Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188

Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska di Pesisir Pulau Saparua, Maluku Tengah

Diversity, Composition, and Utilization of Mollusk in Saparua Island, Center Moluccas

Muhammad Masrur Islami1,*, Idha Yulia Ikhsani1, Terry Indrabudi1, dan Iskandar A.H. Pelupessy1 1Pusat Penelitian Laut Dalam, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jalan Syaranamual Guru-Guru, Poka - Ambon, Indonesia 97233 *E-mail: [email protected] A R T I C L E I N F O Abstract Article history: Saparua Island is one of the islands in the Central Moluccas that has Received date: a complete ecosystem, unfortunately records on mollusk research is 10 August 2017 very limited. The objectives of the study are to determine the com- Received in revised form date: position, diversity, and utilization of mollusks using square transect 15 January 2018 and free collection method which conducted on April and September Accepted date: 2016. Water analysis is also done to determine the environmental 21 January 2018 hydrographic condition. Temperature and salinity indicate the Available online date: presence of freshwater input through rivers, especially in St-2 2 30 November 2018 (Waisisil). Concentrations of nutrients show a fairly high value, ranging from 0.001 to 0.114 mg L-1 for phosphate; 0.012-0.023 mg L -1 for nitrate; and 0.140-0.443 mg L-1 for silicate. There are 641 individual mollusks of 107 consisting of 85 species of Gas- tropoda and 22 species of Bivalves. Species found mostly by Littora- ria scabra (Littorinidae), Cypraea annulus (Cypreidae), Terebralia sulcata (Potamididae), Clypeomorus battilariaeformis (Cerithiidae), and chamaeleon (). The existing mollusk community has moderate and uniform diversity with low species dominance. There are at least 35 species of mollusks that can be utilized into various commodities such as food products, accessories/decorations, and raw materials of drugs.

Keywords: Mollusk, Diversity, Composition, Utilization.

© 2018Widyariset. All rights reserved DOI: http://dx.doi.org/10.14203/widyariset.4.2.2018.173-188 173 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188

Kata kunci: Abstrak Moluska Pulau Saparua merupakan salah satu pulau di wilayah Maluku Keanekaragaman Tengah yang memiliki ekosistem lengkap, tetapi catatan tentang Komposisi jenis penelitian moluska sangat terbatas. Tujuan penelitian ini adalah Pemanfaatan untuk mengetahui komposisi, keanekaragaman, dan pemanfaatan moluska secara lestari di Pulau Saparua. Penelitian dilakukan pada bulan April dan September 2016 menggunakan metode transek kuadrat dan koleksi bebas. Analisis sampel air juga dilakukan untuk mengetahui kondisi hidrografi lingkungan. Nilai temperatur dan salinitas menunjukkan adanya masukan air tawar melalui sungai, terutama pada St-2 (Waisisil). Konsentrasi zat hara menunjukkan nilai yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 0,001-0.114 mg L-1 untuk fosfat; 0,012-0,023 mg L-1 untuk nitrat; dan 0,140-0,443 mg L-1 untuk silikat. Kondisi parameter lingkungan yang ada sangat mendukung pertumbuhan moluska di perairan tersebut. Total didapatkan sebanyak 641 individu moluska dari 107 jenis yang terdiri atas 85 jenis dan 22 jenis Bivalvia. Jenis yang paling banyak ditemukan di antaranya Littoraria scabra (Littorinidae), Cypraea annulus (Cypreidae), Terebralia sulcata (Potamididae), Clypeomorus battilariaeformis (Cerithiidae), dan Nerita chamaeleon (Neritidae). Komunitas moluska yang ada memiliki keanekaragaman yang sedang dan merata dengan dominansi jenis yang rendah. Setidaknya, terdapat 35 spesies moluska yang dapat dimanfaatkan menjadi berbagai macam komoditi seperti produk makanan, aksesoris/hiasan, dan bahan baku obat-obatan.

© 2018Widyariset. All rights reserved

PENDAHULUAN nya dari kegiatan inventarisasi yang sudah Saparua merupakan salah satu pulau yang dilakukan cukup lama misalnya Ekspedisi termasuk dalam wilayah administratif Rumphius tahun 1973 dan beberapa pe- Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi nelitian lainnya (Boediman, 1976; Slack- Maluku. Secara geografis, pulau tersebut Smith and Boediman, 1974; Soemodi- berada di sebelah selatan Pulau Seram, hardjo et al. 2005). Beberapa penelitian sebelah timur Pulau Haruku, serta sebelah terkait moluska diketahui telah dilakukan barat laut Pulau Nusalaut. Ketiganya, yakni dalam kurun waktu satu dekade terakhir di Pulau Haruku, Saparua, dan Nusalaut, perairan Maluku, tetapi tidak ada catatan dikenal dengan sebutan Kepulauan Lease. mengenai keanekaragaman jenis moluska Pulau Saparua diketahui memiliki eko- di Pulau Saparua. Penelitian di antaranya sistem pesisir yang lengkap dan kompleks dilakukan di perairan sekitar Pulau Ambon meliputi ekosistem mangrove, lamun, (Poorten 2007; de Maintenon 2008); dan terumbu karang. Keberadaan ketiga Kepulauan Kei Kecil, Maluku Tenggara ekosistem pesisir tersebut memungkinkan (Kusnadi et al. 2008); Teluk Ambon ditemukannya berbagai jenis fauna makro- (Islami and Mudjiono 2009); Teluk Un, bentik, terutama moluska. Maluku Tenggara (Metungun et al. 2011); Catatan penelitian mengenai kom- Pulau Nusalaut (Islami 2012; 2015); dan posisi moluska di Pulau Saparua sangat Halmahera Barat, Maluku Utara (Silulu et terbatas. Hasil penelitian yang ada umum- al. 2013).

174 Muhammad Masrur Islami, dkk. | Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska...

Sebagai upaya untuk mengungkap (N-(1-naphthyl)-1,2-ethanediamine), biodiversitas moluska yang ada di Pulau kikiran logam cadmium, larutan stan- Saparua secara terkini, dilakukan kegiatan dar nitrat, fosfat, dan silikat. Alat yang penelitian di beberapa lokasi di pesisir pulau digunakan adalah peralatan gelas, CTD tersebut. Hasil yang ada diharapkan dapat model SBE-19, spektrofotometer UV-Vis memberikan informasi tentang keberadaan Shimadzu 1700. moluska di kawasan tersebut. Selain itu, dapat diketahui pula gambaran tentang pemanfaatan jenis-jenis moluska tertentu oleh masyarakat pesisir lokal yang ada di Pulau Saparua sehingga dapat diupayakan pengelolaan sumberdaya moluska yang terintegrasi di masa mendatang.

BAHAN DAN METODE Lokasi Penelitian Gambar 1. Peta stasiun penelitian moluska di Pulau Saparua, Maluku Tengah Penelitian dilakukan di pesisir Pulau Saparua, Maluku Tengah, pada April dan September 2016. Pengambilan sampel Metode moluska dilakukan saat surut terendah pada tujuh stasiun yang terletak pada beberapa Sampel air diambil pada daerah permukaan desa di pesisir pulau Saparua, meliputi dengan botol polietilen. Sampel air yang Stasiun 1 (Haria), Stasiun 2 (Pantai Waisisil), telah diambil, disaring dengan saringan Stasiun 3 (Ihamahu), Stasiun 4 (Kampung milipore ukuran 0.45 µm dengan bantuan Mahu), Stasiun 5 (Kulur), Stasiun 6 (Porto), vacuum pump. Sampel air yang telah dis- dan Stasiun 7 (Pia) (Gambar 1). aring, disimpan pada suhu 4 0C sebelum dianalisis konsentrasi nutriennya (nitrat, fosfat, dan silikat) di laboratorium. Tem- Bahan peratur dan salinitas air juga diukur dengan Bahan utama yang digunakan dalam pe- CTD model SBE-19. nelitian ini adalah sampel atau contoh Analisis nutrien dilakukan di labora- moluska yang didapatkan dari masing- torium kimia Pusat Penelitian Laut masing stasiun penelitian yang ada. Molus- Dalam-LIPI Ambon (P2LD-LIPI) meng- ka tersebut hanya berasal dari dua kelas, gunakan spektrofotometer UV-Vis Shi- yakni Bivalvia dan Gastropoda. madzu 1700. Konsentrasi nitrat, fosfat, dan Bahan-bahan kimia yang digunakan silikat ditentukan dengan metode reduksi dalam penelitian ini adalah bahan kimia kolom & diazotasi, asam askorbat dan siliko produksi Merck dengan kemurnian p.a. molibdat (Strickland and Parsons 1970). Konsentrasi nutrien dihitung berdasarkan meliputi H2SO4 (asam sulfat), HCl (asam klorida), (NH ) Mo O .4H O (ammoni- absorbansi sampel yang dibanding- 4 6 7 24 2 kan terhadap absorbansi larutan standar, um heptamolibdat tetrahidrat), C6H8O6 (asam askorbat), C H K O Sb (kalium pada panjang gelombang 543, 885 dan 650 8 10 2 15 2 nm untuk nitrat, fosfat, dan silikat. antimoni tartrat), NH4Cl (ammonium klori- da), C6H8N2O2S (sulfanilamide), C12H14N2

175 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188

Pengambilan sampel moluska dilakukan dengan metode transek dan (3) koleksi bebas. Transek dilakukan dengan cara meletakkan tali transek tegak lurus (4) garis pantai hingga batas surut terendah. Kuadran berupa kerangka paralon ber- ukuran 0,5 m x 0,5 m digunakan sebagai Keterangan: plot yang diletakkan pada tiap 10 meter D : kepadatan individu sepanjang garis transek. Transek dilaku- n : jumlah individu ke-i kan untuk mengetahui tentang struktur i komunitas moluska yang ada di perairan N : jumlah total individu tersebut (Magurran 1988; English et al. S : jumlah total spesies 1994; Brower et al. 1998). Koleksi bebas dilakukan untuk pelengkap data kuantitatif H’ : Indeks keanekaragaman yang dapat memberikan gambaran tentang jenis Shannon kekayaan jenis dan sebaran moluska yang J : Indeks kemerataan jenis Pielou ada di lokasi penelitian. Koleksi bebas dilakukan dengan cara menyusuri pesisir C : Indeks dominansi Simpson di luar plot transek maupun dengan snor- keling di perairan tersebut. Sampel yang didapatkan disortir dan HASIL DAN PEMBAHASAN dihitung komposisi jenisnya. Jenis-jenis Kondisi Hidrografi moluska yang didapatkan selama pe- nelitian diidentifikasi menurut Wilson and Temperatur air pada ketujuh stasiun pen- Gillet (1971); Roberts, Soemodihardjo, and gamatan berkisar antara 29,88-30,24 0C, Kastoro (1982); Dance (1976); Abbot and dengan temperatur terendah dan tertinggi Dance (1990); Dharma (1988); Dharma pada St-2 dan St-1, yaitu Desa Waisisil (1992); Dharma (2005); dan Wye (2000). dan Haria. Salinitas air pada tujuh titik Analisis sampel dilakukan di ruang pre- pengamatan menunjukkan nilai antara servasi koleksi rujukan P2LD-LIPI. 32,85-33,60‰. Pada St-2 (Desa Waisisil) Kepadatan individu moluska dihitung menunjukkan nilai salinitas terendah. dengan formula yang mengacu pada Rendahnya salinitas pada St-2 diduga (Brower et al. 1998). Struktur komunitas karena adanya masukan air tawar melalui moluska dihitung melalui pendekatan sungai, karena St-2 terletak pada muara beberapa indeks biologi, di antaranya sungai. St-3 (Ihamahu), St-4 (Mahu), dan indeks keanekaragaman jenis atau Indeks St-7 (Kulur) menunjukkan nilai salinitas Shannon (H), indeks kemerataan jenis atau tertinggi yaitu 33,60‰. Data suhu dan Indeks Pielou (J), dan indeks dominansi salinitas pada masing-masing stasiun dita- Simpson (C) (Odum 1971; Krebbs 1989; mpilkan pada Tabel 1. Magurran 1988). Tabel 1. Nilai suhu, salinitas dan konsentrasi nutrien di perairan Pulau Saparua Si- (1) Salini- Fosfat Nitrat Suhu likat Stasiun o tas (mg (mg ( C) -1 -1 (mg (‰) L ) L ) -1 (2) L ) Haria 30,24 33,07 0,104 0,015 0,216

176 Muhammad Masrur Islami, dkk. | Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska...

Waisisil 29,88 32,85 0,080 0,018 0,337 di perairan pesisir Saparua mungkin ber- korelasi dengan lebih sedikitnya aktivitas Ihamahu 30,02 33,60 0,035 0,016 0,443 antropogenik bila dibandingkan dengan Mahu 30,00 33,60 0,001 0,021 0,291 perairan di Selat Bali Kulur 30,18 33,60 0,114 0,016 0,368 Pada Gambar 1 terlihat beberapa Porto 30,11 33,00 0,080 0,012 0,413 stasiun pengamatan yang merupakan Pia 30,10 33,58 0,085 0,023 0,140 daerah teluk, yaitu St-1, St-2, dan St-4. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Berdasarkan penelitian ini, kadar zat (Ikhsani et al. 2016) di Teluk Ambon yang hara di perairan pesisir Saparua berkisar melaporkan bahwa konsentrasi fosfat antara 0,001-0.114 mg L-1 untuk fosfat; dan nitrat pada musim barat dan musim 0,012-0,023 mg L-1 untuk nitrat, dan timur berkisar antara 0,0471-0,0549 dan -1 0,140-0,443 mg L-1 untuk silikat. Kon- 0-0,0976 mg L dan 0,0495-0,0676 dan -1 sentrasi nitrat, fosfat, dan silikat ditampil- 0,0247-0,4019 mg L , konsentrasi nutrien kan pada Tabel 1. Konsentrasi fosfat ter- pada stasiun-stasiun penelitian yang ter- tinggi (0,144 mg L-1) terdapat pada St-5, letak di daerah teluk menunjukkan nilai Desa Kulur. Hal ini diduga karena tinggi- yang lebih kecil. Hal ini diduga akibat dari nya aktivitas antropogenik mengingat letak beban masukan nutrien dari daratan relatif St-5 berdekatan dengan dermaga penye- lebih kecil dan sirkulasi massa air yang berangan ferry. Pada stasiun tersebut, kon- lebih lancar dari Teluk Ambon ( Ikhsani et sentrasi nitrat dan silikat juga menunjuk- al. 2016; Basit et al. 2012). kan nilai yang cukup tinggi yaitu 0,016 dan 0,368 mg L-1. Komposisi dan Keanekaragaman Jenis Menurut keputusan Menteri Negara Moluska Lingkungan Hidup nomor 51 tahun 2004 Secara umum, lokasi pengambilan sampel tentang baku mutu air laut untuk biota laut, di pesisir Pulau Saparua memiliki substrat konsentrasi fosfat dan nitrat pada semua yang cukup seragam, yakni didominasi stasiun penelitian secara umum telah mele- oleh pasir berlumpur. Semua lokasi yang wati ambang batas, yaitu 0,015 dan 0,008 -1 ada juga ditumbuhi oleh vegetasi lamun. mg L untuk fosfat dan nitrat. Dengan Beberapa jenis lamun yang teridentifikasi demikian, dapat dikatakan bahwa perairan di antaranya Enhalus acoroides, Cymod- pesisir Saparua adalah perairan yang subur. ocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Namun demikian, nilai ini lebih jenis lainnya yang berukuran lebih kecil. rendah dari hasil penelitian yang dilakukan Mangrove yang dominan dari jenis Rhi- oleh (Khasanah et al. 2013) di perairan zophora spp. dan Sonneratia sp. misalnya Selat Bali, yang menyatakan bahwa kon- ditemukan di St-1, St-2 dan St-3. sentrasi fosfat, nitrat dan silikat di perairan Jumlah jenis atau spesies moluska yang Selat Bali adalah 0,012; 0,939; dan 0,91 -1 didapatkan selama penelitian sebanyak mg L pada musim Peralihan II dan 0,009; 107 spesies (85 spesies dari kelas Gastro- 0,854; dan 0,80 mg L-1 pada musim Barat. poda dan 22 spesies dari kelas Bivalvia) Seperti halnya perairan di Selat Bali, per- yang masuk ke dalam 39 famili (Gambar airan di pesisir Saparua juga merupakan 2). Jumlah jenis terbanyak ditemukan jalur lalu lintas yang menghubungkan di St-2 (40 spesies), sedangkan jumlah Pulau Saparua dengan pulau-pulau lain- jenis paling sedikit ditemukan di St-4 (10 nya. Lebih rendahnya konsentrasi nutrien spesies). Demikian halnya jumlah famili

177 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188 terbanyak ditemukan pula di St-2 (21 fa- spesies tiap famili) (Gambar 4, kiri). Jum- mili) dan paling sedikit di St-4 (7 famili). lah total kepadatan individu tiap famili juga Jenis yang paling banyak ditemukan di memiliki nilai yang berbeda-beda (Gambar antaranya Littoraria scabra (Littorinidae), 4, kanan). Jumlah kepadatan individu ter- Monetaria annulus (Cypreidae), Terebra- banyak terdapat pada famili Nassariidae (8 lia sulcata (Potamididae); Clypeomorus individu/m2), Littorinidae (7 individu/m2), batillariaeformis (Cerithiidae); dan Nerita dan Cypraeidae (6 individu/m2); sedang- chamaeleon (Neritidae). Moluska yang kan famili dengan jumlah individu paling ditemukan sebagian besar merupakan rendah meliputi famili Angariidae, Cassi- jenis-jenis yang sudah umum ditemukan di dae, Melampidae, Pyramidellidae, Vasidae, perairan Maluku. Glycymerididae, dan Psammobiidae.

Gambar 2. Jumlah famili dan spesies moluska Gambar 3. Jumlah individu moluska pada masing- pada masing-masing stasiun penelitian masing stasiun penelitian

Berdasarkan hasil penelitian diketa- Hasil analisis dan perhitungan be- hui jumlah total individu moluska yang berapa indeks biologi terhadap komunitas ditemukan sebanyak 641 individu. Jumlah moluska di pesisir Pulau Saparua disajikan individu terbanyak terdapat di St-2 (220 pada Tabel 2. Nilai indeks keanekaragaman individu), St-7 (120 individu), dan se- Shannon (H’) berkisar antara 1,05-3,23. lanjutnya St-4 (90 individu). Di sisi lain, Nilai tertinggi terdapat pada St-7 (3,23), jumlah individu terendah ditemukan di sedangkan nilai terendah terdapat pada St-4 St-3 (39 individu) dan St-5 (36 individu) (1,05). Daget (1976) menyatakan bahwa jika (Gambar 3). indeks keanekaragaman suatu komunitas Apabila dilihat dari familinya, famili kurang dari 1,0, keanekaragaman jenisnya dengan jenis terbanyak adalah Connidae tergolong rendah, sedangkan jika nilainya (terdiri atas 10 spesies), Nassariidae (9 berkisar antara 1,0-2,0, keanekaragaman spesies), dan Strombidae (8 spesies); se- jenisnya tergolong sedang, dan selanjutnya dangkan famili dengan jumlah jenis paling bila nilainya lebih dari 2,0, dikategorikan sedikit meliputi famili Acmaeidae, An- memiliki keanekaragaman jenis yang ting- gariidae, Buccinidae, Bullidae, Cassidae, gi. Berdasarkan hal tersebut, secara umum Columbellidae, Fissurellidae, Ellobiidae, kenekaragaman jenis moluska di pesisir Patellidae, Planaxidae, Potamididae, Pyra- Pulau Saparua tergolong sedang (St-1 dan midellidae, Vasidae, Cardiidae, Chamidae, St-4) dan tinggi (St-2, St-3, St-5, St-6 dan Glycymerididae, Mactridae, Spondylidae, St-7). Namun, apabila dikaitkan dengan dan Psammobiidae (masing-masing satu interpretasi Krebs (1989), seluruh stasiun

178 Muhammad Masrur Islami, dkk. | Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska... dikategorikan memiliki keanekaragaman dalam kondisi stabil dan sebaliknya. Odum jenis yang sedang (1,0

Gambar 4. Jumlah total spesies dan kepadatan moluska tiap famili di pesisir Pulau Saparua

179 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188

Kemerataan jenis di atas erat kaitan- nemukan 23 jenis moluska di Kepulauan nya dengan nilai dominansi yang ada Seribu. Penelitian Cappenberg, Azis, and pada masing-masing stasiun. Nilai indeks Aswandy v2006) di Gilimanuk, Bali, dengan kemerataan kecil atau kurang dari mendapatkan 35 jenis. Mudjiono (2006) 0,5 menggambarkan adanya beberapa mendapatkan gastropoda sebanyak 56 jenis jenis dalam jumlah yang lebih banyak di Kepulauan Natuna Besar, sedangkan pada dibandingkan jenis yang lain. Mengacu penelitiannya di Bangka Belitung, Mudjio- pada Tabel 2, maka nilai indeks dominansi no (2007) mendapati moluska sebanyak 70 berkisar antara 0,05-0,57. Nilai dominansi jenis. Arbi (2008b) menemukan 26 jenis yang rendah diketahui terdapat pada pada penelitiannya di Tambak Wedi, Jawa stasiun-stasiun yang memiliki nilai ke- Timur, dan pada penelitian lainnya, Arbi merataan jenis yang tinggi yakni St-2, St-3, (2008a) di Banyuglugur, Jawa Timur, me- St-5, St-6, dan St-7, sedangkan dominansi nemukan 39 jenis. Mudjiono (2009), pada yang cukup tinggi ditemukan pada stasiun penelitiannya di Tanjung Merah, Sulawesi dengan nilai kemerataan jenis yang rendah Utara, menemukan 31 jenis, sedangkan (St-1 dan St-4). Islami and Mudjiono (2009) menemukan Ditinjau dari komposisi dan keaneka- 33 jenis di Teluk Ambon, Maluku. Arbi ragaman jenis moluska yang cukup tinggi, (2009) menemukan 128 jenis di Likupang, menunjukkan adanya kaitan yang erat Sulawesi Utara, sedangkan di Pulau Moti, terhadap kompleksitas ekosistem yang Arbi (2011b) menemukan 93 jenis, dan ada di pesisir Pulau Saparua. Komposisi penelitiannya di Pulau Talise, Sulawesi jenis moluska pada hasil penelitian ini Utara, ditemukan 182 jenis moluska (Arbi tergolong tinggi bila dibandingkan dengan 2011a). Metungun, Juliana, and Beruatjaan hasil-hasil penelitian lainnya di Indonesia. (2011) hanya mendapatkan 14 jenis di Wouthuyzen and Sapulete (1994) Teluk Un, Maluku Tenggara. Islami (2012) mendapatkan 24 jenis moluska di Teluk pada penelitiannya di Pulau Nusalaut, Ma- Kotania, Seram Barat. Dody (1996), dalam luku, menemukan 25 jenis moluska. Arbi penelitiannya di Pulau Fair, Maluku (2012) menemukan 163 jenis di Pantai Tenggara, mendapatkan 58 jenis moluska. Wori, Sulawesi Utara. Ariska (2012) dalam Pelu (2001) di Pulau Sumbawa, NTB, penelitiannya di Pangandaran, Jawa Barat, menemukan 56 jenis. Cappenberg (2002a) hanya menemukan 17 jenis. Rau, Kusen, di perairan Sulawesi Utara menemukan 73 and Paruntu (2013) menemukan 11 jenis di jenis gastropoda. Cappenberg (2002b) juga Kulu, Minahasa Utara. Penelitian Istiqlal, menemukan 42 jenis gastropoda dalam pe- Yusup, and Suartini (2013) di Pantai Merta nelitiannya di Teluk Lampung. Penelitian Segara Sanur, Bali, mendapatkan 31 jenis Mudjiono (2002) di Kepulauan Derawan, moluska. Hitalessy, Leksono, and Herawati Kalimantan Timur, menemukan 76 jenis. (2015) mendapatkan 7 jenis gastropoda di Cappenberg and Panggabean (2005) me- pesisir Lamongan, Jawa Timur.

180 Muhammad Masrur Islami, dkk. | Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska...

Tabel 2. Hasil perhitungan Indeks Keanekaragaman Shannon (H’), Indeks Kemerataan Pielou (J), Indeks Dominansi Simpson (D), dan Indeks kekayaan jenis Margalef (d) pada tiap stasiun di pesisir Pulau Saparua.

Stasiun Nilai Indeks 1 2 3 4 5 6 7

Jumlah individu (N) 70 220 39 90 36 66 120

Jumlah spesies (S) 12 40 22 10 20 30 35

Keanekaragaman Shannon (H’) 1.66 2.88 2.79 1.05 2.81 3.17 3.23

Kemerataan Pielou (J) 0.67 0.78 0.90 0.45 0.94 0.93 0.90

Dominasi Simpson (C) 0.33 0.09 0.09 0.57 0.07 0.05 0.05

Gambaran keanekaragaman jenis beberapa jenis yang berasosiasi dengan yang sedang hingga tinggi juga didapatkan vegetasi mangrove, di antaranya Littoraria pada beberapa penelitian lain di antaranya scabra, Planaxis sulcatus, dan Terebralia Dibyowati (2009) di Pandeglang, Banten; sulcata; serta jenis yang berasosiasi dengan Islami and Mudjiono (2009) di Teluk substrat keras, misalnya Monodonta labio, Ambon, Maluku; Metungun, Juliana, and Cypraea annulus, Septifer bilocularis, dan Beruatjaan (2011) di Teluk Un, Maluku jenis lainnya. Asosiasi moluska dengan be- Tenggara; Arbi (2012) di Pantai Wori, berapa substrat tersebut dapat dilihat pada Sulawesi Utara; Islami (2012) di Pulau Gambar 5. Nusalaut, Maluku; David (2013) di Pantai Beberapa famili yang ada tersebut Goa, India; Istiqlal, Yusup, and Suartini merepresentasikan perbedaan kebiasaan (2013) di Sanur, Denpasar; Rau, Kusen, hidup maupun kondisi ekologis lainnya. and Paruntu (2013) di Minahasa Utara; Famili Cypraeidae diketahui merupakan Jumawan et al. (2015) di Padada, Davao grazer, herbivora, sementara Naticidae, del Sur, Filipina. Hasil-hasil penelitian Nassaridae dan Cerithidae termasuk kar- tersebut memiliki nilai keanekaragaman di nivora dan bisa pula sebagai scavenger. atas satu hingga lebih dari tiga. Cypraeidae umumnya hidup pada substrat Secara umum, moluska yang ditemu- campuran, termasuk pecahan karang dan kan di lokasi penelitian, terutama pada saat substrat berbatu. Naticidae, Nassaridae, koleksi bebas, merupakan jenis-jenis yang dan Cerithidae biasa hidup di substrat berasosiasi dengan substrat berpasir dan berpasir dan berlumpur, sedangkan kelom- vegetasi lamun, misalnya Bulla ampula, pok Bivalvia, yakni famili Cardiidae dan Cypraea annulus, Nassarius spp., Natica Arcidae, merupakan filter feeder yang spp., Oliva spp., dan jenis dari kelas Bi- biasanya hidup pada substrat berpasir dan valvia seperti Trachycardium rugosum, berlumpur (Cheung, Gao, and Shin 2006; Isognomon spp., Tapes literatus, dan Tel- Meij, Moolenbeek, and Hoeksema 2009). lina sp. lainnya. Selain itu, ditemukan pula

181 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188

Islami (2012) mendapati vegetasi lamun memengaruhi kepadatan moluska di Pu- lau Nusalaut. Hovel and Fonseca (2005) mengemukakan bahwa lamun memiliki fungsi sebagai daerah pengasuhan (nursery ground) bagi biota laut, termasuk moluska yang ditentukan oleh karakter morfologi dan struktur spasial lamun tersebut. Di sisi lain, Chemello and Milazzo (2002) mengemukakan bahwa jenis dan struktur makroalga diketahui juga ber- pengaruh terhadap kelimpahan dan dis- tribusi moluska. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada struktur alga yang lebih kompleks memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibandingkan struktur alga yang sederhana. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa vegetasi mangrove sangat berpengaruh terhadap kelimpahan Gambar 5. Asosiasi moluska pada berbagai habitat. A) Siput Cypraea annulus hidup di pecahan karang makrobentos seperti moluska dan kepiting. pada ekosistem lamun; B) Siput Bulla ampula Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepa- berasosiasi dengan lamun dan alga pada substrat datan moluska berkorelasi positif dengan berpasir; C) Siput Littorina scabra hidup menempel kepadatan mangrove (Vilardy and Polania di pohon mangrove; D) Siput Terebralia sulcata di 2002; Ashton, Macintosh, and Hogarth substrat berpasir dan berlumpur di area mangrove; E) Siput Monodonta labio menempel pada substrat 2003; Fujioka, Shimoda, and Srithong berbatu; dan F) Koloni bivalvia jenis Septifer spp. 2007). Faktor lain yang berkemungkinan berasosiasi dengan substrat keras. memengaruhi komposisi moluska di pesisir Pulau Saparua adalah keberadaan predator. Namun, hal ini memerlukan penelitian Apabila dikaitkan dengan kondisi lebih lanjut. Selain itu, aktivitas penduduk substrat, hidrografi maupun vegetasi yang lokal juga dapat berpengaruh, misalnya ada di masing-masing stasiun penelitian, adanya pengambilan jenis-jenis moluska dapat diasumsikan bahwa kompleksitas yang bernilai ekonomis penting, terutama tersebut sangat mempengaruhi komposisi sebagai sumber pangan alternatif seperti maupun keanekaragaman jenis moluska jenis dari famili Strombidae, Trochidae, yang ada. Keberadaan ekosistem mang- dan jenis dari kelas Bivalvia yang ada. rove, lamun dan terumbu karang dengan kondisi yang masih baik berperan besar Pemanfaatan Sumberdaya Moluska terhadap banyaknya jenis moluska yang ditemukan. Misalnya, variasi substrat dan Sudah sejak lama manusia memanfaatkan habitat lamun yang ideal di pesisir tersebut moluska untuk dikonsumsi, bahan baku memungkinkan ketersediaan makanan hiasan, pakan ikan dan umpan, bahan baku yang cukup bagi moluska serta sebagai obat-obatan, dan lain sebagainya. Bahkan, tempat perlindungan untuk kelangsungan masyarakat Papua sudah sejak lama me- hidupnya dan pada akhirnya memengaruhi manfaatkan jenis Cypraea spp. sebagai keanekaragaman jenis moluska yang ada. alat tukar pengganti uang dan nilainya

182 Muhammad Masrur Islami, dkk. | Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska... cukup tinggi, karena satu keping dapat di- Bulla ampula, Rhinoclavis vertagus, Co- tukar dengan seekor babi (Dharma 1988). nus ebraeus, Vexillum plicarium, Strombus Beberapa negara seperti Jepang, Cina, luhuanus, S. lentiginosus, S. gibberelus, Taiwan, Amerika Serikat, Australia, dan Monodontia labio, Tectus fenestratus, New Zeland kima merupakan makanan dan Vasum turbinellus. Masyarakat Pulau mewah (Calumpong 1992). Di India, Saparua percaya bahwa moluska banyak kerang selain dikonsumsi oleh masyarakat mengandung banyak gizi yang dibutuh- lokal juga dimanfaatkan untuk bahan kan oleh tubuh manusia dan beberapa di campuran pembuatan kapur dan semen antaranya dipercaya dapat meningkatkan (Santhiya et al. 2013). stamina bagi yang memakannya. Hal Masyarakat Pulau Saparua belum se- tersebut sejalan dengan Setyono (2006) cara maksimal memanfaatkan sumberdaya yang menyatakan beberapa jenis moluska moluska yang ada, padahal keberadaaan dipercaya dapat meningkatkan stamina moluska di pulau tersebut cukup banyak. bagi yang memakannya. Hasil uji prok- Ditemukan sekitar 107 jenis moluska yang simat dari daging limpet (Bivalvia) di- terdiri atas 22 jenis bivalvia dan 85 jenis ketahui 50% merupakan protein, 5% gastropoda. Berdasarkan hasil observasi lemak, 5% abu, dan sisanya air (Dody 2004). dan pengamatan terdapat 35 jenis moluska Masyarakat Pulau Hadji Panglima Tahil di yang dapat meningkatkan pendapatan Provinsi Sulu, Filipina, meyakini moluska masyarakat Pulau Saparua, baik dijadian baik untuk sumber kalsium yang dapat sebagai komoditas konsumsi, perhiasan, memperkuat gigi anak-anak, terutama jika ataupun bahan baku obat-obatan. Pada dimakan dengan Tridacna squamosa. Pen- umumnya, masyarakat Pulau Saparua duduk di sana mengenalnya degan kerang mengambil moluska di sekitar wilayah beralur (Tabugo et al. 2013). pesisir pada habitat mangrove dan lamun. Selain untuk konsumsi, masyarakat Kegiatan ini banyak dilakukan oleh wanita Pulau Saparua memanfaatkan moluska dan anak-anak pada saat air meti (air laut untuk bahan perhiasan, seperti hiasan surut). dinding, tirai, dan bingkai foto/lukisan. Berdasarkan hasil observasi dan wa- Pemanfaatannya hanya sebatas untuk di- wancara di lapangan, jenis bivalvia yang pakai sendiri, tidak untuk diperjualbelikan. banyak dikonsumsi oleh masyarakat Pulau Padahal, jika dikelola dengan baik dan Saparua di antaranya dari kelas bivalvia adanya bantuan dari pemerintah daerah, terdiri atas Fragum fragum, F. unedo, potensi ini dapat menjadi nilai tambah bagi Trachycadium rugosum, Glycymeris pec- masyarakat, baik secara ekonomi maupun tunculus, Modiolus micropterus, Spondy- sosial. Sudah banyak masyarakat di tem- lus squamosus, Tellina spp., T. capsoides, pat lain memanfaatkan moluska menjadi T. crucigera, Tapes literatus, T. belcheri, berbagai macam hiasan atau aksesori yang Isognomon isognomum, dan I. perna. dapat menambah pemasukan untuk ke- Sementara, Spondylus spp. tidak dapat di- luarga mereka. Masyarakat di Kei Kecil, manfaatkan langsung. Berdasarkan peng- misalnya, sudah memanfaatkan sebagian akuan masyarakat, ada bagian daging yang besar kelas bivalvia, terutama yang me- harus dibuang karena mengandung racun. miliki lapisan mutiara. Moluska ini dapat Hal ini dilakukan karena pernah terjadi dijadikan hiasan, seperti famili Pteriidae, keracunan akibat mengonsumsi seluruh Pinnidae, dan Vulsellidae. Para pengrajin daging dari biota ini. Kelas gastropoda ter- hiasan biasanya membentuk cangkang diri atas Angaria delphinus (mata bulan), kerang menjadi kepingan-kepingan kecil,

183 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188 lalu dirangkai menjadi berbagai bentuk bahan obat-obatan (Pringgenies 2010). hiasan, seperti lukisan, lampu gantung, Berdasarkan hasil penelitian, banyak jenis hiasan dinding, dan lain-lain (Kusnadi, dari famili Conidae yang ditemukan di Triandiza, and Hernawan 2008). Di Pulau Pulau Saparua, di antaranya Conus coro- Brooker, Papua Nugini, Cypraea spp. natus, C. miles, C. marmoreus, C. virgo, digunakan sebagai bahan baku pembuatan C. litteratus, C. flavidus, C. pulicarius, C. pisau (Kinch 2003). Masyarakat Pulau planorbis, C. ebraeus, dan C. musicus. Di Hadji Panglima Tahil memanfaatkan Conus India, beberapa jenis moluska digunakan litteratus, Conus marmoreus, dan Cypraea untuk pengobatan, bahan campuran obat, tigris sebagai ornamen/hiasan (Tabugo et dan minyak obat, seperti Cypraea moneta al. 2013). Kebanyakan masyarakat Pulau digunakan untuk pengobatan pembesaran Saparua memanfaatkan moluska dari kelas hati dan Pinctada margaritifera digunakan gastropoda untuk dijadikan hiasan, seperti untuk obat berupa serbuk. (CSIR 1962). Cypraea annulus, C. moneta, C. ovum, C. tigris, C. isabella, C. lynx, Oliva oliva, O. tessellata, O. tricolor, dan O reticulata. Sementara, dari kelas bivalvia yang di- KESIMPULAN manfaatkan untuk hiasan yaitu Modiolus Hasil penelitian menunjukkan bahwa micropterus, Isognomon isognomum, perairan Saparua adalah perairan yang dan I. perna. Secara umum, Wells (1989) cukup subur, ditunjukkan dengan kon- menjelaskan jenis kerang yang dapat di- sentrasi nutrien di perairan Pulau Saparua manfaatkan untuk aksesori/hiasan dan sou- yang cukup tinggi yaitu 0,001-0.114 mg venir. Kerang-kerang tersebut banyak di L-1 untuk fosfat; 0,012-0,023 mg L-1 un- pasaran dengan harga relatif murah, seperti tuk nitrat, dan 0,140-0,443 mg L-1 untuk Cypraea tigris, Lambis lambis, Strombus silikat. Konsentrasi nutrien dipengaruhi spp., Conus spp., dan jenis-jenis lainnya oleh adanya beban masukan zat hara dari yang terdapat di sekitar pesisir pantai. daratan melalui sungai maupun banyaknya Selain dimanfaatkan untuk konsumsi aktivitas antropogenik di perairan tersebut. dan kerajinan, beberapa jenis moluska dapat Pemanfaatan moluska di Pulau Saparua dijadikan bahan bioaktif, seperti beberapa masih belum dapat dimaksimalkan oleh Conus spp. Jenis tersebut akan mengeluar- masyarakat, setidaknya terdapat 35 kan racun sebagai sistem pertahanan diri. spesies dari kelas bivalvia dan gastropoda Zat yang terkandung dalam racun tersebut yang memiliki nilai ekonomis penting. dapat dimanfaatkan sebagai bahan biokatif Jenis yang paling banyak ditemukan di (Romimohtarto and Juwana 2005). Hal ini antaranya Littoraria scabra (Littorinidae), sejalan dengan Defer, Bourgougnon, and Monetaria annulus (Cypreidae), Terebra- Fleury (2009) yang melaporkan bahwa lia sulcata (Potamididae), Clypeomorus organisme yang hidup di dasar perairan battilariaeformis (Cerithiidae), dan Ner- menghasilkan metabolit sekunder sebagai ita chamaeleon (Neritidae). Nilai indeks respons terhadap tekanan ekologi, seperti keanekaragaman Shannon (H’) berkisar persaingan ruang, pencegahan dari pre- antara 1,05 – 3,23. Nilai tertinggi terdapat dator, serta kemampuan dan keberhasilan pada St-7 (3,23) dan terendah pada St-4 untuk bereproduksi. Beberapa metabolit (1,05). Nilai indeks kemerataan jenis (J) sekunder yang dimiliki organisme perairan berkisar antara 0,45-0,94, sedangkan nilai menunjukkan adanya aktivitas farmakologi indeks dominansi berkisar antara 0,05- yang merupakan kandidat baru untuk 0,57. Hasil ini dapat diinterpretasikan bah-

184 Muhammad Masrur Islami, dkk. | Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska... wa komunitas moluska yang ada memiliki Sulawesi Utara.” Oseanologi dan keanekaragaman yang sedang dan merata Limnologi di Indonesia 35 (3): dengan dominansi jenis yang rendah. 417–34. ———. 2011a. Komunitas Gastropoda di Padang Lamun Perairan Pulau Moti, Maluku Utara. Perairan Maluku SARAN dan Sekitarnya. Terbitan K. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi - LIPI. Penelitian lanjutan sangat diperlukan terutama kajian yang lebih komprehensif ———. 2011b. “Struktur Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan tentang hubungan karakteristik lingkungan Pulau Talise, Sulawesi Utara.” Ose- maupun musim terhadap distribusi moluska anologi dan Limnologi di Indonesia yang ada. Selain itu, diperlukan pula kajian 37 (1): 71–89. tentang strategi pengelolaan sumberdaya ———. 2012. “Komunitas Moluska di moluska yang ada di pesisir Pulau Saparua. Padang Lamun Pantai Wori, Sulawesi Utara.” Jurnal Bumi Lestari 12 (1): 55–65. Ariska, S.D. 2012. “Keanekaragaman dan UCAPAN TERIMA KASIH Distribusi Gastropoda dan Bivalvia Penelitian ini merupakan salah satu bagi- (Moluska) di Muara Karang Tirta, an dari program kegiatan DIPA P2 Laut Pangandaran.” Institut Pertanian Bogor. Dalam–LIPI tahun 2016 dengan judul “Kajian Biodiversitas Fauna Makrobentik Ashton, E.C., D.J. Macintosh, and P.J. Ho- di Perairan Saparua, Maluku Tengah”. garth. 2003. “A Baseline Study of the Penulis mengucapkan terima kasih kepada Diversity and Community Ecology of Crab and Molluscan Macrofauna Dharma Arif Nugroho, M.Si. selaku koor- in the Sematan Mangrove Forest, dinator program dan Daniel J. Tala, S.Pi. Sarawak, Malaysia.” J. Trop. Ecol. yang telah membantu selama pengambilan 19: 127–42. sampel di lapangan maupun analisis di Basit, Abdul, Mutiara Rahma Putri, and laboratorium. Willem M Tatipatta. 2012. “Estima- tion of Seasonal Vertically Integrated Primary Productivity in Ambon Bay DAFTAR ACUAN using the Depth-Resolved, Time-In- tegrated Production Model.” Mar. Abbot, R.T., and P. Dance. 1990. Com- Res. Indonesia 1: 47–56. pendium of Seashells. Australia: Crawford House Press. Brower, J.E., J.H. Zar, and C.N. von Ende. 1998. Field and Laboratory Methods Arbi, U.Y. 2008a. “Gastropoda dan Pelecy- for General Ecology. Fourth. USA: poda di Zona Intertidal Perairan Ban- Mc.Graw-Hill Companies Inc. yuglugur, Selat Madura, Situbondo, Jawa Timur.” Berkala Ilmiah Biologi Calumpong, H.P. 1992. “The Giant Clam: 7 (1): 17–25. An Ocean Culture Manual.” Sidney. ———. 2008b. “Moluska di Ekosistem Cappenberg, H.A.W. 2002a. Keaneka- Mangrove Tambak Wedi, Selat Ma- ragaman Jenis Gastropoda di Padang dura, Surabaya, Jawa Timur.” Ose- Lamun Perairan Sulut, Perairan anologi Dan Limnologi Di Indonesia Sulawesi dan Sekitarnya. Jakarta: 34 (3): 411–25. Pusat Penelitian Oseanografi. ———. 2009. “Komunitas Moluska ii ———. 2002b. Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Likupang, Perairan Teluk Lampung, Provinsi

185 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188

Lampung. Perairan Indonesia: PT. Sarana Graha. Oseanografi, Biologi dan Lingkung- an. Terbitan K. Jakarta: Pusat Peneliti- ———. 1992. Siput dan Kerang Indonesia an Oseanografi. (Indonesian Shells II). Hemmen: Wiesbaden. Cappenberg, H.A.W., A Azis, and I As- wandy. 2006. “Komunitas Moluska ———. 2005. Recent & Fossil Indonesian di Perairan Teluk Gilimanuk, Bali Shells. Hackenheim: ConcBooks. Barat.” Oseanologi dan Limnologi di Dibyowati, L. 2009. “Keanekaragaman Indonesia 40: 53–64. Moluska (Bivalvia dan Gastropoda) Cappenberg, H.A.W., and M.G.L Pang- di Sepanjang Pantai Carita, Pande- gabean. 2005. “Moluska di Perairan glang, Banten.” Institut Pertanian Terumbu Gugus Pulau Pari, Ke- Bogor. pulauan Seribu, Teluk Jakarta.” Dody, Safar. 1996. “Komunitas Moluska di Oseanologi dan Limnologi di Indo- Pulau Fair, Maluku Tengah.” Perair- nesia 37: 69–80. an Maluku Dan Sekitarnya 11: 1–8. Chemello, R., and M. Milazzo. 2002. ———. 2004. “Biologi Reproduksi Limpet- “Effect of Algal Architecture on As- Tropis (Cellana Testudinaria Linnae- sociated Fauna: Some Evidence from us, 1758) Di Perairan Pulau-Pulau Phytal Molluscs.” Marine Biology Banda, Maluku.” Institut Pertanian 140: 981–90. Bogor. Cheung, S.G., Q.F. Gao, and P.K.S Shin. English, S, C. Wilkinson, and V. Baker. 2006. “Energy Maximization by 1994. Survey Manual For Tropical Selective Feeding on Tissues of the Marine Resources. Townsville: Aus- Venerid Clam Marcia Hiantina in tralia Institute of Marine Science. the Marine Scavenger Nassarius Festivus (Gastropoda: Nassariidae).” Fujioka, Y., T. Shimoda, and C. Srithong. Marine Biology 149: 247–55. 2007. “Diversity and Community Structure of Macrobenthic Fauna in CSIR. 1962. “The Wealth of India: Raw Shrimp Aquaculture Ponds of the Materials.” New Delhi. Gulf of Thailand.” JARQ 41 (2): Daget, J. 1976. Les Modeles Mathema- 163–72. tiques En Ecologie. Ecoll: Masson Hitalessy, R.B., A.S. Leksono, and E.Y. Coll. Herawati. 2015. “Struktur Komuni- Dance, P. 1976. The Collector’s Encyclo- tas dan Asosiasi Gastropoda Dengan pedia of Shells. New Jersey: Cartwell Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir Books Inc. Lamongan, Jawa Timur.” J-PAL 6 (1): 64–73. David, A. 2013. “Biodiversity and Distri- bution of Marine Gastropods (Mol- Hovel, K.A., and M.S. Fonseca. 2005. lusca) during Pre- and Post-Monsoon “Influence of Seagrass Landscape Seasons along the Goa Coastline, Structure on the Juvenile Blue Crab India.” J. Mar. Biol. Ass. India 55 Habitatsurvival Function.” Mar. (1): 17–24. Ecol. Prog. Ser. 300: 179–91. Defer, D., N. Bourgougnon, and Y. Fleury. Ikhsani, Idha Yulia, Malik S Abdul, and Jo- 2009. “Screening for Antibacterial hanis D Lekalette. 2016. “Distribusi and Antiviral Activities in Three Fosfat dan Nitrat di Teluk Ambon Bivalve and Two Gastropod Marine Bagian dalam pada Monsun Barat Molluscs.” Journal Auaculture 293: dan Timur” 2 (2). 1–7. Islami, M.M. 2012. “Studi Kepadatan dan Dharma, B. 1988. Siput dan Kerang Indo- Keragaman Moluska di Pesisir Pulau nesia I (Indonesian Shells). Jakarta: Nusalaut, Maluku.” Oseanologi

186 Muhammad Masrur Islami, dkk. | Komposisi Jenis, Keanekaragaman, dan Pemanfaatan Moluska...

dan Limnologi di Indonesia 38 (3): Bulletin 59: 101–7. 293–305. Metungun, J., Juliana, and M.Y. Beruatjaan. Islami, M.M., and Mudjiono. 2009. “Ko- 2011. “Kelimpahan Gastropoda pada munitas Moluska di Perairan Teluk Habitat Lamun di Perairan Teluk Ambon, Provinsi Maluku.” Oseano- Un, Maluku Tenggara.” In Prosiding logi dan Limnologi di Indonesia 35 Seminar Nasional Pengembangan (3): 353–68. Pulau-Pulau Kecil 2011, 225–31. Istiqlal, B.A., D.S. Yusup, and N.M Su- Mudjiono. 2002. Komunitas Moluska (Ke- artini. 2013. “Distribusi Horizontal ong dan Kerang) di Rataan Terumbu Moluska di Kawasan Padang Lamun Kepulauan Derawan, Kalimantan Pantai Merta Segara Sanur, Denpa- Timur. Perairan Sulawesi dan Se- sar.” Jurnal Biologi 17 (1): 10–14. kitarnya, Biologi, Lingkungan dan Oseanografi. Jakarta: Pusat Peneliti- Jumawan, J.H., F.F.D. Tripoli, E.E.S. Bo- an Oseanografi - LIPI. quia, K.L.M. Niez, J.A. Veronilla, S.A. Dellomes, R.M. Udtie, N.K. ———. 2006. “Telaah Komunitas Molus- Seit, N.A. Hasim, and M.J.O Gatinao. ka di Rataan Terumbu Perairan 2015. “Species Diversity and Spatial Kepulauan Natuna Besar, Kabupaten Structure of Intertidal Mollusks in Natuna.” Oseanologi dan Limnologi Padada, Davao Del Sur, Philippines.” Di Indonesia 35 (2): 151–66. AACL Bioflux 8 (3): 301–9. ———. 2007. Sebaran dan Kelimpahan Khasanah, Ruly Isfatul, Aida Sartimbul, Komunitas Fauna Moluska di Se- Yuli Herawati, Jl Veteran, and Jl kitar Perairan Provinsi Kepulauan Veteran. 2013. “Kelimpahan dan Bangka Belitung. dalam: Aziz et Keanekaragaman Plankton di Perair- Al. (Eds.). Sumberdaya Laut dan an Selat Bali” 18 (4): 193–202. Lingkungan Bangka Belitung 2003 – 2007. Jakarta: Pusat Penelitian Kinch, J. 2003. “Marine Mollusc Use Oseanografi - LIPI. among the Women of Brooker Is- land, Louisiade Archipelago, Papua ———. 2009. “Sebaran, Kelimpahan dan New Guinea.” SPC Women in Fish- Komposisi Jenis Fauna Moluska Di eries Information Bulletin 10: 5–12. Daerah Pertumbuhan Lamun (Sea- grass Meadow) Perairan Tanjung Krebbs, O.J. 1989. Ecological Methodol- Merah, Bitung, Sulawesi Utara.” ogy. Canada: Harper Collin Publish- In Seminar Nasional Moluska 2, ers. 226–35. Bogor. Kusnadi, Agus, Teddy Triandiza, and Udhi Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. Eko Hernawan. 2008. “Inventarisasi Philadelphia: W.E. Saunders. Jenis dan Potensi Moluska Padang Lamun di Kepulauan Kei Kecil , Pelu, Usman. 2001. “Penelitian Fauna Maluku Tenggara The Inventory of Moluska di Pantai Teluk Saleh, Sum- Mollusc Species and Its Potent on bawa, NTB dalam: Takaendengan, Seagrass Bed in Kei Kecil Islands K. 2001. Penelitian Potensi Sumber ,.” Biodiversitas 9 (1998): 30–34. daya Kelautan Pesisir Pulau Sum- doi:10.13057/biodiv/d090108. bawa dan Sekitarnya (Eds.). Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Magurran, A.E. 1988. Ecological Diver- Potensi Kelautan Kawasan Timur sity and Its Measurement. London: Indonesia TA.” Jakarta. Croom Helm Ltd. Pringgenies, D. 2010. “Karakteristik Sen- Meij, S.E.T., R.G. Moolenbeek, and B.W. yawa Bioaktif Bakteri dan Potensi Hoeksema. 2009. “Decline of the Pengembangan Kerang Pisau (Solen Jakarta Bay Molluscan Fauna Linked Spp) di Perairan Kabuapten Pame- to Human Impact.” Marine Pollution kasan, Madura.” Jurnal Perikanan

187 Widyariset | Vol. 4 No. 2 (2018) Hlm. 173 - 188

Dan Kelautan 13 (1): 41–51. Wilson, B.R., and K. Gillet. 1971. Austra- lian Shells. Tokyo: Kyodo Printing Rau, A.R., J.D. Kusen, and C.P. Paruntu. Ltd. 2013. “Struktur Komunitas Moluska di Vegetasi Mangrove Desa Kulu, Wouthuyzen, S., and Daniel Sapulete. Kecamatan Wori, Kabupaten Mina- 1994. “Keadaan Wilayah Pesisir di hasa Utara.” Jurnal Pesisir Dan Laut Teluk Kotania, Seram Barat, Pada Tropis 2 (1): 44–50. Masa Lalu dan Sekarang: Suatu Tinjauan.” Perairan Maluku dan Roberts, D, Subagjo Soemodihardjo, and Sekitarnya 7: 1–7. W Kastoro. 1982. Shallow Water Marine Molluscs of North-West Wye, K.R. 2000. The Encyclopedia of Java. Jakarta: Lembaga Oceanologi Shells. London: Quarto Publishing Nasional-LIPI. Company. Romimohtarto, K., and S. Juwana. 2005. Biologi Laut, Ilmu Pengetahuan Ten- tang Biota Laut. Jakarta: Djambatan. Santhiya, N., S. Baskara Sanjeevi, M. Gayathri, and M. Dhanalakshmi. 2013. “Economic Importance of Marine Molluscs.” Research in En- vironment and Life Sciences 6 (4): 129–32. Setyono, D.ED. 2006. “Karakteristik Bio- logi dan Produk Kekerangan Laut.” Oseana 31 (1): 1–7. Strickland, J.D., and T.R. Parsons. 1970. A Practical Handbook of Seawater Analysis. Otawa: Fisheries Research Board of Canada. Tabugo, Sharon Rose M, Jocelyn O Pat- tuinan, Nathanie Joy J Sespene, and Aldren J Jamasali. 2013. “Some Economically Important Bivalves and Gastropods Found in the Island of Hadji Panglima Tahil , in the Province of Sulu , Philippines” 2 (7): 30–36. Vilardy, S., and J. Polania. 2002. “Mollusc Fauna of the Mangrove Root-Foul- ing Community at the Colombian Archipelago of San Andr´es and Old Providence.” Wetlands Ecology and Management 10: 273–82. Wells, S.M. 1989. “Impacts of the Precious Shell Harvest and Trade: Conserva- tion of Rare or Fragile Resources.” In Marine Invertebrate Fisheries: Their Assessment and Management, edited by John F. Caddy, 443–54. New York: John Wiley and Sons.

188