sejarah RRI

Latar Belakang Perlunya RRI Tual

Memenuhi Kebutuhan dan Kepentingan Daerah :

Tual adalah Kota pusat penyelenggara tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, Ibu Kota Kabupaten Tenggara, Propinsi Maluku. Kota yang terletak dikecamatan Kei kecil, diantara dua pulau yaitu Kei kecil dan P. Kaidullah diposisi antara 132 0 BT dan 5 0 LS, mempunyai wilayah kecamatan sebanyak 416 Desa dan 8 kelurahan. Penduduknya berjumlah 283.534 jiwa dengan penyebaran yang tidak merata, dalam rangkaian kepulauan yang memisahkan satu dengan kecamatan yang lainnya, juga antara satu desa / kelurahan didalam satu kecamatan dengan desa / kelurahan lainnya.

Dari segi hubungan fisik (transportasi), kabupaten Maluku Tenggara yang memiliki pulau terbanyak 432 buah diantara 4 kabupaten dan 1 kota di provinsi Maluku pada saat itu, masih tetap mengandalkan tranportasi laut (kapal motor / perahu layar) untuk menghubungkan kecamatan yang terletak di utara ( Kei kecil dan Kei besar) sampai pada kecamatan P. P terselatan (Pilau Wetar), Kecamatan Serwaru, Kecamatan Pp. Aru, Kecamatan Tanibar Utara dan Tanibar Selatan serta kecamatan Pp. Babar walaupun waktu itu sudah ada penerbangan ( F.27, Twin Otter, Casa ) milik MNA, yang membagi rute Ambon – Tual, namun sering kali jadwal penerbangan tidak memberikan kepastian, sehingga masih menimbulkan kekecewaan masyarakat pengguna jasa penerbangan. Jarak antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya yang dipisahkan oleh lautan yang sangat berjauhan satu sama lainnya, apabila dibandingkan dengan kondisi kepulauan Riau dan atau kondisi kepulauan disekitar provinsi Sulawesi Tenggara juga dengan provinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat.

Kondisi yang demikian, hingga memasuki PJPT II, tahun I Pelita VI, masih dirasakan sangat sulit, penuh Tantangan dan Hambatan menunjang kelancaran komunikasi dan penyebaran informasi,khususnya melalui media massa,cetak maupun elektronika,bagi kepentingan pemerintah dan pembangunan yang di laksanakan oleh Pemerintah Daerah,Kabupaten Dati II Maluku Tenggara. Informasi aktual, yang di harapkan secepatnya diterima di seluruh masyarakat di kawasan itu di salurkan ke Stasiun RRI Regional I Ambon (Ibu Kota Propinsi Maluku), yang juga hingga saat ini karena kondisi sarana pemancar, belum mampu menjangkau seluruh Propinsi. Di samping hambatan prosedur penyaluran informasi RRI Ambon, melalui prosesing yang menyita waktu, menyebabkan informasi yang diterima masyarakat menjadi terlambat. Terlambatnya informasi, menyebabkan terlambatnya pula aktifitas, hal mana masih sering di jumpai fenomena keterlambatan, “keterbelakangan” masyarakat Maluku Tenggara pada umumnya.

Tidak terbilang keterbelakangan di bidang Ilmu pengetahuan dan Teknologi (pertanian, perikanan, dsb), secara tidak langsung menciptakan “ke-tertinggal-an”/”ke-miskin-an”, walaupun potensi alam sesungguhnya menunjang. Dari Sumber BAPEDA TKT. I PROPINSI MALUKU (SK.GKDH Tkt. I Maluku Nomor 146/sk/384/1992) dapat dibandingkan dari seluru desa di Prpinsi Maluku yang berjumlah 1.511 buah, kabupaten Maluku Utara dengan 592,desa miskin sebanyak 281 (47,47%), kabupaten halmahera tengah 104 desa, dengan desa miskin sebanyak 33 (31,37%), kabupaten maluku tengah 348 desa, dengan desa miskin 158 (45,40%). Kotanya 43 desa dan tidak satupun di katagorikan miskin (0%) sementara yang tertinggal adalah kabupaten maluku tenggara dengan 424 desa, jumlah desa miskinnya 430 (80,8%) dengan jumlah penduduk miskinnya diantara 283. 534.jiwa, sebanyak 189.039 Jiwa (66,67%). Untuk keluar dari kesulitan tersebut, penduduk cenderung mengadu nasib dan mencari kehidupan di kota-kota besar sekitarnya (urbanisasi seperti ke ambon, dilli (tim-tim) dll walaupun ada yang tidak permanen ( musiman )

TVRI yang pada decade tahun 80-an membangun beberapa stasiun releynya di kecamatan konsentrasi penduduk, belum mampu mengatasi permasalahan, mengingat sistim siaran terpusat (reley siaran TVRI PUSAT –JAKARTA), yang belum menyajikan informasi yang sangat di perlukan/dibutuhkan masyarakat setempat.di samping siarannya belum menyebar merat,keseluruhan kawasan kabupaten maluku tenggra. Penyebaran media cetak, berupa koran masuk desa, belum mampu mengatasi permasalahan. Terdorong oleh kendala yang berkelanjutan dimana pemerintah daerah sangat sulit keluar kemelut hambatan, didalam pelaksanaan komunikasi dan penyebaran informasi untuk mendirikan stasiun radio produksi dan penyiaran yang apa bila mungkin, bahkan hadirnya stasiun RRI TUAL. Gagasan yang di sambut atusias pihak DPRD TGT.I dan tokoh-tokoh masyarakat setempat di salurkan melalui pemerintah tingkat I Propinsi Maluku DPRD Tingkat I Maluku, dan di programkan di dalam rencana pembangunan Daerah melalui BAPEDA Tingkat I Maluku.

Pendekatan-pendekatan formal yang di lakukan Pemda Tingkat II Maluku Tenggara ke Departemen Penerangan sampai dengan pelita nke -4 Repelita (PJPT), dan setiap tahunnya melalui kegiatan konsultasi pembangunan oleh Bapeda Tingkat I Maluku Ke BAPENAS belum membuahkan hasil.

RPD Cikal Bakal RRI Tual. Perjuangan menghadirkan RRI di Tual di ajukan oleh Bupati berikutnya, kol. Pol. Damiri dengan memberikan alternatif, yaitu apabila Pemerintah Pusat belum mungkin mendirikan RRI, akan diupayakan berdirinya Radio Pemerintah Daerah (RDP) dengan mengharapkan personil, sarana prasarana dibina oleh RRI (Direktorat Radio). Maka dipenghujung tahun 1970-an, hadirlah RPD Cikal Bakal RRI di Kota Tual dengan pemancar berkekuatan 500 watt bantuan RRI (Direktorat Radio), training singkat personil teknik dan siaran RRI Ambon.

Keberadaan RPD, masih tetap belum memuaskan Pemda setempat, mengingat daya jangkau pemancar belum seperti yang diharapkan. Disamping biaya exploitasi, maintenence, dan operasional cukup tinggi, dibanding dengan siaran yang dihasilkan tidak memadai. Kehadiran RPD, tidak ada lagi dapat di pertahankan, sehingga pada akhirnya berada pada kondisi “ hidup segan, matipun enggan “.

Diakhir tahun 1980, menjelang tahun 1990 konsisten perjuangan dari satu Bupati ke Bupati berikutnya untuk menghadirkan RRI nampaknya tidak pernah surut, terus diperjuangkan dengan gigih, sehingga membuahkan hasil yang ditugaskannya tim survei RRI (Direktorat Radio) untuk mengadakan survei teknis tentang lokasi, dan kemungkinan (feasibility study), mendirikan RRI dikota Tual. Bupati KDH Tkt. II.

Upaya penerangan melalui siaran RRI Tual nantinya, diarahkan untuk mendorong masyarakat agar berorientasi kepada peningkatan kualitas manusia dan masyarakat di wilayah itu khususnya dengan mengembangkan iklim gemar ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tetap berpegang penuh kepada budaya bangsa, pada akhirnya akan lebih mempercepat masyarakat keluar dari permasalahan keterbelakangan, “ke-tertinggal-an”/”ke- miskin-an”. Siaran-siaran penerangan RRI Tual, diarahkan pula untuk mendukung pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesetiakawanan sosial, serta memantapkan semangat dan perilaku kekeluargaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Mengantisipasi kehadiran RRI Tual, Pemerintahan Daerah Tkt II Kabupaten Maluku Tenggara, memprogramkan penyebaran pesawat radio penerima keseluruh pelosok desa dengan dukungan dana bersumber dari APBD Tingkat II Maluku Tenggara, dan juga APBD Propinsi Maluku. Kesiapan ini terungkap dalam forum dengar pendapat komisi “D” DPRD Tingkat I provinsi Maluku dengan Kepala Stasiun RRI Regional I Ambon (E.C. Johones, BA) pada tanggal 27 April 1994, yang ikut membicarakan pelaksanaan pembangunan RRI Tual.

SIARAN PERDANA.

Maya Pranira

Bulan Desember 1995 dilakukan siaran uji coba selama 2 minggu di pemancar desa FAAN, menggunakan pemancar MW 1 Kw Merk Be dengan Frekuensi 7,65 dengan 1 Kw pemancar FM daya 100 W merek NEC. Karena studio masih dilakukan pekerjaan maka siaran dilakukan dipemancar dengan sistem stasiun coll menggunakan tape recorder direkam dan diputar langsung juga dilakukan siaran Mimbar Agama yang direkam oleh Reza Molle Kepala Stasiun pada waktu itu. Siaran RRI ditunjang dengan peralatan Diesel Genset 60 KVA yang dipasang di pemancar. Kemudian pada tanggal 11 September 1996 hari Radio yang ke- 51 Menteri Penerangan “HARMOKO” melakukan pengresmian secara terpusat untuk 3 stasiun RRI Tual, Lhoksumawe, dan Sungai Liat.

Reza Molle Kepala Stasiun RRI Sorong yang akan menduduki Kepala Stasiun melakukan himbauan kepada pegawai yang akan menduduki jabatan struktural RRI Tual melalui RRI Pusat Jakarta, untuk segera berkumpul di RRI Tual paling lambat akhir bulan Juni 1995. Setelah mendengar panggilan tersebut yang pertama tiba di RRI Tual adalah Justinus Somnaikubun dari RRI Fak-Sak, menyusul Djoko Tamtomo dari RRI Merauke sementara yang lainnya berkumpul bersama pejabat asal RRI Ambon dan dilakukan pelepasan oleh Kepala Stasiun RRI Ambon. Philips Betaubun yang tidak hadir pada waktu itu. Rombongan dari Ambon berangkat Ke Tual dengan menggunakan kapal penumpang KM. RINJANI diantar oleh karyawan / karyawati RRI Ambon rombongan tiba ditual pada tanggal 30 Juli 1995 jam 02.00 dini hari, dijemput J. Somnaikubun dan Djoko Tamtomo bersama satu orang tenaga bernama Petrus Somnaikubun kembali kekantor / studio untuk membawa barang- barang RRI Tual yang didatangkan rombongan dari Ambon.