PU.02

KOMUNIKASI SEKSUALITAS ORANG TUA-ANAK BERBASIS NILAI

Sri Lestari Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Email:[email protected]

Abstraksi.Perilaku seksual remaja telah mengundang keprihatinan dari para pendidik dan orang tua.Tekanan teman sebaya dan media ditengarai memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku seksual remaja.Pendidikan seksualitas, terutama oleh orang tua, dianggap sebagai jalan keluar untuk mengendalikan dan memberi arah yang benar terhadap perilaku seksual remaja.Sayangnya orang tua pada umumnya belum menjalankan peran yang baik dalam hal ini.Sebenarnya orang tua tidak harus memberikan pendidikan seksualitas pada anak secara terstruktur layaknya di sekolah.Orang tua hanya perlu menjadikan topik seksualitas menjadi bagian dari komunikasi sehari-hari di dalam keluarga.Tulisan ini membahas urgensi komunikasi seksualitas orang tua – anak, bagaimana melakukannya, dan konsep-konsep penting terkait nilai-nilai seksualitas.

Kata kunci: remaja, komunikasi seksualitas, nilai-nilai

Fenomena yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa aktivitas menunjukkan bahwa perilaku remaja dalam remaja dalam berpacaran sangat bervariasi, berpacaran semakin memprihatinkan banyak mulai dari bersentuhan, berciuman, petting, pihak. Bila jaman tahun 1970-an dulu dan berhubungan kelamin. Alasan remaja perilaku seksual yang terekspos di ranah melakukan hubungan seksual dalam publik adalah bergandengan tangan atau berpacaran pada umumnya adalah sebagai merangkul pundak. Namun kini perilaku ungkapan rasa cinta. Sementara hasil survei seperti itu tidak lagi dianggap sebagai PKBI lainnya (Sugiarto, 2006) menemukan pacaran tetapi pertemanan biasa. Dalam bahwa pelaku hubungan seks pranikah telah sebuah wawancara dengan remaja putra merambah remaja di bawah usia 18 tahun. terungkap bahwa yang namanya pacaran itu Dampak yang timbul dari maraknya paling tidak sudah sampai pada tahap perilaku seks pranikah pada remaja adalah berciuman. Bahkan beberapa hasil survei terjadi peningkatan jumlah kasus kehamilan mengungkapkan data yang lebih tidak dikehendaki (KTD) . Namun untuk mengkhawatirkan. Seperti survei yang menemukan data secara statistik mengenai dilakukan PKBI (2001) terhadap 2479 jumlah kasus KTD yang terjadi di remaja di lima kota yaitu , masyarakat masih sulit. Mengingat tidak , , , dan semua kasus KTD dilaporkan pada pihak

7 8 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

berwenang. Langkah yang masih sering Ada beberapa hal yang diduga ditempuh oleh keluarga yang mengalami berpengaruh terhadap peningkatan perilaku kasus KTD adalah segera menikahkan seksual pada masa remaja, yakni: (1) Usia remaja yang hamil tersebut. Bila dulu pubertas yang makin muda. Seiring dengan pernikahan dalam kondisi sudah hamil perbaikan gizi dan asupan nutrisinya, usia dipandang sebagai peristiwa yang anak mengalami haid pertama kali semakin menimbulkan aib bagi keluarga, maka muda usianya. (2) Paparan media yang sekarang kondisi tersebut sudah dipandang bermuatan perilaku seksual makin tinggi. sebagai kewajaran. Tak jarang pernikahan Dalam tayangan televisi misalnya terdapat dengan kasus KTD pun dirayakan secara adegan-adegan perilaku remaja berpacaran, besar-besaran dengan pesta yang meriah. juga kisah-kisah percintaan yang Konsekuensi yang timbul pasca digambarkan dengan perilaku berangkulan, pernikahan pada masa remaja adalah berpelukan, bahkan berciuman. (3) Akses menjadi orang tua di usia muda. Pada tahap media pornografi makin mudah dilakukan. ini para remaja pada umumnya belum Bukan rahasia lagi bila ada tempat memahami bahwa berkeluarga berarti berani persewaan CD film juga menyewakan CD memikul tanggungjawab yang besar. film-film porno yang bisa disewa dengan Berkeluarga tidak hanya berisi kesenangan mudah oleh remaja. (4) Tekanan teman sebagaimana yang mereka bayangkan sebaya makin kuat. Di kalangan sebagian selama berpacaran. Ada kewajiban mencari remaja ada anggapan bahwa remaja yang nafkah untuk memenuhi kebutuhan tidak mempunya pacar dipandang keluarga, mengelola keuangan keluarga, ketinggalan jaman dan tidak gaul. Kondisi mengasuh dan mendidik anak, dan tersebut membuat remaja yang belum sebagainya. Ketidaksiapan dalam memikul mempunyai pacar menjadi ingin mempunyai tanggungjawab tersebut dapat menimbulkan pacar seperti teman-teman lainnya. (5) Peran problem-problem psikososial dalam orang tua dalam membekali informasi kehidupan berpasangan. Tak jarang seksualitas pada anak kurang memadai. Dari problem-problem psikososial tersebut penelitian Anganthi dan Lestari (2007) dan berlanjut pada konflik antar pasangan. Lestari (2010) terungkap bahwa komunikasi Bahkan ada yang mengakhiri janji seksualitas yang terjalin antara orang tua pernikahan dengan sebuah perceraian. Oleh dengan anak masih rendah. Bahkan masih karena itu tidak mengherankan bila angka ditemukan orang tua yang merasa tidak perceraian di usia muda pun disinyalir perlu membekali anak dengan pengetahuan menunjukkan tren peningkatan. seksualitas karena memandang anak akan tahu sendiri bila sudah besar.

Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak Berbasis Nilai| 9 Lestari, S. [hal.7-20]

Peran orang tua sebagai pendidik (14,2%), buku (6,9%), internet (6,5%), guru seksualitas dan media (3,4%), kakak (2,7%), dan ahli Terkait dengan peran orang tua dalam (2,3%). Pada remaja laki-laki pilihan untuk komunikasi seksualitas dengan anak, urutan pertama sumber informasi tentang penelitian Lestari dan Hertinjung (2007) seks juga teman, namun urutan berikutnya mengungkapkan bahwa sikap ibu dalam yang menonjol adalah internet. Urutan komunikasi seksualitas dengan anak dapat berikutnya adalah guru (8,6%), media dan dikategorikan menjadi: (1) memberikan buku (masing-masing 3,3%), orangtua penjelasan, (2) bingung dalam menjawab (1,9%), ahli (1,5%) dan kakak (0.7%). pertanyaan anak, (3) melarang anak untuk Pemilihan orangtua sebagai sumber bertanya, (4) menunda jawaban dan informasi seks pada remaja perempuan menganggap anak akan tahu sendiri, dan (5) relatif kecil, namun bila dibandingkan mengalihkan topik pembicaraan. Bila dilihat dengan pemilihan remaja laki-laki, remaja dari proporsinya masih lebih banyak ibu perempuan masih memiliki motivasi yang yang tidak memberikan penjelasan terhadap lebih besar daripada remaja laki-laki untuk pertanyaan tentang seksualitas yang mencari informasi tentang seks dari diajukan oleh anak daripada yang bersedia orangtua. memberikan penjelasan. Kondisi tersebut Selain dari sisi anak, hambatan dalam dapat menjadi pendorong bagi anak untuk komunikasi seksualitas juga dapat berasal mencari tahu sendiri dari sumber-sumber dari sisi orang tua. Seperti terungkap dalam lain yang memungkinkan untuk penelitian Kim dan Ward (2007), orangtua mengaksesnya. dari keluarga Asia Amerika memilih Studi ekplorasi yang dilakukan mengomunikasikan nilai-nilai seksualitas Lestari, Suparno, dan Restu (2011) pada anak secara implisit dan nonverbal. mengungkapkan bahwa teman sebaya Dengan cara seperti itu, remaja hanya menjadi sumber informasi yang paling sedikit berkomunikasi dengan orangtua banyak dipilih oleh remaja laki-laki maupun tentang seksualitas. Hal tersebut dapat remaja perempuan. Bila dicermati lebih mengakibatkan remaja salah memahami lanjut terdapat perbedaan antara remaja laki- sikap orangtua terhadap seksualitas laki dan perempuan dalam memilih sumber (Jaccard, Dittus, & Gordon, 1998). Padahal informasi tentang seks. Remaja perempuan orangtua masih menjadi variabel penting memilih teman (41,6%) sebagai sumber dalam pengambilan keputusan pada remaja pertama, berikutnya adalah orangtua terkait perilaku seksualnya (Fantasia, 2008).

10 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

Pemahaman remaja tentang dimensi leksikal dari kata seks sebagai jenis kelamin seksualitas dengan beragam arti dalam pandangan Topik seksualitas merupakan topik remaja menunjukkan bahwa remaja belum yang menjadi pembicaraan remaja dengan dapat membedakan istilah seks dengan teman-teman sebayanya. Pemahaman istilah-istilah lain yang dianggap remaja remaja tentang seks tidak terlepas dari sama artinya padahal sebenarnya memiliki pengaruh pergaulan teman sebaya dan arti yang berbeda seperti hubungan seksual pengaruh media massa. Survei yang dan reproduksi. Kondisi tersebut dilakukan Lestari, Suparno, dan Restu mengindikasikan bahwa remaja belum (2011) mengungkap arti kata seks menurut memiliki informasi yang tepat dan remaja (Tabel 1). Dari survei tersebut komprehensif tentang seks.Pemahaman diketahui bahwa sebagian besar remaja yang kurang tepat tersebut diduga terkait mengartikan kata seks sebagai hubungan dengan keakuratan informasi yang diperoleh seksual,dan bukan jenis kelamin oleh remaja manakala mencari tahu tentang sebagaimana arti bahasa yang sebenarnya. informasi seks yang dibutuhkannya. Perbedaan yang muncul antara makna

Tabel 1. Pemahaman remaja tentang seks Kategori tema Jumlah Persentase Hubungan seksual 322 60,75 Relasi dengan lawan jenis 82 15,47 Pembeda jenis 25 4,72 Erotisme 13 2,45 Perbuatan terlarang 8 1,51 Reproduksi 6 1,13 Hasrat 6 1,13 Tidak tahu 46 8,68 Tidak menjawab 15 2,83 Lainnya 7 1,32 Total 530 100,00 Dikutip dari Lestari, Suparno, & Restu, 2011.

Mengapa komunikasi seksualitas perkembangan kepribadian anak-anak dan penting? remaja.Tak terkecuali dalam pembentukan Pada masa sekarang tekanan sikap dan perilaku seksual. Secara rata-rata, kelompok sebaya dan paparan media anak terkena 9000 paparan adegan seksual memiliki pengaruh yang besar terhadap dalam setahun (Kotb, Heba.G., www2.hu-

Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak Berbasis Nilai| 11 Lestari, S. [hal.7-20] berlin.de). Di sisi lain, anak secara alamiah sikap dan nilai-nilai moral yang terkandung memiliki rasa ingin tahu terhadap masalah di dalam seksualitas pada anak (Allgeier seksualitas. Minat pada seks ini berkembang &Allgeier, 1991).Isu tentang nilai dalam sepanjang masa kanak-kanak dan mencapai seksualitas merupakan prioritas karena puncaknya pada masa puber (Hurlock, seksualitas sering berkenaan dengan 1990).Bahkan menurut Calderone (Kimmel pembuatan keputusan (Dale, 2005). Proses & Weiner, 1995), berbagai riset menemukan decision making tidak akan berjalan jika bahwa anak-anak sudah memiliki perasaan, tanpa rujukan tentang ‘apa yang baik’ dan pikiran dan pengalaman seksual.Namun, ‘apa yang tidak baik’. Karena itu pendidikan perilaku seksual pada masa kanak-kanak seksualitas yang dilakukan oleh orang tua sebagaimana aktivitas yang lainnya merupakan model pendidikan seksualitas merupakan manifestasi dari aktivitas yang berbasis nilai (value-based bermain (Katchadourian, 1989). model).Dalam model ini diajukan suatu nilai Dengan memperhatikan keberadaan yang spesifik, kepada anak diberikan minat pada seks dalam diri anak dan pernyataan-pernyataan tentang suatu mengingat pentingnya tahap perkembangan keyakinan, dan nilai tertentu pada masa baligh, maka pendidikan dipertimbangkan sebagai yang terbaik (Rate, seksualitas penting diberikan pada anak 2005).Misalnya abstinence only until sejak dini. Dengan kenyataan bahwa marriage, larangan berzina, manusia keluarga merupakan tempat pertama dan diciptakan berpasangan, orientasi seksual utama bagi anak menjalani proses yang normal adalah heteroseksual. sosialisasi, orang tua merupakan pihak yang Menurut kesepakatan International paling diharapkan terlibat dalam pendidikan Conference of Sex Education and Family seksualitas dini pada anak. Pendidikan Planning tahun 1962, secara umum seksualitas yang dilakukan oleh orang tua pendidikan seksualitas bertujuan ini lebih menjamin proses kesinambungan, menghasilkan manusia-manusia dewasa berbeda dengan informasi seksualitas yang yang dapat menjalankan kehidupan yang diperoleh anak dari luar yang seringkali bahagia karena dapat menyesuaikan diri tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan masyarakat dan lingkungannya serta kebenarannya dan mungkin anak hanya bertanggungjawab terhadap dirinya dan memperoleh informasi secara parsial. orang-orang lain (Miqdad, 2001). Adapun Lebih penting lagi, pendidikan menurut Ustadz Al Ghawshi (Madani, 2004) seksualitas yang diberikan orang tua tidak tujuan dari pendidikan seksualitas adalah hanya mencakup fakta-fakta tentang memberikan pengetahuan yang tepat kepada seksualitas tetapi juga tersampaikannya anak agar dapat beradaptasi secara baik 12 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

dengan perilaku-perilaku seksual pada saat hubungan kekeluargaan dan lawan jenis, yang akan datang dengan maksud dapat serta memahami kewajiban dan tanggung mendorong anak agar dapat melakukan jawab terhadap keluarga dan orang lain. suatu kecenderungan yang logis dan benar Kaum muda harus dibantu dalam dalam masalah-masalah seksual dan mengembangkan ketrampilan interpersonal, reproduksi. Dengan demikian kebahagiaan yang meliputi komunikasi, pembuatan hidup, pengetahuan dan kebenaran perilaku keputusan, asertivitas, dan ketrampilan seksual merupakan prinsip penting dalam menolak ajakan teman sebaya, serta tujuan pendidikan seksualitas. kemampuan membangun hubungan yang Sementara itu sebagai kerangka saling menghargai.Pendidikan seksualitas penyusunan pendidikan seksualitas yang juga harus menyiapkan kaum muda untuk komprehensif dalam Guidelines for memahami seksualitas masa dewasa secara Comprehensive Sexuality Education, efektif dan kreatif.Termasuk dalam hal ini SIECUS (Sexuality Information and adalah membantu kaum muda Education Council of the United States) mengembangkan kemampuan merawat, diungkapkan empat tujuan dari pendidikan mendukung hubungan tanpa paksaan, serta seksualitas, yaitu: 1) informasi, 2) sikap, hubungan intim dan seksual yang saling nilai dan wawasan, 3) relationshipatau menyenangkan dengan pasangan yang sah. ketrampilan interpersonal, dan 4) tanggung Pendidikan seksualitas juga bertujuan jawab. Informasi berkenaan dengan melatih kaum muda bertanggung jawab seksualitas manusia yang komprehensif, dalam relasi seksual, mencakup berpantang, yang mencakup: pertumbuhan dan bertahan terhadap tekanan untuk terlibat perkembangan, reproduksi manusia, dalam hubungan seksual, dan tentang anatomi, fisiologi, masturbasi, kehidupan penggunaan kontrasepsi.Pendidikan seksual berkeluarga, kehamilan, kelahiran, harus merupakan komponen utama dalam keorangtuaan (parenthood), respons-respons program yang dirancang untuk mengurangi seksual, orientasi seksual, kontrasepsi, prevalensi problem kesehatan seksual yang aborsi, sexual abuse, HIV/AIDS, dan PMS. meliputi kehamilan remaja, penyakit Pemaparan nilai-nilai dimaksudkan menular seksual (PMS), HIV/AIDS, dan untuk memberikan kesempatan bagi kaum sexual abuse. muda bertanya, mencari tahu, dan menakar Athar (www.islamfortoday.com) sikap seksualnya dalam rangka memahami menyatakan bahwa dalam pendidikan nilai-nilai dalam keluarga dan masyarakat, seksualitas sejak dini, sebelum anak meningkatkan harga diri (self-esteem), diajarkan tentang anatomi dan fisiologi mengembangkan wawasan mengenai harus terlebih dahulu ditanamkan keyakinan

Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak Berbasis Nilai| 13 Lestari, S. [hal.7-20] kepada Allah SWT (tauhid).Selain itu Salah satu hambatan terbesar untuk penyampaian kepada anak laki-laki dan mengembangkan komunikasi seksualitas perempuan harus dilakukan secara terpisah, adalah persepsi tabu terhadap topik seks. serta penyampaian informasi seksualitas Sayangnya upaya menyingkirkan tabu harus sesuai dengan kepentingan. Dalam malah diwujudkan dengan eksploitasi arti, bila anak usia 5 tahun bertanya tentang sensualitas seks di ranah publik, misalnya bagaimana bayi bisa berada dalam perut ibu, melalui media. Cara-cara mengeksploitasi tidak harus dijelaskan tentang keseluruhan sensualitas seks melalui media ditengarai aktivitas intercourse. Demikian juga pada justru mendorong meningkatnya anak usia 14 tahun tidak perlu disampaikan eksperimentasi seksual di kalangan remaja. informasi tentang cara penggunaan kondom, Oleh karena itu komunikasi yang hanya boleh disampaikan pada saat seksualitas orang tua–anak tidak anak menjelang menikah. Adapun cakupan mensyaratkan dihilangkannya persepsi tabu materi pendidikan seksualitas menurut terhadap seks. Persepsi tabu diperlukan Athar, meliputi: karena dalam batas-batas tertentu seks a. Pertumbuhan dan perkembangan memiliki makna yang sakral. Selain itu seks seksual juga berkenaan dengan hal-hal yang bersifat b. Fisiologi dan sistem reproduksi privasi, sehingga akan menghadirkan rasa c. Konsepsi, perkembangan janin dan malu bila diumbar kepada publik. Justru kelahiran karena seksualitas memiliki dimensi yang d. Penyakit menular seksual bersifat tabu membuat komunikasi e. Aspek mental, emosional dan sosial seksualitas orang tua – anak menjadi relevan dari pubertas dan penting. Pada umumnya hal-hal yang f. Etika moral, sosial dan agama tabu hanya dapat dibicarakan secara lebih g. Cara menghadapi tekanan sebaya terbuka dengan orang-orang dengan tingkat kedekatan yang tinggi. Karena dengan Mengembangkan komunikasi seksualitas demikian seseorang tidak akan merasa orang tua – anak khawatir dipermalukan. Komunikasi dipercayai menjadi salah Penghilangan persepsi tabu terhadap satu kunci bagi orang tua dalam seks, ternyata tetap tidak membuat menjalankan fungsi keorangtuaannya. komunikasi seksualitas orang tua – anak Dengan demikian dalam fungsinya menjadi mudah dilakukan. Di dunia Barat, melakukan pendidikan seksualitas dapat yang tidak lagi menganggap seks sebagai diwujudkan dengan mengembangkan hal yang tabu dan ekspresi seksualitas di komunikasi seksualitas orang tua - anak. ruang publik tidak lagi berpedoman pada 14 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

moralitas yang ketat, para orang tua tetap maka perasaan nyaman terhadap topik merasa kesulitan mengomunikasikan seksualitas dapat ditumbuhkan pada diri seksualitas dengan anak. Cara-cara berikut masing-masing. Dengan kenyamanan ini dapat digunakan untuk mempermudah tersebut masing-masing akan dapat orangtua dalam mengembangkan menjalankan peran dengan baik dalam komunikasi seksualitas dengan anak. menyampaikan informasi seksualitas 1. Memulai sejak dini pada anak. Penyampaian informasi seksualitas 3. Menyampaikan informasi sesuai tahap kepada anak sebaiknya dimulai sejak perkembangan balita, saat rasa malu anak belum Seberapa jauh informasi seksualitas menguat.Pada masa ini anak-anak masih diberikan pada anak tergantung usia dan berada pada taraf berpikir kongkrit, tahap perkembangan anak. Sebagai sehingga masih bisa menerima contoh dalam penyampaian informasi informasi-informasi faktual tentang tentang anatomi reproduksi, pada kanak- seksualitas tanpa tendensi etis, misalnya kanak cukup diberi informasi tentang pengenalan nama-nama anggota tubuh nama organ reproduksi dan fungsinya dengan istilah-istilah yang tepat (penis, membedakan jenis kelamin. Sementara vagina dll.). Penyampaian informasi pada masa pra remaja dan remaja awal seksualitas sejak dini juga perlu diberi informasi bahwa akanmemberikan kesan pada anak kematangan organ reproduksi terjadi bahwa orang tuanya bersikap terbuka pada masa puber, perbedaan sistem terhadap topik seksualitas. Sehingga reproduksi dengan sistem respons pada saat anak mulai berkembang rasa seksual, dan adanya perasaan erotis malunya, mereka tahu bahwa orang yang muncul saat organ reproduksi tuanya dapat menjadi tempat rujukan tertentu disentuh. Pada remaja yang untuk memperoleh informasi seksualitas beranjak dewasa, informasi yang yang mereka butuhkan. disampaikan lebih lengkap lagi 2. Membuat diri merasa nyaman dengan mencakup kromosom dan hormon topik seksualitas seksual, serta kenikmatan yang dapat Perasaan nyaman untuk membicarakan diperoleh oleh laki-laki dan perempuan topik seksualitas dapat dilatih melalui melalui relasi seksual. komunikasi seksualitas dengan 4. Menggunakan bahasa dan istilah yang pasangan. Bila komunikasi seksualitas tepat dan mudah dipahami anak dengan pasangan berlangsung dengan Adanya persepsi tabu terhadap seks baik secara verbal maupun nonverbal, sering membuat seseorang sulit

Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak Berbasis Nilai| 15 Lestari, S. [hal.7-20]

menyebutkan istilah seksual dengan Konsep-konsep seksualitas terkait nilai- benar dan tepat. Ada yang nilai menggunakan kata ‘anu’ untuk Sebagaimana sudah dipaparkan mengganti istilah-istilah yang sulit bahwa kelebihan komunikasi seksualitas diungkapkan. Sebagian yang lain orang tua – anak dibanding format menggunakan istilah-istilah kulturan, pendidikan seksualitas yang lain adalah misalnya titit untuk menyebut penis. Hal dalam hal kesinambungan dan penyampaian yang perlu diingat adalah penggunaan nilai-nilai. Hubungan orang tua dan anak istilah yang tidak tepat dapat tidak dibatasi oleh waktu sehingga menyamarkan atau menyesatkan kesinambungan yang terkait dengan tahap informasi yang mau disampaikan. perkembangan dapat terjaga.Pemaparan Padahal informasi tentang seksualitas nilai juga lebih mudah dilakukan karena harus disampaikan dengan jelas dan pada umumnya terdapat kesamaan nilai lugas. antara orang tua dan anak, mengingat nilai 5. Memanfaatkan momentum terkait dengan latar belakang sosial, budaya Karena model pendidikan di rumah dan agama.Hal ini berbeda dengan sekolah, berbeda dengan di sekolah, maka terutama sekolah negeri yang harus pemanfaatan momentum menjadi menerima siswa dari beragam latar penting. Beberapa momentum yang belakang. rutin terjadi dapat digunakan, misalnya, Nilai-nilai seksual pada umumnya peristiwa kelahiran bayi oleh saudara bersumber pada budaya dan khususnya atau tetangga, peristiwa menarkhe atau agama.Dalam pandangan , seks mimpi basah. Bagi kaum muslim pada merupakan salah satu sifat dasar manusia bulan Ramadhan juga terdapat (the nature of human being).Allah momentum yang dapat dimanfaatkan, memberikan hasrat seksual (syahwat) misalnya saat ibu tidak puasa karena kepada manusia sebagaimana diungkapkan sedang haid. Sayangnya yang sering dalam Al-Qur’an (3:14, 7:81, terjadi orang tua memanipulasi 27:55).Menurut ajaran Islam, hubungan seks informasi penyebab tidak puasa dengan yang sah adalah yang dilakukan secara alasan sakit, bukan untuk menjelaskan heteroseksual dan berada dalam ikatan tentang haid. pernikahan. Selain itu hubungan seks suami

16 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

istri juga harus dilakukan dalam cara-cara Dengan demikian haya’ merupakan keadaan yang tidak dilarang oleh agama. Nilai moral psikologis sebagai implikasi dari integritas terpenting terkait seksualitas yang mendasar iman dan merupakan salah satu dari dalam Islam adalah hubungan seks hanya moralitas Islam. Haya’ merupakan diperbolehkan dalam ikatan perkawinan. karakteristik yang positif dan umumnya Pelanggaran dalam perilaku seksual dalam dimiliki oleh para nabi. Penggambaran Al- Islam dinamakan zina. Zina merupakan Qur’an tentang haya’ dapat dilihat pada tindakan keji (fahisyah) dan dikategorikan kisah tentang Nabi Yusuf (Q.S. 12:23-34), sebagai dosa besar. Dalam Al-Qur’an saat ia digoda oleh Zulaikha. Secara dijelaskan pelarangan (atau anjuran manusiawi Yusuf sudah terpikat oleh menghindari) aktivitas yang menjadi Zulaikha (di kemudian hari ia menikahinya), preseden (qurb) kepada zina. Pada namun haya’ mencegahnya untuk menuruti umumnya hal ini dipahami sebagai zina hasrat manusiawinya tersebut, walaupun non-coitus (zina al-jawarih), yang meliputi situasi sangat memungkinkan karena mereka segala aktivitas dan perilaku yang dapat hanya berdua dalam ruangan yang tertutup. membawa pada zina coitus baik itu ‘Aurat adalah bagian dari tubuh yang dilakukan oleh mata, telinga, mulut, tangan, dapat mendatangkan stimulasi seksual bila maupun kaki. Selain itu dalam Al-Qur’an melihatnya(Kasule,www.themodernreligion. juga dianjurkan untuk merendahkan com). Dalam Islam fungsi utama pakaian pandangan dan menjaga kelamin (Q.S. selain untuk melindungi fisik tubuh dari 24:30-31) agar tidak tergoda melakukan cuaca alam, adalah untuk menutup aurat. pelanggaran seksual. Laki-laki dan perempuan memiliki aurat Berikut ini beberapa konsep penting yang berbeda. Aurat perempuan adalah dalam Islam yang mencerminkan nilai-nilai seluruh tubuhnya kecuali muka dan tangan, seksualitasyang perlu disampaikan pada sedangkan aurat laki-laki adalah yang anak yakni: haya’, ‘aurat, hijab, mahram, terdapat antara pusar dan lutut. Karena aurat khalwat, ikhtilath, tabarruj, hurmatul bait, perempuan adalah seluruh anggota dan janabat. tubuhnya, maka Al-Qur’an menguraikan Haya’ biasa diartikan dengan rasa lebih rinci cara-cara menutup aurat malu. Namun rasa malu ini bukan yang perempuan. berkaitan dengan sikap introvert. Haya’ Hijab merupakan tindakan adalah suatu sikap spiritual dari seseorang melindungi aurat dari penglihatan orang yang membuatnya menghindari dosa lain. Tingkatan dalam cara menerapkan maupun segala hal yang membawa pada hijab ini tergantung pada kriteria orang yang dosa(Kasule,www.themodernreligion.com). ditemui atau mungkin melihatnya (Q.S.

Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak Berbasis Nilai| 17 Lestari, S. [hal.7-20]

24:31, 33:55). Karena tidak menghendaki Khalwat merupakan tindakan terlalu menyulitkan, maka Islam menyendiri berdua dengan lawan jenis yang membolehkan perempuan membuka bukan mahram pada tempat yang orang lain sebagian auratnya di rumah, sepanjang tidak tidak dapat melihat mereka. Penggambaran dengan maksud memperlihatkan zinat-nya khalwat sangat jelas dalam kisah Yusuf A.S, (perhiasan/segala sesuatu yang menarik) tentang tindakan Zulaikha menutup semua atau bersikap sexual stimulative pada selain pintu ruang tempat ia dan Yusuf berada. suami. Selain itu bagi perempuan yang Bila seorang laki-laki dan perempuan sudah menopause yang sudah tidak berduaan dan menyendiri, maka biasanya menginginkan menikah lagi, juga akan ada pihak ketiga, yaitu setan dibolehkan membuka sebagian hijab-nya (H.R.Ahmad). Oleh karena itu khalwat (Q.S. 24:60). merupakan cara pergaulan lain jenis yang Mahram adalah suatu kategori bagi tidak dibolehkan oleh Islam. Pada masa lawan jenis yang tidak boleh dinikahi dan sekarang banyak kaum muda yang menikahi. Dalam Al-Qur’an (Q.S. 4:23-24) melakukan khalwat dalam gaya pacaran disebutkan kategori perempuan yang tidak mereka dengan alasan romantisme. Maka boleh dinikahi, yang secara umum dapat sangat mungkin hal itu meningkatkan dibagi menjadi dua golongan, yaitu karena terjadinya peristiwa hubungan seks pra- nasab dan hubungan perkawinan. nikah. Berdasarkan ayat tersebut dapat diketahui Ikhtilath merupakan keadaan siapa saja yang termasuk mahram bagi bercampur antara banyak laki-laki dan seorang laki-laki, demikian juga sebaliknya perempuan.Jika tanpa ada keperluan siapa saja yang termasuk mahram bagi penting, maka keadaan ikhtilath seyogyanya seorang perempuan. Seorang Muslim laki- dihindari. Dalam situasi-situasi sosial yang laki dan perempuan tidak diperkenankan niscaya terjadi ikhtilath, Islam mengajarkan mengalami ketertarikan seksual kepada etiket menutup aurat dan merendahkan mahramnya. Di istilah yang lebih tatapan (Q.S. 24:30-31). sering digunakan adalah muhrim untuk Tabarruj adalah tindakan menghiasi mahram dan non-muhrim untuk yang bukan diri untuk meningkatkan daya tarik. Pada mahram. Kategori mahram ini selain umumnya perempuan memiliki naluri untuk berfungsi dalam kriteria pemilihan pasangan tampil dengan mempercantik diri. Atas menikah, juga menjadi kriteria bagi dasar inilah berkembang industri kosmetik perempuan dibolehkan untuk membuka dan fashion. Islam tidak membolehkan cara sebagian auratnya. menghias diri secara berlebihan (Q.S. 33:33) saat perempuan keluar rumah. Terutama 18 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

perempuan yang sedang ditinggal suaminya layak melakukan ibadah ritual tertentu bepergian (H.R. Thabrani). sebelum melakukan mandi besar (junub) Hurmatul Bayt atau menghormati dengan tata cara tertentu. Istilah lainnya penghuni rumah merupakan etiket adalah mengalami hadats besar. memasuki rumah orang lain. Dalam Islam rumah merupakan tempat yang memiliki Simpulan dan Saran privasi tinggi bagi penghuninya. Rumah Komunikasi seksualitas orang tua- menjadi area yang memberikan keleluasaan anak berperan penting dalam memberikan dan kelonggaran bagi penghuninya untuk bekal informasi seksualitas pada anak dan mengungkapkan diri dengan lebih besar membentuk perilaku seksual yang daripada di tempat publik, misalnya bertanggungjawab pada anak. Komunikasi keleluasaan untuk membuka aurat. seksualitas tersebut sebaiknya menekankan Seseorang dilarang memasuki rumah orang pentingnya nilai-nilai moral terkait lain tanpa ijin. Dalam etiket Islam, batas seksualitas sebagaimana yang telah minta ijin bertamu adalah sebanyak tiga kali diajarkan dalam agama. Kelebihan (H.R. Bukhari dan Muslim). Bila sesudah komunikasi seksualitas orang tua-anak tiga kali tidak ada tanggapan dari penghuni, dibandingkan sumber informasi seksualitas orang tersebut perlu mempertimbangkan lainnya adalah terjaminnya kesinambungan untuk membatalkan maksud bertamunya. komunikasi yang terjadi antara orang tua- Janabat merupakan keadaan diri tidak anak. Mengingat pentingnya peran orang tua suci dan layak menjalankan ibadah ritual sebagai pemberi informasi seksualitas bagi seperti shalat, thawaf (haji), dan membaca anak, sebaiknya orang tua menjalankan Al-Qur’an. Setelah melakukan hubungan peran tersebut dengan baik agar anak tidak seksual, menstruasi dan nifas (bagi memenuhi rasa ingin tahunya tentang perempuan), serta mimpi basah atau keluar seksualitas ke sumber-sumber lain yang cairan semen dari kelamin (bagi laki-laki), tidak dapat dipertanggungjawabkan seseorang dikategorikan tidak suci dan tidak kebenarannya.

Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak Berbasis Nilai| 19 Lestari, S. [hal.7-20]

DAFTAR PUSTAKA

Allgeier, E. R.&Allgeier, A. R.(1991).Sexual interactions. Massachusetts: D.C. Heath and Company. Anganthi, N. R. N.&Lestari, S. (2007). Pola komunikasi seksualitas pada masyarakat muslim di Surakarta. Laporan Penelitian Fundamental. (tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Athar, S. Sex education: An Islamic perspective. Diakses dari http://www.islamfortoday.com\athar19.html pada tanggal 19 April 2007. Dale, P. (2005). Values, sex education and the adolescent. Diakses dari http://www.opendoors.com.au\educateA.htm, pada tanggal 10 November 2006. Fantasia, H. C. (2008). Concept Analysis: Sexual decision-making in adolescence. Nursing Forum, 43, 80-90. Hurlock, E. B. (1990). Perkembangan anak. Jilid 2. : Erlangga. Jaccard, J., Dittus, P. J., & Gordon, V. V. (1998). Parent–adolescent congruency in reports of adolescent sexual behavior and in communications about sexual behavior. Child Development, 69, 247–61. Kasule, O. H. (tt) Human sexuality and the shari’at. Diakses dari www.themodernreligion.com/misc/sex/sex-shariah.html pada tanggal 19 April 2007. Katchadourian, H. A. (1989). Fundamentals of human sexuality. Fifth edition. Florida: Holt, Rinehart and Winston, Inc. Kim, J. L. & Ward, L. M. (2007). Silence speaks volumes: Parental sexual communication among Asian American emerging adults. Journal of Adolescent Research, 22, 3-31. DOI: 10.1177/0743558406294916 Kimmel, D. C. & Weiner, I. B.(1995). Adolescence: A developmental transition. Second edition. New York: John wiley & Sons, Inc. Kotb, H.G. (2004). Sexuality in Islam. Dissertation diajukan pada Maimonides University. Diakses dari http://www2.hu-berlin.de/sexology/GESUND/ ARCHIV/kotb2.htm pada tanggal 19 April 2007. Lestari, S. & Hertinjung, W. S. (2007). Sikap ibu terhadap pertanyaan anak tentang seksualitas. Psikologika, 12, 147-155. Lestari, S. (2010). Youth courtship sexual behavior, exposure to pornography, and parental sexual communication. Anima, 25 (4),257-264. Lestari, S., Suparno, & Restu, Y. S. (2011). Identifikasi kebutuhan informasi seksualitas pada remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi, 5 (2), 180-188. Madani, Y. (2004). Sex educations for teens. Pendidikan seks remaja dalam Islam. Jakarta: Hikmah. Miqdad, A. A. A. (2001). Pendidikan seks bagi remaja menurut hukum Islam. : Mitra Pustaka. National Guidelines Task Force.(1996).Guidelines for Comprehensive Sexuality Education, Kinergarten-12th Grade. second edition. New York: SIECUS. 20 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013

PKBI (2001). Kebutuhan akan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja. Laporan need assesment di Kupang, Palembang, Singkawang, Cirebon dan Tasikmalaya. Diakses dari: www.PKBI.or.id. Rate, A. C. (2005). Preach or teach? Value-based sexuality education. Diakses dari http://www.opendoors.com.au\educateB.htm, pada tanggal 10 November 2006. Sugiarto, 2006. Hasil survei PSS PKBI DIY: Pelajar sudahlakukan seks bebas. Diakses dari www.cyberman.cbn.net.id pada tanggal 15 Maret 2006. Tim Penyusun Terjemah. (1975). Al-Quran dan terjemahnya. Departemen Agama Republik Indonesia.

Lampiran: Sri Lestari. Menyelesaikan pendidikan ilmu psikologi S-1, S-2, dan S-3 di Fakultas Psikologi UGM. Berminat dalam kajian psikologi keluarga terutama parenting dan pendidikan seksualitas. Aktif melakukan penelitian dan menulis artikel pada jurnal ilmiah. Beberapa karyanya telah diterbitkan antara lain dalam jurnal Arkhe, Anima, Buletin Psikologi, Jurnal Psikologi, Humaniora, dan Indigenous. Buku pertama yang telah diterbitkan adalah Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga (Kencana Prenada Media Group, 2012).