BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman modern sekarang ini, sastra semakin memiliki relevansi di masyarakat. Sastra tidak hanya memberikan sebuah kenikmatan dan kepuasan batin, tetapi juga sebagai sarana penyampaian pesan moral kepada masyarakat atas realitas sosial. Karya sastra tercipta dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat menjadi penggerak tentang keadaan dan situasi yang terjadi pada masa penciptaan karya sastra. Karya sastra dapat pula dikatakan sebagai sebuah dokumen sosial. Hal ini disebabkan karya sastra muncul dari masyarakat dan menggambarkan situasi serta kondisi pada kurun waktu tersebut (Wellek dan Warren, 1989:27). Sastrawan menciptakan karya sastra dengan latar belakang sosial. Oleh sebab itu, karya sastra diciptakan untuk menyampaikan pesan yang bermanfaat bagi pembacanya. Hal ini menunjukkan pembaca akan mendapatkan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarangnya lewat karya sastra. Salah satu teori yang dapat digunakan dalam meneliti sebuah karya sastra adalah feminis. Feminis adalah sebuah gerakan perjuangan untuk melawan segala 1 bentuk objektifikasi perempuan. Anwar mengatakan bahwa “perempuan dan laki- laki diyakini mempunyai perbedaan kesadaran baik sosial maupun kontrol sosial” (Anwar, 2012:129). Feminis adalah suatu kesadaran akan penindasan dan pemerasan 1Memperlakukan seseorang tanpa mempertimbangkan martabatnya. commit to user 1 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 2 terhadap perempuan dalam masyarakat, di tempat kerja, dan dalam keluarga, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut (Bhasin, 1999:5). Salah satu masalah yang sering muncul dalam karya sastra adalah subordinasi perempuan. Perempuan dikondisikan sebagai makhluk yang lemah dan irasional, sedangkan laki-laki dinarasikan sebagai makhluk yang kuat dan rasional (Dagun, 1992:3; Gamble, 2010:147). Beauviour menjelaskan “kondisi ini membuat perempuan berada dalam posisi tertindas, inferior serta tidak memiliki kebebasan atas diri dan hidupnya” (Beauvoir, 1997:230). Hal itu berkaitan dengan masalah gender yang mempertanyakan tentang pembagian peran serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Perempuan dikondisikan sebagai makhluk yang lemah, sedangkan laki-laki dikondisikan sebagai makhluk yang kuat. Akibatnya, peran perempuan sering diabaikan dalam kehidupan publik karena perempuan hanya cocok dalam peran keluarga saja (Fakih, 2012:15). Anggapan negatif terhadap perempuan atau pendefinisian perempuan dengan menggunakan kualitas yang dimiliki laki-laki sangat berhubungan dengan konsep gender. Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi baik secara sosial maupun kultural. Pemahaman dan pembedaan antara konsep seks dan gender sangat diperlukan dalam melakukan analisis untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa perempuan. Fakih menjelaskan bahwa “hal ini disebabkan ada kaitan yang erat perbedaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 3 gender dan ketidakadilan gender dan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas” (Fakih, 2012:3). Novel Belenggu merupakan satu di antara novel yang menceritakan tentang kehidupan manusia, khususnya perempuan dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya. Dalam novel Belenggu, Armijn Pane berusaha mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realitas kehidupan para tokoh melalui cerita yang terkandung dalam novel tersebut. Gambaran tersebut disebut dengan pencitraan yang diberikan pengarang kepada masing-masing tokoh. Armijn Pane adalah seorang sastrawan Indonesia. Setelah lulus ELS2 di Bukittinggi, Armijn Pane melanjutkan pendidikannya di STOVIA3, Jakarta (1923) dan NIAS4, Surabaya (1927) (STOVIA dan NIAS adalah sekolah dokter), kemudian pindah ke AMS-A di Solo (lulus pada 1931). Di AMS A-1 (Algemene Middelbare School), ia belajar tentang kesusastraan dan menulis, lulus dari jurusan sastra Barat. Sebagai pelajar di Solo, ia bergabung dengan organisasi pemuda nasional, 5 yakni Indonesia Muda . Namun, politik tampaknya kurang menarik minatnya daripada kesusasteraan. Saat itu, ia memulai karirnya sebagai peneliti dengan menerbitkan beberapa puisi nasionalis dan dua tahun kemudian menjadi salah seorang pendiri majalah Pujangga Baru. 2 Europeesche Lagere School adalah sekolah dasar pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. 3 School tot Opleiding van Indische Artsen adalah sekolah dokter pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. 4 Netherlands Institute for Advanced Study adalah sekolah dokter pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. 5 Organisasi pemuda yang diresmikan tanggal 31 Desember 1930, merupakan organisasi gabungan yang terdiri dari Jong Java, Pemuda Indonesia dan Jong Sumatera. Organisasi ini bertujuan untuk memperkuat rasa persatuan di kalangan pemuda dan pelajar Hindia Belanda pada saat itu. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 4 Armijn Pane pernah menjadi wartawan surat kabar Soeara Oemoem di Surabaya (1932), mingguan Penindjauan (1934), surat kabar Bintang Timoer (1953), dan menjadi wartawan lepas. Ia pun pernah menjadi guru di Taman Siswa di berbagai kota di Jawa Timur. Menjelang kedatangan tentara Jepang, ia bekerja sebagai redaktur Balai Pustaka. Sesudah kemerdekaan, ia aktif dalam bidang organisasi kebudayaan. Ia pun aktif dalam kongres-kongres kebudayaan dan pernah menjadi anggota pengurus harian Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional (BMKN) (1950- 1955). Ia juga bekerja sebagai pegawai tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Bagian Bahasa) hingga pensiun. Pada Tahun 1969, Armijn Pane menerima Anugerah Seni dari pemerintah RI karena karya dan jasanya dalam bidang sastra. Pada Februari 1970, beberapa bulan setelah menerima penghargaan tersebut, ia meninggal. Secara umum, novel Belenggu banyak menarasikan gambaran-gambaran 6 tentang perempuan. Seorang perempuan pada dasarnya berposisi inferior berada di bawah dari laki-laki (Djajanegara, 2000:15). Bagi Armijn Pane, sosok yang ditampilkan dalam novel adalah perempuan yang memiliki kemampuan secara irasional dalam berpikir serta bertindak. Bias gender sering kali dikaitkan dengan citra perempuan. Hal ini menunjukkan perempuan memiliki sebuah daya tarik untuk diceritakan dari banyak hal. Perempuan dengan sifat kodratinya, maupun perempuan sebagai manusia dengan 6Menurut KBBI memiliki arti bermutu rendah. commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 5 hak-haknya. Perempuan yang sadar akan nasib, cita-cita, dan haknya, menjadikan citra perempuan yang tangguh dalam memperjuangkan kesetaraannya. Novel ini menceritakan tentang perjalanan dan perjuangan hidup tokoh perempuan yang bernama Tini, dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup yang kompleks. Kekompleksan itu mulai dari kehidupan rumah tangganya dengan Sukartono yang mengalami banyak sekali perdebatan hingga akhirnya membuat Tini dan Sukartono memilih untuk bercerai. Selain Tini, juga digambakan perempuan lain, yaitu Rohayah. Rohayah merupakan teman masa kecil Sukartono dari desa. Pada waktu Sukartono sudah berumah tangga dengan Tini, dirinya baru bertemu kembali dengan Rohayah. Rohayah digambarkan sebagai korban laki-laki dan tidak ada keinginan untuk menyetarakan haknya. Novel Belenggu mempunyai daya tarik karena menampilkan permasalahan perempuan yang berkaitan dengan pandangan masyarakat pada tahun 1930-an yang secara tidak langsung merugikan kaum perempuan. Pandangan tersebut berasal dari paham masyarakat yang menganggap kekuasaan sepenuhnya berada di tangan laki- laki. Topik mengenai perempuan, terutama yang membahas masalah gender beserta bias-biasnya adalah hal yang tetap menarik untuk dibicarakan sampai saat ini. Kalangan perempuan yang telah mengenyam pendidikan, merasa perlu dan berhak untuk menyuarakan ketidakadilan yang dialaminya. Adat dan tradisi yang telah mengakar menganggap pemikiran ini merusak tatanan yang selama ini telah dinilai berjalan baik. Novel Belenggu ditulis era 1930-an ketika arus pemikiran belum progresif seperti masa kini, tetapi mampu mengungkap tema yang sampai saat ini commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 6 layak untuk diperbincangkan. Novel Belenggu ini sudah dicetak ulang kembali sampai cetakkan keduapuluh dua. Berdasarkan kenyataan hidup itulah seorang pengarang dapat mengkristalisasikan semua realitas kehidupan lewat sebuah karya sastra sebagai hasil imajinatif yang dapat menyenangkan dan menambah pengalaman batin bagi pembaca. Novel Belenggu masih layak diteliti dalam konteks saat ini. Oleh karena itu, metode yang digunakan penelitian ini adalah analisis wacana Foucault. Peneliti menggunakan teori Foucault tentang pengetahuan dan kekuasaan kaum patriarki untuk menguasai perempuan yang dinarasikan oleh Armijn Pane dalam novel Belenggu. B. Pembatasan Masalah Persoalan mengenai feminis sangat luas. Oleh karena itu, dalam penelitian hanya fokus mengenai citra perempuan dan bias gender yang ada dalam novel Belenggu karya Armijn Pane. C. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian sebagai berikut. 1. Bagaimana citra perempuan yang terdapat dalam novel Belenggu? 2. Bagaimana bias gender yang terdapat dalam novel Belenggu? commit to user perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id 7 D. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsikan citra perempuan yang terdapat dalam novel Belenggu. 2. Mendeskripsikan bias gender yang terdapat dalam novel Belenggu. E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis