Komunikasi Seksualitas Orang Tua-Anak Berbasis Nilai
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PU.02 KOMUNIKASI SEKSUALITAS ORANG TUA-ANAK BERBASIS NILAI Sri Lestari Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email:[email protected] Abstraksi.Perilaku seksual remaja telah mengundang keprihatinan dari para pendidik dan orang tua.Tekanan teman sebaya dan media ditengarai memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku seksual remaja.Pendidikan seksualitas, terutama oleh orang tua, dianggap sebagai jalan keluar untuk mengendalikan dan memberi arah yang benar terhadap perilaku seksual remaja.Sayangnya orang tua pada umumnya belum menjalankan peran yang baik dalam hal ini.Sebenarnya orang tua tidak harus memberikan pendidikan seksualitas pada anak secara terstruktur layaknya di sekolah.Orang tua hanya perlu menjadikan topik seksualitas menjadi bagian dari komunikasi sehari-hari di dalam keluarga.Tulisan ini membahas urgensi komunikasi seksualitas orang tua – anak, bagaimana melakukannya, dan konsep-konsep penting terkait nilai-nilai seksualitas. Kata kunci: remaja, komunikasi seksualitas, nilai-nilai Fenomena yang terjadi di masyarakat Tasikmalaya menunjukkan bahwa aktivitas menunjukkan bahwa perilaku remaja dalam remaja dalam berpacaran sangat bervariasi, berpacaran semakin memprihatinkan banyak mulai dari bersentuhan, berciuman, petting, pihak. Bila jaman tahun 1970-an dulu dan berhubungan kelamin. Alasan remaja perilaku seksual yang terekspos di ranah melakukan hubungan seksual dalam publik adalah bergandengan tangan atau berpacaran pada umumnya adalah sebagai merangkul pundak. Namun kini perilaku ungkapan rasa cinta. Sementara hasil survei seperti itu tidak lagi dianggap sebagai PKBI lainnya (Sugiarto, 2006) menemukan pacaran tetapi pertemanan biasa. Dalam bahwa pelaku hubungan seks pranikah telah sebuah wawancara dengan remaja putra merambah remaja di bawah usia 18 tahun. terungkap bahwa yang namanya pacaran itu Dampak yang timbul dari maraknya paling tidak sudah sampai pada tahap perilaku seks pranikah pada remaja adalah berciuman. Bahkan beberapa hasil survei terjadi peningkatan jumlah kasus kehamilan mengungkapkan data yang lebih tidak dikehendaki (KTD) . Namun untuk mengkhawatirkan. Seperti survei yang menemukan data secara statistik mengenai dilakukan PKBI (2001) terhadap 2479 jumlah kasus KTD yang terjadi di remaja di lima kota yaitu Kupang, masyarakat masih sulit. Mengingat tidak Palembang, Singkawang, Cirebon, dan semua kasus KTD dilaporkan pada pihak 7 8 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013 berwenang. Langkah yang masih sering Ada beberapa hal yang diduga ditempuh oleh keluarga yang mengalami berpengaruh terhadap peningkatan perilaku kasus KTD adalah segera menikahkan seksual pada masa remaja, yakni: (1) Usia remaja yang hamil tersebut. Bila dulu pubertas yang makin muda. Seiring dengan pernikahan dalam kondisi sudah hamil perbaikan gizi dan asupan nutrisinya, usia dipandang sebagai peristiwa yang anak mengalami haid pertama kali semakin menimbulkan aib bagi keluarga, maka muda usianya. (2) Paparan media yang sekarang kondisi tersebut sudah dipandang bermuatan perilaku seksual makin tinggi. sebagai kewajaran. Tak jarang pernikahan Dalam tayangan televisi misalnya terdapat dengan kasus KTD pun dirayakan secara adegan-adegan perilaku remaja berpacaran, besar-besaran dengan pesta yang meriah. juga kisah-kisah percintaan yang Konsekuensi yang timbul pasca digambarkan dengan perilaku berangkulan, pernikahan pada masa remaja adalah berpelukan, bahkan berciuman. (3) Akses menjadi orang tua di usia muda. Pada tahap media pornografi makin mudah dilakukan. ini para remaja pada umumnya belum Bukan rahasia lagi bila ada tempat memahami bahwa berkeluarga berarti berani persewaan CD film juga menyewakan CD memikul tanggungjawab yang besar. film-film porno yang bisa disewa dengan Berkeluarga tidak hanya berisi kesenangan mudah oleh remaja. (4) Tekanan teman sebagaimana yang mereka bayangkan sebaya makin kuat. Di kalangan sebagian selama berpacaran. Ada kewajiban mencari remaja ada anggapan bahwa remaja yang nafkah untuk memenuhi kebutuhan tidak mempunya pacar dipandang keluarga, mengelola keuangan keluarga, ketinggalan jaman dan tidak gaul. Kondisi mengasuh dan mendidik anak, dan tersebut membuat remaja yang belum sebagainya. Ketidaksiapan dalam memikul mempunyai pacar menjadi ingin mempunyai tanggungjawab tersebut dapat menimbulkan pacar seperti teman-teman lainnya. (5) Peran problem-problem psikososial dalam orang tua dalam membekali informasi kehidupan berpasangan. Tak jarang seksualitas pada anak kurang memadai. Dari problem-problem psikososial tersebut penelitian Anganthi dan Lestari (2007) dan berlanjut pada konflik antar pasangan. Lestari (2010) terungkap bahwa komunikasi Bahkan ada yang mengakhiri janji seksualitas yang terjalin antara orang tua pernikahan dengan sebuah perceraian. Oleh dengan anak masih rendah. Bahkan masih karena itu tidak mengherankan bila angka ditemukan orang tua yang merasa tidak perceraian di usia muda pun disinyalir perlu membekali anak dengan pengetahuan menunjukkan tren peningkatan. seksualitas karena memandang anak akan tahu sendiri bila sudah besar. Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak Berbasis Nilai| 9 Lestari, S. [hal.7-20] Peran orang tua sebagai pendidik (14,2%), buku (6,9%), internet (6,5%), guru seksualitas dan media (3,4%), kakak (2,7%), dan ahli Terkait dengan peran orang tua dalam (2,3%). Pada remaja laki-laki pilihan untuk komunikasi seksualitas dengan anak, urutan pertama sumber informasi tentang penelitian Lestari dan Hertinjung (2007) seks juga teman, namun urutan berikutnya mengungkapkan bahwa sikap ibu dalam yang menonjol adalah internet. Urutan komunikasi seksualitas dengan anak dapat berikutnya adalah guru (8,6%), media dan dikategorikan menjadi: (1) memberikan buku (masing-masing 3,3%), orangtua penjelasan, (2) bingung dalam menjawab (1,9%), ahli (1,5%) dan kakak (0.7%). pertanyaan anak, (3) melarang anak untuk Pemilihan orangtua sebagai sumber bertanya, (4) menunda jawaban dan informasi seks pada remaja perempuan menganggap anak akan tahu sendiri, dan (5) relatif kecil, namun bila dibandingkan mengalihkan topik pembicaraan. Bila dilihat dengan pemilihan remaja laki-laki, remaja dari proporsinya masih lebih banyak ibu perempuan masih memiliki motivasi yang yang tidak memberikan penjelasan terhadap lebih besar daripada remaja laki-laki untuk pertanyaan tentang seksualitas yang mencari informasi tentang seks dari diajukan oleh anak daripada yang bersedia orangtua. memberikan penjelasan. Kondisi tersebut Selain dari sisi anak, hambatan dalam dapat menjadi pendorong bagi anak untuk komunikasi seksualitas juga dapat berasal mencari tahu sendiri dari sumber-sumber dari sisi orang tua. Seperti terungkap dalam lain yang memungkinkan untuk penelitian Kim dan Ward (2007), orangtua mengaksesnya. dari keluarga Asia Amerika memilih Studi ekplorasi yang dilakukan mengomunikasikan nilai-nilai seksualitas Lestari, Suparno, dan Restu (2011) pada anak secara implisit dan nonverbal. mengungkapkan bahwa teman sebaya Dengan cara seperti itu, remaja hanya menjadi sumber informasi yang paling sedikit berkomunikasi dengan orangtua banyak dipilih oleh remaja laki-laki maupun tentang seksualitas. Hal tersebut dapat remaja perempuan. Bila dicermati lebih mengakibatkan remaja salah memahami lanjut terdapat perbedaan antara remaja laki- sikap orangtua terhadap seksualitas laki dan perempuan dalam memilih sumber (Jaccard, Dittus, & Gordon, 1998). Padahal informasi tentang seks. Remaja perempuan orangtua masih menjadi variabel penting memilih teman (41,6%) sebagai sumber dalam pengambilan keputusan pada remaja pertama, berikutnya adalah orangtua terkait perilaku seksualnya (Fantasia, 2008). 10 | Prosiding Seminar Nasional Parenting 2013 Pemahaman remaja tentang dimensi leksikal dari kata seks sebagai jenis kelamin seksualitas dengan beragam arti dalam pandangan Topik seksualitas merupakan topik remaja menunjukkan bahwa remaja belum yang menjadi pembicaraan remaja dengan dapat membedakan istilah seks dengan teman-teman sebayanya. Pemahaman istilah-istilah lain yang dianggap remaja remaja tentang seks tidak terlepas dari sama artinya padahal sebenarnya memiliki pengaruh pergaulan teman sebaya dan arti yang berbeda seperti hubungan seksual pengaruh media massa. Survei yang dan reproduksi. Kondisi tersebut dilakukan Lestari, Suparno, dan Restu mengindikasikan bahwa remaja belum (2011) mengungkap arti kata seks menurut memiliki informasi yang tepat dan remaja (Tabel 1). Dari survei tersebut komprehensif tentang seks.Pemahaman diketahui bahwa sebagian besar remaja yang kurang tepat tersebut diduga terkait mengartikan kata seks sebagai hubungan dengan keakuratan informasi yang diperoleh seksual,dan bukan jenis kelamin oleh remaja manakala mencari tahu tentang sebagaimana arti bahasa yang sebenarnya. informasi seks yang dibutuhkannya. Perbedaan yang muncul antara makna Tabel 1. Pemahaman remaja tentang seks Kategori tema Jumlah Persentase Hubungan seksual 322 60,75 Relasi dengan lawan jenis 82 15,47 Pembeda jenis 25 4,72 Erotisme 13 2,45 Perbuatan terlarang 8 1,51 Reproduksi 6 1,13 Hasrat 6 1,13 Tidak tahu 46 8,68 Tidak menjawab 15 2,83 Lainnya 7 1,32 Total 530 100,00 Dikutip dari Lestari, Suparno, & Restu, 2011. Mengapa komunikasi seksualitas perkembangan kepribadian anak-anak dan penting? remaja.Tak terkecuali dalam pembentukan Pada masa sekarang tekanan sikap dan perilaku seksual. Secara rata-rata, kelompok sebaya dan paparan media anak terkena 9000 paparan adegan seksual memiliki pengaruh yang besar terhadap dalam setahun (Kotb, Heba.G., www2.hu- Komunikasi Seksualitas Orangtua-Anak