INTREPRETASI KONTEKSTUAL AHMAD SYAFI'I MA'ARIF ATAS PERAN PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK DALAM QS. AN-NISA: 34 Alwi HS

MEWUJUDKAN GENDER EQUALITY MELALUI PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN PEREMPUAN Novita Tresiana dan Noverman Duadji

PEREMPUAN DALAM KEPEMIMPINAN AGAMA: PENGALAMAN KRISTEN Asnath N. Natar

PEREMPUAN DALAM PERKAWINAN SAMIN: PERLINDUNGAN BUDAYA VERSUS HUKUM POSITIF Moh Rosyid

RELASI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI RUANG DOMESTIK DAN PUBLIK MENURUT PEMAHAMAN ELIT SALAFIYYAH DI JAMBI Yuliatin

Volume 18, No.2, Juli 2019

Vol. 18, No. 2, Juli 2019

Pusat Studi Wanita UIN Yogyakarta

Vol. 18, No. 2, Juli 2019 E-ISSN: 2503-4596 ISSN: 1412-3460

Terakreditasi Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 2/E/KPT/2015 (Sinta 2)

Managing Editor: Witriani

Editor in Chief: Marhumah

Editors: Siti Ruhaini Dzuhayatin, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Alimatul Qibtiyah, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Muhammad Alfatih Suryadilaga, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Euis Nurlaelawati, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Mochamad Sodik, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta Masnun Tahir , Universitas Islam Negri Mataram, NTB Dewi Candraningrum, Universitas Muhammadyah Surakarta, Jawa Tengah Ummi Sumbulah, UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang, Jawa Timur Tracy Wright Webters , University of Western Sydney, Australia

Language Editors: Zusiana Elly Triantini, Fatma Amilia, Muh.Isnanto

TERAKREDITASI: Nomor: 2/E/KPT/2015, Tanggal 1 Desember 2015

Alamat Penerbit/ Redaksi: Pusat Studi Wanita UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Jl. Marsda Adisucipto Yogyakarta 55281 Telp./ Fax. 0274-550779 Email: [email protected] Website: psw.uin-suka.ac.id

Musãwa adalah Jurnal Studi Gender dan Islam yang fokus pada kajian-kajian gender dan anak, baik yang terintegrasi dengan Islam maupun Hak Asasi Manusia. Diterbitkan pertama kali Maret 2002 oleh Pusat Studi Wanita Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerjasama dengan Royal Danish Embassy Jakarta. Mulai tahun 2008 terbit dua kali dalam setahun yaitu bulan Januari dan Juli. Mulai tanggal 1 Desember 2015 Jurnal Musawa mendapatkan Akreditasi Na- sional Kemristekdikti dengan Nomor: 2/E/KPT/2015 Redaksi menerima tulisan dengan tema Gender, Islam, dan HAM berupa hasil penelitian yang belum pernah dipub- likasikan atau diterbitkan di media lain. Artikel ditulis dalam 6.000 – 10.000 kata sesuai dengan gaya selingkung Musawa yang dapat dilihat di halaman belakang. Naskah dikirimkan melalui Open Journal System (OJS) Musawa melalui alamat : http://ejournal.uin-suka.ac.id/musawa. Editor berhak melakukan penilaian tentang kelayakan suatu artikel baik dari segi isi, informasi, maupun penulisan.

DAFTAR ISI

INTREPRETASI KONTEKSTUAL AHMAD SYAFI’I MA’ARIF ATAS PERAN PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK DALAM QS. AN-NISA: 34 Muhammad Alwi HS...... 105

MEWUJUDKAN GENDER EQUALITY MELALUI PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN PEREMPUAN Novita Tresiana dan Noverman Duadji...... 119

PEREMPUAN DALAM KEPEMIMPINAN AGAMA: PENGALAMAN KRISTEN Asnath N. Natar...... 133

PEREMPUAN DALAM PERKAWINAN SAMIN: PERLINDUNGAN BUDAYA VERSUS HUKUM POSITIF Moh Rosyid ...... 149

RELASI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI RUANG DOMESTIK DAN PUBLIK MENURUT PEMAHAMAN ELIT PESANTREN SALAFIYYAH DI JAMBI Yuliatin...... 161

VALIDASI MODUL KESETARAN PERAN LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK MENCAPAI KESEIMBANGAN KERJA-KELUARGA Arri Handayani , Padmi Dhyah Yulianti, dan Primaningrum Dian M...... 173

IMPLEMENTASI UQUBAT CAMBUK TERHADAP WANITA HAMIL (PENELITIAN DI WILAYAH HUKUM KEJAKSAAN NEGERI BANDA ACEH DAN KEJAKSAAN ACEH BESAR) Dikha Savana, Mohd. Din, dan Ali Abu Bakar...... 183

INTREPRETASI KONTEKSTUAL AHMAD SYAFI’I MA’ARIF ATAS PERAN PEREMPUAN DI RUANG PUBLIK DALAM QS. AN-NISA: 34

Muhammad Alwi HS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta [email protected]

Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mendialogkan pemahaman Ahmad Syafi’i Ma’arif, seorang negarawan dan agamawan di Indonesia kontemporer, atas QS. an-Nisa: 34 dengan diskursus kesetaraan gender dalam mengkontekstualisasikan ajaran Islam di Indonesia, termasuk peran perempuan di ruang publik. Letak penting pemahaman Ahmad Syaf’i Ma’arif adalah kemampuannya dalam memberi sikap tengah, tidak konservatif dan tidak juga liberal, dalam mengemukakan spirit kepemimpinan perempuan menurut Islam dan Negara. Syafi’i Maarif menilai wacana konteks antara Arab-Indonesia tidak dapat diabaikan ketika pembaca teks hendak memahami kandungan QS. an-Nisa: 34. Perempuan Arab memiliki ruang dan dinamikanya sendiri, yang berbeda dengan perempuan di Indonesia, sehingga konteks ini berpengaruh dalam memahami al-Qur’an. Catatan kesetaraan gender Syafii Maarif adalah ada keadaan tertentu, seperti mengandung dan melahirkan, yang hanya dilakukan oleh perempuan. Upaya Ahmad Syafii Maarif dalam mengkontekstualisasikan QS. an-Nisa: 34 adalah kerja penting atas pembumian al-Qur’an sebagai pedoman (QS. al-Baqarah: 2 dan 185) ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia, sehingga Islam yang rahmatan lil alamin dapat dirasakan dari segi pengangkatan peran perempuan di ruang publik.

Kata Kunci: Ahmad Syafi’i Maarif, keseteraan gender, kontekstualisasi QS. an-Nisa: 34, dan Indonesia

Abstract This article aims to provide understanding of Ahmad Syafi’i Ma’arif, an Indonesian statesman and religious leader, over QS. An-Nisa: 34 with the discourse of gender equality in the contextualization of Islamic teachings in Indonesia, including the role of women in public space. The important point of understanding Ahmad Syaf’i Ma’arif is in his ability to give a central, non conservative and illiberal in raising the leadership spirit of women according to Islam and the state. Syafi’i Maarif assessed that the context discourse between Arab-Indonesia can not be ignored when the reader want to understand the content of QS. An-Nisa: 34. Arab women have its own space and dynamism, that is different from women in Indonesia, so this context is influential in understanding the Qur’an. The notion of the gender equality of Syafi’s Ma’arif is that there are certain circumstances, such as pregnant and childbirth, that only women can do. The efforts of Ahmad Syafi’i Ma’arif in contextualizing QS. An- Nisa: 34 is an important work on the ground of the Qur’an as a guideline (QS. Al-Baqarah: 2 and 185) into the lives of Indonesian society, so that Islam, as rahmatan lil alamin, can be felt in terms of the female role in the public space.

Keywords: Ahmad Syafi’i Maarif, gender equality, contextualization, QS. an-Nisa: 34, and Indonesia.

105 Musãwa, Vol. 18, No. 2 Juli 2019

Pendahuluan perempuan, lebih tepatnya diberi judul “Peran Perempuan dalam pandangan sebagian umat Perempuan dalam Proses Politik Demokrasi”. Islam selalu ‘diberi’ kesan the second sex1 dari Oleh karena itu artikel ini akan mendiskusikan laki-laki. Tidak tanggung-tanggung, pandangan pemikiran Syafi’i Ma’arif tersebut, yang kemudian seperti ini mereka sebut sebagai ajaran agama itu diperluas pada diskusi Perempuan dalam Islam sendiri.2 Keadaan ini mengundang diskusi yang serta dinamikanya dalam konteks Indonesia. tidak pernah usai, semua pihak menempatkan diri Pengungkapan atas pemikiran Syafi’i pada posisi pro maupun kontra. Pada posisi pro Ma’arif dalam ruang penelitian pada dasarnya mereka bertahan pada anggapan bahwa perempuan bukan barang baru di kalangan akademisi. Penulis dalam kungkungan laki-laki. Sedangkan pihak menemukan beberapa pemikiran Syafi’i Ma’arif kontra mencoba untuk selangkah lebih maju yang diekspor, di antaranya “Konsep Toleransi dengan melakukan reintrepretasi atas ajaran Beragama menurut Buya Syafi’i Ma’arif” oleh Islam (al-Qur’an dan Hadis) yang membahas Muhammad Wahid Nur Tualeka Dan Muhammad 4 kedudukan perempuan di lingkungan sosial, dan Saifun Nur, “Dinamika Pemikiran Politik Ahmad Syafi’i Maarif berada di posisi yang kedua. Syafi’i Ma’arif (Tinjauan Terhadap Ideologi 5 Sebenarnya di Indonesia sendiri keadaan Negara)” oleh Lia Hilyah, “Perbandingan perempuan di ruang publik lebih fleksibel atau Pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Amin leluasa jika dibandingkan dengan negara-negara Rais tentang Hubungan Islam dan Negara di Islam lain terutama di Timur tengah. Kita dapat Indonesia” oleh M. Marfirozi, “Relasi antara Islam menyaksikan bagaimana perempuan begitu dan Negara (Studi Kritis atas Pemikiran Politik bebas dalam berkendaraan, berpendapat maupun Islam Ahmad Syafii Maarif dalam Perspektif 6 juga terjun dalam urusan perpolitikan. Namun Ulama Al‐Salaf Al‐Shalih)” oleh Hery Huzaery, keadaan perempuan ini akan menjadi polemik “Dakwah Kebangsaan Ahmad Syafi’i Maarif di 7 ketika dibenturkan oleh teks agama. Dalam Indonesia” oleh Ahmad Science Nidaus Salam, hal ini terdapat kesenjangan antara bunyi teks Islam Berkemajuan perspektif Ahmad Syafii dengan konteks (kehidupan hari ini). Dalam Maarif (Studi Pemikiran Ahmad Syafi’i Maarif mendialogkan antara teks dan persoalan sosial tentang Islam dalam Bingkai Keindonesiaan 8 utamanya perempuan ini, pemikiran Syaf’i dan Kemanusiaan) Oleh Muthoifin, dan lain Ma’arif, seorang cendekiawan muslim, cukup 4Muhammad Wahid Nur Tualeka Dan Muhammad penting untuk disimak, Dalam karya terbarunya Saifun Nur, “Konsep Toleransi Beragama menurut Buya 3 Syafi’i Ma’arif” jurnal AL-Hikmah: Jurnal Studi Agama- Mencari Autentisitas dalam Dinamika Zaman , Agama/Vol. 4, No. 1, 2018. beliau membahas satu bab secara khusus tentang 5Lia Hilyah, Dinamika Pemikiran Politik Ahmad Syafi’i Ma’arif (Tinjauan Terhadap Ideologi Negara)”, 1Aminah Wadud menyebutkan bahwa perempuan, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif dalam sosial, menempati kelas kedua dari laki-laki. lihat Hidayatullah Jakarta, 2009. lebih jauh Aminah Wadud, “The Qur’an, Shari’ah and the 6Hery Huzaery, “Relasi antara Islam dan Negara Citizenship Rights of Muslim Women in the Umma” dalam (Studi Kritis atas Pemikiran Politik Islam Ahmad Syafii Norani Othman (editor), Syari’ah Law and the Modern Maarif dalam Perspektif Ulama Al‐Salaf Al‐Shalih)” Nation-State (Malaysia: SIS, 1994), 63. Tesis Program Pascasarjana Universitas 2Dalil yang sering dijadikan dasar ‘menomorduakan’ Surakarta, 2012. perempuan dari laki-laki adalah QS. An-Nisa: 34, ar-Rijalu 7Ahmad Science Nidaus Salam, “Dakwah Kebangsaan Qawwauma al-nisa. Juga dalil akal perempuan setengah Ahmad Syafi’i Maarif di Indonesia” Skripsi Dakwah dan dari akal laki-laki. dan seterusnya. Komunikasi UIN Walisongo, 2018. 3Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam 8Muthoifin, “Islam Berkemajuan perspektif Ahmad Dinamika Zaman, (Yogyakarta: IRCisoD, 2019). Syafii Maarif (Studi Pemikiran Ahmad Sya I Maarif tentang

106 Muhammad Alwi HS - Intrepretasi Kontekstual Ahmad Syafi’i Ma’arif ... sebagainya. Kajian-kajian tersebut merupakan seperti Assia Djebar (1938), Fatimah Marnissi sedikit dari sekian banyak penelitian yang ada. (1941), Zaynab al-Ghazali (1971), Nawal El Hal ini menunjukkan bahwa pemikiran Syafi’i Saadawi. Sebenarnya, masih sangat banyak Ma’arif telah mendapat porsi tersendiri di wilayah perempuan-perempuan, terutama era modern- kajian Ilmiah, termasuk Islam di Indonesia. kontemporer, yang hadir menyuarakan hak- Namun, berbagai penelitian yang ada, belum ada haknya, seperti Asma Barlas, Amina Wadud, yang pernah mengkaji pemikiran Syafi’i Ma’arif dan Musda Mulia –untuk menyebut perwakilan yang secara khusus mengungkap tentang peran dari Indonesia. Perempuan-perempuan tersebut perempuan dalam sosial, apalagi dikaitkan dengan adalah perwakilan ‘anak zaman’ yang mencoba diskursus kepimpinan perempuan dalam al- mengangkat derajatnya atas kungkuhan zaman Qur’an. Karena itu, artikel ini ingin pengungkap patriarkhi yang ‘direkayasa’oleh pihak tertentu. kajian yang belum tersentuh tersebut. Dalam sejarah, sudah menjadi rahasia umum, Tujuan artikel ini adalah mendialogkan bagaimana menderitanya perempuan sebelum pemikiran Ahmad Syafi’i Ma’arif, sebagai salah datangnya Islam. Sebelum datangnya Islam, satu tokoh Islam kontemporer, dengan diskursus kelahiran anak perempuan menjadi kecacatan gender dalam Islam. Dengan menghadirkan keluarga (lihat QS. An-Nahl: 58-59). Saking diskusi ini, maka akan terlihat bagaimana tokoh tidak dinilainya derajat perempuan, bahkan Islam dan negarawan, seperti Syafi’i Ma’arif seringkali terjadi penguburan hidup-hidup atas dalam mendialogkan teks agama dengan konteks anak perempuan (lihat Q.S. At-Takwiir: 8-9), Indonesia. Hal ini penting diutarakan agar diskusi dan perlakuan buruk lainnya seperti tidak diberi teks agama tidak melulu berada ‘di atas langit’ hak waris dan hak-hak lain yang pada umumnya atau bahkan berada di lingkungan Arab semata, dinikmati oleh kaum lelaki. Menurut catatan tetapi mampu ‘membumi’ dalam kehidupan sejarah, penindasan yang dilakukan oleh laki- masyarakat Indonesia. Dengan demikian, Islam laki kepada perempuan sudah menjadi kebiasaan yang dikenal sebagai agama rahmatan lil alamin yang dilakukan oleh masyarakat Jahiliyah. dapat dirasakan oleh umatnya di manapun berada, Bahkan seorang budak perempuan seringkali termasuk di Indonesia. Dalam hal ini termasuk dijadikan pelacur demi mendapatkan keuntungan ajaran yang berkaitan dengan pengangkatan bagi tuannya.10 Kenyataan sejarah menunjukkan derajat perempuan, sebagai salah satu misi betapa perempuan tidak mendapatkan kedudukan, rahmat-Nya. bahkan sedikitpun tidak dihormati dalam lingkup sosial oleh kaum laki-laki. Berbagai Polemik Status Perempuan di Ruang Sosial masa kegelapan perempuan tersebut menjadi Dalam bukunya Women Claim Islam: wajar ketika menyadari bahwa paradigma yang Creating Islamic Feminism trough Literature9, dipegang dan berkembang di masyarakat Arab Miriam Cooke paling tidak menyebutkan adalah anggapan bahwa perempuan hidup untuk beberapa nama perempuan yang terkenal dan senantiasa bergantung kepada laki-laki.11 sebagai perwakilan perempuan-perempuan Namun demikian, dalam perkembangan yang ‘menuntut’ keadilan dalam kehidupan ini, 10Al-Hamid Al-Husaini, Membangun Peradaban: Sejarah Muhammad Saw sejak sebelum Diutus menjadi Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan)” Rasul, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2000), 148 jurnal Wahana Akademika Volume 4 Nomor 1, April 2017. 11Suryadi, Kesetaraan Perempuan dalam Ruang 9Miriam Cooke, Women Claim Islam: Creating Islamic Spiritualitas Islam, dalam Islam Tradisi dan Peradaban, feminism trough Literature, (New Work: Routledge, 2001). (Yogyakarta: Bina Mulia Press, Yogyakarta), 203.

107 Musãwa, Vol. 18, No. 2 Juli 2019 zaman nampaknya persoalan laki-laki dan kemaslahatan dalam kehidupan sosial. perempuan juga masih tetap ada dan belum Syafi’i Ma’arif, dalam hal ini mengutip terselesaikan. Menurut Fatimah Marnisi, di pandangan Fatimah Marnisi, menyampaikan daerah-daerah tertentu, perempuan masih kegelisahannya bahwa persoalan perempuan, diperlakukan secara diskriminatif terlebih ketika dari ribuan yang lalu tahun hingga saat ini, belum berbicara posisi mereka dalam kehidupan.12 mendapatkan titik terang. Problem kesetaraan ini, Namun seiring berjalannya waktu, mulai ada menjadi problematika setiap daerah di belahan tekanan atas undang-undang anti perempuan di dunia. Anehnya, menurut Syafi’i Ma’rif, keadaan balik kedok “Islamisasi” di beberapa belahan ini kerap kali disandarkan pada agama, sehingga dunia Islam. Para perempuan dengan berbagai terkesan bahwa Islam memerintahkan keadaan tingkat pendidikan dan kesadaran akan persoalan perempuan yang seperti ini.16 Keadaan seperti ini mulai menyadari bahwa agama telah ini membuat Syafi’i Ma’arif ikut bersuara perihal digunakan sebagai sarana penindasan daripada perempuan, posisi perempuan di lingkungan sebagai sarana pembebasan.13 sosial menjadi perhatiannya, termasuk dalam hal Bahwa Islam datang untuk membela dan ini adalah perempuan dalam al-Qur’an, terutama menjunjung harkat dan martabat manusia adalah tentang ayat-ayat kepimpinan, yang dikaitkannya sebuah kepastian yang menjadi kesepakatan. dengan kepempinan perempuan dikanca Jika demikian, perempuan juga termasuk perpolitikan. menjadi objek pengangkatan derajat tersebut. Menurut Raghib As-Sirjani, Islam mengangkat Ahmad Syafi’i Ma’arif dan Pemahaman QS. derajat perempuan dari kehidupan yang pernah an-Nisa: 34 menghimpitnya dalam kesuraman untuk menjadi Ahmad Syafi’i Ma’arif, yang juga akrab figur sosial.14 Sebagai misi kemanusiaan, tentu dipanggil Buya oleh orang-orang terdekatnya – pengangkatan derajat perempuan ini dilakukan meski ia sendiri cenderung menghindarinya17, lahir dari berbagai aspek, termasuk di dalamnya pada Sabtu, 31 Mei 1935 di Bumi Calau Sumpur pada peran perempuan di lingkungan sosial. Kudus “Makkah Darat”.18 Ia pernah menghadapi Persoalan peran perempuan di lingkungan sosial lika-liku pendidikan selama di Yogyakarta, ia ini dapat dikategorikan sebagai persoalan sosial belajar sambil mengajar.19 Setelah itu, Ahmad (muamalah), yakni hubungan antar manusia. Syafii Maarif melanjutkan studinya di Amerika, Dalam konteks ini, menurut Abdullah Saeed15, persoalan ini dapat diijtihadkan hingga mencapai 16Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam Dinamika Zaman, 375-376. 17Menurut laporan, Syafi’i Maarif suka ‘memplesetkan’ 12Fatima Mernisi, Setara di Hadapan Allah: Relasi istilah Buya yang dinistabkan kepadanya menjadi “buaya”, Laki-Laki dan Perempuan dalam tradisi Islam Pasca ini merupakan contoh sikap teladan dari sosok yang Patriarkhi, (Yogyakarta: LSPPA Yayasan Prakarsa, 1995). senantiasa mengubah “keangkeran diri” menjadiri hal yang 36 wajar. Abd. Rohim Ghozali dan Shaleh Partaonan Dauly 13Fatima Mernisi, Setara di Hadapan Allah: Relasi (editor), Refleksi 70 Tahun Ahmad Syafii Maarif Cermin Laki-Laki dan Perempuan dalam tradisi Islam Pasca untuk Semua (Jakarta: Maarif Institut, 2005), 37. Patriarkhi, 38 18Dalam bahasa Minang istilah “Makkah Darat” sering 14Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam disebut dengan Makkah Darek. Ahmad Syafii Maarif, Titik Pada Dunia, terj. (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009), 74. Kisar dan Perjlananku, (Yogyakarta: Ombak, 2006), 3. 15Lihat penjelasan tentang Ijtihad dalam Abdullah 19Lihat kisah perjalnaan pendidikannya dalam Saeed, Paradigma, prinsip dan Metode Penafsiran Ahmad Syafii Maarif, Independensi Muhammadiyah; Di Kontekstualis atas al-Qur’an, terj, (Yogyakarta: Lembaga Tengah Pergumulan Pemikiran Islam dan Politik (Jakarta: Ladang Kata, 2016), 243-244. Cidesindo, 2000), 172-173.

108 Muhammad Alwi HS - Intrepretasi Kontekstual Ahmad Syafi’i Ma’arif ... ia belajar sejarah pada Nothern Illinois University Zaman (2019), dan lain sebagainya. (1973) dan Ohio State University (1980) hingga Terkait pemahaman QS. an-Nisa: 34. memperoleh gelar MA. Selanjutnya, masih di sebelumnya telah dikemukakan bahwa penulis negara yang sama, di University of Chicago ia membahas buku yang berjudul Mencari Autensitas memperoleh gelar PhD dengan judul disertasi dalam Dinamika Zaman (2019), khususnya yang “Islam as the Basic of State; A Study of the Islamic berkaitan dengan isu peran sosial perempuan Political Ideal as Reflected in the Constituent dalam Islam. Sebagaimana pembahasan Assembly Debates in Indonesia” yang dibmbing sebelumnya tentang polemik kedudukan oleh Fazlur Rahman.20 perempuan di ruang sosial dan politik yang Sumbangsih pemikiran Syafi’i Maarif dalam tergolong menjadi isu sentral dalam kehidupan bentuk karya tidak perlu diragukan lagi. Telah antara laki-laki dan perempuan, selanjutnya, akan banyak karya buku yang telah ditulisnya, baik didiskusikan bagaimana peran perempuan dalam yang membahas agama, negara, atau keduanya sosial dan politik menurut Syafi’i Ma’arif. Dalam sekaligus, di antara karya-karyanya dapat hal ini merujuk pada QS. an-Nisa: 34 dengan disebutkan di sini, yakni Islam dalam Bingkai redaksi ayat sebagai berikut: ُ َ ٓ ,(Keindonesiaan dan Kemanusiaan (2009 ّ َ َ َّ ٰ ُ َ َ ّ َ َ َ َّ َ َّ ُ َ ۡ َ ُ ۡ ٱلرِجال قومون َع ٱلنِسا ِء بِمَا فض لٱلل بعضهم Menerobos Kemelut Refleksi Cendekiawan ََٰ َۡ َ َ ٓ َ ُ ْ ۡ َۡ ۡ َ َّ ٰ َ ُ ع بع ٖض وبِما أنفقوا ِمن أموٰلِِه ۚم فٱلصلِحٰت Muslim (2006), Titik-Titik Kisar di Perjalanan َ ٌ َ َ Ku (2006), Menggugah Nurani Bangsa (2005), ََّٰ َُّ َ َ َ َّۡۡ ٞ نِتٰت حٰفِظٰت لِلغي ِب بِما حفِ ظٱللۚ وٱلِت َ َ ُ َ ُ ُ َ ُ َّ َ ُ ُ َّ َ ۡ ُ ُ ُ َّ ۡ َ َ ,(Mencari Autentitas dalam Kegalauan (2004 تافوننشوزهن فعِظوهن وٱهجروهن ِف ٱلمض ِاج ِع Independensi Muhammadiyah di Tengah َ ۡ ُ ُ َّ َ ۡ َ َ ۡ َ ُ ۡ َ َ َ ۡ ُ ْ َ َ ۡ َّ َ ً و ِٱضبوهنۖ فإِن أطعنكم فل تبغوا علي ِهن سبِيلۗ ,(Pergumulan Pemikiran Islam dan Politik (2000 َّ َّ َ َ َ َ ّٗ َ ٗ ,(Islam dan Politik Membingkai Peradaban (1999 إِ نٱلل كن علِيا كبِريا Islam Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat Terjemahan: (1997), Keterkaitan antara Sejarah, Filsafat, dan Agama (1997), Islam dan Politik; Teori Belah “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin Bambu Masa Demokrasi Terpimpin (1996), bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah Muhammadiyah dalam Konteks Intelektual melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Muslim (1995), Membumikan Islam (1995), karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan Percik-Percik Pemikiran Iqbal (1994), Peta sebagian dari harta mereka. Sebab itu Bumi Intelektualisme Islam di Indonesia (1994), maka wanita yang saleh, ialah yang taat Islam dan Politik di Indonesia (1988), al-Qur‘an, kepada Allah lagi memelihara diri ketika Realitas Sosial dan Limbo Sejarah (1985), suaminya tidak ada, oleh karena Allah Islam dan Masalah Kenegaraan; Studi tentang telah memelihara (mereka). Wanita-wanita Percaturan dalam Konstituante (1985), Dinamika yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka Islam (1984), Islam, Mengapa Tidak? (1984), nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka Islam, Politik dan Demokrasi di Indonesia dalam di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka Aspirasi Umat Islam Indonesia (1983), Mengapa janganlah kamu mencari-cari jalan untuk Vietnam Jatuh Seluruhnya ke Tangan Komunis menyusahkannya. Sesungguhnya Allah (1975), Mencari Autensitas dalam Dinamika Maha Tinggi lagi Maha Besar”.

20 Ahmad Syafii Maarif, Peta Bumi Intlektualisme Musda Mulia mengkritisi terjemahan Islam di Indonesia, (Jakarta: Mizan, 1995), 3

109 Musãwa, Vol. 18, No. 2 Juli 2019

Indonesia yang mengartikan kata al-Rijal yang pemahaman ini bisa dlihat, misalnya, dalam kitab diartikan sebagai kaum laki-laki. Menurutnya, tafsir al-Jalalain23 kata qawwamuna dipahami bentuk terjemahan seperti ini mengindikasikan sebagai musallithun (penguasa), Ath-Thabari pemahaman bahwa laki-laki secara otomatis dalam kitab tafsir at-Thabari24-nya menyatakan menjadi pemimpin perempuan. Padalah, jika bahwa ayat ini tidak berkaitan dengan sosial, ditinjau dari segi kaidah bahasa, kata al-rijal tapi tentang urusan rumah tangga (suami istri), tidak merujuk ke semua laki-laki, tetapi hanya Tafsir Departemen Agama memaknai kata sebagian. Kata al yang melekat pada rijal tersebut qawwamuna sebagai pemimpin, tapi masih mengandung arti denitif. Artinya, surah an- dalam lingkup urusan rumah tangga.25 Setelah Nisa: 43 ini lebih tepat, menurut Musda Mulia, mengemukakan berbagai penafsiran ayat, Syafi’i diterjemahkan dengan “hanya laki-laki yang Ma’arif berpendapat bahwa penafsiran yang memiliki kualifikasi tertentu yang bisa menjadi mengandung unsur kemoderatan sebaiknya lebih pemimpin atas perempuan tertentu”. Lebih jauh, diutamakan, karena ia bersifat lebih adil, wajar, jika diikutkan dengan pembahasan asbabun dan proporsional.26 Sikap tengah (moderat) Syafi’i nuzulnya, maka ayat ini akan diterjemahkan Ma’arif tersebut secara sendirinya menunjukkan “para suami tertentu saja yang dapat menjadi ia sedang menghindari dan ‘tidak senang’ pemimpin bagi istrinya, dan kepimpinannya ini adanya ketidakseimbangan antara laki-laki dalam hanya terbatas di ruang domestik atau dalam perempuan dalam ayat ini. rumah tangga”, hal inipun suami harus bersikap Senada dengan Syafi’i Ma’arif tersebut di toleran dan bijaksana kepada istrinya.21 Dengan atas, Thoha Hamim mengatakan bahwa baik laki- demikian, terjemahan yang menitikberatkan pada laki maupun perempuan keduanya memiliki hak generalisasi derajat lelaki lebih tinggi daripada dan kewajiban yang setara, sehingga siapapun perempuan mesti mendapat perhatian tersendiri. dari dua makhluk Tuhan tersebut, dapat menjadi Hal ini karena model terjemahan tersebut seorang hamba yang baik. Prinsip kesetaraan hanya akan menghasilkan sikap patriarkhi bagi ini dapat ditemui dalam berbagai ajaran Islam, pembacanya. misalnya dalam tradisi sufi disaksikan bahwa Lebih jauh, redaksi yang menjadi persoalan manusia, laki-laki ataupun perempuan, dapat dari spirit kesetaraan gender ada di ungkapan mencapai al-Insan al-Kamil (manusia sempurna).27 ar-rijal qawwamuna ala al-nisa. Di sini, Syafi’i Lebih jauh, prinsip keseteraan tersebut, menurut Maarif menyebutnya sebagai ayat yang menjadi Thohah Hamim, untuk menghidupkan hubungan superior bagi laki-laki.22 untuk menemukan yang harmonis dalam interaksi laki-laki dan pemahaman ayat ini, Syafi’i Ma’arif mengungkap beberapa pemahaman ayat tersebut dari kitab- 23Jalaluddin al-Mahalli dan al-Suyuti, Tafsir Imamain kitab tafsir, klasik dan modern-kontemporer. Jalalain, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, tt), 84. 24 Syafi’i Ma’arif, setelah melihat tafsir-tafsir ayat Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir al-Tabari, Jami’ al- Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jild VII, (Beirut: Dar al-Kutub tersebut, mengatakan bahwa tak terelakkan al-Ilmiyah, 1992), 688. bahwa pemahaman ayat ini bervariasi dari 25Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam satu penafsir dengan penafsir lainnya. Variasi Dinamika Zaman, 377-378. 26Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam Dinamika Zaman, 378. 21Siti Musda Mulia, Muslimah Reformasi: Perempuan 27Thoha Hamim, “Kata Pengantar” dalam Ali Pembaru Keagamaan, (Bandung: Mizan, 2004), 308. Munhanif (editor), Mutiara Terpendam: Perempuan dalam 22Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam Literatur Islam Klasik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, Dinamika Zaman, 377. 2002), xxvi.

110 Muhammad Alwi HS - Intrepretasi Kontekstual Ahmad Syafi’i Ma’arif ... perempuan.28 Prinsip kesetaraan yang seperti etika pergaulan, agar terhindar dari berbagai ini diperkuat oleh pandangan Syafi’i Ma’arif perbuatan yang dapat mendatangkan fitnah, dengan adanya fakta perempuan (baca: istri) sehingga menghancurkan harga diri manusia.31 yang lebih berkontribusi dalam kehidupan Titik fokus ajaran Islam, yang tergambar dalam rumah tangga, serta maraknya perempuan karir. pandangan Syaf’i Maarif, bukan pada ‘material’ Karena itu, menurut Syafi’i Ma’arif, perlu ayat (redaksi) tetapi apa yang menjadi spirit dilakukan reintrepretasi atas kata qawwamuna QS. an-Nisa: 34, yakni kapasitas, kualitas, dan dalam QS. an-Nisa: 34 tersebut.29 Asma Barlas proporsionalitas laki-laki ataupun perempuan. mengatakan bahwa al-Qur’an tidak hadir untuk mengikuti kemauan sepihak, atau dalam hal Perempuan Berpolitik dalam Pandangan ini adalah klam-klaim patriarkhi tradisional Islam maupun modern. Tetapi, al-Qur’an hadir untuk Perempuan menjadi pemimpin bukan merespon masyarakat yang patriarkhi, sehingga hal baru di bumi Indonesia. Perempuan telah perlu terus ditafsirkan seiring perkembangan mewarnai perjalanan sejarah Indonesia itu sendiri. zaman, guna menciptakan yang anti patriarkhi.30 Neng Dara Affiah mencatat beberapa pemimpin Dengan demikian, pemahaman al-Qur’an yang perempuan, yakni Ratu Tajul Alam Shafiyatuddin berindikasi pada adanya penghilangan visi Syah, Ratu Nur Alam Naqiyatuddin Syah, Ratu kesetaraan, bagaimanapun, tidak dapat diterima, Inayatsyah Zakiyatuddin Syah, dan Ratu Kamalat terlebih lagi untuk dijadikan standar pegangan Syah, semuanya pernah memimpin di Aceh. Di dalam pengamalan al-Qur’an bagi laki-laki atas Jawa ada nama Ratu Kalinyamat. Di Sumatera perempuan. ada , Rahmah el-Yunussiah.32 Dalam Lebih jauh, sekiranya QS. an-Nisa: 34 masa pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (2014- ini dipahami sebagai ayat yang membatasi 2019) tercatat delapan posisi mentri yang ditempati kepimpinan hanya untuk kaum laki-laki, sehingga oleh kaum perempuan, yakni Retno Lestari menghasilkan pemahaman yang anti keseteraan. Priansari Marsudi (Menteri Luar Negeri) , Susi Maka dapat dikatakan bahwa pemahaman Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan), tersebut dengan sendirinya bertentangan dengan Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup ajaran al-Qur’an (Islam) itu sendiri. Menurut dan Kehutanan), Puan Maharani (Menko Bidang Syafi’i Maarif bahwa al-Qur’an memberi peluang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Nila yang setara bagi laki-laki dan perempuan untuk F. Moeloek (Menteri Kesehatan), Khofifah Indar mengembangkan karirnya. Sehingga pemahaman Parawansa (Menteri Sosial), Yohana Susana laki-laki adalah pemimpin perempuan tidak Yambise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dapat dijadikan hujjah. Lebih jauh, yang menjadi dan Perlindungan Anak), Rini Mariani Soemarno pusat perhatian agama, menurut Syafi’i Maarif, (Menteri Badan Usaha Milik Negara).33 Bahkan adalah penjagaan kehormatan, kesopanan, dan Indonesia pernah melahirkan presiden perempuan,

28Thoha Hamim, “Kata Pengantar” dalam Ali 31Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam Munhanif (editor), Mutiara Terpendam: Perempuan dalam Dinamika Zaman, 379. Literatur Islam Klasik, xxvii. 32Neng Dara Affiah,Islam, Kepimimpinan Perempuan 29Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam dan Seksualitas, (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Dinamika Zaman, 378. 2017), 9. 30Lihat pengantar Asma Barlas, Cara Qur’an 33https://gajimu.com/tips-karir/Tentang-wanita/ membeaskan Perempuan, terj. R. Cecep Lukman Yasin mengenal-menteri-perempuan-di-kabinet-jokowi-2013-jk- (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005), 27. periode-2014-2019 diakses pada 23 Oktober 2019.

111 Musãwa, Vol. 18, No. 2 Juli 2019 yakni Megawati Soekarno Putri. Lebih jauh, di masing-masing memiliki kesempatan yang sama tahun 2010, data dari Lembaga Pengembangan dalam meraih surga itu.37 Pandangan Syafi’i Perempuan dan Remaja Indonesia menyebutkan Maarif yang sesuai dengan fakta peran perempuan bahwa ada sekitar tujuh puluh perempuan yang di Indonesia tersebut, mengindikasikan apa yang pernah menjadi pejabat publik di Indonesia, di menjadi spirit QS. an-Nisa: 34 tidak bertentangan antaranya terdapat nama-nama seperti Yulia dengan kenyataan perempuan di Indonesia, selama Parida (Badan Pemberdayaan Masyarakat, itu menjadikan peran sosialnya sebagai perantara Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana mengabdi kepada Tuhan. dan Pemerintahan Desa. Kab. Bengkulu Tengah), Senada dengan pandangan Syafi’i Risma Tampubolon (Kasie Diklat Sumber Daya Maarif di atas, Syafiq Hasyim menilai bahwa Kesehatan pada Dinas Kesehatan), Lindawati membiarkan perempuan ikut andil dalam Simangunsong (Kasie Akreditasi Kesehatan pada perpolitikan di Indonesia merupakan tindakan Dinas Kesehatan Pemkab Toba Samosir), Farida yang menghargai kemanusiaan itu sendiri. Hal Hamid (Badan Pemberdayaan Perempuan dan ini tidak hanya sebagai sikap ‘mengamankan’ Keluarga Berencana Kabupaten Bengkalis) dan nilai agama dari sikap patriarkhi, tetapi juga masih banyak lagi perempuan-perempuan lainnya sikap memperjuangkan misi kemanusiaan, yaitu yang berkiprah menjadi pejabat publik.34 kesetaraan dan keadilan.38 Fatima Marnisi, dalam Namun demikian, apakah fakta peran hal ini mengutip kisah ratu Saba’ dalam al- publik perempuan-perempuan di atas terkait Qur’an (QS. An-Naml: 23), mengatakan bahwa dengan reintrepretasi QS. an-Nisa: 34? Atau ratu Saba’ sebagai pandangan tentang adanya sisi bahkan Indonesia telah keluar dari pemahaman dari perempuan yang menampilkan positif dalam QS. an-Nisa: 34?. Syafi’i Maarif, dalam hal ini, kepimpinan, sehingga perempuan sangat dapat mendasarkan isu peran politik perempuan pada menjadi kepala negara.39 Faqihuddin mengatakan semangat kesetaraan, sebagaimana yang telah bahwa di Indonesia, isu kepemimpinan perempuan dijelaskan sebelumnya. Menurutnya, semangat cenderung dikaitkan dengan etika rasional, kesetaraan akan menghadirkan sikap keadilan dan daripada makna literal ayat. Keluesan perempuan lapang dada dalam menerima partisipasi perempuan mencapai peran pemimpin disebabkan umat Islam dalam perpolitikan.35 “Profesionalisme dan kualitas memahami teks secara prinsip dan atas kesadaran diri” dalam pandangan Syafi’i Maarif menjadi kunci nilai universal dari teks agama. Menariknya, hal utama yang mesti menjadi standar dalam persaingan ini secara umum diterima oleh masyarakat Islam untuk mendapatkan peran di ruang publik, baik di Indonesia, baik secara organisasi, kelompok laki-laki maupun perempuan.36 Syafi’i Maarif maupun mazhab.40 Berbagai pandangan tersebut, mengingatkan bahwa menjadi pemimpin atau pejabat publik hanyalah sebuah jalan untuk mencapai surga 37Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam di akhirat. Saat yang sama, laki-laki dan perempuan Dinamika Zaman, 385. 38Syafiq Hasyim, Bebas dari Patriarkhisme Islam, (Depok: KataKita, 2010), 292. 34Lihat lebih jauh, https://www.wydii.org/index. 39Fatimah Marnisi, “Dapatkah Kaum Perempuan php/en/library/data/representation-of-women/130-daftar- Memimpin sebuah Negara Muslim?” dalam Fatima pejabat-publik-perempuan-di-indonesia.html diakses pada Marnisi dan Riffat Hassan, Setara di Hadapan Allah 23 Oktober 2019. (Relasi Perempuan dalam Tradisi Islam Pasca Patriarkhi), 35Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam terj. Team LSPPA, (Yogyakarta: LSPPA Yayasan Prakarsa, Dinamika Zaman, 379. 1995), 204. 36Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam 40Faqihuddin Abdul Kadir, Qira’ah Mubadalah, Dinamika Zaman, 384. (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), 503-504.

112 Muhammad Alwi HS - Intrepretasi Kontekstual Ahmad Syafi’i Ma’arif ... menguatkan pandangan Syafii Maarif tentang “Dalam perspektif ini, jika ada kaum laki- pentingnya pengangkatan derajat perempuan dan laki yang merendahkan dan menghina pemberian kesempatan untuk ikut serta dalam perempuan, jelas mereka adalah jenis perpolitikan di Indonesia. Dengan demikian, manusia yang berada di luar wilayah peradaban. Akan tetapi, untuk tetap eksistensi perempuan di ruang publik bukan memuliakan, kaum perempuan harus pula lagi hal yang mesti ‘dicurigai’ apalagi dilarang. tetap menjaga martabat dan kehormatanan Meski demikian, Syafi’i Maarif tidak serta merta dirinya”.42 memberikan kebebasan bagi perempuan, bahkan atas nama keseteraan gender. Dalam konteks Penjelasan Syafi’i Maarif di atas tertentu, ada beberapa kenyataan yang hanya memperlihatkan sikap bijak Syafi’i Ma’arif dalam (harus) perempuan melakukannya, sebagaimana menengahi kesadaran kesetaraan gender satu sisi, yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. dan pentingnya memperhatikan etika sosial di sisi lain. Dalam hal ini, Syafi’i Maarif mengkritik Batasan Keseteraan Gender Syafi’i Maarif keras pandangan Nietzshe tentang kehormatan perempuan yang mengatakan “perempuan harus Sebelumnya telah dibahas bagaimana membisu dalam masalah politik dan perkatannya pandangan Syafi’i Ma’arif dalam membangun Perempuan tidak paham apa makna makanan, argumen tentang pentingnya keseteraan gender. tetapi tetap saja mereka ingin masak” . Syafi’i Meski demikian, Syafi’i Maarif tidak berada di Maarif bahkan mengatakan: “Saya tidak tahu kelompok yang memiliki pemahaman gender yang virus macam apa yang bekerja dalam benak tak terkendali yang disebutnya sebagai gerakan Nietzsche hingga bencinya kepada perempuan liberalisasi. Menurut Syafi’i Maarif, ada batasan sudah terlalu jauh melampaui batas”. Syafi’i dalam memperjuangkan hak-hak kesetaraan laki- Maarif menjadikan Nabi Muhammad sebagai laki dan perempuan. Hal ini karena memang teladan atau contoh dalam persoalan menghargai ada urusan tertentu yang tidak bisa disetarakan, perempuan. Ia mengatakan bahwa Nabi pernah seperti urusan mengandung dan melahirkan. Dua berkata “Surga terletak di bawah kaki ibu”.43 urusan tersebut, menurut Syafi’i Maarif adalah Titik ini memberi pemahaman bahwa Syafi’i murni menjadi kewajiban perempuan yang tidak Maarif sangat menginginkan agar perempuan boleh ditolaknya. Hal ini karena ketika, misalnya, diperlakukan dengan baik oleh laki-laki. tidak ada perempuan, atas nama keseteraan, tidak ingin yang lebih baik dan lebih buruk. Semuanya setara, mengandung dan melahirkan maka keadaan ini saling mengeimbangi, dan saling melengkapi akan berdampak buruk pada keberadaan manusia dalam kehidupan ini. di muka bumi, yang boleh jadi berakhir pada kepunahan. Lebih jauh, keadaan perempuan Pemahaman Syafi’i Marif sebagai Kerja yang mengandung dan melahirkan menjadi satu Kontekstualisasi titik penting dalam kehidupan manusia agar menghargai dan menjunjung tinggi kehormatan Kehadiran wacana atas nama agama untuk perempuan, dalam bahasa Syafi’i dikatakan melegitimasi isu kepemimpinan laki-laki atas “harus bersimpuh dan bertekuk lutut di depan perempuan ini, dalam pandangan Faqihuddin, perempuan”.41 Perkataan Syafi’i Maarif berikut ini menarik diperhatikan: 42Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam Dinamika Zaman, 381. 41Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam 43Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam Dinamika Zaman, 379-380. Dinamika Zaman, 379-380.

113 Musãwa, Vol. 18, No. 2 Juli 2019 sama dengan wacana hegemoni Quraisy nilai temporal, yang berlaku pada saat al-Qur’an dalam sejarah Islam Arab. Dalam tradisi Arab, tersebut disampaikan, dan nilai universal, yang menerima kelompok Quraisy sebagai pemimpin berlaku untuk semua umat Islam, di mana dan merupakan bagian dari keimanan Islam. Mereka kapanpun. Niai universal inilah yang mesti yang tidak mengakui kepimpinan Quraisy dipahami dan ditemukan oleh umat Islam dalam termasuk kelompok sesat. Lebih jauh, Faqihuddin menerapkan al-Qur’an di waktu dan tempatnya. menambahkan bahwa kepimpinan Quraish, Karena itu, menarik mengutip pandangan dikaitkan dengan ayat-ayat yang kemuliaan, Siti Ruhaini bahwa spirit Nabi Muhammad hadis-hadis tentang kepimimpinan, dan tradisi dalam mengangkat derajat perempuan harus masyarakat Islam awal yang semuanya dari selalu dilakukan, kajian-kajian atas teks tidak suku Quraish.44 Tradisi hegemoni Quraisy ini boleh dilepaskan dari konteks yang mengitari terkenal sangat kuat, Khalil Abdul Karim dalam kemunculannya. Hal ini karena sebagian besar bukunya, Quraisy min Qabilah ila ad-Daulah teks yang ada merupakan solusi atas permasalahan al-Markaziyyah yang kemudian diterjemahkan yang dihadapi ketika teks (al-Qur’an) tersebut ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Hegemoni disampaikan di kalangan masyarakat Arab saat Quraisy: Agama, Budaya, Kekuasaan”45, itu. Karena itu, upaya interpretasi yang dilakukan menjelaskan panjang lebar mengenai upaya-upaya oleh umat Islam yang berada di luar lingkungan kalangan Quraisy dalam menguasai kehidupan Arab abad empat belas yang lalu mesti dilakukan masyarakat Arab, seperti urusan penjagaan intepretasi ulang (reintrepretasi) atas ayat al- Ka’bah, kepimpinan umat Islam (Khulafah), Qur’an, guna mempertahankan semangat bahasa mushaf al-Qur’an, dan lain sebagainya. pengangkatan derajat berdasarkan konteksnya Dalam sejarah Islam Arab, Quraisy memang masing-masing.46 Dalam konteks ini, pemahaman mendapat posisi strategis dalam kehidupan atas QS. An-Nisa: 34, tidak boleh berhenti dari masyarakat Arab, keadaan ini bahkan telah makna literal semata, apalagi berhenti pada ada sebelum Islam datang. Akan tetapi, titik pemahaman berbasis terjemahan. Akan tetapi, ketidaktepatan umat Islam dalam menilai keadaan mesti membacanya dengan mengikutsertakan ini adalah ketidakmampuan dalam memahami wacana konteks (mikro dan makro) yang bahwa, Quraisy menguasai Arab, merupakan mengitari ketika ayat tersebut disampaikan, yang sebuah perjalanan panjang yang mesti dipahami kemudian disampaikan dalam konteks Indonesia. secara substansial, bukan literal. Dalam konteks Menurut Syafi’i Maarif peran perempuan ini, diskusi ar-rijal qawwamuna ala nisa, jika di ruang publik dipermasalahkan karena dipahami sebagai laki-laki secara biologis ketidakmampuan umat dalam memahami spirit adalah pemimpin atas perempuan merupakan ajaran Islam. Ada kesan pencampuradukan antara kenyataan sosial saat itu, empat belas abad yang budaya Arab dengan ajaran Islam. Lebih jauh, lalu di Arab, bukan menjadi ajaran substansial al- umat Islam hari ini masih bersikukuh dengan Qur’an yang berlaku li kulli zaman wa makan. Di pemahaman tradisional yang lahir dari Arab, sinilah terlihat bahwa dalam al-Qur’an terdapat yang menempatkan perempuan tidak setara

44Faqihuddin Abdul Kadir, Qira’ah Mubadalah, 46Siti Ruhaini Dzuhayatin, “Gender dalam Perspektif (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), 504. Islam (Studi terhadap Hal-hal yang Menguatkan dan 45Khalil Abdul Karim, Hegemoni Quraish: Agama, Melemahkan Gender dalam Islam)” dalam Mansour Fakih Budaya, Kekuasaan, terj. M. Faisol Fatawi (Yogyakarta: dkk, Membincang Feminisme: Diskursus Gender Perspektif LkiS Yogyakarta, 2002). Islam, (: Risalah Gusti, 1996), 236-237.

114 Muhammad Alwi HS - Intrepretasi Kontekstual Ahmad Syafi’i Ma’arif ... dengan laki-laki. Memang, dalam pandangan gendernya.51 Muhammad Shahrur dengan Syafi’i Maarif, Arab Saudi –tempat lahirnya pemikiran hermeneutika strukturalisme Islam- sampai saat ini belum bersikap leluasa linguistik.52 Abdullah Saeed dengan hermeneutika atas kebebasan perempuan di ruang publik, kontekstualisasinya, 53dan Sahiron Syamsuddin sebagai contoh perempuan tidak boleh memiliki dengan pendekatan Ma’na-cum-Maghza.54 SIM untuk berkendaraan. Apa yang terdapat Meski Syafi’i Maarif tidak menyebutkan secara dalam lingkup Arab ini, dibawa-bawa seakan- spesifik tentang pemahamannya adalah upaya akan merupakan ajaran agama. Hal ini menurut mengkontekstualisasikan al-Qur’an, tetapi Syafii Maarif tidak ada kaitannya dengan ajaran berdasarkan langkah-langkah pekerjaan yang Agama. Umat Islam harus berani keluar dari dilakukan terlihat upaya untuk menerapkan belenggu kultural Arab, dengan menangkap spirit pemahaman kontekstual. Hal ini bisa dilihat agama.47 Pada titik ini, apa yang dilakukan oleh misalnya, Syafii Maarif melakukan analisis Syafii Maarif, dalam diskursus al-Qur’an, pada linguistik pada kata qawwamuna, mencari dasarnya merupakan kerja kontekstualisasi al- pemahaman dalam kitab-kitab tafsir, memahami Qur’an, yakni upaya menangkap spirit teks al- konteks Arab. Setelah itu, Syafi’i menangkap Qur’an, kemudian diterapkannya dalam konteks spirit QS. An-Nisa: 34 untuk diterapkan dalam Indonesia. memahami peran perempuan di ruang sosial- Dalam konteks kajian al-Qur’an, upaya politik di Indonesia. mengkontekstualisasikan ajaran Islam bukanlah hal baru. Abu Zaid menyebutkan bahwa metode Simpulan kontekstualisasi ini merupakan langkah maju Dari berbagai pemaparan pada pembahasan- (baca: pengembangan) dari metode-metode pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik ushul fiqh dan upaya meneruskan kebangkitan kesimpulan bahwa pemikiran Ahmad Syafi’i Islam, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Maarif mengenai peran perempuan dalam sosial Muhammad Abduh dan Amin al-Khulli.48 Dalam dan politik berada dalam spirit kesetaraan ajaran perkembangannya, ada sangat banyak pemikir Islam sebagai rahmatan lil alamin, termasuk Islam yang telah melakukan hal ini, berdasarkan bagi perempuan. Usaha ini dibuktikan dengan metode dan pendekatannya masing-masing. pengkajian ulang (baca: reintrepretasi) atas QS. Kita dapat menyebut tokoh-tokohnya seperti an-Nisa: 34 yang terkesan memberi pemahaman Fazlur Rahman dengan hermeneutika double yang patriarkhi, menjadikan perempuan sebagai movement,49 Nasr Hamid Abu Zaid dengan objek pimpinan laki-laki. Dalam reintrepretasinya, pemikirannya dalam bidang hermeneutika sastra Syafi’i Maarif berupa mendialogkan teks dengan kritis.50 Amina Wadud dengan hermeneutika konteks Arab lalu diterapkannya ke dalam

47Ahmad Syafi’i Maarif, Mencari Autensitas dalam 51Amina Wadud-Muhsin, Qur’an and Woman (Kuala Dinamika Zaman, 384. Lumpur: Fajar Bakti, 1992). 48Nar Hamid Abu Zayd, Dekonstruksi Gender: Kritik 52Muhammad Shahrur, al-Kitab wa al-Qur’an: Wacana Perempuan dalam Islam, terj. Moch. Nur Ichwan Qira’ah Mu’asirah (Damaskus: Dar al-Ahali, 1990). dan Moch. Syamsul Hadi, (Yogyakarta: SAMHA, 2003), 53Abdullah Saeed, Reading the Qur’an in The Twenty- 180. First Century: A Contextualist Approach, (Oxon and New 49Fazlur Rahman, Islam and Modernity: York: Routledge, 2014). Transformation of an Intellectual Tradition (Chicago: 54Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan University of Chicago Press, 1982). Pengembangan Ulumul Qur’an (edisi Revisi dan 50Nasr Hamid Abū Zayd, Mafhum al-Nash: Dirasat Pengambangan), (Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press, fî ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: al-Hay’ah al-Misriyah, 1993). 2017).

115 Musãwa, Vol. 18, No. 2 Juli 2019 konteks Indonesia. Syafi’i Maarif melihat bahwa yang Menguatkan dan Melemahkan Gender Indonesia lebih mampu menciptakan kehidupan dalam Islam)” dalam Mansour Fakih dkk, yang setara antara laki-laki dan perempuan. Ini Membincang Feminisme: Diskursus Gender berbeda dengan di Arab yang masih membatasi Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, ruang publik perempuan. Meski demikian, Syafi’i 1996). Maarif menekankan agar keseteraan laki-laki dan Ghozali, Abd. Rohim dan Shaleh Partaonan perempuan tidak dipahami dan diberlakukan Dauly (editor), Refleksi 70 Tahun Ahmad secara bebas. Hal ini karena ada aspek kehidupan Syafii Maarif Cermin untuk Semua (Jakarta: yang memang menjadi bagian perempuan, seperti Maarif Institut, 2005). mengandung dan melahirkan. Kedua urusan Hamim, Thoha, “Kata Pengantar” dalam Ali ini tidak bisa dimunculkan wacana kesetraan Munhanif (editor), Mutiara Terpendam: gender, karena ia termasuk kodrati perempuan. Perempuan dalam Literatur Islam Klasik, Lebih jauh, pemahaman Ahmad Syafi’i Maarif (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002). atas QS. an-Nisa: 34 pada dasarnya merupakan Hasyim, Syafiq, Bebas dari Patriarkhisme Islam, kerja kontekstualisasi al-Qur’an dari Arab ke (Depok: KataKita, 2010). Indonesia, yakni menemukan spirit al-Qur’an Hilyah, Lia, Dinamika Pemikiran Politik Ahmad lalu menerapkannya dalam konteks Indonesia. [] Syafi’i Ma’arif (Tinjauan Terhadap Ideologi Negara)”, Skripsi Fakultas Syariah dan Daftar Pustaka Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Affiah, Neng Dara, Islam, Kepimimpinan 2009. Perempuan dan Seksualitas, (Jakarta: https://gajimu.com/tips-karir/Tentang-wanita/ Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017). mengenal-menteri-perempuan-di-kabinet- Al-Husaini, Al-Hamid, Membangun Peradaban: jokowi-2013-jk-periode-2014-2019 diakses Sejarah Muhammad Saw sejak sebelum pada 23 Oktober 2019. Diutus menjadi Rasul, (Bandung: Pustaka https://www.wydii.org/index.php/en/library/ Hidayah, 2000). data/representation-of-women/130-daftar- Al-Mahalli, Jalaluddin dan al-Suyuti, Tafsir pejabat-publik-perempuan-di-indonesia. Imamain Jalalain, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, tt). html diakses pada 23 Oktober 2019. Al-Tabari, Abu Ja‘far Muhammad bin Jarir, Huzaery, Hery, “Relasi antara Islam dan Negara Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jild VII, (Studi Kritis atas Pemikiran Politik Islam (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1992). Ahmad Syafii Maarif dalam Perspektif As-Sirjani, Raghib, Sumbangan Peradaban Ulama Al‐Salaf Al‐Shalih)” Tesis Program Islam Pada Dunia, terj. (Jakarta: Pustaka Al- Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Kautsar, 2009). Surakarta, 2012. Barlas, Asma, Cara Qur’an membeaskan Kadir, Faqihuddin Abdul, Qira’ah Mubadalah, Perempuan, terj. R. Cecep Lukman Yasin (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019). (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2005). Karim, Khalil Abdul, Hegemoni Quraish: Agama, Cooke, Miriam, Women Claim Islam: Creating Budaya, Kekuasaan, terj. M. Faisol Fatawi Islamic feminism trough Literature, (New (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2002). Work: Routledge, 2001). Maarif, Ahmad Syafi’i,Mencari Autensitas dalam Dzuhayatin, Siti Ruhaini, “Gender dalam Dinamika Zaman, (Yogyakarta: IRCisoD, Perspektif Islam (Studi terhadap Hal-hal 2019).

116 Muhammad Alwi HS - Intrepretasi Kontekstual Ahmad Syafi’i Ma’arif ...

______, Independensi Muhammadiyah; Di ______, Reading the Qur’an in The Twenty-First Tengah Pergumulan Pemikiran Islam dan Century: A Contextualist Approach, (Oxon Politik (Jakarta: Cidesindo, 2000). and New York: Routledge, 2014). ______, Peta Bumi Intlektualisme Islam di Salam, Ahmad Science Nidaus, “Dakwah Indonesia, (Jakarta: Mizan, 1995). Kebangsaan Ahmad Syafi’i Maarif di ______, Titik Kisar dan Perjlananku, (Yogyakarta: Indonesia” Skripsi Dakwah dan Komunikasi Ombak, 2006). UIN Walisongo, 2018. Marnisi, Fatimah, “Dapatkah Kaum Perempuan Shahrur, Muhammad, al-Kitab wa al-Qur’an: Memimpin sebuah Negara Muslim?” dalam Qira’ah Mu’asirah (Damaskus: Dar al- Fatima Marnisi dan Riffat Hassan, Setara di Ahali, 1990). Hadapan Allah (Relasi Perempuan dalam Suryadi, Kesetaraan Perempuan dalam Ruang Tradisi Islam Pasca Patriarkhi), terj. Team Spiritualitas Islam, dalam Islam Tradisi dan LSPPA, (Yogyakarta: LSPPA Yayasan Peradaban, (Yogyakarta: Bina Mulia Press, Prakarsa, 1995). Yogyakarta). ______, Setara di Hadapan Allah: Relasi Laki- Syamsuddin, Sahiron, Hermeneutika dan Laki dan Perempuan dalam tradisi Islam Pengembangan Ulumul Qur’an (edisi Pasca Patriarkhi, (Yogyakarta: LSPPA Revisi dan Pengambangan), (Yogyakarta: Yayasan Prakarsa, 1995). 36 Pesantren Nawesea Press, 2017). Muhsin, Amina Wadud, Qur’an and Woman Tualeka, Muhammad Wahid Nur Dan Muhammad (Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 1992). Saifun Nur, “Konsep Toleransi Beragama Mulia, Siti Musda, Muslimah Reformasi: menurut Buya Syafi’i Ma’arif” jurnal AL- Perempuan Pembaru Keagamaan, Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama/Vol. 4, (Bandung: Mizan, 2004). No. 1, 2018. Muthoifin, “Islam Berkemajuan perspektif Wadud, Aminah, “The Qur’an, Shari’ah and the Ahmad Syafii Maarif (Studi Pemikiran Citizenship Rights of Muslim Women in Ahmad Sya I Maarif tentang Islam dalam the Umma” dalam Norani Othman (editor), Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan)” Syari’ah Law and the Modern Nation-State jurnal Wahana Akademika Volume 4 Nomor (Malaysia: SIS, 1994). 1, April 2017. Zayd, Nar Hamid Abu, Dekonstruksi Gender: Rahman, Fazlur, Islam and Modernity: Kritik Wacana Perempuan dalam Islam, Transformation ofan Intellectual Tradition terj. Moch. Nur Ichwan dan Moch. Syamsul (Chicago: University of Chicago Press, Hadi, (Yogyakarta: SAMHA, 2003). 1982). _____, Mafhum al-Nash: Dirasat fî ‘Ulum al- Saeed, Abdullah, Paradigma, prinsip dan Metode Qur’an (Kairo: al-Hay’ah al-Misriyah, Penafsiran Kontekstualis atas al-Qur’an, 1993). terj, (Yogyakarta: Lembaga Ladang Kata, 2016).

117

STANDAR PENULISAN ARTIKEL

NO BAGIAN STANDAR PENULISAN 1) Ditulis dengan huruf kapital. 1. Judul 2) Dicetak tebal (bold). 1) Nama penulis dicetak tebal (bold), tidak dengan huruf besar. 2. Penulis 2) Setiap artikel harus dilengkapi dengan biodata penulis, ditulis di bawah nama penulis, dicetak miring (italic) semua. Penulisan Sub Judul dengan abjad, sub-sub judul dengan angka. Contoh: 3. Heading A. Pendahuluan B. Sejarah Pondok Pesantren... 1. Lokasi Geografis 2. (dst). 1) Bagian Abstrak tidak masuk dalam sistematika A, B, C, dst. 2) Tulisan Abstrak (Indonesia) atau Abstract (Inggris) 4. Abstrak atau (Arab) dicetak tebal (bold), tidak dengan hurub besar. 3) Panjang abstrak (satu bahasa) tidak boleh lebih dari 1 halaman jurnal. 1) Teks diketik 1,5 spasi, 6.000 – 10.000 kata, dengan ukuran kertas A4. 2) Kutipan langsung yang lebih dari 3 baris diketik 1 spasi. 5. Body Teks 3) Istilah asing (selain bahasa artikel) dicetak miring (italic). 4) Penulisan transliterasi sesui dengan pedoman transliterasi jurnal Musãwa. NO BAGIAN STANDAR PENULISAN 1) Penulisan: Pengarang, Judul (Kota: Penerbit, tahun), hlm. Contoh: Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A. Mas’udi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1988), 750. 2) Semua judul buku, dan nama media massa dicetak miring (italic). 3) Judul artikel ditulis dengan tanda kutip (“judul artikel”) dan tidak miring. 6. Footnote 4) Tidak menggunakan Op. Cit dan Loc. Cit. 5) Menggunakan Ibid. atau (Arab). Dicetak miring (italic). 6) Pengulangan referensi (footnote) ditulis dengan cara: Satu kata dari nama penulis, 1-3 kata judul, nomor halaman. Contoh: Lapidus, Sejarah sosial, 170. 7) Setelah nomor halaman diberi tanda titik. 8) Diketik 1 spasi. 1) Setiap artikel harus ada bibliografi dan diletakkan secara terpisah dari halaman body-teks. 2) Kata DAFTAR PUSTAKA (Indonesia), REFERENCES (Inggris), atau (Arab) ditulis 7. Bibliografi dengan hurur besar dan cetak tebal (bold). 3) Contoh penulisan: Lapidus, Ira M., Sejarah Sosial Ummat Islam, terj. Ghufron A.M., Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1988. 4) Diurutkan sesuai dengan urutan alfabet. PEDOMAN TRANSLITERASI

Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam tulisan berbahasa Inggris pada Jurnal Musãwa ini adalah literasi model L.C. (Library of Congress). Untuk tulisan berbahasa Indonesia, memakai model L.C. dengan beberapa modifikasi.

A. Transliterasi Model L.C.

- = ا b = ب t = ت th = ث j = ج {h = ح s = س kh = خ d = د dh = ذ r = ر z = ز

’ = ع sh = ش {s = ص {d = ض {t = ط {z = ظ m = م gh = غ f = ف q = ق k = ك l = ل n = ن w = و h = ھـ ‘ = ء y = ي

ُ = u i = ِ----- a = َ Pendek ﺃﻮ = ū ﺇﻱ = ā = ˏ ī Panjang ﺃﻮ = aw ﺇﻱ = ay Diftong ﺃﻮ = uww ; ﺇﻱ = Panjang dengan tashdid : iyy Ta’marbūtah ditransliterasikan dengan “h” seperti ahliyyah = atau tanpa “h”, seperti kulliya = ; dengan “t” dalam sebuah frasa (constract phrase), misalnya surat al-Ma’idah sebagaimana bacaannya dan dicetak miring. Contoh, dhālika-lkitābu la rayba fih bukan dhālika al-kitāb la rayb fih, yā ayyu- hannās bukan yā ayyuha al-nās, dan seterusnya.

B. Modifikasi (Untuk tulisan Berbahasa Indonesia) 1. Nama orang ditulis biasa dan diindonesiakan tanpa transliterasi. Contoh: As-Syafi’i bukan al- Syāfi’i, dicetak biasa, bukanitalic . 2. Nama kota sama dengan no. 1. Contoh, Madinah bukan Madīnah; Misra} menjadi Mesir, Qāhirah menjadi Kairo, Baghdād menjadi Baghdad, dan lain-lain. 3. Istilah asing yang belum masuk ke dalam Bahasa Indonesia, ditulis seperti aslinya dan dicetak miring (italic), bukan garis bawah (underline). Contoh: ...al-qawā’id al-fiqhiyyah; Isyrāqiyyah; ‘urwah al-wusqā, dan lain sebagainya. Sedangkan istilah asing yang sudah populer dan masuk ke dalam Bahasa Indonesia, ditulis biasa, tanpa transliterasi. Contoh: Al-Qur’an bukan Al-Qur’ān; Al-Hadis bukan al-Hadīth; Iluminatif bukan illuminatif, perenial bukan perennial, dll. 4. Judul buku ditulis seperti aslinya dan dicetak miring. Huruf pertama pada awal kata dari judul buku tersebut menggunakan huruf kapital, kecuali al- yang ada di tengah. Contoh: Ihyā ‘Ulūm al-Dīn.

ISSN 1412-3460

9 771412 346000 >