, Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 16 Nomor 2 Edisi Desember 2019 (93—103)

TOPONIMI SUNGAI DI KABUPATEN TANA TIDUNG, KALIMANTAN UTARA: KAJIAN ANTROPOLINGUISTIK River Toponimi in Tana Tidung District, : Antropolinguistic Study

Nurul Masfufah Kantor Bahasa Kalimantan Timur Pos-el: [email protected] (Diterima: 22 Mei 2019, disetujui: 26 September 2019)

Abstract The problem to be explored in this study is how the shape of the river topology in Tana Tidung Regency is associated with aspects of local culture. Data collection was carried out using documentation techniques and with note taking and interview techniques with informants. Data analysis used descriptive analysis techniques which included linguistic (semantic) and anthropolinguistic (hermeneutic) data analysis. The results of this study found 11 themes in river topography in Tana Tidung Regency, namely flora (18.31%), fauna (4.74%), people’s names (7.12%), tool names (8.13%), stories people (10.51%), giving ancestors (20%), water conditions (4.75%), river conditions (7.80%), place of activity (8.81%), history (4.07%) , and people’s lives (5.76%). Based on the number of words used in the river toponym, 243 names were found using one word, 49 using two words, and 3 names using the word repeat. Based on the type of word used there are 241 river names with verb words, 37 river names with adjectives, and 17 river names with verb words. Based on the origin of the language used there are 222 river names originating from the Tidung language, 62 river names are from the Belusu language, 9 river names are from Indonesian, and 2 river names are from the Malay language. The conclusions from this research show that river toponymy can be used as a clue to how the Tana Tidung community expresses their identity. Keywords: toponymy, river, anthropolinguistics

Abstrak Masalah yang akan ditelaah dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk toponimi sungai di Kabupaten Tana Tidung yang dikaitkan dengan aspek-aspek budaya setempat. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi dan dengan teknik catat dan wawancara terhadap informan. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif yang mencakup analisis data linguistik (semantik) dan antropolinguistik (hermeneutik). Hasil penelitian ini menemukan 11 tema dalam toponimi sungai di Kabupaten Tana Tidung adalah flora (18,31%), fauna (4,74%), nama orang (7,12%), nama alat (8,13%), cerita rakyat (10,51%), pemberian nenek moyang (20%), keadaan air (4,75%), keadaan sungai (7,80%), tempat kegiatan (8,81%), sejarah (4,07%), dan kehidupan masyarakat (5,76%). Berdasarkan jumlah kata yang digunakan dalam toponimi sungai ditemukan 243 nama yang menggunakan satu kata, 49 menggunakan dua kata, dan 3 nama yang menggunakan kata ulang. Berdasarkan jenis kata yang digunakan terdapat 241 nama sungai yang berjenis kata verba, 37 nama sungai berjenis kata adjektiva, dan 17 nama sungai berjenis kata verba. Berdasarkan asal bahasa yang digunakan terdapat 222 nama sungai yang berasal dari bahasa Tidung, 62 nama sungai berasal dari bahasa Belusu, 9 nama sungai berasal dari bahasa , dan 2 nama sungai berasal dari bahasa Melayu. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa toponimi sungai dapat dijadikan petunjuk bagaimana masyarakat Tana Tidung mengungkapkan jati dirinya. Kata kunci: toponimi, sungai, antropolinguistik

93 , Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 16 Nomor 2 Edisi Desember 2019 (93—103)

1. Pendahuluan diharapkan dapat merefleksikan kondisi Khazanah dan ciri khas kebudayaan di sosiokultural masyarakat di Kabupaten Tana masyarakat dapat terlihat di dalam bahasa yang Tidung. Pola pemberian nama tempat juga digunakannya. Dalam konteks budaya, bahasa dapat menjadi salah satu indikator ideologis merupakan unsur penting dan dapat dipandang suatu kelompok masyarakat yang antara lain sebagai sumber daya untuk menguak misteri mencakup nilai-nilai yang dianut serta keyakinan budaya di masyarakat, seperti perilaku dan harapan bahwa nama tempat tersebut akan berbahasanya, identitas dan kehidupan sesuai dengan tuntutan masyarakat pada masa masyarakatnya, pendayagunaan bahasa di dibuatnya. Hal ini selaras dengan pandangan masyarakat, serta pengembangan dan Bascom dalam (Danandjaja, 2002) bahwa pelestarian nilai-nilai budaya. Bahasa juga dapat salah satu fungsi folklor berkaitan dengan memengaruhi cara seseorang dalam berpikir toponimi ini adalah sebagai sistem proyeksi, dan memandang sesuatu di dunia ini. Dengan yakni sebagai alat perncerminan angan-angan demikian, melakukan kajian suatu bahasa dan suatu kolektif. maknanya akan memungkinkan diketahuinya Dari konsep toponimi mengenai tempat di cara pandang masyarakat terhadap kenyataan suatu daerah dapat dilihat bagaimana yang ada. masyarakat itu mencitrakan dirinya dan Pola-pola kebudayaan yang dimiliki bagaimana memunculkan citranya ke dunia luar. manusia di antaranya akan terekam melalui Pola-pola kebudayaan yang dimiliki manusia identifikasi nama tempat (toponimi). Menurut di antaranya akan terekam melalui identifikasi (Sahril dkk., 2015), begitu manusia mendiami nama tempat (toponimi) dari budaya suatu suatu wilayah di muka bumi, manusia pun masyarakat. Oleh karena itu, rumusan masalah memberi nama kepada semua unsur-unsur yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah geografi, seperti nama untuk sungai, bukit, bagaimana bentuk toponimi sungai di gunung, lembah, pulau, teluk, laut, selat, dan Kabupaten Tana Tidung dikaitkan dengan sebagainya yang berada di wilayahnya atau aspek-aspek budaya masyarakat setempat. yang terlihat dari wilayahnya. Hal yang dapat Berdasarkan latar belakang dan rumusan dilakukan untuk mengidentifikasi unsur geografis masalah tersebut, tujuan yang akan dicapai tersebut menurut Saptarini dkk, 2016) adalah dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan dengan memberikan nama yang berfungsi bentuk toponimi sungai di Kabupaten Tana sebagai unit pengenal dan juga dapat Tidung dikaitkan dengan aspek-aspek budaya menggambarkan suatu sejarah peradaban yang masyarakat setempat. Temuan-temuan dari terkandung di dalamnya. Nama diberikan penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi berdasarkan apa yang dilihatnya, seperti banyak kalangan, salah satunya sebagai peristiwa yang pernah terjadi, keadaan sungai, landasan bagi pengembangan kajian pendidikan hewan-hewan, pohon-pohon, atau buah- sosial-budaya di Kalimantan Utara, terutama buahan yang dominan di wilayah tersebut. kajian budaya dan folklor. Dengan kata lain, nama unsur geografi bukan Sejarah toponimi dimulai bersamaan hanya sekadar nama, tetapi di belakang nama dengan dikenalnya peta dalam peradaban tersebut adalah sejarah yang panjang dari manusia yang dimulai pada zaman Mesir Kuno pemukiman manusia (Sahril dkk., 2015). (Sukojo, 2012). Lebih lanjut (Sukojo, 2012) Dengan demikian, pengkajian toponimi ini menjelaskan tentang perlunya suatu usaha untuk diharapkan mampu menguak kondisi riil ’merekam’ dari bahasa verbal (bentuk lisan) sosiokultural suatu masyarakat. ke dalam bentuk tulisan atau simbol untuk Fokus kajian ini berkaitan dengan bentuk memberikan keterangan atau nama pada unsur atau pola pemberian nama tempat, yaitu nama yang digambarkan pada sebuah peta. Ilmu yang sungai di Kabupaten Tana Tidung. Kajian ini menjelaskan tentang penamaan unsur geografi

94 Nurul Masfufah: Toponimi Sungai di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara: Kajian Antropolinguistik atau totalitas dari toponim dalam suatu kawasan terpandang di masyarakatnya juga dapat menurut Sukojo (2012) disebut toponimi. Di menjadi aspek dari segi kemasyarakatan dalam dalam KBBI dijelaskan bahwa toponimi menentukan nama tempat. Menurut Sudaryat merupakan cabang onomastika yang (2009), di dalam penamaan tempat banyak menyelidiki nama tempat. Onomastika menurut sekali yang dikaitkan dengan unsur kebudayaan, Kridalaksana (2008) merupakan penyelidikan seperti masalah mitologis, folklor, dan sistem tentang asal usul, bentuk dan makna, nama diri, kepercayaan (religi), pemberian nama tempat terutama nama orang dan tempat. jenis ini sering pula dikaitkan dengan cerita Nida dalam (Sudaryat dkk., 2009) rakyat yang disebut legenda. menyatakan bahwa proses penamaan berkaitan Sebagai bentuk realisasi dari konsep dengan acuannya. Penamaan bersifat sistem tanda dalam bahasa, kehadirannya tidak konvensional dan arbitrer. Dikatakan dapat dipisahkan dari aspek sosial-budaya konvensional karena disusun berdasarkan yang melatarbelakanginya. Menurut Piliang kebiasaan masyarakat pemakainya, sedangkan (2012), dalam konteks cultural studies, dikatakan arbriter karena tercipta berdasarkan keberadaan tanda dan teks tidak dapat kemauan masyarakatnya. dilepaskan dari konteks sosial di mana tanda Setiap nama unsur geografi di Indonesia dan teks itu berada. Tanda dan teks hanya dapat menurut Saptarini dkk. (2016) terdiri atas berfungsi bila ia digunakan oleh komunitas atau minimal dua bagian, yaitu nama generik dan masyarakatnya. Penggunaan sistem tanda ini nama spesifik. Yang dimaksud dengan nama merupakan suatu bentuk konvensi yang generik adalah nama yang menggambarkan menghasilkan makna dan nilai-nilai sosial bentuk dari unsur geografis tersebut, misalnya tertentu di masyarakatnya. Penjelasan tersebut sungai, gunung, dan kota, sedangkan nama menunjukkan bahwa konsep penamaan suatu spesifik merupakan nama diri (proper name) tempat merupakan bentuk keterkaitan antara dari nama generik tersebut yang juga digunakan bahasa, budaya, dan pikiran. Pendekatan awal sebagai unit pembeda antarunsur geografis. atau cara ini dipandang berhasil dan memadai Masih menurut (Sudaryat dkk., 2009) bagi para guru (sosio-antropologi, folklor, dan penamaan tempat atau toponimi memiliki tiga geografi) dalam mendeskripsikan karakteristik aspek, yaitu: (1) aspek perwujudan; (2) aspek tempat-tempat di permukaan bumi. kemasyarakatan; dan (3) aspek kebudayaan. Selanjutnya, (Sukojo, 2012) Ketiga aspek tersebut sangat berpengaruh memaparkan arti penting toponimi, antara lain: terhadap cara penamaan tempat dalam (a) sebagai wujud tertib administrasi negara; kehidupan masyarakat. Aspek wujudiah atau (b) optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan perwujudan (fisikal) berkaitan dengan serta pembangunan kawasan atau daerah itu kehidupan manusia yang cenderung menyatu sendiri; (c) memiliki nilai strategis, khususnya dengan bumi sebagai tempat berpijak dan wilayah perbatasan yang dijadikan titik dasar lingkungan alam sebagai tempat hidupnya. penarikan garis pangkal dari batas wilayah Aspek kemasyarakatan (sosial) dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI); penamaan tempat berkaitan dengan interaksi dan (d) mengurangi konflik antarwilayah sosial atau tempat berinteraksi sosial, termasuk ataupun antarnegara. kedudukan seseorang di dalam masyarakatnya, Selain menggunakan kajian semantik, pekerjaan dan profesinya. Keadaan masyarakat penelitian ini juga merupakan kajian menentukan penamaan tempat, misalnya antropolinguistik, yaitu sebuah bidang ilmu sebuah tempat yang masyarakatnya mayoritas interdisipliner yang mempelajari hubungan bertani, tempatnya tinggalnya diberi nama yang bahasa dengan seluk-beluk kehidupan manusia tidak jauh dari pertanian. Pemberian nama Lebih lanjut (Sibarani, 2013) menyatakan tempat sesuai dengan seorang. Tokoh yang bahwa dalam berbagai literatur terdapat juga

95 , Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 16 Nomor 2 Edisi Desember 2019 (93—103) istilah antropologi linguistik (linguistic tersebut banyak terdapat sungai dengan anthropology), linguistik antropologi penamaan yang variatif dan unik. (anthropological linguistics), linguistik budaya Pengumpulan data dilakukan melalui (cultural linguistics), dan etnolinguistik dokumen dan wawancara dengan informan (ethnolinguistics) untuk mengacu pada acuan mengenai sejumlah informasi yang berkaitan yang hampir sama. Istilah yang sering digunakan dengan nama-nama sungai di Tana Tidung. adalah antropologi linguistik (linguistic Adapun langkah pengumpulan data adalah anthropology), tetapi istilah yang lebih netral sebagai berikut. Langkah pertama, setiap nama dapat digunakan antropolinguistik dengan sungai akan diinventarisasi melalui pencatatan beranalogi pada sosiolinguistik, etnolinguistik, dari sumber tertulis (dokumen) dan sumber lisan psikolinguistik, dan neurolinguistik. Dalam (informan). Langkah kedua, nama-nama sungai tulisan ini digunakan istilah antropolinguistik yang sudah dikumpulkan akan ditindaklanjuti dengan makna yang sama dengan antropologi dengan pengecekan dan wawancara untuk linguistik atau linguistik antropologi. mengetahui berbagai informasi, terutama asal Antropolinguistik menurut Kridalaksana usul dan sejarah nama yang ada di tempat (2008) adalah cabang linguistik yang tersebut. Dalam hal ini peneliti menggunakan mempelajari variasi dan pemakaian bahasa teknik wawancara tidak terstruktur atau dalam hubungannya dengan pola kebudayaan terbuka yang menurut Widoyoko, (2013) dan ciri-ciri bahasa yang berhubungan dengan disebut juga wawancara bebas, yakni kelompok sosial, agama, pekerjaan, atau pewawancara tidak menggunakan pedoman kekerabatan. Kajian bahasa dalam bidang wawancara yang telah tersusun secara antropolinguistik dikaitkan dengan peran sistematis dan lengkap untuk pengumpulan bahasa dalam seluk-beluk kehidupan manusia data. Pedoman wawancara hanya sebatas karena kebudayaan merupakan aspek yang garis-garis besar permasalahan yang akan paling dominan atau paling inti dalam kehidupan ditanyakan. Setelah data terkumpul, data akan manusia. Segala hierarki kajian bahasa dalam diklasifikasikan secara rinci dan dianalisis. bidang antropolinguistik lebih sering dianalisis Teknik analisis data dalam penelitian ini dalam kerangka kebudayaan. Studi bahasa ini menggunakan analisis deskriptif yang mencakup disebut dengan memahami bahasa dalam analisis data linguistik (semantik) berupa nama konteks budaya. Menurut Sibarani (2013), tempat dan antropolinguistik (hermeneutik studi budaya dalam bidang antropolinguistik budaya). Adapun model analisis data yang berarti memahami seluk-beluk budaya dari digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kajian bahasa atau memahami kebudayaan model interaktif, seperti yang dikemukakan melalui bahasa dari sudut pandang linguistik. oleh (Miles, 2007), yang terdiri atas tiga Penelitian ini merupakan penelitian komponen analisis, yaitu: reduksi data, sajian kualitatif yang menelaah bentuk-bentuk data, dan penarikan simpulan. pemberian nama tempat (toponimi) serta informasi sosiokultural masyarakat yang 2. Hasil dan Pembahasan memengaruhinya. Meskipun demikian, statistik Di Kabupaten Tana Tidung terdapat sederhana, terutama mengenai frekuensi dan banyak sungai, yaitu sebanyak 295 dengan persentasi akan dipergunakan untuk membantu perincian sebagai berikut. Kecamatan Betayau proses analisis data. Penelitian ini akan dibatasi sebanyak 98 sungai, Kecamatan Muruk Rian pada nama-nama sungai yang ada di Kabupaten sebanyak 44 sungai, Kecamatan Sesayap Tana Tidung agar analisis dapat dilakukan sebanyak 86 sungai, Kecamatan Tana Lia secara mendalam. Pemilihan Kabupaten Tana sebanyak 30 sungai, dan Kecamatan Sesayap Tidung sebagai sampel karena di wilayah Hilir sebanyak 37 sungai.

96 Nurul Masfufah: Toponimi Sungai di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara: Kajian Antropolinguistik

Berdasarkan hasil analisis data yang sudah Tidung, yaitu menghubungkan dengan tumbuhan dilakukan, ditemukan beberapa tema dalam (flora) dan binatang (fauna) yang banyak penamaan sungai di Kabupaten Tana Tidung. terdapat di wilayah sungai itu. Unsur tumbuhan Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini. (flora) dalam penamaan sungai dikaitkan dengan kemungkinan besar pernah adanya Tabel 1 tumbuhan tersebut di sekitar sungai atau banyak Toponimi Sungai Berdasarkan Makna terdapat tumbuhan di sekitar sungai tersebut. Di bawah ini beberapa contoh nama-nama Berdasarkan Jumlah Persentase sungai di Tana Tidung yang diberi nama dengan Tema Asal menggunakan nama tumbuhan. Usulnya Flora 54 18,31% 1. Sungai Batung Fauna 14 4,74% Pemberian nama Sungai Batung diambil Nama Orang 21 7,12% dari nama pohon bambu betung yang banyak Nama 24 8,13% terdapat di sekitar sungai tersebut. Ukuran Alat/Benda bambu tersebut besar-besar dan zaman dahulu Cerita rakyat 31 10,51% banyak dimanfaatkan penduduk setempat. Pemberian 59 20% Nenek Batang bambu dapat digunakan untuk alat Moyang angkut air karena dapat menampung 5 liter air. Keadaan/Sifat 14 4,75% Selain itu, rebungnya dimanfaatkan penduduk Air setempat untuk membuat sayur. Keadaan/Sifat 23 7,80% Sungai 2.Sungai Kujau Tempat 26 8,81% Pemberian nama Sungai Kujau diambil Kegiatan dari nama sejenis Tanaman pakis atau paku- Sejarah 12 4,07% pakuan. Tanaman ini banyak tumbuh di sekitar Kegiatan/ 17 5,76% sungai tersebut sehingga namanya Kehidupan menggunakan nama Tanaman Kujau. Tanaman Masyarakat ini juga bermanfaat bagi penduduk setempat, yaitu daun Tanaman kujau dapat dibuat sayur Berdasarkan tabel tersebut, ada sebelas untuk dimakan. tema asal usulnya yang dipakai untuk memberi nama sungai-sungai di Tana Tidung, yaitu flora, 3. Sungai Bayan fauna, nama orang, nama alat atau benda, cerita Pemberian nama Sungai Bayan diambil rakyat, pemberian nenek moyang, keadaan dari nama sejenis pohon besar yang dipelihara atau sifat airnya, keadaan atau sifat sungainya, untuk diambil madu lebah sebagai bahan tempat kegiatan, sejarah, dan kegiatan atau makanan masyarakat yang tinggal di sungai kehidupan masyarakat. Dari sebelas tema asal tersebut. usul nama sungai-sungai tersebut, yang paling banyak digunakan yaitu pemberian nenek 4. Sungai Lampun moyang (20%), sedangkan yang paling sedikit Pemberian nama Sungai Lampun diambil digunakan, yaitu sejarah (4,07%). Berikut dari nama buah sejenis durian yang banyak penjelasan secara singkat bentuk toponimi terdapat di kawasan itu. sungai berdasarkan tema asal usul sungai-sungai di Tana Tidung. 5. Sungai Maritam Latar lingkungan alam merupakan salah Pemberian nama Sungai Maritam pada satu aspek dalam toponimi sungai di Tana awalnya di sungai tersebut terdapat Tanaman

97 , Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 16 Nomor 2 Edisi Desember 2019 (93—103) buah maritam yang tumbuh di sekitar sungai 3. Sungai Langkau tersebut. Pemberian nama Sungai Langkau Dari beberapa contoh nama sungai di atas, diambil dari nama sejenis semut. Dahulu tampak bahwa tumbuhan yang hidup atau diceritakan di sungai itu terkenal dengan semut tumbuh subur di daerah Tana Tidung cukup langkau yang sangat banyak. heterogen. Dari data yang telah dikumpulkan dapat diklasifikasikan, yaitu sungai yang 4. Sungai Manca Kara menggunakan nama jenis buah, yaitu sungai Pemberian nama Sungai Manca Kara kulumbulu, juarang, tupal, lampoon, diambil dari nama jenis hewan yang banyak maritam, dan taolan. Sungai yang terdapat di sekitar sungai itu. Di sekitar sungai menggunakan nama jenis pohon, yaitu sungai tersebut terdapat banyak bangkai monyet/kera. bayan, tembalu, tengkawang, gaharu, dan nibung. Sungai yang menggunakan nama jenis Dari beberapa nama sungai di atas, tampak bambu, yaitu sungai batung dan suling. Sungai bahwa hewan atau binatang yang hidup di yang menggunakan nama jenis paku-pakuan, sekitar sungai di Tana Tidung juga heterogen, yaitu kujau dan sejenis rumput liar, yaitu antara lain jenis kodok, jenis ikan, jenis semut, tutubo. Beberapa tumbuhan tersebut dan jenis kera. Hewan atau binatang tersebut dimanfaatkan masyarakat Tidung untuk sampai sekarang masih banyak dijumpai di kebutuhan makan, yaitu dibuat sayur, seperti daerah tersebut. pakis dan rebung betung, serta dimakan Latar budaya dan kemasyarakatan dalam langsung sebagai buah, seperti kulumbulu, toponimi sungai yang terdapat di Tana Tidung juarang tupal, lampun, maritam, dan taolan. memberikan petunjuk atau gambaran mengenai Selain itu, untuk kebutuhan papan atau tempat kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. tinggal, seperti nibung untuk penutup pondok, Adapun gambaran kehidupan sosial budaya gaharu, dan tengkawang yang dimanfaatkan masyarakat setempat yang terekam dalam kayunya untuk membuat dinding rumah. toponimi sungai, antara lain sebagai berikut. Mereka biasanya mengambil sendiri tumbuhan a. Sebagian atau sekelompok masyarakat Tana tersebut di sekitar sungai dan hutan karena Tidung ada yang berlatar kehidupan mereka sudah terbiasa hidup berladang. pengambil madu secara tradisional. Hal Unsur binatang (fauna) dalam penamaan tersebut dapat terlihat pada toponimi sungai sungai dikaitkan dengan kemungkinan besar berikut ini. pernah ada atau banyak terdapat binatang tertentu di sekitar sungai tersebut. Nama-nama 1. Sungai Miting sungai di Tana Tidung yang diberi nama sesuai Pemberian nama Sungai Miting diambil dengan nama binatang, antara lain sebagai dari tempat masyarakat mengambil madu lebah berikut. hutan yang jumlahnya sedikit.

1.Sungai Say 2. Sungai Teguluk Pemberian nama Sungai Say diambil dari Pemberian nama Sungai Teguluk tersebut sejenis kodok yang bisa dimakan dan banyak karena di daerah tersebut merupakan tempat terdapat di kawasan sungai tersebut. orang mengambil madu karena banyak pohon madu di sekitar sungai itu. 2. Sungai Belabos Pemberian nama Sungai Belabos diambil 3. Sungai Bayan dari banyaknya jenis ikan belabos/ikan bulan- Pemberian nama Sungai Bayan diambil bulan yang terdapat di sungai tersebut. dari sejenis pohon besar yang dipelihara untuk

98 Nurul Masfufah: Toponimi Sungai di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara: Kajian Antropolinguistik diambil lebah madu sebagai bahan makanan 1. Sungai Anjat masyarakat yang tinggal di sungai tersebut. Pemberian nama Sungai Anjat diambil Nama Sungai Miting, Teguluk, dan karena zaman dahulu banyak orang mencari Bayan tersebut memberikan gambaran bahwa buaya dan pada saat orang mencari buaya, anjat sebagian masyarakat Tidung memiliki latar yang dibawa hilang. kehidupan pengambil madu dari lebah hutan, biasanya di pohon-pohon besar di sekitar sungai 2. Sungai Sabaruang dan di tengah hutan. Madu tersebut merupakan Pemberian nama Sungai Sabaruang sumber kehidupan masyarakat Tidung. Dahulu tersebut karena kawasan sungai tersebut orang memanen madu di malam hari dan merupakan tempat orang berburu beruang. Di memakai asap serta api untuk mengusir lebah tempat itu terdapat banyak beruang. dari sarangnya Data tersebut menggambarkan bahwa b. Sekelompok masyarakat yang berlatar sebagian masyarakat Tanah Tidung ada yang kehidupan pengambil damar dan rotan, memiliki mata pencaharian berburu. Adapun berkebun/berladang, dan mencari kayu di hewan yang diburu selain babi hutan dan rusa, hutan secara tradisional. Hal itu dapat dilihat mereka juga berburu buaya dan beruang. pada toponimi sungai berikut ini. Berburu ini merupakan tradisi turun-temurun untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. 1. Sungai Bikis Kegiatan ini dilakukan oleh kaum laki-laki. Pemberian nama Sungai Bikis tersebut Dalam berburu mereka menggunakan alat yang karena dahulu daerah tersebut merupakan masih tradisional, seperti mandau, sumpit, dan tempat orang mencari penghidupan, yaitu tombak yang mereka buat sendiri. mengambil damar, rotan kecil-kecil, dan berkebun atau berladang. d. Dalam kehidupan zaman dahulu, masyarakat Tana Tidung masih kuat persukuannya. Hal 2. Sungai Jangkot tersebut dapat dilihat secara sekilas dari Pemberian nama Sungai Jangkot sejarah nama sungainya, seperti pada tersebut karena kawasan sungai tersebut toponimi sungai di bawah ini. merupakan tempat orang menebang kayu. Banyak kayu tersangkut sehingga harus 1. Sungai Bintai dipanjat (jangkot) untuk melepaskan kayu Pemberian nama Sungai Bintai ini karena tersebut. sungai ini merupakan tempat orang/suku Tandau mengintai orang atau mencegat orang untuk Berdasarkan data toponimi sungai di atas, dipotong kepalanya atau dibantai (bintai). Suku dapat diketahui bahwa masyarakat Tana Tidung Tandau tersebut lebih dahulu ada sebelum suku juga mencari penghidupan dengan mengambil Tidung dan suku Belusu. damar, rotan, dan berkebun di ladang atau di hutan. Sampai saat ini, sebagian masyarakat 2. Sungai Balang Tana Tidung masih melakukan aktivitas Pemberian nama Sungai Balang tersebut, khususnya yang tidak memiliki merupakan hasil kesepakatan sebagai pekerjaan tetap. pemberian dalam zaman dahulu antarsuku yang c. Masyarakat Tana Tidung kebanyakan juga merebutkan wilayah tersebut (balang). berburu. Hal tersebut dapat terlihat pada toponimi sungai di bawah ini. 3. Sungai Baloi Pemberian nama Sungai Baloi karena sungai ini merupakan tempat orang melarikan

99 , Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 16 Nomor 2 Edisi Desember 2019 (93—103) diri pada zaman perang antarsuku, mereka rakyat di Tana Tidung cukup banyak. Cerita membuat rumah pelarian dari peperangan rakyat tersebut merupakan cerita zaman dahulu (baloi). yang berkembang di kalangan masyarakat Tana Tidung yang menceritakan suatu kejadian dan Zaman dulu masyarakat Dayak, termasuk kebenarannya belum diketahui. Cerita rakyat di Tana Tidung melakukan perang antarsuku tersebut biasanya disampaikan secara lisan karena memperebutkan kekuasaan. Selain itu, secara turun-temurun sehingga generasi- ada tradisi ngayau, yaitu memenggal kepala generasi selanjutnya dapat mengetahui cerita manusia yang menjadi musuhnya dalam rangka rakyat tersebut. Tidak sedikit pula cerita rakyat mempertahankan status kekuasaan, misalnya yang ditulis sehingga dapat terdokumentasikan mempertahankan atau memperluas daerah dengan lebih baik dan ada pula. Berikut ini kekuasaan yang dibuktikan dengan banyaknya contoh nama-nama sungai yang namanya kepala musuh. Semakin banyak kepala musuh diambil dari cerita rakyat dari nenek moyang yang diperoleh, semakin kuat dan kaya orang mereka. yang bersangkutan. Selain kehidupan sosial budaya 1. Sungai Setiud masyarakat setempat yang tergambar dalam Pemberian nama Sungai Setiud ini toponimi sungai yang terdapat di Tana Tidung, berdasarkan cerita rakyat dari nenek moyang ada juga kepercayaan dan cerita rakyat yang mereka. Zaman dahulu banyak orang yang terungkap dalam sejarah nama sungai. Berikut mencari ikan memakai sesiud (alat mencari ini kepercayaan pada nenek moyang yang telah ikan) pada waktu kemarau panjang. meninggal dunia sebagai dasar penamaan sungai di Tana Tidung. 2. Sungai Kurupungon Pemberian nama Sungai Kurupungon ini 1. Sungai Mansigar berdasarkan cerita rakyat yang berkembang Pemberian nama Sungai Mansigar ini di daerah setempat. Zaman dahulu ada salah merupakan pemberian nenek moyang yang satu orang naik perahu sampai di dekat Kuala berasal dari nama orang pertama yang Kurupungon terkena gosong dan bertarik. menemukan sungai tersebut dan mendiami Karena terlalu berat, mereka marah-marah. lokasi sungai yang dipakai sehingga dimanakan Mansigar sebagai nama sungai. 3. Sungai Burunguron Pemberian nama Sungai Burunguron ini 2. Sungai Mansisik berdasarkan cerita rakyat dari nenek moyang Pemberian nama Sungai Mansisik ini mereka. Zaman dahulu ada seorang nenek merupakan pemberian nenek moyang yang tua yang berburu babi dan beruang. Dia dipakai secara turun-temurun sebagai nama membawa bekal pada saat berburu. Karena sungai. Mansisik artinya paman bersisik. terlalu lama, bekal yang dibawanya sampai berjamur/ rungon. 3. Sungai Yaki Alam Pemberian nama Sungai Yaki Alam ini 4. Sungai Seputuk merupakan pemberian nenek moyang yang Pemberian nama Sungai Seputuk ini dipakai secara turun-temurun sebagai nama berdasarkan cerita rakyat yang berkembang sungai. Yaki alam artinya kakek (leluhur) di daerah setempat. Zaman dahulu ada orang alam. yang menyusuri sungai penuh dengan penyesalan karena banyak kayu yang hanyut Cerita rakyat setempat juga menjadi dasar dan melintang dan selalu mengenai perahunya. dalam penamaan sungai di Tana Tidung. Cerita

100 Nurul Masfufah: Toponimi Sungai di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara: Kajian Antropolinguistik

Walaupun penuh dengan penyesalan dan sekitarnya airnya biasa saja, berwarna biru bersusah payah tetap diperjuangkan. karena bercampur air laut, tetapi jernih.

Penamaan beberapa sungai di Tana 1. Sungai Yulad Tidung juga didasarkan atas keadaan sungai Pemberian nama Sungai Yulad ini karena tersebut, misalnya nama sungai di bawah ini. air yang muaranya besar dan terdapat banyak jenis ikan kakap merah 1. Sungai Ibob Pemberian nama Sungai Ibob ini berasal 2. Sungai Ancem-Ancem dari bahasa suku Tidung, yaitu terpesona Pemberian nama Sungai Ancem-Ancem ini dengan hasil kesuburan di daerah sungai karena air di sungai tersebut terasa asam tersebut. (ancem-ancem) 3. Sungai Luoq 2. Sungai Sulit Pemberian nama Sungai Luoq ini karena Pemberian nama Sungai Sulit ini karena keadaan air di sungai tersebut selalu keruh sungai ini berkelok-kelok dan susah dilalui. (luoq).

3. Sungai Jabot Berdasarkan kajian bahasa, penamaan Pemberian nama Sungai Jabot karena sungai yang digunakan masyarakat cukup sungai ini aliran airnya tersumbat yang disebut sederhana. Berdasarkan struktur, nama sungai jabot atau sabot, dalam bahasa suku Tidung hanya terdiri atas dua kata. Tidak ada nama artinya tersumbat. sungai di Tana Tidung yang menggunakan lebih dari dua kata. Adapun bentuk kata yang 4. Sungai Iting-Iting digunakan untuk penamaan berdasarkan jumlah Pemberian nama Sungai Iting-Iting ini katanya dapat dilihat pada tabel berikut ini. karena sungai ini melingkar seperti anting- anting atau inting-inting. Tabel 2 Penamaan Sungai Berdasarkan Jumlah Kata Ada juga beberapa penamaan sungai di Tana Tidung berdasarkan keadaan airnya, Berdasarkan Jumlah Persentase misalnya sebagai berikut. Jumlah Kata Satu kata 243 82,37 1. Sungai Sopon Dua kata 49 16,61 Pemberian nama Sungai Sopon ini karena Kata ulang 3 1,02 air sungainya terasa asin (sopon). Di lokasi tersebut apabila meminum airnya, akan Berdasarkan data di atas, dapat terasa asin dan biasanya dimimun oleh dideskripsikan bahwa masyarakat Tana Tidung binatang payau. cenderung simpel dan sederhana dalam penamaan sungai. Hal itu dapat dilihat dari 2. Sungai Lisun banyaknya nama sungai dengan menggunakan Pemberian nama Sungai Lisun ini karena satu suku kata saja, yaitu sebanyak 243 sungai airnya mendidih/panas dan menguap (lisun). (82,37%), sedangkan nama sungai yang terdiri Di sungai tersebut terdapat udang berwarna atas dua kata sebanyak 49 sungai saja merah, seperti yang sudah direbus, (16,61%) dan yang menggunakan kata ulang meskipun udang tersebut hidup. Air panas hanya 3 sungai (1,02%). Penamaan sungai di ada di tengah-tengah, sedangkan di Tana Tidung yang menggunakan lebih dari dua

101 , Majalah Ilmiah Bahasa dan Sastra Volume 16 Nomor 2 Edisi Desember 2019 (93—103) kata tidak ditemukan. Kesederhanaan dalam Sebagian besar penamaan sungai di Tana penamaan sungai tersebut menggambarkan Tidung menggunakan bahasa Tidung karena bahwa masyarakat Tana Tidung memiliki pola persebaran bahasa Tidung cukup luas dan pikir yang sederhana. Jenis kata yang paling jumlah penuturnya cukup banyak di wilayah banyak digunakan dalam penamaan sungai di Kabupaten Tana Tidung. Bahasa Tidung Tana Tidung adalah sebagai berikut. dituturkan oleh masyarakat yang berada di Kabupaten Bulungan, , Malinau, dan Nunukan. Bahasa Tidung terdiri atas tiga dialek, Tabel 3Toponimi Sungai yaitu: (1) dialek Berusu yang dituturkan di Desa Berdasarkan Jenis Kata Sekatak Bengara, Limbu Sedulun, Kujau, dan

Sesua; (2) dialek Sesayap yang dituturkan di Berdasarkan Jumlah Persentase Kelas Kata Desa Tanah Merah, , Salim Batu, Sesayap, Setabu, Pembeliangan, Juata Laut; Verba 17 5,76% dan (3) dialek Tagul yang dituturkan di Desa Adjektiva 37 12,54% Tagul, Kecamatan Sembakung. Dengan Nomina 241 81,70% demikian, bahasa Tidung yang paling banyak

digunakan untuk pemberian nama sungai-sungai Berdasarkan data di atas, dapat dijelaskan di Kabupaten Tana Tidung, yaitu 75,25%. Data bahwa masyarakat Tana Tidung cenderung di atas menunjukkan bahwa masyarakat Tidung simpel dan sederhana dalam penamaan sungai. juga masih membuka diri dengan masyarakat Hal itu dapat dilihat dari penamaan sungai lain, yaitu melakukan kontak sosial dengan dengan menggunakan jenis kata verba, yaitu masyarakat Belusu sehingga terjadi kontak hanya sebanyak 17 sungai (5,76%), jenis kata bahasa. Oleh karena itu, ada beberapa nama berupa adjektiva sebanyak 37 sungai (12,54%) sungai yang menggunakan bahasa Belusu, yaitu dan nama sungai dengan menggunakan jenis sejumlah 21,02%. nomina paling banyak, yaitu 241 sungai (81,70%). Masyarakat Tidung lebih dekat 3. Simpulan dengan benda-benda dan alam sekitar Toponimi atau penamaan sungai di Tana dibandingkan interaksi dengan manusia. Tidung memiliki aturan, kaidah atau sistem Aktivitas yang dilakukan itu pun juga tidak tertentu, dan tidak dibuat sembarangan. Setiap terlalu kompleks, apalagi yang berada di nama tempat memiliki latar belakang tertentu. pedalaman. Kesehariannya hanya mencari Latar belakang tersebut berkaitan dengan aspek madu, berladang, dan berburu di hutan sehingga wujud (fisikal), aspek kemasyarakatan (sosial), bentuk-bentuk verba yang dipakai tidak terlalu dan aspek kebudayaan (kultural). Penamaan kompleks. sungai serta kajiannya ternyata tidak hanya menelaah maknanya secara fisikal saja, tetapi Tabel 4 Toponimi Sungai lebih luas lagi, yakni aspek budaya masyarakat Berdasarkan Asal Bahasa setempat. Berdasarkan tema yang digunakan dalam Berdasarkan Jumlah Persentase toponimi sungai di Kabupaten Tana Tidung Asal Bahasa ditemukan ada 11 tema, yaitu flora (18,31%), Bahasa Tidung 222 75,25% fauna (4,74%), nama orang (7,12%), nama alat Bahasa Belusu 62 21,02% (8,13%), cerita rakyat (10,51%), pemberian Bahasa Melayu 2 0,68% nenek moyang (20%), keadaan air (4,75%), Bahasa 9 3,05% keadaan sungai (7,80%), tempat kegiatan Indonesia (8,81%), sejarah (4,07%), dan kehidupan

102 Nurul Masfufah: Toponimi Sungai di Kabupaten Tana Tidung, Kalimantan Utara: Kajian Antropolinguistik masyarakat (5,76%). Berdasarkan jumlah kata Sibarani, R. (2013). “Pendekatan yang digunakan dalam toponimi sungai di Antropolinguistik dalam Menggali Kabupaten Tana Tidung ditemukan 243 nama Kearifan Lokal sebagai Identitas Bangsa”. yang menggunakan satu kata, 49 menggunakan Prosiding The 5th International dua kata, dan 3 nama yang menggunakan kata Conference on Indonesian Studies: ulang. Berdasarkan jenis kata yang digunakan “Ethnicity and Globalization”, (hlm. dalam toponimi sungai di Kabupaten Tana 274—290). Tidung ditemukan 241 nama sungai yang Sudaryat dkk. (2009). Toponimi Jawa Barat berjenis kata verba, 37 nama sungai berjenis (Berdasarkan Cerita Rakyat). Bandung: kata adjektiva, dan 17 nama sungai berjenis Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kata verba. Berdasarkan asal bahasa yang Provinsi Jawa Barat. digunakan dalam toponimi sungai di Kabupaten Sukojo, B. M. (2012). Toponimi: Arti dan Tana Tidung ditemukan 222 nama sungai yang Peran. Surabaya: ITS Press. berasal dari bahasa Tidung, 62 nama sungai Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi V berasal dari bahasa Belusu, 9 nama sungai Daring. Jakarta: Badan Pengembangan berasal dari bahasa Indonesia, dan 2 nama dan Pembinaan Bahasa. sungai berasal dari bahasa Melayu. Widoyoko, E. P. (2013). Teknik Penyusunan Konsep toponimi sungai di Kabupaten Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Tana Tidung tersebut dapat dijadikan petunjuk Pustaka Pelajar. bagaimana suatu masyarakat mengungkapkan citra dirinya. Bentuk atau pola toponimi sungai tersebut dapat dijadikan indikator ideologis suatu masyarakat yang mencakup tata nilai dan keyakinan yang dianutnya, kearifan, dan harapan-harapan yang ingin dicapainya.

Daftar Pustaka

Danandjaja, J. (2002). Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti. Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Miles, M.D. (2007). Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI-Press. Piliang, Y. A. (2012). Semiotika dan Hipersemiotika Gaya, Kode, dan Matinya Makna. Bandung: Matahari. Sahril dkk. (2015). “Toponimi Rupabumi di Kabupaten Langkat”. Medan Makna, Vol. XIII No. 2. Hlm. 233—243. Saptarini dkk. (2016). Nama Tempat di Jawa Barat yang Berhubungan dengan Pancaindra:Tinjauan Antropolinguistik. Bandung: Balai Bahasa Jawa Barat.

103