PERTUNJUKAN DI BLANGKEJEREN : ANALISIS MAKNA GERAK TARI DAN TEKS, FUNGSI SOSIO BUDAYA, SERTA STRUKTUR MUSIK

T E S I S

Oleh

NUNING PUTRIANI NIM: 097037014

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 2

Universitas Sumatera Utara PERTUNJUKAN SAMAN DI BLANGKEJEREN ACEH: ANALISIS MAKNA GERAK TARI DAN TEKS, FUNGSI SOSIO BUDAYA, SERTA STRUKTUR MUSIK

T E S I S

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh NUNING PUTRIANI NIM: 097037014

PROGRAM STUDI MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2 0 1 2

Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis : PERTUNJUKAN SAMAN DI BLANGKEJERENACEH: ANALISIS MAKNA GERAK TARI DAN TEKS, FUNGSI SOSIO BUDAYA, SERTA STRUKTUR MUSIK Nama : Nuning Putriani Nomor Pokok : 097037014 Program Studi : Magister (S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni

Menyetujui

Komisi Pembimbing,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. Arifninetrirosa, SST, M.A. NIP 196512211991031001 NIP 196502191994032002

Ketua Anggota

Program Studi Magister (S-2) Fakultas Ilmu Budaya Penciptaan dan Pengkajian Seni Dekan, Ketua,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 196212211997031001 NIP 195110131976031001

Tanggal lulus:

Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada Tanggal

PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS

Ketua : Drs. Irwansyah, M.A. (……………………..)

Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu., M.Hum. (..…..………………..)

Anggota I : Drs. M. Takari., M.Hum., Ph.D (….… ………………)

Anggota II : Arifninetrirosa., SST, M.A. (...……………………)

Anggota III : Yusnizar Heniwaty., SST, M.Hum. (……………...………)

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, 2012

Nuning Putriani NIM 097037014

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

This study examines the meaning and the meaning of poetry in motion saman dance, which aims to preserve the saman dance later in the day, and the efforts to adjust to market tastes and desires of the dancers to enrich saman dance movements.

The results of this study indicate the development of creativity semangkin motion was carried by the dancers Blangkejeren saman contained in Gayo Lues, in accordance with the times today, So is the meaning of each movement performed by the dancers saman. Movement of the dancers have a lot of changes, not monotony must follow a simple pattern of motion again, but it follows the pattern of motion of the more creative in accordance with the times, and well adapted to poetry and meaning in each text.

Assessment results showed saman texts, words or a poem that was sung growing and expanding to suit the theme of the show which was performed at the saman dance is displayed. Saman dance now be shown for entertainment at events that are no longer contains religious elements, but saman dance can be displayed in the context of entertainment that are entertaining. Saman contains text about the theme song of the event, which is the advice or information from the event are made at the time.

Saman dance has been known at the national and international level and can be danced in a place that do not need a place that is not so broad, so it is not so troublesome for the practitioner to disseminate among the people of this dance, and easier for its development, because the pattern of the floor the saman dance is very simple, easily followed by anyone, not complicated, because less sedentary, just wear patterns on the floor, although the saman dance performances in the public as to contain magical movements are energetic and dynamic. Saman dance but also contains some elements of art, which are summarized into a single movement and vocal literature and art form of the matching outfits and support the overall appearance of this saman dance.

Keywords: Saman, Dance, History, Meaning, Music Structure, Function.

Universitas Sumatera Utara INTISARI Penelitian ini mengkaji tentang makna gerak dan makna syair pada tari saman, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian seni tari saman di kemudian hari, dan adanya usaha-usaha untuk penyesuaian dengan selera pasar dan keinginan para penari untuk memperkaya gerakan-gerakan tari saman.

Hasil penelitian ini menunjukkan sudah semangkin berkembangnya kreatifitas gerak yang dilakukan oleh penari-penari saman yang terdapat di Blangkejeren di Gayo Lues tersebut, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, Begitu juga dengan makna disetiap gerak yang dilakukan oleh para penari saman. Gerakan penari sudah banyak perubahan, tidak monoton harus mengikuti pola gerak yang sederhana lagi, tetapi sudah mengikuti pola gerak yang lebih kreatif sesuai dengan perkembangan zaman, dan juga disesuaikan dengan syair dan makna disetiap teksnya.

Hasil pengkajian teks saman menunjukkan, kata-kata atau syair yang dinyanyikan sudah semakin berkembang dan meluas yang disesuaikan dengan tema acara yang dipertunjukan pada saat tari saman ini ditempilkan. Tari saman saat ini sudah bisa ditampilkan untuk hiburan pada acara-acara yang sifatnya tidak lagi mengandung unsur keagamaan, tetapi tari saman sudah bisa ditampilkan pada konteks hiburan yang sifatnya menghibur. Teks lagu saman berisikan tentang tema acara tersebut, yang merupakan nasehat-nasehat atau keterangan dari acara yang dibuat pada saat itu.

Tari saman telah dikenal di tingkat nasional maupun Internasional dan dapat ditarikan dalam suatu tempat yang tidak begitu memerlukan tempat yang tidak begitu luas, sehingga tidak begitu menyusahkan bagi para pelaksana untuk menyebar luaskan tarian ini di kalangan masyarakat, dan lebih mudah untuk pengembangannya, dikarenakan Pola lantai pada tari saman sangat sederhana, gampang diikuti oleh siapapun , tidak rumit, karena kurang banyak bergerak, hanya memakai pola lantai di tempat, meskipun tari saman secara pertunjukan dikenal publik seperti mengandung magis dengan gerakan-gerakannya yang energik dan dinamis. Namun tari saman juga mengandung beberapa unsur seni yang dirangkum menjadi satu gerak suara vokal dan sastra serta seni rupa berupa perangkat pakaian yang serasi dan mendukung secara keseluruhan penampilan tari saman ini.

Kata Kunci : Saman, Tari, Sejarah, Makna, Struktur Musik, Fungsi.

Universitas Sumatera Utara PRAKATA

Syukur Alhamdullillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik. Berikutnya selawat dan salam ke pangkuan Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing kita kejalan yang benar.

Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu., DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K).,

selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A.,

sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas dan sarana

pembelajaran bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas

Sumatera Utara ini dalam kondisi yang nyaman.

2. Bapak Drs. Irwansyah, M.A., selaku Ketua Program Studi Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sumatera Utara

(USU), selaku Penguji yang telah memberikan masukan dan dorongan sehingga

tesis ini dapat diselesaikan.

3. Bapak Drs. Torang Naiborhu., M, Hum, selaku Sekretaris Program Studi

Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas

Sumatera Utara (USU), dan juga selaku Penguji yang telah bagitu banyak

memberi masukan dan materi dalam hal teknik penulisan yang benar demi

sempurnanya tesis ini.

4. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. sebagai Dosen pembimbing

utama, yang telah memberikan arahan dan bimbingan hingga selesainya tesis ini

Universitas Sumatera Utara serta membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan yang berkaitan

dengan seni.

5. Ibu Arifninetrirosa., SST, M.A. sebagai pembimbing dua atas masukan dan

saran-saran yang berarti bagi terselesainya tesis ini.

6. Ibu Yusnizar Heniwati., SST., M.Hum. atas semua masukan dan bimbingan

selama proses pembuatan tesis sehingga penulis kaya akan teknik penelitian dan

penulisan tesis ini.

7. Staf bagian Tata Usaha Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan

Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara (USU),

yang selama proses pembuatan tesis sehingga mendapatkan informasi yang

berharga dalam penyusunan penelitian ini.

8. Bapak Ir. Abniran Arbika Gayo (Takengon), selaku pengamat Seni Gayo, yang

telah banyak membantu memberikan masukan dan arahan kepada penulis dalam

Penelitian tari saman di Balangkejeren dan Takengon.

9. Bung Munawir Arlotti, dari Lembaga Penelitian Takengon, yang telah begitu

sabar membantu dan menuntun penulis dalam Penelitian tari saman di

Blangkejeren dan Takengon.

10. Seluruh teman-teman guru, Dra, Ernani, Juli Elisa., S.Pd. Hayati Mutmaimah.,

S.Pd, ,Herly Herawati Bangun., SE, Donald Dumex Hutahuruk, Chatrine

Sumiaty Tampubolon., S.Pd Drs. Kamaluddin Galingging., M.Sn, teman-teman

dari TK Commonwealth International Academy/Tumbble Toots Medan, serta

teman-teman dari Komunitas Musik Nusantara, Dimana selama ini telah banyak

mendukung dan memberi semangat kepada saya.

Universitas Sumatera Utara 11. Selanjutnya penghargaan dan ucapan terimakasih yang tak terhingga penulis

sampaikan kepada keluarga tercinta, terutama kepada, Alm Ayahnda H.

Muhammad. Samin KS, Ibunda Hj, Asmayani Ishak Khan, abangnda Ir. Trisno

Mulyono, kakanda Dra. Sri Mulyani beserta suami Drs. H. Syaiful Amri,

Kakanda Dra. Dewi Trisakti, adinda Ir. Pepy Kurniati beserta suami Drs.

Ahmad Saputra., MM., Dra. Ririt Kurniasih., M.Pd beserta Suami, Kasmudin

Situmorang, Yusnah Kosim., SH beserta suami, Drs. Komis, dan lainnya, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang selama ini telah banyak

membantu penulis baik dalam suka maupun duka.

12. Kepada rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Pascasarjana Penciptaan dan

Pengkajian Seni angkatan ke-1 Fakultas Ilmu Budaya, Boho Pardede., S.Sn.

Monang Sianturi., S.Sn. Andi Manurung., S.Sn. Hubari Gulo., S.Sn. Hendrick

Simajuntak., S.Sn. Muhammad Husein., S.Sn. Sanur., S.Sn. Universitas

Sumatera Utara ( USU ), Tahun 2009.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kelemahan dan kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikannya. Semoga karya ini dapat berguna bagi yang lainnya. Amin

Medan Penulis

Universitas Sumatera Utara DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS DIRI 1 . Nama : Nuning Putriani 2. Tempat / Tanggal Lahir : Cot Girek,18-Agustus-1968 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Islam 5. Kewarganegaraan : 6. Nomor Telephon : 081361773456 / 77412289 7. Alamat : Prum.Graha Deli Permai Blok B7/9 Johor.Medan 8. Pekerjaan : Kepala Sekolah Commonwealth International Academy /Tumble Toots Medan Dosen Seni Musik dan Tari Universitas Terbuka Medan

PENDIDIKAN 1. Sekolah dasar Negri 1 Cot Girek Lulus Tahun 1982 2. Sekolah Menengah Pertama Lulus Tahun 1985 3. Sekolah Menengah Musik ( SMM ) Lulus Tahun 1989 4. Sarjana Musik Fakultas SENI DAN BAHASA Universitas HKBP Nommensen Medan Lulus Tahun 2004 5. Akta mengajar IV Bidang Kependidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muslim Nusantara Al-Washliyah Lulus Tahun 2006 6. Saat ini sedang kuliah S2, Pascasarjana Penciptaan dan Pengkajian Seni di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara ( USU ).

PENGALAMAN KERJA  Tahun 1989 s/d 2000 • Mengajar bidang studi Musik/Vokal Taman Kanak – Kanak Ar Ridho  Tahun 1991 s/d 1995 • Staf pengajar Yamaha Music School Tanjung Karang Bandar Lampung  Tahun 1994 s/d 1998 • Mengajar paduan suara Dharma Wanita Kanwil Kehutanan Bandar Lampung • Mengajar paduan suara Dharma Wanita PLN Bandar Lampung • Mengajar paduan Dharma Wanita kantor Pajak Bandar Lampung  Tahun 1995 s/d 1997 • Staf pengajar Sakura Music School T.Karang Bandar Lampung  Tahun 1996 s/d 1998 • Staf pengajar Yayasan Pandidikan Musik Bandar Lampung • Staf pengajar Cresendo Music Bandar Lampung  Tahun 1998 s/d 2002

Universitas Sumatera Utara • Guru Bidang Study Biola Alto di SMK Negri 11 (SMM) Medan  Tahun 1999 s/d 2006 • Guru KTK di SD Kemala Bhayangkari I Medan, dan sebagai Guru Tetap  Tahun 2003 s/d 2006 • Guru KTK dan Musik di TK,SD Perguruan Namira Medan • Mengajar Paduan Suara SMP & SMA Perguruan Al – Azhar Medan  Tahun 2006 s/d 2010 • Guru Bidang Study Seni Budaya di SMA Harapan Mandiri Medan • Pembina Paduan Suara dan Pembina Seni Tari Daerah di SMA Harapan Mandiri Medan • Tahun 2006 s/d 2010 Sebagai Kepala Sekolah PG/TK Harapan Mandiri Medan  Tahun 2006 s/d 2010 • Guru Bidang Study Seni Budaya di SMA Harapan Mandiri Medan • Pembina Paduan Suara dan Pembina Seni Tari Daerah di SMA Harapan Mandiri Medan • Tahun 2006 s/d 2010 Sebagai Kepala Sekolah PG/TK Harapan Mandiri Medan • Tahun 2009 s/d 2010 Sebagai Dosen Musik dan Tari di BPTKI ( Badan Pendidikan Taman Kanak-Kanak Islam) Sumatera Utara. • Tahun 2010 s/d saat ini sebagai Kepala Sekolah Commonwealth International Academy / Tumble Tots Medan. • Tahun 2010 s/d saat ini sebagai Dosen Seni di Universitas Terbuka. Medan- Sumatera Utara.

PENGALAMAN PROFESI: 1. Pencipta Lagu Anak-Anak 2. Tahun 2008 Menciptakan Lagu Mars PGSI ( Persatuan Guru Swasta Indonesia ) yang sudah di Syahkan di Jakarta, dan sudah di nyanyikan oleh guru-guru Swasta di daerah seluruh Indonesia. 3. Lulus sertifikasi Guru tahun 2008. 4. Tahun 2009 mewakili Propinsi Sumatera Utara pada PORSENI PGRI/IGTKI di Jakarta pada Lomba Cipta Lagu Anak Tingkat Nasional dan meraih juara Harapan dari 33 Propinsi. 5. Juara 1 Pemilihan Kepala TK Teladan/Berprestasi Kota Medan tahun 2009. 6. Ketua Peranan Wanita di PUAN/PAN Propinsi Sumatera Utara. 7. Ketua Seni dan Olahraga di PGSI Pusat Jakarta, yang membawahi seluruh Guru-guru Swasta Se-Indonesia. 8. Pemenang Theacher Of The Year 2011 Sumatera Utara. 9. Pengurus ICMI ( Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia ) Propinsi Sumatera Utara 10. Pengurus Komunitas Musik Nusantara Medan-Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN

HALAMAN JUDUL ...... i HALAMAN PENGESAHAN ...... ii ABSTRACT ...... iv INTISARI ...... v PRAKATA ...... vi HALAMAN PERNYATAAN ...... xii DAFTAR ISI ...... xiii DAFTAR TABEL ...... xix DAFTAR GAMBAR ...... xx

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...... 1 ...... 1.2 Pokok Permasalahan ...... 25 ...... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian...... 27

1.3.1 Tujuan Penelitian ...... 27 1.3.2 Manfaat Penelitian ...... 27 1.4 Kerangka Teori ...... 28 ...... 1.4.1 Teori Semiotika ...... 28 1.4.1.1 Semiotik Charles Sanders Peirce ...... 31 1.4.1.2 Semiotik Ferdinand De Saussure ...... 35 1.4.1.3 Semiotik Roland Barthes ...... 38

Universitas Sumatera Utara 1.4.1.4 Semiotik Holliday ...... 40 1.4.2 Teori Fungsionalisme ...... 43 1.4.3 Teori Weighted Scale ...... 49 1.5 Metode Penelitian ...... 49 ...... 1.5.1 Studi Kepustakaan ...... 53 1.5.2 Penelitian Lapangan ...... 60 1.5.2.1 Observasi ...... 62 1.5.2.2 Wawancara ...... 62 1.5.2.3 Kerja Laboratorium ...... 63 1.6 Lokasi Penelitian ...... 64 ...... 1.7. Sistematika Penulisan ...... 66

BAB II ETNOGRAFI MASYARAKAT GAYO 2.1 Nangro Aceh Darussalam ...... 69 ...... 2.2 Masyarakat Aceh ...... 73 ...... 2.3 Keadaan Geografis Blangkejeren ...... 76 ...... 2.4 Jumlah Penduduk Suku Gayo ...... 78 ...... 2.5 Suku Gayo ...... 79 2.6 Kebudayaan Suku Gayo ...... 83 ...... 2.7 Asal-Usul Suku Gayo ...... 84 ...... 2.8 Kejurun di Tanah Gayo dan Alas ...... 85 ......

Universitas Sumatera Utara 2.9 Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo ...... 89 ...... 2.10 Tempat Pemukiman Suku Gayo ...... 91 ...... 2.11 Unsur-Unsur Kesenian dalam Budaya Gayo ...... 94 ...... 2.12 Sistem Kekerabatan Suku Gayo ...... 98 ...... 2.13 Struktur Sosial Masyarakat Gayo ...... 103 2.14 Upacara Tradisional Suku Gayo ...... 107 ...... 2.16 Senjata Tradisional Gayo ...... 109

BAB III SEJARAH TARI SAMAN DAN DESKRIPSI TARI SAMAN 3.1 Asal dan Arti Saman ...... 112 ...... 3.2 Keberadaan Tari Saman di Aceh ...... 115 ...... 3.3 Penggunaan dan Fungsi Saman ...... 117 ...... 3.3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi Saman...... 117 ...... 3.3.2 Penggunaan Tari Saman ...... 121 3.3.2.1 Upacara Pesta Kawin ...... 122 3.3.2.2 Upacara Pesta Khitan (Sunat Rasul) ...... 125 3.3.2.3 Upacara Menabalkan Nama Anak ...... 126 3.3.2.4 Upacara Melepas dan Menyambut Haji ...... 128 ...... 3.3.2.5 Upacara Membuka dan Menutup Musabaqah Tilawati Qur’an ...... 129

Universitas Sumatera Utara 3.3.2.6 Upacara Khatam Al Qur’An ...... 130 ...... 3.4 Deskripsi Tari Saman ...... 132 3,5 Fungsi Saman ...... 142 ...... 3.5.1 Integrasi Sosiobudaya ...... 142 ...... 3.5.2 Kelestarian Budaya ...... 144 ...... 3.5.3 Hiburan ...... 146 ...... 3.5.4 Ibadah Agama Islam ...... 147 ...... 3.5.5 Ekspresi Emosi ...... 148 3.5.6 Ekspresi Estetika ...... 149

BAB IV PERANAN PENARI SAMAN 4.1 Penari Saman ...... 151 ...... 4.2 Jumlah Penari Saman ...... 151 ...... 4.3 Komposisi Penari Saman ...... 152 4.4 Ragam Gerak dan Tata Penyajian Tari Saman ...... 154 ...... 4.4.1 Ragam Gerak ...... 154 4.4.2 Tata Penyajian Tari Saman ...... 156 ...... 4.4.2.1 Lagu Pada Tari Saman ...... 156 4.4.3 Penyajian Tari Saman Jalu ...... 161 4.4.3.1 Saman Jalu ...... 162 4.4.3.2 Teknik Bertanding Saman Jalu ...... 162

Universitas Sumatera Utara 4.4.3.3 Sistim Bertanding ...... 166 4.5 Tempat Pagelaran Tari Saman ...... 169 4.6 Musik Iringan Tari Saman ...... 170 4.7 Urutan Lagu Pada Tari Saman ...... 171 4.8 Penampilan Tari Saman ...... 172 4.8.1 Tahap 1 (Pesalaman) ...... 172 4.8.2 Tahap II ( (Ulu Ni Lagu) ...... 175 4.8.3 Tahap III (Lagu-Lagu) ...... 178 4.8.4 Tahap IV (Penutup) ...... 181 4.9 Pakaian dan Properti Tari Saman ...... 184 4.10 Bentuk Penyajian Tari Saman ...... 198 4.10.1 Gerak ...... 198 4.10.2 Gerak Awal ...... 198 4.10.3 Gerak Salawat ...... 199 4.10.4 Gerak Saleum ...... 199 4.10.5 Gerak Kisah Le Laot ...... 202 4.10.6 Gerak Kisah Tiwah Ceunangro ...... 202 4.10.7 Gerak Kisah Hodoiyan ...... 203 4.10.8 Gerak Kisah Ekstra Kosong Tanpa Syair ...... 203 4.10.9 Gerak Lanie Keteupok Geuda Keu lakeuretah ...... 203 4.10.10 Gerak Lanie Heuk Katijan Naten-Naten ...... 204 4.10.11 Gerak Lanie Nangro Aceh Darussalam ...... 205 4.10.12 Gerak Lanie Terakhir Seb Ube Nyangka ...... 205 4.10.13 Gerak Salam Penutup ...... 206 4.11 Pola Lantai ...... 206 4.12 Vocal (Syair) ...... 207

BAB V KAJIAN MAKNA TEKS PADA LAGU-LAGU SAMAN 5.1 Keberadaan Teks Pada Lagu Saman ...... 208 5.2 Logogenik ...... 209

Universitas Sumatera Utara 5.3 Kata-Kata Nasehat Keketar ...... 210

5.4 Syair Lagu Muneging ...... 212 5.5 Teks Pada Lagu Salam Ke Penonton ...... 215 5.6 Teks Uluni Lagu ...... 217 5.7 Teks Lagu-Lagu ...... 220 ...... 5.8 Teks Lagu Penutup ...... 224 5.9.1 Teks Lagu Gerak Kisah Le Laot ...... 228 5.9.2 Teks Lagu Gerak Kisah Tiwah Ceunangro ...... 228 5.9.3 Gerak Kisah Hudoiyan ...... 228 5.9.4 Teks Lagu Gerak Kisah Lane Keteupok Geuda Keu Lakeuretek ...... 228 5.9.5 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Heuk Katijan Naten-Naten 229 5.9.6 Teks Lagu Gerak Kisah Nangro Aceh Darussalam ...... 229 5.9.7 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Terkahir Seb Ube Nyangku 229 5.9.8 Teks Lagu Gerak Kisah Salam Penutup ...... 230

BAB VI STRUKTUR MUSIK TARI SAMAN 6.1. Notasi dan Transkripsi Lagu ...... 238 6.2. Proses Pentranskripsian ...... 238 6.3. Sampel Lagu ...... 239 6.4. Analisis Struktur Melodi Delapan lagu Saman Berdasarkan Delapan Parameter ...... 248 6.4.1 Tangga Nada ...... 248 6.4.2 Nada Dasar ...... 251 6.4.3 Wilayah Nada ...... 259 6.4.4 Jumlah Nada ...... 261 6.4.5 Interval ...... 264 6.4.6 Kantur ...... 266

Universitas Sumatera Utara BAB VII PENUTUP 7.1. Kesimpulan ...... 267 7.2. Saran ...... 269

DAFTAR PUSTAKA ...... 271

LAMPIRAN: DAFTAR INFORMAN ...... 276 LAMPIRAN URUTAN DAN RAGAM GERAK TARI SAMAN...... 281 LAMPIRAN FOTO ...... 300

Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Segitiga makna ...... 32

Tabel 1.2 Pembagian tanda ...... 33

Tabel 1.3 Hubungan tanda ...... 34

Tabel 1.4 Tentang tanda ...... 36

Tabel 1.5 Tentang hubungan tanda ...... 37

Tabel 1.6 Konotasi dan metabahasa ...... 39

Tabel 6.1 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Rengum (Dering) ...... 253

Tabel 6.2 Salam Kupenonton ...... 254

Tabel 6.3 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Asalni Kudedes ...... 255

Tabel 6.4 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Salam ni Rempelis Mude 256

Tabel 6.5 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu lagu ...... 257

Tabel 6.6 Nada Dasar yang dipergunakan pada Lagu Balik berbalik ...... 258

Tabel 6.7 Nada Dasar yang dipergunakan pada Ke Meutiauh Uren ...... 259

Universitas Sumatera Utara DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Baju Penari Saman ...... 186

Gambar 4.2 Bulang teleng atau bulang rek ...... 189

Gambar 4.3 Baju Pokok Bahagian Depan ...... 191

Gambar 4.4 Baju Pokok Bahagian Belakang ...... 192

Gambar 4.5 Contoh Upuk Pawak ...... 193

Gambar 4.6 Contoh Suel Naru ...... 193

Gambar 4.7 Contoh Ikotni Pumu ...... 194

Gambar 4.8 Contoh Tajuk Kepies ...... 195

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

This study examines the meaning and the meaning of poetry in motion saman dance, which aims to preserve the saman dance later in the day, and the efforts to adjust to market tastes and desires of the dancers to enrich saman dance movements.

The results of this study indicate the development of creativity semangkin motion was carried by the dancers Blangkejeren saman contained in Gayo Lues, in accordance with the times today, So is the meaning of each movement performed by the dancers saman. Movement of the dancers have a lot of changes, not monotony must follow a simple pattern of motion again, but it follows the pattern of motion of the more creative in accordance with the times, and well adapted to poetry and meaning in each text.

Assessment results showed saman texts, words or a poem that was sung growing and expanding to suit the theme of the show which was performed at the saman dance is displayed. Saman dance now be shown for entertainment at events that are no longer contains religious elements, but saman dance can be displayed in the context of entertainment that are entertaining. Saman contains text about the theme song of the event, which is the advice or information from the event are made at the time.

Saman dance has been known at the national and international level and can be danced in a place that do not need a place that is not so broad, so it is not so troublesome for the practitioner to disseminate among the people of this dance, and easier for its development, because the pattern of the floor the saman dance is very simple, easily followed by anyone, not complicated, because less sedentary, just wear patterns on the floor, although the saman dance performances in the public as to contain magical movements are energetic and dynamic. Saman dance but also contains some elements of art, which are summarized into a single movement and vocal literature and art form of the matching outfits and support the overall appearance of this saman dance.

Keywords: Saman, Dance, History, Meaning, Music Structure, Function.

Universitas Sumatera Utara INTISARI Penelitian ini mengkaji tentang makna gerak dan makna syair pada tari saman, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian seni tari saman di kemudian hari, dan adanya usaha-usaha untuk penyesuaian dengan selera pasar dan keinginan para penari untuk memperkaya gerakan-gerakan tari saman.

Hasil penelitian ini menunjukkan sudah semangkin berkembangnya kreatifitas gerak yang dilakukan oleh penari-penari saman yang terdapat di Blangkejeren di Gayo Lues tersebut, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, Begitu juga dengan makna disetiap gerak yang dilakukan oleh para penari saman. Gerakan penari sudah banyak perubahan, tidak monoton harus mengikuti pola gerak yang sederhana lagi, tetapi sudah mengikuti pola gerak yang lebih kreatif sesuai dengan perkembangan zaman, dan juga disesuaikan dengan syair dan makna disetiap teksnya.

Hasil pengkajian teks saman menunjukkan, kata-kata atau syair yang dinyanyikan sudah semakin berkembang dan meluas yang disesuaikan dengan tema acara yang dipertunjukan pada saat tari saman ini ditempilkan. Tari saman saat ini sudah bisa ditampilkan untuk hiburan pada acara-acara yang sifatnya tidak lagi mengandung unsur keagamaan, tetapi tari saman sudah bisa ditampilkan pada konteks hiburan yang sifatnya menghibur. Teks lagu saman berisikan tentang tema acara tersebut, yang merupakan nasehat-nasehat atau keterangan dari acara yang dibuat pada saat itu.

Tari saman telah dikenal di tingkat nasional maupun Internasional dan dapat ditarikan dalam suatu tempat yang tidak begitu memerlukan tempat yang tidak begitu luas, sehingga tidak begitu menyusahkan bagi para pelaksana untuk menyebar luaskan tarian ini di kalangan masyarakat, dan lebih mudah untuk pengembangannya, dikarenakan Pola lantai pada tari saman sangat sederhana, gampang diikuti oleh siapapun , tidak rumit, karena kurang banyak bergerak, hanya memakai pola lantai di tempat, meskipun tari saman secara pertunjukan dikenal publik seperti mengandung magis dengan gerakan-gerakannya yang energik dan dinamis. Namun tari saman juga mengandung beberapa unsur seni yang dirangkum menjadi satu gerak suara vokal dan sastra serta seni rupa berupa perangkat pakaian yang serasi dan mendukung secara keseluruhan penampilan tari saman ini.

Kata Kunci : Saman, Tari, Sejarah, Makna, Struktur Musik, Fungsi.

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama samawiyah yang diturunkan Tuhan ke muka bumi ini untuk rahmat kepada seluruh alam semesta (rahmatan lil alamin). Islam awalnya dibawa oleh

Nabi Muhammad SAW., di Jazirah Arab, pada abad ketujuh Masehi kemudian menyebar hingga ke Persia, India, Eropa (Barat dan Timur), Asia Tengah, Asia

Tenggara, dan kini ke seluruh penjuru dunia. Pada masa sekarang umat Islam di seluruh dunia berjumlah sekitar 1,4 milyar jiwa yang tersebar di semua negara dan benua. Islam yang datang ke berbagai penjuru dunia ini, mengalami pembumian dengan budaya setempat. Artinya ada hal-hal yang sifatnya universal dalam Islam dikelola dan diberdayakan dengan unsur-unsur kebudayaan setempat. Misalnya di

Turki penutup kepala yang ber-identitas Islam disebut turbus, di Afrika gendang yang selalu digunakan mengiringi nyanyian keagamaan disebut dengan tar, di China huruf

Arab dibuat komposisinya dengan kaligrafi China (mengikuti ornamentasi huruf

Kanji), di Nusantara ini ada juga kopiah, baju teluk belanga, beduk, ketupat, dan lain- lainnya yang merupakan ikon, indeks, maupun lambang dari agama Islam di Nusantara.

Nusantara adalah sebuah kesatuan budaya yang merujuk kepada budaya masyarakat rumpun Melayu di kawasan ini. Istilah Nusantara secara historis diperkenalkan oleh Patih Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit di abad ke-12 ketika ia mengucapkan Sumpah Palapa, yang menyatakan bahwa ia tidak akan makan buah palapa sebelum seluruh Nusantara berada di wilayah kekuasaan politik Majapahit, yang berpusat di Jawa Timur.

Universitas Sumatera Utara Selain itu istilah yang merujuk kepada makna Nusantara adalah Indonesia.

Secara harfiah, Indonesia berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu dari akar kata Indo yang artinya Hindia dan nesos yang artinya pulau-pulau. Jadi Indonesia maksudnya adalah pulau-pulau Hindia (jajahan Belanda). Dalam sejarah ilmu pengetahuan sosial, pencipta awal istilah Indonesia adalah James Richadson Logan tahun 1850, ketika ia menerbitkan jurnal yang berjudul Journal of the India Archipelago and Eastern Asia, di Pulau Pinang, Malaya. Jurnal ini terbit dari tahun 1847 sampai 1859. Selain beliau, tercatat juga dalam sejarah, yang menggunakan istilah ini adalah seorang Inggris yang bernama Sir William Edward Maxwell tahun 1897. Ia adalah seorang ahli hukum, pegawai pamongpraja, sekretaris jendral Straits Settlements, kemudian menjabat sebagai Gubernur Pantai Emas (Goudkust). Ia menggunakan istilah Indonesia dalam bukunya dengan sebutan The Islands of Indonesia.

Orang yang paling membuat terkenalnya istilah Indonesia adalah Adolf Bastian, seorang pakar etnologi yang ternama. Dalam bukunya yang bertajuk Indonesian order die Inseln des Malayeschen Archipels (1884-1849), ia menegaskan arti kepulauan ini.

Dalam tulisan ini ia menyatakan bahwa kepulauan Indonesia yang meliputi suatu daerah yang sangat luas, termasuk Madagaskar di Barat sampai Formosa di Timur, sementara Nusantara adalah pusatnya, yang keseluruhannya adalah sebagai satu kesatuan wilayah budaya. Pengertian istilah ini juga digunakan oleh William Marsden

(1754-1836), seorang gewestelijk secretaris Bengkulen. Sementara itu, Gubernur

Jenderal Jawa di zaman pendudukan Inggris (1811-1816), Sir Stanford Raffles (1781-

1826) dalam bukunya yang bertajuk The History of Java, menyebut juga istilah

Indonesia, dengan pengertian yang . Kesatuan kepulauan itu disebut dan

Universitas Sumatera Utara dijelaskan pula oleh John Crawfurd (1783-1868), seorang pembantu Raffles (Takari

2008). Di antara wilayah Indonesia atau Nusantara adalah Nanggroe Aceh Darussalam.

Kemudian di dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam terdapat kawasan Gayo dan

Alas, yang didiami oleh suku Gayo dan Alas. Suku Gayo ini memiliki keseniannya yang khas yang memberikan identitas kebudayaan Gayo. Kesenian-kesenian Gayo dihasilkan dari proses inovasi yang berada dalam kebudayaan Gayo itu sendiri dan akulturasinya dengan kebudayaan luar, terutama peradaban Islam.

Suku Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam

4 daerah yaitu: (1) Gayo Laut, atau disebut dengan Gayo Laut Tawar, yang mendiami sekitar Danau Laut Tawar. (2) Gayo Deret atau Gayo Linge, yang mendiami daerah sekitar Linge-Isaq, (3) Gayo Lues yang mendiami daerah sekitar Gayo Lues, dan (4)

Gayo Serbejadi, yang mendiami daerah sekitar Serbejadi–Sembuang Luk. Kawasan ini pada umumnya termasuk ke dalam daerah Aceh Timur. Sedangkan suku Alas berdiam di daerah Alas yang berbatasan dengan daerah Gayo Lues.

Suku Gayo mempunyai kebudayaan sendiri yang berbeda dengan kebudayaan

Aceh lainnya. Mereka mempunyai bahasa sendiri, bahasa Gayo. Begitu juga kesehariannya, pada umumnya mereka memakai bahasa Gayo, meskipun terkadang mereka juga ada yang memakai bahasa Indonesia. Mereka juga mempunyai - istiadat tersendiri, yang berbeda dengan bahasa dan adat-istiadat Aceh, Karo, Batak, dan Melayu.

Hubungan suku Gayo dengan suku-suku lainnya di Aceh rapat sekali, karena suku Gayo masih berada dalam suku daerah yang pernah bernaung di bawah lingkungan kerajaan Islam, dan kini juga masih satu provinsi. Oleh karena kerajaan

Universitas Sumatera Utara Aceh adalah bercorak kerajaan Islam, sedangkan suku Aceh dan suku Gayo adalah pemeluk agama Islam pula, sehingga percampuran kedua suku ini rapat sekali. Hal ini bukan hanya terbatas karena mereka masih dalam satu kerajaan, tetapi lebih karena hubungan sebagai satu agama. Jadi kehidupan keislaman mereka begitu kuat. Mereka juga saling mempengaruhi dalam perkembangan kebudayaan masing-masing antara kedua belah pihak cukup besar, adat-istiadat, dan lain-lain. Namun begitu, penduduk

Aceh lebih besar jumlahnya dibandingkan dengan penduduk Gayo, sehingga hal itulah yang membuat pengaruh kebudayaan Aceh lebih besar terhadap suku Gayo, daripada sebaliknya. Di samping pengaruh Aceh yang sangat kuat pada suku Gayo, pengaruh suku Melayu juga sangat kuat, terutama dalam bahasa, karena penyebaran, pengembangan dan pendidikan agama Islam, naskah-naskah buku, tulisan tangan, surat-menyurat, dan lain-lain, sebahagian besar diberikan dan dilakukan dalam bahasa

Arab-Melayu, di samping dalam bahasa Aceh dan Gayo sendiri.

Secara umum, sejak masuknya agama Islam ke Aceh, kebudayaan Aceh maupun kebudayaan Gayo lebih cenderung mengarah kepada kebudayaan yang bernafaskan Islam. Namun demikian, kebudayaan Gayo mempunyai ciri-ciri tersendiri yang berbeda dengan kebudayaan Aceh umumnya.

Selain itu hubungan suku Gayo dengan Karo dan Batak1 lainnya, dapat dilihat dari persamaan dalam bahasa dan adat-istiadat, terutama sekali dengan suku Karo.

1Suku atau etnik Batak kini wilayah budayanya berada di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Batak ini, biasanya dibagi lagi ke dalam subnya yaitu: Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak-Dairi, dan Mandailing-Angkola. Dalam berbagai tulisan, seperti yang dilakukan Vergouwen (1980) dan Batara Sangti (1979) menyatakan bahwa kesemuanya itu disebut dengan Batak. Namun ada pula yang langsung menyatakan masing-masing sebagai kelompok etnik tersendiri, seperti yang ditulis Wara Sinuhaji (2007) dan juga Z. Pangaduan Lubis (1998). Bagaimanapun masyarakat Batak ini memiliki persamaan dan perbedaan kebudayaan. Persamaan universal di antara mereka adalah pengkategorian manusia berdasarkan hubungan darah dan perkawinan yang disebut dengan dalihan natolu, daliken sitelu, rakut sitelu, yang terdiri dari saudara satu klen yang ditarik dari garis keturunan ayah, kemudian kelompok

Universitas Sumatera Utara Persamaan antara suku Gayo dan suku Karo dapat di lihat dari pembagian belah-belah dalam susunan masyarakat Gayo yang terdapat di wilayah Raja Cik Bebesan di daerah

Gayo Laut. Susunan masyarakat di wilayah Raja Cik Bebesan dibagi dalam Belah- belah Cebere, Melala, Munte, Linge, dan Belah Tebe. Selain itu terdapat pula persamaan di bidang kesenian, seperti seni tari, seni suara, seni musik, dan lain-lain.

Nama-nama belah di wilayah Raja Cik Bebesan mempunyai persamaan dengan nama- nama marga di tanah Karo.

Asal-usul suku Gayo sampai sekarang masih terus menjadi wacana budaya yang tiada hentinya. Belum pernah diadakan penelitian yang mendalam dan sungguh- sungguh oleh para ahli, tentang asal-usul suku Gayo ini. Seorang sarjana Belanda C.

Snouck Hurgronje pernah meneliti asal-usul suku Gayo. Namun penelitian itu oleh para ilmuwan dan masyarakat Gayo sendiri dipandang agak bias. Sejauh penelitian penulis, sampai saat ini masih belum jelas asal-usul dari suku Gayo tersebut. Tulisan Snouck ini tidak terlepas dari maksud pemerintah Belanda ini, walaupun demikian tulisan Snouck ini memberikan gambaran yang luas tentang tanah dan penduduk suku Gayo.

Masih sedikit bahan-bahan tertulis mengenai suku Gayo. Belum pula diketemukan benda-benda bersejarah peninggalan nenek moyang yang bernilai dan berarti yang dapat dijadikan sebagai bahan bukti sejarah yang meyakinkan tentang asal- usul suku Gayo. Untuk menelusurinya diperlukan penelitian para ahli untuk membuka tabir sejarah asal-usul suku Gayo.

kedua adalah pihak pemberi isteri yang disebut hula-hula, mora, dan kalimbubu; dan kelompok ketiga adalah pihak penerima isteri yang disebut pihak boru atau beru, atau anak boru. Secara linguistik pula ada persamaan bahasa antara Batak Toba, Mandailing, dan Angkola. Kemudian juga antara Karo dan Pakpak-Dairi. Simalungun berada di antara dua budaya linguistik tersebut.

Universitas Sumatera Utara Di daerah Gayo dan Alas telah berdiri pemerintahan kejurun2 yang dibagi dalam 8 (delapan) daerah kejurun, yaitu 6 (enam) kejurun di daerah tanah Gayo dan 2

(dua) kejurun di daerah Tanah Alas. Di daerah Gayo lebih dahulu berdiri 4 (empat) kejurun yaitu: (1) Kejurun Bukit yang mula-mula berkedudukan di Bebesan, kemudian dipindahkan ke Kebayakan yang tidak jauh dari Bebesan. (2) Selanjutnya terbentuk

Kejurun Linge yang berkedudukan di daerah Gayo Linge, (3) Kejurun Siah Utama yang berkedudukan di kampung Nosar di pinggir Danau Laut Tawar; dan (4) berdiri

Kejurun Petiamang yang berkedudukan di Gayo Lues. Lama kemudian setelah berdirinya keempat kejurun di atas, baru berdiri pula kejurun kelima yaitu Kejurun

Bebesan yang berkedudukan di Bebesan di tempat kedudukan Kejurun Bukit semula.

Keenam berdiri Kejurun Abuk di daerah Serbejadi.

Di daerah Tanah Alas berdiri 2 kejurun yaitu Kejurun Batu Mbulen yang berkedudukan di Batu Mbulen dan kedua Kejurun Bambel yang berkedudukan di

Bambel. Kempat kejurun di daerah Gayo Laut, Gayo Linge, dan Gayo Lues yaitu

Kejurun Bukit, Kejurun Linge, Kejurun Siah Utama, dan Kejurun Patiamang mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh. Demikian juga halnya dengan 2 kejurun di

Tanah Alas, kedua-duanya mendapat pengesahan dari Sultan Aceh, tetapi Kejurun

Bebebsan dan Kejurun Abuk tidak mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh.

Berdirinya Kejurun Bebebsan seperti yang diterangkan di atas, adalah akibat dari kedatangan orang-orang Batak Karo ke-27 ke Tanah Gayo. Antara Kejurun Bukit dengan Batak Karo 27 terjadi suatu perselisihan, yang mengakibatkan terjadinya

2Kejurun, adalah sebuah terminologi atau sebutan nama untuk daerah di daerah Gayo, yang memiliki wilayah-wilayah tertentu yang terdiri dari empat desa tradisional Gayo. Selain masyarakat Gayo, istilah ini juga digunakan oleh kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timur untuk menentukan hal yang sama. Bagaimanapun istilah ini terdapat dalam masyarakat Karo dan Gayo.

Universitas Sumatera Utara peperangan antar kedua belah pihak. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak

Batak 27 dan kekalahan Kejurun Bukit. Dalam suatu perundingan damai, akhirnya kedudukan Kejurun Bukit terpaksa dipindahkan dari Bebebsan ke Kampung

Kebayakan. Sedang di Bebebsan didirikan Raja Cik Bebebsan yang berkedudukan di

Bebebsan yang dipimpin oleh Lebe Kader yaitu pemimpin pasukan Batak Karo 27, yang menguasai daerah dengan dibagi dua seluruh daerah Kejurun Bukit. Setengah untuk Kejurun Bukit dan separuh untuk Raja Cik (pengulu) Bebesan. Raja Cik

Bebebsan inilah yang kemudian berkembang dan menjadi Kejurun Bebesan sampai kedatangan Belanda tahun 1904 (M.H. Gayo 1990:25).

Sistem pemerintahan yang dimaksud di sini ialah sistem pemerintahan Tanah

Gayo dan Alas di zaman setelah masuknya agama Islam, dan terutama sekali setelah

Tanah Gayo dan Alas menjadi wilayah kerajaan Islam Aceh. Meskipun sistem pemerintahan dari kerajaan Islam Aceh, mempunyai pola umum yang sama untuk seluruh wilayahnya, tetapi sistem pemerintahan di Tanah Gayo mempunyai ciri-ciri tersendiri.

Sistem pemerintahan di Tanah Gayo adalah suatu sistem yang berdasarkan hukum adat3. Kemudian lebih jauh, hukum adat bersumber dan berlandaskan hukum

Islam. Hukum Islam atau syariah, syra’i, atau syarak, berdasar kepada Al-Qur’an dan

Hadits. Hukum adat tidak tertulis, tetapi hukum Islam adalah hukum tertulis, berdasarkan Qur’an dan Hadits Jadi meskipun hukum adat tidak tertulis, tetapi sumber dan landasannya adalah hukum tertulis yaitu Qur’an dan Hadits.

3Adat dalam konsep budaya Gayo adalah merupakan keseluruhan norma, tata krama, peraturan, adab, yang menjadi konsensus bersama antara warga yang terjadi di masyarakat Gayo. Adat inilah yang menjadi pemecahan sosial dan budaya jika terjadi permasalah di tengah-tengah masyarakat. Adat juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat seperti masalah waris, hak ulayat, pertanahan, tanaman, tata busana, kepemimpinan, dan semua yang berkait dengan adat

Universitas Sumatera Utara Dalam konteks budaya Gayo, jika terjadi perselisihan (pertentangan) antara hukum adat dengan hukum Islam, maka setelah mendengarkan pendapat imam agama

Islam, hukum adat harus runduk mengikut hukum Islam. Hukum Islam menjadi dasar hukum adat dalam pelaksanaan hukum di Tanah Gayo.4

Hubungan antara kedua hukum adat dan hukum agama ini adalah jalin-berjalin yang sangat erat, sebagaimana dilukiskan dalam kata-kata adat Gayo: hukum ikanung edet, edet ikanung agama (setiap hukum mengandung adat, dan setiap adat mengandung agama). Hukum adat adalah “anak kandung” dari hukum agama. Dengan perkataan lain, hukum adat di dalam pemerintahan tradisional Tanah Gayo pada hakikatnya adalah merupakan pancaran dari hukum Islam.

Daerah Nanggroe Aceh Darusalam dihuni oleh beberapa sub etnik, dan masing- masing sub etnik memiliki kekhasan sendiri di bidang kebudayaan. Melihat beragamnya kebudayaan daerah Aceh, maka keadaan itu juga selaras dengan keberagaman budaya suku-suku bangsa di Indonesia. Daerah Nanggroe Aceh

Darusalam merupakan salah satu provinsi yang mempunyai beragam bentuk tari tradisional. Salah satu bentuk tari tradisional tersebut adalah tari saman.

Tari saman adalah tari yang hidup, berkembang pada kebudayaan suku Gayo.

Suku Gayo sendiri yakni salah satu etnik yang terdapat pada wilayah daerah Aceh, sebahagaian besar wilayahnya berada di Kabupaten Aceh Timur, khususnya

Kecamatan Lokop, yang lazim disebut dengan Gayo Lut5, dan wilayah Kabupaten

4 Wawancara dengan Pak Syaukani, 13 Desember 2010. 5Gayo Lut adalah sebuah istilah yang lazim digunakan untuk menyebutkan salah satu nama suku (etnik) yang terdapat di daerah Lokop, Aceh Timur, Nanggroe Aceh Darussalam. Sebagai sebuah kelompok etnik, mereka ini memiliki bahasa, peradaban, dan kebudayaan yang khas yang membedakannya dengan suku-suku lainnya di Nanggroe Aceh Darussalam, seperti suku Simeuleu, Aneuk Jamee, Tamiang, Aceh Rayeuk, dan lain-lainnya.

Universitas Sumatera Utara Aceh Tenggara, khususnya wilayah Blangkejeren,6 yang lazim di sebut Gayo Lues.7

Namun demikian, tari saman lebih merakyat dan berkembang di Kabupaten Aceh

Tenggara khususnya pada etnik Gayo Lues di Blangkejeren dan Aceh Tengah

(Takengon). Kedua kawasan ini mayoritas merupakan wilayah budaya suku Gayo.

Tari saman berdasarkan fungsinya dapat digolongkan ke dalam jenis tari hiburan, guna merayakan suatu upacara yang bersifat keramaian. Biasanya tari saman diadakan pada acara Maulid Nabi Besar Muhammad SAW., perayaan hari Raya Idul

Fitri (halal bilhalal), Hari Raya Idul Adha, perayaan pesta perkawinan, sunatan

Rasul8, atau penabalan nama anak. Selain perayaan di atas, sering juga tari saman dipertunjukkan pada saat selepas panen padi, sebagai ungkapan kegembiaraan atas hasil panen berlimpah, sesuai dengan harapan penduduk desa, maka desa tersebut akan mengundang grup dari desa atau kampung lain untuk menari saman bersama-sama.

Hampir di tiap desa dan kampung yang ada di wilayah Blangkejeren kita jumpai tari saman. Tari saman telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakatnya. Penampilan tari saman pada lazimnya dalam bentuk jalu9 (bertanding)

6Blangkejeren. nama salah satu wilayah kabupaten yang terdapat di Aceh Tenggara, tempat dilakukannya penelitian tari saman ini. Menurut para informan dan masyarakat pendukungnya, tari saman asal-usulnya memang berasal dari daerah Blangkejeren ini. Kemudian menyebar ke seluruh wilayah Aceh secara difusi, karena wilayah provinsi yang sama, dan sama-sama di bawah pemerintahan Kesultanan Aceh Darussalam di abad pertengahan. 7Gayo Lues adalah salah satu nama dan kelompok etnik (suku) yang terdapat di daerah Blangkejeren, Aceh Tenggara. Sementara di daerah Nanggroe Aceh Darussalam sendiri terdapat berbagai suku setempat seperti Simeuleu, Aceh Rayeuk, Tamiang, Pidie, Aneuk Jamee, dan lainnya.

8Sunatan Rasul atau biasa disebut khitanan, khatan, atau sirkumsisi adalah sebuah ritus seseorang lelaki atau perempuan yang disunat untuk menandakan seorang muslim. Untuk laki-laki yang dipotong adalah bahagian kulip kulup atau glans penis. Untuk wanita yang dipotong adalah sebahagian prepatoriumnya. Selain umat Islam, yang memiliki tradisi berkhitan adalah umat Yahudi, begitu juga dengan etnik Nias di Sumatera Utara. 9Jalu adalah sebutan untuk pertunjukan Saman yang dilakukan dalam konteks “pertandingan” atau “perlombaan.” Adapun unsur yang dinilai oleh dewan juri (ketua adat) adalah unsur estetika gerak tari, pantun atau syair, dan melodi lagu yang disajikannya. Dalam konteks budaya masyarakat Gayo,

Universitas Sumatera Utara antara dua grup atau lebih dari desa atau kampung yang berlainan, yang berlangsung sehari semalam, bahkan kadang bisa dalam beberapa hari dan beberapa malam. Selain dalam bentuk jalu, tari saman dapat juga ditampilkan dalam bentuk tunggal (tanpa lawan). Bagi masyarakat luas, selain etnik Gayo, tarian bentuk tunggal ini lebih dikenal karena bentuk show biasa, yang sering di gelar di luar wilayah asalnya, seperti pergelaran di ibu kota, acara negara, bahkan show ke luar negri (Amerika Serikat,

KIAS, dan lain-lainnya).

Seperti telah diuraikan di atas, dahulunya tari saman difungsikan sebagai media dakwah10 untuk pengembangan agama Islam, media peraturan adat istiadat, yang perlu diketahui dan dipatuhi oleh masyarakatnya, sebagai bagian dari tata pergaulan kehidupan masyarakat. Karena itu pada awalnya latihan tari saman diadakan di kolong meunasah,11 yakni tempat beribadah masyarakat Aceh yang berada di kampung- kampung atau desa-desa di Aceh. Dengan demikian mereka melakukan latihan tari saman pada saat setelah mereka selesai melakukan shalat ataupun sebelum mereka melakukan shalat.

Perkembangan selanjutnya, tari saman difungsikan dalam kegiatan kemasyarakatan, sebagai pertunjukan hiburan dan tontonan pada acara perkawinan,

dalam jalu saman ini yang terpenting adalah pelestarian budaya dan penguatan identitas, bukan semata- mata menang atau kalahnya kelompok-kelompok saman.

10Dakwah adalah penyampaian ajaran-ajaran Islam dalam berbagai teknik dan metode. Misalnya ceramah, tausyiyah, memutar kaset dakwah di radio, siaran televisi, penyebaran kaset-kaset vcd atau dvd yang berisi ajaran agama. Dalam ajaran Islam, setiap muslim sebenarnya adalah pendakwah, yakni wajib menyampaikan ayat Allah, walau hanya satu ayat saja. 11 Meunasah adalah terminologi dalam bahasa Aceh yang artinya adalah rumah ibadah umat Islam, yang besar dan jumlah pengunjungnya di bawah mesjid. Dalam bahasa Indonesia sepadan dengan kata langgar atau mushollah. Bedanya dengan mesjid adalah biasanya mesjid dapat menyelenggarakan shalat Jumat, karena ada badan kenaziran mesjid, yang sifatnya organisasional, sedangkan meunasah tidak menyelenggarakan shalat Jumat.

Universitas Sumatera Utara sunatan Rasul, kekahan12 anak, perayaan hari-hari besar Islam, yang biasanya berlangsung sampai 2 hari 2 malam, bahkan ada yang sampai 3 hari 3 malam dengan cara bertanding (saman jalu). Perayaan hari Raya Idul Fitri, hari Raya Idul Idha, menyambut tamu-tamu negara atau tamu penting daerah, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyemarakkan kegiatan acara tersebut. Fungsi lain dari tari saman tersebut adalah terjalinnya tali persaudaraan antar grup-grup penari Saman dari kampung dan desa seberang.

Perkembangan selanjutnya, tari saman telah berfungsi atau difungsikan dalam kegiatan kemasyarakatan, sebagai pertunjukan hiburan dan tontonan pada acara perkawinan, maupun sunatan. Setiap grup tari saman didukung oleh sejumlah penari saman yang relatif banyak jumlahnya, yaitu antara 15 (lima belas) sampai 30 (tiga puluh) orang penari. Tari saman akan lebih semarak, bagus dan menarik untuk ditonton jika jumlah pemainnya cukiup banyak jumlahnya. Namun untuk keperluan yang sifatnya menekankan kepada pertunjukan saja, yaitu tari saman biasa (tanpa tanding) seperti untuk mengisi acara-acara hiburan biasa atau show yang biasa di lakukan di luar negeri, dimana waktu akan dibatasi hanya beberapa menit, maka penari saman akan berjumlah relatif sedikit. Dalam hal ini penari saman hanya terdiri dari 11 (sebelas) atau 13 (tiga belas) penari, akan tetapi sebenarnya satu grup penari saman yang baik seharusnya berjumlah 15 (lima belas) sampai dengan 17 (tujuh belas) penari.

Tari saman sebagai suatu tari tradisional yang pada mulanya terbatas hanya dimiliki oleh suku Gayo yang berada pada daratan tinggi Gayo Lues, Blang Kejeren

12Kekahan atau akikah adalah pemberian nama pada anak yang baru dilahirkan, sekaligus menyukur rambut anak tersebut, dengan diiringi penyembelihan binatang qurban yang berupa kambing atau domba). Akikah ini adalah salah satu ajaran nabi Muhammad kepada umatnya, agar dalam menyukuri nikmat allah, yaitu dengan diberi-Nya keturunan maka ibu dan ayah sang bayi menyembelih hewan kurban untuk dibagikan kepada fakir miskin, sebagai bentuk solidaritas sosial dalam Islam.

Universitas Sumatera Utara (Aceh Tenggara), Takengon, sebahagian Aceh Tengah, dan daerah Lokop (Aceh

Timur). Tari ini pada awalnya kurang mendapat perhatian dari masyarakat luas, dikarenakan terbatasnya komunikasi dan informasi dengan dunia luar. Namun setelah tari tersebut ditampilkan dalam Pekan Kebudayan Aceh (PKA) II dan peresmian pembukaan Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta, maka dunia tari Indonesia menjadi terkejut dengan kehadiran tari saman ini. Karena gerakan-gerakan tari yang di tampilkan sangat menarik perhatian para penonton, apalagi tari tersebut diiringi hanya dengan kehadiran dukungan suara yang menurut mereka seperti mengandung magis.

Akibat dari pada kehadiran tari saman tersebut, maka banyak pihak-pihak seniman lain yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang keaslian tari saman tersebut. Malah banyak dari para pakar-pakar tari tanah air yang ingin belajar menarikan tari saman tersebut.

Selain dari unsur tari, pertunjukan saman juga didukung oleh unsur gerak, syair, melodi, dan ritme yang khas. Syairnya berakar dari tradisi pantun di kawasan Gayo, yang juga terdiri dari unsur bait, baris, sampiran, dan isi. Selain itu, tema teks saman ini dapat disesuaikan dengan konteks upacara atau kegiatan yang ingin diiringinya.

Misalnya kalau saman ditampilkan saat hari raya Idul Fitri, maka tema pantunnya adalah saling maaf memaafkan. Jika digunakan untuk mengiringi upacara khitanan tentu saja tema teksnya adalah tentang ajaran-ajaran Islam. Begitu juga jika untuk konteks pertandingan (jalu), maka unsur-unsur keindahan, gaya bahasa, diksi, rima, dan lain-lainnya menjadi tumpuan utama. Semua ini dilatar belakangi oleh kebudayaan

Gayo dan Aceh yang Islami secara keseluruhan. Aspek teks atau syair saman ini juga akan menjadi kajian penulis dalam penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara Selain itu, seni saman juga menggunakan bentuk-bentuk melodi tertentu untuk mengiringi gerak tarinya. Melodi-melodi ini menurut pengamatan awal penulis merupakan paduan dari unsur-unsur tangga nada khas Gayo, maqam dari Timur

Tengah, dan juga tangga nada mayor dan minor Barat. Aspek melodi ini juga menjadi satu kesatuan dalam pertunjukan saman di dalam kebudayaan Gayo. Melodi yang disertai dengan pukulan gendang, menjadi intens dan integratif dengan gerak-gerak tari.

Gerak, tari, syair, dan melodi dalam pertunjukan saman pada dasarnya juga mengekspresikan sistem kepemimpinan dalam agama Islam. Pemimpin syair yang disebut syeikh akan memulai lagu dan kemudian disahuti oleh para penari yang juga bertindak sebagai penyanyi khorus sekaligus. Kemudian setiap lagu memiliki break- break (istirahat untuk peralihan) di tempat-tempat tertentu, terutama sesuai dengan pertukaran lagu dan gerak tarinya. Dengan demikian, secara etnomusikologis, penyajian seni saman dilandasi oleh sistem kepemimpinan dalam pertunjukan dengan menggunakan gaya call and response atau responsorial. Artinya seorang penyanyi diikuti oleh sekelompok penyanyi lainnya (lihat Malm 1977).13 Inilah hal-hal yang menarik penulis untuk melakukan kajian terhadap eksistensi saman di Blengkejeren

Aceh.

Untuk menjaga kelestarian seni tari saman tersebut di kemudian hari, akibat dari perkembangan zaman dan juga untuk menggalakkan adanya usaha-usaha untuk penyesuaian dengan selera pasar dan keinginan para penari untuk memperkaya gerakan-gerakan tari saman, maka perlu untuk dilakukan studi terhadap tari saman ini.

13Selain istilah responsorial dalam disiplin etnomusikologi digunakan juga istilah antiphonal (diindonesiakan antifonal) yaitu sebuah terminologi yang dipergunakan untuk mendeskripsikan pertunjukan musik yang dilakukan sekelompok pemusik (penyanyi) disahuti oleh sekelompok pemusik (penyanyi lain). Jadi dalam hal ini ada dua grup yang saling sahut menyahut dalam pertunjukan musik.

Universitas Sumatera Utara Seperti yang penulis lakukan saat ini, sehingga baik gerak dan syair lagu serta urutan- urutan penampilannya hendaknya mempunyai ketentuan yang jelas dan baku.

Penentuan tari Saman untuk di angkat kedalam satu topik tulisan yang berjudul

Pertunjukan Saman di Blangkejeren Aceh: Analisis Makna Gerak Tari dan Teks,

Fungsi Sosiobudaya, serta Struktur Musik, merupakan salah satu usaha pelestarian tari saman tersebut dan juga pada beberapa pertimbangan lainnya, antara lain adalah sebagai berikut.

1. Bahwa tari saman telah dikenal di tingkat nasional maupun Internasional.

2. Pertunjukan tari saman sangat dinamis, magis, serta menuntut gerakan-

gerakan yang energik dengan stamina yang baik.

3. Bahwa tari saman dapat ditarikan dalam suatu tempat yang tidak

memerlukan tempat yang begitu luas, sehingga tidak begitu menyusahkan

bagi bagi para pelaksana untuk menyebarluaskan tarian ini di kalangan

masyarakat, dan lebih mudah untuk pengembangannya.

4. Pola lantai pada tari saman sangat sederhana, mudah diikuti oleh siapapun,

tidak rumit, karena kurang banyak bergerak, hanya memakai pola lantai di

tempat.

5. Tari saman mengandung beberapa unsur seni yang dirangkum menjadi satu

gerak suara vokal dan sastra serta seni rupa berupa perangkat pakaian yang

serasi dan mendukung secara keseluruhan penampilan tari ini.

6. Tari saman ini tidak hanya terbatas pada etnik Gayo yang tersebar di Aceh

Tengah atau di sebahagian Aceh Tenggara (Gayo Lues-Blangkejeren) dan

juga di sebahagian Aceh Timur (Lokop), tetapi sekarang malah telah

Universitas Sumatera Utara berkembang luas di tingkat propinsi lainnya, bahkan di luar Nanggroe Aceh

Darusalam (NAD), Nasional dan Internasional.

7. Sesuai dengan program dan kebijaksanaan dalam rangka pelestarian tari

saman maka perlu direncanakan pelatihan untuk tingkat siswa-siswi tingkat

Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP) dan Sekolah

Lanjutan Tingkat Atas (SMA).

Secara kesejarahan, tari saman berasal dari nama seorang ulama, bernama

Syekh14 Saman, tarian ini sebagai sarana untuk menanamkan tauhid15 dan hal-hal yang berhubungan dengan ketakwaan kepada Allah SWT. Versi lain, kata saman berasal dari

Bahasa Arab, meusaman16 yang berarti delapan. Namun demikian, pada kenyataannya, saat ini, tari saman ini di mainkan oleh penari laki-laki yang berjumlah antara 15 sampai 30 orang penari. Sebab tari saman akan lebih semarak dan menarik untuk ditonton, jika jumlah penarinya banyak. Akan tetapi tari saman ini akan berbeda jumlah pemainnya, jika tari tersebut ditarikan hanya sebagai pengisi acara-acara tertentu atau show biasa, jumlah penari saman bisa hanya terdiri dari 15 sampai 17 penari saja. Tari saman termasuk kesenian ratoh duek17 karena ditarikan dalam posisi .

14Syekh adalah sebutan untuk pemain utama pada tari saman. Beliau adalah yang memimpin jalannya pertunjukan saman sambil memimpin membawakan lagu, yang digunakan dalam tari saman. 15Tauhid adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab, artinya secara umum mengakui kebesaran atau ke-Esaan Allah. Atau sering juga dipadankan dengan kata keimanan. Dalam agama Islam, ada enam yang wajib diimani oleh umat Islam, yaitu iman kepada Allah, Malaikat, Kitab Suci Al-Qur’an, Nabi- Nabi, qadha dan qadhar, dan hari kiamat. 16Meusaman adalah kata dalam bahasa Gayo yang artinya merujuk kepada angka delapan. 17Ratoh Duek adalah sebuah istilah dalam saman yang artinya merujuk kepada tari yang ditarikan pada Posisi duduk

Universitas Sumatera Utara Tari saman merupakan sebuah tarian yang mengungkapkan semangat untuk mengajarkan dan menanamkan aqidah18 dan syariah Islam kepada masyarakat, yang di ungkapkan melalui gerak dan syair-syair yang indah. Tari ini selain bertujuan sebagai media dakwah, juga bertujuan untuk menghindari kejenuhan dalam belajar. Dalam menyusuri asal-usul tari saman, berdasarkan sumber tertulis yang jumlahnya sangat terbatas dan dari informasi beberapa informan, diungkapkan bahwa asal-usul tari saman berasal dari suatu jenis permainan rakyat yang bernama pok-ane19, yakni sejenis permainan yang mengandalkan tepuk tangan kepaha sambil bernyanyi. Seorang ulama

Aceh yang bernama Syekh Saman, dengan cerdik memanfaatkan kesenian yang

“sederhana” ini untuk menanamkan tauhid dan hal-hal yang berhubungan dengan ketakwaan20 kepada Allah SWT. Ucapan kalimat tauhid “La illaha illalahu“ diucapkan dengan khidmad, dengan meletakkan tangan di antara paha, maupun menempel pada dada, secara berangsur-angsur cepat. Ditambah dengan unsur gerak kepala (meratip21), dari badan, dengan tempo yang berangsur-angsur cepat, sehingga mencapai tempo dengan kecepatan tinggi (Diskripsi Tari Saman, 1991:5).

Tari saman lazimnya ditampilkan dalam bentuk satu grup, dua grup, atau lebih, dahulunya tari saman hanya ditampilkan pada upacara-upacara peringatan hari-hari besar Islam atau bersejarah pada tingkat kecamatan atau kabupaten atau hanya sebagai seni pertunjukan hiburan saja, seperti pada upacara adat perkawinan, sunatan Rasul,

18 Aqidah adalah mengakui suatu kebenaran atau keyakinan, ajaran yang harus dijalankan. 19Pok-ane.permainan rakyat yang mengandalkan dan menumpukan gerak tepuk tangan ke paha sambil bernyanyi. 20Takwa artinya taat pada Tuhan, yaitu dengan mematuhi dan menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah. Dalam ajaran Islam ukuran dari orang yang takwa adalah menjaihi segala yang dilarang Allah dan mengerjakan semua yang diperintahkan Allah. 21 Meratip adalah gerak kepala ke kiri dan ke kanan.

Universitas Sumatera Utara dan acara-acara hiburan lainnya. Tari saman yang di tampilkan dalam bentuk satu group ( tanpa lawan) sering di gelar diluar wilayah asalnya, maupun di luar negri, salah satunya di Negara Amerika tahun 1990 dan tahun 1991 (Kesuma, 1991-1992:8) dan di negara lainnya. Sedangkan di Daerah Nanggro Aceh Darusalam, tari saman sudah membudaya di masyarakat. Tari saman ini di samping sebagai sarana hiburan, juga dapat menjadi sarana pesan kepada anak-anak yang masih dalam pendidikan.

Pada perkembangannya, tari saman disajikan oleh kaum pria, dan pada saat sekarang sudah dapat dimainkan oleh anak-anak muda remaja atau anak-anak pelajar, bahkan sudah menjadi bahan pembelajaran kesenian di sekolah-sekolah umum.

Syairnya banyak mengisahkan tentang negara dan tentang hiburan rakyat. Berbeda dengan tari saman zaman dahulu yang syairnya banyak mengisahkan tentang keagamaan, karena pada masa itu, orang-orang lebih mendalami tentang agama, sedangkan masalah budaya kurang diperhatikan, akan tetapi untuk pertunjukan yang lebih baik dan sempurna haruslah pemain yang berusia dewasa. Apalagi untuk penampilan saman jalu (bertanding) yang berlangsung dalam rentang waktu yang sangat lama, otomatis sangat memerlukan kesiapan fisik dan stamina yang kuat dan prima.

Setiap anggota penari saman umumnya bisa mengaji Al-Qur’an dan menjadi tengku22. Dalam hal ini tengku juga ulama23, artinya orang alim yang menguasai ilmu, khususnya pengetahuan tentang agama Islam. Dengan demikian istilah tengku adalah

22Tengku, sebutan nama untuk seorang muslim yang menekuni agama (khususnya di Aceh), ada juga Tengku yang merupakan nama gelar kebangsawanan. 23Ulama adalah sebutan untuk seorang tokoh keagamaan, yang juga merujuk kepada orang- orang yang menguasai ilmu-ilmu keagamaan. Ulama juga adalah disebut sebagai pewaris Nabi, karena ilmu-ilmu agama Islam diwariskan melalui kaum ulama ini. Di Pulau Jawa golongan kaum ulama disebut dengan istilah , berasal dari akar kata kepesantrenan, yaitu tempat kegiatan pendidikan agama, seperti di Tebu Ireng dan lain-lainnya.

Universitas Sumatera Utara suatu institusi lembaga yang di dalamnya terdiri atas beberapa tingkatan sesuai dengan tingkat kealiman yang dimilikinya. Oleh karena itu saman termasuk seni tari yang bernafaskan Islam. Namun pemain atau anggota penari saman di daerah Nanggro Aceh

Darusalam sekarang bukan lagi para tengku.

Perkembangan selanjutnya, tari saman telah berfungsi atau difungsikan dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan, misalnya pada acara hiburan atau pada upacara keagamaan yang bersifat keramaian. Contoh tari saman yang diadakan pada perayaan agama adalah acara Maulid Nabi Besar Muhamad SAW., (biasanya berlangsung sampai dua hari dan dua malam), perayaan Hari Raya Idul Fitri, Hari Raya Idul Adha dan perayaan perkawinan, sunatan Rasul, syukuran penabalan nama anak, menyambut tamu-tamu penting, dan lain-lain. Selain perayaan di atas, sering juga tari saman ditarikan oleh masyarakat pada acara selepas panen padi, sebagai ucapan syukuran dan kegembiraan yang diadakan dengan mengundang grup dari desa atau kampung lain.

Secara umum urutan penyajian tari saman secara berurut adalah sebagai berikut.

a. Pesalaman (persalaman), yang terdiri dari regnum dan saleum24.

Rengum adalah suara bergumam dari seluruh penari. Tidak jelas kata yang di kumandangkan, akan tetapi sebenarnya mereka memuji dan membesarkan nama Allah

SWT, dengan lafas mmmm – “illallaahuo”, adalah sambungan dari ucapan “Lailla haillalhu25” dan seterusnya. Gerak tari sangat tebatas dan sederhana, kepala menunduk,

24Peusalaman adalah bermakna sebagai tanda awal mau masuknya lagu pada sebuah pertunjukan saman di kawasan yang penulis teliti. Kemudian istilah regnum maknanya secara etnomusikologis adalah suara bergumam dari para penari. Kemudian istilah saleum adalah salam kepada penonton, sebagai tanda dibukanya acara. 25Laillahaillalah.Tiada Tuhan selain Allah. Kata ini selalu juga disebut dengan tahlil, dan merupakan bahagian dari zikir (mengingat Allah) dalam ajaran Islam. Selain tahlil ada juga tahmid, takbir, dan tasbih. Dalam aktivitas tahmid diucapkan kata alhamdulillah (artinya terima kasih Allah), kemudian dalam takbir diucapkan kata Allahu Akbar (artinya Allah Maha Besar), serta dalam tasbih diucapkan kata subhanallah (artinya Maha Suci Allah).

Universitas Sumatera Utara tangan menghaturkan sembah. Makna dari gerakan Regnum ini apabila kita kaji adalah penyerahan diri kepada Allah SWT, konsentrasi penuh dan penyamaan vokal yang serempak. Selesai Rengum, secara langsung memasuki saleum, dengan ucapan

Assalamualaikum–salam pertama kepada penonton sebagai pembuka pertunjukan acara tari saman tersebut, kepada pihak-pihak tertentu yang patut dihormati dan di mohon keizinannya mereka menari Saman (adab dan etika). Pada babakan saleum, gerak mulai berkembang, gerak tangan, gerak badan, disertai suara nyanyian yang dikumandangkan pengangkat. Dering,26 jangin,27 redet28 dan saur,29 silih berganti dalam tempo lambat dan sedang.

b. Ulu Ni30 Lagu. Secara garis besarnya ulu ni lagu berarti kepala lagu.

Lagu di sini bukan berarti irama atau lagu dari seni musik vokal maupun instrumental.

Lagu diartikan sebagai gerak tari atau lebih tepatnya ragam-ragam gerak tari, walaupun gerak tari tidak terlepas dari irama lagu, dengan kata lain terjalin persenyawaan yang kuat antara irama lagu dan gerak tari. Pada babakan ulu ni lagu, gerakan tari Saman telah mulai bervariasi, kesenyawaan antara gerak tangan, tepukan di dada, dan gerakan badan serta kepala sudah mulai kelihatan di sini. Akan tetapi gerakan tari saman masih lambat dan khidmad. Pada saat gerakan akan memasuki tempo cepat, maka seorang pengangkat (pemain utama) dengan suara melengking memberi aba-aba dengan ucapan

26Dering, maknanya secara estetis dalam pertunjukan saman adalah regnum yang segera diikuti oleh semua penari. 27 Jangin adalah suatu istilah pertunjukan saman untuk menyebutkan pengangkat. 28 Redet adalah satu terminologi yang maknanya merujuk kepada lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh penari pada bahagian tengah. 29Saur adalah sebuah istilah yang maknanya merujuk kepada lagu yang diulang-ulang bersama penari setelah dinyanyikan oleh penari solo. Dalam kajian etnomusikologis, teknik penyajian pertunjukan seni seperti ini disebut dengan responsorial atau call and response, maknanya seorang penyanyi diikuti secara khorus oleh sekumpulan penyanyi lainnya. Sebaliknya jika sekelompok penyanyi diikuti oleh sekelompok penyanyi lainnya maka disebut dengan antifonal. 30 Uluni lagu maknanya secara estetik pertunjukan adalah kepala lagu.

Universitas Sumatera Utara syair (inget-inget pongku – male I guncangan31 artinya ingat – teman-teman akan diguncang ). Gerakan pada sat ini sudah mulai cepat dan bahkan sangat cepat sekali.

c. Lagu pada Tari Saman. Lagu pada tari saman sangat penting sekali, dimana lagu tersebut menandakan pertukaran gerak pada saman. Pada babakan inilah diperlihatkan kekayaan gerak tari yang terpadu utuh antara kecepatan gerak tangan yang menghentak dada, paha maupun tepukan tangan, gerakan badan keatas dan ke bawah secara serentak maupun bersilang (disebut dengan guncang atas dan guncang rendah, badan miring ke kiri dan miring ke kanan secara serentak, (disebut dengan singkeh kuwen32/ kiri-kanan-kiri), gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah (girik33), berputar ke kiri dan ke kanan, sambil memetik jari (kertek34).

Pada babakan inilah puncak gerakan tari saman, dimana para penari di sini di tuntut harus berkonsentrasi penuh dan para penari harus mempunyai stamina yang prima. Ini disebabkan selain harus bergerak sangat cepat, harus diselingi oleh suara nyanyian vokal yang lantang dan keras, yang disebut redet. Dari kecepatan yang tinggi dan klimaks, tiba-tiba gerak tersebut diperlambat kembali ke tempo awal yang biasa, yang diawali dari suara vokal pengangkat, yang lambat dan terhenti, seakan-akan pengangkat memberi aba-aba untuk berhenti sejenak. Begitu juga dengan nyanyian vokal yang semangkin lama semangkin lambat. Demikian juga dengan gerakan ini

31 Inget-inget pongku male I guncangan, artinya ingat teman-teman akan diguncang. 32Singkeh kuwen, artinya gerakan kiri,, kemudian kanan, dan ke kiri lagi. Istilah ini lazim digunakan dalam konteks latihan dan pertunjukan seni saman di Blangkejeren Aceh. 33Girik adalah sebuah terminologi dalam tari saman di Aceh, yang digunakan untuk mendeskripsikan dan mempraktikkan gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah, sejajar dengan dada penari. 34Kertek artinya adalah istilah tari saman yang digunakan untuk melakukan gerakan badan berputar Sembilan puluh derajat ke kiri dan ke kanan sambil memetik induk jari dan telunjuk jari tangan.

Universitas Sumatera Utara berulang-ulang antara cepat dan berganti lambat, dan bisa tiba-tiba terhenti seketika, namun semua ini tetap diiringi nyanyian vokal.

d. Uak Ni Keumuh35. Secara harfiah berarti gerak, artinya suatu transisi di mana pada babak ini kesempatan bagi penari untuk mengendorkan ketegangan dan mengembalikan pernafasan. Iringan nyanyian sederhana dan nada rendah tidak memaksa, posisi badan duduk bersila, tangan bergerak wajar memukul, menghentak dada, tepuk tangan, memukul paha, diiringi oleh suara vokal solo oleh pengangkat yang disebut redet, lalu diikuti oleh penari saman yang lain secara bersama-sama, yang disebut saur. Apabila kondisi penari telah pulih, maka akan dimulai lagi gerakan cepat yang diawali oleh aba-aba dari pengangkat dengan ragam gerak yang lain. Perlu dicatat pada saat gerak menggebu-gebu di puncak (gerakan sangat cepat), iringan vokal berhenti, jadi hanya terlihat gerakan badan, tangan, dan kepala saja.

e. Lagu Penutup. Pada babak ini, gerakan tari saman kembali ke awal gerakan, yaitu gerakan sederhana, namun pada saat ini dipentingkan sekali syair lagunya. Pada bait-baitnya terdapat kata-kata perpisahan, permohonan maaf jika pada awal pertunjukan saman tadi, ada kata-kata dalam syair pada lagu yang menyinggung perasaan para tamu yang menyaksikan tari tersebut maupun kepada yang punya hajatan, jika memang ada sikap dan kata mereka yang salah.

Alasan penulis memilih topik ini adalah, pada umumnya dahulu masyarakat

Aceh menikmati pertunjukan tari saman, sebagai penyampaian pesan pada acara-acara keagamaan, seperti dakwah di desa-desa di daerah Aceh maupun sekitarnya, pada acara hari-hari besar Islam seperti, memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW, Isra’

35Uak Ni Keumuh, artinya adalah transisi gerak saat para penari mengendorkan ketegangan atau melakukan relaksasi setelah begitu banyak mengeluarkan tenaga pada gerakan-gerakan yang sangat membutuhkan tenaga sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara Mikraj, Tahun Baru Islam (Muharram), dan hari-hari besar Islam lainnya. Namun pada saat ini makna dari tari saman itu sendiri telah berubah fungsi hanya sebagai hiburan yang dapat menghilangkan kejenuhan semata tanpa memperhatikan makna yang terkandung dalam syair-syair yang disampaikan oleh syekh tari saman, baik masalah pendidikan, agama, adat istiadat dan moral lainnya, saat ini tari saman sudah bisa ditampilkan pada acara perkawinan, sunatan, penyambutan tamu, memperingati hari- hari besar Islam maupun hari-hari besar bangsa Indonesia, seperti hari kemerdekaan

Indonesia, hari pendidikan, dan lain-lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik mengadakan penelitian tari saman ini.

Ada beberapa perbedaan yang mendasar dari kedua bentuk penampilan saman jalu (bertanding) dan show biasa antara lain adalah sebagai berikut.

(a) Pada saman tanpa jalu, pergelaran lebih di utamakan gerak dinamik, syair lagu dan irama lagu, dengan kata lain penekanannya dititikberatkan pada keindahan gerakan tarinya. Makna gerak pada saman jalu terletak pada setiap gerakan- gerakannya yang mengandung arti tertentu, yang terletak pada syair lagunya.

(b) Pada saman jalu, diutamakan keragaman gerak dan kekayaan syair lagu, yang mengandung nasehat, penerangan bahkan sindiran yang halus (semacam berbalas pantun) yang harus di imbangi pihak lawan. Penyajian tari saman jalu biasanya ditampilkan pada acara tertentu, seperti Pekan Seni Aceh atau acara lainnya yang sifatnya sangat formal dan protokoler. Karena itu pola penyajian saman harus disesuaikan dengan tuntutan acara tersebut, misalnya ketika grup tersebut akan tampil, yang biasanya membutuhkan waktu yang terbatas, antara 8 sampai 12 menit, demikian pula jumlah penari saman yang tampil, jumlah orangnya relatif sedikit. Penari saman

Universitas Sumatera Utara tampil hanya dengan satu banjar atau satu syaf36, namun begitu, semua penari pendukung saman harus ada, yakni pengangkat (penari utama), pengapit, penyepit, dan penupang. Mengingat sifatnya yang formal, dan terbatasnya waktu, maka penyajian saman dipadatkan.

(c) Saman jalu adalah pergelaran tari saman yang dipertandingkan antara satu grup saman dengan grup saman yang lainnya, atau pertandingan dari beberapa grup saman antar kampung, kota dan bahkan antar Provinsi di Nanggro Aceh

Darusalam. Karena itu saman jalu biasanya berlangsung sampai dua hari dua malam, atau bahkan bisa sampai tiga hari hingga tiga malam (dalam bahasa Gayo disebut roa lo roa ingi)37. Umumnya yang bertanding adalah grup saman dari desa/kampung, luar kota atau propinsi lain, yang sengaja diundang oleh yang punya hajat, misalnya dalam perayaan pesta perkawianan, pesta Sunatan Rasul atau perayaan keagamaan, memperingatai Maulid Nabi Besar Muhammad SAW dan lain-lain. Penentuan pemenang ditentukan oleh tim juri yang terdiri dari tokoh-tokoh budayawan setempat yang memahami benar tentang seluk beluk tari saman, tentang adat istiadat, resam38 dan bahkan tentang agama. Masing-masing grup saman didukung sejumlah 15-25 orang, yang terdiri dari remaja laki-laki.

Sementara jika pada saman yang biasa ditampilkan pada show atau dalam konteks hiburan, umumnya pagelaran tari saman lebih diutamakan pada keindahan gerak dinamik, dan irama lagu, dengan kata lain penekanannya dititikberatkan kepada

36Syaf adalah bahasa Aceh yang maknanya adalah yang digunakan untuk meluruskan barisan. Dalam konteks shalat bersama (berjamaah) istilah bersaf juga merujuk pengertian yang sama yaitu baris secara melintang lurus membentuk garis dan kemudian diikuti saf-saf beriktnya. Imam shalat berada di depan. 37Rao lo Roa ingi, artinya adalah tiga hari tiga malam. 38 Resam artinya adalah adat istiadat dalam konteks kebudayaan Aceh. Istilah ini merujuk kepada aktivitas-aktivitas upacara tradisi Aceh.

Universitas Sumatera Utara keindahan gerakan tarinya. Makna gerak pada saman pertunjukan terletak pada setiap gerakan-gerakannya yang mengandung arti tertentu, yang terletak pada kekompakan gerak dan variasi geraknya.

Demikian menariknya keberadaan saman di Blangkejeren Nanggroe Aceh

Darussalam, baik ditinjau dari aspek sosial, budaya, estetika, dan filsafat yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, secara keilmuan, khususnya melalui kajian seni, saman ini sangat menarik untuk diteliti, didokumentasi, dianalisis, dan tentu saja dipublikasikan keberadaannya.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: apa makna gerak tari, makna teks, fungsi sosiobudaya, dan struktur musik yang disajikan dalam pertunjukan tari saman? Pokok masalah ini perlu dijelaskan bahwa yang akan dikaji dalam tesis ini adalah empat bidang yaitu: (1) makna gerak tari saman (2) makna teks saman, (3) fungsi sosiobudaya saman, dan (4) struktur musik saman. Lebih jauh diperinci lagi makna gerak tari saman meliputi makna konotatif, denotatif, dan secara keseluruhan mencakup makna budaya yang terkandung dalam gerak-gerik tari saman. Makna ini akan didasarkan pada pemahaman tentang terminologi gerak dan struktur gerak yang menjadi dasar maknanya. Kemudian makna syair (teks) lagu-lagu saman akan dikaji aspek-aspek yang mendukungnya seperti: makna konotatif, makna denotatif, interyeksi, diksi dan gaya bahasa, jumlah baris dan bait, ikon, indeks, simbol, frase, dan hal-hal sejenis. Fungsi sosiobudaya saman mencakup sejauh apa seni ini digunakan oleh masyarakatnya seperti untuk menabalkan

Universitas Sumatera Utara nama anak, pesta khitanan, pesta perkawinan, kegiatan-kegiatan keagamaan Islam, dakwah Islam, dan sejenisnya. Sedangkan fungsi tari saman di antaranya adalah untuk hiburan, integrasi sosiobudaya, pendidikan, pengabsahan upacara, pelestarian budaya

Gayo dan Islam, dan lain-lainnya.

Selain itu, struktur musik saman yang akan dikaji meliputi aspek dimensi waktu yang mencakup: tempo, tanda birama, rentak, durasi, motif, frase, siklus, tempo, dan sejenisnya. Seterusnya adalah aspek dimensi ruang yang mencakup: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, distribusi nada, kantur, formula melodi, distribusi interval, dan sejenisnya. Inilah yang menjadi pokok permasalahan penelitian yang dilakukan ini dalam konteks menyelesaikan salah satu syarat dalam studi magister seni di Program

Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya (FIB),

Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Untuk mengetahui dan memahami makna-makna gerak yang terdapat dalam

pertunjukan saman.

(2) Untuk mengetahui dan memahami makna syair (teks) yang terdapat dalam

pertunjukan saman.

(3) Untuk mengetahui fungsi sosiobudaya saman dalam kebudayaan masyarakat

pendukungnya,

Universitas Sumatera Utara (4) Untuk mengetahui struktur musik baik dimensi ruang maupun waktu yang

dipergunakan dalam musik saman.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat yang di ambil dari penelitian yang diwujudkan dalam laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:

(1) Menambah referensi tentang kesenian (khususnya saman) bagi lembaga-lembaga

pendidikan (sekolah) sehingga dapat digunakan oleh guru kesenian sebagai bahan

pembelajaran.

(2) Sebagai bahan masukan bagi tim pengajar sendratasik (seni drama, tari, dan

musik), untuk menambah wawsasan seni dan kemudian mengajarkannya kepada

generasi muda Indonesia, khususnya Aceh.

(3) Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa seni tari dan

musik, agar dapat mengetahui penyajian tari dan musik saman sesungguhnya,

termasuk pada konteks hiburan di pesta perkawinan.

(4) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang

berkaitan dengan budaya daerah.

(5) Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain, baik mencakup

teori maupun uraian tentang bentuk penyajian tari saman.

(6) Penelitian ini akan bermanfaat untuk pengembangan seni-seni tradisional yang

dalam konteks dunia kepariwisataan di Nanggroe Aceh Darussalam pada

khususnya dan Indonesia secara umum.

Universitas Sumatera Utara (7) Penelitian tentang saman ini akan dapat memberikan manfaat tentang

bagaimana masyarakat Gayo membumikan ajaran Islam dalam konteks wilayah

budaya etnik, yang spesifik dan bijaksana (arif).

1.4 Kerangka Teori

Berikut ini akan disajikan beberapa teori yang akan digunakan sebagai alat untuk membedah berbagai masalah yang berkenaan dengan topik tulisan ini.

1.4.1 Teori Semiotik

Untuk mengkaji makna tari dan syair (teks) dalam pertunjukan saman, penulis menggunakan teori semiotik. Selanjutnya teori ini digunakan dalam usaha untuk memahami bagaimana makna diciptakan dan dikomunikasikan melalui sistem simbol yang membangun sebuah peristiwa seni. Dua tokoh perintis semiotik adalah Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa dari Swiss dan Charles Sanders Peirce, seorang filosof dari Amerika Serikat. Saussure melihat bahasa sebagai sistem yang membuat lambang bahasa itu terdiri dari sebuah imaji bunyi (sound image) atau signifier yang berhubungan dengan konsep (signified). Setiap bahasa mempunyai lambang bunyi tersendiri.

Peirce juga menginterpretasikan bahasa sebagai sistem lambang, tetapi terdiri dari tiga bagian yang saling berkaitan: (1) representatum, (2) pengamat (interpretant), dan (3) objek. Dalam kajian kesenian berarti kita harus memperhitungkan peranan seniman pelaku dan penonton sebagai pengamat dari lambang-lambang dan usaha kita untuk memahami proses pertunjukan atau proses penciptaan. Peirce membedakan

Universitas Sumatera Utara lambang-lambang ke dalam tiga kategori: ikon, indeks, dan simbol. Apabila lambang itu menyerupai yang dilambangkan seperti foto, maka disebut ikon. Jika lambang itu menunjukkan akan adanya sesuatu seperti timbulnya asap akan diikuti api, disebut indeks. Jika lambang tidak menyerupai yang dilambangkan, seperti burung garuda melambangkan negara Republik Indonesia, maka disebut dengan simbol.

Semiotik atau semiologi adalah kajian teradap tanda-tanda (sign) serta tanda- tanda yang digunakan dalam perilaku manusia. Definisi yang sama pula dikemukakan oleh salah seorang pendiri teori semiotik, yaitu pakar linguistik dari Swiss Ferdinand de

Sausurre. Menurutnya semiotik adalah kajian mengenai “kehidupan tanda-tanda dengan masyarakat yang menggunakan tanda-tanda itu.” Meskipun kata-kata ini telah dipergunakan oleh filosof Inggris abad ke-17 yaitu John Locke, gagasan semiotik sebagai sebuah modus interdisiplin ilmu, dengan berbagai contoh fenomena yang berbeda dalam berbagai lapangan studi, baru muncul ke permukaan pada akhir abad ke-

19 dan awal abad ke-20, ketika munculnya karya-karya Sausurre dan karya-karya seorang filosof Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce.

Dalam karya awal Peirce di lapangan semiotik ini, ia menumpukan perhatian kepada pragmatisme dan logika. Ia mendefinisikan tanda sebagai “sesuatu yang mendukung seseorang untuk sesuatu yang lain.” Salah satu sumbangannya yang besar bagi semiotik adalah pengkategoriannya mengenai tanda-tanda ke dalam tiga tipe, yaitu: (a) ikon, yang disejajarkan dengan referennya (misalnya jalan raya adalah tanda untuk jatuhnya bebatuan); (b) indeks, yang disamakan dengan referennya (asap adalah tanda adanya api) dan (c) simbol, yang berkaitan dengan referentnya dengan cara

Universitas Sumatera Utara penemuan (seperti dengan kata-kata atau signal trafik). Ketiga aspek tanda ini penulis pergunakan untuk mengkaji syair saman.

Untuk membantu kajian makna dalam penelitian ini juga penulis mengkaji fungsi tari saman, dengan menggunakan teori fungsionalisme. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan pada ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi. Institusi-institusi seperti negara, agama, keluarga, aliran dan pasar terwujud. Sebagai contoh, pada masyarakat yang kompleks seperti Amerika Serikat, agama dan keluarga mendukung nilai-nilai yang di ungsikan untuk mendukung aktiviti politik demokrasi dan ekonomi pasar. Dalam masyarakat yang lebih sederhana, masyarakat tribal, partisipasi dalam upacara keagamaan berfungsi untuk mendukung solidaritas sosial di antara kelompok-kelompok manusia yang berhubungan kekerabatannya.

Untuk lebih memperinci teori semiotik ini maka penulis mendeskripsikan empat teori semiotic yang digunakan untuk mengkaji makna tari dan teks saman. Keempat teori semiotik itu adalah: (1) semiotik Peirce, (2) semiotik Saussure, (3) semiotik

Barthes, dan (4) semiotik Halliday. Penjabarannya adalah sebagai berikut.

1.4.1.1 Semiotik Charles Sanders Peirce

Peirce mengemukakan teori segi tiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan

Universitas Sumatera Utara merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri.

Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), ikon

(tanda yang muncul dari perwakilan fisik), dan indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda (Santosa, 1993:10) dan (Pudentia, 2008:323)

Tabel 1.1: Segitiga Makna

Objek

Representamen Interpretan

Menurut Peirce (Santosa,1993:10) pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang tidak dapat ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan

Universitas Sumatera Utara pragmatisme. Seorang penafsir adalah yang berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, segala sesuatunya akan dilihat dari tiga jalur logika, yaitu hubungan penalaran dengan jenis penandanya, hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya, dan hubungan pikiran dengan jenis petandanya seperti yang tertera dalam bagan 1.2 dan bagan 1.3 berikut.

Tabel 1.2: Pembagian Tanda

Ground/ representamen: Objek/ referent: yaitu apa Interpretant: tanda-tanda baru tanda itu sendiri sebagai yang diacu. yang terjadi dalam batin perwujudan gejala penerima. umum.

Qualisign: terbentuk Ikon: tanda yang Rheme: tanda suatu oleh suatu kualitas yang penanda dan petandanya kemungkinan atau konsep, merupakan suatu tanda, ada kemiripan. Misalnya: yaitu yang memungkinkan misalnya: “keras” suara foto, peta. menafsirkan berdasarkan sebagai tanda, warna pilihan, misalnya: “mata hijau. merah” bisa baru menangis, tapi bisa juga yang lain.

Sinsign/tokens: terbentuk Index: hubungan tanda Dicent sign: tanda sebagai melalui realitas fisik. dan objek karena sebab fakta/ pernyataan deskriptif Misalnya : rambu lalu akibat. Misalnya: asap eksistensi aktual suatu objek, lintas. dan api. mis : tanda larangan parkir adalah kenyataan tidak boleh parkir.

Legisign: Hukum atau Symbol: hubungan tanda Argument: tanda suatu aturan, kaidah yang berupa dan objek karena yang langsung memberikan tanda. Setiap tanda kesepakatan / suatu tanda alasan, mis : gelang akar bahar konvensional adalah yang penanda atau dengan alasan kesehatan. legisign, misalnya: suara petandanya arbitrer wasit dalam konvensional. Misalnya: pelanggaran. bendera, kata-kata.

Sumber: Erni Yunita (2011).

Universitas Sumatera Utara Tabel 1.3: Hubungan Tanda

Sumber: Erni Yunita (2011)

Interpretant atau pengguna tanda adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkannya ke suatu makna tertentu atau makna yang ada dalam benak seseorang tentang objek yang dirujuk sebuah tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiosis adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda, ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi. Model tanda yang dikemukakan Peirce adalah trikotomis atau triadik, dan tidak memiliki ciri-ciri struktural sama sekali. Prinsip dasarnya adalah bahwa tanda bersifat representatif yaitu tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain. Proses pemaknaan tanda pada Peirce mengikuti hubungan antara tiga titik yaitu Representamen (R), Object (O), dan Interpretant (I). (R) adalah bagian tanda yang dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang merujuk pada sesuatu

Universitas Sumatera Utara yang diwakili oleh (O), kemudian (I) adalah bagian dari proses yang menafsikan hubungan antara (R) dan (O).

Contoh apabila di tepi pantai seseorang melihat bendera merah (R), maka dalam kognisinya ia merujuk pada “larangan untuk berenang” (O), selanjutnya ia menafsirkan bahwa “adalah berbahaya untuk berenang di situ” (I). Tanda seperti itu disebut lambang yakni hubungan antara R dan O bersifat konvensional.

1.4.1.2 Semiotik Ferdinand de Saussure

Teori semiotik ini dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (1857-1913).

Dalam teori ini semiotik dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda dilihat sebagai bentuk atau wujud fisik dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur atau seni rupa. Sedang pertanda dilihat sebagai makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung di dalam karya arsitektur. Eksistensi semiotik Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, biasa disebut dengan signifikasi. Semiotik signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda dalam sebuah sistem berdasarkan aturan atau konvensi tertentu. Kesepakatan sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut (Culler, 1996:7). Bagan berikut tentang tanda (sign) yang dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure (dalam Djajasudarma, 1993:23).

Universitas Sumatera Utara Tabel 1.4: Tentang Tanda

Signifiant (signifier) “yang menandai” (citra bunyi) misalnya: pohon [p o h o n]

Signe Signifie (signified) “yang ditandai” (pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran).

Contoh:

Pohon

tangkal tangkal

Hubungan antara signifiant dan signifie bersifat arbitrer atau sembarang saja.

Dengan kata lain, tanda bahasa (signe linguistique atau signe) bersifat arbitrer.

Pengertian pohon tidak ada hubungannya dengan urutan bunyi t-a-n-g-k-a-l di dalam bahasa Sunda atau w-i-t di dalam bahasa Jawa. Signifiant bersifat linear, unsur- unsurnya membentuk satu rangkaian (unsur yang satu mengikuti unsur lainnya).

Universitas Sumatera Utara Tabel 1.5: Tentang Hubungan Tanda

Sign/symbol

Signifier Signified

------signification ------

Menurut Saussure (Chaer, 2003:348), tanda terdiri dari: (a) bunyi-bunyian dan gambar, yang disebut signifier atau penanda, dan (b) konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut referent. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya

Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh, ketika orang menyebut kata “anjing”

(signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan

(signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tidak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.”

Bahasa merupakan sistem tanda, di mana setiap tanda yang ada terdiri dari dua bagian yaitu signifier dan signified. Signifier merupakan konsep, ide, atau gagasan.

Universitas Sumatera Utara Sementara signified adalah kata-kata atau tulisan yang menyampaikan konsep, ide, atau gagasan tersebut. Kedua unsur ini tidak dapat dipisahkan, suatu signified tanpa signifier tidak memiliki arti apa–apa, sebaliknya suatu signifier tanpa signified tidak mungkin dapat disampaikan. Contohnya manusia yang masih sangat muda yang belum bisa berbicara dan berjalan merupakan sebuah signifier. Untuk menyampaikan gagasan dalam signifier tersebut maka digunakan signified “bayi.”

1.4.1.3 Semiotik Roland Barthes

Teori ini dikemukakan oleh Roland Barthes (1915-1980), dalam teorinya tersebut Barthes mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti (Barthes, 2007:82).

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure, yang tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Menurut

Saussure (dalam Aminuddin, 1995:168) hubungan antara simbol dan yang disimbolkan tidak bersifat satu arah. Kata bunga misalnya, bukan hanya memiliki hubungan timbal balik dengan gambaran yang disebut bunga, tetapi secara asosiatif juga dapat dihubungkan dengan keindahan, kelembutan, dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara Konsep mental ini kemudian menjadi perhatian Barthes yang mengembangkan konsep tanda Saussure dengan menambahkan konsep “relasi.” Relasi yang dimaksud adalah penghubung penanda (disebut expression “ungkapan” dilambangkan dengan E) dan petanda (disebut contenu/ content “isi” dilambangkan dengan C). Penanda dan petanda dihubungkan dengan relasi (R). Gabungan atau kesatuan tingkatan–tingkatan tersebut dan relasinya itu membentuk satu sistem ERC. Sistem ini terdapat dalam bentuknya sendiri, dan menjadi unsur sederhana dari sistem atau bentuk kedua yang membina bentuk yang lebih luas. Oleh Barthes sistem ini dapat dipilah menjadi dua sudut artikulasi. Konotasi dan denotasi satu sudut, metabahasa dan objek bahasa di sudut lain, seperti bagan berikut ini (Pudentia, 2008:335).

Tabel 1.6: Konotasi dan Metabahasa

Denotasi E C \ E C

Objek bahasa d d d d E C E C Konotasi d d Metabahasa

Contoh : Tempat jin turun berkecimpung

E C

Denotasi Jin makhluk halus

Konotasi Jin berkecimpung

E C

Universitas Sumatera Utara

E C bermain air Jin / mandi Objek bahasa

Jin Bergembira menerima Metabahasa persembahan E C

1.4.1.4 Semiotik Halliday

Teori bahasa fungsional sistemik dikembangkan seorang pakar linguistik

M.A.K Halliday seorang pakar bahasa yang berasal dari Inggris dan kini tinggal di

Australia sebagai guru besar di University of Sydney. Kata sistemik adalah suatu teori yaitu tentang makna. Bahasa merupakan semiotik sistem (Halliday dkk., 1992:4).

Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas dua jenis yaitu semiotik denotatif dan semiotik konotatif. Semiotik denotatif menunjukkan bahwa arti direalisasikan oleh bentuk yang selanjutnya direalisasikan oleh ekspresi. Berbeda dengan semiotik denotatif, semiotik konotatif hanya memiliki arti tetapi tidak memiliki bentuk.

Dalam pemakaian bahasa sistem semiotik konotatif terdapat dalam hubungan bahasa dengan konteks sosial yang terdiri atas ideologi, konteks budaya dan faktor situasi sebagai semiotik konotatif, pemakaian bahasa menunjukkan bahwa ideologi tidak memiliki bentuk. Oleh karena itu, semiotik meminjam budaya sebagai bentuk sehingga ideologi direalisasikan oleh budaya, budaya direalisasikan oleh konteks situasi. Selanjutnya konteks situasi meminjam semiotik yang berada dibawahnya yaitu

Universitas Sumatera Utara bahasa. Jadi konteks situasi direalisasikan oleh bahasa yang mencakupi semantik, tata bahasa dan fonologi.

Bahasa dalam pandangan semiotik sosial menandai jenis pendekatan yang dilakukan oleh Halliday. Dalam pengertian ini bahwa sebagai semiotik, bahasa terjadi dari dua unsur yaitu arti dan ekspresi, berbeda dengan semiotik biasa sebagai semiotik sosial bahasa memiliki unsur lain yaitu bentuk. Dengan demikian bahasa dalam interaksi sosial terdiri dari tiga unsur yaitu arti, bentuk dan ekspresi. Arti (semantic atau discourse semantics) direalisasikan bentuk (grammar atau lexicogrammar) dan bentuk ini seterusnya dikodekan oleh ekspresi atau phonology/graphology (Saragih,

2000:1).

Proses semiotik adalah suatu proses pembentukan makna dengan melakukan pemilihan. Semiotik pemakaian bahasa terdiri atas semiotik denotatif dan semiotik konotatif yang memiliki arti dan bentuk. Bahasa merupakan semiotik denotatif dengan pengertian bahwa semantik sebagai arti direalisasikan oleh lexicogrammar sebagai bentuk dan selanjutnya lexicogrammar diekspresikan oleh phonology.

Keempat teori tersebut penulis sederhanakan pola-pola atau pokok pikirannya sebagai berikut.

(a) Peirce menggunakan segitiga makna yang terdiri dari: tanda (sign), object, dan interpretant. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) kepada hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari simbol, ikon, dan indeks, acuan tanda ini disebut objek (konteks sosial).

Universitas Sumatera Utara (b) Saussure membagi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda (signifier) dan pertanda (signified). Penanda adalah wujud fisik yang dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur atau seni rupa. Dalam konteks penelitian ini adalah pakaian, asesori, warna, motif yang dipakai penari saman, dalam pertunjukan. Sedangkan pertanda adalah makna yang terungkap melalui konsep, fungsi atau nilai-nilai yang terkandung di dalam karya arsitektur atau rupa. Eksistensi semiotik Saussure adalah relasi antara penanda dan petanda berdasarkan konvensi, yang biasa disebut dengan signifikasi.

(c) Barthes mengembangkan semiotik menjadi 2 tingkatan pertandaan, yaitu tingkat denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda pada realitas, menghasilkan makna eksplisit, langsung, dan pasti. Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan hubungan penanda dan petanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung, dan tidak pasti.

(d) Halliday mengembangkan semiotik di bidang bahasa. Ia membaqgi dua semiotik bahasa, yaitu semiotik denotatif, yang mengkaji tanda-tanda bahasa dalam makna sesungguhnya. Kemudian yang kedua adalah semiotik konotatif yang mengkaji bahasa dalam makna di luar makna sesungguhnya.

Keempat teori semiotik ini penulis gunakan dalam mengkaji dan memahami makna yang terdapat di sebalik tarian dan teks pertunjukan saman, khususnya di Blang

Kejeren Aceh.Tentu studi tentang tanda atau makna ini akan melibatkan latar belakang budaya Gayo yang menghasilkannya.

Universitas Sumatera Utara 1.4.2 Teori Fungsionalisme

Untuk mengkaji fungsi sosiobudaya saman dalam kebudayaan masyarakat

Gayo, khususnya di kawasan penelitian, maka penulis menggunakan teori fungsionalisme. Teori fungsionalisme adalah salah satu teori yang dipergunakan dalam ilmu sosial, yang menekankan pada saling ketergantungan antara institusi-institusi

(pranata-pranata) dan kebiasaan-kebiasaan pada masyarakat tertentu. Analisis fungsi menjelaskan bagaimana susunan sosial didukung oleh fungsi-institusi-institusi seperti: negara, agama, keluarga, aliran, dan pasar terwujud.

Teori fungsionalisme dalam ilmu Antropologi mulai dikembangkan oleh seorang pakar yang sangat penting dalam sejarah teori antropologi, yaitu Bronislaw

Malinowski (1884-1942). Ia lahir di Cracow, Polandia, sebagai putera keluarga Polandia. Ayahnya adalah guru besar dalam Ilmu Sastra Slavik. Jadi tidak mengherankan apabila Malinowski memproleh pendidikan yang kelak memberikannnya suatu karier akademik juga. Tahun 1908 ia lulus Fakultas Ilmu Pasti dan Alam dri Universitas Cracow. Yang menarik, selama studinya ia gemar membaca buku mengenai folkor dan dongeng-dongeng rakyat, sehingga ia menjadi tertarik kepada ilmu psikologi. Ia kemudian belajar psikologi kepada Profesor W. Wundt, di

Leipzig, Jerman (Koentjaraningrat, 1987:160).

Ia kemudian mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk menganalisis fungsi kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori fungsionalisme kebudayaan, atau a functional theory of culture. Ia kemudian mengambil keputusan untuk menetap di Amerika Serikat, ketika ia menjadi guru besar Antropologi di University Yale tahun

1942. Sayang tahun itu ia juga meninggal dunia. Buku mengenai fungsional yang baru

Universitas Sumatera Utara yang telah ditulisnya, diredaksi oleh muridnya H. Crains dan menerbitkannya dua tahun selepas itu (Malinowski 1944).

Bagi Malinowski (T.O. Ihromi 2006), mengajukan sebuah orientasi teori yang dinamakan fungsionalisme, yang beranggapan atau berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat di mana unsur itu terdapat. Dengan kata lain, pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan mempertahankan bahwa setiap pola kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan, setiap kepercayaan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayaan dalam suatu masyarakat, memenuhi beberapa fungsi mendasar dalam kebudayaan yang bersangkutan. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para warga suatu masyarakat. Kebutuhan pokok adalah seperti makanan, reproduksi

(melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak dan pertumbuhan. Beberapa aspek dari kebudayaan memenuhi kebutuhan- kebutuhan dasar itu. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu, muncul kebutuhan jenis kedua (derived needs), kebutuhan sekunder yang harus juga dipenuhi oleh kebudayaan.

Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode geografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkannya dalam kuliah-kuliahnya tentang metode- metode penelitian lapangan dalam masa penulisannya ketiga buku etnografi mengenai kebudayaan Trobriand selanjutnya, menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan pranata-pranata sosial menjadi mantap juga.

Dalam hal itu ia membedakan antara fungsi sosial dalam tiga tongkat abstraksi

(Koentjaraningrat, 1987:167), yaitu:

Universitas Sumatera Utara 1. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi pertama mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap adat, tingkah laku

manusia dan pranata sosial yang lain dalam masyarakat;

2. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi kedua mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan suatu adat

atau pranata lain untuk mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh

warga masyarakat yang bersangkutan;

3. Fungsi sosial dari suatu adat, pranata sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi ketiga mengenai pengaruh atau efeknya, terhadap kebutuhan mutlak

untuk berlangsungnya secara integrasi dari suatu sistem sosial yang tertentu.

Contohnya unsur kebudayaan yang memenuhi kebutuhan akan makanan menimbulkan kebutuhuan sekunder yaitu kebutuhan untuk kerja sama dalam pengumpulan makanan atau untuk produksi; untuk ini masyarakat mengadakan bentuk- bentuk organisasi politik dan pengawasan sosial yang manjamin kelangsungan kewajiban kerja sama tersebut di atas. Jadi menurut pandangan Malinowski tentang kebudayaan, bahwa semua unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar para warga masyarakat.

Seperti Malinowski, Arthur Reginald Radcliffe-Brown (1881-1955), seorang ahli lain dalam antropologi sosial berdasarkan teorinya mengenai prilaku manusia pada konsep fungsionalisme. Tetapi berlainan dengan Malinowski, radcliffe-Brown (Ihromi,

2006), mengatakan, bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahankan struktur

Universitas Sumatera Utara sosial masyarakat. Struktur sosial dari suatu masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada.

Radcliffe-Brown (Koentjaraningrat, 1987:175) hanya membuat deskripsi mengenai organisasi sosial secara umum, tidak mendetail, dan agak banyak membuat bahan mengenai upacara keagamaan, keyakinan keagamaan, dan mitologi. Dalam mendekripsi etnografi The Andaman Islander, itu merupakan contoh lain dari suatu deskripsi terintegrasi secara fungsional, di mana berbagai upacara agama dikaitkan dengan mitologi atau dongeng-dongeng suci yang bersangkutan, dan di mana pengaruh dan efeknya terhadap struktur hubungan antara warga dalam suatu komunitas desa

Andaman yang kecil, menjadi tampak jelas.

Metodologi deskripsi tersebut dengan sengaja dan sadar dipergunakannya, dan dapat dirumuskan mengenai upacara (Koentjaraningrat, 1987), sebagai berikut:

1. Agar suatu masyarakat dapat hidup langsung, maka harus ada suatu sentimen

dalam jiwa para warganya yang merangsang mereka untuk berprilaku sosial

dengan kebutuhan masyarakat;

2. Tiap unsur dalam sistem sosial dan tiap gejala atau benda yang dengan demikian

mempunyai efek pada solidaritas masyarakat, menjadi pokok orientasi dari

sentimen tersebut;

3. Sentimen itu dalam pikiran individu dalam pikiran individu warga masyarakat

sebagai akibat pengaruh hidup masyarakat;

4. Adat-istiadat upacara adalah wahana dengan apa sentimen-sentimen itu dapat

diekspresikan secara kolektif dan berulang-ulang pada saat-saat tertentu;

Universitas Sumatera Utara 5. Ekspresi kolektif dari sentimen memelihara intensitas-intensitas itu dalam jiwa

warga masyarakat, dan bertujuan meneruskannya kepada warga-warga dalam

generasi berikutnya (1922:233-234).

Radcliffe-Brown kemudian menyarankan untuk memakai istilah “fungsi sosial” untuk menyatakan efek dari suatu keyakinan, adat, atau pranata, kepada soladaritas sosial dalam masyarakat itu, dan ia merumuskan bahwa: “… the social function of the ceremonial customs of the Andaman Islanders is to transmit from one generation to another the emotional dispositions on which the society (as it constituted) depends for its existence.”

Radcliffe-Brown juga memiliki teori yang sama dengan Malinowski yaitu teori fungsionalisme. Menurut beliau lebih menekankan teori fungsional struktural, ia mengatakan, “… bahwa berbagai aspek perilaku sosial, bukanlah berkembang untuk memuaskan kebutuhan individual, tapi justru timbul untuk mempertahakan struktur sosial masyarakat dan struktur sosial masyarakat adalah seluruh jaringan dari hubungan-hubungan sosial yang ada.”

Jadi, menurut penulis, kedua teori fungsional ini memfokuskan fungsi-fungsi sosial budaya pada apa penyebabnya. Bagi Malinowski penyebab fungsi itu adalah pada kebutuhan dasar manusia sebagai individu-individu. Sementara menurut

Radcliffe-Brown fungsi itu muncul untuk memenuhi sistem sosial yang telah dibangun berdasarkan kesepakatan bersama.

Dalam konteks penelitian ini saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo jika dianalisis dari teori fungsionalnya Malinowski bahwa setiap individu orang Gayo perlu mengekspresikan perasaan keindahannya melalui seni saman. Berbagai kegiatan dalam

Universitas Sumatera Utara budaya Gayo seperti akikah, menambalkan anak, khitanan, perayaan hari besar agama

Islam, menyambut tetamu, festival budaya menggunakan seni saman ini. Jadi faktor individulah yang paling dominan menurut teori fungsionalnya Malinowski ini. Kalau menurut teori fungsionalismenya Radcliffe-Brown maka semua aktivitas budaya yang melibatkan penggunaan seni saman adalah karena memenuhi sistem-sistem sosial yang dikendalikan secara bersama oleh masyarakat Gayo. Jadi menurut teori fungsionalisme

Radcliffe-Brown, seni saman timbul karena kebutuhan masyarakat secara bersama, bukan karena individu.

1.4.3 Teori Weighted Scale

Kemudian untuk mengkaji struktur musik yang digunakan dalam pertunjukan saman ini, penulis menggunakan teori weighted scale (bobot tangga nada), seperti yang ditawarkan oleh Wiliam P. Malm (1977). Teori weighted scale adalah teori yang lazim digunakkan untuk menganalisis atau mendeskripsikan melodi berdasarkan delapan unsur melodis yang terdiri dari delapan unsur, yaitu sebagai berikut: (1) tangga nada;

(2) wilayah nada (ambitus); (3) nada dasar (tone center); (4) jumlah nada-nada, (5) distribusi interval, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadensa, dan (8) kantur.

Demikian kira-kira gambaran umum teori yang akan penulis gunakan nantinya dalam mengkaji makna gerak tari, makna teks, dan struktur musik yang dipertunjukan dalam seni saman di Blang Kejeren, Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripsi yaitu dengan menggambarkan atau mengamati fakta-fakta yang sedang berlangsung. Teknik

Universitas Sumatera Utara pengumpulan data dan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Tekhnik pengolahan dan analisa data di gunakan metode deskripsi kualitatif yaitu, menguraikan bagaimana Makna gerak tari Saman pada suatu pertunjukan. Bentuk gerak tari Saman adalah gerak salawat39 dengan pola hitungan (4x8), saleum 40 dengan pola hitungan

(2x8), gerak kisah dengan pola hitungan (4x8), gerak ekstra dengan pola hitungan

(4x8), gerak penutup dengan pola hitungan (4x8). Dengan demikian, dapat di simpulkan bahwa gerak tari Saman mempunyai hitungan rata-rata 2x lambat 2x cepat

(4x8). Tari saman sering di tampilkan pada acara seperti Maulid Nabi Besar SAW, sunat Rasul, Isra Mi’Raj, adat perkawinan, perlombaan dan acara-acara hiburan lainnya. Dengan jumlah penari 15 sampai 17 orang dan 2 orang Syahi41 (vokal) atau

Aneuk Syekh.42 Sesuai dengan masalah yang di ajukan, maka penulis memakai metode deskriptif, untuk mengumpulkan informasi mengenai tari Saman yang sebenarnya. Ini sesuai dengan yang di katakan Arikunto, (2003:309-310), yaitu penelitian deskriptif merupakan penelitian yang di maksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status, satu gejala yang ada yaitu gejala menurut apa adanya pada saat penelitian di lakukan. Adapun pengertian deskriptif menurut Sukardi (2003:15) adalah metode yang berusaha menggambarkan objek atau subjek yang di teliti sesuai dengan apa adanya.

Tujuannya adalah menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek yang di teliti secara tepat.

39Salawat adalah istilah yang merujuk kepada puji-pujian untuk Nabi atau doa kepada Nabi.Contohnya adalah allahuma shali ala saidina Muhammad wa ala ali saidina Muhammad, kama sholaita ala saidina Ibrohim wa ala ali saidina Ibrohim fil alamina inaka hamidul majid. 40Saleum,adalah lagu awal pada tari saman, yang menandakan tari tersebut dimulai, juga bermakna sebagai syair lagu awal. 41Syahi adalah pemain utama dalam tari saman. 42Aneuk Syekh, pemain utama dalam saman yg memberi aba-aba kepada penari lainnya.

Universitas Sumatera Utara Menurut Merriam, dalam etnomusikologi, dikenal istilah teknik lapangan dan metode lapangan. Teknik mengandung arti pengumpulan data-data secara rinci di lapangan. Metode lapangan sebaliknya mempunyai cakupan yang lebih luas, yang meliputi dasar-dasar teoretis yang menjadi acuan bagi teknik penelitian lapangan.

Teknik menunjukkan pemecahan masalah pengumpulan data hari demi hari, sedangkan metode mencakupi teknik-teknik dan juga berbagai pemecahan masalah sebagai bingkai kerja dalam penelitian lapangan (Merriam, 1964:39-40).

Selain itu dalam penelitian seni dikenal metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif pada hakikatnya bertujuan untuk mencari makna-makna yang terkandung daripada kegiatan atau artefak tertentu. Selanjutnya penelitian kuantitatif biasanya bertujuan untuk mengukur fenomena yang ada berdasarkan rentangan-rentangan kuantiti tertentu. Sejauh pengamatan penulis, kajian seni lebih banyak didekati oleh metode kualitatif. Namun metode kuantitatif juga diperlukan dalam mengkaji seni. Yang perlu difahami adalah kedua metode digunakan sesuai untuk membahas permasalahan apa. Misalnya untuk mengkaji seberapa banyak degradasi jumlah Melayu di Sumatera Utara, tentu metode yang sesuai adalah metode kuantitatif. Sebaliknya untuk mengetahui sejauh mana makna semiotik yang ingin dikomunikasikan seniman dalam pertunjukan guro-guro aron, tentulah lebih sesuai didekati dengan metode kualitatif. Dalam konteks penelitian tertentu, bahkan kedua-dua metode diperlukan.

Denzin dan Lincoln menyatakan secara eksplisit tentang penelitian kualitatif sebagai berikut.

Universitas Sumatera Utara QUALITATIVE [sic.] research has a long and distinguished history in human disiplines. In sociology the work of the "Chicago school" in the 1920s and 1930s established the importance of qualitative research for the study of human group life. In anthropology, during the same period, ...charted the outlines of the field work method, where in the observer went to a foreign setting to study customs and habits of another society and culture. ...Qualitative research is a field of inquiry in its own right. It crosscuts disiplines, fields, and subject matter. A complex, interconnected, family of terms, concepts, and assumtions surround the term qualitative research (Denzin dan Lincoln, 1995:1).

Lebih jauh Nelson menjelaskan mengenai apa itu penelitian kualitatif berikut keberadaannya dalam dunia ilmu pengetahuan adalah seperti yang diperturunkan berikut ini.

Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and the social and physical sciences. Qualitative research is many things at the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are sensitive to the value of the multimethod approach. They are commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive understanding of human experience. At the same time, the field is inherently political and shaped by multiple ethical and political positions (Nelson dan Grossberg 1992:4).

Dari kedua kutipan di atas secara garis besar dapat dinyatakan bahwa penelitian kualitatif umumnya ditujukan untuk mempelajari kehidupan kelompok manusia.

Biasanya manusia di luar kumpulan peneliti. Penelitian ini melibatkan berbagai jenis disiplin, baik dari ilmu kemanusiaan, sosial, ataupun ilmu alam. Para penelitinya percaya kepada perspektif naturalistik, serta menginterpretasi untuk mengetahui pengalaman manusia, yang oleh karena itu biasanya inheren dan dibentuk oleh berbagai nilai etika posisi politik.

Namun demikian, penelitian seni dengan metode kualitatif juga selalu melibatkan data-data yang bersifat kuantitatif dengan melihat kepada pernyataan S. Nasution

Universitas Sumatera Utara bahwa setiap penelitian (kualitatif dan kuantitatif) harus direncanakan. Untuk itu diperlukan desain penelitian. Desain penelitian merupakan rencana tentang cara pengumpulan dan menganalisis data agar dapat dilaksanakan secara ekonomis serta serasi dengan tujuan penelitian itu. Dalam desain antara lain harus dipikirkan: (a) populasi sasaran, (b) metode sampling, (c) besar sampling, (d) prosedur pengumpulan data, (e) cara-cara menganalisis data setelah terkumpul, (f) perlu tidaknya menggunakan statistik, (g) cara mengambil kesimpulan, dan sebagainya (Nasution,

1982:31).

Edi Sedyawati juga mengungkapkan perlunya tahapan-tahapan dalam meneliti seni tari. Penelitian seni tari juga dapat kita bagi ke dalam tiga macam atau tahap, yakni: (1) pengumpulan; (2) penggolongan; dan (3) penganalisisan dan penulisan. Khusus untuk seni tari, ada satu lagi yang dapat kita sebut sebagai tahap nomor empat, yaitu pengolahan atau persembahan (Sedyawati, 1984:116).

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam rangka kerja studi kepustakaan yang berkaitan dengan penulisan tari saman ini, maka sebahagian besar digunakan buku-buku yang secara saintifik dipandang relevan dan berkait dengan pokok masalah penelitian. Di antara buku-buku tersebut adalah sebagai berikut.

1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan kantor Wilayah Propinsi Derah

Istimewa Aceh, yang berjudul Diskripsi Tari Saman Propinsi Daerah

istimewa Aceh, tahun 1991/1992, yang di dalamnya terdapat pembahasan

tentang sejarah tari saman dan bentuk-bentuk tari saman. Sejarah tari

Universitas Sumatera Utara saman yang dibahas mencakup masa kesultanan Aceh, masa penjajahan

Belanda,, dan masa kemerdekaan yang mempengaruhi perkembangan tari

saman di Aceh.

2. M.H. Gayo yang berjudul Rakyat Gayo di Pedalaman Aceh, yang di

dalamnya terdapat uraian tentang kehidupan suku Gayo dan Kejurun daerah

di Tanah Gayo dan Alas. Buku ini lebih banyak mengupas sisi daerah

geografis dan kebudayaan masyarakat Gayo secara umum.

3. Thantawy R yang berjudul Perkembangan dan Pembinaan Kesenia Gayo,

yang di dalamnya terdapat tentang perkembangan saman. Tulisan ini

berpandukan kepada aspek sejarah.

4. Azhar Munthasir, dkk. yang berjudul Adat Perkawinan Etnis Alas, yang di

dalamnya berisi tentang kebudayaan Aceh dan adat perkawinan etnis Alas.

Adat perkawinan pada suku Alas di Nanggroe Aceh Darussalam merupakan

hasil akulturasi budaya Alas, Aceh Rayeuk, dan peradaban Islam.

5. Radius dkk. yang berjudul Adat Perkawinan Etnis , yang berisi

tentang adat istiadat perkawinan pada suku etnis Aceh Singkil. Buku ini

juga berbentuk deskripsi mendalam tentang rangkaian upacara adat

perkawinan masyarakat Aceh di Singkil.

6. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang berjudul Pengetahuan,

Keyakinan, Sikap, dan Prilaku Generasi Muda Berkenaan dengan

Perkawinan Tradisional, di dalam buku ini berisikan tentang pengetahuan

terhadap perkawinan tradisional, dengan beberapa contoh di seluruh

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara 7. Muhammad Takari yang berjudul “Mengenal Teori Fungsionalisme”

(2009), dalam tulisan ini berisikan tentang teori-teori fungsi. Dalam tulisan

ini Takari menguraikan berbagai contoh teori fungsi dalam ilmu linguistic,

komunikasi, antropologi, sosiologi, dan etnomusikologi, yang sebenarnya

memiliki berbagai kesamaan, namun cukup diwarnai oleh para pakar teori

ini di bidang-bidang ilmu tersebut.

8. Salman Yoga, yang berjudul Adat Budaya Gayo dalam Lintasan Sejarah,

yang berisikan tentang adat istiadat budaya Gayo. Pengarang buku ini

mendeskripsikan secara umum bagaimana kebudayaan Gayo yang

mencakup bahasa, struktur sosial, sejarah, dan upacara-upacara adat Gayo di

Nanggroe Aceh Darussalam.

9. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan

Daerah Istimewa Aceh yang berjudul Dampak Pengembangan Pariwisata

terhadap Kehidupan Sosial di Daerah Istimewa Aceh, yang berisikan

tentang budaya dan kesenian pariwisata Aceh.

10. Majelis Ulama Propinsi Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, yang berjudul

“Bagaimana Islam Memandang Kesenian” (1972) yang berisikan tentang

bagaiman agama Islam memandang kesenian dari sudut keagamaan.

11. T.Christomy dan Untung Yuwono yang berjudul Semiotik Budaya, yang

berisikan tentang semiotik budaya, buku ini doterbitkan pada tahun 2004.

12. Alan P. Merriam menulis buku yang berjudul The Anthropology of Music,

yang berisikan tentang ilmu antropologi musik. Di dalam buku ini juga

Universitas Sumatera Utara dibahas secara mendalam bagaimana guna dan fungsi musik di dalam

kebudayaan manusia di dunia ini.

13. Malinowski yang berjudul “Teori Fungsional dan Struktural”, yang

berisikan tentang teori-teori fungsional dan struktural. Tulisan ini dimuat

dalam buku Teori Antropologi I dengan editor Koentjaraningrat (1991).

14. Mohammad Said menulis buku yang berjudul Aceh Sepanjang Abad (Jilid

I) yang diterbitkan tahun 2007. Buku ini berisikan tentang sejarah rakyat

Aceh sepanjang abad dan perjuangan Rakyat Aceh dalam memperjuangkan

kemerdekaan rakyat Aceh. Pendekatan yang dilakukan Mohammad Said

adalah pendekatan sejarah.

15. Mohammad Said menulis buku yang berjudul Aceh Sepanjang Abad (Jilid

II), buku ini berisikan tentang sejarah rakyat Aceh sepanjang abad dan

perjuangan rakyat Aceh dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat Aceh,

diterbitkan tahun 2007.

16. Sugiyono menulis buku yang berjudul Metode Penelitian Kuantitatif &

Kualitatif dan R & D, buku ini berisikan tentang metode penelitian

kuantitatif dan kualitatif.

17. Abdul Hadjat menulis ensiklopedia yang bertajuk Ensiklopledi Musik dan

Tari Daerah Propinsi Istimewa Aceh. Banda Aceh : Depdikbud Proyek

Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah. Buku ini berisikan

tentang Ensiklopledi Musik dan Tari-tarian yang terdapat di Provinsi

Istimewa Aceh, buku ini diterbitkan tahun 1986.

Universitas Sumatera Utara 18. Hanafiah M. Adnan menulis buku yang bertajuk Cerita Rakyat Tokoh

Utama Mitologi dan Legendaris Daerah Istimewa Aceh. Buku ini

diterbitkan di Banda Aceh oleh Depdikbud Pusat dan Penelitian Sejarah

Budaya Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, tahun 1978.

Buku ini berisikan tentang cerita-cerita rakyat Aceh dan legenda yang

berkembang di masyarakat Aceh.

19. Abdullah Adnan. menulis buku yang bertajuk Migrasi dan Kelompok Etnis

di Aceh. Diterbitkan di Banda Aceh oleh Sinar Darussalam No.96/07,

dalam tahun 1996. Buku ini berisikan tentang Migrasi dan kelompok-

kelompok etnik yang terdapat di Aceh.

20. Abdullah Adnan mengarang sebuah buku yang bertajuk Kebudayaan Suku-

Suku Bangsa di Daerah Aceh. Banda Aceh: Lembaga Pengabdian kepada

Masyarakat ( LPM ) Universitas Syiah Kuala. Buku ini berisikan tentang

Kebudayaan dan suku-suku Bangsa yang terdapat di daerah Aceh.

Diterbitkan tahun 1994.

21. Anonim. Kamus Gayo Indonesia, Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa. Buku ini berisikan tentang kamus bahasa Gayo.

Diterbitkan tahun 1985.

22. Ahmad Zakaria. Permainan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Istimewa

Aceh. Banda Aceh: Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi

Kebudayaan Daerah. Buku ini berisikan tentang permainan-permainan

rakyat yang berkembang di masyarakat Aceh dan terdapat di daerah Aceh,

diterbitkan tahun 1980.

Universitas Sumatera Utara 23. Idris. Peralatan Hiburan dan Kesenian Tradisional Propinsi Istimewa Aceh,

Banda Aceh: Depdikbud Dirjenbud Dirjaranitra P2NB. Buku ini berisikan

tentang tentang perlatam-perlatan hiburan dan kesenian tradisional Aceh

yang terdapat di masyarakat Aceh. Diterbitkan pada tahun 1993.

24. Nurdin Fauziah N.M.A. Seni Tari Suara Tradisional Aceh dan Keberadaan

dan Masa Kini, yang diterbitkan oleh satuan Kerja BRR (Badan Rehabilitasi

dan Rekonstruksi) bidang Revitalisasi dan Pengembangan Kebudayaan

Pariwisata Banda Aceh. Buku ini berisikan tentang perkembangan seni tari

di Aceh dan upaya pemungsiannya di masa pasca tsunami. Buku ini

diterbitkan tahun anggaran 2006/2007.

25. Soedarsono, menulis buku yang berjudul Beberapa Masalah Perkembangan

Tari di Indonesia. Diterbitkan di Surakarta tahun 1972. Di dalam buku ini

dideskripsikan tentang masalah perkembangan seni tari di Indonesia secara

umum, dan banyak mengambil contoh-contoh tari di Jawa dan Bali.

26. Soedarsono, yang juga menulis buku yang bertajuk Tari-tari di Indonesia.

Diterbitkan di Jakarta oleh Proyek Pengembangan Media dan Kebudayaan

pada tahun 1977. Dalam buku ini dideskripsikan mengenai tari-tari yang

terdapat di Indonesia dari wilayah Aceh sampai ke Papua.

27. Lailima S. dan H. Ihsan, menulis buku yang bertajuk Tarian di Propinsi

Nanggroe Aceh Darussalam. Buku ini diterbitkan di Banda Aceh tahun

2004, sebagai dokumentasi oleh Sanggar Tari CutNyak Dhien Meuligoe

Nanggroe Aceh Darussalam. Secara umum buku ini berisikan deskripsi

Universitas Sumatera Utara panjang tentang tari-tarian yang ada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam.

28. Yusmidar menulis buku yang berjudul Mengenal Tari Tradisional Aceh,

yang kemudian diterbitkan oleh Dinas Pendidikan Banda Aceh, Provinsi

Daerah Istimewa Aceh, tahun 1999. Pada dasarnya buku ini berisikan uraian

mengenai tari-tarian dan jenis-jenisnya yang terdapat di kawasan Provinsi

Daerah Istimewa Aceh.

29. Ali Hasymy menulis buku yang bertajuk Kebudayaan Aceh dalam Sejarah.

Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Benua di Jakarta tahun 1983. Adapun isi

buku ini secara umum adalah uraian mengenai kebudayaan Aceh, filsafat-

filsafatnya, dan sejarah perkembangan kebudayaan Aceh.

30. T.A. Hasan Husein, menulis buku yang bertajuk Upacara Tradisional

Daerah Istimewa Aceh. Buku ini diterbitkan di Banda Aceh oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dalam rangka Proyek IDKD

Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Buku ini berisikan deskripsi seputar

upacara-upacara yang terdapat di daerah Aceh.

Inilah sebahagian pustaka penting yang menjadi rujukan penulis dalam rangka mengkaji keberadaan tari saman di Blangkejeren, Nanggroe Aceh Darussalam.

Keberadaan sumber tertulis ini menjadi dasar utama keilmuan penulis dalam rangka meneliti dan kemudian menganalisisnya berdasarkan multidisiplin dan interdisiplin ilmu, sebagaimana yang selama ini penulis peroleh dari kuliah di Program Studi

Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara Medan. Selanjutnya penulis melakukan penelitian lapangan.

Universitas Sumatera Utara 1.5.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan (field work) adalah menjadi focus utama kegiatan penulis dalam rangka penelitian saman di Blangkejeren Nanggroe Aceh Darussalam ini. Hal ini dilakukan mengacu kepada disiplin etnomusikologi dan antropologi yang sangat mementingkan penelitian lapangan. Hal ini selaras dengan yang dikemukakan Bandem dalam konteks kegiatan ilmuwan etnomusikologi di dunia ini. Menurut I Made

Bandem, etnomusikologi merupakan sebuah bidang keilmuan yang topiknya menantang dan menyenangkan untuk diwacanakan. Sebagai disiplin ilmu musik yang unik, etnomusikologi mempelajari musik dari sudut pandang sosial dan budaya.

Sebagai disiplin yang amat populer saat ini, etnomusikologi merupakan ilmu pengetahuan yang relatif muda umurnya. Kendati umurnya baru sekitar satu abad, namun dalam uraian tentang musik eksotik sudah dijumpai jauh sebelumnya. Uraian- raian tersebut ditulis oleh para penjelajah dunia, utusan-utusan agama, orang-orang yang suka berziarah dan para ahli filologi. Pengenalan musik Asia di Dunia Barat, pada awal-awalnya dilakukan oleh Marco Polo, pengenalan musik China oleh Jean-Babtise

Halde tahun 1735 dan Josep Amiot tahun 1779. Kemudian musik Arab oleh Guillaume-

Andre Villoeau hun 1809. Periode ini dipandang sebagai awal perkembangan etnomusikologi. Masa ini pula diterbitkan Ensiklopedi Musik oleh Jean-Jaques

Rousseau, tepatnya tahun 1768, yang memberi semangat tumbuhnya etnomusikologi

(Bandem, 2001:1-2)

Kerja lapangan yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi adalah pengamatan dengan cara sebagai pengamat yang terlibat dalam kegiatan seni secara langsung. Kemudian wawancara adalah dilakukan

Universitas Sumatera Utara kepada terutama informan kunci untuk mengetahui makna-makna tari saman dalam konteks kebudayaan Gayo.

1.5.2.1 Observasi

Observasi di gunakan untuk memgetahui secara langsung bentuk penyajian tari saman. Tari saman merupakan suatu kegiatan yang dilihat langsung dalam aspek penyajian yaitu gerak, pola lantai, bentuk syair, busana dan tata rias penari saman.

Dalam observasi ini penulis mempersaksikan pertunjukan saman di beberapa peristiwa budaya, terutama saman jalu (bertanding) dan saman biasa. Pentingnya melakukan observasi ini adalah untuk melihat langsung pertunjukan dan kemudian melakukan wawancara. Selepas itu penulis akan menganalisisnya dan melakukan penafsiran- penafsiran cultural berdasarkan ilmu dan pengalaman yang penulis peroleh selama ini.

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara untuk mengumpulkan data atau memperoleh informasi secara langsung bertatap muka dengan informan, sehingga mendapatkan gambaran lengkap tentang objek yang sedang diteliti. Wawancara dilakukan dengan penari, pelatih, dan tokoh tari di Medan maupun di Daerah Aceh Nanggroe

Darussalam. Wawancara dilakukan sesuai dengan format yang telah penulis siapkan dengan tujuan data-data yang di inginkan akan di uraikan, sehingga mendukung hasil penelitian. Hal-hal yang akan diwawancarai berkaitan dengan empat pokok masalah, yaitu (1) makna tari saman pada suatu pertunjukan, yang mencakup makna gerak, pola lantai, bentuk syair, busana, dan tata rias tari saman di Nanggroe Aceh Darusalam; (2)

Universitas Sumatera Utara makna teks atau lirik saman yang dinyanyikan oleh syekh maupun penari; (3) fungsi sosial dan budaya saman dalam kebudayaan masyarakatnya; dan (4) struktur musik saman.

1.5.2.3 Kerja Laboratorium

Setelah pengumpulan data di laksanakan, data penelitian ini diolah dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu, dengan mendeskripsikan makna, gerak, pola lantai, bentuk syair, busana, dan tata rias tari saman. Selanjutnya menganalisis makna syair atau teks yang disajikan oleh syeikh dan penari saman. Analisis teks ini mencakup makna denotatif, konotatif, diksi, gaya bahasa, dan sejenisnya.

Seterusnya berdasarkan fakta sosial, penulis akan menganalisis guna dan fungsi seni saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo di Blangkejeren Nenggroe Aceh

Darussalam. Seterusnya, sesuai dengan bidang keilmua penulis yaitu pengkajian seni, maka tidak lupa penulis akan mengkaji struktur musik yang digunakan untuk mengiringi tari saman ini. Kemudian tentu saja penulis harus melakukan deskripsi atau uraian hubungan antara tari dan musik saman.

Sebelum menganalisis tari saman terlebih dahulu penulis mendeskripsikannya, dengan menggunakan gambar dalam bentuk foto dan dijelaskan dengan kalimat demi kalimat. Ini dilakukan untuk mempermudah para pembaca mengerti gambaran visual yang terjadi. Demikian pula untuk mengkaji struktur musik, penulis terlebih dahulu mentranskripsikannya dalam bentuk visual, yang merupakan pemindahan dimensi dengar ke dimensi penglihatan. Adapun transkripsi dilakukan dengan pendekatan transkripsi preskriptif, yaitu menuliskan nada-nada utama, tidak serinci mungkin. Hal

Universitas Sumatera Utara ini dilakukan berdasarkan penelitian bahwa kebudayaan musik Aceh umumnya mengutakan sajian teks atau syair, dengan demikian termasuk budaya musik yang logogenik.43

1.6 Lokasi Penelitian

Dalam tulisan ini akan di bahas hasil penelitian tentang tari saman yang di laksanakan di daerah Blang kejeren, Penetilian ini di laksanakan di Desa Blang

Bengkik, kecamatan Sending Jaya Dengan daftar observasi terlampir serta di lengkapi dengan foto-foto mengenai gerak tari saman, hasil penelitian tersebut dapat di paparkan sebagai berikut.

Tari saman adalah salah satu bentuk tarian tradisional. Tari saman berasal dari daerah suku Gayo yang berdiam di Aceh Tengah, Suku Alas di Aceh Tenggara (Blang

Kejeren). Kemudian berkembang di Kabupaten Gayo Lues. Penduduk Kabupaten Gayo

Lues pada umumnya terdiri dari suku Gayo. Semua penduduknya beragama Islam.

Letak daerahnya di sekitar pegunungan Blang Kejeren. Masyarakat di desa ini pada umumnya bermata pencahariannya adalah sebagai petani, pedagang, dan sebagai pegawai negri.

43Yang dimaksud logogenik adalah satu kebudayaan musik etnik atau musik dunia, yang ciri khas utamanya adalah menggunakan dan menumpukan teks yang dikomunikasikan secara verbal. Biasanya menggunakan salah satu atau perpaduan unsur-unsur ritme, melodi, atau harmoni. Dalam kebudayaan musik logogenik ini, unsur sasera dan folklor mendapat peranan penting. Namun agak berbeda dengan bahasa sehari-hari, teks disajikan melalui lagu bukan bahasa sehari-hari. Dengan demikian nyanyian jenis ini selalu menggunakan bahasa yang digayakan dan mengandung unsur-unsur perlambangan. Adakalanya bersifat rahasia seperti yang terdapat pada mantera. Seterusnya, jika sebuah kebudayaan musik mengutamakan aspek melodi atau ritme saja, bukan menekankan kepada teks, maka musik seperti ini dapat dikategorikan sebagai budaya musik melogenik. Musik seperti ini, lebih menumpukan pertunjukan kepada aspek komunikasi bukan lisan terutama menggunakan dimensi waktu dan ruang. Untuk mengkaji makna yang diungkapkan melalui ritme, melodi atau bunyi-bunyia lainnya, diperlukan pemahaman dan penafsiran dengan cara menyelidikinya, terutama apa yang ingin dikomunikasikan pencipta musik atau senimannya, yang bisa ditelusuri melalui pikiran mereka (bandingkan dengan Malm, 1977).

Universitas Sumatera Utara Penelitian ini penulis lakukan di desa Blang Bengkik di Kecamatan Sending

Jaya, Kabupaten Gayo Lues, Komunikasi antara penduduk di sini penulis perhatikan menggunakan bahasa Gayo dan Bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan bahasa komunikasi antar etnis mereka. Masyarakat Blang Bengkik tidak mudah menerima adat-adat baru dari pendatang luar, karena pada umumnya mereka masih berpijak kepada adat tradisional daerah mereka. Saat ini upacara-upacara tradisional masih kuat melekat di kalangan mereka dalam acara adat seperti adat perkawinan, sunat Rosul, dan memperingati hari-hari besar.

Masyarakat Blang Bengkik tidak hanya menampilkan tari saman, namun berbagai bentuk kesenian lain seperti tari rateeb meuseukat, tari rapa’i saman, tari laweut, tari raneup lampuan, tari likok puloh, tari pho, dan tari lainnya. Tari saman di desa ini merupakan kesenian tradisional yang hidup dan berkembang dalam masyarakat Blang

Bengkik. Tari ini berpatokan kepada tradisi, karena pada umumnya masyarakat Blang

Bengkik menampilkan tari saman pada acara tertentu, seperti memperingati hari-hari besar seperti, pada perkawinan, sunat rosul, dan acara hiburan lainnya.

Sumber data dalam penelitian ini adalah: (1) para penari dan pemusik tari saman di Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan; (2) pelatih tari saman di

Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan; (3) tokoh-tokoh tari saman di

Blangkejren, Takengon , Banda Aceh, dan Medan; dan (4) para narasumber di

Blangkejeren, Takengon, Banda Aceh, dan Medan. Dengan kerja yang sedemikian rupa ini maka diharapkan tesis ini akan mengikuti standar penelitian yang berlaku di

Program Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas

Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara 1.7 Sistematika Penulisan

Tesis ini ditulis dalam bentuk bab demi bab. Setiap bab secara saintifik dianggap memiliki isi yang dekat. Setiap bab akan dibagi menjadi sub-sub bab. Secara keseluruhan tesis ini di bagi ke dalam tujuh bab, dengan perincian sebagai berikut.

Pada Bab I yang merupakan pendahuluan, akan diisi oleh uraian mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian (dirinci menjadi tujuan penelitian serta manfaat penelitian), kerangka teori (yang diuraikan lagi dengan menggunakan dua teori besar yaitu semiotik dan fungsionalisme--untuk teori semiotik digunakan empat aliran yaitu semiotik Ferdinand de Saussure, Charles Sanders Peirce,

Roland Barthes, dan Halliday), teori fungsionalisme, metode penelitian (yang diperinci lagi menjadi studi kepustakaan dan penelitian lapangan yang terdiri dari: observasi dan wawancara serta kerja laboratorium) , lokasi penelitian, Gambaran Umum Lokasi

Penelitian dan sistematika penulisn.

Bab II adalah etnografi masyarakat Gayo di Balngkejeren. Bab ini terdiri dari lima belas sub bab, yaitu: Nanggroe Aceh Darussalam, masyarakat Aceh, keadaan geografis Blangkejeren, jumlah penduduk suku Ach, suku Gayo, kebudayaan suku

Gayo, asal-usul suku Gayo, kejurun di Tanah Gayo dan Alas, sistem pemerintahan di daerah Gayo, tempat pemukiman suku Gayo, unsut-unsur kesenian dalam budaya

Gayo, sistem kekerabatan suku Gayo, struktur sosial masyarakat Gayo, upacara tradisional suku Gayo, dan senjata tradisional Gayo.

Bab III diberi berisikan tentang : Sejarah Saman dan Makna Gerak Saman. Bab ini terdiri dari sub-sub bab asal usul dan arti saman, keberadaan tari saman di Aceh, penari saman (jumlah penari saman, komposisi penari saman), ragam gerak, tata

Universitas Sumatera Utara penyajian tari saman, lagu pada tari saman, penyajian tari saman jalu (, teknik bertanding saman jalu, sistem bertanding), tempat pagelaran tari saman, musik iringan tari saman, urutan lagu pada saman, bentuk penyajian tari saman dan maknanya (yang dibagi menjadi gerak, gerak awal, gerak selawat, gerak saleum, gerak kisah Le Laot, gerak kisah Tiwah Ceunangro, gerak kisah Hodoiyan, gerak kisah ekstra kosong tanpa syair, gerak lanie keteupok geudo keu lakeuretah, gerak lanie heuk katijan naten-naten, gerak lanie Nanggroe Aceh Darussalam, gerak lanie terakhir seb ube nyangka, dan gerak salam penutup, pakaian dan properti tari saman.

Bab IV adalah berjudul Kajian Makna Teks Lagu-lagu Saman. Bab ini dbangun oleh sub-sub bab keberadaan teks pada lagu saman, logogenik, kata-kata nasehat keketar, syair lagu Muneging, teks pada lagu Salam ke Penonton, teks Uluni Lagu, teka lagu-lagu, dan teks lagu penutup (yang dibagi lagi menjadi teks lagu gerak kisah le laot, teks lagu gerak kisah tiwah kisah ceunangro, teks gerak kisah hodaiyan, teks lagu gerak kisah lane keteupok geudo keu lakeuretek, teks lagu gerak kisah lanie heuk katijan naten-naten, teks lagu gerak kisah Nanggroe Aceh Darussalam, teks lagu gerak kisah lanie terakhir seb ube nyangku, dan teks lagu gerak kisah salam penutup.

Bab V diberi judul Fungsi Sosiobudaya Saman, yang terdiri dari pengertian penggunaan dan fungsi saman, penggunaan tari saman, (yang dibagi menjadi upacara pesta kawin, upacara pesta khitan /sunat Rasul), upacara menabalkan nama anak, upacara melepas dan menyambut haji, upacara membuka dan menutup musabaqah tilawatil Qura’an, dan upacara khatam Al-Qur’an), fungsi saman (yang dibagi lagi menjadi integrasi sosiobudaya, kelestarian budaya, hiburan, ibadah agama Islam, ekspresi emosi, dan ekspresi estetika.

Universitas Sumatera Utara Bab VI Struktur Musik dan Hubungannya dengan Tari dan Teks, yang dibagi lagi menjadi notasi dan transkripsi lagu, proses pentranskripsian, sampel lagu, analisis struktur delapan lagu saman berdasarkan delapan parameter (tangga nada, nada dasar, wilayah nada, jumlah nada, interval, kantur; hubungan dalam dimensi waktu (meter, tempo, dan siklus), dan hubungan dalam dimensi ruang.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, bab ini dibagi lagi menjadi kesimpulan dan beberapa saran dalam konteks penelitian ini.

Universitas Sumatera Utara BAB II

ETNOGRAFI MASYARAKAT GAYO

2.1 Nanggroe Aceh Darussalam

Wilayah budaya Gayo adalah salah satu wilayah budaya yang masuk ke dalam

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Wilayah budaya ini dihuni oleh masyarakat atau suku Gayo dengan kebudayaannya yang khas. Selain itu, wilayah ini juga menjadi bahagian dari Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang kuat dengan nilai-nilai dan penerapan syariat Islam, termasuk ekspresinya dalam kesenian Islam, seperti pada tari saman.

Pada Bab II ini penulis, akan mendeskripsikan aspek etnografis masyarakat

Gayo di Blangkejeren, dalam konteks kebudayaan masyarakat Nanggroe Aceh

Darussalam. Ini berguna untuk memberikan gambaran mendasar tentang kebudayaan yang melahirkan tarian saman yang penulis kaji ini.

Sejarah terbentuknya Provinsi Aceh (kini Nanggroe Aceh Darussalam) dapat dijelaskan bahwa pada akhir tahun 1949 dengan Peraturan Wakil Perdana Menteri

Pengganti Peraturan Pemerinah No. 8/Des/Wk.PM/1949 tanggal 17 Desember 1949

Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Provinsi Sumatera Utara dan dibentuk menjadi provinsi tersendiri (Provinsi Aceh yang pertama). Wilayahnya meliputi Keresidenan

Aceh dahulu ditambah dengan sebahagian Kabupaten Langkat yang terletak di luar daerah negara bagian Sumatera Timur waktu itu.

Universitas Sumatera Utara Aceh bukan saja nama sebuah provinsi, tapi juga nama salah satu suku bangsa yang dominan asal daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Suku bangsa ini berdiam di delapan wilayah kabupaten dan kota madya dari sebelas daerah tingkat dua di Propinsi

Daerah Istimewa Aceh. Wilayah kediaman asal orang Aceh ini adalah Kota Madya

Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Utara, sebahagian Kabupaten Aceh Barat, sebahagian Aceh Selatan dan kota Madya Sabang.

Asal muasal nama Aceh secara pasti tidak di ketahui. Orang Aceh biasa menyebut dirinya ureueng Aceh, yang berarti orang Aceh. Dari beberapa literatur diperoleh informasi asal nama Aceh. Informasi tersebut berupa dongeng dan mitte juga melalui laporan perjalanan para musafir dan pedagang.

Orang Aceh dikatakan juga orang mante (mantir), mulanya hidup rimba raya dan berbadan agak kecil dari orang Aceh sekarang. Orang Aceh disebut mante yang dulunya di perkirakan berhubungan atau pecahan bangsa Monkhemer dari India

Belakang. Selanjutnya diperkirakan asal usul penduduk Aceh adalah orang-orang yang berdatangan dari India. Andaman dan Nicobar, pulau-pulau debelah Utara Aceh

(Meuraxa, 1974:6)

Sesudah lebih kurang tahun 400 Masehi, orang Arab menamakan daerah Aceh dengan Rame (Ramni), orang cina menyebut Lan-li, Lanwu-li, Nan-wu-li, dan Nan- poli, padahal sebutan sebenarnya adalah Lam-murri. Dalam sejarah Melayu disebut dengan nama Lambri (Lamari). Marcopolo juga menamakannya dengan nama Lamri.

Setelah kedatangan bangsa Eropa (Portugis) nama Lammuri tidak lagi terdengar,

Portugis menyebutnya dengan Achem, Achen, Acen, begitu pula dengan bangsa Italia orang Arab menyebutnya Achi, Dachen, Dagin, Dachin (Zainuddin, 1961:23).

Universitas Sumatera Utara Provinsi Aceh ini merupakan bahagian dari Negara Republik Indonesia yang juga merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

Sebagai gubernur Aceh diangkat Teungku Muhammad Daud Beureuh, yang sebelumnya adalah Gubernur Militer Aceh, Langkat, dan Tanah Karo. Dengan terbentuknya Provinsi Aceh ini, maka disusunlah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih melalui pemilihan umum yang bertingkat dan demokratis, sesuai dengan

Peraturan Daerah No. 3 tahun 1946. Segala sesuatu yang berkenaan dengan keadaan susunan pemerintahan dan perwakilan provinsi dan kabupaten-kabupaten disesuaikan menurut Undang-undang No. 22 tahun 1948. Kemudian dalam rangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia Serikat dan Republik Indonesia tanggal 19 Mei 1950 dan pernyataan bersama tangal 20 Juli 1950, dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1950 yang menetapkan bahwa daerah Republik Indonesia Serikat sudah membentuk negara kesatuan yang terbagi atas 10 provinsi administratif, di antaranya terdapat Provinsi Sumatera Utara yang meliputi daerah-daerah Keresidenan Aceh,

Sumatera Timur, dan Tapanuli dahulu. Dengan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-undang Nomor 5 tahun 1950 dikeluarkan oleh Pemerintah Negara Bagian

Republik Indonesia, dibentuklah Provinsi Sumatera Utara yang otonom yang mulai berlaku pada tanggal 15 Agustus 1950. Jadi sejak saat itu Aceh menjadi suatu

Keresidenan Administratif yang dikepalai oleh seorang Residen.

Disebabkan oleh peleburan Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara bertentangan dengan keinginan rakyat Aceh dan sesuai dengan perubahan kebijakan pemerintah pusat, melalui Undang-undang No. 24 tahun 1956, dibentuklah Provinsi Otonom Aceh yang kedua, yang kewilayahannya meliputi daerah bekas Keresidenan Aceh dahulu,

Universitas Sumatera Utara terlepas dari Provinsi Sumatera Utara. Provinsi Aceh ini pembentukannya didasarkan pada undang-undang No. 22 tahun 1948, dan dengan keluarnya Undang-undang Nomor

1 tahun 1957 disesuaikan menjadi Daerah Swantara Tingkat I Aceh. Berhubungan dengan pembentukan Provinsi Aceh yang baru, maka tanggal 27 Januari 1957, bertempat di Pendopo Residen Aceh dilantiklah Gubernur Provinsi Aceh, yaitu Ali

Hasymi. Bersamaan itu pula dilakukan serah terima pemerintahan dari Gubernur

Sumatera Utara, Sutan Kumala Pontas kepada Ali Hasymi. Selanjutnya sesuai dengan tuntutan rakyat Aceh dalam rangka keamanan, pada pertangahn tahun 1959 melalui

Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1/missi/1959 tertanggal 26 Mei

1959 ditetapkan bahwa Daerah Swantara Tingkat I Aceh menjadi Daerah Istimewa

Aceh, yang bermakna diakui hak otonomi seluas-luasnya, terutama di bidang keagamaan, adat, dan pendidikan. Kemudian melalui Perpres No. 6 Tahun 1960 dan

Undang-undang No. 18 tahun 1965 sifat keistimewaan Aceh ditambah lagi yaitu diberi kedudukan hukum yang lebih kuat. Sampai akhirnya terjadi reformasi sosiopolitik di

Indonesia tahun 1998, yang berdampak kepada situasi di Aceh. Akhirnya pemerintah

Republik Indonesia menjadikan Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

(NAD). Kali pertama pula syariat Islam diterapkan di daerah ini, sebagai salah satu contoh di Indonesia. Bagaimanapun kesadaran tentang syariat ini begitu tinggi dalam budaya Aceh, yang dipercayai sebagai sebuah solusi krisis sosiobudaya.

Nanggroe Aceh Darussalam adalah salah satu provinsi yang mendapat status otonomi istimewa. Daerah ini terletak di bagian paling utara pulau Sumatera. Di daerah ini pada abad kesebelas terdapat dua kerajaan Islam tertua di Nusantara yaitu

Samudera Pasai dan Peurlak. Dari daerah ini berlangsung penyebaran agama Islam ke

Universitas Sumatera Utara seluruh wilayah Nusantara. Pada saat Sultan Ali Mughayatsyah memerintah Aceh, tahun 1514-1530, Kerajaan Aceh mencakup wilayah: Pasee, Peurlak Aru, Piedie, dan Lamno (Pemerintah Daerah Istimewa Aceh 1972:5).

Kerajaan Aceh memiliki tentara yang kuat, maka tak heran daerah Melayu

Pesisir Timur Sumatera Utara sampai Melaka pernah menjadi daerah taklukannya pada abad keenam belas. Diperkirakan sebagian orang Aceh sudah migrasi ke

Sumatera Timur sejak adanya kontak antara kedua daerah ini, baik melalui penaklukan, perdagangan, dan penyebaran agama Islam. Ulama dari Sumatera Utara yang terkenal menjadi bagian dari ulama Kerajaan Aceh adalah yang berasal dari Pantai Barus Sumatera Utara.

2.2 Masyarakat Aceh

Secara umum, masyarakat Aceh terdiri atas kelompok-kelompok etnik (suku bangsa), yaitu: (1) Aceh Rayeuk, (2) Gayo, (3) Alas, (4) Tamiang, (5) Kluet, (6)

Aneuk Jamee, dan (7) Semeulue. Keenam kelompok etnik ini masing-masing mendiami daerah yang mereka anggap sebagai tanah leluhurnya. Daerah kebudayaan mereka ini adalah: (1) Aceh Rayeuk memiliki wilayah budaya di Utara Aceh, dengan pusatnya di Banda Aceh atau Kutaraja, (2) etnik Alas berdiam di Kabupaten Aceh

Tenggara dan sekitarnya, (3) etnik Gayo mendiami Kabupaten Aceh Tengah dan sekitarnya, (4) etnik Kluet mendiami Kabupaten Aceh Selatan dan sekitarnya, (5) etnik Aneuk Jamee mendiami Kabupaten Aceh Barat dan sekitarnya, (6) etnik

Semeulue mendiami Kabupaten Aceh Utara dan Kepulauan Semeulue dan sekitarnya, serta (7) etnik Tamiang mendiami Kabupaten Aceh Timur dan sekitarnya.

Universitas Sumatera Utara Etnik Tamiang secara budaya mempergunakan beberapa unsur kebudayaan etnik

Melayu Sumatera Utara, dan bahasa mereka adalah bahasa Melayu (wawancara dengan Ali Hasymi, 1995).

Orang Aceh mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Aceh, yang masuk bahasa

Austronesia. Bahasa Aceh terdiri dari beberapa dialek, diantaranya dialek Peusangan,

Banda, Bueng, Daya, Pase, Pidie, Tunong, Seunangan, Matang, dan Meulaboh, tetapi yang sering kedengaran adalah dialek Banda. Dialek ini dipakai di Banda Aceh. Dalam tata bahasanya, bahasa Aceh tidak mengenal akhiran untuk membentuk kata yang baru, sedangkan dalam sistem fonetiknya, tanda ‘eu’ kebanyakan dipakai tanda pepet

(bunye). (Keaneka Ragaman Suku dan Budata Di Aceh, 1998:8).

Rumah sebagai tempat tinggal orang Aceh merupakan rumah panggung yang didirikan setinggi lebih kurang 2,5 – 3 meter di atas tanah, berbentuk empat persegi panjang atau bujur sangkar, dan memanjang dari Timur ke Barat. Maksud didirikannya rumah panggung atau rumah tinggi tersebut mempunyai maksud, agar mereka terhindar dari serangan binatang buas dan adanya bahaya banjir, sehingga penghuni rumah dapat merasa aman. Sedangkan makna dari arah rumah yang menghadap ke arah Timur dan

Barat, mempunyai makna agar pendatang yang datang ke rumah orang Aceh, merasa langsung tahu, bahwa ke arah mana kiblatnya jika mereka ingin sholat, tanpa harus bertanya kepada tuan rumah. Letak seperti ini dipengaruhi setelah kedatangan ajaran agama Islam ke daerah Aceh.

Rumah orang Aceh umumnya terdiri dari tiga ruangan, ruangan depan disebut seuramoe rinyeun (serambi depan), kemudian seuramoe teungoh (serambi tengah), dan yang paling belakang adalah seuramoe likot (serambi belakang). Pada umumnya dapur

Universitas Sumatera Utara orangAceh berada pada bagian lain rumah, tetapi kadang-kadang seuramoe likot juga sekalian dijadikan dapur. Serambi depan dan serambi belakang tidak dibuat kamar- kamar, namun tetap terbuka. Ruangan tersebut berfungsi sebagai tempat tidur bagi anak-anak yang belum menikah atau berumah tangga, tempat tidur para tamu dan tempat tidur selama diadakannya upacara daur hidup. Ruangan tengah merupakan ruangan inti, yang sering didapati rumah inong (kamar tidur) satu atau dua kamar, yang dinamakan anjong. Dalam rumah orang aceh, tidak ada ruangan yang disebut dengan rumah laki-laki.

Ditinjau dari sudut geografisnya, etnik Tamiang, Kluet, Aneuk Jamee, dan

Semeulue tinggal di daerah pesisir pantai, sedangkan suku Gayo dan Alas mendiami daerah pedalaman Aceh. Letak geografis ini mempengaruhi juga tingkat interaksi dengan berbagai budaya. Mereka yang tinggal di pesisir pantai cenderung lebih banyak menerima unsur-unsur budaya lainnya, dibanding mereka yang tinggal di daerah pedalaman Aceh. Masing-masing etnik ini mempunyai ciri khas budayanya.

Asal-usul orang Aceh menurut Dada Meuraxa yang termasuk rumpun bangsa

Melayu, terdiri dari suku-suku Mante, Lanun, Sakai, Jakun, Senoi, Semang, dan lainnya, yang berasal dari pada Tanah Semenanjung Malaysia. Ditinjau secara etologis mempunyai hubungan dengan bangsa-bangsa yang pernah hidup di Babilonia yang disebut Phunisia, dan daerah antara sungai Indus dan Gangga yang disebut

Dravida (Dada Meuraxa, 1974:12).

Hubungan antara Aceh dengan masyarakat Melayu juga terjalin dengan akrab.

Sultan pertama Negeri Deli, yaitu Gocah Pahlawan, adalah kepercayaan Sultan

Universitas Sumatera Utara Aceh, untuk memerintah Deli. Menurut sumber-sumber Deli Gocah Pahlawan berasal dari India (Pelzer, 1978:3). Penguasaan wilayah jalur pantai yang terletak antara Kuala Belawan dan Kuala Percut sebagai jalur yang potensial bagi sumber ekonomi Deli oleh Gocah Pahlawan, menyebabkan posisi Deli semakin menonjol.

Selain itu, kekuasaan Gocah Pahlawan selaku wakil resmi Aceh didukung oleh kekuatan tentara Aceh (Ratna, 1990:49).44

2.3 Keadaan Geografis Blangkejeren

Daerah suku Gayo terletak di bagian tengah wilayah Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Daerah asal kediaman orang Gayo itu biasa dinamakan Dataran Tinggi

Gayo, dan mereka biasa menyebutnya dengan Tanoh Gayo (Tanah Gayo). Kini daerah tersebut menjadi bagian dari wilayah beberapa kabupaten, yakni: (a) seluruh wilayah

Kabupaten Aceh Tengah; (b) sebahagian dari wilayah Kabupaten Aceh Tenggara; dan

(c) sebahagian kecil dari wilayah Kabupaten Aceh Timur serta (d) seluruh wilayah

Kabupaten Gayo Lues.

Pada saat ini wilayah kediaman orang Gayo meliputi kabupaten Aceh Tengah, sebagian dari wilayah kabupaten Aceh Tenggara dan sebagian kecil kabupaten Aceh

Timur. Seluruh wilayah Tanah Gayo ini disatukan oleh sederetan gunung dan bukit dalam rangkaian Bukit Barisan. Di samping itu, juga disatukan oleh budaya nenek moyangnyayang diwarisi secara turun temurun. Akan tetapi, mereka dipisahkan oleh tiadanya sarana penghubung dari waktu yang cukup lama. Lingkungan alam kediaman

44Dalam konteks kesenian Melayu di Sumatera Utara, masyarakat Aceh juga banyak yang terlibat menjadi seniman-seniman Melayu di kawasan ini. Mereka ada pula yang menjadi guru tari dan musik. Atau bahkan sebagai ketua kelompok kesenian Melayu di kawasan Sumatera Utara. Misalnya saja Manchu, H. Jose Rizal Firdaus dan lain-lainnya. Selain itu kesenian Melayu ini didukung pula oleh etnik Melayu Minangkabau yang ada di Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara orang Gayo di kabupaten Aceh Tengah berada pada ketinggian antara 400-2.600 meter di atas permukaan laut, yang 71,6 persen tertutup oleh hutan dan 8,9 persen oleh hutan pinus mercusi. Ditengah-tengah daerah itu terdapat danau Laut Tawar dengan ukuran

17,5 x 4,5 kilometer, dengan kedalaman sekitar 200 meter (Melalatoa, 1995:276 )

Dataran tinggi Tanah Gayo ini pula ditandai dengan sebuah danau, yaitu danau

Lau Kawar yang mempunyai luas kira-kira 5 x 18 km persegi yang menghampar di antara sela-sela Bukit Barisan di pinggiran ibu kota Kabupaten Aceh Tengah,

Takengon, yang juga dikelilingi oleh gunung-gunung. Adapun gunung tersebut adalah gunung: Bur Birah Panyang, Bur ni Entem-entem, Bur ni Pereben, Bur ni Gentala, Bur ni Pepanyi, Bur ni Telong, Bur ni Gerunte, dan lain-lain.

Kelompok-kelompok masyarakat yang berada dalam wilayah kabupaten tersebut di atas kebetulan bisa juga disebut sebagai suku Gayo. Masing-masing bernama Gayo Lut, Gayo Lues dan Gayo Serbejadi. Menurut G.A.J Hazeu (1907) ketiga sub suku ini adalah penutur tiga logat (dialek) dari bahasa Gayo, dan nama logat itu sama dengan nama sub kelompok tersebut di atas. Terwujudnya tiga sub kelompok ini disebabkan antara lain oleh lingkungan alam, yang dalam rentang waktu yang lama tidak ada prasarana perhubungan dan prasarana komunikasi, sehingga mereka sulit mengembangkan interaksi dan hubungan. Inilah salah satu sebab sehingga menimbulkan variasi budaya termasuk logat bahasa ucap. Keadaan alam dan keterbatasan prasarana komunikasi masih tampak sampai pada masa-masa terakhir ini.

Universitas Sumatera Utara 2.4 Jumlah Penduduk Suku Gayo

Data jumlah orang Gayo pada masa terakhir tidak bisa diketahui secara pasti.

Hal ini disebabkan oleh tidak ada sensus yang didasarkan pada latar belakang suku bangsa. Namun demikian data-data lama diharapkan dapat menjadi gambaran untuk membuat proyeksi kemasa kini. Tahun 1905 jumlah orang Gayo tercatat hanya 50.000 jiwa. Jumlah ini terinci menjadi 47.543 jiwa yang berdiam di daerah Gayo Lut dan

Gayo Lues, sementara selebihnya yang berjumlah 2.547 jiwa berdiam di daerah

Serbejadi (Paulus.1917). Angka lain dikutip dari sensus penduduk tahun 1930 yang tercatat sejumlah 50.076 jiwa. Penduduk dengan jumlah tersebut berdiam didaerah di atas, yang pada waktu itu masing-masing berstatus Onderdistict: Takengon, Gayo Lues, dan Serbejadi Onderdistick Takingeun (sekarang menjadi nama kota Takengon) menjadi wilayah Kabupaten Aceh Tengah atau wilayah kediaman orang Gayo Lut.

Data di atas menunjukan bahwa pertambahan penduduk Gayo selama 25 tahun

(1905-1930) hanya bertambah sebanyak 76 jiwa saja. Keadaan tersebut disebabkan pada masa itu dan masa sebelumnya sering terjadi kelaparan dan penyakit epidemik sebagaimana ditulis oleh (Loeb, 1972; dalam Melalatoa, 1997). Saat itu masyarakat

Gayo memang belum mengenal pemeliharaan kesehatan yang baik, dan mereka berpendapat bahwa penyakit epidemi itu terjadi karena gangguan makhluk-makhluk halus, atau dalam bahasa Gayo disebut juga dengan laya.

Lagi pula sejak kehadiran Belanda ke daerah Gayo pada tahun 1901, masyarakat Gayo sebahagian besar terus bargerilya di hutan-hutan dan sewaktu-waktu menyerang Belanda yang dianggap mereka sebagain kafir (kapir). Selama bergerilya itu

Universitas Sumatera Utara banyak korban yang berjatuhan dan korban kelaparan karena bahan makanan terbatas

(Melalatoa, 1995).

Pada tahun 1990 kabupaten Aceh Tengah berdasarkan kutipan M.J. Melalatoa dan kantor Statistik kabupaten Aceh Tengah, tahun 1991, penduduknya berjumlah

199.729 jiwa, di mana jumlah orang Gayo diperkirakan 900. Pada tahun-tahun belakangan ini jumlah suku Gayo pertumbuhannya sangat pesat dibandingkan suku

Gayo dahulunya.

2.5 Suku Gayo

Suku Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam

4 daerah, yaitu: (1) Gayo laut, atau disebut dengan Gayo laut Tawar, yang mendiami sekitar danau Laut Tawar. (2) Gayo Deret atau Gayo Linge, yang mendiami daerah sekitar Linge dan Isaq, (3) Gayo Lues yang mendiami daerah sekitar Gayo Lues, dan

Gayo Serbejadi, yang mendiami daerah sekitar Serbejadi dan Sembuang Lukup, termasuk ke dalam daerah Aceh Timur. (4) Sedang suku Alas berdiam di daerah Alas yang berbatasan dengan daerah Gayo Lues.

Pada saat ini Etnik Gayo merupakan masyarakat asli yang mayoritas mendiami wilayah kabupaten Aceh Tengah, propinsi Daerah Istimewa Aceh. Letak wilayahnya berada di pedalaman. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara, sebelah Timur berbatasan dengan kabupaten Aceh Timur, dan sebelah Utara berbatasan dengan kabupaten Aceh Utara dan sebelah Barat berbatasan dengan kabupaten Aceh

Barat. Keadaan alam yang bergunung-gunung merupakan bagian dari rangkaian Bukit

Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera, tepatnya berada pada garis lintang

Universitas Sumatera Utara 4o12’-4o54’ Lintang Utara dan 96o30’-97o18’ Bujur Timur (Melalatoa, 1972 : 60 ).

Keadaan yang bergunung-gunung, menyebabkan pasar Kota Takengon sebagai ibukota

Kabupaten, keadaan tanahnya tidak rata. Tampak ada yang tinggi tempatnya dan ada yang rendah. Dipinggiran sebelah Timur kota Takengon terhampar danau Laut Tawar.

Krueng Peusangan yang berasal dari danau Laut Tawar mengalir di tengah- tengah kota Takengon. Suhu udara di Takengon cukup dingin, yaitu rata-rata antara

12oC-13oC. Daerah Aceh Tengah berada pada ketinggian sekitar 1300 meter di atas permukaan laut, yang merupakan daerah dataran tinggi di Aceh yang disebut dengan dataran tinggi tanah Gayo. Suhu udara yang sangat dingin biasanya jatuh pada bulan

Agustus sampai dengan bulan Desember, yang diiringi dengan hujan rintik-rintik setiap harinya. Musim penghujan dimulai pada bulan Oktober sampai dengan bulan April.

Musim ini disebut dengan musim Barat, karena anginnya berhembus dari Barat ke

Timur dengan membawa hujan.

Secara administratif kabupaten Aceh Tengah terbagi menjadi 7 buah kecamatan.

Tiap kecamatan terbagi lagi dalam beberapa pemukiman. Beberapa pemukiman dibagi lagi menjadi beberapa kegecikan. Daerah administratif kegecikan ini kemudian disamakan dengan nama desa dan nama nama desa itu juga disamakan dengan istilah kampung.

Masyarakat etnik Gayo adalah seluruh penduduk Aceh Tengah yang dikurangi dengan suku bangsa pendatang seperti etnik Aceh, Jawa, Minangkabau dan orang-orang

Cina. Percampuran dengan suku-suku bangsa lain ini banyak terjadi sekitar tahun 1950- an, dimana pada saat itu terjadi migrasi spontan dari kota-kota lain di Aceh Tengah.

Mereka tertarik dengan pola penghidupan yang lebih baik karena daerah Aceh Tengah

Universitas Sumatera Utara sebagai daerah yang subur bagi pertanian, sedangkan Etnik Minangkabau dan orang- orang Cina pada umumnya bekerja sebagai pedagang.

Mengenai adat istiadat etnik Gayo dapat dibedakan menjadi tiga kelompok adat, yaitu kelompok adat Cik dari Linge Isaq, kelompok adat Bukit dari Pesisir danau Laut

Tawar dan kelompok adat Blangkejeren dari Kuta Cane. Kelompok adat Blangkejeren ini sering kali disebut dari kelompok Gayo Alas. Kemudian terjadi pemisahan masyarakat Gayo Alas menjadi kabupaten sendiri, maka kelompok adat di Aceh Tengah bagi masyarakat Gayo menjadi dua kelompok, yaitu kelompok adat Cik dan kelompok adat Bukit.

Sebelum penyerbuan Belanda ke daerah Gayo–Alas tahun 1904, kedua daerah ini termasuk ke dalam daerah wilayah kerajaan Islam Aceh. Rakyat Gayo–Alas hidup tenteram sebagai rakyat yang merdeka di lingkungan kerajaan Islam Aceh yang merdeka. Rakyat Gayo dan Alas sebagaimana rakyat Aceh seluruhnya adalah pemeluk agama Islam yang taat. Di sebahagian besar perkampungan terdapat mesjid, meunasah, atau langgar tempat beribadah. Qur’an dan Hadis Nabi diajarkan di mana-mana.

Kebudayaan yang bernafaskan Islam mewarnai seluruh kehidupan masyarakat Gayo dan Alas.

Penghidupan penduduk Gayo dan Alas sebelum penyerbuan Belanda ke daerah mereka, pada umunya adalah bercocok tanam. Mereka hidup dari bersawah, berkebun kopi, tembakau, kebun pisang, tebu dan lain-lain. Dari hasil hutan seperti kayu, rotan, ijuk, kulit kayu manis, kemenyan, dari peternakan seperti kerbau, sapi, kambing, biri- biri, dari barang-barang perdagangan seperti cula badak, gading gajah, kulit binatang dan sebagainya. Industri pada saat itu belum dikenal, kecuali kerajinan tangan seperti

Universitas Sumatera Utara pandai besi untuk membuat pisau, parang, pedang, tombak, dan senjata-senjata perang.

Selain dari itu, terdapat juga kerajinan perak, emas, anyam-anyaman tikar, dan sebagainya.

Penduduk Suku Gayo Laut, Gayo Lues, dan Alas, terkenal sebagai penanam tembakau, kopi, dan peternak kerbau di seluruh Aceh, Sumatera Timur, Karo, dan

Tanah Batak. Tembakau Gayo sedap rasanya, halus irisannya, harum baunya, dan sangat digemari di pasaran nasional dan internasional. Kopi Arabica hanya tumbuh khusus di daerah Gayo Laut, dan terkenal seluruh Aceh, Sumatera Timur, dan daerah- daerah lain. Rasanya lebih enak dibandingkan dengan kopi Robusta. Di zaman kependudukan Belanda kopi Arabica dari Gayo Laut ini dijadikan barang ekspor, sedang dimasa Indonesia merdeka, kopi Arabica menjadi barang ekspor penting di samping tembakau dan lain-lain.

Dalam kesehariannya, masyarakat Gayo pada umumnya, selain menggunakan bahasa Indonesia (melayu), mereka memakai bahasa Aceh, Gayo dan Alas. Bahasa ini digunakan pada berbagai aktivitas sosial dan budaya masayarakatnya seperti pada khutbah, pengajian, dan pelajaran agama Islam. Tulisan pelajaran maupun tulisan buku- buku dilakukan dengan tulisan tangan yang menggunakan huruf Arab, bahasa Melayu, dan kadang-kadang bahasa Aceh. Huruf Latin belum begitu dikenal pada masa itu.

Namun demikian, rakyat Gayo dan Alas telah mengenal huruf Arab sejak masuknya

Islam ke Tanah Aceh, Gayo dan Alas, melalui ajaran Qur’an dan Hadits Nabi. Oleh karena itu, banyak rakyat Aceh, Gayo, dan Alas yang buta huruf (Latin). Mereka lebih bisa membaca tulisan Arab daripada tulisan Latin, pada umumnya.

Universitas Sumatera Utara 2.6 Kebudayaan Suku Gayo

Suku Gayo mempunyai kebudayaan sendiri, meskipun kebudayaan tersebut hampr sama dengan kebudayaan Aceh lainnya. Mereka mempunyai bahasa sendiri, adat-istiadat sendiri, yang mungkin berbeda dengan bahasa dan adat-istiadat Aceh,

Karo, Batak, dan Melayu. Secara umum, sejak masuknya agama Islam ke Aceh, kebudayaan Aceh maupun kebudayaan Gayo lebih cenderung mengarah kepada kebudayaan yang bernafaskan Islam. Namun demikian, kebudayaan Gayo mempunyai ciri-ciri tersendiri yang agak berbeda dengan kebudayaan Aceh umumnya.

Di samping pengaruh Aceh yang sangat kuat pada suku Gayo, pengaruh suku

Melayu juga di sini sangat kuat, terutama dalam soal bahasa. Hal ini disebabkan karena penyebaran, pengembangan dan pendidikan agama Islam, naskah-naskah buku, tulisan tangan, surat-menyurat, dan lain-lain, sebahagian besar diberikan dan dilakukan dalam bahasa Arab-Melayu, di samping dalam bahasa Aceh, dan Gayo sendiri.

Sedangkan hubungan suku Gayo dengan Karo dan Batak, dapat dilihat dari persamaan dalam bahasa dan adat-istiadat, terutama karena terdapatnya beberapa persamaan dalam bahasa dan adat-istiadat, terutama sekali dengan suku Karo.

Persamaan antara suku Gayo dan suku Karo dapat dilihat dari pembagian belah-belah dalam susunan masyarakat Gayo yang terdapat di wilayah Raja Cik Bebesan di daerah

Gayo Laut. Susunan masyarakat di wilayah Raja Cik Bebesan dibagi dalam Belah- belah Cebere, Melala, Munte, Linge, dan Belah Tebe. Selain itu terdapat pula persamaan-persamaan di bidang kesenian, seperti seni tari, seni suara, seni musik, dan lain-lain. Nama-nama belah di wilayah Raja Cik Bebesan mempunyai persamaan dengan nama-nama marga di Tanah Karo.

Universitas Sumatera Utara 2.7 Asal-usul Suku Gayo

Asal-usul suku Gayo sampai sekarang masih belum jelas. Belum pernah diadakan penelitian yang mendalam dan sungguh-sungguh oleh para ahli, tentang asal- usul bangsa Gayo. Seorang sarjana Belanda Dr.C.Snouck Hurgronje pernah meneliti tentang asal-usul Bangsa Gayo, namun penelitian itu gagal, karena sampai saat ini masih belum jelas asal-usul dari bangsa Gayo tersebut. Tulisan Dr. C.Snouck Hurgronje ini tidak terlepas dari maksud pemerintah Belanda ini, walaupun demikian tulisan

Snouck ini mempunyai nilai ilmu pengetahuan yang tinggi tentang tanah dan penduduk

Gayo.

Masih sedikit dan miskin sekali bahan-bahan tertulis mengenai suku bangsa

Gayo. Belum pula diketemukan benda-benda bersejarah peninggalan nenek moyang yang bernilai dan berarti yang dapat dijadikan sebagai bahan bukti sejarah yang meyakinkan tentang asal-usul bangsa Gayo. Para ahli yang harus membuka tabir sejarah asal-usul bangsa Gayo.

2.8 Kejurun di Tanah Gayo dan Alas

Di daerah Gayo dan Alas telah berdiri pemerintahan kejurun45 yang dibagi dalam 8 daerah kejurun, yaitu 6 kejurun di daerah tanah Gayo dan 2 kejurun di daerah

Tanah Alas. Di daerah Gayo lebih dahulu berdiri 4 kejurun yaitu: (1) Kejurun Bukit yang mula-mula berkedudukan di Bebesan, kemudian dipindahkan ke kebayakan yang tidak jauh dari Bebesan. (2) Selanjutnya terbentuk kejurun Linge yang berkedudukan di

45Kejurun, adalah sebuah terminologi atau sebutan nama untuk daerah di daerah Gayo, yang memiliki wilayah-wilayah tertentu yang terdiri dari empat desa tradisional Gayo. Selain masyarakat Gayo, istilah ini juga digunakan oleh kesultanan-kesultanan Melayu di Sumatera Timur untuk menentukan hal yang sama. Bagaimanapun istilah ini terdapat dalam masyarakat Karo dan Gayo.

Universitas Sumatera Utara daerah Gayo Linge, (3) Kejurun Siah Utama yang berkedudukan di kampung Nosar di pinggir Danau Laut Tawar; dan (4) berdiri kejurun Petiamang yang berkedudukan di

Gayo Lues. Lama kemudian setelah berdirinya keempat kejurun di atas, baru berdiri pula kejurun kelima yaitu kejurun Bebesan yang berkedudukan di Bebesan di tempat kedudukan kejurun Bukit semula. Keenam berdiri kejurun Abuk di daerah Serbejadi.

Di daerah Tanah Alas berdiri 2 kejurun yaitu kejurun Batu Mbulen yang berkedudukan di Batu Mbulen dan kedua kejurun Bambel yang berkedudukan di

Bambel. Keempat kejurun di daerah Gayo Laut, Gayo Linge, dan Gayo Lues yaitu kejurun Bukit, kejurun Linge, kejurun Siah Utama dan kejurun Patiamang mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh. Demikian juga halnya dengan 2 kejurun di

Tanah Alas, kedua-duanya mendapat pengesahan dari Sultan Aceh, tetapi kejurun

Bebesan dan kejurun Abuk tidak mendapatkan pengesahan dari Sultan Aceh.

Berdirinya kejurun Bebesan seperti yang diterangkan di atas, adalah akibat dari kedatangan orang-orang Batak Karo ke 27 ke Tanah Gayo. Antara kejurun Bukit dengan Batak Karo 27 terjadi suatu perselisihan, yang mengakibatkan terjadinya peperangan antara kedua belah pihak. Peperangan berakhir dengan kemenangan di pihak Batak 27 dan kekalahan kejurun Bukit. Dalam suatu perundingan damai, akhirnya kedudukan kejurun Bukit terpaksa dipindahkan dari Bebesan ke Kampung

Kebayakan. Sedang di Bebesan didirikan Raja Cik Bebesan yang berkedudukan di

Bebesan yang dipimpin oleh Lebe Kader yaitu pemimpin pasukan Batak Karo 27, yang menguasai daerah-daerah sekitarnya, dan membagi dua daerah kejurun Bukit.

Setengah untuk kejurun Bukit dan separuh untuk Raja Cik (penghulu) Bebesan. Raja

Universitas Sumatera Utara Cik Bebesan inilah yang kemudian berkembang dan menjadi Kejurun Bebesan sampai kedatangan Belanda tahun 1904 (M.H. Gayo 1990:25).

Menurut cerita orang-orang Gayo dahulu, kelompok Cik berasal dari orang- orang Batak Tapanuli. Orang-orang Batak Tapanuli ini lebih popular disebut dengan

Batak ke 27 seperti asal-usul orang-orang dari kampung Bebesan (Melalatoa, 1971:92).

Pada waktu yang lampau mereka berasal usul dari 27 orang Batak Tapanuli yang datang ke Aceh Tengah. Menurut cerita, orang-orang Batak Tapanuli ini kebanyakan dahulu bertempat tinggal dikampung yang sekarang disebut Bebesan. Karena kedatangan Batak Tapanuli ini ke kampung Bebesan, maka orang-orang Kebayakan kemudian mengungsi dari kampung Kebayakan. Orang-orang Batak Tapanuli ke 27 ini sebagian menikmati tinggal di kampung Kebayakan tadi, yang kemudian mereka menetap di Kampung Bebesan.

Selanjutnya orang-orang Bukit yang berasal dari orang-orang pantai Utara

Aceh, seperti orang-orang dari kampung Kebayakan tadi. Menurut Melalatoa, orang- orang kampung Bebesan dan orang-orang kampung Kebayakan mempunyai asal-usul yang sama. Karena kedua-duanya masih mengenal Belah 46atau Klen, walaupun demikian nama-nama belah atau Klen itu tidaklah sama.

Jika diperhatikan dari segi perbedaan adat istiadat, maka akan tampak pula pada segi keseniannya, seperti kesenian Didong dan Pacuan Kudanya yang diselenggarakan hampir setiap tahun, yang pada umumnya bertepatan dengan bulan Agustus untuk merayakan hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia. Pertandingan Didong

46Belah merupakan Klen besar dari pengaruh perkembangan Sedere. Diantara mereka masih merasa dirinya mempunyai satu keturunan yang sama, satu masa lampau yang sama, dan satu sistem sosial yang sama pula.

Universitas Sumatera Utara dan Pacuan Kuda ini baru dianggap meriah apabila sudah berhadapan antara kesebelahan Cik yang diwakili oleh kampung Bebesan dengan kesebelasan kampung

Bukit yang diwakili oleh kampung Kebayakan.

Dengan adanya asal-usul yang berbeda antara Cik dan Bukit, maka dapat diperkirakan bahwa etnik Gayo berasal dari kedua asal-usul tadi, yaitu dari Batak

Tapanuli dan dari Pesisir Aceh bagian Utara. Dalam waktu yang cukup lama migrasi lokal antara kelompok Cik dan Bukit berlangsung secara Evolutif. Demikian juga dalam perkawinan campuran antara keduanya sering kali terjadi. Seiring dengan hal tersebut, maka akulturasi di bidang adat-istiadat dan kehidupan sosial ekonominya mempunyai pola yang sama pada masyarakat Gayo di Aceh Tengah, walaupun di sana-sini masih terdapat perbedaan.

Penduduk asli masyarakat Gayo sebagai hasil campuran antara orang-orang Cik dan Bukit tadi mempunyai gambaran fisik yang sedikit berbeda dengan masyarakat

Aceh lainnya. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor keturunan. Ciri-ciri fisik yang membedakan diantaranya yaitu penduduk asli mempunyai kulit agak kemerah-merahan, terutama di bagian wajah mereka, wajah mereka umumnya berwarna merah seperti terkena sinar matahari. Bagian betis kaki mereka kelihatan tampak membesar. Hal ini mungkin disebabkan oleh seringnya mereka berjalan kaki naik gunung dan turun gunung. Jika berjalan, dada tampak agak menonjol kedepan dan pinggul agak kebelakang, seakan-akan siap untuk menempuh perjalanan yang mendaki. Bagi para wanita, biasanya mereka membawa barang-barang dari satu tempat ke tempat lain, seperti kayu api, padi, beras dan lain-lainnya, mereka selalu menggendong dari belakang dengan menggunakan tali jangkat.

Universitas Sumatera Utara 2.9 Sistem Pemerintahan di Daerah Gayo

Sistem pemerintahan yang dimaksud disini ialah sistem pemerintahan Tanah

Gayo dan Alas di zaman setelah masuknya agama Islam, dan terutama sekali setelah

Tanah Gayo dan Alas menjadi wilayah kerajaan Islam Aceh. Meskipun sistem pemerintahan dari kerajaan Islam Aceh, mempunyai pola umum yang sama untuk seluruh wilayahnya, tetapi sistem pemerintahan di Tanah Gayo mempunyai “ciri-ciri” tersendiri.

Sistem pemerintahan di Tanah Gayo adalah suatu sistem yang berdasarkan

Hukum Adat, Hukum Adat bersumber dan berlandaskan hukum Islam. Hukum Adat tidak tertulis. Tetapi hukum Islam adalah hukum tertulis, berdasarkan Qur’an dan

Hadits Nabi. Jadi meskipun hukum adat tidak tertulis, tetapi sumber dan landasannya adalah hukum tertulis yaitu dari Qur’an dan Hadist Nabi. Keputusan mengenai hukum adat yang bertentangan dengan hukum Islam, maka setelah mendengarkan pendapat

Imam, hukum adat harus dikesampingkan dan hukum Islam yang harus dilaksanakan.

Hukum Islam adalah kuat terhadap hukum adat dalam pelaksanaan hukum di Tanah

Gayo. Hubungan antara kedua hukum adat dan hukum agama ini adalah jalin berjalin yang sangat erat, sebagaimana dilukiskan dalam kata-kata adat Gayo “Hukum ikanung edet, edet ikanung Agama”. Artinya setiap hukum mengandung adat, dan setiap adat mengandung agama. Hukum adat adalah anak kandung dari hukum agama. Dengan perkataan lain, hukum adat di dalam pemerintahan Tanah Gayo pada hakikatnya adalah merupakan “pancaran dari hukum Islam.”

Walaupun demikian sering juga terjadi praktek sengketa antara hukum adat dengan hukum agama yang kadang-kadang hukum Islam dikesampingkan. Hal ini

Universitas Sumatera Utara dapat dapat terjadi dalam hal, apabila sang raja tidak mengerti ajaran agama dan hukum-hukum Islam atau karena sang raja berlaku sewenang-wenang atau oleh faktor- faktor lain.

Prinsip-prinsip yang terkandung dalam kata-kata adat Gayo ini menggambarkan sesuatu pemerintahan berdasarkan hukum adat yang bersumber dari hukum Islam dengan mengindahkan prinsip musyawarah untuk mufakat. Suatu prinsip gotong royong yaitu semacam sistem demokrasi yang dikenal zaman ini.

Sistem kepemimpinan ini terangkum dalam pranata Sarak Opat, yang mempunyai empat unsur kepemimpinan seperti tersebut di atas. Masing-masing unsur ini mempunyai empat unsur kepemimpinan seperti di atas. Masing-masing unsur ini mempunyai peranan sendiri. Selain itu, setiap unsur itu bisa mendapat sanksi tertentu apabila melakukan kesalahan atau penyimpangan peran atas kekeramatannya tadi. Raja sebagai unsur pimpinan utama mempunyai sifat keramat yang disebut musuket sipet, ini berarti raja memiliki sifat dan bertindak adil , bijaksana, kasih sayang, suci, dan benar.

Petue (ketua) mempunyai sifat keramat yang disebut musidik sasat, artinya teliti, peka dan cepat tanggap. Sementara itu imam (pimpinan agama) memiliki sifat keramat yang disebut muperlu sunet. Ia memiliki kewibawaan dengan memberikan contoh tauladan kepada anggota masyarakat tentang hal-hal yang wajib, perlu, sunat untuk dikerjakan sesuai dengan kaidah-kaidah agama . Ia juga mengawasi dan melarang perbuatan makruh, perbuatan yang menimbulkan mudarat. Demikian pula dengan unsur kepemimpinan lain yang mempunyai kekeramatan sesuai dengan jabatannya masing-masing. (Rusdi dkk., 1998:12-15)

Universitas Sumatera Utara 2.10 Tempat Pemukiman Suku Gayo

Pola pemukiman etnik gayo biasanya mengelompok di tempat-tempat yang agak tinggi. Pemukiman etnik Gayo dikelilingi oleh areal persawahan. Kadang-kadang terdapat pula kebun-kebun kopi, jeruk dan advokat. Diantara mereka ada pula anggota warganya yang berpindah-pindah tempat dari tempat kediamannya (rumah) ke ladang- ladang kopi atau sawah. Di ladang kopi atau sawah mereka tinggal disebelah jamur47

(gubuk) sebagai tempat tinggal sementara mereka, selama mereka mengerjakan perladangan kopi atau persawahan. Hampir tiap-tiap persawahan terdapat satu serak48

(tali air) untuk mengisi persawahan mereka. Setelah panen selesai, maka mereka akan kembali ke kampung mereka masing-masing.

Di setiap kampung terdapat sebuah mersah49 (langgar) untuk laki-laki dan sebuah joyah50 (langgar untuk wanita), sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah atau tempat berkumpul para warga kampung pada saat-saat tertentu, sedangkan mesjid selalu terdapat pada tiap-tiap pemukiman. Kadang-kadang ditempat tertentu juga didirikan pula bebalen51, yaitu tempat berteduh atau tempat bersembahyang. Bebalen ini pada umumnya dibuat pada tempat-tempat yang ada airnya dan berdekatan dengan jalan, yang terletak jauh dari perkampungan.

Pada setiap kampung terdapat umah52 (rumah). Pada waktu dulu umah ini terdiri dari beberapa keluarga yang masih satu keturunan, yang dalam bahasa Gayonya disebut

47 Jamur artinya secara harfiah adalah gubuk. 48 Serak, artinya dalam bahasa Indonesia adalah tali air, untuk kepentingan irigasi. 49Mersah, (langgar untuk laki-laki) sebagai tempat beribadah untuk laki-laki. 50Joyah, (langgar untuk wanita) sebagai tempat beribadah untuk kaum wanita. 51Bebalen adalah suatu istilah suku Gayo untuk tempat berteduh atau tempat bersembahyang di perkampungan. 52Umah Timeruang terdiri terdiri atas beberapa buah bilik, tiap-tiap bilik didiami oleh satu keluarga batih yang ada pertalian kekerabatan. Gabungan keluarga batih disebut sedere

Universitas Sumatera Utara sedere. Tiap-tiap keluarga menempati sebuah bilik tempat tidur dan sebelah bilik dapur.

Bentuk umah Gayo ini relative besar dan memanjang. Rumah seperti ini oleh orang

Gayo disebut umah timeruang. Perkembangan sedere di dalam umah timeruang tidak dapat disamakan dengan perkembangan warga adat di dalam rumah gadang

Minangkabau (Bachtiar, 1964:54-55). Karena tiap warga adat masyarakat desa

Minangkabau dianggap mempunyai sebuah rumah Gadang. Kegiatan-kegiatan adat seperti perkawinan, pertemuan dengan keluarga dilaksanakan di dalam rumah gadang, sedangkan umah timeruang di Gayo didasarkan atas tali perhubungan darah murni, bukan didasarkan pada kegiatan adat sebagai tempat upacara perkawinan dan pertemuan dewan keluarga.

Namun saat ini tiap-tiap keluarga batih banyak yang ingin memisahkan diri dari ikatan umah timeruang dengan cara membangun rumah baru. Akan tetapi, sering kali mereka juga masih berada di dalam satu kelompok perkampungan dengan sedere- sederenya dan ada pula yang mendirikan rumah kedalam kelompok perkampungan yang lain. Dengan demikian, pola perkampungan pada masyarakat Gayo sekarang tidak lagi di huni oleh suatu belah atau klen. Akan tetapi sudah terjadi percampuran antara beberapa belah. Percampuran ini juga terdapat dari sistem perkawinan exogam53

Pendirian rumah baru yang dilakukan oleh keluarga batih tadi, tampaknya cenderung untuk memilih pola perumahan seperti di kota-kota. Rumah mereka tidak lagi didirikan di atas panggung (tiang), melainkan mereka memilih mendirikan rumah dengan menggunakan semen sebagai lantai dan dinding-didndingnya terbuat dari tembok. Dengan adanya rumah-rumah model baru inilah, maka umah timeruang pada

53Exogam adalah suatu istilah pada suku Gayo, yang merupakan adat perkawinan masyarakat Gayo, yang melarang keras diantara mereka kawin dengan belahnya sendiri atau satu belah.

Universitas Sumatera Utara saat sekarang sudah mulai berkurang di tempat pemukiman masyarakat Gayo, bahkan di pemukiman yang dekat dengan kota umah timeruang ini sudah sangat jarang sekali kelihatan.

Antara pemukiman yang satu dengan pemukiman yang lainnya, dihubungkan oleh jalan yang dapat dilalui oleh kenderaan bermotor dan sepeda. Jalan-jalan yang ada di kampng-kampung ini pada umumnya, adalah hasil kerja swadaya masyarakat setempat dan kebanyakan dari jalan-jalan tersebut belumlah diaspal. Oleh karena itu, mobil-mobil besar seperti truck dilarang oleh mereka untuk melewati jalan-jalan tersebut, terutama pada saat musim hujan, yang menyebabkan jalanan nantinya akan menjadi becek dan hancur jika dilalui oleh truck-truck tersebut. Akan tetapi jalan-jalan yang menghubungkan kota dan ibukota Aceh Tengah dengan Bireuen sudah diaspal pada saat itu.

Di samping perhubungan melalui darat, orang Gayo di kabupaten Aceh Tengah juga memanfaatkan perhubungan lewat laut dan danau, untuk menghubungkan kota

Takengon dengan daerah-daerah pesisir danau Laut Tawar seperti Toweran, Blang

Bintang, Nosar dan lain-lain, kebanyakan alat-alat perhubungan ini memakai perahu bermesin atau yang disebut dengan kapal.

Transportasi dengan perahu ini lebih cepat dari pada berjalan kaki, karena jika berjalan kaki agak jauh dilalui, terpaksa mengelilingi danau dengan naik gunung turun gunung yang membatasi antar daerah pemukiman yang satu dengan pemukiman yang lainnya. Mengenai alat-alat transportasi yang lainnya, seperti mobil atau truck belum dapat melewati jalan-jalan yang menuju kedaerah-daerah pesisir danau tersebut. (Rusdi dkk. 1998:81-83).

Universitas Sumatera Utara 2.11 Unsur-Unsur Kesenian dalam Budaya Gayo

M.J. Melalatoa dalam sebuah penelitian ilmiahnya di tanah Gayo pada tahun tujuh puluhan mengatakan bahwa masyarakat Gayo tidaklah demikian kaya dengan variasi perwujutan artistik berupa hasil kebudayaan material, meskipun mereka mengenal seni arsitektur, ukir, relief, hias, dan perhiasan. Masyarakat Gayo pada umumnya lebih banyak memiliki dan menyenangi unsur-unsur kesenian sastra, seperti teka teki, perumpamaan, nyanyian, deklamasi, legenda dan sebagainya, yang bernuansa sastrawi. Keterangan dan literatur mengenai hasil kebudayaan material tesebut di atas banyak diungkapkan oleh sejumlah penulis Belanda. Dalam karya dan literatur terakhir, lebih banyak membicarakan hasil-hasil kesusastraan dan tari-tarian.

Dalam hal seni arsitektur kita dapat melihat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Arsitektur rumah atau bahkan bangunan untuk tempat ibadah dan belajar seperti mersah dan joyah menunjukan adanya suatu bentuk keseragaman dari segi bangun dan bentuk. Bangunan-bangunan ini didirikan itu didirikan di atas tiang, sehingga secara keseluruhan tampak seperti panggung. Rumah anggota masyarakat biasa dengan rumah penguasa adat atau raja (reje atau penghulu) juga tidak terdapat perbedaan yang terlalu mencolok. Rumah yang berbeda hanyalah rumah time ruang dan rumah bubung, dan letak perbedaannya hanyalah pada jumlah ruangan yang ada dalam rumah saja.

Rumah panggung seperti disebutkan di atas pada masa sekarang ini dapat dikatakan punah dari kehidupan budaya masyarakat Gayo Aceh Tengah. Rumah-rumah pada masa terakhir sudah merapat ke tanah. Bentuk atapnya sama dengan yang lama,

Universitas Sumatera Utara tetapi ada juga berbentuk landai persegi dalam bahasa Gayo disebut bubung time

(Melalatoa 1975).

Ukuran-ukuran yang terdapat pada rumah-rumah arsitektur lama juga terbatas pada tangga atau pada tiang penyangga bubungan. Menurut catatan M.J. Melalatoa dalam bukunya Kebudayaan Gayo 1983, seni ukir yang lain terdapat pada alat-alat rumah tangga yang terbuat dari tanah liat (pottery) yang umumnya berupa wadah, seperti kendi, labu, kiup, kekaklang, dan lain sebagainya. Seni hias dapat dilihat pada hasil kerajinan anyaman yang bahannya dari tumbuh-tumbuhan yang hidup di rawa- rawa (paya) seperti kertan, benyet, cike, beldem, dan bengkuang. Pakaian mereka, terutama pakaian kaum wanita terdapat hiasan-hiasan (ragi) yang mempunyai macam- macam motif, seperti yang terlihat pada upuh-koi, ketawak, beberapa jenis ules.

Dalam seni musik mereka mengenal beberapa alat musik dengan sistem pemakaian yang berbeda-beda, misalnya teganing, canang, bensi, rebana gegeden, serune, dan lain-lain. Teganing dibuat dari seruas bambu dengan mencungkil bambu itu sebagai senar dengan cara memukul-mukul dengan “tongkat” kecil, dari belahan bambu. Pada saat sisi bambu ini dilakukan yang dipukul-pukul dengan telapak tangan kiri, dengan fungsi sebagai gendang (gegedem). Canang berarti seperangkat instrumen yang terdiri dari beberapa buah canang, sebuah memong, sebuah gong, sebuah gegedem atau rebana yang masing-masing dimainkan oleh satu orang. Instrumen seperti gong, bensi, serune, sarunai kalle (suling) adalah instrumen tiup. Gamang adalah instrumen yang didatangkan dari luar, yang kemudian sangat digemari oleh orang-orang kampung, terutama pemuda-pemuda (bebujang). Instrumen ini tidak lain dari harmonika

(Hurgonje, 1903).

Universitas Sumatera Utara Unsur kesenian yang paling menonjol dalam masyarakat seni sastra adalah seni sastra. Seni Satra ini terwujut dalam beberapa bentuk seperti kekitiken, kekeberen, guru didong, didong sa’er, dan lain-lain. Kekitiken merupakan seni berteka-teki yang dilakukan oleh anak-anak sebelum tidur. Biasanya dari soal teka-teki ini merupakan bentuk puisi Gayo yang cukup tua (Ara, 1971:13). Pada masa akhir ini pekerjaan berteka-teki pengantar tidur itu sudah jarang dilakukan karena sudah diganti dengan kegiatan belajar.

Kekeberen adalah salah satu bentuk prosa yang disampaikan secara lisan dan mendapat tempat yang luas dalam masayarakat Gayo di masa silam. Prosa inipun biasanya dituturkan pada malam hari menjelang tidur dari si penceritanya kepada pendengarnya, yang umumnya kalangan anak-anak mudanya. Tukang cerita ini mungkin seorang nenek yang bercerita kepada cucunya menjelang tidur, atau juga orang tua yang bercerita kepada para anak muda yang sedang berkumpul. Kisah ceritanya antara lain adalah tentang tema-tema cinta kasih, sinisme, nasehat kepada anak muda, patuh kepada orang tua, kesombongan, akal bulus, dan lain sebagainya.

(Minosar, 1961:15-17). Semua itu mengandung pesan-pesan yang bersifat pendidikan kepada anak-anak pendengarnya. Pada masa terakhir ini beberapa cerita rakyat telah dituliskan baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Gayo (Melalatoa 1969; Kadir

1971; Harun 1971; Djenen 1972; dan lain-lainnya).

Dalam pidato-pidato adat (melengkan) dan berbagai upacara masyarakat gayo melahirkan rasa seninya dalam bentuk kata-kata yang puitis. Pidato adat ini dilakukan secara berbalas-balasan oleh para pendengarnya, dan dari sini dapat di nilai para pemenangnya, hal ini dinilai dari siapa yang mahir dalam menjawab pidato tersebut. Di

Universitas Sumatera Utara dalam suatu klen atau kampung tidak banyak orang yang mampu melakukan melengkan ini, sebagai contoh singkat yang masih dalam bahasa Gayo.(Hakim, 1972:15-16,

Salman Yoga S, 1997). Lain halnya lagi dengan guru didong yang biasanya dilakukan oleh dua orang laki-laki berpantun berbalas-balasan, tetapi sambil menari-nari. Pantun yang disampaikan itu dilakukan dengan semacam nyanyian. Sebuku (resitasi) adalah pengungkapan perasaan yang terjalin dalam puisi tertentuyang umumnya hanya dilakukan oleh seorang perempuan. Puisi sebuku ini ditembangkan dalam menghadapi kematian (sebuku mate) atau pada saat upacara perkawinan (sebuku mungerje).

2.12 Sistem Kekerabatan Suku Gayo

Masyarakat Gayo menganut sistem keluarga batih, sama seperti yang dianut oleh masyarakat Aceh pada umumnya. Rumah tangga terdiri dari ayah, ibu, dan anak- anak yang belum menikah. Jika seorang anak sudah menikah, ia akan mendirikan rumah tangganya sendiri sebagai keluarga batih yang baru menikah, untuk sementara akan menetap pada keluarga batih ayahnya. Ada yang beberapa bulan saja atau sampai lahir anaknya yang pertama. Akan tetapi, ada pula terkecualiannya yang ditentukan oleh sistem perkawinan, apakah ia menetap terus dalam keluarga batih pihak laki-laki atau orang tua perempuan.

Semua kegiatan dalam keluarga batih merupakan tanggung jawab bersama dalam keluarga. Kegiatan-kegiatan tersebut diantaranya adalah turun keume (turun ke sawah), turun keume artinya, bekerja di kebun dan menanam sayur-sayuran diladang.

Seluruh anggota keluarga batih ikut membantu bekerja sebagai tenaga pelaksana.

Dalam pembagian kerja disesuaikan dengan tingkat kemampuan anggota keluarga batih. Bagi orang yang sudah tua dan anak-anak mendapatkan tugas pekerjaan yang

Universitas Sumatera Utara lebih ringan, dibandingkan dengan yang muda-muda atau kepala keluarga dalam keluarga batih tersebut.

Meskipun di daerah Gayo terdapat keluarga batih, namun tidak menutup kemungkinan adanya keluarga Luas. Keluarga Luas ini menempati sebuah rumah besar yang disebut dengan umah timeruang. Rumah ini terdiri dari beberapa bilik (kamar), dan tiap-tiap kamar didiami oleh satu keluarga batih. Tiap-tiap kamar juga dilengkapi dengan dapur masing-masing. Antara satu keluarga batih dengan keluarga batih lainnya dalam satu umah timeruang ini, biasanya akan mempunyai pertalian keturunan

(genealogis). Pada awalnya umah timeruang ini adalah milik keluarga batih. Tetapi setelah keluarga ini menikah, maka ia akan pindah ke dalam kamar tersendiri. Begitulah seterusnya, setiap ada pernikahan berarti menambah keluarga batih dalam umah timeruang tersebut, maka di dalam umah timeruang terjadilah keluarga besar yang disebut dengan sedere.

Dalam bidang mencari mata pencarian hidup tidak menggambarkan kegiatan sedere, tetapi dilakukan oleh masing-masing keluarga batih, kadang-kadang pada saat tertentu, suatu kegiatan dilakukan bersama-sama sedere, misalnya melakukan pekerjaan disawah. Berhubung pekerjaan tersebut membutuhkan banyak tenaga dan membutuhkan bantuan dari sederenya. Demikian juga dalam menghadapi masalah- masalah keluarga seperti mengadakan musyawarah untuk menyelenggarakan upacara perkawinan dan lain-lainnya haruslah melibatkan seluruh sederenya. Mereka selalu menghadapi dengan pakat sedere. Kegiatan semacam ini sering diucapkan dalam pepatah-pepatah seperti bulet lagu umut, yang artinya bulat seperti batang pisang, lurus

Universitas Sumatera Utara seperti gelas. Maksudnya, untuk mencapai suatu tujuan, setiap kebijaksanaan harus dilakukan berdasarkan musyawarah tiap anggota keluarga dan sedere-sederenya.

Namun demikian perkembangan sedere tidak mungkin dapat ditampung dalam umah timeruang karena semangkin banyak terjadi keluarga batih, maka akan semangkin banyak pula membutuhkan bilik (kamar). Bagi mereka yang tidak tertampung dalam umah timeruang kemudian memisahkan diri ke tempat lain dengan mendirikan rumah baru yang kemudian berkembang pula menjadi umah timeruang seperti tersebut di atas. Walaupun terjadi pemisahan tempat tinggal, tetapi tali keluarga lainnya masih diikat oleh pertalian sedere dan timbullah klen kecil yang disebut dengan kuru.

Kuru ini kemudian dapat juga bertempat tinggal di beberapa kampung. Hal ini dapat terjadi karena adanya perpindahan tempat tinggal di beberapa kampung. Hal ini dapat terjadi karena adanya perpindahan tempat tinggal dan adanya sistem perkawinan exogam. Menurut adat masyarakat Gayo perkawinan endogami menjadi larangan atau pantangan. Dengan demikian, akan memudahkan hubungan genealogis antara satu kampung dengan kampung lainnya.

Adanya pengaruh perkawinan baru disebabkan oleh perpindahan anggota kuru dan perkawinan menyebabkan tidak kentara lagi perhubungan darah yang murni pada suatu kuru, karena proses perkembangan ini masih terjadi terus menerus. Namun demikian mereka merasa dirinya mempunyai nenek moyang yang sama dan satu sistem sosial serta ikatan tertorial yang sama. Hasil perkembangan kuru yang demikian masih terlihat dalam klen besar yang disebut dengan belah (Abdullah, 1994:33). Dengan

Universitas Sumatera Utara demikian, pada masyarakat Gayo timbul bermacam-macam belah, seperti belah jalil, belah Cik, belah gunung, belah Hakim, belah Bale dan lain-lain.

Perkawinan dalam adat Gayo mempunyai arti yang sangat penting terhadap sistem kekerabatan. Kawin ango atau jeulen adalah bentuk perkawinan yang mengharuskan pihak calon suami seakan-akan membeli wanita yang akan dijadikan istri. Setelah dibeli, maka istri menjadi belah suami. Jika pada suatu ketika terjadi cere banci (cerai perselisihan), si istri menjadi ulak kemulak (kembali ke belah asalnya).

Mantan istri dapat membawa kembali harta tempah (harta pemberian orang tuanya) dan demikian pula harta sdekarat (harta dari hasil usaha bersama). Namun jika terjadi cere kasih (cerai mati), tidak menyebabkan perubahan status (belah) bagi keduanya. Sebagai contoh misalnya, jika suami meninggal, maka belah suami berkewajiban untuk mencarikan jodoh mantan istrinya tadi dengan salah seorang kerabat yang terdekat dengan almarhum suaminya. Apabila yang meninggal itu tidak mempunayi anak, maka pihak yang ditinggalkan berhak mengembalikan harta tempah kepada belah asal harta itu. Jika yang meninggal itu ada keturunan, maka harta tempah itu menjadi milik anak keturunannya.

Selanjutnya mengenai bentuk perkawianan angkap terdapat pula ketentuan- ketentuan yang harus ditaati. Pihak laki-laki (suami) ditarik ke dalam belah istri.

Perkawinan angkap ini dapat dibedakan menjadi dua macam angkap, yaitu angkap nasap dan angkap sementara. Pada perkawinan angkap nasap menyebabkan suami kehilangan belahnya, karena telah ditarik ke dalam belah istrinya. Jika terjadi perceraian karena cere banci (cerai perselisihan) dalam kawin angkap nasap ini, menyebabkan terjadinya perubahan status suaminya karena suami harus kembali ke

Universitas Sumatera Utara belah asalnya, dan tidak diperbolehkan membawa harta tempah, kecuali harta sekarat.

Namun jika terjadi cere kasih, misalnya istri meninggal, maka mantan suaminya tetap tinggal dalam belah istrinya. Pada suatu ketika, saat mantan suami tersebut akan dikawinkan kembali oleh belah istrinya dengan salah seorang anggota kerabat istrinya.

Jika yang meninggal itu adalah suaminya, maka istrinya pada belah asalnya. Namun jika yang meninggal tersebut mempunyai keturunan, maka harta tempah peninggalannya jatuh ketangan anak keturunannya. (Keanekaragaman Suku dan

Budaya di Aceh. Rusdi dkk., 1998:86-89).

Kawin angkap sementara pada masyarakat Gayo juga disebut dengan angkap edet. Seorang suami dalam waktu tertentu menetap dalam belah istrinya sesuai dengan perjanjian saat dilakukan peminangan. Status sementara itu tetap berlangsung terus selama suami belum mampu memenuhi semua persyaratan yang telah ditetapkan waktu peminangannya. Syarat-syarat yang harus dipenuhi ini oleh suami disebut unjuk.

Jika terjadi perceraian dalam bentuk cere banci, suami akan kembali kedalam pihak belahnya, dan harta sekarat akan dibagi-bagi, jika syarat-syarat angkap sementara telah dipenuhi oleh suami, sedangkan harta tempah, misalnya istri meninggal, maka suami tidak akan berubah statusnya sampai masa perjanjian angkap selesai. Oleh karena itu, menjadi kewajiban belah istrinya untuk mengawinkan kemabli dengan salah seorang kerabatnya.

Kawin kuso kini adalah suatu bentuk perkawinan yang memberi kebebasan kepada suami istri untuk memilih tempat menetap dalam belah suami atau belah istri.

Bentuk perkawinan kuso kini ini berbeda dengan perkawinan anggo dan angkap yang

Universitas Sumatera Utara selalu mempertahankan belah. Bentuk perkawinan ini masih banyak pula terjadi dalam masyarakat Gayo hingga sekarang (Melalatoa, 1995:281).

Upacara daur hidup (life cycle) merupakan kegiatan sedere dalam bentuk pakat sedere dengan tujuan agar dapat dicapai suatu kesepakatan dalam melaksanakan setiap kegiatan bersama. Mengenai bentuk-bentuk upacara daur hidup tersebut dapat berwujud pada upacara turun mandi bayi (cukur rambut), bereles (sunat rasul). Bagi anak laki-laki yang berumur 10 tahun ke atas, upacara perkawinan dan kemudian setelah adanya kematian. Semua kegiatan upacara tersebut merupakan kegiatan sedere.

2.13. Struktur Sosial Masyarakat Gayo

Struktur sosial masyarakat Gayo secara evolutif mengalami perubahan dari masa kemasa. Sejak zaman dahulu, jauh sebelum Indonesia merdeka, struktur pemerintahan pada masyarakat Gayo berdasarkan Sarak Opat. Sarak Opat ini sususnannya terdiri dari (a) penghulu atau reje, (b) Petue (sebagai Hakim), (c) Imem yang mengurusu soal-soal agama, dan (d) sendere (rakyat), (Abdullah, 1994:33).

Keempat struktur pemerintahan ini mengurus pemerintahannya dalam bidangnya masing-masing. Unsur reje bertugas mengurusi masalah kesejahteraan rakyat. Reje ini merupakan memegang kekuasaan yang tertinggi dan bertanggung jawab penuh atas kelangsungan pemerintahannya. Petue adalah unsur yang banyak berperan dalam bidang pengadilan. Tugasnya adalah mengadili semua perkara yang terjadi dalam pemerintahan. Unsur Imem tugasnya adalah mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan keagamaan. Unsur sendere (rakyat) sebagai pengerahan tenaga yang terdiri dari seluruh masyarakat di lingkungannya.

Universitas Sumatera Utara Berdasarkan struktur pemerintahan seperti yang tersebut di atas, maka timbullah lapisan-lapisan sosial yang terjadi di masyarakat. Lapisan sosial ini tanpa disadari terus mereka bina, sampai datangnya pemerintahan kolonial Belanda, dan mendapat pengakuan dari pemerintahan kolonial Belanda pada saat itu, dan akhirnya, atas dasar pengalaman ini pulalah, lapisan-lapisan sosial tersebut tumbuh dengan subur, sehingga timbullah perbedaan-perbedaan yang tajam antara lapisan-lapisan itu di masyarakat

Gayo. Tiap-tiap lapisan secara turun-temurun dapat mewariskan nya kepada keturunannya. Keturunan reje merupakan lapisan elite dalam masyarakat Gayo dan sangat dihormati oleh lapisan di bawahnya.

Adanya perbedaan-perbedaan yang tajam ini dapat diketahui dengan memperhatikan tingkah laku adat di masyarakat. Keturunan reje sebagai tempat yang teratas mendapat tempat yang berbeda dengan lapisan petue, imem dan sendere

(rakyat). Dalam menghadiri upacara-upacara ataupun pertemuan-pertemuan lainnya, keturunan reje menempati tempat duduk khusus yang tidak sembarang orang boleh mendudukinya. Cara berpakaian dan warna pakaiannya juga berbeda dengan masyarakat Gayo lainnya, keturunan reje selalu lebih cenderung memakai pakaian berwarna kekuning-kuningan, karena warna tersebut melambangkan warna kebesaran.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, terutama pada sekitar tahun 1950- an, lapisan-lapisan tersebut menampakkan eksistensinya dalam masyarakat Gayo, meskipun sudah tidak setajam pada zaman Belanda dahulu. Perbedaan yang masih jelas antara reje dengan lapisan-lapisan lainnya hanya dari segi panggilan saja. Kepada reje- reje sering kali dipanggil dengan sebutan nama ampun atau reje. Keturunan reje dalam kehidupan sehari-harinya sudah bias dapat hidup berdampingan dengan keturunan

Universitas Sumatera Utara petue, Imem, dan rakyat biasa lainnya. Proses perubahan ini terjadi mungkin karena adanya pendidikan formal yang merata bagi seluruh masyarakat pada saat zaman

Belanda tersebut.

Pada tahun 1968 struktur sarak opat mulai timbul lagi di masyarakat Gayo, walaupun ada beberapa unsur yang sudah berubah. Pola baru sarak opat ini dapat di lihat pada strata pemerintahan kampung sebagai strata pemerintahan yang paling bawah. Diantara unsur-unsur tersebut yaitu adanya geucik, Imem, cerdik pandai dan pemuda, yang masing-masing tidak melahirkan strafikasi sosial yang turun temurun.

Mereka dapat menjabat berdasarkan pada kejujuran, kebijaksanaan, kecakapan, kewibawaan dan umur.

Pelapisan sosial masyarakatnnya dapat digolongkan menjadi lapisan penguasa, lapisan pengusaha, lapisan ulama, dan lapisan rakyat. Lapisan penguasa terdiri dari penguasa pemerintahan dan pegawai-pegawai negri. Seseorang sangat bangga jika anaknya menjadi seorang penguasa dan pegawai negri pada saat itu. Gaji atau pendapatan mereka tidak terlalu dipentingkan bagi mereka. Menjadi pegawai negri berarti menyandang pekerjaan yang mulia bagi masyarakat Gayo di masa itu.

Lapisan pengusaha terdiri dari pengusaha kebun dan ladang. Setelah kemerdekaan Indonesia, pengusaha kopi muncul sebagai pengusaha besar. Perkebunan teh Redlong yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada saat itu di kecamatan

Bebesan, dialihkan kepada masyarakat untuk dijadikan kebun kopi. Banyak hutan yang dibuka untuk memperluas areal perkebunan kopi. Apalagi pada saat itu pasaran kopi di dunia cukup menguntung bagi masyarakat suku Gayo, bahkan hingga saat ini, pasaran kopi juga masih menguntungkan bagi masyarakat Gayo. Dengan demikian, penghasilan

Universitas Sumatera Utara kopi mereka juga akhirnya dapat menutupi segala kebutuhan hidup masyarakat Gayo, termasuk biaya untuk menyekolahkan anak-anak mereka.

Seiring dengan munculnya pengusaha di bidang kopi, muncul pula pengusaha pengusaha di bidang perdagangan. Mereka umumnya sebagai pedagang kopi, pakaian, dan bahan pangan lainnya. Ada pedagang yang langsung mendatangi kebun-kebun kopi dan langsung membelinya saat sebelum panen dengan cara menafsir benyaknya buah yang ada, kemudian setelah panen mereka akan bawa langsung ke pasar atau ada pula yang melalui proses pengolahan lebih lanjut. Sedangkan pedagang pakaian dan bahan makanan kebanyakan berada di pasar kabupaten dan kecamatan.

Lapisan ulama merupakan lapisan sosial yang sangat mulia di mata masyarakat etnik Gayo. Lapisan ini muncul berdasarkan penguasaan ilmu agama Islam yang luas.

Lapisan ulama ini tidak dapat diturunkan kepada anaknya, sebab yang menjadi ulama ditentukan oleh dasar tingginya ilmu agama yang dikuasainya. Siapa saja berhak menjadi alim ulama, asal mampu memenuhi syarat-syarat sebagai seorang ulama, yaitu selain tinggi ilmu agamanya, juga pembawaannya haruslah kelihatan mempunyai wibawa yang tinggi di mata masyarakat, pandai berdakwah, jujur, bijaksana, rajin dan harus yang rajin beribadah. Agar menjadi anak yang saleh, maka sejak berumur 6 tahun, anak-anak suku Gayo pada saat itu diharuskan belajar mengaji Al Qur’an, belajar rukun sembahyang, rukun Islam, rukun Iman dan lain-lainnya yang berhubungan dengan keagamaan.

Pada waktu dulu banyak anak-anak lelaki Gayo pergi menuntut ilmu agama ke -pesantren kenamaan seperti di Padang, Bukit Tinggi, dan bahkan ada pula yang sampai menyeberang ke pulau Jawa sana, yaitu di pesantren Tebu Ireng, Gontor,

Universitas Sumatera Utara dan sebagainya. Setelah menamatkan pendidikannya di Pesantren-Pesantren tersebut, mereka akan kembali ke tanah asalnya dan membawa banyak perubahan pada masyarakat Gayo, terutama mereka umumnya banyak yang mendirikan sekolah-sekolah keagamaan di kampung mereka.

Lapisan rakyat merupakan lapisan sosial yang dominan. Mereka kebanyakan hidup sebagai petani, seperti menanam padi, palawija, buah-buahan dan sebagainya.

Seseorang yang berada di lapisan rakyat ini dapat pula menembus kelapisan di atasnya seperti pengusaha atau penguasa asal berjuang keras, ulet, dan mampu. Akan tetapi, untuk membuka lahan perkebunan kopi yang baru agak sulit, karena lahan garapan untuk itu sudah semangkin sempit. (Rusdi dkk: 1998:88-90).

2.14 Upacara Tradisional Suku Gayo

Upacara tradisioanl yang sering dilaksanakan oleh masyarakat Gayo selalu berkaitan dengan mata pencaharian hidup masyarakatnya, adat istiadat dan agama/kepercayaan suku Gayo. Dalam bidang pertanian upacara biasanya dilakukan selalu dikaitkan dengan kepercayaan-kepercayaan tertentu. Ketika hendak turun ke sawah, diadakan kenduri yang disebut dengan ku ulu noih, yaitu upacara yang dilakukan pada sumber mata air yang dipergunakan untuk pertanian. Upacara tersebut dipimpin oleh Kejurun Blang. Biasanya disertai dengan kegiatan membersihkan tali air secara bergotong royong. Pada waktu itu oleh Kejurun Blang, akan diumumkan saat mulai akan menyemai bibit. Penanaman bibit padi untuk setiap musim tanam selalu di mulai pada petak sawah milik Kejurun Blang dan kemudian baru akan diikuti oleh masyarakat lainnya. Selesai panen baru akan di mulai lagi dengan kenduri Lues Blang,

Universitas Sumatera Utara dan pada saat inilah biasanya terdapat hiburan tari saman dilakukan di tengah-tengah masyarakat sebagai hiburan rakyat. Acara tersebut dimaksudkan untuk menyatakan rasa syukur mereka kepada Tuhan Yanag Maha Esa, atas karunia yang telah diberikan Allah kepada masyarakat suku Gayo.Kenduri ini biasanya mereka lakukan bersamaan dengan kenduri tulak bele54, karena menurut anggapan kebanyakan penduduk setelah panen, biasanya akan banyak berjangkit demam panas pada masyarakat suku Gayo. Dan pada saat ini kenduri Lues Blang dan tulek bele sudah jarang dilakukan oleh masyarakat

Gayo (Abdullah, 1994 : 32)

Dalam bidang kepercayaan masyrakat etnik Gayo juga mempercayai adanya kekuatan gaib dan kekuatan sakti. Mengenai wujud dari kekuatan-kekuatan gaib tersebut dapat dilihat dalam bentuk kegiatan talak bele (menolak bahaya). Jika ada wabah penyakit yang melanda daerah mereka, maka masyarakat setempat akan bersama-sama untuk melakukan upacara tolak bele, agar mereka terhindar dari penyakit tersebut. Upacara ini dilakukan pada tempat-tempat yang dianggap angker atau keramat, misalnya dibawah pohon besar atau di tepi Danau Laut Tawar. Upacara ini dilakukan dengan cara menyediakan sesaji berupa makanan agar balum bidi dan telege

(sumur) Reje Linge tidak mengambil atau menelan orang yang mandi di sungai atau di danau Laut Tawar tersebut.

Upacara keagamaan pada hari-hari besar Islam juga dirayakan, seperti upacara

Maulid Nabi sebagai upacara bersejarah bagi umat Islam yang dilakukan pada setiap tahunnya pada bulan Rabiulawal. Dahulu setiap mersah melakukan upacara ini dengan mengundang tamu-tamu dari mersah lainnya. Bagi mereka yang cukup mampu, selalu

54Tulak bele adalah tolak bala untuk mengusir penyakit dari kampung mereka.

Universitas Sumatera Utara membawa hidangan makanan untuk dimakan pada acara tersebut, dan bagi mereka yang kurang mampu akan melakukan kerjasama dengan rumah-rumah lain untuk sama- sama membuat sebuah hidangan untuk disajikan pada acara itu juga. Pelaksanaan upacara selalu dipimpin oleh Imam mersah masing-masing. Setelah upacara selesai, maka akan disertai dengan zikir sampai selesai, dan pada akhir acara tersebut, tibalah saatnya untuk makan bersama-sama. Sekarang proses upacara yang besar seperti ini sudah sangat jarang sekali dilakukan pada masyarakat suku Gayo. Saat ini, mereka hanya melakukan upacara Maulid Nabi SAW dengan acara sederhana tanpa ada acara hiburan rakyat lagi, mereka memperingati acara tersebut dengan sangat sederhana,

Begitu juga dengan upacara-upacara lainnya. (Rusdi dkk., 1998:91-92).

2.15 Senjata Tradisional Suku Gayo

Senjata adalah alat yang dibuat oleh manusia untuk keperluannya dalam menghadapai lingkungan dimana manusia itu berada. Biasanya senjata-senjata itu dipergunakan dalam rangka membela diri, untuk kepentingan berperang, untuk kepentingan menyerang lawan dan dalam hubungan berburu hewan di hutan. Adapun yang di ketengahkan di sini adalah khususnya senjata-senjata yang menyangkut penggunaannya dalam hubungan antara manusia dengan manusia.

Mengenai macam-macam senjata tradisional yang banyak dipergunakan pada masyarakat etnik Gayo di antaranya adalah :

1. Mermu adalah sejenis senjata yang mirip dengan parang. Senjata ini juga

merupakan alat penyerang musuh.

2. Laju yaitu sejenis senjata yang menyerupai pedang.

Universitas Sumatera Utara 3. Cerike yaitu senjata yang menyerupai pisau.

4. Lorah yaitu pisau yang berfungsi selain untuk keperluan rumah tangga, juga

dapat digambarkan sebagai senjata dalam melawan musuh.

5. Pedang Temor adalah sejenis pedang yang dibuat dari kayu nibong, Senjata ini

dipakai untuk melumpuhkan musuh yang tidak mempan terhadap besi (orang

kebal).

6. Tikon Lapan Sagi adalah senjata tradisional yang berasal dari kayu yang dibuat

sedemikian rupa, sehingga bersegi delapan. Pada umumnya terbuat dari kayu

setur, kayu selon dan kayu temor/nibong. Senjata ini dimiliki oleh perorangan

maupun kelompok.

7. Tikon Ruih Tuini adalah senjata yang terbuat dari kayu yang berduri dan yang

awet. Pada umumnya dibuat dari kayu yang banyak durinya.

8. Pating Berpucuk adalah senjata yang terbuat dari tusuk konde atau digunakan

selain sebagai senjata juga sebagai tusuk konde. Jika seorang wanita diserang

lawan/musuhnya, maka untuk melawan lawan musuhnya tersebut, wanita

tersebut akan menggunakan tusuk sanggulnya. Pada umumnya tusuk sanggul

atau Pating Berpucuk ini dibuat dari tembaga.

9. Leming Kapak adalah sejenis lembing yang pada masyarakat Gayo disebut

dengan Kunyur atau lembing yang gagangnya dari Mano (rotan besar). Panjang

keseluruhannya sekitar 2 meter. Ada juga gagang yang terbuat kayu yang diraut

sedemikian rupa. Matanya terbuat dari besi yang cukup tajam dengan ujung

yang sangat lancip. Panjang mata itu sekitar 30 cm atau 35 cm. Jenis senjata ini

pada umumnya digunakan untuk menombak atau mengejar babi dan gajah.

Universitas Sumatera Utara 10. Ali-ali adalah sejenis senjata yang terbuat dari tali kriting (yang berasal dari

kulit kayu sejenis rami) dan juga kulit kambing. Senjata ini dipegang pada

tangan dengan menggunakan anak pelempar dari batu sebesar genggaman dan

kemudian dilemparkan pada musuh. (Rusli Sufi, 1987:36-39).

Semua uraian tentang kebudayaan suku Gayo di nanggroe Aceh Darussalam seperti di atas, adalah menjadi dasar utama bagi keberadaan dan perkembangan kesenian saman di kawasan ini. Saman sangat khas memiliki identitas budaya Gayo,

Aceh, Dunia Melayu, dan Dunia Islam. Kesemua unsur ini diadun dalam kesenian saman yang mengandung nilai-nilai budaya dan filsafat tersendiri.

Universitas Sumatera Utara BAB III

SEJARAH SAMAN DAN DESKRIPSI TARI SAMAN

3.1. Asal Usul dan Arti Saman

Sepanjang penelitian yang dapat dihimpun dari berbagai sumber tertulis maupun sumber informan budayawan yang berdomisili di daerah Blangkejeren, maupun di luar daerah tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata saman berasal dari nama seorang ulama yang mengembangkan agama Islam di daerah tersebut yang bernama syekh saman. Ia memanfaatkan media kesenian dari permainan rakyat setempat sebagai sarana menanamkan akidah dan syariat Islam dalam bentuk dan versi lain, dari media dakwah yang biasa.

Banyak orang dan para pengkaji seni tidak tahu apa beda antara saman dengan seudati yang merujuk kepada genre kesenian yang sama. Namun jika diperhatikan secara seksama ada perbedaan tipis antara dua istilah itu. Saman merujuk kepada seni yang dikembangkan oleh syekh saman, sedangkan seudatai maknanya merujuk kepada jumlah penari. Dalam kaitan ini yang dimaksud adalah tari seudati, yang beranggotakan penari delapan orang penari. Bahkan di beberapa tempat kata saman untuk maksud seudati lebih populer. Orang yang melakukan tari ini disebut meusaman.

Seperti halnya asal nama tari ini, dalam hal menyusuri asal tari saman, juga menemukan kesulitan. Berdasarkan sumber tertulis yang jumlahnya juga sangat terbatas dan informasi dari beberapa informan, diungkapkan bahwa asal usul tari saman berasal dari suatu jenis permainan rakyat yang bernama pok-ane, yakni sejenis permainan yang mengandalkan tepuk tangan ke paha sambil benyanyi. Ucapan kalimat

Universitas Sumatera Utara tauhid La illaha illalahu diucapkan dengan khidmad, dengan meletakkan tangan di atas paha, maupun menempel pada dada, secara berangsur ditambah unsur gerak kepala

(meratip), dari badan, dengan tempo berangsur cepat sehingga mencapai tempo yang tinggi. Hal ini, terlihat pada awal penampilan tari saman. Penari duduk berlutut tertib dan hidmad, dengan ucapan mmm – la illala ahuo- adalah pengausan dari dua kalimah syahadat.

Kalau dilihat dari segi kesejarahan saman, dalam arti kata semenjak kapan tari saman lahir di Aceh? Atau lebih luasnya di daerah asal tari saman, yaitu Blangkejeren

(Gayo Lues) peneliti tidak menemukan data terpercaya, sumber tertulis berupa makalah

(tulisan Aman Budi), secara sama menyamakan tari saman dengan tari tradisional lainnya yang ditarikan dalam posisi duduk seperti ratib meusekat di Aceh Barat, tari meusekat di Aceh Tenggara, tari di Aceh Besar, ratoh duek (tari duduk), yang kelahirannya erat terkait dengan masuk dan berkembangnya agama Islam. Tetapi yang sukar diketahui adalah, kapan Agama Islam berkembang di Blangkejeren (asal tari saman). Sebagai daerah pedalaman diperkirakan Islam berkembang di

Blangkejeren adalah setelah kerajaan Islam pertama di Aceh, Kerajaan Samudra Pasai

(Aceh Utara) menyebar ke seluruh wilayah Aceh.

Tari saman sudah ada di Aceh sebelum datangnya penjajahan (sebelum

Merdeka) dengan tahunnya lebih kurang 97 tahun. Tari saman berasal dari suku Gayo yang berdiam di Aceh Tengah, Suku Alas di Aceh Tenggara (Blang Kejeren), dan Aceh timur. Tarian ini berkembang hingga ke Kabupaten Nagan Raya (Yusnidar, 1999: 97).

Tari saman berasal dari nama seorang Ulama, yang bernama syekh saman.

Syekh saman memanfaatkan tarian ini sebagai sarana untuk menanamkan tauhid dan

Universitas Sumatera Utara hal-hal yang berhubungan dengan ketakwaan kepada Allah SWT.Versi lain, kata saman berasal dari bahasa Arab, yang berarti delapan (Yusmidar,1999:96 ). Tari saman dimainkan oleh penari laki-laki yang berjumlah tige belas orang sampai lima belas orang penari. Tari saman termasuk kesenian ratoh duek, karena ditarikan dalam posisi duduk dan penarinya harus berjumlah ganjil.

Tari saman lazimnya ditampilkan dalam bentuk satu grup, dua grup atau lebih.

Tari saman dalam bentuk dua grup atau lebih biasanya ditampilkan pada upacara- upacara peringatan hari-hari besar atau bersejarah pada tingkat kecamatan atau kabupaten. Tari saman dalam bentuk satu grup biasanya ditampilkan pada upacara adat perkawinan Sunat Rasul, dan acara-acara hiburan lainnya. Tari saman yang ditampilkan dalam bentuk satu grup (tanpa lawan) sering digelar di wilayah asalnya, maupun di luar negeri, salah satunya dinegara Amerika tahun 1990 dan tahun1991

(Kesuma, 1991-1992:8).

Tari saman masuk ke daerah Nanggroe Aceh Darusalam dibawakan oleh Syekh

Abdurrauf Assingkili yang dikenal dengan nama Syiah Kuala. Beliau membawakan tari saman melalui dakwah yang diperkenalkan pertama sekali pada masyarakat di desa

Alue Siron. Setelah beberapa tahun kemudian, tari saman dikembangkan lagi oleh penerusnya yaitu, Tengku syekh Habib Syap dan Tengku Syekh Wahab di desa Alue

Siron. Lalu tari saman menyebar ke desa-desa lainnya di sejumlah kecamatan yang ada di Kecamatan daerah Blangkejeren, yang dikembangkan oleh beberapa syekh, di antaranya Tengku Syekh Tuwi Labu, Tengku Syekh Baransah, Tengku Syekh Kali Cut, dan Tengku Syekh Gambang, Tengku Syekh Wahab dengan umurnya yang sudah mencapai 111 tahun ).

Universitas Sumatera Utara Setiap anggota penari saman umumnya dulu rata-rata bisa mengaji dan menjadi

Tengku. Dalam hal ini tengku juga ulama, artinya orang alim yang menguasai ilmu khususnya pengetahuan tentang ilmu agama Islam. Dengan demikian istilah Tengku adalah suatu institusi lembaga yang di dalamnnya terdiri atas beberapa tingkatan sesuai dengan tingkat kealiman yqang dimilikinya. Oleh karena itu saman termasuk seni tari yang bernafaskan Islam.

Namun pemain atau anggota penari saman di daerah Nanggro Aceh

Darusssalam sekarang bukan lagi para tengku. Tari saman sekarang ini sudah dimainkan oleh anak-anak muda remaja atau anak-anak pelajar, bahkan sudah menjadi bahan pembelajaran kesenian di sekolah-sekolah. Begitu juga dengan syair lagu tari saman, sekarang syairnya sudah banyak mengisahkan tentang negara dan tentang hiburan rakyat. Berbeda dengan tari saman zaman dahulu yang syairnya banyak mengisahkan tentang keagamaan, karena pada masa dahulu orang-orang lebih mendalami tentang agama, sedangkan masalah budaya kurang diperhatikan.

3.2 Keberadaan Tari Saman di Aceh

Tari saman adalah tari rakyat yang berkembang pada masyarakat suku Gayo, yakni salah satu etnik yang terdapat pada wilayah daerah Aceh. Etnik Gayo mendiami beberapa wilayah daerah di Aceh, seperti wilayah daerah Kabupaten Aceh Tenggara, khususnya daerah Blangkejeren, yang lazim disebut Gayo Lues, Kabupaten Aceh

Timur, khusus Kecamatan Lokop, yang lazim disebut Gayo Lut, akan tetapi tari saman lebih merakyat dan berkembang di kabupaten Aceh Tenggara, pada etnik Gayo Lues di

Blang kejeren.

Universitas Sumatera Utara Tari saman dapat digolongkan kedalam jenis tari hiburan, untuk merayakan suatu upacara yang bersifat keramaian. Biasanya tari saman diadakan pada acara

Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, perayaan Hari Raya Idul Fitri (halal bilhalal),

Hari Raya Idul Adha dan perayaan pesta perkawinan, sunatan Rosul, atau penambalan nama anak, menyambut tamu kenegaraan, pejabat daerah, menteri, bahkan presiden.

Selain perayaan di atas, sering juga tari saman di pertunjukan pada saat selepas panen padi, sebagai ungkapan kegembiaraan pada saat hasil panen berlimpah, sesuai dengan harapan penduduk desa, maka desa tersebut akan mengundang grup dari desa atau kampung lain untuk menari saman bersama-sama.

Hampir di tiap desa dan kampung yang ada di wilayah Blangkejeren kita jumpai tari saman, seperti yang penulis dapati pada desa, Blang Bengkik, Senubung Jaya, dan

Kampung Jawa Blangkejeren. Tari saman telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Gayo Lues, khususnya di desa Blang Bengkik dan Desa

Kampung Jawa. Di kedua desa ini tari saman sudah sangat menyatu dengan penduduknya di sana, khususnya para remaja dan kaum lelaki di daerah tersebut.

Hampir rata-rata remaja pria dan lelaki dewasa di sana dapat menarikan dasar tari saman. Sehingga tari saman di sana, mereka anggap hanya sebagai permainan gerak saja.

Penampilan tari saman di daerah tersebut pada lazimnya dalam bentuk jalu

(bertanding) antara dua grup atau lebih dari desa atau kampung yang berlainan, yang berlangsung sehari semalam, bahkan kadang bisa dalam beberapa hari dan beberapa malam. Selain dalam bentuk jalu, tari saman dapat juga ditampilkan dalam bentuk tunggal (tanpa lawan). Bagi masyarakat luas, selain masyarakat etnik Gayo, bahkan

Universitas Sumatera Utara bentuk tunggal ini lebih dikenal karena bentuk pertunjukan biasa, yang sering digelar di luar wilayah asalnya, seperti pergelaran di ibu kota, acara negara, bahkan saat ini, tari saman juga sudah diundang pertunjukan ke luar negeri (Amerika Serikat, KIAS tahun

1990 dan tahun 1991) dan beberapa tahun belakangan ini.

3.3 Penggunaan dan Fungsi Saman

3.3.1 Pengertian Penggunaan dan Fungsi Saman

Menurut Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan, terjadi karena mula-mula manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk tahu.

Namun banyak pula aktivitas kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu. Dengan pandangan ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.55

Sejalan dengan pendapat Malinowski, saman di Aceh timbul dan berkembang karena diperlukan untuk memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat

55Lihat Koentjaraningrat (ed.) Sejarah Teori Antropologi I (1987:171). Abstraksi tentang fungssi yang ditawarkan oleh Malinowski berkaitan erat dengan usaha kajian etnografi dalam antropologi. Pemikiran Malinowski mengenai syarat-syarat metode etnografi berintegrasi secara fungsional yang dikembangkan dalam kuliah-kuliahnya tentang metode-metode penyelidikan lapangan dalam masa penulisan buku etnografi mengenai kebudayaan masyarakat Trobiands, selanjutnya menyebabkan bahwa konsepnya mengenai fungsi sosial dari adat, tingkah laku manusia, dan institusi- institusi sosial menjadi mantap (Koentjaraningrat, 1987:67).

Universitas Sumatera Utara Gayo pada umumnya. Seni saman timbul, karena masyarakat ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap keindahan. Namun lebih jauh daripada itu, akan disertai dengan fungsi-fungsi lainnya, seperti integrasi masyarakat, hiburan, kontinuitas budaya dan lainnya.

Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus, sedangkan individu- individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian, Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang diuraikannya berikut ini.

By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a particular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).

Selaras dengan pandangan Radcliffe-Brown, saman boleh dianggap sebagai bahagian dari struktur sosial masyarakat Gayo. Seni pertunjukan saman adalah salah satu bahagian aktivitas yang dapat menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada masanya akan berfungsi bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, yaitu masyarakat Gayo. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatar belakangi oleh

Universitas Sumatera Utara berbagai kondisi sosial dan budaya dalam masyarakat Gayo, misalnya lingkungan yang heterogen budaya Aceh, jati diri dan kumpulan etnik Gayo, dan masalah-masalah lainnya.

Soedarsono yang melihat fungsi seni, terutama dari hubungan praktis dan integratifnya, mereduksi tiga fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) untuk kepentingan sosial atau sarana upacara; (2) sebagai ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri, dan (3) sebagai penyajian estetika (1995). Selaras dengan pendapat Soedarsono saman dalam kebudayaan Gayo mempunyai fungsi sosial, ungkapan perasaan pribadi yang dapat menghibur diri, dan penyajian estetika.

Kemudian dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurut

Merriam bagi para pengkaji fungsi seni dalam masyarakat, adalah penting untuk membedakan pengertian penggunaan dan fungsi. Para pakar etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai bahagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized

Universitas Sumatera Utara ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berdasarkan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bahagiannya. Penggunaan bisa atau tidak boleh menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seseorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu boleh dianalisis sebagai perwujudan dari konstinuitas dan kesinambungan keturunan manusia [yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, kawin dan berumah tangga, dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia]. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut berhubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual, dan kegiatan- kegiatan upacara. “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, sejalan dengan pendapat Merriam, maka menurut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

Universitas Sumatera Utara Berkaitan dengan guna dan fungsi saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo di Nanggroe Aceh Darussalam, mencakup berbagai aktivitas sosial budaya. Lihat uraian berikut ini.

3.3.2 Penggunaan Tari Saman

Penggunaan tari saman dalam kebudayaan masyarakat Gayo di Aceh mencakup berbagai aktivitas, seperti: dakwah dan syiar Islam, untuk mengiringi upacara-upacara tradisional Gayo, untuk festival-festival budaya Gayo dan Aceh, untuk mengiringi acara-acara peresmian, untuk kepentingan pariwisata, memeriahkan Hari Raya Idul

Fitri, Hari Raya Idul Idha, perkawinan, sunatan Rasul, kekahan (akikah) anak, perayaan hari-hari besar Islam, menyambut tamu-tamu negara atau tamu penting daerah, dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyemarakkan kegiatan acara tersebut.

Menurut beberapa narasumber yang didapat, tari saman digunakan sebagai media dakwah untuk pengembangan dan pendalaman ajaran agama Islam, media peraturan adat istiadat, yang perlu diketahui dan dipatuhi oleh masyarakatnya, sebagai bagian dari tata pergaulan kehidupan masyarakat. Karena itu pada awalnya, latihan tari saman diadakan di kolong meunasah56, yakni tempat beribadah masyarakat Aceh yang berada di kampung-kampung atau desa-desa di Aceh, dengan demikian mereka melakukan latihan tari Saman pada saat setelah mereka selesai melakukan sholat ataupun sebelum mereka melakukan shalat.

56Meunasah.Sejenis Mesjid kecil yang dibuat dari kayu.(Berpanggung) yang biasanya terdapat di kampung-kampung dan di desa-desa, khususnya di daerah Aceh.

Universitas Sumatera Utara Penggunaan saman di Blang Kejeren Aceh mencakup berbagai aktivitas, seperti: memeriahkan suasana pesta nikah kawin, memeriahkan suasana pesta khitanan, akikah, menabalkan nama anak, perayaan Idul Fitri, perayaan Idul Adha, festival- festival budaya, dan lain-lain.

3.3.2.1 Upacara Pesta Kawin

Pada masyarakat Gayo ada tiga bentuk perkawinan yaitu, anggo atau juelen, kawin ungkap dan kawin kuso kuni. Dalam perkawinan anggo atau juelen pihak suami seakan-akan membeli wanita yang bakal akan menjadi istrinya, maka si istri dianggap masuk kedalam belah suaminya. Oleh karena itu anak-anaknya akan mengenal prinsip patrilineal, karena ia dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu bentuk ungkap nasap dan bentuk ungkap sentaran. Bentuk ungkap nasap adalah suami masuk kedalam belah keluarga istri, dan jika keluarga istri tidak ada keturunan laki-laki. Maka menantu laki- laki disebut dengan menurip-nurip peunanaum mate (memelihara semasa hidup dan menguburkan waktu mertua mati). Oleh karena itu anak-anaknya seakan-akan menganut matrilineal karena ikut belah ibunya. Sedangkan bentuk perkawinan sentarau, suami dalam jangka waktu tertentu menetap dalam belah istrinya sesuai dengan perjanjian pada saat dilakukan penunangan. Keadaan ini berlangsung selama suami belum melunasi semua persyaratan seperti mas kawin. Status anak dalam perkawinan ini tetap menganut prinsip keturunan matrilineal.

Bentuk perkawinan yang ketiga adalah bentuk perkawinan kuso-kuni (kesana kemari). Bentuk perkawinan ini seperti memberikan kebebasan kepada suami istri untuk memilih tempat menetap, ke belah suami atau ke belah istri. Bentuk perkawinan inilah yang paling banyak terjadi pada saat ini. Hal ini sering di lakukan oleh

Universitas Sumatera Utara masyarakat Gayo, karena perkawinan tersebut memberikan kebebasan untuk memilih tempat menetap.

Sehubungan dengan mata pencaharian penduduk Gayo yang bercocok tanam di sawah, ladang, dan kebun, mereka juga mempunyai tradisi sebagai warisan kepercayaan yang mereka lakukan secara turun temurun, yaitu upacara agar panen berhasil, mendapat banyak hujan dan menangkis bahaya yang mengancam mereka, melakukan upacara kenduri uluh ni wih, kenduri kanji (pada saat berumur satu sampai dua bulan). Dalam masyarakat Gayo kenduri ini di lakukan pada saat jika datangnya serangan, misalnya hama tikus, yang dipimpin oleh Kejuruen Belang.

Dalam menggarap sawah, ladang dan kebun sebagian mereka masih menggunakan cara tradisional yaitu menggunakan binatang (kuda dan kerbau) sebagai alat untuk membajak tanah. Membajak tanah ini biasanya di lakukan oleh keluarga baik ayah, ibu dan anak-anak dan kadangkala di lakukan dengan cara bergotong royong antara penduduk desa (meujelbang). Mereka juga saling bantu membantu menanami sawah ladang mereka secara bergantian (manomang) dan bersama-sama pula berganti- ganti kerja dari sawah ladang yang satu ke sawah ladang yang lain. Untuk memetik hasil mereka (menuling). Disini selain terlihat sikap tolong menolong ini, terlihat ketika suatu keluarga hendak mengadakan pesta perkawinan, masyarakat secara sukarela akan membantu pelaksanaan pesta tersebut hingga selesai, gotong royong ini dalam masyarakat Gayo disebut dengan mengerji .

Dalam kebudayaan masyarakat Gayo, pernikahan merupakan kegiatan yang bersifat keagamaan dan adat sekaligus. Pernikahan secara konseptual, adalah penyatuan jasmani dan rohani antara lelaki dan perempuan yang diabsahkan sama ada

Universitas Sumatera Utara oleh agama maupun norma-norma sosial. Dalam kebudayaan masyarakat Gayo Aceh

Darussalam pada upacara nikah kawin ini terdapat beberapa tahapan kegiatan: peminangan, menyorong tanda, kenduri, pernikahan menurut agama, berinai, peresmian secara adat, dan menghantar pengantin lelaki bersanding.

Penggunaan seni saman dalam upacara pernikahan adalah pada saat kedua mempelai duduk di atas pelaminan. Biasanya disertai dengan dipertunjukan seni barzanji, marhaban, rateeb, dan nasyid.

3.3.2.2 Upacara Pesta Khitan (Sunat Rasul)

Acara berkhitan (sunat Rasul) merupakan salah satu aktivitas dalam peradaban

Islam. Berdasarkan hukum Islam, berkhitan adalah wajib ‘ain—wajib dilakukan oleh setiap individu muslim, sesuai ajaran Nabi Muhammad. Usia untuk berkhitan tidak ada ketentuannya, tetapi biasanya untuk anak perempuan dilakukan setelah berusia lebih setahun, anak lelaki lebih dari tujuh tahun menjelang akil baligh (usia remaja).

Biasanya pada saat anak dikhitan, disertai acara yang berhubungan dengan adat-istiadat, yaitu kenduri Peusijuk sebagai rasa syukur dan mohon keselamatan kepada Allah. Dalam budaya Aceh, acara khitanan ini dilaksanakan menurut hari baik dan bulan baik, biasanya Sya’ban, Syawal, Zulhijjah atau Zulkaidah. Sesuai dengan penanggalan Islam, berdasarkan pada siklus tahun qamariah (siklus bulan mengedari bumi),57 dimulai dari tahun awal kali Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah

(migrasi sementara) dari Mekah ke Medinah.

57Di dunia ini ada pelbagai sistem kalender yang digunakan oleh manusia. Ada yang mengikut sistem bumi mengedari matahari seeperti kalender Masehi. Ada pula yang mengikut bulan mengelilingi bumi seperti kalender Islam dan Jawa. Ada juga kalender-kalender lain seperti China, Thailand, Batak Toba, Karo, Simalungun dan lainnya.

Universitas Sumatera Utara Acara khitan untuk anak lelaki biasanya dilangsungkan dengan meriah. Sehari sebelum anak dikhitan, ia diarak keliling kampung, didandani seperti layaknya seorang pengantin, dan ditepung tawari, yaitu aktivitas memercikkan air peusijuk58 ke tubuh yang dituju agar selamat. Anak ini ditandu di atas balai-balai (tandu yang dihias) atau kursi yang dihias. Pada saat prosesi biasanya dipersembahkan seni silat dan hadrah yang secara konseptual dianggap sebagai pembuka jalan iring-iringan tersebut.

Pada hari yang ditentukan, anak tersebut dikhitan. Setelah selesai dikhitan ditidurkan di sebuah ranjang. Beberapa masa kemudian, didudukkan di pelaminan. Di depan pelaminan disediakan nasi balai (ketan kuning yang telah dimasak, ayam panggang dan telur rebus, yang ditempatkan pada kotak-kotak bertingkat). Saat anak didudukkan di pelaminan inilah biasanya dipersembahkan berbagai-bagai kesenian

Aceh seperti hadrah, silat, nasyid, rateeb, saman dan lain-lainnya. Kesenian hadrah dan nasyid dianggap sebagai bahagian dari seni Islam. Manakala seni silat pula dipandang sebagai ketangkasan laskar Aceh dalam melindungi orang-orang yang perlu dilindunginya. Dengan demikian, seni pertunjukan Aceh tetap dilakukan dalam aktivitas khitanan ini.

3.3.2.3 Upacara Menabalkan Nama Anak

58Air peusijuk adalah air yang dicampur dengan ramuan-ramuan berupa irisan-irisan kecil daun silinjuhang (kalinjuhang), sepenuh, sedingin, beras dan kunyit. Secara adat, ramuan rinjisan ini dipercayai mengandung kekuatan gaib. Akan mendatangkan keberuntungan bagi mereka yang di peusijuk (diperciki) dalam sebuah upacara. Setiap upacara dalam budaya Acehselalu ada bagian yang disebut tepung tawar, yaitu salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memberi semangat, “obat,” atau menghormati seseorang—seperti akan menunaikan ibadah haji, menabalkan anak, menyambut seorang yang baru kembali yang selama ini dianggap hilang, khitanan, pernikahan dan sejenisnya. Ramuan peusijuk ini biasanya dipergunakan dalam acara tepung tawar tersebut. Dalam konteks Aceh dan Sumatera Utara sekarang, acara tepung tawar dilakukan tidak hanya pada acara ritual masyarakat Aceh, tetapi sudah meluas sampai ke berbagai-bagai upacara tradisional etnik Jawa, Sunda, Mandailing- Angkola, Aceh, Pesisir dan Banjar.

Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan ajaran Islam, seorang anak yang dilahirkan wajib bagi orang tua yang mampu untuk mengakikahkan dan menabalkan nama. Akikah ini adalah merupakan sedekah kepada sesama umat, dengan cara memotong kambing. Untuk anak laki-laki diqurbankan dua ekor kambing dan untuk anak perempuan diqurbankan seekor kambing. Kambing yang diqurbankan juga dipilih yang berkualitas baik dan memenuhi syarat. Adapun harganya pada saat penelitian ini dilakukan berkisar antara tujuh ratus ribu sampai dua juta rupiah per ekornya. Sesudah dipotong, daging kambing dimasak dan kemudian dilakukan kenduri menjemput masyarakat sekitar untuk menikmatinya.

Dalam budaya Gayo upacara mengakekahkan anak ini sekaligus juga disertai dengan upacara pemberian nama atau menabalkan nama dan kadang juga diiringi upacara turun tanah. Upacara menabalkan nama adalah memberikan nama yang baik kepada anak, sedangkan upacara turun tanah adalah menjejakkan anak ke tanah sebagai awal dari ia hidup dunia ini, yang nantinya akan mandiri dengan takdirnya menjadi manusia dengan pekerjaan tertentu di dunia ini.

Adapun dalam ajaran Islam dan Gayo, anak mestilah diberi nama mengikut nama-nama yang baik. Karena bagaimanapun nama yang baik akan menimbulkan motivasi yang kuat untuk ia menjadi manusia yang baik. Dalam budaya Gayo, nama- nama itu biasanya mengikut tradisi Gayo dan juga Islam. Sementara itu, upacara turun tanah adalah suatu simbol bahawa anak itu kelak harus mandiri dengan bekerja sesuai di bidangnya. Adapun perlengkapan yang digunakan adalah kelapa, uang logam, gula- gula dan tumpukan tanah.

Universitas Sumatera Utara Prosesnya adalah pertama dibacakan do’a oleh alim ulama, kemudian anak kakinya dipijakkan ke tanah, diajari melangkah. Lantas setelah itu uang logam dan gula-gula diperebutkan kepada anak-anak lain yang hadir. Mengekspresikan kegembiraan dan rasa syukur kepada Allah. Pada saat menabalkan anak ini selalu pula dipergunakan tari dan musik Gayo serta marhaban dan barzanji.

3.3.3.4 Upacara Melepas dan Menyambut Haji

Dalam kebudayaan Gayo di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, setiap orang yang hendak menunaikan haji selalu ditepung-tawari atau peusijuk. Di rumah calon haji tersebut dilakukan upacara melepas keberangkatan hajinya. Calon haji ini biasanya mengundang teman-teman dan sanak saudara serta tetangga dekat untuk upacara tersebut. Para undangan yang hadir ini biasanya menggunakan busana tradisi

Gayo lengkap dengan songket. Namun calon haji umumnya tidak menggunakan pakaian busana Gayo, merreka memakai pakaian haji yang serba putih.

Adapun acara utamanya selain peusijuk adalah berupa doa selamat selama melakukan ibadah haji yang dipimpin oleh seorang ulama. Selain itu persembahan barzanji dan marhaban tak lupa dilakukan oleh para seniman Islam. Kemudian di hujung acara para hadirin dipersilahkan untuk menepung tawari calon haji tersebut, satu per-satu hingga selesai. Biasanya selepas itu para hadirin dipersilahkan untuk memakan makanan yang telah disediakan oleh tuan rumah, termasuk membawa pulang pulut kuning yang diberi inti kelapa dan telur rebus.

Setelah calon haji pulang dari Tanah Suci, upacara yang sama juga dilakukan kepada haji tersebut, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, karena telah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya sehingga ia selamat selama menunaikan ibadah

Universitas Sumatera Utara haji di Tanah Suci Makkah Al-Mukarramah. Ibadah haji ini dilakukan pada bulan

Zulhijjah.

Di Nanggroe Aceh Darussalam dalam konteks ibadah haji ini, biasanya sebelum melaksanakannya dilakukan manasik haji, yaitu aktivitas latihan ibadah haji. Manasik haji ini dilakukan oleh pengurus ibadah haji, yang biasanya dipusatkan di tempat asrama haji di Kota Medan awalnya kini di Kutatraja atau banda Aceh. Para calon jemaah haji ini sebelum berangkat mengikuti kelompok terbang (kloter) biasanya diinapkan di Asrama Haji, dengan berbagai-bagai fasilitas penginapan seperti kamar, makan, minum dan lainnya.

Tidak jarang pula setiap kelompok terbang melakukan upacara tepung tawar atau peusijuk, agar para jamaah haji dalam kelompok itu diselamatkan Allah dan dikaruniai haji yang mabrur sebagaimana yang dicita-citakan oleh mereka bersama.

Kemudian pada masanya mereka terbang dengan pesawat terbang yang telah disediakan oleh pemerintah Indonesia, dan sesampainya di Tanah Suci mereka melakukan ibadah haji. Kesenian yang dipergunakan saat menghantar calon dan menyambut haji adalah marhaban dan barzanji kadang juga tari saman. Kesenian ini secara tekstual memakai kata-kata dalam Kitab Al-Barzanji.

3.3.2.5 Upacara Membuka dan Menutup Musabaqah Tilawatil Qur’An

Selain itu, kesenian juga ditampilkan pada acara membuka dan menutup acara musabaqah tilawatuil Quran (MTQ). Di Indonesia, aktiviti musabaqah tilawatil

Quran diselenggarakan secara formal di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi dan nasional—kadang juga dikirim untuk tingkat internasional.

Universitas Sumatera Utara Di Nanggroe Aceh Darussalam, musabaqah tilawatil Quran dilakukan di peringkat kecamatan. Aktivitas ini dilakukan setiap dua atau tiga tahun sekali.

Kemudian pula di tingkat kabupaten dilakukan pula sekali tiga tahun. Biasanya aktivitas ini dilakukan secara meriah diikuti oleh para kontingen kecamatan. Begitu pula di tingkat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilakukan selama dua atau tiga tahun sekali.

Untuk tingkat kecamatan, kabupaten, dan provinsi, biasanya dipilih para qari dan qariah dalam berbagai klasifikasi, seperti juara satu, dua, tiga, harapan satu dan dua, untuk kategori qari dan qariah dewasa, qari dan qariah anak-anak, qari dan qariah tunanetra, hafiz Quran, dan lainnya. Kemudian secara kewilayahan ditentukan wilayah mana yang juara umum.

Dalam konteks ini, kesenian yang umum dipergunakan dalam mengiringi upacara tersebut biasanya adalah seni hadrah, nasyid, barzanji atau marhaban.

Umumnya kesenian ini digunakan sebagai menyelingi para qari dan qariah yang membaca Al-Quran. Kesenian tersebut dianggap sebagai aktivitas masyarakat Islam di kawasan ini, yang intinya juga adalah ibadah kepada Allah.

3.3.2.6 Upacara Khatam Al-Qur’an

Dalam kebudayaan Aceh, aktivitas membaca Al-Qur’an adalah hukumnya wajib ke setiap orang Aceh (dan Gayo) Islam. Di kampung-kampung masyarakat Gayo secara tradisional setiap anak dimasukkan orang tuanya mengaji kepada guru mengaji

Al-Qur’an yang belajar secara tradisional. Aktivitas mengaji ini biasanya dilakukan pada malam hari selepas shalat Maghrib atau Isya’ sampai selesai. Mereka pada saat

Universitas Sumatera Utara awal mengaji kitab Juz Ama’ atau disebut juga dengan alif-alif. Penyebutan alif-alif ini karena dalam Kitab Juz Ama’ yang pertama kali adalah mengaji huruf alif, seperti alif date a, alif bawa i, alif depan u, dibaca a,i, u.

Sesudah khatam Juz Ama’ ini seorang murid melanjutkannya mengaji Al-

Qur’an yang terdiri daripada 30 juz dan 6,666 ayat itu. Setelah selesai mengaji Al-

Qur’an ini yang umumnya memakan masa tahunan, maka dianggaplah ia khatam.

Untuk menandakan khatam Al-Qur’an ini biasanya di setiap makhtab Al-Qur’an diadakan upacara khatam Al-Qur’an, yang terdiri dari beberapa orang murid.

Orang tua murid yang khatam oleh guru mengaji dianjurkan untuk membuat nasi balai, bagi upacara khatam Al-Qur’an. Seluruh murid dan hadirin biasanya menggunakan pakaian muslim dalam upacara ini, termasuk kedua orang tua murid atau hadirin yang lain misalnya sanak keluarga.

Mereka datang ke rumah guru ngaji, yang kemudian membuka acara ini dengan pidato, yang temanya adalah tentang apa yang akan dilakukan ini adalah rahmat Allah bagi para murid di perguruan ini. Kemudian setiap murid yang telah khatam Al-Qur’an tadi diperkenankan membaca ayat-ayat Al-Qur’an seperti yang diminta oleh guru ngaji, secara bergantian. Para hadirin akan mendengarkan pembacaan Al-Qur’an ini, dan setelah selesai guru ngaji membacakan doa, yang intinya adalah bersyukur kepada

Allah, dan semoga mengamalkan isi Al-Qur’an yang telah dikhatamkan oleh para murid ini. Di hujung acara para hadirin dipersilahkan memakan nasi balai yang telah disiapkan itu, dan kemudian lebihnya dibawa pulang ke rumah masing-masing.

Universitas Sumatera Utara Setelah selesai acara khatam Al-Qur’an ini, maka akan diadakan hiburan

nyanyian-nyanyian berunsurkan ajaran Islam seperti nasyid, marhaban, barzanji, saman

dan lainnya yang dinyanyikan sama ada secara perseorangan ataupun bersama-sama.

3.4 Deskripsi Tari Saman

NAMA HIT URAIAN SYAIR MAKNA GERAK/ FOTO

GERAK GERAK POLA LANTAI GERAK

1. Sikap 1X8 Semua penari Assalamualaikum Makna gerak yang Awal sudah berada kami ucapkan… terkandung pada ditengah pentas Pada hadirin gerakan ini adalah, dengan posisi kami semua…. semua penari duduk berlutut, Izinkan kami memohon izin untuk berbanjar/bersyaf, hadir disini…. tampil dihadapan dengan posisi Untuk menghibur para penonton tangan diletakkan kita disini……. dengan rendah hati diantara kedua dan hati iklhas, paha dan sikap mereka akan nenutup kedua menunjukan keahlian telapak tangan mereka menari bukan seperti memberi untuk kesombongan, salam. Penari tetapi hanya untuk berkonsentrasi sekedar menghibur menunggu aba-aba para penonoton dan yang dilakukan menyampaikan oleh Syek saman, pesan-pesan saat itu Syek keagamaan kepada saman akan semua penonton, dan memulai terimalah salam nyanyiannya hormat kami, sambil dengan cara menunduk dan perlahan-lahan dan meletakkan topi dengan suara yang mereka dihadapan lembut, Syek akan mereka. memberi salam ●●●●●●●●●●●●●●●● pembuka kepada penonoton yang menyaksikan pertunjukan saman tersebut.

2. Shalawat 2X8 Penari yang ganjil Allah-Allah Makna dari gerakan duduk mendangak, wamole… Regnum ini apabila sedangkan penari Bungong padeee kita kaji adalah yang genap dengon –dengon penyerahan diri menunduk dengan bi see dengon kepada Allah SWT, membuat gerakan bismilah Allah konsentrasi penuh yang sama lon-Allah lon dan penyamaan vokal menepuk tangan puphon ratep di yang serempak.

Universitas Sumatera Utara 2X kekanan dan kamoe-dikamoe Selesai Rengum, 2X kekiri. Penari katreep… secara langsung yang duduk Hantom bihuntom memasuki saleum, mendangak keatas bi hantom biasa dengan ucapan menepuk kekanan Assalamualaikum– dan kekiri, salam pertama sedangkan yang kepada penonton menunduk sebagai pembuka menepuk kekiri pertunjukan acara tari dan kekanan saman tersebut, (secara berselang kepada pihak-pihak seling ). Gerakan tertentu yang patut ini dilakukan dihormati dan di secara berselang mohon keizinannya seling/bergantian mereka menari antara penari yang Saman (adab dan duduk lalu etika). Pada babakan menunduk dan saleum, gerak mulai yang menunduk berkembang, gerak lalu duduk, semua tangan, gerak badan, gerakan dilakukan disertai suara secara berulang- nyanyian yang ulang sebanyak dikumandangkan 2X8. pengangkat. Dering, jangin, redet dan saur, silih berganti dalam tempo lambat dan sedang.

●●●●●●●●●●●●●●●●

3. Gerak 1X8 Pada Saleum a.Saleum pertama Makna gerak pada Saleum pertama ini, semua Assalamualaikum gerakan ini adalah, penari duduk po intan buleun penari dan Syekh dalam posisi siap Lon meubri saman memberi seperti sikap awal saleum kewareh salam pembukaan kemudian pada lingkah awal, menghaturkan syair hana cit tuwo Ke bapak-bapak salam hormat kepada teuma oh lheuh geucik saleum penonton, jika nyan yang mulaan seureta diizinkan, mereka diucapkan oleh sajan kewareh akan menampilkan Syahi/Shekh, lalu lingka tari saman tersebut disahut oleh penari Hana cit tuwoe kehadapan penonton. lainnya dengan teuma oh lheuh Dan atas izin Allah gerakan. Semua nyan Keu bandan mereka hadir disini, penari menunduk rakan yang na di diberi keselamatan lalu bangun lua untuk kita semua, perlahan-lahan dapat berkumpul sampai duduk ditempat yang kembali ke posisi berbahagia ini. semula, posisi tangan menutup ●●●●●●●●●●●●●●●●

kedua telapak tangan seperti

memberi salam

ditaruh sejajar

dengan mata

pandangan

ketangan.

Universitas Sumatera Utara 4. b.Saleum 2X8 Pada saleum kedua b. saleum kedua Pesalaman adalah Kedua ini, penari yang Karena saleum bermakna sebagai ganjil menunduk, Nabi kheun Sunat tanda awal mau sedangkan penari Jaro tamumat masuknya lagu pada yang duduk syarat mulia sebuah pertunjukan membuat gerakan saman di kawasan seperti orang yang yang penulis teliti. sedang Kemudian istilah bersalaman. regnum maknanya Tangan kanan secara bersalaman dengan etnomusikologis kawan adalah suara disampingnya, bergumam dari sedangkan tangan seluruh penari. kirinya diletakkan Kemudian istilah didada, yaitu saleum adalah salam penari yang duduk kepada penonton, bersalaman dengan sebagai tanda penari yang dibukanya acara. menunduk Laillahaillalah.Tiada (gerakan ini Tuhan selain Allah. dilakukan secara Kata ini selalu juga bergantian, dari disebut dengan mulai gerakan tahlil, dan merupakan lambat hingga bahagian dari zikir sampai pada (mengingat Allah)

gerakan cepat. dalam ajaran Islam. ●●●●●●●●●●●●●●●●

5. c.Saleum 2X8 Pada gerakan c.Saleum ketiga Makna gerak pada Ketiga saleum ketiga Ranuep kuneng gerakan ini adalah, penari membuat on tawa bak menggambarkan, gelombang selang reudeup ranuep masyara-kat Gayo 3 (ada yang duduk, bara jeut ta ujo terkenal dengan adat ada yang berdiri, cuba istiadatnnya yang dan ada yang beragam, namun menunduk).Pada begitu, kebersamaan gerakan ini penari antar umat beragama saling tetap terjaga, bersalaman,tangan meskipun di tanah kanan bersalaman Gayo banyak terdapat dengan kawan suku lain, namun tangan kiri di dada masyarakat Gayo yaitu penari yang tetap menjalain hidup bersalaman dengan bermasyarat dengan penari yang berdiri suku lain, dan kekiri dan menerima adat kekanan, penari istiadat suku lain di yang duduk tengah-tengah bersalaman dengan masyarakat Gayo itu

penari yang sendiri. menunduk berjabat ●●●●●●●●●●●●●●●●

tangan dengan penari, yang

mnenunduk kekiri

dan kekanan. Pada

gerakan ini penari

membuat gerakan

bergantian atau

bergelombang

yang duduk lalu

Universitas Sumatera Utara berdiri, sedangkan yang berdiri gantian menunduk,yang menunduk gantian duduk, semua gerakan ini dilakukan secara bergantian, dari mulai gerakan lambat hingga pada ke gerakan cepat. Sebanyak 2X8.

6. d.Saleum 2X8 Pada gerakan d.Saleum keempat Makna dari Gerakan Keempat Saleum keempat Seulama geudauk ini adalah, sebagai ini, semua penari nibak teungoh mahluk Tuhan, yang saman tangannya leun Budaya kekerabatannya direntangkan jameun jinoe sangat kental dengan dengan gerak likok kamo ba rukun secara keIslamannya,dimana bergelombang pun kita bertemu, selang tiga (ada umat Islam diseluruh yang duduk, ada Aceh ini, kenal tidak yang berdiri, dan kenal, jika bersisihan ada yang bertemu, tetap menunduk) secara mengucapkan salam bergantian. Pada dan memberikan gerakan ini yang tangan untuk selalu memperhatikan bersalaman kepada gerak gelombang siapa saja yang naik turun, artinya mereka ketemukan penari yang secara bersisihan. menunduk lalu Dan salam juga untuk berdiri, penari junjungan kita yang yang berdiri lalu mulia, Nabi Besar duduk penari yang Muhammad SAW. duduk lalu menunduk, ●●●●●●●●●●●●●●●●

gerakan ini dilakukan secara begantian dan berulang-ulang,

sebanyak 2X8.

7. a.Gerak 4X8 Pada gerakan ini a. Le laot aron Makna gerak pada Kisah Le semua penari meupulo peuraho gerakan ini adalah, Laot membuat gerakan wo dua-dua sebagai manusia, kita tangan kanan Hai rakan lon tidak boleh sombong didorong lurus bakle lalo dan angkuh kepada kedepan sejajar Budaya droe beu siapapun, jadilah diri dada agak serong tajaga sendiri, jangan sebelah kanan.lalu Hum lahele halah sombong dan kedua tangan hele lah hum angkuh pada dibawa ke dada lahele halah siapapun jadilah dengan hitungan 3 Le laot Aron dirimu sendiri, kali ditepuk diatas meupulo peuraho karena sesungguhnya kepala, badan wo dua-dua kita dilahirka di miring kekiri dan Peuduk rapat dunia manusia biasa, kekanan, lalu peumeen jaroe tidak ada yang patut kedua tangan Cit meunoe

Universitas Sumatera Utara dibawa ke dada budayo bangsa disombongkan. lagi, tangan kanan Hum lahele halah ●●●●●●●●●●●●●●●●

diputar kebelakang hele lah hum ● ● ● ● ● ● ● ● ● ● lewat kepala, lahele halah ● ● ● ● ● ● ● ● badan miring Le laot Aron kekanan, meupulo peuraho sedangkan tangan we dua-dua kiri ditekuk sejajar Hai adek dengan dada pada peumeun jaroe hitungan ke 6, Bek tuwoe taboh tangan kiri gaya didorong lurus Hum lahele halah kedepan agak hele lah hum serong ke sebelah lahele halah kiri tangan kanan ditekuk sejajar dada pandangan ke tangan kiri lalu kedua tangan dibawa ke dada pada hitungan ke 8 ditepuk diatas kepala badan miring kekiri lalu dengan hitungan ke 1-2, kedua tangan menepuk dada pada hitungan ke 3-8, lalu kedua tangan diputar diatas kepala pada saat tangan kanan diputar badan miring kekanan , dan pada saat tangan kiri diputar badan miring kekiri, gerakan ini dialakukan dengan cara berulang- ulang secara bergantian. Dari mulai gerakan lambat, sampai dengan gerakan yang cepat, sebanyak 4X8.

8. b. Gerak 6X8 Pada gerakan ini, b.Kisah tiwah Makna gerak pada Kisah semua penari cenanggroe gerakan ini adalah, Tiwah melakukan Tiwah telah dimulainya gerakan tangan ceunanggro bule suatu kehidupan, kanan ditepuk jih puteh keceriaan, dilantai, sedangkan Geulanggang menghadapi hidup tangan kiri sideh Seunangan ini. Kita hidup diletakan didada, Raya Ceunawik dimasyarakat, lalu tangan kiri cintra hukom meskipun kita sedih, menepuk lantai motrasi Pinto teu kita harus bisa tangan kanan gunei dengan bersama-sama didada posisi agama Seb e ube berkumpul, untuk badan menunduk nyangka gaseh membangun desa pada hitungan 3, sayang seb ube kita. Karena

Universitas Sumatera Utara dengan tangan nyangka disekeliling kita ada kanan didirikan Malam kajula kehidupan sosial didepan sejajar cuaca pih ka yang harus kita dada dengan peungeuh jalankan untuk telapak tangan Taboh kenelheh menampakkan masa ditaruh di bawah sab ube nyangka depan dan siku tangan kiri. Tiwah membangun tempat Posisi badan duduk ceunanggro bule tinggal kita agar lagi. Lalu tangan jih puteh ( ya kehidupan kita lebih kanan ditaruh Allah….) maju dari sebelum- diatas paha kiri Geulanggang sebelumnya. dan tangan kiri sideh Seunagan didada lalu tangan Raya ●●●●●●●●●●●●●●●● kanan di letakkan Ceunawik cintra di paha kiri, hukom motrasi dibawa kepaha ( ya Allah….) kanan dan tangan Pinto teu gunci kiri dibawa sedikit dengan agama agak kesamping di Hele hom hallah dada gerakan ini healleh he ya

dilakukan secara Allah bergantian antara Budaya Aceh tangan kanan dan indah han sakri tangan kiri, Bak aneuk tari

gerakan ini dinthe u lua dilakukan Bandum rah sebanyak 4-8 dan saban baceut dak 1x8. Kemudian meu sie

tangan kiri Budaya RI uram menepuk lantai jih sama….( ya lalu kedua tangan Allah....) ditaruh diatas Hele hom hallah

kanan badan, heallah he ya miring ke kanan Allah…. lalu menepuk 2x Kom barang diatas kepala dan impor dan

ditaruh lagi diatas idiolagi bahu kanan Getanyoe gali kemudian diputar dasar Negara diatas kepala 2x Garis-Garis

lalu ditaruh diatas Besar Haluan bahu kiri lagi Negara dengan syair Undang-Undang Pintoe teu gunei, Dasar RI sejak

kedua tangan Merdeka ditepuk 2x diatas Hele hom hallah kepala dan badan heallah he ya miring kekiri lalu Allah

kedua tangan Meukreu dibawa ke dada. seumangat pirak lipat rahmad jeunulang

Ngon tulong talong Tuhan untong badan kasampo rena

E da greut- greut………..

9. c.Kisah 2x8 Pada syair Hele Hodoiyan-doiyan Makna gerak pada Hodoiya hom hallah kedua laen bungong

Universitas Sumatera Utara n tangan ditaruh 1 pade eee gerakan ini adalah, didada 1 dipaha Hodoiyan laheut mereka masih tetap lalu diputar secara cok keunan greut- menggambarkan bergantian dan greut…… keceriaan hari berulang-ulang Lage uronya lah mereka, untuk sebanyak 2x8. e adoe khendak mengajak para Semua penari bak tahan penonton pertunjukan melakukan Kamoe ini untuk ikut gerakan pada syair dendangkan seni bergembira bersama Meukrue piasan budaya mereka sambil seumangat, penari bangsa bertepuk tangan, semua dalam E da greut- meskipun beretepuk posisi biasa seperti greut…………… tangan yang mereka sikap awal ……. lakukan bukan hanya kemudian pada Budaya suku ata bertepuk tangan syair Hodoiyan endahu tanyoe biasa, karena para penari melakukan tingkakan penari menggunakan gerakan tangan Bek na didalam bertepuk tangan kanan dipaha, untong badan dengan tekhnik yang tangan kiri didada budaya lua tinggi, memutar- lalu tangan kiri E u greut- mutar telapak tangan dibawa ke paha greut…………… mereka secara cepat kiri tangan kanan Hai generasi dengan serempak dan didada, kemudian muda-mudi Aceh dengan kecepatan kedua tangan lon saying yang luar biasa, kanan disilang Tanyo tingkatkan diikuti oleh gelengan dipaha kiri badan budaya away ata dan goyangan menunduk lalu pusaka kelenturan tubuh sabliknya kedua E da greut- mereka secara cepat tangan dibawa greut… dan serempak. kepaha kanan disilang seperti ●●●●●●●●●●●●●●●● pada saat dipaha kiri kemudian tangan kanan 1 didada 1 di paha lalu diputar secara bergantian sebanyak 3x kemudian pada syair E da greut- greut…tangan kanan diputar didepan sejajar dada sebanyak 3x tangan kiri ditekuk didepan sejajar dada.

10. Gerak 2x8 Semua penari Gerak Ekstra Makna gerak yang Ekstra meletakkan (tanpa Syair) terkandung disini, gerakan, tangan meskipun rakyat diletakkan dipaha Aceh bertempat dengan menyilang tinggal di beberapa lalu menepuk paha daerah di Aceh ini, 3x kemudian mereka akan tetap kedua tangan menjalin tali seperti mengipas persaudaraan mereka dada sebanyak 3x tetap erat dan terjaga. lalu ditepuk sekali Walaupun berbeda lalu pergelangan tempat, namun visi tangan kanan

Universitas Sumatera Utara diputar didepan dan misi rakyat Aceh didepan sejajar untuk membangun dada tangan kiri daerah Aceh Nangro didada kemudian Darussalam tetap ditepuk sekali lagi sama dan terjalin lalu tangan kiri dengan baik didada lalu tangan silahturahmi tetap kiri didada tangan terjaga. kanan dipaha kanan lalu ditepuk ●●●●●●●●●●●●●●●● 2x kemudian tangan seperti mengipas dada tapi secara bergantian kiri dan kanan sebanyak 3x lalu diletakkan kembali kepaha seperti semula. Gerakan ini dilakukan secara berulang- ulang sebanyak 2x8

11. a.Lanie 2x8 Pada gerakan ini Keutupok guda Makna dari gerakan Keutupo penari yang ganjil keu lakeureutah ini masih k Guala duduk dan penari Tupok beubagah menggambarkan yang duduk dan misie boh lah boh kegembiraan, penari yang genap panta kesenangan karena menunduk dengan Di ek u manyang sudah waktunya kita membuat gerakan, bagoe diladisue bersenang-senang penari yang duduk Rakan lon tan lee dalam menyambut menepuk tangan jino lon maba suatu Hajatan atau kawan dengan Heuk katijan syukuran. tangan kiri dan naten-naten (syukurannya tangan kanan tergantung dengan antara kawan hajatan ketika acara samping kiri dan ini berlangsung), kanan. Sedangkan dahulunya adalah penari yang kegembiaraan menunduk satu menyambut panen tangan menepuk padi yang telah tiba, lantai satu tangan dan sudah saatnya ditekuk sejajar kita berkumpul dan dada secara bersama-sama bergantian. memanen padi secara Gerakan ini bersama-sama, agar dilakukan secara tampak ke akrapan bergantian antara diantara sesama penari yang duduk penduduk. dan penari yang ●●●●●●●●●●●●●●●● menunduk dengan gerakan yang sama, gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2x8.

12. b.Lanie 2x8 Semua penari Heuk katijan Makna yang Heuk membuat gerakan naten-naten- terkandung pada Katijan tangan disilang naten gerakan ini adalah, Naten didada lalu tidak Wamon lahiyah -

Universitas Sumatera Utara menyilang pada lahiyoh – lahiyoh jadilah seorang yang hitungan ke 3. malee elallah berjiwa, diam tapi Kedua tangan heut emas, artinya, kita kedepan, telapak Nangro Aceh memberi sesuatu tangan dibuka lalu tempat lon lahee kepada orang tidak telapak tangan Bak ujong pantee mampu, tidak perlu menghadap ke pulouw Sumatra dengar kata-kata penonton atau Dile baro ken lam sesumbar, tetapi didirikan sejajar jaroe kaphe berikanlah apa yang dada, kemudian Jinoe hanale ingin kau berikan kedua tangan Aceh kajaya (sedekah) tanpa ditaruh di paha orang lain pada hitungan ke mengetahuinya, enam kecuali Tuhan yang menyilang.lalu diatas. Karena Tuhan dibawa ke depan, mengetahui lalu tangan di segalanya, Tuhan bawa lagi ke paha, Maha Tahu dengan

kemudian amal Ibadah kita. ●●●●●●●●●●●●●●●● menepuk lantai, dengan tangan silang, kemudian ditepuk sekali lagi,

lalu ditaruh di dada dengan tangan menyilang. Gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2x8.

13. c.Lanie 2x8 Pada gerakan ini Nangro Aceh Makna dari gerakan Nangro penari ganjil duduk nyoe lepah that ini adalah, tanah Aceh dan penari genap meugah Aceh adalah tanah menunduk Masa perindah kelahiranku, dimana membuat gerakan, Iskandar Muda aku dibesarkan, penari yang duduk Nangro nak beok pulaunya indah membuat gerak hase diujung Sumatera, menepuk tangan meulimpah kekayaannya kekiri dan Nangro meu tuah melimpah terkenal kekanan. pusako kaya dimana-mana. Sedangkan penari Disinilah aku harus yang menunduk, membangun kedua tangannya daerahku, agar maju menepuk lantai dan berkembang kekiri dan karena kekayaan kekanan. Gerakan pusakanya terkenal di ini dilakukan seluruh dunia. secara bergantian dan berulang-ulang ●●●●●●●●●●●●●●●● sebanyak 2x8.

14. f.Lanie 2x8 Pada Gerak ini, Orang nge tewah ar Makna dari gerakan Terakhir masih kelihatan beras beras padi ini masih atraksi gerak Ya hpoya, oi manuk menggambarkan tangan penari kedidi He menjadi kegembiraan, dengan serempak rem rempelis mude kesenangan karena dan kompak, Ne inget bes inget sudah waktunya kita sambil tetap Bes Oi kiri sikuen bersenang-senang mengumandangka Kiri Ara dalam menyambut n syair nyanyian Salamualaikum, rat suatu hajatan atau yang berisikan bewene Ara kesawa syukuran.

Universitas Sumatera Utara nasehat-nasehat jamuni kami Ne (syukurannya ataupun ajaran inget-inget bes yohk tergantung dengan keagamaan. Penari Kuguncang male hajatan ketika acara yang ganjil duduk, kuguncang ini berlangsung), dan penari yang Salamualaikum rata dahulunya adalah genap menunduk bewene Ne inget bes kegembiraan dengan posisi mien yohku menyambut panen tangan kanan Iganta bang tudung padi telah tiba, dan diletakkan dipaha Oi Mude kin ulung sudah saatnya kita secara menyilang, mude berkumpul dan Tangan kanan Ipantasan mulo bersama-sama dipaha kiri, dan memanen padi secara tangan kiri dipaha serempak, agar kanan, diikuti oleh tampak ke akrapan gerakan tangan diantara sesama kanan di dada atas penduduk. kiri, dan tangan kiri diletakkan di ●●●●●●●●●●●●●●●● dada atas kanan. Hal ini dilakukan dari mulai gerakan lambat, sedang cepat dan sangat cepat, lalu dihentikan secara tiba-tiba oleh syekh saman dengan suara lengkingan tinggi.

15 Kisah 1x8 Pada gerakan Seb e ube Makna geraknya Penutup terakhir ini, nyangka gaseh mengandung makna gerakan tari saman sayang seb ube permohonan izin, kembali ke awal nyangka mereka akan gerakan, yaitu Malam kajula mengundurkan diri gerakan sederhana. cuaca pih ka dari hadapan Semua penari peungeuh penonton. Pada saat bangun dan Taboh kenelheh ini dipentingkan perlahan-lahan sab ube nyangka sekali syair lagunya, berdiri dengan dimana pada bait- posisi tangan baitnya terdapat kata- menutup atau kata perpisahan, memberi salam permohonan maaf kepada penonton, jika pada awal kemudian bangun pertunjukan saman sampai berdiri lalu tadi, ada kata-kata keluar dari pentas. dalam syair pada lagu yang menyinggung perasaan para tamu yang menyaksikan tari tersebut maupun kepada yang punya hajatan, jika memang ada sikap dan kata mereka yang salah.

●●●●●●●●●●●●●●●●

Universitas Sumatera Utara

3.5 Fungsi Saman

Seni saman juga memiliki fungsi dalam konteks sosial dan budaya. Saman ini hidup karena fungsi-fungsi sosial. Misalnya marhaban dan barzanji hidup karena ia difungsikan dalam aktivitas-aktivitas sosial, seperti menikah, khitan, menghantar menyambut haji dan lain-lainnya.

Saman memiliki fungsi-fungsi sebagai: (a) integrasi sosiobudaya, (b) kelestarian dan stabiliti budaya, (c) pendidikan, (d) hiburan, (e) mengabsahkan berbagai ibadah dan upacara keagamaan Islam, (f) sebagai sarana dakwah Islam, (g) sebagai sarana komunikasi, (h) sebagai pencerminan spiritualiti Islam, (i) sebagai pendukung mata pencaharian dan lain-lainnya.

3.5.1 Integrasi Sosiobudaya

Salah satu fungsi saman adalah untuk integrasi masyarakat Gayo atau yang lebih luas masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam. Berkenaan dengan fungsi seni

Universitas Sumatera Utara sebagai sumbangan untuk integrasi masyarakat, Merriam menjelaskannya seperti yang diperturunkan berikut ini.

Music, then, provides a rallying point around which the members of society gather to engage in activities which require the cooperation and coordination of the group. Not all music is thus performed, of course, but every society has occasions signalled by music which draw its members together and reminds them of their unity (Merriam, 1964:227). Mengikuti kata Merriam, salah satu fungsi musik adalah sebagai wahana untuk berkumpul para anggota masyarakatnya. Musik seperti ini biasanya mengajak para warga masyarakatnya untuk turut serta beraktivitas. Dalam konteks itu, mereka saling memerlukan kerjasama dan koordinasi kelompok. Walaupun demikian, Merriam juga tidak menyatakan bahwa semua musik berfungsi sebagai kontribusi untuk integrasi, tetapi setiap kelompok masyarakat mempunyai musik seperti yang digambarkannya itu.

Melalui musik ini para anggota masyarakatnya diajak untuk menikmati bersama acara yang dipertunjukan, dan mengingatkan akan pentingnya mereka sebagai satu kesatuan kelompok.

Konsep yang dikemukakan Merriam tersebut sangat tepat dalam menggambarkan salah satu fungsi yang terjadi dalam kesenian saman di Gayo. Dari serangkaian fungsi saman, menurut penulis, fungsinya yang utama adalah memberi sumbangan kepada integrasi masyarakat. Masyarakat di Gayo, terdiri dari berbagai kelompok etnik, ras, dan golongan sosial. Mereka berkelompok-kelompok berasaskan persamaan-persamaan tersebut. Akibatnya antara kelompok selalu terjadi konflik sosial, yang terbawa dalam berbagai aktivitas, termasuk kesenian. Namun di sisi lain, mereka juga menyadari akan bahaya yang diakibatkan apabila konflik-konflik sosial tersebut tidak diselesaikan hingga pada tahapan harmoni sosial. Oleh karena itu,

Universitas Sumatera Utara mereka perlu berintegrasi, yang dilandasi oleh semangat sosial, berbeda-beda dalam satu kesatuan. Perlunya integrasi itu didukung pula dengan kondisi mereka yang berada dalam satu negara bangsa, provinsi, yang menginginkan kerjasama sosial dalam berbagai kegiatan, termasuk kesenian Gayo.

Kesenian saman ternyata mampu memberikan sumbangan bagi terciptanya integrasi masyarakat Aceh yang heterogen. Saman sebagai salah satu contoh kesenian yang mengekspresikan budaya etnik yang heterogen. Menurut penulis, sumbangan kesenian saman tehadap integrasi sosial sangat berkait erat dengan identitas etnik, dan kelenturan masyarakat Gayo. Selain itu juga didukung oleh faktor keadaan Aceh yang didukung oleh berbagai kelompok etnik seni saman juga mampu memberi jati diri khas daerah Gayo. Apabila kondisi integrasi ini terjadi dalam lingkup yang lebih luas, maka akan terasa kebersamaan dan saling memerlukan antara manusia di dunia ini, sebagai makhluk sosial.59

3.5.2 Kelestarian Budaya

59Contoh lain fungsi seni yang memberikan sumbangan untuk integrasi masyarakat adalah tarian yang terdapat pada masyarakat Andaman, yang dideskripsikan Radcliffe-Brown seperti berikut: The Andamanese dance (with its accompanying song) may therefore be described as an activity in which, by virtue of the effect of rhythm and melody, all the members of a community are able harmoniously to cooperate and act in unity ... The pleasure that the dancer feel irradiates itself over everything arouns him and he is filled with geniality and good-will towards his companions. The sharing with others of an intense pleasure, or rather the sharing in a collective expression of pleasure, must ever incline us to such expansive feelings. ... In this way the dance produces a condition in which the unity, harmony and concord of the community are at a maximum, and in which they are intensely felt by every member. It is also produce this condition. I would maintain, that is the primary social function of the dance. The well-being, or indeed the existence, of the society depends on the unity and harmony that obtain in it, and the dance, by making that unity intensely felt, is a menas of maintaning it. For the dance affords an opportunity for the direct action of the community upon the individual, and we have seen that it exercises in the individual those sentiments by which the social harmony is maintained (Radcliffe-Brown, 1948:249-252).

Universitas Sumatera Utara Dalam bukunya, Merriam menjelaskan bahwa tidak semua unsur kebudayaan memberikan tempat untuk mengekspresikan emosi, hiburan, komunikasi, dan seterusnya. Musik adalah perwujudan kegiatan untuk mengekspresikan nilai-nilai.

Dengan demikian fungsi musik ini menjadi bahagian dari berbagai ragam pengetahuan manusia lainnya, seperti sejarah, mite, dan legenda. Berfungsi menyumbang kesinambungan kebudayaan, yang diperolehi melalui pendidikan, pengawasan terhadap perilaku yang salah, menekankan kepada kebenaran, dan akhirnya menyumbangkan stabiliti kebudayaan (Merriam, 1964:225).

Saman di Gayo berfungsi pula memberikan sumbangan untuk kelestarian dan stabiliti kebudayaan Gayo. Di dalam seni saman terkandung unsur-unsur sejarah, mite, dan legenda, yang pada saatnya mampu memberikan sumbangan untuk kelestarian kebudayaan. Melalui seni saman boleh dipelajari perilaku-perilaku yang dipandang benar dan salah oleh masyarakat pendukungnya. Di dalam saman terkandung nilai-nilai moral.

Fungsi seni saman di daerah Gayo Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebagai sarana untuk kelestarian budaya. Bahwa seperti dicontohkan di dalam ajaran agama, kebudayaan manusia itu bisa saja mati, dan ada juga yang lestari. Contoh berbagai kebudayaan yang musnah itu adalah: Ad, Tsamud, Madyan, Ur, dan lainnya dan yang lestari adalah beberapa umat Nabi Nuh, dan tentu saja umat Islam, sejak Nabi Adam

Alaihissalam hingga kini. Melalui seni budaya Gayo Islam, ajaran-ajaran Islam akan terus lestari mengikuti rentak dimensi ruang dan masa. Bahwa kebudayaan Islam itu harus diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya agar tidak musnah ditelan zaman.

Seni budaya Islam ini diajarkan melalui berbagai institusi sosial, misalnya pesantren

Universitas Sumatera Utara atau makhtab, sekolah umum, kumpulan remaja mesjid, dan lain-lainnya. Generasi muda haruslah dikawal dan dipandu agar mereka meneruskan dan melestarikan kebudayaan Islam ini ke generasi-generasi mendatang.

3.5.3 Hiburan

Berkaitan dengan fungsi seni untuk hiburan, Merriam membicangkannya seperti yang diperturunkan berikut ini.

Music provides an entertainment function in all societies. It needs only to be pointed out that a distinction must be probably be drawn between “pure” entertainment, which seems to be a particular feature of music in Western society, and entertainment combined with other functions. The latter may well be a more prevalent feature of nonliterate societies (Merriam, 1964:223).

Seni saman salah satu fungsinya adalah untuk hiburan dimaksudkan adalah saman tetap hidup karena salah satu fungsinya adalah untuk hiburan. Kumpulan- kumpulan pertunjukan biasanya melakukan kegiatannya di kedai-kedai minum, hotel, atau pentas pertunjukan. Fungsi utamanya dalam konteks ini adalah menghibur pengunjung. Istilah hiburan di sini, bukanlah bermakna hiburan yang terlepas dari ajaran Islam. Justru hiburan di sini adalah untuk memenuhi keinginan asas manusia akan rasa keindahan menerusi berbagai dimensinya. Bahwa manusia secara alamiah, menyukai keindahan. Setelah menikmati keindahan ia akan terhibur, dan jiwanya terisi oleh aspek-aspek ruhiyah dan pencerahan (aufklärung). Berbagai contoh keinginan manusia akan hiburan, dapat kita lihat pada kebudayaan masyarakat tradisi dan modern.

Dengan demikian seni budaya Islam juga mengandungi fungsi sebagai hiburan, yang berasas kepada fitrahnya dan sebagai salah satu anugerah dan nikmat yang diberikan oleh Allah.

Universitas Sumatera Utara

3.5.4 Ibadah Agama Islam

Fungsi saman salah satunya adalah untuk mengabsahkan berbagai ibadah dan upacara keagamaan Islam. Azan dan iqamat dipergunakan untuk seruan sebagai masuknya waktu shalat (lima waktu sehari semalam), atau juga untuk shalat-shalat lain dan menyambut anak atau bayi yang baru lahir. Dalam upacara nikah budaya Gayo misalnya, barzanji dan marhaban selalu berfungsi untuk mengabsahkan upacara ini, terutama ketika kedua pengantin duduk bersanding di pelaminan, pada saat ini biasanya disertai acara peusieujuk. Dalam acara peusiejuk ini biasanya dilakukan pula doa-doa yang ditujukan kepada Allah agar jalannya acara pernikahan tersebut berhasil dengan baik, yang diistilahkan dengan doa pembuka. Sehingga doa ini dapat dikategorikan sebagai pengabsahan acara pernikahan tersebut.

Fungsi seni saman lainnya adalah untuk sarana dakwah atau syiar Islam. Seni budaya seperti ini biasanya mempergunakan teks-teks yang mentransmisikan ajaran- ajaran Islam. Ada yang disampaikan menggunakan komunikasi verbal, dan ada pula yang mengunakan komunikasi non-verbal. Dalam bidang musik, misalnya ada yang disajikan dalam bentuknya yang eksplisit maupun yang tersamar. Teks-teks dalam seni

Islam seperti ini diekspresikan melalui berbagai genrenya, misalnya pantun, syair, ghazal, nasyid dan lain-lainnya. Fungsi seni budaya Islam sebagai sarana dakwah ini, umumnya dipergunakan bersama-sama dengan da’i yang memberikan dakwahnya, kadang langsung saja dipertunjukkan di depan masa. Selain itu tak kalah pentingnya

Universitas Sumatera Utara adalah dakwah Islam pada masa kini juga menggunakan media masa seperti televisi, radio, internet dan lainnya, termasuk seni saman.

Selain itu, seni saman berfungsi sebagai ekspresi spiritualiti Islam. Bahwa seni

Islam tidak hanya menghargai bentuk, material, dan fisiknya saja. Seni saman terdiri dari aspek spiritualitas dan fisik sekaligus. Kedua-duanya berjalan selaras dan seiring.

Spiritualitas dalam seni Islam adalah memancarkan hakikat kebenaran dan kesempurnaan. Bahwa dimensi spiritualitas dalam seni Aceh mencerminkan jiwa seniman muslim melalui karyanya, didasari oleh nilai-nilai kebenaran yang diarahkan dan dibimbing oleh Allah sebagai Tuhan semesta alam. Dengan demikian, spiritulitas dalam seni saman dibimbing oleh hakikat ketuhanan. Nilai-nilai spiritualitas ini melampaui batas-batas bentuk dan fisik.

3.5.5 Ekspresi Emosi

Fungsi seni saman adalah sebagai sarana ekspresi emosi. Bagaimana keadaan

ekspresi emosi dalam bidang musik, Merriam menjelaskan sebagai berikut.

An important function of music, then, is the opportunity it gives for variety of emotional expression—the release of otherwise unexpres-sible thoughts and ideaas, the correlation of a idea variety of emotional music, of the opportunity to “let off steam” and perhaps to resolve social conflict, the explosion of creativity itself, and the group of expression of hostilities. It is quite possible that a much widear variety of emotional expressions could be cited, but the examples given here indicate clearly the importance of this function of music (Merriam, 1964:222-223) Menurut Merriam, salah satu fungsi musik yang penting, adalah ketika musik itu menyediakan atau memberikan berbagai variasi ekspresi emosi—hal yang tidak bisa diekspresikan dalam pikiran dan ide, hubungan dari berbagai variasi emosi dalam

Universitas Sumatera Utara musik, kesempatan untuk “mengelarkan amarah” dan kemungkinan-kemungkinan untuk meredakan atau meniadakan konflik sosial, meledakkan kreativitas itu sendiri serta meledakkan sekumpulan ekspresi permusuhan. Sangat dimungkinkan, bahwa berbagai variasi ekspresi emosi yang luas dapat dikaji, tetapi contoh-contoh itu mengindikasikan secara jelas pentingnya fungsi emosi ini dalam musik.

Dalam perspektif Islam, Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa sifat dendam bersumber dari sifat marah (Al-Syeikh Muhammad Jamaluddin al-Qasimy 2000).

Malah emosi marah pula terhasil dari emosi lain seperti terhina, malu dan iri hati.

Emosi kausal ini lahir disebabkan sebuah gejala utama yaitu ketidak adilan. Demikian pula fungsi seni saman adalah untuk mengekspresikan berbagai macam emosi, yang diungkapkan melalui bahasa verbal yang dinyanyikan melalui gerakan-gerakan yang memukau penonton.

3.5.6 Ekspresi Estetika

Seni identik dengan keindahan dan keindahan identik dengan estetika. Keindahan dan estetika menjadi sebuah perbincangan yang menarik, terutama dalam membicarakan berbagai cabang kesenian. Sementara itu, secara sosiokultural, seni timbul dalam kebudayaan manusia, karena manusia memerlukan pemenuhan keinginan akan rasa keindahan. Seni dan keindahan ini dalam sejarah perkembangan peradaban manusia dikaji dalam bidang estetika atau falsafah keindahan. Tampaknya keindahan dalam bidang seni ini ada yang sifatnya khusus dan ada pula yang mencapai tahap umum. Selain itu konsep tentang keindahan ini boleh saja berbeda di antara kelompok manusia, meskipun adakalanya terdapat kesamaan.

Universitas Sumatera Utara Dalam sejarah ilmu pengetahuan, estetika adalah sebuah cabang sains yang kajiannya adalah membahas tentang kesenian. Sains ini telah lama digeluti oleh para ilmuwan di dunia Barat dan dunia lainnya. Walaupun dalam kajiannya estetika ingin mencapai tahapan generalisasi, dan akhirnya adalah mengkaji manusia pendukungnya, namun ada juga nilai-nilai yang terbatas oleh lingkup etnik, ras, atau bangsa. Keaneka ragaman konsep estetika ini perlu dilihat dan diperhatikan untuk mengkaji bahwa manusia itu beragam namun ada nilai-nilai universal dalam satu ragam.

Seni saman sebagai sarana dakwah ke-agamaan juga berfungsi sebagai sarana ekspresi estetika. Dalam seni saman keindahan dikemukakan melalui berntuk-bentuk gerak tari, tata busana, syair lagu, dan filsafat yang terkandung di dalamnya

Universitas Sumatera Utara

BAB IV

PERANAN PENARI SAMAN

4.1. Penari Saman

Gerakan tari saman memiliki makna-makna budaya, yang berdasarkan kepada budaya Gayo, dan juga peradaban Islam. Makna gerak ini mencerminkan pandangan hidup dan filsafat masyarakat Gayo. Dalam bab ini, penulis akan menguraikan makna gerak tari saman dengan pendekatan teori semiotik. Namun sebelumnya sebagai dasar memahami makna maka terlebih dahulu penulis uraikan penari saman dalam pertunjukan budayanya.

Tari Saman dimainkan oleh kaum pria, yang berusia remaja (siswa Sekolah

Menengah Atas) dan dewasa. Kemudian juga disajikan oleh usia remaja “tanggung,” yaitu usia Sekolah Menengah Pertama (SMP) ataupun anak. Golongan anak-anak bisa memainkan tari saman, akan tetapi untuk pertunjukan yang baik dan sempurna, haruslah penari saman yang berusia dewasa. Apalagi untuk penampilan saman jalu

(bertanding), yang membutuhkan waktu yang relatif lama untuk latihan, yang

Universitas Sumatera Utara berlangsung dalam rentang beberapa waktu untuk membuat gerakan-gerakan yang kompak dan sulit, sehingga membutuhkan fisik dan stamina yang prima.

4.2 Jumlah Penari Saman

Tiap group tari saman didukung oleh sejumlah penari saman yang relatif banyak, biasanya antara 15 sampai 30 orang penari. Menurut penjelasan para informan dan seniman tari saman, tari ini akan lebih semarak bagus dan menarik untuk ditonton jika jumlah pemainnya banyak jumlahnya. Dalam setiap pertunjukan tari saman yang biasa (tanpa tanding), seperti untuk mengisi acara-acara hiburan biasa atau show yang biasa dilakukan di suatu negara, di mana waktu akan dibatasi hanya beberapa menit, maka penari saman akan berjumlah sedikit. Dalam konteks ini penari saman hanya terdiri dari 11 atau 13 penari (harus ganjil).

4.3 Komposisi Penari Saman

Dalam pertunjukannya, penari saman terdiri dari tujuh belas penari (tergantung dari grup masing-masing), yang duduk bersyaf menghadap penonton. Secara skema susunan penari saman di atas panggung itu adalah sebagai berikut.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Universitas Sumatera Utara Keterangan: Nomor 9 disebut pengangkat Nomor 8 dan 10 disebut pengapit Nomor 2 s/d 7 disebut penyepit Nomor 11 s/d 16 disebut penyepit Nomor 1 dan 17 disebut penupang

Dari jumlah penari saman di atas, terdapat beberapa penggolongan penari tersebut menurut adat-istiadat Gayo. Di antaranya adalah: pengangkat, pengapit, penyepit, atau pengunci, dan penupang.

1. Pengangkat adalah tokoh utama (syekh), titik sentral dalam tari saman, yang

menentukan gerak tari, level tari, syair-syair yang dikumandangkan maupun

syair-syair sebagai balasan terhadap serangan lawan dari grup lain.

2. Pengapit adalah tokoh pembantu pengangkat baik gerak tari maupun nyanyian

vokal.

3. Penupang adalah penari yang berada pada posisi paling ujung kanan dan paling

ujung kiri dari barisan penari yang duduk berbanjar. Penupang selain berperan

sebagai bagian dari pendukung tari, juga menupang atau penahan keutuhan

posisi tari agar tetap rapat dan lurus. Sehingga tokoh ini disebut penamat kerpe

jejerun (pemegang rumput jejerun). Artinya tugas penupang adalah bertahan

memperkokoh kedudukan dengan memegang rumput jejerun (sejenis rumput

yang akarnya kuat dan terhujam dalam, sangat sukar dicabut).

4. Penyepit adalah penari biasa yang mendukung tari atau gerak tari yang

diarahkan pengangkat. Selain sebagai penari juga berperan menyepit

(menghimpit), yakni membuat kerapatan antara penari, sehingga penari

menyatu tanpa jarak antara yang satu dengan yang lainnya, dalam posisi

Universitas Sumatera Utara banjar/bersyaf (horizontal), hal ini penting dan menentukan keutuhan dan

keserempakan gerak (Deskripsi Tari Saman,1991:10).

4.4 Ragam Gerak dan Tata Penyajian Tari Saman

4.4.1 Ragam Gerak

Tari saman hanya mengandalkan gerak tangan, badan dan kepala. Keterpaduan dari ketiga unsur inilah yang melahirkan ragam gerak tari saman. Sementara kaki tetap terpaku pada tempat duduknya. Karena itu, tari saman hanya memiliki satu pola lantai saja, yakni pola lantai garis lurus yang sejajar secara horizontal dari pandangan penonton.

Posisi penari duduk berlutut. Berat badan ditumpukan pada kedua telapak kaki.

Penari bahu-membahu merapat. Pola ruang pada tari saman juga terbatas pada level, yakni ketinggian posisi badan. Dari posisi duduk berlutut berubah ke posisi berdiri di atas lutut, yang merupakan level yang paling tinggi. Sedang level yang paling rendah adalah apabila penari membungkukkan badan ke depan sampai sekitar 450 derajat, atau miring ke belakang, sampai sekitar 600 derajat.

Pada unsur gerak tangan dapat dilihat beberapa macam gerak antara lain adalah sebagai berikut:

o Gerak tangan bertepuk dalam berbagai posisi seperti horizontal, bolak- balik seperti baling-baling.

o Gerak kedua tangan berimpit dan searah.

o Gerak ujung jari tengah dan jempol (induk jari) seakan mengambil sesuatu benda ringan, seperti memetik atau menjentik.

Pada unsur gerak badan terlihat antara lain:

Universitas Sumatera Utara o Singkeh artinya miring ke kiri dan ke kanan,

o Lingang, artinya badan dalam posisi duduk melenggang ke kanan, ke depan, ke kiri, juga ke belakang,

o Tungkuk artinya membungkuk,

o Langak artinya telentang lebih kurang 60 derajat. Pada unsur gerak kepala terdapat:

. Anguk atau mengangguk dalam tempo lambat dan cepat secara

bergantian.

. Girek artinya kepala berputar seperti baling-baling.

Kesenyawaan dari unsur-unsur gerak di atas melahirkan berbagai ragam gerak yang terdiri dari:

1. Gerak selalu (gerak seadanya) yakni gerak perpaduan tangan dengan gerak

tangan bertepuk sederhana, bolak-balik, dengan posisi badan duduk berlutut,

yang mengayun lembut (ke kanan; ke depan; ke kiri; dan ke belakang), gerak

ini terlihat pada awal penampilan.

2. Gerutup yakni gerak dengan tepukan yang menggebu-gebu, menepuk dada,

maupun hempasan tangan ke paha, dengan posisi badan duduk berlutut atau

berdiri di atas lutut.

3. Guncang atau goncang, yakni gerak yang bergoncang, perpaduan gerak badan

dan tepukan tangan menerpa dada dalam kualitas gerak yang tinggi dan

menggebu-gebu, guncang biasa terjadi pada posisi badan berdiri di atas lutut

(berlutut) yang disebut guncang atas dan dalam posisi duduk yang disebut

guncang renah (rendah).

Universitas Sumatera Utara 4. Surang-saring adalah pola gerak selang-seling atau bergantian baik untuk posisi

atas (ke atas ke bawah), maupun selang-seling ke depan dan ke belakang,

maupun pada gerak singkeh (miring ke kiri dan miring ke kanan). Biasanya ada

kesepakatan menetapkan nomor-nomor penari, misalnya nomor ganjil ke atas

nomor genap kebawah, begitu seterusnya, bergantian dalam tempo ritmis yang

cepat. Baik untuk surang-saring atas, surang-saring kedepan, ke belakang,

maupun surang-saring singkih.

Dari semua ragam gerak tari, peranan tangan sangat dominan pada tari saman.

Semua ragam gerak diwarnai atau dimotori oleh gerak tangan. Di samping unsur gerak, tangan juga berperan sebagai unsur musik, yang menghasilkan bunyi (tepuk), dikenal dengan istilah: tepok tunggal (tepuk tunggal) bunyi beraturan dengan pola ritmis. Tepok tulu (tepuk tiga) dengan pola ritmis: tepok dele, tepuk banyak yakni perpaduan dari bermacam-macam pola ritmis.

4.4.2 Tata Penyajian Tari Saman

4.4.2.1 Lagu pada Tari Saman

Lagu pada tari saman sangat penting sekali, dimana lagu tersebut menandakan pertukaran gerak pada saman. Pada babakan inilah diperlihatkan kekayaan gerak tari yang terpadu utuh antara kecepatan gerak tangan yang menghentak dada, paha maupun tepukan tangan, gerakan badan keatas dan ke bawah secara serentak maupun bersilang (disebut dengan guncang atas dan guncang rendah, badan miring kekiri dan miring kekanan secara serentak, (disebut dengan singkeh kuwen60/ kiri – kanan-kiri),

60 Singkeh kuwen, artinya kiri kanan kiri.

Universitas Sumatera Utara gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah (girik61), berputar kekiri dan ke kanan, sambil memetik jari (kertek62).

Pada babakan inilah puncak gerakan tari saman, para penari di bahagian ini dituntut harus berkonsentrasi penuh dan para penari harus mempunyai stamina yang prima, sebab selain harus bergerak sangat cepat, harus diselingi oleh suara nyanyian vokal yang lantang dan keras, yang disebut redet.

Secara umum urutan penyajian tari saman secara berurut adalah seperti uraian berikut ini.

a. Pesalaman

Persalaman terdiri dari regnum dan saleum63. Rengum adalah suara

bergumam dari seluruh penari. Tidak jelas kata yang di kumandangkan, akan

tetapi sebenarnya mereka memuji dan membesarkan nama Allah SWT, dengan

lafas mmmm – “illallaahuo”, adalah sambungan dari ucapan “Lailla

haillalhu64” dan seterusnya. Gerak tari sangat tebatas dan sederhana, kepala

menunduk, tangan menghaturkan sembah. Makna dari gerakan Regnum ini

apabila kita kaji adalah penyerahan diri kepada Allah SWT, konsentrasi penuh

dan penyamaan vokal yang serempak. Selesai Rengum, secara langsung

memasuki saleum, dengan ucapan Assalamualaikum–salam pertama kepada

penonton sebagai pembuka pertunjukan acara tari saman tersebut, kepada

61 Girik adalah gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah. 62 Kertek artinya adalah berputar kekiri dan ke kanan sambil memetik jari. 63Peusalaman adalah bermakna sebagai tanda awal mau masuknya lagu pada sebuah pertunjukan saman di kawasan yang penulis teliti. Kemudian istilah regnum maknanya secara etnomusikologis adalah suara bergumam dari para penari. Kemudian istilah saleum adalah salam kepada penonton, sebagai tanda dibukanya acara. 64Laillahaillalah.Tiada Tuhan selain Allah. Kata ini selalu juga disebut dengan tahlil, dan merupakan bahagian dari zikir (mengingat Allah) dalam ajaran Islam.

Universitas Sumatera Utara pihak-pihak tertentu yang patut dihormati dan di mohon keizinannya mereka

menari Saman (adab dan etika). Pada babakan saleum, gerak mulai

berkembang, gerak tangan, gerak badan, disertai suara nyanyian yang

dikumandangkan pengangkat. Dering,65 jangin,66 redet67 dan saur,68 silih

berganti dalam tempo lambat dan sedang.

b. Ulu Ni69 Lagu

Secara garis besarnya ulu ni lagu berarti kepala lagu. Lagu disini bukan

berarti irama/lagu dari seni musik vokal maupun instrumental. Lagu diartikan

sebagai gerak tari atau lebih tepatnya pertukaran ragam-ragam gerak tari,

walaupun gerak tari tidak terlepas dari irama lagu, dengan kata lain terjalin

persenyawaan yang kuat antara irama lagu dan gerak tari. Pada babakan ulu ni

lagu, gerakan tari saman telah mulai bervariasi, kesenyawaan antara gerak

tangan, tepukan di dada, dan gerakan badan serta kepala sudah mulai kelihatan

disini. Akan tetapi gerakan tari saman masih lambat dan hidmat, namun jangin

(pengangkat). Pada saat gerakan akan memasuki tempo cepat, pengangkat

(pemain Utama) dengan suara melengking (syekh) akan memberi aba-aba

dengan ucapan syair (inget-inget pongku – male I guncangan70 artinya ingat –

65Dering, maknanya secara estetis pertunjukan adalah regnum yang segera diikutin oleh semua penari. 66 Jangin adalah suatu istilah pertunjukan saman untuk menyebutkan pengangkat. 67 Redet adalah satu terminologi yang maknanya merujuk kepada lagu singkat dengan suara pendek yang dinyanyikan oleh penari pada bahagian tengah. 68Saur adalah sebuah istilah lagu yang diulang-ulang bersama penari setelah dinyanyikan oleh penari solo. Dalam kajian etnomusikologis, teknik penyajian pertunjukan seni seperti ini disebut dengan responsorial atau call and response, seorang penyanyi diikuti secara khorus oleh sekumpulan penyanyi lainnya. Sebaliknya jika sekelompok penyanyi diikuti oleh sekelompok penyanyi lainnya maka disebut dengan antifonal. 69 Uluni lagu adalah kepala lagu. 70 Inget-inget pongku male I guncangan, artinya ingat teman-teman akan diguncang.

Universitas Sumatera Utara teman-teman akan di guncang). Gerakan pada saat ini sudah mulai cepat dan

akan sangat cepat sekali. c. Lagu pada Tari Saman

Lagu pada tari saman sangat penting sekali, dimana lagu tersebut

menandakan pertukaran gerak pada saman. Pada babakan inilah diperlihatkan

kekayaan gerak tari yang terpadu utuh antara kecepatan gerak tangan yang

menghentak dada, paha maupun tepukan tangan, gerakan badan keatas dan ke

bawah secara serentak maupun bersilang, (disebut dengan guncang atas dan

guncang rendah), badan miring kekiri dan miring kekanan secara serentak,

(disebut dengan singkeh kuwen71/ kiri – kanan-kiri), gerakan kepala

menggangguk cepat sambil berputar ke bawah (girik72), berputar kekiri dan ke

kanan, sambil memetik jari (kertek73).

Pada babakan inilah puncak gerakan tari saman, dimana para penari

disini di tuntut harus berkonsentrasi penuh dan para penari harus mempunyai

stamina yang prima , sebab selain harus bergerak sangat cepat, harus diselingi

oleh suara nyanyian vokal yang lantang dan keras, yang disebut redet. Dari

kecepatan yang tinggi/klimaks, tiba-tiba gerak tersebut diperlambat kembali ke

tempo awal yang biasa, yang diawali oleh suara vokal pengangkat, yang lambat

dan terhenti, seakan-akan pengangkat memberi aba-aba untuk berhenti sejenak,

begitu juga dengan nyanyian vokal yang semangkin lama semangkin lambat.

Demikian juga dengan gerakan ini berulang-ulang antara cepat dan berganti

71 Singkeh kuwen, artinya kiri kanan kiri. 72 Girik adalah gerakan kepala menggangguk cepat sambil berputar ke bawah. 73 Kertek artinya adalah berputar kekiri dan ke kanan sambil memetik jari.

Universitas Sumatera Utara lambat, dan bisa tiba-tiba terhenti seketika, namun semua ini tetap diiringi

nyanyian vokal. d. Uak Ni Keumuh74

Uak ni keumuh secara harfiah berarti gerak, artinya suatu transisi

perpindahan gerak dari gerak cepat ke lambat, pada babak ini kesempatan bagi

penari untuk mengendorkan ketegangan dan mengembalikan pernafasan.

Iringan nyanyian sederhana dan nada rendah tidak memaksa, posisi badan

duduk bersila, tangan bergerak wajar memukul, menghentak dada, tepuk

tangan, memukul paha, diiringi oleh suara vokal solo oleh pengangkat yang

disebut redet, lalu diikuti oleh penari aaman yang lain secara bersama-sama,

yang disebut saur. Apabila kondisi penari telah pulih, maka akan dimulai lagi

gerakan cepat yang diawali oleh aba-aba dari pengangkat dengan ragam gerak

yang lain. Perlu dicatat pada saat gerak menggebu-gebu di puncak (gerakan

sangat cepat), iringan vokal berhenti, jadi hanya terlihat gerakan badan , tangan

dan kepala saja. e. Lagu Penutup

Pada babak ini, gerakan tari saman kembali ke awal gerakan, yaitu gerakan

sederhana, namun pada saat ini dipentingkan sekali syair lagunya, pada syair

lagu terdapat makna perpisahan, permohonan maaf jika pada awal pertunjukan

saman tadi, ada kata-kata dalam syair pada lagu yang menyinggung perasaan

para tamu yang menyaksikan tari tersebut maupun kepada yang punya hajatan,

74 Uak Ni Keumuh, artinya adalah transisi gerak saat para penari mengendorkan ketegangan.

Universitas Sumatera Utara jika memang ada sikap dan kata mereka yang salah. Syair lagu penutup itu

misalnya:

Syair Penutup

Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ube nyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh sab ube nyangka

4.4.3 Penyajian Tari Saman Jalu

Tata penyajian saman dapat dibedakan atas dua vokal, yakni tata penyajian pergelaran tanpa bertanding (show biasa) dan tata penyajian bertanding saman jalu.

Tari saman jalu biasanya ditampilkan pada acara tertentu, seperti resepsi kenegaraan,

Pekan Seni Aceh, misi kesenian ke luar negeri. Atau acara lainnya yang sifatnya sangat formal dan protokoler. Karena itu, pola penyajian saman harus disesuaikan dengan tuntutan acara tersebut. Misalnya ketika grup tersebut akan tampil, yang biasanya membutuhkan waktu yang terbatas, antara 8 sampai 12 menit, demikian pula jumlah penari saman yang tampil, jumlahnya relatif sedikit orangnya. Penari saman tampil hanya dengan satu banjar atau satu syaf. Namun begitu, semua para penari pendukung saman harus ada, yakni pengangkat (penari utama), pengapit, penyepit, dan penupang.

Mengingat sifatnya yang formal, dan terbatasnya waktu, maka penyajian saman dipadatkan.

Universitas Sumatera Utara

4.4.3.1 Saman Jalu

Saman jalu adalah pergelaran tari saman yang dipertandingkan antara satu grup dengan grup yang lainnya. Atau pertandingan dari beberapa grup saman antar kampung, kota dan bahkan antar Provinsi di Nangro Aceh Darussalam. Karena itu saman jalu biasanya berlangsung sampai dua hari dua malam, atau bahkan bisa sampai tiga hari hingga tiga malam (dalam bahasa Gayo disebut roa lo, roa ingi). Umumnya yang bertanding adalah grup saman dari desa atau kampung, luar kota, atau provinsi lain, yang sengaja diundang oleh yang punya hajat. Misalnya dalam perayaan pesta perkawinan, acara pesta sunatan Rasul atau perayaan keagamaan, memperingati Maulid

Nabi besar Muhammad SAW dan lain-lain. Penentuan pemenang ditentukan oleh tim juri yang terdiri dari tokoh-tokoh budayawan setempat yang memahami benar tentang seluk beluk tari saman, tentang adat istiadat, resam, dan bahkan tentang agama.

Masing-masing grup saman didukung sejumlah 15 sampai 25 orang, yang terdiri dari remaja laki-laki.

4.4.3.2. Teknik Pertandingan Saman Jalu

Grup tari saman yang akan bertanding duduk atau berlutut (berlembuku) berhadapan dengan jarak lebih kurang 1 ½ meter. Namun sebelum saman jalu dimulai, diadakan upacara keketar. Keketar adalah kata nasehat dari tokoh dan orang tua (si tetua) yang disegani di dalam masyarakat. Tokoh keketar ini selain karena usianya yang sudah tua, juga biasanya tokoh keketar ini mempunyai berbagai kelebihan pengetahuan tentang adat istiadat, agama, bahkan memiliki kemampuan mengamankan

Universitas Sumatera Utara grup saman yang bertanding dari perbuatan yang bisa mencelakakan peserta saman jalu, seperti tidak bisa mengeluarkan suara (benyanyi). Misalnya, hal ini sering terjadi pada pertandingan saman jalu. Suara peserta tiba-tiba hilang seketika dibuat lawan bertanding, atau tangan peserta tiba-tiba tidak bisa digerakkan, dan masih ada hal-hal lain yang sering terjadi pada saat pertandingan ini berlangsung. Semua itu biasanya dapat ditangani oleh karena adanya tokoh keketar. Biasanya juga sebelum hal ini terjadi, semua pihak peserta saman jalu akan merasa segan untuk berbuat keji kepada lawan bertandingnya, jika mereka melihat di pertandingan tersebut hadir seorang keketar.

Kata-kata nasehat yang disampaikan Keketar yang sering diucapkan adalah seperti berikut ini.

Su derengku

Si cemak enti amat-amat

Si kemali enti pe-peri

Pulang si cemak we salah amat

Pulang si kemali we salah peri

Utem, uyem, cekeh, beliung

Karung, sentong, serahan ku atas, ne

Artinya:

Saudaraku

Yang kotor jangan di pegang-pegang

Yang pemali jangan diungkap-ungkap

Kalaulah yang kotor salah pegang

Universitas Sumatera Utara Kalaulah yang pemali terungkap

Kayu api dan tusam, kapak beliung

Karung, sumpit terbeban di batasmu

Setelah tokoh keketar menyampaikan nasehat, saman jalu pun bisa langsung dimulai dengan segera, yang dipimpin oleh juri yang dapat dipercaya.

Komposisi panggung saman jalu adalah sebagai berikut.

● ●

● ●

● ●

C ● ● C

●A B ●

● ●

● ●

● ●

● ●

A B

a. A. Grup Tari saman Tuan Rumah

B. Grup Tari saman yang diundang

C. Penonton atau anak gadis atau lajang pihak tuan rumah (pengundang)

Sisi penting yang lain, yang berdampak positif dari pertandingan saman jalu tersebut adalah, terjalinnya tali silahturahmi dan tali persaudaraan yang erat antara sesama pemain yang bertanding. Persaudaraan yang disebut serinen, adalah sistem

Universitas Sumatera Utara kekerabatan dengan mengangkat orang lain menjadi saudara. Sehingga kedudukan saudara angkat sama dengan saudara sekandung.

Masing-masing pemain duduk berhadap-hadapan, langsung dalam posisi bertanding. Setelah itu maka langsung mereka bertanding. Setelah selesai pertandingan tersebut, maka pihak mumangka (tuan rumah) akan mempersilahkan agar para serinen ini untuk istirahat di tempat yang telah disediakan, berupa sebuah rumah untuk beristirahat beberapa hari, mereka mendapat perlakuan istimewa dari mumangka.

Setelah beberapa hari istirahat maka para serinen ini akan kembali pulang ke kampung atau ke desa mereka, dengan sedikit uang yang diberikan oleh mumangka sebagai bekal mereka. Dan hal yang sama akan dilakukan serinen di kampung atau desa mereka.

Dengan bangganya mereka akan menceritakan tentang sikap istimewa yang dilakukan oleh mumangka kepada mereka. Kemudian pada keesokan harinya para serinen mengumpulkan orang-orang kampung mereka untuk membuat perencanaan untuk mengundang mumangka yang sudah mengangkat mereka sebagai saudara angkat agar datang ke kampung mereka sebagai kunjungan balasan. Karena para serinen ingin memperkenalkan mumangka kepada penduduk kampung saudara mereka dan keluarga mereka yang lain. Oleh karena itu, tidak heran jika etnik Gayo di Blangkejeren antar warganya akan terjalin kekerabatan yang akrab dan penuh persaudaraan. Begitu akrabnya kekerabatan yang lahir dari peristiwa saman jalu ini, sehingga anak-anak turunannya, tidak tahu kalau hubungan persaudaraan itu, bukan berdasarkan turunan darah. Akan tetapi ada juga kekerabatan itu hanya berlangsung dalam waktu yang relative singkat saja, hal ini mudah dipahami, karena sesungguhnya banyak faktor yang

Universitas Sumatera Utara terkait yang menjadi pendukung atau kendala, seperti faktor ekonomi, faktor sukarnya berkomunikasi karena jarak yang memisah.

4.4.3.3. Sistem Bertanding

Sebelum pertandingan saman jalu dimulai, umumnya tari saman akan diawali oleh penampilan grup penari dari tuan rumah dahulu, yang disebut mumangka (artinya menyerang). Sedangkan pihak lawan disebut disebut muneging (artinya menerima serangan). Tekniknya, pihak mumangka melakukan gerak tangan, badan, dan kepala sambil bernyanyi. Pihak lawan, muneging, dalam waktu yang bersamaan harus dapat mengikuti gerakan yang dipertunjukan oleh pihak mamangka.

Demikian juga dengan lagu iringan tari yang dinyanyikan oleh grup mumangka, grup muneging harus bisa mengikuti apa yang dinyanyikan oleh grup mumangka. Jika gerak yang dilakukan olah mumangka dapat diikuti oleh grup muneging, maka poin kemenangan ada pada pihak muneging, mereka dianggap sebagai pemenangnya oleh dewan juri penilainnya. Namun sebaliknya jika gerakan mumangka tidak dapat diikuti dengan baik oleh grup muneging, maka poin kemenangan akan jatuh pada pihak tuan rumah, yaitu grup mumangka.

Pertandingan saman jalu ini akan berlangsung selama sekitar 1/2 jam.

Kemudian gentian dari pihak lawan, muneging (tamu), yang akan menghunjukkan kebolehannya di depan para penonton dan dewan juri akan menunjukan gerakan- gerakan andalan mereka agar dapat diikuti oleh grup mumangka, dengan gerakan dan nyanyian lagu yang tentu saja harus berbeda dari yang di pertunjukan oleh grup mumangka. Begitulah cara pertandingan saman jalu itu dilakukan. Hal ini akan

Universitas Sumatera Utara berlangsung selama semalam suntuk, bahkan jika belum selesai pertandingan ini dilaksanakan, maka akan berlanjut pada keesokan harinya, dari pagi hingga malam berikutnya. Pertandingan hanya akan berhenti jika waktu makan dan shalat tiba, maka pertandingan akan dihentikan untuk sementara oleh pihak pengundang, yang pasti pertandingan akan terus berlangsung sampai para peserta saman jalu habis. Hal yang sangat menarik dan mengundang para penonton untuk bertahan, selain unsur gerakan peserta saman jalu yang menurut mereka beragam, yang mengundang decak kagum penonton (karena atraksi para peserta terkadang berbeda-beda antara satu grup dengan grup lainnya). Juga bait-bait syair lagu yang dinyanyikan oleh oleh peserta saman jalu kadang begitu puitis dan bagus. Bahasa yang digunakan oleh peserta begitu menyentuh perasaan para pendengarnya. Biasanya syair lagunya berisikan tentang nasehat, petuah maupun kisah keagamaan yang terkadang membuat para penonton terkesan. Meskipun hal itu dilakukan sambil bernyanyi dengan gerakan yang sangat cepat. Namun terkadang ada juga syair lagu yang mengandung sindiran halus dan pedas kepada pemerintah atau lainnya. Mereka akan melontarkan kata-kata tersebut yang kadang membuat penonton tersenyum, dan hal itu harus di jawab dan diimbangi oleh pihak lawan, secara terus menerus sampai waktu yang ditentukan oleh dewan juri selesai.

Sementara di belakang saman tuan rumah, mumangka, akan duduk berjejer para bines (anak gadis) yang memberi semangat para mumangka bertanding, dengan riang sambil menjerit-jerit memberi semangat sambil mengipas-kipaskan ujung kain mereka, agar grup Mumangka tuan rumah menang. Biasanya keberadaan para aneuk dara tersebut akan semangkin membuat lawan atau muneging semangkin emosi dan bersemangat, yang terkadang bisa membuat mereka tidak mengontrol gerakan mereka

Universitas Sumatera Utara maupun syair lagu yang dinyanyikan oleh syekh mereka. Namun ada juga yang justru membuat suatu sensasi, dimana dengan kehadiran para bines tersebut, ada yang membuat pihak lawan terkesan, sehingga terjadinya kerlingan mata yang mempunyai maksud tertentu, sehingga akan berlanjut ke jenjang perkenalan yang lebih dalam lagi.

Contoh syair lagu yang di nyanyikan oleh pihak lawan (muneging):

I ke penosan, dele waeh jernih

Nguk ke I pilih, kin isi ni lagu

Ke mutauh, uren ari langit

Mu nerima ke dia bumi

Artinya:

Sekiranya di penosan (nama tempat),

banyak air jernih

Bolehkah dipilih untuk mengisi

Sekiranya jatuh hujan dari langit

Apakah bumi bersedia menampung

Maka tuan rumah akan menjawab syair tersebut dengan jawaban:

I ke penampak – an

Geh muh aih jernih

Gera perpilih kin isi ni lagu

Artinya:

Di penampakan ( nama tempat )

Tidak ada air jernih

Tidak bisa dipilih pengisi lagu

Universitas Sumatera Utara Ungkapan syair pihak lawan (tamu) disimak secara jeli oleh group bines, yaitu tari tradisional yang ditarikan oleh para bines (gadis remaja), yang tadinya duduk berbanjar di belakang grup penari saman mumangka (tuan rumah). Kemudian pada kesempatan pertunjukan itu pulalah, biasanya penari grup Bines juga ditampilkan sebagai acara selingan, sekitar jam 24.00 WIB tengah malam sampai dengan pertandingan saman jalu itu dipertandingkan lagi.

4.5 Tempat Pergelaran Tari Saman

Menurut penjelasan para informan pada mulanya tari saman diadakan di lingkungan meunasah, baik di bawahnya maupun dengan membuat pentas yang disebut sebagai terampe. Hal ini erat hubungannya dengan fungsi saman sebagai media dakwah dan sebagai pembinaan dalam keagamaan. Setiap waktu shalat tiba, mereka semua yang hadir di meunasah tersebut, dapat digiring untuk shalat berjamaah bersama-sama. Namun perkembangannya dewasa ini, walaupun lingkungan meunasah tetap menjadi prioritas pertama untuk berkumpul dan dilaksanaknnya latihan saman.

Saat ini penduduk kampung justru memanfaatkan tempat atau lapangan lain seperti sawah untuk latihan mereka, terutama pada saat setelah selesai panen. Akan tetapi jika dalam rangka Maulid Nabi Muhammad SAW maupun hari Raya Islam, maka tari saman ini tetap akan dilaksanakan dilingkungan meunasah.

4.6 Musik Iringan Tari Saman

Pada pertunjukannya tari saman tidak menggunakan alat musik sebagai musik pengiring tari. Sebagai pengiring pada tari saman dipakai 2 materi berikut ini yaitu:

Universitas Sumatera Utara 1. Bunyi yang diciptakan oleh para penari saman dari tepukan tangan mereka di

saat menari, penari saman menciptakan sendiri bunyi-bunyian dari tepukan

tangan dan badan mereka dengan pola ritme yang diawali oleh syekh saman,

yang berada duduk di nomor 9.

a. Bunyi dihasilkan oleh tepukan kedua belah tangan. Bunyi tepukan tangan

penari ini ada yang bertempo cepat dan ada yang bertempo sedang.

b. Bunyi pukulan kedua tangan ke dada. Bunyi kedua telapak tangan ke dada

umumnya bertempo cepat.

c. Bunyi tepukan sebelah telapak tangan ke dada. Bunyi ini umumnya

bertempo sedang.

d. Bunyi kertip atau memetik. Bunyi Kertip ini adalah bunyi yang dihasilkan

oleh gesekan ibu jari dengan jari tengah tangan. Bunyi ini selalu bertempo

sedang.

Bunyi-bunyian tersebut di atas mulai ditampilkan pada tahap kedua, yaitu pada tahap uluni lagu sampai dengan tahap ke empat, yaitu tahap penutup secara berselang seling.

4.7. Urutan Lagu pada Tari Saman

Kecuali pada bahagian rengum, lagu-lagu yang dipakai pada tari saman tidak bersifat tetap, baik syair maupun iramanya berubah-ubah menurut tempat, waktu, dan situasi pertunjukan. Bahkan pada saman jalu, sebahagian syair lagunya diciptakan pada saat acara berlangsung, yang diciptakan oleh syekh saman atau pengangkat secara spontanitas, yang mengikuti pihak lawan. Jadi untuk sebuah lagu bisa saja mereka

Universitas Sumatera Utara mempunyai 2 syair lagu atau lebih, yang berbeda bentuk ataupun temanya, tergantung oleh pihak lawan mereka.

Menurut cara menyanyikannya, lagu-lagu pada tari saman terbagi atas 5 macam:

1. Rengum75

2. Dering

3. Redet

4. Syekh

5. Saur

4.8 Penampilan Tari Saman

Penampilan tari saman terdiri dari beberapa tahap, sehingga lagu-lagu pada tari saman pun dibagi-bagi dalam beberapa tahap. Di bawah ini adalah contoh syair-syair lagu pengiring tari saman yang tema utamanya adalah tentang muda-mudi untuk masa pertunjukan selama sekitar 10 menit dan berikut tata cara penyajian tari saman :

4.8.1. Tahap I (Persalaman)

Lagu dalam persalaman ini terdiri dari :

a. Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukadimah dari tari saman (yaitu

setelah dilakukan sebelumnya keketar pidato pembukaan). Rengum ini

adalah tiruan bunyi. Begitu berakhir langsung disambung secara bersamaan

75 Rengum, yaitu sebagai pembukaan atau mukadimah dari tari saman(yaitu nyanyian setelah sebelumnya keketar berpidato pembukaan). Rengum ini adalah tiruan bunyi, Begitu berakhir syekh saman bernyanyi dalam satu syair kalimat, maka akan disambung langsung oleh para penari saman secara bersamaan dengan kalimat yang terdapat didalamnya. Antara lain berupa puji-pujian kepada Tuhan, kepada seorang tamu yang memang sengaja diundang pada acara tersebut, dan bisa juga kepada benda, atau kepada tumbuh-tumbuhan .

Universitas Sumatera Utara dengan kalimat yang terdapat di dalamnya. Antara lain berupa pujian

kepada seseorang yang diumpamakan, bisa kepada benda, atau kepada

tumbuh-tumbuhan. Saleum yaitu berisi salam dan hormat serta

mengucapkan kalimat tauhid “lailla haillallah” dan “Assallamualaikum”

tanda pembuka pertunjukan kepada penonton yang hadir.

Syair selanjutnya bergantung kepada pemuka adat atau tokoh setempat dan penonton yang menyaksikan pertunjukan tersebut, seterti contoh berikut ini:

- Saleum kepada Bapak Geucik

Sallammualaikum Bapak Geucik, we simusidik rakyat jelata

(Assallamualaikum kepada bapak Geucik, dia yang mendidik rakyat jelata)

- Saleum kepada Bapak Imam

Sallammualaikum Bapak Imam, we silebih pehem urusan agama

(Assallamualaikum kepada bapak Imam, dia yang lebih paham urusan Agama)

- Saleum kepada Tamu undangan

Sallammualaikum kujamuni kami, ganti nimatjari bewene rata

(Assallamualaikum kepada para penonton yang hendak menonton kami

menari)

Syair Lagu Persalaman a. Rengum/Dering76

Hmm laila la aho

Hmm laila la aho

Hoya-hoya…sarre e hala lem hahalla….

76. Dering fungsinya hampir sama dengan Rengum, kalimat lagu yang diikuti oleh penari saman

Universitas Sumatera Utara Lahoya hele lem helella la enyan-enyan

Ho lam an laho

Artinya:

Aum/Koor Aum

Hmm tiada Tuhan selain Allah

Hmm tiada Tuhan selain Allah

Begitulah-begitulah semua kaum

Bapak begitu pula kaum ibu

Nah itulah-itulah

Tiada Tuhan selain Allah b. Salam ke penonton

Sallamualaikum kupara penonton

Lailla la aho

Simale munengon kami berseni

Lahoya, sarre e hala lem hahalla

Lahoya hele lem hehelle

Le enyam-enyam

Ho lan an laho

Salamni kami kadang gih meh kona

Lailla la aho

Salam merdeka ibuh kin tutupe

Hiye sigenyan enyan e alah

Nyan e hailallah

Universitas Sumatera Utara Lailla la aho, ala aho

Artinya:

Salam kepada penonton

Assalamualaikum ya para penonton

Tiada Tuhan selain Allah

Yang hendak melihat kami berseni

Begitu pula semua kaum Bapak

Begitu pula kaum ibu , Nah itulah-itulah

Tiada Tuhan selain Allah

Salam kami mungkin tidak semua kena

Tiada Tuhan selain Allah

Salam merdeka dijadikan penutupnya

Ya itulah, itulah, aduh, Itulah, kecualinAllah

Tiada Tuhan selain Allah,selain Allah……

4.8.2 Tahap II (Ulu Ni Lagu)77

Lagu dalam Uluni Lagu terdiri dari

Ulu Ni Lagu yaitu kepala lagu atau bahagian permulaan dari Uluni Lagu yang

biasanya dinyanyikan dengan lagu “ Asalni Kededes “. Kededes adalah bola

yang dibuat dari 4 helai daun kelapa muda yang dianyam berbentuk bulat. Bola

tersebut adalah merupakan lambang persatuan dari 4 unsur, yaitu :

- Sudere (saudara) yaitu arti lambang dari daun ke 1.

77 . Uluni Lagu adalah Kepala lagu

Universitas Sumatera Utara - Urang Tue (Orang Tua) yaitu arti lambang dari daun ke 2.

- Pegawe (Ulama, Imam dll) yaitu arti lambang dari daun ke 3.

- Reje (Raja/Penghulu) yaitu arti lambang dari daun ke 4.

Salam perkenalan dari kelompok penari, yaitu salah seorang dari mereka

(pengangkat), memperkenalkan nama groupnya, asal mereka dan sebagainya.

Syair Uluni Lagu

Asalni Kededes, Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Asalni kededes ari ulung kele keramil Sentan irerempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Inget-ingetbbes yoh ku ine e

Artinya:

Asal Bola daun kelapa

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Universitas Sumatera Utara Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Inget-inget awas sayangku aduh ibu

Salam Ni Rampelis mude

Orang nge tewah ari beras beras padi

Ya hipoya, oi manuk kedidi

He menjadi rem rempelis mude

Ne inget bes inget bes

Oi kiri sikuen kiri

Ara Sallamualaikum, rata bewene

Ara kesawah jamuni kami

Ne inget-inget bes yohku

Kuguncang male kuguncang

Sallamualaikum rata bewene

Ne inget bes mien yohku

Iganta bang tudung

Oi Mude kin ulung mude

Ipantasan mulo

Artinya:

Universitas Sumatera Utara Salam dari Rempelis Mude

(Rempelis Mude Nama Sanggar)

O runduk sudah rebah dari beras-beras padi

Ya, begitulah oi burung kedidi

Hai menjadi Rempelis muda

Oh, ibu inget awas, awas

Oi yang kekiri dikanan kiri

Ada assalamualaikum, rata semuanya

Adakah tiba tamu kami

Oh ibu, ingat-ingat, awas sayangku

Kuguncang akan kuguncang

Assalamualaikum rata semuanya

Oh ibu, ingat awas lagi sayangku digantilah tudung

Oi muda untuk daun muda dipercepat dulu

4.8.3. Tahap III (Lagu-Lagu)

Pada tahap ini ditampilkan beragam lagu yang iramanya disesuaikan dengan

gerak tari. Jumlah lagu yang dinyanyikan bergantung kepada lamanya

pertunjukan.

Le Alah Payahe

He le ala payahe payah kejang

E kejang mufaedah payah musemperne

Eng eke engon ko keseni ruesku

Universitas Sumatera Utara Senangke atemu kami lagu nini

Ne inget-inget bes mien yoh ku ine

Oho igantin bang tudung uren

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Ine ilingang lingeken mulo

Yoh kukiri sikuen kiri

Tatangan katasan

Enti lale cube die ine

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Jadi bang mulongingku ine

O kejang teduhni ningkah

Ike payah teduhmi kite

Ike gaduh tuker mulo

Artinya:

Aduh payahnya

Hai, aduh payahnya, payah lelah

E, lelalh berfaedah, payah memuaskan

Universitas Sumatera Utara Sudahkah kau lihat sendi ruasku

Senangkah hatimu kami seperti ini

Oh ibu, ingat-ingat lagi sayangku, oh ibu

Oho, diganti dulu payng hujan

Ditarik. Tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah nanti kembali

Jauh tidakkah nanti bertemu

Oh Ibu, digoyang, digeleng dulu

Hai kekiri, kekanan kiri

Angkatlah lebih tinggi

Jangan lalai cobalah dulu, oh ibu

Ditarik, tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah lagi kembali

Jauh tidakkah lagi bertemu

Cukuplah dulu adikku, oh ibu

Oh, capek berhenti dulu meningkah

Jika payah berhenti dulu kita

Jika letih tukar dulu

Iye balik berbalik

Gelap urum terang uren urum siding

Simunamat punce wae ala aho

Universitas Sumatera Utara He nyan e hae ala aho Aho – aho – aho

Iye kubalik berbalik

Gelap urung terang uren urum siding

Simenamat punce wae ala aho

He enyan e hae ala aho,aho - aho– aho

Artinya:

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

4.8.4. Tahap IV (Penutup)

Lagu pada penutup terdiri dari Anakni lagu yang berbeda dari lagu pada Uluni lagu. Syair pada bahagian penutup biasanya berisi syair-syair tanda perpisahan dari permintaan maaf kepada hadirin dan penonton yang hadir.

Tema syair pada tari saman pada mula pertamanya adalah tentang dakwah berisi tentang ajaran agama Islam. Pada perkembangan selanjutnya tema tersebut

Universitas Sumatera Utara bertambah dengan tema-tema lainnya seperti tentang pertanian, pembangunan, adat istiadat, muda-mudi, dan lain-lain.

a. Gere Kusangka

Gere kusangka, aha kenasibku bese

Berumah renampe ehe itepini paya

Berumah renampe ehe itepini paya

Suyeni uluh, nge turuh supue sange

Mago-mago bese aku putetangak mata

Mago-mago bese aku putetangak mata

Teta tetar ahar reringe petepas

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Artinya:

Tidak Kusangka

Tidak kusangka, aha kalau nasibku begini

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Tiangnya bambu, sudah bocor atap dari pimping

Sulit-sulit begitu aku berputih mata

Lantainya belahan bambu, didndingnya pun tepas

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

b. Kemutauh Uren

Universitas Sumatera Utara Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

Kemetauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

Kerna langkah ni kami serapah

Berizin mi biak sudere

Kesediken cerak kami salah, Niro maaf kuama ine

Artinya :

Jika turun hujan

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Universitas Sumatera Utara Di nampan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar pisau tancapkan kedada

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Di nampan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar pisau tancapkan kedada

Karena langkah kami segera bergegas

Mohon izin kepada sanak saudara

Sekiranya ada ucapan kami yang salah

Mohon maaf kepada Ibu Bapak di sini….

4.9. Pakaian dan Properti Tari Saman

Pakaian saman umumnya terbuat dari kain warna hitam, yang diberi ukiran kerawang Gayo, seperti sapu tangan yang melilit di tangan penari Gayo dan kain hitam yang terikat di leher penari Gayo semuanya berwarna hitam dengan hiasan benang emas yang mengandung makna setiap warna yang dijahit pada kain tersebut, hiasan itu disebut kerawang Gayo Pada dasarnya warna benang untuk kerawang Gayo tersebut

Universitas Sumatera Utara terdiri dari empat warna yang mempunyai arti lambang tertentu sesuai dengan sarak opat Suku gayo seperti berikut ini: warna benang, makna warna, makna hidup, makna kekuasaan.

1. Warna kuning lambang keangungan, kerajaan.

2. Warna hijau lambang kemakmuran.

3. Warna merah lambang keberanian.

4. Warna putih lambang kesucian.

1. Warna Kuning adalah lambang emas, padi menguning, pagi dan petang Reje (Raja)

yang mengandung makna lambang kekayaan, keangungan dan kerajaan.

2. Warna hijau adalah lambang cinta kemakmuran, yang mengandung makna setia dan

rakyat tumbuh menjadi penurut dan pengikut setia serta berkembangnya tali

persaudaraan yang kental antara satu kampung dengan kampung yang lain.

3. Warna merah adalah lambang keberanian, yang mengandung makna berani melawan

kezaliman, penjajah dan ketidakadilan.

4. Warna putih adalah lambang kesucian, yang mengandung makna kebersihan, keterus

terangan untuk menyampaikan apapun pendapat dari siapapun, Petue (orang yg di

tuakan) menasihati yang salah. Pakaian adalah simbol atau ciri khas suatu daerah.

Atau ciri khas suatu kelompok, dan dari kebiasaan menjadi fenomena dan budaya.

Pakaian tari Saman merupakan ciri khas penari saman yang terdiri dari empat

bahagian, yaitu sebagai berikut:

(a) Bahagian kepala yang disebut bulang atau topi,

(b) Bahagian pakaian yang terdiri dari baju dan hiasan kalung,

(c) Bayani bahagian bawah yakni celana dan sarung, dan

Universitas Sumatera Utara (d) bahagian property yaitu gelang dan cincin.

Gambar 4.1 Baju Penari Saman

Dada Kupang

Motif Motif Leladung Selalu

Baju Pokok Motif Sesirung Motif Leladu Motif Pucuk Motif Mata Rebung Itik

Motif Motif Puter Gegaping

Contoh motif kerawang Gayo yang biasa diukir pada pakaian penari saman mengandung beberapa makna, dengan arti dan lambangnya adalah seperti berikut.

1. Motif selalu mengandung makna lambang kejujuran dan ketulusan hati serta

keikhlasan.

Contoh motif selalu :

2. Motif puter tali mengandung makna lambang persatuan dan kesatuan

Universitas Sumatera Utara Contoh motif puter tali :

3. Motif leladu mengandung makna lambang kebersamaan, duduk sama rendah

tegak sama tinggi.

Contoh motif laldu :

4. Motif sesirung mengandung makna lambang saling bantu membantu antara

sikaya dan si miskin serta saling asah, asih dan asuh.

Contoh motif sesirung :

5. Motif pucuk rebung mengandung makna lambang keadilan, tidak berat sebelah

dan dapat melindungi segenap lapisan rakyat.

Contoh motif pucuk rebung :

6. Motif mata itik pada pita kain merah (keseluruhannya disebut ruje rino)

mengandung makna lambang petunjuk ulama tentang ilmu dunia dan akhirat

serta lahir dan batin.

Contoh motif mata itik :

Universitas Sumatera Utara

7. Motif gegaping mengandung makna lambang ketaatan terhadap Agama dan

mempertahankan adat istiadat serta budaya.

Contoh motif gegaping :

8. Motif tulen niken mengandung makna lambang kewajiban membela diri

sewaktu diserang dengan syarat jangan mengganggu tapi juga tidak ingin

diganggu.

Contoh motif tulen niken :

9. Motif emun berangkat mengandung makna lambang usaha memperbaiki

kehidupan dengan perobahan sistem berdasarkan yang hak dengan yang batil,

serta perpindahan tempat menetap untuk perbaikan kehidupan tersebut.

Contoh motif emun berangkat:

Jenis pakaian dan perhiasan yang dipakai oleh penari saman ialah sebagai berikut ini:

1. Bulang teleng (bulang kerawang betajuk).

2. Ikotni rongok (sapu tangan rongok).

3. Baju pokok (baju kantong).

Universitas Sumatera Utara 4. Upuh pawak (pawak kerawang).

5. Suel naru.

6. Ikotni pumu (sapu tangan)

7. Dada kupang (kalung).

8. Sensim ketip.

9. Tajuk kepies.

I. Bagian Kepala yang disebut Bulang atau Topi

Bulang teleng (Topi serderhana yang melingkar dikepala) Bulang teleng disebut juga bulang kerawang Betajuk yaitu topi hias untuk kepala penari. Bahan bulang teleng ini terdiri dari kain hitam 4 persegi yang diberi ukiran kerawang dan ruje rino. Kain tersebut dilipat menjadi 3 segi lalu digulung dan dibentuk melingkar sehingga pas di kepala. Di dekat ujungnya yang berlebih diberi ikatan. Bahagian ujungnya yang berlebih dipakai dibahagian kiri kepala. Tajuk kepies juga di cucukkan di bahagian kiri bulang teleng. Dalam perkembangan selanjutnya demi kepraktisan maka bulang teleng ini sering diganti dengan bulang rekal yaitu lipatan-lipatan kain hitam yang memanjang dipertemukan ujungnya sehingga berbentuk bulat dan dibahagian hitamnya diberi kerawang Gayo

Gambar 4.2

Bulang Teleng atau Bulang Rek

Universitas Sumatera Utara

Motif Mata itik Motif Leladu

1. Ikotni Rongok disebut juga sapu tangan rongok. Ikotni rongok ini berbentuk

sapu tangan warna merah dengan ukiran kerawang Gayo. Saputangan tersebut

diikatkan dileher setelah dilipat menjadi segitiga serta ujung sudutnya kesebelah Motif Sesirung bawah.

Motif Leladu

Motif Mata Itik

Motif Sesirung

2. Baju Pokok disebut juga dengan Baju Kantong, atau juga disebut Baju Lokop

karena asal motif Kerawangnya berasak dari Lokop di Aceh Timur, sedangkan

pola bajunya berasal dari Blangkejeren. Baju tersebut disebut dengan Baju

Kantong, karena pada mulanya baju ini diberi berkantong dibahagian bawah

sebelah kiri yaitu, untuk tempat rokok daun nipah. Kini kantong pada baju

Universitas Sumatera Utara tersebut ditiadakan supaya tidak akan mengganggu gerakan para penari. Ukuran baju pokok penari ini biasanya pas-pasan dengan badan para penari saman.

Dibahagian depan baju diberi 3 buah bentuk tiang dari motif selalu dan Tulen

Niken. Ketiga buah tiang ini melambangkan ke 3 waktu sembahyang yaitu

Zuhur,Ashyar, dan Magrib. Sedangkan 2 buah tiang pada bahagian belakang baju melambangkan 2 waktu sembahyang, yaitu Isya dan Subuh. Baju untuk penari ini pernah juga dibedakan antara Pengangkat, Pengapit dan penari lainnya. Begitu pula dulu paling bawah baju tersebut diberi Lelayang yaitu, rantai dengan Umbai-Umbai dari logam putih. Tapi sekarang sering ditiadakan karena mengganggu gerakan para penari. Baju Pengangkat memakai

Selempang merah 2 buah yang disilangkan di dada dan untuk Pengapit memakai 2 buah selempang merah sejajar di dada, sedangkan penari-penari lainnya tanpa selempang.

Gambar 4.3 Contoh Baju Pokok Bahagian Depan

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.4 Contoh Baju Pokok Bahagian Belakang

Universitas Sumatera Utara

3. Upuk Pawak ini disebut juga dengan Pawak Kerawang, yaitu sarung yang di

sarungkan dari pinggang hingga lutut. Upuh Pawak dibuat dari kain hitam yang

diberi ukiran kerrawang dan Ruje Rino pada bahagian bawahnya serta beberapa

buah kain motif tiang sampai keatas dengan memakai Ruje Rino juga.

Gambar 4.5 Contoh Upuk Pawak

4. Suel Naru ialah celana panjang dari kain hitam yang diberi Ruje Rino dan

ukiran Kerawang Gayo pada bahagian ujung bawah kakinya serta diberi bentuk

tiang pada bahagian tengah samping luar (kiri dan kanan).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 4.6 Contoh Suel Naru

5. Ikotni Pumu ialah sapu tangan berwarna kuning tanpa kerawang. Ikotni Pumu

ini dilipat terlebih dahulu sebelum diikatkan pada pergelangan tangan tangan

dengan ujung sudutnya ke arah jari-jari.

Gambar 4.7 Contoh Ikotni Pumu

Universitas Sumatera Utara

6. Dada kupang ialah kalung atau Sapu tangan yang dipakai di kalung penari.

7. Mensim ketep ialah sejenis hiasan yang dipakai pada jari penari saman Gayo.

8. Tajuk kepies berasal dari daun sejenis tanaman yang harum baunya, dan hanya

terdapat di hutan-hutan. Karena tanaman ini sekarang sangat langka, maka

sekarang tanaman tersebut diganti dengan daun pandan. Tajuk kepies tersebut

dipasang pada bulang teleng/bulang rekal bahagian kiri sebanyak 5 helai

kecuali untuk pengangkat 7 helai. Bila tajuk kepies tersebut dijalin seperti

bentuk kipas yang disebut kepies jermat. Untuk kepraktisannya kepies ini dapat

dibuat juga dari plastik.

Gambar 4.8 Contoh Tajuk Kepies

9. Gelang dipakai di tangan kiri dan tangan kanan. Biasanya gelang penari ini

terbuat dari logam yang berwarna putih. Namun pada saat ini, terkadang gelang

Universitas Sumatera Utara tersebut tidak dipakai lagi oleh para penari saman, dikarenakan bahan tersebut

kini sudah langka didapat oleh mereka namun juga alasan mereka tidak

memakai lagi gelang tersebut, dikarenakan mereka mengganggap agar gerak

tangan mereka lebih gesit dan dinamis. Selain pakaian dan perhiasan yang

tersebut di atas, pada tari saman dikenal pula alat-alat berikut sebagai

perlengkapan pertunjukan tari saman. Ulos use ialah tikar kecil panjang berukir

warna-warni dan bahannya dibuat dari bahan daun bengkuang. Bisanya tikar

inilah yang dipakai sebagai alas duduk para penari saman.

10. Bantal kenunulen saman gunanya sebagai bantal tempat duduk penari yang

diletakkan di atas alas use. Bantal ini terbuat dari sumpit yang dianyam

berwarna-warni dan diisi dengan daun pisang tua, jerami atau dedak serta diberi

daun pandan supaya wangi. Bantal ini biasanya dipakai oleh penari saman jalu

(saman untuk bertanding).

11. Kipas yang dimaksud dengan kipas disini adalah, kipas yang berupa kain

selendang berkerawang yang dipegang oleh para gadis-gadis yang duduk di

belakang penari saman pada saman jalu. Penari saman akan dikipas-kipas oleh

gadis-gadis tersebut apabila si penari mulai berkeringat.

Selain pakaian dan perhiasan yang tersebut di atas, pada tari saman dikenal pula

alat-alat berikut sebagai perlengkapan pertunjukan tari.

1. Ulos Use

Universitas Sumatera Utara Ulos Use ialah tikar kecil panjang berukir warna-warni dan bahannya dibuat

dari bahan daun bengkuang. Bisanya tikar inilah yang dipakai sebagai alas

duduk para penari Saman.

2. Bantal Kenunulen Saman.

Bantal Kenunulen Saman gunanya sebagai bantal tempat duduk penari yang

diletakkan di atas Alas Use. Bantal ini terbuat dari sumpit yang dianyam

berwarna-warni dan diisi dengan daun pisang tua, jerami atau dedak serta diberi

daun pandan supaya wangi. Bantal ini biasanya dipakai oleh penari Saman

Jalu.( Saman untuk bertanding ).

3. Kipas

Yang dimaksud dengan kipas disini adalah, kipas yang berupa kain selendang

berkerawang yang dipegang oleh para gadis-gadis yang duduk di belakang

penari Saman pada Saman jalu ( Saman Tanding ). Penari Saman akan dikipas-

kipas oleh gadis-gadis tersebut apabila si penari mulai berkeringat.

4.10. Bentuk Penyajian Tari Saman

4.10.1 Gerak

Dalam tari saman pemakaian gerak terfokus pada gerak Maknawi. Gerak maknawi adalah gerak yang mengandung arti atau mempunyai makna tertentu. Gerak tersebut biasanya mempunyai ciri khas yang mudah dimengerti oleh penonton. Pada gerak tari saman ini sedikit mengandung gerak murni (gerak tidak mengandung arti), gerak ini semata-mata agar tarian kelihatan tampak indah dipandang mata.

Universitas Sumatera Utara 4.10.2 Gerak Awal

Sebelum gerak dimulai, ketujuh belas penari sudah berada di tengah panggung, dengan duduk berbaris banjar/ber-Syaf dan duduk berlutut posisi badan ditahan dengan kedua kaki kemudian posisi tangan diletakkan di antara dua paha dengan sikap menutup kedua telapak tangan seperti memberi salam, sedangkan syekh saman diapit ditengah-tengah, yaitu delapan di sebelah kiri dan delapan disebelah kanan. Tujuan syekh saman duduk ditengah, mengandung makna untuk membangkitkan semangat pada penari yang lain dan sebagai pemberi aba-aba, sedangkan syahi berada disamping sebelah kiri penari.

4.10.3 Gerak Salawat

Salawat yaitu kalimat menjunjung tinggi nama Allah dan Rosul. Bentuk gerak ini adalah sebagian penari ada yang duduk dan ada yang menunduk dengan gerakan kedua tangan menepuk sejajar di depan dada. Posisi badan penari yang duduk menghadap ke kanan, sedangkan penari yang menunduk posisi badannya miring ke kiri dengan hitungan 2x8, dua kali lambat dua kali cepat.

Syair Salawat adalah sebagai berikut:

Alllah-Allah wamole……

Bungong pade ee dengon-dengon bi see dengon bismillah

Allah lon-Allah lon-Allah lon puphon………..

Rateup di kamoe-di kamoe katreep……

Hantom bi-hantom bi-hantom biasa….

Universitas Sumatera Utara

4.10.4 Gerak Saleum a.Saleum Pertama

Ketujuh belas penari berbaris berbanjar/bersyaf duduk berlutut, posisi badan ditahan dengan kedua kaki sambil berlutut memberi saleum, kedua tangan memberi salam kepada penonton sikap badan agak sedikit menunduk lalu bangun perlahan-lahan lalu duduk dengan hitungan 1x8.

Syair yang digunakan adalah :

Assalamualaikum po intan buleuen

Lon meubri saleum kewareh lingka

Ke bapak-bapak geucik saleum mulaam

Seureta sajan kewareh lingka

Hana cit tuwoe teuma oh lheuh nyan

Keu bandum rakan yang na di hua b.Saleum Kedua

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, gerakan bersalaman dengan kawan yaitu tangan kanan berjabatan dengan tangan kanan kawan, sedangkan tangan kiri di dada, dan posisinya berselang dua (ada yang duduk dan ada yang menunduk). Penari yang duduk berjabat tangan dengan penari yang menunduk, kemudian sebaliknya penari yang duduk lalu menunduk dan penari yang menunduk lalu duduk, gerakan ini dilakukan secara burulang-ulang sebanyak 2x8.

Syairnya adalah :

Universitas Sumatera Utara Karena saleum Nabi kheun Sunat

Jaro tamumat syarat mulia c.Saleum Ketiga

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini sama dengan gerakan saleum kedua, tapi hanya beda posisinya, yaitu selang tiga (ada yang duduk dan ada yang berdiri, dan ada yang menunduk). Pada gerak saleum ini penari berjabat tangan dengan kawan yaitu penari yang berdiri berjabat tangan dengan penari yang berdiri, penari yang duduk berjabat tangan dengan penari yang duduk, dan penari yang menunduk berjabat tangan dengan penari yang menunduk. Pada gerakan ini penari membuat gelombang yang duduk lalu berdiri, yang berdiri lalu menunduk, dan yang menunduk lalu duduk, gerakan ini dilakukan secara berulang-ulang sebanyak 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Ranuep kuneng on tawo bak reudeup

Ranuep baro jeut ta ujo cuba d.Saleum Keempat

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini tangan direntangkan dengan gerak likok gelombang selang tiga (ada yang duduk, ada yang berdiri, dan ada yang menunduk).

Pada gerakan ini yang memperhatikan gerak gelombang turun naik artinya penari yang menunduk lalu berdiri, yang berdiri lalu duduk, dan yang duduk lalu menunduk.

Gerakan ini dilakukan berulang-ulang sebanyak 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Universitas Sumatera Utara Seulama geuduk nibak teungoh leun

Budaya jameun jinoe kamo ba

4.10.5 Gerak Kisah Le laot

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, posisi kedua tangan ke depan, tangan kanan lurus kedepan sejajar dada agak serong sebelah kanan, tangan kiri ditekuk sejajar dada dan diikuti dengan kepala dan arah badan seterusnya kedua tangan ditepuk di atas kepala penari dua-dua kali hitungan, 2x lambat dan 2x cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Le laot aron meupulo peuraho wo dua-dua

Hai rakan lon bakle lalo

Budaya droe beu tajaga

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

4.10.6 Gerak Kisah Tiwah Ceunanggro

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari melakukan gerakan, tangan kanan diletakkan di lantai tangan kiri di dada posisi badan menunduk pandangan ke tangan kanan dengan hitungan 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Tiwah ceunanggro bule jih puteh ( ya Allah )

Universitas Sumatera Utara Geulanggang sideh Aceh

Ceunawik cintro hukom motrasi ( ya Allah )

Pinto teu gunci dengan agama

Hele hom hallah heallah he ya Allah

4.10.7 Gerak Kisah Hodoiyan

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari membuat gerakan kedua tangan menyilang di atas paha kiri dan sikap badan menunduk dengan hitungan 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Meukrue seumangat pirak lipat rahmad jeunulang

Ngon tulong-tulong Tuhan untong badan kasampo rena

E da greut-greut…………

Hodoiyan-doiyan laen bungong pade ee

Hodoiyan laheut cok keunan greut-greut…………….

4.10.8 Gerak Ekstra Kosong tanpa Syair

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari membuat gerakan tangan disilang di atas paha, sikap badan tegak, pandangan kedepan, dengan hitungan 2x8. Gerakan ini tidak menggunakan syair.

4.10.9 Gerak Lanie Keutupok Guda Keu Lakeuretah

Universitas Sumatera Utara Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari duduk berselang dua (ada yang duduk dan ada yang menunduk). Penari yang duduk membuat gerakan satu tangan bertepuk dengan tangan kawan, satu tangan lagi di dada, sedangkan penari yang menunduk, satu tangannya diletakkan di lantai, satu tangan lagi di dada, pandangan kearah mana tangan di bawa. Gerakan ini dilakukan secara bergantian. Hitungan 2x8 lambat 2x8 cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Keutupok guda keu lakeu reutah

Tupok beubagah miseu boh lah boh panta

Si ek u manyang bagoe diladisue

Rakan lon tan lee jino lon maba

4.10.10 Gerak Lanie heuk Katijan Naten-Naten

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, pada gerakan ini penari banyak menggerakan kepala, sedangkan tangan diletakkan antara dua paha dalam posisi duduk, yaitu selang dua (ada duduk dan ada yang menunduk). Penari yang duduk posisi badannya miring kekiri dan pandanganya kekiri, sedangkan penari yang menunduk posisi badan miring ke kanan dan pandangan ke arah kanan. Gerakan ini dilakukan secara bergantian, dengan hitungan 2x8 secara lambat dan 2x8 secara cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Heuk katijan naten-Naten

Universitas Sumatera Utara Heuk katijan naten-naten-naten

Wamon lahiyoh-lahiyoh-lahiyoh malee ellalah heut

4.10.11 Gerak Lanie Nangro Aceh Darussalam

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, kedua tangan disilang didada, pandangan kedepan, sikap badan tegak. Dengan hitungan 2x8.

Syair yang digunakan adalah :

Nangro Aceh nyoe tempat lon lahe

Bak ujong pantee pulauw Sumatra

Dile baro ken lam jaroe kaphe

Jinoe hanalee Aceh kajaya

4.10.12 Gerak Lanie Terakhir Seb Ube Nyangka

Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki. Pada gerakan ini, penari melakukan gerakan tepuk tangan dan tepuk dada dengan posisi duduk berselang dua (sebagian duduk dan sebagian menunduk). Penari yang duduk menepuk tangan kesamping kiri badan miring kekiri, pandangan kedepan kiri, sedangakan panari yang menunduk kedua tangan menepuk lantai badan miring ke kanan pandangan lantai. Gerakan ini dilakukan secara bergantian dengan hitungan 2x8 secara lambat dan 2x8 secara cepat.

Syair yang digunakan adalah :

Universitas Sumatera Utara Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ubeh nyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh seb ube nyangka

4.10.13 Gerak Salam Penutup

Pada gerak salam penutup ini, Ketujuh belas penari berbaris/bersyaf duduk berlutut dengan posisi badan ditahan dengan kedua kaki, penari memberi salam sambil menunduk, kemudian bangun perlahan-lahan dengan hitungan 2x8, kemudian keluar dari pentas. Gerakan ini tidak menggunakan syair.

4.11 Pola Lantai

Tari saman mempunyai pola lantai yang berbentuk lurus. Tari ini di tarikan oleh kaum laki-laki sebanyak 13 atau 17 orang penari (harus ganjil). Posisi pola lantai dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 4.9. Komposisi penari Saman

Universitas Sumatera Utara 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

4.12 Vokal (Syair)

Penyajian tari saman diiringi oleh syair. Syair dinyanyikan bersama-sama dalam bahasa daerah bercampur dengan bahasa Arab. Syair lagu dinyanyikan oleh syekh dan disambut bersama-sama oleh syahi dan penari menjadi iringan langsung dalam tarian ini. Iringan ini di golongkan ke dalam iringan internal, yaitu iringan yang berasal dari penari itu sendiri.

Isi syair dalam tari saman adalah memuliakan tamu, karena syair-syair dalam tari saman bertujuan untuk menghibur, mempererat persatuan dan kesatuan. Syair dalam tari saman bentuknya tidak teratur. Artinya bersajak bebas. Syair tari saman terdiri dari Seulawat, Saleum, Kisah, Lanie, dan Penutup. (contoh syair akan penulis perlihatkan pada lembaran kajian teks pada Bab V)

Universitas Sumatera Utara

BAB V

KAJIAN MAKNA TEKS LAGU-LAGU SAMAN

5.1 Keberadaan Teks dalam Lagu-lagu Saman

Dalam setiap seni pertujukan saman Gayo di Nanggroe Aceh Darussalam, terjadi komunikasi di antara seniman dan para penonton, dengan berbagai interpretasi

(penafsiran) terhadap pertunjukan yang terjadi. Kesemua aktivitas komunikasi dalam peristiwa seni pertunjukan ini berdasarkan kepada pola-pola budaya Gayo, yang hidup selama berabad-abad.

Termasuk ke dalam komunikasi seni pertunjukan itu mencakup: (a). lirik atau teks lagu-lagu saman Gayo, yang memiliki ciri-ciri khas dibandingkan komunikasi verbal dengan bahasa seharian, (b). interaksi atau kata-kata seru untuk memperkuat suasana pertunjukan, (c). kata-kata pengantar dalam setiap pertunjukan. Komunikasi lisan dalam seni pertunjukan saman Gayo biasanya menggunakan berbagai gaya bahasa

Universitas Sumatera Utara (metafora, aliterasi, perulangan, hiperbola, repetisi, dan sebagainya). Komunikasi lisan ini juga menjadi bahagian yang terintegrasi dengan aspek-aspek bukan lisan seperti nada, irama, rentak, melodi, gerak-gerik, dinamika, mimesis, dan sebagainya.

Komunikasi lisan selalu distilisasi untuk menarik perhatian penonton, dan menambah unsur estetika pertunjukan. Komunikasi lisan ini menggunakan puisi tradisional Gayo.

Teks dalam lagu-lagu saman Gayo, biasanya mengekspresikan tema yang akan dikomunikasikan oleh pencipta, seniman, kepada para penontonnya, begitu juga dengan makna gerak yang dipertunjukkan oleh penari saman. Teks ini ada yang sifatnya eksplisit, yaitu mudah dicerna dan ditafsir secara langsung, dan ada pula teks lagu-lagu saman Gayo yang sulit untuk dicerna dan ditafsir, karena penciptanya sengaja membuat teks yang bersifat rahasia, diberi gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup (implisit).

Oleh karena itu, teks dalam lagu-lagu saman Gayo ini perlu diresapi, dipahami, dan ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan

Gayo secara umum. Walau bagaimanapun, secara umum teks (lirik) lagu-lagu saman

Gayo, memainkan peran utama dalam budaya Gayo. Sehingga dapat dikatakan bahwa lagu-lagu Gayo sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang dalam studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik.

5.2 Logogenik

Menurut pengalaman penulis, salah satu aspek yang sangat penting dalam lagu- lagu atau musik vokal saman Gayo ialah peranan teks atau lirik yang sangat menonjol.

Garapan teks ini mendapat kedudukan yang utama dalam pertunjukan lagu-lagu saman

Gayo. Tari saman kesemuanya selalu diiringi lagu. Lagu-lagu saman dalam budaya

Universitas Sumatera Utara Gayo, umumnya berdasarkan kepada aturan-aturan puisi Gayo. Dengan kedudukan sedemikian rupa, maka penulis bisa mengkategorikan musik saman Gayo sebagai musik yang logogenik. Artinya bahwa musik Gayo sangat mengutamakan wujud verbal atau bahasa, dalam pertunjukannya (lihat Malm, 1977). Dengan demikian, komunikasi lisan dalam musik saman Gayo memegang peranan utama. Komunikasi lisan ini umumnya dinyanyikan dengan melodi tertentu, dan iringan rentak tertentu, disertai berbagai norma dan aturan, menurut tradisi pertunjukan tradisional Gayo.

Dalam Bab V ini, penulis akan mengkaji teks (lirik) dan makna teks dalam lagu-lagu saman Gayo khususnya dari Blangkejeren Aceh. Kajian ini menggunakan teori semiotik, kajian mengenai tanda-tanda lagu itu sendiri, seperti kualitas nyanyian, aktualisasi lagu, dan pengorganisasian lagu. Kemudian melangkah kepada referensi lagu, yaitu kajian tanda-tanda nyanyian dengan berbagai objek yang mungkin, yang memfokuskan kepada signifikasi nyanyian dengan objek yang lebih luas.

Sesudah itu adalah interpretasi musikal atau kajian tanda-tanda musikal yang berhubungan dengan berbagai interpretasinya, yang memfokuskan perhatian kepada aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang menerimanya. Kajian terakhir ini terdiri dari: persepsi musik, pertunjukan, dan intelektualisasi.

5.3 Kata-kata Nasehat Keketar

Dalam setiap pertunjukan kesenian saman di Balngkejeren, Nangroe Aceh

Darussalam, selain lagu-lagu, secara verbal di awal persembahan digunakan kata-kata nasehat dari keketar (para tetua adat), yang biasanya memiliki ilmu keagamaan dan

Universitas Sumatera Utara saman yang relatif luas dan dalam. Kata-kata nasehat yang disampaikan keketar yang sering diucapkan adalah sebagai berikut ini.

Su derengku

Si cemak enti amat-amat

Si kemali enti pe-peri

Pulang si cemak we salah amat

Pulang si kemali we salah peri

Utem – uyem, cekeh - beliung

Karung – sentong – serahan ku atas – ne

Artinya:

Saudaraku

Yang kotor jangan di pegang-pegang

Yang pemali jangan diungkap-ungkap

Kalaulah yang kotor salah pegang

Kalaulah yang pemali terungkap

Kayu api dan tusam, kapak beliung

Karung, sumpit, terbeban di atasmu

Dari teks di atas tergambar maknanya dengan jelas, bahwa keketar mengingatkan para penonton yang “pintar” dan memiliki ilmu-ilmu ghaib agar tidak mengganggu jalannya pertunjukan dengan diksi kata-kata yang penuh simbol. Su derengku; Si cemak enti amat-amat ;Si kemali enti pe-peri (Saudaraku; yang kotor jangan dipegang-pegang, yang pemali jangan diungkap-ungkap). Tiga baris teks di atas menjelaskan bahwa janganlah melakukan perbuatan dosa dalam konteks pertunjukan

Universitas Sumatera Utara ini. Jangan mengganggu jalannya pertunjukan. Kesemua diksi yang menyatakan kejahatan ini memakai simbol kata yang kotor, yaitu si cemak, si pemali. Si cemak artinya adalah yang kotor dan si pemali adalah yang dipantangi.

Kata-kata tersebut kemudian di teruskan dengan kalimat-kalimat nasehat atau memberitahu bahwa Pulang si cemak we salah amat; Pulang si kemali we salah peri;

Utem – uyem, cekeh – beliung; Karung – sentong – serahan ku atas – ne ( Kalaulah yang kotor salah pegang; Kalaulah yang pemali terungkap; Kayu api dan tusam, kapak beliung; Karung, sumpit, terbeban di atasmu). Inti dari teks ini mempunyai makna jangan mengganggu dan berbuat dosa dalam pertunjukan saman ini. Kalau berbuat dosa juga yakni mengganggu jalannya pertunjukn maka murka Tuhan kepada yang melakukannya, yang disimbolkan dengan kayu api, tusam, kapak beliung, sumpit, terbeban di atasmu. Setelah tokoh keketar menyampaikan nasehat, saman Jalupun bisa langsung di mulai dengan segera, yang dipimpin oleh juri yang dapat dipercaya.

5.4 Syair Lagu Muneging

Dalam tradisi saman yang dipergunakan untuk bertanding, yakni saman jalu, maka ada “pertarungan syair” antara pihak lawan dan tuan rumah. Di antara contoh syair lagu yang di nyanyikan oleh pihak lawan (muneging) adalah sebagai berikut.

I ke Penosan, dele waeh jernih

Nguk kei I pilih, kin isi ni lagu

Ke mutauh, uren ari langit

Mu nerima ke dia bumi

Universitas Sumatera Utara

Artinya:

Sekiranya di Penosan (nama tempat), banyak air jernih

Bolehkah dipilih untuk mengisi

Sekiranya jatuh hujan dari langit

Apakah bumi bersedia menampung

Teks yang dinyanyikan pihak lawan seperti tersebut di atas sebenarnya berupa pertanyaan kepada pihak tuan rumah. Teks I ke Penosan, dele waeh jernih, Nguk ke I pilih, kin isi ni lagu; Ke mutauh, uren ari langit; Mu nerima ke dia bumi (mempunyai makna: Sekiranya di Penosan, banyak air jernih, Bolehkah dipilih untuk mengisi,

Sekiranya jatuh hujan dari langit, Apakah bumi bersedia menampung.

Empat lirik teks di atas menunjukkan makna bahwa bagaimana air dan bumi ini diselesaikan oleh umat manusia di dunia ini. Bahwa alam adalah guru terbaik bagi pengajaran dalam kehidupan suku Gayo. Di dalam teks ini terkandung makna ajaran budaya, bahwa peristiwa air dan tanah adalah sesuatu yang alami mengikut hukum

Tuhan. Bumi dan air adalah dua hal yang melengkapi terciptanya dunia ini. Di antara pelajaran budaya lainnya yang terkandung juga makna teks ini, bahwa jika bumi ini dirusak, seperti pohon-pohon di hutan ditebang dengan sesuka hati, maka akibatnya akan terjadi banjir besar, dan dampaknya adalah kepada manusia yang merusak alam itu sendiri, termasuk mereka yang cinta kepada alam. Inilah makna yang terkandung di dalam teks lagu saman yang dilakukan oleh pihak lawan (muneging).

Universitas Sumatera Utara Selanjutnya dengan selesainya pertunjukan teks yang dilantunkan oleh pihak lawan, maka tuan rumah akan menjawab syair tersebut dengan contoh jawaban sebagai berikut.

I ke penampak – an

Geh muh aih jernih

Gera perpilih kin isi ni lagu

Artinya :

Di Penampak – an ( nama tempat )

Tidak ada air jernih

Tidak bisa dipilih pengisi lagu

Sekiranya di Penosan (nama tempat),

Banyak air jernih

Bolehkah dipilih untuk mengisi

Sekiranya jatuh hujan dari langit

Apakah bumi bersedia menampung

Kalimat-kalimat di atas yang terdiri dari: I ke penampak – an; Geh muh aih jernih; Gera perpilih kin isi ni lagu (artinya Di Penampak – an; Tidak ada air jernih;

Tidak bisa dipilih pengisi lagu; Maknanya adalah Sekiranya di Penosan; banyak air jernih; Bolehkah dipilih untuk mengisi; Sekiranya jatuh hujan dari langit; Apakah bumi bersedia menampung).

Kata-kata jawaban dari pihak tuan rumah tersebut mengandung makna, bahwa di Penampa—an sebenarnya tidak ada air bersih. Jika ada air bersih barulah bisa diisi ke bumi ini. Dan pihak tuan rumah kembali bertanya sekiranya hujan turun dari langit

Universitas Sumatera Utara apakah bumi bersedia menampungnya. Makna dari teks ini adalah bahwa tidak semua tempat terdapat air bersih, tidak semua tempat orang mengikuti hukum yang digariskan

Ilahi, jadi kalau mau bertanding ikutkan hukum Ilahi tersebut.

Di bawah ini adalah contoh syair-syair lagu pengiring tari saman yang tema utamanya adalah tentang muda-mudi untuk masa pertunjukan selama sekitar 10 menit dan berikut penotasiannya:

5.5 Teks pada Lagu Salam ke Penonton

Teks lagu salam ke penonton selengkapnya adalah sebagai berikut.

Sallamualaikum para penonton

Lailla la aho

Simale munengon kami berseni

Lahoya, sarre e hala lem hahalla

Lahoya hele lem hehelle

Le enyam-enyam

Ho lan an laho

Salamni kami kadang gih meh kona

Lailla la aho

Salam merdeka ibuh kin tutupe

Hiye sigenyan enyan e alah

Nyan e haillallah

Lailla la aho, ala aho

Artinya:

Universitas Sumatera Utara Salam kepada penonton

Assallamualaikum ya para penonton

Tiada Tuhan selain Allah

Yang hendak melihat kami berseni

Begitu pula semua kaum Bapak

Begitu pula kaum ibu

Nah itulah-itulah

Tiada Tuhan selain Allah

Salam kami mungkin tidak semua kena

Tiada Tuhan selain Allah

Salam merdeka dijadikan penutupnya

Ya itulah, itulah, aduh

Itulah, kecuali Allah

Tiada Tuhan selain Allah

Selain Allah……

Inti makna yang terkandung di dalam teks tersebut di atas adalah bahwa masyarakat penonton diajak untuk berkalimah syahadat: Tiada Tuhan Selain Allah dan

Muhammad itu Rasul Allah. Melalui nilai kalimah syuhadah ini, penari saman Gayo memberikan salam kepada semua penontonnya. Itulah inti ajarannya.

5.6 Teks Uluni Lagu

Universitas Sumatera Utara Asalni Kededes

Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan irerempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Asalni Kededes Kedie

Asalni kededes ari ulung kele keramil

Sentan ire rempil kedie

Sentan irerempil he kemenjadi jadi bola

Inget-ingetbbes yoh ku ine e

Artinya:

Asal bola daun kelapa

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Universitas Sumatera Utara Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Asal bola daun kelapa kiranya

Asal bola daun kelapa dari daun kelapa

Begitu dijalin-jalin kiranya

Begitu dijalin-jalin ia menjadi-jadi bola

Inget-inget awas sayangku aduh ibu

Kumpulan kata-kata di atas mengandung makna bahwa inilah sebuah permainan, seperti halnya permainan bola yang terbuat dari daun kelapa. Menjadi sebuah bola karena dijalin-jalin dan terbuat dari daun kelapa, begitu juga dengan kita sebagai umat muslim, wajiblah kita menjalin tali persaudaraan sesama muslim dimananpun berada. Permainan ini melibatkan kaum pria dan wanita. Untuk kaum wanita diwakili oleh para ibu-ibu. Jadi dalam permainan yang dilakukan lelaki pun perlu disertai dengan kaum wanita sebagai penyemangat pertandingan.

Salam Ni Rampelis mude

Orang nge tewah ari beras beras padi

Ya hpoya, oi manuk kedidi

He menjadi rem rempelis mude

Ne inget bes inget bes

Oi kiri sikuen kiri

Ara Salamualaikum, rata bewene

Ara kesawah jamuni kami

Ne inget-inget bes yohku

Kuguncang male kuguncang

Universitas Sumatera Utara Sallamualaikum rata bewene

Ne inget bes mien yohku

Iganta bang tudung

Oi Mude kin ulung mude

Ipantasan mulo

Artinya :

Salam dari Rempelis Mude

(Rempelis Mude Nama Sanggar)

O runduk sudah rebah dari beras-beras padi

Ya……, begitulah oi burung kedidi

Hai menjadi Rempelis muda

Oh, ibu inget awas, awas

Oi yang ke kiri dik anan kiri

Ada assalamualaikum, rata semuanya

Adakah tiba tamu kami

Oh ibu, ingat-ingat, awas sayangku

Kuguncang akan kuguncang

Assalamualaikum rata semuanya

Oh ibu, ingat awas lagi sayangku

Digantilah tudung

Oi muda untuk daun muda

Dipercepat dulu

Universitas Sumatera Utara Teks lagu saman di atas memperlihatkan kepada para pendengarnya bahwa para penari saman perlu menjaga keseimbangan gerak kanan, kiri, guncangan badan, dan seterusnya. Lagu-lagu juga memperlihatkan salam yang biasa dilakukan yaitu assalamu’alaikum. Makna yang terkandung pada lagu ini adalah dengan kekasih hati kita menjalani hidup bersama dengan pasangan kita, kita harus saling berbagi rasa, kaum ibu yang tampak dilibatkan dalam teks lagu ini, memperlihatkan perlunya saling mengisi antara kaum lelaki dan perempuan di dalam kehidupan ini.

5.7 Teks Lagu-Lagu

a. Teks Lagu Le Alah Payahe

He le ala payahe payah kejang

E kejang mufaedah payah musemperne

Eng eke engon ko keseni ruesku

Senangke atemu kami lagu nini

Ne inget-inget bes mien yoh ku ine

Oho igantin bang tudung uren

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Ine ilingang lingeken mulo

Yoh kukiri sikuen kiri

Tatangan katasan

Universitas Sumatera Utara Enti lale cube die ine

Awing ere kedie muselpak

Jangko gere kedie muleno

Beluh gere kedie berulak

Jarak gere kedie mudemu

Jadi bang mulongingku ine

O kejang teduhni ningkah

Ike payah teduhmi kite

Ike gaduh tuker mulo

Artinya :

Aduh payahnya

Hai, aduh payahnya, payah lelah

E, lelalh berfaedah, payah memuaskan

Sudahkah kau lihat sendi ruasku

Senangkah hatimu kami seperti ini

Oh ibu, ingat-ingat lagi sayangku, oh ibu

Oho, diganti dulu payng hujan

Ditarik. Tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah nanti kembali

Jauh tidakkah nanti bertemu

Oh ibu, digoyang, digeleng dulu

Hai ke kiri, ke kanan kiri

Universitas Sumatera Utara Angkatlah lebih tinggi

Jangan lalai cobalah dulu, oh ibu

Ditarik, tidakkah nanti patah

Dijangkau, tidakkah nanti rebah

Pergi tidakkah lagi kembali

Jauh tidakkah lagi bertemu

Cukuplah dulu adikku, oh ibu

Oh, capek berhenti dulu meningkah

Jika payah berhenti dulu kita

Jika letih tukar dulu

Sama dengan lagu-lagu di atas, teks lagu ini mengandung makna betapa sulitnya melakukan gerakan tari saman, ke kanan, ke kiri, berputar, dan seterusnya.

Ada juga diksi yang menggunakan payung hujan, ditarik dan seterusnya. Kata-kata yang digunakan juga melibatkan kaum hawa, yang diwakili oleh ibu, adikku, dan seterusnya yang mengisyaratkan dalam pertunjukannya saman perlu didukung oleh kaum wanita juga.

b.Teks Lagu Balik Berbalik

Iye balik berbalik

Gelap urum terang uren urum siding

Simunamat punce wae ala aho

He nyan e hae ala aho

Aho – aho – aho

Iye kubalik berbalik

Universitas Sumatera Utara Gelap urung terang uren urum siding

Simenamat punce wae ala aho

He enyan e hae ala aho,aho - ah0 – aho

Artinya :

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Iye kubalik berbalik

Gelap dengan terang, Hujan dengan teduh

Yang memegang puncak, dialah ya Tuhanku

Itulah dia ya Tuhan

Ya Allah – Ya Allah – Ya Allah

Kata-kata di atas menggunakan kata-kata yang bermakna saling bertentangan dalam satu kesatuan, yaitu gelap dan terang, hujan dengan teduh, dan seterusnya.

Kemudian dilanjutkan dengan semua keadaan dan kondisi di dunia ini sebenarnya

Allah lah yang Maha Mengaturnya. Dialah Tuhan semesta alam.

5.8 Teks Lagu Penutup a. Teks Lagu Gere Kusangka

Gere kusangka, aha kenasibku bese

Universitas Sumatera Utara Berumah renampe ehe itepini paya

Berumah renampe ehe itepini paya

Suyeni uluh, nge turuh supue sange

Mago-mago bese aku putetangak mata

Mago-mago bese aku putetangak mata

Teta tetar ahar reringe petepas

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Gere kedie melas dengan naik iruangku

Artinya:

Tidak ku sangka, Tidak ku sangka,

Aha kalau nasibku begini

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Berumah direrumputan di tepinya rawa

Tiangnya bambo

Sudah bocor atap dari pimping

Sulit-sulit begitu aku berputih mata

Lantainya belahan bambu, didndingnya pun tepas

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

Tidakkah kiranya menyesal saudara naik kerumahku

Teks lagu ini mengandung makna betapa papa dan sengsaranya seseorang itu, yakni rumahnya rerumputan di tepi rawa, tiang rumahnya terbuat dari bambu, sudah bocor, dan terbuat dari pimping, namun sudah bocor pula. Tetapi walaupun begitu

Universitas Sumatera Utara janganlah menyesal singgah di gubuk buruk aku itu, silahkan datang ke tempat kami walaupun itu berupa gubuk bambu tetapi hati kami terbuka untuk siapa saja yang datang, dan rumah buruk ini asri dalam karunia Ilahi.

b.Teks Lagu Kemeuteuh Uren

Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

Kemutauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

emetauh uren ari langit

Munerime kedie bumi

I nampaan ara baro renah

Cabang tewah ku lawe Due

Ari Abang gih mungkin berubah

Bier lopah itumpun kudede

Kerna langkah ni kami serapah

Berizin mi biak sudere

Kesediken cerak kami salah

Niro maaf kuama ine

Artinya :

Universitas Sumatera Utara Jika Turun Hujan

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Di nampaan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar piasu tancapkan ke dada

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Jika turun hujan dari langit

Menerimakah kiranya bumi

Di nampaan ada waru rendah

Cabang rebah ke Lawe due

Dari abang tidak mungkin berubah

Biar piasu tancapkan kedada

Karena langkah kami segera bergegas

Mohon izin kepada sanak saudara

Sekiranya ada ucapan kami yang salah

Mohon maaf kepada Ibu Bapak disini….

Syair Salawat adalah sebagai berikut :

a. Teks Lagu Allah-Allah wamole……

Universitas Sumatera Utara Bungong pade ee dengon-dengon

Bi see dengon bismillah

Allah lon-Allah lon……….

Allah lon puphon………..

Rateup di kamoe-di kamoe katreep……

Hantom bi-hantom bi-hantom biasa….

Teks Lagu saleum yang digunakan adalah :

Assalamualaikum

Po intan buleuen

Lon meubri saleum kewareh lingka

Ke bapak-bapak geucik saleum mulaam

Seureta sajan kewareh lingka

Hana cit tuwoe teuma oh lheuh nyan

Keu bandum rakan yang na di hua

Karena saleum Nabi kheun Sunat

Jaro tamumat syarat mulia

Ranuep kuneng on tawo bak reudeup

Ranuep baro jeut ta ujo cuba

Seulama geuduk nibak teungoh leun

Budaya jameun jinoe kamo ba

5.9.1 Teks Lagu Gerak Kisah Le Laot yang digunakan adalah :

Le laot aron meupulo peuraho wo dua-dua

Hai rakan lon bakle lalo

Universitas Sumatera Utara Budaya droe beu tajaga

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

5.9.2 Teks Lagu Gerak Kisah Tiwah Ceunanggro yang digunakan adalah :

Tiwah ceunanggro bule jih puteh ( ya Allah )

Geulanggang sideh Seunagan Raya

Ceunawik cintro hukom motrasi ( ya Allah )

Pinto teu gunci dengan agama

Hele hom hallah heallah he ya Allah

5.9.3 Teks Lagu Gerak Kisah Hodoiyan yang digunakan adalah :

Meukrue seumangat pirak lipat rahmad jeunulang

Ngon tulong-tulong Tuhan untong badan kasampo rena

E da greut-greut…………

Hodoiyan-doiyan laen bungong pade ee

Hodoiyan laheut cok keunan greut-greut…………….

5.9.4 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Keutupok Guda Keu Lakeuretah yang digunakan adalah :

Keutupok guda keu lakeureutah

Tupok beubagah miseu boh lah boh panta

DSi ek u manyang bagoe diladisue

Rakan lon tan lee jino lon maba

Universitas Sumatera Utara

5.9.5 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Heuk Katijan Naten-Naten yang digunakan adalah :

Heuk katijan naten-Naten

Heuk katijan naten-naten-naten

Wamon lahiyoh-lahiyoh-lahiyoh malee ellalah heut

5.9.6 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Nangro Aceh Darussalam yang digunakan adalah :

Nangro Aceh nyoe tempat lon lahe

Bak ujong pantee pulauw Sumatra

Dile baro ken lam jaroe kaphe

Jinoe hanalee Aceh kajaya

5.9.7 Teks Lagu Gerak Kisah Lanie Terakhir Seb Ube Nyangka yang digunakan adalah :

Seb e ube nyangka gaseh saying seb ube hnyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh seb ube nyangka

5.9.8 Teks Lagu Gerak Salam Penutup

Syair tari saman terdiri dari Seulawat, Saleum, Kisah, Lanie, dan Penutup.

Teks lagu Seulawat

Universitas Sumatera Utara Allah-Allah wamole….

Bungonh pade ee dengon-dengon bi see dengon bismillah

Allah lon-Allah lon Allah lon puphon

Rateup di kamoe-di kamoe katreup…..

Hantom bi-hantom bi-hantom biasa…….

Teks Lagu Saleum

Assalamualaikom po intan buleun

Lon meubri saleum kewareh lingka

Ke bapak-bapak geucik saleum mulaam

Seureta sajan kewareh lingka

Hana cit tuwoe teuma oh lheuh nyan

Keu bandum rakan yang na di lua

Karena saleum Nabi kheun Sunai

Jaro tamumat syarat mulia

Ranup kuneng on tawo bak reudeup

Budaya jemeun jinoe kamo ba

Teks Lagu Kisah

Le laot aron meupulo peuraho wo dua-dua

Hai rakan lon bakle lalo

Budaya droe beu tajaga

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

Le laot Aron meupulo peuraho wo dua-dua

Peuduk rapat peumeen jaroe

Universitas Sumatera Utara Cit meunoe budayo bangsa

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

Le laot Aron meupulo peuraho we dua-dua

Hai adek peumeun jaroe

Bek tuwoe taboh gaya

Hum lahele halah hele lah hum lahele halah

Tiwah ceunanggro bule jih puteh ( ya Allah….)

Geulanggang sideh Seunagan Raya

Ceunawik cintra hukom motrasi ( ya Allah….)

Pinto teu gunci dengan agama

Hele hom hallah healleh he ya Allah

Budaya Aceh indah han sakri

Bak aneuk tari dinthe u lua

Bandum rah saban baceut dak meu sie

Budaya RI uram jih sama…. ( ya Allah....)

Hele hom hallah heallah he ya Allah….

Kom barang impor dan idiolagi

Getanyoe gali dasar Negara

Garis-Garis Besar Haluan Negara

Undang-Undang Dasar RI sejak Merdeka

Hele hom hallah heallah he ya Allah

Meukreu seumangat pirak lipat rahmad jeunulang

Ngon tulong talong Tuhan untong badan kasampo rena

Universitas Sumatera Utara E da greut-greut………..

Hodoiyan-doiyan laen bungong pade eee

Hodoiyan laheut cok keunan greut-greut……

Lage uronya lah e adoe khendak bak tahan

Kamoe dendangkan seni piasan budaya bangsa

E da greut-greut………………….

Budaya suku ata endahu tanyoe tingkakan

Bek na didalam untong badan budaya lua

E u greut-greut……………

Hai generasi muda-mudi Aceh lon saying

Tanyo tingkatkan budaya away ata pusaka

E da greut-greut………………….

Teks Lagu Lanie

Keutupo guda keu lakeureutah

Tupok beubagah misie boh lah boh panta

Di ek u manyang bagoe diladisue

Rakan lon tan lee jino lon maba

Heuk katijan naten-naten

Heuk katijan naten-naten-naten

Wamon lahiyah - lahiyoh – lahiyoh malee elallah heut

Nangro Aceh tempat lon lahee

Bak ujong pantee pulouw Sumatra

Dile baro ken lam jaroe kaphe

Universitas Sumatera Utara Jinoe hanale Aceh kajaya

Nangro Aceh nyoe lepah that meugah

Masa perindah Iskandar Muda

Nangro nak beok hase meulimpah

Nangro meu tuah pusako kaya

Teks Lagu Penutup

Seb e ube nyangka gaseh sayang seb ube nyangka

Malam kajula cuaca pih ka peungeuh

Taboh kenelheh sab ube nyangka

Jika syair diartikan dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut :

Teks Lagu Shalawat

Allah-Allah Ya Rabbi

Bunga padi hai dengan-dengan bismillah

Allah saya-Allah saya- Allah saya yang mulia

Ratib di kami – di kami yang lama

Tidak pernah – tidak pernah biasa

Teks Lagu Salam

Assalamualaikum si intan bulan

Saya beri salam kekawan semua

Ke bapak-bapak geucik salam mualaan

Sereta sekalian ke kawan semua

Tak lupa pula setelah itu

Kesemua kawan yang ada di luar

Universitas Sumatera Utara Karena salam Nabi ucapkan Sunah

Tangan berjabat syarat mulia

Sirih kuning daun payangga pohon dadap

Sirih baru belajar kita uji coba

Selama duduk nibak tengah sawah

Budaya Zaman kini kami bawa

Teks Lagu Kisah Kisah

Air laut berpulau perahu berlayar dau-dau

Hai kawan saya jangan lalai

Budaya kita harus kita jaga

Hom lahele halah heleh lah hum lahele halah

Air laut berpulau perahu berlayar dau-dau

Letak rapa’I memainkan tangan

Memang seperti ini budaya bangsa

Hum lahele hallah hele lah hum lahele halah

Air laut berpulau perahu berlayar dau-dau

Hai adik mainkan tangan

Jangan lupa bergaya

Hum lahele halah hele lah hum lehele halah

Raja wali lambing Negara bulunya…( Ya Allah )

Arena disana Seunagan Raya

Pengait sangkar hukum motrasi

Pintu terkunci dengan Agama

Universitas Sumatera Utara Hele hom hallah heallah he ya Allah

Budaya Aceh indah sekali

Semua anak tari sudah terkenal diluar

Semua sama sedikit berbeda……………………………… ( Ya Allah )

Hele hom hallah heallah he ya Allah

Bukan barang impor dan idiologi

Kita gali dasar Negara

Garis-Garis Besar Haluan Negara

Undang-Undang RI sejak merdeka

Hele hom hallah heallah he ya Allah

Mekrue seumangat pirak lipat rahmat

Dengan pertolongan Tuhan untung badan sudah sempurna

Eda greut-greut……………………….

Hodoiyan hodoiyan lain bunga padi hai

Hodoiyan laheut ambil kesitu greut-greut

Seperti hari ini lah hai adik kehendak sama Tuhan

Kita dendangkan seni piasan Budaya Bangsa

Eda Greut-greut…………….

Budaya suku ata endatu kita tingkatkan

Tak ada didalam untung badab budaya luar

Eda greut-greut……………………

Hai generasi pemuda pemudi Aceh saya sayangi

Kita tingkatkan budaya awal punya pusaka Eda greut-greut……………….

Universitas Sumatera Utara Teks Lagu Lanie

Ketepuk kuda keretas

Tepuk yang cepat missal buah panta

Naik ketinggi bagaikan kipas

Kawan saya tak ada lagi sekarang

Heuk katijan naten-naten

Heuk katijan naten-naten

Wamon lahiyoh - lahiyoh - lahiyoh malee ellalah heut

Negri Aceh ini tempat saya lahir

Diujung pantai pulau Sumatra

Masa dulu dalam tangan kafir

Sekarang tak ada lagi sudah jaya

Negri Aceh ini sangat megah

Masa pemerintahan Iskandar Muda

Negrinya kecil hasilnya melimpah

Negri yang tuah pusaka kaya

Teks Lagu Penutup

Cukup disini saja kisah kasih saying cukup disini saja

Malam sudah larut cuaca sudah terang

Hanya sekian cukup disini saja

Universitas Sumatera Utara

BAB VI

STRUKTUR MUSIK TARI SAMAN

6.1 Notasi dan Transkripsi Lagu

Dalam ilmu-ilmu musik (musikologi dan etnomusikologi), dalam rangka melakukan analisis musik, perlu dilakukan visualisasi bunyi ke dalam bentuk simbol- simbol bunyi yang disebut notasi. Pekerjaan ini dilakukan untuk mempermudah setiap orang dalam melakukan analisis musik. Proses visualisasi atau pemindahan dimensi bunyi musik saman ke dalam bentuk visual ini, penulis pindahkan ke dalam bentuk notasi balok dalam garis paranada. Garis paranada terdiri dari 4 spasi dan 5 garis, ditambah garis-garis dan spasi-spasi bantu di atas dan di bawahnya. Kunci dari garis

Universitas Sumatera Utara paranada ini adalah kunci G, karena vokal yang disajikan biasa menggunakan tanda kunci G, atar trebel.

Dalam kerja etnomusikologi, tujuan penggunaan notasi balok, yaitu untuk mencatat semua karakter-karakter musik, baik secara umum (preskirptif) maupun secara detail dan mendalam (deskriptif). Kedua jenis notasi ini memiliki keunggulan- keunggulan dan kelemahan-kelemahan masing-masing. Sebaiknya pemilihan bentuk notasi ini disesuaikan dengan tujuan menganalisis musik dan transfer pengetahuan kepada para pembaca dan penganalisis musik lainnya. Dalam suatu komposisi musik, terdapat dua jenis notasi yang ditawarkan oleh Charles Seeger, yaitu notasi preskriptif dan deskriptif. Dalam penulisan notasi ini, penulis memilih pendekatan preskriptif untuk mencatat bunyi yang didengar secara umum saja.

Adapun proses visualisasi bunyi musik ini dalam disiplin etnomusikologi dinamakan transkripsi. Dengan mentranskripsikan bunyi ke dalam bentuk notasi, maka setiap orang dapat melihat dan memainkan kembali apa yang ia dengar. Untuk mempermudah kerja notasi ini, penulis tidak menuliskan semua instrumen yang dipakai dalam ensambel musik saman Gayo di Blangkejeren Aceh. Penulis hanya mentranskripsi musik vokal atau nyanyian, yang dalam hal ini sebahagian besar dalam konteks hiburan maupun pertandingan (saman jalu).

6.2 Proses Pentranskripsian

Untuk mendapatkan transkripsi lagu-lagu saman di Blangkejeren Nanggroe

Aceh Darussalam, ada beberapa langkah yang penulis lakukan, sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara 1. Untuk mendapatkan rekaman lagu-lagu saman, penulis merekam langsung lagu-

lagu yang penulis nyanyikan dalam konteks pertunjukan saman, di berbagai

peristiwa seni lokal maupun nasional.

2. Rekaman tersebut didengarkan secara berulang-ulang agar mendapatkan hasil

yang maksimal, dan kemudian ditranskripsikan ke dalam bentuk notasi.

3. Pendekatan transkripsi yang dilakukan adalah pendekatan preskriptif, yaitu

menuliskan perjalanan melodi secara makro dan garis besar saja. Tujuannya

adalah untuk memperlihatkan bagaimana struktural umum lagu-lagu saman

dalam konteks mengiringi tarian saman di Gayo.

4. Melodi lagu-lagu saman ditulis dengan notasi Barat agar dapat lebih mudah

dimengerti, karena dalam notasi Barat tinggi dan rendahnya nada, pola ritme,

dan simbol-simbol, terlihat lebih jelas ditransmisikan kepada para pembaca,

melalui tanda-tanda dalam garis paranada.

6.3 Sampel Lagu

Sejauh pengamatan dan penelitian penulis, sejauh ini lagu-lagu saman dalam kebudayaan Gayo banyak sekali, karena lagu-lagu tersebut dinyanyikan berdasarkan tema acara yang akan dipertunjukan oleh penari saman. Namun demikian, di antaranya yang paling sering disajikan dalam pertunjukan saman adalah delapan lagu. Sebahagian lagu ini ada yang ditulis dalam notasi angka, dan difotokopi, namun belum dibukukan atau dikumpulkan. Ada juga yang baru ditulis teksnya saja, ada pula sebahagiannya ditulis teks dan sedikit notasinya. Oleh karena itu, perlu penulisan atau transkripsi yang lebih luas dan lengkap, terutama penulis sarankan untuk peneliti selanjutnya. Ke depan

Universitas Sumatera Utara niat penulis akan membukukan dan menganalisis lagu-lagu saman ini dalam bentuk buku. Adapun kedelapan sampel lagu itu adalah sebagai berikut: (1) Rengum atau

Dering; (2) Salam Kupenonton; (3) Asalni Kededes; (4) Salam Ni Rempelis Mude; (5)

Lagu-lagu; (6) Balik Berbalik; (7) Gere Kusangka; dan (8) Ke Mitauh Uren. Hasil transkripsi dalam notasi balok kedelapan lagu saman itu adalah sebagai berikut.

(Diskripsi Tari Saman, Propinsi Daerah Istimewa Aceh, 199/1992 : 44-53).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 6.4 Analisis Struktur Melodi Delapan Lagu Saman Berdasarkan Delapan

Parameter Weighted Scale

Berdasarkan teori weighted scale yang diaplikasikan untuk menganalisis musik, maka hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:

6.4.1 Tangga Nada

Setelah mentranskripsikan keempat sampel lagu kedalam bentuk notasi, maka langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah menganalisis struktur musiknya.

Untuk menentukan tangganada, penulis melakukan pendekatan weighted scale, seperti yang dikemukakan oleh William P. Malm (1977). Dari hasil transkripsi, maka ditemukan tangga nada pada kedelapan lagu saman tersebut.

1. Tangga nada lagu Rengum atau Dering

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

2. Tangga nada lagu Salam Kupenonton

Universitas Sumatera Utara

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - 1/2

3. Tangga nada lagu Asalni Kededes

Nada: F – G – A - Bb - C - D - E - F

Laras: 1 – 1 - 1/2 - 1 – 1 – 1 - 1 /2

4. Tangga Nada Lagu Salam ni Rempelis Mude

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

Universitas Sumatera Utara 5. Tangga Nada Lagu-lagu

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - 1/2

6. Tangga Nada Lagu Balik Berbalik

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - 1/2

7. Tangga Nada Lagu Gere Kusangka

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

Universitas Sumatera Utara 8. Lagu Ke Nitauh Uren

Nada: Eb - F – G – Ab - Bb - C - D - Eb

Laras: 1 – 1 - ½ - 1 – 1 – 1 - ½

6.4.2 Nada Dasar

Dalam menentukan nada dasar pada keempat lagu ini, penulis menggunakan tujuh kriteria-kriteria generalisasi yang ditawarkan oleh Bruno Nettl dalam bukunya

Theory and Method in Etnomusicology (1963: 147), yaitu sebagai berikut.

1. Patokan yang paling umum adalah melihat nada mana yang paling sering

muncul dan nada mana yang paling jarang dipakai dalam suatu komposisi

musik

2. Kadang-kadang nada yang memiliki nilai ritmisnya besar dianggap nada dasar,

meskipun jarang dipakai

3. Nada yang dipakai pada awal atau akhir komposisi maupun pada bagian tengah

komposisi dianggap mempunyai fungsi penting dalam tonalitas tersebut.

4. Nada yang menduduki posisi paling rendah dalam tangga nada ataupun posisi

tepat berada ditengah-tengah dapat dianggap penting.

5. Interval-interval yang terdapat antara nada kadang-kadang dipakai sebagai

patokan. Contohnya sebuah posisi yang digunakan bersama oktafnya,

Universitas Sumatera Utara sedangkan nada lain tidak memakai. Maka nada pertama tersebut boleh

dianggap lebih penting.

6. Adanya tekanan ritmis pada sebuah nada juga bisa juga bisa dipakai sebagai

patokan tonalitas.

7. Harus diingat barangkali ada gaya-gaya musik yang mempunyai sistem tonalitas

yang tidak bisa dideskripsikan dengan patokan-paokan di atas. Untuk

mendeskripsikan sistem tonalitas seperti itu, cara terbaik tampaknya adalah

pengalaman lama dan pengenalan akrab dengan musik tersebut.

Dengan melihat tujuh kriteria di atas, maka dapat diuraikan nada dasar pada

keempat sampel lagu di atas.

1. Lagu Rengum/Dering

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Bb dan C

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Bb

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Bb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: Ab

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: G

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Bb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu

Rengum (Dering) adalah nada: Eb = Do. Hal ini ditunjukkan oleh rasa

musikal penulis dimana bagian-bagian lagu yang berakhir dengan nada Eb

menunjukkan bahwa lagu tersebut telah berakhir.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.1 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Rengum (Dering)

No Kriteria Nada

1 K1 Bb - C 2 K2 Bb 3 K3 Bb-Ab 4 K4 G 5 K5 Tidak ada 6 K6 Bb 7 K7 Eb

2. Lagu Salam Kupenonton

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Bb - C - D

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: C dan D

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Bb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: G

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: Eb

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: C - D - Eb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, nada dasar lagu Salam Ku

Penonton adalah nada: Eb = Do. Karena dengan berakhir pada nada Eb,

melodi lagunya terasa telah kembali ke nada terminalnya.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.2 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Salam Kupenonton

No Kriteria Nada

1 K1 Bb – C - D 2 K2 C - D 3 K3 Bb - G 4 K4 Eb 5 K5 Tidak ada 6 K6 C – D - Eb 7 K7 Eb = Do

3. Lagu Asalni Kudedes

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: D - E - F

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: E

3. Nada awal yang paling sering dipakai: E

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: D

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: E

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu

Asalni Kudedes adalah nada: F = Do. Karena nada ini merupakan nada

terminal, yaitu nada yang memberi kesan bahwa lagu tersebut telah

berakhir.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.3 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Asalni Kudedes

No Kriteria Nada

1 K1 D – E- F 2 K2 E 3 K3 E 4 K4 D 5 K5 Tidak ada 6 K6 E 7 K7 F

4. Lagu Salam Ni Rempelis Mude

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Eb - F - F# – A - C#

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: C#

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Eb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: G

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: C

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Eb - C #

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu Salam

Ni Rempelis Mude adalah nada: Eb = Do yaitu nada yang memberi kesan

musikal bahwa perjalanan melodi lagu telah berakhir dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.4 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Salam Ni Rempelis Mude

No Kriteria Nada

1 K1 Eb-F-F#-A-C# 2 K2 C# 3 K3 Eb - G 4 K4 C 5 K5 Tidak ada 6 K6 Eb – C# 7 K7 Eb

5. Lagu-lagu

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Eb –F - G – Ab

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Eb - A

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Eb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: Eb

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: D

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Eb – Bb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu Lagu-

lagu adalah nada: Eb = Do. Karena nada ini merupakan nada terminal,

yaitu nada yang memberi kesan bahwa lagu tersebut telah berakhir.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.5 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Lagu-lagu

No Kriteria Nada

1 K1 Eb – F – G - Ab 2 K2 Eb - A 3 K3 Eb - Eb 4 K4 D 5 K5 Tidak ada 6 K6 Eb - Bb 7 K7 Eb = Do

6. Lagu Balik-Berbalik

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: Eb – G – Bb - C

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: Eb – G –Bb - C

3. Nada awal yang paling sering dipakai: Eb

dan nada akhir yang paling sering dipakai: Bb

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: G

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: Eb – C

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, nada dasar lagu Bali-

Berbalik adalah nada: Eb = Do yaitu nada yang memberi kesan musikal

bahwa perjalanan melodi lagu telah berakhir dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.6 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Balik Berbalik

No Kriteria Nada

1 K1 Eb – G – Bb - C 2 K2 Eb – G – Bb - C 3 K3 Eb - Bb 4 K4 G 5 K5 Tidak ada 6 K6 Eb – C 7 K7 Eb = Do

8. Lagu Ke Mitauh Uren

1. Nada yang paling sering dipakai adalah nada: F – G – Ab - Bb - C

2. Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar: F – G

3. Nada awal yang paling sering dipakai: F – G

dan nada akhir yang paling sering dipakai: G – Ab

4. Nada yang memiliki posisi paling rendah: F

5. Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf: Tidak ada

6. Nada yang mendapat tekanan ritmis: F – G - Bb

7. Berdasarkan dari pengalaman musikal penulis, maka nada dasar lagu Ke

Mitauh Uren adalah nada: Eb = Do. yaitu nada yang memberi kesan musikal

bahwa perjalanan melodi lagu telah berakhir dengan sempurna.

Universitas Sumatera Utara Tabel 6.7 Nada Dasar yang Dipergunakan pada Lagu Ke Mitauh Uren

No Kriteria Nada

1 K1 F–G-Ab- Bb-C 2 K2 F – G 3 K3 F – G/G - Ab 4 K4 F 5 K5 Tidak ada 6 K6 F – G - Bb 7 K7 Eb

Keterangan K1: Nada yang paling sering dipakai K2: Nada yang memiliki nilai ritmis terbesar K31: Nada awal yang paling sering dipakai K32: Nada akhir yang paling sering dipakai K4: Nada yang memiliki posisi paling rendah K5: Nada yang dipakai sebagai duplikasi oktaf K6: Nada yang mendapat tekanan ritmis K7: Nada dasar berdasarkan pengalaman dan kecenderungan

6.4.3 Wilayah Nada

Wilayah nada adalah daerah (ambitus) dari nada yang frekuensinya paling rendah, sampai pada frekuensi nada yang paling tinggi. Dari hasil transkripsi di atas, maka diperoleh ambitus suara dari kedelapan lagu saman sebagai berikut.

Wilayah Nada Lagu Rengum (Dering)

G ke C

Universitas Sumatera Utara Wilayah Nada Lagu Salam Kupenonton

G ke Eb

Wilayah Nada Lagu Asalni Kededes

D ke A

Wilayah Nada Lagu Salam Ni Rempelis Mude

C ke C

Wilayah Nada Lagu Lagu-lagu

D ke Bb

Universitas Sumatera Utara Wilayah Nada Lagu Balik Berbalik

G ke G

Wilayah Nada Lagu Gere Kusangka

D ke Bb

Wilayah Nada Lagu Ke Mitauh Uren

F ke C

6.4.4 Jumlah Nada

Untuk menentukan jumlah nada-nada kedelapan sampel lagu, terdapat dua cara yang perlu dilakukan. Pertama adalah melihat banyaknya kemunculan setiap nada tanpa melihat durasinya secara kumulatif. Kedua, melihat kemunculannya dan menghitung durasi kumulatif. Dalam analisis ini, penulis menggunakan cara yang pertama, yaitu menghitung kemunculan nada tanpa melihat durasinya.

Universitas Sumatera Utara 1. Lagu Rengum (Dering)

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Rengum (Dering) ini adalah :

Nada Eb G Ab Bb C

Jumlah 1 1 7 35 9

2. Lagu Salam Kepenonton

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Salam Kepenonton adalah :

Nada Bb C D G Ab C# Eb

Jumlah 66 44 28 10 32 4 14

3. Lagu Asalni Kededes

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Asalni Kededes adalah :

Nada E D F G A

Jumlah 41 59 5 3 3

4. Lagu Salam Ni Rempelis Mude

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Salam Ni Rempelis Mude adalah :

Nada Eb E D C F G

Jumlah 26 2 3 11 20 12

Ab C# Bb B A F#

18 6 23 4 21 13

Universitas Sumatera Utara 5. Lagu-lagu

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu-Lagu adalah :

Nada Eb F G Ab Bb D A

Jumlah 54 59 56 23 14 3 5

6. Lagu Balik Berbalik

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Balik Berbalik adalah :

Nada Eb F G Bb C

Jumlah 27 13 16 19 12

7. Lagu Gere Ku Sangka

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Gere Ku Sangka adalah :

Nada Eb F G Ab Bb D

Jumlah 21 27 30 15 24 6

8. Lagu Ke Meutauh Uren

Jumlah Nada yang dipergunakan pada Lagu Ke Meutauh Uren adalah :

Nada F G Ab Bb C

Jumlah 6 35 42 42 17

Universitas Sumatera Utara 6.4.5 Interval

Interval yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah jarak antara nada yang satu dengan nada yang lainnya dalam satu komposisi musik. Sistem pengukuran pada interval disebut “laras” dengan alat ukur “cent”. Interval pada keempat lagu ini terdapat dua jenis, yaitu melangkah (conjunct) dan melompat (disjunt) Analisis interval penulis lakukan dengan menghitung setiap interval baik yang naik, maupun turun. Dengan melihat ketentuan-ketentuan interval di atas, maka interval pada kedelapan sampel lagu di atas adalah, sebagai berikut.

1. Lagu Rengum (Dering)

G ke C ( 2 ½ Laras )

2. Lagu Salam Kupenonton

G k3 Eb ( 4 Laras )

3. Lagu Asalni Kudedes

D ke A ( 3 ½ Laras )

Universitas Sumatera Utara 4. Lagu Salam Ni Rempelis Mude

C ke C1 (6 Laras )

5. Lagu Lagu-lagu

D ke Bb ( 4 Laras )

6. Lagu Balik Berbalik

G ke G ( 6 Laras )

7. Lagu Gere Ku Sangka

D ke Bb ( 4 Laras )

8. Lagu Ke Mitauh Uren

F ke C ( 3 ½ Laras )

Universitas Sumatera Utara 6.4.6 Kantur

Menurut Malm (1977:8) kantur adalah garis suatu lintasan melodi dalam sebuah lagu, yang dapat dibedakan kedalam beberapa jenis, yaitu:

1. Ascending (menaik), yaitu garis melodi yang bergerak naik dari nada yang

rendah ke nada yang tinggi.

2. Descending (menurun) adalah garis melodi yang bergerah turun dari nada yang

tinggi ke nada yang rendah.

3. Pendulous adalah garis melodi yang bergerak dengan membentuk lengkungan

(melengkung setengah lingkaran).

4. Terraced (berjenjang) adalah garis melodi yang membentuk gerakan berjenjang

seperti anak tangga.

5. Statis (level) adalah melodi yang gerakan-gerakan intervalnya terbatas atau

garis melodi yang bergerak datar atau statis.

Dari kelima jenis kantur di atas, maka kantur pada empat sampel lagu adalah:

- (a) Kantur Lagu Rengum (Dering), gabungan pendulous dan terraced.

- (b) Kantur Lagu Salam Kupenonton, gabungan pendulous dan discending.

- (c) Kantur Lagu Asalni Kededes, gabungan statis dan pendulous.

- (d) Kantur Lagu Salam ni Rempelis MJude, gabungaan statis dan pendulous.

- (e) Lagu Lagu-lagu gabungan antara pendulum dan statis.

- (f) Lagu Balik Berbalik gabungan statis dan pendulous.

- (g) Lagu Gere Ku Sangka gabungan pendulous dan terraced.

- (h) Lagu Ke Mitauh Uren gabungan statis dan pendulous

Universitas Sumatera Utara BAB VII

P E N U T U P

7.1 Kesimpulan

Setelah diuraikan secara rinci dan panjang lebar, dari Bab I sampai Bab VI, maka di dalam Bab VII ini penulis akan menarik kesimpulan-kesimpulan, terutama tiga hal seperti yang dikemukakan dalam pokok permasalahan penelitian ini, yaitu: (1) makna gerak tari; (2) teks, dan (3) struktur musik. Kesimpulan ini juga menjadi hasil penelitian yang penulis lakukan dalam mengkaji saman dalam kebudayaan masyarakat

Gayo, Nanggroe Aceh Darussalam.

(A) Dari sudut makna gerak tari saman, gerak-geraknya mengandung nilai- nilai filsafat Gayo, yang menjadikan orang Gayo bahagian dari alam dan mengabdikan diri untuk mengabdi kepada Allah Subhana Wataala. Gerak-gerak tari saman didasari oleh faham-faham sufisme khususnya tarikat Shamaniah yang berkembang di Aceh dan

Dunia Islam secara lebih universal. Dari segi strukturalnya ada kesatuan sosiobudaya antara para pemain saman yang terdiri dari pengangkat, pengapit, penupang, dan penyepit. Keempat unsur penari saman ini mencerminkan kebersamaan sosial budaya dalam rangka menjabarkan ajaran Islam habluminannas (hubungan antara sesama manusia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama). Properti penari saman juga memiliki makna-makna yang khusus berdasarkan konsep budaya Gayo. Makna ini mencakup makna warna, makna simbolis pakaian, dan lain-lainnya. Motif-motif dalam pakaian penari saman juga memiliki makna-makna yang semuanya bermuara bahwa

Universitas Sumatera Utara manusia adalah bahagian dari alam, ia harus mencintai alam, dan kembali kepadda alam yang diciptakan oleh Tuhan.

(B) Dari sisi teks, lagu-lagu saman yang disajikan oleh para penyanyi saman mengungkapkan ajaran-ajaran adat dan budaya Gayo yang telah menyatu dengan konsep-konsep Islam tentang hidup dan kehidupan ini. Teks dalam lagu-lagu saman

Gayo, biasanya mengekspresikan tema yang akan dikomunikasikan oleh pencipta, seniman, kepada para penontonnya. Teks ini ada yang sifatnya eksplisit, yaitu mudah dicerna dan ditafsir secara langsung, dan ada pula teks lagu-lagu saman Gayo yang sulit untuk dicerna dan ditafsir, karena penciptanya sengaja membuat teks yang bersifat rahasia, diberi gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup (implisit). Oleh sebab itu, teks dalam lagu-lagu saman Gayo ini perlu diresapi, dipahami, dan ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan Gayo secara umum.

Walau bagaimanapun, secara umum teks (lirik) lagu-lagu saman Gayo, memainkan peran utama dalam budaya Gayo. Sehingga dapat dikatakan bahwa lagu-lagu Gayo sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang dalam studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik. Teks dalam pertunjukan saman terdiri dari kata-kata nasehat keketar, yang penuh makna falsafah dan berserah diri pada

Allah. Kemudiaan ada juga teks saman yang merupakan bentuk-bentuk puisi tradisional Gayo yang penuh dengan makna perlambangan. Kata-kata yang digunakan sering merujuk kepada nama-nama tempat dan situasi alam sekitar, dan tentu saja tidak lupa konteks ajaran agama Islam.

(C) Struktur musik saman umumnya menggunakan tangga-tangga nada diatonik dan dicampur dengan ciri tangga nada khas Gayo yang mikrotonal. Tempo

Universitas Sumatera Utara yang digunakan umumnya sedang sampai cepat sekitar 90 sampai 130 ketukan dasar per menitnya. Selain itu wilayah nada yang umum digunakan adalah wilayah nada suara tenor, yang umum menjadi identitas khas musik saman ini, karena penari saman umumnya adalah kaum lelaki. Formula melodi yang umum digunakan dalam lagu saman umumnya adalah binari sampai ternari. Musik saman ini karena mengutamakan sajian teks maka bentuk melodinya umumnya adalah diulang-ulang atau lazim disebut dengan strofik.

7.2 Saran

Harapan penulis, semoga para seniman di daerah Gayo dapat bersinergi dengan

Pemerintah, melalui Departemen Budaya dan Pariwisata, dalam menggalakkan iklim seni dan wisata di kawasan ini. Salah satu yang dapat diberdayakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan wisata itu adalah tari saman ini. Mungkin agar kesenian tradisi ini hidup dan terus berkembang perlu pemungsian yang intens di dalam masyarakat. Untuk itu Dinas Budaya dan Pariwisata perlu melakukan dokumentasi akademis dan zaintifik, menyelenggarakan seminar tari saman secara kontinu dan berkala, serta mempertunjukkan tarian tersebut sesuai dalam fungsinya di masayarakat atau difungsikan untuk kepentingan dunia wisata.

Pihak perguruan tinggi yang mengelola ilmu seni, seperti Departemen

Etnomusikologi, Universitas Sumatera Utara, sendratasik Universitas Negeri Medan,

Universitas Syah Kuala Banda Aceh Universitas Lhokseumawe, perlu bekerjasama mengkaji, meneliti, mendokumentasikan kesenian-kesenian yang ada di kawasan ini, dan mewacanakan untuk difungsikan dalam masyarakatnya. Dengan

Universitas Sumatera Utara demikian masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam khususnya akan sadar budaya, dan menjadi insan yang seutuhnya, yang diridhohi Allah keberadaannya di dunia ini.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA

Al- Hadi, Syed Alwi Saleh. 1985. Adat Resam dan Adat Istiadat Melayu. Altran ( editor ). 1977. Segi-Segi Budaya Masyarakat Aceh, Jakarta: LP3ES. Anne Blom, Lynne and L. Tarin Chaplin. 1988. The Moment of Movement: Dance Arikunto, Suharsini. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta Asyura, Raja Muhammad. 1995. “Adat-Istiadat Perkawinan Menurut Adat Melayu Kepulauan Riau (Paper).” TajungPinang. Ayatrohaedi. 1985. Kepribadian Budaya Bangsa (Lokal Genius). Jakarta: Pustaka Jaya. Aziz, Cut Riowati., Samratul-Muhimmati. 1992. “Suntingan Naskah dan Pengkajian ISI.” Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. Depdikbud. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Singkil.2006. Aceh Singkil Dalam Angka Tahun 2006, Singkil: BPS Baldinger, Wallac S. 1960. The Visual Art. New York : Holt Rinerhart And Winston. Bazalba, Sidi. 1969. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta. Bulan Bintang. Beneditct, Ruth, 1962. Pola-Pola Kebudayaan. Jakarta: Pustaka Rakyat. Bent, Ian. 1987. Analysis, New York: Macmiian Press. Budhi Santoso,S. 1984. “Upacara Tradisional Kedudukan dan Fungsinya dalam Kehidupan Masyarakat.” dalam Analisa Kebudayaan, Tahun IV Nomor 2. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Budi Santoso, S., dkk. (Penyunting). 1986. Masyarakat Melayu dan Kebudayaannya. Pekan Baru: Pemda TK.1 Riau. Claire Holt, 2000. Melacak Perkembangan Seni Di Indonesia, (terj. Soedarsono). Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Deoro, Vincent. 1989. Characteristic of Kinesthetic Perseption, Iowa Williams C.Brown. Depdikbud RI. 1976. “Petunjuk Pelaksanaan Penelitian dan Upacara Perkawinan.” Jakarta. Pusat Sejarah dan Budaya. Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Depdikbud. 1997. Kebijakan Teknis Operasional Direktorat Jarahnitra. Jakarta Ditjen Kebudayaan. Djelantik, A.A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar, Bandung: Masyarakat Seni Doubler, Margareth. 1985. Tari Pengalaman Yang Kreatif. (Terj.T.Kumorohadi) Ellfedt, Lois. 1988. A Primer For Choreografers. New York: Wafeland Pres, Illinois Pricenton Book Company. Emil Salim.1985. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Jakarta: LP3ES Fauziah, Nurdin, NM.A. 2006/2007. “Seni Tari Suara Tradisional Aceh dan Keberadaan Masa Kini.” Satuan Kerja BRR Revilitasi dan Pengembangan Kebudayaan Pariwisata Banda Aceh Fischer, H, TH. 1979. Pengantar Antropologi Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT.Pembangunan. Fraser, Diane Lynch. 1988. Playdancing, A Dance Horizons Book, New York: Pricanton Book Company, Pennington, New York.

Universitas Sumatera Utara Gamed, Howerd. 1983. Multiple Intelligences Theory Australia, Adelaide: Press de Oliviera. Gardner, Howard. 2000. Multiple Intellegence: Teori dalam Praktik, Batam: Binarupa. Geriya, Wayan, 1996. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, Global, Bunga Rampai, Upada Sastra, Denpasar. Gilbert, Ann Green. 1992. “Creatif Dances For All Ages.” American Dance Association, Virginia. Hartoko, Dick. 1983. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius. Hartong. Co Haukin, Alma M. 1988. Creating Trough Dance. Hasan Husein, T.A.Drs. dkk.1984. ’’Upacara Tradisional Daerah Istimewa Aceh,’’ Banda Aceh: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Proyek IDKD Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Hasjmy. A. 1983. Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah: Jakarta: Penerbit Benua Aceh Dalam Angka. Hasjmy.A, 1990. Kebudayaan Aceh Dalam Sejarah. Jakarta: Penebit Benua. Aceh Dalam Angka Hawkins, Alma. 1990. Mencipta Lewat Tari, terj.Sumandiyo Hadi, ISI, Yogyakarta. Hoesin, Muehammad. 1978. Adat Aceh, Banda Aceh: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Howard Nadel, Myron and Contance Nadel Miller. 1978. The Dance Experiemce, Reading in Dance Appreciation. New York: Universe Book. Http//www.Waspada_co_id Seni & Budaya . Tubuh-Tubuh Visual yang Ornamentik. Humprey, Doris. 1983. Seni Menata Tari. Terj. Sal Murgiyanto, Dewan Kesenian Jakarta. Improvision. Pittsburgh: Univercity of Pittsburgh Press. IPNB, Kerangka Acuan ( TOR). 1987. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Budaya Daerah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan. Kadir, M,,Daud. 1985. Upacara Tradisional Hidup Daerah Riau. Pekan Baru. Proyek IDKD Depdikbud. Kayam, Umar. 1998. Seni Tradisi Msyarakat. Jakarta: Sinar Harapan. Kesuma , Asli. dkk. 1991/1992. Deskripsi Tari Saman. Proyek Pembinaan Kesenian Daerah, Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh. Ki Hadjar Dewantara. 1977. Kebudayaan: Bagian Pertama: Yogyakarta: Pendidikan Majelis Luhur Taman Siswa. Koentjaraningrat. 1967. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. ______. 1980. Metode-Metode Antropologi dalam Penyelidikan Masyarakat dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. ______. 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Djambatan. ______. 1990. Beberapa Pokok Antropologi Sosial, Jakarta: Dian Rakyat. ______. 1990. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pusat Utama. Kuntowijoyo, Dr. 1975. “Pembangunan Pariwisata di Daerah Istimewa Aceh.” Proyek Pembinaan Kepariwisataan Sekretariatan Wilayah Daerah Istimewa Aceh.

Universitas Sumatera Utara ______. 1977. Pembangunan Pariwisata di Daerah Istimewa Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata Departemen Perhubungan Direktorat Jendral Pariwisata. ______. 1982. Pra Survey Kepariwisataan Daerah Istimewa Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pariwisata Deoartemen Perhubungan Direktorat Jendral Pariwisata. ______. 1987. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. Lailisma.S. & H.Ihsan. 2004. Tarian di Propinsi di Nangro Aceh Darusalam. Suatu Dokumentasi Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe Propinsi Nangro Aceh Darusalam. Banda Aceh.: Sanggar Tari Cut Nyak Dhien Meuligoe. Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh. 1990. Pedoman Umum Adat Aceh Edisi 1. Banda Aceh: LAKA Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Lindsay, Jennifer. 1991. Klasik, Kitcsh, Kontemporer, sebuah Studi tentang Seni Pertunjukan Jawa, Yogyakarta: Gama Press. Lumpur: Kementrian Pelajaran Malaysia. M. Jazuli. 1994, Telaah Teoretis Seni Tari. Semarang: IKIP Semarang Pres. Muhammad. 1970. “Adat Atjeh.” Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Murgiyanto, Sal. 1983.Koreografi. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi dan Menengah Depdikbud. Nasrudin Sulaiman, dkk.1992. Aceh Manusia Masyarakat Adat dan Budaya, Banda Aceh: PDIA. Nilan, Arthur S. 1999. Aspek Manusia dalam Seni Pertunjukan.Bandung : STSI Pedro Alexi dan Dewi Hapianti. 2001. Ayo Menari. Jakarta: Gramedia. Pekerti, Widia, dkk. 1999. Pendidikan Seni Musik/Tari/Drama. Jakarta: Universitas Terbuka. Pemerintah Kabupaten Singkil. 2004. “Tata Cara Pelaksanaan Adat Perkawinan Aceh Singkil.” Dinas Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga Aceh Singkil. Pertunjukan Indonesia. PPKD. 1994. “Adat Istiadat Daerah Propinsi Istimewa Aceh, Banda Aceh: Proyek P2NB Depdikbud. Prajikno Bambang. 1994. Model-Model Belajar Tari: Interaktif dan Interaksi Anak Dalam Bergerak. Jakarta: IKIP Jakarta. Prier, Karl-Edmund SJ. 1996. Ilmu Bentuk Musik, Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Pustaka dan Budaya. 1989. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. Ruslan H.Prawiro, 1966. Kependudukan, Teori, Fakta, dan Masalah. Bandung: Alumni. Rusliana, Iyus. 1988. Pendidikan Seni Tari Untuk SMTA. Jakarta: PT. Angkasa Band. Rusliyanto, Iyus. 1983/1984. Seni Tari Untuk KPG. Jakarta: Dharma Karsa Utama. Salam, Aprinus. 1998. Umarkayam dan Jaring-Jaring Semiotika. Jogyakarta: Pustaka Pelajar. Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan, Jakarta: Sinar Harapan. Sekolah Tinggi Kesenian Wildaktika, Surabaya Smith, Jacqueline. 1986. Komposisi Tari: Sebuah Petunjuk Praktis bagi Guru, Terj. Ben Suharto, Ikalasti, Yogyakarta.

Universitas Sumatera Utara Soedarso, SP. 1991. Perkembangan Kesenian Kita. Ed. Soedarso, Jogyakarta: BP. ISI. Soedarsono, 1974. Dances In Indonesia. Jakarta : Gunung Agung. ______. 1977, Estetika. Yogyakarta: Akademi Seni Tari Yogyakarta. ______. 1978. “Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari.” Diktat Yogyakarta. ______. 1972. “Beberapa Masalah Perkembangan Tari di Indonesia.” Surakarta: Kertas Kerja pada Seminar Kesenian. ______. 1977. Tari-Tari di Indonesia 1. Jakarta: Proyek Pengembangan Media dan Kebudayaan. Stein, Leon. 1979. Structur & Style. The Study and Analysis of Musical Form. Princeton: Summy-Birchard Music. Sudjiman, Panuti. Art Van Zoestt. 1996, Serba Serbi Semiotika. Jakarta: PT Gramedia. Suedijo. 1987. Aspek Sosial dan Budaya dalam Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana. ______. 1991/1992. Peta Wisata Aceh Indonesia ( Buklet) Banda Aceh. Dinas Pariwisata Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Sugiayanto. 2004. Kesenian Untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga. Sukardi. 2003. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Sumarsono, 2003. Restorasi Seni Tari dan Transformasi Budaya , Joyakarta : El Kapli. Supriatun. 2004. “Rumah Belajar dalam Apresiasi Seni,” dalam Artista, Nomor 1, Volume 6, Januari-April 2004, PPG Kesenian, Yogyakarta. Surjanto, A dkk. 1985. Kamus Istilah Pariwisata. Jakarta P3D Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suryodiningrat, 1980. Babad Lan Merkaring Djoget Djawi. Yogyakarta: Komp Buning. Susanne K, Langer. 1957. Problem Of Art. New York: Ten Philosofical Lecture. Sutopo, F.X. 1986. “Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari.” Direktorat Kesenian Depdikbud Jakarta. Sutrisno, Mudji & Verhak, Christ. 1993, Estetika, Filsafat Keindahan, Jogyakarta: Kanisius. Syamsuddin, T. dkk. 1978. “Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Istimewa Aceh.” Jakarta: Depdikbud. Tabrani, Primadi. 1997. Belajar dari Sejarah dan Lingkungan. Bandung: ITB. The Liang Gie, 1976. Garis Besar Estetika: Yogyakiarta: Super Sukses. Thomas Vincent. 1964. Creative in The Art. London: Prentice Hall. Universitas Syiah Kuala, 1983. Propinsi Inventasi daerah Istimewa Aceh. Pemerintah Daerah Istimewa Aceh bekerja Sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala. Van Zest, Art .1993. Semiotika ( terj. Ani Soekawati). Jakarta: Yayasan Sumber Agung. Wadjid Anwar, 1980. Filsafat Estetik.,Yogyakarta: Nurcahaya. Widiasarana Indonesia Pusat Penelitian Sejarah Budaya. 1978/1979. “Enkslopedi Musik dan Tari Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh.” Penelitian dan Pencatatan Budaya Daerah.Banda Aceh. Yusmidar. 1999. “Mengenal Tari Tradisional Aceh.” Aceh: Dinas Pendidikan Banda Aceh Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Zentgraaf, Ac & Gondoever RA. 1985. Van Sumatranf jis Medan Deli Autonobiel ta.

Universitas Sumatera Utara ______. 1981. “Masyarakat Aceh dan Kegiatan Pariwisata” (Brosur) Banda Aceh: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Daerah Istimewa Aceh. ______. 1983/1984. Inventarissasi Obyek-obyek Pariwisata Daerah Istimewa Aceh. Banda Aceh: Sekretariat Daerah Istimewa Aceh.

Universitas Sumatera Utara Lampiran : DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Ir Abniran Arbika Gayo (Al Pakir) Tempat/Tgl Lahir : Bintang .05-Februari-1965 Pekerjaan : Mantan kepala Distrik Aceh Tengah Bener BRR Nad Nias Kedudukan dalam Sanggar : Pengamat Seni dan fenomena masyarakat gayo Pendidikan : Matematika Institut Teknologi Bandung Angkatan 1985. Alamat : Jln. Amal 12 Pinangan Takengon

2. Nama : Munawir Arlotti Tempat/Tgl Lahir : Takengon,18-Maret-1984 Pekerjaan : Lembaga Penelitian Aceh Tengah Kedudukan dalam Sanggar : Pengamat Seni/Penulis Alamat : Tingkem, Kecamatan Bukit

3. Nama : Saukani,ST Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 18-April-1982 Pekerjaan : PNS Kedudukan dalam Sanggar : Pelatih/Pembina Alamat : Kampung Jawa,Blangkejeren

4. Nama : Usman Tempat/Tgl Lahir : 38 Tahun Pekerjaan : Tani Kedudukan dalam Sanggar : Syek/Penangkat Alamat : Kampong Jawa,Blangkejeren

5. Nama : M.Amin Tempat/Tgl Lahir : Desa Blang Bengkik.63 Tahun Pekerjaan : Tani Kedudukan dalam Sanggar : Tokoh masyarakat /kepala mukim secara adat membawahi 6 desa 1 pemukinan Alamat : Desa Blang Bangkis, Sending Jaya

Universitas Sumatera Utara 6. Nama : Jhon CB Tempat/Tgl Lahir : Kota Panjang, 25-Agustus-1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Syekh Saman/Pengangkat Alamat : Blang Kolak 2 Takengon

7. Nama : Mahmudin Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 06-Agustus-1992 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Pengapit Alamat : Blang Mersah – Takengon

8. Nama : Ali Min Gayo Tempat/Tgl Lahir : Kedawi, 05- Juni-1989 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Penungak Alamat : Blang Kejeren

9. Nama : Gali Gayo Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 18-Juli-1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penungak Alamat : Blangkejeren

10. Nama : SB Sarjef Tempat/Tgl Lahir : Lhokseumawe/29-Desember-1970 Pekerjaan : Ivent Organiser/ Felm Maker Kedudukan dalam Sanggar : Pengamat Seni Banda Aceh/Pelatih tari Ratoeh Duek di Jakarta/ Ketua Bidang Seni Dan Budaya Ikatan Pemuda Mahasiswa Aceh Di Jakarta/Pendiri Sanggar Seniman Aceh. Alamat : Taman Budaya Banda Aceh

11. Nama : Jamal Abdullah [email protected] Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh.1972 Pekerjaan : Pemain Rafai Kedudukan dalam Sanggar : Pemain Alamat : Neusu. Banda Aceh

12. Nama : Rian Aldiansyah

Universitas Sumatera Utara Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh.22 November 1989 Pekerjaan : Pemain Saman Banda Aceh Kedudukan dalam Sanggar : Pemain Alamat : Lampase Kota Banda Aceh

13. Nama : Alamsyahbudin, S.SOS. I Tempat/Tgl Lahir : Lawe beringin Gayo, 8 November 1985 Pekerjaan : Swasta Kedudukan dalam Sanggar : Mantan ketua Sanggar, penari saman Alamat : Gayo Lues

14. Nama : Subur Dani Tempat/Tgl Lahir : Sigli, Aceh 9 November 1989 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Syahi/aneuk syahi (penyair) Alamat : Banda Aceh

15. Nama : Ayoub sabah Tempat/Tgl Lahir : Lhoksukon, 5-Mei 1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman Alamat : Blang Kolak 2 Takengon

16. Nama : Udin Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 01-Agustus-1992 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Alamat : Blang Mersah – Takengon

17. Nama : Mahmudin Tempat/Tgl Lahir : Bireun, 07-September-1989 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Penungak Alamat : Blang Kejeren

18. Nama : Irwan Pase Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 16 Juli 1987 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penungak Alamat : Blangkejeren

19. Nama : Sabirin Murba

Universitas Sumatera Utara Tempat/Tgl Lahir : Lhokseumawe. 21 Juli 1970 Pekerjaan : Wiraswasta Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Pengapit Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

20. Nama : Jamal Puteh Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh.12 Mei 1972 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman / Penunggak Alamat : Blang Bengkih- Gayo Lues

21. Nama : Gunawan Arbi Tempat/Tgl Lahir : Takengon,18-Juni-1984 Pekerjaan : Mahaswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

22. Nama : Muhammad Ramli Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 28 Juni 1982 Pekerjaan : Wiraswasta Kedudukan dalam Sanggar : Penari saman/ Penunggak Alamat : Kampung Jawa, Blangkejeren

23. Nama : Zulkipli Tempat/Tgl Lahir : Bireun, 12 Agustus 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren

24. Nama : M.Aminudin Gayo Tempat/Tgl Lahir : Desa Blang Bengkik.09 April 1081 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/ Penunggak Alamat : Desa Blang Bangkis, Sending Jaya

25. Nama : Yoesrizal Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 23 November 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Pengapit Alamat : Blang Kolak 2 Takengon

Universitas Sumatera Utara 26. Nama : Muhammad Syafi’i Tempat/Tgl Lahir : Blangkejeren, 17-Agustus-1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Pengapit Alamat : Blang Mersah – Takengon

27. Nama : Wali Gayo Tempat/Tgl Lahir : Takengon 19- Juni-1981 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari/Penungak Alamat Blang Kejeren

28. Nama : Syamsuar Arbi Tempat/Tgl Lahir : Lhokseumawe. 11 Juli 1970 Pekerjaan : Wiraswasta Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Pengapit Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

29. Nama : Muhamad Daut Tempat/Tgl Lahir : Banda Aceh. 17 November 1972 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman / Penunggak Alamat : Blang Bengkih- Gayo Lues

30. Nama : Syamsi Gabo Tempat/Tgl Lahir : Takengon,14-Februari-1984 Pekerjaan : Mahaswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren – Gayo Lues

31. Nama : Ali Sabni Tempat/Tgl Lahir : Takengon, 13 Desember 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/ Penunggak Alamat : Kampung Jawa, Blangkejeren

32. Nama : Ramli Puteh Tempat/Tgl Lahir : Bireun, 28 Oktober 1982 Pekerjaan : Mahasiswa Kedudukan dalam Sanggar : Penari Saman/Penunggak Alamat : Blangkejeren

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN FOTO INFORMAN Dokumentasi: Nuning Putriani

Penulis bersama Penari Bines (Penari Wanita) ( 2010)

Penulis bersama Penari Bines (Penari Wanita) ( 2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis bersama Penari Bines (Penari Wanita) ( 2010)

Penulis bersama para penari Saman di Desa Blang Bengkih Blangkejeren ( 2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis bersama para penari Saman di Desa Blang Bengkih Blangkejeren ( 2010)

Penulis sedang mewawancarai narasumber tentang Sejarah Gayo Bapak Abdurahman Hasan (Tokoh Masyarakat) di Takengon – Aceh Tengah (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis sedang mewawancarai narasumber tentang Sejarah Gayo Bapak Abdurahman Hasan (Tokoh Masyarakat) di Takengon – Aceh Tengah (2010)

Penulis sedang mewawancarai narasumber tentang Sejarah Gayo Bapak Ir.Abniran Arbika Gayo (Pengamat Seni Gayo) bersama Bung Munawir Arlotti (Dari Lembaga Penelitian Takengon) di Takengon – Aceh tengah (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis, Ir.Abniran Arbika Gayo, dan Munawir Arlotti Takengon – Aceh Tengah (2010)

Penulis, Ir.Abniran Arbika Gayo, dan Munawir Arlotti Takengon – Aceh Tengah (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis sedang mewawancarai narasumber (Pelatih Saman) di desa Blang Bengkih – Blangkejeren (2010)

Penulis sedang mewawancarai narasumber (Tokoh Saman) di desa Blang Bengkih – Blangkejeren (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis sedang berkunjung di Desa Blang Bengkih, wawancara dengan Tokoh Masyarakat, Pelatih Saman, Pemain Saman di Tempat Penelitian berlangsung (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis sedang berkunjung di Desa Blang Bengkih, wawancara dengan Tokoh Masyarakat, Pelatih Saman, Pemain Saman di Tempat Penelitian berlangsung (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis sedang mengadakan Wawancara dengan Pengamat Seni/Pelatih Saman/Ratouh Duek: Bung SB Sarjef dan Bung Zamal Abdullah di Taman Budaya Banda Aceh (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis sedang berkunjung di Desa Blang Bengkih, wawancara dengan Tokoh Masyarakat, Pelatih Saman, Pemain Saman di Tempat Penelitian berlangsung (2010)

Universitas Sumatera Utara

Penulis berfoto di Mesjid Raya Banda Aceh.

Universitas Sumatera Utara

Bapak Saukani Bung MUnawir Arloti

Jhon CB Usman

Universitas Sumatera Utara

Bung SB Sarjef Bung Jamal Abdullah

Bapak Abdurahman Hasan Bapak Ir.Abniran Arbika Gayo

Universitas Sumatera Utara URUTAN DAN RAGAM GERAK TARI SAMAN Dokumen Foto : Subur Dani

Gerak Ke 1 (Sikap Awal)

Gerak ke 2 (Shalawat)

Universitas Sumatera Utara

Gerak ke 3 (Gerak Saleum ke 1)

Universitas Sumatera Utara

Gerak ke 4 (Saleum ke 2)

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 5 (Gerak Saleum ke 3)

Gerak ke 6 (Gerak Saleum ke 4)

Universitas Sumatera Utara

Gerak ke 7 (Grerak Kisah Ke Laot)

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 8 (Gerak Kisah Tiwah)

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 9 (Gerak Kisah Hodoiyan)

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 10 (Gerak Ektra tanpa Lagu)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 11 (Gerak Lanie Keutupok Guala)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 12 (Gerak Lanie Heuk Katizan-Naten)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 13 (Gerak Lanie Nangro Aceh Darusallam)

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 14 (Gerak Lanie Terakhir)

Universitas Sumatera Utara Gerak ke 15 (Gerak Kisah Penutup)

Universitas Sumatera Utara

Sumber dokumentasi diambil dari : Subur Danny

Universitas Sumatera Utara