BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Remaja Merupakan

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa Remaja Merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan satu periode dalam kehidupan manusia yang batasan usia maupun peranannya seringkali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal remaja ternyata tidak lagi valid sebagai patokan atau batasan untuk kategori remaja, sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan (15- 18 tahun) kini terjadi pada awal belasan bahkan dalam usia 11 tahun (Hurlock, 2004). Remaja yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab. Masa remaja ditandai dengan pengalaman-pengalaman baru yang sebelumnya belum pernah terbayangkan dan dialami dalam bidang fisik, biologis maupun psikis atau kejiwaan. Pada masa remaja terjadi perkembangan yang dinamis dalam kehidupan individu yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan fisik, emosional, dan sosial. Perubahan fisik yang terjadi di antaranya timbul proses pematangan organ reproduksi seperti menstruasi pertama bagi kaum wanita dan keluarnya sperma bagi kaum pria yang merupakan tonggak pertama dalam perjalanan usia remaja yang indah dan penuh tanda tanya. Perubahan yang terjadi pada remaja mengakibatkan perubahan sikap dan tingkah laku seperti mulai memperhatikan penampilan diri, mulai tertarik dengan lawan jenis, berusaha menarik perhatian dan muncul perasaan cinta yang kemudian akan timbul dorongan seksual (Santrock, 2007). Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, yang juga mengubah norma- 1 2 norma, nilai-nilai dan gaya hidup mereka. Remaja yang dahulu terjaga secara kuat oleh sistem keluarga, adat budaya serta nilai-nilai tradisional yang ada, telah mengalami pengikisan yang disebabkan oleh urbanisasi dan industrialisasi yang cepat. Hal ini diikuti pula oleh adanya revolusi media yang terbuka bagi keragaman gaya hidup dan pilihan karir (Aji, 2009). Penelitian-penelitian mengenai kaum remaja di Indonesia pada umumnya menyimpulkan bahwa nilai-nilai hidup kaum remaja sedang dalam proses perubahan. Remaja Indonesia dewasa ini nampak lebih bertoleransi terhadap gaya hidup seksual pranikah. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh berbagai institusi di Indonesia selama kurun waktu tahun 1993-2002, menemukan bahwa wanita dan 18-30% pria muda berusia 16-24 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah dengan pasangan yang seusia mereka. Penelitian-penelitian lain di Indonesia juga memperkuat gambaran adanya peningkatan risiko pada perilaku seksual kaum remaja. Temuan-temuan tersebut mengindikasikan bahwa 5%-10% pria muda usia 15-24 tahun yang tidak/belum menikah, telah melakukan aktifitas seksual yang berisiko 6-9 kali. Selanjutnya hasil dari penelitian mengenai kebutuhan akan layanan kesehatan reproduksi di 12 kota di Indonesia pada tahun 1993, menunjukkan bahwa pemahaman mereka akan seksualitas sangat terbatas. Temuan dari berbagai penelitian tersebut menunjukkan bahwa peningkatan aktifitas seksual dikalangan kaum remaja, tidak diiringi dengan peningkatan pengetahuan tentang kesehatan seksual dan reproduksi termasuk HIV/AIDS, penyakit menular seksual (PMS) dan alat-alat kontrasepsi (Suryoputro , Nicholas & Zahroh, 2006). PKBI, United Nation Population Fund Ascosiation (UNFPA) dan BKKBN (2005) menyebutkan bahwa setiap tahun terdapat sekitar 15 juta remaja berusia 15-19 tahun melahirkan, sekitar 2,3 juta kasus aborsi juga terjadi di Indonesia dimana 20% 3 dilakukan oleh remaja. Fakta lain menunjukkan bahwa sekitar 15% remaja usia 10-24 tahun yang jumlahnya mencapai 52 juta telah melakukan hubungan seksual diluar nikah. Penelitian PKBI di kota Palembang, Kupang, Tasikmalaya, Cirebon, Singkawang tahun 2005 menyebutkan bahwa 9,1% remaja telah melakukan hubungan seks dan 85% nya melakukan hubungan seks pertama mereka pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar. Data United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) Desember 1997, menunjukkan bahwa secara global setiap tahun kira-kira 15 juta remaja usia 15-19 tahun melahirkan, 4 juta melakukan aborsi dan hampir 100 juta terinfeksi PMS. Bahkan 40% dari semua kasus infeksi HIV terjadi pada kaum muda usia 15-24 tahun. Perkiraan terakhir bahwa setiap hari ada 7000 remaja terinfeksi HIV. Romauli (2009) mengatakan, semua itu tentu sangat terkait dengan berbagai faktor yang salah satunya adalah soal akses informasi khususnya melalui internet (faktor enabling) mengenai kesehatan reproduksi. Survei Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 di Jabodetabek didapatkan hasil lebih dari 80 persen anak-anak usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi dari sejumlah media termasuk internet. Perilaku seksual remaja yang tidak sesuai dengan norma agama, norma masyarakat, norma asusila dan tahap perkembangan usia remaja cenderung tinggi terjadi di berbagai belahan daerah di Indonesia. Hasil laporan media massa Jawa Timur menyatakan bahwa kehidupan seksual di Kota Surabaya memprihatinkan, karena 50% remaja mengaku telah melakukan hubungan seksual pranikah. Data ini didukung dengan hasil penelitian yang melibatkan 900 ribu jiwa remaja yang menjadi responden bahwa sebesar 60% telah melakukan aborsi (Ervandini, 2012). Studi pendahuluan terdahulu yang dilakukan oleh Depari (2013) dengan menyebarkan kuesioner pada 1777 responden tentang perilaku seks pada remaja di 8 4 SMP sekota Batu. Hasil penelitian tersebut 21.8% siswa kelas VII mengaku menonton film khusus orang dewasa dalam 1 minggu kurang dari 3 kali, 17.2% melakukan sentuhan melebihi berpegangan tangan ketika berpacaran, 9.9% melakukan ciuman pipi dan bibir, 12.4% menonton video porno, dan 0.4% melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Angka yang lebih tinggi ditunjukkan oleh kelas VII yakni sebesar 14.9% siswa/siswi mengakses situs porno, 28.3% menonton film khusus untuk dewasa, 14.8% melakukan sentuhan lebih dari berpegangan tangan, 11.4% menonton video porno, dan 0.5% pernah melakukan hubungan seksual pranikah. Hasil studi terdahulu yang dilakukan Depari (2013) pada SMP Muhammadiyah 8 Batu dengan responden 183 yang terdiri dari 56 orang kelas VII dan 127 orang kelas VIII menunjukkan hasil yang mengarah pada remaja beresiko tinggi untuk melakukan hubungan seks pranikah. 41.7% kelas VIII kadang-kadang mengakses situs porno, dan 4.7% sering mengakses situs porno. Sebesar 24.4% remaja kelas VIII kadang-kadang menonton film khusus untuk orang dewasa, 0.8% remaja sering menonton film khusus untuk orang dewasa, 14.2% remaja kadang- kadang menonton video porno, dan 1.6% mengaku sering menonton video porno. Remaja yang mengaku melakukan ciuman bibir dan pipi sebesar 22.8% remaja yang mengaku melakukan sentuhan melebihi pasangan tangan ketika berpacaran 0.8%, dan remaja mengaku melakukan hubungan seksual pranikah sebesar 0.0%. Risiko kesehatan reproduksi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berhubungan meliputi kebersihan alat-alat genital, akses terhadap pendidikan kesehatan, hubungan seksual pranikah, penyalahgunaan NAPZA, penyakit menular seksual (PMS), pengaruh media massa, akses terhadap pelayanan kesehatan 5 reproduksi, dan hubungan yang harmonis antara remaja dengan keluarganya.(PATH, 2001). Program kesehatan reproduksi remaja seperti yang tertera dalam program pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan reproduksi dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan reproduksinya dan mempersiapkan kehidupan berkeluarga guna mendukung upaya peningkatan kualitas generasi mendatang (Depkes RI, 2005). Lawrence Green (1980, dalam Notoatmodjo, 2007) menyebutkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku salah satunya adalah faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, self efficacy, nilai-nilai dan sebagainya. Self efficacy adalah keyakinan manusia pada kemampuan mereka untuk melatih sejumlah ukuran pengendalian terhadap fungsi diri mereka dan kejadian-kejadian dilingkungannya (Feist & Feist 2008). Mustaqim (2008) mengatakan bahwa sekolah merupakan faktor pembentuk kemampuan yang sangat penting dalam masa perkembangan. Sekolah juga merupakan tempat untuk mengembangkan kompetensi diri, baik kognitif, afektif dan psikomotorik. Self efficacy dalam komunitas sekolah dibentuk melalui banyak cara yaitu melalui penanaman kompetensi intelektual, melalui modeling terhadap guru, melalui interaksi dengan teman-teman sebayanya, mempelajari bagaimana teman-teman sebayanya mendapatkan kesuksesan dan kegagalan. Seorang remaja perlahan-lahan mempelajari kemampuan untuk menilai dirinya sendiri. Hasil wawancara secara informal dengan sepuluh siswa SMP 8 Muhammadiyah Kota Batu yang telah mengikuti seminar, 70% siswa mengatakan yakin bahwa dirinya mampu untuk mencapai perilaku kesehatan reproduksi yang diharapkan, sedangkan 6 30% lainnya ragu-ragu untuk mencapai perilaku kesehatan reproduksi yang diharapkan. Pengetahuan yang didapatkan remaja dapat digunakan untuk menentukan self efficacy mereka sebagai penuntun perilaku yang akan mereka lakukan di setiap situasi. Menuju masa remaja, mereka mempelajari banyak masalah yang datang untuk mencapai tujuan hidup yang diinginkan. Remaja mendapatkan peningkatan dan penguatan self efficacy melalui pengalaman, mereka menggunakan pengalaman dan pengetahuan mereka untuk mengontrol diri mereka ketika berada dalam situasi yang penuh resiko (Steinberg, 2002) Bandura (2001) yakin bahwa manusia (human agency) adalah makhluk yang sanggup mengatur dirinya, proaktif, reflektif, dan mengorganisasikan dirinya. Selain itu, mereka juga memiliki
Recommended publications
  • The Thatung in Cap Ngo Meh (Lantern Festival) Ritual in Hakka
    M. Ikhsan Tanggok, Te Tatung in Cap Ngo Meh (Lantern Festival) Ritual in Hakka Society 655 Te Tatung in Cap Ngo Meh (Lantern Festival) Ritual in Hakka Society in Singkawang, West Kalimantan-Indonesia1 M. Ikhsan Tanggok Chin Kung Corner, Ciputat [email protected] Abstract: Cap Ngo Meh and Tatung are two things that cannot be sepa- rated from the life of Hakka people in Singkawang. In each Cap Ngo Meh festival, the performance of Tatung is a must. Cap Ngo Meh festival would not be completed if there was no performance of Tatung. Tatung can help humans and otherwise humans also have to give gifts to him. Terefore, Tatung is a special performance in Cap Ngo Meh festival in Singkawang. Te main purpose of this paper is to show the relationship between Tatung performance and Cap Ngo Meh festival in Singkawang. Te function of Tatung performance in Cap Ngo Meh festival in Singkawang is not only to repel evil spirits that may afect humans, but also to promote economics, improving of popularity himself and tourism in Singkawang. Keywords: Tatung, Cap Ngo Meh festival, Exchange, Soul, Gods, Belief. Abstrak: Cap Ngo Meh dan Tatung merupakan dua hal tak dapat dipisahkan dari kehidupan masayarakat Hakka di Singkawang. Dalam setiap perayaan Cap Ngo Meh, penampilan Tatung merupakan keha- rusan. Tanpa Tatung tidak ada Cap gho Meh, maka Tatung menjadi penampilan istimewa di Singkawang di setiap perayaan Cap Gho Meh. Fungsi penampilan Tatung ini ternyata bukan saja untuk mengusir ruh jahat yang akan memengaruhi manusia, tetapi juga memromosikan ke- pentingan ekomi, pluralitas, dan wisata di Singkawang.
    [Show full text]
  • Strategi Pengembangan Agribisnis Perikanan Tangkap Di Kota Singkawang Propinsi Kalimantan Barat
    STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERIKANAN TANGKAP DI KOTA SINGKAWANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : K a r t o PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERIKANAN TANGKAP DI KOTA SINGKAWANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT Oleh : K a r t o Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen Pada Program Studi Magister Manajemen Agribisnis PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Judul : Strategi Pengembangan Agribisnis Perikanan Tangkap di Kota Singkawang Propinsi Kalimantan Barat Nama : KARTO Nrp : P.056040231.32 Program Studi : MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Syamsul Ma’arif, M.Eng Ir. Kirbrandoko, MSM 2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Arief Daryanto, MEc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : Tanggal Lulus : SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul : STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PERIKANAN TANGKAP DI KOTA SINGKAWANG PROPINSI KALIMANTAN BARAT merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan arahan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar atau capaian akademik lainnya pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Juli 2006 Yang Membuat Pernyataan, K a r t o RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Sukabumi pada tanggal 12 April 1968. Merupakan anak kelima dari enam saudara dari pasangan suami istri Hasan dan Sukarsih. Pada tahun 1982, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Sumberjaya, pendidikan SMP diselesaikan pada tahun 1985 di SMPN Surade, kemudian melanjutkan pendidikan pada SMAN Jampangkulon Kabupaten Sukabumi selesai pada tahun 1988.
    [Show full text]
  • Development of Palangka Raya City Park in Accordance with Environmental Characteristics and Regulations
    Scope Database Link: https://scopedatabase.com/documents/00000006/00000-05153.pdf Article Link: https://www.iaeme.com/MasterAdmin/Journal_uploads/IJARET/VOLUME_11_ISSUE_5/IJARET_11_05_002.pdf Manuscript ID : 00000-05153 Source ID : 00000006 International Journal of Advanced Research in Engineering and Technology Volume 11, Issue 5, May 2020, Pages 7-13, Page Count - 7 DEVELOPMENT OF PALANGKA RAYA CITY PARK IN ACCORDANCE WITH ENVIRONMENTAL CHARACTERISTICS AND REGULATIONS Arniwaty (1) (1) Environmental Science Study Program, Post Graduate Study Program, University of Palangka Raya, Palangka Raya, Indonesia. Abstract This paper discusses the development of the Palangka Raya city park with new reviews following the characteristics of the area. Some existing studies are sufficient for the development of urban green open spaces, but none have focused on suitable plant species according to the environment and regulations. For this reason, this discussion describes important basics for achieving it. The function of public and private green open spaces has main ecological functions, and additional architectural, social and economic functions. Urban areas with these four main functions can be combined according to the needs, interests and sustainability of the city. Author Keywords city park, green open space, environment, regulations. ISSN Print: 0976-6480 ISSN Online: 0976-6499 Source Type: Journals Document Type: Journal Article Publication Language: English DOI: 10.34218/IJARET.11.5.2020.002 Abbreviated Journal Title: IJARET Access Type: Open
    [Show full text]
  • Volume 30, 1999
    BORNEO RESEARCH BULLETIN ISSN: 0006-7806 VOL 30 PAGE NOTES FROM THE EDITOR I MEMORIALS Roland (Ro) Bewsher, 0.B E Bill Smythies Tuton Kaboy RESEARCH NOTES A Bridge to the Upper World: Sacred Language of the Ngaju: Jani Sri Kuhnt-Saptodewo A Note on Native Land Tenure in Sarawak: M. B. Hooker State Law and lban Land Tenure. a Response to Hooker: Reed L. Wadley Conservation and the Orang Sungal of the Lower Sugut, Sabal?: Preliminary Notes: Lye Tuck-Po and Grace Wong Education and Research on Sustainable Land Use and Natural Resource Management: a New Danish- Malaysian University Program: Ole Mertz el al. Wet Rice Cultivation and the Kayanic Peoples of East Kalimantan: Some Possible Factors Explaining their Preference for Dry Rice Cult~vation:Mika Okushima Dayak Kings among Malay Sultans: Stephanus Djuweng The Kingdom of Ulu Are in Borneo's H~story:a Comment: Bernard Sellato The Brooke-Sarawak Archive at Rhodes House Library, Oxford: Bob Reece Papers of the Brookes of Sarawak Kept in Rhodes House Library, Oxford: P.A. Empson FIFTH BIENNIAL MEETINGS BRIEF COMMUNICATIONS ANNOUNCEMENTS BORNEO NEWS BOOK REVIEWS, ABSTRACTS AND BIBLIOGRAPHY The Borneo Researclr Bulletin is published by the Borneo Research Council. Please address all inquiries and contributions for publication to Clifford Sather, Editor, Borneo Research Bulletin, Cultural Anthropology, P.O. Box 59, FIN-00014 University of Helsinki, FINLAND.Single issues are available at US $20.00. I BOI-neoReseal-ch Bulletin Vol. 30 Vol. 30 Borneo Research Bulletin contributions to this superb collection, and, as an anthropologist, I would note that the held on 10-14 July 2000 at Crowne Plaza Riverside Hotel, Kuching, Sarawalc.
    [Show full text]
  • Sexual Behavior in Adolescent Courtship, Exposure to Pornography, and Parental Sexual Communication
    Anima, Indonesian Psychological Journal 2010, Vol. 25, No. 4, 257-264 Sexual Behavior in Adolescent Courtship, Exposure to Pornography, and Parental Sexual Communication Sri Lestari Faculty of Psychology, University of Muhammadyah Surakarta The aim of this study was to find out the correlation between parent–child communication about sexuality and exposure to pornography with adolescent’s sexual behavior in courtship. Participants were 551 adolescents (225 boys and 326 girls) who lived at Sukoharjo. Results show a correlation between parent–child communication about sexuality and Internet exposure to pornography and sexual behavior in dating. Implications of this study are discussed. Keywords : courtship behavior, parental sexual communication, exposure to pornography Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi komunikasi orangtua-anak tentang seksualitas dan paparan pornografi dan perilaku seksual remaja dalam berpacaran.Partisipan penelitian ini adalah 551 remaja (225 laki-laki; 326 perempuan) yang tinggal di Sukoharjo.Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada korelasi perilaku seksual dalam berpacaran dan komunikasi orang tua-anak tentang seksualitas dan paparan pornografi.Dibahas pula implikasi temuan ini. Kata kunci : perilaku pacaran, komunikasi orangtua-anak tentang seksualitas, paparan pornografi Dating is a normal behavior in teenagers. Youth dating Ideally, parents should take an active role in educating behavior can be found in public places like city garden, mall, their children about sex, but in fact not all of them take bus
    [Show full text]
  • Walikota Singkawang
    WALIKOTA SINGKAWANG PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KOTA SINGKAWANG TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 3 ayat (3) Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2012 mengamanatkan bahwa alokasi pupuk bersubsidi harus dirinci lebih lanjut menurut kecamatan, jenis, jumlah, sub sektor dan sebaran bulanan yang ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian di Kota Singkawang Tahun Anggaran 2012; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1106); 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia 1992, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 42); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4411); 4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 5.
    [Show full text]
  • The Poor Legacy of Sumatra
    CHAPTER IX The poor legacy of Sumatra The Capuchin friar Anthonius Brevoort opens his 1993 dissertation on the first decade of the Capuchin mission in Sumatra (1911-1923) with a chapter on the previous Catholic presence in Sumatra. The disputed Christian community of Fansur or Baros is mentioned as recorded by Saleh al-Armini around 1150-1171. Franciscans in Aceh who were the first martyrs around 1642 are mentioned, as well as the mission in Bengkulu in the early 1700s, when some 300 Catholics were counted. But after that time, only decline is recorded for the history of Catholicism in Sumatra. The nineteenth century did not bring much growth either. An earlier colleague of Brevoort, the Capuchin priest Gentilis Aster, thus started his history of the mission with the sad title De magere boedel, the poor legacy. ‘Catholics were late, had no proper strategy, and did not concentrate in their work on the vast island of Sumatra’ (Brevoort 1993, Aster 1961).1 The cultural, economic, and religious pattern of Sumatra around 1900 was much more diverse than that of any of the other large islands, Java, Kalimantan, Sulawesi, and perhaps even Papua. The diversity was not only evident among the inland regions, the people living in the mountains of the Bukit Barisan, and the inland tribes of Batak, Gayo, Minangkabau, Jambi, Lampung. There were and still are great differences among the coastal re- gions as well: the Malay sultanates of the east coast, Java-oriented Palembang, the proud and independent Aceh, just to mention a few of the important cultures.
    [Show full text]
  • The Case of Singkawang, West Kalimantan
    ISSUE: 2017 No. 19 ISSN 2335-6677 RESEARCHERS AT ISEAS-YUSOF ISHAK INSTITUTE ANALYSE CURRENT EVENTS Singapore | 27 March 2017 Decentralization and Chinese Indonesian Politics: The Case of Singkawang, West Kalimantan Hui Yew-Foong* EXECUTIVE SUMMARY Tjhai Chui Mie became the first Chinese woman to be elected mayor of an Indonesian city after winning comfortably with 42.6% of the votes in Singkawang, West Kalimantan. In this election, as with previous mayoral elections in Singkawang, candidates employ pairing strategies that capitalize on the ethno-religious composition of the voters. The Tjhai-Irwan winning pair managed to attract primarily Chinese votes and secondarily Dayak and Malay votes. The success of the Tjhai-Irwan team depended on their subtle navigation of ethno- religious politics, support from the Singkawang Chinese elite in Jakarta, and their ability to fend off smear campaigns that reveal deep-seated divisions in Indonesia. At the same time, the election reveals that alliances and issues that are pertinent on the national political stage may have limited currency in regional politics. The challenge of ethnic Chinese in Indonesian politics is to contribute to good governance while remaining sensitive to ethno-religious sentiments. *Hui Yew-Foong is Senior Fellow at ISEAS - Yusof Ishak Institute, and Associate Professor at Hong Kong Shue Yan University. 1 ISSUE: 2017 No. 19 ISSN 2335-6677 INTRODUCTION While all eyes were on Jakarta for the simultaneous election of regional leaders (pilkada) held on 15 February 2017, the municipality of Singkawang elected the first Chinese woman to be mayor of a city in Indonesia. Tjhai Chui Mie and running mate Irwan won comfortably with 42.6% of the votes, while the other three pairs of contenders trailed at 26.78%, 17.13% and 13.5% respectively.1 Admittedly, Tjhai’s campaign had a higher chance of success compared to ethnic Chinese candidates contesting in other parts of Indonesia, since Singkawang is the Indonesian city with the highest proportion of Chinese, at 36.52%, in its population (Arifin et al.
    [Show full text]
  • The Spirit-Mediums of Singkawang: Performing Peoplehood of West Kalimantan 1
    CORE Metadata, citation and similar papers at core.ac.uk Provided by Institutional Knowledge at Singapore Management University Singapore Management University Institutional Knowledge at Singapore Management University Research Collection School of Social Sciences School of Social Sciences 2013 The pirS it-mediums of Singkawang: Performing Peoplehood of West Kalimantan Margaret CHAN Singapore Management University, [email protected] Follow this and additional works at: https://ink.library.smu.edu.sg/soss_research Part of the Asian Studies Commons, and the Religion Commons Citation Chan, Margaret. 2013. "The pS irit-mediums of Singkawang: Performing ‘Peoplehood' of West Kalimantan." In Chinese Indonesians Reassessed: History, Religion and Belonging, edited by Sai Siew-Min and Hoon Chang-Yau, 138-158. New York: Routledge. This Book Chapter is brought to you for free and open access by the School of Social Sciences at Institutional Knowledge at Singapore Management University. It has been accepted for inclusion in Research Collection School of Social Sciences by an authorized administrator of Institutional Knowledge at Singapore Management University. For more information, please email [email protected]. Published in Chinese Indonesians Reassessed: History, Religion and Belonging, Edited by Sai Siew Min and Hoon Chang-Yau. New York: Routledge, 2013. The Spirit-mediums of Singkawang: 1 Performing Peoplehood of West Kalimantan Margaret CHAN Abstract: Chinese New Year in the West Kalimantan town of Singkawang is marked by a parade featuring hundreds of possessed spirit-mediums performing self-mortification and blood sacrifice. The event is a huge tourist draw, but beyond the spectacle, deeper meanings are enacted. The spirit-medium procession stages a fraternity of Dayak, Malay and Chinese earth gods united in the purpose of exorcising demons from the neighborhood.
    [Show full text]
  • Appendix A.1 List of Person for Interviews I
    Appendix A.1 List of Person for Interview Appendix A.1 List of Person for Interviews I. Ministry of Trade (MOT) Ardiansyah Parman Director General of Domestic Trade (DGDT) Hatanto Reksodipoetro Secretary General Suhartono Head of Planning Bureau Erfandi Tabrani Director of Goods and Service Inspection Prihata Head of Trade Data Center K Pangestuti Planning Bureau Rina Y Planning Bureau Elgetrisna Education and Training Center (Pusdiklat) Burhan Manurung Directorate of Goods and Services Inspection Jhonni Martha Directorate of Binus & PP Alexander MS Inspectorate General Joni K Manik Inspectorate General Lesman Sihombing Finance Bureau Sunarto Kafli Administration Section Pusdiklat Nur Hidayat Directorate of Export Import Facility Anita Silalahi Directorate of Consumer Protection Erwidodo Directorate of BPPP II. Directorate of Metrology (DOM) Amir Syaharuddin Sjahrial Director of Directorate of Metrology Bambang Setiadji Head of Sub-directorate of Supervision and Information Edi Syarifudin Head of Quality Guidance Section Djoni Nuzirwan Head of UTTP Testing Section Sawab Saleh Head of Measuring Unit National Standard Laboratory Office Hari Prawoko Head of Mesuring Standard and Metrological Laboratory Wahyu Hidayat Head of Measuring Instrument Testing Office Ngadi Hartono Head of Metrological Functional Manpower and Facilities Oke Nurwan Head of Sub-directorate Metrological Facility and Cooperation Hartobono G Head of Sub-directorate Metrological Human Resources Rusmin Amin Facility and Cooperation Section Novian Facility and Cooperation Section M Hendro Purnomo Facility and Cooperation Section Rifan Ardianto SKK Section Rumaksono Human Resources Section IGK Ketut Astawa Human Resources Section Usman SNSU Center Agus Permana PPK Section Arifin PPK Section Denny tresna Metrological Technique Section Priyo Syamsu Metrological Technique Section Ade Haryanto SULK Section III.
    [Show full text]
  • Paleo-Channels of Singkawang Waters West Kalimantan and Its Relation to the Occurrences of Sub-Seabottom Gold Placers Based on Strata Box Seismic Record Analyses
    PALEO-CHANNELS OF SINGKAWANG WATERS WEST KALIMANTAN AND ITS RELATION TO THE OCCURRENCES OF SUB-SEABOTTOM GOLD PLACERS BASED ON STRATA BOX SEISMIC RECORD ANALYSES By : Hananto Kurnio1 2 and Noor Cahyo Dwi Aryanto1 3 (Manuscript received 16-March-2010 ABSTRACT Strata box seismic records were used to analyze sub-seabottom paleochannels in Singkawang Waters, West Kalimantan. Based on the analyses, it can be identified the distribution and patterns of paleochannels. Paleo channel at northern part of study area interpreted as a continuation of Recent coastal rivers; and at the southern part, the pattern radiates surround the cone-shaped morphology of islands, especially Kabung and Lemukutan Islands. Paleochannels of the study area belong to northwest Sunda Shelf systems that terminated to the South China Sea. A study on sequence stratigraphy was carried out to better understanding sedimentary sequences in the paleochannels. This study is also capable of identifying placer deposits within the channels. Based on criterias of gold placer occurrence such as existence of primary gold sources, intense chemical and physical weathering to liberate gold grains from their source rocks of Sintang Intrusive. Gravity transportation that involved water media, stable bed rock and surface conditions, caused offshore area of Singkawang fulfill requirements for gold placer accumulations. Chemical and physical whethering proccesses from Oligocene to Recent, approximately 36 million, might be found accumulation of gold placer on the seafloor. Based on grain size analyses, the study area consisted of sand 43.4%, silt 54.3% and clay 2.3%. Petrographic examination of the sample shows gold grains about 0.2%. Keywords: paleochannels, strata box seismic records, gold placer.
    [Show full text]
  • THE UNCERTAINTY of STRANGERS Reconfiguring the Ethno-Political Landscape on Nov , Two Elections Were Held In
    EPILOGUE THE UNCERTAINTY OF STRANGERS Reconfiguring the Ethno-Political Landscape On Nov , two elections were held in the province of West Kali- mantan. e first was the mayoral election in Singkawang, and the sec- ond, the gubernatorial election for the province of West Kalimantan. It was the first time that these regional leaders were to be elected directly by voters.1 In other words, it was the first time that candidates for these offices had to campaign publicly and appeal to the general electorate for support. Electoral strategies had to be changed, as demographics now played a key role in determining who could garner the major portion of the votes. In Singkawang, where Chinese made up of the population, Hasan Karman (Huang Shao Fan 黄少凡), with H. Edy R. Yacoub as his run- ning mate, won the election and became the first ethnic Chinese mayor of Singkawang.2 In the gubernatorial election, the Cornelis-Christiandy (Dayak-Chinese) pair won, and Sanjaya Christiandy (Huang Han Shan 黄汉山) became the first ethnic Chinese Deputy Governor of West Kali- mantan. e electoral strategy of concentrating both Dayak and Chinese votes had paid off.3 But on the other hand, the Malays had been denied representation in the highest offices of the province. On the evening of Dec , , a dispute broke out between a Malay and a Chinese over a purported accident in a residential area in Pontianak. Syarif Usmulyono was informed of a scratch on his BMW i and had accosted his Chinese neighbor over the matter. e quarrel attracted 1 Previously, these leaders were elected by members of the respective regional assem- blies.
    [Show full text]