Bab Iii Daya Tarik & Upaya Pelestarian Tari Buyung

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Bab Iii Daya Tarik & Upaya Pelestarian Tari Buyung library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB III DAYA TARIK & UPAYA PELESTARIAN TARI BUYUNG A. Latarbelakang Tari Buyung di Cigugur Kuningan Tari Buyung diciptakan oleh seorang koreografer yang berdomisili di Cigugur, beliau adalah Ibu Emalia Djatikusuma istri dari Pangeran Djatikusuma. Tari Buyung tercipta pada tahun 1969. Buyung sendiri memiliki arti yaitu merupakan sejenis alat yang terbuat dari logam maupun tanah liat yang digunakan oleh sebagian wanita desa pada zaman dulu untuk mengambil air di sungai, danau, mata air, atau di kolam. Bagi Ibu Emalia Djatikusumah, gerak lembut dan nuansa alam di kala bulan purnama mengilhami lahirnya karya cipta tari yang mengisahkan gadis desa yang turun mandi dengan teman – temannya dan mengambil air di pancuran Ciereng dengan buyung. Terciptanya Tari Buyung untuk mencerminkan kehidupan masyarakat Kuningan Khususnya Cigugur. Sesuai dengan namanya Tari Buyung menggunakan media Buyung dalam mempersembahkan tarian tersebut, Tari Buyung sendiri diciptakan untuk menceritakan kegiatan keseharian gadis Desa Cigugur pada zaman dahulu. Tarian tersebut mulanya hanya sebagai bentuk persembahan di acara Upacara Adat Seren Taun. Pada saat itu Ibu Emalia belum mengetahui bahwa kegiatan keseharian gadis desa tersebut akan hilang seiring berkembangnya Teknologi, maka dari itu sekarang Tari Buyung menjadi Ikon Kabupaten Kuningan. Tari Buyung juga menarik banyak simpati para penikmat seni. ( Hasil wawancara dengan Pangeran Gumira Bama Alam dan Ibu Emalian Djatikususma Mei 2018 ). commit to user 17 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id18 B. Daya Tarik Tari Buyung sebagai Potensi Wisata Budaya di Kabupaten Kuningan 1. Busana Tari Buyung menggunakan riasan panggung untuk kebutuhan keindahan serta mengikuti perkembangan zaman, pada bagian kepala penari menggunakan Sobrah atau rambut palsu panjang, menggambarkan gadis desa pada zaman dahulu memiliki rambut panjang yang terurai cantik (Wawancara dengan Bapak Gumirat Barna Alam). Gambar 1 : Rias Penari Sumber : (Dokumentasi Penari Wulan 2017) Busana tari Buyung mengandung nilai-nilai filosofis, hal ini dimaksudkan agar tari Buyung tidak hanya menggambarkan proses menikmati sebuah hiburan tapi commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id19 juga melestarikan budaya dengan buasana adatnya. Busana dan aksesoris penari antar lain Gambar 2 : Tata Busana Penari Sumber : (Dokumentasi Penari Wulan 2017) Kain Samping pada zaman dahulu gadis desa menggunakan kain samping sebagai pakaian sehari – hari dalam berbagai macam aktivitasnya. Kemben hijau, kemben digunakan karena tarian tersebut menggambarkan permainan di air dan kemben merupakan pakaian tradisi. Warna hijau pada kemben memiliki Filosofi yaitu tunas-tunas muda akan tumbuh dan berkembang melanjutkan tongkat estafet orang tuanya. ( seiring berkembangnya zaman warna pada kemben sekarang lebih bervariasi commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id20 lagi namun tidak merubah pakaian tradisi dan makna dari Tata Busana tersebut ) dan pada saat ini kemben yang digunakan oleh penari berwarna warni hal tersebut hanya sebagai kebutuhan keindahan saja. Penari Buyung juga tidak lepas dari penggunaan Selendang Selendang yang digunakan oleh penari adalah Selendang Merah memiliki makna filosofi simbol keberadaan unsur Api dimanfaatkan unsur Api didalam diri disalurkan kepada hal – hal yang positif Selendang tersebut masih tetap digunakan hingga saat ini. Ikat pinggang untuk mengencangkan kain samping yang digunakan penari. Hiasan leher sebagai aksesoris penari agar menambah kecantikan penari. 2. Perlengkapan Gambar 3 : Anggel Samping Sumber : (Dok.Penulis 2018) Tari Buyung menggunakan perlengkapan seperti Buyung, Kendi dan kain Samping sebagai media untuk menjaga keseimbangan Buyung yang diletakan dikepala dan juga sebagai pelindung kepala dalam bahasa Sunda Anggel. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id21 Gambar 4 : Buyung Gambar 5 :Kendi Sumber : (Dokumentasi Pribadi 2018) Buyung yang digunakan untuk penampilan tari Buyung terbuat dari logam atau kuningan. Masyarakat dulu menggunakan buyung untuk mengambil air. Buyung terbuat dari bahan kuningan tujuannya agar lebih kuat saat digunakan untuk mengambil air dan lebih awet di bandingkan dengan buyung yang terbuat dari tanah liat. Buyung yang terbuat dari tanah liat jika terjatuh mudah pecah. Kendi yang digunakan saat pentas yaitu kendi yang terbuat dari tanah liat, kendi tersebut di gunakan sebagai pijakan para penari sebagai wujud keseimbangan dan memiliki makna tersendiri dalam gerakan tersebut. pada zaman dahulu kendi digunakan untuk menyimpan air minum, orang zaman dahulu percaya air minum yang disimpan dalam kendi yang terbuat dari tanah liat kualitas airnya akan terjaga dengan lebih baik. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id22 3. Gerakan Dalam Tari Buyung terdapat beberapa jenis gerakan antara lain Nyuhun, Bersimpuh, Buyung diangkat dari kepala untuk mengambil air, Pemainan di Air ( Berenang ), Mencuci Pakaian ( Nyokcrok ), Keramas, Naik Kendi dan menyuhun Buyung, Jala Sutra. Gambar 6 : (Nyuhun) Sumber : (Dokumentasi Pribadi 2018) Membawa media buyung dengan cara meletakannya di atas kepala, para gadis desa melakukannya saat berangkat ke sumber mata air untuk mengambil air dan commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id23 kembali dengan membawa air dengan cara yang sama yaitu nyuhun. Kegiatan ini dilakukan bersama –sama degan teman sebayanya. Gambar 7 : Bersimpuh dibawah Sumber : (Dokumentasi sekretariat Paseban 2017) Bentuk tarian saat penari bersimpuh dibawah, memiliki makna yaitu harapan sebuah bangsa dimuka bumi ini ingin mendapat tempat untuk kemerdekaan lahir, batin kepada Yang Maha Kuasa juga sebagai wujud memohon kepada Yang Maha Kuasa agar di berikan berkah oleh Yang Maha Kuasa, dan juga sebagai wujud bahwa manusia tidak boleh melupakan Sang Pencipta, selalu rendah diri dan selalu mengingat Sang Pencipta. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id24 Gambar 8 : Mengangkat buyung dari kepala Sumber : (Dokumentasi Pribadi 2018) Gerakan tersebut memiliki arti, air adalah lambang kehidupan. Bila tinggal pada sebuah tempat pasti akan sangat memerlukan air bersih yang dibutuhkan. Dan agar kita mengikuti sifat air karena air selalu dapat menyesuaikan diri dimanapun di tempatkan air akan selalu dapat menyesuaikan dirinya. Maka dari itu kita sebagai manusia harus dapat menyesuaikan diri dimana pun kita berada selama lingkungan tersebut baik serta menggambarkan seorang gadis desa yang dalam bekerja gadis tersebut tetap gembira membantu orang tuanya. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id25 Gambar 9 : Permainan air berenang Sumber : (Dokumentasi Pribadi 2018) Gerakan permainan di air atau berenang ini memiliki arti yaitu suka cita gadis desa yang bermain dengan teman sebayanya di mata air atau dalam bahasa sunda yaitu kokojayan berenang sambil bermain dengan riang, untuk menggambarkan suka cita para gadis desa yang selalu riang dalam menjalankan tugasnya membantu mengambil air untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga . Gerakan ini juga menggambarkan bagaiman seorang gadis desa yang cantik dan lemah gemulai saat menari. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id26 Gambar 10 : Mencuci Pakaian ( Nyokcrok ) Sumber : (Dokumentasi Pribadi 2018) Gerakan mencuci pakaian atau dalam bahasa Sunda nyokcrok (menghentak- hentakan pakaian kotor pada media batu dengan air agar kotoran pada pakaian hilang dan menghasilkan bunyi crok crok crok) menggambarkan keterampilan gadis desa, melakukan lebih dari satu hal dalam satu perjalanan, selain mengambil kebutuhan ( air ) sekaligus mencuci pakaian seluruh anggota keluarga dan juga membersihkan perabotan rumah tangga sehingga satu kali perjalanan beberapa pekerjaan dilakukan mendapatkan air, mencuci pakaian serta perabotan. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id27 Gambar 11 : Keramas Sumber : (Dokumentasi Pribadi 2018) Gerakan keramas atau mencuci rambut menggambarkan keterampilan gadis desa, melakukan lebih dari satu hal dalam satu perjalanan, selain mengambih kebutuhan ( air ), Mencuci Pakaian dan perabotan rumah tangga kemudian membersihkan diri dengan berkeramas juga sebagai bentuk kebersihan bahwa gadis desa pada zaman dahulu memperhatikan kebersihan pada zaman dahulu gadis desa selalu memiliki rambut yang panjang dan indah sebagai bentuk mahkota seorang perempuan sehingga para gadis desa selalu merawat rambut dan tubuh dengan baik. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id28 Gambar 12 : Naik Kendi danMenyuhun Buyung Sumber : (Dokumentasi Pribadi 2018) Gerakan naik kendi dan menyuhun buyung memiliki arti dimana Bumi dipijak disitu langit dijunjung, hidup penuh keseimbangan, budaya logika dan budaya metafisika dimanapun manusia berada agar selalu mengingat kepada Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, pada gerakan ini penari harus memiliki keseimbangan yang baik dan hanya penari yang bertubuh kecil yang bisa membawakan tarian ini agar kendi yang digunakan bisa kuat menopang penari. commit to user library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id29 Gambar 13 : Jala Sutra Sumber : (Dok.Penulis 2018) Gerakan Jala Sutra dilakukan apabila penari berjumlah lebih dari 40 orang, gerakan Jala Sutra sendiri memiliki arti, saling memberi, saling mengisi untuk menyaring sifat yang cenderung mendominasi sifat Kemanusiaan. Bentuk tarian tersebut menggunakan selendang penari. Selendang penari satu persatu saling berkait- kaitan dan membentuk sebuah jala yang nantinya akan di ayun-ayunkan oleh para penari sehingga membentuk gerakan yang seirama dan indah. commit to user library.uns.ac.id
Recommended publications
  • Malaysian-Omani Historical and Cultural Relationship: in Context of Halwa Maskat and Baju Maskat
    Volume 4 Issue 12 (Mac 2021) PP. 17-27 DOI 10.35631/IJHAM.412002 INTERNATIONAL JOURNAL OF HERITAGE, ART AND MULTIMEDIA (IJHAM) www.ijham.com MALAYSIAN-OMANI HISTORICAL AND CULTURAL RELATIONSHIP: IN CONTEXT OF HALWA MASKAT AND BAJU MASKAT Rahmah Ahmad H. Osman1*, Md. Salleh Yaapar2, Elmira Akhmatove3, Fauziah Fathil4, Mohamad Firdaus Mansor Majdin5, Nabil Nadri6, Saleh Alzeheimi7 1 Dept. of Arabic Language and Literature, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, International Islamic University Malaysia Email: [email protected] 2 Ombudsman, University Sains Malaysia Email: [email protected] 3 Dept. of History and Civilization, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, International Islamic University Malaysia Email: [email protected] 4 Dept. of History and Civilization, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, International Islamic University Malaysia Email: [email protected] 5 Dept. of History and Civilization, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, International Islamic University Malaysia Email: [email protected] 6 University Sains Malaysia Email: [email protected] 7 Zakirat Oman & Chairman of Board of Directors, Trans Gulf Information Technology, Muscat, Oman Email: [email protected] * Corresponding Author Article Info: Abstract: Article history: The current re-emergence of global maritime activity has sparked initiative Received date:20.01.2021 from various nations in re-examining their socio-political and cultural position Revised date: 10.02. 2021 of the region. Often this self-reflection would involve the digging of the deeper Accepted date: 15.02.2021 origin and preceding past of a nation from historical references and various Published date: 03.03.2021 cultural heritage materials.
    [Show full text]
  • New Museum of Indonesian Batik: an Architecture of “Showing Off”
    Journal of Civil Engineering and Architecture 11 (2017) 305-312 doi: 10.17265/1934-7359/2017.03.010 D DAVID PUBLISHING “A” New Museum of Indonesian Batik: An Architecture of “Showing off” Yuke Ardhiati Architecture Department, Universitas Pancasila, Jakarta, 12640, Indonesia Abstract: For the “A” New Museum of Indonesian Batik, Ivan Saputra was the architect winner of the Museum Design Competition in 2013. Preparation for the competition required architectural design guidelines, which were an important part of the terms of reference for the project. This paper aims to provide an overview of the issues surrounding the work involved in the collaboration work between the Indonesian government and multi-disciplinary participants to establish museum design guidelines for this competition. By articulating and elaborating the characteristics of several famous museums design in the world, by defining relevant architectural theories, and by exploring an in-depth analysis of “batik”, which UNESCO designated as Intangible Heritage of Humanity of UNESCO in 2009, the architectural design guidelines were developed based onfindings revealedby inserting “batik” itself as the museum storyline into contemporary architecture. By referring to trans-disciplinary methods and concepts, then the process of batik making is potentially a kind of architectural “showing off” to expose the uniqueness of Indonesian batik as well as the Architecture-Event theory promoted by French philosopher Jacques Derrida. Key words: Architecture-event, architectural guidelines, Indonesian batik, museum storyline, “showing off”. 1. Introduction strict heritage guidelines result in the fact that museums are limited in regard to museum design. The “Love Our National Museums Movement” According to the author, with such restrictions, the started in the year 2010 as part of Indonesian Museum general public often perceive the final design to be Reform initiative to reform iconic museums.
    [Show full text]
  • Shifting of Batik Clothing Style As Response to Fashion Trends in Indonesia Tyar Ratuannisa¹, Imam Santosa², Kahfiati Kahdar3, Achmad Syarief4
    MUDRA Jurnal Seni Budaya Volume 35, Nomor 2, Mei 2020 p 133 - 138 P- ISSN 0854-3461, E-ISSN 2541-0407 Shifting of Batik Clothing Style as Response to Fashion Trends in Indonesia Tyar Ratuannisa¹, Imam Santosa², Kahfiati Kahdar3, Achmad Syarief4 ¹Doctoral Study Program of Visual Arts and Design, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung, Indonesia 2,3,4Faculty of Visual Arts and Design, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesa 10 Bandung, Indonesia. [email protected] Fashion style refers to the way of wearing certain categories of clothing related to the concept of taste that refers to a person’s preferences or tendencies towards a particular style. In Indonesia, clothing does not only function as a body covering but also as a person’s style. One way is to use traditional cloth is by wearing batik. Batik clothing, which initially took the form of non -sewn cloth, such as a long cloth, became a sewn cloth like a sarong that functions as a subordinate, evolved with the changing fashion trends prevailing in Indonesia. At the beginning of the development of batik in Indonesia, in the 18th century, batik as a women’s main clothing was limited to the form of kain panjang and sarong. However, in the following century, the use of batik cloth- ing became increasingly diverse as material for dresses, tunics, and blouses.This research uses a historical approach in observing batik fashion by utilizing documentation of fashion magazines and women’s magazines in Indonesia. The change and diversity of batik clothing in Indonesian women’s clothing styles are influenced by changes and developments in the role of Indonesian women themselves, ranging from those that are only doing domestic activities, but also going to school, and working in the public.
    [Show full text]
  • DATA INFORMASI ARSIP FOTO KOLEKSI KIT NTT- NTB SUBJEK KETERANGAN NO. FOTO 1 Aksesoris 3 Hiasan Emas “ Rumbit “ Di M
    DATA INFORMASI ARSIP FOTO KOLEKSI KIT NTT- NTB SUBJEK KETERANGAN NO. FOTO Aksesoris 3 hiasan emas “ rumbit “ di Manggarai 0896 / 087 Nusa Tenggara Timur Anting – anting emas, Flores Barat, 0998 / 033 Nusa Tenggara Timur Detail hiasan di kepala ( panggal ) dari emas 0896 / 085 Di Manggarai, Nusa Tenggara Timur Hiasan di kepala ( panggal ) terbuat dari emas. 0896 / 083 Pongkor , Manggarai Nusa Tenggara Timur Ikat pinggang dari kulit kerbau muda 0336 / 068 Timur Tengah Nusa Tenggara Timur Kotak tempat tembakau terbuat dari perak, 0896 / 089 Manggarai, Nusa Tenggara Timur Kralen werk ( benda bulat berlubang seperti karang di 0691 / 024 Rangkai seperti kalung ) Timor Nusa Tenggara Timur Motif hias ikat pinggang dari timah timor Nusa Tenggara Timur 0893 / 056 Perhiasan emas wanita ( anting – anting kalung ), 0898 / 035 Flores,Nusa Tenggara timur Perhiasan leher dan kalung dari emas yang dikirim 0898 / 039 Orang Protugis kepada Raja Sikka, Nusa Tenggara Timur Perlengkapan pakaian Raja Sikka, ( helm, knop statie rok ) 0898 / 042 Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Sejenis rok yang terbuat dari daun pandan, Timor 0691 / 005 Nusa Tenggara Timur Arca Patung batu Miamba, Rahong Manggarai, Flores Barat, 0422 / 044 Nusa Tenggara Timur Patung batu, Manggarai Flores Barat Nusa Tenggara Timur 0422 / 046 Arkeologi Patung batu menggambarkan me amba ( ibu amba ) di Dalu 0883 / 059 Rahong Manggarai, Flores Nusa Tenggara Timur 0883 / 062 Babi Seorang pemburu Babi Bima Nusa Tenggara Barat 0678 /042 Bangunan Achterwand van een kentong – huisje , Mataram 0694 /
    [Show full text]
  • “Almost the Same, but Not Quite”: Postcolonial Malaysian Identity Formation in Lat' S Kampung Boy and Town
    “Almost the Same, but Not Quite ”: Postcolonial Malaysian Identity Formation in Lat’ s Kampung Boy and Town Boy English 399b: Senior Thesis Sarah-SoonLing Blackburn Advisor: Professor Theresa Tensuan Spring 2009 Blackburn 1 The Malaysian comic-book autobiographies Kampung Boy and Town Boy chronicle the early life of their author Lat (born Mohammad Nor Khalid) from his birth in a Perak kampung 1 through his family’s new life in the larger town of Ipoh. The Malay boy whose life is followed within the books is known as “Mat,” the diminutive form of Mohammad. Mat acts as a kind of avatar for or slightly fictionalized version of the author himself, for Mat’s experiences are based loosely on Lat’s memories of childhood and adolescence. Because Mat’s story is anchored in Lat’s real life, the narrative of memories inscribed within the books is temporally located with great specificity: their storyline spans the years leading up to and directly following Malaysian independence from British colonial rule. However, just as Mat, the character, is a re-figuration of Lat, the author, the narrative of his memories comprises a re-figuration of the exact, authoritative historical narrative. This conflict between reality and mimesis leads to the problematic formulations of identity played out within Lat’s works as he and his characters—Mat and his family and friends—struggle to reconcile their individual, self- designated identities with externally ascribed identity markers, particularly those imposed by the legacy of British colonialism. In a further complication of Malaysian identity, many of Mat’s acquaintances, including his friends Frankie and Lingham Singh from Town Boy, are non-Malay Malaysians whose family or ancestors were brought to the country through direct and indirect colonial structures.
    [Show full text]
  • An Analysis of the Characteristics of Balinese Costume - Focus On The Legong Dance Costume
    Print ISSN 1229-6880 Journal of the Korean Society of Costume Online ISSN 2287-7827 Vol. 67, No. 4 (June 2017) pp. 38-57 https://doi.org/10.7233/jksc.2017.67.4.038 An Analysis of the Characteristics of Balinese Costume - Focus on the Legong Dance Costume - Langi, Kezia-Clarissa · Park, Shinmi⁺ Master Candidate, Dept. of Clothing & Textiles, Andong National University Associate Professor, Dept. of Clothing & Textiles, Andong National University⁺ (received date: 2017. 1. 12, revised date: 2017. 4. 11, accepted date: 2017. 6. 16) ABSTRACT1) Traditional costume in Indonesia represents identity of a person and it displays the origin and the status of the person. Where culture and religion are fused, the traditional costume serves one of the most functions in rituals in Bali. This research aims to analyze the charac- teristics of Balinese costumes by focusing on the Legong dance costume. Quantitative re- search was performed using 332 images of Indonesian costumes and 210 images of Balinese ceremonial costumes. Qualitative research was performed by doing field research in Puri Saba, Gianyar and SMKN 3 SUKAWATI(Traditional Art Middle School). The paper illus- trates the influence and structure of Indonesian traditional costume. As the result, focusing on the upper wear costume showed that the ancient era costumes were influenced by animism. They consist of tube(kemben), shawl(syal), corset, dress(terusan), body painting and tattoo, jewelry(perhiasan), and cross. The Modern era, which was shaped by religion, consists of baju kurung(tunic) and kebaya(kaftan). The Balinese costume consists of the costume of participants and the costume of performers.
    [Show full text]
  • ISSN: 2320-5407 Int. J. Adv. Res. 8(10), 1133-1141
    ISSN: 2320-5407 Int. J. Adv. Res. 8(10), 1133-1141 Journal Homepage: -www.journalijar.com Article DOI:10.21474/IJAR01/11944 DOI URL: http://dx.doi.org/10.21474/IJAR01/11944 RESEARCH ARTICLE CULTURAL AND IDENTITY SURVIVAL OF THE MALAY-MUSLIM COMMUNITY IN PERTH, AUSTRALIA Napisah Karimah Ismail1, Rosila Bee Mohd Hussain2, Wan Kamal Mujani1, Ezad Azraai Jamsari1, Badlihisham Mohd Nasir3 and Izziah Suryani Mat Resad1 1. Research Centre for Arabic Language and Islamic Civilization, Faculty of Islamic Studies, Universiti Kebangsaan Malaysia, 43600 UKM Bangi, Selangor, Malaysia. 2. Department of Anthropology and Sociology, Faculty of Arts and Social Sciences, University of Malaya, 50603 Kuala Lumpur, Malaysia. 3. Academy of Islamic Studies, Faculty of Social Sciences and Humanities, Universiti Teknologi Malaysia, 81310 Skudai, Johor Bahru, Johor, Malaysia. …………………………………………………………………………………………………….... Manuscript Info Abstract ……………………. ……………………………………………………………… Manuscript History This article discusses the culture of the Malay minority which migrated Received: 27 August 2020 to Perth, Australia from the Islamic aspect of identity. The purpose of Final Accepted: 30 September 2020 this research is to identify the form and characteristics of Islamic and Published: October 2020 Malay cultural identity of this community, based on literature collection and field study through interviews and observation in Perth. Key words:- Australian Malay, Islamic Research finds that this Australian Malay minority has an identity and Characteristics, Religious Values, culture as well as Islamic characteristics almost similar to the parent Culture, Identity, Survival, Malay community in the Malay Archipelago. They are also proud of IslamicCivilization their identity and admit that they are Malays practising Islamic teachings even though living in a Westernised country of different religions and cultures.
    [Show full text]
  • DOSEN PEMBIMBING Dr
    ARTIKEL HASIL PENELITIAN PERKEMBANGAN TARI PAKARENA GANTARANG PADA SANGGAR SENI TERATAI PASSIANA DI KECAMATAN BENTENG KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR Oleh NUR SAWANG 1582140011 DOSEN PEMBIMBING Dr. Nurlina Syahrir, M.Hum Bau Salawati, S.Pd., M.Sn PROGRAM STUDI SENI TARI JURUSAN SENI PERTUNJUKAN FAKULTAS SENI DAN DESAIN UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 2019 ABSTRACT Nur Sawang, 2019. The Development of Pakarena Gantarang Dance at Passiana Lotus Art Studio in Benteng District, Selayar Islands Regency, Thesis, Faculty of Art and Design, Makassar State University. This study answers the problem of the Development of the Pakarena Gantarang Dance in Passiana Lotus Art Studio in Benteng District of Selayar Islands Regency, namely: (1) How to Present the Presentation of the Pakarena Gantarang Dance in the Passiana Lotus Studio in Benteng District, Selayar Islands Regency, (2) How the Development of Pakarena Gantarang Dance at Passiana Lotus Studio in Benteng District, Selayar Islands Regency). This study is a qualitative study consisting of exposures that explain and interpret data obtained from different sources, as well as descriptive forms that only describe or present what they are about the Pakarena Gantarang Dance at the Passiana lotus studio in Benteng District, Selayar Island District. Data collection techniques used are: (1) literature study, (2) observation, (3) Interviews (4) documentation. The results of the development of the Pakarena Gantarang Dance at the Passiana Lotus Art Studio in Benteng Subdistrict, Selayar Islands Regency (1) there are 7 Variations of Motion covering (a) the structure of respect to the motion of dance, (b) Pakarena dance dancers consist of 5 to 7 dancers (c ) accompanied by akkelong sung by musicians and external music such as gongs, drums and flutes.
    [Show full text]
  • Penciptaan Istilah Dan Akal Budi Melayu
    International Journal of the Malay World and Civilisation 8(1), 2020: 3 - 16 (https://doi.org/10.17576/jatma-2020-0801-01) Penciptaan Istilah dan Akal Budi Melayu Terminological Coinage and The Malay Mind JUNAINI KASDAN ABSTRAK Kemajuan sesuatu bangsa selari dengan perkembangan ilmu yang dibina oleh bangsa itu sendiri. Sehubungan dengan itu, peristilahan dibentuk bagi menyokong perbendaharaan kata bagi setiap ilmu yang dikembangkan. Bagaimanakah orang dahulu mencipta istilah sebelum adanya rumus dan peraturan? Kelahiran ratusan kitab karya agung membuktikan masyarakat dahulu sudah boleh mencipta dan membina istilah. Kajian membuktikan masyarakat Melayu dahulu mencipta istilah berdasarkan pengalaman mereka berinteraksi dengan alam. Daripada situ mereka membina konsep- konsep tertentu, selaras dengan gaya hidup orang Melayu ketika itu. Contohnya, sebagai masyarakat yang mahir dalam selok-belok pelayaran, maka terciptalah istilah jurumudi dan keahlian dalam menilik serta mengubat pesakit pula mewujudkan istilah ahli nujum. Dalam konteks peristilahan masa kini, awalan ‘juru’, ‘ahli’, ‘pakar’, ‘pandai’ dan ‘tukang’, yang kesemua bermaksud ‘orang yang memiliki kepandaian’, mampu membentuk istilah baharu, seperti jururawat, pakar bedah, ahli kimia, dan tukang kimpal. Kajian mendapati, hasil menganalogi sesuatu istilah, maka terbentuklah istilah baharu yang menepati konsep, di samping mengekalkan ragam kemelayuan. Hal ini dapat dikaitkan dengan penciptaan kearifan tempatan dan akal budi Melayu (intelektual Melayu). Misalnya, istilah yang berkaitan dengan penciptaan bedil atau senapang, istilah tembikar dan istilah tenunan. Rantaian istilah yang tercipta sangat berkaitan dengan ilmu yang hendak disampaikan dan hal inilah yang disebut sebagai perekayasaan bahasa. Ironinya, disebabkan manusia Melayu tidak lagi mencipta, maka istilah yang terjelma lebih bersifat keinggerisan. Entah sama ada konsep istilahnya tiada dalam ruang lingkup budaya Melayu atau kerana selesa menggunakan bahasa Inggeris.
    [Show full text]
  • Catharsis: Journal of Arts Education the Aesthetic Usage Response Of
    CATHARSIS 9 (1) 2020 Halaman: 38-49 p-ISSN 2252-6900 I e-ISSN 2502-4531 Catharsis: Journal of Arts Education http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/chatarsis The Aesthetic Usage Response of Baju Kurung in Palembang City Government Tourism Office in Emphasizing Regional Identity Efriyeni Chaniago1, Tjetjep Rohendi Rohidi 2, Triyanto Triyanto2 E-mail: [email protected] 1. SMP Negeri 54 Palembang, Indonesia 2. Universitas Negeri Semarang, Indonesia Received 23 December 2019, Accepted 20 February 2020, Published 31 May 2020 Abstract BajuKurung is a traditional dress of the Malay community in several countries namely Malaysia, Indonesia, Brunei Darussalam, and southern Thailand. The traditional clothes worn by Palembang women including in the form of bajukurung. In the development era of bajukurung replaced by modern clothes. The modification of bajukurung is now made according to the tastes of customers with a variety of shapes and accessories. This study aims to analyze the aesthetic response to the rules of wearing Palembang's traditional clothing in service in the form of patterns, motifs, textures, and colors of clothes worn by employees. Through this interdisciplinary approach by using qualitative method. The data is presented in the descriptive form. The object of study was the employee's bajukurung in Palembang Government Tourism office. The research data sources are primary and secondary data. The data collection techniques are conducted by observation, interview, and document study. The analysis procedure is conducted by data reduction, data presentation, and data verification. The analysis was conducted with the aesthetic formalism theory, the validity of the data by triangulation of data sources.
    [Show full text]
  • Interior Galeri Kebaya Indonesia Di Surabaya
    JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014) 668-677 668 Interior Galeri Kebaya Indonesia di Surabaya Cheung, Vivi Chandra Program Studi Desain Interior, Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya E-mail: [email protected] Abstrak - Perancangan Interior Galeri Kebaya Indonesia di perkembangan. Beberapa bahan digunakan pada kebaya, Surabaya, bertujuan untuk memberikan fasilitas umum berupa contohnya sutra organdi dan serat alam yang tergolong mewah. galeri dimana terdapat sebuah museum yang menghadirkan nilai- Hal ini membuat kebaya diterima di golongan masyarakat nilai sejarah tentang kebaya dari masa ke masa. Selain itu juga kalangan atas. Bahkan kebaya mulai digunakan pada acara- disediakannya fasilitas publik seperti restoran atau café yang acara formal baik yang sifatnya pribadi, keluarga maupun mendukung kenyamanan aktivitas pengunjung. Galeri ini didesain dengan mengangNat Nonsep — .ompleksitas“, yang kenegaraan sehingga menjadi pakaian nasional Indonesia. Saat menggambarkan kerumitan dan keindahan dari pakaian kebaya ini kesuksesan kebaya masih terus berlanjut. itu sendiri dan menghadirkannya di tengah-tengah masa yang Dengan kemajuan kebaya di masa sekarang ini, para sudah modern ini. Penggunaan bentuk spiral distilasi menjadi desainer Indonesia sepakat kebaya merupakan genre dari dunia bentuk lingkaran yang lebih sederhana dan diterapkan baik fesyen yang menjanjikan. Sehingga mulai timbul sisi menarik dalam pola layout, perabot, maupun elemen interior yang ada. untuk dipelajari, dan berkreasi dengan kebaya sehingga makin banyak juga galeri-galeri dari para desainer tersebut untuk Kata kunci - Perancangan, Interior, Galeri, Kebaya menunjukkan hasil karya mereka di masyarakat. Galeri adalah sebuah ruangan yang dipergunakan untuk Abstract- Interior Design Indonesian Gallery of Kebaya in memamerkan serta menjual obyek yang dipamerkan, dengan Surabaya , it‘s purpose is to facilitate the puElic.
    [Show full text]
  • October 1997 the UNIVERSITY of HULL BATIK CLOTHS FROM
    THE UNIVERSITY OF HULL BATIK CLOTHS FROM JAMBI, SUMATRA being a Thesis submitted for the Degree of PhD in South-East Asian Studies in the University of Hull by Fiona Gordon Kerlogue, B.A., M.A. October 1997 Table of Contents Acknow ledgements I Introduction 1 ,II Iambi History 26 III The fieldwork setting (Olak Kemang village & Seberang) 48 IV Textiles in Use 65 V The Blue batiks 87 VI Characteristics of the blue cloths 102 VII Motifs in the blue cloths 118 VIII The Red Batiks 141 IX The red cloths: use, designs and motifs 169 X The calligraphy batik of Jambi 183 XI [ambi batik in context 205 Glossary References Acknowledgements I would like to thank the following people for their help, inspiration, and support: At the Centre for South East Asia Studies at the University of Hull, I would like to thank my supervisor, Lewis Hill for his guidance, good cheer, and unfailing support. Thanks are also due to Professor Michael Hitchcock for his encouragement throughout this endeavour and to Daniel Patty for his good company and his help with all things Indonesian. I extend special thanks to Judith Doyle for her patient help. In Olak Kemang, I would like to thank the family of the late Ibu Asmah, especially her daughter Ibu Azmiah who allowed me to stay in her house, as well .as Ibu Asiah, Pak Edy and Upik. Their patience in answering my constant questions is much appreciated. Special thanks are due to Supik Hassan who treated me like a daughter and helped me in my search to find examples of Jambi batik.
    [Show full text]