PERBANYAKAN VEGETATIF CEMARA SUMATRA ( Sumatrana) MELALUI STEK PUCUK

SKRIPSI

HAMDU AFANDI RAMBE 131201071

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

PERBANYAKAN VEGETATIF CEMARA SUMATRA (Taxus Sumatrana) MELALUI STEK PUCUK

SKRIPSI

OLEH : HAMDU AFANDI RAMBE 131201071

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

PERBANYAKAN VEGETATIF CEMARA SUMATRA (Taxus sumatrana) MELALUI STEK PUCUK

SKRIPSI

Oleh: HAMDU AFANDI RAMBE 131201071

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN BUDIDAYA HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perbanyakan Vegetatif Cemara Sumatra (Taxus sumatrana) Melalui Stek Pucuk Nama Mahasiswa : Hamdu Afandi Rambe NIM : 131201071 Program Studi : Kehutanan Minat : Budidaya Hutan

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Arida Susilowati S.Hut., M.Si Cut Rizlani Kholibrina S.Hut., M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua Departemen Budidaya Hutan

Tanggal Lulus :

ABSTRACT

HAMDU AFANDI RAMBE: Vegetative Propagation of Sumatran Yew(Taxus sumatrana) Through Shoot Cuttings. Supervised by ARIDASUSILOWATI and CUT RIZALNI KHOLIBRINA. Taxus sumatrana is native endangered taxol producing from Indonesia. Sumatran yew known as source of promising drug for cancer. This tree is one of the rare in Indonesia, and even IUCN Redlist put it in Critically Endangered or critical conservation status. The application of shoot cuttings method on this is expected to overcome the natural regeneration type problems, producing qualified seedling and encourage the sustainability of growth, cultivation and conservation efforts of sumatran yew. Randomized Complete Random Design (RAL) Factorial with 2 factors and 20 repetitions was used in this research. The first factor (Factor H) wascutting medium consists soil: husk (2: 1 v/v) and soil: ricehusk: carbonized rice husk (1: 1: 1 v/v). Second factor (Factor W) is ZPT application consisting of no addition of Rootone F (W1) and addition of Rootone F (W2). Observedparameters in this research were: survival rate, rooting percentage, number of primary roots and length of primary root. The result showed that cutting media and ZPT treatment significantly affected the number of primary roots but not for other parameters. Cutting result showing varied of survival percentage (50 – 65%), rooting percentage ranged from 10 – 30%, the number of primary roots yielded 2 to 10, and the lengthof primary roots ranged from 0.85 to 2.5 cm. The medium with a combination of soil and husk (2: 1 v / v) with the addition of ZPT yields the highest rooting percentage.

Keywords: Taxus sumatrana, shoot cuttings, plan growth regulator

i

ABSTRAK

HAMDU AFANDI RAMBE: Perbanyakan Vegetatif Cemara Sumatra (Taxus sumatrana) Melalui Stek Pucuk. Dibimbing oleh ARIDA SUSILOWATI dan CUT RIZALNI KHOLIBRINA. Taxus sumatrana merupakan salah satu pohon penghasil taxolyang terancam punah asal Indonesia. Pohon ini dikenal karena merupakan sumber bahan baku pembuatan obat anti kanker dan dikategorikan sebagai tanaman langka, bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered atau kritis. Penerapan metode stek pucuk pada tanaman ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan regenerasi alami jenis, penyediaan bibit yang berkualitas serta mendorong keberlanjutan pengembangan, pembudidayaan maupun upaya penyelamatan cemara sumatra. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor dan 20 ulangan. Faktor pertama (Faktor H) adalah media stek yang digunakan terdiri dari tanah : sekam (2:1 v/v), dan tanah : sekam : arang sekam (1:1:1 v/v/v ). Faktor kedua (Faktor W) adalah penggunaan ZPT yang terdiri dari tanpa penambahan Rootone F (W1) dan penambahan Rootone F (W2). Adapun parameter yang diamati meliputipersentase stek hidup, persentase stek berakar, jumlah akar primer danpanjang akar primer. Kemudian data yang diperoleh dioleh dan dilakukan sidik ragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media tanam dan ZPT berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar primer sedangkan parameter persentase hidup, persentase berakar, dan panjang akar primer tidak memberikan pengaruh nyata. Hasil stek menunjukan persentase stek hidup 50 – 65%, persentase stek berakar berkisar 10 - 30%, jumlah akar primer menghasilkan 2 – 10 buah, dan panjang akar primer berkisar 0,85 – 2.5 cm. Media dengan kombinasi tanah dan sekam (2:1 v/v) dengan penambahan ZPT menghasilkan persentase berakar tertinggi.

Kata kunci: Taxus sumatrana, stek pucuk, zat pengatur tumbuh

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Marindal tanggal 13 Juli 1995 dari pasangan Drs. H. Jafaruddin

Rambe dan Dra.Hj. Nurlina Pohan. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2007 penulis lulus dari SD Negeri 106815Deli Serdang. Tahun 2010 penulis lulus dari SMP Negeri 6 Medan. Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri

3Medan. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi kuliah di

Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara melalui Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selain mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota aktif Rimbawan pecinta alam (RIMBAPALA) Kehutanan USU sebagai kepala Divisi Trees Climbing periode 2015-2016 , Rain Forest Kehutanan USU sebagai wakil Ketua periode 2015-

2016, menjadi anggota Kaderisasi KAMMI Nusantara 2014, JIMMKI Kehutanan

USU 2015, KPU Fakultas Kehutanan USU sebagai Ketua umum 2016-2017, KPU

Universita Sumatera Utara periode 2017-2018, Asisten mata kuliah Biologi pada

Tahun 2015, penulisan mengikuti kegiatan praktik pengenalan ekosistem hutan di

Aek Nauli pada tahun 2015. penulis juga pernah memberikan prestasi Juara 1

Nasional paper competition Plan Protecion Day pada tahun2016di Universitas

Padjajaran Jatinangor Jawa Barat, peserta lomba Debate di acara Nasional Economi

Education Fair pada tahun 2017 di Universitas Negeri Malang Jawa Timur. Penulis juga melaksanakan praktik kerja lapangan (PKL) di Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru dari tanggal 23 Januari-23 Februari 2017.

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini dengan baik.Skripsi yang berjudul “Perbanyakan Vegetatif Cemara Sumatra (Taxus sumatrana) Melalui

Stek Pucuk” ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan (S1).

Dalam kesempatan dengan selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua, Ayahanda Drs. H. Jafaruddin Rambe dan Ibunda

Dra. Hj. Nurlina Pohan yang telah memberikan dukungan dan doanya serta Ibu Dr.

Arida Susilowati, S.Hut., M. Si. dan Ibu Cut Rizlani Kholibrina, S.Hut, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan, membimbing, dan memberikan saran kepada penulis dari awal penelitian sampai selesainya skripsi ini.Terimakasih kepada Siti Latifah, S.Hut., M.Si.,Ph.D selaku dekan Fakultas Kehutanan dan terimakasih kepada seluruh dosen serta pegawai Program Studi Kehutanan.

Di samping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat

MARTEL Family, rekan penelitian, Muhtar Ardansah Munthe, Ila Masyitah Rani,

My winta’s serta seluruh teman-teman mahasiswa Fakultas Kehutanan USU. Penulis berharap Semoga skripsi ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan di bidang kehutanan.

Medan, Januari 2018

Penulis

iv

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ...... i ABSTRACT ...... ii RIWAYAT HIDUP ...... iii KATA PENGANTAR ...... iv DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vi DAFTAR GAMBAR ...... vii PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Tujuan Penelitian ...... 4 Manfaat Penelitian ...... 4

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Taxus sumatrana ...... 5 Ciri Morfologi Taxus sumatrana ...... 5 Habitus dan Penyebaran ...... 6 Manfaat ...... 8 Permasalahan pada Taxus sumatrana ...... 8 Teknik Perbanyakan Vegetatif ...... 9 Media Tanam ...... 11 Zat Pengatur Tumbuh ...... 13

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ...... 15 Alat dan Bahan ...... 15 Metode Penelitian ...... 15 Analisi Data ...... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian ...... 21

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 34 Saran ...... 34 DAFTAR PUSTAKA

v

DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Stek Pucuk Cemara Sumatra (Taxus sumatrana) umur 32 MST………………………...……… 22

vi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman 1. Pohon Cemara Sumatra………………………………………….. 16

2. Penanaman bahan stek Cemara Sumatra………………………… 17

3. Keragaan stek pucuk umur 32 MST pada perlakuan yang berbeda 21

4. Histogram persentase hidup stek Cemara Sumatra……………… 25

5. Histogram persentase stek berakar Cemara Sumatra……………. 26

6. Histogram jumlah akar primer …………………………………… 29

7. Histogram panjang akar primer…………………………………… 32

vii

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Taxus sumatrana atau cemara sumatra merupakan anggota dari keluarga konifer yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-obatan. Berbeda dengan anggota genus taxus lainnya yang menyebar di daerah sub tropis, cemara sumatra umumnya meyebar dan mampu tumbuh baik pada ketinggian 1.400 mdpl – 2.800 mdpl di Filipina, , dan Indonesia. Di Indonesia jenis ini masih sedikit dikenal dibandingkan jenis yang lain. Penyebaran alami cemara sumatera di

Indonesia juga cukup terbatas karena dilaporkan hanya ditemukan di Gunung Kerinci,

Kawasan Hutan Lindung Dolok Sibuaton dan Gunung Dempo (Rachmat 2008;

Pasaribu & Setyawati 2010). Habitat alami taxus adalah punggung bukit, lereng yang terjal dan tepian jurang. Pengembangan kebun provenans dan pembudidayan juga dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan

(BP2LHK) Aek Nauli pada tanaman taxus di daerah Silimakuta Kabupaten Karo.

Genus taxus sebenarnya telah lama digunakan oleh masyarakat tradisional sebagai obat dari beberapa jenis penyakit. Sementara itu masyarakat lokal di

Sumatera biasanya menggunakan kayu taxus sebagai kayu pertukangan ringan atau alat rumah tangga. Namun demikian, sejak tahun 1990 jenis ini menjadi perhatian dunia setelah ditemukannya salah satu senyawa dari kelompok diterpenoid yang berpotensi sebagai obat anti kanker. Senyawa diterpenoid ini diperoleh dari seluruh bagian pohon baik daun, kulit, akar maupun biji (Hidayat dkk., 2014).

2

Permintaan yang tinggi untuk keperluan obat, menyebabkan penurunan populasi taxus dihabitat alaminya. Karena untuk menghasilkan 1 kg taxol dibutuhkan

7.270 – 10.000 kg kulit batang taxus dengan asumsi rendemen 0.01% (Suffness,

1995). Dengan asumsi tersebut diperlukan sekitar 2000 pohon taxus (Nicolaou dkk.,

1994). Kondisi tersebut berakibat terjadinya eksplotasi yang berlebihan.

Eksploitasi yang berlebihan terhadap jenis taxus, tidak diiringi kemampuan regenerasi alaminya yang baik. Seperti diketahui, taxus menyebar pada elevasi yang tinggi di punggung bukit, lereng ataupun tepi jurang, menyukai drainase yang baik, pH tanah masam, C organik yang tinggi serta penyebarannya mengelompok

(Rachmat 2010; Hidayat dkk., 2014). Dari segi perkembangbiakan masih sedikit informasi yang diperoleh mengenai perkembangbiakan taxus. Mengacu pada jenis lain, taxus dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan stek.

Informasi mengenai frekuensi pemanenan benih berkualitas baik hanya sedikit.

Pembungaan dan produksi buah akan dihasilkan pada pohon yang telah berumur 30 –

35 tahun (Thompson & Teoranto, 2014). Namun, terdapat indikasi bahwa hampir seluruh jenis Taxus memproduksi benih hampir setiap tahun, dengan jumlah benih/pohon yang sangat bervariasi. Benih yang ditemukan pada lapisan atas tanah tetap utuh dan memiliki viabilitas baik, meskipun sudah jatuh bertahun-tahun

(Minore dkk., 1996). Biji taxus di lapangan sulit diperoleh karena informasi pasti mengenai perilaku pembungaan belum diketahui secara pasti, selain itu kondisi habitat alaminya juga menyebabkan sulitnya mendapatkan benih taxus. Pada jenis taxus yang lain, persentase keberhasilan perbanyakan generatif relatif rendah, hal

3

tersebut juga tidak menutup kemungkinan terjadi pada cemara sumatra. Keberhasilan perbanyakan secara vegetatif telah dilaporkan oleh Rachmat (2010). Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan kemampuan berakar stek taxus sebesar 66.7% pada umur 28 minggu dengan penggunaan media dan ZPT yang sesuai.

Berdasarkan pertimbangan adanya kemungkinan eksploitasi besar-besaran dan perdagangan kulit pohon taxus yang dikhawatirkan akan menyebabkan kelangkaan populasinya maka Convention on International Trade in Endangered

Species (CITES) memasukkan cemara sumatra dalam Appendiks II CITES (CITES

2017). Artinya jenis tersebut tidak terancam kepunahannya, namun memungkinkan terancam punah apabila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan. Lebih lanjut, melihat tingginya eksploitasi yang dilakukan untuk mendapatkan bagian pohon taxus, International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan cemara sumatra dalam Redlist ditahun 2014. Sehingga jenis ini menjadi jenis yang harus diperhatikan karena kondisinya terancam kepunahan sehingga menimbulkan kelestarian jenis ini terganggu (IUCN, 2014).

Penelitian mengenai sisi ekologi, budidaya genetik maupun aspek produksi cemara Sumatra belum banyak dilakukan dibandingkan jenis taxus lain yang berada di daerah Sub tropis. Terlebih cemara sumatra yang ada di Kawasan Hutan Lindung

Dolok Sibuaton. Berdasarkan pertimbangan tersebut, penelitian ini mengenai cemara sumatra ini perlu dilakukan untuk memberikan baseline data, mengenai potensi dan sebaran, dan keberhasilan teknik perbanyakan vegetatif yang dilakukan.

4

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan informasi keberhasilan teknik stek pucuk cemara Sumatra dari material yang diperoleh di Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan data dan informasi mengenai keberhasilan perbanyakan vegetatif cemara Sumatra di Sumatera Utara. Diharapkan data dan informasi tersebut menjadi referensi bagi pihak terkait dalam upaya kegiatan pengembangan dan pembudidayaan maupun upaya penyelamatan taxus.

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Taxus sumatrana

Taxus sumatrana termasuk ke dalam genus Taxus, famili dan sub- divisi Gymnospermae. Di dunia internasional Taxus sumatrana dikenal dengan nama

Sumatran yews atau cemara sumatra. Adapun taksonomi Taxus sumatrana menurut

(Spjut, 2003) adalah:

Kingdom : Plantae

Divisi : Pinophyta

Kelas : Pinopsida

Ordo :

Family : Taxaceae

Genus : Taxus

Spesies : Taxus sumatrana (Miquel) de laub.

Ciri morfologi Taxus sumatrana

Habitus dari tanaman ini berbentuk semak sampai pohon dengan tinggi bisa mencapai 30 m. Daun berbentuk elip-lanset, berwarna hijau zaitun dengan ukuran panjang 1,8 – 3,0 cm,lebar 2.0 – 2.5 mm, dan tebal 200 – 275 μm. Warna kulit batang merah keabuabuan dengan tebal kulit 0,5 – 0,8 cm. Bunga kerucut jantan biasanya tidak terlihat, sedangkan bunga kerucut betina berbentuk subsilindris dengan panjang

2 mm, lebar 1 mm. Buah berbentuk kerucut kaku dengan panjang 4 mm dan lebar 3 mm, mengerucut dari tengah ke puncak. Seluruh genus taxus dikenal sebagai jenis yang berumur panjang bahkan pohon tertua di daratan Eropa dengan umur

6

diperkirakan 3.000 – 4.000 dan berdiameter lebih dari 4 meter adalah

(Spjut, 2003).

Arsitektur morfologi taxus dapat berbentuk pohon ataupun semak. Pada kondisi batang utama terluka, patah, atau tumbang maka akan muncul percabangan - percabangan baru sehingga bentuk pohon dapat berubah menjadi semak karena tipe percabangannya yang terkulai. Diameter tajuk dengan bentuk seperti semak ini dapat mencapai 24 m. Ukuran batang utama dapat sangat besar dengan sistem perakaran yang dalam sehingga bentuk pohon terlihat kokoh jika dibandingkan dengan proporsi tinggi pohon. Ukuran diameter yang besar dapat diperoleh dengan bersatunya/berimpitnya beberapa cabang dalam waktu yang cukup lama. Ukuran tinggi dari kebanyakan genus taxus rata-rata 6–12 m, namun pada kondisi lingkungan yang terbuka dan kondisi kesuburan yang mendukung dapat mencapai 12 – 25 m.

Namun demikian, ukuran tersebut akan bervariasi untuk setiap jenis. Sebagai contoh pada Taxus floridana atau yang dikenal dengan nama cemara ; jenis ini berukuran kecil, bentuk tajuknya melebar, dan pada waktu mencapai usia dewasa hanya memiliki tinggi 1 – 5 m. Sebaliknya, Taxus brevifolia atau dikenal dengan nama cemara pasifik dapat tumbuh alami mencapai diameter 6 m dan tinggi lebih dari 18 m. Taxus tumbuh dengan kerapatan 1,5–2,1 pohon/ha dengan kecepatan tumbuh yang sangat lambat dan dapat hidup diperkirakan mencapai umur 2.000 –

4.000 tahun (Hindson, 2000).

Habitut dan penyebaran

Cemara sumatra tumbuh di hutan subtropis lembab dan hutan hujan pegunungan pada ketinggian 1.400 – 2.800 mdpl (Spjut, 2003; Earle, 2013a; Huang

7

dkk., 2007).Di Indonesia, T. sumatrana tumbuh secara alami sebagai subkanopi di hutan pegunungan ataupun punggung pegunungan di Pulau Sumatra dan Sulawesi

(Spjut, 2007). Jenis ini tumbuh alami sebagai subkanopi dihutan pegunungan pada bagian punggung bukit, lereng-lereng yang terjal, dan tepian jurang pada ketinggian

1.700– 2.200 mdpl. Pola penyebaran cemara sumatra yang tumbuh di gunung Kerinci juga memiliki kesamaan dengan pola penyebaran cemara sumatra yang tumbuh di

Taiwan, yaitu terpencar mengelompok (clustering).

Berdasarkan kondisi tempat tumbuh alaminya yang hanya dijumpai di wilayah punggung bukit, lereng, dan tepian jurang; cemara sumatra diketahui menyukai tempat yang berdrainase baik (well drainage) dan tidak pernah tergenang. Selain itu, hasil analisis tanah juga menunjukkan bahwa jenis ini menyukai tanah dengan pH rendah (masam), tekstur tanah geluh (lumpur) berpasir, kandungan C organik sangat tinggi, dan rasio C/N yang tinggi (Rachmat, 2008).

Berdasarkan data koleksi herbarium bagian Botani pada Pusat Penelitian dan

Pengembangan Hutan (Menteri LHK No. P.18/MenLHK-II/2015 tanggal 14 April

2015) di Bogor, herbarium T.sumatrana berasal dari Karo leinden yang tidak lain adalah Tana Karo di Sumatra Utara. Pasaribu & Setyawati (2010) melakukan penelusuran ulang dan menemukan sebaran populasi T. sumatrana di kawasan HL

Dolok Sibuaton dengan jumlah yang cukup banyak dan hidup soliter pada ketinggian

1.300 mdpl. Pada tahun 2014, tim survei lapangan Badan Penelitian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, Kementerian Kehutanan, menemukan keberadaan T. sumatrana di G. Dempo (Pagar Alam, Palembang) pada ketinggian 1.800 – 2.200 mdpl, dengan diameter terbesar 120 cm dan pohon tertinggi 21 m.

8

Manfaat

Kulit, daun, cabang, ranting, dan akar dari jenisTaxus, termasuk T. sumatrana, merupakan sumber Taxane, yaitu paclitaxel diekstraksi sebagai obat yang sangat sukses digunakan dalam kemoterapi berbagai jenis kanker. Hidayat & Tachibana

(2013) melaporkan bahwa kulit batang T. sumatrana yang berasal dari G. Kerinci mengandung 10 deacetylbaccatin III dan baccatin III. Kedua senyawa tersebut merupakan produk antara (precursor) dari biosintesis Taxol®. 10 deacetylbaccatin III dan baccatin III juga ditemukan pada daun dan batang muda T. sumatrana(Kitagawadkk., 1995; Shen dkk., 2005).

Permintaan yang sangat tinggi terhadap bahan aktif Taxol® dan berbagaisenyawa Taxane lainnya yang diekstraksi dari Taxus berlangsung mulai tahun 1990-an dan mengalami kenaikan rata-rata sebesar 20% per tahun. Fenomena inidiprediksikan akan terus meningkat seiring dengan kenyataan bahwa

Taxol®merupakan obat anti kanker paling dicari di dunia (Anonim, 2003).

Upayabudidaya untuk pemenuhan bahan baku telah dilakukan di wilayah timur laut Pasifik dan Midwest Amerika Serikat namun sebagian besar bahan baku yangdigunakan masih diimpor dari Asia terutama dari Cina dan . Penurunan drastis populasi Taxus telah menyebabkan jenis ini dimasukan ke dalam Appendiks II

CITES sejak tahun 2005 (CITES, 2005).

Permasalahan pada T. sumatrana

Eksploitasi yang berlebihan terhadap jenis taxus, tidak diiringi kemampuan regenerasi alaminya yang baik. Seperti diketahui, taxus menyebar pada elevasi yang tinggi di punggung bukit, lereng ataupun tepi jurang, menyukai drainase yang baik,

9

pH tanah masam, C organik yang tinggi serta penyebarannya mengelompok

(Rachmad 2010; Hidayat dkk., 2014).

Dari segi perkembangbiakan masih sedikit informasi yang diperoleh mengenai perkembangbiakan taxus. Mengacu pada jenis lain, taxus dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan secara vegetatif dengan stek. Biji taxus di lapangan sulit diperoleh karena informasi pasti mengenai perilaku pembungaan belum diketahui secara pasti, selain itu kondisi habitat alaminya juga menyebabkan sulitnya mendapatkan benih taxus. Pada jenis taxus yang lain, persentase keberhasilan perbanyakan generatif relatif rendah, hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan terjadi pada cemara sumatra.

Teknik Perbanyakan vegetatif

Perbanyakan secara vegetatif adalah cara perkembangbiakan tanaman dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk daun, umbi dan akar, untuk menghasilkan tanaman yang baru, yang sama dengan induknya.

Salah satu perbanyakan yang dapat dilakukan untuk menghasilkan bibit tanaman yaitu dengan cara stek. Stek merupakan salah satu cara untuk menghasilkan bibit dengan melakukan pemotongan pada bagian induk seperti pucuk tanaman, batang, akar, daun sehingga menghasilkan tanaman yang baru. Ada beberapa metode stek, salah satunya adalah stek pucuk. Keuntungan dari perkembangbiakan melalui stek pucuk adalah dapat dilakukan kapan saja sehingga tidak bergantung pada musim berbuah. Di samping itu, bahan stek dapat diambil dari anakan pohon-pohon yang unggul, sehingga akan diperoleh bibit hasil stek yang juga unggul (Mansur dan

Tuheteru, 2010).

10

Teknik perbanyakan yang paling sesuai terutama untuk jenis-jenis yang terancam punah dapat menjadi salah satu kontribusi yang sangat penting dalam upaya pelestarian jenis tersebut. Dari berbagai teknik perbanyakan yang ada, penyetekan merupakan metode yang paling populer dalam memperbanyak tanaman secara vegetatif (Maden, 2003).

Adapun menurutBalitbanghut (2007), beberapa alasan digunakannya perbanyakan vegetatif antara lain adalah : a) Memperoleh keturunan dari pohon induk yang memiliki keunggulan genetik. Hal ini berkaitan erat dengan program pemuliaan dari suatu jenis; b) Sulitnya mendapatkan pasokan benih suatu jenis; dan c)

Perbanyakan vegetatif dinilai akan lebih efisien untuk diterapkan pada jenis-jenis tertentu). Dalam menjaga bahan stek tetap segar dan dapat melakukan proses fotosintesis dengan optimal makan kondisi lingkungan rumah kaca yaitu temperatur, kelembaban, dan intensitas cahaya harus dijaga pada level yang ideal.

T. sumatrana dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji) dan vegetatif

(umumnya stek). Hasil survei langsung di lapangan ditemukan anakan yang menyebar secara sporadis pada lahan hutan yang lebih terbuka. Hasil penelitian

Rachmatdkk. (2010) menyatakan bahwa T. sumatrana dapat diperbanyak secara vegetatif, dengankemampuan berakar 66,7% (28 minggu setelah tanam) padamedia sabut kelapa dan sekam padi (2 : 1).Hasil perbanyakanvegetatif terhadap Taxus baccata dilaporkan bahwa jenis inimemiliki kemampuan berakar 65–80% (Nandi dkk.,1996).

Waktu ini tergolong cepat dibandingkan dengan Taxus canadensis untuk pembentukan akar yang hanya perlu 16 minggu (Yeates dkk., 2005) dan dengan

11

Taxus wallichiana yang hanya perlu 12 minggu untuk membentuk akar Chee (1995) dalam rachmat (2008). Namun demikian, periode yang jauh lebih lama diperlukan stek Taxus baccata tanpa penambahan hormon untuk membentuk akar yaitu setelah bulan ke-6 dan bahkan pada beberapa bahan stek, akar baru muncul setelah bulan ke-

12 (Maden, 2003).

Rochiman dkk. (1973) menyatakan bahwa faktor tanaman yang mempengaruhi keberhasilan stek ialah faktor bahan tanam, kandungan bahan tanam dan umur bahan tanam, dan kandungan zat tumbuh. Bahan stek yang berasal dari tajuk yang posisinya lebih atas kemampuan berakarnya lebih rendah menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek pucuk diantaranya pada saat pengambilan stek, umur pohon induk dan lingkungan tumbuh. Zat pengatur tumbuh Rootone-Fyang diberikan pada tanaman ditujukan untuk merangsang keluar akar, jika diberikan pada tanaman yang terlalu tua hanya akan merangsang pembelahan sel yaitu yang ditandai oleh munculnya kalus pada luka bekas potongan (Hartman dkk.,2002)

Sudomo dkk. (2013) Teknik juvenilisasi pada tegakan dapat dilakukan dengan memotong bagian pucuk pohon/ topping dan memangkas percabangan sehingga menyisakan ¼ panjang cabang. Dari bagian pucuk pohon dan cabang yang dipotong ini akan muncul tunas-tunas juvenil baik arah ototrof maupun plagiotrof.Hamidin

(1983) bahwa stek dengan cadangan makanan/ karbohidrat yang banyak akan mampu membentuk tunas lebih awal.

Media Tanam

Media tanam merupakan faktor penentu dalam perbanyakan tanaman. Media yang baik menyadiakan nutrisi tanaman seperti air dan udara untuk pertumbuhan

12

tanaman. Selain itu, terkadang media juga mengandung mikroorganisme yang dibutuhkan oleh tanaman. Media yang tidak cocok akan menghambat pembentukan akar dan serangan patogen pada tanaman. Porositas dan kapasitas menampung air merupakan dua karakteristik yang saling berhubungan. Media memerlukan kapasitas untuk menampung air yang cukup. Namun, tidak terlalu banyak untuk perkembangan tanaman dan pertumbuhan akar. Media memerlukan porositas yang cukup terhadap lalu lintas udara didalam zona perakaran akar tidak akan terbetuk dengan baik dan akar akan mati apabila dalam kondisi terlalu banyak air (tergenang) dan terdapat sedikit oksigen pada zona perakaran (Jaenicke dan Beniest, 2002).

(Hartman dkk., 2002)menyatakan bahwa media tanam berfungsi untuk menjaga dan memasok air, mengatur kelembaban dan aerasi serta menahan stek selama pertumbuhan akar. Tingkat kelembaban media tanam akan berpengaruh terhadap kemampuan stek dalam menyerap air dan mempercepat pertumbuhan akar primer.

Pemilihan media harus memperhatikan 3 karakteristik media yaitu; 1)

Kandungan kimia, dimana media yang baik harus memiliki kandungan kimia yang minimal agar tidak mengganggu proses penyerapan air oleh stek dari media; 2) Sifat fisik, berkaitan erat dengan kemampuan mengikat air dan porositas media. Media stek yang ideal adalah yang memiliki aerasi cukup namun dapat mengikat air; 3)

Kandungan mikrobiologi, dimana media yang baik adalah media yang higienis atau populasi mikrobanya rendah (Balitbanghut, 2007).

Sekam mempunyai sifat – sifat seperti ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan hara atau larutan garam namun mempunyai

13

kapasitas penyerapan air dan hara rendah serta harganya murah (Rahardi,

1991).Mahlstede dan Haber (1966) yang menyatakan bahwa kemampuan stek dalam membentuk primordia salah satu penentunya adalah media tanamnya.

Media tanah dan arang sekam memiliki kemampuan lebih baik dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan stek dibandingkan dengan media lain.

Media yang digunakan sudah melalui proses sterilisasi dengan cara menggongseng dan di jemur dibawah sinar matahari dibantu dengan menyemprotkan Dithane-M45 untuk mencegah dari fungi atau jamur (Wijiyati, 1995).

Pengaruh kimia dan pemberian sekam yaitu dapat meningkatkan kandungan bahan anorganik, N total, pH dan P tersedia. Pengaruh biotik dari sekam yaitu sebagai bahan organik yang merupakan sumber energi untuk perkembangan jasad renik tanah, dengan demikian jumlah CO2 yang dihasilkan menjadi cenderung meningkat(Dalimoenthe, 1996).

Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh memiliki peran yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Zat pengatur tumbuh adalah salah satu bahan sintesis atau hormon tumbuh yang mempengaruhi proses fisiologi tanaman yakni melalui pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel (Hartman dkk., 2002).

Wattimena dkk. (1992) membedakan 6 (enam) kelompok zat pengaturtumbuh yaitu: auksin, giberalin, sitokinin, asam absisik (ABA), etilen danretardan. Auksin adalah jenis senyawa yang mengatur segala bentuk gejala pembentukan organ atau jaringan tumbuhan dan dapat aktif diluar titik tumbuhnya dalam jumlah yang sangat sedikit.Abidin (1991) mengatakan bahwa akar mempunyai fungsi menghisap air serta

14

garam-garam mineral dan oksigen dari dalam tanah, sebagai jangkar, sebagai penghubung dalam mengalirkan air, garam-garam mineral dan zat makanan lainnya ke batang dan daun yang berada diatasnya. Yasman dan Hernawan (2002) mengemukakan bahwa sebenarnya hormon telah tersedia secara alami pada tumbuhan, namun tetap diberikan pada stekdengan tujuan untuk : 1). Meningkatkan kemampuan stek berakar; 2).Mempercepat proses pertumbuhan akar; 3).

Meningkatkan jumlah dan kualitas akar dan 4) Mengurangi keragaman jumlah dan kualitas perakaran.

Penambahan Rootone-F ternyata mampu merangsang proses pembentukan kucup lateral dan pertumbuhan akar berupa jaringan kalus yang terbentuk pada stek.

Respons tumbuhan terhadap penambahan ZPT berfungsi untuk memacu proses diferensiasi sel pada jaringan merismatik, dimana jaringan merismatik pada batang mengandung meristem yang memiliki jumlah sel sedikit dan aktifitas selnya rendah sehingga dibutuhkan hormon eksternal dalam hal ini Rootone-F untuk pertumbuhannya, bahan aktif yang terkandung dalam hormon pertumbuhan akar

Rootone-F yaitu 1-Napthalena Acetamid 0,067 %, 2-Methyl-1-Napthalena Acetic

Acid 0,033 %, 2-Methyl-1-Napthalena Acetamida 0,013 %, Indole-3-Butyric Acid

0,057 %, Thiram 4,000 %, Inert Ingredient 95,330 % (Susilowati dkk., 2008).

Macdonald (1986) bahwa pemberian zat pengatur tumbuh dari golongan auksin sangat penting untuk menambah jumlah dan kualitas akar serta membentuk perakaran yang kompak. Pada kadar rendah hormon atau zat pengatur tumbuh akan mendorong pertumbuhan, sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan, meracuni bahkan mematikan tanaman (Supriyanto dan Prakasa, 2011).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2016 - Maret 2017. Rangkaian kegiatan mulai dari pengambilan bahan stek dilakukan di Hutan Lindung Dolok

Sibuaton Simalem Resort, persiapan dan pengamatan yang dilakukan di Rumah Kaca,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian stek taxus adalah lempengan kuali, sungkup propagasi, potray tempat penanaman stek, gunting stek, ember plastik digunakan untuk merendam stek, sendok untuk mengaduk larutan dithane M-45, termometer untuk mengukur suhu dalam persemaian, sprayer untuk menyiram tanaman, paranet 50% untuk menaungi tanaman, penggaris untuk mengukur panjang akar stek, timbangan analitik untuk menimbang berat dithane yang digunakan, alat tulis menulis, label untuk memberi tanda pada setiap perlakuan, catok untuk mengaduk media tanam dan kamera untuk mengambil gambar.

Bahan penelitian yang digunakan adalah pohon dewasa dari pucuk cemara sumatra yang diperoleh dari Hutan Lindung Sibuaton Simalem Resort. Untuk media digunakan adalah campuran tanah dan sekam dengan perbandingan 2 : 1 (v/v) dan tanah, sekam dan arang sekam 1 : 1 : 1 (v/v/v), ZPT yang digunakan adalah

Rootone-F dengan perlakuan pemberian ZPT dan tanpa ZPT.

Metode Penelitian

Persiapan bahan stek

16

Persiapan bahan stek dilakukan dengan mengambil bagian pucuk cemara sumatra yang berasal dari hutan lindung Sibuaton Simalem Resort. Selanjutnya bahan stek dipilih berdasarkan kriteria sehat dari batang kokoh dan daunnya segar.

Gambar 1. Pohon cemara sumatra yang digunakan sebagai bahan stek

Persiapan Media Tanam

Media yang digunakan adalah tanah dan sekam dengan perbandingan 2 : 1 (v/v) dan tanah : sekam : arang sekam 1 : 1 : 1 (v/v/v). Sebelum digunakan, media stek terlebih dahulu disterilisasi dengan cara menggongseng selama 20-30 menit pada suhu 99 0C di atas lempengan kualidan disemprotkan larutan dethane M-45 dengan takaran 1 g/liter. Sedangkan media sekam dihaluskan dan dijemur dibawah sinar matahari guna menghindari fungi yang dapat mengkotaminasi tanaman.

Pembuatan stek

Pembuatan stek cemara sumatra dilakukan dengan menggunakan gunting stek tajam dan higenis bertujuan menghidari kerusakan dan pembusukan pangkal stek.

Pemotongan bahan stek dilakukan dengan cara pemotongan diantara nodul (dua ruas daun).Daun-daun dari bahan stek yang telah diambil dari tanaman induk kemudian dipotong menurut ukuran daun, bagian pangkal stek dipotong miring (45 derajat) dan permukaan bagian atas diusahakan rata dan licin. Hal ini dimaksudkan untuk

17

memperbesar permukaan penyerapan air dan memberi kesempatan pertumbuhan akar yang seimbang. Setelah stek dipotong masukan kedalam air bersih untuk membersikan debu atau serangga yang menempel pada daun dan batang stek yang kita potong.

Penanaman Stek

Penanaman stek dilakukan dengan perendaman bahan stek terdahulu dalam air selama kurang lebih 5 menit. Penanaman stek ditanam pada media yang telah disiapkan terlebih dahulu dan disusun dengan acakan yang telah dibuat secara lengkap. Dibuat lubang agar penanaman stek tidak mengalami kerusakan akibat gesekan dengan tanah dan stek ditanam secara vertikal kemudian ditekan dengan menggunakan dua jari untuk memadatkan agar stek tidak bergoyang akibat kucuran air saat penyiraman. Untuk selanjutnya diletakkan pada sungkup propagasi selanjutnya ditutup dan diletakkan pada rumah kaca.

A B Gambar 2. Penanaman stek kedalam pot-ray (A) dan sungkup propagasi (B)

Pemeliharaan

Penyiraman tanaman dilakukan secara periodik. Periodisitas penyiraman disesuaikan dengan umur bibit stek yaitu 2 kali seminggu sampai dengan stek berumur 2 minggu, 1 kali seminggu untuk stek umur 3 dan 4 minggu, dan 1 kali

18

sebulan untuk stek yang berumur lebih 1 bulan.Penyiraman sungkup propagasi dilakukan 2 hari sekali pada siang hari guna menjaga suhu didalam sungkup propagasi. Apabila cuaca terlalu panas, penyiraman dilakukan secara maksimum agar kelembaban tetap terjaga dan daun tidak kering dan apabila cuaca terlalu dingin, maka penyiraman dapat dikontrol agarsungkup propagasi dan media tidak terlalu lembab. Sanitasi tanaman gulma dan rumput liar yang tumbuh dalam poltray harus dibersihkan dengan cara dicabut dengan menggunakan tangan. setiap hari daun yang gugur dan yang mati dikeluarkan dari sungkup propagasi dan di buang untuk menghindari perkembangan jamur.

Parameter

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah: a) Pengamatan Persentase Hidup

Persentase hidup adalah jumlah stek yang masih segar (hidup) dan tidak memperlihatkan gejala kematian dengan jumlah stek yang ditanam.

Persentase yang hidup dapat dihitung pada akhir penelitian dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% hidup = x100% ∑ b) Pengamatan Persentase Stek Berakar

Persentase stek berakar merupakan hasil perbandingan antara stek yang hidup dan berakar pada akhir penelitian terhadap jumlah seluruh bahan stek yang ditanam.

Persentase stek berakar dapat dihitung pada akhir penelitian dengan mengunakan rumus sebagai berikut :

19

% stek berakar = x100% ∑ c) Pengamatan Jumlah Akar Primer jumlah akar dilakukan dengan cara menghitung jumlah akar utama pada akhir pengamatan penelitian d) Pengamatan Panjang Akar primer

Panjang akar diukur dengan penggaris dilakukan pada akhir penelitian, yaitu dengan cara diukur dari ujung akar pada akar yang terpanjang.

Analisis data

Percobaan stek dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) Faktorial untuk 2 faktor dengan jumlah tree plot 4 yang diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama (Faktor H) adalah media tanam yang digunakan; terdiri daritanah:sekam 2:1 v/v (H1), tanah:sekam:arang sekam1:1:1 v/v/v (H2). Faktor kedua (Faktor W) adalah penggunaan ZPT terdiri dari tanpa penambahan Rootone-F

(W1) dan dengan penambahan Rootone-F (W2) . Sehingga jumlah stek yang ditanam adalah 2 x 2 x 10 x 2 = 80 stek.

Model umum rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yijk = μ + Hi +Wj + HWij + Єijk keterangan : i= 1 dan 2, j= 1 dan 2, K=1,2 dan 3

Yijk = pengamatan pada perlakuan ke-I dan perlakuan ke-j dan ulangan ke-k

μ = rataan umum

Hi = pengaruh faktor H pada taraf ke-i

20

Wi = pengaruh faktor W pada taraf ke-j

HWij = interaksi antara faktor H dengan faktor W

Єijk= pengaruh galat pada faktor H taraf ke-i, Faktor W taraf ke-j dan ulangan ke-k

Adapun kombinasi perlakuan yang diperoleh adalah H1W1, H1W2,H2W1, H2W2

Analisis perbedaan rata-rata pengaruhtiap perlakuan tanaman dilakukan analisis statistik dengan uji beda rata-rata menggunakan analisis sidik ragam/Anova.

Pengolahan data menggunakan software SPSS. Adapun parameter yang diuji adalah :

1. Menentukan formulasi hipotesis

H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata pengaruh setiap perlakuan

H1 : Ada perbedaan rata-rata pengaruh setiap perlukan

2. Menentukan taraf nyata pada selang kepercayaan 95%

3. Menentukan kriteria pengujian

H0 diterima (H1 ditolak) apabila P > 0,05

H1 diterima (H0 ditolak) apabila P < 0,05

4. Membuat kesimpulan

Menyimpulkan H0 diterima atau ditolak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman cemara sumatra memberikan hasil yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan perlakuan media dan ZPT. Terlihat bahwa perlakuan media tanah sekam (2:1 v/v) dan penambahan ZPT (H1W2) menunjukan hasil pertumbuhan yang terbaik. Sedangkan perlakuan tanah sekam (2:1 v/v) tanpa penambahan ZPT (H1W1) memberikan pertumbuhan yang kurang baik.

Adanya perbedaan tersebut dimungkinkan karena adanya faktor yang mempengaruhi antara lain yaitu faktor genetik, internal (umur, kondisi hormon, kemampuan adaptasi terhadap lingkungan) serta faktor eksternal seperti cahaya matahari, suhu, kelembaban, ketersediaan unsur hara serta kompetisi antar tanaman

(Hartman dkk., 2002). Keragaan pertumbuhan tanaman cemara sumatra umur 32 minggu setelah tanam disajikan pada Gambar 3.

A B

C D Gambar 3. Pertumbuhan tanaman cemara sumatra 32 MST dengan berbagai perlakuan (a) H1W1 Media tanahsekam 2 : 1 tanpa penambahan ZPT, (b) H1W2 perlakuan tanahsekam 2 : 1 dengan penambahan ZPT, (c) H2W1 perlakuan tanah sekam dan arangsekam 1 : 1 : 1 tanpa penambahan ZPT, (d).H2W2tanah sekam dan arangsekam 1 : 1 : 1 dengan penambahan ZPT

22

Sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan media dan pemberian

zat pengatur tumbuh berpengaruh nyata terhadap jumlah akar primer, sedangkan

perlakuan media tanam dan ZPT tidak berpengaruh nyata terhadap parameter

pesentase hidup, persentase berakar dan panjang akar primer.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Stek Pucuk cemara sumatra umur 32 MST. Variabel Perlakuan Media ZPT Media X ZPT Persentase hidup 0.076tn 0.076tn 0.076tn Persentase berakar 0.314tn 0.076tn 0.076tn Jumlahakar primer 0.04* 0.02* 0.100tn Panjangakar primer 0.956tn 0.417tn 0.554tn Ket: * = berpengaruh nyata, tn = tidak berpengaruh nyata pada selangkepercayaan 95%

Pada Tabel 1 menunjukan hasil dari pengaruh perlakuan media dan ZPT

terhadap jumlah akar primer berpengaruh nyata, pemberian ZPT yang dioleskan pada

akar bahan stek pucuk cemara sumatra menghasilkan jumlah akar yang lebih banyak

di banding bahan stek tanpa penambahan ZPT. Hal ini sesuai di dukung oleh

Susilowati dkk. (2008) pada tanaman Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) bahwa

penambahan Rootone-F ternyata mampu merangsang proses pembentukan kucup

lateral dan pertumbuhan akar berupa jaringan kalus yang terbentuk pada stek.

Penambahan ZPT berfungsi untuk memacu proses diferensiasi sel pada jaringan

merismatik, dimana jaringan merismatik pada batang mengandung meristem yang

memiliki jumlah sel sedikit dan aktifitas selnya rendah sehingga dibutuhkan hormon

eksternal untuk pertumbuhannya. Dalam penelitian Penggunaan penambahan

Rootone-F pada stek cemara Sumatra, telah dilakukan dengan menghasilkan

kemampuan berakar 66,7% (28 minggu setelah tanam) pada media sabut kelapa dan

sekam padi (2:1) (Rachmat, 2008).

23

23

Meskipun tidak berpengaruh nyata stek cemara sumatra yang tidak diberikan penambahan ZPT juga mampu tumbuh dengan baik dan menunjukan adanya perakaran dan munculnya tunas baru, namun berdasarkan hasil pengamatan jumlah akar dan panjang akar primer yang tumbuh tersebut lebih lama muncul, jumlah akar yang dihasilkan sedikit dan lebih pendek dibandingkan dengan bahan stek dengan pemberian ZPT yang mampu menghasilkan jumlah dan panjang akar yang lebih banyak.

Perlakuan media yang berbeda pada stek cemara sumatra, digunakan untuk mengetahui media yang terbaik dan media ini juga sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam penyetekan cemara sumatra. Selain itu media juga memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah akar primer yang dihasilkan pada 32 MST. Hartman dkk.(2002) menyatakan bahwa media tanam berfungsi untuk menjaga dan memasok air, mengatur kelembaban dan aerasi serta menahan stek selama pertumbuhan akar. Tingkat kelembaban media tanam akan berpengaruh terhadap kemampuan stek dalam menyerap air dan mempercepat pertumbuhanakar primer.

Persentasestekberakar paling tinggidihasilkanolehbahanstek yang di tanam pada media tanah sekam (2:1 v/v) dibandingkan dengan bahan stek yang di tanam pada media tanah sekam dan arang sekam (1:1:1:1 v/v/v). Dalam hal ini penggunaan media tanah (Top soil) yang dingunakan dipilih yang mampu berfungsi baik untuk penopang, mampu menahan air sesuai keperluan tanaman, mampu menyerap kelebihan air, terjadinya pertukaran gas (aerasi) yang baik serta mampu menyediakan unsur hara, serta berdrainase baik yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

24

24

Begitu juga dengan kemampuan media sekam yang memiliki sifat-sifat seperti ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, memiliki kandungan C- organik yang baik. Hal ini juga diperoleh Rachmat (2008) pada cemara sumatra.

Penambahan sekam mampu meningkatkan panjan akar primer pada cemara sumatra.

sudah dilakukan Pemilihan media yang tepat sebagai salah satu unsur penentu keberhasilan proses pembentukan akar. Pemilihan media harus memperhatikan 3 karakteristik media yaitu; 1) Kandungan kimia, dimana media yang baik harus memiliki kandungan kimia yang minimal agar tidak mengganggun proses penyerapan air oleh stek dari media; 2) Sifat fisik, berkaitan erat dengan kemampuan mengikat air dan porositas media. Media stek yang ideal adalah yang memiliki aerasi cukup namun dapat mengikat air; 3) Kandungan mikrobiologi, dimana media yang baik adalah media yang higienis atau populasi mikrobanya rendah (Balitbanghut,

2007).

PersentaseHidup

Persentase stek hidup dihitung berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada

(32 MST) salah satu tanda menunjukkan munculnya tunas baru. Dengan menghitung jumlah stek yang masih segar (hidup) dan tidak memperlihatkan gejala kematian dengan jumlah stek yang ditanam dengan perbandingan media yang dingunakan yaitu tanah dan sekam (2:1 v/v) dan tanah sekam dan sekam arang (1:1:1 v/v/v). Kriteria gejala kematian dalam pengamatan yaitu bahan stek mengalami gugurnya daun, daun yang kekuningan, dan pucuk yang mulai membusuk.

Selanjutnya bahan stek pucuk yang memiliki persentase hidup yang tinggi berpotensi menghasilkan perakaran. Persentase hidup stek pucuk cemara sumatra

25

dilihat sampai akhir pengamatan pada 32 MST. Adanya proses keberhasilan stek pucuk dilihat ada m unculnya tunas baru di 7 MST.

Dari 80 bahan stek pucuk yang ditanam, sebanyak 49 bahan stek yang mampu bertahan hingga akhir pengamatan, dan sebagai ciri stek yang masih hidup adalah warna daun dan batang yang masih hijau, sebaliknya stek yang mati dicirikan oleh batang yang kering berwarna kehitam-hitaman, dan daun yang layu berwarna kuning.

Dari kombinasi perlakuan yang diberikan menghasilkan persentase yang tidak sama

(Gambar 4).

80

70 65 65 65

60 50 50

40

30

20 Persentase Hidup(%) Persentase

10

0

H1W1 H1W2 H2W1 H2W2

Perlakuan

Gambar 4. Histogram persentase hidup stek pucuk cemara sumatra

Persentase hidup tertinggi diperoleh pada cemara sumatera yang ditanam pada media tanah dan sekam tanpa penambahan ZPT (H1W1), media tanah dan sekam dengan penambahan ZPT (H1W2), dan media tanah sekam dan arang sekam dengan

ZPT (H2W2)yaitu sebesar (65%), sedangkan kombinasi perlakuan media tanah sekam

26

dan arang sekam tanpa penambahan ZPT menghasilkan persentase hidup sebesar

50%

Keberhasilan stek pucuk untuk bertahan hidup dipengaruhi oleh ketersedian cadangan makanan yang tersedia pada tanaman cemara sumatra. Rochiman dkk.

(1973) menyatakan bahwa faktor tanaman yang mempengaruhi keberhasilan stek ialah faktor bahan tanam, kandungan bahan tanam dan umur bahan tanam, dan kandungan zat tumbuh.

Persentase Berakar

Persentase berakar stek merupakan hasil perbandingan antara stek yang hidup dan berakar pada akhir penelitian terhadap jumlah seluruh bahan stek yang ditanam.Pengamatan stek yang berakar dilakukan pada umur 32 MST (akhir penelitian). Beberapa stek yang hidup memperlihatkan kondisi yang masih berkalus dan belum muncul akar.

40

35 30 30 25 20 15 15 15 10 10

Persentase Berakar (%) Berakar Persentase 5 0 H1W1 H1W2 H2W1 H2W2 Perlakuan

Gambar 5. HistogramPersentase berakar stek pucuk cemara sumatra

Berdasarkan pada Gambar 5 persentase berakar yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan media tanam tanah sekam dengan penambahan ZPT (H1W2) sebesar

27

30% dan terendah 10% terhadap media tanah sekam tanpa penambahan ZPT (H1W1).

Sedangkan perlakuan media tanam tanah sekam dan arang sekam masing-masing sebesar 15%. Persentase berakar yang diperoleh dalam percobaan, kemampuan berakar stek pucuk cemara sumatra tergolong rendah dan belum memenuhi penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Rachmat (2008) dengan kemampuan berakar 66,7%.

Taxus baccatajuga dilaporkan memiliki kemampuan berakar 65-80% (Nandi dkk.,

1996).

Percobaan yang dilakukan dengan penggunan media yag berbeda bertujuan untuk melihat kemampuan media yang dapat mendukung dalam proses pembentukan akar bahan stek, karena media merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dari stek pucuk cemara sumatera dalam proses pembentukan akar. Campuran media tanah sekam (2:1 v/v) merupakan media yang baik dalam proses perakaran stek cemara sumatra. Penggunaan media tanah menjadi pilihan utama sebagai media tanam dalam proses penyetekan karena sangat subur dan banyak mengandung bahan organik.

Menurut Rahardi (1991) sekam mempunyai sifat-sifat seperti ringan, drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, ada ketersediaan hara atau larutan garam namun mempunyai kapasitas penyerapan air dan hara rendah serta harganya murah.

Bahan stek yang diberi zat pengatur tumbuh menghasilkan perakaran yang lebih bagus, serta jumlah akarnya yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pernyataan Macdonald (1986) bahwa pemberian zat pengatur tumbuh dari golongan auksin sangat penting untuk menambah jumlah dan kualitas akar serta membentuk perakaran yang kompak.

28

28

Berdasarkan hasil pengecekan terhadap akar stek cemara sumatra, pemunculan kalus ataupun akar stek mulai terjadi pada minggu ke-18. Waktu ini tergolong lama dibandingkan dengan Taxus canadensis untuk pembentukan akar yang hanya perlu 16 minggu (Yeates dkk. 2005) dan dengan Taxus wallichiana yang hanya perlu 12 minggu untuk membentuk akar Chee (1995) dalam Rachmat (2008).

Namun demikian, periode yang jauh lebih lama diperlukan stek Taxus baccata tanpa penambahan hormon untuk membentuk akar yaitu setelah bulan ke-6 dan bahkan pada beberapa bahan stek, akar baru muncul setelah bulan ke-12 (Maden, 2003).

Penyetekan pucuk pada cemara sumatera menghasilkan persentase perakaran yang relatif rendah. Rendahnya persentase perakaran stek disebabkan oleh rendahnya kualitas bahan stek yang hanya diambil dari bagian pucuk percabangan tanaman cemara tanpa teknik juvenilisasi. Bahan stek yang berasal dari tajuk yang posisinya lebih atas kemampuan berakarnya lebih rendah (Menzies, 1992). Bahan stek yang berasal bukan dari tunas juvenil akan mempunyai kemampuan berakar dan tumbuh yang relatif rendah. Sudomo dkk., (2013) Teknik juvenilisasi pada tegakan dapat dilakukan dengan memotong bagian pucuk pohon/ topping dan memangkas percabangan sehingga menyisakan ¼ panjang cabang. Dari bagian pucuk pohon dan cabang yang dipotong ini akan muncul tunas-tunas juvenil baik arah ototrof maupun plagiotrof.

Pengambilan bahan stek pucuk cemara sumatera yang langsung dari pohon dewasa mempengaruhi kualitas bahan stek dan juga dapat menghambat proses pertumbuhan akar stek.Hartman dkk.(2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan stek pucuk diantaranya pada saat pengambilan stek,

29

umur pohon induk dan lingkungan tumbuh. Zat pengatur tumbuh Rootone-F yang diberikan pada tanaman ditujukan untuk merangsang keluar akar, jika diberikan pada tanaman yang terlalu tua hanya akan merangsang pembelahan sel yaitu yang ditandai oleh munculnya kalus pada luka bekas potongan.

Jumlah akar primer

Jumlah akar primer dihitung dengan mengambil bahan stek pucuk cemara sumatra di setiap perlakuan yang sudah berumur 32 MST. Hasil perhitungan akar primer di setiap perlakuan tersebut kemudian dihitung rata – ratanya untuk mendapatkan rata - rata dari jumlah akar primer. Pengaruh media tanam dan perlakuan ZPT terhadap pertumbuhan stek pucuk cemara sumatera berdasarkan data jumlah akar primer yang disajikan pada Gambar 6.

12

10 10 8 6 4 4 3 2

2 Jumlah Akar Primer Jumlah Primer Akar 0

H1W1 H1W2 H2W1 H2W2 Perlakuan

Gambar 6. HistogramJumlah Akar Primer stek pucuk cemara sumatra

Jumlah akar primer terbanyak diperoleh pada perlakuan media tanam tanah sekam dan tanpa penambahan ZPT (H1W1) yaitu 10 buah. Sedangkan jumlah akar primer paling sedikit diperoleh pada perlakuan media tanam tanah sekam dan arang sekam dengan penambahan ZPT (H2W2) sebanyak 2 buah. Dengan hasil pengujian

30

yang dilakukan parameter jumlah akar primer telah memberikan pengaruh nyata terhadap perlakuan media dan ZPT.

Dalam penelitian ini perlakuan media tanah sekam (2:1 v/v) tanpa penambahan ZPT memberikan respon pertumbuhan yang baik terhadapat jumlah akar primer, hal ini di pengaruhi kemampuan media tanam tanah dan sekam, sesuai dengan pernyataan Mahlstede dan Haber (1966) yang menyatakan bahwa kemampuan stek dalam membentuk primordia salah satu penentunya adalah media tanamnya. Hal itu karena media tanam memiliki fungsi untuk menahan bahan stek agar tetap berada dalam tempatnya, menyediakan dan menjaga kelembaban yang dibutuhkan stek dan untuk sarana masuknya udara ke bagian dasar dari stek.

Media yang sering digunakan untuk stek antara lain campuran dari tanah, pasir, gambut spagnum, vermiculite dan perlite. Campuran media sekam yang diberikan juga media yang ideal sebagai membantuk pembetukan akar stek. Menurut

Sakai dan Subiakto (2007) media tanam merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan proses pembentukan akar, maka dari itu dalam pemilihan media harus memperhatikan 3 karakteristik media yaitu kandungan kimia, sifat fisik, dan kandungan mikrobiologi.

Pemberian zat pengatur tumbuh bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan akar. Abidin (1991) mengatakan bahwa akar mempunyai fungsi menghisap air serta garam-garam mineral dan oksigen dari dalam tanah, sebagai jangkar, sebagai penghubung dalam mengalirkan air, garam-garam mineral dan zat makanan lainnya ke batang dan daun yang berada diatasnya. Pemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang tepat akanmemberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan

31

31

perkembangan tanaman. Pada kadar rendah hormon atau zat pengatur tumbuh akan mendorong pertumbuhan, sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan, meracuni bahkan mematikan tanaman (Supriyanto dan Prakasa, 2011).

Rootone Fmerupakan zat pengatur tumbuh sintesis yang berguna untuk mempecepat dan memperbanyak keluarnya akar-akar baru. Sesuai dengan pernyataan

Susilowati dkk., (2008) bahwa Rootone F mengandung bahan aktif dari hasil formulasi beberapa hormon tumbuh akar yaitu1-Napthalena Acetamid 0,067 %, 2-

Methyl-1-Napthalena Acetic Acid 0,033 %, 2-Methyl-1-Napthalena Acetamida 0,013

%, Indole-3-Butyric Acid 0,057 %, Thiram 4,000 %, Inert Ingredient 95,330 %

Panjang akar primer

Panjang akar primer dihitung setelah 32 MST, yaitu mengukur panjang akar primer dengan cara diukur dari ujung akar pada akar yang terpanjang. Pengaruh media tanam dan perlakuan ZPT Rootone F terhadap panjang akar primer disajikan pada Gambar 7. Akar primer terpanjang dihasilkan oleh perlakuan media tanam tanah, sekam dan arang sekam dengan tanpa penambahan Rootone-F (H2W1) yaitu

2,5 cm. Sedangkan perlakuan media tanam tanah sekam dan arang sekam dengan penambahan (H2W2) menghasilkan akar primer terpendek yaitu 0,85 cm. Perlakuan yang lain juga memberikan panjang akar primer yang relatif sama yaitu perlakuan media tanam tanah sekam tanpa penambahan (H1W1) yaitu 1,75 cm. Sedangkan perlakuan tanah sekam dengan ZPT (H1W2) yaitu 1,47 cm. Namun, dari uji statistik yang dilakukan perlakuan yang diberikan panjang akar memberikan pengaruh nyata terhadap parameter panjang akar.

32

32

Hal ini diduga bahwa perlakuan stek yang lebih panjang, memiliki cadangan makanan yang lebih banyak, dan cadangan makanan ini akan dapat memacu pertumbuhan awal tanaman, sehingga akan memacu pertumbuhan tanaman. Seperti pernyataan Hamidin (1983) bahwa stek dengan cadangan makanan/ karbohidrat yang banyak akan mampu membentuk tunas lebih awal

3

2.5

2,5

(cm)

2 1,75 1,47 1,5 0,85 1

0,5 Panjang Akar Akar Primer Panjang

0 H1W1 H1W2 H2W1 H2W2

Perlakuan

Gambar 7. HistogramPanjang akar primer stek pucuk cemara sumatra

Berdasarkan Gambar 7 menunjukkan panjang akar primer teringgi pada bahan stek pucuk cemara sumatra terdapat pada perlakuan media tanam tanah sekam dan arang sekam (1:1:1 v/v/v) tanpa penambahan ZPT. Dalam hal ini kemungkinan pengaruh media lebih besar dalam proses pertumbuhan akar primer, walaupun pada perlakuan ini tidak diberikan penambahan ZPT. Pada persiapan media tanam di rumah stek, dalam penelitian ini digunakan tanah sekam dan arang sekam karena menurut penelitian yang dilakukan Wijiyati (1995) media tanah dan arang sekam

33

33

memiliki kemampuan lebih baik dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan stek dibandingkan dengan media lain. Media yang digunakan sudah melalui proses sterilisasi dengan cara menggongseng dan di jemur dibawah sinar matahari dibantu dengan menyemprotkan Dithane-M45 untuk mencegah dari fungi atau jamur.

Penggunaan sekam pada media tanam dapat memberikan pengaruh penting terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah, pengaruhnya terhadap sifat fisik tanah adalah memperbaiki struktur tanah. Dalimoenthe (1996) pengaruh kimia dan pemberian sekam yaitu dapat meningkatkan kandungan bahan anorganik, N total, pH dan P tersedia. Pengaruh biotik dari sekam yaitu sebagai bahan organik yang merupakan sumber energi untuk perkembangan jasad renik tanah, dengan demikian jumlah CO2 yang dihasilkan menjadi cenderung meningkat.

Penambahan ZPT terhadapat perlakuan yang dilakukan pada stek pucuk

Cemara sumatera memberikan respon yang baik.Yasman dan Hernawan (2002) menyatakan bahwa sebenarnya hormon telah tersedia secara alami pada tumbuhan, namun tetap diberikan pada stekdengan tujuan untuk: 1). Meningkatkan kemampuan stek berakar; 2).Mempercepat proses pertumbuhan akar; 3). Meningkatkan jumlah dan kualitasakar dan 4). Mengurangi keragaman jumlah dan kualitas perakaran.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan persentase stek berakar cemara sumatra yang dihasilkan berkisar 10% sampai dengan 30%. Kombinasi media tanah dan sekam (2:1 v/v) dengan penambahan ZPT menghasilkan persentase berakar tertinggi yaitu sebesar 30%.

Saran

Dalam perbanyakan tanaman cemara sumatra secara vegetatif melalui stek pucuk disarankan menggunakan media tanam tanah dan sekam (2:1) dengan pemberian ZPT yang sesuai dan bahan stek yang berumur muda (juvenil) untuk meningkatkan pertumbuhan akar dalam stek pucuk pada cemara sumatra untuk menunjang dalam aspek budidaya.

35

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1991. Dasar Pengetahuan Ilmu Tanaman. Angkasa Raya. Bandung.

Anonim. 2003. FW3057 Lecture Slide Show. Pharmaceutical Product of Plants. www.rocw.raifoundation.org.

Badan Litbang Kehutanan. 2007. Pedoman Pembuatan Stek Jenis-jenis Dipterokarpa dengan KOFFCO System. Kerjasama antara Badan Litbang Kehutanan- Komatsu-JICA. Bogor.

CITES. 2017. Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora : Thirtheen meeting of the Conference of the Parties. www.cites.org.

Dalimoenthe. S. L. 1996. Sekam Sebagai Media Pembibitan Stek Teh. Warta Teh dan Kina Rubrik Ilmiah Kol 7 (4): 115-112. Pusat Penelitian teh dan kina Gambung.

Hamidin. 1983. Developing improved nursery culture for the production of rooted cuttings of Canada yew (Taxus canadensis).Thesis, The University Of New Brunswick.

Hartmannn, H. T, Kester D. E, Davis F. T, Geneve R. L. 2002. Plant propagation principles and practices. PrenticeHall Inc.Englewood Cliffs.

Hidayat, A. dan S. Tachibana. 2013. Taxol and Its Related Compound from the Bark of Taxus sumatrana. Makalah, dipresentasikan pada International Seminar of Forest and Medicinal Plants for better human welfare, Bogor, 10-12 September 2013.

Hidayat, A., Rachmat, H. H., A. Subiakto. 2014. Taxus sumatrana: Mutiara Terpendam dari Zamrud Sumatra. Forda Press. Bogor.

Hindson, T. 2000. The Growth Rate of Taxus baccata: An Empirically Generated Growth Curve. The Alan Mitchell Memorial Lecture 2000.

Huang, C. C. dan Tzen-Yuh C. 2007. Isolation and characterization of microsatellite loci in Taxus sumatrana (Taxaceae) using PCR-based isolation of microsatelite arrays (PIMA).Conserv Genet DOI10.1007/s10592-007-9341-z.

IUCN. 2014. The IUCN Red List of Threatened Species.

36

Jaenick, H., Beniest, J. 2002. Vegetative Tree Propagation In Agroforestry. ICRAF. Nairobi, Kenya.

Kitagawa I, Mahmud T, Kobayashi M, Roemantyo dan Shibuya H. 1995. Taxol and its related taxoids from the needles of Taxus sumatrana. Chem PharmBull 43(2) 365-367.

Macdonald. 1986. The Genera of Taxaceae in the Southeastern United States. Journal of Arnold Arboretum.

Maden, K. 2003. Community Trial on the Propagation and Conservation of Taxus baccata L. Our Nature 1 : 30-32.

Mahlstede J. P, ES Haber. 1966. Plant Propagation. New York : John Wiley and Sons Inc.

Mansur, I danF. D. Tuheteru. 2010. Kayu Jabon. Penebar Swadaya. Bogor.

Menzies, M. I. 1992. Management of Stock Plants for The production of Cutting Material. In Symposium” Mass Production Technology for Genetically Improved Fast Growing Porest Tree species. Bordeaux. France.

Minore, D., G.W. Howard and C. Maria. 1996. ,Seedlings, and Growth of Pasific Yew (Taxus brevifolia). Northweat Science, 70: 223–229

Nandi, S.K., L.M.S. Palai and H.C. Rikhari. 1996. Chemical induction of adventitious root formation in Taxus baccata cuttings. Plant Growth Regulation, 19: 117– 122.

Nicolaou, K. C., Dai W. M. dan R. K. Guy. 1994. Chemistry and biology of Taxol. Angew. Chem., Int. Ed. Engl., 33:15–44.

Pasaribu, G. dan T. Setyawati. 2010. Status riset Taxus sumatrana. Prosiding, seminar Bersama BPK AekNauli, BPK Palembang dan BPHPS Kuok. PeranLitbang Kehutanan dalam Implementasi RSPOPekanbaru, 4–5 November 2010.

Rachmat, H. H. 2008. Variasi Genetik dan Teknik Perbanyakan Vegetatif Cemara Sumatra (Taxussumatrana). Thesis, Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Indonesia.

Rachmat, H. H., A. Subiakto, I. Z. Siregar dan Supriyanto. 2010. Uji Pertumbuhan Stek Cemara Sumatra Taxussumatrana (miquel) de Laub. Jurnal Penelitian danKonservasi Alam, (7): 289–298.

37

Rahardi, F. 1991. Hidroponik semakin canggih. Trubus : XXII (264) : 196•198.

Rochiman K, SS Harjadi. 1973. Pembiakan Vegetatif. Bogor: Departemen Agronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Sakai C, A Subiakto. 2007. Pedoman Pembuatan Stek Jenis-Jenis Dipterokarpadengan KOFFCO System. Bogor : Kerjasama Puslitbang Komatsu dan JICA.

Spjut, R.W. 2003. Nomenclatural and taxonomic review of three species and two varieties of Taxus (Taxaceae) in Asia. www.worldbotanical.com (accepted for J.Bot Res. Inst. Texas in 2006).

Spjut, R.W. 2007. A phytogeographical analysis of Taxus (Taxaceae) based on anatomical characters. J. Bot. Res. Inst. Texas, 1: 291–332.

Sudomo, 2013. Makalah Karakteristik Pertumbuhan dan Tempat Tumbuh Manglid di Desa Cikubang, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya. Ciamis. Belum dipublikasikan.

Suffness, M.V. 1995. Taxol: science and applications. USA: CRC Press Inc., Boca Raton, FL.

Supriyanto dan Kaka E. Prakasa. 2011. Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Rootone-F Terhadap Pertumbuhan Stek Duabanga mollucana. Blume. Bogor.

Susilowati, A. 2008. Teknik Perbanyakan dan Kekerabatan Genetik Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack). [Tesis]. IPB. Bogor.

Thompson, D. and C. Teoranto. 2014. Cultivation of Irish Yew. Tree Improvement Section, Kilnacurra Park, Co. Wicklow.

Wattimena GA dan Gunawan LW. 1992. Bioteknologi Tanaman. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB.

Wijiyati, K. 1995. Pengaruh Media Terhadap Pertumbuhan Stek Batang dan Stek Pucuk Gmelina arborea Linn. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor.

Yasman I dan Hernawan. 2002. Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Jakarta: Badan LitBang Kehutanan.

38

Yeates LD, RF Smith, SI Cameron dan J Letourneau. 2005. Recommended procedures for rooting ground hemlock (Taxus canadensis) cuttings. Information Repots M-X-21 9E. natural resource Canada. Canadian Forest Service. New Brinswick-Canada.