Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm. 289-297, Juni 2016

PENGARUH PADAT TEBAR SIPUT MATA BULAN ( chysostomus, L.) TERHADAP SINTASAN DAN PERTUMBUHAN DENGAN SISTEM AIR WATER LIFT

THE EFFECT OF STOCK DENSITY OF GOLDEN-MOUTH TURBAN (Turbo chysostomus, L.) ON THEIR SURVIVAL AND GROWTH UNDER AIR WATER LIFT SYSTEM

M.S. Hamzah UPT. Balai Bio Indutri Laut, Puslit. Oseanografi LIPI, Lombok, Nusa Tenggara Barat E-mail: [email protected]

ABSTRACT Golden-mouth turban (Turbo chrysostumus, L.) belongs to the phylum of molluscs that inhabits ecosystem in group. Golden-mouth turban normally uses for their food. Study on survival and growth of the juvenile golden-mouth turban focussing on different density under air water lift sys- tem is still limited. This study was conducted on 7 January – 6 May, 2015, in a laboratory to observe the effect of different density on the survival and growth of golden-mouth turban under air water lift system. Based on the analyses of variance (ANOVA), there was no significant different (P>0.05) on mortality rate for different stock density treatment (5 ind., 10 ind., 15 ind., and 20 ind. each in 10 liter water volume). However, based on growth rate, the density of 5 individuals produced the highest monthly growth rate of 1.88 mm/month of shell height, 1.18 mm/month of mouth opening, and 1.1 gr/month of wet weight with the highest daily mean food absorption of 91.55 %. For all treatment, the correlation of shell height and wet body weight exhibited a similar growth pattrern i.e., allometry minor (b<3).

Ketwords: Survival, growth, golden-mouth turban (Turbo chrysostumus), stocking density, air water lift system.

ABSTRAK Siput mata bulan (Turbo chrysostumus, L.) termasuk dalam filum moluska yang senang hidup bergerombol dan terkonsentrasi pada ekosistem terumbu karang yang ditumbuhi lumut sebagai maka- nannya pada daerah intertidal. Sintasan dan pertumbuhan anakan siput mata bulan yang terfokus pada tingkat kepadatan berbeda dengan sistem air water lift masih jarang dilakukan. Penelitian ini dilaku- kan mulai tanggal 07 Januari hingga tanggal 06 Mei 2015 di laboratorium dengan tujuan untuk me- ngamati sintasan dan pertumbuhan siput mata bulan dengan padat tebar berbeda dengan sistem air wa- ter lift. Analisis varians terhadap tingkat mortalitas berdasarkan perlakuan padat tebar yang berbeda ti- dak memberikan pengaruh nyata (p>0.05). Keadaan ini mengindikasikan bahwa perlakuan padat tebar 5 ekor (A), 10 ekor (B), 15 ekor (C), dan 20 ekor (D) dengan volume media pemeliharaan 10 liter ti- dak memberikan perbedaan nyata. Namun kalau ditinjau dari laju pertumbuhan rerata bulanan ternyata padat tebar 5 ekor cenderung lebih cepat yaitu tinggi cangkang sebesar 1,88mm, lebar cangkang (bukaan mulut) 1,18mm dan bobot tubuh basah 1,1gr yang diimbangi dengan daya serap pakan rerata harian tertinggi yaitu sebesar 91,55 %. Analisa hubungan tinggi cangkang dan bobot tubuh basah memperlihatkan pola pertumbuhan yang sama yaitu bersifat “allometri minor” (b<3).

Kata kunci : Sintasan, pertumbuhan, siput mata bulan (Turbo chrysostumus), padat tebar, sistem air water lift

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 289 Pengaruh Padat Tebar Siput Mata Bulan . . .

I. PENDAHULUAN mus), namun yang lebih disukai adalah jenis Gracilaria sp. (Ramesh and Ravichandran, Perairan Indonesia memiliki keaneka- 2008), Castro et al. (2004) dan Hayakawa et ragaman biota laut yang tinggi yang dikenal al. (2010). Demikian juga hasil penelitian dengan sebutan mega biodiversiti. Keadaan Hamzah (2015) ini didukung oleh perairan pantai Nusantara Sifat hidup berkelompok dan terkon- yang memiliki gugusan pulau-pulau kecil dan sentrasi pada lekukan bongkahan batu karang, besar berjumlah 17.508 pulau dan memiliki sehingga mudah ditangkap oleh masyarakat garis pantai terpanjang di dunia setelah per- yang mendiami kawasan wilayah pesisir teru- airan pantai Kanada, yaitu 81.290 km (Rang- tama pada saat periode surut rendah (bulan ka dan Ratnawati, 2008). Salah satu jenis bi- purnama). Penangkapan yang berlebihan ota laut yang menempati areal pasang surut lambat laun akan mengarah pada kelebihan adalah siput mata bulan (Turbo chrysostomus, tangkap. Untuk mengantisipasi hal ini maka L.). Biota ini termasuk dalam filum moluska telah dilakukan upaya pemulihan sediaan yang hidup bergerombol dan terkonsentrasi (restocking) dengan melepaskan ribuan ana- pada perairan pantai berbatu dan rataan te- kan siput mata bulan (T. chrysostomus) di rumbu karang yang ditumbuhi lumut sebagai perairan teluk Kodek, Lombok Utara tepat- bahan makanannya (Kikutani et al., 2002; nya di belakang Laboratorium UPT. Balai Alfaro et al., 2004; Worthington & Fair- Bio Industri Laut (Hamzah, 2015) weather, 1989). Eksploitasi siput mata bulan Aplikasi penelitian padat tebar yang yang dijadikan bahan makanan bergizi tinggi berbeda dengan sistem sirkulasi air dari dasar oleh masyarakat yang mendiami wilayah pe- naik kepermukaan (air water lift) yang di- sisir pantai semakin meningkat (Hamzah, modifikasi menyerupai kehidupan alamiah- 2015). Demikian juga penjelasan Kikutani nya di laut dan dikaitkan dengan sintasan dan (2002) bahwa negara Korea, China, Jepang pertumbuhan masih sangat jarang dilakukan. dan Eropa dijadikan sebagai bahan makanan Dengan demikian melalui hasil riset ini diha- terutama jenis Turbo marmoratus (Gastropo- rapkan menjadi tambahan referensi dan acu- da, ). an dasar dalam pengelolaan sumberdaya si- Biota ini memiliki daerah sebaran cu- put mata bulan di kawasan perairan pesisir. kup luas termasuk perairan Indonesia dan perairan Afrika bagian tenggara hingga per- II. METODE PENELITIAN airan Pasifik barat (Kikutani et al., 2002; Dwiono dan Makatipu, 1997). Lebih lanjut Sampel anakan siput mata bulan di- dijelaskan bahwa secara ekologi sebaran dan peroleh dari hasil pemijahan dan pembesaran habitat biota ini memiliki kesamaan dengan di UPT. Balai Bio Industri Laut (Gambar 1). jenis lola (Trocus niloticus) dan batu laga (Turbo marmoratus) yaitu menyukai areal yang memiliki bongkahan batu karang pada daerah intertidal hingga daerah tubir yang terjal . Sifat hidup anakan siput mata bulan (T. chrysostomus) maupun siput abalon tropis (Haliotis asinina) senang bergerombol dan membentuk tumpukan terutama pada lekukan tempat pelindung maupun sudut bak uji dan kemudian menyebar pada saat mencari ma- kan (Hamzah, 2015; Hamzah et al., 2012). Gambar 1. Sampel hewan uji (T. Chrysosto- Beberapa jenis rumput laut yang bisa dikom- mus, L.) yang digunakan untuk sumsi oleh siput mata bulan (T. Chrysosoto- penelitian perlakuan padat tebar.

290 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81 Hamzah

Jumlah sampel hewan uji yang dija- dari selang memungkinkan terjadinya pe- dikan pengamatan perlakuan padat tebar se- ngangkatan massa air dari dalam pipa, se- banyak 150 ekor dengan kisaran tinggi cang- hingga menghasilkan resirkulasi air (Gambar kang awal antara 21,51 - 22,36mm, lebar 2). Sebagai tempat pelindung (shelter) sesuai cangkang (bukaan mulut) antara 12,21-12,89 dengan kebiasaan hidup siput mata bulan mm dan bobot tubuh basah antara 2,51-3,23 maka wadah dipasang talang PVC lengkung gr. Hewan uji sebanyak 150 ekor dibagi men- warna hitam abu-abu (Gambar 3). jadi 4 perlakuan dan diulang 3 kali (sebagai Pemberian pakan dilakukan setiap 4 unit satuan percobaan). Perlakuan padat tebar hari dari rumput laut (Gracilaria sp.) dengan yang digunakan yaitu 5 ekor (A), 10 ekor (B), dosis 1 gram per ekor. Penyaringan sisa pa- 15 ekor (C) dan 20 ekor (D). Wadah penga- kan dilakukan pada saat pergantian air de- matan berbentuk selinder kapasitas muat 10 ngan menggunakan saringan net plankton liter dengan ukuran luas yaitu tinggi 27 cm (screen net) ukuran mata 280µm dan kemu- dan diameter 24 cm. Pada bagian bawah din- dian ditimbang beratnya. Data sisa pakan ding wadah terdapat lubang berdiameter 1 in- utuh maupun yang hancur digunakan sebagai chi yang dihubungkan ke pipa tegak dan di pengurang dalam menghitung pakan yang di- beri selang udara. Tekanan udara yang keluar konsumsi oleh hewan uji.

Air water lift

Gambar 2. Wadah pengamatan hewan uji (T. chrysostomus L.) dengan menggunakan “air water lift”.

G1 G2 G3

Gambar 3. Siput mata bulan (T. Chrysostomus L.) dilengkapi tempat pelindung (shelter) dari talang PVC lengung (G1), pertumbuhan tinggi cangkang (G2) dan lebar cang- kang berdasarkan ukuran bukaan mulut (aperture)(G3). Sumber : Hamzah (2015)

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 291 Pengaruh Padat Tebar Siput Mata Bulan . . .

Pertumbuhan siput mata bulan berda- ditemukan potongan-potongan halus di dasar sarkan perlakuan padat tebar diamati tiap bu- bak pada saat menyaring sisa pakan (Hamzah, lan dengan menggunakan digital caliper dan 2015). Sebagai akibat sifat memanjat, sehing- timbangan digital (Poket Scale 500g/ 0,1g). ga sering ditemukan siput mata bulan menge- Bersamaan pengkuran faktor tumbuh dilaku- ringkan diri di luar genangan air hingga di kan pencatatan hewan uji yang mati, sehing- bibir bak uji dan bahakan jatuh di luar bak ga dapat diketahui persentase sintasan tiap bila tidak diselamatkan. perlakuan padat tebar. Pengamatan kualitas Peran sirkulasi “air water lift” adalah air media hewan uji antara lain suhu, salinitas membentuk arus pertukaran masa air dari da- dan pH dilakukan bersamaan pada saat per- sar bak kepermukaan. Daya tekanan airasi gantian air dengan alat “Water Quality Che- disertai dengan riakan gelombang tersebut ker Hanna HI 91 46-4” dan refratometer. membuat anakan siput mata bulan lebih con- Data yang terkumpul berdasarkan dong berdiam pada lekukan dasar bak mau- perlakuan pada tebar yang berbeda dinalisa pun lekukan tempat pelindung (shelter). Se- menggunakan desain percobaan Sudjana hingga kematian yang dipicu oleh sifat hidup (1991). Analisa hubungan tinggi cangkang- siput mata bulan yang sering manjat menge- bobot tubuh basah untuk mengetahui pola ringkan diri kebibir bak uji dapat dikurangi. pertumbuhan siput mata bulan tiap perlakuan menggunakan rumus Effendie (1979). 3.2. Sintasan dan Pertumbuhan Analisa ragam pengaruh padat tebar III. HASIL DAN PEMBAHASAN siput mata bulan (T. chrysostomus L.) terha- dap sintasan dengan menggunakan sirkulasi 3.1. Tingkah Laku Siput Mata Bulan (Tur- air water lift tidak memberikan respons yang bo chrysostomus) dengan Mengguna- berpengaruh nyata (p>0,05). Keadaan ini me- kan Sirkulasi “Air Water Lift” ngindikasikan bahwa persentase sintasan pa- Siput mata bulan memiliki sifat hidup dat tebar 5 ekor (A), 10 ekor (B), 15 ekor (C) yang senang berkelompok pada lekukan da- dan 20 ekor (D) tidak memberikan perbeda- sar bak maupun lekukan tempat pelindung an sintasan yang signifikan (Gambar 4). (shelter) membentuk tumpukan dan menye- Gambar ini memperlihatkan bahwa perban- bar pada saat mencari makan. Keadaan ini dingan jumlah padat tebar walau nilai persen- sesuai hasil penelitia Hayakawa et al. (2010, tasenya rendah, namun jumlah individu he- 2013) bahwa secara visual sifat hidup siput wan uji yang hidup masih didominasi oleh mata bulan lebih condong terkonsentrasi pa- perlakuan D yaitu sebanyak 49 ekor (81, da dasar bak mapun lekukan tempat pelin- 67%), disusul perlakuan C sebanyak 37 ekor dung (shelter) dan kemudian menyebar men- (83,12%), B sebanyak 25 ekor (83,33%) dan cari makan dengan cara memotong (grazing). padat tebar 5 ekor (A) sebanyak 15 ekor Demikian juga penjelasan yang dikemukakan (100%). Hal ini menunjukkan bahwa padat oleh Alfaro et al. (2007) dan Worthington tebar yang digunakan masih berada dalam dan Fairweather (1989). Sifat hidup ini tidak batas daya dukung wadah. Dugan ini saja dimiliki oleh siput mata bulan, namun diperkuat oleh hasil penelitian Hamzah et al. juga terjadi pada jenis moluska lainnya yaitu (2012) pada moluska jenis siput abalon tropis siput abalon tropis (Haliotis asinina) (Ham- (Haliotis asinina) yang juga memiliki sifat zah, 2012 dan Hamzah et al., 2012). Lebih hidup berkelompok. lanjut dijelaskan bahwa cara makan siput Hasil penelitian Hamzah (2015) di- mata bulan selain memotong (grazing) pada peroleh bahwa faktor bias yang turut mem- bongkahan batu karang yang berlumut juga pengaruhi sintasan siput mata bulan (T. Chry- memanjat tangkai rumput laut (Gracilaria sostomus) yaitu sebesar 6,9% yang ditunjuk- sp.) sebagai makanannya, sehingga banyak kan dari nilai determinasi (R2 = 0,904 atau

292 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81 Hamzah

mm (Dwiono dan Makatipu, 1979). Demkian juga hasil penelitian Hayakawa et al. (2010) memperoleh pertumbuhan juvenil T. Cornu- tus yang dipelihara selama 9 minggu di labo- ratorium dari ukuran diameter awal 1,26 mm dan 2,89 mm dengan tinggi cangkang 8,1 mm diperoleh laju pertumbuhan harian sebe- sar 22,3±5,5 µm dan 16±4,2 µm.

Gambar 4. Persentasi sintasan siput mata bulan (T. Chrysostomus) berda- sarkan padat tebar berbeda. sebesar 90,04%). Sementara dalam penelitian ini perlakuan padat tebar tidak memperlihat- kan perbedaan yang menyolok, namun faktor kematian cenderung terjadi pada perlakuan dengan padat tebar yang tinggi yaitu perla- kuan D (20 ekor) sebesar 18,33% (11 ekor) dan disusul perlakuan C (15 ekor) sebesar 16, 88% (8 ekor). Keadaan ini ditunjukan dengan nilai determinasi (R2 = 0,930) yang meng- indikasikan bahwa kematian yang merupakan faktor bias sebagai akibat dari sifat hidup siput mata bulan yang sering naik ke per- mukaan bak dan ditemukan jatuh di luar bak uji hingga mati yaitu sebesar 7%. Pertumbuhan anakan siput mata bulan yang meliputi tinggi cangkang, lebar cang- kang (bukaan mulut) dan bobot tubuh basah berdasarkan perlakuan padat tebar disajikan pada Gambar 5. Pada gambar ini terlihat bahwa perlakuan padat tebar 5 ekor (A) memiliki pertambahan ukuran rerata yang cederung lebih cepat yaitu tinggi cangkang 29,89 mm dengan laju pertumbuhan sebesar 1,88 mm/bulan, lebar cangkang 17,29 mm dengan laju pertumbuhan 1,18 mm/bulan dan bobot tubuh basah 7,63 gr dengan laju per- Gambar 5. Pertumbuhan anakan siput mata tumbuhan sebesar 1,1 gr/bulan dibandingkan bulan berdasarkan padat tebar dengan perlakuan yang lainnya. Penelitian berbeda. jenis biota yang sama selama kurang lebih 4,5 bulan pada ukuran awal 9,09±0,09mm Hasil analisa hubungan tinggi cang- tumbuh menjadi 25,60±5,48mm dengan laju kang dan bobot tubuh basah anakan siput ma- pertumbuhan rerata mingguan sebesar 0,92 ta bulan memerlihatkan pertumbuhan yang

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 293 Pengaruh Padat Tebar Siput Mata Bulan . . .

bersifat allometri minor (b<3) (Gambar 6). dipengaruhi oleh tingkat konsumsi pakan Sifat pertumbuhan ini mengindikasikan bah- sebesar 90,4%. Diuraikan lebih lanjut bahwa wa pertumbuhan bobot tubuh basah tidak se- tingkat konsumsi pakan turut dipengaruhi cepat pertumbuhan tinggi cangkangnya. Ke- oleh siput mata bulan, semakin besar uku- eratan hubungan antara kedua faktor tumbuh rannya semakin besar pula pakan yang dibu- diperkuat dengan nilai korelasi positip dan tuhkan. Sebagaimana dikemukakan oleh Fos- sangat nyata (r = 0,921). Penelitian sebelum- ter et al. (1998) bahwa tingkat konsumsi pa- nya pada jenis biota yang sama juga menun- kan algae oleh siput mata bulan pada tahap jukkan pertumbuhan allometri minor (b<3) juvenil berkisar antara 9,1-74,8% dan se- (Hamzah, 2015). mentara pada tahap dewasa tingkat konsum- si pakan semakin tinggi yaitu antara 7,3- 77,1%. Kondisi lingkungan rerata media pe- meliharaan siput mata bulan selama periode pengamatan disajikan pada Tabel 1. Tabel ini memperlihatkan bahwa variasi kondisi suhu bulanan selama periode pengamatan masih dalam kisaran normal yaitu berkisar antara 26,25-28,53°C dengan nilai rerata 27,65°C. Nilai tertinggi dan terendah berturut-turut tercatat pada bulan April dan Mei yang Gambar 6. Hubungan persamaan gabungan bertepatan dengan pertengahan dan akhir perlakuan padat tebar anakan si- musim peralihan I. put mata bulan yaitu tinggi cang- kang - bobot tubuh basah.

3.3. Tingkat Konsumsi Pakan dan Kon- disi Lingkungan Media Pemeliharaan Tingkat konsumsi pakan harian ana- kan siput mata bulan berdasarkan padat tebar yang berbeda disajikan pada Gambar 7. Pada gambar terlihat bahwa perlakuan padat tebar 5 ekor (A) tingkat daya konsumsi pakan cen- derung lebih tinggi yaitu rerata harian sebe- sar 91,55% dibandingkan dengan perlakuan padat tebar lainnya. Kecenderungan laju per- Gambar 7. Daya komsumsi pakan anakan tumbuhan siput mata bulan yang tercatat siput mata bulan berdasarkan pada perlakuan padat tebar 5 ekor (A) adalah padat tebar. diduga sebagai akibat daya konsumsi pakan yang tinggi. Dugaan ini diperkuat oleh hasil Kisaran nilai suhu media pemeliha- penelitian Hamzah (2015) yang menunjuk- raan yang tercatat pada penelitian ini tidak kan bahwa pertumbuhan siput mata bulan (T. jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh Chrysostomus) yang cenderung lebih cepat Hamzah (2015) yaitu antara 25,5-28,5°C. pada media yang bersuhu 26±0,5°C diduga Lebih jauh dijelaskan pula bahwa perlakuan berhubungan dengan tingkat konsumsi pakan suhu media pemeliharaan anakan siput mata yang tinggi. Dikemukakan pula bahwa nilai bulan yaitu 26± 0,5°C; 28±0,5°C dan suhu 2 determinasi (R = 0,904) menggambarkan kontrol (25,5-27,4°C) tidak memberikan pertumbuhan anakan siput mata bulan sangat perbedaan nyata. Dengan demikian dapat di-

294 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81 Hamzah

Tabel 1. Kualitas air rerata bulanan media pemeliharaan anakan siput mata bulan selama periode pengamatan.

Kualitas Air Periode Waktu Pengamatan Bulanan Rerata Jan. Peb. Mar. Ap. Mei Temperatur (ᴼC) 27,65 27,35 26,25 28,53 28,45 27,67 Salinitas (ppt) 33,23 32,42 33,27 34,31 34,30 33,51 Derajat keasaman (pH) 7,57 7,75 7,84 7,70 7,65 7,70 simpulkan bahwa kisaran toleransi suhu digunakan sebagai indikator dalam menen- untuk kehidupan anakan siput mata bulan tukan layak tidaknya suatu usaha budidaya. cukup besar yaitu lebih kecil dari 26,25°C Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa dan lebih besar 28,53°C. kisaran nilai pH bulanan selama periode pe- Kondisi lingkungan yang cocok untuk ngamatan tercatat antara 7,57-7,84 dengan pemeliharaan jenis moluska lainnya yaitu nilai rerata 7,70. Kisaran nilai pH ini tidak siput abalone di dalam bak adalah suhu an- jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh tara 26,0-30,0°C, salinitas antara 32,0-35,0 oleh Hamzah (2015) dan masih berada dalam ppt, oksigen terlarut antara 4,6-7,1 ppm dan kondisi normal yaitu antara 7,65-8,11. Hasil pH antara 7,5-8,7 (Hamzah et al., 2012). Pe- kajian kualitas air dari 3 parameter (suhu, nelitian jenis yang lain yaitu Marisa cornua- salinitas dan pH) yang diamati selama perio- rietis ( : ) nilai suhu un- de pengamatan menunjukan masih dalam tuk pertumbuhan adalah 25°C dan nilai pH kondisi layak untuk kehidupan siput mata antara 7,80-7,96 (Selck et al., 2006). Semen- bulan (T. Chrysostomus) tara jenis kerang mutiara yang masuk dalam filum moluska aktif melakukan proses meta- IV. KESIMPULAN bolisme dan tumbuh dengan baik terjadi pada kisaran suhu antara 26,0-29,0°C (Susilowati Pertumbuhan anakan siput mata bulan and Sumantadinata, 2011; Yukihira et al., (T. chrysostomus) pada perlakuan padat tebar 2000). 5 ekor (A) tumbuh lebih cepat yaitu tinggi Variasi kondisi nilai salinitas bulanan cangkang 29,89 mm dengan laju pertumbu- media hewan uji antara 32,23-34,31ppt de- han sebesar 1,88 mm/bulan, lebar cangkang ngan nilai rerata 33,51ppt. Nilai tertinggi ter- 17,29 mm dengan laju pertumbuhan 1,18mm/ catat pada bulan April yang bertepatan de- bulan dan bobot tubuh basah 7,63 gr dengan ngan pertengahan musim peralihan I dan laju pertumbuhan sebesar 1,1gr/bulan serta terendah pada bulan Januari yang masuk da- tingkat konsumsi pakan harian tinggi yaitu lam pertengahan musim barat. Rendahnya sebesar 91,55%. Pertumbuhan siput mata bu- nilai salinitas yang tercatat pada bulan Janu- lan bersifat “allometri minor” (b<3) yang ari karena merupakan puncak musim hujan. mengindikasikan bahwa pertumbuhan tinggi Keadaan ini sesuai hasil penelitian Hamzah cangkag lebih cepat dari pada bobot tubuh (2014) bahwa nilai salinitas rendah diperair- basah. an Teluk Kombal, Lombok Utara umumnya terjadi pada bulan Januari dan Pebruari yang UCAPAN TERIMA KASIH bertepatan dengan musim hujan. Variasi bu- lanan kondisi salinitas pada periode januari Ucapan terima kasih ditujukan kepada hingga Mei tercatat antara 32,13-34,35pp Ramli Marsuki, S.Pi sebagai teknisi budidaya (Hamzah, 2015). di UPT. Balai Bio Industri Laut yang turut Derajat keasaman (pH) adalah meru- terlibat dalam pelaksanaan penelitian ini. pakan salah satu faktor penting dan dapat Ucapan yang serupa disampaikan kepada

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 295 Pengaruh Padat Tebar Siput Mata Bulan . . .

Dien. A. Anggorowati, S.Pi yang telah meng- kanan dan kelautan. Jurusan Perika- ijinkan penggunaan anakan siput mata bulan nan Fakultas Pertanian UGM, Yog- (Turbo chrysostomus, L.) dari hasil budi- yakarta, Jilid I, Budidaya Perikanan. daya. Ucapan terima kasih juga penulis tuju- Hlm.:01– 06. kan kepada mitra bebestari Jurnal Ilmu dan Hamzah, M.S. 2013. Daya penempelan larva Teknologi Kelautan Tropis yang banyak kerang mutiara (Pinctada maxima) memberikan saran dan masukan dalam pada kolektor dengan posisi tebar dan meningkatkan mutu paper ini. kedalaman berbeda. J. Ilmu dan Tek- nologi Kelautan Tropis, 5(1):60-68. DAFTAR PUSTAKA Hamzah, M.S. 2014. Studi pertumbuhan dan daya komsumsi pakan alami anakan Alfaro, A.C., S.E. Dewas, and F. Thomas. siput abalon tropis (Haliotis asinina) 2007. Food and habitat partitining in pada kondisi suhu berbeda. Prosi- grazing snail (Turbo smaragdus). ding: Pertemuan Ilmiah Tahunan X Estuaries & Coasts, 30(5):431-440. ISOI. Ikatan Sarjana Oseanologi In- Castro, R., I. Zarra, and J. Lamas. 2004. donesia LIPI. Jakarta. Hlm.:260-268. Water-soluble seaweed extracts mo- Hamzah, M.S. 2015. Sintasan dan pertum- dulate therespiratory burst activity of buhan anakan siput mata bulan turbot phagocytes. Aquaculture, 229: (Turbo chrysostomus L.) pada kon- 67-78. disi suhu yang bebeda. J. Ilmu dan Dwiono, S.A.P. dan P.C. Makatipu. 1997. Teknologi Kelautan Tropis, 7(1):299- Percobaan pembenihan Turbo chry- 308. sostomus L. (Moluska: Gastropoda). Hayakawa, J., T. Kawamura, S. Ohashi, T. Seminar Kelautan LIPI-UNHAS. Horii, and Y. Watanabe. 2010. Im- Hlm.:115-120. portance of epiphytic diatoms and Effendie, M.I. 1979. Metode biologi perika- fronds of two of red algae as nan cetakan pertama. Yayasan Dwi diets for juvenile Japanese turban Sri. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. snail Turbo cornutus. J. of Shell fish 112hlm. Research, 26(1):233-240. Foster, G.G. and A.N. Hodgson. 1998. Hayakawa, J., H. Kurogi, T. Kawamura, and Consumption and apparent dry mat- Y. Watanabe. 2013. Shelter effects of ter digestibility of six intertidal mac- coralline algal turfs: protection for roalgae by Turbo sarmaticus (Mol- Turbo cornutus juveniles from pre- lusca: : Turbinidae). dation by a predatory gastropod and Aquaculture, 167:211–227. wrasse. Fish Sci., 79:15-20. Hamzah, M.S., S.A.P. Dwiono, dan S. Hafid. Kikutani, K., H. Ohba, and H. Yamakawa. 2012. Studi pertumbuhan dan ke- 2002. Distribution and gut contents of langsungan hidup anakan siput aba- the Green Turbo marmoratus in lon tropis (Haliotis asinina) dalam Tokunoshima Island, Ryukyus (sout- bak beton pada kepadatan tebar ber- hern Japan). J. of Tokyo University of beda. J. Ilmu dan Teknologi Kelaut- Fisheries, 88:47-52. an Tropis, 4(2):191-197. Ramesh, R. And S. Ravichandran. 2008. Hamzah, M.S. 2012. Pengaruh warna bak Feeding biology with reference to pendederan terhadap pertumbuhan algal preferance and scanning elec- dan kelangsungan hidup anakan siput tron microscopy studies on the radu- abalon tropis (Haliotis asinina). Pro- la of Turbo brunneus. Trends in siding: Seminar Nasional kelautan applied Sciences Research, 3(2):189- Tahunan IX, hasil penelitian peri- 195.

296 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81 Hamzah

Rangka, N.A. dan E. Ratnawati. 2008. Ana- Sudjana. 1991. Desain dan analisis eksperi- lisis pengembangan kawasan pesisir men, Edisi III. Tarsito. Bandung. yang berbasis ekonomi dan berke- 415hlm. lanjutan. Dalam: Prosiding Seminar Yukihira, H.; J.S. Lucas, & D.W. Klump. Nasional Kelautan IV, Univ. Hang 2000. Cmparative effects of tempera- Tuah Surabaya. Hlm.:1-11. ture on suspension feeding and ener- Selck, H., J. Aufderheide, N. Pounds, C. gy budgets of the pearl oysters Pinct- Staples, N. Caspers, and V. Forbes. ada margaritifera and P. maxima. 2006. Effects of food type, feeding Marine Ecology Progress Series, 195: frequency, and temperature on juve- 179-188. nile survival and growth of Marisa Worthington, D.G. and P.G. Fairweather. cornuarietis (Mollusca: Gastropoda). 1989. Shelter and food : interaktions Invetebratae Biology, 125(2):106-116. between Turbo Undulatum (Archaeo- Susilowati, R., K. Sumantadinata. 2011. Ke- gastropoda : Turbinidae) and coralline ragaman genetik tiram mutiara seba- algae on rocky seashores in New gai informasi dasar untuk pemuliaan South Wales. J. Exp. Mar. Biol. Ecol., tiram mutiara. Dalam buku: Refleksi 129:61-79. Pengembangan Budidaya Kekerangan di Indonesia. M. F. Sugadi, I Nyoman Diterima : 23 April 2016 A. Giri, and D. Pringgenies (eds.). Direview : 8 Juni 2016 Badan Penelitian dan Pengembangan Disetujui : 25 Juni 2016 Kelaulatan dan Perikanan, Pusat Pe- nelitian dan Pengembangan Perika- nan Budidaya. Jakarta. Hlm.:53-67.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 297

298