Umum – Juara II – Dasasila Bandung #3
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Perkembangan Pola Pikir dan Kepribadian Wanita Asia-Afrika dalam Mewujudkan Kesetaraan melalui Ajang Miss Universe Oleh: Ulfah Mawaddah - Kategori Umum Berdasarkan Tema: Dasasila Bandung dan Relevansinya dengan Kehidupan Masa Kini Subtema: Mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil Pada 18 April 1955 Konferensi Asia Afrika (KAA) dibuka Presiden Soekarno di Gedung Merdeka, Bandung. Kini, Asia Afrika sudah memasuki 65 tahun. Pengalaman yang menimbulkan perasaan senasib dan sepenanggungan itu akhirnya melahirkan persatuan tindakan, yang berhasil mewujudkan solidaritas rakyat Asia dan Afrika yang lahir 65 tahun silam. Berdasarkan catatan sejarah Kementerian Luar Negeri RI, dikutip republika.co.id, Sabtu (18/4), diadakannya KAA tidak lain karena dilandasi oleh gagasan dari lima negara yakni Burma (Myanmar), India, Indonesia, Pakistan, dan Ceylon (Sri Lanka). Pertemuan ini melibatkan 24 negara lainnya dari Asia dan Afrika yang berlangsung selama sepekan (18-24 April 1955). Yang paling membanggakan, kini, setelah Arsip VOC, puisi kuno La Galigo, kitab Negarakertagama, dan Babad Diponegoro, kini giliran Arsip Konferensi Asia Afrika ditetapkan sebagai Warisan Ingatan Dunia (Memory of World). Berbicara mengenai Dasasila Bandung yang merupakan hasil kesepakatan dari dilangsungkannya Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955 tersebut, tentu tidak akan terlepas begitu saja dari isu-isu seputar kesetaraan gender yang bahkan masih diperjuangkan hingga sekarang. Tidak sedikit pula wanita di Indonesia, bahkan di Asia dan Afrika sekalipun, yang belum mendapatkan hak mereka yang seutuhnya. Sebagian dari mereka masih terjebak dalam pusaran human trafficking, 1 rasisme, peperangan tak berkesudahan, dan masih banyak lagi hambatan dalam mencapai title sebagai manusia merdeka. Puluhan tahun berselang sejak diselenggarakannya KAA, persoalan pelik semacam itu masih belum dapat terselesaikan secara holistik. Padahal, mengakui persamaan derajat semua ras serta persamaan derajat semua negara besar dan kecil, merupakan salah satu bagian penting yang termuat dalam Dasasila Bandung, yang seharusnya dalam kurun waktu tersebut sudah mampu terealisasikan, meskipun masih dalam skala parsial. Adapun mendapat perhatian lebih, menghilangkan isu rasisme masih sebatas dalam upaya yang perlu terus diperjuangkan oleh sejumlah satuan relawan, atau bahkan sebatas campaign di media sosial dengan menyertakan tagar tertentu sebagai bentuk dukungan, yang entah sampai kapan baru akan menemukan terang. Namun baru-baru ini, lebih tepatnya pada penghujung 2019, Miss Universe Organization di bawah lisensi IMG, mengadakan pemilihan ratu kecantikan dunia yang memang sebelumnya selalu diselenggarakan secara annual dengan lokasi yang berganti-ganti. Mengusung tema equality atau kesetaraan, ajang paling bergengsi bagi wanita tersebut dimenangkan oleh perwakilan dari Afrika Selatan, Zozibini Tunzi, yang pada akhirnya disematkan mahkota serta diberi gelar Miss Universe 2019. Semenjak terpilih sebagai pemenang di negara asalnya, Zozi, begitu ia akrab disapa, namanya sudah bolak-balik menjadi mega favorite di kalangan pageant lovers yang diprediksi akan membawa pulang mahkota kemenangan dari ajang Miss Universe tersebut. Setelah sebelumnya, pemenang mahkota utama hampir selalu didominasi oleh wanita berkulit putih yang berasal dari Eropa ataupun Amerika Latin. Zozi juga sekaligus mencatat sejarah sebagai wanita berkulit hitam pertama yang terpilih sebagai ratu kecantikan sejagat. Sebelum namanya terpilih sebagai pemenang, model asal Tsolo ini memberikan pidato yang menggetarkan dunia tentang stereotype dan makna kecantikan yang selama ini dikenal dunia. Ia cukup lantang berbicara terkait warna kulit dan sikap diskriminatif yang selama ini ia terima. Ia juga menyuarakan dukungannya untuk wanita-wanita muda agar tak terkungkung dalam stigma seperti itu. 2 Apabila dikaitkan pada konteks perpolitikan dunia, tentu hal tersebut adalah suatu kemajuan yang benar-benar signifikan. Bagaimana tidak, setahun sebelumnya pun, yaitu pada perhelatan Miss Universe 2018, jajaran semifinalis atau yang familiar dengan istilah Top 20, tidak hanya didominasi oleh representatif dari Eropa dan Amerika saja yang selama ini dikenal sebagai negara power house. Kontestan yang berasal dari Asia dan Afrika pun sudah mampu menunjukkan siapa mereka melalui advokasi-advokasi serta serangkaian penilaian selama karantina. Terbukti, 6 dari 20 besar semifinalis berasal dari Asia dan Afrika, satu diantaranya yaitu Sonia Fergina Citra dari Indonesia, yang pastinya tanpa kebetulan, mengusung diversities issue atau isu keberagaman. Dalam sejumlah interview bersama rekan media, Sonia sempat menuturkan bahwa kehidupannya yang selama ini menetap di Provinsi Bangka Belitung, benar- benar hangat dengan adanya persatuan di dalam banyaknya perbedaan antar anggota keluarga. Bahkan, pengalamannya tersebut ia tuangkan dalam opening speech di panggung megah Miss Universe, dimana ia dan keluarganya yang menganut multi religion dapat tetap harmonis meski memeluk keyakinan yang berbeda-beda. Ia pun percaya, bahwa prinsip kesetaraan yang meliputi suku bangsa, agama, ras, atau gender sekalipun benar-benar layak untuk diperjuangkan. Tidak ada yang boleh mendominasi, apalagi sampai melabeli diri sebagai yang minoritas. Sedangkan untuk jajaran 10 besar, 5 diantaranya ditempati oleh Manita Devkota dari Nepal, Sophida Kanchanarin dari Thailand, H'Hen Nie dari Vietnam, Tamaryn Green dari Afrika Selatan, serta Catriona Gray dari Filipina. Ajang yang pada akhirnya dimenangkan oleh Filipina, Afrika Selatan yang menjadi 1st Runner Up, Laos yang berhasil mendapat gelar sebagai Best National Costume, serta Sri Lanka yang dinobatkan sebagai Miss Congeniality tersebut membuktikan bahwa wanita Asia-Afrika kini tidak bisa lagi dianggap remeh seperti apa yang pernah terjadi pada masa silam. Mereka sudah membuktikan bahwa luasnya wawasan dan cara berpikir mereka sudah jauh lebih matang dan setara dengan wanita-wanita di belahan dunia manapun yang bahkan sudah lebih lama merasakan kemerdekaan, atau bahkan tidak pernah dijajah sama sekali. 3 Rupanya, kecerdasan intelektual maupun emosional pada kebanyakan wanita di Asia dan Afrika salah satunya diturunkan dari orang tua atau leluhur mereka yang sebelumnya pernah merasakan penderitaan sebagai kaum terjajah. Tidak lantas membuat mereka menjadi lemah, penjajahan justru menguatkan pola pikir dan kepribadian hingga berhasil membentuk mereka menjadi sosok wanita kuat yang tahan banting, yang senantiasa memperjuangkan haknya, entah itu hak asasi mereka sendiri, maupun membantu memperjuangkan hak orang lain yang tidak begitu kompeten dalam memperjuangkan haknya sendiri. Karena itu, Miss Universe dianggap sebagai salah satu platform yang cukup tepat untuk menyuarakan suara wanita dunia, khususnya wanita Asia dan Afrika, melalui advokasi yang mereka canangkan di negara masing-masing, hingga pada akhirnya gagasan tersebut dapat mereka bawa ke panggung kompetisi dan diimplementasikan seoptimal mungkin. Tidak hanya mampu menghilangkan gap antara negara 'timur' dan 'barat', ajang Miss Universe tersebut juga sudah mulai berhasil membuka mata publik bahwa kaum wanita pun mampu merancang dan merealisasikan suatu gagasan yang sedikit-banyaknya dapat membawa perubahan terhadap dunia. Tidak melulu harus didominasi oleh kaum pria yang sebelumnya kerap kali dianggap lebih kuat dan sanggup untuk mencari jalan keluar dari berbagai macam polemik yang ada. Jika sebelumnya permasalahan dunia hanya bisa dicarikan solusinya oleh para pejabat institusi terkait, melalui platform Miss Universe dan dengan berbekal visi utama untuk menjaga perdamaian dunia, kini siapapun dan dari golongan manapun dapat melakukan hal yang sama tanpa perlu khawatir akan adanya ketimpangan tugas dan wewenang. Hal-hal yang dijabarkan di atas tentu sejalan dengan Dasasila Bandung yang ternyata masih relevan pengaplikasiannya hingga saat ini, bahkan mungkin untuk seterusnya. Sebab pada dasarnya, siapapun, dari manapun, dan dari golongan manapun akan selalu memiliki hak yang sama sebagai manusia yang setara. 4 Daftar Pustaka Liputan6.com. (2018, 7 Oktober). Puteri Indonesia 2018 Siap Bawa Misi Keberagaman di Miss Universe. Diakses pada 16 Juli 2020, dari https://www.liputan6.com/lifestyle/read/3661618/putri-indonesia-2018-siap- bawa-misi-keberagaman-di-miss-universe Republika.com. (2020, 18 April). 65 Tahun Konferensi Asia Afrika. Diakses pada 16 Juli 2020, dari https://republika.co.id/berita/q8z7za463/65-tahun-konferensi- asia-afrika Suara.com. (2019, 10 Desember). Ini Pidato Zozibini Tunzi yang Membuatnya Terpilih jadi Miss Universe. Diakses pada 16 Juli 2020, dari https://www.suara.com/lifestyle/2019/12/10/123041/ini-pidato-zozibini-tunzi- yang-membuatnya-dipilih-jadi-miss-universe Wolipop.detik.com. (2018, 17 Desember). Daftar Lengkap Pemenang Miss Universe 2018. Diakses pada 16 Juli 2020, dari https://wolipop.detik.com/entertainment-news/d-4347661/daftar-lengkap- pemenang-miss-universe-2018 5.