p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697

SULUH PENDIDIKAN (Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan)

Vol. 17 No. 2 Desember 2019

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Saraswati Suluh Pendidikan, 2019, 17 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697

MENYAMA BRAYA : REPRESENTASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMERTAHANAN PERSATUAN BANGSA

Made Kerta Adhi1, Ni Putu Seniwati2, I Ketut Ardana3 IKIP Saraswati email : [email protected]; [email protected]; [email protected]

ABSTRAK Kajian pustaka kritis ini, bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai menyama braya sebagai salah satu nilai kearifan lokal Bali dalam pemertahanan persatuan bangsa. Perkembangan Ipteks, dinamika masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya dan pertahanan keamanan menjadikan varian kepentingan manusia dan bangsa semakin kompleks. Apalagi ada sifat egoistis, dan permainan kapitalis cenderung mudah menimbulkan prasangka, konflik, bahkan perpecahan. Akar permasalahannya, diduga nilai-nilai persatuan dan nasionalisme yang terkandung dalam nilai-nilai kearifan lokal termarjinalkan. Oleh karena itu, aset budaya yang dimiliki oleh bangsa atau komunitas budaya, seperti kearifan lokal Bali mesti dibina, dikembangkan dan dilestarikan. Pemertahanan keutuhan dan persatuan bangsa, belum cukup jika dilakukan dengan membuat regulasi, serta melakukan pemertahanan ideologi, sosial-ekonomi, politik, dan keamanan. Akan tetapi, perlu juga dibidang budaya dengan dibangun dan dibudayakan nilai-nilai kearifan lokal Bali: menyama braya dalam praktik kehidupan sehari-hari secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan demikian nilai-nilai persatuan dan pemertahanan bangsa cenderung dapat diwujudnyatakan dan perlawanan terhadap model penjajahan sekarang (soft power) akan dapat diredam bahkan dihindari.

Kata kunci: menyama braya, representasi, kearifan lokal dan pemertahanan

MENYAMA BRAYA : THE REPRESENTATION OF BALINESE LOCAL WISDOM IN THE DEFENSE OF NATIONAL UNITY

ABSTRACT This critical literature study aimed at describing the values ​​of Menyama Braya as one of Bali’s local wisdom values in maintaining the national unity. The development of science and technology, the dynamics of society in social, economic, political, cultural and security defense make the variants of human and national importance more complex. Moreover, there are egoistic nature and capitalist games which tend to lead to prejudice, conflict, and even division easily. The root of the problem, it is assumed that the values​​ of unity and nationalism contained in local wisdom values ​​are marginalized. Therefore, cultural assets owned by the nation or cultural community, such as Bali’s local wisdom must be fostered, developed and preserved. The defense of national integrity and unity is not enough if it is done by making regulations, as well as carrying out ideology, socio- economic, political, and security. However, it is also necessary to develop and cultivate the culture, such as values ​​of Balinese local wisdom: Menyama Braya in daily life practically in a consistent and sustainable manner. Thus, the values ​​of national unity and defense tend to be manifseted and resistanced to the current model of soft power which will be able to be muted and even avoided.

Key words: menyama braya, representation, local wisdom and defense

115 Suluh Pendidikan, 2019, 7 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697

PENDAHULUAN Namun sekarang, seiring perkembangan Sejarah membuktikan bahwa bangsa manusia dan dinamika kepentingan telah telah mengalami pengalaman terjadi pergeseran nilai-nilai kebersamaan pahit, dijajah hingga tiga setengah abad dan tatwamasi, yang berdampak pada lamanya. Bangsa Indonesia yang nan subur disintegrasi bangsa. Fenomena ini dan permai dijajah oleh bangsa-bangsa tampak dari beberapa kejadian yang yang memiliki potensi alam yang nota bena dilatar belakangi oleh beberapa faktor lebih rendah dari keadaan alam Indonesia, yang terakumulasi dari masalah sosial seperti Belanda. ekonomi, ideologi, politik, keamanan. Di berbagai wilayah Indonesia pun Indonesia sebagai negara multikultural telah terjadi peperangan untuk melawan pada dasarnya cenderung rawan konflik penjajah sebagai representasi cinta tanah air akibat keanekaragaman suku bangsa, dan membela ibu pertiwi. Pejuang di masa bahasa, agama, ras dan etnis golongan. lalu benar-benar berdedikasi membangun Dengan semakin marak dan meluasnya dan mempertahankan negara ini. Semua konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu ego kesukuan, agama, dan ras seolah runtuh petanda menurunnya rasa nasionalisme. di bawah satu payung Merah-Putih. Perang Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan untuk mencapai kemerdekaan dan perang meningkatnya konflik yang bernuansa untuk mempertahankan kemerdekaan SARA, serta munculya gerakan-gerakan menjadi peristiwa terpenting bagi bangsa yang ingin memisahkan diri dari NKRI Indonesia. akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan Beberapa peperangan epik dan kepentingan. Apabila kondisi ini tidak dramatis yang pernah terjadi di Indonesia, dikelola dengan baik akhirnya akan antara lain pertempuran Surabaya 10 berdampak pada disintegrasi bangsa. November 1945, Bandung Lautan Api, Galtung yang terkenal model segitiga Operasi Trikora (Irian Barat), Serangan konflik menyatakan, bahwa konflik dapat Umum 1 Maret 1949 (), muncul karena adanya kontradiksi atau Pertempuran Laut Aru (Maluku), Operasi ketidakcocokan antara nilai sosial dan Dwikora (Malaysia), Insiden Hotel Yamato struktur sosial, adanya sikap atau kesalahan (Surabaya), Perang Gerilya Soedirman, persepsi yang cenderung mengembangkan Perang Ambarawa (Semarang), dan stereotip yang merendahkan satu sama lain Margarana (Bali), serta perang serta adanya perilaku yang bertentangan . (Liliweri, 2009: 314). Begitu hebat rasa persatuan, rasa ikut Kekhawatiran tentang perpecahan memiliki dan bertanggungjawab terhadap (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa ini bangsanya (sense of belonging dan yang digambarkan sebagai penuh konflik sense of responsibility), rakyat Indonesia dan pertikaian, serta gelombang reformasi bersatu padu untuk membela tumpah yang tengah berjalan menimbulkan darahnya tanpa pamrih dan egosektoral. berbagai kecenderungan dan realitas baru.

116 Suluh Pendidikan, 2019, 17 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697

Segala hal yang terkait dengan Orde Baru dan dinamika merupakan suatu ciri yang termasuk format politik dan paradigmanya hakiki dalam masyarakat. Fakta yang tak dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula terbantahkan, bahwa perubahan merupakan aliansi ideologi dan politik yang ditandai fenomena yang selalu mewarnai perjalanan dengan menjamurnya partai-partai politik sejarah setiap masyarakat. Tidak ada baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah suatu masyarakat pun yang statis dalam tuntutan daerah-daerah di luar Jawa agar arti yang absolut. Setiap masyarakat mendapatkan otonomi yang lebih luas atau selalu mengalami transformasi dalam merdeka yang dengan sendirinya makin fungsi waktu, sehingga tidak ada satu menambah problem, manakala diwarnai masyarakat pun yang mempunyai potret terjadinya konflik dan benturan antar etnik yang sama, kalau dicermati pada waktu dengan segala permasalahannya. yang berbeda, baik masyarakat tradisional Penyebab timbulnya disintegrasi maupun masyarakat modern. Perubahan- bangsa juga dapat terjadi karena maraknya perubahan bukanlah semata-mata berarti penyebaran ideologi selain Pancasila, suatu kemajuan (progress), namun dapat ketimpangan di bidang demografi, pula berarti kemunduran (regress) dalam kesenjangan kekayaan alam di antara bidang-bidang kehidupan tertentu. daerah, iklim politik yang kurang sehat, Globalisasi turut bermain dalam lambannya kemajuan ekonomi, serta kancah perubahan dan pembangunan menurunnya tingkat toleransi di tengah bangsa, seperti “globalisasi tempo masyarakat. Seiring berlangsungnya era dulu” yang menjajah bangsa Indonesia. globalisasi, nyatanya tingkat toleransi Globalisasi model terkini tentu beda di tengah masyarakat malah semakin dengan tempo dulu. Kenichi Ohmae (1996) menurun. Perbedaan dijadikan faktor menyatakan, faktor-faktor globalisasi untuk beradu pendapat, yang sering sebagai “4I” (investasi, industri, informasi ditemui di media sosial. Namun, banyak dan individual), sementara Anthony juga perpecahan yang disebabkan oleh Giddens sebagai time space distanziation. konflik antar etnis, konflik antar agama, Bahwa interaksi manusia dengan teknologi maupun konflik adat (https://guruppkn. semakin intensif, makna baru didapat dari com/penyebab-terjadinya-disintegrasi- objektivikasi baik rasional maupun irasional nasional). karena perkembangan basis material, Iptek Di sisi lain kehidupan manusia yang terus berubah (Soyomukti, 2008:42). dan perangkat kebutuhannya senantiasa Masyaraktat Bali bukanlah suatu dinamis, terus berkembang, berkoneksi pengecualian dalam hal ini. Dengan dan terhegemoni pihak eksternal. Fakta perkataan lain, Bali tidaklah statis, itu terbentuk karena libido masyarakat melainkan selalu mengalami perubahan tinggi untuk maju, agar tidak ketinggalan secara dinamis dari masa ke masa, bahkan atau dijajah bangsa-bangsa lain. Pitana dari hari ke hari lantaran kena sentuhan (1994) menyatakan, bahwa perubahan globalisasi. Fenomena ini terjadi, tidak

117 Suluh Pendidikan, 2019, 7 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 saja di Bali pun terjadi di Indonesia, tetapi pulau Dewata atau pulau seribu pura dan terjadi pula pada bangsa-bangsa lain. masyarakatnya yang murah senyum serta Oleh karena itu, bangsa Indonesia yang toleransi, memiliki berbagai kearifan merupakan bagian dari bangsa-bangsa lokal yang mampu membentuk karakter dunia tidak bisa menghindar dari pengaruh orang Bali, seperti tri hita karana, globalisasi. Wiyana (2012), menyatakan trikaya parisuda, tatwam asi, salunglung masalah ini diduga muncul sebagai akibat sabayantaka, paras paros sarpanaya, dari perkembangan kebutuhan manusia bhineka tunggal ika, dan menyama braya. dalam aspek jasmaniah yang jauh lebih Kekayaan kearifan lokal yang dimiliki cepat daripada perkembangan kesadaran Bali seperti di atas, merupakan aset sosial manusia tentang aspek spiritual. budaya yang sangat tinggi nilainya, serta Dalam konteks ini, bangsa Indonesia perlu terus digunakan dalam tatanan sebagai bangsa yang besar dan berbhineka, kehidupan keseharian. Dengan demikian tentu dalam menyikapi pengaruh asing dapat diasumsikan, konflik, pertikaian akan menyiasati dengan cerdas, arif dan atau sejenisnya akan dapat ditolerir, bijaksana. Hampir tujuh puluh empat jika nilai-nilai kearifan lokal dapat tahun bangsa Indonesia merdeka, tentu diimplementasikan secara baik, konsisten banyak rintangan, tantangan, hambatan dan berkelanjutan, dimulai dari dalam diri bahkan pengalaman pahit yang telah sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. dialami untuk meluluhlantakan rasa Jika disimak paparan di atas, ternyata persatuan dan nasionalis bangsa Indonesia. kuncinya ada pada kebersamaan atau Mulai dari pemberontakan fisik, ideologi, persatuan. Asumsi yang terbangun adalah ekonomi, budaya, berita hoaks, sampai masyarakat yang kehilangan rasa persatuan pada pergaulan bebas, obat-obat terlarang dan rasa memiliki niscaya masyarakat baik melalui cara-cara yang konvensional tersebut akan carut marut dan akhirnya maupun dengan teknologi informasi mengalami kehancuran. Permasalahan yang canggih. Semua itu, kalau dilihat yang muncul dari fenomena ini adalah dari teks-teks sejarah ataupun berita- mengapa masyarakat atau bangsa kita berita di koran, majalah atau di internet ngotot mempertahankan wilayahnya, sangat memperhatinkan. Oleh karena itu padahal alat-alat persenjataan atau perlu dicari alternatif solusinya dengan pertempuran yang dimiliki masih relatif menerapkan nilai-nilai kearifan lokal sederhana dan terbatas? Bagaimanakah dalam kehidupan sehari-hari dan menjaga caranya para pejuang dan masyarakat kita keajegkan atau pemertahanan lokal genius- melawan kolonialisme? Bisakah kekayaan lokal genius yang dimiliki oleh masing- kearifan lokal eksis atau ajeg dan mampu masing daerah sebagai aset budaya untuk digunakan sebagai senjata ampuh dalam membentengi diri/kelompok dari konflik menanggulangi konflik dan perbedaan pada dan perpecahan (disintegrasi). situasi terkini di tengah-tengah dinamika Bali yang terkenal dengan sebutan dan pluralisme ideologi dan kepentingan

118 Suluh Pendidikan, 2019, 17 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 manusia yang terhegemoni oleh kaum Indonesia, maka dapat ditarik sebuah kapitalis atau pemodal? benang merah bahwa perang ini terjadi akibat ketidakpuasan yang lahir pasca PEMBAHASAN Perjanjian Linggarjati. Perundingan itu Perlawanan Terhadap Penjajah Refleksi terjadi pada 15 November 1946, antara dari Persatuan dan Harga Diri Belanda dan pemerintahan Indonesia. Beberapa perlawanan terhadap Salah satu poin Linggarjati membuat hati penjajah yang telah dilakukan oleh para rakyat Bali terasa tercabik hatinya adalah pejuang di seantero wilayah Indonesia tidak masuknya daerah Bali menjadi bagian petanda bahwa bangsa kita memiliki dari daerah teritorial Indonesia. harga diri dan rasa persatuan. Rasa Alur Puputan Margarana bermula persatuan muncul dari dalam diri karena dari perintah I Gusti Ngurah Rai kepada bangsa Indonesia memiliki kearifan lokal. pasukan Ciung Wanara untuk melucuti Kearifan lokal inilah tanpa disadari dapat persenjata polisi NICA ( Indies membentuk karakter masyarakat/bangsa Civil Administration ) yang menduduki pemilik budaya lokal genius tersebut. Kota Tabanan. Perintah yang keluar sekitar Kearifan lokal bisa juga sebagai perekat pertengahan November 1946, baru berhasil sosial dalam kehidupan bermasyarakat, mulus dilaksakan tiga hari kemudian. berbangsa dan bernegara, seperti nilai-nilai Puluhan senjata lengkap dengan alterinya gotong royong, tatwam asi, salunglung berhasil direbut oleh pasukan Ciung sabayantaka, paras paros sarpanaya, Wanara. Pascapelucutan senjata Nica, bhineka tunggal ika, dan menyama braya. semua pasukan khusus Gusti Ngurah Rai Bukti sejarah menunjukkan bagaimana kembali dengan penuh bangga ke Desa peran nilai-nilai kearifan lokal yang turut Adeng, Marga. membentuk watak dan perilaku para Perebutan sejumlah senjata api pejuang dalam melawan penjajah, antara pada malam 18 November 1946 telah lain tampak dari beberapa sampel/contoh membakar kemarahan Belanda. Belanda peperangan atau pertempuran yang telah mengumpulkan sejumlah informasi guna terjadi, seperti perang Puputan Margarana mendeteksi peristiwa misterius malam di Bali, Perang Diponegoro di Jawa, dan itu. Tidak lama, Belanda pun menyusun pertempuran laut Aru di Maluku. strategi penyerangan. Tampaknya tidak Puputan Margarana adalah perang mau kecolongan kedua kalinya, pagi- sampai game over atau titik darah terakhir pagi buta dua hari pasca peristiwa itu yang terjadi di desa Adeng, Marga, (20 November 1946) Belanda mulai Tabanan Bali. Puputan ini dipimpin oleh mengisolasi Desa Adeng, Marga. Batalion Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai. I Gusti Ciung Wanara pagi itu memang tengah Ngurah Rai dilahirkan di Desa Carangsari, mengadakan longmarch ke Gunung Agung, Kabupaten Badung, Bali, 30 Januari 1917. ujung timur Pulau Bali. Selain penjagaan, Jika ditilik kembali lembaran sejarah patroli juga untuk melihat sejuah mana

119 Suluh Pendidikan, 2019, 7 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 aktivitas Belanda. Tidak berselang lama genosida atau “pembantaian” manusia. setelah matahari menyinsing (sekitar pukul Ada yang menyebutkan, saat itulah Gusti 09.00-10.00 WIT), pasukan Ciung Wanara Ngurah Rai menerapkan puputan, atau baru sadar kalau perjalanan mereka prinsip perang habis-habisan hingga nyawa sudah diawasi dan dikepung oleh serdadu melayang. Belanda. Melihat kondisi yang cukup Demi pemberangusan Desa Marga, mengkhawatirkan ketika itu, pasukan Belanda terpaksa meminta semua militer Ciung Wanara memilih untuk bertahanan di daerah Bali untuk datang membantu. di sekitar perkebunan di daerah perbukitan Belanda juga mengerahkan sejulah Gunung Agung. Benar saja, tiba-tiba pesawat tempur untuk membom-bardir rentetan serangan bruntun mengarah ke kota Marga. Kawasan marga yang permai pasukan Ciung Wanara. I Gusti Ngurah berganti kepulan asap, dan bau darah Rai saat itu memang sudah gerah dengan terbakar akibat serangan udara Belanda. tindak-tanduk Belanda mengobarkan api Perang sengit di Desa Marga berakhir perlawanan. Aksi tembak-menembak pun dengan gugurnya Gusti Ngurah Rai dan tak terelakkan. Pagi yang tenang seketika semua pasukannya. Puputan Margarana berubah menjadi pertempuran yang menyebabkan sekitar 96 gugur sebagai menggemparkan sekaligus mendebarkan. pahlawan bangsa, sementara di pihak Ciung Wanara saat ini memang cukup Belanda, lebih kurang sekitar 400 orang terkejut, sebab tidak mengira akan terjadi tewas. Mengenang perperangan hebat di pertempuran hebat semacam itu. Letupan desa Marga maka didirikan sebuah Tugu senjata terdengar di segala sisi daerah Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Tanggal marga. Pasukan NICA, yang merasa sangat 20 November 1946 juga dijadikan hari terhina dengan peristiwa malam itu sangat perang Puputan Margarana. Perang ini ambisius dan brutal mengemur Desa Marga tercatat sebagai salah satu perang hebat di dari berbagai arah. Pulau Dewata dan Indonesia. Serangan hebat pagi itu tak kunjung Perang Diponegoro adalah perang membuat Ciung Wanara dan Gusti Ngurah besar dan menyeluruh yang berlangsung Rai Menyerah. Serangan balik dan terarah selama lima tahun (1825-1830) yang membuah Belanda kewalahan. Sederetan terjadi di Jawa, antara pasukan penjajah pasukan lapis pertama Belanda pun Belanda di bawah pimpinan Jendral De tewas dengan tragis. Strategi perang yang Kock melawan penduduk pribumi yang digunakan Gusti Ngurah Rai saat itu tidak dipimpin seorang pangeran Yogyakarta begitu jelas. Namun, kobaran semangat bernama Pangeran Diponegoro. Dalam juang begitu terasa. Pantang menyerah, perang ini telah berjatuhan korban yang biarlah gugur di medan perang, menjadi tidak sedikit. Baik korban harta maupun prinsip mendarah daging di tubuh pasukan jiwa. Dokumen-dokumen Belanda yang Gusti Ngurah Rai. Seketika itu, kebun dikutip para ahli sejarah, disebutkan jagung dan palawija berubah menjadi bahwa sekitar 200.000 jiwa rakyat yang

120 Suluh Pendidikan, 2019, 17 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 terenggut. Sementara itu di pihak serdadu Diponegoro melawan Belanda. Belanda, korban tewas berjumlah 8.000 Diponegoro memusatkan pertahannya jiwa. Perang Diponegoro merupakan salah di bukit Selarong, sementara itu satu pertempuran terbesar yang pernah keluarganya diungsikan ke daerah Deksa. dialami oleh Belanda selama menjajah Perlawanan Diponegoro diikuti oleh para Nusantara. Peperangan ini melibatkan petani, para ulama maupun bangsawan. seluruh wilayah Jawa, maka disebutlah Pengikut Pangeran Diponegoro antara perang ini sebagai Perang Jawa. Nama lain Kyai Mojo dari Surakarta, Kyai asli Pangeran Diponegoro adalah Raden Hasan Besari dari Kedu. Pertempuran Mas Ontowiryo, putra Sultan Hamengku meluas sampai di Banyumas, Pekalongan, Buwono III. Karena pengaruh Belanda Semarang, Rembang, Madiun dan Pacitan. sudah sedemikian besarnya di istana Selain dukungan dari para Bupati juga maka Diponegoro lebih senang tinggal didukung oleh Panglima perang berusia di rumah buyutnya di desa Tegalrejo. muda yaitu Sentot Ali Basa Prawiradirjo. Secara umum sebab-sebab perlawanan Pada tangal 30 Juli 1826 Pasukan Diponegoro dan para pengikutnya adalah Diponegoro memenangkan pertempuran adat kebiasaan keraton tidak dihiraukan para di dekat Lengkong dan tanggal 28 Agustus pembesar Belanda duduk sejajar dengan 1826 di Delanggu. Oleh rakyat, pangeran Sultan; masuknya pengaruh budaya Barat Diponegoro diangkat menjadi Sultan meresahkan para ulama serta golongan dengan gelar “Sultan Abdulhamid Cokro bangsawan, misalnya pesta dansa sampai Amirulmukminin Sayidin Panotogomo larut malam, minum-minuman keras; Khalifatullah Tanah Jowo” para bangsawan merasa dirugikan karena Belanda menggunakan taktik benteng pada tahun 1823 Belanda menghentikan stelsel untuk menghadapi perang gerilya sistem hak sewa tanah para bangsawan yang dilakukan pasukan Diponegoro. oleh pengusaha swasta, akibatnya para Benteng stelsel adalah taktik yang bangsawan harus mengembalikan uang dilakukan dengan cara mendirikan benteng sewa yang telah diterimanya; banyaknya sebagai pusat pertahanan di daerah yang macam pajak yang membebani rakyat didudukinya untuk mempersempit ruang misalnya pajak tanah, pajak rumah, pajak gerak perlawanan Diponegoro. Selain itu ternak. Jendral De Kock menetapkan Selain hal-hal tersebut ada kejadian sebagai pusat kekuatan militernya. Siasat yang secara langsung menyulut kemarahan ini cukup berhasil, beberapa pengikut Diponegoro yaitu pemasangan patok untuk Diponegoro tertangkap dan menyerah. pembuatan jalan kereta api yang melewati Kyai Mojo berunding dengan Belanda makam leluhur Diponegoro di Tegal Rejo tanggal 31 Oktober 1828. atas perintah Patih Darunejo IV tanpa Tindakan Belanda berikutnya adalah seijin Diponegoro. Peristiwa tersebut membujuk para pengikut Diponegoro untuk menimbulkan sikap terang-terangan menyerah dan berhasil antara lain terhadap

121 Suluh Pendidikan, 2019, 7 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697

Mangkubumi. Sentot Ali Basa Prawirodirjo destroyer dan pesawat tempur untuk menyerah dan menandatangani per­ menenggelamkan ketiga kapal perang janjian Imogiri bulan Oktober 1829. Indonesia. Kemudian Belanda mengumumkan Namun, dengan heroiknya, RI pemberian hadiah sebesar 20.000 ringgit Matjan Tutul memutuskan untuk maju kepada siapa saja yang dapat menyerahkan dan mengalihkan perhatian musuh, Diponegoro dalam keadaan hidup atau memberikan kesempatan kepada dua kapal mati. Hal ini tidak berhasil, maka ditempuh yang lain untuk melarikan diri. Menjelang cara berikutnya melalui perundingan. pukul 21.00, Kolonel Mursyid melihat Pertemuan pertama tanggal 16 Februari radar blips pada lintasan depan yang akan 1830 di desa Romo Kamal oleh Kolonel dilewati iringan tiga kapal itu. Dua di Cleerens. Perundingan berikutnya tangal sebelah kanan dan satu di kiri. Blips tersebut 28 Maret 1830 di kediaman Residen Kedu. tidak bergerak, menandakan kapal-kapal Perundingan gagal bahkan Diponegoro sedang berhenti. Ketiga KRI kemudian kemudian ditangkap dan ditahan di melaju, tiba-tiba terdengar dengung Batavia, selanjutnya tanggal 8 Januari 1855 pesawat mendekat lalu menjatuhkan flare dibawa ke Makasar. Dengan tertangkapnya yang tergantung pada parasut. Keadaan Diponegoro berakhirlah perang tiba-tiba menjadi terang-benderang, dalam Diponegoro. Perang ini cukup merepotkan waktu cukup lama. Tiga kapal Belanda keuangan Belanda karena menelan biaya yang berukuran lebih besar ternyata sudah perang yang cukup besar. menunggu kedatangan ketiga KRI. Pertempuran Laut Aru di Maluku, Kapal Belanda melepaskan tembakan merupakan pertempuran paling dramatis peringatan yang jatuh di samping KRI yang pernah terjadi di Indonesia, yang Harimau. Kolonel Sudomo memerintahkan merupakan bagian dari operasi Trikora. untuk balas menembak namun tidak Tiga kapal perang tempur Indonesia yang mengenai sasaran. Komodor ditugaskan melakukan operasi penyusupan, memerintahkan ketiga KRI untuk kembali, RI Matjan Tutul, RI Matjan Kumbang, dan dan meneriakkan perintah, “Kobarkan RI Harimau, harus berhadapan dengan semangat pertempuran!”. Ketiga kapal sebuah takdir buruk. KRI Harimau berada di pun serentak membelok 180o. Naas, KRI depan, membawa antara lain Kol. Sudomo, Macan Tutul macet dan terus membelok Kol. Mursyid, dan Kapten Tondomulyo, ke kanan. Kapal-kapal Belanda mengira kemudian di belakangnya adalah KRI manuver berputar itu untuk menyerang Macan Tutul yang dinaiki Komodor Yos mereka, sehingga mereka langsung Sudarso, serta di belakangnya lagi adalah menembaki kapal itu. Tembakan pertama KRI Macan Kumbang. Operasi yang meleset, namun tembakan kedua tepat seharusnya berjalan rahasia ini ternyata mengenai KRI Macan Tutul, akhirnya terendus oleh pihak otoritas Belanda. menghantam kapal Komodor Yos Sudarso Mereka mengirimkan dua kapal jenis dan beliau wafat dalam pertempuran ini

122 Suluh Pendidikan, 2019, 17 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697

(http://dhottest. wordpress.com; http:// itu, tentu karena dibentuk karakternya sejarahwanindonesia.blogspot.com; http:// oleh nilai-nilai budaya atau nilai-nilai sejarah-suwandy. blogspot.com; http:// kearifan lokal. Mereka bersatu padu blog.isi-dps.ac.id/gedesuastika). (gotong royong), salunglung sabayantaka Peperangan atau pertempuran yang paras paros sarpanaya, atas dasar terjadi di Bali, Jawa dan Maluku sebagai menyama braya, tatwam asi dan bhineka sampel sejarah, merupakan representasi tunggal ika. Nilai-nilai kearifan lokal ini dari peran “globalisasi tempo dulu”. Jika mengkonstruksi jati dirinya dan kebesaran peristiwa-peristiwa tersebut ditarik benang hatinya untuk melawan anti kebaikan. merahnya, petanda bahwa di daerah- Dengan demikian dapat diketahui, bahwa daerah tersebut atau di daerah lainnya nilai-nilai kearifan lokal inilah yang dipakai di Indonesia, pada prinsipnya tidak mau senjata ampuh oleh para pejuang kita dalam dijajah atau dikuasai oleh bangsa lain yang melawan penjajah atau kolonial. Parsons tidak memiliki nilai-nilai trikaya parisuda, menyatakan, bahwa nilai-nilai tesebut tatwamasi dan nilai-nilai kearifan budaya (kearifan lokal) memainkan peranan paling lainnya. pokok dalam menjawab persoalan integrasi Bangsa kita mempunyai harga diri, (Sutrisno dan Hendar Putranto, 2013: 58). tidak mau diinjak-injak oleh bangsa lain, barangkali itu alasan yang sangat Praktik Menyama Braya Dalam mendasar kenapa bangsa kita ngotot Pemertahanan Persatuan Bangsa mempertahankan wilayah, walaupun Kearifan lokal (local genius) adalah alat-alat persenjataan atau pertempuran pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil yang dimiliki masih relatif sederhana dan adaptasi suatu komunitas yang berasal dari terbatas. Tetapi bangsa yang memiliki pengalaman hidup yang dikomunikasikan persatuan merupakan modal dasar untuk dari generasi ke generasi. Kearifan lokal melawan dan menentang penjajah. Bangsa merupakan pengetahuan lokal yang yang masih relatif sederhana, yang belum digunakan oleh masyarakat lokal untuk memiliki teknologi canggih dalam alutsista bertahan hidup dalam suatu lingkungannya (alat utama sistem senjata), tentu tidak yang menyatu dengan sistem kepercayaan, pesimis atau menyerah sebelum bertempur. norma, budaya dan diekspresikan di dalam Mereka atau bangsa kita berjiwa besar tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka dengan jiwa patriotiknya bersama-sama waktu yang lama (Gunawan, 2008). menentang, melawan akan kecongkakan, Wisnumurti, menyatakan bahwa kebatilan dan keserakahan manusia sampai masyarakat Bali sebagai satu kesatuan titik darah penghabisan, demi membela geografis, suku, ras, agama memiliki nilai hak, kebenaran, kemerdekaan, dan tanah kearifan lokal yang telah teruji dan terbukti air Indonesia. daya jelajah sosialnya dalam mengatasi Para pejuang atau pahlawan kita berbagai problematika kehidupan sosial. bisa memiliki sikap dan perilaku seperti Nilai kearifan lokal yang berkembang dan

123 Suluh Pendidikan, 2019, 7 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 diyakini sebagai perekat sosial yang kerap satu dengan yang lainnya sebagai menjadi acuan dalam menata hubungan dan satu kesatuan sosial yang saling kerukunan antar sesama umat beragama di menghargai dan menghormati. Provinsi Bali, diantaranya; e. Nilai Bhineka Tunggal Ika sebagai a. Nilai kearifan Tri Hita Karana; suatu sikap sosial yang menyadari akan nilai kosmopolit tentang harmonisasi kebersamaan ditengah perbedaan, hubungan manusia dengan tuhan dan perbedaan dalam kebersamaan. (sutata parhyangan), hubungan Semangat ini sangat penting untuk manusia dengan sesama umat manusia diaktualisasikan dalam tantanan (sutata pawongan) dan harmonisasi kehidupan sosial yang multikultural. hubungan manusia dengan alam f. Nilai kearifan lokal menyama braya; lingkungannya (sutata palemahan). mengandung makna persamaan dan Nilai kearfian lokal ini telah mampu persaudaraan dan pengakuan sosial menjaga dan menata pola hubungan bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai social masyarakat yang berjalan satu kesatuan sosial persaudaraan maka sangat dinamis. sikap dan prilaku dalam memandang b. Nilai kearifan lokal tri kaya parisuda; orang lain sebagai saudara yang patut sebagai wujud keseimbangan dalam diajak bersama dalam suka dan duka. membangun karakter dan jati diri Salah satu aset kearifan lokal Bali insani, dengan menyatukan unsur yang dapat digunakan sebagai media pikiran, perkataan dan perbuatan. pemersatu bangsa adalah konsep menyama Tertanamnya nilai kearfan ini telah braya. Nilai kearifan lokal menyama melahirkan insan yang berkarakter, braya; mengandung makna persamaan memiliki konsistensi dan akuntabilitas dan persaudaraan dan pengakuan sosial dalam menjalankan kewajiban sosial. bahwa kita adalah bersaudara. Sebagai c. Nilai kearifan lokal Tatwam Asi; kamu satu kesatuan sosial persaudaraan maka adalah aku dan aku adalah kamu, nilai sikap dan prilaku dalam memandang orang ini memberikan fibrasi bagi sikap dan lain sebagai saudara yang patut diajak prilaku mengakui eksistensi seraya bersama dalam suka dan duka. Konsep menghormati orang lain sebagaimana menyama braya pada dasarnya menggiring menghormati diri sendiri. Nilai ini masyarakat untuk menciptakan kerukunan menjadi dasar yang bijaksana dalam dan kegotong-royongan bersama mem­ membangun peradaban demokrasi bangun daerah. modern yang saat ini sedang Handayani (2012), menyatakan secara digalakkan. etimologi konsep menyama braya terdiri d. Nilai Salunglung sabayantaka, atas dua kata, yakni “nyama”dan “braya”. paras paros sarpanaya; sutu nilai “Nyama” berarti saudara, “menyama” sosial tentang perlunya kebersamaan berarti bersaudara, adalah saudara kandung/ dan kerjasama yang setara antara saudara keturunan darah (vertikal),

124 Suluh Pendidikan, 2019, 17 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 dan juga mengacu dari pengertian kata (menyama braya) tersebut senantiasa dan saudara (“se” artinya satu, “udara” berarti: konsisten diwujudnyatakan dalam praktik perut). Nyama/menyama adalah saudara/ kehidupan nyata sehari-hari. Praktik bersaudara karena berasal dari satu perut, menyama braya secara operasional dalam satu keturunan darah, tunggal dadia/tunggal kebudayaan Bali bisa diwujudkan pada purusa (saudara kandung, misan, mindon). aktivitas, seperti ngoopin, mejenukkan, Sedangkan “braya” berarti tetangga ngejot, dan mapitulung. Windia (2014), terdekat atau orang sekitar (horizontal). menyatakan kearifan lokal Bali mampu Braya adalah tetangga atau sesama umat digunakan untuk menghadapi perubahan manusia. Dalam bahasa Bali, “braya” juga akibat pengaruh modernisasi dan disebut “semeton” (“se” berarti satu dan globalisasi. “meton”, “metu” berarti lahir). Jadi braya Pemertahanan persatuan bangsa adalah semua umat manusia karena satu dapat diwujudkan melalui praktik-praktik jalan kelahiran. sosial dengan mengadopsi teori Bourdieu, Dengan demikian menyama braya adalah bahwa pemertahanan persatuan bangsa suatu cara hidup yang memahami bahwa semua bisa dilakukan dengan mewujudnyatakan manusia adalah bersaudara atau cara hidup nilai-nilai kearifan lokal secara konsisten yang memperlakukan orang lain seperti dalam kehidupan sehari-hari, baik di saudara sendiri. Konsep menyama braya dalam keluarga, masyarakat maupun mengandung nilai-nilai plural yang bangsa. Keberlanjutan dan konsistensi menganggap orang lain adalah saudara, melaksanakan nilai-nilai kearifan sama dengan dirinya. lokal dinyatakan dalam kehidupan Sejalan dengan konsep menyama sehari-hari, sehingga lambat laun akan braya adalah konsep Tattwam Asi yang menjadi kebiasaan (habitus). Efektivitas berarti aku adalah engkau, engkau adalah pelaksanaan praktik menginternalisasi aku. Apabila kita menyayangi diri sendiri, nilai-nilai kearifan lokal dalam kehidupan mengasihi diri sendiri begitulah seharusnya nyata sehari-hari tidak bisa dihindari dari kita berpikir, berkata dan berbuat kepada permaian modal, seperti modal budaya, orang lain. Apabila prinsip-prinsip ini bisa modal ekonomi, modal sosial dan modal kita jalankan maka kedamaian hidup di simbolik. dunia ini akan bisa diwujudkan. Representasi modal budaya tampak Kearifan lokal bisa eksis atau ajeg pada praktik menyama braya yang secara dan mampu digunakan sebagai senjata operasional diwujudkan pada aktivitas ampuh dalam menanggulangi ego, konflik ngoopin, mejenukkan, ngejot, dan dan perbedaan pada situasi terkini di mapitulung. Modal ekonomi tampak pada tengah-tengah dinamika dan pluralisme aktivitas-aktivitas, misalnya mapitulung, ideologi serta kepentingan manusia bahwa yang menolong dengan ikhlas yang terhegemoni oleh kaum kapitalis mengeluarkan sejumlah uang (tanpa atau pemodal, jikakalau kearifan lokal pamrih) kepada yang ditolong tanpa

125 Suluh Pendidikan, 2019, 7 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 mengaharapkan uangnya dikembalikan/ kearifan lokal serta pemertahanan akan diganti. Modal sosial, bahwa dalam praktik persatuan bangsa. Jangan sampai terjadi menyama braya terjadi interaksi sosial antar pergeseran makna atau stereotip, bahwa saudara kandung/ saudara keturunan darah “segilik seguluk selunglung sebayantaka” (vertikal),atau tetangga terdekat atau orang (berat sama dipikul dan ringan sama di- sekitar (horizontal). Sedangkan modal jinjing) diganti menjadi “lung lung nasne, simbolik, adalah harga diri sebagai bangsa pang kanti bangke” (pukul-pukul kepalan- atau prestise sebagai negara yang merdeka. ya, sampai mati). Jika ada orang yang mengganggu teritorial atau hak-hak legal dari suatu bangsa, maka SIMPULAN mereka siap melawan dan menentangnya Praktik penjajahan dari model fisik sampai titik darah penghabisan demi harga atau militer (hard power) sebagai dampak diri dan prestise sebagai bangsa. globalisasi tempo dulu, nyatanya sekarang Kalau pernyataan di atas dirumuskan telah mengalami pergeseran menjadi ke dalam teori Bourdieu, maka persamaan lebih halus (soft power) yang menjajah matematikanya adalah (Habitus x Modal) melalui jalur ideologi, ekonomi, sosial, + Ranah = Praktik (Harker, 2009: budaya, teknologi informasi (media sosial) 9). Dengan demikian praktik-praktik dan mental (pendidikan) sehingga tanpa implementasi kearifan lokal, seperti disadari masyarakat “terjajah” mengalami menyama braya akan cenderung dapat perubahan bisa ke progress bahkan regress. mempertahankan persatuan bangsa dan Model penjajah sekarang tampaknya secara simultan keraifan lokal dapat terjaga sudah mengalami perubahan (globalisasi dan terlestarikan. modern), melawannya pun harus dengan Praktik-praktik kolonialisme telah kekuatan yang lebih halus (soft power), mengalami pergeseran model, kalau dulu seperti meningkatkan kualitas mentalitas mengandalkan kekuatan militer (hard bangsa, meningkatkan kualitas sumber power), sekarang menjadi aktivitas-aktivi- daya manusia, antara lain melalui praktik- tas yang lebih halus (soft power) melalui praktik membudayakan, mengajegkan dan internalisasi nilai-nilai ideologi, pendidi- terus melaksanakan pengamalan kearifan kan, sosial dan lain-lain, yang berproses lokal (menyama braya) dalam konteks sehingga suatu titik tanpa disadari men- kehidupan nyata sehari-hari sehingga galami perubahan mental dan perilaku. menjadi kebiasaan (habitus). Oleh karena itu, model “penjajahan atau Kearifan lokal (menyama braya) revolusi mental” pada era globalisasi mod- yang dilaksanakan secara konsisten dalam ern terkini perlu dilawan secara halus pula kehidupan sehari-hari, secara linier akan melalui konsistensi pelaksanaan kearifan dapat membentuk karakter masyarakat dan lokal dalam kehidupan nyata sehari-hari. bangsa. Menyama braya mengandung Hal ini membawa dampak pada keajegkan nilai-nilai plural yang menganggap

126 Suluh Pendidikan, 2019, 17 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697 orang lain adalah saudara, sama dengan Sastra, Makalah disampaikan dalam dirinya. Dengan menganggap orang lain Kongres Bahasa, Tanggal 28-31 Oktober 2008, di Jalarta. saudara, harmoni sosial dapat diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat http://repository.library.uksw.edu/ bitstream/handle/123456789/733/ dan bernegara, yang pada akhirnya D_902008005_B AB%20I. pemertahanan persatuan bangsa dapat pdf?sequence=2. Diakses, tanggal 1 pula diwujudnyatakan sebagai dampak Juli 2014 pengiring (nurturant effect) dari http://sejarahwanindonesia.blogspot. membiasakan berpikir, berkata dan berbuat .com/2010/05/perang-yang-pernah- (trikaya parisuda) yang baik dalam terjadi-diindonesia.html.” Perang yang Pernah Terjadi di Indonesia”. menyama baraya. Diakses, tanggal 1 Juni 2019. http://dhottest.wordpress. UCAPAN TERIMA KASIH com/2011/09/29/10-perang-yang-ada- Ucapan terimakasih diucapkan kepada di-indonesia/ ”10 Perang yang ada Rektor IKIP Saraswati atas motivasi dan di Indonesia”. Diakses, tanggal 10 Juni 2019 bimbingannya sehingga tulisan ini bisa dirampungkan, tim penulis atas partisipasi http://blog.isi-dps.ac.id/gedesuastika/ dan sumbang saran pemikirannya, serta puputan-margarana-perang- hebat-di-pulau-dewata.”Puputan ucapan terimakasih juga disampaikan Margarana,Perang Hebat Di Pulau kepada Dewan Redaksi dan Tim Editor Dewata”. Diakses, tanggal 1 Juli 2019 Jurnal Suluh Pendidikan IKIP Saraswati http://sejarah-suwandy.blogspot. atas koreksi dan masukannya sehingga com/2010/02/perang- artikel ini dapat diterbitkan. diponegoro-1825-1830.html “Perang Diponegoro 1825-1830’’. Diakses, tanggal 1 Juni 2019 DAFTAR PUSTAKA https://guruppkn.com/penyebab- Handayani, Eka. 2012. “Menyama Braya: terjadinya-disintegrasi-nasional.” 6 Sebuah Kearifan Lokal Bali Penyebab Terjadinya Disintegrasi Sebagai Upaya Menumbuhkan Nasional Bangsa”. Diakses, tanggal 1 Harmoni Sosial Bangsa Indonesia”. Juni 2019. Singaraja: Universitas Pendidikan Liliweri, Alo. 2009. Prasangka dan Ganesha dalam http://id.scribd.com/ Konflik : Komunikasi Lintas Budaya doc/99165841/Makalah. Diakses Masyarakat Multikutur. Yogyakarta: tanggal 7 Juni 2019. LKiS. Harker, Richard dkk. (Editor). 2009. Pitana, I Gde (ed), 1994. Dinamika (Habitus x Modal)+Ranah = Praktik: Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Pengantar Paling Komprehensif Denpasar : Penerbit Bali Post. Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu. Yogyakarta: Jalasutra. Soyomukti, Nurani. 2008. Pendidikan Berperspektif Globalisasi. Jogjakarta: Gunawan, Restu, 2008, ”Kearifan Lokal Ar-Ruzz Media. dalam Tradisi Lisan dan Karya

127 Suluh Pendidikan, 2019, 7 (2): 115 — 128 p-ISSN 1829–894X # e-ISSN 2623-1697

Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto http://www.yayasankorpribali.org/ (Ed.). 2013. Teori-teori Kebudayaan. artikel-dan-berita/59-mengelola-nilai- Yogyakarta: Kanisius. kearifan-lokal-dalam-mewujudkan- kerukunan-umat-beragama.html. Windia, Wayan. 2014 “Subak & Diakses tanggal 7 Juni 2019. Keterkaitan 4 Dimensi Kearifan Lokal” dalam http://bali.bisnis.com/ Wiyana, Ida Bagus Gede. 2012. read/20140502/12/44637/subak- “Menghormati Kearifan Lokal keterkaitan-4-dimensi- kearifan-lokal Sebagai Landasan Strategis Mewujudkan Makna Menyama Braya Wisnumurti. “Mengelola Nilai Kearifan Sebagai Penguatan Jati Diri Bangsa” Lokal Dalam Mewujudkan dalam http://ibgwiyana.wordpress. Kerukunan Umat Beragama: Suatu com/2012/04/03/59/. Diakses tanggal tinjauan Empiris-Sosiologis” dalam 7 Juni 2019.

128