Absorpsi Tari Bedhaya Bedhah Madiun Gaya Yogyakarta Di Mangkunegaran Masa Pemerintahan Mangkunegara VII
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 5 (1) 2020: 28-43 | E-ISSN: 2443-0110 Absorpsi Tari Bedhaya Bedhah Madiun Gaya Yogyakarta di Mangkunegaran Masa Pemerintahan Mangkunegara VII Sriyadi,* R. M. Pramutomo Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni, Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta Jl. Ki Hadjar Dewantara Jebres, Surakarta - Indonesia *Alamat korespondensi: [email protected] DOI: https://doi.org/10.14710/jscl.v5i1.26657 Diterima/Received: 21 November 2019; Direvisi/Revised : 26 Maret 2020; Disetujui/Accepted: 7 April 2020 Abstract The history of dance in Mangkunegaran is basically using the Surakarta style. During the reign of Mangkunegara VII there was the dance called Bedhaya Bedhah Madiun dance with Yogyakarta style. This study tries to describe the factors of Yogyakarta dance style in Pura Mangkunegaran by choosing a specific dance called Bedhaya Bedhah Madiun. It is ethnochoreological research using the historical approach. The existence of the Bedhaya Bedhah Madiun dance in Pura Mangkunegaran is mostly influenced by the social and political demands of Mangkunegaran. As the top of the social and political hierarchy in Mangkunegaran, Mangkunegara VII' has policy impacts on the budgetary of the Bedhaya Bedhah Madiun dance in Mangkunegaran. The most challenging policy is the political nuance which is carried out with the Yogyakarta Sultanate Palace. Mangkunegara VII's marriage to Gusti Timur was blessed with a daughter, who is confirmed by her ability in dancing bedhaya and srimpi. Around 1934 Gusti Nurul was permitted to be sent to Krida Beksa Wirama to study the Yogyakarta style of bedhaya and srimpi dance. One of the learning materials is the Bedhaya Bedhah Madiun dance, which is then presented at Pura Mangkunegaran. Keywords: History of Dance; Absorption; Bedhaya Bedhah Madiun; Mangkunegaran. Abstrak Tari yang berkembang di Mangkunegaran pada dasarnya menggunakan gaya Surakarta. Pada masa pemerintahan Mangkunegara VII terdapat tari Bedhaya Bedhah Madiun dengan gaya Yogyakarta. Artikel ini bertujuan mendeskripsikan faktor keberadaan tari gaya Yogyakarta di Mangkunegaran, dengan memilih studi kasus pada tari Bedhaya Bedhah Madiun. Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah etnokoreologi dengan metode penelitian sejarah. Keberadaan tari Bedhaya Bedhah Madiun di Mangkunegaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Keadaan sosial politik yang dihadapi Mangkunegaran sangat memengaruhinya. Sebagai puncak hierarki strata sosial di Mangkunegaran, kebijakan Mangkunegara VII berdampak pada kemunculan tari Bedhaya Bedhah Madiun di Mangkunegaran. Kebijakan yang paling berpengaruh terhadap hal itu adalah pelaksanaan politik pernikahan dengan Kasultanan Yogyakarta. Pernikahan Mangkunegara VII dengan Gusti Timur dikaruniai seorang putri yaitu G.R.Aj. Siti Nurul Kamaril Ngasarati Kusumawardani yang memiliki kemampuan menari bedhaya dan srimpi. Penegasan kedudukan tidak lepas dari peranan Gusti Timur, sebagai ibu dan permaisuri. Sekitar tahun 1934 Gusti Nurul disertai beberapa kerabat disekolahkan ke Kridha Beksa Wirama untuk belajar tari bedhaya dan srimpi gaya Yogyakarta. Salah satu materi pembelajarannya adalah tari Bedhaya Bedhah Madiun, yang kemudian disajikan di Mangkunegaran. Kata Kunci: Sejarah Tari; Absorpsi; Bedhaya Bedhah Madiun; Mangkunegaran. Pendahuluan adalah putra Pangeran Arya Mangkunegara, yang lahir pada 7 April 1726. Kadipaten Mangkunegaran Pura Mangkunegaran yang berada di Kota berdiri berkat perjuangan R.M. Said melawan Surakarta dahulu merupakan sebuah pusat Belanda, Susuhunan Paku Buwana II, dan pemerintahan kadipaten yang terbentuk pada Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengku 1757. Kadipaten Mangkunegaran didirikan oleh Buwana I). Perlawanan itu berlanjut ketika R.M. Said atau Pangeran Sambernyawa. R.M. Said Surakarta di bawah pemerintahan Susuhunan Paku 28 Sriyadi dan R.M. Pramutomo (Absorpsi Tari Bedhaya Bedhah Madiun Gaya Yogyakarta di Mangkunegaran) Buwana III. Perlawanan berakhir setelah perjanjian bagian beksan dibagi menjadi dua yaitu beksan Salatiga yang menetapkan R.M. Said sebagai pokok I dengan Gendhing Gandakusuma, Adipati dengan gelar K.G.P.A.A. Mangkunegara I Gending Gambuh, dan Ladrang Gurisa (Pakempalan Pengarang Serat ing Mangkunagaran Mengkreng, serta bagian beksan pokok II dengan dan Kamajaya, 1993:248–49). Gendhing Ketawang Widharingtyas. Gendhing Kadipaten Mangkunegaran adalah salah satu dalam tari Bedhaya Bedhah Madiun menggunakan wilayah Kasunanan Surakarta, sehingga dalam Laras Pelog Pathet Nem. sistem pemerintahan berada di bawah kekuasaan Pola gerak yang digunakan dalam tari Kasunanan yang merupakan kerajaan (Sunarmi, Bedhaya Bedhah Madiun di Mangkunegaran 2005:35). Bentuk gaya tari yang digunakan di menyerupai pola gerak gaya Yogyakarta. Pola gerak Mangkunegaran adalah tari gaya Surakarta, karena tersebut adalah kapang-kapang, sembahan kekuasaannya berada di bawah Kasunanan nglayang, nggrudha, nggenceng, gidrah, Surakarta. Pada masa pemerintahan K.G.P.A.A. pendhapan, gudawa, nduduk wuluh, atrap Mangkunegara VII terdapat karya tari yang nama sumping, ulap-ulap, atur-atur, kipat gajahan, dan bentuk geraknya menyerupai tari gaya lampah sekar, lembehan sirig, tinting, dan Kasultanan Yogyakarta. Karya tari tersebut adalah sebagainya. Perbedaan dari pola gerak tari Bedhaya tari Bedhaya Bedhah Madiun, tari Srimpi Muncar, Bedhah Madiun di Mangkunegaran dan tari Srimpi Pandhelori, tari Golek Montro, tari Kasultanan Yogyakarta adalah pada teknik Golek Lambangsari, dan tari Golek Clunthang. pelaksanaannya. Di Mangkunegaran aksentuasi Pada dasarnya tari gaya Yogyakarta yang dari pola gerak lebih sedikit dan terkesan lentur, berkembang di Mangkunegaran adalah tari putri, sedangkan di Yogyakarta terkesan patah-patah. sedangkan tari putra menggunakan tari gaya Berdasar informasi di atas timbul pertanyaan Surakarta (Koentjaraningrat, 1984:297). mengenai alasan Mangkunegaran memiliki tari Tari Bedhaya Bedhah Madiun di Bedhaya Bedhah Madiun gaya Yogyakarta. Mangkunegaran adalah salah satu karya tari Mangkunegaran yang merupakan bagian dari dengan nama, gendhing, dan bentuk gerak yang Kasunanan Surakarta, berdasar pada tradisi menyerupai karya tari di Kasultanan Yogyakarta. menggunakan tari gaya Surakarta. Pada masa Tari Bedhaya Bedhah Madiun berdasar nama pemerintahan Mangkunegara VII di gendhing pokok yang digunakan disebut tari Mangkunegaran terdapat tari Bedhaya Bedhah Bedhaya Gandakusuma. Tari Bedhaya Bedhah Madiun dengan gaya Yogyakarta. Dari pertanyaan Madiun menceritakan peperangan Panembahan yang diajukan, kajian ini bertujuan mendeskrip- Senapati melawan Retna Dumilah. Panembahan sikan faktor keberadaan tari gaya Yogyakarta di Senapati adalah raja Mataram Islam yang pertama. Mangkunegaran, dengan memilih studi kasus pada Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan tari Bedhaya Bedhah Madiun. Panembahan Senapati melakukan ekspansi dengan Analisis masalah menggunakan konsep menaklukan beberapa kadipaten, salah satunya penyebaran unsur-unsur kebudayaan oleh adalah Kadipaten Madiun. Kerajaan Mataram Koentjaraningrat. Penyebaran unsur-unsur memenangkan pertempuran. Rangga Jumena, kebudayaan dapat didasarkan atas pertemuan- Adipati Madiun kemudian melarikan diri dan pertemuan antara individu dalam suatu kelompok mengutus putrinya, Retna Dumilah untuk manusia dengan individu kelompok tetangga. melawan Panembahan Senapati. Panembahan Pertemuan antara berbagai kelompok-kelompok Senapati dan Retna Dumilah akhirnya jatuh cinta semacam itu dapat berlangsung dengan berbagai dan menikah (Sajid, 1985:1–3). cara (Koentjaraningrat, 2015:199). Salah satu cara Struktur sajian tari Bedhaya Bedhah Madiun pertemuan adalah melalui sebuah pernikahan. terbagi menjadi tiga, yaitu maju beksan, beksan, Berdasar pada studi Brandon (1989: 28) dan Holt dan mundur beksan. Gendhing yang digunakan (2000: 31), dapat diketahui bahwa melalui dalam bagian maju beksan dan mundur beksan pernikahan antara orang India dengan pemimpin adalah gendhing Lagon dan gendhing Ladrang lokal unsur-unsur kebudayaan India mulai masuk Langenbranta dengan garap irama tanggung. Pada ke Indonesia. Menurut R.M. Soedarsono (1979: 29 Jurnal Sejarah Citra Lekha, Vol. 5 (1) 2020: 28-43 | E-ISSN: 2443-0110 87), tari Jawa memengaruhi tari Bali pada masa Metode Hindu-Jawa Timur sejak adanya perkawinan antara putri Kerajaan Kahuripan dengan Raja Kajian ini merupakan kajian kualitatif dengan Udayana. Kajian Kusmayati (1988: 81) dan pendekatan etnokoreologi yang menekankan Soemaryatmi (1998: 62) menerangkan, bahwa peng-kajian terhadap budaya tari etnik non-Barat pernikahan Sri Paku Alam VII dengan putri Sri berdasar teks kebudayaan yang melahirkan budaya Susuhunan Paku Buwana X merupakan titik tolak tari tersebut (Suharti, 2015:30). Artinya, kehadiran keberadaan tari bedhaya gaya Surakarta di Paku tari tidak lepas dari sebuah konteks, karena tari Alaman. Dari beberapa pendapat tersebut peneliti merupakan teks budaya masyarakat setempat. berasumsi bahwa Mangkunegaran memiliki tari Pendekatan etnokoreologi dibentuk dari landasan Bedhaya Bedhah Madiun karena pernikahan pemikiran yang dipinjam dari berbagai disiplin. K.G.P.A.A. Mangkunegara VII dengan putri Sri Pendekatan ini mengandalkan data kualitatif yang Sultan Hamengku Buwana VII. didominasi oleh studi pustaka dan etnografi tari Studi tari Bedhaya Bedhah Madiun sudah (Pramutomo, Joko, dan Mulyana, 2016:17–18). banyak dilakukan, namun yang secara spesifik Studi pustaka dan studi arsip digunakan menganalisis faktor keberadaan tari Bedhaya untuk mendeskripsikan faktor keberadaan tari Bedhah