Kesultanan, dengan mengarak kebanggaan nama Kesultanan berubah dengan mengarak nasi berkat. Yang di arak setiap bulan maulid. Namun demikan Ruh Kesultanan Banten tetap hidup. “Banten Lama” mejadi tempat kunjungan wisata religi, bahkan hampir yang berkumjung ke Banten puas setelah berziarah dan lupa bahkan sekan akan tidak ingin tahu tentang tapak tapak, jejak-jejak Kesultanan Banten yang berada di sekitar Makbaroh makam sultan. Ini menjadi tugas dan bagian dari Revitalisasi Banten yang sedang berjalan untuk memberi informasi yang utuh tentang Banten lama: sebagai sebuah kawasan Cagar Budaya. Revitalisasi Banten kurang sempurna kalau hanya satu zoning yaitu zoning inti. Padahal dalam Perda tahun 1990 Bahwa Banten Lama, telah diatur dalam tiga zoning, zoning inti, zoning penyanggah dan zoning pengembang. “Banten Lama” terdiri dari beberapa situs Monumental. Ada Situs Keraton, Situs Gedung Ijo, Situs Jembatan Rantai, Situs Rumah Cina, Situs Spelwijk, situs Pangindelan, situs Tsik ardi, situs Gapura Lawang Saketeng. Belum lagi situs yang masih diduga ada temuan yang masih berada di bawah tanah. Persoalan aktual muncul tentang “Banten Lama”. Apakah disebut Banten Lama ataukah akan disebut Kesultanan Banten. Dalam diskusi tentang nama dalam forum Mang Fajar tanggal 5 September 2018, usulan yang muncul adalah Eks-Kesultanan Banten. Munculnya usulan tersebut boleh jadi karena adanya Forum Forum Kesultanan Nusantara atau implementasi dari Revitalisasi yang telah berjalan. Old Banten adalah sebuah nama bentuk perlindungan, pelestarian Situs-Situs yang berada di Banten Lama. Sebagai bentuk kompromi apakah bernama Banten Lama ataukah Kesultanan

26

Banten, maka nama yang patut disandang adalah “KAWASAN SITUS KESULTANAN BANTEN”. (KSKB). KSKB memiliki dua nilai penting yaitu; Nilai Pelestarian dan Marwah Kesultanan. [*]

27

1

OTORITAS KEAGAMAAN ISLAM DI BANTEN HINGGA ABAD KE-19 Oleh: Rohman Sekretaris Umum ICMI Orwil Banten

Pendahuluan onsep otoritas keagamaan memiliki cakupan yang luas meliputi teks, seseorang, kelompok orang, institusi, dan K lain-lain.1 Sedangkan Gudrun Kramer menganggap bahwa konsep ini memiliki sejumlah bentuk dan fungsi yang meliputi kemampuan (kesempatan, kekuasaan, atau hak) untuk mendefinisikan keimanan dan praktek keagamaan yang benar, ortodoksi atau ortopraksi; otoritas keagamaan ini juga berfungsi untuk membentuk dan mempengaruhi pandangan-pandangan dan perilaku agar sesuai dengannya; mengidentifikasi, meminggirkan, menghukum atau mengeluarkan pelaku penyimpangan, bid’ah, dan kemurtadan serta agen-agennya dan pendukung-pendukungnya.2 Pada agama-agama monoteistik yang didasari pada wahyu, otoritas keagamaa melibatkan kemampuan untuk mengarang dan mendefinisikan undang-undang yang berasal dari teks yang otoritatif dan menetapkan metode interpretasi yang shahih.3

1 Nico J. G. Kaptein, The Voice of the Ulama: Fatwas and Religious Authority in Indonesia, Archives de sciences sociales des religions, 49e Année, No. 125, Authorités Religieusesen Islam (Jan. - Mar., 2004), pp. 115-130. 2 Gudrun Kramer dan Sabine Schmidtke, Speaking for Islam: Religious Authorities in Muslim Societies (Leiden: Brill, 2006), h. 1-2. 3 Ibid.

29

Pada saat Rasulullah SAW masih hidup, beliau adalah pemegang otoritas keagamaan (religious authority) sekaligus otoritas politik (political authority). Pendeknya seluruh otoritas yang ada berada dalam satu genggaman Rasulullah SAW. Rasulullah SAW merupakan pemilik otoritas keagamaan karena Rasulullahlah mendapatkan wahyu langsung dari Allah SWT dan dapat langsung disampaikan kepada para sahabatnya. Wahyu ini kemudian ditafsirkan langsung oleh Rasulullah dengan bimbingan Allah SWT. Rasulullah-lah yang memiliki hak dan otoritas dalam memberikan tafsir terhadap Al . Selain itu melalui perkataan, perbuatan, dan diamnya, Rasulullah memberi pemahaman kepada umat Islam mengenai berbagai permasalahan yang muncul ketika itu.Sementara dalam konteks otoritas politik, beliau adalah pemegang kekuasaan yang memiliki wilayah, rakyat, tentara, pengaruh, dan loyalitas pengikut yang sangat patuh kepadanya. Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, otoritas keagamaan otoritas keagamaan dan politik beralih kepada para khalifah yang diberi petunjuk (khulafa al rashidun) yaitu Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Para khilafah inilah yang mewarisi otoritas keagamaan dan politik pasca Rasulullah SAW wafat karena mereka dapat menjelaskan hukum Islam sesuai dengan apa yang mereka dengar dan saksikan dari Rasulullah SAW. Pasca transisi kekuasaan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah yang merupakan pembangun fondasi dinasti Umayyah, otoritas keagamaan dan politik yang disatukan Rasulullah dan dilanjutkan oleh khulafa al rashidun berakhir.4

4 Patricia Crone dan Martin Hind, The God’s Caliph: Religious Authority in the First Century of Islam, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003), h. 2.

30

Pada masa Ummayah inilah, peran keagamaan dan politik mulaidipisahkan dimana khalifah memegang otoritas politik dan ulama memegang otoritas keagamaan. Hal ini diteruskan oleh dinasti-dinasti Islam setelahnya karena tidak adanya sosok yang memiliki kualitas seperti nabi Muhammad dan empat khalifah penggantinya yang diberi petunjuk. Konsekwensinya, dimensi relijiusitas, spiritualitas, hukum, dan militer menjadi terpisah dengan figur dan institusinya masing-masing yang memiliki orotitas terpisah.5 Ini yang kemudian terjadinya klaim dalam tubuh umat Islam terkait dengan siapakah yang paling berhak untuk berbicara mewakili Islam? Siapakah yang paling dapat mentafsirkan Al Quran dan Hadist? Kepada siapa umat Islam merujuk untuk mendapatkan petunjuk dan bimbingan? Dalam konteks sejarahnya kemudian, Islam terpecah belah dalam beberapa aliran baik aliran kalam, hukum, maupun politik yang masing-masing mengklaim berhak untuk berbicara dan mewakili atas nama Islam. Namun dalam batas tertentu pemiliki otoritas keagamaan pasca wafatnya Rasulullah adalah ulama yang memiliki kemampuan untuk menafsirkan al Quran dan menjelaskan hadist-hadist yang bersumber dari Rasulullah. Kemampuan ini merupakan modal utama dalam konteks kepemilikan otoritas keagamaan.

Otoritas Keagamaan Islam di Banten Hingga Abad ke-19 Banten merupakan salah satu wilayah di Nusantara yang memiliki reputasi sebagai wilayah Muslim yang umatnya lebih taat

5Hamid Dabashi, Authority in Islam: From the Rise of Muhammad to the Establishment of the Umayyad, (New Jersey: Transaction Publisher, 1989), h. 4.

31 dalam menjalankan ibadah jika dibandingkan dengan Muslim di daerah lainnya.6 Kesultanan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dan putranya, Hasanuddin yang berhasil mengalahkan kerajaan Sunda yang berpusat di Banten Girang. Pusat kesultanan Banten kemudian dipindahkan ke pesisir utara Banten pada tanggal 1 Muharram 933 Hijriyah bertepatan dengan 8 Oktober 1526.7 Melalui kekuatan politik dan pada batas tertentu militer, sultan-sultan Banten dan aparat pemerintahannya diduga aktif dalam melakukan dakwah sehingga dapat dengan sukses mengkonversi keyakinan sebagian besar masyarakat Banten baik penduduk asli yang tinggal di pedalaman Banten maupun pendatang yang datang dari berbagai wilayah di Jawa untuk bekerja sebagai penggarap lahan pertanian dan perkebunan. Mereka yang awalnya beragama Hindu atau Budha kemudian menjadi penganut Islam yang taat. Pada awal periode kesultanan Banten, posisi otoritas keagamaan dan politik terkonsentrasi pada tangan pendiri kesultanan Banten yaitu Syarif Hidayatullah dan Hasanuddin. Pada batas ini nampak bahwa pendiri kesultanan Banten merupakan pemilik otoritas keagamaan sekaligus politik yang kuat dimana mereka berperan sebagai penafsir teks Al Quran dan hadist yang diejawantahkan dalam kegiatan dakwah dan pengajaran agama hingga pencarian ilmu keislaman. Pada sisi lain, mereka juga merupakan pemegang otoritas politik karena kekuasaan berada

6Martin Bruinessen, , Pesantren, dan Tarekat: Tradisi-Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), h. 246. 7Nina Lubis, etal., : Membangun Tradisi dan Peradaban, (Serang: Badan Perpustakan dan Arsip Daerah Provinsi Banten, 2014), h. 40.

32 dalam genggaman sehingga memudahkan untuk mengatur dan mengambil kebijakan dalam menjalankan urusan kenegaraan sekaligus keagamaan. Meskipun demikian konsentrasi otoritas keagamaan dan politik dalam satu genggaman ini tidak berlangsung lama.Hal ini ditandai dengan mulai adanya guru-guru agama yang mengajarkan ilmu keislaman kepada para sultan-sultan Banten berikutnya yang memang dikenal gemar mencari dan mendalami ilmu agama. Wajar jika kemudian mereka memiliki gelar maulana bagi pendiri dan tiga sultan pertama kesultanan Banten yaitu Maulana Mahdum atau sunan Gunung Jati, Maulana Hasanuddian, Maulana Yusuf, dan Maulana Muhammad.8 Pemberian gelar maulana menurut Bruinessen diberikan kepada seseorang yang memiliki pengetahuan agama yang luas atau ulama sufi.9 Pemisahan antara otoritas keagamaan dan politik nampaknya semakin jelas terjadi pada masa penguasa Banten pertama yang bergelar sultan yaitu Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir yang meninggal pada tahun 1651.10 Hal ini ditandai dengan adanya permintaan sultan Abul Mufakhir dan anaknya Abul Ma’ali Ahmad yang mengirimkan utusan kepada Syarif Besar di Mekah untuk mengirimkan seorang ahli hukum Islam (syariah) yang berpengetahuan luas untuk memberikan pemahaman keagamaan di kesultanan Banten meskipun permintaan ini tidak dapat dipenuhi.11 Dalam konteks sejarah Banten, pemegang otoritas keagamaan yang tadinya berada dalam genggaman seorang sultan pada batas tertentu

8Martin Bruinessen, h. 249. 9 Ibid 10 Martin van Bruinessen, h. 250. Lihat juga, Nina Lubis, hal. 60. 11 Martin van Bruinessen, h. 250-251.

33 mulai dipindahkan kepada seorang qadhi yaitu seorang hakim atau syaikh tertinggi dimana perannya mengalami dinamika sepanjang sejarah Banten.12 Istilah qadhi sendiri kemudian dijawakan sehingga lafalnya menjadi Kali/Ki/Kyai dimana dalam konteks kesultanan Banten, qadhi ini mendapat gelar Kyai Pakih Najmuddin. Dalam konteks keagamaan, qadhi kesultanan Banten memiliki peran yang penting karena dialah yang menjadi pemutus perkara-perkara yang terkait dengan perkawinan, perceraian, waris, dan pemeliharaan anak.13 Sedangkan urusan pembunuhan atau pidana berat nampaknya diserahkan kepada sultan atau mangkubumi dan karena Banten telah dijajah oleh Belanda sejak tahun 1682 maka Belanda melarang penerapan hukum pidana Islam seperti qisas dan had14 walaupun aturan tentang qisas dan had terdapat dalam kitab Undang-Undang Pidana kesultanan Banten.15 Qadhi memiliki peran yang besar dalam perpolitikan dalam negeri kesultanan Banten. Pada saat kematian Maulana Yusuf di tahun 1580 misalnya, qadhi memainkan peran penting dalam memilih pengganti Maulana Yusuf yaitu anaknya yang masih berusia 9 tahun bernama Maulana Muhammad (1580-1596). Peristiwa ini berulang ketika Maulana Muhammad meninggal dalam pertempuran untuk menguasai Palembang yang kemudian qadhi melantik pangeran Abdul Qadir

12 Martin van Bruinessen, h. 252. 13 Ayang Utriza Yakin, The Register of Qadi Court: “Kiyahi Pekih Najmuddin” of Sultanate of Banten, 1754-1756, Studia Islamica, Vol. 22, No. 3, 2015, h.1-60. 14 Ibid 15 Dinar Boontharm, The Sultanate of Banten1750-1808: A Social and Cultural History, Dissertation, University of Hull, 2003, h. 261-262.

34 yang masih belia untuk menggantikan posisi ayahnya dan menjadi pengajar sekaligus penasehat sultan yang paling diandalkan.16 Melalui otoritas keagamaan yang dimiliki, qadhi memiliki pengaruh yang luas tidak hanya sebatas pada kalangan istana namun juga meluas di kalangan rakyat Banten. Dapat diduga bahwa qadhi tidak hanya mengajari ilmu agama kepada anggota keluarga kesultanan namun juga kepada para abdi istana dan rakyat Banten sehingga proses islamisasi menjadi lebih cepat. Qadhi memiliki kaki tangan yang bernama pengulu (petugas keagamaan yang mengawasi pengurus masjid, perkawinan dan perceraian, dan hakim di tingkat daerah dan kampung). Selain itu Qadhi juga memiliki staf lain yang membantunya yaitukarta, jaksa, and paliwara.17 Mereka adalah aparat pemerintah kesultanan Banten yang bertugas sebagai perwakilan qadhi di tingkat kampung.18 Meskipun para staf qadhi ini belum diketahui kapasitas dan latar belakang pendidikannya namun dapat diduga bahwa mereka memiliki pengetahuan dan pemahaman keagamaan yang cukup memadai sehingga qadhi mempercayakan sebagian otoritas keagamaan khususnya dalam penyelesaian masalah hukum keluarga Islam di tingkat kampung kepada mereka. Menurut Utriza, qadhi memiliki beberapa peran yaitu sebagai hakim, penengah, mediator, notaris, penjaga, panitera, tempat kepercayaan warga untuk menitipkan hartanya, sekaligus tempat memutuskan perkara jika ada

16 Martin van Bruinessen, h. 253. Lihat juga Dinar Boontharm, h. 259. 17 Ibid 18 Ibid

35 yang tidak puas dengan keputusan penghulu yang bertugas pada level di bawahnya.19 Jabatan qadhi yang bergelar Pakih Najmuddin di kesultanan Banten tetap bertahan pada puncak hieraki kekuasaan hingga awal abad ke-19 dimana Pakih Najmuddin memiliki wewenang untuk mengangkat dan memecat pejabat yang menangani permasalahan agama yaitu penghulu dan amil(petugas untuk mengurusi zakat). Posisi ini bertahan hingga tahun 1868 atau 36 tahun sejak kesultanan Banten dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1832.20 Otoritas keagamaan kyai Pakih Najmuddin kemudian diwariskan kepada staf qadhi khususnya penghulu yang kemudian menjadi bagian dalam sistem birokrasi pemerintah kolonial Belanda dan pejabat yang khusus mengurusi permasalahan keagamaan. Selain penghulu dan staf qadhi lainnya, otoritas keagamaan di Kesultanan Banten juga dimiliki oleh para guru agama yang berpusat di Kasunyatan yang merupakan pusat penting ilmu pengetahuan dan pendidikan agama kesultanan Banten yang dimulai sejak era kepemimpinan Maulana Muhammad.21 Guru-guru agama ini datang dari berbagai tempat di Nusantara dan manca negara karena kesultanan Banten pada puncak kejayaannya dikenal sebagai pusat perekonomian tersibuk sekaligus sebagai pusat ilmu pengetahuan keagamaan di Nusantara sehingga menarik para ulama untuk bermukim di wilayah ini. Tidak jarang terjadi perbedaan pendapat terkait dengan permasalahan keagamaan. Misalnya, qadhi pada tahun 1780 meletakkan jabatannya karena Sultan Abul Mufakhir Muhammad Aliyuddin (1777-1802) terpengaruh oleh

19 Ibid 20 Martin van Bruinessen, h. 257. 21 Ibid

36 ajaran ulama asing yang menggunakan teknik baru dalam penentuan awal dan akhir bulan Ramadhan.22 Otoritas keagamaan juga dimiliki oleh para kyai independen, yang pada awal abad ke-19 atau setelah dihapusnya kesultanan Banten oleh Inggris pada tahun 1813, mulai secara massif membuka pesantren untuk memberi pelajaran agama kepada generasi muda Banten.23 Kemungkinan besar, para kyai independen ini muncul akibat dihapuskannya kesultanan Banten dan kyai Pakih Najmuddin. Sehingga rakyat Banten kemudian mencari otoritas keagamaan yang dapat langsung mereka mintakan nasihat-nasihatnya tanpa melalui birokrasi. Bisa jadi sebagian rakyat Banten enggan untuk merujuk ilmu agama dari penghulu dan membayar zakat kepada penghulu karena mereka dianggap sebagai bagian dari pemerintah kolonial Belanda.

Kesimpulan Otoritas keagamaan (religious authority) di Banten telah terbentuk hingga abad ke-19. Terdapat beberapa bentuk otoritas keagamaan yang ada di Banten hingga abad ke-19. Pertama, qadhi yang merupakan rujukan utama terkait dengan persoalan keagamaan karena kemampuannya dalam memahami dan menginterpretasikan teks keagamaan. Selain itu qadhi juga memiliki staf-staf yang juga memiliki pemahaman keagamaan yang baik yang dapat menjadi rujukan bagi masyarakat kesultanan Banten. Mereka adalah penghulu, karta, jaksa, and paliwara. Selain itu, otoritas keagamaan di kesultanan Banten juga dimiliki oleh para kyai yang muncul secara massif pada awal abad ke-19 yang dipicu oleh penghapusan

22 Martin Bruinessen, h. 260. 23 Ibid

37 kesultanan Banten oleh Inggris dan penghapusan Kyai Pakih Najmudin dari sistem birokrasi pemerintahan Kolonial Belanda. Melalui otoritas keagamaan yang dimiliki, mereka membentuk pemahaman keagamaan masyarakat Banten melalui pengajaran dan nasihat-nasihat keagamaan yang mereka berikan kepada masyakat Banten.

Referensi

Boontharm, Dinar, The Sultanate of Banten1750-1808: A Social and Cultural History, Dissertation, University of Hull, 2003. Bruinessen, Martin Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Tradisi- Tradisi Islam di Indonesia, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999). Crone, Patricia dan Martin Hind, The God’s Caliph: Religious Authority in the First Century of Islam, (Cambridge: Cambridge University Press, 2003). Dabashi, Hamid, Authority in Islam: From the Rise of Muhammad to the Establishment of the Umayyad, (New Jersey: Transaction Publisher, 1989). Kaptein,Nico J. G., The Voice of the Ulama: Fatwas and Religious Authority in Indonesia, Archives de sciences sociales des religions, 49e Année, No. 125, Authorités Religieusesen Islam (Jan. - Mar., 2004). Kramer, Gudrun dan Sabine Schmidtke, Speaking for Islam: Religious Authorities in Muslim Societies (Leiden: Brill, 2006). Lubis, Nina etal., Sejarah Banten: Membangun Tradisi dan Peradaban, (Serang: Badan Perpustakan dan Arsip Daerah Provinsi Banten, 2014).

38

Yakin, Ayang Utriza, The Register of Qadi Court: “Kiyahi Pekih Najmuddin” of Sultanate of Banten, 1754-1756, Studia Islamica, Vol. 22, No. 3, 2015.

39

Tentang Penulis

Rohman, dilahirkan di Kampung Ciceri Jaya, Kota Serang pada tanggal 30 Mei 1981. Setelah menamatkan jenjang pendidikan menengah di SMUN 1 Serang, sempat bekerja di PT LOC sebagai analis Quality Control selama 8 tahun. Sambil bekerja di perusahaan tersebut, penulis melanjutkan studi S-1 di kampus IAIN SMH Banten mulai 2002 hingga 2006. Setelah itu, berkesempatan untuk melanjutkan studi S-2 di Leiden University, Belanda melalui program beasiswa yang disponsori Kementrian Luar Negeri Belanda dengan nama program The Indonesian Young Leader. Menjadi tenaga pengajar di almamaternya sejak lulus S-2 pada tahun 2012 dan saat ini sedang melanjutkan studi S-3nya di Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beberapa negara yang telah dikunjungi dalam pengembaraan akademiknya adalah Belanda, Jerman, Belgia, Perancis, Spanyol, Turki, dan Australia.

40

KH. TB. A. SOCHARI CHATIB (1920-2003): TOKOH PENDIRI PROVINSI BANTEN 1963-1967

Oleh: Mufti Ali Pengurus ICMI Orwil Banten dan Peneliti Sejarah dan Kebudayaan Banten, Sultan Abul Mafakhir Institut (SAMI)

acana dan gerakan pembentukan provinsi Banten bukan ide dan praksis yang muncul masa reformasi 1997-2000 Wmelainkan sudah ada sejak masa Tb. KH. Achmad Chatib menjadi residen Banten tahun 1945-1949.Tokoh Ulama yang aktivis dan entrepreneur ini pernah mengajukan protes halus kepada Presiden Soekarno mengapa Banten tidak diberikan status daerah istimewa seperti halnya Aceh dan Yogyakarta. Meskipun usulan dan idenya ditolak Presiden, ia tidak putus asa. Perjuangannya diwujudkan dengan mendirikan Panitia Pembangunan Banten pada 8 september 1946. Dipimpin langsung oleh Kh. Achmad Chatib, panitia ini bertugas membersihkan, memperbaiki, dan memelihara bangunan dan kawasan Banten Lama. Ide dan gagasannya untuk mendirikan provinsi Banten tidak padam dan dilanjutkan saat Achmad Chatib menjadi pengurus sentral PSII dan menjadi anggota DPRGR 1962-1963. Ketika residen yang ulama ini menjadi anggota DPRGR tahun 1961-1963 dari Partai Indonesia (PSII), ia berjuang untuk mewujudkan ide dan wacana lamanya itu dengan membentuk Panitia Pembentukan Provinsi Banten. Salah seorang pendukung utama ide dan gerakan perjuangan mendirikan provinsi Banten ini adalah putera KH. Tb. Achmad

41

Chatib sendiri, KH. Tb. Sochari Chatib. Begitu diangkat Presiden menjadi DPRGR tahun 1963-1967, ia berjuang mencari dukungan dari berbagai partai untuk mewujudkan ide dan gagasan pendirian Provinsi Banten ini. Dengan kharismanya sebagai ketua MUB (Majelis Ulama Banten) dan aktivis, ia kumpulkan kekuatan masyarakat Banten di luar parlemen. Sebagai anggota DPRGR 1963-1967, ia berjuang mengumpulkan dukungan dari sejumlah anggota parlemen tersebut. Panitia penyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Banten pun mulai dibentuk. Tanggal 26 Maret 1964, RUU ini dibawa ke sidang paripurna DPRGR. Namun perjuangannya belum membuahkan hasil, ganjalannya adalah PKI. Biografi Lahir di Caringin pada 17 agustus 1920 dari pasangan Tb. KH. Achmad Chatib dan Ratu Hasanah. Di usianya yang ke-6, ia ditinggal bapaknya, KH. Tb. Achmad Chatib, yang dipenjara Belanda di Cipinang selama 1 tahun dan dibuang ke Boven Digoel tahun 1927-1942. Sochari kecil dengan demikian diurus kakeknya, Syeikh Asnawi Caringin. Ketika Syeikh Asnawi menjalani hukuman tahanan rumah di Batavia dan Cianjur 1927-1934, Sochari kecil turut serta bersama kakeknya tinggal di sana selama 7 tahun. Sochari disekolahkan oleh Syeikh Asnawi di Muawanah Ikhwan School (MIS) kota Cianjur. Di sekolah ini, bakatnya dalam ilmu sejarah, ilmu bumi dan bahasa sangat menonjol, sehingga diberikan kesempatan akselerasi. Setelah kakeknya dibebaskan oleh Belanda dan kembali ke Caringin, Sochari kecil turut kembali dan kemudian belajar di Madrasah Masyariqul Anwar sampai lulus. Di usianya yang baru menginjak 15 tahun, ia diangkat menjadi guru di Madrasah

42

Masyariqul Anwar. Setelah Syeikh Asnawi wafat pada juni 1937, ia melanjutkan sekolah di Madrasah tertua dan sekaligus termodern saat itu di Hindia Belanda, Madrasah Jamiatul Khair di Tanah Abang. Sore harinya ia sering mengikuti kursus-kursus politik yang diadakan oleh Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Setelah selesai kursus, ia aktif sebagai anggota PSII. Oleh kawan-kawannya, ia dijuluki dengan siasi kabir (ahli strategi ulung). Setelah lulus, ia diangkat oleh Pimpinan Jamiatul Khair menjadi guru SMI Jamiatul Khair cabang Ciamis. Setelah menikah, ia pindah ke Serang dan memimpin PSII cabang Serang, bahu membahu membesarkan organisasi dakwah dan politik partai ini bersama dengan kakak iparnya, Ayip Zuchri. Membantu Rakyat Saat Zaman Jepang 1942-1945 Di samping piawai dalam ilmu agama dan politik, Sochari Khatib juga seorang ulama muda yang berjiwa entrepreuneur sosial. Untuk mengatasi kelangkaan bahan pangan, kemiskinan dan kesengsaraan mayarakat akibat penjajahan Jepang 1942-1945, Sochari Chatibbersama ayahnya, KH Tb. Achmad Chatib mendirikan PUPERA (Pusat Perniagaan Rakyat). Dalam struktur organisasi PUPERA, KH. Sochari Chatib berperan sebagai komisaris. Tujuan PUPERA antara lain adalah menghimpun kekayaan rakyat untuk ditukarkan dengan kebutuhan-kebutuhan rakyat. Dalam menjalankan perusahaan yang baru didirikannya ini, ia sangat sungguh-sungguh. Ia pernah membawa satuperahu besar berisikan hasil bumi rakyat ke Jakarta dan pulangnya naik sepeda. Selain dari pada itu banyak pula dilakukan hubungan-hubungan dengan perusahaan-perusahaan di seluruh daerahBanten. Pada saat kelangkaan produk sabun, ia menjalankan usaha membuat sabun dari minyak kelapa, yang produksinya terus meningkat berkat kegigihannya.

43

Pada januari 1944, Suchari Chatib membuka cabang PUPERA di Rangkas Bitung untuk menjual minyak kelapa dan emping. Enam bulan kemudian PUPERA bangkrut karena tekanan dan monopoli pihak Jepang dengan menggunakan kekuasaan terhadap perekonomian rakyat. PUPERA tidak bisa bergerak lagi sebab semua hasil bumi dan minyak ditangani oleh kaki tangan Jepang. Masa Revolusi Sosial 1945-1949 Pada masa kemerdekaan, Sochari Chatib aktif di KNID (DPRD sekarang). Di samping itu ia juga aktif sebagai sekretaris Masyumi dan komandan hizbullah Pandeglang. Sejak 1 Maret 1947 ia dipercaya memimpin Radio Perjuangan Banten dengan tugas memberikan penerangan kepada masyarakat tentang program pemerintah RI residensi Banten dan menjembatani komunikasi antara pemerintah residensi Banten dengan pemerintah pusat di Yogyakarta. Pasca Revolusi Sosial 1950-1960 Setelah masa revolusi sosial sudah lewat, Sochari Chatib dipercaya untuk mengurus Majelis Ulama Pusat Daerah Banten, sebuah organisasi alim ulama yang didirikan tanggal 18 januari 1946 oleh KH. Tb. Achmad Chatib. Majelis Ulama ini terdiri dari 40 ulama se Banten yang berperan sebagai dewan penasehat residen Banten. Setelah Achmad Chatib hijrah ke Jakarta, sebagai pengurus sentral PSII, jabatan ini diserahkan kepada Sochari Chatib. Tugas lainnya yang diemban oleh Sochari Chatib pasca perpindahan ayahnya ke Jakarta adalah mengurus Perusahaan Alim Ulama (PAU).

44

Turut Mendirikan Provinsi Banten 1963-1967 Sochari Chatib, Ayip Zuchri, dan didukung oleh Gogo Sandjadiredja serta tokoh pemuda lainnya, kembali mengajukan usulan pada tahun 1963 kepada pemerintah pusat agar Banten mendapatkan hak otonomi daerah. Pada momen halal bil halal masyarakat Banten di pendopo kabupaten Serang, gagasan mendirikan Provinsi Banten kembali dicetuskan. Maka kemudian Panitia Pembentukan Provinsi Banten dibuat. Gogo Sandjadirdja sebagai bupati Serang ketika itu didaulat sebagai ketuanya. Ayip Dzuhri, menantu Achmad Chatib, bertindak sebagai wakil ketua, sementara Sochari Chatib, wakil dari PSII, ditunjuk menjadi anggota. Dalam kepanitiaan ini juga duduk perwakilan dari PNI, Entol Mansur, dari PKI diwakili Sukra dan M. Sanusi dari PSII serta Toha perwakilan DPR GR Kab. Serang. RUU Provinsi Banten Batal disahkan karena Isu PKI Usaha Sochari Chatib, Gogo Sandjadiredja, Ayip Zuchri dkk untuk mendirikan provinsi Banten mengalami kegagalan karena fitnah bahwa upaya tersebut ditunggangi kepentingan PKI.Aidit, katanya, menaruh harapan besar dapat memanfaatkan aspirasi rakyat Bantenuntuk pendirian provinsi agar PKI memperoleh dukungan dan simpatisan dari sana. Ketika G-30 S/PKI meletus pemerintah pusat mendesak panitia untuk sementara waktu tidak aktif. Apalagi didapati beberapa anggota panitia merupakan unsur PKI (seperti Sukra dan E. Mansur). Tentu saja kerja panitia pun mendapat perhatian khusus pemerintah pusat. Ketika Soeharto mengambil alih kekuasaan dalam suasana genting, ia mengeluarkan intruksi agar panitia ini tidak bergerak untuk sementara waktu sampai situasinya benar-benar memungkinkan. Pemerintah pusat masih tetap khawatir panitia

45 ditunggangi oleh sisa-sisa PKI yang belum diamankan. Berbagai pendekatan persuasif pun dilakukan pemerintah kepada masyarakat Banten, khususnya melalui usaha pembangunan daerah yang dipimpin langsung oleh Korem Maulana Yusuf. Pembangunan gedung Universitas Mualana Yusuf, taman wisata Batu Kuwung, dan Danau Tasik Kardi adalah beberapa hasil yang dikaryakan melalui program TNI berbakti. Untuk menjawab keresahan pemerintah pusat yang mengindikasikan bahwa gerakan pendirian provinsi ditunggangi PKI, Sochari Chatib sebagai anggota DPR-GR dari Banten pada tanggal 5 Juli 1967 menyatakan bahwa pembentukan provinsi Banten adalah murni dari keinginan yang terdalam dari masyarakat Banten dan tidak ada kaitannya dengan komunisme dan PKI. Penolakan pusat atas usulan pendirian Provinsi Banten dengan isu PKI benar-benar menyinggung perasaan masyarakatBanten. “Masyarakat Banten merasa prihatin dan protes apabila ada yang mengatakan, bahwa ide perjuangan Banten jadi Provinsi pada tahun 1963 itu idenya PKI, sehingga dikhawatirkan dengan penilaian itulah Provinsi Banten belum disetujui oleh Pemerintahan Pusat.” Kemudian lebih lanjut KH.Tb. Suchari Chatib menjelaskan di hadapan Panglima ABRI, Feisal Tanjung, bahwa adalah fitnah jika usulan pembentukan Provinsi Banten merupakan usulan dari PKI. Untuk menghilangkan kesan fitnah itulah KH.Tb. Suchari Chatib menceritakan duduk persoalannya. Menurut Sochari Chatib pada saat itu, hanya PKI yang pada tangal 26 Maret 1964 menolak RUU Provinsi Banten. Tetapi, menjelang Gestapu, PKI di Serang telah memasang papan nama CDB PKI Banten. Menurut pengetahuan umum saat itu, CDB itu struktur pengurus PKI setingkat provinsi. Ide Banten jadi provinsi itu, menurut Sochari Chatib, timbul dari beberapa pertimbangan yang antara lain bahwa Banten memiliki

46 kekayaan alam yang subur cukup bila telahdi gali untuk membiayai pemerintahannya sendiri. Laut Jawa, Selat Sunda dan Samudera Indonesia dengan segala isinya bisa digali dan dimanfaatkan untuk pembangunan. Demikian pula tanah yang subur, yang penuh dengan kandungan mineral, sebagai sumber pendapatan Provinsi. Sebagai contoh, sekalipun baru ada penggalian tambang emas di Cikotok Lebak, Banten mampu saat revolusi 1945 membiayai dan mempertahankan daerahnya, karena hubungan dengan Pemerintahan Pusat Republik Indonesia di Jogjakarta saat itu agak terputus karena Agresi Militer Belanda. Selain daripada itu di Banten telah didirikan Pabrik Baja tingkat internasional yang sekarang menjadi PT. Krakatau Steel dengan segala anak perusahaanya, yang hasilnya mencukupi kebutuhan nasional. Bermacam-macam perusahaan kini semakin bertambah, sepanjang jalan Tol Tangerang-Merak telah semarak pabrik-pabrik yang bahan bakunya diambil dari daerah sendiri, demikian pula kini telah berfungsi pabrik minyak kelapa sawit, dpabrik-pabrik karet di Lebak, dan bahkan meluas ke Kabupaten Pandeglang. Penduduk Keresidenan Banten yang semakin bertambah, perlu terus ditingkatkan keterampilannya sebagai seumber daya manusia untuk mempercepat pembangunan disegala bidang. Objek dan jalan pariwisata sepanjang pesisir Selat Sunda sampai Pelabuhan Ratu, apabila telah dibangun, akan lebih menguntungkan bagi pembangunan daerah, sehingga para turis akan lebih tertarik sebagai pusat wisata, ditambah lagi bila dihubungkan dengan sejarah meletusnya Gunung Krakatau tahu 1883. Sepanjang pesisir Teluk Banten bisa dijadikan pelabuhan- pelabuhan Samudera, terutama Pelabuhan Merak, Cigading dana Karangantu, yang pada zamannya dahulu telah dijadikan Bandar

47 pelabuhan yang menghubungkan Banten dengan dunia internasional. Demikian pula Lapangan Udara Gorda bisa dibangun untuk Lapangan Udara Nasional. Tidak lepas dari pertimbangan keamanan, bahwa Banten berbatasan langsung dengan dunia internasional, melalui Samudera Indonesia-Samudera Hindia, untuk menjaga beberapa kemungkinanbahaya subversif dari dunia luar, penjagaan pantai perlu ditingkatkan. Pulau Panaitan yang masih belum ada penghuninya kiranya perlu dijadikan kekuatan pertahanan. Pertimbangan lainya, menurut Sochari Chatib, bahwa Banten cukup jauh dengan Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat dan harus melewati Jakarta. Demikian butir-butir pemikiran salah seorang tokoh pendiri Provinsi Banten tahun 1963-1967 ini dapat penulis sarikan dari catatan hariannya. [*]

Tentang Penulis

Mufti Ali, yang lahir di Cikeusal, Serang- Banten 7 agustus 1972, adalah staff pengajar di Fakultas Usuludin dan Adab, Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Alumni Universitas Leiden yang menempuh pendidikan tingkat strata 2 dan 3 antara tahun 1998-2008 ini pernah memimpin Laboratorium Bantenologi 2007-2015 dan LP2M UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten. Kini ia tinggal bersama keluarganya di Karang Tanjung Pandeglang. Email yang dapat dihubungi: [email protected]. No.hp. 087773535900.

48

MENILIK SEJARAH, MEMBANGUN JALAN INTELEKTUALISME ISLAM BANTEN KEKINIAN

Oleh: Nurdin Sibaweh

Pendahuluan anten tidak hanya sekadar nama provinsi dalam struktur pemerintahan di Indonesia. Akan tetapi, menilik dari B perjalanan sejarahnya, Banten merupakan suatu entitas budaya dan peradaban dengan wilayah yang memiliki ragam potensi dan identitas budaya serta keunggulannya. Apabila merujuk sepuluh Objek Pemajuan Kebudayaan yang tercantum dalam Pasal 5 UU No.5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat, dan olahraga tradisional, hampir dipastikan bahwa secara umum dari sepuluh objek pemajuan kebudayaan tersebut ada dan dimiliki oleh Banten. Buku-buku tentang sejarah dan kebudayaan yang ditulis para sejarawan dan budayawan telah banyak menjelaskan mengenai adanya 10 objek pemajuan kebudayaan tersebut di Banten. Meskipun tentu saja, sepuluh objek pemajuan kebudayaan tersebut masih perlu untuk diterus dilakukan penelitian. Mengenai Banten, dari sisi nama dan citranya, menurut Claude Guillot (Guillot, 2011:363), Banten atau Bantam telah dikenal di Eropa, khususnya dalam kesusastraan Inggris, Perancis dan Belanda pada abad ke-17. Guillot menyebut bahwa reputasi Banten santer di Eropa karena dianggap sebagai pelabuhan utama

49

Nusantara atau ibu kota Pulau Jawa. Guillot menulis bahwa menurut para sastrawan Eropa itu, Banten merupakan kesultanan makmur khas wilayah laut-laut Selatan yang mampu merangsang imajinasi. Beberapa kalangan sastrawan atau seniman Eropa yang disebutkan Guillot (Guillot, 2011: 386-392) antara lain Ben Jonson (1572-1637) seorang penulis sandiwara Inggris termasyhur dalam The Alchemist- nya, Aphra Behn seorang penulis teater dalam cerpen The Court of the King of Bantam-nya, William Congreve (1670-1729) seorang penulis komedi dalam Love for love-nya, Abbe Jean-Paul Bignon (1662-1743) seorang penulis buku dalam Les avantures d’Abdalla- nya, Madeleine de Gomez seorang penulis cerpen dalam La princese de -nya, Onno Zwier van Haren (1713-1779) seorang Sastrawan dalam Agon, Sulthan van Bantam-nya, dan Johan Hendrik van Balen (1850-1920) seorang Sastrawan dalam De page van de sultane; historisch verhaal van den oorlogmet Bantam in 1682-nya. Popularitas Banten yang disebut Guillot telah santer disebut dalam kesusastraan Eropa pada abad ke-17 menunjukkan bahwa Banten telah memiliki nama besar sekaligus menunjukkan bahwa Banten telah memiliki entitas budaya dan peradabannya tersendiri sehingga mampu memikat para sastrawan Eropa. Meskipun diakui Guillot, bahwa penyebutan Banten atau Bantam dalam beberapa karya sastra di atas disebutkan hanya selintas atau hanya beberapa kali saja. Namun hal itu sudah cukup menunjukkan ketenaran dan eksistensi Banten dalam peta kewilayahan di dunia. Apakah Banten baru dikenal atau populer pada abad ke-17?, dalam buku Sejarah Banten, Membangun Tradisi dan Peradaban, yang diterbitkan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten, dikemukakan bahwa jauh sebelum abad ke-17, yaitu sekitar tahun 1421 M berdasarkan sumber asing, nama Banten telah dikenal dan disebut-sebut sebagai rute pelayaran (Lubis dkk, 2014:37).

50

Dijelaskan juga berdasarkan sumber asing (Lubis dkk, 2014:37) bahwa dalam laporan perjalanan Tomi Pires (1513) seorang penjelajah ternama, Banten digambarkan sebagai sebuah kota pelabuhan yang ramai dan berada di kawasan Kerajaan Sunda, sehingga kesaksian Tomi Pires ini dapat dijadikan petunjuk bahwa bandar Banten sudah berperan sebelum berdirinya Kesultanan Banten (1526). Oleh Karena itu, dapat diduga bahwa Banten telah berdiri sekurang-kurangnya pada pertengahan abad kesepuluh atau bahkan abad ke-7. Bahkan Banten yang berada di jalur perdagangan internasional, diduga kuat telah memiliki hubungan dengan dunia luar sejak awal abad Masehi, dimana kemungkinan pada abad ke-7 itu Banten sudah menjadi pelabuhan yang dikunjungi para saudagar dari luar (Lubis dkk, 2014:37). Sampai disini, apabila melihat sejarahnya, kebesaran nama Banten tidak dapat diragukan lagi, tentu dengan segala dinamika perjalanan sejarah, termasuk penulisan sejarahnya.

Keunggulan Wong Banten Apabila pada abad ke-7 Banten telah memiliki dan menjadi pelabuhan yang dikunjungi para saudagar dari luar, dan pada abad ke-17 telah dikenal dalam kesusastraan di Eropa, maka dalam perjalanan selanjutnya Banten juga terus menunjukkan kebesaran dan keunggulannya, khususnya ditunjukkan oleh orang-orang atau para tokoh Banten sendiri. Banten memiliki para tokoh yang pada masa tertentu telah mampu menembus batas geografis kenegaraan dan pemerintahan, baik dari aspek kiprah, peran maupun kontribusinya. Sebagai contoh, Martin Van Bruinessen dengan merujuk laporan Snouck Hurgronje menyebutkan bahwa menjelang akhir abad ke-19, orang-orang Banten merupakan kelompok paling menonjol di antara orang-orang Asia Tenggara yang menetap di

51

Mekkah, baik sebagai guru maupun murid. Sebagai guru, kebanyakan terkemuka dalam bidang ilmu agama, seperti Syekh Nawawi (ulama dan pengarang kitab-kitab terkemuka), Syaikh Abdul Karim (seorang ulama karismatik dan salah satu guru tarekat yang sangat berpengaruh), dan H. Marzuki serta Tubagus Ismail yang saleh dan aktivis. Dimana tokoh-tokoh tersebut semuanya unggul dibandingkan orang-orang di Asia Tenggara pada zamannya (Martin, 2015:311). Selain nama-nama tersebut, pada akhir abad ke-19 itu sangat dimungkinkan ada wong Banten lainnya yang memiliki keunggulan namun belum terungkap. Pasca fase tersebut, tokoh-tokoh Banten juga banyak bermunculan dan hadir sebagai tokoh baik sebagai seorang ulama, akademisi, birokrat, maupun politisi. Beberapa nama dimaksud antara lain KH. Achmad Hatib dan KH. Syam’un sebagai ulama, tokoh pemerintahan dan juga tokoh militer, KH. Abdul Fatah Hasan yang menjadi anggota BPUPKI, KH. Sadeli Hasan selaku ulama dan wakil Rakyat Banten yang duduk di Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), Abuya Dimyati selaku ulama dan tokoh tarekat, Syafrudin Prawiranegara selaku ahli Ekonomi yang pernah menjadi Gubernur BI Pertama dan Menteri Keuangan RI serta pernah menjadi Presiden Pemerintah Darurat Republik Indonesia, dan R. Hoesein Djajadiningrat selaku putra Banten yang meraih sarjana di luar negeri dengan mendapatkan gelar Doktor Pertama dari Indonesia. Belakangan beberapa nama tokoh Banten yang menonjol dan populer diberbagai bidang antara lain Dorodjatun Kuntotjo Jakti yang pernah menjadi Menko Perekonomian, Nur Hasan Wirajuda yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri, Muchtar Mandala sebagai seorang tokoh perbankkan, Wahab Afif sebagai sosok ulama Banten, Ronny Nitibaskara seorang akademisi dan ahli kriminologi

52

Universitas Indonesia, Taufiqurrahman Ruki yang pernah menjadi Ketua KPK, Muhammad Amin Suma seorang akademisi dan ulama yang pernah menjadi Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muhammad Atho’ Mudzhar seorang Cendekiawan Muslim yang pernah menjadi Rektor UIN Yogyakarta, dan Ma’ruf Amin seorang ulama dan politisi yang saat ini menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia, serta masih banyak tokoh lainya. Penyebutan nama-nama ini hanya sebagian dan sebagai contoh dengan tidak bermaksud menutup nama-nama besar tokoh Banten lainnya yang menonjol dan menjadi tokoh nasional. Bahkan saat ini, banyak tokoh-tokoh muda Banten yang unggul dan menonjol di bidangnya masing-masing. Dari deskripsi di atas, tidak dapat dipungkiri bahwa wong Banten memiliki keunggulan dan banyak yang menonjol. Oleh karena itu, menilik sejarahnya, tidak sepatutnya Banten menjadi daerah yang terbelakang.

Membangun Jalan Intelektualisme Islam Banten Bagaimana Banten kekinian?, menjelaskan Banten kekinian banyak hal yang perlu dikemukakan mengingat kondisi saat ini Banten menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang tentu terkait dengan berbagai sektor, mulai dari pendidikan, ekonomi, pariwisata, ekonomi kreatif sampai pertanian. Dari berbagai sektor itu, hal yang ingin difokuskan dalam tulisan ini adalah mengenai pendidikan yang dikerucutkan kepada intelektualisme Islam di Banten. Mengapa intelektualisme Islam di Banten?, fokus ini diambil setidaknya karena dua hal; pertama, Banten identik dengan Islam. Hal ini antara lain disampaikan oleh Martin Van Bruinessen yang menyebutkan bahwa Banten terkenal dengan umat Islamnya yang lebih sadar diri dibandingkan dengan daerah lainnya di Jawa dan

53 lebih taat dibandingkan dengan orang Jawa lainnya dalam melaksanakan berbagai kewajiban keagamaan (Martin, 2015:311). Kedua, saat ini Banten memiliki banyak pondok pesantren dan perguruan tinggi. Berdasarkan Pangkalan Data Pondok Pesantren (PDPP) Kementerian Agama RI, Pondok Pesantren yang ada di Banten berjumlah 4.574 dan menempati urutan terbanyak kedua setelah Provinsi Jawa Barat (ditpdpontren.kemenag.go.id). Sementara berdasarkan data BPS (www.bps.go.id), jumlah Perguruan tinggi Islam di bawah Kemenag RI sebanyak 30, dengan rincian 2 negeri dan 28 swasta. Adapun jumlah perguruan tinggi di bawah Kemendikbud RI sebanyak 110, dengan rincian 1 negeri dan 109 swasta. Berdasarkan dua alasan di atas dan mempertimbangkan perjalanan sejarah panjang Banten, maka dalam konteks kekinian penulis memandang perlu untuk merumuskan dan membangun kembali jalan intelektualisme Islam di Banten. Hal ini dikarenakan intelektualisme Islam di Banten kekinian dipandang tidak mengalami kemajuan, bahkan bisa dikatakan sebaliknya mengalami kemunduran. Padahal secara umum, masyarakat Banten menyadari bahwa khazanah intelektualisme Islam di Banten itu telah ditumbuh- suburkan oleh para pendahulu, utamanya pada fase Syekh Nawawi di abad ke-19. Bahkan sebelum itu, yaitu pada abad ke-17, Martin van Bruinessen (Martin, 2015:324) menyebutkan bahwa Banten merupakan sebuah pusat ilmu pengetahuan Islam, yaitu pada masa kejayaan Kesultanan Banten, dimana ulama yang berasal dari berbagai negara menjadikan Banten sebagai rumah mereka, dan para ahli agama Islam dari berbagai tempat di Nusantara mengunjungi Banten untuk memperoleh pengetahuan agama yang lebih dalam. Senada dengan Martin, Azyumarda Azra mengemukakan bahwa pada masa penguasa besar terakhir Kesultanan Banten di

54 bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa di abad ke-17, Kesultanan Banten mencapai masa keemasan. Selain pelabuhan Banten yang menjadi pusat perdagangan internasional yang penting di Nusantara, Sultan Ageng Tirtayasa seperti ayahnya juga menaruh minat khusus pada agama, dan pada masa ini Banten memilik reputasi sebagai pusat pengetahuan dan keilmuan Islam yang penting di Nusantara (Azra, 2007: 272-274) Berangkat dari hal tersebut, maka untuk membangun jalan intelektualisme Islam di Banten kekinian dapat dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: pertama, ‘memanjakan’ pondok pesantren di Banten sebagai ‘pabrik’ kiai, ulama atau cendekiawan muslim. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, berdasarkan data BPS saat ini Banten memiliki 4.574 pondok pesantren. Jumlah yang cukup besar ini perlu didukung masyarakat, diperhitungkan dan dilakukan optimalisasi oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya tradisi intelektualisme Islam. Menurut penulis, diantara indikator berkembangnya tradisi intelektualisme Islam, yaitu semaraknya kajian-kajian literatur Islam di Banten dan lahirnya santri atau kader ummat pembaharu dari pesantren yang memahami dinamika dan trend pemikiran Islam, serta mampu memberikan solusi atas permasalahan di masyarakat. Menurut Dawam Rahardjo, Pesantren memang sumber dan basis kepemimpinan ulama, dimana seorang ulama pada mulanya umumnya adalah seorang ustadz. Kalau ia terus mengembangkan ilmunya dengan belajar sendiri atau belajar kepada yang lebih pandai, maka ia akan menjadi seorang faqih atau seorang sufi, kemampuan dalam memecahkan masalah-masalah keagamaan dan mengajar itulah yang memberinya kredit, yang pada akhirnya pengakuan masyarakatlah yang akhirnya mengangkat seseorang

55 menjadi seorang kiai atau ulama (Rahardjo, 1996:195). Panggilan ulama atau kiai, pada tingkat kemasyarakatan yang berbeda-beda, lahir dari pengakuan masyarakat dan bukan dari kehendak sendiri dari ulama atau kiai tersebut. Oleh sebab itu, maka tidak munculnya ulama-ulama dan kiai-kiai baru dewasa ini, juga karena tidak adanya legitimasi masyarakat. Dewasa ini cukup banyak orang pintar di pesantren-pesantren. Tidak sedikit di antara mereka lulusan pendidikan di Mekkah dan Madinah dan negara-negara yang dianggap sebagai pusat-pusat Islam. Dahulu, salah satu sumber legitimasi keulamaan yang amat penting adalah pendidikan mereka di Mekkah dan Madinah. Sekarang tidak sedikit lulusan pesantren yang melanjutkan studi mereka di luar negeri. Tetapi, sekalipun kembali lagi ke pesantren mereka tak kunjung juga di beri gelar ulama (Rahardjo, 1996:196). Apa yang disampaikan Dawam Rahardjo di atas, patut menjadi renungan bagi masyarakat dan kalangan Pesantren di Banten untuk menegaskan kembali identitas pesantren sebagai pusat dan laboratorium ilmu-ilmu agama yang melahirkan para kader ummat yang tidak hanya piawai berceramah akan tetapi juga menulis buku atau kitab-kitab, layaknya Syekh Nawawi yang telah banyak mengarang kitab dan menjadi rujukan para pengkaji Islam di dunia. Selain itu, kader ummat dari pesantren juga harus diterima serta bermanfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, banyaknya pondok pesantren di Banten menjadi potensi besar untuk membangun jalan intelektualisme Islam dan mengembalikan kejayaan Banten sebagai pusat keilmuan Islam yang penting, setidaknya di Indonesia. Kedua, optimalisasi perguruan tinggi Islam yang ada di Banten. Berdasarkan data BPS, sebagaimana telah disebutkan di atas, jumlah Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di bawah

56

Kemenag RI ada 2 yaitu UIN Syarif Hidayatullah berlokasi di Ciputat Tangerang Selatan dan UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten (SMHB) berlokasi di Kota Serang, dan masih ada 28 Perguruan Tinggi Islam Swasta (PTIS) yang tersebar di wilayah Banten. Kedua PTIN tersebut, merupakan perguruan tinggi ternama yang ada di Banten dan Indonesia yang telah sama-sama bermetamorfosis dari intitut menjadi universitas. Kedua PTIN tersebut, bersama 28 PTIS lainnya perlu didorong dan diposisikan sebagai lokomotif pembangunan intelektualisme Islam Banten yang tidak hanya melahirkan para sarjana melainkan juga para pembaharu pemikiran Islam. Setidaknya disetiap perguruan tinggi tersebut memiliki ekosistem yang baik dalam mempraktekan kajian-kajian keislaman, baik yang bersumber dari literatur klasik maupun modern, termasuk mengkaji kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama dari Banten. Diakui bahwa dari kedua PTIN tersebut, sampai saat ini telah banyak melahirkan cendekiawan muslim dan pemikir Islam. Dari UIN Syarif Hidayatullah, sebut saja antara lain Quraish Shihab, , Komaruddin Hidayat, Muhammad Amin Suma, Fahri Ali, dan Bachtiar Effendi. Sementara dari UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, sebut saja antara lain Tihami dan Fauzul Iman. Selain nama-nama tersebut, masih terdapat tokoh-tokoh cendekiawan lainnya. Dengan adanya 2 PTIN dan 28 PTIS di Banten, serta didukung juga dengan adanya 110 perguruan tinggi umum, Banten memiliki sumber daya kelembagaan pendidikan yang mampu menopang pembangunan intelektualisme Islam di Banten. Hal yang perlu segera dilakukan adalah sinergi dan kolaborasi untuk membangun ekosistem intelektualisme Islam dengan mendorong para akademisi atau cendekiawan di dalamnya untuk terus memgembangkan tradisi intelektual dalam bentuk kajian-kajian dan

57 melakukan riset-riset keislaman-kebantenan dan mengembangkan pemikiran Islam yang bercorak kebantenan. Selain kedua langkah yang telah dijelaskan di atas, hal penting lain yang dapat dilakukan adalah mendorong organisasi/lembaga keislaman seperti al-Khairiyah, Mathla’ul Anwar, NU dan Banten, serta ICMI untuk bersinergi dan fokus terhadap kerja-kerja intelektual, di samping aktivitas sosial kemasyarakatannya.

Penutup Banten pernah memiliki fase kejayaan baik dalam pemerintahan maupun keilmuan atau intelektualisme. Sikap dan langkah terbaik saat ini, tidak menjadikan kejayaan itu hanya menjadi catatan atau dokumen sejarah, namun harus menjadi pembelajaran untuk membangkitkan kembali kejayaan Banten, setidaknya dalam hal bangkit dan berkembangnya intelektualisme Islam di Banten. Penulis yakin, banyak masyarakat Banten merindukan agar Banten menjadi pusat rujukan pemikiran Islam dari berbagai wilayah di nusantara dan mungkin dunia. Ke depan, penulis berharap Banten dapat mengambil kembali peran dan posisi sebagai pusat pengetahuan dan keilmuan Islam di Indonesia, bahkan setidaknya Asia.

Tangsel, 5 Mei 2020 M/12 Ramadhan 1441 H

58

Daftar Pustaka Azra, Azyumardi, 2007, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Akar Pembaruan Islam Indonesia, Jakarta: Kencana. Bruinessen, Martin Van, 2015. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Yogyakarta: Gading Publishing Guillot, Claude, 2011. Banten, Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII, Jakarta: Gramedia Nina Lubis, Mufti Ali, Etty Saringendyanti, Miftahul Falah, Budimansyah Suwardi, 2014. Sejarah Banten, Membangun Tradisi dan Peradaban, Banten: Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten Rahardjo, M Dawam, 1996. Intelektual inteligensia dan prilaku politik bangsa, Risalah cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan https://ditpdpontren.kemenag.go.id/pdpp/statistik, diunduh pada tanggal 22 April 2020, pukul 6.51 https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1839/jumlah- perguruan-tinggi-mahasiswa-dan-tenaga-edukatif-negeri-dan- swasta-di-bawah-kementrian-pendidikan-dan-kebudayaan- menurut-provinsi-2013-2014-2014-2015.html, diunduh pada tanggal 22 April 2020, pukul 6.55 https://www.bps.go.id/statictable/2015/09/14/1840/jumlah- perguruan-tinggi-1-mahasiswa-dan-tenaga-edukatif-negeri- dan-swasta-di-bawah-kementrian-agama-menurut-provinsi- 2013-2014---2015-2016.html,diunduh pada tanggal 22 april 2020, pukul 7.22

59

Tentang Penulis

Nurdin Sibaweh, lahir di Cilegon pada tanggal 19 April 1980, menjalani masa kecil di Kampung Kaligandu Bujang Boros-Cilegon, menempuh pendidikan dasar dan menengah di Cilegon (SD Inpres Purwakarta I, Madrasah Ibtidaiyah Kubang Welingi, dan MTs serta MA di Al- Khairiyah Karang Tengah). Selain pendidikan formal, penulis juga pernah mondok di Pesantren Nurul Qomar Karang Tengah (Sekarang Ponpes Banul Qomar) Cilegon. Gelar sarjana diperoleh dari Fakultas Ushuluddin UIN Bandung dan Magister dari Program Pasca Sarjana Kajian Timur dan Islam Universitas Indonesia (UI). Aktif diberbagai kegiatan sosial, saat ini menjadi Wakil Ketua ICMI Orda Tangsel dan Ketua HISSI (Himpunan Ilmuwan dan Sarjana Syari’ah Indonesia) Tangsel. Saat ini Bekerja sebagai Tenaga Ahli Komisi X DPR RI.

60

BANTEN DAN TANTANGAN PENDIDIKAN DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh: Hj. Ade Muslimat Pengurus ICMI Banten dan Dosen Universitas Serang Raya

endidikan dalam arti luas didefinisikan sebagai upaya sadar dan rencana untuk membagikan kepribadian manusia P seoptimal mungkin. Pendidikan merupakan manifestasi kehidupan melalui Pendidikan seseorang dipastikan untuk dapat menghadapi berbagai tantangan kehidupan dan mampu memecahkan masalah yang dihadapinya. Tujuan utama pendidikan adalah membangun suatu sistem pendidikan nasional yang lebih baik, lebih mantap, dan lebih maju dengan mengoptimalkan dan memberdayakan semua potensi dan partisipasi masyarakat. Sebab pendidikan merupakan struktur pokok yang memberikan fasilitas bagi warga masyarakat untuk bisa menentukan barang dan jasa apa yang diperlukan. Bahkan secara makro, pendidikan menjadi indikator keberhasilan suatu bangsa sangat ditentukan oleh keberhasilan dalam memperbaiki dan memperbarui sektor pendidikan. Berbicara mengenai Pendidikan tidak bisa lepas dari Landasan Hukum yang digunakan, secara Yuridis formal UUD 1945 menyatakan bahwa Pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, artinya Undang- Undang Dasar telah menjamin bahwa seluruh anak bangsa apapun jenis kelaminnya laki-laki dan perempuan, anak-anak dan dewasa

61 memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh Pendidikan. selain itu, Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam mepersiapakan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, Pendidikan pula dikelola baik secara kuantitas maupun kualitas. Dalam hal kuality Pemerintah terutama Dinas Pendidikan berusaha untuk memenuhi kebutuhan bangunan sekolah bagi sekolah yang belum mempunyai gedung sekolah.Sedangkan dalam hal peningkatan kualitas, selain dengan meningkatkan profesionalisme tenaga pendidik melalui berbagai program pelatihan atau seminar, pemerintah mencanangkan wajib belajar 9 tahun untuk anak usia sekolah. Program wajib belajar 9 tahun yaitu, 6 tahun disekolah Dasar atau sederajat dan 3 tahun disekolah Menengah Pertama atau sederajat Dunia pendidikan di dalam Provinsi Banten merupakan tempat yang penuh dengan liku-liku permasalahan yang secara subtansial bisa dikatakan sebagai cawah candradimuka pemeras waktu, tenaga, biaya dan pikiran dalam membentuk manusia yang paripurna. Oleh sebab itu, yang paling inti di dalamnya adalah pola manajemen pengembangan kelembagaan dan kependidikan yang akan menjadi barometer keberhasilan pendidikan itu sendiri dalam peningkatan mutunya. Banten adalah sebuah provinsi di Pulau Jawa, Indonesia. Provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, namun dipisahkan sejak tahun 2000, dengan keputusan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2000. Pusat pemerintahannya berada di Kota Serang. Sejak berdirinya Provinsi Banten pada 2000 lalu, angka rata-rata pendidikan masih belum berbeda jauh saat pemekaran Banten menjadi provinsi, Dalam konteks pendidikan, belum ada peningkatan yang signifikan. Padahal berdirinya Provinsi Banten diharapkan bisa mewujudkan cita-cita seluruh masyarakat

62

Banten terhadap ketimpangan dalam pemerataan pembangunan, terutama aspek pendidikan. Angka rata-rata pendidikan warga sulit naik, entah apa penyebabnya. Apakah karena disebabkan fasilitas, jalan atau SDM-nya? Problema pendidikan sekaligus tantangan yang dihadapi Provinsi Banten saat ini, tanpa terkecuali diantaranya adalah: 1) masih rendahnya pemerataan memperoleh pendidikan, 2) masih rendahnya mutu dan relevansi pendidikan; 3) masih lemahnya manajemen pendidikan, 4) masih kurang merata jumlah guru yang berkualitas, di samping belum terwujudnya keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi di kalangan akademisi dan kemandirian. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi masalah pendidikan tersebut, usaha selanjutnya dalam mengatasi problema pendidikan yaitu peningkatan kompetensi dan konvensasi pendidik melalui pelatihan dan sertifikasi para pendidik, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen lembaga pendidikan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia sebagaimana revolusi generasi pertama melahirkan sejarah ketika tenaga manusia dan hewan digantikan oleh kemunculan mesin. Berikutnya pada revolusi industri generasi kedua ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik, penemuan ini memicu kemunculan pesawat telepon, mobil, pesawat terbang dan lain-lain. Kemudian revolusi industri generasi ketiga ditandai dengan kemunculan teknologi digital dan internet. Selanjutnya pada revolusi generasi keempat inilah muncul pola baru yaitu disruptif teknologi. hadir begitu cepat dan mengancam keberadaan perusahan- perusahaan incumbent. Sejarah telah mencatat bahwa revolusi industri keempat ini telah banyak menelan korban dengan matinya

63 perusahaan-perusahaan raksasa, kondisi inilah yang biasa disebut- sebut dengan istilah Revolusi Industri 4.0. Memasuki era revolusi industri 4.0 khususnya Provinsi Banten diharuskan mempersiapkan diri dengan maksimal serta menonjolkan keunikan atau pembeda dan nilai tambah (added value). Dalam revolusi industry 4.0 terjadi perintegrasian antara sistrem otomasi dan internet. (menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi cyber). Dengan sistem produksi industri. Tandanya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat. Tidak perlu susah payah memikirkan bagaimana caranya, sebab hal tersebut semestinya bisa diasah atau sudah diterapkan dengan program yang disediakan atau difasilitasi oleh kampus itu sendiri. Ada beberapa program yang bisa diterapkan didalam kampus atau lembaga pendidikan, pemerintahan dan perusahaan dalam menghadapi revolusi industrin 4.0 ini, diantaranya adalah: 1. Program Magang biasa disebut istilah program ‘internship’ mahasiswa, dengan mengikuti program magang, para mahasiswa bisa cepat beradaptasi dengan lingkungan kerja setelah lulus kuliah. Bahkan mahasiswa bisa mendapatkan gambaran nyata sebagaimana ilmu yang didapatkan dikelas bisa langsung diaplikasikan didunia kerja. Maka kualitas program magang dari sebuah kampus sangatlah penting. Pastikan kampus memiliki program magang diperusahaan bertaraf nasional dan internasional. Contoh kampus yang sudah tidak diragukan lagi dengan program ini salah satunya Universitas Bakrie. 2. Penerapan bahasa asing, dimasa kini, kita tidak hanya bekerja dengan orang yang berkewarganegaraan yang sama dan berlokasi di negara sendiri. Melainkan juga bekerja sama dengan negara asing. Untuk itu mahasiswa dan dosen harus bisa mengasah kemampuannya dalam berbahasa asing. Contoh di

64

Swiss German University di Tangerang, menerapkan penggunaan bahasa Inggris secara menyeluruh dalam kegiatan belajar mengajarnya, mulai dari penyampaian materi dikelas, tugas, buku/modul hingga skripsi. Atau contoh lain, di Malaysia walaupun negaranya menggunakan bahasa Melayu tapi untuk proses belajar mengajarnya bahasa inggris dan mandarin yang dipakai. 3. Kurikulum yang selaras dengan industri, kurikulum memiliki peranan yang sangat penting dalam pelaksanaan perkuliahan. Ini dikarenakan kurikulum menjadi rujukan apa yang diajarkan pada mahasiswa dan apa yang dimiliki mahasiswa setelah lulus. Maka sebuah kampus harus punya kurikulum yang selaras dengan industri saat ini agar bisa mencetak lulusan yang berkualitas.. Contoh dikampus Universitas Multimedia Nusantara. Contoh lain, kurikulum yang sistemnya serba online di kampus Universitas Terbuka, disaat kampus-kampus sekarang ini sibuk dengan sistem onlinenya, tapi semua mengetahui UT adalah pelopor sistem online/pembelajaran jarak jauh (PJJ) sudah dimulai dari tahun-tahun sebelumnya. 4. Program Dual Degree Internasional, program ini dulu masih jarang ditemui di Indonesia kini sudah beberapa kampus yang memiliki program ini. Sebenarnya program ini sangat dibutuhkan mahasiswa jaman sekarang. Melalui program gelar ganda, mahasiswa akan punya kompetensi yang lebih komprehensif terkait keilmuan yang dipelajarinya karena program ini menerapkan kurikulum berstandar internasional, perguruan tinggi di Indonesia dan rekanan dinegara lain. Selain itu, mahasiswa akan mendapatkan dua gelar berlaku setara melalui program ini. Contohnya di kampus Universitas Indonesia memiliki program Dual Degree dengan kampus Australia.

65

5. Kerjasama kuat dengan dunia industri, kampus yang mengadakan kerjasama dengan dunia industry makin memantapkan kompetensi lulusannya, dengan melakukan kerjasama dengan pihak industry, mahasiswa jelas mempunyai nilai tambah yang dibutuhkan oleh industry setelah lulus. Sebab apa yang diajarkan oleh kampus pada mahasiswa memiliki kesinambungan dengan dunia industri. Salah satunya kampus Universitas Prasetiya Mulya yang memiliki program ini.

Tujuan utama dari industri 4.0 ini jika dikaitkan dengan produksi adalah kestabilan industri barang dan kebutuhan. Industri 4.0 memungkinkan pendataan kebutuhan masyarakat secara real time dan mengirim data tersebut ke produsen, sehingga para produsen dapat memproduksi dengan jumlah yang tepat sesuai kebutuhan. Tentunya secara ekonomi, hal ini dapat menjaga kestabilan harga. Secara bisnis, hal ini dapat memperluas pasar. Menghadapi revolusi industri 4.0 tentu bukan hal mudah. Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, misalnya saja merubah metode pembelajaran dalam dunia pendidikan yang ada saat ini. Yang paling fundamental adalah mengubah sifat dan pola pikir anak-anak zaman sekarang. Menurut versi kemenristekdikti dalam menghadapi revolusi industri 4.0 ini adalah dengan membangun sistem pembelajaran yang lebih inovatif, rekonstruksi kebijakan kelembagaan, peningkatan kualitas dosen dan terobosan hasil riset. Maka dari itu di era ini, Provinsi Banten harus siap berkolaborasi lintas sektor, yang semuanya mesti terlibat diantaranya yaitu melibatkan pihak pemerintah, akademisi dan pelaku industri. Agar dampak revolusi industri 4.0 ini benar-benar memberikan manfaat untuk semua lapisan masyarakat. [**]

66

Tentang Penulis

Dr (Cand). Hj.Ade Muslimat, S.Mn, MM., Lahir di Cilegon Pada tanggal 18 November 1975. Saat ini tercatat sebagai Dosen di FEB Universitas Serang Raya dan Pengurus ICMI Orwil Banten bidang Pemberdayaan Perempuan. Dan telah menghasilkan puluhan artikel yang sudah terbit di media cetak dan online serta telah menulis beberapa buku diantaranya buku Ajar “Manajemen Sumber Daya Manusia”,“Manajemen Strategik dalam Suatu Pengantar”,“Total Quality Management di Era Revolusi Industri 4.0”kemudian Buku Motivasi “Dulu Pernah Buta Kini Sukses Merangkai Kata”,”Cara Mudah dan Cepat Belajar Membaca”,”Kumpulan Kata Mutiara” dan Buku yang ditulis bersama IDRI Banten (Ikatan Dosen Republik Indonesia) Banten; ”Quo Vadis 18 Tahun Provinsi Banten Menghadapi Revolusi Industri 4.0”dan “SDM Banten Unggul” Penulis saat ini sedang menanti sidang program pendidikan doktoral di Kampus University Pendidikan Sultan Idris, Malaysia.

67

68

MENALAR TUJUAN PENDIDIKAN DI BANTEN: CATATAN KECIL PENGAJAR

Oleh: Dewi Surani Pengurus ICMI Orwil Banten dan Dosen UNIBA

Pengantar erbicara pendidikan di Indonesia, tak akan pernah habis dibahas dalam berbagai bentuk diskusi.Nyatanya, B pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia, dari semenjak zaman Nabi Adam AS sampai dengan manusia yang terakhir lahir nanti atau sampai akhir zaman nanti manusia wajib belaajr, karena pendidikan merupakan sunatullah atau ketetepan Allah SWT. Sebuah pepatah arab mengatakan “Tuntutlah ilmu dari buaian ibu sampai liang lahat” artinya menuntut ilmu itu adalah sebuah kewajiban bagi manusia. Peradaban manusia terus berkembang lebih maju karena ada sebuah proses pendidikan yang terus dipelajari dan diteliti oleh manusia, sehingga pendidikan tidak akan pernah berhenti di suatu titik. Ia akan terus memberi cahaya kepada orang-orang yang mau belajar dan mengajar. Allah SWT akan meninggikan derajat orang yang beriman dan berilmu.

Menalar Tujuan Pendidikan kita Memandang sebuah kehidupan yang merupakan sekolah The Life is School, semakin membuat kata “belajar” semakin penting terutama bagi pemerintah yang harus terus berbenah diri dalam menyadarkan masyarakatnya agar supaya terus mencintai belajar.

69

Belajar apapun. Jika melihat Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sangat dapat difahami, semua proses tujuan pendidikan itu harus dilalui dengan belajar. Belajar menjadi orang yang berimana dan bertakwa kepada Allah SWT, belajar berakhlak mulia, belajar sehat, belajar supaya berilmu, belajar menjadi cakap, belajar menjadi kreatif, belajar mandiri dan belajar menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan orang lain disekitarnya. “Sebaik- baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk orang lain”. Dalam konteks pemerintah daerah, khususnya daerah Banten, potret pendidikan di daerah ini masih dalam kategori jauh dari tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003. Maka tulisan ini akan mengungkapkan nalarisasi penulis sejauh mana tujuan pendidikan nasional tercapai di Provinsi Banten. Era 4.0 menjadi trend yang mempengaruhi semua bidang dalam kehidupan manusia tak terkecuali pendidikan. Pendidikan di era 4.0 lebih menekankan pada pembelajaran dengan pemakaian media digital yang tidak terbatas ruang dan waktu. Dalam implementasi pendidikan 4.0 yang berbentuk pembelajaran online atau daring tentu saja sebenarnya sudah mulai dikenal dan dilakukan dalam bentuk media media sederhana sperti WhatssApp Group atau yang dikenal dengan kulWap, Facebook, google classroom sampai dengan media yang berbasis Web. Bentuk media apapun yang digunakan dalam pembelajaran Online tentu sja membutuhkan

70 kesiapan-kesiapan agar bisa seoptimal mungkin proses pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan pembelajaran tercapai. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peradaban kehidupan manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat meningkatkan kemampuan soft skills, hard skills, kompetensi, adaptasi dan komunikasinya. Kemampuan yang didapat bisa digunakan seseorang untuk berkarya, berinovasi dan meningkatkan kuaitas hidupnya, dan juga sekitarnya. Hal ini tidak terlepas dari kualitas pendidikan yang akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia. Provinsi Banten dalam perencananya telah menetapkan pendidikan menjadi kebijakan yang penting dan menjadi salah satu prioritas dalam pembangumam di Banten. Kebijakan tersebut terutang dalam misi dan visi Gubernur dan wakil Gubernur Banten yang telah menetapkan kebijakan pembangunan pendiidkan yang merupakan strategi dalam peningkatan kualitas pendidikan yang lebih baik.Kualitas pendidikan tidak lepas dari kebutuhan dan juga tuntutan yang ada terlebih dalam Era revolusi industri 4.0 sekarang ini. Kualitas pendidikan ditentukan kebutuhan pemerataan pendidikan melalui pemanfaatan teknologi infomasi dan komunikasi atau pembelajaran online. Catatan kecil ini semoga mengantarkan kepada nalar yang baik terhadap tujuan pendidikan nasional di Banten.

Kajian Pakar Pokok bahasan pendidikan sudah menjadi diskusi sehari-hari yang selalu diminati oleh berbagai kalangan masyarakat baik para ilmuwan, praktisi bahkan orang awam. Namun berbagai kalangan tersebut juga belum memiliki “communal opinio” tentang definisi pendidikan secara real. Sebagai konsekuensinya, pendidikan

71 mempunyai beragam konotasi-konotasi yang kadang disalahartikan, sehingga dapat menyebabkan perbedaan dalam memahami “pohon” pendidikan. Cabang pendidikan yang sangat “rumit” dterjemahkan bebas oleh kalangan masyarakat bawah. Kompleksitas yang terjadi pada bahasan tentang pendidikan tidak hanya terjadi pada level dialektika, namun yang menjadi problem berat adalah faktor kepentingan praktis bagi kalangan elit yang memandang pendidikan dapat dijadikan sebuah ladang yang menguntungkan, hal tersebut mengalihkan definisi yang konkrit sebagai kajian ilmiah yang independen. Penting sekali untuk diingat bahwa pada bidang pendidikan terletak tanggung jawab yang besar yang diharapkan menjadi “penjaga gawang” suatu negara/daerah. Namun pada kenyataannya tidak dapat kita hindari bahwa kepentingan kapitalistik dan materialistik telah memberikan inspirasi dan orientasi yang berbeda dalam mengartikulasikan pendidikan. Ironisnya, pendidikan mejadi sumber penghasilan, bukan pada substansi mencerdaskan anak bangsa. Memang kejam, tapi itulah realita. Dewasa ini di Indonesia khusunya di Banten banyak yang berpandangan bahwa pendidikan dipandang hanya sebagai investasi masa depan daripada untuk kepentingan khasanah keilmuan. Ijazah menjadi tujuannya. Menurut Prof. Heru Kurnianto Tjahjono, pengorbanan berupa biaya dan waktu dianggap sebagai investasi dengan mengharapkan pekerjaan dan pendapatan yang baik sebagai return-nya. Sehingga banyak orang berlomba-lomba melanjutkan pendidikannya pada perguruan tinggi dengan harapan terjadi “mobilitas vertikal” yang kelak akan mengantarkan mereka mencapai “kesejahteraan ekonomi”. Pada sisi lain, penyelenggara pendidikan melihat fenomena pendidikan sebagai “pasar” yang memiliki permintaan yang sangat melimpah. Penyelenggara

72 pendidikan, terutama swasta sangat bergairah mendirikan berbagai program baik pada strata diploma, S1, S2 baik MM ataupun MBA dan S3 atau program Doktor. Problemnya adalah pada “nawaitu” atau niatnya dalam menyelenggarakan pendidikan. Newman dalam bukunya Social Research Methods (2000) menyebutkan sebagai fenomena pseudoscience yang erat kaitannya dengan ilmu itu sendiri. Pseudoscience merupakan suatu fenomena yang seolah-olah menampakkan dirinya sebagai suatu ilmu (khususnya ilmu-ilmu sosial seperti manajemen), padahal hanya berupa jargon-jargon yang dibumbui dengan berberapa karakteristik yang mirip dengan karakteristik sebuah ilmu. Termasuk di dalamnya adalah penyelenggaraan program gelar berbagai strata yang kadang sesungguhnya tidak memiliki komitmen dan tanggung jawab terhadap ilmu melainkan hanya kepentingan bisnis, beredarnya buku- buku ilmiah manajemen populer yang semata-mata untuk bisnis, penelitian dan telaah ilmiah “semu” yang bertujuan hanya untuk mempopulerkan, mengiklankan produk, jasa, bisnis dan lain-lain dalam berbagai media massa. Hal tersebut semakin diperparah oleh ketidakfahaman masyarakat dan ketiadaan aturan tentang batasan area ilmiah. Pembelajaran ‘Dipaksa’ Online Kualitas pendidikan tidak lepas dari kebutuhan dan juga tuntutan yang ada terlebih dalam Era revolusi industri 4.0 sekarang ini. Kualitas pendidikan ditentukan kebutuhan pemerataan pendidikan melalui pemanfaatan teknologi infomasi dan komunikasi atau pembelajaran online. Tuntutan pembelajran online dipengaruh dari perkembangan infomasi dan teknologi. Perkembangan teknologi mememiliki pengaruh yang sangat signifikan, dan seiring waktu manusia harus mengikuti perkembangan zaman, hal ini tentu saja salah satu upaya dalam meningkatan kualitas sumber daya manusia

73 sendiri. Pembelajaran online tentu saja mempunyai capaian pembelajaran seperti hal nya dengan pembelajaran face to face (tatap muka). Dalam pembelajaran tersebut, guru dapat memberikan materi dan pembelajaran secara virtual tidak terikat keberadaan di kelas, dan akses yang lebih fleksibel terhadap bahan pembelajaran dan penyelesian penugasan. Terlebih kondisi saat ini (2020, red) dimana pandemi covid-19 menyerang semua sektor termasuk pendidikan, kegiatan belajar siswa terpaksa harus dilakukan dengan jarak jauh, mau tidak mau pembelajaran online harus dijalankan bagi sekolah, guru, murid dan orang tua. Dari kondisi tersebut,apakah pendidikan di Banten siap dalam melaksanakan pembelajaran online akan berlanjut? Atau hanya sesaat? Apakah hal tersebut sebagai suatu arah peningkatan kualitas pendidikan di Banten? Apakah hal ini merupakan suatu keutungan yang memajukan pendidikan di Banten atau akan menjadi tantangan sendiri melihat selama ini pembamgunan pendidikan di Banten termasuk yang menjadi sorotan karena kondisi pendidikan yang masih memprihatinkan dan juga belum meratanya fasilitas pendidikan di Banten. Pertanyaan lain ialah apakah pembelajaran online ini merupakan keuntungan ataukah sebaliknya menjadi sebuah tantangan di dalam pendidikan di Banten?.Melihat dari sisi pengajar, bisa dikatakan bahwa pembelajaran Online ini bisa merupakan keuntungan. Sebagai garda depan dalam pendidikan, pengajar baik guru maupun dosen dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran baik metode, media, dan materi ajar. Dengan pembelajaran online mereka dapat meningkatkan profesionalitasnya dan kualitas dirinya dalam melaksanakan proses pembelajaran dari mempersiapkan metode pembelajaran, media pembelajaran serta bahan ajar.Peningkatan kapasitas SDM (capacity building)dan profesionalisme guru semakin terasah dan meingkat. Pengajaran

74

Online ini juga mampu meningkatakan mutu pendidikan dengan memanfaatkan media pembelajaran multimedia secara variatif dan efektif. Sekarang ini kita bisa asik melakukan proses pembelajaran hanya dari satu alat yang dinamakan handphone berbasis android/smart phone, untuk itu memanfaatkan media-media tersebut harus memiliki kecakapan, semisal dalam penulisannya perlu memperhatikan kriteria media grafis sebagai media visual, khususnya tentang visualnya untuk menarik perhatian peserta didik. Selain itu, media belajar dan bahan ajar sendiri merupakan faktor yang sangat membantu siswa dalam memahami pembelajaran, Penggunaan bahan ajar berbasis media online akan memudahkan siswa dalam memahami materi karena siswa dapat mengulang berkali-kali secara mandiri mempelajarinya tanpa terbatas ruang dan waktu, akses bisa dilakukan kapan dan dimanapun berada. Keuntunngan lainnya dalam pembelajaran online ini dapat memungkinkan dilakukan pembelajaran tanpa harus adanya faslitas ruang belajar. Karena ruang-ruang pembelajaran tidak lagi jadi problem di era milenial learning sekarang ini, masalah besar dalam menyediakan ruang kelas tidak lagi menjadi masalah, tapi tetap kita harus berpegang pada prinsip-prinsip pembelajaran sesuai tujuan pendidikan nasional. Dilain sisi keberadaan pembelajaran online sebagian menganggapnya suatu tantangan tersendiri. Hal ini dikarenakan tidak semua pengajar baik tingkat pendidikan dasar sampai tinggi melek teknologi, ada sebagaian dari pengajar masih ‘gaptek’ atau gagap teknologi. Hal ini umumnya dialami olehpengajar lama yang sudah terlampau lama mengajar menggunakan metode pembelajaran tradisional, tatap muka dengan memakai media pembelajaran seadanya seperti buku teks dan papan tulis.

75

Hal lain yang menjadi dilematis dalam pembelajaran online, sejatinya, proses belajar merupakan suatu proses perubahan sikap. Dalam pembelajaran online, pengajar sulit mengetahui bagaimana respon siswa terkait materi yang diajarkan, apakah siswa mengerti atau tidak, dan siswa pun kesulitan melakukan diskusi secara online, karena hal itu tidaklah mudah apabila tidak dilakukan secara langsung. Oleh karenanya pengajar mengalami kesulitan untuk mengetahui perkembangan siswa dalam aspek afektif dan psikomotorik. Melihat tak semua siswa mampu untuk menjangkau materi pelajaran secara cepat dan ada sebagian siswa yang berkemampuan rendah, maka guru memiliki tantangan yang cukup besar untuk membuat media belajar yang mampu menyentuh aspek pendidikan seutuhnya, artinya mudah dipahami oleh kebanyakan siswa dari berbagai kemampuan belajar siswa. Sementara itu tujuan belajar sendiri yaitu tak hanya menitikberatkan terhadap aspek akademik, tetapi lebih dari itu, yaitu perubahan sikap. Indonesia tak akan maju hanya dengan akademik saja, sikap dan moral adalah yang utama. Ini merupakan tantangan yang cukup berat bagi para pengajar. Sehingga, pembelajaran tatap muka harus tetap dilaksanakan sampai kapanpun.Pelaksanaan pembelajaran online atau Daring di Banten tidak terlepas dari beberapa kendala yang harus menjadi perhatian tersendiri bagi pemangku kebijakan di Banten. Kendala pembelajaran Online yang penulis kemukakan adalah fasilitas belajar yang belum sepenuhnya memadai. Belum lagi infrastruktur internet yang menjadi kendala bagi seluruh kalangan. Sehingga, hal itu juga dinilai menghambat proses belajar mengajar. Media Online sangat erat dengan internet, internet dapat tersambung melalui berbagai cara, yang paling banyak diakses mengunakan sinyal. Permasalahan sinyal bagi daerah di perkotaan

76 mungkin bukan suatu masalah yang besar akan tetapi bagi daerah yang keadaan geografis di pelosok tentu akan menjadi suatu kendala yang besar mengingat tidak semua tempat tinggal pengajar maupun siswa mempunyai kekuatan sinyal internet yang stabil. Kelancaran sinyal menjadi syarat utama dalam pembelajran online. Ketidaklancaran jaringan akan mengakibatkan proses pembelajaran terganggu dan materi pembelajaran tidak optimal diterima olah siswa.Keterbatasan kemampuan ekonomi yang menyebabkan sarana pendukung seperti gawai dan kuota data masih menjadi kendala. Tidak semua siswa memiliki handphone smartphone, laptop ataupun komputer dan kemampuan membeli kuota.Sehingga proses pembelajaran online kurang efektif karena materi yang diberikan pengajar kurang dipahami. Pembahasan dari pengajar saat diskusi kurang efektif dan pengungkapannya melalui lisan bukan tulisan. Kemudian, pemberian tugas sulit dipahami. kurang efektif dan komprehensif. Untuk menyelaraskan antara tujuan pendidikan nasional dengan kondisi belajar online maka perlu dirumuskan sebuah acuan agar guru dan siswa optimal dalam melakukan pembelajaran. Pertama adalah bagaimana guru bisa merancang sebuah program pembelajaran yang baik. yang kedua, kalau rancangan yang sudah ada, maka aspek materi atau kontennya seperti apa, ketiga aspek etika baik guru maupun siswa. Keempat, penilaian akan lebih objektif dan reralitas karena menggunakan tersistem dengan baik. Persoalan mindset dari para guru ini masih bahwa pembelajaran harus menuntaskan isi kurikulum. Itu yang menyebabkan kemudian penugasan-penugasan yang diberikan kepada peserta didik ini menjadi sangat kaku yang tampaknya adalah anak-anak menjadi kelelahan dan motivasinya dalam perjalanan pembelajaran onlinemembuat semangat siswa semakin menurun.

77

Masalah lain yang timbul yakni kesehatan mata juga terganggu, terlalu lama menatap gawai menyebabkan mata lelah dan paparan radiasi yang tinggi. Kemudian lingkungan rumah masing- masing tidak semua kondusif utuk digunakan belajar, transfer ilmu sedikit terhambat, dan yang paling penting transfer nilai-nilai atau norma guru dan murid. Banten dirasa belum siap online. Dari berbagai hal yang telah di paparkan, diperlukannya kerjasama pemerintah dengan pengajar (guru dan dosen) untuk lebih mensosialisasikan pembelajaran daring ini ke siswa, serta terus menerus melakukan pelatihan pembuatan media belajar secara virtual. Karena mau tidak mau, zaman terus berjalan dan kita tidak hanya bisa diam ditempat, stagnan, tanpa perubahan. Selain itu, secanggih apapun teknologi, jangan sampai kita terlena sampai melupakan kewajiban utama seorang guru atau dosen yaitu mendidik dan membimbing siswa agar tetap memiliki perubahan sikap yang baik. Harapannya, upaya-upaya yang telah dipaparkan diatas mampu mengatasi problematika era 4.0 ini khususnya dalam bidang pendidikan. Semoga para pendidik di Indonesia mampu bersaing secara global dan tak pernah melupakan hakikat pengajar (guru dab dosen) yang sesungguhnya.Di sisi lain, dengan Sistem onlinemerupakan bentuk implementasi pembelajaran yang memanfaatkan teknologi dan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. yang dapat memberikan kemudahan peserta didik menerima materi secara long distance. Bahkan media yang dibuat lebih menyenangkan atau menarik bagi peserta didik, sehingga peserta didik tidak merasa bosan dalam proses pembelajaran. Dalam pengamatan pengembangan suatu model pembelajaran yang memanfaatkan teknologi, salah satunya online learningdalam pembelajaran yang dirasa lebih efektif.

78

Penutup Sebenarnya pakar pakar pendidikan Di Indonesia sudah baik dalam menetapkan tujuan pendidikan yaitu yang dituangkan di Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 yaitu tentang sistem pendidikan nasional, tujuan yang pertama adalah mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jadi tugas sebagai pendidik yang paling pertama yaitu menanamkan iman dan takwa dulu, sehingga diharapkan setelah peserta didik beriman dan bertakwa barulah ia menjadi berahlak mulia, dan seterusnya. Dalam rangka mengembangkan potensi untuk beriman dan bertakwa inilah serta dalam kondisi era milenial ini, maka pendidik harus lebih mengutamakan memberikan materi yang seimbang antara Emotional, Intelektual dan Spritual Questionnya, dengan cara menghubungkan semua materi pengetahuan dan keterampilan dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Sehingga siswa memiliki pondasi atau akar yang kuat di dalam rohani dan jasmaninya. Seperti sebuah pohon jika memiliki akar yang kuat dan baik maka akan menghasilkan batang yang kuat,dan batang yang kuat dan baik akan menghasilkan cabang dan ranting yang baik pula dan cabang dan ranting yang baik dan kuat akan menumbuhkan daun yang baik dan sehat sehingga pada akhirnya akan menghasilkan mendapatkan buah yang baik. Pekerjaan rumah para pendidik adalah bagaimana mengembang potensi peserta didik agar beriman dan berahlak mulia memang bukan pekerjaan yang ringan. Tapi ini adalah ladang amal yang bayaranya langsung dari Allah SWT. Sebaik baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, dan pahala yang tidak pernah putus adalah ilmu yang bermanfaat, Aamin Ya Rabbal Alaamiiin.

79

Tentang Penulis

Dewi Surani, lahir di Klaten, 24 Nopember 1979 Jawa Tengah. Setelah menamatkan pedidikan Sekolah Menengah Atas diterima sebagai mahasiswa diploma bahasa Inggris di UNSOED Puwokerto. Setelah menyelesaikan pendidikan S1 Sastra Inggris di Universitas Negeri Sebelas Maret Solo pada tahun 2006, bekerja sebagai guru honor disekolah negeri dan swasta, pengajar dilembaga kursus bahasa Inggris serta sebagai dosen luar biasa dikota Serang. Sejak tahun 2013 tercatat sebagai dosen tetap di Universitas Bina Bangsa Banten (UNIBA), dengan mengajar mata kuliah bahasa Inggris. Berbagai pengalaman sebagai pendamping dan pelatih mahasiswa dalamperlombaan bahasa Inggris dan pemilihan mahasiswa berprestasi Nasional membuatya dipercaya menduduki jabatan struktural sebagai Kepala Pusat Bahasa Universitas Bina Bangsa. Beberapa penelitian pernah dilakukan termasuk penelitian PDP yang didanai Hibah Dikti pada tahun 2017 dan 2019. Selain aktif aktif dalam pengabdian masyarakat dengan memberikan pelatihan bahasa Inggris kepada masyarakat dan UMKM di Banten melalui kelas Bisnis PLUT Banten dan RKB Cilegon. Memberikan yangterbaik dan mengajar dengan hati menjadi prinsipnya dalam melaksanakan profesinya sebagai dosen. [*]

80

REKONTRUKSI POLA PENDIDIKAN DI BANTEN: SEBUAH SOLUSI

Oleh: Endang Yusro Pengurus ICMI Orwil Banten

ulisan ini mengangkat pelik-pelik dan solusi permasalahan pendidikan di Provinsi Banten. Sebagai Provinsi yang lebih T dekat dengan Jakarta, Ibu Kota Negara, Banten lebih mudah mendapatkan akses ataupun fasilitas penunjang pendidikan. Demikian juga dampak perilaku kehidupan sosial yang terjadi di Kota Metropolis itu pun begitu mudah masuk di tengah masyarakat Provinsi yang hanya berjarak 91,5 km (dihitung dari Jakarta ke Serang, Ibu Kota Provinsi). Akibatnya berbagai segi bidang: ekonomi, politik, sosial, budaya, dan pendidikan di kota tersebut ikut berpengaruh. Banten merupakan daerah transportasi yang potensial, baik darat maupun laut. Secara geografis merupakan wilayah penyangga bagi Jakarta, dan secara ekonomi banyak memiliki industri. Sebagai kota maritim, Banten memiliki pelabuhan laut, Merak, yang menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera dan ditujukan menjadi pelabuhan alternatif selain Singapura. Keberadaan Banten baik secara geografis maupun ekonomi memengaruhi perkembangan pendidikan generasi mudanya. Banten dari sisi yang lain, dengan Serang-nya merupakan salah satu di Indonesia. Banyak yang mengatakan bahwa Serang adalah pusatnya para santri, di samping Martapura di Banjar (Kalimantan Selatan), (Jawa Barat), Kudus (Jawa

81

Tengah), dan Gresik (Jawa Timur). Begitu pun dengan kota lainnya, Pandeglang pun mendapat julukan Kota Santri. Pandeglang telah dikenal sebagai Kota Santri atau Seribu Ulama Sejuta Santri. Bukan hanya karena banyaknya Pondok Pesantren hingga ke pelosok desa, namun memang kebudayaan yang tumbuh disana selalu berpedoman pada nilai-nilai keagamaan. Peninggalan sejarah syiar Islam juga menjadi wisata ziarah disana. Banten merupakan salah satu provinsi relegius (baca, Islam) di Indonesia, sehingga ada yang menyebutnya sabagai Serambi Mekahnya Pulau Jawa. Namun tingkat pendidikannya sangat mengkhawatirkan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2011 lalu tercatat sebanyak 312.409 dari 604.812 anak usia 16- 18 tahun di Provinsi Banten tidak bersekolah. Hal ini sangat kontradiktif dengan ajaran Islam yang mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu sepanjang hayat. Dibandingkan dengan provinsi lain di Jawa, menurut perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang menggunakan metode baru dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Banten hanya menduduki peringkat 8 IPM, di bawah Sulawesi Utara dan . Padahal Banten lebih dekat dengan Jakarta. Sebagaimana penjelasan di atas, akses mudah didapat dan fasilitas lebih tersedia. Dari fenomena dan data pendidikan Provinsi Banten di atas, dapat ditarik hipotesa permasalahan, yaitu keterkaitan antara penjaminan dan peningkatan mutu dengan penggunaan metode atau pola pendidikan yang digunakan di sekolah/madrasah. Permasalahan Pendidikan di Banten Pendidikan adalah sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran untuk peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

82 kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pengertian Pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan sistematis untuk mencapai taraf hidup atau untuk kemajuan lebih baik. Secara sederhana, Pengertian pendidikan adalah proses pembelajaran bagi peserta didik untuk dapat mengerti, paham, dan membuat manusia lebih kritis dalam berpikir. Dalam perkembangan pendidikan di Nusantara khususnya di Banten, pesantren merupakan mata rantai yang sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculannya yang relatif lama, tetapi juga karena pesantren telah secara signifikan ikut andil dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam sejarahnya, pesantren merupakan lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat (society based-education). Dalam kenyataannya, pesantren telah mengakar dan tumbuh dari masyarakat, kemudian dikembangakan oleh masyarakat, sehingga kajian mengenai pesantren sebagai sentral pengembangan masyarakat sangat menarik beberapa peneliti akhir- akhir ini. Hasil pendidikan di Provinsi Banten dapat dilihat dari perilaku keseharian para pemimpin, pejabat dan para pengusahanya yang merupakan buah pendidikan sebelumnya. Hal ini dikarenakan pola pendidikan yang tidak memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh sistem pendidikan yang ada. Dari pola pendidikan semacam itu melahirkan beberapa persoalan di tanah Para Jawara ini.Masalah Pertama adalah, bahwa pendidikan di Banten menghasilkan “manusia robot”. Hal ini bisa dipahami karena pendidikan yang tidak seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dengan perilaku belajar yang merasa (afektif). Adanya unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar

83 tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai. Tenaga “siap pakai” berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh banyak lembaga pendidikan. Kedua, sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan, pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang disampaikan guru. Dalam hal ini guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank

84 pengetahuan merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa. Ketiga, membentuk manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman. Manusia sebagai wujud dari dehumanisasi (objek) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi. Pendidikan semacam ini menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Kaum muda zaman begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional. Melihat fenomena tersebut menggelitik penulis untuk bertanya, pola pendidikan apa yang tepat untuk menghasilkan manusia kompeten dan berakhlak? Definisi dan Ragam Pendidikan Pesantren Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pesantren adalah asrama tempat santri atau tempat murid-murid belajar mengaji dsb.; pondok. Sementara dalam buku Pola Pembelajaran Pesantren, Departemen Agama RI memberikan definisi pesantren adalah pendidikan dan pengajaran Islam di mana di dalamnya terjadi interaksi antara kiai dan ustadz sebagai guru dan para santri sebagai murid dengan mengambil tempat di masjid atau di halaman-halaman asrama (pondok) untuk mengkaji dan membahas buku-buku teks keagamaan karya ulama masa lalu. Dalam hal ini, maka yang merupakan unsur terpenting adalah kiai, santri (siswa), masjid (sekolah), tempat tinggal (boarding), dan buku-buku sumber. Sementara Mastuhu dalam buku yang sama mengatakan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan tradisional Islam untuk

85 mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Dengan demikian dari pengertian pesantren di atas, dapat ditarik pemikiran bahwa dalam fenomena pembelajaran di pesantren perlu membangun interaksi dan komunikasi antara santri sebagai siswa, ustadz sebagai guru, dan kiai sebagai kepala sekolah. Aktifitas tersebut dilakukan baik pada saat belajar maupun aplikasi terhadap nilai-nilai keteladanan yang telah diajarkan. Dari dua pengertian pesantren tersebut dapat disimpulkan bahwa pesantren adalah sebuah pendidikan yang para siswanya tinggal bersama (mempunyai asrama untuk tempat menginap) dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai. Fungsinya adalah sebagai lembaga solidaritas sosial yang menampung anak-anak dari segala lapisan masyarakat muslim dan memberi pelayanan yang sama kepada mereka tanpa membedakan tingkat sosial ekonomi mereka. Kemudian M. Sulthon dan Moh. Khusnuridlo dalam bukunya, “Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif “ menjelaskan bahwa karakteristik pesantren adalah, pertama adanya hubungan emosional dengan menjalin kepatuhan antara kiai dengan santri. Kedua, melatih hidup seserhana dan mandiri. Dan, ke tiga adalah melatih hidup disiplin dalam beribadah). Ketiga karakter di atas merupakan ciri khas dari sebuah pesantren yang sangat menjunjung tinggi kekeluargaan dan keihklasan akan tetapi tetap dalam koridor etika-etika yang masih dipertahankan di lingkungan pesantren salaf. Sedangkan dalam pesantren modern ciri khas di atas mulai sudah terkikis sedikit demi sedikit.

86

Pola atau metode yang digunakan di pesantren secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga macam, di mana ketiganya mempunyai ciri khas tersendiri, yaitu: sorogan, bandungan, dan weton. Sorogan sistem belajar secara individual di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru, terjadi interaksi saling mengenal di antara keduanya. Bandungan adalah pembelajaran interaksi antara guru (ustadz) dengan para santri yang didahulu pembacaan kitab oleh ustadznya dan para santri mendengarkan, menelaah untuk kemudian didiskusikan. Sementara Weton, bahsa Jawa berkala atau berwaktu adalah pengajian rutin harian, misalnya pada setia selesai shalat Jum’at dan selainnya. Untuk lebih jelas tentang pola pendidikn di pesantren akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Pola Pendidikan Pesantren sebagai sebuah Solusi Sebelum membahas lebih jauh tentang pola pendidikan ideal yang dapat diterapkan di Banten, penulis akan membahas pengertian rekontruksi terlebih dahulu. Kata rekontruksi terdiri dari dua morfem, “re” berarti kembali dan “kontruksi” yang berarti susunan (model, tata letak) suatu bangunan (jembatan, rumah, dan sebagainya) susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata. Konstruksi juga dapat diartikan sebagai susunan dan hubungan bahan bangunan sedemikian rupa sehingga penyusunan tersebut menjadi satu kesatuan yang dapat menahan beban dan menjadi kuat. Menurut kamus ilmiah, rekonstruksi adalah penyusunan kembali; peragaan (contoh ulang) (menurut perilaku/tindakan dulu); pengulangan kembali (seperti semula). Sementara menurut Yusuf Qardhawi menjelaskan bahwa rekonstruksi meliputi tiga poin penting, pertama, memelihara inti bangunan asal dengan tetap menjaga watak dan karakteristiknya.

87

Kedua, memperbaiki hal-hal yang telah runtuh dan memperkuat kembali sendi-sendi yang telah lemah. Ketiga, memasukkan beberapa pembaharuan tanpa mengubah watak dan karakteristik aslinya. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa rekonstruksi merupakan sebuah pembentukan kembali atau penyusunan ulang untuk memulihkan hal yang sebenarnya yang awalnya tidak benar menjadi benar. Sementara pola pendidikan berkaitan erat dengan kurikulum dan metodenya. Pada tulisan ini akan membahas pola pendidikan berkarakter yang diharapkan dapat memberi solusi atas permasalahan pendidikan di Provinsi Banten seperti yang telah dipaparkan di atas. Berkaitan dengan permasalahan ini, Mastuhu dalam bukunya, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren memberikan penawaran pada bagian saran di akhir kajiannya, yaitu: pesantren perlu mengadopsi dan mengembangkan wawasan berfikir keilmuan dari Sistem Pendidikan Nasional, dengan menerapkan metode berfikir: a) Deduktif, b) Indikatif, c) kausalitas,dan d) kritis. Dari komentar tersebut bisa diartikan bahwa pola pendidikan di pesantren terdapat celah-celah kekurangan, dan dapat dilengkapi dengan saran-saran yang dikemukakannya. Sementara menurut Soedjoko Prasodjo, dalam buku “Integrasi Sekolah ke Dalam Sistem Pendidikan Pesantren”, pondok pesantren mempunyai lima pola, yaitu: masjid, rumah kyai, pondok (asrama), tempat.latihan keterampilan, sekolah.formal baik agama maupun umum. Dalam menghadapi era globalisasi yang berpengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta keimanan dan ketakwaan (IMTAK), pesantren cepat tanggap menyambutnya, yaitu dengan melakukan beberapa terobosan,

88 mencakup: a) motivasi dan kreativitas anak didik ke arah pengembangan IPTEK di mana nilai-nilai Islam menjadi sumber acuannya; b) mendidik ketrampilan kemanfaatan produk IPTEK bagi kesejahteraan hidup umat manusia yang menciptakan jalinan kuat antara ajaran agama (IMTAK) dan ilmu pengetahuan dan teknologi IPTEK. Di samping melakukan langkah strategi, pesantren juga memiliki beberapa program pembelajaran di berbagai bidang, yaitu: pengajaran kurikuler, administrasi, dan pembinaan. Bidang pengajaran kurikuler merupakan kegiatan pokok dalam rangka membekali para murid dengan berbagai ilmu pengetahuan. Kegiatan kulikuler setiap pesantren tidak sama, namun secara umum dapat dikalsifikasikan sebagai berikut: Jam’iyatul Qura’, Club Bahasa Arab dan Inggris, sanggar seni, kepramukaan/kepanduan, bela diri, kajian al-Qur’an. Bidang administrasi sebagai pengelola dan pengendali semua bidang kegiatan di pesantren (penanggung jawab). Dan bidang pembinaan santri berfungsi memberikan bantuan atau pelayanan kepada santri yang bertujuan: 1). Mengembangkan pemahaman santri untuk kemajuan pesantren, 2). Mengembangkan pengetahuan serta rasa tanggung jawab dalam menentukan sesuatu, dan mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain. Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten, E Kosasih Samanhudi mengatakan, “Pemprov Banten sejak awal konsen terhadap kemajuan pendidikan. Itu sebabnya, ke depan perlu langkah-langkah konkret dalam upaya meningkatkan pendidikan.” Lebih jauh Kosasih mengatakan Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan dalam mendorong pengembangan sekolah, antara lain: Pertama, Pembuatan Kurikulum Muatan Lokal untuk menggali potensi-potensi lokal yang bisa dikembangkan oleh siswa

89 dari kalangan disabilitas. Kedua, Melengkapi Sarana dan Prasarana Pendidikan. Ketiga, Pengembangan Ketrampilan Siswa. Dan keempat adalah Peningkatan Kualitas Tenaga Pengajar.

Penutup Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan berkaitan erat dengan kurikulum dan metodenya. Pola pendidikan atau kurikulum di pesantren yang berkarakter diharapkan dapat memberi solusi atas permasalahan pendidikan di Provinsi Banten. Pola-pola seperti adanya hubungan yang akrab antara kyai, ustadz, dan santri namun masih dalam batasan yang wajar membentuk mental hidup para santrinya. Kepatuhan santri pada kiai akan membentuk rasa hormat dan menghargai santri kepada gurunya yang selama ini mulai hilang. Selanjutnya, membiasakan hidup hemat dan sederhana, tolong-menolong dan suasana persaudaraan akan menumbuhkan sikap kasih sayang terhadap orang-orang di sekitarnya yang merasa hidupnya serba kekurangan. Hidup mandiri, tidak bergantung kepada orang tua dan membiasakan kedisiplinan, melatih kehidupan dengan tingkat religius dan berani menderita untuk mencapai tujuan yang terdapat pada kurikulum pesantren adalah sebagai upaya menyiapkan siswanya untuk menjadi pemimpin kelak di kemudian hari. Dalam Konteks rekomendasi, untuk menyelesaikan masalah- masalah pendidikan di Provinsi Banten adalah langkah yang bijak jika pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan dan Kebudayaan berkaca pada pola pendidikan di pesantren. Walau di luar pembahasan, pesantren pun memiliki beberapa permasalahan namun permasalahannya tidak berdampak besar terhadap problematika Bangsa yang akhir-akhir ini terjadi, seperti kasus korupsi, penggelapan pajak, narkoba, dan lain sebagainya.

90

Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengejawantahkan kurikulum, terutama kurikulum muatan lokal. Bertolak pada kesimpulan di atas, maka saran yang dapat penulis berikan adalah Pemerintah Provinsi Banten sudah saatnya memberi kebebasan kepada sekolah/madrasah yang ada dalam lingkungannya untuk mencontoh pola pendidikan pesantren, tanpa ada batasan. Memberi perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan kepada guru (pendidik) seperti yang dilakukan pesantren kepada para ustadznya. Menghilangkan kontradiksi antara jajaran struktural dan fungsional. Sebab, disadari atau tidak sering terjadi kesalahpahaman antara keduanya. Dan kondisi seperti ini sangat memengaruhi perkembangan pendidikan di Provinsi Banten. Hal ini tidak ditemukan di pesantren, karena jika terjadi permasalahan di atas, kiai atau pihak yayasan langsung menanganinya. Demikian yang dapat penulis sampaikan pada tulisan ini, semoga bermanfaat dan semoga Allah memberi kemudahan kepada semua jajaran pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan di Provonsi Banten yang diharapkan! ***

91

Daftar Pustaka

Amin Haedari, HM., dkk. 2004. Masa Depan Pesantren. Jakarta: IRD Press. Arif Rohman. 2010. Pendidikan Komparatif. Yogyakarta: Laksbang Grafika. Azra, Azyumardi. 2000. Pendidikan Islam,Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Dhofier, Zamakhsyari. 1981. Sikap Hidup dalam Lingkungan Pesantren serta kaitannya dengan Nilai-nilai Budaya dalam Pembangunan Bangsa, Analisis Kebudayaan. Jakarta: LP3ES Dhofier, Zamakhsyari. 1985. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES. http://fharaasgranger.blogspot.com/2011/08/masalah-pendidikan- negara-maju-dan.html diakses pada 21 November 2017, pukul 21:00 http://sinergitasjiwa.blogspot.com/2009/02/pendidikan-di-beberapa- negara.html diakses pada 20 November 2017, pukul 20:01 https://www.inovasee.com/kota-santri-5864/ Ismail SM., dkk. 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Global. Yogyakarta: LB. Pressindo, Cet. Ke-1. Jamal Ma’mur Asmani. 2003. Dialektika Pesantren dengan Tuntutan Zaman. Jakarta: Qirtas. Mastuhu, Prof., Dr., M.Ed. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.

92

Partanto,Pius dan M.Dahlan Barry. 2001.Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: PT Arkala. Sulthon Masyhud, M.Pd., Drs. HM. 2004. Manajemen Pondok Pesantren, Jakarta: Diva Pustaka. Sulthon, M. dan Khusnuridlo, Moh. 2006. Manajemen Pondok Pesantren Dalam Perspektif Sutarya, Cucu, Dr., M.A. 2015. Pendidikan di Indonesia, Permasalahan dan Solusinya. Jakarta: Media Akademi. Syamsul Ma’arif. 2008. Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah. : Need’s Press. Qardhawi, Yusuf. 2014. Problematika Rekonstruksi Ushul Fiqih.(Al- Fiqh Al-Islâmî bayn AlAshâlah wa At – Tajdîd). Tasikmalaya.

93

Tentang Penulis

Endang Yusro, Lahir di Serang 01 Maret 1975. Sampai hari ini masih tercatat sebagai Kepala SMAIT Bait et-Tauhied, Kota Serang, Dosen STIT Serang, dan Guru di SMP Muhammadiyah Pontang. Saat ini juga menjadi Pengurus ICMI Orwil Banten. Penulis berdomisili di Jl. K.H. Janhari No. 16 Gg. H. Tb. Khutbi Kaloran, Kota Serang.

94

PESANTREN TRADISIONAL VS PESANTREN MODERN DI BANTEN: SEBUAH TELAAH PEMIKIRAN DARI NURCHOLISH MADJID

Oleh: Syamsul Hidayat Pengurus ICMI Orwil Banten dan Dosen Uniba

esantren merupakan lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan yang dilihat dari sejarahnya di kalangan P masyarakat Indonesa memilki akar yang cukup panjang. Bahkan bisa dikatakan pesantren merupakan wajah asli pendidikan Indonesia (indigenious). Bahkan perjuangan panjang menuju kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranannya mengusir penjajah dari bumi pertiwi nusantara ini. Pergerakan pesantren membuktikan bahwa kalangan santri mampu menjadi benteng negara. Sikap santri dahulu dengan santri jaman sekarang setelah kemerdekaan tentu memiliki perbedaan, disamping tetap tugas utamanya adalah menuntut ilmu agama Islam secara benar. Perbedaan itu dituangkan oleh banyak pemikir-pemikir Islam menurut perspektifnya masing-masing. Salah satu cendekia muslim yang militan terhadap dunia Islam dan pendidikan termasuk pesantren yaitu Nurcholish Madjid, pemikirannya sangat kontemporer dan maju, telaah pemikirannya masih terus dapat dikaji hingga saat ini. Tulisan sederhana ini mencoba menjabarkan pemikiran dari persepektif Nurcholish Madjid bahwa adanya dikotomi antara pesantren tradisional (Salafy) dan pesantren modern.

95

Pendahuluan Pendidikan pesantren merupakan salah satu soko guru pendidikan nasional Indonesia, meskipun akhirnya pemerintah sejak awal kemerdekaan mempergunakan pendidikan sistem pendidikan Belanda sebagai acuan sistem pendidikan nasional, tetapi peran pesanten tidak bisa dipandang sebelah mata. Dalam pola pengembangan sistem pendidikannya pesantren mengalami beberapa perubahan, perubahan itu bisa saja di dasarakan atas respond dan tuntutan perkembangan zaman, atau juga sebagai budaya kooperatif antara pesantren dan pembangunan pendidikan nasional. Perubahan dan pengembangan dunia pesantren pada umumnya dibangun melalui kurikulum pendidikannya. Kurikulum pendidikan pesantren sudah mengalami banyak dinamika perubahan sesuai dengan perkembangan kelembagaannya, pergeserta kurikulum pesantren salaf, pesantren khalaf dan banyaknya pesantren modern tentu saja perubahan itu dimulai dari kurikulum pendidikan dan orientasi pengembangan intelektual dalam lembaga pendidikan pesantren tersebut. Beberapa pesantren telah mengalami pergeseran tersebut. Dilihat dari sisi demografis, Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau kurang lebih 17.000 pulau yang ada di wilayahnya, baik yang besar maupun yang kecil, baik yang dihuni maupun yang tidak, Indonesia juga kepulauan terbesar di dunia, dan Negara dengan latar belakang yang beraneka ragam. Dengan sekitar 400 kelompok etnis dan bahasa yang ada di bawah naungannya, Indonesia juga adalah sebuah Negara dengan kebudayaan yang sangat beragam.[1] Indonesia pula merupakan salah satu bangsa yang paling pluralis di dunia.Paradigama ini begitu menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga kepada masyarakat muslim Indonesia, sebagai umat muslim paling besar di dunia yang harus

96 bisa melakukan sebuah penyesuaian dalam menghadapi sosial masyarakat yang beraneka ragam. Dalam menghadapi berbagai dimensi kehidupan di Indonesia yang tidak bisa terlepas dari sebuah peradaban Indonesia dalam pembaharuan menghadapi tantangan zaman, seorang tokoh cendekiawan Muslim yang sudah banyak menggemparkan bumi Indonesia ini dengan ide-idenya yang selalu mengangkat citra pesantren, sebagai pendidikan tertua yang menghantarkan Indonesia ini menjadi merdeka, beliau mengungkapkan bahwa: “Dalam pendidikan pesantren dikenal dua model system pendidikan, yakni sistem pendidikan pesantren tradisional dan sistem pendidikan pesantren modern, hakekatnya ini terjadi akibat adanya ekspansi pendidikan modern ala penjajah belanda pada saat itu, yang kemudian oleh beberapa pesantren yang ingin kontiunias dan kelangsungannya direspon dengan cara “menolak sambil mencontoh”.[2] Dengan demikian pesantren yang merupakan sebuah lembaga yang memiliki mulitifungsi sebagai pusat komuniksi masyarakat, tanpa harus menghilangkan ciri khasnya sebagai lembaga keagamaan, walaupun di sisi lain kedudukan pesantren dalam stratifikasi masyarkat Indonesia banyak mengalami tantangan, harus bisa melakukan sebuah improvisasi. Walaupun kini reputasi pesantren dipertanyakan oleh sebagian muslim Indonesia. Mayoritas pesantren masa kini terkesan berada di menara gading, elitis, jauh dari realitas sosial. Problem sosialisassi dan aktualisasi ini ditambah lagi dengan problem keilmuan, yaitu terjadi kesenjangan, keterasingan, dan pembeda antara keilmuan pesantren dengan dunia modern. Sehingga terkadang lulusan pesantren kalah dalam bersaing belum siapnya berkompetensi dengan lulusan umum dalam profesionalisme di dunia kerja. Dalam menghadapi permasalahan

97 globalisasi yang bisa dipastikan menjadi tanggungjawab yang tidak ringan bagi pesantren.

Tradisi Pesantren Tradisi pesantren memilki sejarah yang cukup panjang. Oleh karena itu, situasi dan peranan lembaga-lembaga pesantren dewasa ini harus dilihat dalam hubungannya dengan perkembangan Islam jangka panjang, baik di Indonesia, maupun di Negara-negara Islam pada umumnya. Perkembangan pesantren di Indonesia sendiri sangat pesat, karena Indonesia merupakan tempat konsentrasi umat Islam terbesar di Indonesia, dan memilki potensi yang menentukan arah perkembangan Islam di seluruh dunia.[3] Pesantren yang tumbuh subur dan berkembang di Indonesia, yang merupakan warisan pendidikan nasional yang sangat merakyat, dari semenjak Majapahit hingga kini, begitu banyak mengilhami jiwa patriotisme dalam membakar semangat dalam menghadapi perlawanan kezaliman kolonial belanda. Dengan semangat berjihad dengan dikomandoi oleh para kiai yang punya kharisma tinggi di kalangan para santrinya. Jadi sewajarnya dan sanga pantas kalau memang sampai saat ini masyarakat masih banyak menaruh kepercayaan dalam mencetak generasi muda harapan bangsa. Karena pesantren adalah lembaga tertua yang dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang mempunyai kultur khas yang berbeda dengan budaya disekitarnya. Seandainya negeri ini tidak mengalami penjajahan, mungkin sistem pendidikannya akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh pesantren-pesantren itu. Sehingga perguruan-perguruan tinggi yang ada sekarang ini tidak akan berupa UI, ITB, IPB, UGM, Unair, ataupun yang lain, tetapi mungkin namanya “Universitas” Tremas, Krapyak, Tebuireng, Bangkalan, Lasem, dan seterusnya

98

Kemungkinan ini bisa kita tarik setelah melihat dan membandingkan secara kasar dengan sistem pertumbuhan pendidikan di negeri-negeri Barat sendiri, dimana hampir semua universitas terkenal cikal bakalnya adalah perguruan-perguruan yang semula berorientasi keagamaan.[4] Mungkin juga seandainya kita tidak pernah dijajah, pesantren-pesantren itu tidaklah jauh terpencil di daerah pedesaan seperti kebanyakan pesantren sekarang ini, melainkan akan berada di kota-kota pusat kekuasaan atau ekonomi, atau sekurang-kurangnya tidak terlalu jauh dari sana, sebagaimana halnya sekolah-sekolah keagamaan di barat yang kemudian tumbuh menjadi universitas- unversitas tersebut. Penyajian fenomena di atas menunjukan bahwa untuk memainkan peranan besar dan menentukan dalam ruang lingkup nasional, pesantren-pesantren kita tidak perlu kehilangan kepribadiannya sendiri sebagai tempat pendidikan keagamaan. Bahkan tradisi-tradisi keagamaan yang dimilki pesantren-pesantren itu sebenarnya merupakan ciri khusus yang harus dipertahankan, karena disinilah letak klebihannya.[5] Pendapat Nurcholis Madjid di atas, akan menjadikan sebuah motivasi untuk selalu banyak melakukan improvisasi-improvisasi dalam memajukan lembaga pesantren, baik pesantren yang masih bersifat tradisional maupun sudah menjadi tradisi modern. Karena bagaimanapun juga bila banyak melakukan perubahan-perubahan dengan terbuka menerima kritikan atau masukan-masukan baik dari segi metodologi pengajarannya, bisa memposisikan dirinya ditengah realitas sosial yang harus mampu beroientasi terhadap peran pendidikan, keagamaan, dan sosialnya.

99

Pemetaan Pesantren Pondok pesantren memiliki karakter yang membedakan dengan institusi pendidikan atau institusi sosial yang lain. Karakteristik yang membedakan pesantren tersebut antara lain karakter bangunan yang dimiliki oleh pondok pesantren.[6] Pondok pesantren merupakan kompleks yang di dalamnya terdapat bangunan tempat tinggal pengasuh, masjid, asrama santri, dan sekolah tempat belajar santri.Terdapat bermacam-macam tipe pendidikan pesantren yang masing-masing mengikuti kecenderungan yang berbeda-beda. Secara garis besar, lembaga-lembaga pesantren pada dewasa ini dapat dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu pesantren salaf (tradisional) dan pesantren khalaf (modern). Pertama, pesantren salaf yaitu merujuk pada lembaga pesantren yangmempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan. Sedangkan sistem madrasah ditetapkan hanya untuk memudahkan sistem sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama, tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum.[7] Namun demikian, pesantren salaf sebagai pusat pengkajian pendidikan generasi Islam dianggap masih kurang memadai dari segi fasilitas sarana dan prasarana.[8] Kedua, pesantren khalaf (modern) yang dicirikan antara lain oleh adaptasi kurikulum pendidikan umum dalam kurikulum pendidikan yang biasa diajarkan di pesantren.[9] Dalam prakteknya, pesantren khalaf ini tetap mempertahankan sistem salaf. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, hampir semua pesantren modern meskipun telah menyelenggarakan sekolah umum tetap menggunakan sistem salaf di pondoknya. Dalam hal ini, pesantren khalaf memiliki kelebihan karena mencakup penyelenggaran pendidikan dengan materi agama dan umum sekaligus. Model penyelenggaraan pembelajaran seperti ini dimaksudkan agar santri

100 tidak hanya memiliki pemahaman tentang bidang keilmuan agama, tetapi juga agar santri dapat bersaing setelah lulus. Pemetaan pesantren dalam dikotomi salaf dan khalaf sebenarnya telah ditinggalkan. Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama memetakan pesantren ke dalam pesantren ideal, pesantren transformatif dan pesantren standar.[10] Klasifikasi tersebut didasarkan pada 27 komponen yang dinilai, antara lain kurikulum, sarana dan prasarana, rasionalitas tenaga pendidikan dan kependidikan dan lain. Namun demikian, secara umum, pengklasifikasian tersebut tidak termasuk pada tujuan akhir daripada proses pendidikan di pesantren. Pada umumnya, baik dalam klasifikasi pesantren salaf dan khalaf maupun pesantren ideal, pesantren transformatif dan pesantren standar santri sama-sama bertujuan untuk mewujudkan kemandirian santri melalui pendidikan di dalam pesantren. Kemudian, Nurcholis Madjid sebagai seorang cendekiawan muslim yang banyak menangkap khazanah kekayaan Islam klasik menyadari keunggulan perpaduan keilmuan yang telah mengantarkan Islam pada era keemasan dan kemajuan itu. Sementara itu realitas dunia pendidikan Islam “pesantren” tradisional di Indonesia masih memperlihatkan keengganan untuk mengadopsi “ilmu-ilmu umum”. Lembaga pendidikan ini mempertahankan aspek keilmuan Islam klasik saja.[11] Dengan demikian sistem pendidikan pesantren akan selalu mengalami kemunduran jika memang dilihat dari paradigma Nurcholis Madjid, yaitu kekurangan pertama adalah terletak pada visi dan tujuan yang dibawa pendidikan pesantren. Kurangnya kemampuan pesantren dalam meresponi dan mengimbangi perkembangan zaman, ditambah dengan faktor lain yang sangat

101 beragam, membuat produk-produk pesantren kurang siap untuk “lebur” dan mewarnai kehidupan modern.[12]

Salafi Vs Modern Berdasarkan uraian di atas, sistem pendidikan pesantren memang terbagi dua bagian besar yaitu salaf dan khalaf (Modern). Tradisi kegiatan pendidikannya pun berbeda akan tetapi pesantren sebagai salah satu institusi pendidikan yang mampu mencetak santri berkualitas serta dapat hidup mandiri. Terwujudnya manusia yang mandiri merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam proses pendidikan. Pemikiran Nurcholis Madjid menjadi rujukan utama dalam memberikan perspektifnya antara pesantren salafy dan modern. Banyaknya tulisan Nurcholis madjid tentang dunia pesantren menarik untuk diteliti lebih dalam lagi yang kemudian implementasinya akan dibandingkan dengan kondisi pesantren saat ini. Sebagaimana pondok pesantren Al-Mubarok Kota Serang dan Pondok Pesantren Bani Hamid Kab. Serang merupakan dua pesantren yang berbeda tradisi yaitu salafi dan modern. Kedua pesantren tersebut memiliki pengaruh yang layak diperhitungkan di masyarakat sekitar. Pondok Pesantren Al-Mubarok dengan sistem modernnya memiliki banyak kepercayaan dari masyarakat luas untuk mendidik santri-santri yang mandiri, memiliki keilmuan umum yang mumpuni dengan tetap berpegang teguh pada tali agama Islam. Sedangkan pondok pesantren Bani Hamid yang terletak di Kecamatan Pamarayan juga memiliki pengaruh yang baik di masyarakat sekitar, kajian kitab kuning yang masih kuat serta pengajian-pengajian majlis ta’lim yang sampai saat ini masih eksis. Maka peneliti mencoba menelaah dari perspektif Nurcholis Madjid di kedua pesantren tersebut.

102

Dalam hal ini maraknya pesantren modern yang sudah berdiri dengan menggesernya pesantren salafi karena mampu bersaing dalam menghadapi perkembangan zaman, maka pesantren Bani Hamid bila masih mempertahankan sistem pendidikan leluhurnya yang sampai sekarang tetap dipertahankan maka tidak akan pernah bisa maju. Menurut Nurcholish Madjid, pesantren berhak, malah lebih baik dan lebih berguna, mempertahankan fungsi pokoknya yang semula, yaitu sebagai tempat untuk menyelenggarakan pendidikan agama, yang penting sistem dalam cara pembelajarannya yang harus dirubah. Misalnya dalam pembelajaran Al-Qur’an, yaitu perlu menitikberatkan pada pemahaman makna dan ajaran-ajaran yang terkandung didalamnya. Di samping itu pesantren harus tanggap dengan adanya perubahan-perubahan zaman, yang harus menjadikan tuntutan-tuntutan anak didiknya, agar bisa tetap hidup dengan pembekalan ilmu pengetahuan tanpa harus mengedepankan pendidikan agama saja, tanpa ilmu yang lainnya sebagai alterntif sesuai dengan potensi dan bakat mereka. Sedangkan pondok pesantren Al-Mubarok mengalami transformasi pergeseran sistem, yang awalnya berbentuk pesantren tradisional namun dengan kemahiran kepemimpinan kiyai nya yang mampu beradaptasi dengan perubahan jaman yang menuntuk kebutuhan dan pelayanan pendidikan semakin meningkat maka secara cepat respon tersebut terjadi. Pesantren Al-Mubarok dalam kurun 3 tahun mampu bertransformasi sistem dari salafiah menjadi khalafiah (modern) dan saat ini pesantren Al-Mubarok memiliki beberapa lembaga pendidikan formal dan tetap mempertahankan beberapa kegiatan khas pesantren tradisional seperti pengajian kitab kuning, majlis ta’lim, dan kegiatan lainnya.

103

Kesimpulan Kualitas pendidikan pesantren saat ini sedang mendapat tantangan yang begitu besar sekali terutama dari pengaruh teknologi informasi yang semakin cepat mengalami perubahan, sehingga pesantren harus mampu bertahan agar tetap diminati menjadi lembaga pendidikan yang maju, di lain hal sosok seperti Nurcholish Madjid yang merupakan intelektual hebat yang pernah dimiliki bangsa, pemikirannya sering dijadikan referensi bagi rakyat Indonesia khususnya dunia pendidikan Islam. Nurcholish Madjid membuktikan bahwa lulusan pesantren pun mampu membawa pengaruh bagi bangsa, sebagai jiwa santri, Nurcholish Madjid patut dijadikan contoh bagi para generasi muda bangsa, bahwa lulusan pesantren mampu bersaing dengan lulusan yang berlabel umum. Keberadaan pesantren salafi dan modern telah mewarnai dan menyumbang khazanah mutiara pendidikan yang indah bagi bangsa Indonesia. Terutma di Banten, menjadi julukan kota santri, sebab karena sakingnya jumlah pesantren dan jumlah santri yang ada d Provinsi Banten. Kehidupan berbagi antara pesantren Salaf dan Modern di Banten sudah terjadi lama, sehingga membudayakan kehidupan yang harmonis penuh cinta saling melengkapi. Untuk itu, artikel ini selain menambah wacana khasanah keilmuan, juga bermaksud memberikan motivasi dan semangat kepada para generasi penerus bangsa, bahwa pesantren juga mampu berkiprah di zaman yang serba moderen ini tanpa meninggalkan nilai-nilai religi dan akhlak mulia yang diajarkan di pesantren.

Referensi 1. Nurcholis Madjid, Jalan Baru Islam: Memetakan Paradigma Mutakhir Islam Indonesia, editor: Mark R. Woodward, (Bandung: Mizan: Khazanah Ilmu-Ilmu Islam, 1998), hal 91.

104

2. Nurcholis madjid, Bilik-Bilik Pesantren: sebuah potret perjalanan, pengantar oleh Zyumardi Azra, (Jakarta: Paramadina, 1997) hal xiv. 3. Zamakhsyari Dhofir, Tradisi pesantren, (Jakarta: LP3ES, 1992), hal. 171. 4. Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: sebuah potret perjalanan, (Jakarta: Paramadiana, 1997), hal. 4. 5. Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, hal. 5. 6. Sukamto, Kepemimpinan Kyai dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), hlm. 1. 7. Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 83. 8. Nensi Golda Yuli, Sri Haningsih, and Radhika Adi Krishna, “The Common Room Design of Islamic Boarding School: A Preliminary Research in Yogyakarta Islamic Boarding School”, International Journal of Engineering & Technology IJET-IJENS Vol: 11 No: 04. 9. Pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti SMP, SMU dan bahkan perguruan tinggi dalam lingkungannya. Ibid., hlm. 87. 10. Laporan Penelitian Pemetaan Kelembagaan Pesantren di Indonesia, (Jakarta: Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kementerian Agama 2014). 11. Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nurchois Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hal. 133. 12. Nurcholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren, hal. 7.

105

Tentang Penulis

Syamsul Hidayat, SE., MM. Lahir di Serang tanggal 28 Agustus 1989. Telah menyelesaikan studi S1 di Program Studi Manajemen Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Primagraha Serang tahun 2013, kemudian melanjutkan studi S2 di Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan lulus cumlaude tahun 2015. Saat ini adalah dosen tetap Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bina Bangsa Banten. Mengampu mata kuliah Manajemen Stratejik, Kewirausahaan dan Metodologi Penelitian Manajemen. Saat ini tercatat sebagai pengurus ICMI Orwil Banten Departemen Kewirausahaan dan Ekonomi Umat. Aktif menulis artikel ilmiah di berbagai jurnal nasional dan internasional. Kajian Pesantren menjadi interest penulis dari sisi MSDM. Penulis dapat dihubungi melalui surel: [email protected].

106

JALAN SIMULTAN PENDIDIKAN HUMANIS DAN ERA 4.0

Oleh: Moh. Fikri Tanzil Mutaqin Departemen Riset & IPTEK Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi Banten

angat disadari cara berpikir dan cara kerja manusia banyak di pengaruhi oleh perubahan “Era” yang telah dibuat dan S disepakati dalam rangka memperbaharui kurun waktu sejarah. Setiap perubahan Era selalu memilikicara kerja baru guna memperbaiki cara sebelumnya yang terlampau konvensional. Termasuk setelah kemunculan Era industri 4.0 yang diperkenalkan oleh pemerintah Jerman dalam event Hanover Fair pada tahun 2011.Istilah tersebut kemudian banyak berpengaruh dan diikuti oleh bidang-bidang pekerjaan atau keilmuan lain dengan memunculkan akhiran Era 4.0, sebut saja Ekonomi 4.0, Teknologi Era 4.0. Pendidikan Era 4.0. Sampai pada saat ini Era 4.0 masih memutarkan rodanya untuk menggilas era sebelumnya yang pernah ada, roda itu terus menjelajah setiap aspek kehidupan sambil menawarkan keunggulan cemerlang untuk kemudahan kehidupan masa depan. Seiring perjalanannya Era Industri 4.0 memantapkan kehadirannya yang handal dalambidang pengolahan big data, membaca pola-pola dengan algoritma, menyiapkan penyimpanan awan (clouds), membuat teknologi kecerdasan buatan (ArtificialIntelegence) dan juga munculnyaprinting tiga dimensi.

107

Kehadiran era ini membawa kita pada keyakinan bahwa penggunaan teknologi cerdas sangat dibutuhkan untuk membantu pekerjaan manusia, baik yang sederhana sampai yang paling rumit. Sedikit mengenal cara kerjanya, era ini memulai dengan mengumpulkan data manusia dalam jumlah besar (big data) mulai dari data biologis, hari kelahiran, kebiasaan, hobi, pekerjaan, penghasilan atau kesehatan untuk kemudian digunakan sebagai modal dalam membuat pola algoritma. Selanjutnya dari pembacaan algoritma tersebut akan digunakan oleh mesin cerdas untuk dianalisis agar kemudian memungkinkan men-direct manusia dalam pengambilan keputusan. Sederhananya ketika kita sedang mencari produk kesehatan dalam sebuah situs jual beli online (marketplace), meskipun kita telah mengurungkan untuk membeli produk tersebut tetapii klan tawaran produk kesehatan tersebut akan kembali muncul di beranda facebook, email, atau situs lain di google. Kemunculan iklan produk kesehatan tersebut dimaksudkan agar kita membuka kembali situs marketplace dan memutuskan membelinya. Inilah hasil dari kecanggihan mesin dalam membaca kebiasaan dan pola aktivitas manusia yang dikumpulkan dalam penyimpanan big data untuk dibuat algoritma sehingga menghasilkan probabilitas yang dapat dipertimbangkan manusia dalam pengambilan keputusan. Sekali lagi, bahwa cara kerja mesin tersebut diawali dari data, dimana saat ini kita sangat senang mempercayakan data pribadi yang dititipkan dalam penyimpanan awan (coluds) sementara membantu keterbatasan kita dalam mengingat data dalam jumlah banyak. Teknologi cerdas itu meyakinkan kita bahwa daya jelajah perintah yang lebih rumit dengan integrasi otomatis melalui kognisi terpusat adalah salah satu sistem kerja baru yang di tawarkan. Selain itu kehadiran kecerdasan buatan menjadi lompatan yang pretensiusdi

108 berbagai bidang keilmuan terutama bidang transportasi darat, kedirgantaraan, kedokteran, dan industri lainnya yang memerlukan teknologi cerdas untuk menjalakan sistem kerja yang rumit. Bidang lain pada sektor jasa juga sudah bergerak untuk menyesuaikan jejak kemajuan era industri 4.0. Kemajuannya membuat kita tercengang, dan menciptakan sebuah keadaan yang tidak biasa dimana kita akan banyak di bantu oleh teknologi-teknologi cerdas dalam meningkatkan produktivitas hidup. Bahkan dalam laporan Mc Kinsey (2019) tentang Otomatisasi dan Masa Depan Pekerjaan Indonesia bahwa dengan keberadaan industri otomatisasi sebuah negara akan memungkinkan meningkatnya angka Produk Domestic Bruto (PDB). Celakanya karena hanya ingin mengejar angka produktivitas, besar kemungkinan manusia akan berada dalam bayangan predator teknologi. Disisi lain era revolusi 4.0 memberikan tantangan yang besar, diperlihatkannya sebuah upaya dehumanisasi yang menyertai keberadaan teknologi dalam kehidupan manusia. Sentuhan teknologi dan kecerdasan artifisial seolah memiliki jiwa yang dapat menggantikan keberadaan manusia, serta teknologi menjadi lebih bernilai dalam kehidupan manusia. Seperti halnya saat ketika kita kehilangan smartphone, setidaknya akan lebih banyak mendatangkan kecemasan (anxiety) dibandingkan dengan kehilangan sebuah buku. Karena asumsinya kehilangan buku mudah saja digantikan dengan e- book atau dapat membeli kembali lewat situs belanja online. Ketika kehilangan smartphone artinya kehilangan banyak komponen seperti data penting, pekerjaan, mobilebanking, kontak relasi, dokumentasi momen, dan lainnya. Dari sini kita dapat melihat terdapat pergeseran cara menilai barang berharga di masa sekarang. Inilah yang sebelumnya pernah di wanti-wanti oleh seorang pakar sejarah umat

109 manusia dalam literatur fenomenal Homo Deus, Harari (2018) telah memberikan prediksi bahwa manusia kedepan akan memberikan persembahan terbaik kepada teknologi selayaknya Tuhan. Bagaimana tidak, kebanyakan dari kita sedang dihadapkan pada adiksi teknologi untuk menjalankan banyak aktivitas. Bahkan hanya sekedar untuk menanyakan dan pencarian tentang kebenaran, manusia selalu melakukannya melalui mesin pencaridalam smartphone yang besarannya tidak melebihi manusia itu sendiri. Semua itu menunjukkan peran penting teknologi, kecerdasan artifisial, big data, dan algoritma dalam kehidupan. Dominasi tersebutcukup memberikan ancaman terhadap potensi manusia setidaknya dalam penggunaan motorik dan kognisi, perlahan tergantikan dan hanya di gunakan seminimal mungkin. Hal ini meyakinkan kita bahwa dehumanisasi di era 4.0 tidak bisa di bantah lagi. Prediksi tersebut diperkuat dari sebuah laporan yang telah di publikasikan oleh World Economic Forum (2020) bahwa diperkirakan sekitar 133 juta pekerjaan baru akan muncul dan dibutuhkan akibat perubahan era ini. Sedangkan pekerjaan masa depan tersebut akan lebih dominan menggunakan teknologi digital, meskipun peran manusia masih tetap ada.Satu sisi lainkejutan baru dalam bidang pekerjaan masa depan di Era 4.0berpotensi memperluas pengembangan keilmuan, atau muncul keilmuan terapan lainnya. Dengan begitu untuk dalam proses ini perlu kesiapan sumber daya manusia yang disertai dengan kesiapan proses pendidikan. Marilah kita tengok usaha dan tantangan pendidikan, meski harus tergopoh dalam percepatan pemerataan era.

110

Melihat Tantangan Pendidikan era 4.0 Proses pendidikan akan melekat dan selalu beriringan memadukan ritmenya dengan kemajuan zaman. Manusia pada zaman batusetidaknya mengalami pembelajaran untuk tujuan yang sederhana, seperti belajar membuat perkakas, mengenali cuaca, bercocok tanam, dan keterampilan komunikasi sederhana. Penting bagi mereka mempelajari teknologi yang sederhana untuk diaplikasikan dalam kehidupan, fatal jika manusia pada zaman itu tidak memiliki kemampuan bertahan hidup dan mempelajari situasi alam yang sangat keras berikut dengan ancaman keselamatan dari predator yang lebih kuat. Begitu juga saat ini penting bagi kita untuk mempelajari teknologi era 4.0 agar peran manusia tidak lantas tergantikan begitu saja,serta mengantisipasi teknologi tidak menjadi predator bagi manusia sebagai penciptanya. Seperti peribahasa yang mengatakan “Zaman beralih musim bertukar” bahwa manusia hendaknya menyesuaikan segala sesuatu dengan perubahan zaman agar tidak tertinggal dan tergerus.Proses pendidikan di Era 4.0 terus berupaya menyesuaikan kendati menghadapi persoalan yang tidak bisa di remehkan karena akan menghadapipersoalanrelasi yang tidak seimbang untuk sebuah proses pendidikan di Era 4.0. Bukan tidak mungkin pendidikan hanya akan menjadi alat yang mekanistis dalam mendistribusikan ilmu pengetahuanketika tidak dibarengi dengan sentuhan manusia. Saat ini pola transfer ofknowledge mulai bergeserdengan mode pembelajaranonline (dalam jaringan), dimanadalam mode ini seseorang bisa mendapatkan materi ajar yang setara dengan pertemuan tatap muka. Persoalannya tentu hanya materi yang dapat di transferkan. Agaknya cukup sulit jika sentuhan nilai moral yang biasanya dilakukan oleh manusia harus dilakukan oleh gagahnya teknologi.

111

Seperti yang diketahui bersama bahwa pendidikan bukan hanya sekedar untuk mempelajari materi, mentransfer ilmu, dan memecahkan masalah lewat kognisi. Banyak nilai afeksi yang harus di pelajari dan itu memerlukan keahlian dari manusia dewasa sebagai role model untuk mentransferkan nilai-nilai luhur etika dan sikap. Memang betul bahwa kecerdasan artifisial memiliki kemampuan yang lebih teliti dan detail dibandingkan dengan manusia dimana kemampuan itu akan sangat bermanfaat dalam upaya transfer ofknowledge. Akan tetapi emosi dan kesadaran merupakan keunggulan manusia yang tidak dimiliki secara langsung oleh teknologi, sekalipun teknologi cerdas.Tentunya peran emosi dan kesadaran dalam proses pendidikan sampai pada saat ini masih dianggap penting karena menyangkut dengan transformasi nilai yang dilakukan oleh manusia ke manusia. Jika kemungkinan terbesar teknologi kecerdasan menjadi pemeran utama dalam penyampaian pesan-pesan moral maka sangat penting teknologi di bekali emosi dan kesadaran melalui algoritma canggihnya. Hal itu perlu dilakukan sebagai upaya melestarikan warisan karakter ditengah kecanggihan teknologi, setidaknya kemampuan itu dapat meyakinkan umat manusia bahwa hadirnya teknologi cerdas tidak lantas mengikis moral dan karakter. Adapun ketika kemungkinan tersebut terjadi marilah bersiap-siap kita memiliki dikotomi kebudayaan baru yang bukan lagi western vs eastern.

Merajut Harmoni Pendidikan Human-Techno Agaknya terlalu skeptis jika selalu memberikan sudut pandang tentang ancaman dari pembaharuan era ini. Setidaknya narasi diatas menjadi sebuah pengingat kita akan tantangan masa depan. Kiranya penting juga membawa kecemasan tersebut dengan memadukan dua

112 gagasan secara simultan agar terjadi sebuah ekuilibrium pendidikan masa depan yang bermodalkan kekayaan potensi manusiadengan dikolaborasikan pertolongan teknologi cerdas. Disini kita mesti menyadari bahwa teknologi tidak mungkin di tinggalkan dan kedepan manusia akan selalu berdampingan dengan teknologi. Atas dasar itu proses pendidikan tidak seharusnya berjalan sendiri dengan usaha-usaha konvensional dan egosentris kepuasan keberhasilan pendidikan masa kini. Pendidikan human-techno dapat dilakukan bersamaan karena keduanya memiliki keunggulan yang dapat dipadu padankan guna memeroleh manfaat yang lebih besar. Kehadiran teknologi mengingatkan kita bahwa dunia pendidikan telah menerima manfaat cukup signifikan di era industri 4.0 ini. Setidaknya ada beberapa perubahan penting yang sukardilakukan pada proses pendidikan konvensional, juga memotong warisan turun-temurun dalam orientasi belajar di kelas yang hanyadilakukan dua arahdan penuh rigiditas. Kita bisa melihat manfaat Pertama, bahwa proses“belajar dimana saja” (fleksibilitas) dapat terwujud dengan mudah, dimana saat ini pelajar sangat menyukai eksplorasi pengetahuan yang dilakukan melalui internet secara mandiriyang dapat dilakukan dimana saja tidak selalu dalam sekat tembok kelas. Kedua, belajar dalam keberagaman sangat mungkin terwujud tanpa memandang penyamarataan kemampuan. Ketiga, orientasi pembelajaran yang berubah menjadi student tcentered menjadi dampak yang akan dirasakan oleh dunia pendidikan, ketika selama ini kita hanya mengeluhkan orientasi teacherscentered. Sangat disadari kenyataan pendidikan di Indonesia kental dengan teachers power/teachers centered yang hanya dilakukan secara dua arah. Hal ini yang diyakini akan membuat peserta didik minim eksplorasi dan tidak menyadari potensi, karena kelas hanya

113 dikendalikan oleh guru. Kondisi siswa yang dianggap kosong dan serba tidak tahu pada akhirnya hanya akan menjejali materi-materi yang dianggap penting oleh guru dan dianggap kurang penting oleh siswa. Kita melihat proses itu menjenuhkan, kaku, dan minim kerja bersama. Coba kita tengok laporan yang dikeluarkan oleh (OECD, 2015)bahwa pentingnya peran guru yang berkolaborasi dengan siswa dapat mengembangkan skill akademik dan sikap siswa. Disinilah kita dapat melihat sebuah proses pembelajaran studentcentereddi Era 4.0 akan berbuah manis pada iklim pendidikan, sambil terus dipastikan proses studentcentered tidak hanya membiarkan siswa mempelajari materi sendiri, akan tetapi bagaimana kemudian membangun konsep colaborationlearningdan membentuk ekosistem yang tidak terputus antara guru, siswa orang tua dan masyarakat. Bahkan dalam konteks Indonesia seorang filsuf pendidikan Ki Hadjar Dewantara telah mewariskan pemikirannya tentang konsep among yang didalamnya kental dengan nuansa kebebasan berpikir dimana hal itu merupakan modal besar, ketika individu tidak diberikan kebebasan berpikir maka colaboratif learning hanya akan mendapatkan jalan kesukaran. Proses pembelajaran kolaborasi penting dilakukan guna memoles potensi manusia agar kelak bernilai layak permata.Seperti yang kita tahu bahwapendidikan merupakan proses mentransformasi sistem nilai guna pemenuhan kebutuhan manusia dan mewujudkan sikap bestari. Sekalipun prinsip pendidikan tidak bisa di terjemahkan dalam sebuah pengertian yang baku, ia mencair dan sesuai kebutuhan umat manusia namun ada pokok penting bahwa pendidikan sebagai usaha untuk membangkitkan potensi dan skill manusia pembelajar. Dalam hal ini proses pendidikan seperti menyelami dasar gunung es, dan menggerakkan snowball.

114

Bahwa masih banyak potensi yang tidak terlihat karena tidak berusaha mencari yang lebih besar, kita di sudutkan pada kepuasan puncak potensi yang terlihat saja. Begitu juga efek snowball yang dipengaruhi dari perputaran kecil secara konsisten sampai menghasilkan bola salju yang besar karena terus mengikat salju-salju yang ada di permukaan. Hal ini sama percis dengan usaha manusia dalam mencari potensi diri, mengenali diri, dan mengasah skill, dapat diartikan seiring berjalannya waktu potensi manusia akan semakin besar karena pencarian yang dilakukan secara berkelanjutan. Sama pentingnya dengan proses pendidikan yang berkelanjutan dan pendidikan sepanjang hayat, semakin manusia belajar dan bergerak berkelanjutan disanalah ia akan menemukan titik kesadaran tentang pentingnya pendidikan untuk bekal kehidupan serta menjadi bagian pencarian jati diri. Proses pendidikan berkelanjutan dan sepanjang hayat menjadi bagian penting dalam rangka menempatkan manusia sebagai subjek berharga dan autentik.Inilah sebuah implikasi pendidikan berdasarkan pendekatan humanis. Dalam pandangan humanis yang diperkenalkan pada Abad ke 20 oleh Husserl, Hediegger, atau Merlaue-Ponty berhasil menempatkan manusia sebagai subjek yang unik dan kaya akan fenomena (Schneider et al., 2015). Sampai pada Abad Ke-20 proses interaksi pendidikan dan pendewasaan banyak dilakukan oleh seorang guru atau manusia lain yang lebih dewasa dalam membangun relasi pedagogis utama, serta kita sepakat tidak semua orang bisa terampil dalam menerapkan relasi pedagogis. Proses ini setidaknya memerlukan keterampilan memahami autentiknya manusia. Seiring berjalannya waktu proses mendidik akan di barengi dengan teknologi, dimana hal ini menuntut keterampilan lebih dari sekedar relasi pedagogis konvensional, tetapi pendidik perlu merancang dan melakukan pendidikan kolaborasi

115 yang di sesuaikan dengankebutuhan Era Industri 4.0. Ketika saat ini kuasa relasi yang di bangun di kelas dominan oleh guru, bukan tidak mungkin kedepan guru akan kehilangan kuasa relasi pedagogis. Hal ini dikarenakan murid sebagai seorang pembelajar dapat dengan mudah mencari jawaban soal yang diberikan oleh guru melalui jejaring internet dibandingkan meminta penjelasan kepada guru itu sendiri. Untuk itu pendidik perlu memperbaharui relasi pedagogis, menjadi proses simultan antara pendidik yang humanis yang turut mengikuti perkembangan teknologi masa kini. Selain itu ada yang lebih penting dilakukan oleh pendidik, seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa pendidik harus menjadi patron dan role model dalam rangka transformasi nilai luhur, karakter, dan norma. Karena dalam proses ini berdasarkan pandangan nilai humanis dan kesejahteraan subjektif yang di populerkan oleh Diener (1984) mengungkap bahwa seseorang termasuk juga siswa memerlukan sentuhan afeksi berupa dukungan sosialagar mendapatkan pengalaman yang berharga selama perjalanan hidup. Artinya Sekalipun teknologi diprediksikan akan mendominasi pekerjaan manusia termasuk dalam pendidikan, akan selalu ada unsur yang tidak bisa digantikan secara signifikan oleh teknologi seperti transformasi nilai, pemahaman emosi, sikap awareness, dan nilai afeksi—meskipun para ahli telah mengupayakan untuk mewujudkan pencapaian tersebut. Karenanya pendidik menjadi penggerak utama dalam ranah transformasi nilai, pemahaman emosi, sikap awareness, nilai afeksi, dan pemenuhan kesejahteraan psikologis ketika upaya kolaborasi antara human-technodijalankan dalam dunia pendidikan.Karenanya cukup penting memiliki pemahaman dalam bidang ilmu jiwa seiring dengan permasalahan psikologis yang menyertai perkembangan teknologi. Bukan tidak mungkin kedepan akan muncul masalah

116 psikologisdan kesehatan mental yang baru ketika menghadapi Era 4.0. Untuk itu sebagai upaya dalam mereduksi permasalahan psikologis, para ilmuan psikologipositif seperti Martin Seligman telah menyarankan untuk tetap meningkatkan potensi dibandingkan dengan mencari-cari penyakit dan kelemahan yang ada (Seligman & Csikszentmihalyi, 2000). Diakhiri dengan kemampuan mengolah jiwa yang positif, pendidikan di Era 4.0 akan menemukan keseimbangan ketika proses colaboratiflearning dilakukan oleh manusia dan teknologi (human-techno). [*]

Sumber Bacaaan

Diener, E. (1984). Subjective Well-Being. Psychological Bulletin; Washington, Etc., 95(3). Mc Kinsey. (2019). Otomasi dan masa depan pekerjaan di Indonesia. September. Noah Harari, Y. (2018). Homo Deus A Brief History of Tomorrow. PT Pustaka Alvabet. OECD. (2015). Do teacher-student relations affect students’ well- being at school? PISA in Focus #50, 04, 1–4. Schneider, K. J., Pierson, J. F., & Bugental, J. T. (2015). The Handbook of Humanistic Psychology. Sage Publications, Inc. Seligman, M. E. P., & Csikszentmihalyi, M. (2000). Positive Psychology. American Psychologist, 1, 5–14. World Economic Forum. (2020). Jobs of Tomorrow Mapping Opportunity in the New Economy (Issue January). WEF.

117

Biografi Penulis

Moh. Fikri Tanzil Mutaqin, M.Pd. Sapaan akrab Fikri Tanzil, lahir di Kabupaten Pandeglang pada tanggal 20 Juni 1995. Kegemaran dalam mengeksplorasi makna (meaning) di implementasikan dalam konsentrasi kajian, penelitian, dan pengabdian seputar topik psikologi positif, kesejahteraan subjektif dan pendidikan non formal, terutama bagi kategori disadvantagepeople. Beraktivitas dalam bidang pendidikan dan pelatihan di Yayasan Masyarakat Belajar Foundation. Sejak tahun 2019 ia merupakan Founder Mengupas Makna. Diberikan amanat menjadi Asessor di Badan Akreditasi Nasional PAUD dan PNF sejak Tahun 2017. Ia juga merupakan anggota Departemen Riset & IPTEK Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Provinsi Banten periode 2018-2023. Contactme: [email protected]

118

MENYEMAI ARAH PENDIDIKAN DI ERA DISRUPTION REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh: Komaruzaman Wakil Ketua ICMI Orda Kab. Tangerang

lvin Toffler seorang futurolog dalam bukunya The Third Wave mengatakan bahwa gelombang peradaban dunia itu A terdiri atas tiga peradaban dunia. Pertama, Gelombang Peradaban I yang terjadi pada tahun 800 SM sampai dengan abad ke 15, gelombang ini ditandai dengan penggunaan teknologi masih menggunakan batu, dalam perspektif sejarah abad ini dikatakan zaman batu dan Toffler menyebutnya zaman pertanian. Kedua, Gelombang II yaitu Peradaban industri dimulai pada abad ke 15 sampai dengan tahun 1970an, dengan ditemukannya masin uap di Inggris dan revolusi Industri di Prancis menandai dimulainya dunia Industri dan peralihan dari masa peradaban pertanian (agraris) menuju peradaban Industri. Ketiga, gelombang III, merupakan peradaban yang lebih modern dan terbarukan, yang disebut dengan peradaban informasi mulia tahun 1970 sampai hari ini, yaitu dengan berkembangnya inovasi teknologi nirkabel, satelit, dan pola ekonomi berbagi dan kolaborasi. Saat ini kita masuk dalam fase gelombang ketiga, dimana informasi sangat mudah diakses dan penggunaanya yang lebih efektif, efesien dan murah. Saat ini yang banyak diperbincangan di kalangan masyarakat khususnya masyarakat industri dalam dekade terakhir adalah munculnya Revolusi Industri 4.0. perubahan fase ke fase memberi perbedaan artikulasi pada sisi kegunaan revolusi

119 tersebut, fase pertama menitik beratkan pada penemuan mesin dan mekanisme produksi, fase kedua (2.0) masuk pada bentuk produksi masal yang terintegrasi pada quality control dan standarisasi, fase ketiga (3.0), memasuki tahapan yang terintegrasi seluruh proses dengan komputerisasi, fase keempat (4.0) telah menghadirkan digitalisasi dan otomatisasi perpaduan internet dengan manufaktur. Munculnya revolusi indutri 4.0 ini adalah adanya fenomena disruptive innovation, dampaknya sudah merambah pada seluruh lini kehidupan ini. Mulai dari indutri, ekonomi, politik juga pendidikan. Fenomena ini juga telah menggeser gaya hidup (life skill) dan pola pikir (mindset) masyarakat dunia. Renald Khasali dalam bukunya Disruption, Menghadapi lawan-lawan tak kelihatan dalam peradaban uber. Mengatakan bahwa istilah disruption masa dimana bermunculan inovasi-inovasi yang tidak terlihat, tidak disadari oleh organisasi mapan sehingga mengganggu (disrup) jalannya tatanan sistem yang lama atau bahkan menghancurkan sistem lama. Disruptive innovation secara sederhana dapat dimaknai sebagai fenomena terganggunya para pelaku indutri lama (incambent) yang sudah mapan oleh para pelaku indutri baru akibat kemudahan teknologi informasi. Misalnya Perusahaan kamera Kodak sangat fenomenal pada masanya, di tahun 50an sampai 1990an dimana setiap manusia yang ingin mengabadikan melalui poto atau vidio mesti menggunakan produk ini, namun seiring percepatan waktu dan inovasi Kodak mulai tersaingi oleh munculnya kamera digital dan smartphone. Perusahaan Kodak lambat mengantisipasi munculnya inovasi-inovasi baru ini. Akhirnya perusahaan ini pun kolap. Namun berbeda dengan perusahaan Fuji Filem yang sampai saat ini masih eksis, karena mereka mampu mengantisipasi fenomena disrup ini dengan membuka gerai atau toko lab photo yang tersebar dipelbagai kota, sehingga mampu

120 bertahan sampai saat ini. Fenomena lain adalah munculnya Grab, Gojek, Fintech, klik dokter, traveloka, alibaba, tokopedia dll. Munculnya inovator-inisiator kaum muda mampu membuat suatu aflikasi yang berasas pada teori ekonomi berbagi (Sharing resource) dan kolaborasi, dimana para pemilik aflikasi tersebut tidak memiliki moda utama, misalnya pemilik Gojek bekerjasama dengan para pemilik kendaraan roda dua atau ojek untuk mencari pelanggan dan menghantar para pengguna jasa ini. Dengan kemudahan aflikasi antar pemilik kendaraan dengan pengguna jasa atau masyarakat, mereka saling memberi keuntungan dan masyarakt juga merasa terbantu dengan adanya gojek ini. Begitu juga dengan grab, klik dokter, blibli, tokopedia dll. Hal ini mengakibatkan benturan antar pemain lama seperti taksi, toko-toko ritel seperti 7 eleven, matahari, disk tarra dll, dengan pendatang baru ini. Fenomena inilah yang disebut disruptive.

So, Bagaimana Dengan Dunia Pendidikan. Fenomena Revolusi Indutri 4.0 dalam perspektif era disruptive juga merambah dunia pendidikan. Istilah pendidikan 4.0 juga menjadi diskursus tersendiri saat ini dikalangan mahasiswa, praktisi dan ahli pendidikan. Munculnya pendatang baru dengan inovasi yang briliant seperti “ruang guru” sebuah aflikasi pembelajaran bimbingan belajar secara online, mampu mendisrup keberadaan bimbingan belajar incumbent seperti, Primagama, Nurul Fikri, Bintang pelajar, Ghanesa dll. Dengan kemudahan aflikasi terbarukan secara online yang dikomandoi oleh anak-anak muda inovatif dan sudah merambah ke pelosok daerah, karena aflikasi “ruang guru” tidak memerlukan tatap muka, ruang kelas dan modul kertas. Hanya dengan membeli aflikasi satu mata pelajaran atau seluruh pelajar yang membutuhkan bimbel ruang guru dengan sangat

121 mudah membeli dan berkomunikasi melalui smartphone, satu kemudahan, efektif dan efesien, maka mampu merubah tatanan sistem pemain lama. Dan fenomena terbaru saat ini dimasa munculnya virus covid 19, seluruh proses pembelajaran menggunakan daring (online). Kelas-kelas pembelajaran berbasis online menjadi tradding topik tersendiri dan menjadi media alternatif yang sangat membantu orang tua dan siswa juga para guru. Hal ini menunjukkan bahwa inovasi-inovasi kreatif seperti iniakan terus memberi makna dan nilai pada kurun yang berbeda. Karenanya sharing inovasi dan juga membangun cara fikir yang kreatif menjadi syarat mutlak bagi masyarakat global saat ini. Menarik untuk di cermati saat covid 19 yang terjadi saat ini adalah bermunculannya konsep pembelajaran via daring dan masyarakat umum, mau tidak mau harus belajar dan aware terhadap daring ini, di belahan pelosok manapun saat covid 19 merambah, seluruh masyarakat memliki ketergantungan terhadap konsep ini. Dan ini menjadi fenomena tersendiri dan muncul pemikiran-pemikiran kreatif dan inovatif. Begitu pula munculnya sekolah-sekolah Islam Terpadu (SIT) dan Sekolah Alam yang di motori oleh anak-anak muda, mampu memberikan alternatif pendidikan yang berkualitas. Munculnya SIT (sekolah Islam Terpadu) dan sekolah Alam menganggu (disrup) akan keberadaan sekolah-sekolah lama yang sudah mapan dan elite. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan harus terus terbarukan, memaknai kembali kurikulum, model dan modal pembelajaran, resource guru, cara pandang mereka dengan inovasi, kreatifitas, kesesuaian zaman juga cara pandang pimpinan, manager, direktur sekolah, atau para guru dalam melihat fenomena revolusi indutri 4.0 ini. Dalam Perspektif pendidikan munculnya Revolusi Industri 4.0 harus dimaknai sebagai sebuah perubahan mendasar pada tiga ranah;

122

Pertama, dalam hal pengelolaan kelembagaan pendidikan, seorang manager pendidikan harus mampu mengambil moment ini untuk berinovasi dalam peningkatan kualitas, kompetisi, meningkatkan efesiensi dan produktifitas. Walaupun revolusi Industri 4.0 ini lebih banyak bersinggungan dengan dunia industri, dunia pendidikan saat ini pun sebagai pelaku bisnis nirlaba harus mampu menjawab tantangan ini. Kedua, pemanfaatan teknologi. Sekolah harus melakukan loncatan yang lebih maju dalam revolusi industri 4.0 ini, melalui pemanfaatan implementasi tekologi pembelajaran dalam bentuk digitalisasi dan komputerisasi penggunaan proses pembelajaran. Ketiga. perubahan cara pandang (mindset) guru dalam memahami persaingan global ini. Pemikiran global (worldveiw) dan cakrawala guru harus dibuka dalam memandang perubahan zaman juga inovasi dan karakter guru sebagai manusia pembelajar dan inovator. Peter F Drucker dalam bukunya Managingin the Next Society mengatakan bahwa yang dibutuhkan masyarakat masa depan adalah masyarakat yang berpengetahuan (knowledge society). Menurutnya pada mayarakat berpengetahuan itu yang diperlukan adalah soft skill kemampuan mengolah pengetahuan, merekayasa dan memberi manfaat untuk orang banyak. Nanti tidak perlu lagi orang memiliki kantor, gedung pertemuan, ruang-ruang kantor dan sebagainya. Karena bagi mereka cukup dengan koneksi via virtual seluruhnya bisa dilakukan dengan sangat efektif dan efisien. Karena itu menurut Drucker seharusnya pendidikan memberi ruang-ruang bagi para siswa untuk memiliki kemampuan manajemen, kekuatan komunikasi, time work, problem solving dan decession making yang kuat melalui soft skill yang berkarakter dan berorientasi masa depan.

123

Dan inilah yang di sebut dengan model pendidikan berbasis global inovatif futuristik.

Menjawab Tantangan; Sebuah tawaran solusi Era disrupsi 4.0 tidak perlu ditakuti apalagi dihindari, namun harus dihadapi dengan pikiran cerdas, dan resource yang telah kita miliki. Hemat penulis beberapa catatan dalam merespon era disrup ini, yaitu : 1. Diperlukan kepemimpinan sekolah yang memiliki cara pikir out side the box, yaitu berfikir di luar kebiasaan dan keluar dari zona nyaman. Kalau anda ingin menjadi pemain bola yang BAIK, cukup arahkan pandangan mata anda ke arah bolanya. Tapi kalau anda ingin menjadi pemain bola yang HEBAT, arahkan mata dan permainan anda ke arah mana bola akan menuju. Era disrup adalah dimana bolanya sekarang, dan era “kemajuan” adalah kemana bolanya akan dituju. Maka diperlukan kepemimpinan sekolah yang memiliki daya fikir dengan melihat kemana bola akan menuju. 2. Era ini juga harus disinergikan dengan kearifan loka dan budaya bangsa agar tidak tercerabut dari akar budaya. kurikulum pendidikan dalam sekolah harus tetap menjaga budaya, tata nilai dan kemanusiaan, karena pada sisi kebudayaan dan humanisme di era revolusi industri ini akan terus terkikis. Karenanya peran guru harus mampu menjaga nilai-nilai luhur budaya juga nilai- nilai religiusitas dalam perilaku keseharian siswa. Sehingga guru masih sangat diperlukan dalam menjaga nilai-nilai ini. 3. Guru harus memiliki HOTS (higer order thingking skill), guru harus memiliki kemampuan berfikir yang tinggi dan jangan kalah dengan kemampuan inovasi dan informasi dari siswa,

124

dengan menganalisa, mengsintesi dan mengevaluasi informasi yang ada. األصلحيدبالجدواألخذالمحافظة على القديمالصالحKaidah fikih mengatakan .4 “Merawat yang lama yang masih baik, dan mengambil yang baru yang lebih baik”. Kaidah ini memberi arah bahwa seorang guru harus memiliki jiwa perubahan, inovatif dan memiliki kemampuan befikir tinggi dengan hal-hal yang terbarukan. Hal ini memiliki makna bahwa guru harus kreatif dan inovatif. 5. Dalam merespon era ini, peserta didik harus dikembangkan potensi mereka. Karena itu menurut Drucker seharusnya pendidikan memberi ruang-ruang bagi para siswa untuk memiliki kemampuan soft skill yang berkarakter dan berorientasi masa depan. 6. Nilai-nilai keagamaan harus terus ditanamkan, akhlak dan aqidah merupakan modal utama dalam pelestarian nilai-nilai ini. Akses negatif globalisasi adalah adanya jiwa-jiwa anak muda yang renta sehingga mudah terjangkit jiwa hedonisme, materialisme, individualisme juga permisivisme. Anak muda (baca siswa) harus disadarkan, diarahkan dan dibimbing untuk menghantarkan mereka melewati arus deras globalisasi ini dengan perisai akhlak dan akidah yang kuat. Hanya nilai-nilai ini yang mampu memfilter dampak negatif dari era revoluai industri 4.0 ini. [*]

125

Tentang Penulis

Komaruzaman, M.Ed. Lahir di Tangerang, 15 Desember 1973. Menempuh pendidikan formal di SDN 1 Balaraja, melanjutkan ke Pondok Pesantren Daarul Rahman Jakarta. Pendidikan S1 diselesaikan di UII Yogyakarta. Kemudian melanjutkan S2 di International Islamic University of Malaysia dan National University of Malaysia dan kandidat Doktor di UIKA Bogor. Aktivis kampus pernah menjadi Presidium Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se Yogyakarta (FKSMY) tahun 1998, Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI), LEM UII, Belajar Bersama LKIS, Himata-Yo, KBY. Aktif membidani forum kajian, Demokrasi bagi Rakyat (DeBar UII), ForJabar, Komunitas Lebah Yogyakarta, Direktur Forum LEPPAS forum kajian PPI Malaysia dan pembina PPIM (Persatuan Pelajar Indonesia Malaysia). Saat ini aktif sebagai ketua Dewan Pendidikan Kab. Tangerang. Wakil Ketua Tanfidziah PCNU Kab. Tangerang, Wakil Ketua ICMI Orda Kab. Tangerang, Manajer Sinergi Leadership Training Centre, Dan menjadi pengasuh di Pondok pesantren Terpadu Al Itqon Balaraja Tangerang Banten.

126

MENGGAIRAHKAN KEHIDUPAN KAMPUS MENGGAPAI PELUANG BISNIS DALAM ARENA KREATIFITAS SENI BUDAYA

Oleh: H. Achmad Rifai Wakil Ketua Dept. Kewirausahaan dan Ekonomi Umat ICMI Orwil Banten

Pendahuluan eluang untuk memadukan bisnis dan pengabdian dapat diwujudkan dalam mengelola keberagaman seni kebudayaan P tardisional dengan kewirausahaan kreatif sangat terbuka di wilayah Provinsi Banten yang sedang giat mengembangkan diri di berbagai sektor pembangunan dalam rangka meningkatkan perekonomian kawasan Nasional Trans Pulau dan Pulau Jawa, maupun Nasional serta Internasional yang didukung dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang dan Bandara Internasional Sukarno-Hatta di Kota Tangerang yang berdekatan dengan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peluang perpaduan antara usaha dan pelestarian seni budaya tersebut dapat dilakukan oleh semua pihak dari Pelaku Bisnis Ekonomi Kreatif, Pemerintah dan Masyarakat, serta kalangan Dunia Pendidikan di Peguruan Tinggi yang ada di Daerah maupun Nasional. Peluang usaha tersebut perlu dipersiapkan melalui metode pembelajaran dan penelitian, maupun praktek lapangan yang digagas secara sinergi melalui dunia pendidikan di Perguruan Tinggi, dalam hal tersebut juga menjadi bagian pengamalan Tri Dharma Perguruan

127

Tinggi dalam pengabdian pada masyarakat. Berbekal pada pemikiran yang kritis, progresiv dan inovatif, sudah seharusnya mahasiswa dibekali juga dengan gerakan usaha nyata dalam upaya Menggairahkan Kehidupan Kampus Sebagai Jembatan Menciptakan Peluang Bisnis Dalam Arena Seni Budaya Banten, yang juga secara langsung untuk merealisasikan atas pelestarian pada asset-aset Seni Budaya Daerah yang secara umum menjadi aset-aset Seni Budaya Bangsa. Upaya untuk Menggairahkan Usaha Ekonomi Kreatif yang didakukan dengan Geliat Seni Budaya Tradisional merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka meningkatkan taraf hidup yang lebih layak yang dapat dipadukan dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat untuk mencari jati diri manusia untuk belajar dan berusaha dalam dinamika pembangunan yang selalu berubah dan berkembang diera globalisasi milenial ini. Pada wacana gagasan ini yang akan minitik beratkan secara khusus pada Seni Budaya Tradisional Banten yang syarat dengan nilai-nilai Agama. Peluang untuk memadukan bisnis usaha ekonomi kreatif dengan seni budaya tradisional Banten dengan pengabdian guna melestarikan nilai-nilai budaya sebagai aset Bangsa, hal tersebut dapat diwujudkan dalam mengelola keberagaman seni kebudayaan tardisional dengan kewirausahaan kreatif sangat terbuka di wilayah Provinsi Banten yang sedang giat mengembangkan diri di berbagai sektor pembangunan dalam rangka meningkatkan perekonomian kawasan Nasional Trans Pulau Sumatra dan Pulau Jawa, maupun Nasional serta Internasional yang didukung dengan adanya Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung di Kabupaten Pandeglang dan Bandara Internasional Sukarno-Hatta di Kota Tangerang yang berdekatan dengan Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan

128

Republik Indonesia. Peluang perpaduan antara usaha dan pelestarian seni budaya tersebut dapat dilakukan oleh semua pihak dari Pelaku Bisnis Ekonomi Kreatif, Pemerintah dan Masyarakat, serta kalangan Dunia Pendidikan di Peguruan Tinggi yang ada di Daerah maupun Nasional bahkan Internasional sebagai sarana Persahabatan dan Perdagangan Antar Bangsa. Peluang usaha tersebut perlu disiapkan melalui metode pembelajaran dan penelitian baik secara teori maupun praktek lapangan yang diselenggarakan pada Kampus di Perguruan Tinggi. Metode pembelajaran secara teori maupun praktek lapangan juga dapat dikembangkan dengan cara menjalin kemitraan dengan Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat maupun dengan para pelaku usaha UKM dan Industri Perhotelan. Untuk dapat mewujudkan metode pembelajaran, penelitian dan praktek lapangan tersebut diharapkan Kampus-kampus yang berlokasi di Provinsi Banten dapat menjadi pelopor guna menangkap peluang tersebut. Peluang untuk memadukan bisnis usaha ekonomi kreatif dengan seni budaya tradisional Banten sebagai aksi mahasiswa dalam kehidupan kampus diharapkan untuk dapat mengembangkan berbagai sektor kehidupan kampus yang lebih bergairah dan juga memiliki nilai bisnis/wirausaha kreatif yang dapat dikembangkan dengan melibatkan kemitraan dan peranserta masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dan Pelaku Usaha dalam kehidupan diluar lingkungan kampus.

Menggairahkan Generasi Wirausaha Kreatif Kampus Diera pasar terbuka saat ini ada berbagai peluang usaha baru bermunculan dan melahirkan banyak wirausahawan baru di Indonesia, tidak hanya pengusaha berskala besar tapi juga pengusaha kecil dan menengah, bahkan usaha kecil menengah saat ini

129 mengalami pertumbuhan sangat pesat yang dikelola generasi muda milenial. Munculnya berbagai peluang usaha dengan modal kecil membuat orang bergairah untuk mencoba membangun usahanya sendiri dengan beragam kreatifitas yang ditampilkan dan dengan kesabaran yang dijalaninya. Namun ada juga ada beberapa calon pelaku usaha ekonomi kreatif memutuskan untuk mundur ketika menemukan permasalahan dan menemui kendala saat awal memulai bisnis, padahal peluang usaha yang menjanjikan sudah terbuka didepan mata asal dapat dijalani dengan keuletan dan disiplin yang terus diasah, dan masalah klasik yang sering kita dengar adalah kurangnya modal awal untuk memulai bisnis mereka. solusi dari permasalahan dan kendala tersebut adalah dengan memilih usaha dengan modal kecil atau modal menengah yang memang sudah dipersiapkan untuk memulai awal usahanya walaupun dengan perhitungan keuntungan yang dapat dibilang masih kecil pula nanum berjangka panjang dan menjanjikan untuk berkembang. Industri kreatif mulai dibidik sebagai titik tolak baru untuk memajukan perekonomian, sektor seni, desain, teknologi, film, music, bahasa, dan sektor-sektor kreatiflainnya yang digalakan untuk berproduksi dan memiliki kualitas jual yang tinggi dengan keunggulan lainnya di dalam negeri maupun diluar negeri. Selain hal tersebut industri kreatif mampu menyerap tenaga kerja yang terbilang cukup dapat membantu dalam mengurangi dan mengurai atas pemerataan ketenagakerjaan didalam negeri, dimana berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) di Indonesia anggka penganguran Bulan Agustus tahun 2019 termasuk pengangguran intektual lulusan perguruan tinggi mencapai angka yang fantastis mencapai angka 7,05 juta orang yang tidak memiliki pekerjaan tetap.

130

Berdasarkan informasi dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi tahun 2019 tercatat ada 3.221 universitas diseluruh Indonesia, dan 1.020 Perguruan Tinggi Agama yang tersebar diseluruh Provinsi, dengan jumlah tersebut setiap tahunnya meluluskan rerata ada 750 ribu lulusan pendidikan tinggi baru dari berbagai tingkatan. Tingginya jumlah pengannguran dari perguruan tinggi tersebut menandakan adanya ketidaksesuaian antara permintaan pasar tenaga kerja dengan kompetensi lulusan yang diharapkan. Berdasarkan dengan kondisi tersebut diharapkan perguruan tinggi melakukan evaluasi rogram studi dan kurikulum untuk menghasilkan sarjana dengan lulusan yang mempunyai kompetensi usaha. Perguruan tinggi harus mampu melakukan pemetaan sehingga lulusannya tidak saja hanya berpikir untuk mencari pekerjaan namun juga dapat menciptakan peluang pekerjaan untuk dirinya sendiri maupun orang lain, karena perguruan tinggi berperan strategis dalam peningkatan daya saing Bangsa, dan daya saing menjadi kunci kemenangan diera globalisasi. Era persaingan sudah sangat terbuka secara seiring dengan peningkatan yang sangat pesat disemua bidang teknologi, oleh karenanya metode perkuliahan harus lebih cepat menyesuaikan dengan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) sesuai dengan kebutuhan.Peningkatan sumber daya manusia terutama pada mahasiswa diantara teori yang didapat, juga harus dibarengi dengan melihat kondisi nyata atas permasalahaan yang terjadi dengan melihat dan mempertimbangkan atas potensi yang ada dilapangan yang bertujuan untuk dapat dijadikan pemikiran kritis dan tindakan sebagai solusi atas pemecahan permasalahan tersebut. Sejak awal mahasiswa harus dipersiapkan agar memiliki mental entrepreneur supaya hidupnya mandiri berkarakter dan siap

131 bersaing diera yang semakin memaksa siapapun yang tidak mau belajar beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat, dan sungguh sangat prihatin apabila masih banyak generasi muda yang mentalnya belum siap dilapangan, mereka terjebak dalam situasi ketidak pastian, padahal sebenarnya banyak peluang yang dapat digeluti untuk memulai usaha asalkan punya kemauan yang kuat sabar dan selalu bergerak untuk mencari solusi untuk berbuat karya nyata atas terbukanya peluang - peluangusaha bagi dirinya. Seiring meningkatnya pembangunan sarana dan prasarana, investasi industri pabrikan dan pengolahan, juga meningkat pula industri pawiwisata, perhotelan serta berkembangnya kawasan property dan kawasan permukiman sebagai tempat pusat perdagangan, jasa, pendidikan dan tempat tinggal bagi penduduk di Provinsi Banten termasuk bagi masyarakat dari daerah lainnya yang turut mewarnai dinamika kehidupan di Provinsi Banten.

Peluang Bisnis Dalam Arena Kreatifitas Seni Budaya Banten Banten adalah sebuah Provinsi di Daerah Pulau Jawa, Indonesia, provinsi ini dulunya merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat, dan dengan keputusan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2000 terbentuk secara mandiri Provinsi banten dengan Ibu Kotanya sebagai pusat pemerintahan yaitu Kota Serang,. Banten pada masa lalunya merupakan daerah kota pelabuhan yang sangat ramai serta masyarakat yang terbuka dan makmur, pada abad ke 5 merupakan bagian dari kerajaan Tarumanegara yang beragama Hindu, namun setelah runtuhnya kerajaan Sunda, lalu Maulana Hasanudin mendirikan Kesultanan Banten dengan membawa ajaran agama Islam. Sebagian besar anggota masyarakat Banten memeluk agama Islam dengan semangat religious yang tinggi, dan dengan semangat

132 bertoleransi dapat berdampingan secara rukun dengan pemeluk agama lainnya dengan damai. Di Provinsi Banten terdapat peninggalan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan termasuk terdapat suku asli Sunda-banten yaitu Suku Baduy Dalam (Suku Rawayan) yang masih memegang dan menjaga tradisi anti modernisasi, baik secara berpakaian maupun pola hidup lainnya yang tinggal dikawasan cagar Budaya Pegunungan Kendeng, di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Keberagaman dan potensi kekhasan seni budaya masyarakat Banten antaranya: Seni bela diri Pencak Silat, seni Debus Surosoan, seni Debus Pusaka Banten, seni Rudad, seni Ubruk, seni Tari , seni Tari Topeng, seni Tari Cokek, seni Dog-dog, seni Palingtung, seni Lojor, seni Terbang Gede, seni Calung, seni Reog, seni Patingtung, seni Marhaban, seni Dzikir Mulud, seni Wayang Golek, seni bandrong Lesung, seni Buka pintu, seni Wayang Kulit, seni Beluk, seni Mawalan, seni Kasidahan, seni Adu , seni Tari Wewe, seni Angklung Buhun, seni Wawacan Syekh, seni Gacle, seni Gambus dan seni lainnya yang terdapat di masyarakat Provinsi Banten. Tradisi masyarakat banten pada umumnya berkaitan dengan ritual keagamaan yang perlu dilestarikan sebagai kekayaan budaya yang memiliki nilai-nilai keberagaman, bertoleransi, kebinekaan dan saling menghargai yang secara langsung dapat membangkitkan semangat persatuan memperjuangkan pembangunan perekonomian di Provinsi Banten dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

133

Berikut ini diantara beberapa Kesenian Tradisional di Banten;

Pencak Silat Debus

Ubrug Rudat

Angklung Zikir Saman Gubrag Lojor

134

Tari Cokek DogDog Lojor

Untuk dapat mewujudkan program Menggairahkan Kehidupan Kampus Sebagai Jembatan Menciptakan Peluang Bisnis Dalam Arena Seni Budaya Banten diharapkan adanya sinergi antara Perguruan Tinggi dengan dukungan dari Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat serta Masyarakat dengan mengeliatkan dalam bentuk perpaduan Kewirausahaan Seni Budaya Banten yang dapat disajikan menjadi Industri Pariwitasa yang Kreatif dan Modern dengan tetap mempertahankan kekuatan kultur budaya lokal. Dengan upaya yang dilakukan tersebut dapat menarik minat para Generasi Muda Milenial untuk terjun menggeluti Bisnis Seni Budaya Tradisional Banten yang secara tidak langsung akan melestarikan warisan aset-aset kebudayaan yang ada, dan juga diharapkan pula akan meningkatkan daya saing yag menarik bagi Dunia Pariwisata dan Perekonomian di Daerah Kabupaten/Kota Wilayah Provinsi Banten, dan secara umum perekonomian berskala Nasional dan Internasional. [*]

135

Daftar Pustaka

Dinas Budaya Dan Pariwisata Provinsi Banten,. “Analisis Daya Saing Pariwisata” Banten 2017. Badan Pusat Statistik Provinsi Banten,. 2017 Hj. D. Made Dharmawati, “Kewirausahaan” Jakarta 2016 M.A.Tihami, “Potret Budaya Banten Dulu, Kini, dan Nanti” Banten 2010”. Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi & Makro Ekonomi, Raja Grafindo Persada,-Jakarta 2005

136

Tentang Penulis

H.Achmad Rifai, SE.MM,. Lahir di Kabupaten Lebak - Banten,. Tanggal 15 Agustus 1967,. Bertempat tinggal di Komplek Depag Ciwaru, Kelurahan Cipocok Jaya, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang- Provinsi Banten. Menyelesaikan pendidikan “S1 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten, Fakultas Ekonomi, Manajemen 2003, -S2 di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IPWI Jakarta 2012., Direktur Pengembangan Usaha & Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Serang 2008-2016,. Pernah mendapatkan beasiswa Diklat Manajemen Pengeloaan Air Bersih dan Air Minum Dalam Negeri dan Luar Negeri dari JICA-ADB-Word Bank-RIWA Belanda Kementerian PUPR Kementerian Dalam Negeri Bappenas Kementerian Keuangan,. Ketua Unit Korpri PDAM Kabupaten Serang Banten, tahun 2006 - 2011 dan Periode tahun 2011-2016,. Tim Panitia Kunjungan Presiden RI KH.Abdurahman Wahid ke Pesantren Petir Serang-Banten,. Presiden RI Megawati ke Pasar Rau Serang- Banten,. Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono ke Pesantren Tanara Serang-Banten,. Panitia HUT TNI ke 70 Presiden RI Joko Widodo HUT TNI ke 70 di Pelabuhan Merak Cilegon-Banten Tahun 2015,. Pernah mengajar di Gerakan Pemberantasan Masyarakat Buta Aksara, dan Pengelola Unit Pengelola Zakat (UPZ),. Dosen Tetap Universitas Banten Jaya (Unbaja). Direktur Kegiatan Pusat Inkubator Bisnis (PIBiT) Unbaja,. Dosen Pengajar di UPBJJ Universitas Terbuka Serang. Tutor di Program Pengabdian Masyarakat di Kecamatan Kab/Kota Serang yang diselenggarakan

137 oleh Kementerian Perhubungan,. Pengurus Paguyuban Masjid YAMP-DAKB-Al-Muhajirin 007 Serang-Banten 2018-2023,. Majelis Pengurus Wilayah Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Banten,, Wakil Ketua Departemen Kewirausahaan dan Ekonomi Umat 2018-2023,. Ketua Koperasi Cendekia Banten Sejahtera (CBS) ICMI Orwil Banten 2018-2023,. Pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kab. Serang 2019-202,. Dimasa SLTA aktip di Palang Merah Remaja (PMR), Organisasi Siswa Sekolah (OSIS), Ikatan Keluarga OSIS (IKOSIS), Unit Kesehatan Sekolah (UKS), Unit Polisi Sekolah (UPS), Saka Wana Bakti, Saka Bakti Husada, Remaja Islam Masjid (Risma), Pramuka, Karang Taruna.” Moto Penulis: “Jadikan Pekerjaan Dan Pengabdian Sebagai Kreativitas, Tantangan, Motivasi Untuk Keberhasilan Yang Baik, Bernilai Ibadah Untuk Kemaslahatan Bersama”

138

MENYIAPKAN MASYARAKAT BANTEN DENGAN KECAKAPAN ABAD XXI DI ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0

Oleh: Tri Ilma Septiana

Pendahuluan ewasa ini, hampir seluruh negara yang ada di pelosok bumi sedang sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi D Era Revolusi Industri 4.0 yang ditandai dengan pesatnya arus teknologi informasi dan komunikasi, perkembangan sistem digital berbasis internet, serta kecerdasan artifisial dan virtual. Zimmerman (2018) dalam Ristekdikti menyatakan bahwa dalam Era Revolusi Industri 75% pekerjaan akan melibatkan kemampuan sains, teknologi, dan matematika, internet of things, dan pembelajaran sepanjang hayat. Senada dengan Zimmerman, Klaus Schwab (2016) juga menekankan bahwa Era Revolusi Industri 4.0 merupakan revolusi yang berbasis cyber physical system yang merupakan gabungan antara domain digital, fisik, dan biologi. Revolusi ini secara fundamental dapat mengubah cara hidup kita, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Dari kedua pernyataan tersebut terindikasi bahwa akan terjadi sebuah perubahan yang sangat besar dalam kehidupan umat manusia dimana teknologi akan mengambil alih berbagai pekerjaan yang selama ini sudah dilakukan oleh manusia (technology disruption). Nampaknya hal ini sudah mulai dapat kita rasakan dimana dengan hadirnya berbagai teknologi mutakhir seperti: (1) human machine communication; (2)

139 connection: global village; (3) smart robot; (4) internet of things; (5) 3D printer; (6) driverless car; (7) big data; dan (8) online/virtual education. Pada dasarnya, suka atau tidak suka perubahan masif dalam Era Revolusi Industri 4.0 harus ditanggapi dengan positif dan responsif. Karena tidak ada satu negara ataupun individu khususnya yang masuk dalam kriteria usia produktif dapat menghindarinya. Prof. Dr. Catur Sugiyono, M.A dalam Satria (2018) memaparkan bahwa dalam Era Revolusi Industri 4.0 mesin akan banyak menggantikan peran tenaga manusia, 65% profesi yang saat ini dijalani oleh manusia akan tidak jelas bahkan menghilang. Selain itu, 75 – 375 juta manusia akan mengalami perubahan profesi. Banyak pakar memprediksi bahwa Era Revolusi Industri akan mengarah kepada era disrupsi. Rhenald Kasali (2017) mengatakan bahwa disrupsi tidak bermakna fenomena perubahan hari ini tetapi juga mencerminkan makna fenomena perubahan hari esok. Karena sejatinya disrupsi terjadi di semua bidang kehidupan baik itu ekonomi, pendidikan, sosial, budaya, pemerintahan, hukum, ataupun kesehatan. Lebih lanjut, Kasali (2017) juga mendefinisikan bahwa disrupsi adalah inovasi yang menggantikan seluruh sistem lama atau orang lama (incumbent) dengan cara-cara baru atau orang-orang baru (start up). Berbicara Revolusi Industri 4.0 tentu ada kaitanya dengan usia produktif. Menurut data Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), pada tahun 2020–2030 Indonesia akan mengalami bonus demografi dimana usia produktif (15 – 64 tahun) akan lebih besar jumlahnya dari usia non-produktif (1 – 14 dan 65 tahun keatas). Khusus untuk di Provinsi Banten, pada tahun 2017 dari 12.4 juta penduduk 68.53% masuk kategori usia produktif. Sekarang yang menjadi pertanyaan besar adalah (1) Siapkah kita

140

(baca: Masyarakat Banten) memanfaatkan bonus demografi tersebut untuk menghadapi Era Revolusi Industri 4.0? Jawabanya harus siap, karena jika mengutip pernyataan dari Elon Musk yang mengatakan “Some people don’t like change, but you need to embrace change if the alternative is disaster”. Ini artinya kita harus mampu beradaptasi dengan perubahan atau kita yang akan jadi korban dari perubahan itu sendiri.

Rendahnya Budaya Literasi Ada banyak faktor yang menentukan keberhasilan suatu negara dalam menghadapi ketatnya kompetisi di Era Revolusi Industri 4.0, salah satunya melalui pendidikan. Salah satu upaya meningkat kualitas pendidikan di Indonesia terutama kompetensi siswa yaitu melalui peningkatan budaya literasi. Kegiatan literasi di Abad 21 sudah lebih komplek dan tidak hanya menekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Namun, literasi baru sudah meliputi literasi data, teknologi, dan sumber daya manusia. Lantas, Bagaimanakah kemampuan literasi kita? Berdasarkan survei yang dilakukan oleh The World’s Most Literate Nations (WMLN) yang disponsori oleh Unesco pada tahun 2016, kemampuan literasi Indonesia terpuruk dan berada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei. Peringkat ini hanya 1 tingkat di atas Botswana. Sedangkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Malaysia berada di peringkat 53 dan Singapura pada posisi ke 36. Adapun yang menjadi rujukan WMLN dalam menyusun peringkat yaitu berdasarkan hasil uji PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) dan PISA (Programme for International Student Assessment) dimana mengambil sampel yaitu siswa yang berusia 15 tahun.

141

Menurut hasil PIS√√A tahun 2018 yang dirilis oleh organization for conomic Co-operation and Development (OECD) menunjukkanahwa (1) kemampuan literasi baca siswa Indonesia

142 masih rendah. Yuri Belfari, Head of Early Childhood and School OECD, mengatakan bahwa skor kemampuan membaca siswa Indonesia hanya 371 dan jauh dibawah rerata negara-negara lainnya yang berada di angka 487; (2) skor matematika dan sains juga di bawah rata-rata. Matematika berkisar diangka 379 dan sains di skor 396. Sedangkan rata-rata negara OECD lainnya untuk matematika dan sains yaitu 489. Lalu. bagaimanakah dengan kemampuan literasi tingkat provinsi di Indonesia? Pada Mei 2019, Kemendikbud meluncurkan sebuah buku mengenai indeks Aktivitas Literasi Membaca yang disingkat Alibaca. Dalam buku tersebut dipaparkan hasil studi indeks Alibaca tingkat provinsi yang mengadopsi konsep Miller dan McKenna (2016) mengenai beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas literasi seperti (1) kecakapan sebagai syarat mutlak seseorang untuk dapat mengakses bahan literasi; (2) akses literasi seperti perpustakaan, toko buku, dan media massa; (3) altrenatif yaitu beragam pilihan perangkat teknologi informasi dan hiburan untuk mengakses bahan literasi; dan (4) budaya yang membuat individu terbiasa dengan segala aktivitas literasi. Berikut ini akan disajikan Indeks Alibaca Provinsi dari yang tertinggi sampai yang terendah: Grafik diatas mengilustrasikan bahwa dari 34 provinsi di Indonesia, Indeks Alibaca Provinsi Banten berada di peringkat 8 dengan angka indeks 40.81 dan masuk dalam kategori sedang. Meskipun demikian, jika melihat secara keseluruhan terlihat bahwa tidak ada satu provinsi yang ada di Indonesia mencapai kategori aktivitas literasi tinggi karena belum ada yang menyentuh angka 60.01. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan rumah kita bersama untuk meningkatkan aktivitas literasi baik di lingkungan sekolah, kerja, maupun rumah.

143

Kecakapan Abad XXI Data United Nations Development Programme (UNDP) tahun 2014 mengungkapkan bahwa Indonesia tercatat sebagai salah satu negara yang berhasil mengurangi angka buta aksara (illiterate). Saat ini persentase kemelekhurufan masyarakat Indonesia mencapai 92.8% untuk usia dewasa dan 98.8% untuk usia remaja. Namun, literasi lama yang terdiri dari kemampuan membaca, menulis, dan berhitung (matematika) harus didukung dengan kecakapan literasi baru yang meliputi literasi data, teknologi, dan literasi sumberdaya manusia. Joseph E Aoun dalam Lase (2019) menjelaskan bahwa literasi data ialah kemampuan untuk membaca, analisa, dan menggunakan informasi dari data dalam dunia digital. Kemudian, literasi teknologi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memahami sistem mekanika dan teknologi dalam dunia kerja. Sedangkan, literasi sumber daya yakni kemampuan berinteraksi dengan baik, tidak kaku, dan berkarakter. Pernyataan tersebut, pada dasarnya diilhami oleh Deklarasi Praha (Unesco, 2003) yang menekankan akan pentingya literasi informasi yang terdiri dari kemampuan untuk mencari, memahami, mengevaluasi secara kritis, serta mengelola informasi menjadi pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan pribadi dan sosialnya. Berikutnya, menurut Word Economic Forum, agar dapat bersaing dan bertahan di abad ke XXI ada 16 keterampilan yang harus dikuasai. Keterampilan tersebut masuk di dalam 3 kecakapan yang biasa disebut dengan Kecakapan Abad XXI. Kecakapan pertama ialah literasi dasar (bagaimana menerapkan keterampilan berliterasi untuk kehidupan sehari-hari). Kecakapan literasi meliputi (1) literasi baca tulis; (2) numerasi; (3) literasi sains; (4) literasi digital; (5) literasi finansial; dan (6) literasi budaya

144 kewarganegaraan. Kecakapan kedua adalah kompetensi (bagaimana menyikapi tantangan yang kompleks). Kecakapan kompetensi terdiri dari (1) berpikir kritis/pemecahan masalah; (2) kreativitas; (3) komunikasi; dan (4) kolaborasi. Terakhir, kecakapan karakter (bagaimana menyikapi perubahan lingkungan). Kecakapan karakter yang harus dimiliki antara lain (1) keingintahuan; (2) inisiatif; (3) ketekunan; (4) penyesuaian diri; (5) kepemimpinan; dan (6) kepekaan sosial dan budaya. Berdasarkan tiga kecakapan diatas, maka kecakapan pertama yang harus dimiliki oleh seseorang ialah kecakapan literasi. Kemampuan literasi yang baik tidak hanya terbatas pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung. Namun juga kemampuan menggunakan angka, pengetahuan dan prinsip ilmiah, menggunakan dan menciptakan konten berbasis teknologi, mamahami dan menerapkan aspek konseptual dan ihwal keuangan dalam kegiatan sehari-hari, serta mampu memahami, menghargai, menganalisi dan menerapkan pengetahuan tentang kebudayaan dan kewargaan. Kedua, seseorang harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengevaluasi situsi, gagasan, dan informasi. Selain itu, dia harus dapat merancang cara baru yang inovatif untuk mengatasi masalah dan menjawab pertanyaan. Selain itu, harus memiliki kemampuan mendengarkan, memahami, menyampaikan informasi secara verbal, non-verbal, visual, dan tertulis. Terakhir, dia juga harus memiliki kemampuan bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan Bersama, termasuk kemampuan untuk mencegah dan mengelola konflik. Ketiga, seseorang harus memiliki karakter yang baik. Karakter ini tercermin dari keinginan untuk bertanya, keterbukaan pikiran dan keingintahuan, keinginan secara proaktif melakukan tugas atau tujuan baru, ketekunan untuk mengerjakan suatu tugas, kemampuan

145 untuk mengubah rencana, metode, atau tujuan berdasarkan hal-hal baru, kemampuan secara aktif untuk mengarahkan, membimbing, dan mengilhami orang lain untuk mencapai tujuan Bersama, serta kemampuan untuk berinteraksi sosial dan budaya secara santun.

Kesimpulan dan Saran Era Revolusi Industri 4.0 yang dikenal dengan era disrupsi seharusnya membawa berkah untuk usia produktif. Karena dalam era ini, setiap orang di usia produktif dituntut untuk dapat berinovasi dengan memanfaatkan internet of things, artificial intelligence, big data, e-commerce, augmented reality, robotics, cloud computing, coding, serta teknologi lainnya. Namun, untuk menguasai hal-hal tersebut diperlukan kecakapan abad XXI yang terdiri dari keterampilan literasi, kompetensi, dan karakter. Untuk mewujudkan itu semua, antara dunia pendidikan dan industri harus bersinergi agar kurikulum yang ada saat ini baik di tingkat sekolah maupun perguruan tinggi dapat link and match antara dunia pendidikan dengan dunia usaha dan industri serta dapat menjawab kebutuhan pasar. Kemudian untuk membangun budaya literasi yang merupakan sebuah kunci untuk membuka pintu gerbang ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kegiatan literasi hendaknya dilakukan tidak hanya di sekolah, namun juga di lingkungan kerja dan rumah. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menyediakan waktu untuk membaca buku dan membuat sudut baca. Selain itu, setiap orang perlu mengagendakan waktu untuk mengunjungi perpustakaan daerah dan mengalokasikan dana untuk membeli buku di setiap bulannya. Terakhir, Pemerintah Provinsi Banten perlu mengadakan kerjasama dengan Balai Besar Latihan Kerja (BBLKI) untuk menyiapkan

146 masyarakat Banten yang berada di usia produktif dengan berbagai keterampilan dan karakter yang handal.

Referensi http://indonesia.go.id.Mengejar ke Barat, Utara dan Timur. Agustus 2019. Kasali, Rhenald. (2017). Disruption. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Lase, Delipter. Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0. Jurnal Sundermann. https://www.researchgate.net/publication/337077769. Luthfi, Wihdi. Indeks Literasi Membaca (Alibaca) Provinsi 2019. Diakses pada 23 April 2020 dari http://goodnewsfromindonesia.id. Miller, John W. dan Michael M. McKenna. (2016). World Literacy: How Countries Rank and Why It Matters. New York: Routledge. Romli, Mohamad. Banten Sudah Memasuki Bonus Demografi. Diakses pada 23 April 2020 dari http://tangerangnews.com Satria. Tantangan Manusia di Era Revolusi Industri 4.0. Diakses pada 22 April 2020 dari http://ugm.ac.id/id/news/17203- tantangan.manusia.di.era.revolusi.industri. 4.0. Schwab, Klaus. The Fourth Industrial Revolution: What It Means and How to Respond. World Economic Forum. Diakses pada 23 April 2020 dari https://www.weforum.org/agenda/2016/01/the-fourth- industrial-revolution-what-it-means-and-how-to-respond/. Tim Penyusun. (2019). Indeks Aktivitas Membaca 34 Provinsi. Jakarta: Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan

147

Kebudayaan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Unesco. (2003). The Prague Declaration. “Towards an Information Literate Society.

Tentang Penulis

Tri Ilma Septiana adalah seorang akademisi di UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang juga seorang penggiat wirausaha makanan beku (frozen food). Saat ini, selain aktif sebagai wakil sekertaris di ICMI Orwil Banten penulis juga merupakan seorang staff di Pusat Pengembangan Bisnis UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten dan Editor di Jurnal As Sibyan: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Selain itu, penulis juga merupakan seorang instruktur PTESOL di Balai Bahasa UPI Kampus Serang. Penulis bisa dihubungi melalui email: [email protected]

148

BANTEN DITENGAH KEMISKINAN DAN MENGGURITANYA PRAKTIK KKN

Oleh: Denok Sunarsi Dosen Universitas Pamulang (Unpam) Tangerang

Pendahuluan ujuan dibentuknya provinsi Banten oleh para founding father adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat T Banten menjadi lebih sejahtera, baik secara ekonomi, sosial maupun secara budaya. Namun, perjalanan hampir 19 tahun Banten berdiri, cita-cita perjuangan para pendiri masih sangat jauh dari harapan. Cita-cita mulia untuk meningkatkan harkat martabat masyarakat Banten seperti menjauh dari apa yang diharapkan. Banten terlalu banyak masalah akut yang sampai hari ini belum bisa dituntaskan oleh para pemimpinnya yang silih berganti menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Banten. Menjauhnya harapan tersebut, seakan dan seolah dibiarkaan tanpa ada upaya serius untuk membenahi atau memutus mata rantai masalah-masalah akut yang ada. Banten masih terjebak dengan carut marutnya pendidikan, kemiskinan terus meningkat, pengangguran yang tidak ku jung selesai, kesehatan masyarakat yang selalu memburuk, politik dinasti, korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin meluas. Tidak hanya pada level provinsi, Kota dan Kabupaten yang ada dibawah koordinasinya pun tidak luput dari masalah-masalah akut diatas.

149

Pertanyaan yang selalu muncul dalam setiap diskusi dan obrolan lepas, apakah Banten mampu memutus mata rantai masalah- masalah akut yang sampai hari ini masih juga menjadi problem berjamaah, ditingkat kota ataupun kabupaten? Adakah strategi khusus untuk memutus mata rantai tersebut? Tulisan sederhana ini mencoba memberikan ulasan dan perspektif yang lebih obyektif sebagai sebuah sumbang saran bagi Banten yang akan memasuki tahun ke 20 sebagai provinsi. Secara subyektif, penulis mencoba membatasi pada dua persoalan yang selama ini menjadi sorotan “isu seksi” masyarakat setiap kali Provinsi Banten menghadapi hari lahirnya. Kedua persoalan tersebut adalah; Kemiskinan dan masih mengguritanya praktik KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di semua level pemerintahan, baik di provinsi maupun Kapubapten/kota. Dan kedua masalah diatas secara riil selalu menjadi bahan kajian yang tidak pernah selesai untuk dilakukan. Bukan karena masalah tersebut tidak ada penyelesaiannya, tetapi karena masalah itu selalu berulang terjadi dalam setiap rezim yang memerintah di Provinsi Banten.

Kemiskinan yang Semakin Akut Mengutip apa yang disampaikan oleh Imam Sugema seorang peneliti senior dari IPB, beliau mengatakan bahwa dalam sebuah negara, penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah biasanya ditentukan oleh seberapa jauh perbaikan di bidang ekonomi dapat dirasakan masyarakat. Alasannya sederhana. Dibandingkan dengan faktor politik, misalnya, faktor ekonomi seperti biaya hidup, pengangguran, dan kemiskinan merupakan hal yang langsung menyentuh dan dirasakan masyarakat. Indikator ekonomi lebih "nyata" dan terukur.

150

Senada dengan hal diatas, Menurut Nasikun (1995), kemiskinan adalah sebuah fenomena multifaset, multidimensional, dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan, dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan- kebutuhan hidup yang paling dasar tersebut, antara lain: informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan kapital. Lebih dari itu, hidup dalam kemiskinan sering kali juga berarti hidup dalam alienasi, akses yang rendah terhadap kekuasaan, dan oleh karena itu pilihan-pilihan hidup yang sempit dan pengap Dalam konteks tersebut, seperti yang kita pahami bersama, bahwa Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal- hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara.Kemiskinan merupakan masalah global.Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang “miskin” Hasil penelitian Dahnil A. Simanjuntak (2007), terhadap potret kemiskinan di Banten dengan menggunakan data skunder, Susenas 2002 dari Biro Pusat Statistik (BPS) melalui pengolahan dengan Software Stata 8 dan mencoba untuk membandingkan dengan kemiskinan secara nasional, menyatakan bahwa;

151

Tabel 1 Perbandingan P0,P1 Dan P2 Banten dengan Nasional Banten Nasional P 0 0,1166587 0,2194155 1 0,190555 0,0408474 2 0,051961 0,0116656

Berdasarkan Tabel di atas, tingkat kemiskinan (P0) di Banten sebesar 11,6% lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kemiskinan secara nasional yang mencapai angka 21,9%. Hal ini, menjelaskan bahwa pasca pemisahan Banten dari Jawa Barat, tingkat kemiskinan di Banten sedikit demi sedikit tereduksir.Hal ini juga dapat diamati melalui data tingkat kemiskinan sewaktu Banten masih bergabung dengan Jawa Barat. Jurang Kemiskinan (P1), di Banten menunjukkan angka 19,05% lebih besar dibandingkan dengan tingkat nasional 4,08%. Artinya jarak kemiskinan antara penduduk miskin dengan tidak miskin di Banten relatif tinggi dibandingkan dengan tingkat nasional. Hal ini dengan mudah dapat kita identifikasi, dengan kasat mata bagaimana tingkat kemakmuran warga kaya yang tinggal dibanyak perumahan mewah di Tangerang dibandingkan dengan tingkat kemakmuran masyarakat miskin di banyak pelosok desa di Pantura, Lebak dan Padeglang. Tingkat Keparahan Kemiskinan (P2), di Banten lebih besar dibanding secara nasional. Banten memiliki keparahan kemiskinan mencapai angka 0,51% sedangkan secara nasional hanya 0,11%. Artinya di Banten perbandingan antara yang miskin dengan yang kurang miskin lebih besar di banding secara nasional.

152

Lebih lanjut Dahnil (2007) mengemukakan bahwa kemiskinan di Banten yang tersebar di daerah-daerah selatan Banten seperti Lebak dan Padeglang, maupun Pantura Tangerang, mendeskripsikan bahwa minimnya peran pemerintah di daerah bersangkutan dalam usaha reduksir kemiskinan, sebaliknya terjadi pemiskinan secara struktural disebabkan kebijakan pemerintah pusat seperti kenaikan harga BBM pada 2005 yang lalu, harga beras yang tak terjangkau dan gagalnya program BOS (bantuan operasional sekolah), ditambah lagi rendahnya komitmen dan kemampuan pemerintah daerah merancang kebijakan pro-poor, yang didasari oleh pemahaman akan kemiskinan yang multidimensional tersebut. Menujuk pada fakta di atas, diperlukan upaya keras dan serius untuk secara sistematis menuntaskannya. Langkah-langkah pemberdayaan ekonomi yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat merupakan salah satu langkah yang diharapkan akan menggugah pola pikir dan prilaku masyarakat untuk keluar dari jerat kemiskinan. Korupsi Yang Semakin Menggurita Sampai hari ini, kalau kita mau jujur, Banten menjadi salah satu Provinsi yang paling disorot oleh pemerintah pusat, khususnya oleh KPK. Bagaimana tidak, saat sang Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dan sekarang sedang dalam masa menjalani tahanan di Lapas, Banten menjadi pembcaraan ditingkat nasional.Dan tidak berhenti pada sang Gubernur, Kakak Kandung Gubernur Atut Chosiyah pun kemudian mewarnai hiruk pikuk pembritaan Korupsi di Banten. TW begitu sering orang memberi inisial kepada sang kakak Gubernur ini, tidak luput dari cengkraman KPK. Dan sampai sekarang pun kasus-kasus yang lain masih terus dibidik, seiring TW masih menjalani masa pidana di Lapas.

153

Kemudian, kembali Banten dihebohkan dengan penangkapan terhadap Alm. H. Aat Syafaat selaku mantan Walikota Cilegon, yang didakwa oleh KPK telah melakukan tindak pidana Korupsi, dan kemudian divonis bersalah oleh pengadilan Tipikor, dan harus menjalani masa tahanan selama kurang lebih 3 tahun. Dan puncaknya adalah ketika tahun 2016, putra mahkota Cilegon, Tb. Iman Atiyadi yang juga saat itu menjabat sebagai Walikota Cilegon diperiode kedua, harus berurusan dengan KPK, dan akhirnya di vonis bersalah oleh pengadilan Tipikor, karena di duga menerima Suap. Belum lagi kasus Suap menyuap di Bank Banten, yang kemudian melibatkan banyak tokoh dalam proses penyidikannya, yang akhirnya kemudian menetapkan beberapa orang penting, baik dari unsur Bank Banten maupun dari unsur Legislatif Provinsi Banten. Dan masih banyak lagi kasus-kasus Korupsi di Banten yang sampai hari ini masih dalam proses penanganan, baik dtingkat Kejaksaan maunpun ditingkat kepolisian, dan KPK. Dan sebagai warga Banten, kita cukup prihatin dengan kondisi yang terjadi di Provinsi Banten, kaitannya dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Sebuah pertanyaan yang seringkali muncul dalam pikiran penulis, apakah dengan semangat otonomi daerah yang sedang kita jalankan ini, kemudian persoalan korupsi juga akhirnya termasuk yang di desentralisasikan ke daerah? Sehingga praktik-praktik korupsi subur dan semakin menggurita di daerah? Berdasarkan catatan yang ada, jumlah kepala daerah yang terjerat kasus Korupsi ditahun kurun waktu 2014-2019 selalu mengalami peningkatan yang signifikan. Begitu juga korupsi yang dilakukan oleh para Legislatif. Hampir semua daerah di baik tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak pernah sepi dengan pemberitaaan penangkapan kasus korupsi, baik itu Suap, OTT ataupun sejenisnya.

154

Seiring gelombang otonomi daerah, ada beberapa perubahan dalam hubungan antara eksekutif dengan legislatif. Pertama, eksekutif bersama dewan mempunyai otonomi penuh untuk membuat kebijakan-kebijakan lokal; dan kedua, anggota dewan memiliki otonomi penuh dan mempunyai peluang besar dalam proses legislasi. Kewenangan dewan dalam membuat kebijakan tidak terbatas hanya dalam memilih kepala daerah, tetapi juga berwenang membuat undang-undang, pengawasan, investigasi, dan bersama- sama dengan eksekutif menyusun APBD yang sebelumnya tidak pernah dilakukan.

155

Mengutip yang disampaikan oleh Halim (2003) bahwa Implikasi lain dari otonomi daerah adalah pelimpahan dana ini dibarengi dengan dilaksanakannya reformasi penganggaran dan reformasi sistem akuntansi keuangan daerah. Reformasi penganggaran yang terjadi adalah munculnya paradigma baru dalam penyusunan anggaran yang mengedepankan prinsip akuntabilitas publik, partisipasi masyarakat, dan transparansi anggaran. Disamping itu, anggaran harus dikelola dengan pendekatan kinerja (performance oriented), prinsip efisien dan efektif (Value For Money), keadilan dan kesejahteraan dan sesuai dengan disiplin anggaran (Mardiasmo, 2003). Namun, euforia otonomi daerah ternyata banyak memunculkan dampak negatif. Menurut Khudori (2004) salah satu yang menonjol adalah munculnya "kejahatan institusional". Baik eksekutif maupun legislatif seringkali membuat peraturan yang tidak sesuai dengan logika kebijakan publik.Jika kejahatan institusional itu dipraktikkan secara kolektif antara eksekutif dan legislatif. Legislatif yang mestinya mengawasi kinerja eksekutif justru ikut bermain dan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan cara yang "legal". "Legal" karena dilegitimasi dengan keputusan. Korupsi di Indonesia benar-benar sangat sistemik, bahkan korupsi yang terjadi sudah berubah menjadi vampir state karena hampir semua infra dan supra struktur politik dan sistem ketatanegaraan sudah terkena penyakit korupsi. Agenda pemberantasan korupsi sampai detik ini hanyalah dijadikan komoditas politik bagi elit politik, lebih banyak pada penghancuran karakter (character assasination) bagi elit yang terindikasikan korupsi dibanding pada proses hukum yang fair dan adil. Law enforcement bagi koruptor juga menjadi angin lalu, padahal tindakan

156 korupsi yang dilakukan koruptor sangatlah merugikan rakyat Masduki (2002) dalam Klitgaard, dkk (2002). Fenomena korupsi tersebut diatas menurut Baswir (1996) pada dasarnya berakar pada bertahannya jenis birokrasi patrimonial di negeri ini. Dalam birokrasi ini, dilakukannya korupsi oleh para birokrat memang sulit dihindari. Sebab kendali politik terhadap kekuasaan dan birokrasi memang sangat terbatas.Penyebab lainnya karena sangat kuatnya pengaruh integralisme di dalam filsafat kenegaraan bangsa ini, sehingga cenderung masih mentabukan sikap oposisi. Karakteristik negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga merebaklah budaya korupsi itu. Menurut Susanto (2001) korupsi pada level pemerintahan daerah adalah dari sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang publik untuk kepentingan pribadi. Sementara tipe korupsi menurut de Asis (2000) adalah korupsi politik, misalnya perilaku curang (politik uang) pada pemilihan anggota legislatif ataupun pejabat-pejabat eksekutif, dana ilegal untuk pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara ilegal dan teknik lobi yang menyimpang). Tipe korupsi yang terakhir yaitu clientelism (pola hubungan langganan).

Mengeliminasi Kemiskinan dan Korupsi di Banten Sebuah pertanyaan yang menarik untuk dijawab, mungkinkan Kemiskinan dan Korupsi di Banten dapat dieliminasi? Menjawab pertanyaan ini, setidaknya diperlukan pendekatan yang komperhensif dengan pisau analisis yang tepat, sehingga kita dapat mengambil sebuah kesimpulan yang utuh terkait pertanyaan diatas. Menurut penulis, gagasan yang disampaikan oleh Imal Isti’mal (2009) bahwa untuk menghilangkan atau minimal mengurangi angka kemiskinan di

157

Banten, setidaknya diperlukan empat agenda besar yang harus dijadikan komitmen bersama bagi semua stakeholder di Banten. Pertama, Pihak yang berkepentingan (pemerintah dan swasta utamanya) harus memiliki political will yang kuat. Kemiskinan adalah masalah serius. Mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan harus menjadi ”kewajiban” yang mendesak bagi semua pihak, terutama bagi pemerintah dan sektor swasta. Tanpa keinginan dan tekad yang kuat, sepertinya mustahil penyakit miskin itu bisa diatasi. Program dan kebijakan yang dibuat harus mencerminkan prioritas yang tinggi untuk mengatasi kemiskinan, bukan program dan kebijakan yang setengah-setengah yang hanya memboroskan anggaran. Kebijakan, program, dan anggaran harus pro-rakyat. Kedua, melakukan pemberdayaan dengan melibatkan masyarakat secara aktif dalam berbagai kegiatan. Terutama kegiatan ekonomi. Partisipasi masyarakat dalam menggerakan ekonomi lokal harus didorong secara sistematis dan simultan. Potensi-potensi lokal di provinsi banten harus digali dan dikembangkan. Masyarakat sekitar pun harus merasakan ”manisnya”, bukan kepahitan seperti dampak limbah, kebisingan, polusi dan hal merugikan lainnya. Ketiga, mendorong masyarakat untuk berwirausaha, terutama kalangan petani dan buruh tani. Mereka harus didorong dan diberikan semacam pelatihan/pendidikan untuk berwirausaha. Tidak ada negara yang berdaya, negara yang maju, tanpa wirausaha dari masyarakatnya. Wirausaha berbasis pertanian dan wirausaha berbasis ekonomi kreatif harus digalakkan demi terciptanya masyarakat yang mandiri. Keempat, kesinambungan program. Acapkali, program yang dibuat hanya berfungsi ”menutupi luka” dalam jangka pendek, bukan mengobati sampai tuntas. Program pemberdayaan masyarakat harus dijalankan secara kesinambungan dengan evalusi dan monitoring

158 yang baik. Kontrol kebijakan jangan hanya melaporkan baiknya saja, akan tetapi keburukan/kekurangan dalam implementasi kebijakan yang sebetulnya lebih dominan harus menjadi bahan kajian, bahan koreksi, dan menjadi bahan referensi untuk menuju kepada kondisi yang lebih baik. Sementara untuk menghilangkan praktik Korupsi di Banten, meminjam pendapat salah satu Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ada cara yang dapat dilakukan, Pertama, strategi jangka pendek dengan memberikan arahan dalam upaya pencegahan. Kedua, strategi menengah berupa perbaikan sistem untuk menutup celah korupsi. Ketiga, strategi jangka panjang dengan mengubah budaya. Solusinya? Berdasarkan uraian singkat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tantangan pembangunan ekonomi di provinsi Banten terutama terletak pada peningkatan kesejahteraan msyarakatnya yang semakin berat, hal ini disebabkan oleh tingginya kesenjangan ekonomi antar wilayah/kota, tingkat pengangguran dan jumlah penduduk miskin yang tinggi serta kualitas SDM di beberapa Kabupaten/Kota yang masih harus ditingkatkan. Demikian juga, kesenjangan pendapatan personal maupun daerah yang semakin besar dan membutuhkan perhatian dan penanganan yang lebih baik. Hal lain yang paling serius menjadi tantangan adalah bagaimana Pemerintah Daerah melakukan reformasi total dilingkaran birokrasi pemda yang terindikasi koruptif. Birokrasi yang selama ini dianggap sebagi biang keladi dari kusutnya pembangunan di Banten, harus diganti dengan ASN yang memiliki visi dan program yang sesuai dengan visi dan misi Provinsi Banten. Terkait rekomendasi atau tindak lanjut dari kondisi ini adalah Pemerintah Provinsi Banten agar secara bertahap menetapkan

159 pengurangan kesenjangan pembangunan ekonomi antar wilayah/kota sebagai salah satu sasaran utama dalam pembangunan ekonominnya. Secara operasional sasaran tersebut diimplementasikan dalam bentuk perbaikan infrastruktur, peningkatan produktivitas tenaga kerja, dan peningkatan kualitas pendidikan. [***]

Tentang Penulis:

Denok Sunarsi, lahir di Bandung. Nopember 1979. Saat ini tercatat sebagai Dosen Tetap di Fakultas Ekonomi Universitas Pamulang (Unpam) Tangerang Selatan. Penulis aktif menulis artikel ilmiah di Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat beberapa Jurnal Nasional, dan telah menerbitkan buku-buku referensi. Penulis saat ini berdomisili di Gunung Sindur Bogor

160

MEWUJUDKAN BANTEN SEBAGAI PROVINSI MARITIM

Oleh: Agung Sudrajad

Dosen Fakultas Teknik UNTIRTA, Pengurus ICMI Bidang Kemaritiman & Anggota Ikatan Ahli Marine Engineer Indonesia

Pendahuluan emerintah telah mencanangkan bahwa akan menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia dengan P mengagendakan lima pilar utama pembangunan yang salah satunya adalah memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, dengan membangun Tol Laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim [1]. Pencanangan ini menjadi harapan baru bagi tumbuhnya ekonomi maritim di tanah air. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan segala potensi sumber daya kemaritimannya, menjadi salah satu modal tersendiri untuk mewujudkannya. Gambar 1 menjelaskan tentang jalur sutra perdagangan dunia, yang menjadikan Indonesia sebagai jalur utama perdagangan dunia sejak dahulu.

161

Gambar 1. Jalur Sutra Perdagangan Dunia (sumber gambar: rofiudin23.wordpress.com)

Berbagai potensi kelautan yang dimiliki bumi Indonesia menjadikan negara kita dapat mengembangkan dengan maksimal ekonomi berbasis maritim. Potensi Indonesia yang juga dilalui sebagai jalur perdagangan internasional, menjadi gerbang utama bagi kegiatan perekonomian dalam upaya pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi, serta keselarasan pembangunan nasional dan pembangunan daerah. Provinsi Banten adalah salah satu provinsi di tanah air yang mempunyai potensi maritim yang besar. Dengan panjang pantai sekitar 500km, potensi luas lahan budidaya laut yang mencapai 861,6 Ha, dari total luas areal budidaya perikanan 16.011,54 Ha [4], menjadikan provinsi ini menjadi salah satu penyumbang devisa negara di bidang maritim. Potensi lain yang ada di Provinsi Banten

162 adalah potensi pariwisata maritim dan hasil industri olahan perikanan. Baik itu dari jasa pelabuhan, hasil perikanan, hasil industri olahan laut dan jasa pariwisata maritim. Pada riwayatnya, Banten adalah salah satu daerah yang tumbuh sebagai bandar dagang terkenal dibawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa,masaitu adalah masa keemasan Banten sebagai kota perdagangan yang disinggahi oleh para pedagang dan pelaut dari nusantara dan seluruh dunia. Pelabuhan Karangantu pada masa itu yang terletak di pantai bagian utara Kota Serang menjadi pusat perdagangan Internasioanal yang banyak disinggahi oleh para pedagang dari Benua Asia,Afrika, dan Eropa. Pertumbuhan ekonomi Provinsi Banten pada tahun 2018 mencapai 5,81 persen, lebih cepat dibandingkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2017 (5,73%) dan tahun 2016 (5,28%) [4], hal ini menjadikan Provinsi Banten menjadi salah satu provinsi yang diandalkan oleh pemerintah dalam menyokong pertumbuhan ekonomi nasional. Potensi Maritim Banten 1. Potensi Fisik Jumlah industry besar dan menengah di Banten tercatat sebanyak 1700-an yang tersebar di berbagai kabupaten/kota. Sebagian besar industry tersebut terletak di daerah pesisir Banten. Oleh karenanya kita bisa melihat, betapa besar kekayaan dan potensi laut Provinsi Banten. Dengan panjang pantai ± 500 km, bisa menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar pesisir melalui ekonomi kerakyatan. Berbagai industry dapat dibangun disepanjang pesisir tersebut, seperti galangan kapal, pusat pembangkit energi, pelabuhan, pengolahan ikan, pengolahan rumput laut dan sebaginya. Belum lagi berbicara potensi luas lahan budidaya laut yang mencapai

163

861 Ha, budidaya tawar 1.674 Ha dan luas lahan budidaya tambak seluas 10.399Ha[4].

2. Potensi Pembangunan Pembangunan maritim Banten terintegrasi dengan Provinsi lainnya, salah satu pembangunan yang saat ini sedang dilakukan adalah pembangunan beberapa pelabuhan kapal baik bagi kebutuhan perdagangan, industri maupun pelabuhan wisata. Selain itu tentunya kita ketahui pembangunan. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung yang akan menjadi ikon dan destinasi utama wisata bahari di Indonesia bagian barat. Pembangunan kawasan maritim lainnya yang tidak kalah penting adalah pembangunan kawasan minapolitan dibeberapa daerah di Provinsi Banten. Pembangunan infrastruktur daerah di seluruh pesisir Banten menunjukkan kegairahan ekonomi di bidang kemaritiman Banten. Kejadian tsunami pada tanggal 22 Desember 2018, yang disebabkan oleh letusan Anak Krakatau di Selat Sunda yang menghantam daerah pesisir Banten sedikitnya 426 orang tewas dan 7.202 terluka dan 23 orang hilang tidak menyurutkan bangkitnya ekonomi maritim Banten. 3. Potensi Sumberdaya Pulih (Renewable Resources) Potensi sumberdaya pulih yang ada di Provinsi Banten tidak kalah menariknya adalah budidaya terumbu karang dan rumput laut. Budidaya rumput laut tersebar di pantai bagian utara kabupaten Serang tepatnya di daerah Domas dan Pulau Panjang. Berdasarkan data sistem otomasi IQFAST Karantina Pertanian Cilegon, data ekspor Januari s/d 12 Agustus 2019 tercatat rumput laut dengan volume 96 ton diekspor ke mencapai nilai Rp2,4 miliar [5]. Selain hasil terumbu karang dan rumput laut adalah hasil perikanan

164 tangkap dan perikanan budidaya provinsi Banten sangatlah besar. Jumlah hasil perikanan laut Provinsi Banten adalah 108.703 ton pada tahun 2017, sementara untuk perairan umum sebanyak 820 ton [4]. Potensi sumberdaya pulih hasil laut ini sangat potensial dan menunjukkan peningkatan dari tahun ketahun 4. Potensi Sumberdaya Tidak Pulih (Non Renewable Resources) Indonesia memiliki cadangan minyak dan gas di beberapa cekungan lautnya, mineral dan bahan tambang yang besar. Hasil penelitian awal didapat sumberdaya minyak yang ada di pantai bagian selatan Provinsi Banten yang sangat potensial untuk dikembangkan. Data lain menunjukkan bahwa luasan lahan tambang batubara provinsi Banten adalah 5.611 ha, lahan tambang emas 15.327 ha, lahan tambang batu gamping seluas 7.054 ha, dan luas lahan pertambangan pasir laut adalah sebanyak 21.304 ha [4]. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa saat ini Provinsi banten menjadi salah satu pusat industri semen di Indonesia. Potensi sangat menguntungkan bagi proyeksi pembangunan maritim di Provinsi Banten. 5. Potensi Geopolitis Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara faktor-faktor geografi, strategi dan politik suatu Negara sedangkan untuk implementasinya diperlukan suatus trategi yang bersifat nasional. Geopolitik Indonesia diterjemahkan dengan istilah Wawasan Nusantara sedangkan dalam implementasinya telah disusun suatu pemahaman yang disebut dengan Ketahanan Nasional yaitu dari rumusan geostrategi. Posisi Indonesia yang strategis, dimana diapit oleh dua benua dan dua samudera menjadikan negara kita sebagai penghubung

165 negara negara ekonomi maju. Provinsi Banten yang juga mempunyai letak strategis dimana berada pada ujung barat pulau Jawa dan berdekatan dengan Pulau Sumatera. Hal ini meletakkan Provinsi Banten sebagai daerah yang strategis baik dari sisi ekonomis maupun sisi keamanan. Jalur selat sunda yang ramai dilalui kapal-kapal niaga dan salah satu jalur terpendek yang menghubungkan antara Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia menjadikan Provinsi Banten incaran para investor asing. 6. Potensi Sumberdaya Manusia Potensi wilayah pesisir dan lautan Indonesia dipandang dari segi SDM adalah sekitar 60 % penduduk Indonesia bermukim di wilayah pesisir, sehingga pusat kegiatan perekonomian seperti: perdagangan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, pertambangan, transportasi laut, dan Pariwisata bahari. Demikian juga Provinsi Banten yang memiliki sekitar 25.552 [4] rumah tangga yang bergerak dibidang perikanan, dapat digerakkan untuk peningkatan ekonomi maritim. Tentunya juga didukung adanya beberapa pusat- pusat Pendidikan dibidang maritim yang ada di Provinsi Banten.

Konsep Pembangunan Provinsi Maritim Konsep Provinsi Maritim mulai digaungkan dilevel nasional. dimana beberapa Provinsi yang memiliki potensi maritim mencetuskan ide untuk membangun daerah berbasis kekuatan maritim. Beberapa program kerja yang perlu dicanangkan adalah: 1. Penyiapan SDM Maritim yang Jujur dan Unggul Kebutuhan SDM kemaritiman sesungguhnya memiliki cakup- an yang cukup luas, yakni tenaga ahli pelayaran (transportasi laut), kepelabuhanan, perkapalan, permesinan, teknologi penangkapan ikan, teknologi budidaya laut dan teknologi pengolahan produk

166 kelautan. Berdasarkan estimasi dari Kementerian Kelautan dan Per- ikanan [6] dibutuhkan rata-rata 200 ribu orang per tahun sarjana yang ahli dalam bidang perikanan dan kelautan guna eksplorasi dan pengolahan hasil laut Indonesia. Sedangkan kemampuan perguruan tinggi perikanan dan kelautan hanya menghasilkan sekitar 10 ribu sarjana setiap tahun. Dengan demikian terjadi ketimpangan yang besar antara kebutuhan SDM kemaritiman dengan kemampuan penyediaan tenaga terdidik secara nasional. Data lain menunjukkan bahwa kebutuhan SDM pelayaran yang bisa dipenuhi Indonesia baru sekitar 1.500 orang per tahun, pada hal Indonesia kekurangan 18 ribu pelaut tingkat perwira dan 25 ribu orang tingkat ranting untuk industri transportasi laut untuk tahun 2016 [7]. Melihat kondisi diatas, peningkatan infrastruktur Pendidikan bidang maritim sudah sangat mendesak. Percepatan pendirian LPPPTK-KPTK (Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan) bidang kemaritiman perlu didukung dengan kebijakan dari pemerintah Pusat dan Daerah. 2. Pembangunan Industri Agro Maritim Terpadu Industri agro maritim Banten adalah industri yang sangat menjanjikan, apalagi Banten terkenal dengan hasil laut yang sangat diminati pasar. Industri agro ini dapat berupa hasil olahan laut seperti makanan, kosmetik dan obat-obatan. Beberapa industry hasil laut telah ada di sekitar pesisir utara Banten, seperti olahan dan pengalengan ikan, olahan rumput laut dan olahan udang. Penumbuhan industry agro yang masiv di sepanjang pesisir pantai Banten dapat diwujudkan dengan mengaktifkan kembali konsep minapolitan. Konsep Minapolitan dapat didefinisikan sebagai kota perikanan dengan konsep pembangunan ekonomi kelautan dan

167 perikanan berbasis wilayah melalui pendekatan dan system manajemen Kawasan berprinsip integrasi, efisien, kualitas, akselerasi tinggi. Secara konseptual, Minapolitan terbagi menjadi dua. Pertama, pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah. Kewewenangan tiap daerah untuk mengembangkan kawasan pesisirnya sendiri perlu diberi dorongan. Pasalnya, setiap wilayah pesisir di Indonesia memiliki karakteristik masing-masing yang lebih dipahami oleh daerah itu sendiri. Kemudian yang kedua adalah kawasan ekonomi unggulan dengan komoditas utama produk kelautan dan perikanan. Potensi produk kelautan Indonesia sebenarnya cukup berpotensi namun mengalami beberapa permasalahan. Salah satunya adalah jumlah industri perikanan lebih dari 17.000 buah, tapi sebagian besar tradisional berskala mikro dan kecil [8]. Mengacu pada konsep tersebut maka Provinsi Banten sangat potensial untuk mengembangkan pesisir pantai dengan konsep Minapolitan ini. Gambar dibawah adalah Peta Lokasi Rencana Minapolitan Perikanan Tangkap tahun 2011-2014 yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, Banten menjadi salah satu provinsi lokasi utama.

168

Gambar 2. Peta Lokasi Minapolitan Perikanan Tangkap yang Ditetapkan KKP (Sumber : KKP)

3. Pembangunan Sistem Manajemen Distribusi Maritim Terintegrasi Sistem manajemen distribusi maritime diartikan sebagai pengembangan system supply chain management di bidang distribusi logistik angkutan laut. Konsep tol laut dan penerapan beberapa system teknologi seperti AIS (Automatic Identification System) dibeberapa pelabuhan utama dapat membantu pengembangan system distribusi. AIS adalah sebuah sistem pelacakan otomatis digunakan pada kapal dan dengan pelayanan lalu lintas kapal untuk mengidentifikasi dan menemukan kapal oleh elektronik pertukaran data dengan kapal lain di dekatnya, Informasi yang didapat dari AIS ini melengkapi informasi dari radar yang utamanya berfungsi untuk

169 menghidari tabrakan, sehingga keselamatan pelayaran dapat ditingkatkan. Selain itu, penggunaan AIS juga bermanfaat untuk keamanan maritim, pencarian dan penyelamatan (SAR), serta investigasi ketika terjadi kecelakaan.

Gambar 3. Sistem Automatic Identification System (Sumber : Kemenhub RI)

4. Pembangunan Infrastruktur Fasilitas Pelabuhan dan Armada Kapal Pembangunan fasilitas pelabuhan dan armada kapal adalah salah satu langkah utama dalam pengembangan industry maritime di Provinsi Banten. Beberapa pelabuhan besar telah lama beroperasi di provinsi Banten, baik milik swasta maupun milik pemerintah daerah dan pusat. Beberapa pelabuhan besar yang ada di Banten adalah Pelabuhan Merak untuk angkutan penumpang, pelabuhan Ciwandan

170 untuk angkutan barang, pelabuhan Bojonegara untuk peti kemas dan untuk keperluan industry sekitar Kawasan. Pelabuhan-pelabuhan lain adalah yang dioperasikan oleh perusahaan swasta seperti untuk keperluan industry energi, industry kimia dan industry baja. Pemerintah provinsi Banten harus dapat mengatur dan menyusun roadmap pengelolaan pelabuhan-pelabuhan yang berada dalam wewenangnya. Salah satu Kawasan yang juga strategis adalah pembangunan pelabuhan pariwisata di daerah Tanjung Lesung dan juga pelabuhan untuk keperluan energi di pantai selatan Banten.

5. Paradigma Baru Provinsi Maritim dan Budaya Maritim Pembangunan SDM sangat penting, terutama menumbuhkan budaya cinta dengan laut (budaya maritim). Budaya maritim sudah sangat kental dalam budaya masyarakat pesisir Indonesia, di mana sejarah telah menunjukkan bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu dan sebagai masyarakat bahari. Nenek moyang bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan antarbangsa, seperti transportasi dan perdagangan. Masyarakat Banten sudah saatnya memparadigmakan laut sebagai penghubung, bukan pemisah.Untuk mewujudkan provinsi Banten sebagai provinsi Maritim perlu dikembangkan pusat-pusat pengembangan budaya maritim dan juga perlu dibuka beberapa program study maritim di institusi pendidikan menengah dan tinggi di Banten. Beberapa sekolah maritim yang ada di Banten adalah: Untirta dengan prodi Perikanan, UPI Banten dengan Prodi Perikanan dan kelautan, Sekolah Tinggi Perikanan milik KKP di Karangantu, Sekolah Pelayaran Menengah di Mauk, Sekolah Menengah Atas Pelayaran di Cilegon dan beberapa pusat penelitian maritime milik Lembaga Penelitian. Lembaga-lembaga

171 pendidikan itu menjadi ujung tombak dalam mewujudkan paradigma baru Provinsi Maritim dan pengembangan budaya maritim. 6. Pembangunan Infrastruktur Energi Maritim Infrastruktur energi maritim adalah terkait dengan pemenuhan fasilitas penunjang untuk kegiatan eksplorasi dan distribusi energi. Sebagaimana kita ketahui bahwa di Provinsi Banten banyak terdapat pusat-pusat pembangkit listrik. Pembangunan infrastruktur berupa pelabuhan dan pusat pengolahan energi menjadi suatu yang harus diutamakan. Beberapa kajian menyatakan bahwa di pantai selatan Banten terdapat sumber energi yang dapat dikembangkan, oleh karenanya kajian dan penelitian terhadap potensi energi di laut Banten harus segera dilaksanakan. Termasuk pengembangan inovasi pengembangan infrastruktur energi untuk pembangunan maritim Banten.

7. Pembangunan Infrastruktur Perikanan dan Budidaya Laut Sebagaimana disampaikan sebelumnya bahwa potensi luas lahan budidaya laut adalah 861 Ha, budidaya tawar 1.674 Ha dan luas lahan budidaya tambak seluas 10.399Ha [4], oleh karenanya pembangunan infrastruktur penunjangnya sangatlah penting. Pemerintah harus dapat membangun system infrastruktur perikanan yang baik, seperti membangun keramba-keramba bagi budidaya ikan laut, membangun tambak-tambak pemeliharaan ikan budidaya, memfasilitasi nelayan untuk mendapatkan bantuan pembiayaan bagi pembangunan infrastruktur dan peralatan penunjang budidaya ikan. Dari sisi pengolahan hasil panen, pemerintah dapat bekerjasama dengan swasta untuk membangun pabrik pengolahan dan

172 pengalengan ikan di sentra-sentra penghasil ikan. Infrastruktur jalan dari dan ke sentra-sentra penghasil ikan harus juga dikembangkan dan dibangun, agar distribusi hasil ikan menjadi optimal.

Penutup Melihat potensi yang sangat besar dalam bidang maritim dan capaian ekonomi maritim Provinsi Banten saat ini maka dapat dijadikan modal untuk mewujudkan Provinsi Maritim, menuju Banten sebagai Poros Maritim Nasional dan Dunia. Langkah- langkah yang dapat dilakukan adalah: 1) pemerintah Provinsi Banten harus menyiapkan Tim Terpadu untuk pembentukan Provinsi Maritim yang mencakup beberapa bidang yaitu Bidang Budaya Maritim, Bidang Sumber Daya Laut, Bidang Infrastruktur, Bidang Ekonomi Maritim dan Bidang Regulasi dan Kebijakan Maritim, 2) segera dilakukan studi pemetaan secara detail terhadap potensi laut dan pesisir Provinsi Banten, 3) menyusun Konsep Paradigma Baru Budaya dan Provinsi Maritim , 4) menyiapkan SDM Maritim dengan bekerjasama lembaga-lembaga pendidikan dan latihan Maritim dengan sistem Pendidikan dan Latihan Vokasional, 5) membuat Petajalan menuju provinsi maritim 2025, 6) implementasi Program termasuk pembangunan infrastruktur yang diperlukan.Kita harapkan dengan kepemimpinan yang kuat di Provinsi Banten akan dapat lebih menggerakkan program-program bagi percepatan terbentuknya Provinsi Maritim.

Referensi

[1] Desvira Natasya, Rencana Pembangunan Tol Laut Indonesia, Tugas Penelitian Sistem Transportasi Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia (2014).

173

[2] Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah nomor 17 tahun 2002 tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia (2002). [3] Pemerintah Republik Indonesia, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015 -2019, Kementerian Perencanaan pembangunan Nasional/BAPPENAS (2014) [4] Biro Pusat Statistik , Banten Dalam Angka 2019 [5] SINDO News, Agustus 2019 [6] BPRSDM Kementerian KKP [7] BPRSDM Kementerian Perhubungan [8] Tim Penyusun. 2002. Modul Sosialisasi dan Orientasi Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan [9] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Konsep Pengembangan Minapolitan di Indonesia (2012) [10] Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Indonesia (2015)

174

Tentang penulis

Dr. Agung Sudrajad, M.Sc, Penulis saat ini adalah Dosen Tetap di Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sejak 2012. Penulis lulus Sarjana Teknik dari ITS Surabaya Fakultas Teknologi Kelautan (1998), Master of Engineering dari Kobe University of Mercantile Marine Japan, Bidang Marine Engineering (2004) dan Doctor of Engineering dari Kobe University Bidang Ship and Marine Engineering (2007). Pernah berkarir di salah satu BUMN bidang transportasi laut (2007- 2009) dan menjadi Dosen Senior pada University Malaysia Pahang (2009-2012). Selain dosen saat ini aktif sebagai konsultan pada PEMDA Provinsi Banten, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perhubungan untuk kajian-kajian kemaritiman.

175

176

BUDAYA MARITIM YANG TERPINGGIRKAN DI BANTEN

Oleh: Tubagus Najib Peneliti Pada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

ssu tol laut telah digulirkan empat tahun lalu untuk mengembalikanNusantara yang telah berperan penting di I lautan sebagai negara kepulauan. Issu tersebut telah digulirkan ketka debat Presiden, oleh salah satu paslon, bagaimana wujudnya setelah empat tahun digulirkan. Namun yang pasti empat ratus tahun yang lalu, Budaya Maritim telah terwujud di Kesultanan Banten. Sehingga Banten dijuluki “the long sixteenth Century”. Yaitu Bandar Pelabuhan Laut yang kuat sepanjang abad 16. Dari 18 Pelabuhan di Jawa, frekwensi keluar masuk kapal-kapal besar yang merapat di Banten, dalam daftar Daghregister, Plabuhan Laut Banten yang terbanyak sekitar 80 kali,setahun. Gresik hanya 15 kali, kapal dengan bobot di atas 5 ton. Ki Wangsa Dipa adalah pemilik kapal dari Banten. Jenis kapal Lembu atau Lambo untuk disewakan sebagai kapal perniagaan. Dari enam Pelabuhan yang dikenal di Dunia, salah satunya adalah Banten, sehingga Banten tidak hanya sebagai Imperium juga sebagai Emperium. (Dr.Rz.Setelah.Leirissa). Masuknya kekuasaan Kolonial, Budaya Maritim Banten terpinggirkan. Demikian juga dalam program Tol Laut, yang direncanakan terdapat 24 Plabuhan yang akan dibangun kembali, dengan anggaran 39.5 trillyun dan 57.3 trillyun untuk pengadaan kapal-kapal laut (Dr. Nono Sampono). Banten tidak termasuk dalam rencana program tersebut. Dari 24

177

Plabuhan tersebut antara lain; Sumatera akan dibangun 8 Plabuhan, Jawa akan dibangun 3 Plabuhan (Tanjung Priok, Cilacap dan Tanjung Perak), Nusa Tenggara 2 Plabuhan, Kalimantan 4 Plabuhan, Sulawesi 3 Plabuhan, Maluku dan Papua 5 Plabuhan. Kenapa Banten tidak termasuk dalam rencana pembangunan kembali Plabuhan?

Pendahuluan Banten berada diujung Barat dari Pulau Jawa yang memiliki selat Sunda dan pantai yang terluas, sekitar 520 km2. pesisir Utara, Barat dan selatan. Pantai Barat Banten merupakan jalur migrasi manusia masa prsejarah, jejak jejak manusia prasejarah telah ditemukan di Anyar, telah ditemukan kubur sekunder, dari hasil lab diperkirakan berada pada masa Prundagian sekitar 500 SM. Memasuki masa awal sejarah atau proto sejarah, juga telah ditemukan prasasti masa Klasik sekitar abad ke 5. Manusia prasejarah ditemukan disekitar pantai Barat Anyar, sedangkan prasasti ditemukan jauh dari pantai, berada di hulu sungai. Sungai Cilemer, yang muaranya di pantai Barat Caringin. Lima abad berikutnya setelah dibuka Tanjung Harapan, Afrika Selatan, dan sekitar abad 10, telah ditemukan pantai Utara Banten, pelabuhan migrasi berpindah dari pantai Barat Banten ke pantai Utara Banten. Pantai utara Banten menjadi pelabuhan pengganti setelah runtuhnya Malaka oleh Portugis tahun 1511, setelah kolonial dapat menaklukkan Jayakarta sebagai Dipaten Banten, plabuhan berpindah ke Batavia. Kolonial telah menguasai lautan, sementara Banten sebagai negara maritim, seakan terdesak dari lautan, untuk menghidupi rakyatnya, Banten beralih fungsi menjadi negara agraris, mengembangkan pertanaian mencetak sawah-sawah dengan membangun irigasi dan sungai sungai untuk mengaliri sawah sawah.

178

Setelah pesisir pantai sebagai pintu gerbang ke luar masuk, dikuasai kolonial, berikutnya kolonial hendak menguasai Selat Sunda, dengan membangun Pangkalan Angkatan laut. Sultan Banten telah menggagalkan rencananya, akibat dari penggalan tersebut, Keraton Surasowan digempur oleh Kolonial tanggal 21 Nopember 1808, satu tahun kemudian tepatnya tanggal 22 Agustus 1809, kewenangan Kesultanan Banten dilucuti. Belum puas melucuti kewenangannya, juga meneror para turunannnya, sebagaimana surat rahasia yang ditulis Rafles,” persempit ruang gerak turunannya. Banten merupakan embrio bagi daerah-daerah lainnya, hancurnya Banten, maka akan hancur juga daerah daerah lainnya.” Budaya Maritim yang dibangun terpinggirkan, para turunannya terisisihkan dari pusat pemerintahan. Bagaimana membangun kembali Budaya Maritim dan bagaimana jejak para turunan kesultanan Banten.

Banten Sebagai Emperium Terpinggirkan Institusi Islam merupakan lanjutan dari institusi sebelumnya, yaitu institusi Klasik (Hindhu/Budha), pada masa Banten dibawah institusi Klasik, secara akeologi telah ditemukan tambatan kapal bentuk berteras yang berada di Kasunyatan, sungai Cibanten. Besar kemungkinan pada masa Institusi Klasik, Kasunyatan sebagai pelabuhan pedalaman masa Klasik. Pada masa Institusi Islam, masa transisi dari Klasik ke Islam, garis pantai berada di bangunan Speelwijk. Bangunan Spelwijck dibangun di atas benteng kota Institusi Islam Banten, benteng kota yang berada di garis pantai berbentuk zigzag yang berfungsi untuk memecah ombak. Pada masa Institusi Islam Banten terdapat tiga Plabuhan yang berada di teluk Banten, Pabuhan Pabean yang berada pada arah Barat Keraton, Pelabuhan

179 pada bagian tengah, garis lurus dengan Keraton dan Pelabuhan Karangantu pada arah Timur keraton. Tiga Pelabuhan dalam area Teluk Banten oleh Tomy Pires disebut, Pelabuhan Bantam. Pelabuhan lainnya yang disebut Tomi Pires adalah Pelabuhan Tamgara, Ciguide, Sunda Kalapa, dan Pamanukan. Secara arkeologi di teluk Banten terdapat tiga Plabuhan, Plabuhan Pabean, Katengahan dan Karangantu. Dalam manuscrip, DAS Cibanten terdapat pos-pos penjagaan. Seperti pada bagian hulu dijaga oleh Sang Ratu Langkapare pada pos hulu, lalu pada pos pintu gerbang benteng Kota Banten dijaga oleh Sang Ratu Buyut Jatu, berikutnya pada plabuhan, masing masing dari arah Barat, dijaga oleh Sang Ratu Pabean, Sang Ratu Linggabuaana dan Sang Ratu Jaya Kleber ( Karangantu). Daerah Aliran Sungai dan Plabuhan-Plabuhan terdapat pos- pos jagaan sebagai jalur perniagaan dari hulu hingga ke hilir, dari Girang hingga ke Landeh, upstrem dan downstrem. Upstrem sebagai pensupply dan downstem, yaitu demandnya. Komoditi apa yang diburu sebagai kebutuhan Dunia pada waktu itu ?. Pada waktu itu Dunia memburu rempah-rempah. Banten termasuk dalam katagori jalur Spice road, bahkan menurut Jungkyun seorang musyafir dari Cina, bahwa Rempah-rempah Banten merupakan yang terbaik. Yang dimaksud rempah-rempah Banten menurut Jungkyun adalah Lada. Perniagaan distribusi barang dari Upstrem (Hulu) ke downstrem (Hilir), melalui jalur sungai. Toponim lada sebagai nama permukiman menunjukkan suatu bukti bahwa nama lada memiliki nilai penting sebagai komoditi Banten, bahkan memiliki nilai ekspor ke berbagai negara. Toponim lada ditemukan tidak hanya pada wilayah upstrem juga ditemukan pada wilayah downstrem. Pada wilayah upstrem telah ditemukan nama permukiman seperti, babakan pedes, Cipedes, sementara pada wilayah downstrem

180 telah ditemukan toponim Pamarican yang ditemukan di dekat Pelabuhan Pabean. Banten. dari hasil ekskavasi telah ditemukan artefak alat untuk menggiling merice. Lada sebagai komoditi ekspor telah terorganisir secara profesional, dengan pembagian tugas yang jelas sebagaimana tercatat dalam Arsip Kolonial,( Arsip Banten no.99 dan arsip Culturr no. 526), disebutkan tugas-tugas mulai dari penanaman hingga pemasarannya diatur, difasilitasi oleh Kesultanan Banten. Sistim pembagian tugas; penyortir dipegang oleh seorang Keay (kyai) dan nyay (nyai), Ratoe Aiyoe, jabatan mandor dipegang oleh kerabat kerajaan, dengan gelar Toebagoes, maas, ingabe (y), ngabehi, sebelum didistribusikan juga ada petugas penyortir dan pengepul. Dalam pendistribusi lada atau pemasaran lada, diwajibkan untuk membawa surat jalan, sebagaimana disebutkan dalam pasal 6, Undang-Undang Dalung Banten. Demikian juga Pemeliharaan dan Pengembangan tanaman lada diwajibkan bagi Punggawa dan rakyat untuk masing-masing setiap orang menanam 500 pohon, sebagaimana disebut dalam pasal 11 Undang-Undang Dalung Banten. Distribusi lada melalui perairan, mendapat perlindungan kemanan perniagaan jalur perairan, sungai dan laut, sebagaimana disebut dalam pasal pasal 4. Perlindungan dalam perniagaan perairan dalam aturan kuna hanya terdapat dalam Undang_undang dalam kerajaan Goa Makasar dan kesultanan Banten. Demikian juga dalam aturan impor, membawa barang-barang dari luar ke dalam kesultanan Banten, harus melalui Pabean, setelah menyelesaikan administrasi, maka bisa melewati Tolhuis. Artefak tolhuis telah ditemukan pada arah utara Keraton Surasowan sebagai pintu masuk menuju kota Banten, yang dikenal dengan jembatan Rantai. Berdasarkan seminar Internasional tahun 1995, menyimpulkan bahwa Bahwa Banten adalah masuk dalam katagori

181 sebagai bandar Internasional pada kesultanan Banten, bahkan Banten merupakan Bandar Laut yang terlama, “The long Sixteenth Century”. Kekuasaan kolonial telah meminggirkan budaya Maritim yang dibangun oleh Kesultanan Banten. Penguasaan perairan oleh kolonial telah meruntuhkan ekonomi maritim yang telah dibangun Kesultanan Banten. Ini adalah awal dari keruntuhan Kesultanan Banten, kekuasaan Laut telah dikuasai oleh kolonial, pesisir hingga Selat. Perdagangan insuler maupun interinsulernya. Pantai utara Banten atau teluk Banten telah terjadi erosi, pada abad ke 16 garis pantai masih disekitar dekat bangunan benteng Speelwijck , pada abad 21 ini garis pantai sudah hampir 2 km dari bangunan Speelwijck, artinya telah terjadi pendangkalan di teluk Banten. Pendangkalan teluk ini juga menjadi kendala bagi nelayan yang brangkat melaut, keberangkatannya tergantung air pasang. Kenapa Banten yang dahulu sebagai bandar Laut Internasional, namun tidak tersentuh oleh program Tol Laut. [*]

Tentang Penulis

Tubagus Najib, lahir di Serang. Penulis merupakan anggota Dewan Pakar ICMI orwil Banten, peneliti pada Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Penulis dikenal sebagai arkeolog tentang siitus-situs Banten Lama dan penemu Batik Banten.

182

MUTIARA KEHIDUPAN YANG TERSEMBUNYI DARI GUNUNG KENDENG

Oleh: Encep Supriatna Departemen Pendidikan dan Pengembangan SDM ICMI Orwil Banten

Pendahuluan endengar kata Banten yang terbayang dibenak kita adalah salah satu suku tradisional yang bernama Baduy, ada juga M yang menyebuta orang kanekes, orang Rawayan. Baduy artinya pasisian, identik dengan orang Arab yang hidupnya no maden berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, dan berada di pinggiran kota atau pedalaman Arab. Orang Baduy telah ada sejak jaman Kesultanan Banten tepatnya 1526 M, bahkan sampai sekarang mereka setia untuk melakukan upacara “Seba” yaitu mengunjungi Bupati Lebak dan Gubernur Banten disertai Barang Bawaan berupa hasil alam, layaknya upeti jaman dahulu, layaknya masyarakat tradisional lainnya, orang Baduy sangat memegang erat pikukuh dari nenek moyang mereka, pikukuh tersebut tergambar dalam semboyan” Lojor teu menang di potong, pendek teu menang di Sambung”. Masyarakat baduy terbilang unik karena mereka mampu bertahan di tengah gempuran arus modernisasi dan globalisasi yang sarat dengan informasi yang cepat, tapi komunitas adat Baduy mampu menjaga tradisi dan juga berbagai “tabu’ atau ‘pamali’ yang terus mereka jaga sebagai pedoman hidup mereka.Ada begitu banyak nilai-nilai tradisi dan pedoman hidup masyarakat baduy yang

183 dijadikan pedoman hidup mereka diantaranya konsep Trisila (Tabu, buyut, teu wasa) yang berisi (3 pengertian) dasar hidup orang Baduy. Konsep Trisila ini mencakup (1) Moal Megatkeun nyawa nu lian, (2) Moal mibanda pangaboga nu lian, (3) Moal linyok moal bohong (Supriatna, 2017:2). Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Sebutan "Baduy" merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut. Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau "orang Kanekes" sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993:140, Supriatna, 2017: 5). Pikukuh Masyarakat Baduy. Dalam menjalani kehidupannya, orang Baduy selalu berpegang pada pikukuh atau amanat, pamali ti karuhun. Sesuai dengan tatanan masyarakat adat yang ada di baduy, pikukuh Kanekes membagi tabu (buyut) ke dalam dua tingkatan, yaitu buyut Adam tunggal yang berlaku untuk orang tangtu dan buyut nahun yang berlaku untuk orang panampingh dan dangka. Untuk masyarakat tangtu berlalu tabu secara utuh baik pertabuan (larangan) pokok maupun pertabuan (larangan) yang kecil-kecil, sedangkan masyarakat panamping dan dangka hanya wajib mengikuti tabu yang pokok. Pada dasarnya pertabuan di baduy dibagi menjadi tiga, yaitu tabu untuk melindungi kemurnian sukma (manusia), tabu untuk

184 melindungi kemurnian mandala, dan tabu untuk melindungi kemurnian tradisi (Nina, 2014:256). Salah konsekuensi dari adanya pertabuan atau pamali, atau buyut adalah adanya sanksi terhadap pelanggaran, yang dilakukan melalui upacara panyapuan (pembersihan diri). Dalam kaitan ini, si pelanggar menjalani hukuman berupa disisihkan dari lingkungan tempat tinggalnya dan diturunkan status kemandalaannya untuk sementara waktu, atau bila ia tidak kuat, ia boleh mengundurkan diri dan pindah ke tempat di bawah status kemandalaannnya (Nina, 20014:256). Hal ini sejalan dengan pendapat Jamal (2014) bahwa warga Baduy Luar dan dalam yang melanggar adat maka ia akan menjalani hukuman dan dipencilkan tempatnya di Baduy luar 7-40 hari bahkan 100 hari sampai ia tobat dan menyadari kesalahannya. Orang Baduy dalam dianggap oleh baduy luar atau dangka sebagai orang yang sedang bertapa, tapa di sini dapat diartikan bahwa orang Baduy dalam dalam kehidupannya harus menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak baik dengan bersikap dan bertindak teu wasa. Jika perbuatan yang tidak baik dilakukan juga, siksaan atas dosa itu akan dijalani di Buana Larang. Tapa bagi merkea bukan berarti bersamadi atau bertirakat sepanjang waktu, tetapi selalu tekun bekerja, sedkit bicara dan tidak menganggur agar tidak menyusahkan orang lain. Menurut Helmi (2010) ada enam tugas hidup orang Baduy berdasarkan ajaran agama Sunda Wiwitan, yaitu: • Ngareksakeun Sasaka Pusaka Buana; • Ngareksakeun Sasaka Parahiyang; • Ngasuh ratu ngayak menak; • Ngabaratakeun Nusa telu puluh telu; • Kalanjakan Kapundayan; dan • Ngukus Kawalu Muja Ngalaksa.

185

Adapun tugas pertama terkait dengan merawat dan menjaga sasaka pusaka buana sebagai inti jagat, yaitu cosmic-mountain, mountain-temple, cosmic-river, dan gate of heaven. Tugas kadua, menjaga dan merawat inti jagat yang kedua, yaitu sasaka parahiyang; tugas ketiga terkait dengan pengabdian urang Kanekes kepada raja atau ratu; tugas keempat terkait dengan hakikat hidup orang Kanekes; tugas kelima dan keenam terkait dengan upaca keagamaan terbesar mereka yaitu upaca kawalu yang ditandai dengan membakar kemeyan dan membuat laksa (Helmi, 2010:7-8, Rubiono, 2012:173). Kalau pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih. Kelompok masyarakat panamping adalah mereka yang dikenal sebagai Baduy Luar, yang tinggal di berbagai kampung yang tersebar mengelilingi wilayah Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Apabila Baduy Dalam dan Baduy Luar tinggal di wilayah Kanekes, maka "Baduy Dangka" tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar (Permana, 2001). Orang Baduy menganut agama Sunda Wiwitan, agama yang dipandang sebagai agama pertama di bumi, berakar pemujaan kepada arwah nenek moyang, yang pada perkembangan selanjutnya dipengaruhi agama Hindu-Budha, dan Islam. Inti kepercayaan itu bersandar pada karuhun dan pikukuh atau ketentuan adat yang dianut dalam keseharian orang baduy. Sasaka Domas dianggap sebagai pusat dunia karena disanalah terletak tiang alam semesta (tihang dunya). Dengan demikian, Desa Kanekes merupakan sumber pengatur dari Nagara Sawidak Lima Panca Salawe nagara atau

186

Satelung puluh Sawidak lima panca salawe nagara yang berarti sumber pengatur seluruh alam semesta. Oleh karena itu, buyut bagi warga desa Kanekes untuk membalik-balikkan tanah (bumi) (Nina, 2014:253 dalam Supriatna, 2017:105-106). Orang Baduy juga memiliki hari raya sebagaimana umat Islam seperti , Hari Raya orang Baduy itu disebut Kawalu, Selama tiga bulan perayaan Kawalu, warga Baduy dalam menutup diri karena menjalankan ritual kepercayaan agama yang dianutnya. Wisatawan dilarang masuk perkampungan Baduy Dalam (yang berciri khas pakaian putih-putih), yakni wilayah Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. "Jika pengunjung nekat mendatangi Baduy dalam tentu dikenakan sanksi hukuman oleh pemuka adat," kata Ketua Lembaga Hukum Adat Baduy Jaro 12, Saidi (65), di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Ia mengatakan: “saat ini perayaan Kawalu di daerah Baduy memasuki bulan karo (kedua), karena bulan pertama (kasa) sudah dilaluinya. Sedangkan bulan tiga (katiga) diperkirakan jatuh pada bulan Mei”. Selama Kawalu ini, warga Baduy Dalam menutup diri karena menjalankan ritual kepercayaan agama yang dianutnya, sehingga warga luar tidak diperbolehkan untuk mengunjunginya, termasuk pejabat daerah dan negara. Hal itu keputusan lembaga adat.

Kesimpulan Pada dasarnya masyarakat baduy atau ada juga yang menyebut urang Kanekes baik itu baduy yang ada di luar atau yang ada di dalam mereka masih taat setia menjalankan amanat dari leluhur. Khusus untuk orang Baduy luar mereka sudah agak longgar dalam melestarikan pikukuk dari para karuhun atau kepuunan. Orang baduy luar ini disebut juga sebagai Baduy pananmping atau yang menjaga

187 terhadap orang-orang Baduy dalam yang sedang melakukan “tapa” atau melestarikan adat tradisi. Kehidupan orang baduy luar sudah selayaknya hidup orang modern mereka kalau bepergian sudah memakai kendaraan, berjalan memakai alas kaki, kalau mandi pakai sabun, sikat gigi, memakai lampu penerangan dari energy matahari, memakai handphone, memakai perhiasan untuk wanita dll, tetapi orang baduy luar pun masih dilarang untuk sekolah. Untuk membedakan antara orang Baduy luar dan Baduy dalam yang paling mudah adalah dilihat dari pakaian, untuk orang baduy luar biasa mereka memakai pakaian hitam-hitam atau biru tua, dan sudah memakai celana pendek. Sedangkan warga Baduy dalam mereka memakai pakaian seragam putih-putih dan celananya dalam bentuk sarung yang dililitkan setengah lutut. Memakai ikat warna putih. Orang Baduy dalam ini yang masih kental memegang erat tradisi dan juga pikukuh dari para karuhun. Secara umum pikukuh dalam bentuk pamali, tabu atau buyut itu terbagi tiga: (1) pikukuh yang berkaitan dengan sukma (manusia) atau orang Baduy itu sendiri, (2) Pikukuh yang berkaitan dengan tanah air atau mandala termasuk di dalamnya menjaga lingkungan dan kelestarian alam seperti urang Baduy tidak boleh mencangkul, mengotori sungai dengan barang yang berbahan kimia, (3) Pikukuh yang berkaitan dengan pelestarian adat istiadat urang Baduy termasuk di dalamnya mengatur ajaran dan pedoman hidup urang Baduy, hubungan urang Baduy dengan orang baduy, urang Baduy dengan orang luar (asing) orang Baduy luar dengan Orang Baduy dalam. [*]

188

Daftar Pustaka

Garna, Y. (1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia, Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta: Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.

Helmi Faizi, B.U. (2010). Ngareksakeun sasaka Pusaka Buana Pandangan Etika Urang Kanekes Tentang Hubungan Manusia dengan Alam, UGM Yogyakarta. Disertasi.

Lubis, N.H. et.al (2014). Sejarah Banten. Serang: Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten.

Permana, C.E. (2001). Kesetaraan Gender dalam Adat Inti Jagat Baduy, Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Rubiono, P. (2012). Misteri Pelog & Slendro (studi music pentatonic di Banten. Serang: Dinas pendidikan provinsi Banten kerjasama dengan lembaga keilmuan dan kebudayaan nimusinstitute.

Supriatna, S. (2017). Implememntasi Pembelajaran Sejarah Berbasis Religi dan Budaya dengan Pendekatan Nature and Nurture di SMP di SMP 1 Ciboleger Kabupeten Lebak. Dalam Buku Kapita selekta kf doktor Kebhinekaan Ilmu dalam Satu Cita. IPB Press.

189

Tentang Penulis

H. Encep Supriatna. Lahir di Pandeglang, 5 Januari 1976. Menyelesaikan S1 Jurusan Sejarah (2002), Kemudian Melanjutkan ke Jenjang S2 Pendidikan IPS Konsentrasi Sejarah (2005), dan menyelesaikan S3 di Jurusan yang sama pada kampus Uiniversitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Penulis Aktif dalam berbagai aktifitas Organisasi, diantaranya sebagai Sekjen IKA UPI Banten periode 2018-2023, Dewan Pakar KAHMI Kab. Serang, periode 2017-2022, Dewan Pembina FKG IPS Provinsi Banten Periode, 2018-2021. Ketua Komisi Organisasi di Dewan Pendidikan Provinsi Banten, periode 2018-2022, dan Anggota Departemen Pendidikan dan HRD ICMI orwil Banten, periode 2019- 2023. Saat ini penulis menjabat sebagai Wakil Direktur UPI Kampus Serang. Penulis berdomisli di Komplek Permata Safira Regency Blok D-4 No. 11 Serang, dan email/telp yang dapat dihubungi: [email protected] /081809240760

190

KYAI, JAWARA DAN MODAL SOSIAL

Oleh: Lili Romli Ketua ICMI Orwil Banten

da dua model kepemimpinan tradisional (informal leader) yang sama-sama memiliki pengaruh dalam masyarakat A Banten: kepemimpinan kyai dan kepemimpinan Jawara. Kedua kepemimpinan ini memiliki akar sejarah yang panjang dalam masyarakat Banten. Kedua kepemimpinan ini juga lahir dari rahim yang sama: pesantren. Pesantren merupakan eposentrum bagi kedua kepemimpinan tersebut. Keduanya lahir dari rahim yang sama: Kyai adalah “pemilik” pesantren, yang melahirkan ilmu kanuragan yang dimiliki oleh jawara. Dengan demikian, jawara sesungguhnya adalah “anak kandung” dari kyai. Oleh karena maka keberadaan jawara tidak lepas dari kyai dan pesantren. Tihami (1992) menulis, di pesantren, kyai dalam mengajarkan ilmu, selain ilmu-ilmu agama juga mengajarkan ilmu-ilmu kanuragan. Yang terakhir ini diajarkan oleh kyai dalam rangka untuk melindungi dan mempertahankan pesantrennya dari tindakan kriminal dari pihak lain. Tihami mengatakan, “Di dalam pesantren, kyai tidak hanya mengajarkan kitab kuning tetapi juga kedigdayaan atau kesaktian seperti ilmu kebathinan dan persilatan kepada para muridnya”. Berdasarkan pelajaran yang diajarkan oleh kyai kepada para muridnya tersebut, lalu ada sebagian murid yang memiliki kemampuan dan minat dalam ilmu agama, yang kemudian disebut dengan santri. Sedangkan ada sebagian murid yang memiliki kecenderungan dalam bidang kesaktian, yang lalu dikenal dengan istilah jawara.

191

Para jawara ini setelah lulus dari pesantren lalu mendirikan padepokan atau perguron untuk mengembangkan ilmu kedigdayaan dan persilatan. Meski jawara memiliki padepokan sendiri, namun ia tetap setia pada kyai. Ia mengawal para kyai dan para santri dari gangguan orang lain yang bermaksud jahat. Karena fungsinya ini berkembang pepatah dalam masyarakat, jawara merupakan pengawal (khadam) atau tentaranya (tentarane) kyai. Dengan demikian, maka sesungguhnya antara kyai dan jawarac memiliki ikatan yang kuat di antara keduanya. Ia tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya. Kyai dan jawara tgerikata oleh ikatan “darah” sebagai anak kandung kyai. Dalam konteks itu, relasi kyai dan jawara adalah relasi “ayah dan anak”. Dalam masyarakat Banten, baik kyai maupun jawara memliki peran penting dalam lintasan sejarah. Kyai selain berperan melakukan perubahan sosial melalui dunia pesantren, ia merupakan benteng bagi kejayaan Islam. Kyai juga berperan dalam upaya mempertahankan Indonesia dari cengkeram penjajah dan merupakan aktor terdepan dalam mengusir dan melawan penjajah. Para kyai dan jawara hingga saat ini masih memiliki peran penting. Meskipun peran dan kedudukan tradisional mereka terus digerogoti arus modernisasi. Namun perubahan-perubahan tersebut tidak sampai menghancurkan semua kedudukan dan peran sosial mereka secara menyeluruh. Kyai sampai kini tetap merupakan salah satu figur yang dihormati oleh masyarakat, demikian pula dengan jawara. Relasi yang indah antara kyai dan jawara tersebut dalam perkembangan selanjutnya, ada proses sosial dan sejarah yang sangat kompleks dalam masyarakat Banten. Kyai dan Jawara menjadi kelompok terpisah dan seolah berbeda. Masing-masing mengembangkan kultur tersendiri yang berbeda, sehingga kini menjadi subkultur dalam masyarakat Banten.

192

Dewasa ini kalangan jawara mengalami mobilitas vertikal. Di antara mereka banyak yang terjun di dunia bisnis, baik sebagai kontraktor maupun sebagai pemborong. Selain bergerak dalam bidang bisnis, kalangan jawara juga masuk dalam wilayah politik praktis, baik sebagai anggota atau pengurus partai, maupun anggota dewan (DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota). Hal ini dapat dikatakan bahwa arena politik kalangan Jawara kini makin meluaskan ranahnya, semula dalam ranah kultural kini melebar ke ranah struktural. Apabila sebelumnya ranah politik kalangan jawara hanya di lingkungan pedesaan, mereka kini pengaruh politiknya meluas di tingkat kabupaten/kota dan provinsi. Melebarnya ranah kalangan jawara tersebut tidak lepas dari rezim Orde Baru. Pada masa Orde Baru, Jawara dekat dengan kalangan penguasa. Kedekatan itu tidak lepas dari rekayasa politik Orde Baru yang memainkan peran sentral dalam mengkondisikan peranan kelompok jawara. Pemerintah Orde Baru, yang memiliki format kebijakan politik yang cenderung bersikap anti-Islam politik berupaya membendung potensi Umat Islam dalam kehidupan politik. Dalam konteks itu, Orde Baru berkepentingan untuk menempatkan jawara dalam mengamankan kehidupan politik di Banten. Kedekatan kalangan jawara dengan kelompok penguasa telah menyebabkan pula kalangan jawara mendapatkan banyak kemudahan dan fasilitas untuk membangun kekuatan ekonominya. Sebagaimana pola kroni dan patronase yang dikembangkan Orde Baru, maka para pendukug rezim diberikan privilage untuk tidak saja untuk menciptakan akselerasi pembangunan namun pula sebagai sarana penopang kesetiaan terhadap rezim. Pada era reformasi dan pasca pembentukan Provinsi Banten peran jawara atau keterlibatan jawara dalam politik dan bisnis semakin meningkat. Keterlibatan jawara dalam politik yang semakin

193 meningkat tersebut dapat dilihat dari menyebarnya para jawara dalam partai-partai politik. Bila pada era sebelumnya (Orde Baru), mereka hanya terkonsentrasi pada Golkar, pada era reformasi ini menyebar ke partai-partai politik lain. Dengan masuknya para jawara ke partai-partai politik tersebut serta terlibat dalam bisnis dan dunia usaha, sesungguhnya ini menjadi modal dasar bagi jawara untuk berkiprah membangun dan mensejahterakan rakyat Banten. Bukankah semangat dan etos yang dimiliki jawara adalah membela kaum yang lemah, membela orang-orang yang tertindas, mengangkat orang-orang yang terpinggirkan, dan menguatamakan kepentingan umum daripada kepentingan perseorangan? *** Dalam Teori Pertumbuhan Ekonomi yang kita kenal melalui buku buku teks selalu menyebut tiga modal yang menjadi kunci keberhasilan pembangunan suatu wilayah yaitu, modal alam, modal fisik (uang dan bangunan), dan modal manusia (sumberdaya manusia). Dalam konteks ini juga Piere Bourdieu (1986), mengemukan jenis modal-modal lain, yaitu modal ekonomi, modal kultural, modal simbolik, dan modal sosial. Dari jenis-jenis modal tersebut, modal sosial merupakan jenis modal yang tidak kalah pentingnya sebagai hasil interaksi manusia yang terlibat dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Bourdieu mendefinisikan modal sosial sebagai sumber daya yang dimiliki seseorang ataupun sekelompok orang dengan memanfaatkan jaringan, atau hubungan yang terlembaga dan ada saling mengakui antar anggota yang terlibat di dalamnya. Besarnya modal sosial yang dimiliki seseorang tergantung pada kemampuan orang tersebut memobilisasi hubungan dan jaringan dalam kelompok atau dengan orang lain di luar kelompok. Dalam modal sosial,

194 menurut Robert Putnam (1993), ada tiga hal penting, yaitu: jaringan sosial (social network), kepercayaan (trust), dan kerjasama. Jaringan sosial memungkinkan adanya koordinasi dan komunikasi yang dapat menumbuhkan rasa saling percaya di antara sesama anggota masyarakat. Kepercayaan memiliki implikasi positif dalam kehidupan bermasyarakat. Berbagai keberhasilan yang dicapai melalui kerjasama dalam jaringan akan mendorong bagi keberlangsungan kerjasama pada waktu selanjutnya. Francis Fukuyama (1995) berpendapat bahwa modal sosial akan menjadi semakin kuat apabila dalam suatu masyarakat berlaku norma saling balas membantu dan kerjasama yang kompak melalui suatu ikatan jaringan hubungan kelembagaan sosial. Fukuyama menganggap kepercayaan itu sangat berkaitan dengan akar budaya, terutama yang berkaitan dengan etika dan moral yang berlaku. Karena itu ia berkesimpulan bahwa tingkat saling percaya dalam suatu masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat bersangkutan (Rusydi Syahra, 2003). *** Jika kita baca dari berbagai sumber, sebagai sebuah entitas Banten memiliki modal sosial berupa budaya yang relijius sebagai warisan kesultanan banten yang pernah berjaya di abad 16 s/d abad 18 lalu. Perjalanan sejarah yang panjang juga dapat dijadikan sebagai modal sosial bagi masyarakat Banten, sebagai mana sejarah Kesultanan Banten yang merupakan kerajaan maritim dan mengandalkan perdagangan dalam menopang perekonomiannya. Modal sosial masyarakat Banten yang tak kalah menonjol adalah karakter anti penjajahan, atau semangat perlawnan terhadap kaum penjajah. Karakter anti penjajahan ini tercermin dari beberapa kejadian sejarah.

195

Peristiwa-peristiwa hereoik di Banten dalam rangka mengusir dan melawan penjajah tidak lepas dari peran dan kepemimpinan para kyai. Sebut saja peristiwa “Geger Cilegon”, yang dalam bahasan Sartono Kartodirdo sebagai ‘Pemberontakan Petani Banten 1888”, merupakan salah satu eposode peran kyai dalam mengusir Banten. Ketika Indonesia merdeka para kyai pun tampil memimpin pemerintahan. Sebut saja misalnya KH. Ahmad Chatib, bekas pemimpin perlawanan tahun 1926, sebagai Residen Banten. KH. Syam’un, cucu KH. Wasid, pemimpin Geger Cilegon sebagai Bupati Serang. KH. Tb. Abdul Halim, pemimpin ondok pesantren Kadupeusing sebagai Bupati Pandeglang dan KH. Tb. Hasan sebagai Bupati Lebak. Begitu juga dengan Jawara. Setiap perlawaan yang dilakukan oleh kyai selalu didukung oleh para jawara. Dalam tahun 1808 terjadi pemberontakan oleh bojolaut menentang kerja paksa dan pembuatan pelabuhan di Ujung Kulon yang diberlakukan Daendels. Terus pemberontakan Pasir Peutey (Pandeglang) di bawah pimpinan Nuriman. Tahun 1811 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mas Jakaria. Pada tahun 1815 terjadi serangan besar dan pengepungan keraton Sultan di Pandeglang. Pada tahun 1818 dan awal 1819, Haji Tassin, Moba, Mas Haji dan Mas Rakka memimpin pemberontakan di Banten Selatan. Demikian juga pada tahun 1820, 1822, 1825 dan 1827 terjadi pemberontakan yang dipimpin oleh Mas Raye. Pada tahun 1836 terjadi lagi pemberontakan yang dipimpin oleh Nyai Gumparo, peristiwa Cikande Udik tahun 1845, pemberontakan Wakhia tahun 1850, peristiwa Usup tahun 1851, peristiwa Pungut tahun 1862, kasus Kolelet tahun 1866, kasus Jayakusuma tahun 1868 dan yang paling terkenal adalah Geger Cilegon tahun 1888 yang dipimpin oleh Ki Wasid. Peristiwa Geger Cilegon sebagai bentuk perlawan Kyai-Jawara, merupakan

196 perlawanan bersenjata paling menonjol yang pengaruhnya bergetar keseluruh penjuru Banten Nilai-nilai religius dan keagamaan yang kuat yang dimiliki masyarakat Banten merupakan modal sosial utama. Jika merujuk pendapat yang dimukakan oleh Max Weber (1905) mengemukakan pentingnya spirit agama sebagai modal dasar bagi berkembangnya awal kapitalisme, yang menekankan kerja keras dan sungguh tanpa pamrih. Maka masyarakat Banten dengan nilai-nilai ajaran Islam yang kental juga memiliki spirit dan semangat kerja keras untuk mengejar kemajuan, seperti telah dicontohkan oleh warisan masa lalu dan para pejuang. Apalagi bila merujuk kepada ayat-ayat suci Al- Quran dan Hadist Nabi, banyak perintah-perintah perlunya kerja keras dan semangat mengejar kemajuan. Sebagai masyarakat pesisir, masyarakat Banten juga memiliki nilai-nilai, seperti semangat kerja keras, dinamis, kebersamaan, egaliter, toleran, saling percaya, dan berorientasi kedepan merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi tumbuh kembangnya perdaban Banten. Saya berharap dengan modal sosial yang dimiliki masyarakat Banten tersebut menjadi fondasi utama bagi akselerasi pembangunan Banten. Semangat kita tatkala untuk membentuk Banten sebagai daerah otonom yang terpisah dari Provinsi Jawa Barat adalah dalam rangka untu mengejar ketertinggalan Banten dari daerah-daerah lain yang sudah lebih dulu maju. Sekarang Banten sudah menjadi provinsi tersendiri dan kurang lebih sudah sepuluh tahun menjadi daerah otonom. Pertanyaannya: sudahkah memajukan dan mensejahterakan masyarakat Banten terwujud? Sudahkah masyarakat Banten terbebas dari kemiskinan, keterbelakang dan kebodohan?

197

Bagi masyarakat Banten, kyai dan jawara adalah modal sosial. Peranan kepemimpinannya dalam lintasan sejarah telah memberikan andil yang besar, yang ditulis dalam tinta emas dan dikenang sepanjang zaman. Tentu saja peranan tersebut tidak dibiarkan hilang ditelan arus perkembangan zaman dan ketidakpedulian akan keterpurukan masyarakat Banten dalam kemiskinan, keterbelakangan, dan kebodohan. Oleh karena itu, perana kyai dan jawara dalam membangun Banten saat ini begitu dinantikan. Saatnya antara kyai dan jawara bersatu padu membangun Banten. Dengan politik desentralissai dan otonomi daerah saat ini, banyak kesempatan bagi dua kepemimpinan tersebut untuk membangun Banten. Kyai dan jawara adalah modal soial sekaligus modal politik bagi Banten. Kini Provinsi Banten sudah berusia 19 tahun, namun kita masih menghadapi masalah yang relatif sama dalam hal kesejahteraan. Banyak hasil pembangunan yang sudah dicapai pada masa kepemimpinan Gubernur Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andika Azruny. Namun demikian masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan secara sungguh-sungguh. Pemprov sekarang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan.baik pembangunan infrastruktur maupun non-infrastruktur. Semoga tujuan utama pembentukan provinsi Banten untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Banten dapat terwujud.[*]

198

Tentang Penulis

Lili Romli, lahir di Serang, merupakan Ketua ICMI Orwil Banten. Ia adalah Profesor Riset pada Pusat Penelitian Politik LIPI, Staf Pengajar di Departemen Ilmu Politik FISIP UI dan Pascasarjana Ilmu Politik UNAS serta Pengurus Pusat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Aktif melakukan penelitian tentang Partai Politik, Pemilu dan Pilkada, Sistem Pemerintahan dan Lembaga Perwakilan, dan Otonomi Daerah. Beberapa kali pernah menjadi Koordinator Penelitian tentang Partai, Pemilu dan Lembaga Perwakilan. Lili Romli aktif menulis di beberapa Jurnal Ilmiah dan Buku. Beberapa bukunya, antara lain, Islam Yes, Partai Islam Yes; Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal; Potret Partai Politik Pasca Orde Baru; Menggugat Partai Politik; Pelembagaan Partai Politik Pasca Orde Baru; Pemilu Era Reformasi; dan Sistem Presidensial Indonesia. Ia juga menjadi kontributor beberapa buku, antara lain, Pengawasan DPR Era Reformasi; Masa Depan Partai Islam di Indonesia; Partai dan Sistem Kepartai Era Reformasi; Fraksionalisme dan Konflik Internal Partai-Partai Politik di Indonesia Era Reformasi; Personalisasi Partai Politik di Indonesia Era Reformasi; dan Menimbang Demokrasi Dua Dekade Reformasi

199

200

INKUBATOR BISNIS DAN WIRAUSAHA; STRATEGI PERCEPATAN EKONOMI DESA DAN KOTA

Oleh: Bobby Hidayat Pengurus ICMI Orwil Banten, Dept. Kewirausahaan dan Ekonomi Umat

Dasar Pemikiran erdasarkan Amanat konstitusi, Tujuan Pembangunan Nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 B alinea IV, yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dalam upaya menunaikan amanat konstitusi, Pemerintah baik Pusat maupun Daerah, menghadapi beragam permasalahan, yang menghalangi tercapainya tujuan Pembangunan Nasional. Diantaranya permasalahan yang sangat krusial dan genting untuk segera diatasi Pemerintah adalah permasalahan kemiskinan dan pengangguran. Karena jika tidak segera diatasi, bisa menjadi pemicu dan pemacu masalah sosial, seperti kriminalitas, konflik sosial karena disparitas (kesenjangan) juga stabilitas ekonomi hingga politik.

201

Potret Kemiskinan dan Pengangguran Secara Nasional, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat angka kemiskinan pada September 2019 mencapai 9,22 persen. Angka ini turun 0,19 persen poin pada Maret 2019 dan menurun 0,44 persen poin di September 2018.. Sementara jumlah penduduk miskin pada September 2019 tercatat 24,79 juta orang. Angka tersebut turun 0,36 juta orang terhadap Maret 2019 dan menurun 0,88 juta orang terhadap September 2018. Selain angka kemiskinan masih cukup besar, juga muncul masalah tingginya disparitas kemiskinan antara perkotaan dan perdesaan. Persentase kemiskinan di kota pada September 2019 tercatat 6,56 persen, sedangkan persentase kemiskinan di perdesaan mencapai 12,60 persen. (www.Tempo.co) Adapun di Provinsi Banten, Angka Kemiskinan Per September 2019 Turun 0,15 Persen. Hasil survei sosial ekonomi nasional (Sesenas) bulan September 2019, angka peduduk miskin di Banten sebesar 4,94 persen, mengalami penurunan sebesar 0,15 poin dibanding periode sebelumnya (Maret 2019) yang sebesar 5,09 persen. (www.faktabanten. co.id) Tingkat Pengangguram Terbuka (TPT) di Indonesia mengalami penurunan sejak tahun 2015, sampai dengan tahun 2019. Pada Agustus 2019. TPT turun menjadi 5,28 % disbanding tahun lalu yang sebesar 5,34 %. Terdapat 5 orang pengangguran dari 100 orang angkatan kerja di Indonesia. Adapun Provinsi Banten, berbicara tentang pengangguran sempat menjadi treeding topic, ramai dibicarakan, karena BPS mengungkap data tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Banten sempat tertinggi se Indonesia, yaitu 8,11 %. Namun Gubernur Banten Wahidin Halim menyebutkan trend pengangguran di banten tiga tahun terakhir terus mengalami penurunan Agustus 2017 yaitu 9,28 % (520.000 orang), turun di Agustus 2018 yaitu 8,52 %

202

(496.730 orang) dan turun lagi pada Agustus 2019 menjadi 8,11 % (490.800 orang). WH juga menambahkan selain angka pengangguran yang terus menurun, angka kemiskinan Banten berada di urutan ke 6 terendah se Indonesia. Serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Banten katagori baik, berada di urutan ke 8 se Indonesia. (7/11/2019, bantennews.co.id) Terlepas dari polemik data Pengangguran di Provinsi Banten dan ketidaksesuaian persepsi dengan angka kemiskinan yang terendah ke enam se Indonesia. Permasalahan Kemiskinan dan Pengangguran tetap menjadi perhatian utama untuk dicarikan solusinya. Terlebih dengan efek penyebaran wabah virus Corona (Covid-19) yang sejak diumukan kasus pertama pada dua maret 2020 di Indonesia, terus meluas dan berdampak pada kesehatan serta ekonomi masyarakat, juga sangat memberi andil pada melonjaknya angka pengangguran dan kemiskinan. Seperti yang dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan angka pengangguran yang diprediksi meningkat 2,9 juta hingga bisa mencapai 5,2 juta orang. Begitu pula angka kemiskinan bisa meningkat menjadi 1,1 juta orang, bahkan bisa mencapai 3,78 juta orang. (Mediaindonesia.com 14/4/2020)

Gagasan Solusi Permasalahan Gagasan untuk mengatasi permasalahan Kemiskinan dan Pengangguran adalah Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha di Desa dan Kota yang akan dilaksanakan selama 2 tahun. Karena dengan buah pikiran ini kiranya akan terjadi recovery ekonomi pasca Covid-19, juga Percepatan Tumbuhkembang ekonomi di Desa dan Kota. Bahkan ketika perubahan terjadi, manfaat hasilnya bisa dirasakan dan dinikmati banyak pihak serta bertahan lama atau permanen.

203

Awalnya Program Inkubator Bisnis lahir di Amerika, dan dari studi penelitian di Amerika, menunjukan bahwa 87 % dari usaha start-up yang melalui program inkubasi dapat bertahan dan menjalankan bisnis dengan baik. Kemudian diadopsi juga oleh Negara-negara di Eropa, Korea, Peru, Malaysia, Vietnam dan Indonesia. Makna, Tujuan dan Output Berdasarkan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) arti incubator adalah perkakas yang dipanasi dengan aliran listrik dan sebagainya dipakai untuk mengerami dan menetaskan telur atau tabung untuk memanaskan bayi yang lahir sebelum waktu-nya. (kbbi.web.id). Jadi Inkubator dapat dimaknai sebagai tempat untuk para start-up (early stage) bisnis melakukan proses percepatan “pematangan”, agar bisnisnya tumbuh menghasilkan serta sukses hingga mandiri. Lebih lengkap lagi, NBIA (National Business Incubator Association) menjelaskan bahwa Inkubator bisnis berwujud dukungan bisnis untuk mempercepat kesuksesan pengembangan start-up serta perusahaan pemula dengan cara menyediakan berbagai sumber daya serta layanan yang dibutuhkan kepada para pengusaha. Layanan yang ditawarkan ini umumnya dikembangkan atau diatur oleh manajemen inkubator serta ditawarkan baik dalam inkubator bisnis itu sendiri dan melalui jaringan milik inkubator bisnis. (https://www.wartaekonomi.co.id/read219041/apa-itu-inkubator- bisnis) Namun jika di cermati, gagasan yang disampaikan bukan hanya Program Inkubator Bisnis tetapi juga ditambahkan Wirausaha. Apa maknanya?. Maknanya, bukan hanya orang yang telah atau baru memiliki bisnis saja yang dibantu biar maju dan sukses. Tetapi diperluas, banyak orang dalam suatu kawasan, dalam hal ini di Desa

204 dan Kota (Kelurahan), diberikan motivasi, wawasan, keilmuan dan skill Kewirausahaan, dibantu juga untuk mengeksplorasi potensi bisnis baik secara perorangan maupun kolektif di kawasan itu dan mendampingi serta mengembangkannya. Hingga nantinya di desa atau kelurahan itu banyak bisnis yang tumbuh baik kepemilikan perorangan maupun milik bersama, milik Desa atau Kelurahan. Juga lahirnya banyak pengusaha dan orang yang mengerti wirausaha, giat berusaha dan bahkan menjadi pengiat usaha yang bisa ditransformasi pada yang lain. Sehingga tercipta manfaat jangka panjang bahkan permanen, seperti peningkatan pendapatan dan taraf hidup masayarakat secara luas dikawasan tersebut. Pada akhirnya berbagai pihak menikmati hasilnya, generasi muda, ibu-ibu, bapak bapak, aparat Desa/ Kelurahan dan pihak lainnya yang bekerjasama dan bermitra dengan kawasan tersebut. Adapun tujuan dari Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha adalah; 1. Membuat sebuah Model Program untuk percepatan tumbuhkembangnya ekonomi di Desa dan Kota 2. Menciptakan daya dukung dari berbagai pihak untuk Suksesnya Program, baik pada Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Permodalan, Kebijakan, Legalitas dan lainnya 3. Membentuk Tim Pengarah (konsultan) Program, sebagai formulator konsep agar bisa di implementasi, sekaligus sebagai Pembina, Trainer, Pendamping serta konsultan. Dan Tim Pelaksana Program, yaitu orang pilihan dari beberapa kelompok masayrakat di Desa dan kota yang dilatih dan didampingi untuk melaksanakan dan mensukseskan Program 4. Membangun kesadaran bersama tentang pentingnya kemauan dan kemampuan wirausaha dan berbisnis untuk meningkatkan

205

pendapatan dan taraf hidup atau ekonomi keluarga di Desa dan Kota (Kelurahan). 5. Meningkatkan wawasan, ilmu dan alih teknologi serta skill wirausaha dan pengelolaan bisnis dari start-up hingga mandiri, Usaha Mikro Kecil (UMK) hingga Indutri Kecil (IK). 6. Menggali potensi individu juga kawasan Desa dan Kelurahan untuk ditumbuh kembangkan perekonomiannya 7. Melahirkan suatu Kawasan desa dan Kota, sebagai percontohan implementasi Program Inkubator Wirausaha dan Bisnis untuk percepatan tumbuhkembang ekonomi di Desa dan kota (kelurahan)

Output (hasil) yang diharapkan, yaitu:

1. Lahirnya sebuah Konsep Program Implementatif percepatan tumbuhkembang ekonomi di Desa dan Kota 2. Tercipta serta terbinanya kemitraan dan Jaringan kerja yang kokoh, mendukung secara penuh untuk keseuksesan Program 3. Terbentuknya Tim Pengarah Program serta Tim Pelaksana Program di Desa dan Kota (Kelurahan) 4. Munculnya kesadaran serta semangat perubahan dan kebersamaan yang melahirkan kerja keras dan kerjasama dalam upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat Desa dan Kota 5. Meningkatnya kemampuan dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, skill dan transfer tekhnologi pada masyarakat di kawasan Program di Desa dan Kota 6. Munculnya baik secara perorangan atau berkelompok juga sebuah Kawasan, yairu pembisnis sukses, Usaha Mikro Kecil,

206

Hingga Industri Kecil di Desa dan Kota, juga munculnya Brading Bisnis tertentu di Desa dan Kelurahan 7. Sedangkan Outcome (hasil) yang akan didapat adalah Konsep Program percepatan tumbuhkembang perekonomian di Desa dan Kota, yang telah teruji dan sukses dalam pelaksanaannya, yang akan dijadikan sebagai Roll Model (Percontohan) untuk dipelajari serta diterapkan bagi Desa dan Kota (kelurahan) lainnya.

Proses Implementasi Proses penerapan dari Program ini melalui 3 tahap yaitu Pra Program, Pelaksanaan Program & Pasca Prgram Pertama, Pra Program. Gagasan Inkubator Bisnis dan Wirausaha di bahas oleh dua lembaga untuk dibuat Konsep Programnya, yaitu ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia) Orwil (Organisasi Wilayah) Banten, dengan salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Provinsi Banten. Setelah itu disiapkan orang-orang ahli meliputi bidang Ekonomi dan Wirausaha, Sospol (Kebijakan Publik), Manajemen, Akutansi-Keuangan, IT (Informasi Teknologi) juga termasuk Digital Marketing didalamnya. Kemudian konsep Program di bahas lebih matang lagi oleh Tim, yang disebut sebagai Tim Pengarah (konsultan) Program. Untuk uji awal gagasan dan lebih memahami kondisi rill dilapangan, maka selanjutnya diadakan FGD (Focus Group Discusion) untuk brainstorming dengan Pemerintah Provinsi Banten, Kota Serang dan Kabupaten Serang sebagai sasaran pilot project, Aparatur pemerintahan Desa dan Kelurahan, Pihak Perbankan, Asosiasi Perusahaan BUMN dan Swasta (untuk diberdayakan potensi CSR atau PKBL nya), Pihak IT atau Proveder (misal IndiHome, Xl dan Telkomsel). Pasca itu finishing konsep program, juga disiapkan modul-modul pelatihan,

207 sarana prasarana, pembiayaan Program serta ditentukan secretariat Tim Pengarah (Konsultan). Kedua, Pelaksanaan Program. Awalnya adalah sosialisasi Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha kepada pada tokoh masyarakat di Desa dan kota (kelurahan) didampingi Aparatur setempat, Pemerintah Kabupaten/ Kota dan Provinsi. Kemudian diadakan perektutan dan seleksi untuk dilatih, diberi wawasan, ilmu dan skill wirausaha dan bisnis, seperti Produk yang berkualitas, Manajemen dan Etika Bisnis, Akutansi-Keuangan, Multimedia dan IT, Marketing, Networking, kebijakan dan Program pemerintah yang sejalan, Legalitas lembaga Ekonomi serta Pajak untuk Usaha. Selanjutnya adalah penentuan kawasan Desa dan Kota sebagai pilot project. Baiknya beberapa Desa dan Kelurahan yang berbeda potensi, geografi dan demografinya. Misalnya untuk Kota Serang, kelurahan yang di pilih Kasemen, Sawah Luhur dan Curug. Kelurahan Kasemen dan Kelurahan Sawah Luhur, di Kecamatan Kasemen. Kedua kelurahan ini memiliki multi potensi yang bisa digarap jadi kawasan bisnis. yaitu sebagai kawasan wisata religi, ziarah dan sejarah, selain itu ada kawasan tambak ikan, salah satunya ikan bandeng sawah luhur yang terkenal berkualitas baik, lebih berisi padat dagingnya dan tidak bau lumpur. Juga ada kawasan laut, daerah tangkap ikan, juga persawahan. Sawah luhur sendiri merupakan daerah lumbung Padi Kota Serang. Kelurahan Curug, di kecamatan Curug, di kawasan tersebut ada pusat pemerintahan Provinsi Banten dan kedepan pusat pemerintahan kota Serang rencanaya juga pindah kesana, di dalamnya juga ada kawasan perguruan tinggi. Untuk Kabupaten Serang, misalnya kawasan yang cukkup menarik dan berbeda, Desa Pontang, di kecamatan Pontang, adalah kawasan pertanian yang luas dan lumbung padi Provinsi Banten.

208

Juga ada kawasan laut dan tangkap ikan. Kemudian Desa Anyer, di Kecamayan Anyer, merupakan kawasan pariwisata pantai dan pegunungan. Serta Desa Cikande, yang ada dikecamatan Cikande, walaupun Desa namun merupakan kawasan industri yang ramai dan juga banyak komplek perumahan. Adapun terkait Pembentukan Tim Pelaksana Program di desa dan kota (kelurahan). Para tokoh masyarakat dijadikan sebagai Pembina. Dan lainnya Tim akan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Kelompok Kebijakan dan Networking yaitu para orang dewasa pria atau bapak-bapak, Kelompok Penggerak dan Penggiat yaitu generasi muda (mahasiswa/i dan Pemuda/i) untuk mengelola bisnis, keuangan, multimedia (seperti desain dan kemasan), marketing, Publikasi, hingga mengurus Legalitas atau perizinan serta pajak usaha. Terakhir Kelompok Produksi yang di isi oleh ibu-ibu. Didalam pelaksanaan program Tim Pengarah (konsultan) melakukan proses Pelatihan, Pendampingan, Monitoring, Evaluasi dan Konsultasi, serta Membentuk Forum Bersama yang bertemu secara berkala per 3 bulan, untuk mengevaluasi, menerima saran dan kritik konstruktif untuk perbaikan perjalanan program. Dan karenanya juga penting untuk memiliki sekertariat atau Kantor Program di Desa dan Kelurahan, sebagai tempat koordinasi, kontrol kegiatan, evaluasi berkala serta konsultasi program selama 2 tahun. Ketiga, Pasca Progam. Diakhir pelaksanaan program setelah 2 tahun, akan diadakan evaluasi keselurahan pelaksanaan program, dengan memperhatikan laporan dan evaluasi berkala per 3 bulan juga masukan, pendapat akhir semua pihak terkait program. Akhirnya akan di buat laporan akhir, yang diberikan pada pihak terkait, baik Aparatur Desa/ Kelurahan, Camat, Pemerintah Kabupaten, Kota serta Provinsi, Proveder IT, Perbankan, Asosiasi Perusahaan serta semua pendukung program. Endingnya program ini akan dijadikan sebuah

209

Roll Model Program yang direkomendasikan, karena menghasilkan suatu kawasan yang didalamnya masyarakat baik secara individu dan berkelompok, giat dan bergeliat dalam bisnis, juga kawasan itu akan melahirkan brand/ merek baru, seperti Desa Cibaduyut, penghasil sepatu di Bandung, Desa Jaring, pengrajin pembuat jarring di Cirebon, Desa Desain, di jawa tengah, Desa Pengrajin Anyaman Pandan Duri di Pandeglang, Desa Pengrajin Tas di Petir dan Perumahan Koperasi Tahu Indonesia di Kramat Watu yang keduanya berada di Kabupaten Serang, juga ada Kelurahan Sukawana sebagai kawasan konveksi di Kota Serang dan lain sebagainya. Kawasan yang melakukan percepatan tumbuhkembang ekonomi, yang mampu meningkatkan pendapatan, serta taraf hidup masyarakat, dalam waktu lama bahkan bisa permanen yang dapat terus berkembang. Kunci Keberhasilan Kesimpulannya Program Inkubator Bisnis dan Wirausaha sebagai sebuah strategi percepatan tumbuh kembang ekonomi di Desa dan Kota (kelurahan), dapat berjalan dengan lancar, sukses dan dalam waktu yang lama, adalah bergantung success key berikut ini: 1. Kerjasama dan Kebersamaan Cendekiawan, para Ahli, Perguruan Tinggi, Pemerintah, Perbankan, Perusahaan, Proveder, dan Tokoh Masyarakat di Desa dan Kota (kelurahan) 2. Konsep Program yang bisa diimplementasikan, terintegrasi, bertahap dan sistematis serta berkelanjutan yang akhirnya dibuat menjadi Model, setelah sukses dalam pelaksanaannya 3. Sikap Optimisme, Semangat dan Kerja keras serta Optimalisasi Keterlibatan Masyarakat dan Totalitas kerja Tim Pengarah dan Tim Pelaksana, serta berjalan efektif, efisien froum bersama pelaksanaan program. 4. Transformasi wawasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan proses edukasi yang optimal, berupa Pelatihan dan Monitoring, evaluasi

210

juga qulity contol yang menyeluruh, setiap saat dan juga Problem solving yang cepat penanganannya, serta konsultasi yang berjalan baik 5. Serta daya dukung terus menerus dari berbagai pihak,baik ICMI, Perguruan Tinggi, pemerintah Provinsi, kabupaten dan kota, serta aparat Desa dan kelurahan, Perbankan, Perusahaan, Proveder seluler/ IT dan berbagai pihak terkait lainnya, untuk mempertahankan serta mengembangkan Program ini.

***

211

Tentang Penulis

Bobby Hidayat, biasa dipanggil dengan nama Bobby. lahir 13 Juni 1974. Menyelesaikan pendidikan Sarjana di IAIB Serang Banten tahun 1999. Saat ini menjabat Pengurus ICMI orwil Banten Departemen Kewirausahaan dan Ekonomi Umat, kemudian menjabat sebagai Direktur HIKPA Akademi(Lembaga Pelatihan HIPKA). Penulis juga aktif di ASPERWI Banten (Asosiasi Perjalanan Wisata – Banten) daan juga aktif terlibat di FHT Banten (Forum Halal Tourism) Banten sebagai Sekretaris. Pendiri dan sebagai Sekjen di Rumah Pemasaran (2019- skrng) Penulis pernah sebagai Manajer Pemberdayaan Ekonomi LAZ DAAI (Lembaga Amil Zakat Dompet Amanah Amal Insani) Kota Cilegon tahun 2001-2003, kemudian Manajer Pemberdayaan Ekonomi LAZ HARFA (Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa) Banten tahun 2006-2008. Sebagai Folentir Pemberdayaan Ekonomi LAZ HARFA (Lembaga Amil Zakat Harapan Dhuafa) Banten tahun 2009-2013; pernah juga menjadi Trainer Organisasi dan Manajemen OSIS & Life Skill, BeST (SMU) Tahun 2005-2008; Surveyor, Survey tentang penggunaan listrik dan air tanah pada industry (Surveyor Indonesia) 2010; Konsultan/ Penyelia Mitra Tani Program PNPM Pertanian (PUAP) 2008–2013; Trainer Life Skill dan Entrepreneur Skill, YOURS/ Young Rising Star (Mahasiswa & Masyarakat Umum) Tahun 2013–Sekarang; dan terakhir sebagai Sekretaris Umum di OK OCE dan sekaligus Trainer OK OCE PKK

212

DKI se Jakarta (2018-sekarang). Penulis saat ini berdomisili di Perum Permata Safira Regency, Blok E5 no. 18, Rt 05/ Rw 06 Kelurahan Sepang, Kec. Taktakan, kota Serang, Banten No yang dapat dihubungi; 081386543717 (WA)/ 087797975146 [*]

213

214

STIGMA SDM BANTEN

Oleh: Liza Mumtazah Damarwulan Ketua Depertemen Pemberdayaan Perempuan ICMI Orwil Banten

ondisi paradox antara pertumbuhan industri yang pesat dengan tingkat pengangguran yang tinggi di provinsi K Banten, menjadi tanda tanya besar, ada apa dengan SDM Banten? Berdasarkan data BPS tahun 2017, provinsi Banten merupakan salah satu dari lima provinsi yang tingkat penganggurannya tertinggi di tingkat nasional yakni sekitar 9,28% dibandingkan tingkat pengangguran nasional 5,1%. Bahkan pada tahun 2020 ini, posisi Banten menyandang predikat peringkat satu penyumbang pengangguran di Indonesia. Kondisi ini sangat menyesakkan dada saya sebagai warga asli Banten. Kondisi ini sangat miris dan membingungkan atau anomali. Mengapa Banten menjadi lumbung pengangguran? sementara begitu banyaknya pabrik dan perusahan-perusahaan berskala besar berada di Banten. Penanaman Modal Asing pun di Tanah Banten menduduki peringkat ke-4 se-Indonesia. Lantas apa penyebab kondisi anomali ini? sebenarnya ada masalah apa dengan SDM Banten ? Penelusuran jejak dan bedah masalah coba dilakukan, dengan mengadakan seminar sampai FGD, lalu di mapping akar masalahnya. Kenyataan tak bisa dipungkiri, angka-angka tak mungkin di geser tanpa upaya. Pencarian jawaban dan berbagai alasan agar ada pemakluman terhadap kondisi tersebut, harus dilakukan. Bukan alih- alih mencari solusi, malah mencari kambing hitam masalah.

215

Peran berbagai pihak sangat diperlukan dalam mengatasi masalah pengangguran di Provinsi Banten. Keterbukaan informasi dari berbagai pihak terkait sangat diperlukan agar dapat ditemukan akar permasalahan pengangguran, sehingga dapat dirumuskan strategi yang tepat dan terarah, sehingga angka pengangguran di Provinsi Banten dapat berkurang secara signifikan dari tahun ke tahun. Kolaborasi berbagai pihak pemangku kepentingan perlu dilakukan sebagai bentuk penyelesaian masalah pengangguran di Provinsi Banten Berdasarkan hasil kegiatan FGD (Focus Group Discussion) yang dilakukan Dinas tenaga kerja, Dinas Pendidikan, Disperindag bekerjasama dengan Bappenas dengan Skill Development Center (SDC) Provinsi Banten sebagai motor penggerak dan beberapa perusahaan di Banten pada tahun 2018, ditemukan beberapa masalah penyebab tingginya pengangguran di Banten. Dari banyak faktor penyebab tingginya pengangguran di Banten, diantaranya yang paling menonjol adalah ketidak selarasan (mismatch) antara kompetensi pencari kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan pasar kerja. Mismatch disebabkan terutama karena adanya kesenjangan antara dunia pendidikan dan pelatihan dengan dunia kerja. FGD Mapping supplyand demandtenaga kerja dilakukan di seluruh daerah Kota dan Kabupaten di Banten oleh SDC. Contohnya, pada tahun 2018 di Kabupaten Lebak dilaksanakan FGD yang bertujuan untuk mengetahui peta lulusan dan calon tenaga kerja serta peluang kerja di Kabupaten Lebak Rangkasbitung.Lebak adalah salah satu daerah tertinggal di provinsi Banten, dan berdampak pada rendahnya daya saing mengakibatkan rasio pengangguran melebihi Provinsi Banten. Peserta yang hadir kurang lebih 35 orang, terdiri dari unsur KOMPAK BAPPENAS, BNSP, PEMKAB, PEMPROP. kepala sekolah SMK maupun SMA di Rangkasbitung, Kadin

216 kabupaten Lebak dan Ketua MKKS.. Hasil FGD Lebak pun diketahui, perlu di tingkatkannyaskill dan mental lulusan agar memiliki daya juang dan mampu menggali potensi Kabupaten Lebak yang sebenarnya masih ada dan bisa dikembangkan, seperti pertanian, jasa, industri kreatif dan pariwisata. Pada saat FGD Mapping supply and demand di Kabupaten Lebak juga diketahui bahwa terjadinya kesulitan Sekolah, khususnya SMK dalam menjalin kerjasama dengan perusahaan/industri untuk kunjungan, studi lapangan, pemagangan dan mengakses informasi lowongan pekerjaan dari perusahaan. Selain masalah tersebut, SMK juga masih memiliki keterbatasan peralatan, sarana dan prasarana dan guru produktid yang menunjang kompetensi dan kualitas lulusan mereka. SMK di kabupaten Lebak sangat berharap agar ada jalan untuk membantu dan menjembantani SMK dengan industri, baik dalam hal kerjasama dg industri, BLK, Kuliah vokasi dan mengundang praktisi industri, mengadakan job fair, mengadakan uji kompetensi, memberikan akses kunjungan ke perusahaan, menginformasikan peluang kerja. Secara umum, dari beberapa FGD yang dilakukan di seluruh Kota dan Kabupaten di Banten, diketahui miss match yang selama ini terjadi dikarenakan diantaranya seperti kualitas lulusan yang tidak sesuai, proses belajar dan kurikulum yang minim pada pembangunan karakter dan attitude lulusan, serta aksesibilitas SMK yang masih terbatas. Belum optimalnya hasil penanganan masalah pengangguran di Provinsi Banten sejak tahun 2017 sebagaimana ditunjukkan dalam data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, bahwa dari jumlah angkatan kerja sebesar 5.596.963 jiwa, masih terdapat 519.563 jiwa dalam kategori pengangguran, atau sekitar 9,28 persen tingkat pengangguran di Provinsi Banten, jumlah terbesar angkatan kerja

217 yang belum terserap adalah dari Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan. Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa masalah pengangguran perlu perhatian dan penanganan yang strategis. Untuk menyelesaikan masalah pengangguran di Banten, perlu adanya political will terhadap masalah pengangguran, dengan membuat regulasi yang mendorong pengentasan pengangguran, regulasi bidang pendidikan seperti penyediaan tenaga pendidik maupun kebijakan/regulasi juga dalam hal anggaran. Penyelesaian jangka pendek dapat dilakukan dengan mengadakan job fair, menjembatani SMK dengan industri melalui MoU, mengadakan pelatihan soft skill bagi lulusan smk calon tenaga kerja dan physical training serta membantu terealisasi nya kurikulum yang mendorong lulusan dg soft skills yang sesuai dengan kebutuhan industri. Salah satu bentuk kegiatan dalam upaya menggali dan mendapatkan sumber permasalahan pengangguran di Provinsi Banten yang dapat dilakukan adalah melalui kegiatan FGD, RTD, capacity building, Mapping Supply Demand dan kolaborasi program kegiatan. Upaya ini dilakukan untuk membangun langkah strategis dan memberikan solusi dalam perancanaan kegiatan menurunkan angka pengangguran. Kemudian dengan melibatkan pemangku kepentingan dari unsur dunia usaha, sektor industri, manufaktur, jasa perdagangan dan pariwisata, dan Perguruan Tinggi dapat dilaksanakan program link and match, start up, dan 3 D (Dilatih, Disertifikasi, Ditempatkan) serta program-program lainnya yang dapt dikembangkan dan disesuaikan berdasarkan kebutuhan daerah. Setelah diketahui salah satu akar masalah pengangguran di Banten adalah dikarenakan kualitas SDM Banten yang rendah,, hal ini menjadi tantangan bagi para cendekiawan Banten dan kembali pertanyaan menggaung dibenak saya, ada apa dengan SDM Banten? Bukankah professor pertama yang dimiliki Indonesia adalah dari

218

Tanah Banten? Prof Hussein Jayadinigrat. Bukankah sejak jaman kolonial, Banten telah memiliki keistimewaan dengan memiliki jalur diplomatik yang mengagumkan, memiliki mata uang sendiri, dan berbagai keunggulan SDM lainnya dengan kapasitas yang tidak bisa diremehkan ? Lantas kini, ada apa dengan SDM Banten ? Saya teringat saat pertama kali merantau ke Yogyakarta, teman-teman langsung menggoda saya, saat saya katakan asal saya dari Banten. Mereka telah memiliki stigma bahwa orang Banten punya “ilmu”, maksudnya ilmu hikmat, ilmu santet, ilmu pelet dll yang sepertinya melekat pada orang-orang Banten. Padahal saya tidak punya bekal ilmu seperti itu, Walaupun kakek moyang saya terkenal memiliki ilmu yang diluar nalar, seperti menyatukan jempol yang putus dengan kalimat Bismillah dan bermodalkan air liur, maka jempol tangan kembali tersambung. Tapi saya sama sekali tidak menunut ilmu semodel itu. Saya juga pernah bertemu orang, lalu berdiskusi berbagai hal, menyentuh keilmuan, saya juga menunjukkan semangat kerja yang tinggi, pantang menyerah, haus ilmu, berani bicara dan tiba-tiba dia berkata, apakah benar saya orang Banten ? Duh rasanya miris, ada apa dengan stigma orang Banten ? Dia berkata, biasanya orang Banten malas kerja, malas menuntut ilmu, maunya “malak” atau meminta-minta. Kinerja buruhnya pun, kebanyakan istirahat dari pada kerjanya, jauh dibandingkan kinerja buruh dari Cirebon atau Jawa tengah. Saya protes, memang begitukah SDM kita ?. Suatu waktu, dalam acara diksusi dengan mengundang satu perusahaan yang dengan gamblang menyodorkan hasil riset mereka, bagaimana calon tenaga kerja yang mereka wawancarai saat merekrut tenaga kerja dengan membandingkan orang Banten dan orang Jawa Tengah. Saya malu hati, tapi mau protes bagaimana lagi ? ini adalah kenyataan yang tidak bisa dipungkiri dan memang hal

219 tersebut ada disebagian besar SDM Banten. Hasil riset mereka diantaranya, dilihat dari nilai akademik, lulusan Jawa Tengah lebih baik dari lulusan anak Banten. Disisi attitude, calon tenaga kerja dari Jawa lebih rajin dan semangat, mau ditempatkan kerja dimanapun, berbanding terbalik dengan calon tenaga kerja dari Banten, yang enggan ditempatkan di tempat yang jauh, kurang gigih dan tidak rajin, arogan tidak seperti orang jawa yang berkarakter manut. Dan beberapa point lainnya yang saya lupa untuk mengingatnya. Pertanyaan saya, benarkah semua orang Banten memiliki karakter seperti itu ? Batin saya menolaknya ! Kita punya Pahlawan Nasional seperti Maulana Hasanudin, Sultan Ageng Tirtayasa yang berani melawan Penjajah Belanda, beliau memperhatikan pendidikan. Kita juga punya Mr. Syafruddin Prawiranegara, kelahiran Serang Banten, pernah menjabat sebagai Presiden pada saat RI mengalami masa darurat. Kita punya Brigjen KH. Syam’un seorang patriot dari Cilegon. Residen pertama Banten pada periode 1945-1949. Seorang ulama yang sangat berpendidikan. Kita juga punya KH. Syekh Nawawi Al Bantani, seorang ulama berkelas internasional. Imam besar Masjidil Haram. Yang memiliki karya-karya besar yang diterbitkan dan menjadi rujukan berbagai ulama, beberapa murid beliau diantaranya Kiai Haji Wasid, Syekh Arsyad Thawil Al Bantani Al Jawi, KH. Hasyim Asy’ari pendiri NU yang juga para pejuang, ulama berpendidikan. Para Srikandi Banten pun tak kalah berjuang, Nyimas Gamparan, memimpin pasukan perang Cikande, Nyimas Melati, pejuang perebut kemerdekaan yang gagah berani lagi cerdik pandai. Maria Ulfah Santoso seorang menteri perempuan yang dimiliki Indonesia. Tokoh-tokoh Banten lainnya seperti; Eki Syahrudin, Jendral Soerdjadi Soedirdja, Taufiequrachman Ruki, Tb. Nitibaskara, Tb. Dedi Gumelar, Tb. Hasanuddin dan masih banyak lagi tokoh-tokoh

220 besar lainnya yang berkiprah di tingkat nasional dan besar namanya di luar Banten. Pertanyaannya, mengapa SDM Banten saat ini tak lagi mewarisi jiwa dan semangat para pendahulu kita? Yang memiliki semangat menuntut ilmu, yang memiliki daya juang, yang emenjunjung tinggi nilai-nilai agama? Banten bukan hanya berisi jawara saja, bukan hanya berisi dan di dominasi oleh golongan tertentu, apalagi merasa dimiliki oleh kelompok tertentu karena merasa leluhurnya memiliki jasa di tanah Banten ini. Di tanah Banten ini lahir para pejuang, bangsawan yang berpihak pada rakyatnya, agamawan yang haus akan ilmu dan menjadi panutan umat. Politikus yang berani di dalam ruang-ruang sidang. Lantas apa yang salah dengan pola pendidikan kita? Mengapa nilai-nilai para pejuang, agamawan, negarawan dan figur-figur baik yang dimiliki Banten tidak menginspirasi kita? Mengapa attitude yang justru mendominasi adalah perilaku jawara? penghisap kekayaan bagi diri sendiri? korupsi berjamaah merajalela, politikus yang mengaspirasi semakin sedikit? akhlak dan iman semakin menjauh, semangat menuntut ilmu semakin meredup, SDM Banten kehilangan jati diri, hingga akhirnya hanya mampu bersaing dikandang sendiri, tidak berani berjuang, malas, arogan dan berbagai stigma negative lainnya yang melekat. Dan akhirnya, menjadi sumber yang disalahkan atas naiknya angka pengangguran di Banten. SDM Banten yang tidak secemerlang dan sehebat tokoh-tokoh besar Banten masa lalu. Akhirnya, untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja yang berkompetensi yang selaras dengan kebutuhan dunia usaha, perlu kiranya kita mengembalikan nilai-nilai mental yang di adopt dari karakter tokoh-tokoh Banten, melalui pelatihan mental switching, lalu mendorong SDM untuk memiliki kualitas yang tersertifikasi,

221 sehingga dapat memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja pada sektor manufaktur, perdagangan, jasa dan pariwisata serta utamanya adalah menciptakan wirausaha baru. Dan iklim semodel pemalakan bagi pencari kerja, harus diberantas. Karena sejatinya nilai jawara bukanlah para pemeras, bukan para perampok, bukan para pemalak, jawara Banten adalah pelindung rakyat, pembela kebenaran, berani dan menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Mari kembalikan kejayaan SDM Banten !

222

Tentang Penulis

Liza Mumtazah Damarwulan, Lahir di Pandeglang, 29 November 1974. Anak ketiga dari pasangan Prof. Dr. HM. Athoullah Ahmad, MA dan Hj. Siti Murtafiah, S.Sos.I. Menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Ekonomi Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Menyelesaikan S2 di Universitas Jendreal Soedirman (UNSOED) dan S3 di Program Doktor Ilmu Ekonomi Universitas Diponegooro (UNDIP). Aktid dalam berbagai kegiatan di Kampus saat kuliah (Mapala UMY, BEM FE, Teater, Jurnalistik, dll). Saat ini dipercaya menjadi Ketua Bidang Kesejahteraan Sosial dan Pendidikan Forum CSR Banten, Kepala Divisi pelatihan SDC Banten, Ketua Departemen pemberdayaan Perempuan ICMI Orwil Banten, dan Kepala Laboraturium Manajemen FEB Untirta. Penulis pernah bekerja di PT. PAN Asia Rattan tahun 19999, menjadi Training di PINBUK Indonesia sejak tahun 2000-sekarang, menjadi Credit Officer PT. Bank Danamon Indonesia, tbk Cabang Labuan tahun 2003. Dan sejak tahun 2003 sampai sekarang tercatat sebagai Dosen di FEB Untirta. Selain bekerja, penulis juGa memiliki usaha dan berpengalaman sebagai wirausaha.

223

224

PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH TERHADAP PENGEMBANGAN LOCAL GENIUS DI PROVINSI BANTEN

Oleh: H. Dedi Mulyadi Ketua Departemen Organisasi ICMI Orwil Banten

alam perjalanan pemerintahan daerah di Provinsi Banten telah menapak hingga yang ke 20, sejak berdirinya melalui D Undang-Undang N0 23 tahun 2000 yang disahkan pada tanggal 17 Oktober 2000, ini merupakan usia pemerintahan yang sudah dianggap lepas dari krisis identitas dari keajegan dalam melaksanakan pembangunan baik dalam konteks struktural maupun fungsional. Tinjauan pemikiran terhadap hal ini tentu perlu mengkaji secara kontekstualitas dari berbagai varian dominan yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah terhadap eksistensi Pemerintah Provinsi Banten beserta seluruh Pemerintahan yang meliputi 4 Kabupaten dan 4 Kota. Sebagaimana diketahui regulasi pengembangan otonomi daerah sejak kemerdekaan Republik Indonesia mengalami berbagai perubahan dan pengembangan, dimulai sejak UU No. 1 tahun 1945, yang mengatur tentang kedudukan Komite Nasional Daerah (KND). Komite ini dibentuk dalam rangka mempersiapkan pemilihan umum. KND terdapat pada beberapa tingkatan daerah, yaitu Kabupaten, Kota, dan Keresidenan. KND diharapkan menjadi BPRD (Badan Perwakilan Rakyat Daerah) yang setara dengan DPRD pada saat ini. Di dalam UU ini juga ditentukan bahwa 5 orang dari KND

225 menjadi Badan Eksekutif yang bersama dengan kepala daerah menjalankan kewajiban untuk mengatur rumah tangga di daerahnya. Berangsur-angsur diikuti dengan UU No. 22 Tahun 1948, UU No. 44 Tahun 1950, UU No. 1 tahun 1957, UU No. 18 tahun 1965, UU No. 19 tahun 1965, UU No. 5 tahun 1974, UU No. 5 tahun 1979, UU No. 22 tahun 1999 (UU ini mulai diundangkan pada Era demokrasi reformasi. Di dalam UU ini disebutkan bahwa jenis dan tingkatan daerah yang berlaku yaitu daerah provinsi, kabupaten, dan kota, yang membedakan dengan UU pemerintahan daerah yang sebelumnya yaitu di dalamnya disebutkan bahwa kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah dan DPRD sebagai Badan legislatif Daerah). Selanjutnya UU No. 32 tahun 2004, UU No. 12 tahun 2008 dan UU No. 23 tahun 2014. UU No. 9 Tahun 2015 (Keberadaan UU yang terakhir ini tidak lepas dari adanya pengaruh dari perubahan aturan mengenai pemilihan kepala daerah). Adapun tindak lanjut dari undang-undang ini yang mengatur mekanisme Pemerintahan di daerah , diantaranya adalah Peraturan Pemrintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, Peraturan Pemerintah N0 12 Tahun 2017 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018 tentang Kecamatan. Ditataran lapangan Peraturan Daerah merupakan landasan yang visibel, karena sesuai dengan TAP nomor III/MPR/2000 dan UU nomor 10 tahun 2004, Perda (Peraturan Daerah) diakui sebagai bagian dari hukum positif dan mempunyai tata urutan “resmi” dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun beberapa waktu silam Kemendagri membatalkan kurang lebih 3.143 Perda terkait Investasi yang dianggap kurang mengembangkan daya saing dan menghambat pertubuhan ekonomi.

226

Hal yang perlu menjadi pemikiran dan perlu selalu dicermati dalam konteks legislasi adalah jangan sampai terjadi terhindarnya adanya pengaturan yang bersifat kriminogenik dan viktimogenik. Peraturan yang bersifat kriminogenik adalah peraturan yang berpeluang/berpotensi menimbulkan kejahatan. Misalnya dibuat peraturan-peraturan yang bersifat koruptif dalam arti ketika diterapkan akan menimbulkan kerugian keuangan negara. Apabila Peraturan Perundang-undangan sudah bersifat kriminogenik, maka peluang untuk bersifat viktimogenik juga besar. Peraturan yang bersifat viktimogenik adalah peraturan yang berpeluang/berpotensi menimbulkan korban. Korban yang dimaksudkan disini bisa manusia, lingkungan hidup, kemandekan investasi dan lain-lain. Misalnya pemda membuat Peraturan Daerah tentang pengelolaan bahan tambang galian C, maka apabila pengaturannya tidak memperhatikan konservasi dan pemulihan lingkungan, maka lingkungan hidup disekitar kawasan pertambangan akan rusak dan dalam konteks ini lingkungan telah menjadi korban. Pada hakekatnya, menurut Soetjipto Rahardjo (2006), pembuatan Peraturan Perundang-undangan adalah sebuah proses memberi bentuk terhadap sejumlah keinginan dan pemberian bentuk tersebut dirumuskan melalui bahasa ke dalam norma yang tertulis. Perumusan melalui bahasa ke dalam norma adalah tahap akhir dari suatu proses panjang penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Proses ini dapat disebut sebagai proses transformasi. Tahap pertama dari proses tersebut adalah memberi bentuk terhadap berbagai kepentingan yang bersimpang siur dan mengubahnya menjadi harapan dan keinginan. Tahap kedua diusahakan agar keinginan perorangan menjadi keinginan suatu golongan atau kategori sosial. Tahap ketiga menjadikan keinginan perorangan yang sudah menjadi keinginan umum itu menjadi urusan

227 pemerintah. Hal ini adalah tahap untuk menjadikan keinginan umum tersebut sebagai problem. Tahap keempat adalah pengakuan golongan-golongan politik, bahwa problem tersebut adalah urusan yang membutuhkan campur tangan pemerintah. Tahap kelima adalah menempatkan problem tersebut dalam agenda pembuatan peraturan perundang-undangan. Tahap keenam adalah proses pembuatan/perumusan peraturan perundang-undangan Beberapa kasus yang muncul dibeberapa media yang terberitakan dan hampir telah diadvokasi oleh segenap komponen masyarakat diantaranya Penggalian tambang yang meyebabkan longsor dan banjir bandang di beberapa Wilayah Kabupaten Lebak dan penggalian gunung batu di daerah Bojonegara Kabupaten Serang. Otonomi Daerah Sebagai Solusi Otonomi daerah sebagai sebuah solusi stagnasi koordinasi vertikal dan pemerataan pembangunan guna mengurangi distorsi dan disparitas Pusat dan Daerah. Inilah salah satu quote yang hingga kini masih menjadi sebuah proses struktural akomodatif yang masih terus diperjuangkan. Sebagai bentuk koordinasi vertikal tersebut diantara terdapat beberapa proyek strategis nasional di daerah seperti beberapa proyek strategis nasional yang ada di wilayah Provinsi Banten tersebut yakni proyek pembangunan jalan tol Serang- Panimbang (83,6 km), jalan tol Serpong-Balaraja (30 km), proyek kereta api ekspres Soekarno Hatta-Sudirman (SHIA), proyek bandara Banten Selatan, Panimbang, pengembangan Bandara Soekarno Hatta (termasuk terminal 3), terminal LPG Banten kapasitas 1 juta ton/tahun, proyek energi asal sampah kota-kota besar (Semarang, Makassar, Tangerang), proyek pembangunan Bendungan Sindang Heula, pembangunan Bendungan Karian, pembangunan KEK Tanjung Lesung, dan percepatan infrastruktur transportasi, listrik dan

228 air bersih untuk 10 kawasan strategis pariwisata nasional (KSPN) prioritas Danau Toba, Pulau Seribu, Tanjung Lesung dan tujuh kawasan lainnya. Sebagai bukti pertanggung jawaban secara moral moralresponsibility (Pertanggungjwaban moral) dan matrial accountability (pertanggungjawaban materiil), berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Keuangan Oleh Perwakilan BPK Provinsi Banten tahun 2018 yang dilaporkan pada pertengahan tahun 2019, Pemerintahan di wilayah Provinsi Banten baik 4 Kabupaten dan 4 Kota serta Provinsi mendapat mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), artinya ini sebuah predikat yang cukup membanggakan sebagai sebuah prestasi pertanggung jawaban pembangunan. Perpspektif lainnya, bahwa Implementasi Otonomi Daerah merupakan upaya percepatan mengatasi ketertinggalan daerah dari marjinalisasi ketidakmampuan daerah dalam mengikuti arus perkembangan zaman. Hal menilik Keberhasilan, ditinjau dari status pembangunan mansuia di Banten Menurut Kepala Biro Pusat Statistik Provinsi Banten Adhi Wiriana (2019) ; IPM merupakan indikator yang digunakan untuk melihat perkembangan pembangunan manusia di suatu wilayah. Untuk melihat kemajuan pembangunan manusia, terdapat dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu kecepatan dan status pencapaian. IPM dihitung berdasarkan rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pengetahuan, dan pengeluaran. Penghitungan ketiga indeks ini dilakukan melalui standardisasi dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing komponen indeks. Indeks Pembangunan Manusia di Banten (IPM) 72, 44, terjadi peningkatan, dengan perincian: ; Kabupaten Pandeglang 64,91 dari 64,34, Kabupaten Lebak 63,88 dari 63,37, Kabupaten

229

Tangerang 71,93 dari 71,59. Selanjutnya Kabupaten Serang 66,38 dari 65,39, Kota Tangerang 78,43 dari 77,92, Kota Cilegon 73,01 dari 72,65. Lalu Kota Serang 72,10 dari 71,68 serta Kota Tangsel 81,84 dari 81,17, bila dipandingkan IPM Nasional yang berkisar 71, 92, maka rata-rata IPM Provinsi Banten menunjukkan kenaikan. Adapun Komponen Penunjang, menunjukkan bahwa Umur Harapan Hidup (UHP) 69, 84 tahun, Harapan Lama Sekolah (HLS) 12,88 tahun, Rata-rata lama sekolah (RLS) 8,74 tahun, Pengeluaran Per Kapita disesuaikan (PKP) Rp.12.3 Juta. Persepektif lain yang perlu dicermati, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Banten tertinggi kedua se-Indonesia sebesar 7,58 persen atau 465.800 orang. Angka ini juga lebih tinggi dari angka rata-rata nasional sebesar 5,34 persen. Menurut tingkat pendidikan, lulusan SMK paling mendominasi TPT di Indonesia. TPT yang berasal dari pendidikan SMK sebesar 11,24 persen, lulusan SMA sebesar 7,95 persen, lulusan diploma I/II/III sebesar 6,02 persen, lulusan universitas sebesar 5,89 persen, lulusan SMP sebesar 4,80 persen, dan sekolah dasar (SD) sebesar 2,43 persen. Angka kemiskinan di Provinsi Banten pada triwulan I tahun 2019 sebesar 5,25 persen, sedangkan rata-rata nasional sebesar 9,66 persen. Dengan capaian angka kemiskinan sebesar 5,25 persen menempatkan posisi Provinsi Banten pada urutan ke-5 tertinggi se-Indonesia. Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, Penilaian Ombudsman Perwakilan Banten mencatat indikator kualitas pelayanan publik 5 daerah di Banten masuk kategori buruk. Hanya Tangerang, Kota Tangerang, dan Tangerang Selatan yang memiliki nilai baik dalam memberikan informasi dasar pelayanan publik. Plt Kepala Perwakilan Ombudsman Banten Teguh P Nugroho (2019) mengatakan Ombudsman memiliki penilaian menggunakan

230 zonasi merah, kuning, dan hijau. Tiga daerah Tangerang Raya dikategorikan baik atau memasuki zona hijau. Sementara Pandeglang dan Kabupaten Serang masih masuk kategori pelayanan publik yang buruk atau merah. Sisanya, Lebak, Cilegon, dan Kota Serang masuk zona kuning atau kurang baik. Sedangkan bila menilik IKM Pemerintah Provinsi Banten (Penelitian Bapeda, 2018 ) menujukkan hasil 81,92 dengan kategori Baik. Melengkapi hasil evaluasi, sebuah survey yang dilakukan oleh Visi Research and Consulting (VISI) (2019) terhadap Kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur, menunjukkan bahwa ;“Kinerja Gubernur Banten sangat atau cukup memuaskan, yaitu sebesar 59,1%. Dan hanya 32,8% yang menilai kurang atau tidak memuaskan. Data ini tidak jauh berbeda dengan penilaian kinerja Wakil Gubernur Banten yang dinilai sangat cukup memuaskan, yaitu 52,9%," . Tinjauan dari beberapa pemikiran di atas menujukkan bahwa geliat otonomi daerah memiliki varian yang bertingkat, dengan menunjukkan ciri hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom (Provinsi, Kabupaten dan Kota) adalah bersifat tergantung dan bawahan (dependent and subordinate). (Prinsip ini berbeda dengan hubungan antara negara bagian dengan pemerintah federal yang menganut prinsip federalisme yang sifatnya independen dan koordinatif). Melalui prinsip hubungan tersebut, sejak dulu hingga sekarang ini, ketika terdapat persoalan di Daerah (Kabupaten dan Kota) yang nampaknya tidak mampu “ditangani” atau “tidak tertangani” baik secara kewenangan, tuposi dan prioritas maupun finansial, maka Daerah dapat meminta Provinsi sebagi Pemegang Otoritas Vertikal di daerah menaggulangi, mengatasi dan menyelesaikan persoal yang terjadi di Daerah tersebut, contoh Klasik misalnya Pembangunan Konservasi Banten Lama, yang sejak ditangani Kabupaten lalu beralih hingga kepada Kota Serang,

231 akhirnya melalui Pemerintah Provinsi Banten, dapat ditangani dan tertangani, walaupun prosesnya masih berlangung. Pengembangan Local Genius. Salah satu kekuatan pembangunan kapasitas sumber daya manusia yang menjadi character building adalah melalui aspek pengembangan yang menjadi banch mark dari suatu entitas budaya masyarakat tertentu. Secara Antropologis, Local genius ini merupakan istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales, (Ayatrohaedi, 1986) yang menunjukkan bahwa identitas atau kepribadian budaya bangsa yang mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai dengan watak dan kemampuan diri. Ciri-ciri local genius yang akhirnya menjadi sebuah kearifan lokal diantaranya; mampu bertahan terhadap budaya luar, memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar, mampu mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli, mampu mengendalikan, dan mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Dalam konteks kebantenan, keterbukaan masyarakat yang sejak dulu dikenal dengan permisif, yang terkadang tanpa reserve, inilah yang menyebabkan Cornelis De Houtman, pada taun 1596, ekspedisi pertama Belanda yang akhirnya, menginjakkan kakinya, mudah diterima oleh masyarakat Banten, yang pada akhirnya menjadi “tunas-tunas kolonialisme dan imperialisme” di Indonesia. Kita mengenal secara eksisting budaya lokal yang menjadi kekuatan local genius, diantaranya Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain Seni Bela Diri Pencak Silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor dan lainnya Analisis terhadap pengembangan local genius pada dasarnya bukan hanya mempertahankan berbagai seni dan budaya yang selama ini berkembang dan menjadi kebangggan masyarakat, akan tetapi

232 seberapa jauh peresapan nilai seni tersebut menjadi pemicu “Self Defence” terhadap budaya luar, yang secara sistematis, masif dan terstruktur mengikis secara pelan tapi pasti melalui berbagai media yang berkembang. Masalah lainnya adalah sudah pudarnya anak- anak zaman sekarang dalam memainkan permainan lokal di Indonesia. Zaman dahulu permainan anak-anak itu seperti bermain congklak, bermain layang-layang, gobag, gatrik, boy-boyan, petak umpet, enggrang, bermain lompat tinggi dan lain sebagainya sudah hilang tergantikan dengan gadget sehingga anak-anak sekarang menjadi individualis dan materialistis. Lalu remaja zaman sekarang lebih cinta dengan budaya negara lain yang kekinian seperti K-Pop (Korean Pop), budaya barat, bahkan hingga menari tarian modern (modern dance) daripada tarian tradisional. Ini merupakan masalah serius jika terus dibiarkan dalam jangka yang panjang. Beberapa hal yang menjadi penyusup bahkan memperngaruhi pemikiran masyarakat khususnya kaum milenial, diantaranya adalah; 1. Gaya idola, beberapa kalangan hampir lebih banyak memiliki histeria terhadap Gaya selebritas luar negeri dibanding dengan selebritas nasional; 2. Musik, dibandingkan dengan musik dangdut atau musik tradisonal, mereka lebih terkesiap dengan raungan musik K-Pop, grunge, dan Musik DJ, yang beberapa kali pertunjukkan di hall tertutup maupun terbuka, seperti terbawa arus dan terbius dengan mudahnya, 3. Busana, hampir satu dekadean, gaya jean ketat terutama perempuan muda, hampir tidak tergeser dan berubah kecenderungannya, 4. Kuliner, sajian fast food, junk food dan bergaya rasa luar negeri, sudah hampir mewabah dalam berbagai sajian dari mulai kelas warung sampai cafe dengan berbagai variasi tempat, yang bila dibandingkan beberapa tahun silam, sangat frontal perkembangannya, 5. Pergaulan, berbagai kasus dampak pergaulan hingga penyimpangan seksual, hampir nampak secara frontal dan

233 ekstrim terjadi di sekitar kehidupan masyarakat, 6. Komunitas, maraknya pergaulan secara komunitas yang bergaya sosialita dan selebritas, sudah sedemikian maraknya. 7. Penggunaan alat komunikasi, gagdet dan Android serta sejenisnya, menyebabkan tingkat sentuhan sosial, terlihat individualitas sekali, dan masih banyak lagi gejala patologi sosial lain yang berlangsung di sekitar masyarakat kita Berbagai fenomena sosial yang berkembang tersebut sengaja kita ungkap agar menjadi bahan kajian oleh pemangku kepentingan dalam menentukan arah kebijakan dan implementasi pembangunan secara terprogram. Oleh Karena itu, kebijakan otonomi daerah dengan berbagai kewenangan, tupoksi dan prioritas yang dimiliki Provinsi, Kabupaten dan Kota, sudah saatnya memiliki fokus tersendiri terhadap pengembangan social building yang berbasis kearifan lokal. Upaya yang selama ini masih belum efektif secara optimal, bisa di mulai di lingkungan birokrat, misalnya secara periodik pada hari atau saat tertentu, harus dipaksakan menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar komunikasi baik antar sesama maupun dengan masyarakat secara konsisten, mengenakan busana daerah, dalam berbagai jamuan, menyajikan kuliner khas daerah, mengingat Banten sebagai daerah religius, maka nilai-nilai keagamaan ditunjukkan secara konsisten termasuk pada pelaksanaan simbol-simbol upacara resmi, kebijakan penerapan muatan lokal pada semua jenjang pendidikan. Apabila pembiasaan kebijakan yang bertumpu mengembangkan local Genius tersebut secara sistematif, masif dan terstruktur diantaranya dengan tetap mengadakan festival atau pagelaran budaya daerah secara terprogram di berbagai tempat,di samping merupakan potensi wisata daerah, maka masyarakat akan tergerak, tersentuh dan mengikuti perilaku panutannya untuk selalu menjung tinggi kearifan lokal yang ada

234 disekitarnya tanpa dipaksa dan timbul melalui kesadaran secara mandiri. Akhirnya, Local genius sebagai simbol paradigma dan eksistensi daerah harus tetap dijaga, dipertahan dan dipelihara serta terus dikembangkan, gunan menangkal borderless globalisasi. [*]

235

Tentang Penulis

H. Dedi Mulyadi, Drs.M.Si, Lahir di Cilegon, 2 Januari 1962, lulus. Menyelesaikan S1 Program Pendidikan Management IIKIP Bandung dan Lulus S2 Ilmu Administrasi Negara UNPAD Bandung, sejak 1986/ 1987 menjadi Dosen Tetap di STIA Maulana Yusuf Banten dan pernah menduduki Jabatan dari mulai Staf hingga Unsur Pimpinan hingga sekarang ini. Selain menjalankan fungsi Tri Dharma Perguruan Tinggi, juga sebagai Tenaga Edukatif di beberapa PTS di Kota Serang. Kegiatan Penelitian dan Konsultan atau Nara Sumber dilakukan secara mandiri dan kelembagaan baik internal maupun kerja sama dengan berbagai DIBAROKAN baik Kabupaten, Kota dan Provinsi (khususnya pada awal dan pertengahan perkembangan Pemerintahan Provinsi Banten). Dalam berorganisasi di Masyarakat, menjadi Pengurus wadah perguruan Tinggi yaitu APTISI dan ABPTSI Provinsi Banten, ICMI Orda Cilegon dan Orwil Banten, Lembaga Pernafasan Sapta Daya Banten, BKM, Hipmikindo, Salah seorang Pendiri Lembaga Pendidikan Husada Pratama dan lainnya. Aktif diberbagai even lokal, regional dan Nasional sesuai dengan kapasitasnya. Ketika menjadi Mahasiswa menggeluti bidang Seni Teater di Studi klub Teater Bandung (STB)

236

QUO VADIS BANK BANTEN: TOO LITTLE TOO LATE

Oleh: Rizqullah Thohuri Wakil Ketua ICMI Orwil Banten

asyarakat Banten belakangan ini dikejutkan dengan adanya pemberitaan di media tentang penarikan dana Kas M Daerah Pemprov Banten di Bank Banten dan dipindahkan ke Bank BJB Jawa Barat berdasarkan SK Gubernur BANTEN NO. 580/Kep.144-Huk/2020 tgl 21 April 2020, dengan alasan untuk mengamankan pelaksanaan social safety netdan adanya gagal bayar dimana Bank Banten tidak dapat melaksanakan permintaan Pemprov Banten untuk menyalurkan dana bagi hasil pajak ke kabupaten kota se Provinsi Banten dengan total nilai mencapai hampir Rp.900 miliar (https://cnbcindonesia.com, tanggal 24 April 2020, pkl 14:52 dan berbagai media lain). Surat Keputusan Gubernur tersebut telah menimbulkan kepanikan di masyarakat, terutama nasabah Bank Banten, yang kemudian berramai-ramai melakukan penarikan dana via ATM yang ternyata tidak ada dananya. Kekosongan uang pada mesin ATM bank merupakan peristiwa fatal karena hal tersebut berarti bank tidak mampu memberikan layanan kepada nasabahnya yang ingin uangnya sendiri dan sekaligus menurunkan kepercayaan nasabah dan masyarakat kepada bank tersebut. Padahal, bank adalah lembaga kepercayaan dalam arti bahwa bisnisnya adalah mengelola kepercayaan masyarakat. Himbauan Gubernur agar masyarakat tidak

237 panik tentu saja tidak memiliki makna karena dengan dialihkannya dana kas daerah dari Bank Banten ke bank BJB adalah merupakan bentuk kepanikan dan ketidak percayaan Gubernur terhadap bank miliknya sendiri. Jadi bagaimana mungkin Gubernur meminta masyarakat untuk tidak panik sementara dirinya sendiri sudah panik lebih dahulu?. Bilamana dana kas daerah tersebut merupakan dana untuk pengamanan sosial, Gubernur berada dalam posisi dilematis karena disatu sisi, beliau harus mengamankan dana masyarakat via socialsafety net yang sekarang ini sangat dibutuhkan sehubungan dengan adanya musibah covid-19, tetapi disisi lain, beliau juga adalah Gubernur Pemprov Banten yang memiliki Bank Banten yang selama ini berupaya untuk menyelamatkan Bank Banten dari kerugian yang terus menerus dan menggerogoti dana APBD Banten untuk menambah modal bank tersebut. Sejak memiliki Bank Banten pada tahun 2017, Pemprov Banten telah menggunakan dana APBD untuk penambahan modal bank tersebut mencapai Rp. 615 miliar. Keputusan Gubernur untuk mengalihkan pengelolaan uang kas Daerah dari Bank Banten ke Bank BJB secara langsung bermakna penarikan kepercayaan & dukungan terhadap Bank Banten dan secara bersamaan pemberian kepercayaan & dukungan kepada bank BJB yang sejalan dengan adanya rencana penggabungan Bank Banten kedalam Bank BJB sesuai Letter of Intent (LOI) yang ditanda tangani oleh Gubernur Banten dan Gubernur Jawa Barat tertanggal 23 April 2020, sebagaimana tersebut pada butir 1 surat Bank Banten No.395/DIR- BB/IV/20, tgl 23 April 2020 yang ditujukan kepada PT Bursa Efek Jakarta dalam rangka pemenuhan keterbukaan informasi. Surat Keputusan Gubernur dan LOI diatas adalah suatu rangkaian upaya penggabungan Bank Banten ke dalam Bank BJB, bukan penyelamatan Bank Banten, karena dengan penggabungan

238 tersebut berarti Bank Banten dilebur ke bank BJB sehingga nama dan operasional Bank Banten akan hilang.Apakah rencana penggabungan tersebut menguntungkan masyarakat Banten dan dapat berjalan baik tentunya membutuhkan analisis lebih mendalam karena hal tersebut tergantung bagaimana hasil due diligence yang akan dilakukan oleh Bank BJB terhadap bank Banten. Yang jelas, nama Bank Banten akan hilang dan harapan masyarakat Banten untuk memiliki bank daerahnya sendiri akan ikut punah. Pertanyaannya adalah mengapa hal ini sampai terjadi?. Analisis dibawah ini berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut secara objektif dengan maksud agar kita semua dapat memahami dengan baik dan komprehensif tentang permasalahan Bank Banten.

Bermasalah sejak awal. Bank Banten pada awalnya bernama Bank Eksekutif yang berdiri pada tahun 1993 dengan fokus bisnis pada sektor korporasi atau usaha berskala besar tetapi dalam perjalanannya tidak berjalan baik dan mengalami penurunan kecukupan modal yang dipersyaratkan oleh otoritas. Bank Eksekutif adalah bank sakit yang tidak pernah sembuh sampai akhirnya pada pertengahan tahun 2010 dijual kepada Perusahaan Investasi bernama PT. Recapital Securities, yang salah satu pemegang sahamnya waktu itu adalah mantan calon wakil Presiden. Oleh Recapital, nama Bank Eksekutif diganti dengan Bank Pundi dengan merubah model bisnisnya ke sektor UMKM dan memperbanyak jumlah kantor cabang ke berbagai daerah provinsi sampai ke Makasar, Denpasar, Manado dan ke daerah luar jawa lainnya. Setelah 6 (enam) tahun berjalan, bank Pundi tidak juga menunjukkan perkembangan bisnis yang baik. Pada tahun 2014, bank Pundi memiliki aset sebesar Rp 9,0 triliun dengan kerugian sebesar -Rp120 miliar dan pada tahun 2015, asetnya turun 34%

239 menjadi Rp5,9 triliun dengan kerugian naik tajam sebesar 175% menjadi -Rp331 miliar. Pada pertengahan tahun 2016, bank Pundi yang dalam kondisi sakit tersebut akhirnya dijual ke Pemprov Banten dan berubah nama menjadi Bank Banten. Yang menarik adalah pada awal menjadi bank Banten, sahamya sempat diperdagangkan pada harga tertinggi Rp135 per lembar, tetapi selama tahun 2017 harga saham bank Banten menurun terus dan stagnan di harga Rp50 per lembar hingga saat ini. Artinya, kinerja bank Banten (ex. Bank Pundi) dinilai tidak bagus dan sahamnya tidak diminati oleh investor di pasar modal. Disamping itu, yang patut disayangkan adalah bahwa pembelian bank Pundi menjadi bank Banten tidak melibatkan Pemerintah Kabupaten kota, padahal bisnis bank itu adanya di daerah kabupaten kota, bukan di tingkat provinsi sehingga menyulitkan bank Banten untuk melakukan penetrasi pasar dan untuk memenuhi kebutuhan tambahan modalnya sewaktu-waktu, mengingat Pemerintah Provinsi memiliki keterbatasan pendanaan melalui ABPDnya. Pada akhir tahun 2016 atau sekitar 6 (enam) bulan setelah Pemprov Banten memiliki bank, aset bank Banten sebesar Rp5,2 triliun atau turun 11% dari tahun 2015 dengan kerugian bersih mencapai -Rp405 miliar atau meningkat sebesar 22% dari tahun 2015.Artinya, prosentase peningkatan kerugian bank Banten adalah 2 (dua) kali lebih besar dari prosentasi penurunan asetnya pada tahun 2016.Namun demikian, Manajemen Bank Banten terutama sejak tahun 2017 sampai dengan tahun 2019 sebenarnya telah berupaya untuk memperbaiki kinerjanya dan telah berhasil menurunkan angka kerugian secara signifikan. Total Aset meningkat sebesar 53,84% dari Rp.5,2 triliun pada tahun 2016 menjadi Rp. 8,1 triliun pada tahun 2019. Kerugian bank Banten selama 3 tahun (2017-2019) totalnya -Rp313 miliar, jauh lebih kecil dari dari total kerugian

240 selama 2 tahun sebelumnya (2015-2016) yang mencapai -Rp736 miliar atau penurunan kerugian (kinerja positif) sebesar 57% dengan keterbatasan permodalan yang dimilikinya. Efisiensi operasional juga membaik sebagaimana tercermin pada rasio Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO), yaitu dari 195,70% pada tahun 2016 menjadi 129,22% pada tahun 2019. Bahkan kinerja Bank Banten pada tahun 2017 dan 2018 masih relatiflebih baik dari 2019. Aset meningkat menjadi Rp7,66 triliun pada 2017 dan meningkat lagi menjadi Rp9,48 triliun pada 2018. Kerugian pada tahun 2017 hanya sebesar -Rp76,28 miliar tetapi naik lagi menjadi – Rp100,13 miliar pada 2018 vs. –Rp405,12 miliar pada tahun 2016 dan -Rp137,56 miliar pada tahun 2019. Kinerja yang relatif lebih baik pada 2017 dan 2018 tersebut tidak segera diikuti dengan penambahan modal yang sebenarnya sudah dibutuhkan sejak 2017 dimana rasio kecukupan modalnya (Capital Adequacy Ratio/CAR) menurun dari 13,22% pada 2016 menjadi 10,22% pada 2017. Dalam dunia perbankan, permodalan diatur secara ketat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan setiap bank harus memiliki modal minimum yang ditetapkan oleh lembaga tersebut. Adalah tanggung jawab pengurus dan pemilik bank untuk selalu memenuhi ketentuan permodalannya. Oleh karena kebutuhan tambahan modal tidak kunjung dipenuhi, selain juga masalah manajemen dan pengawasan internal, maka kinerja Bank Banten terus memburuk hingga akhir tahun 2019 dan berujung pada kegagalan bayar Bank Banten kepada nasabah dan bahkan ke Pemprov Banten sendiri. Secara bisnis, bank Banten sebenarnya memiliki prospek dan potensi bisnis yang sangat besar karena wilayah kerja Banten terutama dari Tangerang, Serang sampai ke Cilegon merupakan kantong-kantong bisnis dengan ratusan perusahaan (perusahaan

241 dalam dan luar negeri) beroperasi, ribuan karyawan yang bekerja, jutaan warga masyarakat yang berdomisili, termasuk proyek-proyek Pemda dan jutaan ASN, yang semuanya membutuhkan layanan perbankan. Oleh karenanya, kinerja bank Banten yang positif diatas, dalam arti sudah mampu menurunkan angka kerugian secara siginifikan, masih dapat ditingkatkan lagi dengan re-orientasi model bisnis, fokus pada pemanfaatan potensi ekonomi dan bisnis daerah Banten dan tentunya pemenuhan kebutuhan permodalan. Re- orientasi model dan fokus bisnis perlu dilakukan terutama karena hingga saat ini Bank Banten masih mempertahankan kantor-kantor cabang yang berada diluar wilayah Banten seperti di Semarang, Solo, Denpasar, Karawang, Manado dan lainnya sementara potensi bisnis di wilayah Banten sendiri belum dimanfaatkan secara optimal. Kantor-kantor cabang tersebut perlu dievaluasi dan dapat direlokasi ke wilayah Banten yang masih sangat luas. Too Little Too Late. Pemprov Banten seyogyanya melihat permasalahan bank Banten secara objektif dan mengesampingkan faktor diluar pertimbangan bisnis dalam upaya mencari solusinya. Masalah bisnis tentu harus diselesaikan secara bisnis. Harus diakui bahwa bank Pundi sebelum dibeli dan menjadi bank Banten adalah bank yang sakit parah tetapi manajemen bank Banten dalam kurun waktu 3 tahun terakhir telah mampu mengurangi tingkat sakitnya (dengan keberhasilan menurunkan angka kerugian secara signifikan), dan dengan memperhatikan prospek & potensi bisnis kedepan masih ada harapan besar bagi bank Banten untuk sembuh total. Tentu saja, harapan besar tersebut hanya mungkin terwujud bila bank Banten mendapatkan dukungan penuh dari pemiliknya, bukan malah menghentikan pengelolaan dana kas daerah. Penarikan dana kas

242 daerah dari bank Banten sama artinya dengan penarikan selang infus terhadap pasien yang sedang sakit. Penggabungan bank Banten ke dalam Bank BJB bukanlah merupakan solusi bisnis yang tepat dan dinilai sebagai langkah yang “too little too late” karena Pemprov tidak segera mengatasi masalah permodalan sejak awal sehingga kondisi Bank Banten saat ini semakin memburuk. Penggabungan tersebut akan otomatis menghilangkan harapan besar masyarakat Banten untuk memiliki sebuah bank karena nama bank Banten akan hilang. Penggabungan tersebut juga sangat tergantung kepada hasil due diligence bank BJB terhadap bank Banten sehingga hasilnya belum pasti sementara bisnis bank Banten dipastikan akan menurun tajam karena telah kehilangan kepercayaan dari pemiliknya (Pemprov Banten) yang telah lebih dahulu mengalihkan pengelolaan dana kas daerahnya ke bank BJB, yang tentunya akan diikuti dengan kehilangan kepercayaan dari masyarakat. Hal yang perlu digaris bawahi disini adalah bahwa pengalihan pengelolaan dana kas tersebut bukan semata-mata pengalihan uang kas sehingga dukungan pendanaan bagi bank Banten menurun signifikan tetapi yang lebih penting adalah bahwa pengalihan pengelolaan uang kas pemda tersebut dapat dinilai sebagai bentuk ketidak percayaan Pemprov dan penarikan dukungan kepada Bank Banten. Bagaimana mungkin bank Banten yang nota bene adalah bank daerah dengan nama legal “PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk” tidak diberi kepercayaan untuk mengelola dana kas daerah oleh pemiliknya sendiri dan untuk kemajuan bank Banten dan masyarakat Banten?. Rencana penggabungan bank Banten ke dalam Bank BJB juga tidak memiliki momentum yang tepat saat ini karena kondisi ekonomi dan bisnis yang sedang terpuruk dengan adanya wabah

243

Covid-19. Semua sektor usaha apapun termasuk perbankan akan mengalami penurunan bisnis dalam 1 – 2 tahun kedepan sehingga peluang berhasilnya rencana penggabungan tersebut menjadi relatif kecil. Sekalipun berhasil, bisa dipastikan bank BJB akan menerima bank Banten dengan nilai yang sangat kecil dan mungkin tidak berarti karena dengan kondisi bank Banten dan lingkungan bisnis yang kurang baik, Pemprov Banten akan memiliki daya tawar (Bargaining Position) yang lemah. Kesediaan memindahkan dana kas daerah ke bank BJB sebelum dilakukan due diligence dapat dianggap bahwa Pemprov Banten telah lempar handuk dalam mengatasi masalah permodalan bank Banten. Pemprov Banten akan dapat kehilangan dana modal bank Banten yang bersumber dari APBD yang nota bene dana masyarakat Banten dan juga akan kehilangan peluang untuk mengkapitalisasi dana tersebut dengan hilangnya bank Banten yang selama ini berada dalam kendalinya. Alternatif Solusi. Provinsi Banten adalah daerah yang religius, memiliki motto “Iman dan Taqwa” serta memiliki visi membangun masyarakat Banten yang berakhlakul karimah. Artinya nilai-nilai keagamaan sangat mewarnai kehidupan masyarakat dan pengelolaan daerah disetiap tingkatan pemerintahan daerah. Sejalan dengan visi misi dan motto tersebut dan mengingat usia Provinsi Banten sudah mencapai 20 tahun, maka sudah waktunya Banten juga memiliki sebuah bank syariah untuk memberikan jaminan kehalalan aktifitas ekonomi keuangan masyarakat dan sekaligus ikut mewujudkan pengamalan kehidupan keagamaan khsusnya dibidang ekonomi & keuangan masyarakat Banten secara kaffah. Siapapun muslim terlebih lagi mereka yang memiliki kekuasaan dan pengaruh berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mewujudkannya.

244

Ketentuan OJK yang masih berlaku saat ini tentang persyaratan modal untuk bank syariah yang masuk dalam kategori BUKU 1 (bank syariah dengan aset maksimal Rp10 triliun) adalah Rp1 triliun. Bank Banten masih masuk dalam kategori ini karena asetnya masih dibawah Rp10 triliun. Sementara persyaratan modal untuk bank konvensional dalam kategori yang sama adalah Rp3 triliun. Dengan demikian, bank Banten dapat dikonversi menjadi Bank Banten Syariah tanpa harus menambah modal dalam jumlah yang sangat besar. Bank-bank Pembangunan Daerah yang telah lebih dahulu dikonversi menjadi bank syariah adalah Bank Aceh Syariah, Bank NTB Syariah. Saat ini, sedang proses konversi ke bank syariah adalah Bank BPD Sumbar, BPD Riau dan BPD . Banten seharusnya lebih layak memiliki bank syariah karena selain masyarakatnya religius tetapi juga memiliki potensi ekonomi dan bisnis yang jauh lebih baik dari kelima daerah provinsi diatas. Konversi bank Banten menjadi Bank Banten Syariah tentunya akan mendapat dukungan lebih besar dari masyarakat daripada penggabungan Bank Banten ke dalam Bank BJB yang berarti mematikan atau menghapus Bank Banten yang selama ini menjadi harapan dan kebanggaan masyarakat Banten. Dengan upaya keras manajemen Bank Banten selama ini dan ditambah dengan perlunya re-orientasi model bisnis dan keterlibatan aktif semua pemangku kepentingan dalam memajukan bank Banten (Syariah), Banten masih dapat mempertahankan kepemilikan banknya, menjaga kepercayaan dan kebanggaan masyarakatnya sebagai modal besar untuk menyongsong masa depan Banten yang lebih baik dan berakhlakul karimah. Dengan demikian, konversi Bank Banten menjadi Bank Banten Syariah adalah solusi terbaik saat ini. Wallahu a’lam bissawab.

245

Tentang Penulis

Dr. H. Rizqullah Thohuri, MBA lahir di Serang tanggal 16 Februari 1957. Menyelesaikan pendidikan dasar hingga menengah atas di Serang. Melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta (S1-1982), Baldwin Wallace College, Ohio, USA (S2-1985) dan Universitas Trisakti Jakarta (S3-2012). Memiliki pengalaman perbankan selama 40 tahun dan pernah menduduki posisi sebagai General Manager di Bank BNI Cabang Utama Padang, Medan dan London, Inggiris. Pemimpin Wilayah Bank BNI Jawa Timur dan Pemimpin Divisi Usaha Syariah dan Divisi Manajemen Risiko Kantor Pusat Bank BNI. Jabatan terakhir adalah Direktur Utama dan Komisaris Independen Bank BNI Syariah dan Komisaris Independen PT Grha 165 dan PT Asuransi Tri Pakarta. Selama 15 tahun sejak 2005, menjadi dosen di Universitas Trisakti dan Universitas Indonesia untuk mata kuliah Perbankan Syariah, Manajemen Risiko dan Desain Produk Keuangan Islam. Menjadi Ketua Tim Penyusunan 3 buah Buku berjudul Mengenal Bank Syariah, Mengelola Bank Syariah dan Strategi Bisnis Bank Syariah. Di ICMI orwil Banten menjabat sebagai Wakil Ketua.

246

BANK BANTEN RIWAYATMU KINI: #Duh Aing

Oleh: Khatib Mansur

Pendahuluan ada malam jelang hari pertama bulan suci Ramadhan 1441 Hijriyah, saya duduk di teras rumah. Daun jendela sengaja P saya buka agar ada semilir angin malam masuk. Malam itu sepi. Tanpa sengaja mata saya tertuju pada jam dinding. Di bawah jam dinding itu ada foto berfigura ukuran 40x50 cm, gambar Presiden H. (Gus Dur) sedang bersalaman dengan tokoh-tokoh masyarakat Banten di Bina Graha, Jakarta, (18 Juli 2000), dalam rangkaian Perjuangan Pembentukan Provinsi Banten. Detak jarum jam malam itu baru menunjukkan waktu tepat pukul 21.00 WIB. Suasana malam itu belum terlalu larut, tapi sudah sepi. Sesekali angin malam menerpa lembut. Kopi dalam gelas baru separuh habis, namun kretek sin masih berada di antara jari-jari tangan yang baru saya sulut. Perlahan-lahan malam itu semakin larut. Seakan-akan semuanya terlelap dalam tidur. Lalu saya merenung. Terlintas dalam pikiran. Saya membayangkan berita kemarin, Rabu, 22 April 2020, yang “meledak” di tengah matahari cerah siang itu. Berita online yang saya baca berjudul: “Di Tengah

247

Covid-19, WH Tunjukan Gaya Koboi Tarik Kasda Bank Banten ke BJB”.1 Pikiran saya terbang membayangkan sejarah Bank Banten sewindu yang lalu, karena Bank Banten yang dibentuk atas dasar aspirasi rakyat Banten melalui Perda Nomor: 4 Tahun 2012 tentang RPJMD Pemprov Banten 2012-2017, tidak lepas dari semangatnya membangun Banten untuk kesejahteraan rakyat. Bank Banten memang punya catatan sejarah. Meskipun secara fisik monument Bank Banten sudah tidak ada, namun sejarah bicara itu. Sama nilainya dengan pendirian monument perjuangan para Pahlawan Nasional di Surabaya, 10 Nopember 1952 – sebagai upaya merawat semangat patriotisme dalam mengisi pembangunan nasional bangsa Indonesia – Presiden Soekarno berharap agar monument tersebut terus bercerita kepada anak-anak kita, kepada semua angkatan yang masih akan lahir di bumi Indonesia. “Tiap-tiap orang yang melewati monument pahlawan itu akan berhenti sejenak, dan merasa terharu hatinya, merasa jantungnya berdenyut lebih cepat, dan darahnya mengalir lebih deras karena ingat perjuangan para pahlawan kemerdekaan masa lalu, membangkitkan kembali semangat pahlawan bangsa Indonesia secara massal, setelah berabad-abad lamanya terpendam, bersembunyi di dalam debunya sejarah”, katanya.2 Sebagai perbandingan dari semangat itu, pada permulaan revolusi Amerika Serikat, Patrick Henry berseru: Is life so dear, or peace so sweet, as to be purchased at the price of chains and slavery? Forbid it Almighty God! I know not what course others may

1. Dikutip dari KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April 2020, pukul 17.06.00 WIB. 2. Dikutip dari buku: Kumpulan Amanat Penderitaan Rakyat, (tanpa tahun), halaman 1853-1854.

248 take, but as for me, give me liberty or give me death!” (Apakah hidup demikian tinggi nilainya dan damai demikian manisnya, sehingga layak dibeli dengan rantai dan perhambaan sebagai harganya? Ya…Tuhan Yang Maha Kuasa, hindarkanlah itu! Aku tak tahu apa yang akan diperbuat oleh orang-orang lain, tapi bagiku sendiri, berilah aku kemerdekaan, atau berilah aku mati!).3 Iman Takwa Perjuangan di era reformasi (1999-2000), Provinsi Banten terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, yang ditandatangani oleh Presiden4 H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tanggal 17 Oktober 2000, dan masuk dalam Lembaran Negara Nomor: 182. Setelah itu, Pemerintahan Provinsi Banten diresmikan pada tanggal 18 Nopember 2000, bersamaan dengan pelantikan Pj. Gubernur Banten, Drs. H. Hakamuddin Djamal, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 286/M/2000.5 Peresmian Provinsi Banten dan Pelantikan Pj. Gubernur Banten itu dilaksanakan oleh Mendagri Suryadi Soedirdja di Alun-alun sebelah Barat Kabupaten Serang (kini, Kota Serang).6 Dua tahun kemudian, guna memantapkan visi-misi ke depan, Pemda Provinsi Banten membuat Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 2 Tahun 2002 tentang Makna Lambang sebagai motto juang pembangunan Provinsi Banten dengan ruh: iman takwa.

3. Ibid. 4. Pasal 4 ayat [1] Undang-Undang Dasar 1945: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahahan menurut Undang-Undang Dasar”. 5. Khatib Mansur, dalam buku: Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi, Catatan Kesaksian Seorang Wartawan, 2001: 485. 6. Ini awal sejarah di era reformasi, pelantikan pejabat Gubernur dilaksanakan di lapangan terbuka.

249

Judul tulisan tersebut di atas, saya mencoba menelaah kembali untuk mengukur seberapa besar dan seberapa lurusnya menjabarkan nilai-nilai luhur itu dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat Banten, sebagai berkah dari cita-cita dan ide besar, yakni mewujudkan kesejahteraan rakyat Banten selama dalam perjalanan mengisi pembangunan Provinsi Banten, karena dari aspek ekonomi Banten punya potensi besar, namun belum tergali secara maksimal untuk kesejahteraan rakyat Banten. Oleh karena Pemprov Banten ini sudah “mematenkan” semangat iman takwa, maka untuk mengukurnya harus diurut dari sejarah perjalanan asal-usul lahirnya ruh iman takwa itu sendiri, yakni diutusnya Nabi Muhammad SAW, di muka bumi ini untuk menyempurnakan akhlak: “Innamaa bu’its-tu li utammima makaarimal akhlaq” (Sesungguhnya aku diutus oleh Allah SWT, untuk menyempurnakan akhlak). Selain itu, Allah SWT sudah mendeklarasikan bahwa manusia adalah makhluk yang dimuliakan di muka bumi ini.7 Sebelum Nabi Muhammad SAW, diutus di muka bumi dinamika politik di penjuru dunia tergolong rusak, yang berkuasa menindas yang lemah, sewenang-wenang karena akal pikiran manusia masih ditutupi kabut jahiliyah (kebodohan). Dalam kondisi politik yang kacau dan tak berprikemanusiaan itulah asal-usul Al- Quran diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, diusia 40 tahun (awal kenabian). Sebagai gambaran atau potret masyarakat zaman tua itu, berkaca pada abad V Masehi, sudah ada kerajaan besar, yakni

7. “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Bani Israail: 70).

250 kerajaan Romawi Timur yang terletak di antara Laut Andalusia (Spanyol) di sebelah Barat, yang batas-batasnya antara lain sebelah Timur pinggir sungai Dajlah, sebelah Utara sampai ke Negeri Tatar dan sebelah Selatan sampai ke Ethiopia (Habsyi). Kerajaan Romawi Timur itu mencapai puncaknya sesudah lepas dari zaman Constantin Agung dengan seorang Raja Justinianus (522-565 Masehi), yang berkuasa selama 37 tahun.8 Raja itu bercita- cita hendak menghidupkan kembali kebesaran Romawi yang lama. Oleh sebab itu, diutusnya pahlawan-pahlawan angkatan perangnya yang gagah perkasa menaklukkan negeri-negeri yang jauh di belahan bumi ini, ditaklukkannya Afrika Utara sampai Spanyol sesudah perang selama 20 tahun lamanya. Tercatat lebih dari 40 negeri yang telah ditaklukkan oleh Raja Justinianus ini, dan 930 daerah yang subur makmur jatuh dalam kuasanya. Di tiap-tiap negeri yang sudah takluk itu disuruhnya memajukan bidang pertanian, pertukangan dan beraneka usaha kerajinan (ekonomi kreatif). Setelah itu dikeluarkanlah berbagai peraturan untuk mengatur negeri, dibangun tempat-tempat ibadah, istana-istana, sarana lainnya. Selain sukses menaklukkan wilayah Barat dan Timur, kemudian memperluas wilayahnya sampai ke Iran (Parsi). Karena kerakusan Raja itulah sering terjadi bentrok dan peperangan, menindas jutaan orang penduduk negeri yang menolak adanya pejajahan. Namun peperangan yang tiada henti-hentinya itu menyebabkan kerajaan Romawi Timur (Bizantium) lama kelamaan menjadi lemah, dan akhirnya mengalami kemunduran (sympton of decline).9 Apalagi setelah Raja Justinianus mangkat, kelemahan itu

8. Prof. Dr. , dalam buku: Sejarah Umat Islam, 1975:120. 9. “Dan masa kejayaan dan kehancuran itu Kami pergilirkan di antara manusia agar mereka mendapat pelajaran…..”. (Q.S. Ali Imron: 140).

251 tak dapat ditahan-tahan lagi. Kekuasaan Romawi Timur diserahkan kepada anak saudaranya, Justinianus II. Silih berganti kekuasaan terus terjadi. Muncul raja generasi berikutnya, Tibarius, dan setelah itu diganti oleh Marius, dan diganti lagi oleh Focas sebagai raja berikutnya. Akan tetapi, Raja Focas dibenci oleh rakyat kerajaan itu, bahkan dianggap percuma jadi Raja, karena Raja Focas itu ternyata dungu,10 tidak mengerti mengurus negara, tata kelola pemerintahan kacau, hukum tak ditegakkan, sewenang-wenang dan lain sebagainya sehinggga rakyat hidup dalam kecemasan dan kesengsaraan, muncul rasa benci terhadap Raja Focas, karena ia menjadi seorang Raja tapi tidak menguasai permasalahan rakyatnya, bahkan sudah sangat memalukan karena pemerintahan yang ia pimpin banyak kebohongan. Rakyat kerajaan Romawi Timur itu sangat berharap semoga muncul seorang raja yang dapat melepaskan mereka dari pemerintahan raja yang dungu. Terdengar kabar bahwa ada seorang Gubernur yang memerintah di Afrika, namanya Hiraclius (Hilaqlu), memiliki kecerdasan luar biasa. Penduduk Constantinopel mengharapkan ia pulang untuk melepaskan negeri dari pimpinan raja yang tidak berpengetahuan itu. Hiraclius mengabulkan permintaan mereka, kemudian ia datang dengan iring-iringan armada pengawalan memasuki Kota Constantinopel. Raja Focas yang sudah disingkirkan dari kerajaan Romawi Timur itu dibunuh. Dan Hiraclius duduk di dalam singgasana kerajaan Romawi Timur pada Tahun 610 Masehi. Pada masa pemerintahan Hiraclius juga kacau karena nilai kemanusiaan sudah

10. Dapat dipastikan istilah “dungu” yang sering dilontarkan oleh pengamat politik Rocky Gerung di forum ILC dan di forum lainnya kemungkinan berasal dari sejarah ini.

252 terjerumus dalam jurang ketidakadilan, tanpa aturan dan jauh dari tuntunan agama, penindasan terhadap rakyat semakin menjadi-jadi.11 Raja Hiraclius sangat berkuasa di kerajaan Romawi Timur selama 31 tahun (610-641).12 Dalam kondisi itulah, Muhammad SAW diusia 40 tahun menerima wahyu dari Allah SWT melalui malaikat Jibril – selama 22 tahun, dua bulan dan 22 hari di tanah tandus kerontang, tanah suci Makkah Al-Mukaromah, kemudian hijrah ke Yatsrib (Madinah Al- Munawwaroh, sekarang)–untuk mengemban amanah, menata kembali kehidupan politik ummat manusia dengan berpegang pada ajaran tauhid. Mujizat dari ayat pertama membekali budaya literasi (kemampuan membaca dan menulis), melahirkan metoda jurnalistik atau korespondensi sebagai awal pendidikan dan pengajaran Allah SWT kepada ummat manusia dalam menyampaikan tuntunan Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin bagi kehidupan ummat manusia di muka bumi ini. Nabi Muhammad SAW, memulai dakwah dengan metoda ini kepada para raja di dunia dan pembesar-pembesar bangsa Arab. Dalam metoda jurnalistiknya itu beliau mengajak mereka ke dalam Islam dan kepada petunjuk Allah SWT, dengan cara yang baik, untuk mencegah “bencana akhlak” di muka bumi ini. Bahkan dalam Riwayat Bukhari tentang Bab Jihad, dijelaskan biasanya raja-raja itu tidak akan menerima surat yang tidak diberi cap/stempel. Nabi Muhammad SAW, menyuruh utusannya agar dibuatkan cap/stempel dari perak yang bertuliskan

11. Peristiwa ini melahirkan teori: Homo Homini Lupus, oleh Thomas Hobbes (1588-1679) yang menjadi pertimbangan asal usul pembentukan negara. (lihat Soehino, SH, dalam buku: IMU NEGARA). 12. Ibid, Prof. Dr. HAMKA.

253

Muhammad Rasulullah SAW.13 Sejumlah raja yang menerima surat jurnalistik dari Nabi Muhammad SAW, itu antara lain Raja Romawi, Heraclius; Raja Persia, Ebrewiz; Raja Ethiopia (Habasyah), Najasyi; Raja Mesir, Maqauqis. Jasa dan keberhasilan Nabi Muhammad SAW, terhadap manusia dan kemanusiaan dari metode jurnalistik antara lain. Pertama, ajaran akidah, ketauhidan yang tinggi dan murni, yang amat besar pengaruhnya terhadap kehidupan dan kekuasaan. Akidah tauhid berhasil melenyapkan kepercayaan terhadap tuhan-tuhan palsu. Satu akidah yang tiada bandingannya telah meresap ke dalam hati miliaran manusia14 di muka bumi, tak dapat digoyahkan akan bertahan sampai kiamat. Dengan kepercayaan tauhid itu, manusia terjaga dan terpelihara dari perasaan memperhambakan diri kepada apapun dan siapapun, terhindar berharap dan perasaan takut kepada makhluk, terhindar dari segala yang memecah belah jalan pemikiran, yang memperkusut jalan berpikir sehingga manusia merasa kesatuan dalam kebanyakan, memandang dirinya adalah semulia-mulia makhluk Allah. Dengan cara demikian, maka menjadi kenyataanlah kemuliaan kemanusiaan yang agung, kebesaran kemanusiaan yang kekal yang tidak pernah dimiliki manusia sebelumnya dari zaman yang amat lama.15 Kedua, Dakwah Nabi dengan metode jurnalistik itu tauhid menjadi dasar kesatuan ummat manusia dan persamaan. “Wahai

13. Ibid. 14. Sumber CNN Indonesia dalam Siaran Business, bertema: “Taipan Penggenggam Dunia” (Property of CNN) menyebutkan sebanyak tujuh miliar penduduk bumi saat ini. 15. Iman Munawwir mengutip Abulhasan Ali Al-Hasany An-Nadwy, halaman 25.

254 manusia, sungguh Tuhanmu adalah satu, bapakmu adalah satu, masing-masing kamu berasal dari tanah, sungguh yang paling mulia di antara kamu ialah yang paling takwa, tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas orang bukan Arab. Siapa yang lebih takwa di antara kamu ialah yang paling mulia.”16 Setiap manusia adalah saudara dari manusia yang lain atas dua aspek. Manusia saudara manusia dua kali. Pertama ialah dasar, karena Allah SWT adalah satu. Kedua karena berasal dari satu bapak.17 “Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu orang, daripadanya Allah menciptakan istrinya, daripada keduanya (ibu-bapak) Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kamu kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain dan peliharalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (Q.S. An-Nisaa: 1). Ketiga, Sebelum terutusnya Muhammad S.A.W., manusia sudah berada di tingkat terendah derajatnya. Bahkan di muka bumi ini manusialah makhluk yang paling hina, sementara binatang dan pepohonan mendapat julukan “suci” dan “terhormat” yang didongengkan dan dipercayai dengan berbagai kepercayaan khusus yang lebih disucikan dan lebih dihormati oleh manusia itu sendiri, karena mereka menyembahnya jauh melebihi manusia. Padahal sesungguhnya manusialah makhluk Allah SWT yang paling mulia di muka bumi ini. Sebagaimana firman-Nya:

16. Ibid. 17. Ibid.

255

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak- anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan – untuk memperoleh penghidupan berkat kemudahan transportasi – Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Q.S. Bani Israil: 70). Keempat, agama Islam megajarkan akhlak mulia manusia untuk memotivasi harapan, cita-cita dan kehormatan manusia di muka bumi. Nabi Muhammad SAW, telah menanamkan pengertian dasar bahwa semua kejahatan, dosa, kesalahan dan kekhilafan bukanlah karakter atau pembawaan hidup setiap manusia, ia adalah sesuatu yang dapat datang dan dapat pergi, dihilangkan dalam kehidupan manusia. Semua itu adalah akibat kebodohan dan keterpedayaan saja, karena pandangan yang amat pendek atau karena perdaya syetan dan iblis, atau karena perdaya hawa-nafsu yang dapat datang sewaktu- waktu. Setiap manusia diseru untuk bertobat, dibeberkannya arti dan pengaruh tobat sejelas-jelasnya. Tobat inilah ajaran terpenting dalam Islam. Kelima, ajaran Islam mempersatukan kesatuan-kesatuan yang saling bermusuhan. Agama-agama terdahulu, khususnya Kristen telah membagi kehidupan manusia ke dalam dua bagian, yakni urusan agama dan urusan dunia. Kedua bagian ini bukan saja dipecah, tetapi di antara keduanya dibentangkan selat yang amat lebar, yang berdiri di tengahnya satu dinding pemisah yang sukar dapat ditembus. Keduanya secara terus menerus saling menyerang. Baik golongan agama maupun golongan dunia sama-sama berpendapat

256 bahwa antara agama maupun golongan dunia tidak dapat disatukan, akan terus menerus bermusuhan. Kalau ada manusia yang ingin berhubungan satu dari keduanya, haruslah memutuskan hubungannya dengan yang lain. Tidaklah mungkin menurut mereka sekaligus seseorang menumpang dua perahu. Pengaruh kelima ajaran Nabi Muhammad SAW, ialah bahwa beliau sudah dapat menutup jurang yang amat luas antara “agama” dan “dunia”. Islam telah menjadikan dua perkara yang berjauhan yang selalu dalam permusuhan yang abadi, yang saling membenci terus menerus ini menjadi dua hal yang saling merangkul dengan mesra dan keduanya dapat hidup damai saling membutuhkan. Sungguh Rasulullah benar-benar merupakan Rasul pemersatu, pemberi kabar gembira dan ancaman dalam waktu yang bersamaan. Keenam, Nabi Muhammad SAW, sudah memberi petunjuk kepada ummat manusia menuju tempat yang layak dan terhormat dalam mempergunakan kekuatannya, tempat yang tinggi, luas dan layak di mana manusia harus berada. Ketahuilah bahwa ummat manusia sebelum Nabi diutus, tidak memiliki tujuan hidup yang benar, tidak tahu ke mana harus menghadap, ke mana harus melangkah, dan ke mana tujuan harus berjalan, kapan sampai, dan kapan berhenti. Manusia menempatkan dirinya di atas tujuan-tujuan khayali, dalam daerah yang amat sempit dan terbatas. Semua kekuatan, tenaga dan kepintarannya ditujukan untuk mendapatkan harta benda yang banyak, atau kekuasaan dan pengaruh yang besar, yang dapat mengendalikan sebanyak-banyak manusia, dalam daerah kekuasaan yang seluas mungkin. Berjuta-juta di antara mereka itu bertujuan mencari kesenangan hidup, kelezatan dan kegembiraan dengan berbagai kemewahan hidup.

257

Akan tetapi, dunia berubah sesudah terutusnya Nabi Muhammad SAW, dengan ajaran-ajaran beliau yang demikian seperti perubahan musim. Berpindahlah manusia dari musim gugur yang kering, atau musim panas terik membakar kepada satu musim kembang yang terus menerus, menjadi taman-taman yang mengalir di dalamnya sungai-sungai. Mengubah karakter manusia, hati-hati manusia mendapat siraman nur Ilahi. Hati manusia yang selama ini dingin, kosong, tandus, sakit- sakitan menjadi sehat segar bugar kembali setelah mendapat hangatnya keimanan dan kekuatan perasaan kasih sayang. Akal manusia menjadi cerah mendapatkan sinar baru, setiap jiwa mencium bau wangi semerbak. Ummat manusia terlepas dari kurungan sempit yang gelap ke jalan lempang, luas yang benar, menuju ke tempatnya yang terhormat. Ternyata ummat manusia sudah sembuh dan sudah bangun dari tidur nyenyaknya, mata mereka sudah terbuka lebar setelah tidur berabda-abad lamanya. Mereka telah dapat membuka sumber- sumber yang berlimpah ruah menyemburkan ilmu pengetahuan, keimanan dan kesantunan. Mereka sudah berhasil mendidik bangsa- bangsa yang tertindas yang lemah dan hina, mereka sudah merasakan bahwa manusia yang sama derajatnya dengan manusia lain dan bangsa manapun. Mereka rangkul semua manusia yang dihina dan diasingkan karena dianggap kelas kambing, atau karena hidup melarat yang dikesampingkan oleh masyarakat, dijauhi oleh famili dan keluarga mereka. Mereka rangkul semua itu dengan perasaan kasih sayang. Kebaikan mereka dapat disaksikan di mana-mana, di mana setiap manusia hidup saling menghormati dan tolong menolong. Perubahan besar yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, disebut periode cemerlang berkat peran jurnalistik, termasuk

258 aktivitas menuliskan wahyu-wahyu oleh para sahabat – ayat suci Al- Quran yang mula-mula turun adalah mengajak pada budaya literasi18 – sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW, salah satu bekas peninggalan setelah terutusnya beliau, salah satu hembusan dari hembusan-hembusan rahmat Ilahiah yang merata dapat dirasakan oleh setiap tempat dan waktu, sampai kapan pun dan di mana saja di permukaan bumi yang luas ini, sungguh benar firman Tuhan Yang Maha Esa: Tidakkah Kami (Allah SWT) mengutus engkau Muhammad, kecuali sebagai rahmatan lil ‘alamin, untuk menyelesaikan berbagai problematika di dalam masyarakat. Satu kelebihan Nabi Muhammad SAW, dibanding dengan pemimpin spiritual lainnya secara gamblang telah disampaikan oleh sejarawan Michael Hart dalam menuliskan tokoh-tokoh dunia berhasil telah menempatkan Nabi Muhammad S.A.W., pada urutan nomor satu. Nabi ikut serta dalam kehidupan sosial. Ia seorang suami, ayah, kepala negara, hakim dan panglima perang dan mengalami berbagai bahaya yang umum dialami dalam kehidupan manusia terutama peranannya sebagai pendiri negara dan masyarakat baru di Madinah. Tetapi dari semua kegiatan itu, hatinya beristirahat dalam ketentraman dan kepuasan terhadap Yang Agung dan secara batin ia terus menerus mencari kedamaian yang abadi, sesungguhnya keikutsertaan Nabi dalam kehidupan sosial politik adalah untuk mengintegrasikan keduanya ke dalam suatu titik pusat spiritual. Ungkapan beliau yang sangat melekat dalam hati nurani ummat Islam di seluruh dunia adalah sekembalinya dari medan perang:

18. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah; Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Pemurah; Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam; Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5).

259

“Kita telah kembali dari jihad kecil ke jihad besar.” (Raja’na min jihadil ashgar ila jihadil akbar).19 Jihad besar mempunyai arti spiritual yang penting sebagai perang melawan hawa nafsu yang sering menjadi kecenderungan manusia menjauhkan diri dari Allah SWT, alias kufur nikmat. Bank Banten 9 September 1957 Pasca Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, para mantan pejuang kemerdekaan Indonesia yang ada di Pandeglang punya semangat mendirikan Bank Banten. “Bank tersebut menjadi ikon Ibukota Pandeglang, sekaligus menjadi salah satu penggerak roda perekonomian di wilayah Kresidenan Banten,” kata salah seorang peneliti sejarah dari Banten Heritage, Dadan Sujana, kepada saya (10/12/2015).20 Bank Banten ini diresmikan oleh Dr. Mohammad Hatta – beliau tak lagi menjadi Wapres RI, sejak 1 Desember 1956, dan dikenal luas sebagai Bapak Koperasi Indonesia – pada 9 September 1957. Pada peresmian Bank Banten itu dihadiri oleh Kepala Staf Angkatan Darat, Abdul Haris Nasution, Gubernur Bank Indonesia, Mr. Sjafruddin Prawiranegara (beserta nyonya), Residen Banten, Raden Achjad Penna (1955-1957) dan para pelaku usaha setempat dan Jakarta. Pendirian bank ini sungguh unik, karena lembaga perbankan Maskapai Andil Indonesia (MAI) atau dalam bahasa Belanda disebut, Inlandsche Maatschappij op Aandeelen Bank Banten ini mengacu pada Staatsblad Nomor: 567 Tahun 1939, yang mulai diberlakukan pada Tahun 1940. Bank Banten ini lembaga perbankan milik para veteran melalui sistem saham gabungan.

19. Ibid. 20. H. Khatib Mansur dalam buku: Bank Banten Dalam Pusaran Politik, 2016: 41.

260

Ide besar pendirian Bank Banten ini antara lain adanya gagasan dari para pejuang kemerdekaan di Kabupaten Pandeglang, merintis lembaga keuangan perbankan dengan tujuan untuk menghidupkan kembali rasa persaudaraan yang pernah terjalin dalam satu kesatuan militer dan relawan pejuang rakyat pada masa revolusi fisik di Banten, agar kelak mereka hidup lebih sejahtera. Pada Tahun 1949, pasca pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, pemerintah melalui Menteri Pertahanan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 193 Tahun 1950, tertanggal 9 Mei 1950 tentang Prosedur Pengembalian Tenaga-tenaga Darurat TNI kepada masyarakat semasa Agresi Militer Belanda pada Tahun 1948, yang isinya antara lain, bagi siapa yang ingin masuk TNI diberi kesempatan melalui testing (keuring). Namun bagi yang tak ingin masuk TNI dan/atau tak lulus testing akan dikembalikan kepada masyarakat disertai pemberian SK demobilisasi, surat tanda penghargaan, paket demobilisasi berisi pakaian, bonus demobilisasi satu kali tunjangan.21 Lebih dari itu, tekad petinggi militer di Pandeglang mengajukan realisasi tunjangan bagi pejuang dibarengi niat lain, yaitu mendirikan lembaga (instelling) koperasi dan perbankan yang dapat memberikan manfaat bagi masyarakat umum. Dalam menyusun daftar personil pejuang untuk dapat tunjangan, disusun pula pendirian lembaga yang akan bergerak di bidang jasa keuangan, yakni koperasi dan perbankan. Adapun maksud dan tujuan pendirian Bank Banten secara rinci sebagai berikut. Pertama, membantu perusahaan orang mantan gerilya dan/atau veteran RI pada khususnya, koperasi dan pembangunan ekonomi di Indonesia pada umumnya, dengan cara memberikan kredit. Kedua, melakukan semua pekerjaan urusan

21. Ibid.

261 bank, baik untuk segala urusan mengenai dalam negeri, maupun untuk urusan luar negeri dalam arti yang luas. Ketiga, memberikan kredit kepada usaha perdagangan, industri, kerajinan dan pertanian. Keempat, memperdagangkan saham (effecten) dan obligasi (coupons). Kelima, melayani jasa wesel (pengiriman uang) dalam dan luar negeri. Keenam, menjalankan perusahaan pemungutan atau penerimaan uang (incaso-bedrijf). Ketujuh, menjalankan segala sesuatu yang memberikan manfaat bagi maskapai, dan yang tidak bertentangan dengan peraturan pemerintah. Lima bulan setelah dibuatkan Akta Pendidian Bank Banten itu, terbitlah SK Menteri Kehakiman Nomor: J.A.5/20/9, tanggal 23 Pebruari 1955, (Lembaran Negara Nomor: 80, tanggal 7 Oktober 1955). Pendaftaran di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Pandeglang, Nomor: 1/1955, tertanggal 21 Maret 1955. Seperti dalam ungkapan pepatah: “Pucuk dicinta ulam tiba.” Pengajuan tunjangan bagi pejuang/veteran disetujui Mabes AD degan tunjangan demobilisasi untuk 3.733 orang tenaga darurat TNI fase pertama yang pernah bergabung dalam kesatuan perang Sektor XV/Pandeglang. Besarnya dana tunjangan tersebut Rp 187,30/orang. Dari dana itu, masing-masing personil mengalokasikan untuk Bank Banten sebagai modal Rp 100/orang, koperasi Rp 50/orang, Pusat Koperasi Kabupaten Pandeglang Rp 20/orang, Yayasan Beasiswa Pandeglang Rp 1/orang, biaya administrasi dan penyaluran Rp 2,30/orang, sedangkan untuk para demobilisasi sendiri Rp 14/orang. Dari dana iuran itu terkumpul Rp 373.300 yang kemudian disetorkan sebagai tambahan modal Bank Banten dari pejuang/veteran. Setahun kemudian, keluarlah SK Menteri KeuanganNomor: 26904/U.M.II, tanggal 5 Maret 1956 tentang Izin Usaha Bank Tabungan. Dengan demikian, resmilah Bank Banten

262 beroperasi. Bank Banten ini pernah membuka Kantor Cabangnya di Rangkasbitung dan di Jakarta. Bank Banten Era Ratu Atut-Rano Di era kepemimpinan Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut Chosiyah, SE – H. Rano Karno (Periode 2012-2017), menguat lagi rencana pendirian Bank Banten dengan pertimbangan yang kuat. Saya mewawancarai sejumlah tokoh masyarakat Banten – yang notabene adalah para pejuang pembentukan Provinsi Banten – satu di antaranya adalah Ketua DPRD Banten (2009-2014), H. Aeng Haerudin, SE.22 Ia menjelaskan panjang lebar latar belakang rencana pendirian Bank Banten. Setelah Banten menjadi provinsi,23 dirasakan perubahan yang sangat besar pembangunan di segala bidang untuk menuju cita-cita perjuangan Provinsi Banten, yaitu menyejahterakan masyarakat. Di antaranya ialah pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana, pendidikan, sarana prasarana kesehatan, jalan, jembatan, irigasi dan lainnya. Akan tetapi, yang dicapai masih sangat jauh dari harapan ideal akan manajemen pemerintah dalam pengelolaan keuangan daerah untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Juga kualitas infrastruktur yang dibangun tersebut sangat rendah. Selanjutnya ialah menyambut adanya Peraturan Presiden RI Nomor: 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang sangat besar dari pemerintah pusat di wilayah Banten. Di antaranya:

22. H. Khatib Mansur. 2016. BANK BANTEN DALAM PUSARAN POLITIK. Serang. Penerbit SengPho Utama. 23. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, yang ditandatangani Presiden H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), 17 Oktober 2000.

263

1. Ditetapkannya sebagian pantai Kabupaten Pandeglang menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Wisata Tanjung Lesung; 2. Adanya Keputusan Bersama antara Gubernur Banten dan Gubernur Lampung Nomor: 34 Tahun 2002, Nomor: 38 Tahun 2002, tertanggal 13 Desember 2002 tentang Kesepakatan Kerjasama Pembangunan Wilayah Perbatasan Antara Pemprov Banten dengan Pemprov Lampung. Ini diikuti dengan adanya: 2.1. Penandatanganan Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) Antara Gubernur Banten dengan Gubernur Lampung Nomor: G/395/IV.01/HK/2004, Nomor: 550/20-HUK/2004, tertanggal 7 Desember 2004 tentang Rencana Peningkatan dan Pengembangan Prasarana dan Sarana Transportasi Penghubung Provinsi Banten dengan Provinsi Lampung. 2.2. Penandatanganan MoU Antara Pemprov Banten dan Pemprov Lampung Nomor: 630/31-HUK/2007, tertanggal 10 Agustus 2007 tentang Percepatan Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS). 2.3. MoU Antara Pemprov Banten dan Pemprov Lampung dengan PT. Bangun Graha Sejahtera Mulia, tertanggal 3 Oktober 2007 tentang: (a) Membentuk Perusahaan Bersama untuk Pengembangan Kawasan dan Selat Sunda; (b) Melakukan pra-Studi Kelayakan Kawasan dan JSS. 3. Adanya Perpres Nomor: 36 Tahun 2009 dan Perpres Nomor: 86 Tahun 2011 tentang Pembangunan Kawasan Strategis Infrastruktur Selat Sunda (KSISS/JSS) dan Kawasan Pertumbuhan Ekonomi Baru yang mencakup lima wilayah kecamatan di Kabupaten Serang dan kabupaten Pandeglang;

264

4. Perluasan Bandara Soekarno-Hatta ke Utara sekira 90 hektar dan pembangunan rel KA double track dari Ciputat, Kota Tangerang Selatan ke Bandara Soekarno-Hatta; 5. Masuknya investasi lain, dibangunnya industri hulu dan hilir di wilayah Kabupaten/Kota Tangerang dan Kota Cilegon serta Kabupaten Lebak. Sebelumnya pun, akan halnya industri di Banten, ribuan pabrik berdiri dengan tenaga kerja mencapai jutaan orang. Dari pertimbangan tersebut di atas dan melihat sejarah Banten pasca Indonesia merdeka–bahkan pada zaman pemerintahan Kesultanan Banten pun, sudah pernah mencetak uang sendiri24 – telah memiliki Bank Banten. Para tokoh masyarakat Banten menginginkan segera dibentuk Bank Banten agar bisa lebih mudah dan cepat merealisasi cita-cita perjuangan pembentukan Provinsi Banten, yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten. Di awal kepemimpinan Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut – Rano, diterbitkanlah Peraturan Daerah (Perda) Nomor: 4 Tahun 2012 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten 2012-2017, yang di dalamnya ada program pembentukan Bank Banten. Dalam RPJMD itu ada program lain yang dijabarkan secara terperinci dalam Bab VI tentang Strategi dan

24. Heriyanti O. Untoro, Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, menjelaskan pada masa Pemerintahan Maulana Muhammad/Pangeran Ratu Ing Banten (1580-1596) sudah mencetak uang sendiri sebagai alat tukar yang sah. Mata uang tersebut ada tulisan Jawa yang berarti “Pangeran Ratu”, serta ada yang ditulis dengan huruf Arab pada salah satu sisinya yang berarti “Pangeran Ratu Ing Banten”. Pecahan logam berbahan tembaga berbentuk bulat tanpa lubang, dan berbentuk bulat dengan lubang segi enam dan segi empat. Demikian hasil analisis melalui proses elektrolisa di laboratorium. (Ragam Pusaka Budaya Banten, BPPPS, 2005: 128).

265

Arah Kebijakan Pembangunan oleh masing-masing misi. Dari misi 1 sampai misi 5. Misi 1 (ada 30 strategi pembangunan) mengangkat tema: Peningkatan pembangunan infrastruktur wilayah mendukung pembanngunan wilayah/kawasan berwawasan lingkungan; Misi 2 (ada 21 strategi pembangunan) dengan tema: Pemantapan iklim investasi yang kondusif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Banten; Misi 3 (ada 54 strategi pembangunan) dengan tema: Peningkatan kualitas SDM masyarakat Banten yang religius, cerdas dan berdaya saing dalam kerangka penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misi 4 (ada 15 strategi pembangunan) dengan tema: Penguatan semangat kebersamaan antarpelaku pembangunan dan sinergitas pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang selaras, serasi dan seimbang; Misi 5 (ada 29 strategi pembangunan) dengan tema: Peningkatan mutu dan kinerja Pemprov Banten menuju tata kelola pemeritahan yang baik (good governance), bersih dan efisien. Pada nomor 29 dalam misi 5 ini disebutkan, guna meningkatkan rasio kemandirian daerah melalui pembentukan Bank Pembangunan Daerah (disebut: Bank Banten). Dalam perspektif politik hukum, strategi pembangunan Provinsi Banten, khususnya menyoroti RPJMD 2012-2017 itu adalah produk hukum. Prof. Dr. Moh. Mahfud MD, menyatakan dengan menggunakan asumsi dasar bahwa hukum sebagai produk politik. Politik akan sangat menentukan hukum sehingga studi ini meletakkan politik sebagai variable bebas, dan hukum sebagai variable terpengaruh.25

25. Mahfud MD dalam bukunya: Politik Hukum di Indonesia, halaman 22.

266

Di dalam negara yang konfirgurasi politiknya demokratis, seperti Indonesia yang berlandaskan Demokrasi Pancasila, produk hukumnya berkarakter responsif, penuh dengan nilai spiritual/religius yang menjiwai setiap aktivitas masyarakat Indoesia. Produk hukum responsif/populistik ialah produk hukum yang mencerminkan rasa keadilan berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa untuk memenuhi harapan masyarakat. Dalam proses pembentukannya, berperan besar dan partisipasi penuh kelompok sosial atau individu di dalam masyarakat. Hasilnya bersifat responsif atas tuntutan kelompok sosial atau individu dalam masyarakat.26 Demikian juga produk politik berupa RPJMD Pempreov Banten 2012-2017 pada saat berjalannya Panitia Khusus sampai ditetapkannya rencana pendiran Bank Banten di Rapat Paripurna tidak terdengar dari siapapun dan dari manapun, baik langsung maupun tidak langsung adanya gerakan penolakan pembentukan Bank Banten. Menurut Ketua Tim Pansus DPRD Banten tentang RPJMD 2012-2017, Drs. H. Makmun Muzakki,27 rencana pendirian Bank Banten yang sering dibahas dalam Tim Pansus memiliki dua alternatif. Pertama, bank yang diusulkan ialah Bank Banten Syari’ah. Alasannya, secara ideologis jelas mengacu pada latar belakang historis. Ini sesuai dengan tujuan Rencana Strategis (Renstra) bahwa pendirian Provinsi Banten bertujuan menjadikan Provinsi Banten maju dan sejahtera, dengan landasan motto juang pembangunan: iman takwa. Nah, implementasi praktis dari iman takwa dalam bidang ekonomi di antaranya ialah Pemprov Banten

26. Ibid. 27. H. Khatib Mansur. 2016. BANK BANTEN DALAM PUSARAN POLITIK. Serang. Penerbit SengPho Utama.

267 harus memiliki Bank Syariah. Ini tentu saja sesuai dengan sejarah Kesultanan Banten sejak abad XV Masehi. Kedua, dengan mengacu pada alasan ekonomi dalam rangka mendukung potensi pertumbuhan ekonomi Banten yang cukup tinggi, kita membutuhkan jaringan institusi/lembaga keuangan yang berfungsi menjadi aliran darah segar bagi perekonomian Banten. Bahkan setelah Perda Nomor: 5 Tahun 2013 tentang Penyertaan Modal ke PT. BGD yang menjadi dasar hukum bagi pendirian Bank Banten Syariah itu terbit, kemudian Tim Pansus berkoordinasi terlebih dahulu kepada Mendagri. Responnya: oke! Pemda Jawa Barat pernah menawarkan agar bank jabar banten (bjb) Syari’ah diambil alih oleh Pemprov Banten dengan cara membeli saham mayoritas, sehingga Pemprov Banten memiliki bjb Syariah. Alasan itupun tidak jelas ke mana arahnya? Pada kenyataannya, setiap ada rencana Pemprov membeli saham, Pemda Jawa Barat pun akan melakukan hal yang sama. Walhasil, penguasaan saham mayoritas bjb Syari’ah oleh Pemprov Banten tidak pernah terealisir. Pendirian Bank Banten Syariah itu tidak perlu modal besar, cukup dengan modal yang ada sesuai dengan kemampuan Pemprov Banten Rp 950 miliar sudah berdiri, ini relatif murah. Tapi ternyata, dalam perjalanannya berubah akan mengakuisi bank lain, tinggal ganti nama menjadi Bank Banten. Banyak orang terkejut. Loch kok, begitu? Ini salah besar!,” tegas Muzakki. Jauh sebelum Perda Nomor: 4 Tahun 2012 tentang RPJMD Provinsi Banten 2012-2017 yang di dalamnya mengamanatkan pendirian Bank Banten, rupanya Pemda Jawa Barat ingin memperkuat banknya di Provinsi Banten meskipun sudah pisah dari Jawa Barat.

268

Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat berdasarkan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS-LB) PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat, di Bogor pada tanggal, 3 Juli 2007, sesuai dengan SK Gubernur Bank Indonesia, Nomor: 9/63/KEP.GBI/2007, tanggal 26 Nopember 2007 tentang Perubahan Izin Usaha Atas Nama PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat menjadi Izin Usaha Atas Nama PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten. Selain itu ada SK Direksi Nomor: 1065/SK/DIR- PPN/2007, tanggal 29 Nopember 2007, nama perseroan berubah menjadi PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, dengan call name (sebutan) bank jabar banten (bjb).28 Akan tetapi Pemprov Banten – termasuk DPRD Banten saat itu – terkesan acuh, diam saja, dan tidak mau pusing dengan pencatutan nama “Banten” oleh Pemda Jawa Barat untuk mengganti BPD menjadi bjb, meskipun pihak OJK membela Pemprov Banten agar semangat mendirikan jasa perbankan mendorong keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan rakyat Banten berhasil. Awalnya, pembentukan Bank Banten berharap akan seperti pribahasa: “Sekali mendayung, beberapa pulau dilalui.” Artinya, dengan Bank Banten ini diharapkan rakyat Banten hidup mandiri dan sejahtera. Akan tetapi secara politik Bank Banten cenderung lemah dari aspek komunikasi dan koordinasi. Pro-kontra dalam proses pembentukannya berujung pada kasus suap yang terjaring Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT-KPK) di Istana Nelayan, Cikokol, Tangerang, 1 Desember 2015. Kemudian, pada Rabu, 9 Desember 2015, Ketua DPRD Banten, Asep Rahmatullah bersama jajaran Pimpinan dan sejumlah

28. Pencatutan nama “Banten” oleh BPD Jawa Barat menjadi bjb ini, sudah diperingatkan oleh OJK agar mencabut nama “Banten” agar tidak terjadi “duplikasi bank” setelah Pemda Provinsi Banten mendirikan Bank Banten.

269

Ketua Komisi, mengadakan second opinion (meminta pandangan dan pendapat) dari sejumlah tokoh masyarakat/pendiri Provinsi Banten, mengasilkan beberapa point antara lain sebagai berikut. Pertama, pendirian Bank Banten adalah untuk mencapai keyakinan bersama antara Pemprov Banten dan DPRD Banten dan tokoh pendiri/tokoh masyarakat Banten bahwa Bank Banten pada prinsipnya yes! Tidak perlu diperlu diperdebatkan lagi. Kedua, diharapkan rencana pendirian Bank Banten kelak jauh lebih baik, serta dapat dipertanggungjawabkan kepada generasi penerus Banten sebagai amal sholeh bersama dari tokoh-tokoh masyarakat Banten sesuai dengan cita-cita perjuangan pembentukan Provinsi Banten, serta motto juang pembangunan: iman takwa. Ketiga, mendirikan bank itu tidak mudah, beresiko tinggi (high risk). Oleh karena itu, diperlukan kehati-hatian, termasuk dipersiapkan terlebih dahulu sumber daya manusia (SDM) profesional. Keempat, mengelola bank itu sensitif. Diperlukan integritas dari para pengelola. Akhlak yang baik sangat diutamakan, karena dalam mengelola bank itu banyak godaannya. Kelima, keberadaan Bank Banten sangat diperlukan untuk menunjang perekonomian Banten, keberadaannya harus menyebar di setiap kabupaten/kota dengan sistem perkreditan rakyat (BPR) hingga ke tingkat desa, lebih komprehentif. Keenam, hal yang pokok ialah jangan sampai rencana pendirian Bank Banten hanya untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok. Pemprov Banten dalam perencanaan pendirian Bank Banten kurang membangun komunikasi dan koordinasi dengan cara mengadakan seminar dan dialog dengan tokoh-tokoh pendiri Banten, bersama-sama Pemda Kabupaten/Kota se-Banten, akademisi, pihak Bank Indonesia (BI) Perwakilan Banten, para praktisi perbankan dan elemen masyarakat Banten lainnya guna menyerap padangan dan

270 pendapat rencana pendirain Bank Banten. Kenyataanya semua itu tidak ditempuh, terkesan: “Kumaha aing!”. Bank Banten Era Wahidin-Andika Kepemimpinan Gubernur Banten, Dr. H. Wahidin Halim, M.Si – H. Andika Hazrumy, S.Sos., M.AP, selalu berhasil dalam setiap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Banten mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang disampaikan ke BPK RI setiap tahunnya. Dalam Sidang Paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Banten, Andra Soni, Kamis, 30 April 2020, yang dihadiri anggota V BPK RI, Bahrullah Akbar pun diterima dengan opini WTP. Keberhasilan ini memperkuat visi-misi yang telah ditetapkan. Visi: Banten yang maju, mandiri, berdaya saing, sejahtera dan berakhlakul karimah. Misi: (1) Menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance); (2) Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur; (3) Meningkatkan akses dan pemerataan pendidikan berkualitas; (4) Meningkatkan akses dan pemerataan pelayanan kesehatan berkualitas; (5) Meningkatkan kualitas pertumbuhan dan pemerataan ekonomi. Keberhasilan ini pula boleh jadi akan ada sebutan baru, “Gubernur WTP”, dan “Wagub WTP”. Inilah kebiasaan di kita. Contoh, saya pernah beberapa tahun lalu mencari salah satu saudara karena lama tidak pernah ketemu. Ia tinggal di Kota Serang. Sudah dua orang saya tanya rumahnya, tak ada yang tahu. Tapi setelah saya tanya lagi kepada yang lain, ternyata ada yang bilang bahwa yang dimaksud adalah “Pak Fulan Kucing”. Setelah saya sampai ke rumahnya, rupanya ia pelihara kucing banyak. Bahkan seringkali nama orang disandingkan dengan pekerjaan, profesi, dan lain sebagainya, sebut saja misalnya, “Pak Fulan Beras” (karena berjualan beras). “Pak Fulan Lurah” (karena cukup lama

271 menjabat Lurah). “Pak Fulan Emas” (karena berjualan emas). “Pak Fulan Kambing” (karena berjualan/punya ternak kambing). “Pak Fulan Profesor” (karena rektor/guru besar di perguan tinggi), dan sebutan lainnya. Ini hal yang wajar untuk menghindari kekeliruan orang. Di tengah pandemi corona virus disease (Covid-19), Gubernur WH menetapkan Surat Keputusan Nomor: 580/Kep.144-Huk/2020 tentang Penunjukan PT. Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (ditulis dengan huruf kecil: bjb) melalui Kantor Cabang Khusus Banten sebagai tempat penyimpanan uang milik Pemprov Banten, yang awalnya berada di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Bank Banten. Berita online pada Rabu, 22 April 2020, dan Kamis 23 April 2020, berseliweran masuk WhatsApp HP. Judul berita online pada Rabu dan Kamis itu mirip sama menulis “gaya koboy”. Berita online pertama berjudul: “Di Tengah Covid-19, WH Tunjukan Gaya Koboi Tarik Kasda Bank Banten ke BJB.”29 Sedangkan berita pada Kamis berjudul: “Gaya Koboi WH Matikan Bank Banten Dipersoalkan Tokoh Pendiri Banten.”30 Setelah berita online itu berseliweran di medsos dan WhatsApp nasabah Bank Banten “menyemut” di depan Bank Banten bermaksud menarik uang mereka. Rupanya Pak WH suka mengenakan topi lacken yang biasa dipakai di lapangan saat sedang belusukan. Bahkan foto di media online itupun WH mengenakan topi style koboy, sehingga berpengaruh pada judul berita tersebut.

29. Disiarkan KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April 2020, pukul 17.06.00 WIB. 30. Disiarkan KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Kamis, 23 April 2020, pukul 00.28.00 WIB.

272

WH beralasan, karena Bank Banten sejak Tahun 2016 – sebelum WH-Andika menjadi Gubernur dan Wagub – dana Pemprov dan Kas Daerah disimpan di Bank Banten. Pada tanggal 17 April 2020, Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Banten sudah memerintahkan agar Bank Banten segera menyalurkan dana bagi hasil pajak ke Pemda Kabupaten/Kota se-Banten, namun ternyata dana tersebut tidak disalurkan. Dana tersebut jumlah seluruhnya sekitar Rp 900 miliar.31 “Makanya, yang terbayang oleh saya sebagai Gubernur adalah bagaimana nanti dana buat bantuan sosial, bagaimana nanti dana buat gaji pegawai, bagaimana dengan kas daerah,” ujar WH kepada pers. Ia menambahkan, dirinya sudah sampaikan ke berbagai pihak untuk menyelamatkan Bank Banten ini dan semua telah difasilitasi oleh OJK. WH minta agar masyarakat (nasabah) tidak panik dan tidak melakukan penarikan dana besar-besaran.32 Ketua Komisi III DPRD Banten, Gembong R. Sumedhi, menyatakan kebijakan yang diambil WH berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap Bank Banten. “Tentunya kita menyesalkan dengan gaya Pak WH seperti ini. Kita sangat terkejut, karena tidak ada komunikasi sama sekali soal itu,” terangnya Rabu, 22 April 2020.33 Ini perlu segera ada solusi terbaik, agar di internal Direksi dan 1.000 pegawai Bank Banten pun tidak terguncang. Kedepankan bangun komunikasi dan koordinasi dengan semangat filosofi iman

31. CNBC Indonesia online, 24/4/2020; 14.52 WIB. 32. Ibid. 33. Disiarkan KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April 2020, pukul 17.06.00 WIB.

273 takwa dan akhlakul karimah yang sudah dipatrikan sebagai filsafat pembangunan Provinsi Banten. Padahal Gubernur WH dan Wagub Andika sudah punya komitmen akan membenahi Provinsi Banten dari praktik KKN dengan mengedepankan transparansi untuk kesejahteraan rakyat Banten! Sadarlah itu, bahwa kepemimpinan WH-Andika adalah amanah rakyat yang harus dipikul, betapapun itu berat. Ketua MUI Pusat, Prof. Dr. K.H. Ma’ruf Amin, saat menyampaikan dalam acara halal bihalal yang diselenggarakan oleh tokoh-tokoh Banten yang tergabung dalam Perkumpulan Urang Banten (PUB) yang diketuai oleh Irjen Pol (Purn) Taufiqurrahman Ruki atau yang lebih akrab Ki Mpik, Sabtu, 21 Juli 2018, beliau menyebut kelemahan orang Banten itu cuma satu. “Kurang bersatu!” Sebelumnya, ada pengalaman pahit yang dialami tokoh-tokoh pejuang pembentukan Provinsi Banten dalam wadah organisasi “Paguyuban Warga Banten” (Puwanten), yang di dalamnya ada Pak Suryadi Soedirdja – Mendagri di Era Presiden H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai Penasihat Puwanten – kirim surat minta audiensi dengan Gubernur Rano Karno. Konon, surat itu tidak pernah ada jawaban hampir satu tahun. Akhirnya, Ketua Puwanten Tubagus Farich Nahril dan Sekretaris Puwanten, H. Mardini, kirim surat kedua kalinya yang isinya membatalkan rencana audiensi dengan Gubernur. Surat pertama menyebut: “Kepada Yth Gubernur Banten.” Bunyi surat kedua sebaliknya: “Kepada Yth Saudara Gubernur Banten.” Ini artinya marah! Komunikasi dan koordinasi di internal Pemprov Banten menjadi catatan sangat buruk. “Audiensi itu tidak harus dengan Gubernur, kan ada Wakil, ada Sekda atau Assda. Didelegasikan saja itu. Tapi

274 ini tidak. Surat itu “digantung” begitu saja tidak jelas. Tabiat buruk inilah yang harus dirubah dari atas bila Provinsi Banten benar-benar serius mau maju. Hilangkah tabiat: Kumaha aing! Sekali waktu, saya ingat humor Gus Dur: Konon, di dunia ini ada empat macam sifat bangsa. Pertama, sedikit bicara, sedikit kerja (Nigeria/Angola). Kedua, sedikit bicara, banyak kerja (Jepang/Korea). Ketiga, banyak bicara, banyak kerja (Amerika/Cina). Keempat, banyak bicara, sedikit kerja (Pakistan/India). Seseorang bertanya, “Kalau bangsa Indonesia, masuk yang mana?” Gus Dur: “Tidak bisa dimasukkan di antara yang empat itu”. “Lohh… kenapa Gus?” Gus Dur: “Karena di Indonesia, yang dibicarakan beda dengan yang dikerjakan!” Save Bank Banten![*]

Daftar Pustaka. 1. Al-Quran Mushaf Al-Bantany. 2013. Diterbitkan oleh MUI Banten. 2. Prof. Dr. HAMKA. 1975. Sejarah Umat Islam. Jakarta. Penerbit Bulan Bintang. 3. John M. Echols dan Hassan Shadily. 1982. KAMUS INGGRIS INDONESIA. Jakarta. Penerbit Gramedia. 4. Drs. Imam Munawwir. 1985. KEBANGKITAN ISLAM dan Tantangannya. Surabaya. Penerbit Pustaka Nasional PTE LTD Singapura. 5. Drs. Halwany Michrob, M.Sc dan Drs. A. Mudjahid Chudari. 1993. Catatan Masa Lalu Banten. Serang. Penerbit “Saudara” Serang.

275

6. H. Khatib Mansur. 2001. PERJUANGAN RAKYAT BANTEN MENUJU PROVISI, Catatan Kesaksian Seorang Wartawan. Serang. Penerbit SengPho Utama. 7. Soehino, SH. 2002. ILMU NEGARA. Yogyakarta. Penerbit Liberty Yogyakarta. 8. Buku: Ragam Pusaka Budaya BANTEN. 2005. Diterbitkan oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang (BPPPS). 9. Dadan Sujana. 2011. BANK BANTEN. Serang. Diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Banten. 10. Buku: UUD 195 DAN PERUBAHANNYA. 2015. Depok. Penerbit Huta Publisher. 11. H. Khatib Mansur. 2016. BANK BANTEN DALAM PUSARAN POLITIK. Serang. Penerbit SengPho Utama. 12. H. Khatib Mansur. 2018. MEMUTUS “MATA RANTAI” KORUPSI DI BANTEN. Serang. Penerbit SengPho Utama. 13. H. Khatib Mansur. 2018. PANTAREI, dari WhatsApp Grup Urang Banten sampai Deklarasi Perkumpulan Urang Banten. Serang. Penerbit SengPho Utama. 14. Buku: Pedoman Untuk Melaksanakan Amanat Penderitaan Rakyat (tanpa tahun). Jilid II/Cetakan III. Penerbit Permata Surabaya. 15. KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Rabu, 22 April 2020, Pukul 17.06.00 WIB. 16. KANTOR BERITA RMOL BANTEN, Edisi Kamis, 23 April 2020, Pukul 00.28.00 WIB.

276

Tentang Penulis

H. Khatib Mansur, kelahiran Kampung Kelapadua, Kabupaten Serang, Banten, 6 April 1962. Kampung kelahirannya itu, pada zaman pemerintahan Kesultanan Banten dari abad XV – bahkan jejak itu sampai sekarang sudah jadi jalur alternatif Kota Serang – salah satu jalur transportasi Pemerintah Kesultanan Banten dalam ekspedisi dagang dan lainnya. Khatib yang kadang disapa “Deya” ini juga bagian dari kenangan masa kecilnya. Ia rajin nulis artikel dan buku, bukan berarti pinter. Justru ia mengaku masih banyak kekurangan, karena pekerjaan nulis buku itu seperti berenang di samudera luas yang tak bertepi. Masih di sekitar pantainya saja. “Kegiatan menulis itu, harus dimaknai sebagai transformasi getaran mukjizat dari ayat pertama yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, Surat Al-‘Alaq ayat satu sampai lima,” tegasnya. Khatib yang pernah bekerja sebagai wartawan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Perwakilan Banten (1992-2001) ini merasa plong! Tak punya beban moral kepada rakyat Banten, karena setelah perjuangan pembentukan Provinsi Banten terwujud, 17 Oktober 2000, ia persembahkan satu buku catatannya, “Perjuangan Rakyat Banten Menuju Provinsi, Catatan Kesaksian Seorang Warawan.” Buku the best buah tangannya setebal 829 halaman itu adalah wujud transformasi dari getaran mukjizat itu, atas hidayah

277

Allah SWT, sebagai jalan hidup paling mulia, terutama memperbaiki akhlak manusia di muka bumi ini. Mukjizat inipun, Rasulullah SAW, berdakwah dengan metoda jurnalistik atau korespondensi mengajak kebaikan kepada raja-raja yang sombong dan angkuh, dari Raja Heraclius, Ebrewiz, Najasyi dan Maqauqis. Menulislah, karena buku akan hilang dari muka bumi!

278

MEWUJUDKAN PRODUK UNGGULAN SEBAGAI PENUNJANG SEKTOR PARIWISATA DAN PELUANG LAPANGAN KERJA: OPTIMASI PETERNAK LEBAH DI BANTEN

Oleh: Eka Sari Pengurus ICMI Orwil Banten

Pendahuluan ejak lama masyarakat Indonesia sudah mengkonsumsi madu.Madu yang dihasilkan dari lebah dipercaya memiliki S segudang khasiat untuk kesehatan.Lebah mengambil sari bunga yang baik dan mengolahnya untuk dijadikan madu untuk kesehatan. Seperti yang tercantum dalam Al Qur’an Surat An Nahl ayat 68 -69, yang artinya “Dan Tuhanmulah yang mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di gunung-gunung, pepohonan, maupun tempat-tempat yang dihuni, lalu makanlah berbagai jenis hasil tumbuhan kemudian tempuhlah hamparan ketentuan Tuhanmu" bahwa perut lebah menghasilkan bermacam- macam minuman yang mengandung obat untuk umat manusia, sungguh dalam hal demikian terdapat bukti-bukti pertanda bagi kaum yang mempertimbangkan. Sesuai dengan ayat tersebut madu sudah sejak zaman nabi digunakan sebagai obat dan untuk kesehatan. Banyaknya manfaat dari madu dan dapat menjadi komoditi yang dapat dijual dan memberikan penghasilan, maka masyarakat lokal Banten banyak berburu sarang lebah madu di hutan liar maupun sudah membuat peternakan lebah. Cukup banyak peternak

279 lebah, baik lebah madu maupun lebah trigona. Lebah madu liar yang berjenis Apis Cerana dan Apis Dorsata yang banyak tumbuh di hutan Banten dan dimanfaatkan oleh masyarakat diambil madunya dari hutan selanjutnya di jual. Lebah madu ada juga yang di ternakan oleh masyarakat yaitu jenis lebah Apis melipera. Selain lebah madu, Indonesia juga kaya dengan species lebah trigona atau lebah tanpa sengat. Lebah ini memiliki madu yang sedikit berbeda dengan lebah madu yang bersengat, rasa madu lebah ini sedikit asam dan jenisnya juga sangat banyak. Provinsi Banten masih memiliki hutan yang sangat luas terutama didaerah Pandeglang, Lebak dan Rangkas bitung.Beberapa daerah yang subur areanya, banyak masyarakat yang berburu lebah madu dihutan dan selanjutnya diolah secara sederhana dan dijual. Peternakan lebah di provinsi Banten juga cukup banyak, tetapi sebagian masyarakat masih mengandalkan berburu sarang lebah dan mengambil madunya. Beberapa daerah di Banten seperti daerah pandeglang, lebak dan rangkas bitung terdapat juga peternak lebah tradisional, baik lebah madu maupun lebah trigona. Para peternak ini masih kesulitan mengembangkan usaha peternakannya karena terkendala pengolahan yang sangat sederhana dan kualitas kemasan produk madu yang masih belum baik sehingga pemasaran produk madu mereka masih belum banyak. Sejauh ini belum ada produk turunan lebah dari Banten baik produk obat herbal maupun kosmetik, sampai saat ini baru hanya madu yang dimanfaatkan. Peternak Lebah di Provinsi Banten dan Permasalahannya Masyarakat di Provinsi Banten yang mengolah madu dari lebah dibagi 3 jenis yang pertama mengolah madu odeng dimana lebahnya adalah lebah liar dan diburu sarangnya dan diambil madunya dan diolah sederhana dan dimasukkan dalam botol dan dipesarkan. Golongan kedua adalah peternak lebah sengat, golongan

280 peternak ini mengembangkan peternakan lebah madu dan mengolah sederhana dan memasarkan madunya.Golongan ketiga adalah peternak lebah Teuwel atau lebah trigona atau lebah tanpa sengat. Peternak lokal lebah ini cukup banyak dan tersebar di daerah anyer, rangkas bitung kabupaten Lebak dan Pandeglang. Beberapa peternak lebah yang sudah dikenal adalah sebagai berikut: Peternakan lebah Nabila Natural yang diketuai oleh Bapak Badrul Munir yang berlokasi di Kampung lebong desa Kolelet kecamatan Kolelet Kabupaten Lebak Rangkas Bitung Banten. Bapak Badrul munir menjelaskan bahwa peternakan lebah yang beliau miliki berisi lebah sengat seperti apis ceranadan lebah trigona seperti itama dan species lainnya. Adapun jumlah kotak lebah secara keseluruhan mencapai 1.000 kotak lebah. Keadaan peternakan lebah Nabila Natural ini dapat dilihat pada Gambar 1.

281

Gambar 1. Keadaan Lokasi Peternakan Lebah Nabila Natural di Kabupaten Lebak Rangkas Bitung Banten

Gambar 1 menunjukkan keadaan peternakan lebah Nabila Natural. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Badrul munir pemilik peternakan lebah ini, Nabila Natural memiliki hamper 1.000 kotak lebah, saat ini produksi madu hanya mencapai 100 botol madu perbulan. Dengan jumlah kotak lebah yang cukup banyak ini maka dapat dievaluasi bahwa produktifitas produksi madu pada peternakan ini masih rendah.Kendala selain produktifitas lebah yang masih sedikit, kemasan madu yang ada untuk mengemas madu dari peternakan ini masih sangat sederhana dan tradional.Hal ini juga yang menyebabkan pemasaran dari produk ini masih terbatas di sekitar kabupaten lebak belum merambah pasar lokal Banten, apalagi pasar nasional dan pasar ekspor. Selain itu sistem pemasaran juga masih sederhana hanya dengan pemasaran dari mulut kemulut sehingga jumlah yang terjual masih sangat sedikit. Selain Nabila Natural, banyak lagi peternak lebah lainnya seperti didaerah Anyer, terdapat peternak lebah Bapak Asep yang

282 berlokasi di Desa Cinangka Anyer, Bapak Asep Haq peternak lebah yang berlokasi di Pandeglang, Bapak Nana juga peternak lebah dari Rangkas Bitung dan Bapak Wandi juga berlokasi di rangkas Bitung. Informasi yang dikumpulkan dari para peternak lebah menyebutkan hampir terdapat 30 peternakan lebah yang tersebar di Provinsi Banten. Dari Survei lokasi dari para peternak lebah ini permasalahan yang dihadapi oleh peternakan ini adalah 1. Produktifitas hasil madu masih rendah 2. Proses pengolahan masih tradisional dan sederhana 3. Kemasan yang masih sangat sederhana 4. Sistem pemasaran tradisional 5. Belum ada penelitian yang mendampingi produk madu ini sebagai pangan fungsional 6. Belum ada produk turunan yang dikembangkan dari produk madu atau produk lebah lainnya seperti bee polen, propolis dan lainnya. Evaluasi dari indentifikasi permasalahan yang ada peternakan lebah di Banten ini perlu adanya sentuhan teknologi dan dukungan riset dari para akademisi untuk membantu peternakan ini menjadi usaha baru yang produktif dan dapat diandalkan menjadi produk unggulan yang akan dapat dipasarkan secara nasional maupun ekpor. Dari Kajian permasalahan yang didapat dari survey lapangan maka dilakukan kegiatan dua tahap kegiatan yaitu tahap pertama adalah perbaikan untuk kemasan dan pemasaran. Dalam program ini akan diarahkan peternak untuk menggunakan kemasan yang cukup baik dan dengan botol-botol kemasan dan stiker yang banyak dipakai oleh produk madu yang sudah ada dalam pasaran nasional maupun internasional. Untuk tahap kedua adalah tahap yang perlu pendampingan penelitian dalam kehidupan lebah dilapangan untuk

283 meningkatkan efektifitas produksi madu dan evaluasi karakteristik madu dan uji uji lab agar ada dukungan akademisi untuk madu yang dihasilkan dari peternakan lebah ini menjadi produk pangan fungsional sehingga dapat meningkatkan pemasarannya. Untuk tahapan yang kedua ini memerlukan waktu agak lama, karena memerlukan analisis dan uji lab agar data yang dapat mendukung keterangan produk madu ini valid dan dapat digunakan untuk promosi.

Perencanaan Pengembangan Produk Peternak Lebah menjadi Produk Unggulan Banten Sebagai Penunjang Sektor Pariwisata

Dalam rangka membantu pengembangan dari produk berbasis lebah dari peternak lebah tradisional Banten maka perlu dilakukan pengembangan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan pada saat survey indentifikasi permasalahan dilapangan.Perencanaan penyelesaian permasalahan peternakan lebah tradisional di Banten ini ditargetkan adalah 1. Perbaikan Kemasan dan pemasaran untuk menjadi produk unggulan Banten 2. Peningkatan produktifitas produksi Madu menjadi produk pangan fungsional dengan didukung kajian laboratorium masuk pasar nasional. 3. Peningkatan kualitas madu dan kajian fungsionalnya untuk masuk pasaran ekspor. 4. Pengembangan produk turunan berbasis lebah untuk bahan baku obat herbal atau kosmetik Untuk mewujudkan tiga target pengembangan yang akan dilakukan perlu adanya kerjasama tripartid antara pemerintah daerah,

284

Perguruan tinggi yang memiliki para akademisi dan perternak lebah selaku UMKM yang akan di inkubasi pengembangannya. Pengembangan untuk pencapaian target pertama yaitu perbaikkan kemasan dan pemasaran untuk menjadi produk unggulan Provinsi Banten. Upaya ini dapat dilakukan dengan berkerjama dengan pihak akademisi yang dapat mendesaikan kemasan maupun pemilihan kemasan yang modern. Hal ini dapat diintegrasikan dengan program pemerintah melalui dinas perindustrian dan perdagangan yang biasa melakukam pelatihan untuk desain kemasan. Program ini dapat diikuti oleh para peternak lebah dengan luaran dari program adalah kemasan yang modern dan siap bersaing ke pasar lokal maupun nasional.Jika kemasan sudah modern dan baik, maka diperlukan pengurusan perizinan yang sesuai untuk produk madu, sehingga madu dari peternak lebah ini dapat dijual bebas dan memiliki izin sesuai dengan peraturan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dan dari kementerian kesehatan. Dalam pengurusan izin ini pemerintah daerah dapat membantu dari segi fasilitas maupun pendanaan atau penyiapan lembaga yang dapat membantu untuk pengurusan perizinan tersebut. Dalam pengurusan perizinan tersebut terdapat standar pengolahan produk madu yang sesuai sehingga standarisasi pengolahan madu dapat dilakukan peternak lebah dalam mempersiapkan produk madunya masuk ke pasaran. Jika kemasan yang sudah baik dan modern dan perizinan yang sudah dimiliki maka sangat mudah untuk pemasaran, produk madu masyarakat dapat dijual di toko baik dijual secara online maupun secara offline. Pengembangan untuk pencapaian target kedua yaitu peningkatan produktifitas produksi Madu menjadi produk pangan fungsional dengan didukung kajian laboratorium masuk pasar nasional. Dalam rangka meningkatkan produktifitas sehingga madu

285 yang dihasilkan peternak lebah meningkat signifikan, maka diperlukan kajian khusus setup dan kajian biologi untuk kehidupan yang lebih produktif. Kajian ini dapat melibatkan para peneliti lebah dari Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sehingga secara keilmuan dapat menunjang peningkatan produktivitas produksi madu dan kesehatan setup. Pengembangan untuk pencapaian target ketiga yaitu peningkatan kualitas madu dan kajian fungsionalnya untuk masuk pasaran ekspor. Untuk mencapai target ini diperlukan kerjasama dengan universitas dan jaringan internasional untuk pengembangan penelitian karakteristik madu dan evaluasi fungsional dari madu. Hal ini perlu kajian dan analisis karakteristik madu dan ujicobanya terhadap penyakit spesifik dan didapatkan aktivitasnya dalam penghambatan mikroorganisme atau penyakit yang diuji coba. Dengan penelitian ini maka hasil karakterisasi dari produk madu bisa menjadi rujukkan atau rekomendasi sehingga madu dapat dikenalkan secara luas dan ujilaboratoriumnya sehingga lebih mudah untuk promosi pada saat penjualan. Penelitian Internasional dan Jaringan pemasaran internasional sangat membantu untuk pencampaian target ini. Kerjasama peternak lebah dan para penliti lebah dapat membuka peluang pengembangan dan pencapaian target ketiga ini. Sebagai salah satu contoh untuk kegiatan menguji karakteristik madu dan uji laboratorium menyangkut kajian fungsional madu dapat memanfaatkan kerjasama penelitian Dr. Eka Sari, S.T., M.T. dengan pihak International Food and Water Reasearch Center (IFWRC) Singapura, dimana sudah ada kerjasama riset antara Dr. Eka Sari, S.T., M.T. dengan pihak IFWRC yang sudah disepakati dalam pertemuan ilmiah dan kerjasama antara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang disepakati Rektor Prof. Dr. Ir. Fatah Sulaiman, M.T. dan direktur IFWRC pada sekitar bulan

286

November 2019, dimana dalam kesepakatan ini berisi kerjasama analisis sample produk madu trigona Indonesia yang akan dipersiapkan untuk memasuki komunitas pasar Internasional ke eropa dan Amerika. Analisis yang akan dilakukan oleh IFWRC adalah analisis senyawa aktif didalam madu dan akan dilakukan uji untuk mendukung kajian fungsionalnya. Dari kerjasama ini maka sample madu trigona yang akan diprioritaskan untuk dianalisis adalah madu dari peternakan lebah dari peternak lebah di Banten. Pengembangan untuk pencapaian target keempat yaitu pengembangan produk turunan berbasis lebah untuk bahan baku obat herbal atau kosmetik. Produk berbasis lebah tidak hanya madu, tetapi banyak sekali produk berbasis lebah yang dapat diolah, yaitu propolis, bee polen, wax lebah dan lainnya. Propolis adalah cairan anti mikroba yang sangat bermanfaat untuk kesehatan. Propolis dapat diekstrak dari sarang lebah menggunakan pelarut seperti etanol. Kegunaan propolis tidak hanya untuk di konsumsi tetapi banyak sekali produk propolis dan turunannya dapat dikembangkan. Sifat antimikroba dari propolis dapat dimanfaatkan sebagai zat tambahan pada pembuatan sabun, shampoo dan kosmetik. Salah satu produk turunan propolis adalah shampoo anti ketombe yang memanfaatkan kemampuan propolis mematikan mikroba kulit kepala atau penyebab terjadinya ketombe. Produk lain misalnya sabun anti gatal dengan tambahan propolis yang memiliki kemampuan sebagai anti mikroba kulit. Produk lainnya seperti produk mouthwash, deodorant, lotion, krim kulit dan produk turunan lainnya dapat dikembangkan dengan memnafaatkan propolis. Selain propolis, ada juga bee pollen.Bee pollen adalah superfood alami yang sangat baik untuk kesehatan. Demikian juga wax lebah dapat dibuat beberapa produk turunan seperti lips balm dan pomade.

287

Produk produk ini dapat dikembangkan sehingga menjadi produk berbasis lebah yang handal berdasarkan dukungan dari para peneliti yang ada di universitas. Universitas sultan Ageng Tirtaya memiliki laboratorium Bioengineering and Biomedical Engineering yang berlokasi di Research Centre CoE Fakultas Teknik. Laboratorium ini banyak mengembangkan penelitian untuk produk turunan berbasis lebah, baik untuk obat herbal atau kosmetik. Peternak lebah di Banten dapat bermitra dengan para peneliti untuk pengembangan produk berbasis lebah dan turunannya sehingga dapat dihasilkan produk produk unggulan Banten dan berbasis riset.

Pengembangan Produk Unggulan Berbasis Lebah membuka Lapangan Pekerjaan untuk masyarakat Lokal Perencanaan untuk pengembangan produk berbasis lebah berbentuk madu dan produk turunan lainnya dari lebah, dengan kemasan dan proses rekomendasi fungional yang merupakan dari hasil penelitian para peneliti dari perguruan tinggi maka diharapkan akanada produk unggulan yang akan menjadi primadona sebagai oleh-oleh bagi wisatawan domestik maupun mancanegara yang berlibur di berbagai tempat wisata di Provinsi Banten. Pengembangan ini dapat didorong dalam bentuk sentra oleh oleh atau pun pusat eduwisata Lebah yang menghadirkan sebuah wisata baru dengan mempilkan peternakan lebah yang sudah dikelola secara modern dengan branding wisata dan menikmati madu langsung dari sarangnya. Hal ini sepertinya menarik untuk dikembangkan dan penempatan lokasi searah dengan tempat wisata yang saat ini sudah ada, misalnya daerah anyer, atau wisata ziarah di kota Serang. Pengembangan sentra oleh-oleh yang merupakan sentra wisata oleh oleh khas Provinsi Banten dapat menampilkan berbagai produk yang menjadi produk unggulan Banten, termasuk dengan hasil

288 pengembangan produk berbasis lebah. Jika pengembangan ini dilakukan dengan sangat baik dan terintegrasi juga dengan fasilitas pariwisata yang telah ada maka tentu kan menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan yang berkunjung ke Banten, dan dapat bergulir pengembangan ekonomi masyarakat, para umkm dapat memasarkan produknya, selanjutnya akan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal dan akan banyak pula pengusaha muda dengan ide kreatif yang akan berinovasi menampilkan produk unggulan lainnya. Demikian juga dengan Eduwisata lebah yang keberadaannya membutuhkan tenaga yang cukup banyak, memberi peluang lapangan kerja bagi masyarakat lokal dan eduwisata memberikan nuansa baru bagi perkembangan wisata di Provinsi Banten. Selain sentra industri oleh oleh dan Eduwisata berbasis lebah, untuk meningkatkan akses wisatawan mendapatkan produk unggulan berbasis lebah, maupun membuka peluang pemasaran yang baik bagi para umkm dan peternakan lebah memasarkan produknya, ada baiknya Dinas Pariwisata dapat bekerjasama dengan berbagai hotel dan penginapan yang ada di Banten untuk memberikan tempat atau Space display atau mini toko di tempat wisata baik hotel maupun penginapan, hal ini juga mendorong pemasaran produk unggulan Banten berbasis lebah tentunya dengan kemasan dan desain yang sudah sangat modern dan dapat menjadi oleh oleh yang berkelas bagi wisatawan. Produk-produk ini dapat berupa madu, sabun, shampoo atau kosmetik (lotion, cream, body scrub, lips balm dan produk cosmetic lainnya). Pengembangan ini diharapkan akan menjadikan wisata ke Banten jadi sangat menyenangkan dan wisatawan dapat terpesona dengan alam dan wisata alam yang ada sekaligus menjadi wisata belanja yang akan meningkatkan perekonomian masyarakat dan akan meningkatkan pula pendapatan daerah. [*]

289

Daftar Pustaka

Adalina, Y. 2008. Analisis Finansial Usaha Lebah Madu. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. Vol.V No. 3. hal. 217- 237. Andri Setiawan., Rudianda Sulaeman., Tuti Arlita., 2016 , Strategi Pengembangan Usaha Lebah Madu Kelompok Tani Setia Jaya di Desa Rambah Jaya Kec. Bangun Purba Kabupaten Rokan Hulu, Jom Faperta Vol. 3 No.1 Februari 2016, https://media.neliti.com/media/publications/203135-strategi- pengembangan-usaha-lebah-madu-k.pdf Buku PANDUAN SINGKAT BUDIDAYA &BREEDING LEBAH Trigona sp. BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU J BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN, http://balitbangtek- hhbk.org/2019/07/unggah/file-publikasi/panduan_trigona- ilovepdf-compressed_(1).pdf Desri Hamzah, 2011, Produksi Lebah Madu (Apis Cerana) yang dipelihara pada Sarang Tradisional dan Modern di desa Kuapan Kampar, Universitas Riau Febriani, W. 2010.Prospek Pengembangan Budidaya Lebah Madu Di Kelurahan Gunung Gede Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya.Skripsi Sarjana Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Siliwangi. Jawa Barat. Hadisoesilo, 2011, Peningkatan Produktivitas Lebah Madu melalui penerapan Sistem Integrasi dengan Kebun Kopi, JIIPB 2011 Vol 21 No: 29-39 Melissa. 2008. Studi Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu. Rajawali Press. Jakarta

290

Trubus. 2010. Propolis Dari Lebah Tanpa Sengat. PT Trubus swadaya. Bogor. Novita, Rustama Saepudin, Sutriyono., 2013., Analisis Morfometrik Lebah Madu Pekerja Apis cerana Budidaya pada Dua Ketinggian Tempat yang berbeda, Jurnal Sains Peternakan Indonesia, Vol 8 No. 1 Retno Widowati, Studi Usaha Ternak Lebah Madu Indigenous Indonesia Apis Cerana Secara Tradisional di Bali, Prosiding Seminar Nasional Prodi Biologi F. MIPA UNHI ISBN:978- 602-9138-68-9 Savitri, N.P.T., Hastuti, E.D., dan Suedy, S.W.A., (2017), Kualitas Madu Lokal dari Beberapa Wilayah di Kabupaten Temanggung, Buletin Anatomi dan Fisiologi, 2 (1): 58-66. Tedjo Budiwijono, 2012, Identifikasi Produktivitas Koloni Lebah Apis Melipera melalui Mortalitas dan Luas Eraman Pupa di Sarang Pada Daerah Ketinggian yang berbeda, JURNAL GAMMA, ISSN: 2086-3071, 7(2) p : 111 - 123

291

Tentang Penulis

Dr. Eka Sari, S.T., M.T. adalah Dosen Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Saat ini sebagai Kepala Laboratorium Bioengineering and Biomedical Engineering (B & B Lab), Research Center, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Lulus S1 dari JurusanTeknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya (UNSRI) pada tahun 1998. Selanjutnya Lulus program magister pada JurusanTeknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2007 dan menyelesaikan Program Doktor di Jurusan Teknik Kimia Fakuktas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) padaTahun 2015. Pernah menjadi dosen Tamu di Institute of Bioproduct Development, Universiti Malaysia, Johor Bahru Malaysia pada Tahun 2019 dan menjadi Keynote Speaker pada Seminar Nasional “Eksplorasi Hulu Demi Hilirisasi Produk” di Universitas Lampung pada tahun 2018. Aktif pada penulisan artikel ilmiah dan jurnal nasional maupun Internasional dan aktif penelitian pada bidang Bioengineering dan Biomedical Engneering khususnya topic pengelolaan bahan alam untuk bahan baku biosupplement dan kosmetik dan pengembangan produk hilirisasi riset. Saat ini sedang menginisiasi pembangunan pabrik kosmetik dan biosupplement dari bahan alam berbasis tanaman dan produk lebah. Penulis dapat dihubungi melali Email/Hp: [email protected], [email protected]/ 087807061974

292

KITAB SUCI BUKAN (HANYA) SOLUSI

Oleh: Ocit Abdurrosyid Siddiq Santri Kampung

emula, tulisan ini saya beri judul tanpa “hanya”. Namun, setelah berdiskusi dengan rekan saya satu angkatan dan satu S jurusan waktu kuliah di Aqidah Filsafat IAIN SGD Bandung, dia menyarankan agar judul tulisan agak diperhalus, untuk mengantisipasi kesalah pahaman pembaca yang bisa menuai kontroversi. Saya bilang, bukankah kajian seperti ini telah menjadi kebiasaaan dan rutinitas kita selama kuliah dan setelahnya? Dia sampaikan, bahwa pembaca itu beragam, baik latar-belakangnya, lingkungannya, pemikirannya, gurunya, bahan bacaannya, dan tingkat pemahamannya. Heterogenitas pembaca mesti dipertimbangkan. Demikian katanya. Andai tanpa “hanya” yang saya selipkan dalam tanda kurung, bisa jadi anda pun sebagai pembaca merasa “terganggu” dan tak setuju dengan statement diatas kan? Tapi sabar dulu ya! Baca dulu penjelasannya hingga tuntas. Hanya saja, sebelum kebenaran statement itu terpatahkan, saya sodorkan beberapa fakta yang menjadi pembenar atas benarnya statement (sementara) itu. Begini. Kebenaran agama itu kadang datangnya terlambat. Malah telat. Dalil agama kerap muncul hanya sebagai jawaban atas sebuah persoalan. Padahal, model begitu itu hanya terjadi dulu, ketika Nabi SAW menerima wahyu.

293

Islam, sebagai pembawa rahmat bagi semesta alam, diturunkan secara temurun sejak Nabi Adam AS turun ke bumi. Prinsip dasar ajaran Islam diturunkan oleh Allah SWT secara berkelanjutan oleh para nabi; dari nabi pertama hingga nabi terakhir. Mulai Nabi Adam AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS, Nabi Isa AS, dan Nabi Muhammad SAW. Bagi pembaca yang sudah khatam baca sirah nabawiyah pasti paham, mengapa saya hanya menukil beberapa nama nabi tersebut. Sama seperti para nabi sebelumnya, Muhammad SAW sebagai nabi terakhir, mendapat wahyu dari Allah SWT lewat Malaikat Jibril. Sebagai seorang yang “ummi”, beliau selalu menunggu wahyu dari Allah SWT atas jawaban bagi setiap persoalan dan permasalahan yang dihadapi oleh umat. Bila ketika lama tak ada kabar yang dibawa oleh Malaikat Jibril, Nabi SAW kadang langsung “berijtihad” sendiri. Tentu ikhtiarnya ini senantiasa berada dalam bingkai bimbingan langsung Allah SWT. “Akhlak Nabi SAW adalah Al-Quran”, demikian menurut Aisyah RA saat ditanya oleh Hisyam bin Amir. Hampir 23 tahun lamanya Nabi SAW senantiasa memberikan jawaban atas setiap persoalan yang dihadapi oleh umat Islam saat itu. Hingga kemudian pada suatu hari di akhir kenabian beliau, Allah SWT menegaskan bahwa “pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu”. Dengan demikian, Islam hadir ditengah umat sebagai solusi atas problematika keumatan. Prinsip, norma, dan nilai Islam senantiasa menjadi pegangan dan pedoman bagi umat Islam dalam berpikir, bertutur, dan bertindak. Sudah lebih dari 1400 tahun konsep sempurna ini diterapkan secara turun-temurun oleh kita sebagai penganutnya. Pada masa keemasannya bahkan mampu menguasai dua per tiga dunia. Mulai

294 dari Jazirah Arab hingga daratan Afrika, Eropa, dan Asia. Islam menguasai dunia. Dalam rentang waktu yang demikian panjang, kini mestinya Islam bukan hanya menjadi dan berada pada posisi pemberi solusi. Bukan hanya menjadi pemberi jawaban, bukan hanya menjadi pembenar atas penemuan dan penelitian yang dilakukan oleh manusia. Kerap kali norma agama, khususnya dalil agama, atau kutipan kitab suci, datang belakangan dan sekedar menjadi pembenar atas penemuan manusia dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Orang lain yang menemukan, mereka yang susah payah melakukan penelitian, mereka yang berkeringat, lalu dengan entengnya kita mengatakan “itu semua sudah ada dalam kitab suci”. Agama hanya jadi pembenar belaka. Padahal, Islam sudah berumur lebih dari 14 abad. Rentang yang sudah amat lama. Mestinya, Islam bukan hanya menjadi solusi. Bukan menjadi pahlawan yang kesiangan. Bukan hanya jago mengklaim. Mestinya, Islam menjadi inspirasi. Dengan ajaran yang terkandung dalam kitab suci, yang telah kita yakini kebenarannya, mestinya kita bisa melakukan penelitian dan penemuan lewat ilmu pengetahuan dan teknologi. Bayangkan, Galileo dengan fisika dasarnya, Newton dengan gravitasinya, Copernicus dengan heliosentrisnya. Lalu, untuk tidak ingin dikatakan bahwa Islam datang terlambat, dengan mudahnya kita mengklaim bahwa semua teori itu sudah ada dalam kitab suci. Itu beberapa contoh magnum-opusnya para ilmuwan dunia. Pada contoh yang lebih sederhana dan dekat dengan keseharian kita, maka fenomena cocoklogi yang kerap kita lakukan adalah bentuk lain dari fenomena “pahlawan kesiangan” itu.

295

Cocoklogi yang saya maksud adalah perilaku kita yang kerap mencocok-cocokkan sebuah kejadian faktual dan mutakhir dengan kutipan kitab suci. Gejala ini marak terjadi dan mencapai puncaknya ketika agama dijadikan dan diseret sebagai media bagi kepentingan politik. Demo atas nama agama yang dilakukan secara berjilid, tanggal dengan nomor cantik yang dipilih sebagai waktu yang pas dan tepat untuk melakukan aksi, makna yang dipaksakan atas nomor urut pasangan calon yang didukung, yang kemudian seolah mendapat legitimasi dari angka-angka pada ayat dan surat dalam kitab suci, adalah sebagian kecil dari beberapa contoh gejala cocoklogi. Seolah mendapat pembenaran dari kitab suci. Yang terbaru, memaksakan untuk mencocokkan antara wabah corona dengan kalimat “waqorna” pada awal Ayat 33 Surat Al- Ahzab dengan cara memotongnya menjadi “qorna” yang dipahami sebagai “corona”. Cocok kan? Iya cocok, karena dipaksa untuk cocok. “Subhanallah, astaghfirullah, tidak ada kebetulan di dunia ini”, adalah beberapa contoh diksi yang kerap dipakai sebagai gambaran ungkapan benarnya ajaran agama atas apa yang terjadi. Kalimat mulia itu seolah menjadi justifikasi atas cocoknya ayat dengan fakta. Mengapa kita tidak melakukan sebaliknya; kitab suci menjadi inspirasi, bukan hanya dijadikan sebagai solusi. Akhirnya, agama, kitab suci, dalil naqli, hanya menjadi justifikasi. Datang belakangan. Telat. Padahal, bila kita menempatkan agama, kitab suci, dan dalil naqli sebagai inspirasi, maka kebenaran yang dibawa agama akan semakin teruji. Norma dan nilai islami menginternalisasi pada seluruh aspek kehidupan. Mari kita hadirkan agama sebagai pembawa inspirasi. Bukan hadir dan datang hanya sebagai pemberi solusi. Mari kita sajikan

296 kebenaran agama secara argumentatif. Karena menyajikan dan membela agama dengan cara konyol –dan kebiasaan cocoklogi adalah salah satu bentuk kekonyolan- hanya akan membuatnya sebagai bahan olokan belaka. Wallahualam. [*]

Tentang Penulis

Ocit Abdurrosyid Siddiq, lahir di Lebak, 7 Juli 1973. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Prodi Aqidah Filsafat IAIN SGD Bandung tahun 1997. Penulis pernah menjadi Guru Ponpes Daar el Qolam Gintung Tangerang, Dosen Fisip Unma Pandeglang. Pernah juga menjadi Konsultan Japan International Cooperation Agency, Anggota Panwaslu Kabupaten Tangerang, dan saat ini sebagai Anggota Bawaslu Provinsi Banten. Penulis pernah aktif dalam organisasi, diantaranya; Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Himpunan Mahasiswa Islam, Keluarga Mahasiswa Banten-Bandung Keluarga Alumni Korps Mahasiswa Islam, dan sekarang aktif di Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia.

297

298

KETAHANAN PANGAN DAN EKONOMI RAKYAT DI MASA PANDEMI COVID-19

Oleh: Iis Solihat Anggota ICMI Orwil Banten

erjadi fenomena di dunia dengan ditetapkannya pandemi COVID-19, berbagai negara yang telah terjangkit T melakukan berbagai upaya untuk menghentikannya termasuk Pemerintah Indonesia berbagai upaya, arahan dan simulasi dari Pemerintah terus menerus digencarkan mulai dari tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten dan Kota termasuk wilayah pedesaan aktif dalam pencegahan, pengobatan dan penanggulangan dampak dari penyakit yang berasal dari virus corona ini. Pandemi mendatangkan efek dan ujian bagi masyarakat Indonesia oleh karenanya sebagai masyarakat Muslim kita wajib bersabar atas segala ujian dari Allah Swt. sambil terus berdoa dan berupaya dalam melakukan pencegahan dan mengikuti semua himbauan Pemerintah, untuk menekan penyebaran Pandemi COVID-19 ini. Sektor pangan atau makanan merupakan penyokong utama pertumbuhan perekonomian Indonesia dan memiliki kontribusi yang besar di Indonesia. Sektor pangan dan makanan saat pandemic COVID-19 mengalami penurunan, selain itu dampak dari COVID-19 para karyawan dari berbagai perusahaan maupun instansi dirumahkan.

299

Masalah atau problema lain bagi Bangsa Indonesia ada banyak pula karyawan yang terancam pemberhentian hak kerja (PHK) akan mengakibatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan baru karena banyak pekerjaan yang tidak memungkinkan untuk dikerjakan dirumah, seperti halnya kegiatan produksi perusahaan manufaktur yang bergantung pada mesin yang berada di tempat produksi. Berbagai perusahaan yang berhenti beroperasi dapat meningkatan jumlah angka pengangguran dan mengurangi produk domestik bruto (PDB) serta menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia Perekonomian yang terjadi pada saat pandemic ini, mengakibatkan kemacetan sistem perekonomian di Pasar tradisional maupun minimarket yang menjual kebutuhan dasar masyarakat. Para pelaku ekonomi kesulitan dalam aktifitas ekonomi para pembeli di pandemic COVID-19 adalah harga yang melonjak sangat tinggi namun pendapatan para konsumen yang kurang untuk memenuhi kebutuhan mengakibatkan kemacetan dalam perputaran uang kutipan dari rachmaniar S.A.P (2020). Analisa dalam pemberitaan media Televisi, Media On Line berbagai Radio tengah membahas mengenai ekonomi banyaknya antrian pembagian sembako, pembagian nasi bungkus dan tingkat criminal yang meningkat dalam masa pandemi, penulis melakukan wawancara dengan berbagai pelaku ekonomi kecil, observasi dan pengamatan di lapangan: di Warung, Minimarket, Warung Makanan, Pasar Traditional dengan pengamatan jarak jauh Sosial distancing yang mempengaruhi perubahan sistem pasar ekonomi permintaan dari suatu barang. Dalam kondisi ini pembeli lebih memilih membeli kebutuhan dasar. Saat ini permintaan pasar kebutuhan dasar yaitu makanan atau sembako meningkat tajam selain barang-barang yang menunjang seperti :

300 masker, sabun cuci tangan, sarung tangan, hand sanitizer. (Chusnah, 2020). Berbagai bentuk kepedulian berdatangan dari berbagai kalangan sebagai bukti solidaritas dan usaha-usaha mengatasi pandemi corona ini, kepedulian kepada roda ekonomi masyarakat supaya tetap bergerak dan berputar terutama dalam perekonomian dari kalangan masyarakat bawah. Penulis melakukan analisa yang terjadi pada masyarakat bahwa kegiatan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan dasar saat pendemi ini seharusnya lebih ditekankan pada layanan kesehatan, ketahanan pangan, langkah yang perlu segera dilakukan oleh pemerintah di tingkat pusat maupun daerah adalah dengan meningkatkan produksi pangan serta menjaga gudang penyimpanan pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan. Mekanisme pasar regular semakin banyak produk pangan dan tidak mengalami kelangkaan maka stabilitas harga akan terjaga. [*]

Daftar Pustaka

Rachmaniar, S. A. P. (2020). Mekanisme Penawaran Pasar Porong Yang Terjadi Saat Pandemi Covid-19.

Chusnah, A. (2020). Pengaruh Kondisi Pandemi Pada Permintaan Pasar Fast Food.

Rejekiningrum, P. (2013). Model optimasi surplus beras untuk menentukan tingkat ketahanan pangan nasional.

301

Tentang Penulis

Iis Solihat, S., M.Ak. Lahir di Tangerang, 11 April 1984 Putri pertama dari dua bersaudara dari Ayahanda bernama Eri Suheri, S.H. dan sang Ibunda bernama Yuyum Haryunani. Llulus S1 pada Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mercu Buana Jakarta, lulus S2 di Program Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana. Sebagai Pengajar (Tutor) pada Tutorial On Line Fakultas Ekonomi Universitas Terbuka mata kuliah Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Biaya, Pengajar pada STIE Al-Khairiyah Cilegon mata kuliah Akuntansi Manajemen, Budgeting Perusahaan, Operational Research, Manajemen Investasi Portofolio hingga sekarang. Telah mengikuti pelatihan Chartered Global Management Accountant (CGMA) di Jakarta.

302

KEBEBASAN BEREKSPRESI ANTARA HAK ASASI DAN INTIMIDASI

Oleh: Milla Fadhlia Pengurus ICMI Orwil Banten

ada saat saya on-air di salahsatu media elektronik radio hari Selasa, 9 April 2019 pukul 09.30 wib terkait P pernyataan sikap atas kebijakan Pemerintah Kabupaten Pandeglang muncul pertanyaan: “Apakah ada terror atau intimidasi yang ditujukan kepada ibu pasca statement ibu dimuat di beberapa media online dan pasca on-air di radio ini?” saya hanya jawab: “Setiap yang kita lakukan pasti akan ada pro dan kontra, kita harus siap dengan berbagai resiko yang akan terjadi”. Resiko yang terjadi diantaranya adanya terror dan intimidasi, bagi ASN seperti saya resiko tidak hanya itu tetapi juga ada sangsi kedinasan ketika sikap yang dilakukan dipandang menentang kebijakan sekalipun maksudnya benar. Tulisan ini terinspirasi dari pengalaman pribadi ketika melakukan sebuah penolakan terhadap kebijabakan Pemerintah Kabupaten Pandeglang yang ditujukan kepada ASN hususnya di lingkungan dinas pendidikan dan juga beberapa pernyataan sikap terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan yang semua bentuk pernyataan sikap tersebut dimuat di tiga media online.

303

Kebebasan Berekspresi Salah satu kecenderungan manusia dalam melakukan hubungan interpersonal adalah menyampaikan perasaan, sikap dan pikiran-pikirannya kepada orang lain baik dalam bentuk verbal, grafis, tingkahlaku maupun isyarat tertentu lainnya. Perasaan, sikap dan pikiran itu disampaikan dengan maksud agar mendapat tanggapan dari orang lain sesuai dengan apa yang diharapkannya. Penyampaian perasaan, sikap dan pikiran-pikiran yang disebut dengan ekspresi ini akan disikapi sesuai dengan pesan yang disampaikannya. Dalam berekspresi, setiap orang memiliki gayanya masing- masing begitupun dengan metode dan media yang digunakan juga bermacam-macam ada yang melakukannya dengan orasi, unjuk rasa, tulisan, pameran, karikatur, kampanye dan yang lainnya. Sejalan dengan ini, peristiwa ekspresi manusia banyak ayat dalam Al-Quran yang menjelaskannya diantaranya yaitu Surat An-Nahl ayat 58 yang artinya: “Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan kelahiran anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam) dan dia sangat marah”. Marah adalah salah satu bentuk ekspresi sikap yang dimiliki manusia dan pada kondisi tertentu disadari atau tidak ekspresi ini akan nampak dengan sendirinya. Selain itu dalam UUD 1945 Amandemen ke II yaitu dalam pasal 28 E ayat (2) menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Dalam pasal 22 ayat (3) UU No. 39 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menyatakan:

304

“Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan dan menyebarluaskan pendapat sesuai hati nuraninya secara lisan atau tulisan melalui media cetak maupun media elektronik dengan memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum dan keutuhan bangsa’. Undang-Undang Nomor 9 Tahun1998 pasal 5 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka Umum memberikan hak yang sama kepada warga Indonesia untuk mengeluarkan pikiran secara bebas sekaligus memperoleh perlindungan hukum. Dalam pandangan agama, sekalipun berekspresi diberi kebebasan namun tidak berarti bebas tanpa batas. Berekspresi tetap harus dilakukan dengan mengedepankan etika sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima. Oleh karena itu, berekspresi apapun bentuknya harus tetap memperhatikan faktor tanggungjawab, kesopanan, kebenaran dan kejujuran. Tanggung jawab adalah suatu sikap yang selalu dituntut dalam setiap aktivitas. Ucapan yang dilontarkan, perbuatan yang diwujudkan dalam tingkahlaku termasuk apa yang diyakini dalam hati merupakan hal yang harus dipertanggungjawabkan baik secara moral, intelektual dan spiritual dihadapan Allah SWT sebagaimana dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Zalzalah ayat 7-8 yang artinya: “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan mendapat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan mendapat balasannya”.

Sebagai individu, manusia memiliki keinginan untuk bebas melakukan aktivitas apasaja yang dikehendakinya, ingin bebas

305 bereskpresi tanpa dihalangi aturan apapun. Namun sebagai mahluk sosial manusia harus mempertimbangkan keberadaan orang lain sehingga dituntut untuk tidak berbuat sekehendaknya yang membuat orang lain terganggu. Dalam hal ini, agama mengajarkan bahwa menyampaikan pendapat, ide, saran dan gagasan harus dilakukan dengan sopan. Selain itu, kebenaran dan kejujuran juga merupakan hal yang sangat penting dalam setiap aktivitas yang dilakukan begitupun dalam berekspresi. Seringkali kita jumpai sekelompok orang berteriak-teriak di jalanan seolah-olah memperjuangkan sesuatu padahal yang dilakukannya karena dibayar bukan atas dasar ketulusan hati memperjuangkan sebuah nilai. Ada juga yang bersikukuh pada argumentasinya sekalipun tidak didukung oleh data- data uang akurat dan valid.

Ekspresi dan Hak Asasi Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Hak Asasi Manusia adalah seperangkat Hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Dari pengertian ini dapat diketahui bahwa Hak Asasi Manusia memiliki ciri-ciri yang tidak bisa diganggugugat oleh siapapun yakni bersifat hakiki dan universal. Hak Asasi Manusia bersifat hakiki artinya Hak Asasi Manusia adalah hak semua manusia yang sudah ada sejak lahir sedangkan universal adalah Hak Asasi Manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status , suku bangsa, gender atau perbedaan lainnya. oleh karena itu, Hak Asasi Manusia itu tidak dapat diabaikan, apalagi dihapuskan. Ekspresi merupakan salahsatu Hak Asasi Pribadi (Personal Right) dan merupakan hak dari setiap manusia sebagaimana

306 diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28f (amandemen ke 2) yaitu: “Setiap oprang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.

Sejak lahir ke dunia manusia sudah melakukan ekspresi berupa tangisan sebagai tanda bahwa ia hidup. Tangis ini kemudian direspon dengan ekspresi suka cita sebagai ungkapan rasa bahagia atas kelahiranya. Ekspresi demi ekspresi dilakukan oleh manusia untuk menunjukkan eksistensi dihadapan orang lain dan ini tidak bisa diabaikan apalagi dihilangkan. Karena ekspresi adalah hak asasi maka siapapun memiliki kebebasan untuk melakukannya dimanapun ia berada. Namun, kebebasan berekspresi ini bukan berarti mengabaikan hak asasi manusia yang lainnya oleh karena itu ekspresi sebagai hak asasi harus tetap menghormati dan menghargai hak asasi orang lain.

Ekspresi dan Intimidasi Sebagaimana diuraikan diatas bahwa ekspresi adalah hak asasi yang mendapat jaminan dan dilindungi oleh Undang-Undang. Kendati demikian pada tataran implementasinya tidaklah demikian sehingga berakibat buruk pada system pemerintahan karena ketika kebebasan berekspresi dan berpendapat terbelenggu maka kontrol terhadap pemerintahan itu tidak akan ada. Dalam system demokrasi, kebebasan berekspresi dan berpendapat adalah syarat utama karena dalam system ini kekuasaan tertinggi terdapat ditangan rakyat. Hal ini sebagaimana tertuang

307 dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 1 ayat (2) yaitu: “kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.”. Ini membuktikan bahwa Rakyat Indonesia memegang kedaulatan. Dalam teori kedaulatan rakyat dinyatakan bahwa kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara berada ditangan rakyat. Teori ini berusaha mengimbangi kekuasaan tunggal raja atau pemimpin agama. Dengan demikian, teori kedaulatan rakyat menyatakan bahwa teori ini menjadi dasar dari Negara-negara demokrasi. Indonesia sebagai Negara demokrasi sejatinya memegang teguh kedaulatan rakyat karena dengan rakyat berdaulat Negara akan kuat. Rakyat sebagai agent of control tidak perlu di intimidasi ketika berekspresi mengeluarkan pendapatnya. Hingga saat ini, masih terdapat upaya-upaya kelompok tertentu di masyarakat untuk melakukan persekusi terhadap praktek kebebasan berekspresi dikarenakan perbedaan pandangan. Kebebasan berekspresi dipandang sebagai bentuk perlawanan terhadap penguasa padahal yang sebenarnya tidaklah demikian. Dalam beberapa kasus yang saya temui, ASN sajapun tidak memiliki keberanian untuk berbeda pendapat dengan atasannya. Alasannya sangat klasik yaitu takut kehilangan jabatan, dinon jobkan atau di mutasikan ke daerah yang terisolir sehingga dengan terpaksa selalu menerima setiap kebijakan. ASN memang dituntut untuk memiliki loyalitas namun menurut saya tidakberarti harus nrimo dan sumuhun dawuh pada atasan atau pimpinan. Intimidasi terjadi tidak hanya dilingkungan kedinasan namun hampir disetiap lembaga atau instansi apapun bisa kita jumpai. Setiap bentuk perbedaan pandangan dalam menyikapi kebijakan selalu dipandang sebagai sebuah perlawanan sehingga menganggap perlu untuk diintimidasi bahkan tidak hanya karena perbedaan pandangan,

308 memberitakan yang sebenarnya sajapun diintimidasi seperti yang terjadi pada para jurnalis yang mendapat perlakuan kekerasan fisik dan intimidasi seperti yang dilansir Mediabantencyber.co.id tanggal 26 September 2019 bahwa wartawan Banten melakukan aksi prihatin dan mengecam adanya tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap rekan wartawan di beberapa daerah pada saat melakukan tugas jurnalistiknya. Bahkan belum lama ini, SuaraBanten.id tertanggal 20 April 2020 memberitakan bahwa beberapa jurnalis di kota Serang diintimidasi dengan bentuk menghalang-halangi tugas jurnalis pada saat meliput tragedy meninggalnya seorang ibu miskin karena wabah corona di Banten bahkan video hasil liputannya dihapus secara paksa. Ironis memang, di tengah-tengah perkembangan zaman yang serba canggih yang konon generasinya disebut sebagai generasi millennial ternyata rakyatnya masih dirundung ketakutan untuk berbeda pandangan atau menyampaikan yang sebenarnya terjadi padahal sepanjang perbedaan itu rasional dan argumentative dapat dijadikan masukan dan pertimbangan dalam membuat sebuah keputusan. Sepanjang pemberitaan para jurnalis itu benar sejatinya dapat dijadikan evaluasi dan motivasi untuk bertindak secara cepat dalam menangani berbagai kasus yang terjadi. Jangan sampai hanya karena ingin meraih sebuah prestasi demi prestise mengabaikan nilai- nilai kemanusiaan. Akan lebih bermartabat jika prestasi itu diperoleh dengan cara-cara yang elegan dan normative. Saat ini, sudah bukan zamannya lagi untuk melakukan intimidasi. Semua manusia, memiliki hak untuk berekspresi sepanjang sesuai dengan norma- norma yang berlaku. [*]

309

Tentang Penulis

Milla Fadhlia, lahir di Pandeglang, 25 September 1971. Menyelesaikan pendidikan Sarjana S1 di IAIN SGD Bandung tahun 1997, kemudian melanjutkan ke jenjang S2 di STAI At Thohiriyah Jakarta tahun 2010. Saat ini aktif sebagai Sekretaris Daerah ‘ Kabupaten Pandeglang sejak tahun 2015- sekarang, menjadi Anggota Majlis Kebudayaan ‘Aisyiyah wilayah Banten tahun 2015-sekarang, Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga MUI Kabupaten Pandeglang tahun 2016-sekarang, dan diangkat sebagai Ketua FORHATI Kabupaten Pandeglang tahun 2018-sekarang. Penulis aktif juga di Organisasi Profesi, sebagai Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan KORPRI kecamatan Saketi 2012-2017, Sekretaris Bidang Publikasi dan Literasi IGI Kabupaten Pandeglang 2016-sekarang, dan Ketua Gerakan Literasi Sekolah SMPN 1 Saketi tahun 2015 – sekarang. Penulis juga aktif sebagai Instruktur, diantara pernah menjadi Instruktur Kurikulum 2013 LPMP Banten tahun 2014-2018, Instruktur Kurikulum 2013 Mapel PABP Kementrian Agama RI di Maluku Utara, Pemateri di Latihan Kader Mahasiswa HMI dan IMM, Pemateri pelatihan Kompetensi guru tahun 2017 di Pandeglang, dan Pemateri pada Sosialisasi Pilkada KPU Kabupaten Pandeglang tahun 2015 dan 2020. Selain sebagai Instruktur, penulis telah juga aktid menulis artikel dan buku. Buku yang pernah di terbitkan adalah Membentuk Karakter anak Masa Depan (2016). Saat ini penulis berprofesi sebagai Guru di SMPN 1 Saketi sejak tahun 2003 sampai sekarang., dan pernah juga menjadi Dosen

310

Luarbiasa di STAIBANNA tahun 2005-2010, STAISMAN tahun 2007-2010, dan UNMA tahun 2007-2010. Penulis berdomisili di Jln. Raya Labuan KM. 28 Pasirwaru Menes Pandeglang, no WhatsApp yang dapat dihubungi: 081283759292

311

312

DEMOKRASI KITA DITENGAH PANDEMI COVID-19

Oleh : Odih Hasan Pengurus ICMI BANTEN

andemi Covid-19 yang melanda dunia termasuk Indonesia, hingga saat ini tak dapat diprediksi keberlangsungannya. Di P satu sisi, negara dihadapkan pada kehidupan demokrasi yang tetap berjalan demi menjaga keberlangsungan kedaulatan rakyat. Pandemi Covid-19 bisa menjadi ganjalan dalam upaya penguatan demokrasi yang menjadi salah satu amanat reformasi. Di tengah pandemi COVID-19 ini secara substansi demokrasi kita memang tidak banyak perubahan. Kita pada dasarnya masih akan menghadapi problematika demokrasi yang sama. Beberapa fenomena terakhir cenderung mengkonfirmasi hal ini. Pertama, masih terus lemahnya checks and balances dari DPR. Kondisi semacam ini tampak telah menjadi natur DPR era Jokowi yang pada umumnya kurang kritis dan sekadar menjadi pendukung penguasa. Ini terkonfirmasi dari bagaimana sikap DPR yang tampak tidak terlalu terusik dengan kelambanan respon pemerintah pusat sejak virus mulai merebak. Begitupula saat munculnya beberapa kali inkonsistensi kebijakan yang membingungkan masyarakat. Bahkan hingga ketika tidak lancarnya pemberian bantuan sosial dan munculnya pencitraan bagi-bagi sembako, DPR tampak tak bergeming. Meski mulai ada suara-suara kritis, secara umum nuansa over-protective parlemen kepada pemerintah masih terasa.

313

Di sisi lain, Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 menjadi tantangan demokrasi tersendiri di era ini. Selain menjamin kedaulatan rakyat, pelaksanaan Pilkada juga perlu menjamin keselamatan dan kesehatan masyarakat. Meski Jadwal Pilkada serentak 2020 ini diundur tiga bulan dari semula 23 September 2020. Penundaan ini dilakukan mengingat pandemi virus Corona 2019 atau Covid-19 yang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia yang tiap hari kasusnya semakin bertambah. Sebelumnya presiden melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 yang ditanda- tangani 5 Mei 2020, memilih 9 Desember 2020 sebagai waktu pelaksanaan Pilkada Serentak.Meski, dalam perppu itu juga dibuka kemungkinan perubahan waktu bila krisis pandemi COVID-19 belum tuntas diatasi. Pilkada serentak , sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) UU nomor 8 Tahun 2015, dilaksanakan lima tahun sekali secara serentak di seluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui Undang- undang No. 8 Tahun 2015, butir ’’g’’ keluar fomulasi ulang tahapan pilkada serentak. Undang – undang itu mengamanatkan pilkada serentak digelar menjadi tujuh gelombang. Gelombang pertama (Desember 2015), gelombang kedua (Februari 2017), gelombang ketiga (2018), gelombang ke empat (2020), gelombang kelima(2022), gelombang keenam (2023), untuk kepala dan wakil kepala daerah hasil pilkada 2018. Pilkada serentak pada gelombang ketujuh, akan dilakukan serentak secara nasional pada tahun 2027. Dan, untuk lima tahun selanjutnya dan seterusnya, pilkada akan dilakukan serentak secara nasional. Dengan ini, kesan setiap dua atau tiga hari berlangsung satu kali pilkada lagsung di Indonesia akan hilang. Kesan itu bukanlah berlebihan, mengingat negeri ini terdiri dari 34 provinsi, 399

314 kabupaten dan 98 kota. Sejak 1 Juni 2005 hingga desember 2014, telah berlangsung 1.027 kali pilkada langsung, dengan perincian sebanyak 64 pilkada di provinsi, 776 pilkada di kabupaten dan sebanyak 187 pilkada di kota. Kita mengerti bagaimana sibuknya penyelenggara pilkada (KPU) baik di kabupaten, kota, provinsi dan pusat dalam menyiapkan semua tahapan pilkada langsung. Kita juga mengerti bagaiamana masyarakat yang dalam hal ini memiliki hak memilih, tentu saja juga menyita waktu untuk bertemu dan mendengarkan ceramah dari para pasangan calon maupun tim sukesnya. Demikian juga kita mengerti bagaimana aparat keamanan dalam menyiapkan pengamanan prima agara pilkada langsung itu berjalanan dengan tertib dan aman. Belum lagi mengenai konflik yang terjadi setelah pembacaan hasil pilkada. Mahfud MD, ketika masih memimpin Mahkamah Konstitusi, menangani 396 gugatan sengketa pilkada sepanjang 5 tahun. Jumlah tersebut, menurutnya, mencapai 80 persen dari seluruh pilkada di Indoneisa. Sebagai contoh, pada tahun 2012, sebanyak 77 daerah melaksanakan pilkada (saat itu namanya pemilukada), yang terdiri atas 6 provinsi, 18 kota, dan 53 kabupaten di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, sengketa yang diajukan ke MK berasal dari 4 provinsi, 12 kota, dan 43 kabupaten. Totalnya berjumlah 59 daerah atau 76,62 persen pilkada yang di sengketakan ke MK. Menurut Mahfud MD, hamper 100 persen pilkada di Indoneisa bermasalah (walaupaun tidak semua berperkara di MK). Saat sedang menulis artikel ini saya sempat membaca beberapa diskusi di salah satu Grup WhatsApp, saya terenyak oleh pertanyaan seorang kawan di grup itu.”Apa risikonya jika pemilu (pilkada serentak) yang di paksakan desember nanti yang mahal ini tak menghasilkan pemimpin yang diharapkan?”

315

Tentu saja, Mahalnya biaya kekuasaan pantas dirisaukan. Indonesia begitu cepat menandingi fenomena yang sama di Amerika Serikat, dengan produk nasional bruto (GNP) yang tak tertandingi negara kita. Indikasinya bisa dilihat dari kenaikan secara eksponensial total belanja iklan politik. Menurut Nielsen (Media Indonesia), pada Pilpres 2014 total belanjaiklan politik sebesar Rp109,74 triliun. dan masa kampanye Pemilu pada 24 Maret-13 April 2019 terdapat peningkatan belanja iklan sebesar Rp 500 miliar.Ini berbeda tajam pada saat awal reformasi medio 1999 total belanja iklan politik hanya berkisar 35 Miliar saja. Dari total belanja iklan pemerintahan dan organisasi politik, kontributor terbesarnya adalah iklan pasangan calon presiden dan wakil presiden sebesar Rp 206,6 miliar atau 20%. Posisi kedua disumbangkan oleh iklan Komisi Pemilihan Umum (KPU) senilai Rp 93,2 miliar dan calon anggota legislatif (caleg) sebesar Rp 92 miliar. Ditengah terkurasngnya kas negara untuk membiaya Covid 19 ini tentu saja Jumlah di atas akan kian mengerikan jika ditambah pembiayaan pelaksanaan pemilu serentak desember nanti tetap dipaksakan karena kita sedang dalam masa paceklik perekonomian yang mengimpit negeri akibat pendemi covid -19. Belum sepenuhnya pulih ekonomi kita, seketika muncul pandemi Covid - 19 yang membuat krisis ekonomi global dan membawa luberan krisis baru yang melumpuhkan. Kontradiksi harus diwaspadai karena David Morris Potter pernah berhipotesis, ”Demokrasi lebih cocok bagi negara dengan surplus ekonomi dan kurang cocok bagi negara dengan defisit perekonomian.” Upaya memperjuangkan demokrasi dengan ongkos mahal, dalam kondisi paceklik, bisa berujung pada penggalian kuburan demokrasi.

316

Institusi demokrasi Isu utamanya bukanlah muncul atau tidaknya pemimpin yang diharapkan, tetapi sehat atau tidaknya institusi demokrasi sebagai produk ekstravaganza politik itu. Penekanan pada penyehatan institusi ini adalah konsekuensi dari pilihan Indonesia untuk keluar dari rezim stabilitas yang tertutup menuju rezim stabilitas yang terbuka. Pada rezim pertama, stabilitas negara sangat bergantung pada karisma pemimpin secara individual. Kapasitas pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan cenderung mengalami sentralisasi yang memusat pada pemimpin besar. Durabilitas dari stabilitas negara semacam itu dibatasi siklus karisma pemimpinnya; sedangkan ketertutupannya terhadap dinamika intern dan ekstern membuatnya tak memiliki kelenturan dalam menghadapi guncangan (shock) sehingga mudah terjerembab ke dalam krisis. Pada rezim kedua, stabilitas negara bergantung pada karisma institusi-parlemen yang representatif dan responsif, eksekutif dengan kapasitas direktif-koordinatif, birokrasi yang impersonal, lembaga peradilan yang independen, lembaga pemilihan yang tepercaya dan imparsial, serta komunitas-komunitas kewargaan yang partisipatif. Kebijakan negara terbuka bagi dinamika arus informasi dan ide dari luar maupun dalam negeri, yang membuatnya memiliki daya absorpsi terhadap guncangan. Negara yang bertransisi dari rezim stabilitas yang tertutup menuju stabilitas yang terbuka akan menjalani periode instabilitas yang berbahaya. Celakanya, tidak ada jalan pintas untuk itu dan tidak selamanya bisa dilalui. Trayek yang dilalui bisa membawa negara pada empat posisi: negara tanpa stabilitas (failed state), berstabilitas rendah, berstabilitas moderat, dan berstabilitas tinggi.

317

Beruntung transisi politik Indonesia saat ini tidak membuatnya terjerembab ke dalam failed state, yang ditandai dengan ketidakmampuan negara untuk mengimplementasikan dan menegakkan kebijakan. Indonesia saat ini berada pada status negara berstabilitas rendah; ditandai dengan otoritasnya yang masih diakui dan hingga taraf tertentu masih mampu menegakkan hukum, tetapi masih berjuang untuk bisa mengimplementasikan kebijakan efektif dan efisien. Demi meningkatkan efektivitas dan efisiensi, reformasi dalam institusi perekonomian, politik, dan birokrasi menjadi keharusan. Industri yang tidak efisien harus ditutup atau disehatkan, pemborosan sumber daya alam diakhiri, ketergantungan pada pihak asing dikurangi dengan memperkuat kemandirian; prosedur dan kelembagaan politik disederhanakan dan diberdayakan; birokrasi dirampingkan, disinergikan, dan diresponsifkan. Semuanya bukan tanpa pengorbanan. Banyak pihak yang akan merasa dirugikan oleh reformasi kelembagaan. Pengangguran dan dislokasi sosial yang ditimbulkan bisa membawa instabilitas, yang acap kali mendorong sebagian warga untuk menyerukan restorasi dengan mengorbankan manfaat reformasi yang digulirkan. Betapapun mengguncangkan, pemimpin mesti siap dan mampu mengeluarkan modal politik demi membawa perubahan. Termasuk dalam kesiapan ini adalah komitmen mengurangi ongkos politik dan ketidakpopuleran demi tercapainya efektivitas pemerintahan. ”Tiada yang lebih sulit dilakukan, lebih sangsi menuai hasil, dan lebih gawat ditangani, ketimbang memulai suatu perubahan,” ujar Machiavelli. Siapa berani jadi pemimpin haruslah berani menanggung risiko: melakukan pengorbanan bagi perwujudan tatanan baru.

318

Karena tugas terberat seorang presiden,” ujar Lyndon B Johnson, ”bukanlah mengerjakan apa yang benar, melainkan mengetahui apa yang benar.” Untuk mengetahui apa yang benar, seorang presiden harus menemukan panduan dari norma-norma fundamental. Bahwa praktik demokrasi harus disesuaikan dengan mandat konstitusi, karena pengertian ”demokrasi konstitusional” tak lain adalah demokrasi yang tujuan ideologis dan teleologisnya adalah pembentukan dan pemenuhan konstitusi Kesimpulan Masa depan demokrasi kita tampaknya belum akan pulih dalam waktu dekat. Model post-democracy akan tetap bercokol dalam kehidupan politik kita. Memang kita tidak akan mengarah pada model pemerintahan otoriter, namun juga belum akan mengarah pada bentuk pemerintahan demokrasi tulen. Berbagai indikasi menjelang dan saat terjadinya pandemi COVID-19, tidak menunjukkan tanda-tanda yang mengarah pada dukungan bagi perbaikan demokrasi. Jika tidak ada sebuah terobosan politik yang berarti, bisa jadi kualitas demokrasi kita semakin melorot pasca-pandemi ini. Munculnya berbagai regulasi yang bernuansa sentralisasi kekuasaan, selain juga karakter demokrasi kita yang mengarah pada post- democracy, dan situasi politik yang tengah berjalan saat pandemi, menjadi persoalan-persoalan pokok demokrasi kita hari ini. Belum lagi kondisi kehidupan ekonomi yang makin melemah dan potensi renggangnya kohesi sosial yang dapat memperburuk situasi. [*]

319

Tentang Penulis

Odih Hasan, lahir di Serang 16 Agustus 1983. Menyelesaikan Studi S1 di Institut Agama Islam Al-Aqidah, Jakarta (2004–2008), kemudian Lembaga Tahfidz Ma’had Utsman Bin Afan, Jakarta (2004-2007) dan Pesantren Modern Darul Falah, Serang – Banten (2000- 2003). Penulis pernah bekerja di Asia Muslims Charity Foundation (AMCF) Jakarta Tahun 2008–2009; Research And Developmen (R&D) PT. Shinta Woo Sung Tahun 2010; Konsultan PNPM Mandiri Perdesaan Prov. Banten Tahun Tahun 2012 – 2014; Guru Tahfidz di Mts As-Syukriyah, Cipondoh Tahun 2015; BAZNAS Pusat, Divisi Pemberdayaan Ekonomi Produktif Tahun 2015-April 2016 dan Konsultan Rumah Zakat Jakarta Tahun 2016 Organisasi yang diikuti adalah; . Sekretaris Umum Ikatan Persaudaraan Imam Masjid (IPIM ) Kota Tangerang; Ketua Ikatan Dai Muda Indonesia (IKDMI) Provinsi Banten; Wakil Ketua KNPI Banten; Wakil Sekretaris PW GP Ansor Banten; ICMI Banten; Karang Taruna Banten; Ketua Pemuda PUI Kota Tamgerang; dan sekarang sebagai Ketua AMS Kota Tangerang. Penulis dapat dihubungi melalui; Hp 0819 111 51932 E-mail:[email protected]

320

KAMPUNG DAN DOSA KAUM CENDEKIA

Oleh: Atih Ardiansyah Founder dan CEO Cendekiawan Kampung

enjelang Ramadan 2020, jagat Indonesia dihadapkan pada dua istilah vis a vis: mudik dan pulang kampung. M Perdebatan itu bahkan melibatkan kalangan terdidik, mulai dari ahli bahasa Indonesia sampai pemerhati sosial. Ujungnya, muncullah dialektika yang jomplang antara kalangan terdidik dengan kalangan awam. Perdebatan yang sungguh menghabiskan energi dan waktu produktif, di tengah pandemi Covid-19 yang meresahkan. Karena tidak ingin memperpanjang perdebatan yang kurang bermutu itu, saya ingin membuka tulisan ini dengan mundur dua tahun ke belakang. Menjelang Lebaran 2018, Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Wakil Gubernur DKI melambungkan dua harapan kepada para pemudik. Pertama agar para pemudik non warga Jakarta tidak kembali lagi ke Ibu Kota selepas libur Lebaran nanti. Kedua, dengan uang yang dibawa dari Jakarta, para pemudik diharapkan bisa membuka investasi di kampung halamannya masing-masing sehingga tercipta lapangan kerja. Sandi bahkan menyebut para pemudik sebagai duta ekonomi bagi kampungnya. Tentu saja bukan sesuatu yang keliru saat harapan tersebut diungkapkan. Dari tahun ke tahun, Jakarta memang hanya menghirup udara lengang sekejap saja, untuk kemudian kembali bertambah sesak saat arus balik tiba. Pada tahun 2017 saja misalnya, menurut catatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, terdapat 70.752 pendatang baru yang mengundi nasib di Ibu Kota.Para

321 pemudik yang kembali ke Ibu Kota beserta orang baru yang menyertainya rupanya masih menjadi biang persoalan Jakarta dan Indonesia serta umumnya negara-negara berkembang di seluruh dunia.

Urbanisasi dan Dosa Pertama Orang Terdidik Selama ini, istilah urbanisasi telanjur kita imani sebagai perpindahan penduduk dari kampung ke kota semata-mata. Padahal, sebagaimana diungkapkan Lefebrve (1970) urbanisasi juga meliputi perpindahan atau perubahan seluruh cara hidup. Istilah-istilah yang kita kenal hari ini seperti “daerah/masyarakat urban” atau yang terdahulu yakni “kota” merupakan label-label yang kita cantumkan pada perubahan cara berkehidupan itu. Selama ini, pandangan kita telah dibingkai ke dalam satu pemahaman umum mengenai urbanisasi. Bahwa arus urbanisasi terjadi lantaran ada kesenjangan antara kampung dan kota. Kota adalah simbol kemajuan, yang di sanalah segala sumber daya berada. Sementara kampung telanjur identik dengan segala yang beraroma ketertinggalan: kemiskinan, kebodohan dan sebagainya meski selama ini tersamar dalam frasa “kampung yang indah”, “kearifan kampung” dan semacamnya. Benarkah demikian? Benarkah urbanisasi disebabkan oleh faktor ekonomi semata-mata? Rachman (2015) justru menyebut bahwa faktor pendidikan merupakan penyumbang paling signifikan bagi terciptanya arus urbanisasi. Orang-orang kampung pergi ke kota, motifnya bukan semata-mata ekonomi, melainkan karena ingin mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Semakin tinggi pendidikan orang kampung, semakin tinggi pula motivasi mereka untuk meninggalkan kampungnya. Kampung ditinggalkan orang-orang pandai karena

322 memang hanya orang-orang pandai atau paling tidak berasal dari keluarga dengan ekonomi cukup yang sanggup menembus pendidikan tinggi di perkotaan. Ke manakah orang-orang kampung yang pandai itu setelah menyelesaikan pendidikannya di kota? Mereka bertarung di kota- kota, mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, dan kebanyakan tidak menjadi duta ekonomi bagi kampungnya. Mereka yang berhasil menjadi kelas menengah, kata Rachman (2015), malah memutuskan untuk tidak pulang kampung. Mereka hidup di pinggiran kota dengan membeli atau menyewa tanah dan rumah, ngiridit kendaraan dan hidup secara konsumtif. Akibatnya, jalan di kota-kota menjadi bertambah macet di saban jam masuk dan pulang kerja sehingga pemerintah mencurahkan konsentrasi pembangunan infrastruktur di kota-kota dengan alasan mengurai kemacetan. Nah, di sinilah sebenarnya akar kesenjangan pembangunan kota dan kampung itu berada—sekaligus ujung benang yang mestinya bisa diurai. Setelah orang-orang terdidik pergi ke kota dan tidak kembali, kampung dihuni oleh “orang-orang biasa”. Lahan-lahan pertanian, karena digarap oleh orang-orang yang kurang termotivasi dan nirinovasi, akhirnya tidak mampu lagi menghasilkan produk-produk pertanian yang dapat diunggulkan. Sawah ladang pun, sedikit demi sedikit, berpindah kepemilikan karena makin melambungnya berbagai kebutuhan ditambah gempuran media yang menyajikan konsumerisme. Anak-anak mudanya pun lalu memandang bahwa tinggal di kampung, apalagi menjadi petani, bukanlah sesuatu yang membanggakan dan menjanjikan masa depan lagi. Menurut Eric Hobsbawm (1994:288-289), keengganan menjadi petani merupakan sebuah masalah serius, karena jendela untuk menengok masa lampau—dan sejarah kita—adalah pertanian (Ardiansyah, 2017).

323

Kehilangan tanah dan lahan-lahan pertanian akhirnya membuat orang-orang di kampung, dengan bekal pendidikan dan keterampilan yang minim, memutuskan pergi ke kota. Mereka bekerja sebagai kelas terendah, hidup di wilayah-wilayah kumuh dan marjinal di kota-kota (Jellinek, 1977) dan mudah berpindah-pindah alias footlose labor (Jan Breman, 1977). Mereka inilah yang dewasa ini kita saksikan sebagai korban penggusuran karena membikin kota semakin kumuh. Tetapi orang-orang yang bekerja dengan bekal pendidikan dan keterampilan rendah, yang kerap mendapat perlakuan kurang manusiawi itu, mendapatkan peghargaan yang tinggi dari masyarakat kampung saban mudik Lebaran tiba. Sebagai bentuk katarsis, mereka pandai melakukan dramaturgi: berpakaian dengan pakaian terbaik, berbicara dengan bahasa kota, menggunakan gadget, dan sebagainya. Mereka tampil beyond orang-orang terdidiknan kaya raya. Mereka kemudian menjadi magnet kampung sehingga pada ujung masa libur lebaran, mereka akan kembali ke kota dengan membawa serta kerabat dan tetangganya yang juga minim pendidikan dan keterampilan. Kelak, orang-orang baru itu akan pulang saat libur lebaran tahun depan, berpenampilan menarik, lalu membawa serta kerabat lainnya. Begitu seterusnya bagai lingkaran setan (Ardiansyah, 2017). Sementara, anak-anak terdidik (baca: mahasiswa) asal kampung, saat libur lebaran tidak mampu menjadi daya tarik masyarakat. Mereka pulang berlibur ke kampung halaman dengan penampilan yang umumnya kurang memberikan impresi. Di kampung pun mereka kurang pandai bergaul dan enggan berbaur dengan masyarakat. Hal ini, tanpa disadari, semakin memperlebar kesenjangan terdidik-tidak terdidik (kota-kampung).

324

Memutus rantai urbanisasi, tidak cukup dengan harapan atau anjuran agar pemudik tak kembali lagi ke Ibu Kota. Pemangku kebijakan bisa memulainya dengan bekerjasama dengan lembaga- lembaga pendidikan tinggi. Di samping itu, komunikasi dan sinergi antara Ibu Kota dengan kampung-kampung juga perlu ditumbuhkan.

Selanjutnya... Jika Sandiaga Salahuddin Uno (2018) menyebut bahwa para pemudik adalah duta ekonomi, maka saya menyebut orang-orang terdidik nan cendekia yang pulang ke kampung halaman dan berkarya di sana sebagai Duta Kampung. Dalam istilah saya, menjadi Cendekiawan Kampung. Kok se-lebay itu? Karena pada kenyataannya, jarang sekali kita menemukan orang terdidik yang menjadi cendekiawan di kampungnya. Kaum cendekiawan telanjur nyaman hidup sebagai rajawali yang bertengger di menara gading, dan merasa enggan menjadi cacing yang bergulung dengan tanah. Mereka baru mau menuruni anak tangga menara tinggi itu kala usia sudah tidak produktif lagi. Kampung pada akhirnya hanya menerima putranya yang sudah tidak bisa memberi sumbangsih apa- apa lagi. Hanya menerima macan ompong nan ringkih. Malangnya kampung, hanya menjadi tempat peristirahatan terakhir. Kaum cendekia hanya memberikan, maaf, bangkainya pada kampung. Dan itu, menurut saya, adalah dosa selanjutnya yang dia bawa ke liang lahat. Semoga saja kita tidak termasuk cendekia semodel demikian. Aamiin. --0--

325

Tentang Penulis

Atih Ardiansyah lahir di Pandeglang, 12 Juni 1987. Telah menulis ratusan artikel yang tersebar di berbagai media massa dan menerbitkan puluhan buku (sebagian besar berupa karya fiksi/novel) di berbagai penerbit nasional. Selain menjadi murid yang berguru pada orang-orang hebat di ICMI Banten, kini bekerja sebagai dosen di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bersama istrinya, dia mendirikan Cendekiawan Kampung, sebuah platform yang mempertemukan genius kampung dengan pemberi beasiswa. Sebuah ikhtiar menciptakan cendekiawan-cendekiawan baru dari kampung dan berkhidmat untuk kampung.

326