library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ANALISIS USAHA BANDENG PRESTO SKALA UMKM DI DESA
DUKUTALIT, KECAMATAN JUWANA, KABUPATEN PATI
SKRIPSI
Oleh :
Huda Heldirin Nusa
H0815061
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2018 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ANALISIS USAHA BANDENG PRESTO SKALA UMKM DI DESA
DUKUTALIT, KECAMATAN JUWANA, KABUPATEN PATI
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajat gelar sarjana pertanian Pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Program Studi Agribisnis
Oleh : Huda Heldirin Nusa H0815061
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2018
i
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ANALISIS USAHA BANDENG PRESTO SKALA UMKM DI DESA
DUKUTALIT, KECAMATAN JUWANA, KABUPATEN PATI
Yang diajukan dan disusun oleh :
Huda Heldirin Nusa
H0815061
Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada tanggal : Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. Susi Wuri Ani, S.P., M.P. Wiwit Rahayu, S.P., M.P. NIP. 195701111985032001 NIP. 198101212008122004 NIP. 197111091997032004
Surakarta, 11 April 2019 Mengetahui, Universitas Sebelas Maret
Fakultas pertanian Dekan
Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.
NIP. 195602251986011001
ii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi
dengan judul “Analisis Usaha Bandeng Presto Skala UMKM di Desa Dukutalit,
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati”. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Laporan Skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S.P.) bidang Agribisnis.
Penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang berkontribusi baik secara materi maupun moril, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Nuning Setyowati S.P., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. selaku Pembimbing Utama Skripsi atas bimbingan, nasihat, dan dukungannya selama penyusunan Skripsi.
4. Ibu Susi Wuri Ani, S.P., M.P. selaku Pembimbing Akademi sekaligus
Pembimbing kedua Skripsi atas bimbingan, nasihat, dan dukungannya selama
penyusunan Skripsi.
5. Ibu Wiwit Rahayu, S.P., M.P. selaku Penguji Skripsi atas bimbingan, nasihat,
dan dukungannya selama penyusunan Skripsi.
6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf S1 Agribisnis Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
7. Kedua orang tua penulis, Bapak Heri Subroto dan Ibu Rini Astuti atas kasih
sayang dan didikan serta doa, dukungan, motivasi yang telah diberikan dalam
segala hal yang dibutuhkan selama penulis menjalani proses perkuliahan di
Universitas Sebelas Maret Surakarta hingga kelancaran pelaksanaan Skripsi ini.
Kepada adik penulis, Rindosa Wijaya yang selalu mendoakan, memberi
iii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
semangat, membantu disetiap kesulitan, memberikan saran kepada penulis
dalam menyelesaikan Skripsi ini.
8. Seluruh keluarga besar, Ibu Suyanto, dan seluruh keluarga serta sepupu-sepupu
tersayang yang tidak bisa disebutkan satu persatu, saya mengucapkan
terimakasih banyak atas seluruh bantuan, kasih sayang, serta bimbingannya
demi kelancaran dalam menyelesaikan Skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat saya yang selalu menemani saya dan selalu mendukung saya, Rizkyana Tisni Andjarwati, Muhammad Asmar Hanif, I Kadek Dwi Mertayasa, dan Habibi Ariefinsyah saya sangat berterimakasih. 10. Seluruh teman-teman Dandelion 2015 dan AGB Men yang tidak bisa disebutkan satu persatu, saya mengucapkan terimakasih banyak. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya dan dapat menjadi gambaran untuk kemajuan laporan ini.
Surakarta, 4 April 2019
Penulis
iv library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...... i
HALAMAN PENGESAHAN ...... ii
KATA PENGANTAR ...... iii
DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... ix RINGKASAN ...... x SUMMARY ...... xi I. PENDAHULUAN...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 5 C. Tujuan Penelitian ...... 6 D. Manfaat Penelitian ...... 6 II. LANDASAN TEORI ...... 8 A. Penelitian Terdahulu ...... 8 B. Tinjauan Pustaka ...... 12 C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ...... 28
D. Hipotesis ...... 29
E. Asumsi ...... 29
F. Pembatasan Masalah ...... 29
G. Difinisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ...... 30
III. METODE PENELITIAN ...... 33
A. Metode Dasar Penelitian ...... 33
B. Metode Penentuan Sampel Penelitian ...... 33
C. Jenis dan Sumber Data ...... 35
D. Metode Pengumpulan Data ...... 35
E. Metode Analisis Data ...... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 40
A. Keadaan Umum Daerah Penelitian ...... 40 a. Keadaan Alam ...... 40
v library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Keadaan Penduduk ...... 42 c. Keadaan Sarana Perekonomian ...... 45
d. Keadaan Usaha Tani ...... 46 e. Keadaan Industri ...... 50
B. Hasil dan Pembahasan ...... 52
a. Karakteristik Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM .. 52 b. Status Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 57 c. Alasan Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 58
d. Modal Usaha Industri Bandeng presto Skala UMKM ...... 59 e. Bahan Baku Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 60 f. Peralatan Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 61 g. Proses Produksi ...... 62 h. Pemasaran ...... 63 i. Analisis Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 64 j. Kendala yang Dihadapi ...... 73 V. KESIMPULAN...... 75 A. Kesimpulan ...... 75 B. Saran ...... 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
vi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Produksi Perikanan dan Capaian Angka Konsumsi Ikan Tahun 2016 dan 2017 ...... 2
Tabel 2. Data Luas Lahan Jenis Budidaya di Kabupaten Pati Tahun 2017 ...... 4
Tabel 3. Persyaratan mutu bandeng presto menurut SNI No: 4106.1-2009 ...... 18
Tabel 4. Daftar UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017 ...... 34 Tabel 5. Daftar desa di Kecamatan Juwana Tahun 2019 ...... 41 Tabel 6. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Jenis Kelamin Tahun 2017 . 42 Tabel 7. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Umur Tahun 2017 ...... 43 Tabel 8. Persentase keadaan penduduk Desa Dukutalit Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2017 ...... 44 Tabel 9. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Mata Pencaharian Tahun 2017 ...... 45 Tabel 10 Jumlah pasar pemerintah menurut jenis pasar di Kecamatan Juwana keadaan 2015-2017 ...... 46 Tabel 11. Luas Tanam Dan Luas Panen Tanaman Padi Dan Palawija (ha) di Kecamatan juwana keadaan dari tahun 2013-2017 ...... 47 Tabel 12. Luas Areal Tanaman Perkebunan (ha) di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Pada Tahun 2013-2017 ...... 48
Tabel 13. Banyaknya Pemilik Jumlah Ternak Menurut Jenis Ternak di Kecamatan Juwana Tahun 2017 ...... 49
Tabel 14. Luas lahan dan rumah tangga perikanan budidaya (ha) di Kabupaten Pati
tahun 2017 ...... 49
Tabel 15. Banyaknya Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Usaha diKecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017 ...... 50
Tabel 16. Banyaknya Usaha Rumah Tangga dan Tenaga Kerja MenurutJenis Industri
di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun2017 ...... 51
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Umur di Desa Dukutalit ...... 52
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM
Berdasarkan Pendidikan di Desa Dukutalit ...... 53
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit ...... 54
vii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM
Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Yang Terlibat Dalam Produksi di Desa Dukutalit ...... 55
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM
Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit ...... 55
Tabel 22. Lama Mengusahakan Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 56
Tabel 23. Status Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 57 Tabel 24 Status Perijinan Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 58 Tabel 25. Alasan Utama Responden Mengusahakan Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 58 Tabel 26. Sumber Modal Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 59 Tabel 27. Pengadaan, Sistem Pengadaan dan Cara Pembayaran Bahan Baku Ikan Bandeng Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 60 Tabel 28. Pemasaran Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 63 Tabel 29. Rata-rata Biaya Implisit Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 64 Tabel 30. Rata-rata Biaya Eksplisit Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit,
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 66
Tabel 31. Rata-rata Biaya Total Usaha Bandeng Presto DesavDukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 69
Tabel 32. Rata-rata Penerimaan, Keuntungan, Profitabilitas, dan Efisiensi (R/C)
Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 70
Tabel 33. Risiko Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati ...... 72
viii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ikan Bandeng (Channos channos Forsk) ...... 13
Gambar 2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha
Bandeng Presto Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 28
Gambar 3. Peta Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 40
ix library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
RINGKASAN
Huda Heldirin Nusa. H0815061. 2019. “Analisis Usaha Bandeng Presto
Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati”. Dibimbing oleh Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. dan Susi Wuri Ani, S.P., M.P. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya hayati perairan. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah sektor perikanan. Pembangunan ekonomi pada negara yang bercorak maritim menitikberatkan bidang perikanan dan industri yang disebut industri perikanan. Pemanfaatan total produksi perikanan di Indonesia dalam bentuk segar sebanyak 43,1%, 30,4% beku, 13,7% pengalengan dan dalam bentuk olahan lain sebanyak 12,8%. Pemanfaatan dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan bandeng tulang lunak (presto), ikan asap, ikan asin, ikan pindang, maupun ikan yang diolah dengan memanfaatkan fermentasi seperti petis dan terasi. Ikan bandeng dapat diolah menjadi berbagai macam produk, salah satunya adalah bandeng presto. Bandeng presto dapat dikonsumsi oleh konsumen tanpa harus diolah kembali karena produk ini sudah melalui proses pemanggangan dengan menggunakan oven. Permasalahan yang umumnya sering terjadi pada industri diantaranya keterbatasan modal, pemasaran yang kurang optimal, pengadaan bahan baku, kurangnya keahlian dalam pengelolaan perusahaan, dan tenaga kerja (sumber daya manusia). Masalah tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas dari hasil produksi. Masalah ini dapat dianalisa dengan analisis usaha yang bertujuan untuk mengetahui apakah usaha tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah dijalankan secara efisien dan mendapatkan keuntungan atau tidak. Metode dasar penelitian adalah deskriptif
analitis. Lokasi penelitian yaitu Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten
Pati. Lokasi tersebut merupakan sentra olahan usaha bandeng presto di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Analisis data yang digunakan adalah (1) Keuntungan Usaha
yang didapat selisih dari penerimaan dan biaya total, (2) Kelayakan usaha, (3) Risiko usaha.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya usaha bandeng presto
skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sebesar Rp 37.421.693,-, rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 52.839.583,- sehingga rata-rata keuntungan yang diperoleh dari produsen bandeng presto sebesar
Rp 15.417.890,- per bulan termasuk menguntungkan dengan profitabilitas 41,2 %. Nilai efisiensi R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,41 artinya setiap Rp 1.000,- yang dikeluarkan produsen akan mendapatkan penerimaan Rp 1.410,-. Usaha
bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati beresiko, dengan batas bawah pendapatan minus Rp 34.693.437,- per bulan
dan nilai koefisien variasi sebesar 1,63.
x library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
SUMMARY
Huda Heldirin Nusa. H0815061. 2019. "Analysis of UMKM Scale Presto
Milkfish Business in Dukutalit Village, Juwana District, Pati Regency". Guided by Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. and Susi Wuri Ani, S.P., M.P. Faculty of Agriculture, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Indonesia is a country that is rich in aquatic biological resources. One sector that has a very large role in economic growth in Indonesia is the fisheries sector. Economic development in a maritime-style country focuses on fisheries and industry, which is called the fishing industry. The total utilization of fisheries production in Indonesia in the form of as much as 43.1% fresh, 30.4% frozen, 13.7% canning and other processed forms as much as 12.8%. Utilization in this processed form can be in the form of soft bone fish (presto), smoked fish, salted fish, pindang fish, or fish processed by utilizing fermentation such as petis and shrimp paste. Milkfish can be processed into a variety of products, one of which is milkfish presto. Milkfish presto can be consumed by consumers without having to be reprocessed because this product has gone through the roasting process using the oven. Common problems that often occur in industries include limited capital, less optimal marketing, procurement of raw materials, lack of expertise in the management of companies, and labor (human resources). This problem will ultimately affect the productivity of the production. This problem can be analyzed by business analysis which aims to find out whether the business is feasible to continue or not. This study aims to determine whether presto milkfish business in Dukutalit Village, Juwana Subdistrict, Pati Regency has been run efficiently and benefited or not. The basic method of research is descriptive analytical. The research locations were Dukutalit Village, Juwana District, Pati Regency. The location determination
is the processing center of milkfish presto business in Juwana District, Pati
Regency. The data used in this study are primary and secondary data. Analysis of the data used are (1) Business Profits obtained from the difference in revenue and total costs, (2) Business feasibility, (3) Business risk.
The results showed that the average cost of milkfish presto business in the scale of UMKM in Dukutalit Village, Juwana Subdistrict, Pati Regency was Rp 37.421.693,-, the average income obtained was Rp 52.839.583,- so that the average
profit earned from the milkfish producer presto of Rp 15.417.890.- per month including profit with profitability of 41,2%. The value of efficiency of R/C ratio is more than one, which is equal to 1,41, which means every Rp 1.000,- issued by
producers will get Rp 1.410,-. The bandeng presto business in the UMKM scale in Dukutalit Village, Juwana District, Pati Regency is at risk, with a lower income
limit of Rp 34.693.437,- per month and the variation coefficient value is 1.63.
xi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya hayati
perairan. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang sangat besar dalam
pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah sektor perikanan. Pembangunan
ekonomi pada negara yang bercorak maritim menitikberatkan bidang perikanan dan industri yang disebut industri perikanan. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati perairan. Sesuai dengan UU RI No. 31/2004, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 45/2009, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, pengeringan, atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis)
Sistem agribisnis terdiri atas subsistem input (agroindustri hulu),
usahatani (pertanian), sistem output (agroindustri hilir), pemasaran, dan
penunjang. Pembangunan agroindustri tidak dapat dilepaskan dari
pembangunan agribisnis secara keseluruhan. Pembangunan agroindustri akan
mampu meningkatkan hasil produksi, harga hasil pertanian, pendapatan
petani, serta dapat menghasilkan nilai tambah dari hasil pertanian
(Masyhuri, 1994).
Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (2018), bahwa Indonesia
memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar dan potensi lestari
perikanan Indonesia seperti ditampilkan pada Tabel 1.
1 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2
Tabel 1. Data Produksi Perikanan dan Capaian Angka Konsumsi Ikan Tahun 2013 dan 2017
Produksi Perikanan Capaian Angka Konsumsi Ikan Tahun (juta ton) (kg/kapita)
2013 19.42 35,21 2014 20.84 38,14 2015 22.15 41.11
2016 23,26 43,94 2017 24,15 47,34 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (2018) Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi dan capaian angka konsumsi ikan pada tahun 2013-2017 selalu mengalami kenaikan. Sementara itu potensi luas areal budidaya air tawar saat ini tercatat 2.830.540 ha, termasuk potensi di perairan umum daratan (sungai dan danau), dengan tingkat pemanfaatan 302.130 ha (10,7%). Potensi luas areal budidaya air payau 2.964.331 ha dengan tingkat pemanfaatan 650.509 ha (21,9%). Hal ini membuktikan bahwa potensi produksi perikanan meningkat sehingga konsumsi ikan juga meningkat. Menurut Susanto (2014), bahwa pemanfaatan total produksi perikanan di Indonesia dalam bentuk segar sebanyak 43,1%, 30,4% beku, 13,7% pengalengan dan dalam bentuk olahan lain sebanyak 12,8%. Pemanfaatan
dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan bandeng tulang lunak (presto),
ikan asap, ikan asin, ikan pindang, maupun ikan yang diolah dengan
memanfaatkan fermentasi seperti petis dan terasi. Pemanfaatan ikan akan
meningkatkan nilai dari ikan tersebut.
Hasil dari kegiatan usahatani yang tidak dikonsumsi secara langsung
akan diolah menjadi produk olahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
manfaat dan nilai ekonomis dari produk pertanian. Pengolahan hasil pertanian
dilakukan dalam kegiatan industri baik industri dalam skala besar, skala kecil,
maupun skala rumah tangga. Menurut Supriyono (2004), bahwa perindustrian
merupakan kegiatan manusia yang dilakukan untuk merubah bentuk dari hasil
usaha pertanian atau pengumpulan sehingga lebih memenuhi kebutuhan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3
manusia. Hasil dari industri pengolahan hasil pertanian dapat berupa makanan
yang menjadi kebutuhan manusia, seperti beras, tahu, tempe, dan sebagainya.
Menurut Saparinto (2006), bahwa potensi akuakultur dari air payau,
yakni dengan sistem tambak yang diperkirakan mencapai 931.000 ha dan
telah dimanfaatkan potensinya hingga mencapai 100% dengan sebagian besar
wilayahnya digunakan untuk memelihara ikan bandeng (Chanos chanos
Forsk) dan udang (Pennaeus sp.). Salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa enak serta gurih sehingga banyak digemari oleh masyarakat. Selain itu, harga dari ikan bandeng juga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan dengan kandungan protein tinggi dan kadar lemak yang rendah. Pada umumnya ikan bandeng diolah secara tradisional antara lain dengan cara pengasapan, penggaraman, dan pemindangan. Cara pengolahan tersebut hanya merubah komposisi daging, rasa serta tekstur ikan, tetapi tidak dapat melunakkan tulang yang banyak terdapat dalam daging ikan bandeng. Hal yang dilakukan untuk mengatasi gangguan tulang–tulang tersebut dapat dilakukan dengan cara pengolahan khusus yang produknya disebut bandeng
presto (duri lunak). Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis
diversifikasi pengolahan hasil perikanan terutama sebagai modifikasi
pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor
sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan
duri pada mulut (Arifudin, 1988).
Menurut Djarijah (2008), bahwa saat ini ikan bandeng dapat diolah
menjadi berbagai macam produk, salah satunya adalah bandeng presto.
Bandeng presto dapat dikonsumsi oleh konsumen tanpa harus diolah kembali
karena produk ini sudah melalui proses pemanggangan dengan menggunakan
oven. Selain itu bandeng presto telah melalui proses pelunakan pada duri-
durinya sehingga konsumen dapat menikmati ikan bandeng tanpa harus
terganggu akan adanya duri bandeng yang dapat mengurangi kenikmatan ikan bandeng dimana duri tersebut dapat dikonsumsi. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id4
Menurut Oryza (2018), bahwa harga ikan bandeng segar yang belum
diberi perlakuan apapun lebih murah apabila dibandingkan dengan ikan
bandeng yang telah diolah. Ikan bandeng segar biasa dijual per kilogramnya
mendapatkan tiga atau empat ekor. Harga ikan bandeng segar dipasaran
sekitar Rp 60.000 per kg. Sedangkan untuk harga ikan bandeng segar di
supermarket dan toko online berkisar Rp 65.000. per kg.
Kabupaten Pati adalah salah satu kabupaten yang merupakan produsen ikan bandeng di Indonesia. Ikan bandeng di Kabupaten Pati sebagian besar diolah menjadi bandeng presti (bandeng duri lunak) untuk meningkatkan manfaat dan nilai ekonomi dari ikan bandeng. Data luas lahan jenis budidaya di Kabupaten Pati ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Luas Lahan Jenis Budidaya di Kabupaten Pati Tahun 2017 Luas lahan (ha) Kecamatan Tambak Air Tawar Minapadi Jumlah Total Juwana 3.263,95 0,2 0 3.264,98 Batangan 1.610,17 0,2 0 1.610,37 Margoyoso 1.430,16 3 0 1.433,16 Dukuhseti 1.317,04 1,39 0 1.318,43 Trangkil 1.199,08 1,2 0 1.200,28 Wedarijaksa 767,63 1,5 0 769,13 Tayu 818,02 2,33 0 820,35
Kayen 0 311,4 5 316,4 68,66 6 74,66 Gabus 0 Sukolilo 0 27,47 0 27,47
Pati 0 8,67 0 8,67 Margorejo 0 3,03 0 3,03
Tlogowungu 0 2 0 2 Gembong 0 1,03 0 1,03
Gunung Wungkal 0 0,46 0 0,46 0,4 0 0,4 Tambakromo 0 Cluwak 0 0,31 0 0,31
Winong 0 0,3 0 0,3 Jakenan 0 0,2 0 0,2
Pucakwangi 0 0,2 0 0,2 Jumlah/Total 10.406,05 434,99 11 10.852,04
Sumber: BPS Kabupaten Pati, 2018 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id5
Tabel 2 menunjukkan bahwa wilayah kecamatan yang paling luas lahan
tambak yaitu Kecamatan Juwana sebesar 3.263,95 ha. Hal ini Kecamatan
Juwana terletak di pesisir pantai sehingga lahan tambak banyak
dibudidayakan di wilayah ini. Luas lahan air tawar yang paling luas yaitu
Kecamatan Kayen sebesar 311,4 ha. Luas lahan minapadi yang paling luas
adalah di Kecamatan Gabus sebesar 6 ha. Jumlah total luas lahan budidaya air
di Kabupaten Pati yaitu pada Kecamatan Juwana sebesar 3.264,98 ha. Permasalahan yang umumnya sering terjadi pada industri diantaranya keterbatasan modal, pemasaran yang kurang optimal, pengadaan bahan baku, kurangnya keahlian dalam pengelolaan perusahaan, dan tenaga kerja (sumber daya manusia). Masalah tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas dari hasil produksi. Permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Masalah ini dapat dianalisa dengan analisis usaha yang bertujuan untuk mengetahui apakah usaha tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak. Desa Dukutalit merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Juwana dan mempunyai UMKM bandeng presto sebanyak 12
UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah usaha bandeng
presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah dijalankan
secara efisien dan mendapatkan keuntungan atau tidak. Hal tersebut
mendorong peneliti untuk mengetahui apakah usaha tersebut mempunyai
prospek yang bagus kedepannya dari bandeng presto di Desa Dukutalit,
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
B. Rumusan Masalah
Pada dasarnya usaha industri dilakukan untuk mencapai keuntungan
yang sebesar-besarnya, namun pengusaha harus memperhatikan besarnya
biaya yang dikeluarkan, keuntungan, dan tingkat efisiensinya. Besar nilai
efisiensi pada usaha bandeng presto dapat diketahui dengan melakukan
analisis usaha sehingga dapat diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien dan memberikan keuntungan. Selain itu, besar risiko dari library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6
analisis usaha dapat diketahui sehingga risiko dapat dikendalikan.
Berdasarkan uraian tersebut permasalahan yang dapat dirumuskan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dari usaha
pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati?
2. Berapa besarnya efisiensi usaha dan profitabilitas dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati? 3. Berapa risiko dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. 2. Mengetahui besarnya efisiensi usaha dan profitabilitas dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
3. Mengetahui besarnya risiko yang ada dari usaha pengolahan bandeng
presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus
bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti.
2. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih
baik di masa datang, terutama dalam pengembangan usaha kecil
menengah.
3. Bagi pelaku usaha, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan pemikiran dalam peningkatan usaha dan mampu memberikan pendapatan yang lebih baik. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7
4. Bagi pihak lain yang membutuhkan, diharapkan dapat menjadi bahan
pustaka dan informasi untuk masalah yang sama di masa datang.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2008) yang bertujuan untuk
menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan dalam usaha
industri tahu skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Menganalisis besarnya efisiensi usaha industri tahu skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Menganalisis besarnya risiko dalam usaha industri tahu skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Hasil Penelitian menunjukan bahwa dengan penggunaan tenaga kerja 2-4 orang, rata-rata biaya total yang dikeluarkan produsen tahu selama satu minggu sebesar Rp.4.485.687,53. Sedangkan penerimaan rata-rata yang diperoleh produsen tahu selama satu minggu sebesar Rp.5.729.890,18, sehingga pendapatan rata-rata yang diperoleh adalah Rp. 1.244.202,65 per minggu. Usaha tahu yang dijalankan selama ini nilai efisiensi sebesar 1,28 berarti setiap Rp.1,00 yang dikeluarkan oleh produisen tahu akan didapatkan penerimaan 1,28 kali dari biaya yang dikeluarkan. Besarnya nilai koefisien variasi 1,04 dan batas bawah
pendapatan minus Rp.1.346.760,93. Hal ini dapat diartikan bahwa usaha tahu
yang dijalankan memiliki risiko usaha yang tinggi.
Penelitian yang dilakukan oleh Santi (2009) yang bertujuan untuk
mengetahui besarnya biaya, penerimaan, efisiensi, keuntungan, profitabilitas,
dan nilai tambah usaha agroindustri keripik belut sawah (Monopterus albus
zuieuw) di Kabupaten Klaten. Pengambilan sampel responden dilakukan
dengan cara sensus. Sensus adalah pencatatan semua elemen (responden)
yang diselidiki di Kabupaten Klaten yang menggunakan belut sawah sebagai
bahan baku. Adapun jumlah responden sebanyak 20 orang. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengusaha
keripik belut di Kabupaten Klaten selama bulan April 2009 sebesar Rp
55.727.827,00. Penerimaan rata-rata yang diperoleh setiap pengusaha adalah Rp 58.921.650,00 dan keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp
8 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9
3.193.823,00 per bulan. Usaha agroindustri keripik belut sawah (Monopterus
albus zuieuw) di Kabupaten Klaten tersebut termasuk menguntungkan dengan
nilai profitabilitas sebesar 5,73 %. Usaha agroindustri keripik belut sawah
(Monopterus albus zuieuw) di Kabupaten Klaten yang dijalankan selama ini
sudah efisien yang ditunjukan dengan R/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar
1,05 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan
mendapatkan penerimaan sebesar 1,05 kali dari biaya yang dikeluarkan. Besarnya nilai tambah belut segar hidup sebesar Rp 14.311,64/Kg. Hal ini menunjukan bahwa setiap satu Kg belut segar hidup setelah mengalami proses produksi mampu memberikan nilai tambah sebesar Rp 14.311,64. Penelitian yang dilakukan oleh Sofia (2011), yang bertujuan mengetahui proses pembuatan kerupuk ikan patin, besarnya keuntungan dan tingkat efisiensi usaha, kelayakan usaha, pemasaran produk, tingkat kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman prospek dalam pengembangan usaha. Proses pembuatan kerupuk ikan patin terdiri penyiangan ikan, pelumatan daging ikan, pengadonan, pengukusan, pengirisan, dan penjemuran, serta pengemasan. Keuntungan yang diperoleh pada usaha ini adalah Rp 1.213.011,00/tahun dan nilai R/C Ratio yaitu sebesar 1,18. Usaha
kerupuk ikan patin secara finansal layak untuk diteruskan dengan waktu
pengembalian modal investasi cukup pendek (lebih kurang 4 bulan). Saluran
distribusi kerupuk ikan patin dengan cara semi-langsung dan daerah
pemasaran meliputi Kabupaten Banjar, Banjarmasin, Palangkaraya
danKapuas (Kalimantan Tengah), dan Samarinda (Kalimantan Timur).
Manajemen yang ada pada usaha kerupuk ikan patin ini dilakukan oleh satu
orang dan dibantu oleh bawahannya untuk masing-masing bagian sehingga
belum ada pembagiantugas yang mendasar antara berbagai fungsi. Hasil dari
analisis faktor internal dan faktor eksternal, yaitu antara lain: penambahan
kapasitas produksi, perluasanpasar, peningkatan pelayanan jasa, harga produk
yang bersaing, perbaikan manajemen usaha, serta pengetahuan tentang selera
konsumen. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id10
Penelitian yang dilakukan oleh Mhazo, et al (2012), yang bertujuan
menguji yang dibutuhkan agro-procssing skala kecil dan menengah untuk
memproduksi dan memasarkan produk yang diolah secara efektif dan
menganalisis penyediaan layanannya di Zimbabwe. Menganalisis keuntungan
yang didapat dengan agro-processing apakah layak diusahakan apa tidak.
Penelitian yang dilakukan Adeogun, et al (2012), penelitian tentang
Status, biaya, dan profitabilitas budidaya ikan di Negara Bagian Lagos. Budidaya ikan dipertimbangkan dari perspektif ekonomi suatu perusahaan, menganalisis struktur biaya saat ini dari berbagai teknik akuakultur. Studi ini menunjukkan bahwa kemajuan ilmiah telah merangsang pertumbuhan akuakultur. Mode budidaya ikan sangat beragam dengan sistem utama seperti sistem budidaya intensif yang telah menjadi tren ditambah dengan teknik seperti pakan formulasi, tangki pemeliharaan yang ditingkatkan, manajemen kualitas air yang lebih baik dan sistem resirkulasi dalam ruangan. Analisis ekonomi dari teknik budidaya ikan yang berbeda menunjukkan bahwa budidaya ikan terlepas dari teknologi, umumnya menguntungkan walaupun biaya dan pengembaliannya bervariasi secara substansial dengan lingkungan produksi.
Penelitian yang dilakukan oleh Soo (2013), yang bertujuan untuk
menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan profitabilitas dari
industri pengolahan bandeng presto dan juga menganalisis risiko usaha dan
tingkat efisiensi usaha. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata biaya
total untuk usaha bandeng presto adalah Rp. 890.200,- selama satu bulan.
Penerimaan yang dihasilkan rata-rata sebesar 120 Kg dengan harga tiap Kg
Rp. 30.000 maka penerimaannya adalah Rp. 3.600.000, jadi keuntungan yang
didapat (3.600.000-890.200= 2.709.800), dengan profitabilitas 6,148%.
Efisiensi usaha dari usaha bandeng presto ini (R/C) sebesar 4.27 berarti sudah
efsien usahanya. Kesimpulannya adalah usaha bandeng skala rumah tangga di
Kelurahan Tambak Dono Kecamatan Pakal Surabaya sudah efisien dan layak
untuk diusahakan. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id11
Penelitian yang dilakukan Erlina, et al (2016), Penelitian dilakukan di
Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.
Tujuan penelitian ini untuk menghitung biaya eksplisit dan implisit,
penerimaan, pendapatan, keuntungan, dan kelayakan usaha pembuatan
kerupuk ikan gabus. Hasil perhitungan dalam aspek ekonomi yang terdiri dari
total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 2.590.008,00, dengan penerimaan
perbulan rata-rata sebesar Rp 3.767.272,00, pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.515.112,00 /bulan, keuntungan yang diperoleh rata-rata sebesar Rp 1.177.264,00/bulan, dan kelayakan usaha pembuatan kerupuk ikan gabus di kelurahan kuin utara Nilai RCR sebesar 1,47. Keadaan ini menunjukkan setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,47. Dengan demikian bahwa usaha pengolahan kerupuk ikan gabus yang dikelola di Kelurahan Kuin Utara Kecamatan Banjarmasin Utara ini layak untuk diusahakan dan menguntungkan. Penelitian yang dilakukan oleh Asnidar (2017), jenis penelitian ini adalah studi kasus terhadap 20 responden dari 100 pelaku usaha home industry kerupuk opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh Utara. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan rumus analisis biaya, pendapatan dan
keuntungan. Sementara untuk menghitung kelayakan usaha, rumus yang
digunakan adalah Revenue Cost Ratio (R/C), Break Even Point (BEP) dan
Return On Investment (ROI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata
keuntungan yang diterima oleh pengrajin usaha home industry kerupuk opak
adalah sebesar Rp. 13.099.252/tahun. Berdasarkan perhitungan kelayakan
usaha diperoleh R/C 1,42, nilai BEP produksi 12.400 ikat, BEP harga Rp.
1.757 dan nilai ROI 42,3 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha home
industry kerupuk opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara
Satu Kabupaten Aceh Utara layak untuk diusahakan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id12
B. Tinjauan Pustaka
a. Ikan Bandeng
Ikan bandeng memiliki tubuh yang memanjang serta pipih dan
berbentuk torpedo. Ikan bandeng memiliki mulut yang agak runcing,
ekor bercabang, dan bersisik halus. Habitat asli dari ikan bandeng adalah
di laut, kemudian dikembangkan hingga dapat dipelihara pada air payau.
Ikan bandeng termasuk pada jenis ikan pemakan segala (omnivora), di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut yang berupa tumbuhan mikroskopis namun strukturnya sama dengan klekap di tambak. Klekap terdiri atas ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik, atau biasa disebut “Microbenthic Biological Complex”. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan bukaan mulutnya. Hal tersebut diadaptasikan dalam kegiatan budidaya, yang memanfaatkan klekap sebagai pakan alami. Dalam budidaya ikan bandeng juga telah memanfaatkan penggunaan pakan buatan (pellet) (Tim Perikanan WWF, 2014). Menurut Sudrajat (2008), bahwa ikan bandeng memiliki tubuh
yang panjang, ramping, padat, dan oval menyerupai torpedo. Taksonomi
dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Osteichthyes
Ordo : Gonorynchiformes
Family : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id13
Gambar 1. Ikan Bandeng (Channos channos Forsk)
Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak. Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip
ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain. Pada bagian
ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor semakin lebar dan
membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai
kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Purnomowati, 2007).
Menurut Hadie (1986), bahwa selain bersifat eurihalin, ikan
Bandeng juga tahan terhadap temperature yang tinggi terutama pada
tambak pemeliharaan. Temperatur tertinggi yang dapat ditolerir oleh ikan
Bandeng adalah 40̊C, namun ikan Bandeng ternyata sangat sensitif
terhadap temperatur yang rendah, bahkan dapat mematikan ikan
Bandeng. Ikan Bandeng akan mengalami stress pada temperatur 12̊C, dan
bila terlalu lama pada temperatur tersebut bandeng akan mati. Menurut library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id14
Huet (1971), bahwa suhu optimum ikan bandeng adalah 27-32oC dan pH
optimumnya berkisar antara 6,5-7,5.
Menurut Ghufron (1997), bahwa ikan Bandeng (Chanos chanos
Forsk) dapat tumbuh hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng
(Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut nener yang biasa ditangkap di
pantai panjangnya sekitar 1 -3 cm, sedangkan gelondongan berukuran 5-
8 cm. Benih ikan Bandeng atau nener yang masih bersifat planktonik (terbawa oleh gerakan air, berupa arus, angin atau gelombang) akan mencapai daerah pantai dengan ukuran Panjang sekitar 11-13 mm dan berat 0.01 gram dalam usia 203 minggu Ikan bandeng banyak dimanfaatkan sebagai konsumsi masyarakat di Indonesia. Kandungan gizi per 100 gram pada ikan bandeng yaitu 129 kkal energi, 74 g air, 150 mg fosfor, 20 mg kalsium, 2 mg zat besi, 150 SI vitamin A, 0,05 gram vitamin B1, 74 gram air, 20 gram protein, dan 4,8 gram lemak. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan yang berprotein tinggi dan berlemak sedang. Selain itu, bandeng juga dapat diolah menjadi bandeng duri lunak. Olahan bandeng duri lunak merupakan modifikasi dari teknik pemindangan. Prinsip pembuatan
olahan ini adalah membuat seluruh tulang, sisik, dan duri bandeng
menjadi lunak sehingga dapat dimakan. Bandeng duri lunak dibuat
dengan cara memasak ikan pada suhu dan tekanan tinggi. Umumnya,
pemasakan ini dilakukan dengan pressure cooker atau autoclave selama
60-90 menit, dengan tekanan sekitar 1 atmosfer. Pembuatan bandeng duri
lunak secara tradisional dilakukan dengan cara dimasak dalam jangka
waktu yang relatif lama, yaitu antara 6-7 jam (Saparinto, 2006).
b. Budidaya Ikan Bandeng
Budidaya ikan Bandeng adalah usaha yang dimulai dengan
pemeliharaan nener yang bertujuan untuk menghasilkan ikan ukuran
konsumsi (Hadie, 1986). Teknologi pembudidayaan ikan bandeng dapat
dibagi menjadi 4, yaitu ekstensif (kepadatan 2000-3000 ekor/ha), tradisional plus (kepadatan 4000-6000 ekor/ha), semi-intensif (kepadatan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id15
8000-12000 ekor/ha) dan intensif (kepadatan > 20000 ekor/ha).
Kedalaman air pada masing-masing teknologi secara berurutan adalah 50
cm, 80 cm, 100 cm, dan 120 cm. Pada budidaya ekstensif, seluruh suplai
makanan mengandalkan pakan alami, sedangkan pada tradisional plus
suplai makanan berupa pakan alami ditambah pelet atau dedak
halus.Untuk semi intensif dan intensif sebagian besar menggunakan
pakan buatan (Alboneh, 2007). Benih ikan Bandeng atau nener memiliki ciri tubuh yang terang dan tembus pandang.Apabila diletakkan di dalam baskom, bagian nener yang nampak jelas adalah matanya yang hitam. Nener yang sehat akan bergerak aktif, dan berenang bergerombol serta mudah terkejut. Dalam kurun waktu 2 bulan, nener akan nampak seperti ikan dengan ukuran panjang berkisar antara 5-8 cm dan disebut gelondongan, ikan sebesar inilah yang cocok untuk dibudidayakan.Nener dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu: 1. Nener Alam Perairan Indonesia memiliki potensi besar sebagai tempat pemijahan ikan Bandeng. Dengan pantai dan hutan bakau yang luas
merupakan daerah yang potensial sebagai tempat mencari makan dan
berlindung bagi benih ikan Bandeng. Umumnya mutu nener alam
sangat bervariasi tergantung pada lokasi, musim dan cara
penangkapan. Mutu nener biasanya diuji dari kecepatan bergerak
akibat rangsangan fisik misalnya berupa tepukan pada dinding
tangki. Produksi nener di Indonesia melalui penangkapan di alam
masih sering dilakukan. Penangkapan ini biasa dilakukan oleh
penduduk di sekitar pantai dengan menggunakan alat tangkap
sederhana seperti, seser, babar, soplat, pukat, jaring sorong, dan
trawl nener. Penangkapan nener alam secara terus menerus
sebaiknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan populasi ikan
Bandeng di alam berkurang atau bahkan bisa punah (Ghufron, 1997). library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id16
2. Nener hatchery
Selain dari alam, nener juga dapat diproduksi di hatchery
(balai pembenihan). Nener hatchery memilki kelebihan karena
kemurnian nener hatchery dapat dijamin 100% (percampuran dengan
spesies lain tidak mungkin terjadi kecuali disengaja) dan umurnya
dapat diketahui, sehingga penentuan umur ikan Bandeng yang dijual
dapat diketahui dengan tepat. Nener hatchery dapat diproduksi di dua jenis hatchery, yaitu hatchery lengkap dan hatchery skala rumah tangga (HSRT). Kualitas dari kedua hatchery tersebut tidak berbeda dengan kualitas nener alam (Ahmad, 1999). Menurut Ahmad (1999), bahwa warna nener hatchery dapat diatur sesuai keinginan konsumen. Nener yang banyak terserang mata perak sebaiknya tidak dipilih. Mata perak terlihat jelas jika nener ditempatkan pada ruang gelap dan diaerasi, sehingga tampak gerakan bercak keperakan. Daging ikan bandeng dikenal gurih, beraroma khas dan berwarna putih. Tetapi, duri/tulang halusnya banyak sehingga menyebabkan masalah jika akan dikonsumsi. Untuk mengatasi hal ini, ikan bandeng kemudian diolah
menggunakan pemasakan bertekanan (autoclave atau pressure
cooker) untuk memperoleh produk ikan bandeng yang mempunyai
tulang yang lunak yang dikenal sebagai bandeng presto.
c. Bandeng Presto (Ikan Duri Lunak)
Salah satu hasil olahan ikan bandeng adalah bandeng duri
lunak. Mempunyai ciri hampir sama dengan pindang bandeng, dengan
kelebihan yakni tulang, duri dari ekor hingga kepalanya cukup lunak,
sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada
mulut. Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis
diversifikasi pengolahan hasil perikanan terutama sebagai modifikasi
pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor
sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Arifudin, 1988). library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id17
Pada masa lalu, untuk mengatasi banyaknya duri pada ikan
bandeng, masyarakat pedesaan mengolahnya secara sederhana dalam
paso (kuali). Ikan dimasukkan dalam paso lalu diberi air, kemudian
direbus sampai mendidih. Setelah ainya habis, perebusan dihentikan dan
ikan yang telah matang ini langsung digunakan sebagai lauk atau diolah
lebih lanjut menurut selera masing-masing. Cara ini ternyata dapat
memperlunak duri-durinya. Tetapi ikan menjadi lengket satu sama lain dan hancur bila dipisahkan sehingga menyulitkan penyajiannya. Untuk mengatasi itu semua, dewasa ini ada cara yang lebih baik, yakni dengan mengolahnya dalam pressure cooker (autoclave) atau dengan menambahkan papain. Cara ini merupakan perbaikan cara pengolahan sebelumnya. Hasil dari adalah ikan tetap utuh, dan duri-durinya menjadi lunak sehingga tidak membahayakan siapa pun juga. Di samping itu, nilai gizi ikan tidak berkurang dan lebih mudah disajikan. Waktu yang diperlukan untuk mengolah ikan dengan pressure cooker lebih cepat, sehingga kandungan protein dan beberapa vitamin dalam daging ikan tidak rusak. Protein dan vitamin akan rusak bila dipanaskan (dimasak) dalam waktu yang relatif lama. Selain itu, rasa, aroma serta warna tidak
banyak berubah, sehingga tampak lebih alami. Lagi pula, pemanasan
pada pressure cooker mencapai suhu sterilisasi yaitu 122°C sehingga
sebagian besar mikroorganisme yang bersifat patogen (mikroba penyebab
penyakit) sudah mati. Di samping itu daging ikan yang diolah dengan
cara ini lebih padat dan gempal, serta tulang dan duri-durinya menjadi
lunak (empuk). Sehingga seluruh bagian tubuh ikan dapat dimakan tanpa
sisa (Djarijah, 2008).
Menurut SNI No: 4106.1-2009, bandeng presto/duri lunak adalah
produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang
mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan bahan baku,
sortasi, penyiangan, pencucian, perendaman, pembungkusan,
pengukusan, pendinginan, pengepakan, pengemasan, penandaan, dan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id18
penyimpanan. Persyaratan mutu bandeng duri lunak menurut SNI
No: 4106.1-2009 yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Persyaratan mutu bandeng presto menurut SNI No: 4106.1-2009
Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a) Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7 Cemaran b) Mikroorganisme 1. ALT, maks Koloni/gram 5,0 x 105 2. Escherichia coli APM/gram < 3 3. Salmonella * Per 25 gram negatif 4. Vibrio cholerae * Per 25 gram negatif 5. Staphylococcus Koloni/gram maksimal 1x 103 aureus c) Cemaran Kimia 1. Merkuri (Hg) mg/gram Maksimal 0,5 2. Timbal (Pb) mg/gram Maksimal 0,2 3. Kadmium (Kd) mg/gram Maksimal 0,05 *) Apabila diperlukan Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006) (SNI No: 4106.1-2009) d. UMKM Pada Bab I pasal 1 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), maka yang dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah: a) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
b) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha
yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah
atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
c) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri
sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id19
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha
Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan
tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Menurut Badan Pusat Stastistika (2008), bahwa definisi UMKM
berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha
yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan definisi diatas maka pada intinya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah suatu bentuk usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (Anggraeni, 2013). e. Biaya Mulyadi (2012) membedakan bahwa pengertian biaya ke dalam arti luas dan arti sempit antara lain sebagai berikut: dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau mungkin terjadi untuk mencapai
tujuan tertentu. Dalam arti sempit biaya merupakan bagian dari harga
pokok yang dikorbankan dalam usaha untuk memperoleh penghasilan.
Menurut Supriyono (2011), bahwa membedakan biaya ke dalam
dua pengertian yang berbeda yaitu biaya dalam arti cost dan biaya dalam
arti expense. Biaya dalam arti cost (harga pokok) adalah jumlah yang
dapat diukur dalam satuan uang dalam rangka pemilikan barang dan
jasa yang diperlukan perusahaan, baik pada masa lalu (harga perolehan
yang telah terjadi) maupun pada masa yang akan datang (harga perolehan
yang akan terjadi). Sedangkan expense (beban) adalah biaya yang
dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh pendapatan
(revenues) dalam suatu periode akuntansi tertentu.
Biaya ekonomi juga dapat disebut sebagai gabungan dari biaya oportunitas dan biaya akuntansi. Case (2005), menyebutkan bahwa biaya library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id20
ekonomi sebagai jumlah dari biaya total yang dikeluarkan (biaya eksplisit
/ biaya akuntansi) ditambah tingkat pengembalian modal yang wajar dan
biaya peluang (biaya implisit) dari masing-masing faktor produksi.
Pendapat ini sejalan dengan pendapat Pindyck (2005), bahwa yang
menyebut biaya ekonomis sebagai biaya perusahaan dari utilisasi sumber
daya ekonomis dalam produksi, termasuk biaya peluang. Menurut
Nicholson (2002), bahwa secara spesifik di dalam prakteknya, biaya ekonomi dilihat dari tiga input spesifik dalam aktivitas perusahaan yaitu biaya tenaga kerja (labor cost), biaya modal (capital cost) dan biaya kepengusahaan (entrepreneurial cost). Biaya tenaga kerja terkait dengan biaya gaji dan upah yang bayarkan atas pemakaian tenaga kerja manusia dalam memproduksi suatu produk. Biaya modal merupakan biaya yang terkait dengan penggunaan modal baik dalam bentuk peralatan maupun uang. Sedangkan biaya kepengusahaan terkait dengan biaya oportunitas atas keterlibatan pemilik perusahaan dalam usaha yang dikelolanya. Prinsip biaya yang paling pokok adalah biaya total usahatani (total costs), yang merupakan nilai uang dari keseluruhan faktor produksi yang dipergunakan dalam produksi usahatani. Biaya total terbagi dalam
dua komponen biaya yaitu : biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya
eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani
(out of pocket expenditure) dalam penyelenggaraan usahatani. Biaya
implisit adalah biaya yang sifatnya hanya diperhitungkan (imputed) saja
sebagai biaya, tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang
dibayarkan secara nyata oleh petani (Kasim, 2000).
f. Penerimaan
Revenue adalah besarnya penerimaan total yang diterima oleh
perusahaan/produsen dari penjualan produk yang di produksinya.
Revenue yang berarti penerimaan adalah sebagai jumlah yang
diperoleh dari penjualan sejumlah output yang dihasilkan seorang
produsen atau perusahaan. Penerimaan total atau total revenue pada umumnya dapat didefinisikan sebagai penerimaan dari penjualan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id21
barang-barang yang diperoleh penjual. Penerimaan total adalah sama
banyaknya dengan satuan barang yang terjual dikalikan dengan
harga penjualan tiap satuan atau dirumuskan sebagai berikut:
R = P.X
Keterangan:
R : Penerimaan total
P : Harga tiap satuan barang X : Banyaknya barang yang terjual (Nurdin, 2010). Jadi, semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil (Soedjarwanto, 1994). g. Keuntungan Keuntungan dapat diukur dengan menggunakan uang yang kita peroleh biasanya berasal dari hasil penjualan, upah sebagai tenaga kerja, hasil penyewaan barang, hasil pemberian jasa ataupun dari
cara yang lainnya. Dari hasil keuntungan kita tersebut akhirnya
kita bisa gunakan untuk keperluan sehari-hari dengan
mengkonsumsinya, ataupun kita tabung sebagai persiapan terhadap
keperluan kita yang akan dating. Keuntungan dapat dihitung dengan
mengurangi penerimaan dengan biaya total. (Nurdin, 2010).
Pendapatan kotor adalah keseluruhan nilai hasil yang diperoleh
dari semua cabang industri dan sumber dalam industri, yang dapat
diperhitungkan dari hasil penjualan, pertukaran ataupun penaksiran.
Sedangkan pendapatan bersih adalah pendapatan kotor dikurangi dengan
biaya mengusahakan. Jadi pendapatan yang mengetahui keuntungan
adalah pendapatan bersih yaitu pendapatan yang diterima dikurangi
semua biaya yang dikeluarkan (Prasetya, 1995). library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id22
Menurut Soekartawi (1991), bahwa total keuntungan diperoleh
dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses
produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik
dikalikan dengan harga produksi. Pendapatan adalah selisih antara
penerimaan yang diterima dari penjualan dengan biaya kesempatan dari
sumberdaya yang digunakan. Pendapatan sebagai kelebihan penerimaan
(revenue) atas biaya-biaya yang dikeluarkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: π = TR – TC atau π = Q × P – (TCi + TCe) Keterangan: π = Keuntungan TR = Total Revenue TC = Total Cost Q = Quantity P = Price TCi = Total Implisit Cost TCe = Total Eksplisit Cost h. Profitabilitas
Menurut Downey (1992), bahwa profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba/profit. Oleh karena itu
istilah rasio profitabilitas merujuk pada beberapa indikator atau rasio
yang berbeda yang bisa digunakan untuk menentukan profitabilitas dan
prestasi kerja perusahaan. Profitabilitas dimaksud untuk mengetahui
efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha
dalam hubungannya dengan penjualan. Profitabilitas merupakan salah
satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya kinerja usaha. Dengan
kata lain, profitabilitas merupakan perbandingan antara keuntungan dari
penjualan dengan biaya total yang dinyatakan dengan prosentase.
Menurut Gasperz (1999), bahwa kriteria untuk evaluasi proyek
industri adalah tingkat keuntungan ekonomis (profitability). Dengan demikian apabila suatu proyek industri telah memenuhi persyaratan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id23
teknik, perlu ditentukan keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh dari
proyek industri tersebut. Adapun profitabilitas dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Profitabilitas = ×100%
𝜋𝜋 Keterangan : 𝑇𝑇𝑇𝑇 Π = Keuntungan usaha industri (Rupiah)
TC = Total Cost =Biaya total usaha (Rupiah) Kriteria pengambilan keputusan: − Profitabilitas > 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan menguntungkan − Profitabilitas = 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan mengalami BEP (impas) − Profitabilitas < 0 berarti bandeng presto yang diusahakan tidak menguntungkan (Riyanto, 1997). i. Efisiensi (R/C) Menurut Soekartawi (1995), bahwa efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya penerimaan dengan biaya yang
dikeluarkan untuk berproduksi, yaitu dengan menggunakan R/C rasio
atau Return Cost Ratio. Dalam perhitungan analisis, sebaiknya R/C
dibagi dua, yaitu R/C yang menggunakan biaya yang secara riil
dikeluarkan pengusaha dan R/C yang menghitung semua biaya, baik
biaya yang riil dikeluarkan maupun biaya yang tidak riil dikeluarkan.
Efisiensi mempunyai pengertian yang relatif. Suatu tingkat pemakaian
korbanan dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian yang lain apabila
ia memberikan output yang lebih besar. Apabila dalam proses produksi
yang menjadi tujuan utama adalah keuntungan maksimum maka perlu
adanya tindakan yang mampu mempertinggi output karena output yang
tinggi akan membentuk total penerimaan yang tinggi dan tentu saja laba
yang besar. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id24
Menurut Rahardi (1999), bahwa R/C rasio menunjukkan
pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk memproduksi, sekaligus menunjang kondisi suatu
usaha. Ukuran kondisi tersebut sangat penting karena dapat dijadikan
penilaian terhadap keputusan perusahaan dan kemungkinan
pengembangan usaha tersebut. Tujuan utama dari suatu usaha adalah
untuk memperoleh pendapatan yang besar, disamping tujuan yang lebih utama adalah untuk mencapai suatu tingkat efisiensi yang tinggi. Pendapatan yang tinggi tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena kemungkinan penerimaan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang besar. Efisiensi mempunyai tujuan memperkecil biaya produksi persatuan produk yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang optimal. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah memperkecil biaya keseluruhan dengan mempertahankan produksi yang telah dicapai untuk memperbesar produksi tanpa meningkatkan biaya keseluruhan.Salah satu pengukur efisiensi adalah R/C rasio. R/C rasio adalah singkatan Return Cost atau dikenal dengan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Efisiensi = 𝑅𝑅 Keterangan: 𝐶𝐶
R = Return,atau Penerimaan (Rupiah)
C = Cost,atau Biaya(Rupiah)
Kriteria yang digunakan dalam penentuan efisiensi usaha adalah :
R/C > 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien.
R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik
impas/Break Event Point (BEP).
R/C < 1 berarti usaha tidak dijalankan secara efisien.
(Soekartawi, 1995)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id25
j. Risiko
Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini
terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang
apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat
berakibat menguntungkan atau merugikan. Secara umum risiko dapat
diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan
dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bila investor menanamkan modal untuk mendirikan usaha, tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan dimasa depan, tetapi pada waktu yang sama juga memahami risiko kurang dari yang diharapkan. Makin besar kemungkinan rendahnya keuntungan atau bahkan rugi, dikatakan makin besar risiko usaha tersebut (Soeharto, 1997 dalam skripsi oleh Emilianus Soo tahun 2013). Risiko merupakan kemungkinan yang akan dijalankan bisa gagal. Faktor ketidakpastian dan risiko merupakan faktor eksternalitas yaitu faktor yang sulit dikendalikan oleh produsen. Sumber ketidakpastian yang penting adalah fluktuasi produksi (output) dan fluktuasi harga. Adanya faktor ketidakpastian dan risiko ini menyebabkan produsen
cenderung enggan memperluas usahanya; misalnya dengan menambah
investasi karena khawatir muncul adanya kemungkinan merugi (the
chance of loss) (Soekartawi, 1993).
Risiko adalah Suatu kondisi yang lebih realistis yang dihadapi
oleh pimpinan perusahaan. Dalam pengertian risiko terdapat sejumlah
kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu
peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi. Hal ini
lebih realistis, karena pada umumnya kita telah terdidik untuk menaksir
atau menduga yang meliputi suatu rentang (range) kemungkinan
terjadinya suatu peristiwa dari kemungkinan peristiwa ekstrem yang ada.
Dengan demikian maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai
probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan return yang diterima menyimpang dari yang diharapkan. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id26
Makin besar penyimpangan tersebut berarti makin besar risikonya
(Riyanto, 1995).
Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang
harus ditanggung oleh pengusaha dengan jumlah keuntungan yang akan
diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
CV = 𝑉𝑉 keterangan : 𝐸𝐸 CV = Koefisien variasi usaha V = Simpangan baku usaha (Rupiah) E = Keuntungan rata-rata usaha (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari keuntungan ratarata usaha industri bandeng presto dan simpangan bakunya, yang dirumuskan sebagai berikut :
E = 𝑛𝑛 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸 keterangan : 𝑛𝑛 E = Keuntungan rata-rata usaha (Rp) Ei = Keuntungan usaha (Rp)
n = Jumlah pengusaha (orang)
Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha bandeng presto
Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode
analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam,
yaitu:
V =
Adapun dalam perhitungan analisis ragam2 dirumuskan sebagai berikut: √𝑉𝑉 ( ) V2 = 𝑛𝑛 2 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸−𝐸𝐸
𝑛𝑛−1 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id27
keterangan :
V2 = Ragam
n = Jumlah pengusaha (orang)
E = Keuntungan rata-rata usaha (Rp)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id28
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
UMKM Bandeng Presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
Masukan Keluaran Proses Produksi (input) (output)
Biaya eksplisit : 1. Bahan Baku (bandeng) 2. Bahan Penolong (bumbu, minyak Biaya Implisit : goreng) 1. Tenaga Kerja 3. Bahan Bakar Dalam (Keluarga) 4. Pengemasan 2. Bunga Modal 5. Transportasi Sendiri 6. Tenaga Kerja Luar 3. Penyusutan Alat 7. Pajak PBB 8. Listrik
Biaya Total Penerimaan
Analisis Usaha :
- Keuntungan - Profitabilitas
- Risiko Usaha - Efisiensi Usaha
Gambar 2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha Bandeng Presto Skala UMKM di Desa Dukutalit,
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id29
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang penelitian dan teori, maka hipotesis penilaian
ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga usaha industri bandeng presto skala UMKM yang diusahakan di
Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati menguntungkan.
2. Diduga usaha industri bandeng presto skala UMKM yang diusahakan di
Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya. 3. Diduga industri bandeng presto skala UMKM yang diusahakan di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sudah efisien dan layak diusahakan. E. Asumsi a. Teknologi selama penelitian dianggap tetap. b. Variabel-variabel yang tidak diamati dianggap berpengaruh normal. F. Pembatasan Masalah a. Penelitian ini dibatasi pada industri skala kecil yang mengusahakan pembuatan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dengan menggunakan tenaga kerja 1-19 orang sampai
periode penelitian ini masih berproduksi.
b. Bandeng presto yang diteliti adalah bandeng kering dan basah
c. Biaya transportasi digunakan dalam pengiriman bahan baku dan
penjualan.
d. Penelitian ini menggunakan data produksi selama periode satu bulan yaitu
pada bulan Desember 2018.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id30
G. Difinisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel
1. Analisis usaha adalah penyidikan terhadap kelangsungan suatu usaha
dengan meninjau dari berbagai hal yang meliputi, biaya, penerimaan,
keuntungan, profitabilitas, besarnya risiko serta efisiensi usaha.
2. Responden adalah pengusaha bandeng presto skala kecil di Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
3. Biaya total usaha industri bandeng presto adalah semua biaya yang digunakan dalam usaha pembuatan bandeng presto, baik yang benar-benar dikeluarkan atau tidak, yang terbagi menjadi biaya eksplisit dan biaya implisit yang dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp). 4. Biaya eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani (out of pocket expenditure) dalam penyelenggaraan usahatani. dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya eksplisit terdiri dari bahan baku, biaya penolong, transportasi, bahan bakar, pengemasan, tenaga kerja luar, dan pajak. a. Biaya bahan baku: biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku (bandeng) dengan satuan rupiah (Rp) b. Biaya bahan penolong; biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan
penolong (bumbu dan minyak goreng) yang digunakan dalam proses
produksi dengan satuan rupiah (Rp)
c. Biaya transportasi: biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dalam
proses penjualan maupun pengadaan input yang dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp)
d. Biaya bahan bakar: biaya yang dikeluarkan untuk membeli gas elpiji
ataupun kayu bakar sebagai bahan bakar yang digunakan dalam proses
produksi dengan satuan rupiah (Rp)
e. Biaya pengemasan: biaya yang dikeluarkan untuk mengemas bandeng
presto dengan satuan rupiah (Rp)
f. Biaya tenaga kerja luar: biaya yang dikeluarkan untuk membayar
tenaga kerja luar yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id31
g. Biaya pajak adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya pajak
bangunan (PBB)
5. Biaya implisit adalah biaya yang sifatnya hanya diperhitungkan (imputed)
saja sebagai biaya, tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang
dibayarkan secara nyata oleh petani dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya implisit terdiri dari tenaga kerja dalam (keluarga), penyusutan, dan
bunga modal sendiri. a. Biaya tenaga kerja dalam (keluarga) adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja keluarga atau bisa disebut penerimaan yang diterima oleh keluarga tersebut b. Biaya penyusutan adalah pengurangan nilai barang-barang modal karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau faktor waktu. Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus dalam satuan rupiah, yaitu barang modal yang digunakan diperkirakan memiliki umur ekonomis berapa tahun, kemudian nilainya dibebankan pada setiap tahun.
Penyusutan =
𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 Keterangan : 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒
Nilai awal : Harga beli alat produksi awal tahun usaha
Nilai akhir : harga jual alat produksi akhir tahun
Umur ekonomi : Umur alat produksi yang digunakan
c. Bunga modal sendiri, yaitu bunga dari modal sendiri yang dihitung
dengan rumus sebagai berikut :
B = P x i
Keterangan :
B : Bunga modal sendiri (rupiah)
P : Modal sendiri (rupiah)
I : Suku bunga rill (%)
6. Penerimaan industri bandeng presto diperoleh dengan cara mengalikan
jumlah bandeng presto yang dihasilkan dengan harga jual bandeng presto yang dinyatakan dalam rupiah. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id32
7. Keuntungan usaha bandeng presto adalah selisih antara penerimaan total
dengan biaya total (biaya eksplisit dan biaya implisit) yang dinyatakan
dalam rupiah (Rp).
8. Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan yang diperoleh
dengan biaya total (biaya eksplisit dan biaya implisit) yang digunakan
dalam usaha industri bandeng presto, dinyatakan dalam persen (%).
9. Efisiensi usaha (R/C Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan yang diperoleh dengan total biaya (biaya eksplisit dan biaya implisit) yang dikeluarkan. 10. Risiko adalah fluktuasi keuntungan yang diterima oleh pengusaha atau kemungkinan kerugian yang akan diterima oleh pengusaha bandeng presto diukur menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id33
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif. Metode ini mempunyai ciri-ciri, memusatkan diri pada pemecahan
masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dianalisis,
dan kemudian dijelaskan. Pelaksanaannya dengan teknik survei, yaitu cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam jangka waktu yang bersamaan melalui alat pengukuran wawancara yang berupa daftar pertanyaan berbentuk kuesioner (Surakhmad, 1994). B. Metode Penentuan Sampel Penelitian 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ini dilakukan di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana Penentuan lokasi tersebut dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Juwana merupakan penghasil bandeng terbesar di Kabupaten Pati. Penghasil ikan bandeng di Kecamatan Juwana, khusunya pada Desa Dukutalit ini adalah sentra olahan bandeng yang dijadikan bandeng presto. Jumlah usaha skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan
Juwana, Kabupaten Pati sebanyak 32 Pengusaha, diantara 32 pengusaha
tersebut terdapat 12 usaha bandeng presto.
2. Metode Pengambilan Responden
Metode yang digunakan dengan cara sensus yaitu mengambil
semua data yang ada dilapangan dikarenakan responden kurang dari 30
UMKM. Responden dalam penelitian ini yaitu pengusaha bandeng presto
berskala UMKM dimana memproduksi bandeng presto setiap hari.
Berdasarkan Tabel 4 diketahui ada 32 pengusaha skala UMKM tetapi
pengusaha bandeng presto berjumlah 12 pengusaha di Desa Dukutalit,
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Informasi tersebut diperoleh dari
Kepala Desa Dukutalit dengan wawancara langsung ke kantor Kepala
Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
33 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id34
Tabel 4. Daftar UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017
No. Nama Usaha Alamat
1. Sariyo Presto RT 04 RW 03 2. Winarso Presto RT 05 RW 03 3. Suripto Presto RT 05 RW 03 4. Sutrisno Presto RT 01 RW 02 5. Ani Presto RT 02 RW 03 6. Hj. Suryati Presto RT 02 RW 03 7. Marem Presto Presto RT 02 RW 02 8. Indah Presto RT 02 RW 02 9. Warso Presto RT 03 RW 02 10. Sumiyati Presto RT 02 RW 02 11. Jumi’ati Presto RT 02 RW 01 12. Tubagus Presto/Cabut Duri RT 05 RW 03 13. Suwaji Pindang RT 02 RW 01 14. Rakito Tahu RT 02 RW 01 15 Harli Tahu RT 02 RW 01 16. Supriyadi Kuningan RT 05 RW 02 17. Rut Sukarlin Tempe RT 06 RW 02 18. Sukawi Kuningan RT 06 RW 02 19. Edi Sutarko Bistik RT 01 RW 03 20. Yarso Kuningan RT 01 RW 03 21. Wartoyo Kuningan RT 01 RW 03 22. Warso Kuningan RT 01 RW 03
23. Hana Cabut Duri RT 02 RW 03 24. H. Muri Pindang RT 03 RW 03 25. Sugiyarti Pindang RT 03 RW 03
26. Sumarso Pindang RT 03 RW 03 27. Sutarno Pindang RT 04 RW 03
28 Ngatno Pindang RT 01 RW 01 29. Agus Siyo Pindang RT 01 RW 01 Prasetyo
30. Suhartoyo Kuningan RT 01 RW 01 31. H. Kasrin Kuningan RT 05 RW 03
32. H. Dawi Kuningan RT 05 RW 03 Sumber: Data Primer UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati Tahun 2017
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id35
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diperolah langsung
dari responden bandeng presto dan pihak-pihak dari dinas perikanan,
dinas perindustrian, dinas koperasi dan UMKM dengan menggunakan
daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari instansi yang terkait (BPS, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta instansi terkait lainnya) dari berbagai media cetak dan media online selain dari berbagai buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. D. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara langsung dengan responden usaha bandeng presto berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. 2. Observasi Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung
terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang
jelas mengenai obyek yang akan diteliti.
3. Pencatatan
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer maupun
data sekunder yang diperlukan, yaitu dengan mencatat hasil wawancara
dengan responden dan data yang ada pada instansi pemerintah atau
lembaga yang terkait langsung dengan penelitian ini.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Keuntungan Usaha
a. Biaya Total
Menghitung biaya total (TC) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id36
TC = Biaya Ekplisit + Biaya Implisit
Keterangan:
TC = Biaya total usaha pengolahan bandeng presto (Rp)
Biaya Eksplisit = Bahan Baku (bandeng), Bahan Penolong, Bahan
Bakar, Pengemasan, Transportasi, Tenaga Kerja
Luar, Pajak dari usaha pengolahan bandeng
presto (Rp) Biaya Implisit = Biaya Tenaga Kerja Dalam (Keluarga), Biaya Penyusutan Alat, Bunga Modal Sendiri dari usaha pengolahan bandeng presto (Rp) b. Penerimaan Menghitung penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: TR = Q x P Keterangan: TR = Penerimaan total usaha pengolahan bandeng presto (Rp) P = Harga produk bandeng presto (Rp) Q = Jumlah produk bandeng presto (Kg)
c. Keuntungan
Menghitung keuntungan usaha pengolahan bandeng menjadi ikan duri
lunak (presto).
π = TR – TC
Keterangan:
π = Keuntungan usaha pengolahan bandeng presto (Rp)
TR = Penerimaan usaha pengolahan bandeng presto (Rp)
TC = Biaya total usaha pengolahan bandeng presto (Rp)
2. Efisiensi Usaha (R/C Rasio) dan Profitabilitas
Efisiensi usaha dihitung dengan menggunakan R/C Rasio yaitu
perbandingan antara pendapatan dengan total semua biaya yang
dikeluarkan R/C Rasio = 𝑅𝑅 𝐶𝐶 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id37
Keterangan:
R = Return,atau Penerimaan (Rupiah)
C = Cost,atau Biaya(Rupiah)
Kriteria yang digunakan dalam penentuan efisiensi usaha adalah :
− R/C > 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien. − R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas/Break Event Point (BEP). − R/C < 1 berarti usaha tidak dijalankan secara efisien. Menurut Gasperz (1999), bahwa kriteria untuk evaluasi proyek industri adalah tingkat keuntungan ekonomis (profitability). Dengan demikian apabila suatu proyek industri telah memenuhi persyaratan teknik, perlu ditentukan keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh dari proyek industri tersebut. Adapun profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut: Profitabilitas = ×100% 𝜋𝜋 Keterangan : 𝑇𝑇𝑇𝑇 Π = Keuntungan usaha industri bandeng presto (Rupiah) TC = Total Cost =Biaya total usaha industri bandeng presto (Rupiah)
Kriteria pengambilan keputusan:
− Profitabilitas > 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan
menguntungkan
− Profitabilitas = 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan
mengalami BEP (impas)
− Profitabilitas < 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan tidak
menguntungkan
3. Risiko Usaha
Untuk menghitung besarnya risiko usaha industri Bandeng Presto
Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
adalah dengan menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas
bawah keuntungan. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id38
Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus
ditanggung oleh pengusaha industri bandeng presto dengan jumlah
keuntungan yang akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan
sebagai berikut :
CV =
𝑉𝑉 keterangan : 𝐸𝐸 CV = Koefisien variasi usaha industri bandeng presto V = Simpangan baku usaha industri bandeng presto (Rupiah) E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari keuntungan ratarata usaha industri bandeng presto dan simpangan bakunya, yang dirumuskan sebagai berikut :
E = 12 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸 keterangan : 12 E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp) Ei = Keuntungan usaha industri bandeng presto (Rp) n = 12 jumlah pengusaha bandeng presto (orang)
Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha bandeng presto
Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode
analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam,
yaitu:
V =
Adapun dalam perhitungan analisis ragam2 dirumuskan sebagai berikut: √𝑉𝑉 ( ) V2 = 12 2 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸−𝐸𝐸 keterangan : 𝑛𝑛−1 2 V = Ragam n = 12 jumlah pengusaha bandeng presto (orang) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id39
E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp)
Ei = Keuntungan usaha industri bandeng presto (Rp)
Untuk mengetahui batas bawah keuntungan usaha industri bandeng
presto digunakan rumus :
L = E – 2V
dimana :
L = Batas bawah keuntungan usaha industri bandeng presto (Rp) E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp) V = Simpangan baku usaha industri bandeng presto (Rp) Kriteria Uji : Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko usaha industri bandeng presto yang harus ditanggung pengusaha semakin besar. − Apabila nilai CV ≤ 0,5 dan L ≥ 0 menyatakan bahwa pengusaha industri bandeng presto akan selalu terhindar dari kerugian. − Apabila nilai CV > 0,5 dan L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha industri bandeng presto
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
a. Keadaan Alam
Desa Dukutalit merupakan salah satu desa yang terletak di
Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Desa
Dukutalit memiliki luas wilayah sebesar 97.753 ha dengan sebesar 34.290 ha sebagai luas pekarangan dan sebesar 60.743 ha sebagai tambak. Berikut Peta Desa Dukutalit :
Gambar 4. Peta Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
Letak Desa Dukutalit berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten
Pati
Sebelah Selatan : Desa Mintomulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten
Pati
40 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id41
Sebelah Barat : Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten
Pati
Sebelah Timur : Desa Growong Kidul, Kecamatan Juwana, Kabupaten
Pati
(BPS Pati, 2018).
Tabel 5. Daftar desa di Kecamatan Juwana Tahun 2019
No. Desa/Kelurahan Kecamatan 1 Trimulyo Juwana 2 Tluwah Juwana 3 Sejomulyo Juwana 4 Pekuwon Juwana 5 Pajeksan Juwana 6 Mintomulyo Juwana 7 Margomulyo Juwana 8 Langenharjo Juwana 9 Kudukeras Juwana 10 Ketip Juwana 11 Kedungpancing Juwana 12 Kebonsawahan Juwana 13 Kauman Juwana 14 Karangrejo Juwana 15 Karang Juwana 16 Jepuro Juwana 17 Growong Lor Juwana 18 Growong Kidul Juwana
19 Genengmulyo Juwana
20 Gadingrejo Juwana 21 Dukutalit Juwana
22 Doropayung Juwana 23 Bumirejo Juwana 24 Bringin Juwana
25 Bendar Juwana 26 Bakaran Wetan Juwana 27 Bakaran Kulon Juwana
28 Bajomulyo Juwana 29 Agungmulyo Juwana
Sumber: BPS Kabupaten Pati
Tabel 5 menunjukkan bahwa daftar desa di Kecamatan Juwana
terdapat 29 desa salah satunya Desa Dukutalit sebagai tempat penelitian.
Secara administrasi Desa Dukutalit terbagi menjadi 3 Rukun Warga, 15 Rukun Tetangga, dan 6 Pamong Desa. Tipologi Desa Dukutalit library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id42
berdasarkan mata pencaharian yaitu desa nelayan, desa pertanian, desa
industri (kerajinan dan industri) serta desa perdagangan (pedagang dan
jasa). Jumlah tanah yang telah memiliki sertifikat adalah 805 buah
dengan luas sebesar 72 ha, sedangkan luas tanah kas desa sebesar 25.617
ha. Jarak Desa Dukutalit dari pusat pemerintahan kecamatan sebesar 2
km dan jarak dari pusat pemerintahan kota sebesar 12 km.
b. Keadaan Penduduk 1. Pertumbuhan Penduduk Keadaan penduduk berdasarkan jenis kelamin di suatu daerah digunakan untuk mendapatkan jumlah penduduk dan besarnya sex ratio di suatu daerah. Sex ratio merupakan suatu angka yang menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di suatu daerah. Keadaan penduduk di Desa Dukutalit menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Jenis Kelamin Tahun 2017 No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%) Sex Ratio 1 Laki-laki 1796 48,7 2 Perempuan 1885 51,3 3681 100 0,95
Sumber: BPS Kabupaten Pati
Tabel 6 menunjukan bahwa jumlah penduduk perempuan di
Desa Dukutalit lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk
laki-lakinya. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu jauh hanya
selisih 2,6% dari 51,3% penduduk perempuan dan 48,7 % penduduk
laki-laki. Berdasarkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1796 dan
jumlah penduduk perempuan sebesar 1885, dapat diketahui besar sex
ratio yaitu 0,95. Hal ini menunjukkan bahwa tiap 100 penduduk
perempuan di Desa Dukutalit terdapat 95 penduduk laki-laki, sehingga
dapat diketahui bahwa penduduk laki-laki dan perempuan mempunyai
komposisi yang hampir sama.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id43
2. Keadaan Penduduk Menurut Umur
Berdasarkan umur angkatan kerja, penduduk di suatu daerah
dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu usia belum produktif (0-
14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia non produktif (65
tahun keatas). Keadaan penduduk menurut kelompok
umur di Desa Dukutalit dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 7. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Umur Tahun 2017 No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 0-14 816 22,2 2 15-64 2549 69,2 3 65+ 316 8,6 3681 100 Sumber: BPS Kabupaten Pati, 2018 Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase penduduk Desa Dukutalit pada usia produktif yaitu usia antara 15-64 tahun sebesar 69,2 % dari total jumlah penduduk, sedangkan penduduk usia non produktif sebesar 31,8% dari total jumlah penduduk. Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat diketahui dari perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif.
Rumus dari Angka Beban Tanggungan (ABT) adalah:
( ) ( ) ABT = 100% ( ) 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 0−14 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢 +𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 65 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 15−64 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢 Berdasarkan hasil perhitungan telah diketahui bahwa 𝑥𝑥Angka Beban
Tanggungan penduduk di Desa Dukutalit sebesar 44,41% yang berarti
setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 44 penduduk
usia non produktif.
Keadaan penduduk menurut umur yang sebagian besar
merupakan penduduk usia produktif memberikan gambaran mengenai
ketenagakerjaan di sektor industri usaha bandeng presto Skala
UMKM, bahwa rata-rata semua tenaga kerjanya berada pada usia
produktif. Hal ini menunjukkan bahwa usia produktif sangat efektif library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id44
karena pada industri usaha bandeng presto Skala UMKM sangat
tergantung pada factor tenaga kerja
3. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan
masyarakat. Apabila penduduk di suatu daerah telah mengenyam
pendidikan, terutama pendidikan tinggi, maka potensi untuk
pengembangan daerah tersebut besar. Tingkat pendidikan di suatu daerah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi serta ketersediaan sarana pendidikan yang ada. Keadaan penduduk Desa Dukutalit menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase keadaan penduduk Desa Dukutalit Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2017 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak/belum pernah sekolah 826 21,53 Tidak/belum tamat SD/MI 408 10,63 Tamat SD/MI 1.116 29,10 Tamat SMP 595 15,51 Tamat SMA sederajat 705 18,38 Tamat akademi/DI/DIII 67 1,74 Tamat Sarjana 108 2,81 Tamat Pascasrjana 10 0,3
Jumlah 3.835 100
Sumber: Buku Monografi Desa Dukutalit 2017
Berdasarkan tabel 8, menunjukkan bahwa persentase dari
keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Dukutalit
jumlah yang tertinggi adalah tamat Sekolah Dasar (SD) memiliki
kedudukan tertinggi yaitu sebesar 29,10%. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Dukutalit masih kurang
karena sebagian besar penduduk telah menempuh pendidikan dan
banyak yang telah mengikuti program pendidikan selama 6 tahun. Hal
ini berdampak pada pola pikir penduduk yang cenderung lebih mudah
menerima perubahan kearah yang lebih baik, salah satunya dengan
memiliki industri sendiri. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id45
4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Keadaan mata pencaharian penduduk suatu daerah dipengaruhi
oleh sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti
ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan,
dan modal yang tersedia. Mata pencaharian penduduk suatu daerah
dapat digunakan untuk mengetahui kesejahteraan penduduknya.
Keadaan penduduk Desa Dukutalit menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keadaan penduduk Desa Dukutalit Menurut Mata Pencaharian Tahun 2017 Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) Pertanian 36 3,29 Nelayan 19 1,73 Industri 12 1,09 Perdagangan 771 70,62 Jasa 10 0,91 Lainnya 244 22,36 1.092 100 Sumber: Buku Monografi Desa Dukutalit 2017 Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang mempunyai jumlah tertinggi yaitu
sebesar 771 jiwa dikarenakan keadaan wilayah Desa Dukutalit tidak
mempunyai lahan sawah dan dekat dengan daerah yang ramai
menjadikan masyarakat memilih sebagai pedagang. Urutan berikutnya
adalah lainnya yaitu terdiri dari karyawan swasta, pegawai negeri
(PNS), anggota polisi dan TNI yaitu sebesar 244 jiwa. Sedangkan
mata pencaharian paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah sektor
jasa sebesar 10 jiwa karena wiliayah tersebut tidak memiliki lahan
untuk pertanian.
c. Keadaan Sarana Perekonomian
Kondisi perekonomian suatu wilayah merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Perkembangan
perekonomian dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian yang memadai. Pasar merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id46
jalannya roda perekonomian di suatu daerah. Pasar berfungsi sebagai
tempat yang penting dalam penyaluran barang dan atau jasa. Seiring
dengan perkembangan pembangunan, maka banyak bermunculan pasar-
pasar baik pasar yang didirikan oleh pemerintah maupun perorangan.
Jumlah pasar pemerintah menurut jenis pasar di Kecamatan Juwana
tahun 2015-2017 dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Jumlah pasar pemerintah menurut jenis pasar di Kecamatan Juwana keadaan 2015-2017 Jenis Pasar 2015 2016 2017 Pasar Grosir Tradisional 1 1 1 Pasar Daerah 1 1 1 Pasar Pembangunan - - - Pasar Desa - - - Pasar Hewan - - - Pasar Burung 1 1 1 Pusat Jajanan Khas Pati 1 1 1 Pasar Grosir Modern - 1 1 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati, 2018 Tabel 10 menunjukkan bahwa sarana perekonomian di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati terdapat beberapa pasar yaitu pasar grosir tradisional, pasar daerah, pasar burung, pusat jajanan khas Pati, pasar grosir modern. Pasar daerah yaitu bernama pasar Porda
yang digunakan pengusaha bandeng presto sebagai tempat membeli
bandeng segar dari nelayan yang menjual ikan disana, pasar Porda
sebagai pusat produk ikan dari nelayan yang menjual hasil
tangkapannya. Dimana peluang untuk menjual bandeng presto lebih
mudah untuk dipasarkan di pusat jajanan khas Pati.
d. Keadaan Usaha Tani
Sebagian besar masyarakat Juwana bermata pencaharian di
bidang pertanian padi palawija. Namun, karena letak geogafis Kecamatan
Juwana yang juga berbatasan dengan Laut Jawa, maka tak heran jika
kecamatan ini juga memiliki potensi yang cukup besar dalam bidang
kelautan khususnya garam dan tambak. Hal ini menyebabkan masyarakat yang berada di wilayah pesisir berkerja sebagai pekerja tambak dan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id47
indusrti pembuatan garam briket dan garam halus. Lahan pertanian yang
ada di Juwana banyak ditanami tanaman pangan dan palawija.
Kecamatan Juwana merupakan salah satu kecamatan yang memiliki
potensi penghasil perkebunan tebu.
1. Pertanian Tanaman Pangan
Keadaan pertanian tanaman pangan Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati mempunyai produksi padi, jagung, dan kacang hijau sebagai keunggulan di daerah tersebut. Dilihat dari luas tanam dan luas panen tanaman padi dan palawija (ha) di kecamatan juwana keadaan dari tahun 2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Luas Tanam Dan Luas Panen Tanaman Padi Dan Palawija (ha) di Kecamatan Juwana keadaan dari tahun 2013-2017 Jenis 2013 2014 2015 2016 2017 Tanaman LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP Padi 2.6 2.3 2.3 1.1 2.4 2.5 3.0 23 2.4 2.2 sawah 13 75 97 98 03 41 67 4 76 82 Jagung 31 31 10 10 32 32 2 2 2 2 Kacang 0 0 0 0 57 57 0 0 0 0 tanah Keterangan : LT : Luas Tanam LP : Luas Panen
Sumber: Balai Penyuluh Kecamatan Juwana
Tabel 11 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 luas tanaman
padi sawah tertinggi, sebaliknya luas panen rendah, dikarenakan pada
tahun 2016 terdapat musibah banjir mengakibatkan panen menjadi
sedikit. Tanaman pangan tertinggi luas tanaman dan luas panennya
adalah padi, karena daerah tersebut daerah perairan cocok digunakan
sebagai tanaman padi sawah. Selanjutnya untuk jagung luas tanaman
dan luas panen berfluaktif, karena penanaman jagung tergantung
musim dan luas tanamannya tergolong sedikit daripada padi sawah.
begitu tanaman kacang tanah sebagai tanaman tambahan, pada tahun
2015 saja petani di Kecamatan Juwana menanam kacang tanah.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id48
2. Perkebunan
Perkebunan salah satu sektor pertanian penyumbang
pendapatan daerah. Kecamatan Juwana merupakan salah satu
kecamatan yang memiliki potensi penghasil perkebunan tebu. Luas
areal tanaman perkebunan di kecamatan Juwana, Kabupaten Pati pada
tahun 2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Luas Areal Tanaman Perkebunan (ha) di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Pada Tahun 2013-2017 Jenis Tanaman 2013 2014 2015 2016 2017 Kelapa 65 65 65 64 60,25 Kelapa Kopyor 2,5 2,5 2,5 2,5 2 Kapok 94 94 94 90 81,75 Tebu 207,54 243,26 203,44 203,44 151,99 Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati Tabel 12 menunjukkan bahwa luas areal tanaman perkebunan di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati pada tahun 2013-2017 selalu menurun diakrenakan kepadatan penduduk menjadikan lahan tersebut digunakan sebagai tempat tinggal. Luas areal tanaman perkebunan terbesar di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati yaitu perkebunan tebu, pada tahun 2014 luas areal tebu sangat tinggi sebesar 243,26 ha, sebaliknya pada tahun 2017 menurun menjadi 151,99 ha. Selanjutnya
tanaman kapok dari tahun 2013 sampai 2015 luas tanaman tetap,
tetapi pada tahun 2016 sampai 2017 sudah mulai turun. Sama halnya
tanaman kelapa dan kelapa kopyor setiap tahun turun luas areal
tanamannya.
3. Perternakan
Jenis ternak yang diusahakan di Kecamatan Juwana adalah
ternak besar seperti sapi potong, kerbau, kambing, domba, babi, ayam
potong, ayam kampung. Banyaknya pemilik dan jumlah ternak
menurut jenis ternak di Kecamatan Juwana tahun 2017 dapat dilihat
pada Tabel 13.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id49
Tabel 13. Banyaknya Pemilik Jumlah Ternak Menurut Jenis Ternak di Kecamatan Juwana Tahun 2017
Jenis Ternak Jumlah Pemilik Jumlah Ternak (ekor)
(orang) Sapi Potong 1.275 2.403
Kerbau 65 285 Kambing 197 6.627 Domba 14 193 Babi 25 182 Ayam Potong 7 238.000 Ayam Kampung 7.754 31.309 Sumber: Balai Penyuluh Kecamatan Juwana Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah pemilik ternak terbesar adalah ternak ayam kampung yaitu sebesar 7.754 orang dengan 31.309 ekor. Selanjutnya ternak sapi potong sebesar 1.275 orang dengan 2.403 ekor. Jumlah ternak terbanyak yaitu ternak ayam potong sebesar 238.000 yang dimiliki 7 orang. Selanjutnya ternak kambing sebesar 197 orang dengan 6.627 ekor, ternak kerbau sebesar 65 orang dengan 285 ekor, ternak babi sebesar 7 orang dengan 182 ekor. 4. Perikanan Produksi perikanan di Kabupaten Pati pada tahun 2017 adalah budidaya ikan air tawar, budidaya tambak, dan budidaya minapadi.
Luas lahan dan rumah tangga perikanan budidaya di Kabupaten Pati
tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Luas lahan dan rumah tangga perikanan budidaya (ha) di
Kabupaten Pati tahun 2017
Jenis Budidaya Luas Lahan (Ha) Rumah Tangga Perikanan (unit) Budidaya Tambak 10.406,05 9.277
Budidaya Air Tawar 434,99 2.271 Budidaya Minapadi 11 9
Jumlah 10.852,04 11.557 Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Pati
Tabel 14 menunjukkan bahwa luas lahan dan rumah tangga
perikanan budidaya terbesar pada tahun 2017 adalah budidaya tambak
yaitu sebesar 10.406,05 ha dengan 9.277 ha untuk rumah tangga perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan bandeng tambak sangat library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id50
banyak sehingga pengusaha bandeng presto dapat memperoleh bahan
baku bandeng segar sangat mudah. Selanjutnya luas lahan budidaya
air tawar sebesar 434,99 ha dengan 2.271 untuk rumah tangga
perikanan. Ketiga yaitu budidaya minapadi sebesar 11 ha dengan 9 ha
untuk rumah tangga perikanan.
e. Keadaan Industri
Pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi. Sektor industri memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian Kabupaten Pati, dengan distribusi terhadap PDRB Kabupaten Pati pada tahun 2017 sebesar 26,9 %. Sumbangan pertama sebelumnya pada tahun 2015 terbesar dari sektor pertanian digantikan oleh sektor industri tahun 2017. Adapun Banyaknya Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Usaha di Kecamatan Juwana dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Banyaknya Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Usaha di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017 No Jenis Industri Jumlah Usaha Jumlah Tenaga (unit) Kerja (orang) 1 Makanan dan Minuman 28 1.119 2 Tembakau 2 2.070
3 Tekstil 0 0 4 Kertas dan Percetakan 0 0
5 Kimia dan Barang dari Kimia 0 0 6 Kuningan 21 1.131 7 Industri lainnya 3 140
Jumlah 52 4.460
Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati 2018
Tabel 15 menunjukkan bahwa keadaan industri besar atau sedang
di Kecamatan Juwana terbesar adalah industri makanan memiliki total
jumlah unit sebesar 28 unit dengan 1.119 tenaga kerja, selanjutnya usaha
kuningan memiliki 21 unit usaha dengan 1.131 tenaga kerja. Hal ini
membuktikan bahwa industri makanan dan minuman ikut serta dalam
perbaikan ekonomi Kecamatan Juwana. Usaha bandeng presto
merupakan salah satu dari kelompok industri yang menyumbang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id51
perekonomian daerah Kecamatan Juwana. Adapun banyaknya usaha
rumah tangga dan tenaga kerja menurut jenis industri di Kecamatan
Juwana, Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Banyaknya Usaha Rumah Tangga dan Tenaga Kerja Menurut
Jenis Industri di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017
Jumlah Tenaga Kerja No Jenis Industri Jumlah Usaha (unit) (orang) 1 Kuningan 231 1.264 2 Batik 37 59 3 Pengolahan Ikan 56 1.069 4 Garam Rakyat 802 3.432 Jumlah 1.126 5.824 Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati 2018 Tabel 16 menunjukkan bahwa keadaan industri skala rumah tangga lebih besar daripada industri besar atau sedang. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah industri skala rumah tangga sebesar 1.126 unit dengan 5.824 tenaga kerja, sedangkan industri besar atau sedang sebesar 52 unit dengan 4.460. Usaha skala rumah tangga di Kecmatan Juwana, Kabupaten Pati yang terbesar adalah garam rakyat sebesar 802 unit dengan 3.432 tenaga kerja, dikarenakan daerah terletak dekat laut
sehingga masyarakat memanfaatkan lahan sebagai budidaya garam laut.
Selanjutnya usaha kuningan sebesar 231 unit dengan 1.264 tenaga kerja,
menurut Cantona (2018), bahwa masyarakat memilih usaha kuningan di
Kecamatan Juwana yaitu banyak tersedianya bahan baku yang murah dan
pangsa pasar yang masih terbuka luas. Selanjutnya usaha pengolahan
ikan sebesar 56 unit dengan 1.069 tenaga kerja, pengolah ikan di
Kecamatan Juwana terdiri dari, pengolah pindang, cabut duri, presto, dan
pengeringan ikan. Salah satu yang merupakan usaha pengolahan ikan
yaitu bandeng presto yang berada di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati berjumlah 12 unit usaha skala UMKM.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id52
B. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Karakteristik Responden Usaha Bandeng Presto Skala UMKM
Karakteristik responden ialah gambaran secara umum tentang
keadaan dan latar belakang responden yang berhubungan dan
berpengaruh terhadap kegiatan produksi dalam menjalankan usahanya.
Responden pada penelitian ini adalah pengusaha bandeng presto yang
pada masa penelitian masih aktif berproduksi di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Karakteristik dari responden pengusaha bandeng presto meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam produksi, jumlah tenaga kerja luar, lama mengusahakan, status usaha, dan alasan usaha. 1. Umur Responden Berdasarkan umur angkatan kerja, penduduk dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu usia belum produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia non produktif (65 tahun keatas). Jumlah dan persentase responden berdasarkan berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto
Skala UMKM Berdasarkan Umur di Desa Dukutalit Jumlah Kelompok Umur No Responden Persentase (%) (Tahun) (orang)
1 0-14 0 0 2 15-64 12 100 3 65+ 0 0
Jumlah 12 100
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 17 menunjukkan bahwa umur rata-rata responden
bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
termasuk dalam umur yang produktif, yaitu 15-64 tahun sehingga
usaha industri rumah tangga bandeng presto skala UMKM yang
dijalankan masih mempunyai prospek untuk terus berkembang dan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id53
mampu menerima informasi serta teknologi baru juga mempunyai
kreatifitas untuk kemajuan usahanya.
2. Lama Pendidikan Responden
Pendidikan ialah salah satu faktor penting untuk responden
dalam hal menerima dan menerapkan teknologi baru, disamping
kemampuan dan keterampilan dari pengusaha itu sendiri. Pendidikan
akan mempengaruhi pola pikir pengusaha dalam menjalankan kegiatan usahanya dan pengambilan keputusan dalam usaha bandeng presto yang dihasilkannya. Selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi pengusaha dalam menyerap informasi terbaru yang dapat diterapkan dalam kegiatan usahanya. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pendidikan di Desa Dukutalit dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Pendidikan di Desa Dukutalit Jumlah Responden No Tingkat Pendidikan Persentase (%) (orang) 1 Tamat SD 2 16,7 2 Tamat SMP 2 16,7 3 Tamat SMA 7 58,3 4 Tamat Sarjana 1 8,3
Jumlah 12 100
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rata-rata
responden bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati yaitu tamat SMA 58,3%, hal ini menunjukkan bahwa
rata-rata responden sudah memenuhi syarat pendidikan formal 12
tahun atau setingkat dengan SMA, namun tidak semua responden
berasal dari lulusan SMA, sebab ada responden yang lulus SD, SMP,
dan Sarjana. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola berpikir
dalam meningkatkan usaha yang dimiliki, sehingga dalam
pengambilan keputusan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id54
3. Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi dalam usaha
bandeng presto. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka akan
berpengaruh pada menuntutnya pengusaha untuk mendapatkan uang
yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Jumlah anggota
keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak. Jumlah dan persentase
responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit No Anggota Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2-4 3 25 2 5-6 9 75 Jumlah 12 100 Sumber: Analasis Data Primer Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga responden usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati yaitu 5-6 orang (75%). Anggota keluarga akan mempengaruhi semua proses usaha yang dijalankan.
Adanya anggota keluarga mempengaruhi produksi dan penjualan,
semakin banyak anggota keluarga, maka tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan hidup juga banyak. Anggota keluarga.
4. Jumlah Anggota Keluarga Yang Terlibat Dalam Produksi
Besar kecilnya jumlah anggota keluarga ini berpengaruh
terhadap ketersediaan jumlah tenaga kerja usaha industri bandeng
presto, terutama tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga yang
ikut terlibat dalam kegiatan produksi.Jumlah dan persentase responden
berdasarkan jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam produksi
dapat dilihat pada Tabel 20.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id55
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Yang
Terlibat Dalam Produksi di Desa Dukutalit Anggota Keluarga Jumlah No Persentase (%) Yang Terlibat (orang)
1 0 0 0 2 1 1 8,3 3 2 7 58,3 4 ≥ 3 4 33,3 Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Tabel 20 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usaha bandeng presto pada responden yaitu 2 anggota keluarga yang aktif dalam kegiatan produksi yaitu ibu rumah tangga. Anggota yang terlibat mempengaruhi proses produksi agar berjalan dengan optimal. Jumlah anggota keluarga yang terlibat jika produksi semakin banyak, maka tenaga kerja anggota keluarga juga semakin banyak agar proses produksi berjalan dengan optimal. 5. Jumlah Tenaga Kerja Luar Keluarga Besar kecilnya jumlah tenaga kerja luar keluarga ini juga berpengaruh terhadap ketersediaan jumlah tenaga kerja usaha industri
bandeng presto. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah
tenaga kerja luar keluarga dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit
Tenaga Kerja Luar No Jumlah (orang) Persentase (%) Keluarga 1 0 2 16,7 2 1 5 41,7
3 2 2 16,7 4 3 0 0
5 ≥ 4 3 25,0 Jumlah 12 100
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 21 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tenaga kerja luar keluarga dalam usaha bandeng presto yaitu menggunakan tenaga library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id56
kerja luar berjumlah 1 orang walaupun ada yang menggunakan tenaga
kerja luar lebih dari 1 orang. Responden ada juga yang tidak
menggunakan tenaga kerja luar dikarenakan sudah ada tenaga kerja
dalam keluarga yang sudah membantu proses produksi, sehingga tidak
perlu menggunakan tenaga kerja luar. Tenaga kerja luar biasanya
dipanggil jika responden banyak pesanan, sehingga pada saat proses
produksi bisa berjalan dengan optimal. 6. Lama Mengusahakan Responden Dalam Usaha Pembuatan Bandeng Presto Keberhasilan usaha bandeng presto tidak hanya ditentukan oleh tingkat pendidikan, tetapi juga ditentukan oleh bakat dan lama dalam mengusahakannya. Lama usaha bandeng presto tersebut menunjukkan lama waktu responden dalam mengusahakan bandeng presto dalam hal produksi dan pemasaran bandeng presto. Berdasarkan lama mengusahakan yang dimiliki oleh responden diharapkan responden mampu lebih baik lagi kedepannya, sehingga dapat mempertahankan serta meningkatkan skala usaha dan mampu meningkatkan keuntungannya. alasan responden dalam menjalankan
usahanya sebagai pengusaha bandeng presto adalah untuk
meningkatkan nilai tambah ikan bandeng dan memberikan
keuntungan kepada pengusaha bandeng presto, karena sudah di bekali
dengan pengalaman dan melanjutkan usaha yang sudah di rintis oleh
pendahulunya dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Lama Mengusahakan Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit
No Tahun Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < 5 3 25
2 5-10 2 16,7 3 > 10 7 58,3 Jumlah 12 100
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata lama mengusahakan usaha bandeng presto yaitu 10 tahun lebih. Hal ini membuktikan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id57
bahwa bandeng presto sudah lama diusahakan dan eksistensinya
masih terus dikembangkan hingga saat ini. Lama usaha berpengaruh
pada keaktifan dan usaha yang dikembangkan, sehingga konsumen
tetap bisa membeli produk bandeng presto yang ada di Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.
b. Status Usaha Bandeng Presto Skala UMKM
1. Status Pekerjaan Setiap kegiatan usaha yang dilakukan dapat merupakan usaha utama ataupun usaha sampingan. Begitu juga dengan usaha industri bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Status pekerjaan bisa dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Status Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit No Status Usaha Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Pekerjaan Utama 11 91,7 Pekerjaan 2 1 8,3 Sampingan Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Tabel 23 menunjukkan bahwa rata-rata status usaha responden bandeng presto yaitu sebagai pekerjaan utama. Hal ini menunjukkan
bahwa usaha bandeng presto lebih menguntungkan daripada pekerjaan
lainnya. Letak usaha yang dekat dengan tambak bandeng menjadikan
usaha bandeng presto digunakan sebagai usaha utama, dan mampu
membuka lapangan pekerjaan.
2. Status Perizinan
Perizinan usaha sangat berpengaruh dalam proses berjalannya
usaha itu kedepannya. Perizinan dari Dinas Kesehatan membuat usaha
bandeng presto terbukti aman dikonsumsi oleh konsumen. Dibawah
ini tabel mengenai status perizinan usaha bandeng presto Tabel 24.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id58
Tabel 24. Status Perijinan Responden Industri Bandeng Presto skala
UMKM di Desa Dukutalit No Status Perijinan Jumlah (orang) Persentase (%)
Sudah memiliki Ijin 1 8 66,7 Dinas Kesehatan Belum memiliki ijin 2 4 33,3 Dinas Kesehatan Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Tabel 24 menujukkan bahwa hampir semua responden usaha bandeng presto yang berjumlah 8 responden sudah memiliki izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, dan 4 responden masih belum memiliki izin dari Dinas Kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa responden usaha bandeng presto sudah sadar untuk memberikan izin usahanya, dikarenaakan jika ada izin dari Dinas Kesehatan berarti usaha yang dijalankan aman untuk dikonsumsi, sehingga konsumen memiliki keprcayaan untuk mengansumsinya. c. Alasan Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM Pengusaha pasti memiliki alasan untuk usaha yang dijalankan dan berusaha untuk mempertahankannya. Alasan usaha industri bandeng
presto di Desa Dukutalit dapatdilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Alasan Utama Responden Mengusahakan Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit
No Alasan Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Usaha warisan 5 41,7 Lebih menguntungkan 2 3 25 dari usaha yang lain
Pengalaman sebagai 3 4 33,3 buruh
Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 25 menunjukkan bahwa rata-rata alasan utama responden
mengusahakan usaha bandeng presto ini yaitu usaha warisan sebesar 41,7% dari total responden. Hal ini karena usaha bandeng presto telah diusahakan sejak lama oleh keluarga responden. Alasan yang kedua library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id59
untuk mengusahakan usaha bandeng presto adalah pengalaman sebagai
buruh dikarenakan adanya pengalaman menjadikan responden ingin
membuat usaha sendiri sebagai usaha bandeng presto. Selanjutnya alasan
responden untuk mengusahakan bandeng presto adalah lebih
menguntungkan dari usaha lainnya, hal ini karena potensi usaha bandeng
presto sangat prospektif untuk diusahakan.
d. Modal Usaha Bandeng Presto Skala UMKM Kegiatan usaha yang dilakukan seseorang atau kelompok orang yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan pendapatan, namun dari setiap kegiatan usaha pasti membutuhkan modal. Sebagaimana usaha industri bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati juga memiliki sumber modal bisa dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Sumber Modal Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit No Alasan Usaha Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Modal Sendiri 9 75 2 Modal Pinjaman Keluarga 3 25 Jumlah 12 100 Sumber: Anlisis Data Primer Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata sumber modal responden
usaha bandeng presto yaitu modal sendiri sebanyak 9 orang (75%). Hal
ini karena produksi bandeng presto yang diusahakan responden tidak
membutuhkan modal yang besar. Selanjutnya responden yang
menggunakan sumber modal pinjaman keluarga sebanyak 3 orang (25%).
Hal ini karena awal produksi belum mempunyai cukup dana sehingga
harus meminjam sumber modal. Usaha bandeng presto di Desa Dukutalit,
Kecmatan Juwana, Kabupaten Pati tersebut merupakan industri skala
UMKM sehingga modal yang dimiliki untuk produksi bandeng presto.
Pendapatan dari usaha bandeng presto sebagian digunakan untuk
penambahan modal dalam pembuatan bandeng presto.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id60
e. Bahan Baku Usaha Bandeng Presto Skala UMKM
Bahan baku bandeng merupakan bahan utama dalam pembuatan
bendeng presto. Pengadaan bahan baku, sistem pengadaanya dan cara
pembayaran bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 27.
Tabel 27. Pengadaan, Sistem Pengadaan dan Cara Pembayaran Bahan
Baku Ikan Bandeng Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit Responden No. Uraian Jumlah Prosentase(%) (orang) 1 Pengadaan a. Membeli Dari Pedagang 12 100 Perantara Jumlah 12 100 2 Sistem Pengadaan a. 1 kali Produksi 11 91,7 b. Lebih dari1 kali Produksi 1 8,3 Jumlah 12 100 3 Cara Pembayaran a. Tunai di muka 12 100 Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Berdasarkan tabel 27 menunjukkan bahwa untuk pengadaan
bahan baku yaitu ikan bandeng segar seluruh responden membeli dari
pedagang perantara. Hal ini karena pengusaha bandeng presto tidak ada
yang mempunyai tambak sendiri, produsen bandeng presto Desa
Dukutalit membeli ikan bandeng segar di Pasar Porda Juwana (pasar
daerah). Pasar Porda Juwana menjadi pusat pasar hasil dari laut dan
tambak di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, maka dari itu semua
pengusaha bandeng presto membeli bahan baku di pasar tersebut.
Sistem pengadaan bahan baku yaitu ikan bandeng segar yang
dibeli langsung di Pasar Porda Juwana. Produsen bandeng presto di Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati membeli ikan bandeng
segar untuk digunakan 1 kali produksi yaitu sebanyak 11 responden yang menggunakannya, dan 1 responden menggunakan lebih dari 1 kali library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id61
produksi. Produsen yang membeli dengan menggunakan 1 kali produksi
ikan bandeng segar dan langsung dijadikan bandeng presto sesuai
pesanan yang diinginkan konsumen. Sebaliknya jika produsen
menggunakan sistem lebih dari 1 kali produksi berarti ikan bandeng
segar setelah di beli dari Pasar Porda, sebagian ada yang disimpan di
freezer. Cara pembayaran yang dilakukan oleh produsen bandeng presto
seluruhnya tunai dimuka karena mereka membeli pada pedagang perantara di pasar. f. Peralatan Usaha Bandeng Presto Skala UMKM Peralatan usaha ialah salah satu syarat penting yang harus ada dalam kegiatan produksi, karena kegiatan produksi tidak dapat berjalan apabila alat yang dibutuhkan tidak tersedia. Alat yang digunakan untuk kegiatan produksi antara lain: wajan, timbangan, baskom, tungku, kompor, pisau, alat perajang, panci presto, blender, ember, dan kipas angin. Usaha bandeng presto di Desa Dukutalit masih menggunakan alat tradisional misalnya tungku (dengan kayu bakar), sebagian besar sudah menggunakan kompor gas dalam proses produksinya. Kegunaan dari masing-masing peralatan dalam proses produksi
pembuatan bandeng presto adalah sebagai berikut:
a) Wajan berfungsi untuk menggorang ikan bandeng yang sudah di
presto dalam panci presto
b) Timbangan berfungsi untuk menimbang ikan yang sudah didapat dari
pasar lalu bandeng dikategorikan menurut berat dan jumlahnya
c) Baskom berfungsi untuk mencampur bumbu-bumbu yang sudah
diblender dengan bandeng sebelum di presto
d) Tungku sebagai tempat masak bandeng presto menggunakan kayu
bakar
e) Kompor berfungsi untuk memasak bandeng menjadi bandeng presto
(bandeng presto basah) dan sekaligus sebagai memasak bandeng
basah yang sudah dipresto menjadi bandeng presto kering (goreng) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id62
f) Pisau berfungsi untuk menyayat isi perut bandeng yang akan
dikeluarkan agar bersih dari kotoran isi perut
g) Alat perajang berfungsi untuk alas saat proses pengambilan isi perut
bandeng
h) Panci presto berfungsi untuk memasak bandeng menjadi bandeng
presto menggunakan tekanan dari dalam panci sehingga duri bandeng
menjadi lunak i) Blender berfungsi untuk menghaluskan bumbu-bumbu bandeng presto j) Ember berfungsi untuk tempat proses pencucian ikan bandeng dan pengambilan kotoran dalam perut ikan bandeng k) Kipas angin sebagai pendingin bandeng presto sesudah di presto dan dimasak kering g. Proses Produksi a) Menyiapkan bahan baku bandeng segar yang akan di porduksi, setiap satu kali produksi rata-rata berkisar 20-30 kg bandeng segar. Setelah itu bandeng di cuci dan diambil isi perutnya sampai bersih. b) Menyiapkan bumbu-bumbu, seperti garam, bawang putih, kunyit, daun jeruk, daun salam, sereh, setelah itu diblender hingga lembut
c) Bandeng yang sudah dicuci tadi dilumuri dengan bumbu yang sudah
di belnder ke dalam baskom hingga meresap
d) Menyusun bandeng yang sudah dilumuri bumbu di cobek (anyaman
bambu) dan dibawah bandeng diberi daun pisang agar tidak lengket
dan mudah diangkat setelah matang.
e) Menyiapkan panci presto, cobek yang sudah disusun tadi lalu
dimasukan kedalam panci hingga hampir penuh, setelah itu tutup
rapat.
f) Menunggu hingga mendidih dan menguap sekitar 2,5 jam
g) Mengangkat panci presto, lalu angkat bandeng dan susun di tampah
diangin-angin dengan kipas angin, bandeng yang sudah dingin
tersebut bernama bandeng presto basah library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id63
h) Jika bandeng ingin dijadikan bandeng presto kering (bandeng presto
goreng), siapkan telur dan tepung tapioka, lalu telur dikocok dan
dicampur dengan tepung tapioka. Bandeng basah yang sudah dingin
dilumuri dengan telur dan tepung tapioka.
i) Menyiapakan minyak goreng kedalam panci hingga hampir penuh,
tunggu minyak hingga panas
j) Menggoreng bandeng yang sudah dilumuri dengan telur dan tepung tapioka hingga matang, lalu tiriskan k) Setelah itu bandeng presto didinginkan menggunakan kipas angin, lalu siap untuk dikemas h. Pemasaran Pengusaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati memasarkan bandeng presto ke berbagai tempat. Sebagian besar penjual bandeng presto melakukan penjualalan di pasar Juwana serta pasar-pasar di Kabupaten Pati. Selain menjual ke pasar, beberapa produsen menerima pesanan untuk acara-acara pernikahan, tasyukuran, dan acara lain yang membutuhkan bandeng presto sebagai makanan. Produsen yang memiliki langganan pedagang perantara datang
sendiri langsung kerumah produsen.
Tabel 28. Pemasaran Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala
UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
No Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Dipasarkan Sendiri 7 58,3
2 Lewat Pedagang Perantara 1 8,3 Dipasarkan Sendiri dan 3 4 33,4 Lewat Pedagang Perantara
Jumlah 12 100
Sumber: Anlisis Data Primer
Tabel 28 menunjukkan bahwa rata-rata pemasaran responden usaha
bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
yaitu dipasarkan sendiri. Hal ini dikarenakan responden lebih memilih
dipasarkan sendiri kepada konsumen dan konsumen secara langsung library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id64
memesan ketempat responden. Pemasaran lewat pedagang perantara
dilakukan oleh 1 responden. Hal ini dikarenakan responden hanya
memproduksi jika ada pesanan oleh pedagang perantara sebagai reseller.
i. Analisis Usaha Bandeng Presto Skala UMKM
1. Analisis Biaya
Biaya dalam penelitian ini adalah biaya total yang digunakan dalam
usaha bandeng presto. Biaya total tersebut terbagi menjadi biaya eksplisit dan biaya implisit, dan dinayatakan dengan satuan rupiah. a. Biaya implisit Biaya implisit adalah biaya yang sifatnya hanya diperhitungkan (imputed) saja sebagai biaya, tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang dibayarkan secara nyata oleh petani dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya implisit terdiri dari tenaga kerja dalam (keluarga), penyusutan alat, dan bunga modal sendiri. Rata- rata biaya implisit usaha bandeng presto dapat dilihat pada tabel 29. Tabel 29. Rata-rata Biaya Implisit Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati No. Jenis Biaya Implisit Biaya Implisit Prosentase (Rp) (%) 1 Tenaga Kerja Dalam 2.063.333 93,205
2 Bunga Modal Sendiri 113.583 5,131 3 Penyusutan 36.833 1,664
Jumlah 2.213.750 100 Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 14
Tabel 29 menunjukkan bahwa rata-rata biaya implisit pada
usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,
Kabupaten Pati. Kontribusi rata-rata biaya implisit terbesar berasal
dari tenaga kerja. Biaya rata-rata tenaga kerja dalam dengan rata-
rata sebesar Rp 2.063.333,- (93,205%) per bulan. Rata-rata tenaga
kerja dalam untuk bandeng presto kering (goreng) sebesar 3 orang
dan untuk bandeng basah sebesar 2 orang dengan biaya rata-rata
sebesar Rp 106.667,- per produksi. Tenaga kerja dalam usaha bandeng presto melibatkan keluarga seperti ibu dan anak. Rata-rata library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id65
Tenaga kerja dalam lebih banyak dibandingkan tenaga kerja luar,
dikarenakan bantuan keluarga sudah cukup untuk membuat
bandeng presto.
Rata-rata biaya bunga modal sendiri berada pada urutan
kedua, yaitu sebesar Rp 113.583,- (5,131 %). Untuk menghitung
bunga modal sendiri menggunkan rumus :
B = P x i Keterangan : B : Bunga modal sendiri (rupiah) P : Modal sendiri (rupiah) I : Suku bungan rill (%) Nilai suku bunga diperoleh dari data Bank Rakyat Indonesia yaitu sebesar 1,45 % pada bulan Desember 2018. Suku bunga tersebut waktu penelitian ini dilakukan pada bulan tersebut. Bunga modal sendiri diperoleh dari awal modal pertama untuk membuka sebuah usaha bandeng presto dikalikan dengan suku bunga saat itu juga. Alat yang digunakan pada usaha bandeng presto masih
sederhana yaitu panci presto, kompor, timbangan, wajan, kipas
angin, serok, pisau, ember, talenan, spatula, lumpang dan alu.
Pembelian pada awal mereka usaha sehingga penyusutan peralatan
juga kecil. Rata-rata biaya penyusutan peralatan berada pada urutan
ketiga yaitu sebesar Rp 36.833,- (1,664%).
b. Biaya eksplisit
Biaya eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata
dikeluarkan oleh petani (out of pocket expenditure) dalam
penyelenggaraan usahatani. dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
Biaya eksplisit terdiri dari bahan baku, biaya penolong,
transportasi, bahan bakar, pengemasan, tenaga kerja luar, pajak,
dan listrik yang besarnya dapat dilihat pada tabel 30. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id66
Tabel 30. Rata-rata Biaya Eksplisit Usaha Bandeng Presto Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
No. Jenis Biaya Biaya Eksplisit Prosentase (%) Eksplisit (Rp)
1 Bahan Baku 24.638.333 69,979 2 Pengemasan 4.254.085 12,083 3 Bahan Penolong 2.801.487 7,957
4 Tenaga Kerja Luar 1.875.833 5,328 5 Bahan Bakar 1.411.667 4,010 6 Transportasi 220.417 0,626 7 Listrik 5.940 0,017 8 Pajak 181 0,001 Jumlah 35.207.944 100 Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 15 Tabel 30 menunjukkan bahwa sumber biaya eksplisit usaha bandeng presto terbesar berasal dari biaya rata-rata bahan baku yaitu sebesar Rp 24.638.333,- (69,979%) selama satu bulan. Pembelian bahan baku selalu menjadi biaya yang besar karena pembelian harus banyak sesuai pesanan konsumen. Harga dari ikan bandeng sendiri sangat fluktuatif tergantung musim dan cuaca, jika musim hujan ikan bandeng lebih berlimpah dan murah dibandingakan saat musim panas. Pada musim panas ikan bandeng
tidak banyak dibudidayakan karena penambak ikan bandeng
memilih tambak garam.
Rata-rata biaya pengemasan berada diurutan kedua, yaitu
sebesar Rp 4.254.085,- (12,083%). Pengemasan bandeng presto
untuk bandeng presto kering (goreng) menggunakan kemasan box
sedang dan kertas minyak yang harga rata-rata kemasan box
sebesar Rp 400,- dan kertas minyak sebesar Rp 48,- per lembar, 1
box berisi 2 buah bandeng presto kering (goreng). Pengemasan
untuk bandeng basah menggunakan kemasan sedang yang sama
dengan bandeng kering tanpa kertas minyak dimasukan dalam
plastik vacuum. Harga box Rp 1000,- per pcs, 1 box berisi 2 buah
ikan bandeng presto basah. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id67
Rata-rata biaya diurutan ketiga adalah biaya bahan penolong
yaitu sebesar Rp 2.801.487,- (7,957%). Bahan penolong untuk
bandeng presto kering (goreng) diantaranya adalah garam, bawang
putih, kunyit, sereh, daun jeruk, daun salam, ketumbar, telur, dan
tepung tapioka. Harga rata-rata pada saat penelitian untuk garam
sebesar Rp 4.300,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 44
Kg per bulan. Bawang putih seharga Rp 20.000 per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 13 Kg per bulan. Kunyit seharga Rp 18.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 4,69 Kg per bulan. Sereh seharga Rp 10.000,- per Kg dengan kebutuhan rata- rata sebesar 4 Kg per bulan. Daun jeruk seharga Rp 83,- per lembar dengan kebutuhan rata-rata sebesar 156 lembar per bulan. Daun salam seharga Rp 100,- per lembar dengan kebutuhan rata-rata sebesar 591 lembar per bulan. Ketumbar seharga Rp 20.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 2 Kg per bulan. Telur seharga Rp 22.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 44 Kg per bulan. Tepung tapioka seharga Rp 8.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 52 Kg per bulan. Bahan penolong
untuk bandeng presto basah harga bahan baku sama tetapi tidak
menggunakan telur dan tepung tapioka, kebutuhan untuk garam
sebesar 21 Kg per bulan, bawang putih sebesar 5 Kg per bulan,
kunyit sebesar 0,65 Kg per bulan, sereh sebesar 1 Kg per bulan,
daun jeruk sebesar 102 lembar per bulan, daun salam sebesar 231
lembar per bulan, ketumbar sebesar 0,46 Kg per bulan.
Biaya tenaga kerja luar pada usaha bandeng presto rata-rata
sebesar Rp 1.875.833,- (5,328%) per bulan. Rata-rata tenaga kerja
luar untuk bandeng presto kering (goreng) sebesar 2 orang dan
untuk bandeng basah sebesar 1 orang dengan jumlah biaya rata-rata
sebesar Rp 117.500,- per produksi, yaitu 1 kali produksi dalam 1
hari. Tenaga kerja luar usaha bandeng presto melibatkan tetangga dekat rumah. Rata-rata tenaga kerja luar lebih sedikit dibandingkan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id68
tenaga kerja dalam, dikarenakan bantuan keluarga responden sudah
cukup untuk membuat bandeng presto.
Biaya rata-rata bahan bakar berada diurutan kelima yaitu
sebesar Rp 1.411.667,- (4,010%) per bulan. Bahan bakar yang
digunakan usaha bandeng presto kering (goreng) 11 responden
menggunakan gas ukuran 3 kg dan 1 responden menggunakan
ukuran 12 kg, dibutuhkan sebesar 48 buah tabung gas ukuran 3 kg atau 4 buah tabung gas ukuran 12 kg. Bahan bakar untuk bandeng presto basah menggunakan gas ukuran 3 kg yaitu sebesar 28 buah. Biaya untuk transportasi bahan baku dan pemasaran tergantung pada jarak tempuh, semakin jauh dari rumah pengusaha maka semakin banyak biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Biaya rata-rata sebesar Rp 220.417,- (0,626%) per bulan. Transportasi untuk membeli bahan baku ikan bandeng presto rata- rata menggunakan becak dan motor, sedangkan untuk pemasaran menggunakan motor. Biaya rata-rata untuk pajak rumah (PBB) sebagai tempat usaha sebesar Rp 181,- (0,-1%) per bulan, rata-rata luas untuk 2 produksi sebesar 27,51 m . Biaya rata-rata kebutuhan listrik sebesar
Rp 5.940,- (0,017) per bulan dengan frekuensi listrik sebesar
23,765 jam per bulan. Kebutuhan listrik dihitung dengan lama
waktu yang digunakan untuk proses produksi bandeng presto.
c. Biaya total
Biaya total merupakan penambahan rata-rata biaya implisit dengan
biaya eksplisit yang bisa dilihat pada tabel 31.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id69
Tabel 31. Rata-rata Biaya Total Usaha Bandeng Presto Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
No. Jenis Biaya Total Jumlah Total Rata-rata Prosentase (%)
1 Biaya Eksplisit 35.207.944 94,084 2 Biaya Implisit 2.213.750 5,916 Jumlah 37.421.693 100
Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 16 Tabel 31 menunjukkan bahwa kontributor terbesar berasal dari biaya eksplisit dengan rata-rata sebesar Rp 35.207.944,- (94,084%) per bulan. Hal ini dikarenakan komponen biaya eksplisit lebih banyak dibandingkan biaya implisit sehingga biaya eksplisit yang dikeluarkan lebih besar, sedangkan biaya implisit usaha bandeng presto sebesar Rp 2.213.750,- (5,916%) sehingga biaya total rata-rata sebesar Rp 37.421.693,- per bulan. 2. Penerimaan, Keuntungan, Efisiensi (R/C), dan Profitabilitas Penerimaan pengusaha bandeng presto yaitu bandeng presto yang berukuran sedang, dikarenakan saat penelitian responden memproduksi bandeng presto ukuran sedang. Penerimaan merupakan hasil dari rata-rata penjualan bendeng presto per bulan. Keuntungan
yang diperoleh pengusaha bandeng presto di D esa Dukutalit
merupakan selisih penerimaan bandeng presto dengan biaya total yang
dikeluarkan oleh produsen. Profitabilitas merupakan hasil bagi antara
keuntungan usaha dengan biaya total yang dinyatakan dalam persen.
Efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya
penerimaan dari produksi bandeng presto dan biaya yang digunakan
untuk memproduksi bandeng presto yaitu dengan menggunakan R/C
ratio. Besarnya rata-rata penerimaan, keuntungan, profitabilitas, dan
efisiensi (R/C) usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan
Juwana, Kabupaten Pati bisa dilihat pada tabel 32.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id70
Tabel 32. Rata-rata Penerimaan, Keuntungan, Profitabilitas, dan
Efisiensi (R/C) Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
No. Uraian Rata-rata Per Produsen (Rp)
1 Penerimaan 52.839.583
2 Biaya Total 37.421.693 3 Keuntungan 15.417.890
4 Profitabilitas 41,2 5 Efisiensi (R/C) 1,41 Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 17 sampai 18a Tabel 32 menunjukkan bahwa dalam satu bulan, setiap pengusaha bandeng presto mendapatkan penerimaan rata-rata usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Juwana sebesar Rp 52.839.583,- per bulan dengan biaya total rata-rata per produsen sebesar Rp 37.421.693,- sehingga rata-rata keuntungan usaha bandeng presto bulan Desember 2018 di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati adalah sebesar Rp 15.417.890,-. Profitabilitas atau tingkat keuntungan dari usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sebesar 41,2 %, yang berarti setiap modal Rp 100,- yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan Rp 41,2. Misalnya saja, awal produsen bandeng
presto mengeluarkan modal sebesar Rp 100.000,- maka produsen akan
memperoleh keuntungan sebesar Rp 41.200,-. Usaha bandeng presto
ini termasuk dalam kriteria menguntungkan karena memiliki nilai
profitabilitas lebih dari nol.
nilai efisiensi R/C ratio dari usaha bandeng presto di Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dalam penelitian ini
adalah sebesar 1,41. Berdasarkan kriteria yang digunakan, maka usaha
ini sudah efisien karena nilai efisiensi R/C ratio lebih dari 1(≥1). Hal
ini sesuai dengan pendugaan yang dilakukan pada saat awal
penelitian, yaitu usaha bandeng presto skala UMKM di Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah efisien. Nilai efisiensi usaha R/C ratio 1,41 berarti bahwa setiap 1 rupiah biaya library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id71
yang dikeluarkan oleh produsen bandeng presto akan didapatkan
penerimaan 1,41 kali biaya yang telah dikeluarkan tersebut.
Efisiensi tercapai karena minat pembeli dari bandeng presto
sangatlah banyak, dilihat dari pesanan yang dipesan oleh pembeli
sangat banyak. Bandeng merupakan ikan yang hidup di air payau dan
memiliki banyak duri. Bandeng presto merupakan bandeng olah yang
berasal dari bandeng yang dipresto sehingga durinya lunak. Bandeng merupakan ikan yang hidup di air payau dan memiliki banyak duri. Sebanyak 1 kg bandeng berisi 3-10 ekor ikan bandeng, maka setiap box berisi 2 bandeng presto. Bandeng presto kering (goreng) dijual dengan harga rata-rata Rp 9.100,- per box sedangkan untuk bandeng presto basah dijual dengan harga rata-rata Rp 27.500,- per box. Hal inilah yang menjadikan usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati memiliki tingkat efisiensi R/C ratio dari satu (R/C = 1,41 ≥ 1). Strategi produksi yang dilaksanakan oleh produsen cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana produsen dapat menekan pengeluaran usaha bandeng presto. Biaya bahan penolong, penjualan,
pengemasan, bahan bakar. Selain itu produsen dapat menekan biaya
tenaga kerja karena sebagian besar tenaga kerja yang terlibat dalam
produksi bandeng presto adalah tenaga kerja keluarga.
3. Analisis Risiko Usaha
Risiko usaha adalah suatu hasil atau akibat yang diketahui
kemungkinannya. Selain itu risiko juga diartikan sebagai kondisi
dimana produsen menerima pendapatan yang lebih kecil dari yang
diharapkan. Analisis risiko sangat diperlukan dalam usaha, karena
pengusaha dapat mengetahui sejauh mana modal yang digunakan akan
memberikan keuntungan dan seberapa besar risiko yang akan
ditanggungnya. Besarnya risiko usaha yang harus ditanggung oleh
setiap produsen bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dapat dilihat pada tabel 33. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id72
Tabel 33. Risiko Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan
Juwana, Kabupaten Pati
No. Uraian Rata-rata Per Responden 1 Keuntungan 15.417.890
2 Simpangan baku 25.055.663 3 Koefisien variasi 1,63 4 Batas bawah keuntungan -34.693.437
Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 18b Tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata keuntungan yang diterima produsen bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati selama satu bulan sebesar Rp 15.417.890. Dari perhitungan keuntungan tersebut, maka dapat diketahui besarnya simpangan baku usaha bandeng presto yaitu sebesar Rp 25.055.663. Simpangan baku adalah nilai pengembalian yang diharapkan, digunakan untuk mengukur risiko. Selanjutnya dapat dihitung koefisien variasi keuntungan dengan membandingkan simpangan baku dengan keuntungan. Koefisien variasi adalah perbandingan antara risiko yang harus ditanggung produsen dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi.
Nilai koefisiensi variasi lebih dari 0,5 (1,63>0,5) dan nilai batas
bawah keuntungan negatif Rp 34.693.437. Berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Hernanto (1993), batas bawah pendapatan
merupakan nilai nominal terendah yang mungkin didapatkan oleh
produsen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha bandeng presto yang
diusahakan di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati
berisiko mengalami kerugian sebesar Rp 34.693.437 setiap bulannya.
Risiko yang dihadapi produsen bandeng presto di Desa
Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati tinggi karena ada tiga
risiko yang harus dihadapi, risiko tersebut antara lain risiko harga,
risiko usaha dan risiko pasar. Risiko harga yang dihadapi oleh
produsen adalah kenaikan harga input yang terjadi mulai dari kenaikan harga ikan bandeng yang tinggi dan tidak stabilnya harga library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id73
ikan bandeng karena cuaca, jika cuaca hujan harga ikan bandeng
rendah dikarenakan banyak produsen ikan bandeng
membudidayakannya, sedangkan cuaca panas rata-rata tambak
digunakan untuk pembuatan garam. Hal ini produsen bandeng presto
harus memikirkan bagaimana dengan kenaikan harga ikan bandeng
ini, dalam memproduksi bandeng presto dapat menghasilkan
pendapatan dan tidak merugi. Risiko yang kedua yang harus di hadapi oleh produsen bandeng presto adalah risiko usaha, dimana risiko usaha ini terjadi dalam proses produksi. Dalam memproduksi bandeng presto apabila ikan bandeng yang digunakan sebagai bahan baku kualitasnya kurang baik maka bandeng yang diproduksi rasanya tidak terlalu enak, dan bau amis terasa. Hal ini terjadi karena ikan bandeng yang didapat kurang segar dan kualitasnya kurang baik. Risiko yang terakhir adalah risiko pasar, risiko pasar terjadi apabila bandeng presto yang diproduksi tidak laku terjual. Penyebab bandeng presto tidak terjual yaitu pedagang perantara tidak bejualan tanpa sepengetahuan produsen, dan sepinya konsumen sehingga
sebagian produk bandeng presto tidak terjual. Dalam satu hari
produsen rata-rata memproduksi bandeng presto sebesar 57 kg.
Produksi bandeng presto sebesar 57 kg ini tidak selalu laku, terkadang
bandeng presto ada yang rusak mengakibatkan bandeng presto tidak
bisa dijual. Ketiga risiko tersebut berakibat nilai koefisien variasi
besar yaitu diatas 0,5 dan nilai batas pendapatan (L) akan bernilai
negatif. Nilai koefisien yang lebih dari 0,5 dan batas bawah
pendapatan (L) negatif berati usaha tersebut memiliki risiko yang
tinggi. Perlu adanya tempat penyimpanan agar bisa awet dan bisa
dijual kembali keesokan harinya.
j. Kendala yang dihadapi
Usaha bandeng presto skala UMKM saat ini memiliki banyak kendala terutama mengenai bahan baku ikan bandeng. Harga ikan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id74
bandeng yang fluktuatif mengakibatkan produsen terpaksa membeli
tetapi dengan keuntungan yang sangat minim. Harga ikan bandeng yang
tinggi membuat produsen harus berpikir agar memperoleh keuntungan
walaupun harus merendahkan harga bandeng presto yang sama setiap
dijual ke pembeli. Jika harga bandeng presto yang diproduksi dinaikan
produsen khawatir jika tidak laku maka dari itu harga sama tetapi
memperoleh keuntungan yang sedikit. Kendala selanjutnya masih kurangnya alat untuk penyimpanan bandeng presto basah. Tempat penyimpanan untuk bandeng presto basah yaitu pendinginan, adanya tempat penyimpanan ini responden bisa membuat bandeng presto basah yang bisa bertahan lama. Bandeng presto basah jika diletakkan di tempat pendinginan bisa bertahan sampai 4 bulan. Maka dari itu kurangnya alat pendinginan membuat responden usaha bandeng presto kesulitan mengawetkannya. Kendala yang lain adalah kendala cuaca dan musim. Musim kemarau dapat menjadikan bahan baku ikan bandeng langka, karena saat musim kemarau rata-rata tambak digunakan sebagai tambak garam, sehingga tambak ikan bandeng sangatlah minim. Hal ini mengakibatkan
harga ikan bandeng naik. Sebaliknya jika musim hujan tiba, rata-rata
tambak digunakan sebagai tambak ikan terutama ikan bandeng, hal ini
mengakibatkan harga ikan bandeng rendah. Jika cuaca hujan
menyebabkan gangguan pada saat proses pemasaran, hal ini dikarenakan
saat hujan produsen bandeng kesulitan mendistribusikan bandeng presto
ke konsumen.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka
dapt ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata biaya total usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sebesar Rp 37.421.693,- per bulan. Rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 52.839.583,- per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh dari produsen bandeng presto sebesar Rp 15.417.890,- per bulan. 2. Usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah efisien, layak, serta menguntungkan. Nilai efisiensi R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,41 artinya setiap Rp 1.000,- yang dikeluarkan produsen akan mendapatkan penerimaan Rp. 1.410,-. Nilai profitabilitas lebih dari satu yaitu sebesar 41,2 % yang berarti setiap modal Rp 1.000,- yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan Rp 412,-. 3. Usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan
Juwana, Kabupaten Pati berisiko, dengan nilai koefisien variasi (CV) lebih
dari 0,5 (1,63>0,5) dan nilai batas bawah keuntungan (L) negatif Rp
34.693.437,- sehingga usaha bandeng presto berpeluang mengalami
kerugian sebesar Rp 34.693.437,-.
B. Saran
1. Permasalahan mengenai pemasaran bandeng presto ke konsumen, dalam
hal pemasaran sebaiknya produsen bandeng presto menggunakan sosial
media dalam hal promosi sehingga menaikan minat masyarakat untuk
membeli bandeng presto.
2. Permasalahan mengenai bandeng presto kering (goreng) yang belum laku
terjual, sebaiknya produsen bandeng presto membuat bandeng presto basah dan membeli alat pendinginan sebagai tempat penyimpanan
75 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id76
bandeng presto basah supaya lebih awet dan bisa dijual kembali keesokan
harinya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2008. Pengantar, Teori dan Kasus
Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya:Jakarta. 204 hlm.
Adeogun. 2012. Status, cost and profitability of aquaculture enterprises in Nigeria: implications for food security. Journal of Agricultural Sciences ISSN: 2167-
0447 Vol. 2 (1), pp. 059- 066. Ahmad. 1996. Sistem usaha perikanan berbasis bandeng umpan. Laporan Hasil
Penelitian ARMP 1996/97. Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros. 57 hlm. Alboneh, F.H. 2007. Analisis Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Andrianto, Muhamad Yusuf., Nengah Sudjana., dan Devi Farah Azizah. 2016. Analisis Break Even Point (BEP) Sebagai Alat Perencanaan Laba (Studi Pada CV. Langgeng Makmur Bersama Lumajang Periode 2012-2014). Jurnal Administrasi Bisnis 35(2): 30-38. Anggraeni, Feni Dwi., Imam Hardjanto., dan Ainul Hayat. 2013. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Melalui Fasilitasi Pihak Eksternal dan Potensi Internal (Studi Kasus pada Kelompok Usaha “Emping Jagung” di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing, Kota Malang). Jurnal Administrasi Publik (JAP) 1(6): 1286-1295 Arifudin, R. 1988. Bandeng Presto dalam Kumpulan Hasil Penelitian Teknologi Pasca Panen Perikanan. BPTP. Jakarta.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati, 2010. Statistik Indonesia Tahun 2010. Kabupaten Pati : Badan Pusat Statistik.
Case, Karl E. & Ray C. Fair. 2005. Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia
Djarijah, Abbas Siregar. 2008. Ikan Duri Lunak. Kanisius. Yogyakarta.
Downey, W. David., dan Erickson, Steven P. 1992. Manajemen Agribisnis. Jakarta.
Erlangga.
Erlina. 2016. Prospek Usaha Pembuatan Kerupuk Ikan Gabus. Jurnal ZIRAA’AH, Volume 41 Nomor 2, Hal. 237-242.
Gasperz, V. 1999. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. PT Gramedia. Jakarta.
Ghufron, M. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistem
Polikulitur. Dahara Prize. Semarang. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Hadie, W., dan Jatna S. 1986. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Huet M. 1971. Textbook of fish culture: Breeding and cultivation of fish. Fishing
News Books Ltd. London.
Kartasapoetra. 1988. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Bina Aksara. Jakarta.
Kasim, Syarifuddin A. 2000. Seluk Beluk Ilmu Usahatani. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Unlam. Banjarbaru. Kemen KP. 2018. Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tahun 2017. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Masyhuri. 1994. Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Emperika 14. Mhazo 2012. The status of the Agro-processing Industry in Zimbabwe with Particular Reference to Small- and Medium-Scale Enterprises. Journal of Agricultural Research. 7(11): 1607-1622 Mulyadi, 2012. Akuntansi Biaya: Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya. BPFE. Yogyakarta Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga Nurdin, Sabri. 2010. Analisis Penerimaan Bersih Usaha Tanaman Padapetani Nenas di Desa Palaran Samarinda. Jurnal Eksis 6(1): 1267–1266. Oryza. 2018. Daftar Harga Ikan Bandeng Per Kg Hari Ini April 2018. http://bahasikan.com/harga-ikan-bandeng/. Diakses 30 September 2018. Pindyck, Robert S. & Daniel L. Rubinfed. 2005. Mikroekonomi. Edisi Keenam Jilid
1.
Alih Bahasa oleh Nina Kurnia Dewi. Jakarta : PT. Indeks
Prasetya, P. 1995. Ilmu Usaha Tani II. UNS Press. Surakata.
Purnomowati, I., D. Hidayati., dan C. Saparinto. 2007. Ragam Olahan Bandeng.
Kanisius. Yogyakarta.
Rahardi, F., dan Rudi Hartanto. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rahardi. 1999. Agribisnis Perikanan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta
Rini, A. S. 2008. Analisis Usaha Industri Tahu skala Rumah Tangga di Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Jurusan/Program Studi Agrobisnis. Fakultas Pertanian.
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Riyanto. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.
Santi, Y. M. 2009. Analisis Usaha Agroindustri Keripik Belut Sawah (Monopterus Albus Zuieuw) di Kabupaten Klaten. Program Studi Sosial Ekonomi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Pertanian/Agrobisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Saparinto Cahyo., Purnomo Ida., dan Hidayati Diana. 2006. Bandeng Duri Lunak.
Kanisius. Yogyakarta
Soedjarwanto dan Riswan. 1994. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Batu Bata di Kabupaten Dati II Banyumas. Laporan Hasil Penelitian Fakultas
Ekonomi UNSOED. Purwokerto. Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek: Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta. Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta. Sofia. 2011. Analisis Prospek Industri Pengolahan kerupuk Ikan Patin ”Intan Sari” di Martapura,Kabupaten Banjar. Jurnal Fish Scientiae, Volume 1 No. 2, hal. 146-160. Soo. 2013. Analisis Kelayakan Usaha Industri Bandeng Presto Skala Rumah Tangga di Kelurahan Tambak Dono Kecamatan Pakal Surabaya. Fakultas Pertanian. Universitas Wijaya Putra. Surabaya. Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta. Sukirno, S. 2005. Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunarjono. 2000. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. UI Press. Jakarta.
Supriyono. 1999. Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian Biaya serta Data Relevan untuk Pembuatan Keputusan. BPFE. Yogyakarta
Supriyono. 2004. Pengantar Ilmu Pertanian. UNS Press. Surakarta.
Surakhmad. 1994. Metodologi Research Dasar, Metode dan Teknik. Tarsito.
Bandung.
Susanto, Eko. 2014. Mempelajari Kinerja Alat Pengasap Ikan Tipe Cabinet dan Pengaruhnya terhadap Mutu Ikan Asap. Journal of Agro-based Industry 31(1): 32-38.
Tim Perikanan WWF. 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada
Tambak Ramah Lingkungan. WWF-Indonesia. Jakarta.
Wiratha, I. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta : Andi Offset.