<<

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71

GAMOLAN PEKHING LAMPUNG BARAT

Clarisa Jesika Korina Tm.H1 Tono Rachmad Pujo Hartono2 Hery Supiarza2 1, 2 Departemen Pendidikan Musik Fakultas Pendidikan Seni dan Desain Universitas Pendidikan email: [email protected]

ABSTRAK Gamolan Pekhing merupakan salah satu alat musik khas Lampung yang terbuat dari bambu dan dikenal juga dengan sebutan 'cetik' oleh masyarakat Lampung. Sebagai salah satu wujud kebudayaan lisan turun-temurun masyarakat, Gamolan Pekhing dimainkan saat acara adat dan saat ini sering dikolaborasikan dengan alat musik lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bahan baku, proses dan hasil dari pembuatan Gamolan Pekhing Lampung Barat. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang berlokasi di Way Empulu Ulu, Kabupaten Lampung Barat dan Zairi sebagai narasumber utama. Ditemukan bahwa Gamolan Pekhing buatan Zairi ini menggunakan jenis bambu betung dan hijau sebagai bahan baku utama serta menggunakan tali nilon. Proses pembuatan meliputi penjemuran, pemotongan, penghalusan, pengecatan, pelarasan dan perakitan. Hasil dari pembuatan Gamolan Pekhing yang terdiri dari tujuh bilah nada dengan laras Gimol. Penelitian ini dapat digunakan sebagai standarisasi bagi masyarakat terutama perakit Gamolan Pekhing yang ada di Lampung Barat. Kata kunci: Gamolan Pekhing, Lampung Barat

ABSTRACT Gamolan Pekhing is one of Lampung's typical musical instruments made of bamboo and also known as 'cetik' by the people of Lampung. As a form of oral culture throughout the generations of society, Gamolan Pekhing is played during traditional events and often collaborated with other musical instruments. The purpose of this research is to find out the raw materials, processes and results of the manufacture of Gamolan Pekhing Lampung Barat. This study uses descriptive method with qualitative approach located in Way Empulu Ulu, West Lampung Regency with Zairi as the main interviewees. It was found that Zairi's Gamolan Pekhing uses bamboo and green as the main raw material and uses nylon rope. The manufacturing process includes drying, cutting, refining, painting, adjusting and assembly. The result of the manufacture of Gamolan Pekhing consisting of seven tone blades with Gimol barrel. This research can be used as standardization for the community, especially for Gamolan Pekhing assemblers in West Lampung. Keywords: Gamolan Pekhing, West Lampung

62

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71

PENDAHULUAN menyebutkan konon ceritanya pada abad ke-17 Bambu bukanlah hal yang asing bagi gamolan pekhing pada awalnya dibuat hanya masyarakat Indonesia, terutama masyarakat untuk kepentingan menghibur diri, dibuat oleh pedesaaan. Sejak dahulu bambu sudah digunakan bujang khapok/mekhanai tua atau bujang tua dari oleh leluhur kita sebagai bahan baku utama daerah Sekala Brak Kabupaten Lampung Barat. dalam pembuatan alat-alat kebutuhan sehari-hari, Kemudian berkembang pada masyarakat bahkan tak jarang dijadikan sebagai bahan baku menjadi alat berkomunikasi tradisional untuk utama dalam pembuatan alat musik tradisional berkumpul. yang berkembang di masyarakat Indonesia. Alat Saat ini pengrajin gamolan pekhing musik tradisi tersebut meliputi , begitu jarang ditemui dan hanya beberapa yang , karinding, tutuba, rindik dan masih aktif, sementara pengrajin lain jarang sebagainya. Tak jarang pula ditemukan berbagai memproduksi gamolan pekhing karena tidak inovasi baru mulai bermunculan terkait dengan adanya alasan untuk memproduksi alat ini. Selain pengembangan alat musik dari bambu, seperti itu juga kajian akademis mengenai organologi gitar dari bambu, biola bambu, drum bambu dan keseluruhan gamolan pekhing yang ada di sebagainya. Sehubungan dengan alat musik yang Lampung Barat jarang ditemukan. Maka dari itu terbuat dari bambu, penulis menemukan adanya peneliti mengkaji organologi gamolan pekhing alat musik asal Lampung yaitu gamolan pekhing. Lampung Barat buatan Zairi. Dalam penelitian Gamolan pekhing merupakan salah satu ini ditemukan bahan baku utama yang digunakan alat musik tradisional Lampung yang berasal dari yaitu bambu betung (Dendrocalamus asper) dan kerajaan adat Paksi Pak Sekala Brak, Kabupaten bambu hijau (Gigantochloa atter). Proses Lampung Barat. Menurut hasil penelitian Prof. pembuatan meliputi penjemuran, pemotongan, Margaret J. Kartomi pada tahun 1983 (dalam penghalusan dan pengecatan, serta pelarasan dan Yamin, 2018:6) gamolan pekhing ini perakitan yang termasuk ke dalam hasil dari diperkirakan sudah ada sejak ratusan tahun yang pembuatan gamolan pekhing yang terdiri dari lalu. Sumerta (2012, hlm. 21) mengungkapkan tujuh bilah nada dengan laras Gimol. Penelitian bahwa gamolan pekhing dari etimologi kata ini juga menyertakan perhitungan bilah nada terdiri atas kata gamolan dan pekhing. Gamolan gamolan pekhing yang dikaji menurut teori berasal dari kata “gimol” atau “megimol” yang overtone series guna pelarasan kedepannya oleh memiliki arti suara gemuruh dari ruas-ruas para pengrajin gamolan pekhing. bambu yang mengalami gesekan yang disebabkan oleh tiupan angin. Pekhing atau METODE pering merupakan bahasa Lampung dari kata Penggunaan pendekatan kualitatif bambu. Namun sebagian besar seniman dengan metode deskriptif. Penelitian ini Lampung mengenal alat musik ini dengan istilah dilakukan dalam beberapa tahapan meliputi studi ‘cetik’ yang diperkirakan tercetus karena pendahuluan, perencanaan penelitian, studi mewakili bunyi yang dihasilkan oleh gamolan lapangan dan analisis data. Sebagai langkah pekhing sendiri, yaitu suara ‘tik’. awal, peneliti melakukan studi pendahuluan yang Gamolan pekhing jika dikaji secara meliputi kegiatan survei dan observasi awal. kebudayaan merupakan wujud kebudayaan seni Survei dilakukan untuk mencari tahu keberadaan hasil ciptaan manusia dalam bentuk alat musik pengrajin serta beberapa informasi umum yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya mengenai gamolan pekhing melalui beberapa menyatakan rasa keindahan. Hal tersebut dapat pemain dan jurnal atau buku yang ada di dilihat dari sejarah terciptanya gamolan pekhing Perpustakaan Daerah Liwa. Seluruh informasi dalam Yamin (2018, hlm. 15), yang yang didapat mengarahkan peneliti kepada Zairi,

63

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71 yaitu seorang pengrajin dan pemain gamolan pendekatan kualitatif. Model ini dilakukan dalam pekhing yang aktif di Sanggar Seni Setiwang, dua tahap, yaitu analisis data saat proses Lampung Barat. Setelah itu peneliti melakukan pengumpulan dan setelah data terkumpul. observasi awal dengan mengunjungi kediaman Zairi dan menanyakan kesediaannya sebagai narasumber utama dalam penelitian ini. Setelahnya peneliti melakukan perencanaan penelitian dengan mempersiapkan setiap keperluan yang akan dibutuhkan pada tahap selanjutnya. Proses penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu lokasi pembuatan alat musik gamolan pekhing dan lokasi pencarian bambu. Lokasi pertama, yaitu Gambar 1. Model Sirkuler Nasution tempat pembuatan berlangsung di pekon Way (Sumber: Buku “Metodologi Penelitian”) Empulu Ulu, kecamatan Balik Bukit, kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. Sedangkan dari sisi analisis data setelah Selanjutnya adalah studi lapangan di data terkumpul, Nasution membagi proses mana peneliti mengumpulkan data dengan analisis data menjadi tiga langkah. Langkah beberapa teknik yang digunakan dalam pertama adalah reduksi data dengan memilah pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, data, mengolah kembali data yang dianggap dokumentasi dan studi literatur. Obsevasi penting membuang data yang tidak diperlukan dilakukan pada seluruh proses pembuatan untuk memudahkan peneliti dalam mencapai gamolan pekhing diikuti dengan wawancara. Wawancara dilakukan secara terstruktur dan tujuan penelitian. Setelah dilakukan reduksi data, tidak terstruktur dengan narasumber secara langkah selanjutnya adalah proses display data langsung untuk mendapatkan data yang atau penyajian data, meliputi pengumpulan setiap diharapkan serta mengorek informasi mengenai hasil pengumpulan data yang didapat setelah proses-proses pembuatan gamolan pekhing. melakukan observasi, wawancara, dokumentasi Kemudian dokumentasi dilakukan selama dan studi literatur yang saling berhubungan satu observasi dan wawancara berlangsung dengan sama lain. Proses ini dilakukan dengan tujuan mengambil foto, video dan rekaman audio memperkuat hasil reduksi data sehingga bisa sebagai bukti dan juga digunakan sebagai mendapatkan kesimpulan data yang diinginkan. pembantu dalam pengolahan data penelitian. Proses terakhir dalam analisis data adalah Selain sumber manusia, peneliti mengumpulkan penarikan kesimpulan dari setiap data yang telah data yang bersumber dari berbagai referensi direduksi dan disajikan. Dilanjut dengan secara ilmiah yang dapat verifikasi atau pemeriksaan kembali data dipertanggungjawabkan seperti buku cetak, e- book, jurnal, bahkan skripsi yang menyangkut lapangan dan hasil studi literatur dengan gamolan pekhing untuk menunjang penelitian meminta pertimbangan dari beberapa pihak yang ini. berkenaan dengan penelitian ini untuk Saat proses pengumpulan dan mendapatkan data terbaik yang akan menjadi terkumpulnya data, analisis data merupakan hasil utama dari penelitian kajian organologi tahap terpenting untuk mendapatkan hasil dan gamolan pekhing Lampung Barat buatan Zairi. kesimpulan yang terbaik. Satori & Komariah (2013, hlm. 217) menuliskan analisis data model sirkuler Nasution dalam pengolahan data dengan

64

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71

HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pelarasan dan perakitan dilakukan Temuan secara bersamaan oleh Richad Sambera, S.Sn. Dari setiap proses pengumpulan data Hal ini dikarenakan pelarasan bilah nada harus yang dilakukan, diketahui bahwa gamolan dilakukan berkali-kali dalam posisi tergantung di pekhing menggunakan dua jenis bambu. Jenis atas tali nilon yang sudah dipasang pada pertama yaitu bambu betung (Dendrocalamus tabung/baluk untuk sementara. Berikut ini asper) digunakan pada bagian untuk bagian merupakan alat dan bahan yang dibutuhkan bilah, ganjal/lambakan, pemukul dan lidi pengait dalam proses finishing. dan bambu hijau (Gigantochloa atter) untuk Alat Jumlah Bahan Jumlah bagian tabung/baluk. Kriteria yang digunakan Palu 1 Bilah nada 14 dalam pemilihan bahan baku adalah bambu yang Cutter 1 Tabung 1 sudah dalam keadaan mati berdiri (mati temegi). Golok 1 Ganjal 2 Berikut merupakan bagian-bagian dari gamolan kecil tajam pekhing. Dalam hal ini bambu diambil dari Paku 2cm 6 Lidi pengait 14 ladang terletak di di jl. Jendral Sudirman Tali nilon 2 (belakang SD Negeri Padang Dalom), pekon 800mm Padang Dalom, kecamatan Balik Bukit, Tabel 1. Alat dan Bahan kabupaten Lampung Barat. Richad memulai perakitan pada bagian tabung/baluk dan kaki. Beliau menyatukan bagian kaki dan tabung/baluk dengan memaku keduanya secara bersamaan. Kedua kaki diletakkan tepat di bawah ujung masing-masing lubang bagian atas tabung/baluk. Richad menggunakan tiga paku pada masing-masing kaki agar menempel kuat dan membuat gamolan pekhing berdiri stabil atau tidak bergoyang- goyang. Selanjutnya adalah pemasangan kedua ganjal yang diletakkan di atas lubang tabung/baluk, tepatnya di kedua ujung lubang. Gambar 2. Bagian-bagian gamolan pekhing Selanjutnya seutas tali nilon dipasang sementara (Sumber: Clarisa Jesika, 2020) melalui empat lubang kecil yang ada pada tabung/baluk, lalu ikat sementara untuk menjadi Proses pembuatan gamolan pekhing sanggahan bilah dalam pelarasan. Richad (2020) diawali dengan penebangan bambu yang mengatakan idealnya gamolan pekhing dilakukan pada siang hari, dilanjut dengan menggunakan tali nilon ukuran 1000 mm, namun pemotongan setiap bambu menjadi bilah-bilah dapat diganti dengan dua utas tali nilon ukuran dan tabung yang akan dijemur di bawah loteng. 800 mm. Langkah selanjutnya adalah pembuatan setiap bagian gamolan pekhing yang meliputi kegiatan pemotongan, penghalusan dan pengeboran. Kemudian dilanjut dengan proses pengecatan dan menjemur setiap bagian di bawah terik matahari. Lalu proses terakhir (finishing) adalah proses pelarasan dan perakitan.

65

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa untuk menaikkan nada, bagian yang dikikis adalah kedua ujung sisi bawah bilah. Dan sebaliknya, untuk menurunkan nada, bagian yang dikikis adalah tengah bawah bilah nada. Pengikisan ini dilakukan secara perlahan dan Gambar 3. Tampilan hasil rakit sementara hati-hati agar suara yang dihasilkan tidak (Sumber: Clarisa Jesika, 2020) melebihi nada yang seharusnya. Apabila terjadi, hal yang dapat dilakukan adalah mengikis bagian Ketujuh bilah selanjutnya disusun rapi di bawah dengan cutter. Contohnya seperti jika atas tali nilon untuk melakukan proses pelarasan. sebuah bilah menghasilkan nada yang terlalu Untuk membantu proses pelarasan, Richad tinggi dari yang seharusnya, maka bagian tengah menggunakan salah satu gamolan pekhing yang bilah dapat dikikis menggunakan cutter dan ada di Sanggar Seni Setiwang sebagai acuan. begitu pula sebaliknya. Gamolan pekhing memiliki tujuh bilah nada Setelah setiap bilah nada menghasilkan dengan nada dasar G. Alat musik ini terdiri dari nada yang benar, perakitan kembali dilanjutkan. nada 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 5 (sol), 6 (la), 7 (si) Utas tali nilon yang sebelumnya belum terpakai dan I (do oktaf tinggi). Teknik pelarasan mulai dipasang ke tujuh bilah nada dan dengan dilakukan dengan mengikis sisi bawah bilah nada bantuan 14 lidi pengait. Pengait tersebut menggunakan golok yang tajam. Berikut ini diselipkan pada tali nilon yang menyembul di gambaran pengikisan bilah nada gamolan permukaan bilah melalui lubang yang ada pada pekhing. bilah nada. Dalam proses ini tali nilon dipilin agar melekat kepada tali nilon yang sbeelumnya sudah terpasang. Setelah seluruh bilah nada terpasang, tali nilon kembali diikat mati dan gamolan pekhing siap dipakai.

Gambar 5. Hasil akhir gamolan pekhing (Sumber: Clarisa Jesika, 2020)

Pembahasan Seperti yang telah disebutkan pada temuan, gamolan pekhing buatan Zairi terbuat Gambar 4. Sisi bawah bilah yang akan dikikis. dari dua jenis bambu yaitu bambu betung (Sumber: Clarisa Jesika, 2020) (Dendrocalamus asper) digunakan pada bagian

66

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71 untuk bagian bilah, ganjal/lambakan, pemukul Selain panjang bilah, ketebalan bilah dan lidi pengait dan bambu hijau (Gigantochloa menjadi pengaruh dalam pelarasan gamolan atter) untuk bagian tabung/baluk. Dalam pekhing. Asep (2021) menuturkan hal ini terkait penelitiannya, Sumerta (2012, hlm. 22) dengan bagaimana volume yang berkaitan menyebutkan bahwa keseluruhan gamolan dengan tinggi x panjang x lebar dari sebuah pekhing terbuat dari satu jenis saja yaitu bambu benda mempengaruhi bunyi yang dihasilkan. betung. Namun untuk buatan Zairi menjadi Sebagaimana yang tertulis dalam temuan, bagian mengganti bambu betung dengan bambu hijau di bawah bilah dikikis untuk melakukan pelarasan. bagian tabung/betung dengan alasan ukurannya Teknik pelarasan ini sama dengan yang yang lebih kecil sehingga dapat dibawa oleh dilakukan pada pelarasan alat musik pemain dengan mudah. Menurut analisis peneliti, lainnya. Dalam Arta (2019, hlm. 17) dituliskan bambu betung baik untuk digunakan sebagai bagaimana cara pelarasan dalam alat musik bahan baku bilah nada karena memiliki ketebalan gambang dalam tabel di bawah ini. yang pas untuk sebuah bilah agar dapat dilaraskan dengan cara yang tertulis sebelumnya. Tujuan Cara melaras Untuk bambu hijau, selain alasan praktis, peneliti Menaikan nada Diserut atau menemukan bahwa ketebalan dinding bambu pada bilah diamplas pada hijau tidak setebal bambu betung sehingga dapat gambang bagian ujung bilah, membantu proses resonansi yang terjadi pada jika masih tabung/baluk. Beberapa hal di atas didukung memungkinkan dengan penelitian yang menemukan bahwa hanya diserut atau diameter bambu hijau pada bagian pangkal diamplas pada adalah 5,4–8,7 cm dan bagian ujung sekitar 4,2- bagian sisi samping 6,1 cm dengan ketebalan batang 21–40 mm. bilah. Sedangkan bambu betung bagian pangkal Menurunkan nada Diserut atau berukuran 14,5–18,5 cm serta diameter pada pada bilah diamplas pada bagian ujung 5–6 cm dengan ketebalan dinding gambang bagian permukaan batang 8 mm. (Putro & Murningsih, 2014; bilah, jika sudah Sutardi dkk., 2015) tidak Selain itu juga terdapat pergantian bahan memungkinkan baku pada tali nilon. Sumerta (2012) diserut pada seluruh menyebutkan bahwa gamolan pekhing terdahulu permukaan bilah, menggunakan rotan. Namun Zairi menggantinya maka diserut pada dengan tali nilon dengan alasan lebih kuat dan bagian tengah memang tali nilon lebih mudah ditemukan saat bawah bilah. ini. Tabel 2. Cara melaras bilah gambang Proses pembuatan gamolan pekhing dilakukan dengan melakukan perhitungan yang Nada dasar dari tangga nada dalam sudah ditetapkan, terutama pada bagian gamolan pekhing adalah g. Richad (2020) pemotongan dan pembuatan lubang bilah. Setiap menuturkan bahwa asal mula nada dasar g tidak panjang bilah diberi selisih 1,5 cm yang nantinya diketahui waktu pastinya namun diperkirakan akan mempengaruhi tinggi rendahnya nada. sudah sejak tahun 90’an. Merujuk pada tulisan Bilah panjang menjadi nada terendah dan terus Yamin (2018) yang mengatakan bahwa dahulu berurutan hingga bilah terpendek menjadi nada gamolan pekhing ada yang memiliki enam nada tertinggi. dan tujuh nada. Gamolan pekhing dengan enam nada terdiri dari nada 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 5 (sol),

67

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71

6 (la), 7 (si). Sedangkan yang bertangga nada tujuh adalah nada 1 (do), 2 (re), 3 (mi), 4 (4), 5 Dari gambar di atas, dapat disimpulkan (sol), 6 (la), 7 (si). Prof. Margaret J. Kartomi bahwa susunan nada yang ada pada gamolan (dalam Yamin, 2018:20) memperkirakan tangga pekhing adalah 1 (do) = g1, 2 (re) = a1, 3 (mi) = nada ini mengacu pada tangga nada China (1 2 3 b1, 5 (sol) = d2, 6 (la) = e2, 7 (si) = fis2, dan i (do 4 5), sedangkan nada 7 (si) dan 4 (fa) adalah nada oktaf) = g2. Dalam hal ini ditemukan relasi kwint tambahan. Maka dari itu tangga nada musik dan oktaf jika merujuk kepada teori overtone Lampung disebut juga tangga nada pentatonik series. Kristianto (2008, hlm. 13) menuliskan yang bisa memainkan tangga nada pentatonik overtones merupakan frekuensi-frekuensi dasar anhemitonis dan tangga nada hemitonis. Prier yang merupakan kelipatannya di atas frekuensi (dalam Yamin, 2018:21) menyebutkan tangga dan kandungan frekuensi. Teori overtones series nada pentatonik anhetomis memiliki arti tangga ini dapat dilakukan untuk penghitungan nada tanpa setengah nada, seperti do-re-me-sol- frekuensi suatu nada. Dalam buku Ilmu la, sedangkan pentatonik hemitonis dengan nada Pengetahuan Populer Jilid 5; Ilmu Fisika, Biologi mi-fa-sol-si-do. Namun gamolan pekhing yang Umum (1984, hlm. 82) dituliskan penghitungan dikembangkan adalah gamolan pekhing tanpa frekuensi suatu nada dengan perbandingan: nada 4 (fa). Mengenai pengaruh China terhadap “...unison atau berbareng (1/1), oktaf (2/1), tangga nada gamolan pekhing mungkin saja perlima (3/2), perempat (4/3), pertiga mayor terjadi karena letak geografis Provinsi Lampung (5/4) dan perenam mayor (5/3).” menjadi perlintasan budaya antar etnis di Maka dari itu peneliti melakukan Indonesia. Menurut Hidayat (dalam Yamin, penghitungan frekuensi sebagai ukuran yang 2018:19) lintasan dan persentuhan itu ialah dapat digunakan dalam pelarasan gamolan antara lain pengaruh dari India, China, Arab, pekhing. Penghitungan frekuensi tiap nada Inggris, Portugis, Belanda, serta dari Nusantara dilakukan dengan menggunakan teori Diketahui antara lain Samudera Pasai, Sriwijaya, bahwa a1 = 440 Hz. Maka harus ditemukan Pagaruyung, Banten, Mataram dan Majapahit. frekuensi dari nada g1, b1, d2, e2, fis2, dan g2. Jika dikaji melalui kebudayaan maka gamolan Pertama-tama peneliti akan mencari frekuensi pekhing merupakan salah satu hasil dari dari e2 karena nada tersebut merupakan kwint akulturasi antara budaya suku Lampung dengan dari nada a1. Untuk menemukan frekuensi kwint kebudayaan China yang dapat dilihat dari dari sebuah nada yang diketahui, maka perkembangan tangga nada pada gamolan diperlukan rumus seperti di bawah ini. pekhing. Saat ini para praktisi dan akademisi seniman tradisi Lampung sepakat untuk 3 menamai tangga nada ini dengan Laras Gimol. × 푓 = 푘푤푖푛푡 Dalam pelarasan, Richad menggunakan gamolan 2 pekhing yang ada sebagai acuan. Lalu peneliti menemukan bahwa g yang ada pada gamolan 푓 merupakan frekuensi dari nada yang pekhing buatan Zairi merupakan g1 (g oktaf 1). diketahui sebelumnya yaitu a1=440 Hz. 3 × 440 퐻푧 = 660 퐻푧 2

Maka e2=660 Hz. Selanjutnya adalah 1 Gambar 6. Nada-nada gamolan pekhing jika menemukan frekuensi dari nada b . Namun ditranskrip ke dalam notasi balok sebelum itu harus ditemukan frekuensi dari nada 2 (Sumber: Clarisa Jesika, 2021) b karena nada tersebut merupakan kwint dari e2,

68

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71 dan dihitung dengan rumus yang sama. Setelah a1 440 Hz itu untuk menemukan b1, frekuensi dari b2 harus dibagi 2 karena melakukan penurunan sebanyak b1 495 Hz satu oktaf. 2 d 586,67 Hz 3 2 × 660 퐻푧 = 990 퐻푧 e 660 Hz 2 990 퐻푧 fis2 742,5 Hz = 495 퐻푧 2 g2 782,23 Hz Dilanjut dengan mencari frekuensi dari Tabel 3. Jumlah frekuensi nada pada gamolan 2 1 nada fis yang merupakan kwint dari b masih pekhing dengan menggunakan rumus yang sama. Peneliti kembali membandingkan hasil 3 × 495 퐻푧 = 742,5 퐻푧 penghitungan dengan ukuran yang ada pada 2 garpu tala yang lebih akurat. Pada permukaan garpu tala tertulis frekuensi nada tersebut. 2 Selanjutnya adalah mencari nada d Namun tidak begitu terlihat pada kamera, maka 1 dengan pendekatan kwart dari nada a . Rumus peneliti menuliskan kembali frekuensi dari yang digunakan adalah seperti yang di bawah ini. masing-masing garpu tala.

4 × 푓 = 푘푤푎푟푡 3

4 × 440 퐻푧 = 586,67 퐻푧 3

Lalu untuk menemukan nada g2 masih menggunakan rumus yang sama karena g2 merupakan kwart dari nada d2.

4 × 586,57 퐻푧 = 782.23 퐻푧 3

Terakhir, untuk menemukan nada g1 hanya perlu membagi dua hasil dari g2 karena melakukan penurunan sebanyak satu oktaf.

782.23 퐻푧 = 391,12 퐻푧 2

Hasil dari frekuensi tiap nada dikumpulkan pada tabel berikut. Gambar 7. 12 Garpu Tala disertai ukuran

frekuensi nada 1 g 391,12 Hz (Sumber: Clarisa Jesika, 2021)

69

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71

Selanjutnya peneliti membuat selisih terikat. Oleh tabung/baluk, getaran diubah antara jumlah penghitungan frekuensi menjadi gelombang yang kemudian disebarkan menggunakan teori overtone series dengan garpu ke udara terbuka di sekitar gamolan pekhing. tala yang dipaparkan pada tabel berikut ini. Jika Tugas dari tabung/baluk adalah sebagai selisih kurang dari 20 Hz, maka frekuensi amplifikasi atau yang memperbesar volume tersebut masih terhitung benar karena maksimal suara, sama seperti resonator pada gitar. Hingga keakuratan dari perbandingan frekuensi akhirnya gelombang bunyi tersebut tertangkap maksimal 20 Hz. oleh indra pendengaran manusia dalam frekuensi-frekuensi tertentu. Dalam proses (Frekuensi penerimaan bunyi ini manusia membedakan Nada Garpu Tala) Hasil warna suara atau timbre yang disebabkan oleh pada – Selisih material dari alat musik tersebut yang kemudian gamolan (Perhitungan Frekuensi menjadi karakter suara dari alat musik gamolan pekhing Frekuensi (Hz) pekhing. (Arnold, 1983; Giancoli, 2001; Peneliti) Rohman, 2010) 391,99 - g1 0,87 391,12 KESIMPULAN a1 440 - 440 0 Gamolan pekhing merupakan warisan b1 493,88 - 495 1,12 budaya leluhur asal Lampung yang sudah 587,33 - mengalami berbagai perubahan dari segi d2 0,66 586,67 organologi seiring berjalannya waktu. Namun hal tersebut tidak mengurangi ciri khas dari e2 659,25 - 660 0,75 gamolan pekhing sebagai alat musik khas fis2 739,99 - 742,5 2,51 Lampung. Saat ini gamolan pekhing masih terus 783,99 - membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah g2 1,76 782,23 terutama masyarakat setempat sebagai upaya Tabel 4. 12 Selisih frekuensi nada pelestarian. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat membantu bahkan Dari tabel di atas dapat disimpulkan menciptakan lebih banyak pengrajin gamolan bahwa seluruh perhitungan frekuensi dengan pekhing. Juga diharapkan bisa menjadi rujukan menggunakan teori overtone series tergolong dan dikembangkan oleh peneliti selanjutnya atau sama akurat dengan pengukuran menggunakan bahkan oleh peneliti sendiri serta menjadi bahan garpu tala. Pengukuran frekuensi ini guna ajaran bagi pelajar yang mempelajari serta membantu standarisasi pelarasan bilah-bilah mendalami musik tradisional dan ilmu nada gamolan pekhing kelak. organologi. Proses terakhir yaitu hasil penelitian yang ditinjau dari segi akustik dan organologi. DAFTAR PUSTAKA Gamolan pekhing termasuk ke dalam klasifikasi Arnold, D. (1983). The New Oxford Companion alat musik idiofon, yaitu yang sumber bunyinya to Music. Oxford University Press. berasal dari tubuh alat musik itu sendiri. Proses Arta, P. W. (2019). PERAKITAN GAMBANG bunyi pada gamolan pekhing berawal dari energi KAYU VERSI SUDONO SEBUAH kinetik yang dihasilkan oleh manusia melalui KAJIAN ORGANOLOGIS. Computers in pemukul, kemudian menyebabkan getaran pada Human Behavior, 63(May), 9–57. bilah nada. Setiap getaran tersebut dirambatkan http://dx.doi.org/10.1016/j.chb.2016.05.00 oleh tali nilon yang tergantung dengan bantuan 8 ganjal, menuju tabung/baluk di mana tali nilon Giancoli, D. (2001). Fisika Jilid 2. Erlangga.

70

SWARA – Jurnal Antologi Pendidikan Musik Vol. 2 No. 1 (2021) hal. 62 - 71

Ilmu Pengetahuan Populer Jilid 5; Ilmu Fisika, Penelitian. Alfabeta. Biologi Umum. (1984). Groiler Sumerta, W. (2012). Gamolan Pekhing: Musik International, Inc. Bambu Dari Sekala Brak. SEKELEK Kristianto, H. (2008). Pengantar Ilmu Akustik Institute Publishing House. Suara, Getaran, dan Pendengaran. Sutardi, S. R., Nadjib, N., Muslich, M., Jasni, Putro, D. S., & Murningsih, J. (2014). Sulastiningsih, I. ., Komaryati, S., Suprapti, Keanekaragaman jenis dan pemanfaatan S., Abdurrahman, & Basri, E. (2015). bambu di Desa Lopait Kabupaten Informasi Sifat Dasar dan Kemungkinan Semarang Jawa Tengah. Jurnal Biologi, Penggunaan Sepuluh Jenis Bambu. In 3(2), 71–79. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Rohman, H. (2010). Upaya meningkatkan hasil Hutan Badan Penelitian, Pengembangan belajar peserta didik dengan menggunakan dan Inovasi Kementerian Lingkungan metode pemberian tugas pada mata Hidup dan Kehutanan. pelajaran fisika materi pokok usaha dan Yamin, S. (2018). Notasi Pembelajaran Musik energi kelas VIII C semester 2 MTs Tradisional Gamolan Pekhing Sekala Brak Miftahussalam 1 Demak tahun ajaran Lampung. AURA (Anugerah Utama 2009/2010. IAIN Walisongo. Raharja). Satori, D., & Komariah, A. (2013). Metodologi

71