library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ANALISIS USAHA BANDENG PRESTO SKALA UMKM DI DESA

DUKUTALIT, KECAMATAN JUWANA, KABUPATEN PATI

SKRIPSI

Oleh :

Huda Heldirin Nusa

H0815061

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET 2018 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ANALISIS USAHA BANDENG PRESTO SKALA UMKM DI DESA

DUKUTALIT, KECAMATAN JUWANA, KABUPATEN PATI

SKRIPSI

Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna memperoleh derajat gelar sarjana pertanian Pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Program Studi Agribisnis

Oleh : Huda Heldirin Nusa H0815061

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2018

i

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

ANALISIS USAHA BANDENG PRESTO SKALA UMKM DI DESA

DUKUTALIT, KECAMATAN JUWANA, KABUPATEN PATI

Yang diajukan dan disusun oleh :

Huda Heldirin Nusa

H0815061

Telah dipertahankan didepan Dewan Penguji Pada tanggal : Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Dewan penguji

Ketua Anggota I Anggota II

Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. Susi Wuri Ani, S.P., M.P. Wiwit Rahayu, S.P., M.P. NIP. 195701111985032001 NIP. 198101212008122004 NIP. 197111091997032004

Surakarta, 11 April 2019 Mengetahui, Universitas Sebelas Maret

Fakultas pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S.

NIP. 195602251986011001

ii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan inayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi

dengan judul “Analisis Usaha Bandeng Presto Skala UMKM di Desa Dukutalit,

Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati”. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan Laporan Skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian (S.P.) bidang Agribisnis.

Penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang berkontribusi baik secara materi maupun moril, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ibu Nuning Setyowati S.P., M.Sc. selaku Ketua Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ibu Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. selaku Pembimbing Utama Skripsi atas bimbingan, nasihat, dan dukungannya selama penyusunan Skripsi.

4. Ibu Susi Wuri Ani, S.P., M.P. selaku Pembimbing Akademi sekaligus

Pembimbing kedua Skripsi atas bimbingan, nasihat, dan dukungannya selama

penyusunan Skripsi.

5. Ibu Wiwit Rahayu, S.P., M.P. selaku Penguji Skripsi atas bimbingan, nasihat,

dan dukungannya selama penyusunan Skripsi.

6. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf S1 Agribisnis Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

7. Kedua orang tua penulis, Bapak Heri Subroto dan Ibu Rini Astuti atas kasih

sayang dan didikan serta doa, dukungan, motivasi yang telah diberikan dalam

segala hal yang dibutuhkan selama penulis menjalani proses perkuliahan di

Universitas Sebelas Maret Surakarta hingga kelancaran pelaksanaan Skripsi ini.

Kepada adik penulis, Rindosa Wijaya yang selalu mendoakan, memberi

iii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

semangat, membantu disetiap kesulitan, memberikan saran kepada penulis

dalam menyelesaikan Skripsi ini.

8. Seluruh keluarga besar, Ibu Suyanto, dan seluruh keluarga serta sepupu-sepupu

tersayang yang tidak bisa disebutkan satu persatu, saya mengucapkan

terimakasih banyak atas seluruh bantuan, kasih sayang, serta bimbingannya

demi kelancaran dalam menyelesaikan Skripsi ini.

9. Sahabat-sahabat saya yang selalu menemani saya dan selalu mendukung saya, Rizkyana Tisni Andjarwati, Muhammad Asmar Hanif, I Kadek Dwi Mertayasa, dan Habibi Ariefinsyah saya sangat berterimakasih. 10. Seluruh teman-teman Dandelion 2015 dan AGB Men yang tidak bisa disebutkan satu persatu, saya mengucapkan terimakasih banyak. Akhir kata, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membacanya dan dapat menjadi gambaran untuk kemajuan laporan ini.

Surakarta, 4 April 2019

Penulis

iv library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

HALAMAN PENGESAHAN ...... ii

KATA PENGANTAR ...... iii

DAFTAR ISI ...... v DAFTAR TABEL ...... vii DAFTAR GAMBAR ...... ix RINGKASAN ...... x SUMMARY ...... xi I. PENDAHULUAN...... 1 A. Latar Belakang ...... 1 B. Rumusan Masalah ...... 5 C. Tujuan Penelitian ...... 6 D. Manfaat Penelitian ...... 6 II. LANDASAN TEORI ...... 8 A. Penelitian Terdahulu ...... 8 B. Tinjauan Pustaka ...... 12 C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah ...... 28

D. Hipotesis ...... 29

E. Asumsi ...... 29

F. Pembatasan Masalah ...... 29

G. Difinisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel ...... 30

III. METODE PENELITIAN ...... 33

A. Metode Dasar Penelitian ...... 33

B. Metode Penentuan Sampel Penelitian ...... 33

C. Jenis dan Sumber Data ...... 35

D. Metode Pengumpulan Data ...... 35

E. Metode Analisis Data ...... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 40

A. Keadaan Umum Daerah Penelitian ...... 40 a. Keadaan Alam ...... 40

v library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

b. Keadaan Penduduk ...... 42 c. Keadaan Sarana Perekonomian ...... 45

d. Keadaan Usaha Tani ...... 46 e. Keadaan Industri ...... 50

B. Hasil dan Pembahasan ...... 52

a. Karakteristik Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM .. 52 b. Status Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 57 c. Alasan Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 58

d. Modal Usaha Industri Bandeng presto Skala UMKM ...... 59 e. Bahan Baku Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 60 f. Peralatan Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 61 g. Proses Produksi ...... 62 h. Pemasaran ...... 63 i. Analisis Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM ...... 64 j. Kendala yang Dihadapi ...... 73 V. KESIMPULAN...... 75 A. Kesimpulan ...... 75 B. Saran ...... 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Produksi Perikanan dan Capaian Angka Konsumsi Ikan Tahun 2016 dan 2017 ...... 2

Tabel 2. Data Luas Lahan Jenis Budidaya di Kabupaten Pati Tahun 2017 ...... 4

Tabel 3. Persyaratan mutu bandeng presto menurut SNI No: 4106.1-2009 ...... 18

Tabel 4. Daftar UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017 ...... 34 Tabel 5. Daftar desa di Kecamatan Juwana Tahun 2019 ...... 41 Tabel 6. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Jenis Kelamin Tahun 2017 . 42 Tabel 7. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Umur Tahun 2017 ...... 43 Tabel 8. Persentase keadaan penduduk Desa Dukutalit Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2017 ...... 44 Tabel 9. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Mata Pencaharian Tahun 2017 ...... 45 Tabel 10 Jumlah pasar pemerintah menurut jenis pasar di Kecamatan Juwana keadaan 2015-2017 ...... 46 Tabel 11. Luas Tanam Dan Luas Panen Tanaman Padi Dan Palawija (ha) di Kecamatan juwana keadaan dari tahun 2013-2017 ...... 47 Tabel 12. Luas Areal Tanaman Perkebunan (ha) di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Pada Tahun 2013-2017 ...... 48

Tabel 13. Banyaknya Pemilik Jumlah Ternak Menurut Jenis Ternak di Kecamatan Juwana Tahun 2017 ...... 49

Tabel 14. Luas lahan dan rumah tangga perikanan budidaya (ha) di Kabupaten Pati

tahun 2017 ...... 49

Tabel 15. Banyaknya Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Usaha diKecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017 ...... 50

Tabel 16. Banyaknya Usaha Rumah Tangga dan Tenaga Kerja MenurutJenis Industri

di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun2017 ...... 51

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Umur di Desa Dukutalit ...... 52

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM

Berdasarkan Pendidikan di Desa Dukutalit ...... 53

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit ...... 54

vii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM

Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Yang Terlibat Dalam Produksi di Desa Dukutalit ...... 55

Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM

Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit ...... 55

Tabel 22. Lama Mengusahakan Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 56

Tabel 23. Status Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 57 Tabel 24 Status Perijinan Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 58 Tabel 25. Alasan Utama Responden Mengusahakan Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 58 Tabel 26. Sumber Modal Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 59 Tabel 27. Pengadaan, Sistem Pengadaan dan Cara Pembayaran Bahan Baku Ikan Bandeng Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit ...... 60 Tabel 28. Pemasaran Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 63 Tabel 29. Rata-rata Biaya Implisit Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 64 Tabel 30. Rata-rata Biaya Eksplisit Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit,

Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 66

Tabel 31. Rata-rata Biaya Total Usaha Bandeng Presto DesavDukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 69

Tabel 32. Rata-rata Penerimaan, Keuntungan, Profitabilitas, dan Efisiensi (R/C)

Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 70

Tabel 33. Risiko Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati ...... 72

viii library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Ikan Bandeng (Channos channos Forsk) ...... 13

Gambar 2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha

Bandeng Presto Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 28

Gambar 3. Peta Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati ...... 40

ix library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

RINGKASAN

Huda Heldirin Nusa. H0815061. 2019. “Analisis Usaha Bandeng Presto

Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati”. Dibimbing oleh Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. dan Susi Wuri Ani, S.P., M.P. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya hayati perairan. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang sangat besar dalam pertumbuhan ekonomi di adalah sektor perikanan. Pembangunan ekonomi pada negara yang bercorak maritim menitikberatkan bidang perikanan dan industri yang disebut industri perikanan. Pemanfaatan total produksi perikanan di Indonesia dalam bentuk segar sebanyak 43,1%, 30,4% beku, 13,7% pengalengan dan dalam bentuk olahan lain sebanyak 12,8%. Pemanfaatan dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan bandeng tulang lunak (presto), ikan asap, ikan asin, ikan pindang, maupun ikan yang diolah dengan memanfaatkan fermentasi seperti petis dan terasi. Ikan bandeng dapat diolah menjadi berbagai macam produk, salah satunya adalah bandeng presto. Bandeng presto dapat dikonsumsi oleh konsumen tanpa harus diolah kembali karena produk ini sudah melalui proses pemanggangan dengan menggunakan oven. Permasalahan yang umumnya sering terjadi pada industri diantaranya keterbatasan modal, pemasaran yang kurang optimal, pengadaan bahan baku, kurangnya keahlian dalam pengelolaan perusahaan, dan tenaga kerja (sumber daya manusia). Masalah tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas dari hasil produksi. Masalah ini dapat dianalisa dengan analisis usaha yang bertujuan untuk mengetahui apakah usaha tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah dijalankan secara efisien dan mendapatkan keuntungan atau tidak. Metode dasar penelitian adalah deskriptif

analitis. Lokasi penelitian yaitu Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten

Pati. Lokasi tersebut merupakan sentra olahan usaha bandeng presto di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Analisis data yang digunakan adalah (1) Keuntungan Usaha

yang didapat selisih dari penerimaan dan biaya total, (2) Kelayakan usaha, (3) Risiko usaha.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata biaya usaha bandeng presto

skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sebesar Rp 37.421.693,-, rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 52.839.583,- sehingga rata-rata keuntungan yang diperoleh dari produsen bandeng presto sebesar

Rp 15.417.890,- per bulan termasuk menguntungkan dengan profitabilitas 41,2 %. Nilai efisiensi R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,41 artinya setiap Rp 1.000,- yang dikeluarkan produsen akan mendapatkan penerimaan Rp 1.410,-. Usaha

bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati beresiko, dengan batas bawah pendapatan minus Rp 34.693.437,- per bulan

dan nilai koefisien variasi sebesar 1,63.

x library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

SUMMARY

Huda Heldirin Nusa. H0815061. 2019. "Analysis of UMKM Scale Presto

Milkfish Business in Dukutalit Village, Juwana District, Pati ". Guided by Dr. Ir. Rhina Uchyani Fajarningsih, M.S. and Susi Wuri Ani, S.P., M.P. Faculty of Agriculture, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Indonesia is a country that is rich in aquatic biological resources. One sector that has a very large role in economic growth in Indonesia is the fisheries sector. Economic development in a maritime-style country focuses on fisheries and industry, which is called the fishing industry. The total utilization of fisheries production in Indonesia in the form of as much as 43.1% fresh, 30.4% frozen, 13.7% canning and other processed forms as much as 12.8%. Utilization in this processed form can be in the form of soft bone fish (presto), smoked fish, salted fish, pindang fish, or fish processed by utilizing fermentation such as petis and shrimp paste. Milkfish can be processed into a variety of products, one of which is milkfish presto. Milkfish presto can be consumed by consumers without having to be reprocessed because this product has gone through the roasting process using the oven. Common problems that often occur in industries include limited capital, less optimal marketing, procurement of raw materials, lack of expertise in the management of companies, and labor (human resources). This problem will ultimately affect the productivity of the production. This problem can be analyzed by business analysis which aims to find out whether the business is feasible to continue or not. This study aims to determine whether presto milkfish business in Dukutalit Village, Juwana Subdistrict, Pati Regency has been run efficiently and benefited or not. The basic method of research is descriptive analytical. The research locations were Dukutalit Village, Juwana District, Pati Regency. The location determination

is the processing center of milkfish presto business in Juwana District, Pati

Regency. The data used in this study are primary and secondary data. Analysis of the data used are (1) Business Profits obtained from the difference in revenue and total costs, (2) Business feasibility, (3) Business risk.

The results showed that the average cost of milkfish presto business in the scale of UMKM in Dukutalit Village, Juwana Subdistrict, Pati Regency was Rp 37.421.693,-, the average income obtained was Rp 52.839.583,- so that the average

profit earned from the milkfish producer presto of Rp 15.417.890.- per month including profit with profitability of 41,2%. The value of efficiency of R/C ratio is more than one, which is equal to 1,41, which means every Rp 1.000,- issued by

producers will get Rp 1.410,-. The bandeng presto business in the UMKM scale in Dukutalit Village, Juwana District, Pati Regency is at risk, with a lower income

limit of Rp 34.693.437,- per month and the variation coefficient value is 1.63.

xi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya hayati

perairan. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang sangat besar dalam

pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah sektor perikanan. Pembangunan

ekonomi pada negara yang bercorak maritim menitikberatkan bidang perikanan dan industri yang disebut industri perikanan. Perikanan adalah kegiatan manusia yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hayati perairan. Sesuai dengan UU RI No. 31/2004, sebagaimana telah diubah dengan UU RI No. 45/2009, kegiatan yang termasuk dalam perikanan dimulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan. Perikanan dapat dianggap merupakan usaha agribisnis. Usaha perikanan adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan (usaha penetasan, pembibitan, pembesaran) ikan, termasuk kegiatan menyimpan, mendinginkan, pengeringan, atau mengawetkan ikan dengan tujuan untuk menciptakan nilai tambah ekonomi bagi pelaku usaha (komersial/bisnis)

Sistem agribisnis terdiri atas subsistem input (agroindustri hulu),

usahatani (pertanian), sistem output (agroindustri hilir), pemasaran, dan

penunjang. Pembangunan agroindustri tidak dapat dilepaskan dari

pembangunan agribisnis secara keseluruhan. Pembangunan agroindustri akan

mampu meningkatkan hasil produksi, harga hasil pertanian, pendapatan

petani, serta dapat menghasilkan nilai tambah dari hasil pertanian

(Masyhuri, 1994).

Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (2018), bahwa Indonesia

memiliki sumberdaya perikanan yang sangat besar dan potensi lestari

perikanan Indonesia seperti ditampilkan pada Tabel 1.

1 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id2

Tabel 1. Data Produksi Perikanan dan Capaian Angka Konsumsi Ikan Tahun 2013 dan 2017

Produksi Perikanan Capaian Angka Konsumsi Ikan Tahun (juta ton) (kg/kapita)

2013 19.42 35,21 2014 20.84 38,14 2015 22.15 41.11

2016 23,26 43,94 2017 24,15 47,34 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan (2018) Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi dan capaian angka konsumsi ikan pada tahun 2013-2017 selalu mengalami kenaikan. Sementara itu potensi luas areal budidaya air tawar saat ini tercatat 2.830.540 ha, termasuk potensi di perairan umum daratan (sungai dan danau), dengan tingkat pemanfaatan 302.130 ha (10,7%). Potensi luas areal budidaya air payau 2.964.331 ha dengan tingkat pemanfaatan 650.509 ha (21,9%). Hal ini membuktikan bahwa potensi produksi perikanan meningkat sehingga konsumsi ikan juga meningkat. Menurut Susanto (2014), bahwa pemanfaatan total produksi perikanan di Indonesia dalam bentuk segar sebanyak 43,1%, 30,4% beku, 13,7% pengalengan dan dalam bentuk olahan lain sebanyak 12,8%. Pemanfaatan

dalam bentuk olahan ini dapat berupa ikan bandeng tulang lunak (presto),

ikan asap, ikan asin, ikan pindang, maupun ikan yang diolah dengan

memanfaatkan fermentasi seperti petis dan terasi. Pemanfaatan ikan akan

meningkatkan nilai dari ikan tersebut.

Hasil dari kegiatan usahatani yang tidak dikonsumsi secara langsung

akan diolah menjadi produk olahan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan

manfaat dan nilai ekonomis dari produk pertanian. Pengolahan hasil pertanian

dilakukan dalam kegiatan industri baik industri dalam skala besar, skala kecil,

maupun skala rumah tangga. Menurut Supriyono (2004), bahwa perindustrian

merupakan kegiatan manusia yang dilakukan untuk merubah bentuk dari hasil

usaha pertanian atau pengumpulan sehingga lebih memenuhi kebutuhan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id3

manusia. Hasil dari industri pengolahan hasil pertanian dapat berupa makanan

yang menjadi kebutuhan manusia, seperti beras, tahu, tempe, dan sebagainya.

Menurut Saparinto (2006), bahwa potensi akuakultur dari air payau,

yakni dengan sistem tambak yang diperkirakan mencapai 931.000 ha dan

telah dimanfaatkan potensinya hingga mencapai 100% dengan sebagian besar

wilayahnya digunakan untuk memelihara ikan bandeng (Chanos chanos

Forsk) dan udang (Pennaeus sp.). Salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat adalah ikan bandeng. Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan yang memiliki rasa enak serta gurih sehingga banyak digemari oleh masyarakat. Selain itu, harga dari ikan bandeng juga dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan dengan kandungan protein tinggi dan kadar lemak yang rendah. Pada umumnya ikan bandeng diolah secara tradisional antara lain dengan cara pengasapan, penggaraman, dan pemindangan. Cara pengolahan tersebut hanya merubah komposisi daging, rasa serta tekstur ikan, tetapi tidak dapat melunakkan tulang yang banyak terdapat dalam daging ikan bandeng. Hal yang dilakukan untuk mengatasi gangguan tulang–tulang tersebut dapat dilakukan dengan cara pengolahan khusus yang produknya disebut bandeng

presto (duri lunak). Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis

diversifikasi pengolahan hasil perikanan terutama sebagai modifikasi

pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor

sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan

duri pada mulut (Arifudin, 1988).

Menurut Djarijah (2008), bahwa saat ini ikan bandeng dapat diolah

menjadi berbagai macam produk, salah satunya adalah bandeng presto.

Bandeng presto dapat dikonsumsi oleh konsumen tanpa harus diolah kembali

karena produk ini sudah melalui proses pemanggangan dengan menggunakan

oven. Selain itu bandeng presto telah melalui proses pelunakan pada duri-

durinya sehingga konsumen dapat menikmati ikan bandeng tanpa harus

terganggu akan adanya duri bandeng yang dapat mengurangi kenikmatan ikan bandeng dimana duri tersebut dapat dikonsumsi. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id4

Menurut Oryza (2018), bahwa harga ikan bandeng segar yang belum

diberi perlakuan apapun lebih murah apabila dibandingkan dengan ikan

bandeng yang telah diolah. Ikan bandeng segar biasa dijual per kilogramnya

mendapatkan tiga atau empat ekor. Harga ikan bandeng segar dipasaran

sekitar Rp 60.000 per kg. Sedangkan untuk harga ikan bandeng segar di

supermarket dan toko online berkisar Rp 65.000. per kg.

Kabupaten Pati adalah salah satu kabupaten yang merupakan produsen ikan bandeng di Indonesia. Ikan bandeng di Kabupaten Pati sebagian besar diolah menjadi bandeng presti (bandeng duri lunak) untuk meningkatkan manfaat dan nilai ekonomi dari ikan bandeng. Data luas lahan jenis budidaya di Kabupaten Pati ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Data Luas Lahan Jenis Budidaya di Kabupaten Pati Tahun 2017 Luas lahan (ha) Kecamatan Tambak Air Tawar Minapadi Jumlah Total Juwana 3.263,95 0,2 0 3.264,98 Batangan 1.610,17 0,2 0 1.610,37 Margoyoso 1.430,16 3 0 1.433,16 Dukuhseti 1.317,04 1,39 0 1.318,43 Trangkil 1.199,08 1,2 0 1.200,28 Wedarijaksa 767,63 1,5 0 769,13 Tayu 818,02 2,33 0 820,35

Kayen 0 311,4 5 316,4 68,66 6 74,66 Gabus 0 Sukolilo 0 27,47 0 27,47

Pati 0 8,67 0 8,67 Margorejo 0 3,03 0 3,03

Tlogowungu 0 2 0 2 Gembong 0 1,03 0 1,03

Gunung Wungkal 0 0,46 0 0,46 0,4 0 0,4 Tambakromo 0 Cluwak 0 0,31 0 0,31

Winong 0 0,3 0 0,3 Jakenan 0 0,2 0 0,2

Pucakwangi 0 0,2 0 0,2 Jumlah/Total 10.406,05 434,99 11 10.852,04

Sumber: BPS Kabupaten Pati, 2018 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id5

Tabel 2 menunjukkan bahwa wilayah kecamatan yang paling luas lahan

tambak yaitu Kecamatan Juwana sebesar 3.263,95 ha. Hal ini Kecamatan

Juwana terletak di pesisir pantai sehingga lahan tambak banyak

dibudidayakan di wilayah ini. Luas lahan air tawar yang paling luas yaitu

Kecamatan Kayen sebesar 311,4 ha. Luas lahan minapadi yang paling luas

adalah di Kecamatan Gabus sebesar 6 ha. Jumlah total luas lahan budidaya air

di Kabupaten Pati yaitu pada Kecamatan Juwana sebesar 3.264,98 ha. Permasalahan yang umumnya sering terjadi pada industri diantaranya keterbatasan modal, pemasaran yang kurang optimal, pengadaan bahan baku, kurangnya keahlian dalam pengelolaan perusahaan, dan tenaga kerja (sumber daya manusia). Masalah tersebut pada akhirnya akan berpengaruh terhadap produktivitas dari hasil produksi. Permasalahan tersebut mendorong peneliti untuk mengetahui dan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Masalah ini dapat dianalisa dengan analisis usaha yang bertujuan untuk mengetahui apakah usaha tersebut layak untuk dilanjutkan atau tidak. Desa Dukutalit merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Juwana dan mempunyai UMKM bandeng presto sebanyak 12

UMKM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah usaha bandeng

presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah dijalankan

secara efisien dan mendapatkan keuntungan atau tidak. Hal tersebut

mendorong peneliti untuk mengetahui apakah usaha tersebut mempunyai

prospek yang bagus kedepannya dari bandeng presto di Desa Dukutalit,

Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.

B. Rumusan Masalah

Pada dasarnya usaha industri dilakukan untuk mencapai keuntungan

yang sebesar-besarnya, namun pengusaha harus memperhatikan besarnya

biaya yang dikeluarkan, keuntungan, dan tingkat efisiensinya. Besar nilai

efisiensi pada usaha bandeng presto dapat diketahui dengan melakukan

analisis usaha sehingga dapat diketahui apakah usaha yang dijalankan tersebut efisien dan memberikan keuntungan. Selain itu, besar risiko dari library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id6

analisis usaha dapat diketahui sehingga risiko dapat dikendalikan.

Berdasarkan uraian tersebut permasalahan yang dapat dirumuskan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dari usaha

pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati?

2. Berapa besarnya efisiensi usaha dan profitabilitas dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati? 3. Berapa risiko dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. 2. Mengetahui besarnya efisiensi usaha dan profitabilitas dari usaha pengolahan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.

3. Mengetahui besarnya risiko yang ada dari usaha pengolahan bandeng

presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di

Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, sekaligus

bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti.

2. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangan

pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan yang lebih

baik di masa datang, terutama dalam pengembangan usaha kecil

menengah.

3. Bagi pelaku usaha, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan pemikiran dalam peningkatan usaha dan mampu memberikan pendapatan yang lebih baik. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id7

4. Bagi pihak lain yang membutuhkan, diharapkan dapat menjadi bahan

pustaka dan informasi untuk masalah yang sama di masa datang.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Rini (2008) yang bertujuan untuk

menganalisis besarnya biaya, penerimaan, dan pendapatan dalam usaha

industri tahu skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Menganalisis besarnya efisiensi usaha industri tahu skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Menganalisis besarnya risiko dalam usaha industri tahu skala rumah tangga di Kabupaten Sukoharjo. Hasil Penelitian menunjukan bahwa dengan penggunaan tenaga kerja 2-4 orang, rata-rata biaya total yang dikeluarkan produsen tahu selama satu minggu sebesar Rp.4.485.687,53. Sedangkan penerimaan rata-rata yang diperoleh produsen tahu selama satu minggu sebesar Rp.5.729.890,18, sehingga pendapatan rata-rata yang diperoleh adalah Rp. 1.244.202,65 per minggu. Usaha tahu yang dijalankan selama ini nilai efisiensi sebesar 1,28 berarti setiap Rp.1,00 yang dikeluarkan oleh produisen tahu akan didapatkan penerimaan 1,28 kali dari biaya yang dikeluarkan. Besarnya nilai koefisien variasi 1,04 dan batas bawah

pendapatan minus Rp.1.346.760,93. Hal ini dapat diartikan bahwa usaha tahu

yang dijalankan memiliki risiko usaha yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Santi (2009) yang bertujuan untuk

mengetahui besarnya biaya, penerimaan, efisiensi, keuntungan, profitabilitas,

dan nilai tambah usaha agroindustri keripik belut sawah (Monopterus albus

zuieuw) di Kabupaten Klaten. Pengambilan sampel responden dilakukan

dengan cara sensus. Sensus adalah pencatatan semua elemen (responden)

yang diselidiki di Kabupaten Klaten yang menggunakan belut sawah sebagai

bahan baku. Adapun jumlah responden sebanyak 20 orang. Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa biaya total rata-rata yang dikeluarkan oleh pengusaha

keripik belut di Kabupaten Klaten selama bulan April 2009 sebesar Rp

55.727.827,00. Penerimaan rata-rata yang diperoleh setiap pengusaha adalah Rp 58.921.650,00 dan keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp

8 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id9

3.193.823,00 per bulan. Usaha agroindustri keripik belut sawah (Monopterus

albus zuieuw) di Kabupaten Klaten tersebut termasuk menguntungkan dengan

nilai profitabilitas sebesar 5,73 %. Usaha agroindustri keripik belut sawah

(Monopterus albus zuieuw) di Kabupaten Klaten yang dijalankan selama ini

sudah efisien yang ditunjukan dengan R/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar

1,05 yang berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan

mendapatkan penerimaan sebesar 1,05 kali dari biaya yang dikeluarkan. Besarnya nilai tambah belut segar hidup sebesar Rp 14.311,64/Kg. Hal ini menunjukan bahwa setiap satu Kg belut segar hidup setelah mengalami proses produksi mampu memberikan nilai tambah sebesar Rp 14.311,64. Penelitian yang dilakukan oleh Sofia (2011), yang bertujuan mengetahui proses pembuatan kerupuk ikan patin, besarnya keuntungan dan tingkat efisiensi usaha, kelayakan usaha, pemasaran produk, tingkat kelemahan, kekuatan, peluang, dan ancaman prospek dalam pengembangan usaha. Proses pembuatan kerupuk ikan patin terdiri penyiangan ikan, pelumatan daging ikan, pengadonan, pengukusan, pengirisan, dan penjemuran, serta pengemasan. Keuntungan yang diperoleh pada usaha ini adalah Rp 1.213.011,00/tahun dan nilai R/C Ratio yaitu sebesar 1,18. Usaha

kerupuk ikan patin secara finansal layak untuk diteruskan dengan waktu

pengembalian modal investasi cukup pendek (lebih kurang 4 bulan). Saluran

distribusi kerupuk ikan patin dengan cara semi-langsung dan daerah

pemasaran meliputi Kabupaten Banjar, Banjarmasin, Palangkaraya

danKapuas (Kalimantan Tengah), dan Samarinda (Kalimantan Timur).

Manajemen yang ada pada usaha kerupuk ikan patin ini dilakukan oleh satu

orang dan dibantu oleh bawahannya untuk masing-masing bagian sehingga

belum ada pembagiantugas yang mendasar antara berbagai fungsi. Hasil dari

analisis faktor internal dan faktor eksternal, yaitu antara lain: penambahan

kapasitas produksi, perluasanpasar, peningkatan pelayanan jasa, harga produk

yang bersaing, perbaikan manajemen usaha, serta pengetahuan tentang selera

konsumen. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id10

Penelitian yang dilakukan oleh Mhazo, et al (2012), yang bertujuan

menguji yang dibutuhkan agro-procssing skala kecil dan menengah untuk

memproduksi dan memasarkan produk yang diolah secara efektif dan

menganalisis penyediaan layanannya di Zimbabwe. Menganalisis keuntungan

yang didapat dengan agro-processing apakah layak diusahakan apa tidak.

Penelitian yang dilakukan Adeogun, et al (2012), penelitian tentang

Status, biaya, dan profitabilitas budidaya ikan di Negara Bagian Lagos. Budidaya ikan dipertimbangkan dari perspektif ekonomi suatu perusahaan, menganalisis struktur biaya saat ini dari berbagai teknik akuakultur. Studi ini menunjukkan bahwa kemajuan ilmiah telah merangsang pertumbuhan akuakultur. Mode budidaya ikan sangat beragam dengan sistem utama seperti sistem budidaya intensif yang telah menjadi tren ditambah dengan teknik seperti pakan formulasi, tangki pemeliharaan yang ditingkatkan, manajemen kualitas air yang lebih baik dan sistem resirkulasi dalam ruangan. Analisis ekonomi dari teknik budidaya ikan yang berbeda menunjukkan bahwa budidaya ikan terlepas dari teknologi, umumnya menguntungkan walaupun biaya dan pengembaliannya bervariasi secara substansial dengan lingkungan produksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Soo (2013), yang bertujuan untuk

menganalisis besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan profitabilitas dari

industri pengolahan bandeng presto dan juga menganalisis risiko usaha dan

tingkat efisiensi usaha. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata biaya

total untuk usaha bandeng presto adalah Rp. 890.200,- selama satu bulan.

Penerimaan yang dihasilkan rata-rata sebesar 120 Kg dengan harga tiap Kg

Rp. 30.000 maka penerimaannya adalah Rp. 3.600.000, jadi keuntungan yang

didapat (3.600.000-890.200= 2.709.800), dengan profitabilitas 6,148%.

Efisiensi usaha dari usaha bandeng presto ini (R/C) sebesar 4.27 berarti sudah

efsien usahanya. Kesimpulannya adalah usaha bandeng skala rumah tangga di

Kelurahan Tambak Dono Kecamatan Pakal Surabaya sudah efisien dan layak

untuk diusahakan. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id11

Penelitian yang dilakukan Erlina, et al (2016), Penelitian dilakukan di

Kelurahan Kuin Utara, Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin.

Tujuan penelitian ini untuk menghitung biaya eksplisit dan implisit,

penerimaan, pendapatan, keuntungan, dan kelayakan usaha pembuatan

kerupuk ikan gabus. Hasil perhitungan dalam aspek ekonomi yang terdiri dari

total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 2.590.008,00, dengan penerimaan

perbulan rata-rata sebesar Rp 3.767.272,00, pendapatan rata-rata sebesar Rp 1.515.112,00 /bulan, keuntungan yang diperoleh rata-rata sebesar Rp 1.177.264,00/bulan, dan kelayakan usaha pembuatan kerupuk ikan gabus di kelurahan kuin utara Nilai RCR sebesar 1,47. Keadaan ini menunjukkan setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,47. Dengan demikian bahwa usaha pengolahan kerupuk ikan gabus yang dikelola di Kelurahan Kuin Utara Kecamatan Banjarmasin Utara ini layak untuk diusahakan dan menguntungkan. Penelitian yang dilakukan oleh Asnidar (2017), jenis penelitian ini adalah studi kasus terhadap 20 responden dari 100 pelaku usaha home industry kerupuk opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara Satu Kabupaten Aceh Utara. Metode analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah menggunakan rumus analisis biaya, pendapatan dan

keuntungan. Sementara untuk menghitung kelayakan usaha, rumus yang

digunakan adalah Revenue Cost Ratio (R/C), Break Even Point (BEP) dan

Return On Investment (ROI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata

keuntungan yang diterima oleh pengrajin usaha home industry kerupuk opak

adalah sebesar Rp. 13.099.252/tahun. Berdasarkan perhitungan kelayakan

usaha diperoleh R/C 1,42, nilai BEP produksi 12.400 ikat, BEP harga Rp.

1.757 dan nilai ROI 42,3 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa usaha home

industry kerupuk opak di Desa Paloh Meunasah Dayah Kecamatan Muara

Satu Kabupaten Aceh Utara layak untuk diusahakan.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id12

B. Tinjauan Pustaka

a. Ikan Bandeng

Ikan bandeng memiliki tubuh yang memanjang serta pipih dan

berbentuk torpedo. Ikan bandeng memiliki mulut yang agak runcing,

ekor bercabang, dan bersisik halus. Habitat asli dari ikan bandeng adalah

di laut, kemudian dikembangkan hingga dapat dipelihara pada air payau.

Ikan bandeng termasuk pada jenis ikan pemakan segala (omnivora), di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut yang berupa tumbuhan mikroskopis namun strukturnya sama dengan klekap di tambak. Klekap terdiri atas ganggang kersik (Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik, atau biasa disebut “Microbenthic Biological Complex”. Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan bukaan mulutnya. Hal tersebut diadaptasikan dalam kegiatan budidaya, yang memanfaatkan klekap sebagai pakan alami. Dalam budidaya ikan bandeng juga telah memanfaatkan penggunaan pakan buatan (pellet) (Tim Perikanan WWF, 2014). Menurut Sudrajat (2008), bahwa ikan bandeng memiliki tubuh

yang panjang, ramping, padat, dan oval menyerupai torpedo. Taksonomi

dan klasifikasi ikan bandeng adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Class : Osteichthyes

Ordo : Gonorynchiformes

Family : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id13

Gambar 1. Ikan Bandeng (Channos channos Forsk)

Ikan bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, sehingga ikan bandeng dapat dijumpai di daerah air tawar, air payau, dan air laut. Selama masa perkembangannya, ikan bandeng menyukai hidup di air payau atau daerah muara sungai. Ketika mencapai usia dewasa, ikan bandeng akan kembali ke laut untuk berkembang biak. Sirip dada ikan bandeng terbentuk dari lapisan semacam lilin, berbentuk segitiga, terletak di belakang insang di samping perut. Sirip punggung pada ikan bandeng terbentuk dari kulit yang berlapis dan licin, terletak jauh di belakang tutup insang dan, berbentuk segiempat. Sirip punggung tersusun dari tulang sebanyak 14 batang. Sirip ini terletak persis pada puncak punggung dan berfungsi untuk mengendalikan diri ketika berenang. Sirip perut terletak pada bagian bawah tubuh dan sirip anus terletak di bagian depan anus. Di bagian paling belakang tubuh ikan bandeng terdapat sirip

ekor berukuran paling besar dibandingkan sirip-sirip lain. Pada bagian

ujungnya berbentuk runcing, semakin ke pangkal ekor semakin lebar dan

membentuk sebuah gunting terbuka. Sirip ekor ini berfungsi sebagai

kemudi laju tubuhnya ketika bergerak (Purnomowati, 2007).

Menurut Hadie (1986), bahwa selain bersifat eurihalin, ikan

Bandeng juga tahan terhadap temperature yang tinggi terutama pada

tambak pemeliharaan. Temperatur tertinggi yang dapat ditolerir oleh ikan

Bandeng adalah 40̊C, namun ikan Bandeng ternyata sangat sensitif

terhadap temperatur yang rendah, bahkan dapat mematikan ikan

Bandeng. Ikan Bandeng akan mengalami stress pada temperatur 12̊C, dan

bila terlalu lama pada temperatur tersebut bandeng akan mati. Menurut library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id14

Huet (1971), bahwa suhu optimum ikan bandeng adalah 27-32oC dan pH

optimumnya berkisar antara 6,5-7,5.

Menurut Ghufron (1997), bahwa ikan Bandeng (Chanos chanos

Forsk) dapat tumbuh hingga mencapai 1,8 m, anak ikan Bandeng

(Chanos chanos Forsk) yang biasa disebut nener yang biasa ditangkap di

pantai panjangnya sekitar 1 -3 cm, sedangkan gelondongan berukuran 5-

8 cm. Benih ikan Bandeng atau nener yang masih bersifat planktonik (terbawa oleh gerakan air, berupa arus, angin atau gelombang) akan mencapai daerah pantai dengan ukuran Panjang sekitar 11-13 mm dan berat 0.01 gram dalam usia 203 minggu Ikan bandeng banyak dimanfaatkan sebagai konsumsi masyarakat di Indonesia. Kandungan gizi per 100 gram pada ikan bandeng yaitu 129 kkal energi, 74 g air, 150 mg fosfor, 20 mg kalsium, 2 mg zat besi, 150 SI vitamin A, 0,05 gram vitamin B1, 74 gram air, 20 gram protein, dan 4,8 gram lemak. Ikan bandeng digolongkan sebagai ikan yang berprotein tinggi dan berlemak sedang. Selain itu, bandeng juga dapat diolah menjadi bandeng duri lunak. Olahan bandeng duri lunak merupakan modifikasi dari teknik pemindangan. Prinsip pembuatan

olahan ini adalah membuat seluruh tulang, sisik, dan duri bandeng

menjadi lunak sehingga dapat dimakan. Bandeng duri lunak dibuat

dengan cara memasak ikan pada suhu dan tekanan tinggi. Umumnya,

pemasakan ini dilakukan dengan pressure cooker atau autoclave selama

60-90 menit, dengan tekanan sekitar 1 atmosfer. Pembuatan bandeng duri

lunak secara tradisional dilakukan dengan cara dimasak dalam jangka

waktu yang relatif lama, yaitu antara 6-7 jam (Saparinto, 2006).

b. Budidaya Ikan Bandeng

Budidaya ikan Bandeng adalah usaha yang dimulai dengan

pemeliharaan nener yang bertujuan untuk menghasilkan ikan ukuran

konsumsi (Hadie, 1986). Teknologi pembudidayaan ikan bandeng dapat

dibagi menjadi 4, yaitu ekstensif (kepadatan 2000-3000 ekor/ha), tradisional plus (kepadatan 4000-6000 ekor/ha), semi-intensif (kepadatan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id15

8000-12000 ekor/ha) dan intensif (kepadatan > 20000 ekor/ha).

Kedalaman air pada masing-masing teknologi secara berurutan adalah 50

cm, 80 cm, 100 cm, dan 120 cm. Pada budidaya ekstensif, seluruh suplai

makanan mengandalkan pakan alami, sedangkan pada tradisional plus

suplai makanan berupa pakan alami ditambah pelet atau dedak

halus.Untuk semi intensif dan intensif sebagian besar menggunakan

pakan buatan (Alboneh, 2007). Benih ikan Bandeng atau nener memiliki ciri tubuh yang terang dan tembus pandang.Apabila diletakkan di dalam baskom, bagian nener yang nampak jelas adalah matanya yang hitam. Nener yang sehat akan bergerak aktif, dan berenang bergerombol serta mudah terkejut. Dalam kurun waktu 2 bulan, nener akan nampak seperti ikan dengan ukuran panjang berkisar antara 5-8 cm dan disebut gelondongan, ikan sebesar inilah yang cocok untuk dibudidayakan.Nener dapat diperoleh melalui dua cara, yaitu: 1. Nener Alam Perairan Indonesia memiliki potensi besar sebagai tempat pemijahan ikan Bandeng. Dengan pantai dan hutan bakau yang luas

merupakan daerah yang potensial sebagai tempat mencari makan dan

berlindung bagi benih ikan Bandeng. Umumnya mutu nener alam

sangat bervariasi tergantung pada lokasi, musim dan cara

penangkapan. Mutu nener biasanya diuji dari kecepatan bergerak

akibat rangsangan fisik misalnya berupa tepukan pada dinding

tangki. Produksi nener di Indonesia melalui penangkapan di alam

masih sering dilakukan. Penangkapan ini biasa dilakukan oleh

penduduk di sekitar pantai dengan menggunakan alat tangkap

sederhana seperti, seser, babar, soplat, pukat, jaring sorong, dan

trawl nener. Penangkapan nener alam secara terus menerus

sebaiknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan populasi ikan

Bandeng di alam berkurang atau bahkan bisa punah (Ghufron, 1997). library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id16

2. Nener hatchery

Selain dari alam, nener juga dapat diproduksi di hatchery

(balai pembenihan). Nener hatchery memilki kelebihan karena

kemurnian nener hatchery dapat dijamin 100% (percampuran dengan

spesies lain tidak mungkin terjadi kecuali disengaja) dan umurnya

dapat diketahui, sehingga penentuan umur ikan Bandeng yang dijual

dapat diketahui dengan tepat. Nener hatchery dapat diproduksi di dua jenis hatchery, yaitu hatchery lengkap dan hatchery skala rumah tangga (HSRT). Kualitas dari kedua hatchery tersebut tidak berbeda dengan kualitas nener alam (Ahmad, 1999). Menurut Ahmad (1999), bahwa warna nener hatchery dapat diatur sesuai keinginan konsumen. Nener yang banyak terserang mata perak sebaiknya tidak dipilih. Mata perak terlihat jelas jika nener ditempatkan pada ruang gelap dan diaerasi, sehingga tampak gerakan bercak keperakan. Daging ikan bandeng dikenal gurih, beraroma khas dan berwarna putih. Tetapi, duri/tulang halusnya banyak sehingga menyebabkan masalah jika akan dikonsumsi. Untuk mengatasi hal ini, ikan bandeng kemudian diolah

menggunakan pemasakan bertekanan (autoclave atau pressure

cooker) untuk memperoleh produk ikan bandeng yang mempunyai

tulang yang lunak yang dikenal sebagai bandeng presto.

c. Bandeng Presto (Ikan Duri Lunak)

Salah satu hasil olahan ikan bandeng adalah bandeng duri

lunak. Mempunyai ciri hampir sama dengan pindang bandeng, dengan

kelebihan yakni tulang, duri dari ekor hingga kepalanya cukup lunak,

sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada

mulut. Bandeng duri lunak merupakan salah satu jenis

diversifikasi pengolahan hasil perikanan terutama sebagai modifikasi

pemindangan yang memiliki kelebihan yaitu tulang dan duri dari ekor

sampai kepala lunak sehingga dapat dimakan tanpa menimbulkan gangguan duri pada mulut (Arifudin, 1988). library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id17

Pada masa lalu, untuk mengatasi banyaknya duri pada ikan

bandeng, masyarakat pedesaan mengolahnya secara sederhana dalam

paso (kuali). Ikan dimasukkan dalam paso lalu diberi air, kemudian

direbus sampai mendidih. Setelah ainya habis, perebusan dihentikan dan

ikan yang telah matang ini langsung digunakan sebagai lauk atau diolah

lebih lanjut menurut selera masing-masing. Cara ini ternyata dapat

memperlunak duri-durinya. Tetapi ikan menjadi lengket satu sama lain dan hancur bila dipisahkan sehingga menyulitkan penyajiannya. Untuk mengatasi itu semua, dewasa ini ada cara yang lebih baik, yakni dengan mengolahnya dalam pressure cooker (autoclave) atau dengan menambahkan papain. Cara ini merupakan perbaikan cara pengolahan sebelumnya. Hasil dari adalah ikan tetap utuh, dan duri-durinya menjadi lunak sehingga tidak membahayakan siapa pun juga. Di samping itu, nilai gizi ikan tidak berkurang dan lebih mudah disajikan. Waktu yang diperlukan untuk mengolah ikan dengan pressure cooker lebih cepat, sehingga kandungan protein dan beberapa vitamin dalam daging ikan tidak rusak. Protein dan vitamin akan rusak bila dipanaskan (dimasak) dalam waktu yang relatif lama. Selain itu, rasa, aroma serta warna tidak

banyak berubah, sehingga tampak lebih alami. Lagi pula, pemanasan

pada pressure cooker mencapai suhu sterilisasi yaitu 122°C sehingga

sebagian besar mikroorganisme yang bersifat patogen (mikroba penyebab

penyakit) sudah mati. Di samping itu daging ikan yang diolah dengan

cara ini lebih padat dan gempal, serta tulang dan duri-durinya menjadi

lunak (empuk). Sehingga seluruh bagian tubuh ikan dapat dimakan tanpa

sisa (Djarijah, 2008).

Menurut SNI No: 4106.1-2009, bandeng presto/duri lunak adalah

produk olahan hasil perikanan dengan bahan baku ikan utuh yang

mengalami perlakuan sebagai berikut: penerimaan bahan baku,

sortasi, penyiangan, pencucian, perendaman, pembungkusan,

pengukusan, pendinginan, pengepakan, pengemasan, penandaan, dan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id18

penyimpanan. Persyaratan mutu bandeng duri lunak menurut SNI

No: 4106.1-2009 yang ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Persyaratan mutu bandeng presto menurut SNI No: 4106.1-2009

Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a) Organoleptik Angka (1-9) Minimal 7 Cemaran b) Mikroorganisme 1. ALT, maks Koloni/gram 5,0 x 105 2. Escherichia coli APM/gram < 3 3. Salmonella * Per 25 gram negatif 4. Vibrio cholerae * Per 25 gram negatif 5. Staphylococcus Koloni/gram maksimal 1x 103 aureus c) Cemaran Kimia 1. Merkuri (Hg) mg/gram Maksimal 0,5 2. Timbal (Pb) mg/gram Maksimal 0,2 3. Kadmium (Kd) mg/gram Maksimal 0,05 *) Apabila diperlukan Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006) (SNI No: 4106.1-2009) d. UMKM Pada Bab I pasal 1 UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), maka yang dimaksud dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah: a) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan

dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria

Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

b) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha

yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah

atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

c) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id19

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik

langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha

Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan

tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Menurut Badan Pusat Stastistika (2008), bahwa definisi UMKM

berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha

yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai dengan 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Berdasarkan definisi diatas maka pada intinya Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah suatu bentuk usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah (Anggraeni, 2013). e. Biaya Mulyadi (2012) membedakan bahwa pengertian biaya ke dalam arti luas dan arti sempit antara lain sebagai berikut: dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau mungkin terjadi untuk mencapai

tujuan tertentu. Dalam arti sempit biaya merupakan bagian dari harga

pokok yang dikorbankan dalam usaha untuk memperoleh penghasilan.

Menurut Supriyono (2011), bahwa membedakan biaya ke dalam

dua pengertian yang berbeda yaitu biaya dalam arti cost dan biaya dalam

arti expense. Biaya dalam arti cost (harga pokok) adalah jumlah yang

dapat diukur dalam satuan uang dalam rangka pemilikan barang dan

jasa yang diperlukan perusahaan, baik pada masa lalu (harga perolehan

yang telah terjadi) maupun pada masa yang akan datang (harga perolehan

yang akan terjadi). Sedangkan expense (beban) adalah biaya yang

dikorbankan atau dikonsumsi dalam rangka memperoleh pendapatan

(revenues) dalam suatu periode akuntansi tertentu.

Biaya ekonomi juga dapat disebut sebagai gabungan dari biaya oportunitas dan biaya akuntansi. Case (2005), menyebutkan bahwa biaya library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id20

ekonomi sebagai jumlah dari biaya total yang dikeluarkan (biaya eksplisit

/ biaya akuntansi) ditambah tingkat pengembalian modal yang wajar dan

biaya peluang (biaya implisit) dari masing-masing faktor produksi.

Pendapat ini sejalan dengan pendapat Pindyck (2005), bahwa yang

menyebut biaya ekonomis sebagai biaya perusahaan dari utilisasi sumber

daya ekonomis dalam produksi, termasuk biaya peluang. Menurut

Nicholson (2002), bahwa secara spesifik di dalam prakteknya, biaya ekonomi dilihat dari tiga input spesifik dalam aktivitas perusahaan yaitu biaya tenaga kerja (labor cost), biaya modal (capital cost) dan biaya kepengusahaan (entrepreneurial cost). Biaya tenaga kerja terkait dengan biaya gaji dan upah yang bayarkan atas pemakaian tenaga kerja manusia dalam memproduksi suatu produk. Biaya modal merupakan biaya yang terkait dengan penggunaan modal baik dalam bentuk peralatan maupun uang. Sedangkan biaya kepengusahaan terkait dengan biaya oportunitas atas keterlibatan pemilik perusahaan dalam usaha yang dikelolanya. Prinsip biaya yang paling pokok adalah biaya total usahatani (total costs), yang merupakan nilai uang dari keseluruhan faktor produksi yang dipergunakan dalam produksi usahatani. Biaya total terbagi dalam

dua komponen biaya yaitu : biaya eksplisit dan biaya implisit. Biaya

eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani

(out of pocket expenditure) dalam penyelenggaraan usahatani. Biaya

implisit adalah biaya yang sifatnya hanya diperhitungkan (imputed) saja

sebagai biaya, tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang

dibayarkan secara nyata oleh petani (Kasim, 2000).

f. Penerimaan

Revenue adalah besarnya penerimaan total yang diterima oleh

perusahaan/produsen dari penjualan produk yang di produksinya.

Revenue yang berarti penerimaan adalah sebagai jumlah yang

diperoleh dari penjualan sejumlah output yang dihasilkan seorang

produsen atau perusahaan. Penerimaan total atau total revenue pada umumnya dapat didefinisikan sebagai penerimaan dari penjualan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id21

barang-barang yang diperoleh penjual. Penerimaan total adalah sama

banyaknya dengan satuan barang yang terjual dikalikan dengan

harga penjualan tiap satuan atau dirumuskan sebagai berikut:

R = P.X

Keterangan:

R : Penerimaan total

P : Harga tiap satuan barang X : Banyaknya barang yang terjual (Nurdin, 2010). Jadi, semakin banyak jumlah produk yang dihasilkan maupun semakin tinggi harga per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika produk yang dihasilkan sedikit dan harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen semakin kecil (Soedjarwanto, 1994). g. Keuntungan Keuntungan dapat diukur dengan menggunakan uang yang kita peroleh biasanya berasal dari hasil penjualan, upah sebagai tenaga kerja, hasil penyewaan barang, hasil pemberian jasa ataupun dari

cara yang lainnya. Dari hasil keuntungan kita tersebut akhirnya

kita bisa gunakan untuk keperluan sehari-hari dengan

mengkonsumsinya, ataupun kita tabung sebagai persiapan terhadap

keperluan kita yang akan dating. Keuntungan dapat dihitung dengan

mengurangi penerimaan dengan biaya total. (Nurdin, 2010).

Pendapatan kotor adalah keseluruhan nilai hasil yang diperoleh

dari semua cabang industri dan sumber dalam industri, yang dapat

diperhitungkan dari hasil penjualan, pertukaran ataupun penaksiran.

Sedangkan pendapatan bersih adalah pendapatan kotor dikurangi dengan

biaya mengusahakan. Jadi pendapatan yang mengetahui keuntungan

adalah pendapatan bersih yaitu pendapatan yang diterima dikurangi

semua biaya yang dikeluarkan (Prasetya, 1995). library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id22

Menurut Soekartawi (1991), bahwa total keuntungan diperoleh

dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya dalam suatu proses

produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik

dikalikan dengan harga produksi. Pendapatan adalah selisih antara

penerimaan yang diterima dari penjualan dengan biaya kesempatan dari

sumberdaya yang digunakan. Pendapatan sebagai kelebihan penerimaan

(revenue) atas biaya-biaya yang dikeluarkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: π = TR – TC atau π = Q × P – (TCi + TCe) Keterangan: π = Keuntungan TR = Total Revenue TC = Total Cost Q = Quantity P = Price TCi = Total Implisit Cost TCe = Total Eksplisit Cost h. Profitabilitas

Menurut Downey (1992), bahwa profitabilitas merupakan

kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba/profit. Oleh karena itu

istilah rasio profitabilitas merujuk pada beberapa indikator atau rasio

yang berbeda yang bisa digunakan untuk menentukan profitabilitas dan

prestasi kerja perusahaan. Profitabilitas dimaksud untuk mengetahui

efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha

dalam hubungannya dengan penjualan. Profitabilitas merupakan salah

satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya kinerja usaha. Dengan

kata lain, profitabilitas merupakan perbandingan antara keuntungan dari

penjualan dengan biaya total yang dinyatakan dengan prosentase.

Menurut Gasperz (1999), bahwa kriteria untuk evaluasi proyek

industri adalah tingkat keuntungan ekonomis (profitability). Dengan demikian apabila suatu proyek industri telah memenuhi persyaratan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id23

teknik, perlu ditentukan keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh dari

proyek industri tersebut. Adapun profitabilitas dapat dirumuskan sebagai

berikut:

Profitabilitas = ×100%

𝜋𝜋 Keterangan : 𝑇𝑇𝑇𝑇 Π = Keuntungan usaha industri (Rupiah)

TC = Total Cost =Biaya total usaha (Rupiah) Kriteria pengambilan keputusan: − Profitabilitas > 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan menguntungkan − Profitabilitas = 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan mengalami BEP (impas) − Profitabilitas < 0 berarti bandeng presto yang diusahakan tidak menguntungkan (Riyanto, 1997). i. Efisiensi (R/C) Menurut Soekartawi (1995), bahwa efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya penerimaan dengan biaya yang

dikeluarkan untuk berproduksi, yaitu dengan menggunakan R/C rasio

atau Return Cost Ratio. Dalam perhitungan analisis, sebaiknya R/C

dibagi dua, yaitu R/C yang menggunakan biaya yang secara riil

dikeluarkan pengusaha dan R/C yang menghitung semua biaya, baik

biaya yang riil dikeluarkan maupun biaya yang tidak riil dikeluarkan.

Efisiensi mempunyai pengertian yang relatif. Suatu tingkat pemakaian

korbanan dikatakan lebih efisien dari tingkat pemakaian yang lain apabila

ia memberikan output yang lebih besar. Apabila dalam proses produksi

yang menjadi tujuan utama adalah keuntungan maksimum maka perlu

adanya tindakan yang mampu mempertinggi output karena output yang

tinggi akan membentuk total penerimaan yang tinggi dan tentu saja laba

yang besar. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id24

Menurut Rahardi (1999), bahwa R/C rasio menunjukkan

pendapatan kotor (penerimaan) yang diterima untuk setiap rupiah yang

dikeluarkan untuk memproduksi, sekaligus menunjang kondisi suatu

usaha. Ukuran kondisi tersebut sangat penting karena dapat dijadikan

penilaian terhadap keputusan perusahaan dan kemungkinan

pengembangan usaha tersebut. Tujuan utama dari suatu usaha adalah

untuk memperoleh pendapatan yang besar, disamping tujuan yang lebih utama adalah untuk mencapai suatu tingkat efisiensi yang tinggi. Pendapatan yang tinggi tidak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi, karena kemungkinan penerimaan yang besar tersebut diperoleh dari investasi yang besar. Efisiensi mempunyai tujuan memperkecil biaya produksi persatuan produk yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan yang optimal. Cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah memperkecil biaya keseluruhan dengan mempertahankan produksi yang telah dicapai untuk memperbesar produksi tanpa meningkatkan biaya keseluruhan.Salah satu pengukur efisiensi adalah R/C rasio. R/C rasio adalah singkatan Return Cost atau dikenal dengan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. Secara matematis

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Efisiensi = 𝑅𝑅 Keterangan: 𝐶𝐶

R = Return,atau Penerimaan (Rupiah)

C = Cost,atau Biaya(Rupiah)

Kriteria yang digunakan dalam penentuan efisiensi usaha adalah :

R/C > 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien.

R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik

impas/Break Event Point (BEP).

R/C < 1 berarti usaha tidak dijalankan secara efisien.

(Soekartawi, 1995)

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id25

j. Risiko

Risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini

terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang

apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat

berakibat menguntungkan atau merugikan. Secara umum risiko dapat

diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan

dimana terdapat kemungkinan yang merugikan. Bila investor menanamkan modal untuk mendirikan usaha, tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan dimasa depan, tetapi pada waktu yang sama juga memahami risiko kurang dari yang diharapkan. Makin besar kemungkinan rendahnya keuntungan atau bahkan rugi, dikatakan makin besar risiko usaha tersebut (Soeharto, 1997 dalam skripsi oleh Emilianus Soo tahun 2013). Risiko merupakan kemungkinan yang akan dijalankan bisa gagal. Faktor ketidakpastian dan risiko merupakan faktor eksternalitas yaitu faktor yang sulit dikendalikan oleh produsen. Sumber ketidakpastian yang penting adalah fluktuasi produksi (output) dan fluktuasi harga. Adanya faktor ketidakpastian dan risiko ini menyebabkan produsen

cenderung enggan memperluas usahanya; misalnya dengan menambah

investasi karena khawatir muncul adanya kemungkinan merugi (the

chance of loss) (Soekartawi, 1993).

Risiko adalah Suatu kondisi yang lebih realistis yang dihadapi

oleh pimpinan perusahaan. Dalam pengertian risiko terdapat sejumlah

kemungkinan hasil yang diketahui, atau kemungkinan terjadinya suatu

peristiwa diantara kejadian seluruhnya yang mungkin terjadi. Hal ini

lebih realistis, karena pada umumnya kita telah terdidik untuk menaksir

atau menduga yang meliputi suatu rentang (range) kemungkinan

terjadinya suatu peristiwa dari kemungkinan peristiwa ekstrem yang ada.

Dengan demikian maka risiko suatu investasi dapat diartikan sebagai

probabilitas tidak dicapainya tingkat keuntungan yang diharapkan atau kemungkinan return yang diterima menyimpang dari yang diharapkan. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id26

Makin besar penyimpangan tersebut berarti makin besar risikonya

(Riyanto, 1995).

Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang

harus ditanggung oleh pengusaha dengan jumlah keuntungan yang akan

diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

CV = 𝑉𝑉 keterangan : 𝐸𝐸 CV = Koefisien variasi usaha V = Simpangan baku usaha (Rupiah) E = Keuntungan rata-rata usaha (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari keuntungan ratarata usaha industri bandeng presto dan simpangan bakunya, yang dirumuskan sebagai berikut :

E = 𝑛𝑛 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸 keterangan : 𝑛𝑛 E = Keuntungan rata-rata usaha (Rp) Ei = Keuntungan usaha (Rp)

n = Jumlah pengusaha (orang)

Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha bandeng presto

Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode

analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam,

yaitu:

V =

Adapun dalam perhitungan analisis ragam2 dirumuskan sebagai berikut: √𝑉𝑉 ( ) V2 = 𝑛𝑛 2 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸−𝐸𝐸

𝑛𝑛−1 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id27

keterangan :

V2 = Ragam

n = Jumlah pengusaha (orang)

E = Keuntungan rata-rata usaha (Rp)

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id28

C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah

UMKM Bandeng Presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

Masukan Keluaran Proses Produksi (input) (output)

Biaya eksplisit : 1. Bahan Baku (bandeng) 2. Bahan Penolong (bumbu, minyak Biaya Implisit : goreng) 1. Tenaga Kerja 3. Bahan Bakar Dalam (Keluarga) 4. Pengemasan 2. Bunga Modal 5. Transportasi Sendiri 6. Tenaga Kerja Luar 3. Penyusutan Alat 7. Pajak PBB 8. Listrik

Biaya Total Penerimaan

Analisis Usaha :

- Keuntungan - Profitabilitas

- Risiko Usaha - Efisiensi Usaha

Gambar 2. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha Bandeng Presto Skala UMKM di Desa Dukutalit,

Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id29

D. Hipotesis

Berdasarkan latar belakang penelitian dan teori, maka hipotesis penilaian

ini adalah sebagai berikut:

1. Diduga usaha industri bandeng presto skala UMKM yang diusahakan di

Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati menguntungkan.

2. Diduga usaha industri bandeng presto skala UMKM yang diusahakan di

Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati menghadapi risiko dalam menjalankan usahanya. 3. Diduga industri bandeng presto skala UMKM yang diusahakan di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sudah efisien dan layak diusahakan. E. Asumsi a. Teknologi selama penelitian dianggap tetap. b. Variabel-variabel yang tidak diamati dianggap berpengaruh normal. F. Pembatasan Masalah a. Penelitian ini dibatasi pada industri skala kecil yang mengusahakan pembuatan bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dengan menggunakan tenaga kerja 1-19 orang sampai

periode penelitian ini masih berproduksi.

b. Bandeng presto yang diteliti adalah bandeng kering dan basah

c. Biaya transportasi digunakan dalam pengiriman bahan baku dan

penjualan.

d. Penelitian ini menggunakan data produksi selama periode satu bulan yaitu

pada bulan Desember 2018.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id30

G. Difinisi Operasional dan Konsep Pengukuran Variabel

1. Analisis usaha adalah penyidikan terhadap kelangsungan suatu usaha

dengan meninjau dari berbagai hal yang meliputi, biaya, penerimaan,

keuntungan, profitabilitas, besarnya risiko serta efisiensi usaha.

2. Responden adalah pengusaha bandeng presto skala kecil di Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.

3. Biaya total usaha industri bandeng presto adalah semua biaya yang digunakan dalam usaha pembuatan bandeng presto, baik yang benar-benar dikeluarkan atau tidak, yang terbagi menjadi biaya eksplisit dan biaya implisit yang dinyatakan dengan satuan rupiah (Rp). 4. Biaya eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata dikeluarkan oleh petani (out of pocket expenditure) dalam penyelenggaraan usahatani. dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya eksplisit terdiri dari bahan baku, biaya penolong, transportasi, bahan bakar, pengemasan, tenaga kerja luar, dan pajak. a. Biaya bahan baku: biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku (bandeng) dengan satuan rupiah (Rp) b. Biaya bahan penolong; biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan

penolong (bumbu dan minyak goreng) yang digunakan dalam proses

produksi dengan satuan rupiah (Rp)

c. Biaya transportasi: biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dalam

proses penjualan maupun pengadaan input yang dinyatakan dalam

satuan rupiah (Rp)

d. Biaya bahan bakar: biaya yang dikeluarkan untuk membeli gas elpiji

ataupun kayu bakar sebagai bahan bakar yang digunakan dalam proses

produksi dengan satuan rupiah (Rp)

e. Biaya pengemasan: biaya yang dikeluarkan untuk mengemas bandeng

presto dengan satuan rupiah (Rp)

f. Biaya tenaga kerja luar: biaya yang dikeluarkan untuk membayar

tenaga kerja luar yang dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id31

g. Biaya pajak adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya pajak

bangunan (PBB)

5. Biaya implisit adalah biaya yang sifatnya hanya diperhitungkan (imputed)

saja sebagai biaya, tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang

dibayarkan secara nyata oleh petani dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya implisit terdiri dari tenaga kerja dalam (keluarga), penyusutan, dan

bunga modal sendiri. a. Biaya tenaga kerja dalam (keluarga) adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja keluarga atau bisa disebut penerimaan yang diterima oleh keluarga tersebut b. Biaya penyusutan adalah pengurangan nilai barang-barang modal karena barang modal tersebut terpakai dalam proses produksi atau faktor waktu. Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metode garis lurus dalam satuan rupiah, yaitu barang modal yang digunakan diperkirakan memiliki umur ekonomis berapa tahun, kemudian nilainya dibebankan pada setiap tahun.

Penyusutan =

𝑛𝑛 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎−𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ𝑖𝑖𝑖𝑖 Keterangan : 𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒𝑒

Nilai awal : Harga beli alat produksi awal tahun usaha

Nilai akhir : harga jual alat produksi akhir tahun

Umur ekonomi : Umur alat produksi yang digunakan

c. Bunga modal sendiri, yaitu bunga dari modal sendiri yang dihitung

dengan rumus sebagai berikut :

B = P x i

Keterangan :

B : Bunga modal sendiri (rupiah)

P : Modal sendiri (rupiah)

I : Suku bunga rill (%)

6. Penerimaan industri bandeng presto diperoleh dengan cara mengalikan

jumlah bandeng presto yang dihasilkan dengan harga jual bandeng presto yang dinyatakan dalam rupiah. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id32

7. Keuntungan usaha bandeng presto adalah selisih antara penerimaan total

dengan biaya total (biaya eksplisit dan biaya implisit) yang dinyatakan

dalam rupiah (Rp).

8. Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan yang diperoleh

dengan biaya total (biaya eksplisit dan biaya implisit) yang digunakan

dalam usaha industri bandeng presto, dinyatakan dalam persen (%).

9. Efisiensi usaha (R/C Ratio) adalah perbandingan antara penerimaan yang diperoleh dengan total biaya (biaya eksplisit dan biaya implisit) yang dikeluarkan. 10. Risiko adalah fluktuasi keuntungan yang diterima oleh pengusaha atau kemungkinan kerugian yang akan diterima oleh pengusaha bandeng presto diukur menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id33

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Dasar Penelitian

Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Metode ini mempunyai ciri-ciri, memusatkan diri pada pemecahan

masalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dianalisis,

dan kemudian dijelaskan. Pelaksanaannya dengan teknik survei, yaitu cara pengumpulan data dari sejumlah unit atau individu dalam jangka waktu yang bersamaan melalui alat pengukuran wawancara yang berupa daftar pertanyaan berbentuk kuesioner (Surakhmad, 1994). B. Metode Penentuan Sampel Penelitian 1. Metode Penentuan Lokasi Penelitian ini dilakukan di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana Penentuan lokasi tersebut dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Juwana merupakan penghasil bandeng terbesar di Kabupaten Pati. Penghasil ikan bandeng di Kecamatan Juwana, khusunya pada Desa Dukutalit ini adalah sentra olahan bandeng yang dijadikan bandeng presto. Jumlah usaha skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan

Juwana, Kabupaten Pati sebanyak 32 Pengusaha, diantara 32 pengusaha

tersebut terdapat 12 usaha bandeng presto.

2. Metode Pengambilan Responden

Metode yang digunakan dengan cara sensus yaitu mengambil

semua data yang ada dilapangan dikarenakan responden kurang dari 30

UMKM. Responden dalam penelitian ini yaitu pengusaha bandeng presto

berskala UMKM dimana memproduksi bandeng presto setiap hari.

Berdasarkan Tabel 4 diketahui ada 32 pengusaha skala UMKM tetapi

pengusaha bandeng presto berjumlah 12 pengusaha di Desa Dukutalit,

Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Informasi tersebut diperoleh dari

Kepala Desa Dukutalit dengan wawancara langsung ke kantor Kepala

Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.

33 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id34

Tabel 4. Daftar UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017

No. Nama Usaha Alamat

1. Sariyo Presto RT 04 RW 03 2. Winarso Presto RT 05 RW 03 3. Suripto Presto RT 05 RW 03 4. Sutrisno Presto RT 01 RW 02 5. Ani Presto RT 02 RW 03 6. Hj. Suryati Presto RT 02 RW 03 7. Marem Presto Presto RT 02 RW 02 8. Indah Presto RT 02 RW 02 9. Warso Presto RT 03 RW 02 10. Sumiyati Presto RT 02 RW 02 11. Jumi’ati Presto RT 02 RW 01 12. Tubagus Presto/Cabut Duri RT 05 RW 03 13. Suwaji Pindang RT 02 RW 01 14. Rakito Tahu RT 02 RW 01 15 Harli Tahu RT 02 RW 01 16. Supriyadi Kuningan RT 05 RW 02 17. Rut Sukarlin Tempe RT 06 RW 02 18. Sukawi Kuningan RT 06 RW 02 19. Edi Sutarko Bistik RT 01 RW 03 20. Yarso Kuningan RT 01 RW 03 21. Wartoyo Kuningan RT 01 RW 03 22. Warso Kuningan RT 01 RW 03

23. Hana Cabut Duri RT 02 RW 03 24. H. Muri Pindang RT 03 RW 03 25. Sugiyarti Pindang RT 03 RW 03

26. Sumarso Pindang RT 03 RW 03 27. Sutarno Pindang RT 04 RW 03

28 Ngatno Pindang RT 01 RW 01 29. Agus Siyo Pindang RT 01 RW 01 Prasetyo

30. Suhartoyo Kuningan RT 01 RW 01 31. H. Kasrin Kuningan RT 05 RW 03

32. H. Dawi Kuningan RT 05 RW 03 Sumber: Data Primer UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati Tahun 2017

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id35

C. Jenis dan Sumber Data

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diperolah langsung

dari responden bandeng presto dan pihak-pihak dari dinas perikanan,

dinas perindustrian, dinas koperasi dan UMKM dengan menggunakan

daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

2. Data Sekunder Data yang diperoleh dari instansi yang terkait (BPS, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, serta instansi terkait lainnya) dari berbagai media cetak dan media online selain dari berbagai buku dan literatur yang berkaitan dengan penelitian ini. D. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data primer melalui wawancara langsung dengan responden usaha bandeng presto berdasarkan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. 2. Observasi Teknik ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung

terhadap obyek yang akan diteliti sehingga didapatkan gambaran yang

jelas mengenai obyek yang akan diteliti.

3. Pencatatan

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data primer maupun

data sekunder yang diperlukan, yaitu dengan mencatat hasil wawancara

dengan responden dan data yang ada pada instansi pemerintah atau

lembaga yang terkait langsung dengan penelitian ini.

E. Metode Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Keuntungan Usaha

a. Biaya Total

Menghitung biaya total (TC) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id36

TC = Biaya Ekplisit + Biaya Implisit

Keterangan:

TC = Biaya total usaha pengolahan bandeng presto (Rp)

Biaya Eksplisit = Bahan Baku (bandeng), Bahan Penolong, Bahan

Bakar, Pengemasan, Transportasi, Tenaga Kerja

Luar, Pajak dari usaha pengolahan bandeng

presto (Rp) Biaya Implisit = Biaya Tenaga Kerja Dalam (Keluarga), Biaya Penyusutan Alat, Bunga Modal Sendiri dari usaha pengolahan bandeng presto (Rp) b. Penerimaan Menghitung penerimaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: TR = Q x P Keterangan: TR = Penerimaan total usaha pengolahan bandeng presto (Rp) P = Harga produk bandeng presto (Rp) Q = Jumlah produk bandeng presto (Kg)

c. Keuntungan

Menghitung keuntungan usaha pengolahan bandeng menjadi ikan duri

lunak (presto).

π = TR – TC

Keterangan:

π = Keuntungan usaha pengolahan bandeng presto (Rp)

TR = Penerimaan usaha pengolahan bandeng presto (Rp)

TC = Biaya total usaha pengolahan bandeng presto (Rp)

2. Efisiensi Usaha (R/C Rasio) dan Profitabilitas

Efisiensi usaha dihitung dengan menggunakan R/C Rasio yaitu

perbandingan antara pendapatan dengan total semua biaya yang

dikeluarkan R/C Rasio = 𝑅𝑅 𝐶𝐶 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id37

Keterangan:

R = Return,atau Penerimaan (Rupiah)

C = Cost,atau Biaya(Rupiah)

Kriteria yang digunakan dalam penentuan efisiensi usaha adalah :

− R/C > 1 berarti usaha sudah dijalankan secara efisien. − R/C = 1 berarti usaha yang dijalankan dalam kondisi titik impas/Break Event Point (BEP). − R/C < 1 berarti usaha tidak dijalankan secara efisien. Menurut Gasperz (1999), bahwa kriteria untuk evaluasi proyek industri adalah tingkat keuntungan ekonomis (profitability). Dengan demikian apabila suatu proyek industri telah memenuhi persyaratan teknik, perlu ditentukan keuntungan ekonomis yang dapat diperoleh dari proyek industri tersebut. Adapun profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut: Profitabilitas = ×100% 𝜋𝜋 Keterangan : 𝑇𝑇𝑇𝑇 Π = Keuntungan usaha industri bandeng presto (Rupiah) TC = Total Cost =Biaya total usaha industri bandeng presto (Rupiah)

Kriteria pengambilan keputusan:

− Profitabilitas > 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan

menguntungkan

− Profitabilitas = 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan

mengalami BEP (impas)

− Profitabilitas < 0 berarti usaha bandeng presto yang diusahakan tidak

menguntungkan

3. Risiko Usaha

Untuk menghitung besarnya risiko usaha industri Bandeng Presto

Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

adalah dengan menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas

bawah keuntungan. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id38

Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus

ditanggung oleh pengusaha industri bandeng presto dengan jumlah

keuntungan yang akan diperoleh, secara matematis dapat dirumuskan

sebagai berikut :

CV =

𝑉𝑉 keterangan : 𝐸𝐸 CV = Koefisien variasi usaha industri bandeng presto V = Simpangan baku usaha industri bandeng presto (Rupiah) E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp) Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari keuntungan ratarata usaha industri bandeng presto dan simpangan bakunya, yang dirumuskan sebagai berikut :

E = 12 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸 keterangan : 12 E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp) Ei = Keuntungan usaha industri bandeng presto (Rp) n = 12 jumlah pengusaha bandeng presto (orang)

Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha bandeng presto

Skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode

analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam,

yaitu:

V =

Adapun dalam perhitungan analisis ragam2 dirumuskan sebagai berikut: √𝑉𝑉 ( ) V2 = 12 2 ∑𝑖𝑖=1 𝐸𝐸𝐸𝐸−𝐸𝐸 keterangan : 𝑛𝑛−1 2 V = Ragam n = 12 jumlah pengusaha bandeng presto (orang) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id39

E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp)

Ei = Keuntungan usaha industri bandeng presto (Rp)

Untuk mengetahui batas bawah keuntungan usaha industri bandeng

presto digunakan rumus :

L = E – 2V

dimana :

L = Batas bawah keuntungan usaha industri bandeng presto (Rp) E = Keuntungan rata-rata usaha industri bandeng presto (Rp) V = Simpangan baku usaha industri bandeng presto (Rp) Kriteria Uji : Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko usaha industri bandeng presto yang harus ditanggung pengusaha semakin besar. − Apabila nilai CV ≤ 0,5 dan L ≥ 0 menyatakan bahwa pengusaha industri bandeng presto akan selalu terhindar dari kerugian. − Apabila nilai CV > 0,5 dan L < 0 berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh pengusaha industri bandeng presto

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

a. Keadaan Alam

Desa Dukutalit merupakan salah satu desa yang terletak di

Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Desa

Dukutalit memiliki luas wilayah sebesar 97.753 ha dengan sebesar 34.290 ha sebagai luas pekarangan dan sebesar 60.743 ha sebagai tambak. Berikut Peta Desa Dukutalit :

Gambar 4. Peta Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

Letak Desa Dukutalit berbatasan dengan:

Sebelah Utara : Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten

Pati

Sebelah Selatan : Desa Mintomulyo, Kecamatan Juwana, Kabupaten

Pati

40 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id41

Sebelah Barat : Desa Bakaran Wetan, Kecamatan Juwana, Kabupaten

Pati

Sebelah Timur : Desa Growong Kidul, Kecamatan Juwana, Kabupaten

Pati

(BPS Pati, 2018).

Tabel 5. Daftar desa di Kecamatan Juwana Tahun 2019

No. Desa/Kelurahan Kecamatan 1 Trimulyo Juwana 2 Tluwah Juwana 3 Sejomulyo Juwana 4 Pekuwon Juwana 5 Pajeksan Juwana 6 Mintomulyo Juwana 7 Margomulyo Juwana 8 Langenharjo Juwana 9 Kudukeras Juwana 10 Ketip Juwana 11 Kedungpancing Juwana 12 Kebonsawahan Juwana 13 Kauman Juwana 14 Karangrejo Juwana 15 Karang Juwana 16 Jepuro Juwana 17 Growong Lor Juwana 18 Growong Kidul Juwana

19 Genengmulyo Juwana

20 Gadingrejo Juwana 21 Dukutalit Juwana

22 Doropayung Juwana 23 Bumirejo Juwana 24 Bringin Juwana

25 Bendar Juwana 26 Bakaran Wetan Juwana 27 Bakaran Kulon Juwana

28 Bajomulyo Juwana 29 Agungmulyo Juwana

Sumber: BPS Kabupaten Pati

Tabel 5 menunjukkan bahwa daftar desa di Kecamatan Juwana

terdapat 29 desa salah satunya Desa Dukutalit sebagai tempat penelitian.

Secara administrasi Desa Dukutalit terbagi menjadi 3 Rukun Warga, 15 Rukun Tetangga, dan 6 Pamong Desa. Tipologi Desa Dukutalit library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id42

berdasarkan mata pencaharian yaitu desa nelayan, desa pertanian, desa

industri (kerajinan dan industri) serta desa perdagangan (pedagang dan

jasa). Jumlah tanah yang telah memiliki sertifikat adalah 805 buah

dengan luas sebesar 72 ha, sedangkan luas tanah kas desa sebesar 25.617

ha. Jarak Desa Dukutalit dari pusat pemerintahan kecamatan sebesar 2

km dan jarak dari pusat pemerintahan kota sebesar 12 km.

b. Keadaan Penduduk 1. Pertumbuhan Penduduk Keadaan penduduk berdasarkan jenis kelamin di suatu daerah digunakan untuk mendapatkan jumlah penduduk dan besarnya sex ratio di suatu daerah. Sex ratio merupakan suatu angka yang menunjukkan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di suatu daerah. Keadaan penduduk di Desa Dukutalit menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 6. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Jenis Kelamin Tahun 2017 No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%) Sex Ratio 1 Laki-laki 1796 48,7 2 Perempuan 1885 51,3 3681 100 0,95

Sumber: BPS Kabupaten Pati

Tabel 6 menunjukan bahwa jumlah penduduk perempuan di

Desa Dukutalit lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk

laki-lakinya. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu jauh hanya

selisih 2,6% dari 51,3% penduduk perempuan dan 48,7 % penduduk

laki-laki. Berdasarkan jumlah penduduk laki-laki sebesar 1796 dan

jumlah penduduk perempuan sebesar 1885, dapat diketahui besar sex

ratio yaitu 0,95. Hal ini menunjukkan bahwa tiap 100 penduduk

perempuan di Desa Dukutalit terdapat 95 penduduk laki-laki, sehingga

dapat diketahui bahwa penduduk laki-laki dan perempuan mempunyai

komposisi yang hampir sama.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id43

2. Keadaan Penduduk Menurut Umur

Berdasarkan umur angkatan kerja, penduduk di suatu daerah

dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu usia belum produktif (0-

14 tahun), usia produktif (15-64 tahun), dan usia non produktif (65

tahun keatas). Keadaan penduduk menurut kelompok

umur di Desa Dukutalit dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 7. Keadaan Penduduk Desa Dukutalit Menurut Umur Tahun 2017 No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1 0-14 816 22,2 2 15-64 2549 69,2 3 65+ 316 8,6 3681 100 Sumber: BPS Kabupaten Pati, 2018 Tabel 7 menunjukkan bahwa persentase penduduk Desa Dukutalit pada usia produktif yaitu usia antara 15-64 tahun sebesar 69,2 % dari total jumlah penduduk, sedangkan penduduk usia non produktif sebesar 31,8% dari total jumlah penduduk. Angka Beban Tanggungan (ABT) dapat diketahui dari perbandingan antara jumlah penduduk usia non produktif dengan jumlah penduduk usia produktif.

Rumus dari Angka Beban Tanggungan (ABT) adalah:

( ) ( ) ABT = 100% ( ) 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 0−14 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢 +𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 65 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃 15−64 𝑡𝑡𝑡𝑡ℎ𝑢𝑢𝑢𝑢 Berdasarkan hasil perhitungan telah diketahui bahwa 𝑥𝑥Angka Beban

Tanggungan penduduk di Desa Dukutalit sebesar 44,41% yang berarti

setiap 100 penduduk usia produktif harus menanggung 44 penduduk

usia non produktif.

Keadaan penduduk menurut umur yang sebagian besar

merupakan penduduk usia produktif memberikan gambaran mengenai

ketenagakerjaan di sektor industri usaha bandeng presto Skala

UMKM, bahwa rata-rata semua tenaga kerjanya berada pada usia

produktif. Hal ini menunjukkan bahwa usia produktif sangat efektif library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id44

karena pada industri usaha bandeng presto Skala UMKM sangat

tergantung pada factor tenaga kerja

3. Keadaan Penduduk Menurut Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan

masyarakat. Apabila penduduk di suatu daerah telah mengenyam

pendidikan, terutama pendidikan tinggi, maka potensi untuk

pengembangan daerah tersebut besar. Tingkat pendidikan di suatu daerah dipengaruhi antara lain oleh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan keadaan sosial ekonomi serta ketersediaan sarana pendidikan yang ada. Keadaan penduduk Desa Dukutalit menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Persentase keadaan penduduk Desa Dukutalit Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2017 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak/belum pernah sekolah 826 21,53 Tidak/belum tamat SD/MI 408 10,63 Tamat SD/MI 1.116 29,10 Tamat SMP 595 15,51 Tamat SMA sederajat 705 18,38 Tamat akademi/DI/DIII 67 1,74 Tamat Sarjana 108 2,81 Tamat Pascasrjana 10 0,3

Jumlah 3.835 100

Sumber: Buku Monografi Desa Dukutalit 2017

Berdasarkan tabel 8, menunjukkan bahwa persentase dari

keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Dukutalit

jumlah yang tertinggi adalah tamat Sekolah Dasar (SD) memiliki

kedudukan tertinggi yaitu sebesar 29,10%. Hal ini menunjukkan

bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Dukutalit masih kurang

karena sebagian besar penduduk telah menempuh pendidikan dan

banyak yang telah mengikuti program pendidikan selama 6 tahun. Hal

ini berdampak pada pola pikir penduduk yang cenderung lebih mudah

menerima perubahan kearah yang lebih baik, salah satunya dengan

memiliki industri sendiri. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id45

4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian

Keadaan mata pencaharian penduduk suatu daerah dipengaruhi

oleh sumberdaya yang tersedia dan kondisi sosial ekonomi seperti

ketrampilan yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan,

dan modal yang tersedia. Mata pencaharian penduduk suatu daerah

dapat digunakan untuk mengetahui kesejahteraan penduduknya.

Keadaan penduduk Desa Dukutalit menurut mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keadaan penduduk Desa Dukutalit Menurut Mata Pencaharian Tahun 2017 Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%) Pertanian 36 3,29 Nelayan 19 1,73 Industri 12 1,09 Perdagangan 771 70,62 Jasa 10 0,91 Lainnya 244 22,36 1.092 100 Sumber: Buku Monografi Desa Dukutalit 2017 Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang mempunyai jumlah tertinggi yaitu

sebesar 771 jiwa dikarenakan keadaan wilayah Desa Dukutalit tidak

mempunyai lahan sawah dan dekat dengan daerah yang ramai

menjadikan masyarakat memilih sebagai pedagang. Urutan berikutnya

adalah lainnya yaitu terdiri dari karyawan swasta, pegawai negeri

(PNS), anggota polisi dan TNI yaitu sebesar 244 jiwa. Sedangkan

mata pencaharian paling sedikit menyerap tenaga kerja adalah sektor

jasa sebesar 10 jiwa karena wiliayah tersebut tidak memiliki lahan

untuk pertanian.

c. Keadaan Sarana Perekonomian

Kondisi perekonomian suatu wilayah merupakan salah satu

indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Perkembangan

perekonomian dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian yang memadai. Pasar merupakan salah satu sarana yang dapat menunjang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id46

jalannya roda perekonomian di suatu daerah. Pasar berfungsi sebagai

tempat yang penting dalam penyaluran barang dan atau jasa. Seiring

dengan perkembangan pembangunan, maka banyak bermunculan pasar-

pasar baik pasar yang didirikan oleh pemerintah maupun perorangan.

Jumlah pasar pemerintah menurut jenis pasar di Kecamatan Juwana

tahun 2015-2017 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah pasar pemerintah menurut jenis pasar di Kecamatan Juwana keadaan 2015-2017 Jenis Pasar 2015 2016 2017 Pasar Grosir Tradisional 1 1 1 Pasar Daerah 1 1 1 Pasar Pembangunan - - - Pasar Desa - - - Pasar Hewan - - - Pasar Burung 1 1 1 Pusat Jajanan Khas Pati 1 1 1 Pasar Grosir Modern - 1 1 Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati, 2018 Tabel 10 menunjukkan bahwa sarana perekonomian di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati terdapat beberapa pasar yaitu pasar grosir tradisional, pasar daerah, pasar burung, pusat jajanan khas Pati, pasar grosir modern. Pasar daerah yaitu bernama pasar Porda

yang digunakan pengusaha bandeng presto sebagai tempat membeli

bandeng segar dari nelayan yang menjual ikan disana, pasar Porda

sebagai pusat produk ikan dari nelayan yang menjual hasil

tangkapannya. Dimana peluang untuk menjual bandeng presto lebih

mudah untuk dipasarkan di pusat jajanan khas Pati.

d. Keadaan Usaha Tani

Sebagian besar masyarakat Juwana bermata pencaharian di

bidang pertanian padi palawija. Namun, karena letak geogafis Kecamatan

Juwana yang juga berbatasan dengan Laut Jawa, maka tak heran jika

kecamatan ini juga memiliki potensi yang cukup besar dalam bidang

kelautan khususnya garam dan tambak. Hal ini menyebabkan masyarakat yang berada di wilayah pesisir berkerja sebagai pekerja tambak dan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id47

indusrti pembuatan garam briket dan garam halus. Lahan pertanian yang

ada di Juwana banyak ditanami tanaman pangan dan palawija.

Kecamatan Juwana merupakan salah satu kecamatan yang memiliki

potensi penghasil perkebunan tebu.

1. Pertanian Tanaman Pangan

Keadaan pertanian tanaman pangan Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati mempunyai produksi padi, jagung, dan kacang hijau sebagai keunggulan di daerah tersebut. Dilihat dari luas tanam dan luas panen tanaman padi dan palawija (ha) di kecamatan juwana keadaan dari tahun 2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Luas Tanam Dan Luas Panen Tanaman Padi Dan Palawija (ha) di Kecamatan Juwana keadaan dari tahun 2013-2017 Jenis 2013 2014 2015 2016 2017 Tanaman LT LP LT LP LT LP LT LP LT LP Padi 2.6 2.3 2.3 1.1 2.4 2.5 3.0 23 2.4 2.2 sawah 13 75 97 98 03 41 67 4 76 82 Jagung 31 31 10 10 32 32 2 2 2 2 Kacang 0 0 0 0 57 57 0 0 0 0 tanah Keterangan : LT : Luas Tanam LP : Luas Panen

Sumber: Balai Penyuluh Kecamatan Juwana

Tabel 11 menunjukkan bahwa pada tahun 2016 luas tanaman

padi sawah tertinggi, sebaliknya luas panen rendah, dikarenakan pada

tahun 2016 terdapat musibah banjir mengakibatkan panen menjadi

sedikit. Tanaman pangan tertinggi luas tanaman dan luas panennya

adalah padi, karena daerah tersebut daerah perairan cocok digunakan

sebagai tanaman padi sawah. Selanjutnya untuk jagung luas tanaman

dan luas panen berfluaktif, karena penanaman jagung tergantung

musim dan luas tanamannya tergolong sedikit daripada padi sawah.

begitu tanaman kacang tanah sebagai tanaman tambahan, pada tahun

2015 saja petani di Kecamatan Juwana menanam kacang tanah.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id48

2. Perkebunan

Perkebunan salah satu sektor pertanian penyumbang

pendapatan daerah. Kecamatan Juwana merupakan salah satu

kecamatan yang memiliki potensi penghasil perkebunan tebu. Luas

areal tanaman perkebunan di kecamatan Juwana, Kabupaten Pati pada

tahun 2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Luas Areal Tanaman Perkebunan (ha) di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Pada Tahun 2013-2017 Jenis Tanaman 2013 2014 2015 2016 2017 Kelapa 65 65 65 64 60,25 Kelapa Kopyor 2,5 2,5 2,5 2,5 2 Kapok 94 94 94 90 81,75 Tebu 207,54 243,26 203,44 203,44 151,99 Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati Tabel 12 menunjukkan bahwa luas areal tanaman perkebunan di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati pada tahun 2013-2017 selalu menurun diakrenakan kepadatan penduduk menjadikan lahan tersebut digunakan sebagai tempat tinggal. Luas areal tanaman perkebunan terbesar di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati yaitu perkebunan tebu, pada tahun 2014 luas areal tebu sangat tinggi sebesar 243,26 ha, sebaliknya pada tahun 2017 menurun menjadi 151,99 ha. Selanjutnya

tanaman kapok dari tahun 2013 sampai 2015 luas tanaman tetap,

tetapi pada tahun 2016 sampai 2017 sudah mulai turun. Sama halnya

tanaman kelapa dan kelapa kopyor setiap tahun turun luas areal

tanamannya.

3. Perternakan

Jenis ternak yang diusahakan di Kecamatan Juwana adalah

ternak besar seperti sapi potong, kerbau, kambing, domba, babi, ayam

potong, ayam kampung. Banyaknya pemilik dan jumlah ternak

menurut jenis ternak di Kecamatan Juwana tahun 2017 dapat dilihat

pada Tabel 13.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id49

Tabel 13. Banyaknya Pemilik Jumlah Ternak Menurut Jenis Ternak di Kecamatan Juwana Tahun 2017

Jenis Ternak Jumlah Pemilik Jumlah Ternak (ekor)

(orang) Sapi Potong 1.275 2.403

Kerbau 65 285 Kambing 197 6.627 Domba 14 193 Babi 25 182 Ayam Potong 7 238.000 Ayam Kampung 7.754 31.309 Sumber: Balai Penyuluh Kecamatan Juwana Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah pemilik ternak terbesar adalah ternak ayam kampung yaitu sebesar 7.754 orang dengan 31.309 ekor. Selanjutnya ternak sapi potong sebesar 1.275 orang dengan 2.403 ekor. Jumlah ternak terbanyak yaitu ternak ayam potong sebesar 238.000 yang dimiliki 7 orang. Selanjutnya ternak kambing sebesar 197 orang dengan 6.627 ekor, ternak kerbau sebesar 65 orang dengan 285 ekor, ternak babi sebesar 7 orang dengan 182 ekor. 4. Perikanan Produksi perikanan di Kabupaten Pati pada tahun 2017 adalah budidaya ikan air tawar, budidaya tambak, dan budidaya minapadi.

Luas lahan dan rumah tangga perikanan budidaya di Kabupaten Pati

tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Luas lahan dan rumah tangga perikanan budidaya (ha) di

Kabupaten Pati tahun 2017

Jenis Budidaya Luas Lahan (Ha) Rumah Tangga Perikanan (unit) Budidaya Tambak 10.406,05 9.277

Budidaya Air Tawar 434,99 2.271 Budidaya Minapadi 11 9

Jumlah 10.852,04 11.557 Sumber: Dinas Perikanan Kabupaten Pati

Tabel 14 menunjukkan bahwa luas lahan dan rumah tangga

perikanan budidaya terbesar pada tahun 2017 adalah budidaya tambak

yaitu sebesar 10.406,05 ha dengan 9.277 ha untuk rumah tangga perikanan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan bandeng tambak sangat library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id50

banyak sehingga pengusaha bandeng presto dapat memperoleh bahan

baku bandeng segar sangat mudah. Selanjutnya luas lahan budidaya

air tawar sebesar 434,99 ha dengan 2.271 untuk rumah tangga

perikanan. Ketiga yaitu budidaya minapadi sebesar 11 ha dengan 9 ha

untuk rumah tangga perikanan.

e. Keadaan Industri

Pembangunan di sektor industri merupakan prioritas utama pembangunan ekonomi. Sektor industri memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian Kabupaten Pati, dengan distribusi terhadap PDRB Kabupaten Pati pada tahun 2017 sebesar 26,9 %. Sumbangan pertama sebelumnya pada tahun 2015 terbesar dari sektor pertanian digantikan oleh sektor industri tahun 2017. Adapun Banyaknya Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Usaha di Kecamatan Juwana dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Banyaknya Industri Besar/Sedang Menurut Jenis Usaha di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017 No Jenis Industri Jumlah Usaha Jumlah Tenaga (unit) Kerja (orang) 1 Makanan dan Minuman 28 1.119 2 Tembakau 2 2.070

3 Tekstil 0 0 4 Kertas dan Percetakan 0 0

5 Kimia dan Barang dari Kimia 0 0 6 Kuningan 21 1.131 7 Industri lainnya 3 140

Jumlah 52 4.460

Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati 2018

Tabel 15 menunjukkan bahwa keadaan industri besar atau sedang

di Kecamatan Juwana terbesar adalah industri makanan memiliki total

jumlah unit sebesar 28 unit dengan 1.119 tenaga kerja, selanjutnya usaha

kuningan memiliki 21 unit usaha dengan 1.131 tenaga kerja. Hal ini

membuktikan bahwa industri makanan dan minuman ikut serta dalam

perbaikan ekonomi Kecamatan Juwana. Usaha bandeng presto

merupakan salah satu dari kelompok industri yang menyumbang library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id51

perekonomian daerah Kecamatan Juwana. Adapun banyaknya usaha

rumah tangga dan tenaga kerja menurut jenis industri di Kecamatan

Juwana, Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Banyaknya Usaha Rumah Tangga dan Tenaga Kerja Menurut

Jenis Industri di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati Tahun 2017

Jumlah Tenaga Kerja No Jenis Industri Jumlah Usaha (unit) (orang) 1 Kuningan 231 1.264 2 37 59 3 Pengolahan Ikan 56 1.069 4 Garam Rakyat 802 3.432 Jumlah 1.126 5.824 Sumber: Badan Pusat Statistika Kabupaten Pati 2018 Tabel 16 menunjukkan bahwa keadaan industri skala rumah tangga lebih besar daripada industri besar atau sedang. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah industri skala rumah tangga sebesar 1.126 unit dengan 5.824 tenaga kerja, sedangkan industri besar atau sedang sebesar 52 unit dengan 4.460. Usaha skala rumah tangga di Kecmatan Juwana, Kabupaten Pati yang terbesar adalah garam rakyat sebesar 802 unit dengan 3.432 tenaga kerja, dikarenakan daerah terletak dekat laut

sehingga masyarakat memanfaatkan lahan sebagai budidaya garam laut.

Selanjutnya usaha kuningan sebesar 231 unit dengan 1.264 tenaga kerja,

menurut Cantona (2018), bahwa masyarakat memilih usaha kuningan di

Kecamatan Juwana yaitu banyak tersedianya bahan baku yang murah dan

pangsa pasar yang masih terbuka luas. Selanjutnya usaha pengolahan

ikan sebesar 56 unit dengan 1.069 tenaga kerja, pengolah ikan di

Kecamatan Juwana terdiri dari, pengolah pindang, cabut duri, presto, dan

pengeringan ikan. Salah satu yang merupakan usaha pengolahan ikan

yaitu bandeng presto yang berada di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati berjumlah 12 unit usaha skala UMKM.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id52

B. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Karakteristik Responden Usaha Bandeng Presto Skala UMKM

Karakteristik responden ialah gambaran secara umum tentang

keadaan dan latar belakang responden yang berhubungan dan

berpengaruh terhadap kegiatan produksi dalam menjalankan usahanya.

Responden pada penelitian ini adalah pengusaha bandeng presto yang

pada masa penelitian masih aktif berproduksi di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Karakteristik dari responden pengusaha bandeng presto meliputi umur responden, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam produksi, jumlah tenaga kerja luar, lama mengusahakan, status usaha, dan alasan usaha. 1. Umur Responden Berdasarkan umur angkatan kerja, penduduk dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu usia belum produktif (0-14 tahun), usia produktif (15-64 tahun) dan usia non produktif (65 tahun keatas). Jumlah dan persentase responden berdasarkan berdasarkan umur dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto

Skala UMKM Berdasarkan Umur di Desa Dukutalit Jumlah Kelompok Umur No Responden Persentase (%) (Tahun) (orang)

1 0-14 0 0 2 15-64 12 100 3 65+ 0 0

Jumlah 12 100

Sumber: Analisis Data Primer

Tabel 17 menunjukkan bahwa umur rata-rata responden

bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

termasuk dalam umur yang produktif, yaitu 15-64 tahun sehingga

usaha industri rumah tangga bandeng presto skala UMKM yang

dijalankan masih mempunyai prospek untuk terus berkembang dan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id53

mampu menerima informasi serta teknologi baru juga mempunyai

kreatifitas untuk kemajuan usahanya.

2. Lama Pendidikan Responden

Pendidikan ialah salah satu faktor penting untuk responden

dalam hal menerima dan menerapkan teknologi baru, disamping

kemampuan dan keterampilan dari pengusaha itu sendiri. Pendidikan

akan mempengaruhi pola pikir pengusaha dalam menjalankan kegiatan usahanya dan pengambilan keputusan dalam usaha bandeng presto yang dihasilkannya. Selain itu pendidikan juga akan mempengaruhi pengusaha dalam menyerap informasi terbaru yang dapat diterapkan dalam kegiatan usahanya. Jumlah dan persentase responden berdasarkan pendidikan di Desa Dukutalit dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Pendidikan di Desa Dukutalit Jumlah Responden No Tingkat Pendidikan Persentase (%) (orang) 1 Tamat SD 2 16,7 2 Tamat SMP 2 16,7 3 Tamat SMA 7 58,3 4 Tamat Sarjana 1 8,3

Jumlah 12 100

Sumber: Analisis Data Primer

Tabel 18 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rata-rata

responden bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati yaitu tamat SMA 58,3%, hal ini menunjukkan bahwa

rata-rata responden sudah memenuhi syarat pendidikan formal 12

tahun atau setingkat dengan SMA, namun tidak semua responden

berasal dari lulusan SMA, sebab ada responden yang lulus SD, SMP,

dan Sarjana. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada pola berpikir

dalam meningkatkan usaha yang dimiliki, sehingga dalam

pengambilan keputusan benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id54

3. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi dalam usaha

bandeng presto. Semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka akan

berpengaruh pada menuntutnya pengusaha untuk mendapatkan uang

yang lebih banyak untuk memenuhi kebutuhannya. Jumlah anggota

keluarga terdiri dari bapak, ibu dan anak. Jumlah dan persentase

responden berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto Skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit No Anggota Keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) 1 2-4 3 25 2 5-6 9 75 Jumlah 12 100 Sumber: Analasis Data Primer Tabel 19 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga responden usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati yaitu 5-6 orang (75%). Anggota keluarga akan mempengaruhi semua proses usaha yang dijalankan.

Adanya anggota keluarga mempengaruhi produksi dan penjualan,

semakin banyak anggota keluarga, maka tuntutan untuk memenuhi

kebutuhan hidup juga banyak. Anggota keluarga.

4. Jumlah Anggota Keluarga Yang Terlibat Dalam Produksi

Besar kecilnya jumlah anggota keluarga ini berpengaruh

terhadap ketersediaan jumlah tenaga kerja usaha industri bandeng

presto, terutama tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga yang

ikut terlibat dalam kegiatan produksi.Jumlah dan persentase responden

berdasarkan jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam produksi

dapat dilihat pada Tabel 20.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id55

Tabel 20. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga Yang

Terlibat Dalam Produksi di Desa Dukutalit Anggota Keluarga Jumlah No Persentase (%) Yang Terlibat (orang)

1 0 0 0 2 1 1 8,3 3 2 7 58,3 4 ≥ 3 4 33,3 Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Tabel 20 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usaha bandeng presto pada responden yaitu 2 anggota keluarga yang aktif dalam kegiatan produksi yaitu ibu rumah tangga. Anggota yang terlibat mempengaruhi proses produksi agar berjalan dengan optimal. Jumlah anggota keluarga yang terlibat jika produksi semakin banyak, maka tenaga kerja anggota keluarga juga semakin banyak agar proses produksi berjalan dengan optimal. 5. Jumlah Tenaga Kerja Luar Keluarga Besar kecilnya jumlah tenaga kerja luar keluarga ini juga berpengaruh terhadap ketersediaan jumlah tenaga kerja usaha industri

bandeng presto. Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah

tenaga kerja luar keluarga dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM Berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga di Desa Dukutalit

Tenaga Kerja Luar No Jumlah (orang) Persentase (%) Keluarga 1 0 2 16,7 2 1 5 41,7

3 2 2 16,7 4 3 0 0

5 ≥ 4 3 25,0 Jumlah 12 100

Sumber: Analisis Data Primer

Tabel 21 menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tenaga kerja luar keluarga dalam usaha bandeng presto yaitu menggunakan tenaga library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id56

kerja luar berjumlah 1 orang walaupun ada yang menggunakan tenaga

kerja luar lebih dari 1 orang. Responden ada juga yang tidak

menggunakan tenaga kerja luar dikarenakan sudah ada tenaga kerja

dalam keluarga yang sudah membantu proses produksi, sehingga tidak

perlu menggunakan tenaga kerja luar. Tenaga kerja luar biasanya

dipanggil jika responden banyak pesanan, sehingga pada saat proses

produksi bisa berjalan dengan optimal. 6. Lama Mengusahakan Responden Dalam Usaha Pembuatan Bandeng Presto Keberhasilan usaha bandeng presto tidak hanya ditentukan oleh tingkat pendidikan, tetapi juga ditentukan oleh bakat dan lama dalam mengusahakannya. Lama usaha bandeng presto tersebut menunjukkan lama waktu responden dalam mengusahakan bandeng presto dalam hal produksi dan pemasaran bandeng presto. Berdasarkan lama mengusahakan yang dimiliki oleh responden diharapkan responden mampu lebih baik lagi kedepannya, sehingga dapat mempertahankan serta meningkatkan skala usaha dan mampu meningkatkan keuntungannya. alasan responden dalam menjalankan

usahanya sebagai pengusaha bandeng presto adalah untuk

meningkatkan nilai tambah ikan bandeng dan memberikan

keuntungan kepada pengusaha bandeng presto, karena sudah di bekali

dengan pengalaman dan melanjutkan usaha yang sudah di rintis oleh

pendahulunya dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Lama Mengusahakan Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit

No Tahun Jumlah (orang) Persentase (%) 1 < 5 3 25

2 5-10 2 16,7 3 > 10 7 58,3 Jumlah 12 100

Sumber: Analisis Data Primer

Tabel 22 menunjukkan bahwa rata-rata lama mengusahakan usaha bandeng presto yaitu 10 tahun lebih. Hal ini membuktikan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id57

bahwa bandeng presto sudah lama diusahakan dan eksistensinya

masih terus dikembangkan hingga saat ini. Lama usaha berpengaruh

pada keaktifan dan usaha yang dikembangkan, sehingga konsumen

tetap bisa membeli produk bandeng presto yang ada di Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati.

b. Status Usaha Bandeng Presto Skala UMKM

1. Status Pekerjaan Setiap kegiatan usaha yang dilakukan dapat merupakan usaha utama ataupun usaha sampingan. Begitu juga dengan usaha industri bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati. Status pekerjaan bisa dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Status Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit No Status Usaha Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Pekerjaan Utama 11 91,7 Pekerjaan 2 1 8,3 Sampingan Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Tabel 23 menunjukkan bahwa rata-rata status usaha responden bandeng presto yaitu sebagai pekerjaan utama. Hal ini menunjukkan

bahwa usaha bandeng presto lebih menguntungkan daripada pekerjaan

lainnya. Letak usaha yang dekat dengan tambak bandeng menjadikan

usaha bandeng presto digunakan sebagai usaha utama, dan mampu

membuka lapangan pekerjaan.

2. Status Perizinan

Perizinan usaha sangat berpengaruh dalam proses berjalannya

usaha itu kedepannya. Perizinan dari Dinas Kesehatan membuat usaha

bandeng presto terbukti aman dikonsumsi oleh konsumen. Dibawah

ini tabel mengenai status perizinan usaha bandeng presto Tabel 24.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id58

Tabel 24. Status Perijinan Responden Industri Bandeng Presto skala

UMKM di Desa Dukutalit No Status Perijinan Jumlah (orang) Persentase (%)

Sudah memiliki Ijin 1 8 66,7 Dinas Kesehatan Belum memiliki ijin 2 4 33,3 Dinas Kesehatan Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Tabel 24 menujukkan bahwa hampir semua responden usaha bandeng presto yang berjumlah 8 responden sudah memiliki izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pati, dan 4 responden masih belum memiliki izin dari Dinas Kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa responden usaha bandeng presto sudah sadar untuk memberikan izin usahanya, dikarenaakan jika ada izin dari Dinas Kesehatan berarti usaha yang dijalankan aman untuk dikonsumsi, sehingga konsumen memiliki keprcayaan untuk mengansumsinya. c. Alasan Usaha Industri Bandeng Presto Skala UMKM Pengusaha pasti memiliki alasan untuk usaha yang dijalankan dan berusaha untuk mempertahankannya. Alasan usaha industri bandeng

presto di Desa Dukutalit dapatdilihat pada Tabel 25.

Tabel 25. Alasan Utama Responden Mengusahakan Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit

No Alasan Usaha Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Usaha warisan 5 41,7 Lebih menguntungkan 2 3 25 dari usaha yang lain

Pengalaman sebagai 3 4 33,3 buruh

Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer

Tabel 25 menunjukkan bahwa rata-rata alasan utama responden

mengusahakan usaha bandeng presto ini yaitu usaha warisan sebesar 41,7% dari total responden. Hal ini karena usaha bandeng presto telah diusahakan sejak lama oleh keluarga responden. Alasan yang kedua library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id59

untuk mengusahakan usaha bandeng presto adalah pengalaman sebagai

buruh dikarenakan adanya pengalaman menjadikan responden ingin

membuat usaha sendiri sebagai usaha bandeng presto. Selanjutnya alasan

responden untuk mengusahakan bandeng presto adalah lebih

menguntungkan dari usaha lainnya, hal ini karena potensi usaha bandeng

presto sangat prospektif untuk diusahakan.

d. Modal Usaha Bandeng Presto Skala UMKM Kegiatan usaha yang dilakukan seseorang atau kelompok orang yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan pendapatan, namun dari setiap kegiatan usaha pasti membutuhkan modal. Sebagaimana usaha industri bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati juga memiliki sumber modal bisa dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Sumber Modal Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit No Alasan Usaha Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Modal Sendiri 9 75 2 Modal Pinjaman Keluarga 3 25 Jumlah 12 100 Sumber: Anlisis Data Primer Tabel 26 menunjukkan bahwa rata-rata sumber modal responden

usaha bandeng presto yaitu modal sendiri sebanyak 9 orang (75%). Hal

ini karena produksi bandeng presto yang diusahakan responden tidak

membutuhkan modal yang besar. Selanjutnya responden yang

menggunakan sumber modal pinjaman keluarga sebanyak 3 orang (25%).

Hal ini karena awal produksi belum mempunyai cukup dana sehingga

harus meminjam sumber modal. Usaha bandeng presto di Desa Dukutalit,

Kecmatan Juwana, Kabupaten Pati tersebut merupakan industri skala

UMKM sehingga modal yang dimiliki untuk produksi bandeng presto.

Pendapatan dari usaha bandeng presto sebagian digunakan untuk

penambahan modal dalam pembuatan bandeng presto.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id60

e. Bahan Baku Usaha Bandeng Presto Skala UMKM

Bahan baku bandeng merupakan bahan utama dalam pembuatan

bendeng presto. Pengadaan bahan baku, sistem pengadaanya dan cara

pembayaran bahan baku tersebut dapat dilihat pada Tabel 27.

Tabel 27. Pengadaan, Sistem Pengadaan dan Cara Pembayaran Bahan

Baku Ikan Bandeng Industri Bandeng Presto skala UMKM di Desa Dukutalit Responden No. Uraian Jumlah Prosentase(%) (orang) 1 Pengadaan a. Membeli Dari Pedagang 12 100 Perantara Jumlah 12 100 2 Sistem Pengadaan a. 1 kali Produksi 11 91,7 b. Lebih dari1 kali Produksi 1 8,3 Jumlah 12 100 3 Cara Pembayaran a. Tunai di muka 12 100 Jumlah 12 100 Sumber: Analisis Data Primer Berdasarkan tabel 27 menunjukkan bahwa untuk pengadaan

bahan baku yaitu ikan bandeng segar seluruh responden membeli dari

pedagang perantara. Hal ini karena pengusaha bandeng presto tidak ada

yang mempunyai tambak sendiri, produsen bandeng presto Desa

Dukutalit membeli ikan bandeng segar di Pasar Porda Juwana (pasar

daerah). Pasar Porda Juwana menjadi pusat pasar hasil dari laut dan

tambak di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, maka dari itu semua

pengusaha bandeng presto membeli bahan baku di pasar tersebut.

Sistem pengadaan bahan baku yaitu ikan bandeng segar yang

dibeli langsung di Pasar Porda Juwana. Produsen bandeng presto di Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati membeli ikan bandeng

segar untuk digunakan 1 kali produksi yaitu sebanyak 11 responden yang menggunakannya, dan 1 responden menggunakan lebih dari 1 kali library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id61

produksi. Produsen yang membeli dengan menggunakan 1 kali produksi

ikan bandeng segar dan langsung dijadikan bandeng presto sesuai

pesanan yang diinginkan konsumen. Sebaliknya jika produsen

menggunakan sistem lebih dari 1 kali produksi berarti ikan bandeng

segar setelah di beli dari Pasar Porda, sebagian ada yang disimpan di

freezer. Cara pembayaran yang dilakukan oleh produsen bandeng presto

seluruhnya tunai dimuka karena mereka membeli pada pedagang perantara di pasar. f. Peralatan Usaha Bandeng Presto Skala UMKM Peralatan usaha ialah salah satu syarat penting yang harus ada dalam kegiatan produksi, karena kegiatan produksi tidak dapat berjalan apabila alat yang dibutuhkan tidak tersedia. Alat yang digunakan untuk kegiatan produksi antara lain: wajan, timbangan, baskom, tungku, kompor, pisau, alat perajang, panci presto, blender, ember, dan kipas angin. Usaha bandeng presto di Desa Dukutalit masih menggunakan alat tradisional misalnya tungku (dengan kayu bakar), sebagian besar sudah menggunakan kompor gas dalam proses produksinya. Kegunaan dari masing-masing peralatan dalam proses produksi

pembuatan bandeng presto adalah sebagai berikut:

a) Wajan berfungsi untuk menggorang ikan bandeng yang sudah di

presto dalam panci presto

b) Timbangan berfungsi untuk menimbang ikan yang sudah didapat dari

pasar lalu bandeng dikategorikan menurut berat dan jumlahnya

c) Baskom berfungsi untuk mencampur bumbu-bumbu yang sudah

diblender dengan bandeng sebelum di presto

d) Tungku sebagai tempat masak bandeng presto menggunakan kayu

bakar

e) Kompor berfungsi untuk memasak bandeng menjadi bandeng presto

(bandeng presto basah) dan sekaligus sebagai memasak bandeng

basah yang sudah dipresto menjadi bandeng presto kering (goreng) library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id62

f) Pisau berfungsi untuk menyayat isi perut bandeng yang akan

dikeluarkan agar bersih dari kotoran isi perut

g) Alat perajang berfungsi untuk alas saat proses pengambilan isi perut

bandeng

h) Panci presto berfungsi untuk memasak bandeng menjadi bandeng

presto menggunakan tekanan dari dalam panci sehingga duri bandeng

menjadi lunak i) Blender berfungsi untuk menghaluskan bumbu-bumbu bandeng presto j) Ember berfungsi untuk tempat proses pencucian ikan bandeng dan pengambilan kotoran dalam perut ikan bandeng k) Kipas angin sebagai pendingin bandeng presto sesudah di presto dan dimasak kering g. Proses Produksi a) Menyiapkan bahan baku bandeng segar yang akan di porduksi, setiap satu kali produksi rata-rata berkisar 20-30 kg bandeng segar. Setelah itu bandeng di cuci dan diambil isi perutnya sampai bersih. b) Menyiapkan bumbu-bumbu, seperti garam, bawang putih, kunyit, daun jeruk, daun salam, sereh, setelah itu diblender hingga lembut

c) Bandeng yang sudah dicuci tadi dilumuri dengan bumbu yang sudah

di belnder ke dalam baskom hingga meresap

d) Menyusun bandeng yang sudah dilumuri bumbu di cobek (anyaman

bambu) dan dibawah bandeng diberi daun pisang agar tidak lengket

dan mudah diangkat setelah matang.

e) Menyiapkan panci presto, cobek yang sudah disusun tadi lalu

dimasukan kedalam panci hingga hampir penuh, setelah itu tutup

rapat.

f) Menunggu hingga mendidih dan menguap sekitar 2,5 jam

g) Mengangkat panci presto, lalu angkat bandeng dan susun di tampah

diangin-angin dengan kipas angin, bandeng yang sudah dingin

tersebut bernama bandeng presto basah library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id63

h) Jika bandeng ingin dijadikan bandeng presto kering (bandeng presto

goreng), siapkan telur dan tepung tapioka, lalu telur dikocok dan

dicampur dengan tepung tapioka. Bandeng basah yang sudah dingin

dilumuri dengan telur dan tepung tapioka.

i) Menyiapakan minyak goreng kedalam panci hingga hampir penuh,

tunggu minyak hingga panas

j) Menggoreng bandeng yang sudah dilumuri dengan telur dan tepung tapioka hingga matang, lalu tiriskan k) Setelah itu bandeng presto didinginkan menggunakan kipas angin, lalu siap untuk dikemas h. Pemasaran Pengusaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati memasarkan bandeng presto ke berbagai tempat. Sebagian besar penjual bandeng presto melakukan penjualalan di pasar Juwana serta pasar-pasar di Kabupaten Pati. Selain menjual ke pasar, beberapa produsen menerima pesanan untuk acara-acara pernikahan, tasyukuran, dan acara lain yang membutuhkan bandeng presto sebagai makanan. Produsen yang memiliki langganan pedagang perantara datang

sendiri langsung kerumah produsen.

Tabel 28. Pemasaran Usaha Responden Industri Bandeng Presto skala

UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

No Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Dipasarkan Sendiri 7 58,3

2 Lewat Pedagang Perantara 1 8,3 Dipasarkan Sendiri dan 3 4 33,4 Lewat Pedagang Perantara

Jumlah 12 100

Sumber: Anlisis Data Primer

Tabel 28 menunjukkan bahwa rata-rata pemasaran responden usaha

bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

yaitu dipasarkan sendiri. Hal ini dikarenakan responden lebih memilih

dipasarkan sendiri kepada konsumen dan konsumen secara langsung library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id64

memesan ketempat responden. Pemasaran lewat pedagang perantara

dilakukan oleh 1 responden. Hal ini dikarenakan responden hanya

memproduksi jika ada pesanan oleh pedagang perantara sebagai reseller.

i. Analisis Usaha Bandeng Presto Skala UMKM

1. Analisis Biaya

Biaya dalam penelitian ini adalah biaya total yang digunakan dalam

usaha bandeng presto. Biaya total tersebut terbagi menjadi biaya eksplisit dan biaya implisit, dan dinayatakan dengan satuan rupiah. a. Biaya implisit Biaya implisit adalah biaya yang sifatnya hanya diperhitungkan (imputed) saja sebagai biaya, tidak benar-benar merupakan pengeluaran yang dibayarkan secara nyata oleh petani dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp). Biaya implisit terdiri dari tenaga kerja dalam (keluarga), penyusutan alat, dan bunga modal sendiri. Rata- rata biaya implisit usaha bandeng presto dapat dilihat pada tabel 29. Tabel 29. Rata-rata Biaya Implisit Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati No. Jenis Biaya Implisit Biaya Implisit Prosentase (Rp) (%) 1 Tenaga Kerja Dalam 2.063.333 93,205

2 Bunga Modal Sendiri 113.583 5,131 3 Penyusutan 36.833 1,664

Jumlah 2.213.750 100 Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 14

Tabel 29 menunjukkan bahwa rata-rata biaya implisit pada

usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana,

Kabupaten Pati. Kontribusi rata-rata biaya implisit terbesar berasal

dari tenaga kerja. Biaya rata-rata tenaga kerja dalam dengan rata-

rata sebesar Rp 2.063.333,- (93,205%) per bulan. Rata-rata tenaga

kerja dalam untuk bandeng presto kering (goreng) sebesar 3 orang

dan untuk bandeng basah sebesar 2 orang dengan biaya rata-rata

sebesar Rp 106.667,- per produksi. Tenaga kerja dalam usaha bandeng presto melibatkan keluarga seperti ibu dan anak. Rata-rata library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id65

Tenaga kerja dalam lebih banyak dibandingkan tenaga kerja luar,

dikarenakan bantuan keluarga sudah cukup untuk membuat

bandeng presto.

Rata-rata biaya bunga modal sendiri berada pada urutan

kedua, yaitu sebesar Rp 113.583,- (5,131 %). Untuk menghitung

bunga modal sendiri menggunkan rumus :

B = P x i Keterangan : B : Bunga modal sendiri (rupiah) P : Modal sendiri (rupiah) I : Suku bungan rill (%) Nilai suku bunga diperoleh dari data Bank Rakyat Indonesia yaitu sebesar 1,45 % pada bulan Desember 2018. Suku bunga tersebut waktu penelitian ini dilakukan pada bulan tersebut. Bunga modal sendiri diperoleh dari awal modal pertama untuk membuka sebuah usaha bandeng presto dikalikan dengan suku bunga saat itu juga. Alat yang digunakan pada usaha bandeng presto masih

sederhana yaitu panci presto, kompor, timbangan, wajan, kipas

angin, serok, pisau, ember, talenan, spatula, lumpang dan alu.

Pembelian pada awal mereka usaha sehingga penyusutan peralatan

juga kecil. Rata-rata biaya penyusutan peralatan berada pada urutan

ketiga yaitu sebesar Rp 36.833,- (1,664%).

b. Biaya eksplisit

Biaya eksplisit adalah semua biaya yang secara nyata

dikeluarkan oleh petani (out of pocket expenditure) dalam

penyelenggaraan usahatani. dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya eksplisit terdiri dari bahan baku, biaya penolong,

transportasi, bahan bakar, pengemasan, tenaga kerja luar, pajak,

dan listrik yang besarnya dapat dilihat pada tabel 30. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id66

Tabel 30. Rata-rata Biaya Eksplisit Usaha Bandeng Presto Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

No. Jenis Biaya Biaya Eksplisit Prosentase (%) Eksplisit (Rp)

1 Bahan Baku 24.638.333 69,979 2 Pengemasan 4.254.085 12,083 3 Bahan Penolong 2.801.487 7,957

4 Tenaga Kerja Luar 1.875.833 5,328 5 Bahan Bakar 1.411.667 4,010 6 Transportasi 220.417 0,626 7 Listrik 5.940 0,017 8 Pajak 181 0,001 Jumlah 35.207.944 100 Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 15 Tabel 30 menunjukkan bahwa sumber biaya eksplisit usaha bandeng presto terbesar berasal dari biaya rata-rata bahan baku yaitu sebesar Rp 24.638.333,- (69,979%) selama satu bulan. Pembelian bahan baku selalu menjadi biaya yang besar karena pembelian harus banyak sesuai pesanan konsumen. Harga dari ikan bandeng sendiri sangat fluktuatif tergantung musim dan cuaca, jika musim hujan ikan bandeng lebih berlimpah dan murah dibandingakan saat musim panas. Pada musim panas ikan bandeng

tidak banyak dibudidayakan karena penambak ikan bandeng

memilih tambak garam.

Rata-rata biaya pengemasan berada diurutan kedua, yaitu

sebesar Rp 4.254.085,- (12,083%). Pengemasan bandeng presto

untuk bandeng presto kering (goreng) menggunakan kemasan box

sedang dan kertas minyak yang harga rata-rata kemasan box

sebesar Rp 400,- dan kertas minyak sebesar Rp 48,- per lembar, 1

box berisi 2 buah bandeng presto kering (goreng). Pengemasan

untuk bandeng basah menggunakan kemasan sedang yang sama

dengan bandeng kering tanpa kertas minyak dimasukan dalam

plastik vacuum. Harga box Rp 1000,- per pcs, 1 box berisi 2 buah

ikan bandeng presto basah. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id67

Rata-rata biaya diurutan ketiga adalah biaya bahan penolong

yaitu sebesar Rp 2.801.487,- (7,957%). Bahan penolong untuk

bandeng presto kering (goreng) diantaranya adalah garam, bawang

putih, kunyit, sereh, daun jeruk, daun salam, ketumbar, telur, dan

tepung tapioka. Harga rata-rata pada saat penelitian untuk garam

sebesar Rp 4.300,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 44

Kg per bulan. Bawang putih seharga Rp 20.000 per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 13 Kg per bulan. Kunyit seharga Rp 18.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 4,69 Kg per bulan. Sereh seharga Rp 10.000,- per Kg dengan kebutuhan rata- rata sebesar 4 Kg per bulan. Daun jeruk seharga Rp 83,- per lembar dengan kebutuhan rata-rata sebesar 156 lembar per bulan. Daun salam seharga Rp 100,- per lembar dengan kebutuhan rata-rata sebesar 591 lembar per bulan. Ketumbar seharga Rp 20.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 2 Kg per bulan. Telur seharga Rp 22.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 44 Kg per bulan. Tepung tapioka seharga Rp 8.000,- per Kg dengan kebutuhan rata-rata sebesar 52 Kg per bulan. Bahan penolong

untuk bandeng presto basah harga bahan baku sama tetapi tidak

menggunakan telur dan tepung tapioka, kebutuhan untuk garam

sebesar 21 Kg per bulan, bawang putih sebesar 5 Kg per bulan,

kunyit sebesar 0,65 Kg per bulan, sereh sebesar 1 Kg per bulan,

daun jeruk sebesar 102 lembar per bulan, daun salam sebesar 231

lembar per bulan, ketumbar sebesar 0,46 Kg per bulan.

Biaya tenaga kerja luar pada usaha bandeng presto rata-rata

sebesar Rp 1.875.833,- (5,328%) per bulan. Rata-rata tenaga kerja

luar untuk bandeng presto kering (goreng) sebesar 2 orang dan

untuk bandeng basah sebesar 1 orang dengan jumlah biaya rata-rata

sebesar Rp 117.500,- per produksi, yaitu 1 kali produksi dalam 1

hari. Tenaga kerja luar usaha bandeng presto melibatkan tetangga dekat rumah. Rata-rata tenaga kerja luar lebih sedikit dibandingkan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id68

tenaga kerja dalam, dikarenakan bantuan keluarga responden sudah

cukup untuk membuat bandeng presto.

Biaya rata-rata bahan bakar berada diurutan kelima yaitu

sebesar Rp 1.411.667,- (4,010%) per bulan. Bahan bakar yang

digunakan usaha bandeng presto kering (goreng) 11 responden

menggunakan gas ukuran 3 kg dan 1 responden menggunakan

ukuran 12 kg, dibutuhkan sebesar 48 buah tabung gas ukuran 3 kg atau 4 buah tabung gas ukuran 12 kg. Bahan bakar untuk bandeng presto basah menggunakan gas ukuran 3 kg yaitu sebesar 28 buah. Biaya untuk transportasi bahan baku dan pemasaran tergantung pada jarak tempuh, semakin jauh dari rumah pengusaha maka semakin banyak biaya transportasi yang harus dikeluarkan. Biaya rata-rata sebesar Rp 220.417,- (0,626%) per bulan. Transportasi untuk membeli bahan baku ikan bandeng presto rata- rata menggunakan becak dan motor, sedangkan untuk pemasaran menggunakan motor. Biaya rata-rata untuk pajak rumah (PBB) sebagai tempat usaha sebesar Rp 181,- (0,-1%) per bulan, rata-rata luas untuk 2 produksi sebesar 27,51 m . Biaya rata-rata kebutuhan listrik sebesar

Rp 5.940,- (0,017) per bulan dengan frekuensi listrik sebesar

23,765 jam per bulan. Kebutuhan listrik dihitung dengan lama

waktu yang digunakan untuk proses produksi bandeng presto.

c. Biaya total

Biaya total merupakan penambahan rata-rata biaya implisit dengan

biaya eksplisit yang bisa dilihat pada tabel 31.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id69

Tabel 31. Rata-rata Biaya Total Usaha Bandeng Presto Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

No. Jenis Biaya Total Jumlah Total Rata-rata Prosentase (%)

1 Biaya Eksplisit 35.207.944 94,084 2 Biaya Implisit 2.213.750 5,916 Jumlah 37.421.693 100

Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 16 Tabel 31 menunjukkan bahwa kontributor terbesar berasal dari biaya eksplisit dengan rata-rata sebesar Rp 35.207.944,- (94,084%) per bulan. Hal ini dikarenakan komponen biaya eksplisit lebih banyak dibandingkan biaya implisit sehingga biaya eksplisit yang dikeluarkan lebih besar, sedangkan biaya implisit usaha bandeng presto sebesar Rp 2.213.750,- (5,916%) sehingga biaya total rata-rata sebesar Rp 37.421.693,- per bulan. 2. Penerimaan, Keuntungan, Efisiensi (R/C), dan Profitabilitas Penerimaan pengusaha bandeng presto yaitu bandeng presto yang berukuran sedang, dikarenakan saat penelitian responden memproduksi bandeng presto ukuran sedang. Penerimaan merupakan hasil dari rata-rata penjualan bendeng presto per bulan. Keuntungan

yang diperoleh pengusaha bandeng presto di D esa Dukutalit

merupakan selisih penerimaan bandeng presto dengan biaya total yang

dikeluarkan oleh produsen. Profitabilitas merupakan hasil bagi antara

keuntungan usaha dengan biaya total yang dinyatakan dalam persen.

Efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya

penerimaan dari produksi bandeng presto dan biaya yang digunakan

untuk memproduksi bandeng presto yaitu dengan menggunakan R/C

ratio. Besarnya rata-rata penerimaan, keuntungan, profitabilitas, dan

efisiensi (R/C) usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan

Juwana, Kabupaten Pati bisa dilihat pada tabel 32.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id70

Tabel 32. Rata-rata Penerimaan, Keuntungan, Profitabilitas, dan

Efisiensi (R/C) Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

No. Uraian Rata-rata Per Produsen (Rp)

1 Penerimaan 52.839.583

2 Biaya Total 37.421.693 3 Keuntungan 15.417.890

4 Profitabilitas 41,2 5 Efisiensi (R/C) 1,41 Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 17 sampai 18a Tabel 32 menunjukkan bahwa dalam satu bulan, setiap pengusaha bandeng presto mendapatkan penerimaan rata-rata usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Juwana sebesar Rp 52.839.583,- per bulan dengan biaya total rata-rata per produsen sebesar Rp 37.421.693,- sehingga rata-rata keuntungan usaha bandeng presto bulan Desember 2018 di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati adalah sebesar Rp 15.417.890,-. Profitabilitas atau tingkat keuntungan dari usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sebesar 41,2 %, yang berarti setiap modal Rp 100,- yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan Rp 41,2. Misalnya saja, awal produsen bandeng

presto mengeluarkan modal sebesar Rp 100.000,- maka produsen akan

memperoleh keuntungan sebesar Rp 41.200,-. Usaha bandeng presto

ini termasuk dalam kriteria menguntungkan karena memiliki nilai

profitabilitas lebih dari nol.

nilai efisiensi R/C ratio dari usaha bandeng presto di Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dalam penelitian ini

adalah sebesar 1,41. Berdasarkan kriteria yang digunakan, maka usaha

ini sudah efisien karena nilai efisiensi R/C ratio lebih dari 1(≥1). Hal

ini sesuai dengan pendugaan yang dilakukan pada saat awal

penelitian, yaitu usaha bandeng presto skala UMKM di Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah efisien. Nilai efisiensi usaha R/C ratio 1,41 berarti bahwa setiap 1 rupiah biaya library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id71

yang dikeluarkan oleh produsen bandeng presto akan didapatkan

penerimaan 1,41 kali biaya yang telah dikeluarkan tersebut.

Efisiensi tercapai karena minat pembeli dari bandeng presto

sangatlah banyak, dilihat dari pesanan yang dipesan oleh pembeli

sangat banyak. Bandeng merupakan ikan yang hidup di air payau dan

memiliki banyak duri. Bandeng presto merupakan bandeng olah yang

berasal dari bandeng yang dipresto sehingga durinya lunak. Bandeng merupakan ikan yang hidup di air payau dan memiliki banyak duri. Sebanyak 1 kg bandeng berisi 3-10 ekor ikan bandeng, maka setiap box berisi 2 bandeng presto. Bandeng presto kering (goreng) dijual dengan harga rata-rata Rp 9.100,- per box sedangkan untuk bandeng presto basah dijual dengan harga rata-rata Rp 27.500,- per box. Hal inilah yang menjadikan usaha bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati memiliki tingkat efisiensi R/C ratio dari satu (R/C = 1,41 ≥ 1). Strategi produksi yang dilaksanakan oleh produsen cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana produsen dapat menekan pengeluaran usaha bandeng presto. Biaya bahan penolong, penjualan,

pengemasan, bahan bakar. Selain itu produsen dapat menekan biaya

tenaga kerja karena sebagian besar tenaga kerja yang terlibat dalam

produksi bandeng presto adalah tenaga kerja keluarga.

3. Analisis Risiko Usaha

Risiko usaha adalah suatu hasil atau akibat yang diketahui

kemungkinannya. Selain itu risiko juga diartikan sebagai kondisi

dimana produsen menerima pendapatan yang lebih kecil dari yang

diharapkan. Analisis risiko sangat diperlukan dalam usaha, karena

pengusaha dapat mengetahui sejauh mana modal yang digunakan akan

memberikan keuntungan dan seberapa besar risiko yang akan

ditanggungnya. Besarnya risiko usaha yang harus ditanggung oleh

setiap produsen bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati dapat dilihat pada tabel 33. library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id72

Tabel 33. Risiko Usaha Bandeng Presto Desa Dukutalit, Kecamatan

Juwana, Kabupaten Pati

No. Uraian Rata-rata Per Responden 1 Keuntungan 15.417.890

2 Simpangan baku 25.055.663 3 Koefisien variasi 1,63 4 Batas bawah keuntungan -34.693.437

Sumber: Diadopsi dan Diolah dari Lampiran 18b Tabel 33 menunjukkan bahwa rata-rata keuntungan yang diterima produsen bandeng presto di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati selama satu bulan sebesar Rp 15.417.890. Dari perhitungan keuntungan tersebut, maka dapat diketahui besarnya simpangan baku usaha bandeng presto yaitu sebesar Rp 25.055.663. Simpangan baku adalah nilai pengembalian yang diharapkan, digunakan untuk mengukur risiko. Selanjutnya dapat dihitung koefisien variasi keuntungan dengan membandingkan simpangan baku dengan keuntungan. Koefisien variasi adalah perbandingan antara risiko yang harus ditanggung produsen dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi.

Nilai koefisiensi variasi lebih dari 0,5 (1,63>0,5) dan nilai batas

bawah keuntungan negatif Rp 34.693.437. Berdasarkan teori yang

dikemukakan oleh Hernanto (1993), batas bawah pendapatan

merupakan nilai nominal terendah yang mungkin didapatkan oleh

produsen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha bandeng presto yang

diusahakan di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati

berisiko mengalami kerugian sebesar Rp 34.693.437 setiap bulannya.

Risiko yang dihadapi produsen bandeng presto di Desa

Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati tinggi karena ada tiga

risiko yang harus dihadapi, risiko tersebut antara lain risiko harga,

risiko usaha dan risiko pasar. Risiko harga yang dihadapi oleh

produsen adalah kenaikan harga input yang terjadi mulai dari kenaikan harga ikan bandeng yang tinggi dan tidak stabilnya harga library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id73

ikan bandeng karena cuaca, jika cuaca hujan harga ikan bandeng

rendah dikarenakan banyak produsen ikan bandeng

membudidayakannya, sedangkan cuaca panas rata-rata tambak

digunakan untuk pembuatan garam. Hal ini produsen bandeng presto

harus memikirkan bagaimana dengan kenaikan harga ikan bandeng

ini, dalam memproduksi bandeng presto dapat menghasilkan

pendapatan dan tidak merugi. Risiko yang kedua yang harus di hadapi oleh produsen bandeng presto adalah risiko usaha, dimana risiko usaha ini terjadi dalam proses produksi. Dalam memproduksi bandeng presto apabila ikan bandeng yang digunakan sebagai bahan baku kualitasnya kurang baik maka bandeng yang diproduksi rasanya tidak terlalu enak, dan bau amis terasa. Hal ini terjadi karena ikan bandeng yang didapat kurang segar dan kualitasnya kurang baik. Risiko yang terakhir adalah risiko pasar, risiko pasar terjadi apabila bandeng presto yang diproduksi tidak laku terjual. Penyebab bandeng presto tidak terjual yaitu pedagang perantara tidak bejualan tanpa sepengetahuan produsen, dan sepinya konsumen sehingga

sebagian produk bandeng presto tidak terjual. Dalam satu hari

produsen rata-rata memproduksi bandeng presto sebesar 57 kg.

Produksi bandeng presto sebesar 57 kg ini tidak selalu laku, terkadang

bandeng presto ada yang rusak mengakibatkan bandeng presto tidak

bisa dijual. Ketiga risiko tersebut berakibat nilai koefisien variasi

besar yaitu diatas 0,5 dan nilai batas pendapatan (L) akan bernilai

negatif. Nilai koefisien yang lebih dari 0,5 dan batas bawah

pendapatan (L) negatif berati usaha tersebut memiliki risiko yang

tinggi. Perlu adanya tempat penyimpanan agar bisa awet dan bisa

dijual kembali keesokan harinya.

j. Kendala yang dihadapi

Usaha bandeng presto skala UMKM saat ini memiliki banyak kendala terutama mengenai bahan baku ikan bandeng. Harga ikan library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id74

bandeng yang fluktuatif mengakibatkan produsen terpaksa membeli

tetapi dengan keuntungan yang sangat minim. Harga ikan bandeng yang

tinggi membuat produsen harus berpikir agar memperoleh keuntungan

walaupun harus merendahkan harga bandeng presto yang sama setiap

dijual ke pembeli. Jika harga bandeng presto yang diproduksi dinaikan

produsen khawatir jika tidak laku maka dari itu harga sama tetapi

memperoleh keuntungan yang sedikit. Kendala selanjutnya masih kurangnya alat untuk penyimpanan bandeng presto basah. Tempat penyimpanan untuk bandeng presto basah yaitu pendinginan, adanya tempat penyimpanan ini responden bisa membuat bandeng presto basah yang bisa bertahan lama. Bandeng presto basah jika diletakkan di tempat pendinginan bisa bertahan sampai 4 bulan. Maka dari itu kurangnya alat pendinginan membuat responden usaha bandeng presto kesulitan mengawetkannya. Kendala yang lain adalah kendala cuaca dan musim. Musim kemarau dapat menjadikan bahan baku ikan bandeng langka, karena saat musim kemarau rata-rata tambak digunakan sebagai tambak garam, sehingga tambak ikan bandeng sangatlah minim. Hal ini mengakibatkan

harga ikan bandeng naik. Sebaliknya jika musim hujan tiba, rata-rata

tambak digunakan sebagai tambak ikan terutama ikan bandeng, hal ini

mengakibatkan harga ikan bandeng rendah. Jika cuaca hujan

menyebabkan gangguan pada saat proses pemasaran, hal ini dikarenakan

saat hujan produsen bandeng kesulitan mendistribusikan bandeng presto

ke konsumen.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka

dapt ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata biaya total usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati sebesar Rp 37.421.693,- per bulan. Rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp 52.839.583,- per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh dari produsen bandeng presto sebesar Rp 15.417.890,- per bulan. 2. Usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati telah efisien, layak, serta menguntungkan. Nilai efisiensi R/C ratio lebih dari satu yaitu sebesar 1,41 artinya setiap Rp 1.000,- yang dikeluarkan produsen akan mendapatkan penerimaan Rp. 1.410,-. Nilai profitabilitas lebih dari satu yaitu sebesar 41,2 % yang berarti setiap modal Rp 1.000,- yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan Rp 412,-. 3. Usaha bandeng presto skala UMKM di Desa Dukutalit, Kecamatan

Juwana, Kabupaten Pati berisiko, dengan nilai koefisien variasi (CV) lebih

dari 0,5 (1,63>0,5) dan nilai batas bawah keuntungan (L) negatif Rp

34.693.437,- sehingga usaha bandeng presto berpeluang mengalami

kerugian sebesar Rp 34.693.437,-.

B. Saran

1. Permasalahan mengenai pemasaran bandeng presto ke konsumen, dalam

hal pemasaran sebaiknya produsen bandeng presto menggunakan sosial

media dalam hal promosi sehingga menaikan minat masyarakat untuk

membeli bandeng presto.

2. Permasalahan mengenai bandeng presto kering (goreng) yang belum laku

terjual, sebaiknya produsen bandeng presto membuat bandeng presto basah dan membeli alat pendinginan sebagai tempat penyimpanan

75 library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id76

bandeng presto basah supaya lebih awet dan bisa dijual kembali keesokan

harinya.

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahim dan Diah Retno Dwi Hastuti. 2008. Pengantar, Teori dan Kasus

Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya:Jakarta. 204 hlm.

Adeogun. 2012. Status, cost and profitability of aquaculture enterprises in Nigeria: implications for food security. Journal of Agricultural Sciences ISSN: 2167-

0447 Vol. 2 (1), pp. 059- 066. Ahmad. 1996. Sistem usaha perikanan berbasis bandeng umpan. Laporan Hasil

Penelitian ARMP 1996/97. Balai Penelitian Perikanan Pantai, Maros. 57 hlm. Alboneh, F.H. 2007. Analisis Pengembangan Usaha Pembesaran Ikan Bandeng di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Departemen Sosial Ekonomi Perikanan dan Kelautan. Fakultas Perikanan dan Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Andrianto, Muhamad Yusuf., Nengah Sudjana., dan Devi Farah Azizah. 2016. Analisis Break Even Point (BEP) Sebagai Alat Perencanaan Laba (Studi Pada CV. Langgeng Makmur Bersama Lumajang Periode 2012-2014). Jurnal Administrasi Bisnis 35(2): 30-38. Anggraeni, Feni Dwi., Imam Hardjanto., dan Ainul Hayat. 2013. Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Melalui Fasilitasi Pihak Eksternal dan Potensi Internal (Studi Kasus pada Kelompok Usaha “Emping Jagung” di Kelurahan Pandanwangi Kecamatan Blimbing, Kota Malang). Jurnal Administrasi Publik (JAP) 1(6): 1286-1295 Arifudin, R. 1988. Bandeng Presto dalam Kumpulan Hasil Penelitian Teknologi Pasca Panen Perikanan. BPTP. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati, 2010. Statistik Indonesia Tahun 2010. Kabupaten Pati : Badan Pusat Statistik.

Case, Karl E. & Ray C. Fair. 2005. Prinsip-Prinsip Ekonomi Mikro. Edisi Ketujuh. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia

Djarijah, Abbas Siregar. 2008. Ikan Duri Lunak. Kanisius. Yogyakarta.

Downey, W. David., dan Erickson, Steven P. 1992. Manajemen Agribisnis. Jakarta.

Erlangga.

Erlina. 2016. Prospek Usaha Pembuatan Kerupuk Ikan Gabus. Jurnal ZIRAA’AH, Volume 41 Nomor 2, Hal. 237-242.

Gasperz, V. 1999. Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis. PT Gramedia. Jakarta.

Ghufron, M. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistem

Polikulitur. Dahara Prize. . library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Hadie, W., dan Jatna S. 1986. Teknik Budidaya Bandeng. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.

Huet M. 1971. Textbook of fish culture: Breeding and cultivation of fish. Fishing

News Books Ltd. London.

Kartasapoetra. 1988. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Bina Aksara. Jakarta.

Kasim, Syarifuddin A. 2000. Seluk Beluk Ilmu Usahatani. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Unlam. Banjarbaru. Kemen KP. 2018. Laporan Kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tahun 2017. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Masyhuri. 1994. Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Emperika 14. Mhazo 2012. The status of the Agro-processing Industry in Zimbabwe with Particular Reference to Small- and Medium-Scale Enterprises. Journal of Agricultural Research. 7(11): 1607-1622 Mulyadi, 2012. Akuntansi Biaya: Penentuan Harga Pokok dan Pengendalian Biaya. BPFE. Yogyakarta Nicholson, Walter. 2002. Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. Jakarta : Penerbit Erlangga Nurdin, Sabri. 2010. Analisis Penerimaan Bersih Usaha Tanaman Padapetani Nenas di Desa Palaran Samarinda. Jurnal Eksis 6(1): 1267–1266. Oryza. 2018. Daftar Harga Ikan Bandeng Per Kg Hari Ini April 2018. http://bahasikan.com/harga-ikan-bandeng/. Diakses 30 September 2018. Pindyck, Robert S. & Daniel L. Rubinfed. 2005. Mikroekonomi. Edisi Keenam Jilid

1.

Alih Bahasa oleh Nina Kurnia Dewi. Jakarta : PT. Indeks

Prasetya, P. 1995. Ilmu Usaha Tani II. UNS Press. Surakata.

Purnomowati, I., D. Hidayati., dan C. Saparinto. 2007. Ragam Olahan Bandeng.

Kanisius. Yogyakarta.

Rahardi, F., dan Rudi Hartanto. 2003. Agribisnis Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahardi. 1999. Agribisnis Perikanan. PT. Penebar Swadaya. Jakarta

Rini, A. S. 2008. Analisis Usaha Industri Tahu skala Rumah Tangga di Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Jurusan/Program Studi Agrobisnis. Fakultas Pertanian.

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Riyanto. 1995. Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: BPFE- Yogyakarta.

Santi, Y. M. 2009. Analisis Usaha Agroindustri Keripik Belut Sawah (Monopterus Albus Zuieuw) di Kabupaten Klaten. Program Studi Sosial Ekonomi library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pertanian/Agrobisnis. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Saparinto Cahyo., Purnomo Ida., dan Hidayati Diana. 2006. Bandeng Duri Lunak.

Kanisius. Yogyakarta

Soedjarwanto dan Riswan. 1994. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Batu Bata di Kabupaten Dati II Banyumas. Laporan Hasil Penelitian Fakultas

Ekonomi UNSOED. . Soeharto, I. 1997. Manajemen Proyek: Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta. Soekartawi. 1991. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Rajawali Press. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. UI Press. Jakarta. Sofia. 2011. Analisis Prospek Industri Pengolahan kerupuk Ikan Patin ”Intan Sari” di Martapura,Kabupaten Banjar. Jurnal Fish Scientiae, Volume 1 No. 2, hal. 146-160. Soo. 2013. Analisis Kelayakan Usaha Industri Bandeng Presto Skala Rumah Tangga di Kelurahan Tambak Dono Kecamatan Pakal Surabaya. Fakultas Pertanian. Universitas Wijaya Putra. Surabaya. Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Komoditas Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya. Jakarta. Sukirno, S. 2005. Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sunarjono. 2000. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. UI Press. Jakarta.

Supriyono. 1999. Akuntansi Biaya: Perencanaan dan Pengendalian Biaya serta Data Relevan untuk Pembuatan Keputusan. BPFE. Yogyakarta

Supriyono. 2004. Pengantar Ilmu Pertanian. UNS Press. Surakarta.

Surakhmad. 1994. Metodologi Research Dasar, Metode dan Teknik. Tarsito.

Bandung.

Susanto, Eko. 2014. Mempelajari Kinerja Alat Pengasap Ikan Tipe Cabinet dan Pengaruhnya terhadap Mutu Ikan Asap. Journal of Agro-based Industry 31(1): 32-38.

Tim Perikanan WWF. 2014. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada

Tambak Ramah Lingkungan. WWF-Indonesia. Jakarta.

Wiratha, I. 2006. Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta : Andi Offset.