ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN DALAM KASUS KORUPSI E-KTP PADA MAJALAH TEMPO

SKRIPSI

TASYA NADHIFAH SIREGAR 140904032 Jurnalistik

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN SETYA NOVANTO DALAM KASUS KORUPSI E-KTP PADA MAJALAH TEMPO

SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (S-1) pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

TASYA NADHIFAH SIREGAR 140904032 Jurnalistik

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

Universitas Sumatera Utara UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Tasya Nadhifah Siregar

NIM : 140904032

Judul Skripsi : Analisis Framing Pemberitaan Setya Novanto Dalam Kasus Korupsi E-KTP Pada Majalah Tempo

Medan, 24 Agustus 2018

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D Dra. Dewi Kurniawati, M.Si, Ph.D NIP. 1958 1205 198903 1002 NIP. 1965 0524 198903 2001

Dekan FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si NIP. 1974 0930 200501 1002

i Universitas Sumatera Utara HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Tasya Nadhifah Siregar

NIM : 140904032

Tanda Tangan :

Tanggal :

ii Universitas Sumatera Utara LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini disetujui untuk diseminar hasilkan oleh :

Nama : Tasya Nadhifah Siregar

NIM : 140904032

Departemen : Ilmu Komunikasi (Jurnalistik)

Judul Skripsi : Analisis Framing Pemberitaan Setya Novanto Dalam Kasus Korupsi E-KTP Pada Majalah Tempo

Telah berhasil diseminar hasilkan di hadapan Dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Majelis Penguji

Ketua Penguji : (...... )

Penguji : (...... )

Penguji Utama : (...... )

Ditetapkan di :………………………………………

Tanggal :………………………………………

iii Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala, karena berkat izin dan rahmatNya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun penelitian skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sumatera Utara (USU). Saya menyadari tanpa bimbingan dari berbagai pihak dari awal masa perkuliahan hingga sampai pada penyusunan skripsi, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Saya ingin mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada kedua orang tua yang sangat saya sayangi, Papa (Dedy Irwandy Siregar) dan Mama (Tetty Matondang) yang selama ini selalu berusaha, mendukung serta mendoakan yang terbaik untuk saya hingga sampai sekarang ini. Terima kasih juga saya ucapkan kepada kedua adik tersayang, Adek (Annisa Dilla Siregar) dan Yayang (Rizka Putri Siregar), yang telah banyak memberikan dukungan moril sehingga saya terus termotivasi untuk melakukan yang terbaik. Merekalah yang menjadi sumber alasan kekuatan saya dalam mengerjakan sayaan ini.

Saya juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Dra. Dewi Kuniawati, M.Si., Ph.D, selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 3. Kakak Emilia Ramadhani, S.Sos., M.A, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU. 4. Bapak Drs. Mukti Sitompul, Msi, selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing saya dari awal hingga akhir bangku perkuliahan. 5. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam mengajarkan saya untuk membuat skripsi yang baik, selalu menyediakan waktu untuk membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih pak atas bimbingannya selama ini.

iv Universitas Sumatera Utara 6. Bapak/ibu dosen dan staf pengajar Ilmu Komunikasi FISIP USU yang telah berperan besar dalam terlaksananya perkuliahan selama ini. 7. Sahabat terbaik saya pada awal hingga akhir perkuliahan, yaitu Ekalita, Nurul Fajriati, Rizka Armelia S dan Talitha Nur Zhafirah yang merupakan tempat berbagi cerita dan pengalaman suka maupun duka, yang selalu memberikan semangat serta motivasi dari awal perkuliahan hingga saya menyelesaikan skripsi. 8. Partner terbaik saya, Achmed Kahfi Lubis yang selalu menjadi partner bertukar pikiran dalam hal apapun, selalu memberi semangat serta dukungan kepada saya. 9. Adik-adik dan rekan-rekan saya dari Divisi Minat dan Bakat Imajinasi 2017, Muhammad Fadhil, Alfi Syahri Lubis, Imanuel Bukit, Natalia Christie dan Anggi Risnawin yang telah memberikan banyak masukan untuk kebaikan saya serta berbagai pengalaman yang luar biasa. 10. Teman-teman Ilmu Komunikasi FISIP USU angkatan 2014 dan 2015 khususnya Mutia, Rere, Gita, Fildza, Alya, Razzaaq, Jovie, Putra, Hafiz, Sastra, TM, Jerry, Bg Ian, Bg Cardo, Ari, Icha, Engel, Dyah, Rizka Sitanggang, Rifqi. Pihak-pihak tersebut hanyalah satu dari jutaan bintang yang senantiasa menyinari saya. Semoga skripsi ini dapat menjadi kontribusi yang signifikan bagi dunia keilmuan, khususnya Ilmu Komunikasi.

Medan, Agustus 2018

Saya,

Tasya Naadhifah Siregar

v Universitas Sumatera Utara LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Tasya Nadhifah Siregar NIM : 140904032 Departemen : Ilmu Komunikasi Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Non-exclusive Royalty – Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN SETYA NOVANTO DALAM KASUS KORUPSI E-KTP PADA MAJALAH TEMPO Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti/pencipta dan sebagai pemiliki hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan yang sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada tanggal : Agustus 2018 Yang Menyatakan

(Tasya Nadhifah Siregar)

vi Universitas Sumatera Utara ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Analisis Framing Pemberitaaan Setya Novanto Dalam Kasus Korupsi E-KTP Pada Majalah Tempo”. Ada beberapa tujuan dilakukannya penelitian ini. Pertama, untuk mengetahui bagaimana Majalah Tempo membingkai berita tentang Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP. Kedua, untuk mengetahui konstruksi Majalah Tempo atas pemberitaan Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis. Penelitian ini akan memusatkan pada penelitian kualitatif dan menggunakan analisis framing sebagai pisau analisis. Model analisis framing yang digunakan pada penelitian ini adalah framing model Zhongdang Pan dan M.Kosicki. Adapun teori yang dipakai untuk menyelesaikan penelitian ini adalah teori konstruksi sosial dan media massa. Sesuai dengan fokus masalah yaitu “bagaimanakah pembingkaian (framing) pemberitaan Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP di Majalah Tempo?” terungkap bahwa : 1) Majalah Tempo membingkai berita Setya Novanto dalam Kasus Korupsi E-KTP dengan membentuk konstruksi bahwa Setya Novanto adalah pihak yang mencoba untuk lari dan ingin lepas dari status tersangka kasus korupsi E-KTP 2) Isi artikel Majalah Tempo merupakan bentuk konstruksi sosial. Media tersebut mengkonstruksi pesan-pesan yang disampaikan kepada khalayak dengan tulisan yang berfokus pada upaya Setya Novanto untuk melepaskan diri dari status tersangka kasus korupsi E-KTP.

Kata kunci: konstruksi realitas, framing, Setya Novanto, E-KTP

vii Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

The title of this study is “Framing Analysis of Setya Novanto’s news in E-KTP Corruption case in Tempo Magazine". There are several aims for this study. First, to find out how Tempo Magazine framed the news about Setya Novanto in E-KTP corruption case. Second, to find out the construction of Tempo Magazine at reporting Setya Novanto in E-KTP corruption case. This study uses a constructivist paradigm. This research will focus on qualitative research and use framing analysis as a knife of analysis. The framing analysis model used in this study is the framing model of Zhongdang Pan and M.Kosicki. The theories used to complete this research are social construction theory and mass media. According to the focus of the problem, "how does framing of Setya Novanto's news in E-KTP corruption case in Tempo Magazine?" Revealed that: 1) Tempo Magazine framed Setya Novanto's news in the E-KTP Corruption Case by forming a construction that Setya Novanto was a party who tried to run away and wanted to escape from the E-KTP corruption case suspect status 2) The contents of the Tempo Magazine article were a form of social construction. The media constructs the messages conveyed to the public with writing focusing on Novanto's efforts to free himself from the suspect status of an E-KTP corruption case.

Keywords: reality construction, framing, Setya Novanto, E-KTP

viii Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i LEMBAR PERSETUJUAN ...... ii PERNYATAAN ORISINALITAS ...... iii LEMBAR PENGESAHAN ...... iv KATA PENGANTAR ...... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...... vii ABSTRAK……………………………………………………………………...viii ABSTRACT ...... ix DAFTAR ISI ...... x

BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1.Konteks Masalah ...... 1 1.2.Fokus Masalah ...... 6 1.3.Tujuan Penelitian ...... 6 1.4.Manfaat Penelitian ...... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...... 8 2.1. Perspektif / Paradigma Kajian ...... 8 2.1.1. Paradigma Konstruktivisme ...... 7 2.1.2. Konstruksi Realitas Sosial Media Massa...... 20 2.1.3. Framing ...... 25 2.1.4. Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki ...... 31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...... 34 3.1. Metode Penelitian ...... 34 3.2. Objek Penelitian ...... 35 3.3. Subjek Penelitian ...... 35 3.4. Kerangka Analisis ...... 39 3.5. Teknik Pengumpulan Data ...... 40 3.6. Teknik Analisis Data ...... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 41 4.1. Hasil ...... 41 4.2. Pembahasan ...... 43

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...... 75 5.1.Simpulan ...... 75 5.2.Saran Penelitian ...... 76

DAFTAR REFERENSI ...... 77

LAMPIRAN

BIODATA PENELITI

ix Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Kasus korupsi terkait Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau e-KTP yang dilakukan oleh Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto beserta rekan-rekannya merupakan salah satu kasus korupsi terbesar yang mewarnai pemberitaan di sejumlah media pada tahun 2017. Menurut situs detik.com, berdasarkan konfirmasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kerugian yang ditanggung oleh negara akibat kasus korupsi tersebut mencapai angka 2,3 triliun. Secara sederhana, KTP Elektronik berasal dari kata electronic KTP, atau Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Lebih rincinya, menurut situs resmi e-KTP, “ KTP Elektronik adalah dokumen kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data kependudukan nasional.” (http://www.e- ktp.com/2011/06/hello-world/)

Dilansir dari situs Okezone.com, program e-KTP diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia sejak tahun 2009 dan ditunjuknya empat kota sebagai proyek percontohan nasional, yaitu Padang, Denpasar, Makassar dan Yogyakarta. Sedangkan, kota/kabupaten lainnya secara resmi diluncurkan Kemendagri pada bulan Februari 2011 yang pelaksanaannya dibagi kedalam dua tahap. Pelaksanaan tahap pertama dimulai pada tahun 2011 dan berakhir pada 30 April 2012 yang mencakup 67 juta penduduk di 2.348 kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Tahap kedua mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di 300 kabupaten/kota lainnya. Oleh sebab itu, tidak heran proyek ini dapat dikatakan sebagai “mega proyek” karena berdampak kepada seluruh masyarakat Indonesia.

Kasus e-KTP telah bergulir selama hampir 6 tahun, dimulai dari kecurigaan Government Watch (GOWA) dan dilaporkan kepada KPK pada tanggal 23

1 Universitas Sumatera Utara 2

Agustus 2011 hingga akhirnya disidangkan oleh Pengadilan Negeri Tipikor. KPK menetapkan tersangka pertama untuk kasus e-KTP pada 22 April 2014. Tersangka pertama adalah eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan di Direktorat Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen, Sugiharto. Tersangka selanjutnya adalah Sugiharto, mantan penjabat dari Kemendagri, diikuti oleh tersangka ketiga dan keempat yaitu pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong dan politikus Partai , Markus Nari. Sedangkan, Setya Novanto (Setnov) merupakan tersangka kelima dalam dugaan korupsi pengadaan proyek e-KTP. (Majalah Tempo, Edisi 18-24 September 2017)

Tidak hanya pada proyek e-KTP, sebelumnya nama Setnov sudah banyak muncul di berbagai kasus korupsi, tetapi statusnya rata-rata hanya sebagai saksi. Beberapa kasus diantaranya adalah kasus Cessie Bank Bali pada tahun 1999, kasus korupsi beras impor pada tahun 2003, korupsi PON Riau pada tahun 2012, pemufakatan PT. Freeport pada tahun 2015 dan yang terakhir adalah kasus e-KTP dimana akhirnya ia ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 10 November 2017. (https://www.liputan6.com/news/read/3158585/jejak-kasus- setya-novanto) Begitu banyak drama yang dilakukan oleh Setnov untuk menghindari diri dari status tersangka kasus e-KTP. Hal inilah yang menarik banyak perhatian dari masyarakat Indonesia.

Setya Novanto sudah ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 17 Juli 2017 karena ia diduga menerima komisi sebesar Rp 574,2 miliar dalam mega proyek ini. Namun, Setnov menggugat status tersangkanya dalam kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Selatan pada tanggal 4 September 2017. Pasca ditetapkan menjadi tersangka, Setnov berulang kali tidak menghadiri pemeriksaan KPK dengan alasan sakit. Setnov dirawat di RS.Siloam dan RS. Premier Jatinegara dan dikatakan mengalami katerisasi pada jantungnya sehingga harus dilakukan pemasangan ring. Serangkaian sidang praperadilan terhadap Setnov digelar di PN Jakarta Selatan dan hasilnya hakim tunggal Cepi Iskandar memutuskan status tersangka Setnov dalam kasus e-KTP tidak sah karena bukti dianggap tidak valid. Putusan ini

Universitas Sumatera Utara 3

diketok pada tanggal 29 September 2017. Namun, pada tanggal 10 November 2017, Setnov kembali ditetapkan sebagai tersangka. Peristiwa lain yang cukup menghebohkan masyarakat Indonesia terkait proses penangkapan Setnov adalah disaat Setnov akan muncul untuk menjalani pemeriksaan dengan KPK pada tanggal 16 November 2017. Namun, di saat yang sama mobil yang ditumpanginya mengalami kecelakaan dikarenakan menabrak tiang dan ia langsung dilarikan ke RS. Medika Permata Hijau. Setelah itu, Setnov dipindahkan ke RS. Cipto Mangunkusumo pada tanggal 19 November 2017. Selang beberapa hari, Setnov dinyatakan dalam keadaan fit oleh KPK dan resmi ditahan pada tanggal 19 November 2017. Pasca serangkaian pemeriksaan, Setnov melakukan sidang perdananya di Pengadilan Negeri Tipikor pada tanggal 13 Desember 2017 dan ia mengaku sakit, padahal tim dokter mengatakan bahwa ia dalam keadaan fit. Maka, di hari yang sama tersebut ditetapkan bahwa sidang praperadilan Setnov dinyatakan gugur. Setnov kembali mendatangi Pengadilan Negeri Tipikor untuk menjalani sidang eksepsi pada tanggal 21 Desember 2017 dan pada saat itu penampilannya tampak lebih bugar dari sebelumnya. (https://news.detik.com/foto- news/d-3787241/lika-liku-drama-setya-novanto-di-kasus-e-ktp/1#share_top)

Lika-liku perkembangan kasus e-KTP serta proses penangkapan dan penetapan status tersangka kepada Setnov tersebut terus diberitakan oleh sejumlah media massa di Indonesia. Fenomena korupsi di Indonesia seakan tidak asing lagi di telinga publik. Lembaga pemerintahan yang telah berikrar dan dipercaya oleh masyarakat kenyataannya juga melakukan tindakan busuk yang sama. Korupsi yang merajalela di sektor pemerintahan menunjukkan bobroknya moralitas para penyelenggara negara dan lemahnya penegakkan hukum di Indonesia. Korupsi tidak hanya merugikan negara dengan terhambatnya proses pembangunan insfratruktur negara, namun juga menyengsarakan kehidupan seluruh rakyat Indonesia dengan merampas hak-hak yang seharusnya diperoleh rakyat. Hal inilah yang menjadikan kasus korupsi tidak surut dari perhatian publik dan pemberitaan media massa.

Universitas Sumatera Utara 4

Peristiwa politik selalu menarik perhatian media massa sebagai bahan liputan. Hal ini terjadi disebabkan oleh dua faktor yang berkaitan. Seperti yang didefinisikan oleh Hamad (2004:1) yang menyebutkan : a. Pertama, dewasa ini politik berada di era mediasi yaitu media massa, sehingga hampir mustahil kehidupan politik dipisahkan dari media massa. Para aktor politik justru berusaha menarik perhatian wartawan agar aktivitas politiknya memperoleh liputan dari media. b. Kedua, peristiwa politik dalam bentuk tingkah laku dan pernyataan para aktor politik lazimnya selalu mempunyai nilai berita sekalipun peristiwa politik itu bersifat rutin belaka, seumpamanya rapat partai atau pertemuan seorang tokoh politik dengan para pendukungnya.

Media massa merupakan saluran atau sarana yang digunakan dalam proses komunikasi massa. Menurut Charlotte Ryan ( dalam Muhtadi, 2008: 47 ) : “media massa adalah suatu kompetisi dimana pihak-pihak yang saling berkepentingan mengajukan pemaknaan terhadap suatu permasalahan agar lebih menarik perhatian khalayak. Masing-masing pihak berusaha menonjolkan penafsiran, klaim, dan argumentasi berkenaan dengan persoalan yang diberitakan.”

Secara garis besar, media massa terbagi menjadi tiga, yaitu media cetak, media elektonik dan media daring (online). Penelitian ini menggunakan media cetak sebagai bahan penelitian, yaitu Majalah Tempo. Adapun alasan peneliti memilih media cetak dikarenakan media cetak dapat menyajikan berita lebih lengkap dan lebih mendalam mengenai suatu peristiwa dibandingkan dengan media lainnya, seperti media daring. Selain itu, dalam menyajikan sebuah berita, media cetak secara berulang melakukan penyuntingan sebelum berita tersebut dikonsumsi oleh publik sehingga memiliki tingkat akurasi dan verifikasi yang tinggi.

Majalah Tempo merupakan majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali penerbitannya. Alasan peneliti memilih Majalah Tempo didasarkan pada landasan bahwa Majalah Tempo merupakan majalah yang konsisten mengusung jurnalisme investigasi (menyajikan kabar di balik berita dengan mengintip dan membongkar apa yang selama ini disembunyikan dari mata publik). Hal inilah yang membedakan Tempo dari media lain.

Universitas Sumatera Utara 5

Peneliti memilih Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017 dengan judul “Siasat Lepas Setya Novanto”. Isi pemberitaan di majalah tersebut membahas tentang bagaimana serta hal-hal apa saja yang diupayakan oleh Setya Novanto untuk melepaskan diri dari status tersangka dan praperadilan. Alasan peneliti memilih edisi tersebut dikarenakan Majalah Tempo memberitakan secara rinci bagaimana kronologi upaya Setnov dan pengacara agar Setnov batal menjadi tersangka dalam kasus e-KTP. Tidak ketinggalan, terdapat pula kilas balik dari permasalahan e-KTP sebelumnya seperti menyebutkan para tersangka terdahulu pada kasus proyek e-KTP. Hal ini menunjukkan bahwa Majalah Tempo mengkonstruksi berita agar khalayak terus mengingat dan mengikuti proses kasus e-KTP khususnya pada penetapan status tersangka Setya Novanto.

Saat beberapa peristiwa disusun, media selalu melakukan konstruksi realitas dalam penglihatannya. Hasil akhir dari proses pembentukan realitas itu adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Aspek-aspek tertentu pun lebih mudah diingat khalayak karena sebelumnya telah ditonjolkan oleh media massa. Khalayak akan melupakan dan tidak memperhatikan aspek-aspek yang tidak dibuat menonjol. (Eriyanto, 2011: 77).

Media massa berperan untuk mendefenisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami dan bagaimana seharusnya realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Pendefinisian tersebut bukan hanya pada suatu peristiwa melainkan juga pada aktor-aktor sosial. Media massa disini berfungsi untuk menjaga nilai-nilai kelompok dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu dijalankan. Untuk mengetahui lebih mendalam konstruksi pemberitaan, perangkat analisis yang digunakan peneliti adalah analisis framing.

Framing dalam perspektif ilmu komunikasi dipakai untuk membedah cara- cara media saat mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya. Maka, dapat disimpulkan bahwa framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2009: 162).

Universitas Sumatera Utara 6

Menurut Todd Gitlin (dalam Eriyanto, 2011) :

Framing adalah sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak. Framing pada dasarnya merupakan proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain, sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Framing melihat bagaimana peristiwa disajikan oleh media massa. Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan aspek tertentu dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas atau peristiwa. Analisis framing yang digunakan dalam penelitian ini adalah model framing yang dikembangkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki. Framing pada dasarnya melibatkan kedua konsepsi psikologis dan sosiologis. Framing lalu dimaknai sebagai suatu strategi atau bagaimana wartawan mengkontruksi serta memproses suatu peristiwa yang akan disajikan untuk khalayak. Pada model ini, banyak diadaptasi pendekatan linguistic dengan memasukkan elemen, seperti pemakaian kata, pemilihan struktur, dan bentuk kalimat yang mengarahkan bagaimana peristiwa dibingkai oleh media (Eriyanto, 2002).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana Majalah Tempo membingkai berita tentang kasus e-KTP yang dilakukan oleh Setya Novanto.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, fokus masalah penelitian ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan pokok berikut : “Bagaimanakah pembingkaian (framing) pemberitaan Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP di Majalah Tempo?”

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana Majalah Tempo membingkai berita tentang Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.

Universitas Sumatera Utara 7

2. Untuk mengetahui konstruksi Majalah Tempo atas pemberitaan Setya Novanto dalam kasus korupsi E-KTP.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan peneliti dan pembaca mengenai konstruksi media massa melalui analisis framing dan membuka wawasan tentang pembingkaian berita kasus e-KTP Setya Novanto. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi pembaca Majalah Tempo, serta bagi mahasiswa mengenai analisis framing media massa. 3. Secara akademis, penelitian ini dapat menjadi sumbangsih kepada Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU beserta praktisi Ilmu Komunikasi lainnya, dalam bidang kajian konstruksi media massa lewat analisis framing.

Universitas Sumatera Utara BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Perspektif / Paradigma Kajian

2.1.1 Paradigma Konstruktivisme

Manusia memiliki paradigma tersendiri dalam memaknai sebuah realitas. Pengertian paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahahami kompleksitas dunia nyata. Paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi para penganut ddan praktisinya. Paradigma menunjukkan sesuatu yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat normatif, menunjukkan kepada praktisinya apa yang harus dilakukantanpa perlu melakukan pertimbangan eksistensial atau epistemologis yang panjang (Mulyana, 2003:9).

Paradigma pada wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan penelitian. Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata, paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Paradigma bisa juga berarti sebuah ideologi berpikir dan sekaligus praktek sekelompok komunitas orang yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, mereka memiliki seperangkat aturan dan kriteria yang sama untuk menilai aktivitas penelitian dan sekaligus mengguanakan metode yang serupa (Narwaya, 2006:108).

Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih, dan di prioritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain, paradigma akan memberi rambu-rambu tentang apa yang harus dihindari dan tidak digunakan dalam sebuah penelitian (Narwaya, 2006:109).

Penelitian ini merupakan upaya untuk menentukan kebenaran berdasarkan model-model tertentu atau yang biasa disebut paradigma. Paradigma merupakan kekuatan dasar yang mampu mempertahankan keberadaan sebuah ilmu pengetahuan. Paradigma pada wilayah riset penelitian sebenarnya merupakan seperangkat konstruksi cara pandang dalam menetapkan nilai-nilai dan tujuan

8 Universitas Sumatera Utara 9

penelitian serta memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Pada hakikatnya, paradigma memberikan batasan-batasan tertentu apa yang harus dikerjakan, dipilih dan diprioritaskan dalam sebuah penelitian. Pada aspek lain, paradigma akan memberikan rambu-rambu tentang apa yang harus dihindari dan tidak digunakan dalam penelitian. Menurut sebuah analisis yang dikutip dari Bogdan dan Biklen (1982, dalam Moleong, 2006: 49), “paradigma merupakan kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.”

Paradigma ilmu komunikasi berdasarkan metodologi penelitiannya, menurut Dedy N. Hidayat (1999, dalam Bungin, 2008: 237) yang mengacu pada pemikiran Guba dan Lincoln (1994) ada tiga paradigma : (1) paradigma klasik yang mencakup positivisme dan postpositivisme (2) paradigme kritis dan (3) paradigma konstruktivisme.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruktivis. Konstruktivisme mengatakan bahwa kita tidak akan pernah dapat mengerti realitas sesungguhnya secra ontologis. Yang kita mengerti adalah struktur konstruksi kita akan suatu objek. Konstruktivisme tidak bertujuan mengerti realitas, tapi hendak melihat bagaimana kita menjadi tahu akan sesuatu. Boleh juga dikatakan bahwa “realitas” bagi konstruktivisme tidak pernah ada secara terpisah dari pengamat. Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis, yaitu: 1. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana sesorang membuat gambaran tetang realitas. Makna bukanlah sesuatu yang absolut, kosep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makan adalah pesan aktif yang ditafsirkan sesorang dalam suatu pesan. 2. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesandari sisi komunikator dan dalam sisi penerima ia memeriksa bagaimana kontruksi makna individu ketika menerima pesan. Pesan dipandang bukan sebagai mirror of reality yang menampilkan fakta apa adanya. Dalam menyampaikan pesan, sesorang munyusun citra tertentu atau merangkai ucapan tentu dalam memberikan gambaran singkat realitas. Seseorang komunikator dengan realitas yang ada akan

Universitas Sumatera Utara 10

menampilkan fakta tertentu kepada komunikan, memberikan pemaknaan tersendiri terhadap suatu peristiwa dalam konteks pengalaman, pengetahuannya sendiri (Eriyanto, 2002: 40-41). Robert E. Yager (1991) mengemukakan tahap pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme terdiri dari 4 tahap, yaitu tahap invitasi, eksplorasi, pengajuan eksplanasi dan solusi, dan pelaksanaan tindakan.

1. Invitasi diperlukan untuk mengidentifikasi konsepsi awal peneliti sebelum pelaksanaan pembelajaran dilakukan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan berikut: mengamati keingintahuan peneliti, peneliti menjawab pertanyaan, mempertimbangkan kemungkinan jawaban pertanyaan, mencatat hal-hal yang tidak diperkirakan, dan mengenali situasi yang diharapkan peneliti. 2. Eksplorasi adalah tahap pelaksanaan pembelajaran dengan melibatkan peneliti secara aktif menggali informasi-informasi baru. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap eksplorasi adalah: mengajak peneliti untuk fokus pada pembelajaran, mendiskusikan alternative alternatif kemungkinan, mencari informasi, melakukan percobaan dengan alat dan bahan yang ada, mengamati gejala-gejala khusus, merancang model, mengumpulkan dan mengolah data, menggunakan strategi-strategi penyelesaian masalah, memilih sumbersumber yang tepat, mendiskusikan solusi dengan yang lain, merancang dan melaksanakan percobaan, ikut serta dalam diskusi, mengenali resiko dan konsekwensi-konsekwensi yang timbul, menentukan parameter suatu penyelidikan, menganalisis data dan sebagainya. 3. Pengajuan eksplanasi dan solusi merupakan tahap diskusi yang dilakukan di antara peneliti, baik secara individu maupun secara kelompok. Kegiatan diskusi ini juga dapat berlangsung dengan guru yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan yang terjadi pada tahap pengajuan eksplanasi (penjelasan) dan solusi (penyelesaian) adalah: mengkomunikasikan informasi dan ide-ide, membangun dan menjelaskan model, membangun penjelasan baru, mereview dan mengupas penyelesaian, menggunakan evaluasi kolompok, memasang jawaban jawaban atau solusi-solusi,

Universitas Sumatera Utara 11

menentukan penutup yang sesuai, dan memadukan solusi dengan pengetahuan dan pengalaman. 4. Taking action atau tahap pengambilan tindakan merupakan tahap akhir pembelajaran, pada tahap ini peneliti merumuskan hasil eksplorasi dan diskusinya. Pada tahap ini juga diberikan evaluasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru, baik secara lisan maupun sacara tulisan. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap taking action adalah: membuat keputusan, menggunakan pengetahuan dan keterampilan, mentransfer pengetahuan dan keterampilan, berbagi informasi dan ide-ide, menjawab pertanyaan baru, dan mengembangkan hasil dan ide-ide. (http://www.nsta.org/pubs/tst/reprints/ 199109yager.html)

Dalam konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara teori fakta sosial dan defenisi sosial. Dalam teori fakta sosial struktur sosial yang eksislah yang penting. Manusia adalah produk dari masyarakat. Tindakan dan persepsi manusia ditentukan oleh struktur yang ada dalam masyarakat. Institusional, norma, struktur, dan lembaga sosial menentukan individu manusia. Sebaliknya adalah teori defenisi sosial, manusialah yang membentuk masyarakat. Manusia digambarkan sebagai identitas yang otonom. Melakukan pemaknaan dan membentuk masyarakat, menyusun institusi dan norma yang ada. Teori kontruksi sosial berada diantara keduanya (Eriyanto 2004:13). Pandangan konstruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dari objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilhat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai pengumpan pesan. Positivime meyakini bahwa pengetahuan harus merupakan representasi ( gambaran atau ungkapan ) dari kenyataan dunia yang terlepas pengamat ( objektivisme ). Pengetahuan dianggap sebagai kumpulan fakta. Konstruktivisme menegaskan bahwa pengetahuan tidak lepas dari subjek yang sedang belajar mengerti. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah konstruksi kita sendiri. ( Ardianto, 2007 : 154 )

Universitas Sumatera Utara 12

Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak diluar batas kontrol struktur dan pranata sosialnya dimana individu berasal. Manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respons-respons terhadap stimulus dalam dunia kognitifnya. Karena itu paradigma defenisi sosial tertarik terhadap apa yang ada dalam pemikirn manusia tentang proses sosial, terutama para pengikut interaksi simbolik. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya ( Bungin, 2003 : 3 ) Ritzer menjelaskankan bahwa ide dasar semua teori dalam paradigma defenisi sosial sebenarnya berpandangan manusia adalah aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. Dalam artinya, tindakan manusia tidak sepenuhnya ditentukan oleh norma-norma, kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai dan sebagainya yang kesemuanya itu tercakup dalam fakta sosial yaitu tindakan yang menggambarkan struktur dan pranata sosialnya ( Bungin, 2003 : 2 ) Menurut Hidayat dalam perspektif ontologi paradigma kontruktivitas, realitas merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial ( Bungin, 2003 : 3). Konstruktivisme diihat sebagai sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia reaitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang disekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan yang sudah ada sebelumnya, yang oleh Piager disebut dengan skema/skemata. Dan konstruksi semacam inilah yang oleh Peter L. Berger dan Luckman, disebut dengan kontruksi sosial ( Bungin, 2008 : 14 ). Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Subjek tersebutlah yang merupakan faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan pembentukan diri, serta pengungkapan jati diri dari sang pembicara. Oleh karena itu, analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi (Ardiyanto, 2007: 151).

Universitas Sumatera Utara 13

Para konstruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang mengetahui. Melalui proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otakseseorang kepada orang lain. Penerima pesan sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka (Ardiyanto, 2007: 156-157).

Kaitan dengan kajian komunikasi, Robyn Pennman yang dikutip oleh Ardiyanto (2007: 158) merangkum kaitan konstruktivisme sebagai berikut: 1. Tindakan komunikatif sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas, walaupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat dan telah dilakukan. Jadi tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela berdasarkan pilihan subjeknya. 2. Pengetahuan adalah sebuah produk sosial. Pengetahuan bukan sesuatu yang objektif sebagaimana diyakini positivisme, melainkan diturunkan dari interaksi dalam kelompok sosial. Pengetahuan itu dapat ditemukan dalam bahasa, melalui bahasa itulah konstruksi tercipta. 3. Pengetahuan bersifat kontekstual, maksudnya pengetahuan merupakan produk yang dipengaruhi ruang dan waktu, serta dapat berubah sesuai dengan pergeseran waktu. 4. Teori-teori menciptakan dunia. Teori bukanlah alat, melainkan suatu cara pandang kita terhadap realitas atau dalam batas tertentu teori menciptakan dunia. Dunia di sini bukanlah “segala sesuatu yang ada” melainkan “segala sesuatu yang menjadi lingkungan hidup dan penghayatan hidup manusia.”

Menurut Eriyanto (2001), pendekatan paradigma konstruksionis mempunyai penilaian tersendiri seperti apa media, wartawan, dan berita dilihat, yaitu: 1. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi. Bagi kaum konstruksionis, realitas bersifat objektif. Realitas dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda.

Universitas Sumatera Utara 14

2. Media adalah agen konstruksi. Media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas lengkap dengan pandangan dan pemihakannya.

3. Berita bukan refleksi dari realitas, ia hanya konstruksi dari realitas. Berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalis, bukan kaidah buku jurnalistik.

4. Berita bersifat subjektif atau konstruksi atas realitas opini tidak dapat dihilangkan. Ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif.

5. Wartawan bukan pelapor, ia agen konstruksi realitas. Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial.

6. Etika, pilihan, moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dari produksi berita. Etika dan moral termasuk keberpihakan satu kelompok adalah bagian yang tak terpisahkan dalam membentuk dan mengkonstruksi realitas.

7. Khalayak mempunyai penilaian tersendiri atas berita. Khalayak bukan dilihat sebagai subjek pasif, yang mempunyai penafsiran sendiri dan bisa jadi berbeda dari pembuat berita (Zamroni, 2009: 95).

2.1.1.1 Media Dan Berita Dilihat Dari Paradigma Konstruksionis

Pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian sendiri bagaimana media, wartawan, dan berita dilihat. Penilaian tersebut akan diuraikan satu persatu di bawah ini (Hamad, 2004: 60):

a. Fakta atau peristiwa adalah hasil konstruksi Bagi kaum konstruksionis, realitas itu bersifat subjektif. Realitas itu hadir karena dihadirkan oleh konsep subjektif wartawan. Realitas tercipta lewat konstruksi dan pandangan tertentu. Menurut Herbert J. Gans (dalam Eriyanto, 2002: 19), realitas bisa berbeda-beda, tergantung pada bagaimana konsepsi ketika realitas itu dipahami oleh wartawan yang mempunyai pandangan berbeda. Dalam kosepsi positivis diandaikan ada realitas yang bersifat “eksternal” yang ada dan hadir sebelum wartawan

Universitas Sumatera Utara 15

meliputnya. Jadi, ada realitas yang bersifat objektif, yang harus diambil dan diliput oleh wartawan. Pandangan semacam ini sangat bertolak belakang dengan pandangan konstruksionis. Fakta atau realitas bukanlah sesuatu yang tinggal ambil, ada, dan menjadi bahan dari berita. Fakta atau realitas pada dasarnya dikonstruksi. Manusia membentuk dunia mereka sendiri. Fakta merupakan kostruksi atas realitas. Kebenaran suatu fakta bersifat relatif, berlaku sesuai konteks tertentu (dalam Eriyanto, 2002: 19).

Menurut Carey, pikiran dan kosntruksi ketika melihat realitas seperti representasi dari peta atas realitas. Sebuah peta adalah simplifikasi dari dunia yang riil. Dalam peta, sesuatu yang kompleks disederhanakan. Ruang yang terbatas menjadi alasan informasi yang sedemikian banyak direduksi. Kemampuan otak dan pikiran manusia juga terbatas. Tidak semua realitas yang kompleks itu bisa digambarkan. Orang cenderung melihat sisi tertentu dari realitas. Peta bisa berbeda-beda dengan teknik yang berbeda-beda pula antara pembuat peta satu dengan lainnya. Peta tersebut pada akhirnya bukan hanya menggambarkan dunia, ia bahkan membentuk dunia. Lewat peta, pandangan kita akan dunia dibentuk (Eriyanto, 2002: 21). b. Media adalah agen konstruksi Pandangan konstruksionis mempunyai posisi ynag berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima (khalayak). Media di sini dilihat murni sebagai saluran, tempat bagaimana transaksi pesan dari semua pihak yang terlibat dalam berita. Pandangan semacam ini, tentu saja melihat media bukan sebagai agen, melainkan hanya salura. Media dilihat sebagai sarana yang netral. Kalau ada berita yang menyebutkan kelompok tertentu atau menggambarkan realitas dengan citra tertentu, gambaran semacam itu merupakan hasil sumber berita (komunikator) yang menggunakan media untuk mengemukakan pendapatnya (dalam Eriyanto, 2002: 22).

Universitas Sumatera Utara 16

Dalam pandangan konstruksionis media dilihat sebaliknya. Menurut Tony Bennett (dalam Eriyanto, 2002: 23), media bukanlah sekadar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksikan realitas, lengkap dengan pandangan, bias , dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Pandangan semacam ini menolak argument yang menyatakan media seolah-olah sebagai tempat saluran bebas. Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukan pendapat sumber berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Apa yang tersaji dalam berita, dan kita baca tiap hari, adalah produk dari pembentukan realitas oleh media. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak. Media sebagai agen konstruksi pesan, media memilih dengan cara realitasi mana yang diambil dan mana yang tidak diambil (dalam Eriyanto, 2002: 25). Media juga memilih (secara sadar atau tidak) siapa yang akan dijadikan sumber berita sehingga hanya sebagian saja dari sumber berita yang tampil dalam pemberitaan. Media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan sumber berita, melainka juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa melalui bahasa yang dipakai, media dapat menyebut aktor dalam berita baik atau buruk. Lewat pemberitaan pula, media dapat membingkai peristiwaperistiwa dengan bingkai tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami suatu peristiwa dalam kaca mata tertentu. c. Berita bukan refleksi dari realitas

Dalam pandangan konstruksionis, berita seperti sebuah drama. Ia bukan menggambarkan realitas, tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa. Wartawan secara aktif membentuk realitas ini seperti layaknya sebuah darama. Mereka yang setuju dan mereka yang tidak setuju dengan pengerahan massa dipertentangkan. Lalu diimbuhi dengan berbagai analisis dari berbagai pakar politik. Tidak cukup dengan itu saja. Seperti sebuah drama,

Universitas Sumatera Utara 17

tentu saja ada pihak yang didefinisikan sebagai pahlawan (hero), tetapi ada juga pihak yang didefinisikan sebagai musuh dan pecundang. Semua itu dibentuk layaknya sebuah darama yang dipertontonkan kepada publik. Berita tidak mungkin merupakan cermin dan refleksi dari realitas. Karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi atas realitas. Menurut kaum konstruksionis, berita adalah hasil dari konstruksi sosial di mana selalu melibatkan pandangan, ideology, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Bagaimana realitas itu dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai (Edward Arnold, 1991: 141-142).

Hal yang berbeda dalam konsepsi konstruksionis. Berita bukanlah representasi dari realitas. Berita yang kit abaca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik, bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta, sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak. d. Berita bersifat subjektif/konstruksi atas realitas Konstruksionis mempunyai penilaian yang berbeda dalam menilai objektivitas jurnalistik. Hasil keja jurnalistik tidak bisa dinilai dengan menggunakan sebuah standar yang rigid, seperti halnya positivis. Hal ini karena berita adalah produk dari konstruksi dan pemaknaan atas realitas. Pemaknaan seseorang atas suatu realitas bisa jadi berbeda dengan orang lain, yang tentunya menghasilkan “realitas” yang berbeda pula. Karenanya, ukuran yang baku dan standar tidak bias dipakai. Kalau ada perbedaan antara berita dengan realitas yang sebenarnya maka tidak dianggap sebagai kesalahan, tetapi memang seperti itulah pemaknaan mereka atas relitas. Berita bersifat subjektif, opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perpektif dan pertimbangan subjektif (dalam Hamad, 2004: 30). Pendekatan konstruksionis, sumber berita yang menonjol dibandingkan dengan sumber lain (dalam Hamad, 2004: 33); menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain;

Universitas Sumatera Utara 18

liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain; tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok, kesemuanya tidaklah dianggap praktik yang dijalankan oleh wartawan. Konstruksi wartawan dalam memaknai realitas yang secara strategis menghasilkan laporan semacam itu. Praktik membuat liputan berita memihak satu pandangan, menempatkan satu pandangan lebih penting dibandingkan pandangan kelompok lain yang oleh pendekatan positivistik dianggap sebagai tidak benar, dalam pendekatan konstruksionis dipandangan sebagai praktik jurnalistik. Karena itu, untuk mengerti kenapa praktik jurnalistik bisa semacam itu bukan dengan meneliti sumber bias, tetapi mengarahkan pada bagaimana peristiwa dikonstruksi. e. Wartawan bukan pelapor Dalam pandangan konstruksionis terdapat penilaian yang bahwa wartawan tidak bisa menyembunyikan pilihan moral dan keberpihakannya, karena ia merupakan bagian yang intrinsik dalam pembentukan berita. Lagipula, berita bukan hanya produk individual, melainkan juga bagian dari proses organisasi dan interaksi antara wartawannya. Wartawan dipandang sebagai aktor/agen konstruksi. Wartawan bukan hanya melaporkan fakta, melainkan juga turut mendefinisikan apa yang terjadi, dan secara aktif membentuk peristiwa dalam pemahaman mereka. Wartawan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial (dalam Eriyanto, 2002: 28-29). f. Integral dalam produksi berita Etika, pilihan moral, dan keberpihakan wartawan adalah bagian yang integral dalam produksi berita. Pendekatan konstruksionis menilai aspek etika, moral, dan nilai-nilai tertentu tidak mungkin dihilangkan dari pemberitaan media. Wartawan bukanla robot yang meliputi apa adanya apa yang dia lihat. Etika dan moral yang dalam banyak hal berarti keberpihakan pada satu kelompok atau nilai tertentu, umumnya dilandasi oleh keyakinan dalam membentuk dan mengkonstruksikan relitas. Pada

Universitas Sumatera Utara 19

hal ini, wartawan bukan hanya palapor, karena disadari atau tidak, wartawan menjadi partisipan dari keragaman penafsiran dan subjektivitas dalam publik. Karena fungsinya, wartawan menulis peristiwa dari dirinya sendiri dengan realitas yang diamati. Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapay dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa. Pada dasarnya semua kerja jurnalistik adalah proses yang sangat subjektif, bukan hanya melibatkan fakta, tetapi juga keinginan dan motivasi, yang semuanya itu menyiratkan hal-hal yang berbau subjektif. Menurut Walter Lippman (dalam Eriyanto, 2002: 32), secara radikal bahkan menyatakan bahwa dalam proses kerjanya, wartawan bukan melihat terus menyimpulkan dan menulis, tetapi lebih sering terjadi adalah menyimpulkan dan kemudian melihat fakta apa yang ingin dipilih dan membuang apa yang ingin dia buang g. Integral dalam penelitian Nilai, etika, dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral dalam penelitian. Sifat dasar dari penelitian konstruksionis adalah pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai. Pilihan etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses penelitian. Penelitian kosntruksionis, pilihan moraldan keberpihakan justru sukar dihilangkan dalam penelitian. Penelitian bukanlah robot yang seolah-olah makhluk netral dan akan menilai realitas tersebut apa adanya. Sebaliknya, peneliti adalah entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang berbedabeda. Karenanya, bisa jadi objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan yang berbeda. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilkan temuan yang berbeda pula. Nilai, etika, dan pilihan moral bagian yang tidak terpisahkan dari suatu penelitian (dalam Eriyanto, 2002: 34).

Universitas Sumatera Utara 20

h. Penafsiran khalayak atas berita Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita yang bisa jadi berbeda dari pembuat berita. Khalayak bukan dilihat sebagai subjek yang pasif. Ia juga subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dia baca. Menurut Stuart Hall, makna dari suatu teks bukan terdapat dalam pesan/berita yang dibaca oleh pembaca. Makna selalu potensial mempunyai banyak arti (polisemi). Makna lebih tepat dipahami bukan sebagai suatu transmisi (penyebaran) dari pembuat berita ke pembaca. Ia lebih tepat dipahami sebagai suatu praktik penandaan. Karenanya, setiap orang bisa mempunyai pemaknaan yang berbeda atas teks yang sama. Kalau saja ada makna yang dominan atau tunggal, itu bukan berarti makna terdapat dalam teks, tetapi begitulah praktik penandaan yang terjadi (dalam Hamad, 2004: 36).

2.1.2 Kontruksi Realitas Sosial Media Massa

Konstruksi artinya pembuat, rancang bangun-bangunan, penyusunan, pembangunan (bangunan), melukiskan, merancang dan lain sebagainya (Sobur, 2004: 334). Sementara media adalah perantara (informasi), sarana yang dipergunakan oleh komunikator sebagai saluran untuk menyampaikan pesan kepada komunikan apabila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya atau kedua-duanya. Realitas sosial sesungguhnya tidak lebih dari sekedar hasil konstruksi sosial dalam komunikasi tertentu. Isi media merupakan suatu bentuk konstruksi sosial. Media melakukan konstruksi terhadap pesan-pesan yang disampaikan berupa tulisan-tulisan, gambar-gambar, suara atau simbol-simbol lain melalui proses penyeleksian dan manipulasi tertentu sesuai keinginan atau pun ideologi media itu (Wibowo, 2011:125).

Istilah interaksi merujuk pada bagaimana gagasan dan pendapat tertentu dari seseorang atau sekelompok orang ditampilkan dalam pemberitaan. Sehingga realitas yang terjadi tidak digambarkan sebagaimana mestinya, tetapi digambarkan secara lain. Bisa lebih baik atau bahkan lebih buruk, cenderung memarjinkan

Universitas Sumatera Utara 21

seseorang atau sekelompok orang tertentu (Eriyanto, 2001: 113). Hal ini terkait dengan visi dan misi, serta ideologi yang dipakai oleh masing-masing media, sehingga kadangkala dari hasil pembingkaian tersebut dapat diketahui bahwa media lebih berpihak pada siapa (jika yang diberitakan adalah seseorang, kelompok, atau golongan dalam masyarakat yang tergantung pada etika,moral, dan nilai-nilai tertentu), tidak mungkin dihilangkan dalam pemberitaan. Hal ini merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dalam membentuk dan mengkontruksi suatu realitas. Media menjadi tempat pertarungan ideologi antara kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Realitas Sosial adalah hasil kostruksi sosial dalam proses komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak terlepas dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L Beger dan Thomas Luckman. Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter Berawal dari istilah konstruktivisme, konstruksi realitas sosial terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya yang berjudul The Social Construction of Reality: A Treatise in The Sociological of Knowledge tahun 1966. Menurut mereka, realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, objektivasi dan internalisasi. Konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan-kepentingan (Bungin, 2008: 192). Bagi kaum konstruktivisme, realitas (berita) itu hadir dalam keadaan subjektif. Realitas tercipta lewat konstruksi, sudut pandang dan ideologi wartawan. Secara singkat, manusialah yang membentuk imaji dunia. Sebuah teks dalam sebuah berita tidak dapat disamakan sebagai cerminan dari realitas, tetapi ia harus dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Substansi teori konstruksi sosial media massa adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis (Bungin, 2008: 203).

Giambatissta Vico, seorang epistemologi dari Italia, ia adalah cikal bakal konstruktivisme (Suparno, 1997: 24). Dalam aliran filsafat, gagasan konstruktivisme telah muncul sejak Socrates menemukan jiwa dalam tubuh

Universitas Sumatera Utara 22

manusia, sejak Plato menemukan akal budi dan id (Bertens, 1999: 89-106). Gagasan tersebut semakin lebih konkret lagi setelah Aristoteles mengenalkan istilah, informasi, relasi, individu, subtansi, materi, esensi, dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa, manusia adalah makhluk sosial, setiap pernyataan harus dibuktikan kebenarannya, bahwa kunci pengetahuan adalah fakta (Bertens, 1999: 137-139). Aristoteles pulalah yang telah memperkenalkan ucapannya „cogito ergo sum‟yang berarti “saya berfikir karena itu saya ada.” Kata-kata Aristoteles yang terkenal itu menjadi dasar yang kuat bagi perkembangan gagasan-gagasan konstruktivisme sampai saat ini. Pada tahun 1710, Vico dalam „De Antiquissima Italorum Sapientia‟(dalam Suparno, 1997:24), mengungkapkan filsafatnya dengan berkata „Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan‟. Dia menjelaskan bahwa „mengetahui‟ berarti „mengetahui bagaimana membuat sesuatu‟ini berarti seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico bahwa hanya Tuhan sajalah yang dapatmengerti alam raya ini karena hanya dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa ia membuatnya, sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikontruksikannya. Sejauh ini ada tiga macam konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realism hipotesis; dan konstruktivisme biasa(Suparno, 1997: 25). 1.Konstruktivismeradikal Konstruktivismeradikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk itu tidak selalu representasi dunia nyata.Kaum konstruktivisme radikal mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu kriteria kebenaran.Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas ontologisme obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang mengetahui dan tdak dapat ditransfer kepada individu lain yang pasif, karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.

2.Realismehipotesis Bagi realismehipotesis,pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki. 3.Konstruktivismebiasa Konstruktivismebiasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai gambaran dari realitas itu.Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai gambaran yang dibentuk dari realitas

Universitas Sumatera Utara 23

objektif dalam dirinya sendiri.

Dari ketiga macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana konstruktivisme dilihat sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang di sekitarnya.Individu kemudian membangun sendiri pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann disebut dengan konstruksi sosial.

Realitas sosial adalah hasil konstruksi sosial dalam proses komunikasi tertentu. Membahas teori konstruksi sosial (social construction), tentu tidak bisa terlepaskan dari bangunan teoritik yang telah dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann.

Menurut Burhan Bungin, proses kelahiran konstruksi sosial media masssa berlangsung dengan tahap-tahap sebagai berikut (Bungin 2008:204-212) : a. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi Isu-isu penting yang setiap hari menjadi fokus media massa, berhubungan dengan tiga hal, yaitu kedudukan (tahta), harta dan perempuan. Selain tiga hal itu ada juga fokus-fokus lain, seperti informasi yang sifatnya menyentuh perasaa banyak orang, yaitu persoalan-persoalan sensitivitas, sensualitas, maupun ketakutan atau kengerian. b. Tahap Sebaran Konstruksi Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua infomasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi pemirsa atau pembaca. c. Pembentukan Konstruksi Realitas Tahap berikut setelah sebaran konstruksi, dimana pemberitaan telah sampai pada pembaca yaitu terjadi pembentukan konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara generic. Pertama, konstruksi

Universitas Sumatera Utara 24

realitas pembenaran,; kedua, kesediaan dikonstruksi oleh media massa; ketiga, sebagai pilihan konsumtif. Pembentukan Konstruksi Citra Pembentukan konstruksi citra bangunan yang diinginkan oleh tahap konstruksi. Dimana bangunan konstruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model: pertama, model good news. Model good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. d. Tahap Konfirmasi Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca atau pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terdahap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasan konstruksi sosail. Sedangkan, bagi pemirsa dan pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan hadir dalam proses konstruksi sosial. - Konstruksi makna Jika kita setuju bahwa esensi komunikasi adalah makna, maka representasi menjadi penting dalam konteks media, sebab maknan bahkan realitas media dibangun dalam tahap ini melalui narasi dan proposisi. Di sisi lain, dalam cakupan yang lebih besar, media bisa mempengaruhi bahasa dan makna dia antaranya dengan mengembangkan kata-kata baru beserta maknan asosiatifnya, menggeser, memperluas, mempersempit, atau menyederhanakan makna. Tentu ada pemahaman atas perilaku media ini, yang beralasan bahwa media dikonsumsi oleh khalayak yang heterogen, yang memiliki latar belakang yang variatif dalam status sosial ekonomi; profesi, dan terutama tingkat pendidikan.

Universitas Sumatera Utara 25

GAMBAR 1

2.1.3 Framing

Gagasan mengenai framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun 1955. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, yang menyediakan kategori-kategori standard untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas (Sudibyo, 2001: 219). G. J. Aditjondro dalam Sudibyo (2001: 222) menyatakan bahwa framing adalah metode penyajian realitas di mana kebenaran suatu realitas tidak diingkari secara total melainkan dibelokkan secara halus dengan memberikan sorotan- sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja dengan menggunakan istilah yang mempunyai konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo, 2001: 186).

Universitas Sumatera Utara 26

Proses framing berkaitan dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam presentasi media. Oleh karena itu, frame sering diidentifikasi sebagai cara bercerita (story line) yang menghadirkan konstruksi makna spesifik tentang objek wacana. Framing secara umum dirumuskan sebagai proses penyeleksian dan penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas yang tergambar dalam teks komunikasi dengan tujuan agar aspek itu menjadi lebih noticeable, meaningfull, dan memorable bagi khalayak. Framing juga dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga elemen isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dalam kognisi individu, sehingga lebih besar pula kemungkinannya untuk mempengaruhi pertimbangan individu (individual judgment). Proses framing lebih dari sekedar proses rekonstruksi dan interpretasi realitas. Dalam pandangan Charlotte Ryan, framing pada dasarnya adalah proses perekayasaan peristiwa, serta proses menandai apa yang signifikan dari peristiwa –sehari-hari (Sudibyo, 2001: 221). Frame media dengan demikian adalah bentuk yang muncul dari pikiran (kognisi), penafsiran, dan penyajian, dari seleksi, penekanan, dan pengucilan dengan menggunakan simbol-simbol yang dilakukan secara teratur dalam wacana yang terorganisir, baik dalam bentuk verbal maupun visual. Dengan frame, jurnalis memproses berbagai informasi yang tersedia dengan jalan mengemasnya sedemikian rupa dalam kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak (Eriyanto, 2004: 68-69). Ada dua aspek dalam framing. Pertama, memilih fakta/ realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin memilih peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas? Bagian mana dari realitas yang diberitakan dan bagian mana dari realitas ang tidak diberitakan ? penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angle tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya. Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bias jadi berbeda antara satu media dengan media

Universitas Sumatera Utara 27

lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain. Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu: penempatan yang mencolok (menempatkan di headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang/ peristiwa yang diberitakan, asosiasi dengan simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar, dan sebagainya. Elemen menulis fakta ini berhubungan dengan penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat, atau foto itu merupakan implikasi dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapat alokasi dan perhatian yang besar dibandingkan aspek yang lain. Semua aspek itu, dipakai untuk membuat dimensi tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak (Eriyanto, 2004: 69-70). Sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai secara berbeda oleh media. Bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Realitas yang begitu kompleks dan penuh dimensi, ketika dimuat dalam berita bisa jadi akan menjadi realitas satu dimensi. Perbedaan muncul karena realitas pada dasarnya bukan ditangkap dan ditulis, realitas sebaliknya dikonstruksi. Dalam proses konstruksi tersebut ada banyak penafsiran dan pemaknaan yang berbeda-beda dalam memahami realitas. Analisis framing membantu kita untuk mengetahui bagaimana realitas/peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga menghasilkan berita yang secara radikal berbeda. Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks, penuh dimensi, dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana beraturan dan

Universitas Sumatera Utara 28

memenuhi logika tertentu. Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing menolong khalayak untuk memproses informasi ke dalam kategori yang dikenal, kata-kata kunci dan citra tertentu. Khalayak bukan disediakan informasi yang rumit, melainkan informasi yang tinggal ambil, kontekstual, berarti bagi dirinya dan dikenal dalam benak mereka. Teori framing menunjukkan bagaimana jurnalis membuat simplifikasi, prioritas, dan struktur tertentu dari peristiwa. Karenanya framing menyediakan kunci bagaimana peristiwa dipahami oleh media dan ditafsirkan ke dalam bentuk berita. Karena media melihat peristiwa dari kacamata tertentu maka realitas setelah dilihat khalayak adalah realitas yang sudah terbentuk oleh bingkai media. Di sini media cenderung melihat realitas sebagai sesuatu yang sederhana. Misalnya, liputan terorisme yang kompleks disederhanakan sebagai tindakan tidak bermoral. Konflik etnis, rasial, diberitakan semata sebagai konflik atau kerusuhan (Eriyanto, 2004: 140). Ada beberapa hal yang menjadi ciri suatu frame antara lain, menonjolkan aspek tertentu-mengaburkan aspek lain. Framing umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lainnya yang tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Pemberitaan suatu peristiwa dari perspektif politik misalnya, mengabaikan aspek lain: ekonomi, sosial, dan sebagainya. Menampilkan sisi tertentu-melupakan sisi lain. Sebut misalnya pemberitaan media mengenai aksi mahasiswa. Berita misalnya, banyak menampilkan bagaimana demonstrasi akhirnya diwarnai dengan bentrokan. Berita secara panjang lebar menggambarkan proses bentrokan, mahasiswa yang nekad menembus barikade, dan akhirnya diwarnai dengan puluhan mahasiswa yang luka-luka. Dengan menampilkan sisi seperti ini dalam berita, ada sisi lain yang dilupakan. Yakni, apa tuntutan dari mahasiswa tersebut? Seolah dengan menggambarkan berita seperti itu, demonstrasi tersebut tidak ada gunanya. Mahasiswa hanya bermaksud mencari sensasi dan berusaha membuat keributan saja di tengah masyarakat.

Universitas Sumatera Utara 29

Berita misalnya, ditandai dengan gerutuan sopir angkutan yang tidak suka dengan demonstrasi karena menyebabkan kemacetan, dan sebagainya. Di sini, menampilkan aspek terterntu menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami relaitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita. Menampilkan aktor tertentu-menyembunyikan aktor lainnya. Berita sering kali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu saja tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi (Eriyanto, 2004: 141-142). Sasaran dari analisis framing, sebagai salah satu metode analisis wacana, adalah menemukan “aturan dan norma” yang tersembunyi di balik sebuah teks. Teknik ini dipergunakan untuk mengetahui perspektif atau pendekatan yang dipergunakan oleh sebuah media dalam mengkonstruksikan sebuah peristiwa. Analisis ini membantu kita melihat secara lebih mendalam bagaimana pesan diorganisir, digunakan, dan dipahami (Hamad, 2004: 2003) . Ide tentang framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, dan yang menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang membimbing individu dalam membaca realitas.

Ada beberapa tokoh yang memberikan definisi framing. Beberapa definisi para ahli tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Universitas Sumatera Utara 30

Tabel 1 (Definisi Framing menurut beberapa tokoh) :

Universitas Sumatera Utara 31

2.1.4 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki Model analisis framing milik Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki adalah salah satu model analisis yang banyak dipakai dalam menganalisis teks, media. Bagi Pan dan Kosicki, analisis framing dilihat sebagaimana wacana publik tentang semua isu atau kebijakan dikonstruksi dan dinegosiasikan. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol, menempatkan informasi lebih daripada yang lain sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan itu (Eriyanto, 2004: 252). Pan dan Kosicki menilai, sebagai suatu metode analisis isi, analisis framing agak berbeda dengan pendekatan yang dipakai dalam analisis isi kuantitatif. Pertama, analisis isi tradisional melihat teks berita sebagai hasil stimuli psikologis yang objektif, dan karenanya maknanya dapat diidentifikasi dengan ukuranyang objektif pula. Sebaliknya dalam analisis framing, teks berita dilihat terdiri dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang dipakai yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain, tidak ada pesan atau stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya teks berita dilihat sebagai seperangkat kode yang membutuhkan interpretasi. Makna karenanya, tidak dimaknai sebagai sesuatu yang dapat diidentifikasi dengan menggunakan ukuran yang objektif, sebaliknya, ia hasil dari proses konstruksi, dan penafsiran khalayak. Kedua, analisis framing tidak melihat teks berita sebagai suatu pesan yang hadir begitu saja seperti diandaikan dalam analisis isi tradisional. Sebaliknya, teks berita dilihat sebagai sesuatu yang dibentuk lewat struktur dan formasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi atas suau teks. Ketiga, validitas dari analisis framing tidaklah diukur dari objektivitas dari pembacaan peneliti atas teks berita. Tetapi lebih dilihat dari bagaimana teks menyimpan kode-kode yang dapat ditafsirkan dengan jalan tertentu oleh peneliti. Ini mengandaikan tidak ada ukuran yang valid, karena tergantung pada bagaimana seseorang menafsirkan pesan dari teks berita tersebut (catatan kaki dalam Eriyanto, 2004: 251-252). Menurut Pan dan Kosicki, ada dua konsepsi dari framing yang salingcberkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya.

Universitas Sumatera Utara 32

Framing di sini dilihat sebagai penempatan informasi dalam suatu konteks yang unik/ khusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Elemen-elemen yang diseleksi dari suatu isu/ peristiwa tersebut menjadi lebih penting dalam mempengaruhi pertimbangan dalam membuat keputusan tentang suatu realitas. Kedua, konsepsi sosiologis. Kalau pandangan psikologis lebih melihat pada proses internal seseorang, bagaimana individu secara kognitif menafsirkan suatu peristiwa dalam cara pandang tertentu, maka pandangan sosiologis lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Frame di sini dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya. Frame di sini berfungsi membuat suatu realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu (Eriyanto, 2004: 252-253). Proses framing bagi Pan dan Kosicki berkaitan dengan strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan konvensi profesional jurnalistik (Sudibyo, 2001: 187). Dengan cara apa wartawan atau media menonjolkan pemaknaan atau penafsiran mereka atas suatu peristiwa? Wartawan memakai secara strategis kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat, foto, grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca (Eriyanto, 2004: 254). Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki melalui tulisan mereka “Framing Analysis: An Approach to News Discourse” mengoperasionalkan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing: sintaksis, skrip, tematik, dan retoris. Keempat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita −kutipan sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu− ke dalam teks secara keseluruhan. Frame berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa, dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks (Sobur, 2004: 175).

Universitas Sumatera Utara 33

Dalam pendekatan ini, perangkat framing dibagi menjadi empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis; kedua, struktur skrip; ketiga, struktur tematik; keempat, struktur retoris. Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari suatu media. Ia dapat diamati dari bagaimana wartawan menyusun peristiwa ke dalam bentuk umum berita, cara wartawan mengisahkan peristiwa, kalimat yang dipakai, dan pilihan kata atau idiom yang dipilih. Ketika menulis berita dan menekankan makna atas peristiwa, wartawan akan memaknai semua strategi wacana itu untuk meyakinkan khalayak pembaca bahwa berita yang dia tulis itu adalah benar (Eriyanto, 2004: 256).

Universitas Sumatera Utara 34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metodologi penelitian ilmiah bertumpu pada teori, sedangkan teori bertumpu pada pandangan dunia (world view). Ada dua pandangan dunia yang mendominasi kehidupan ilmu pengetahuan, yakni pemahaman bahwa (1) objek yang kita indra adalah satu-satunya kenyataan dan (2) bahwa di balik apa yang tertangkap oleh panca indra ada sesuatu yang lain yang dapat diserap oleh kognisi dari perasaan-perasaan kita dan dapat dikembangkan dalam suatu kajian. Kajian semiotika menggunakan pandangan dunia yang kedua (Hoed, 2011:7) Dalam penelitian ini, peneliti sendiri menggunakan metode penelitian kualitatif. Dimana, penelitian kualitatif bekerja melalui tahapan berpikir kritis ilmiah, yang mana seorang peneliti memulai berpikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakat atau fenomena-fenomena sosial, melalui pengamatan dilapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati (Bungin, 2007:06). Terdapat beberapa karakteristik penelitian kualitatif yaitu : a. Pada penelitian kualitatif teori atau hipotesis tidak secara apriori diwajibkan ada. b. Penelitian kualitatif dilaksanakan pada latar alamiah (bukan dibuat- buat/artifisial), yaitu tempat di mana kejadian dan perilaku manusia berlangsung. c. Asumsi-asumsi pada penelitian kualitatif amat berbeda dengan penelitian kuantitatif. d. Dalam melaksanakan penelitian kualitatif, justru peneliti-lah yang merupakan instrumen utama penelitian untuk mengumpulkan data. e. Data yang dikumpulkan pada penelitian kualitatif lebih cenderung bersifat deskriptif atau penggambaran dalam bentuk kata-kata, bukan dominan angka-angka.

Universitas Sumatera Utara 35

f. Penelitian kualitatif berfokus pada menggali persepsi dan pengalaman partisipan (pihak-pihak yang terlibat dalam) penelitian. g. Pada penelitian kualitatif, proses pelaksanaan penelitian sama pentingnya dengan hasil penelitian (produk). Peneliti, selama prosesnya berusaha memahami bagaimana suatu kejadian berlangsung. h. Data pada penelitian kualitatif ditafsirkan dalam pemahaman idiografis, bukan untuk membuat atau merumuskan generalisasi.

Penelitian ini menggunakan analisis framing dengan model analisis milik Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita memiliki frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi berita. Melalui tulisan “A Framing Analysis : An approach to New Discours”, ada empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat teks framing. Keempatnya adalah sintaksis, skrip, tematik dan retoris yang membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen- elemen semantik berita dan koherensi global (Sobur, 2004: 175).

3.2 Objek Penelitian Objek penelitian adalah sesuatu yang menunjuk pada masalah atau tema yang sedang diteliti (Idrus, 2009: 91). Adapun objek dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana konstruksi pemberitaan Setya Novanto pada Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017?”

Berikut beberapa artikel tentang pemberitaan Setya Novanto yang menjadi tajuk utama pada Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017, yakni: Judul Berita : Upaya Tersisa Papa Setya (hal 32-36) Judul Berita : Adu Siasat VS Bukti Kuat (hal 38-39)

3.3. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan dan penelitian. Istilah lain yang digunakan untuk menyebut subjek penelitian adalah responden, yaitu orang yang memberi respon atas suatu perlakuan yang diberikan kepadanya. Di

Universitas Sumatera Utara 36

kalangan peneliti kualitatif, istilah responden atau subjek penelitian disebut dengan istilah informan, yaitu orang yang member informasi tentang data yang diinginkan peneliti berkaitan dengan penelitian yang sedang dilaksanakannya (Idrus, 2009:91). Pada penelitian ini, subjek penelitian adalah Majalah Tempo.

Majalah yang terkenal dengan pesan-pesannya yang kritis ini lebih banyak menyajikan topik-topik dalam bidang sosial politik dalam setiap kali penerbitannya. Akibat kekritisannya tersebut Majalah Tempo juga pernah di bredel pada tahun 1982 dan 1994 namun hal ini tidak membuat Tempo terus tenggelam. Tempo berawal sebagai majalah yang revolusioner, ingin mengikuti surat kabar Pravda di Uni Soviet, yang berhasil meruntuhkan kekaisaran Tsar Rusia dan menggantinya menjadi negara republik yang bebas. Majalah Tempo pun berusaha menjadi media terdepan untuk bisa mengkritisi dan akhirnya menggulingkan rezim Orde Baru. Pada awalnya sebagai majalah yang kritis terhadap pemerintah, Majalah Tempo sering diancam, dibredel dan diboikot oleh pemerintah Rezim Orde Baru. Hal ini membuat image Tempo berubah menjadi revolusioner dan dibaca oleh mahasiswa, aktivis politik, maupun masyarakat yang sudah muak dengan rezim Orde Baru.

Setelah reformasi Tempo tetap kepada jalurnya untuk tetap sebagai fourth estate dan tetap mengkritisi pemerintahan. Hal ini termasuk hal yang aneh karena berbagai majalah dan media lainnya cenderung berubah menjadi mengelu-elukan pemerintahan reformasi dan menjelek-jelekkan Orde Baru. Tempo tidak lantas menjadi kendaraan bagi pemerintah reformasi, meskipun mereka secara gencar mendukung reformasi. Kenetralan ini hampir membuat Tempo bangkrut dan kalah oleh euforia reformasi pada akhir tahun 90-an dan 2000 awal. Secara perlahan Tempo beralih dari isu-isu politis menjadi isu korupsi dan pidana pada pertengahan 2000an. Hal ini dilakukan karena khalayak beranggapan isu politis merupakan isu yang terlalu sensitif dan dapat memicu pertengkaran maupun keributan sosial di Indonesia yang cenderung lebih bersatu dan damai sejak reformasi.

Dengan semangatnya untuk memperjuangkan kebebasan Pers, Tempo berhasil bangkit dan menerbitkan kembali sirkulasinya pada tahun 1998 dan

Universitas Sumatera Utara 37

berhasil menjadi pemimpin untuk industri penerbitan majalah di Indonesia serta diterbitkan dengan skala nasional atau beredar di seluruh wilayah Indonesia (www.tempointeractive.com).

Majalah Tempo berubah menjadi media utama yang mengangkat isu HAM, KKN, dan tindak pidana lainnya. Hal ini mendorong Tempo sehingga seringkali dijadikan narsumber ataupun topik yang diangkat ketika stasiun televisi khusus berita (Metro tv dan TV one) bermunculan. Tempo tidak berhenti sampai di situ, tetapi secara perlahan menambah konten-konten informatif dan intermezzo agar bisa dibaca oleh keluarga kelas menengah ke atas. Kontennya pun lebih „ramah‟ dan tidak seprovokatif dulu. Tempo telah berubah dari majalah sosialis kiri menjadi majalah yang sedikit kapitalis meskipun masih sangat menjunjung tinggi idealisme jurnalistik.

Majalah Tempo konsisten mengusung jurnalisme investigasi (menyajikan kabar di balik berita dengan mengintip dan membongkar apa yang selama ini disembunyikan dari mata publik). Itu sebabnya jargon “lebih dalam, lebih baru, lebih penting” akan terus dipertahankan karena memang itulah yang selama ini dijadikan unggulan sekaligus membedakan Tempo dengan media lain. Liputan semacam ini akan ditampilkan sedikitnya dua kali dalam sebulan. Untuk itu, sejumlah isu sudah disiapkan oleh tim investigasi.

Semangat redaksi untuk “go investigative” pada dasarnya memang ditujukan untuk menguatkan kembali apa yang sejak dulu sudah menjadi ciri khas Majalah Tempo. Itu sebabnya prinsip liputan investigasi tidak hanya diterapkan pada rubrik Investigasi, tapi juga di semua rubrik lain.

Di sisi lain, penampilan majalah ini terus ditingkatkan dengan mempertahankan halaman full color sesuai dengan tuntutan pemasang iklan. Sementara itu, infografis juga menjadi andalan karena pembaca jadi lebih mudah memahami persoalan rumit melalui bantuan gambar, angka, serta teks dengan cara sederhana. Ini semua demi kepuasan pembaca, tentunya.

Majalah Tempo sendiri memiliki berbagai keunikan yang menjadi ciri khasnya. Ciri khas yang dimiliki Majalah Tempo bukan berarti tidak dimiliki

Universitas Sumatera Utara 38

oleh majalah, koran ataupun bentuk media lainnya, tetapi Tempo adalah berbagai pionir dan berbagai ciri khasnya lebih dahulu dikenal oleh masyarakat luasini adalah berbagai unique selling proposition dari Majalah Tempo :

a. Diterbitkan di hari Senin : Tempo selalu menerbitkan majalahnya di hari Senin, fresh di pagi hari ketika orang-orang mau berangkat kerja Majalah Tempo diedarkan ke publik. Terbit di hari Senin memang bukanlah hal yang unik, tapi pada masa awal dimana majalah berbau isu sosial dan politik yang biasanya terbit bulanan dan di hari lain agar tidak terlalu terdeteksi oleh pemerintah Orde Baru, Tempo merupakan gebrakan baru dimana dia secara terang-terangan menerbitkannya di hari Senin dimana populasi masyarakat sedang haus akan berita dan infomasi.

b. Kover berbentuk Ilustrasi karikatur: Pada zaman dahulu seringkali cover sebuah majalah berisikan model, atau mengikuti Majalah Time dengan menaruh cover tentang sosok yang sedang in. Majalah Tempo malah membuat karikatur ataupun ilustrasi dari permasalahan yang sedang in.

c. Pembuat opini: Berbeda dari majalah berita lainnya, Tempo cenderung untuk berisikan opini, baik itu opini dari wartawan, narasumber, maupun dari berbagai sumber tulisan lainnya. Setiap berita selalu disangkutkan dengan opini yang dapat dibilang cenderung provokatif dan sekptis.

d. Catatan Pinggir Goenawan Muhammad: Catatan pinggir yang ditulis oleh Goenawan Muhammad adalah ciri khas Majalah Tempo yang sampai saat ini tidak bisa disaingi oleh media lainnya. Goenawan Muhammad sebagai opinion leader dan penulis yang hebat selalu dapat memunculkan tulisan yang menarik setiap minggunya.

Universitas Sumatera Utara 39

e. Isu sangat mendalam: Suatu isu dibahas sangat mendalam, sehingga selain komprehensif memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya.

3.4 Kerangka Analisis Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kerangka analisis framing model Pan dan Kosicki. Seperti yang akan digambarkan pada tabel di bawah ini :

Perangkat Analisis Framing Pan dan Kosicki STRUKTUR PERANGKAT UNIT YANG DIAMATI FRAMING SINTAKSIS (cara 1.Skema berita Judul, lead, latar informasi, wartawan menyusun fakta) kutipan, sumber, pernyataan, penutup. SKRIP (cara wartawan 2.Kelengkapan berita 5W+1H mengisahkan fakta) TEMATIK (cara wartawan 3.Detail Paragraf, proposisi menulis fakta) 4.Maksud kalimat, hubungan 5.Nominalisasi antar kalimat 6.Koherensi 7.Bentuk kalimat 8.Kata ganti RETORIS (cara wartawan 9.Leksikon Kata idiom, gambar/foto, menekankan fakta) 10.Grafis grafik. 11.Metafor 12.Pengandaian

Tabel 3.1. Bagan Perangkat Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki

Universitas Sumatera Utara 40

3.5 Teknik Pengumpulan Data Adapun data-data yang diperlukan terkait penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Studi Dokumentasi

Yakni mengumpulkan data berupa berita-berita mengenai pemberitaan Setya Novanto pada Majalah Tempo Edisi 18-24 September 2017.

b. Studi Kepustakaan

Yaitu dengan cara mengumpulkan semua data yang berasal dari literatur serta bahan bacaan yang relevan dengan penelitian ini. Studi kepustakaan dalam penelitian ini menghasilkan berbagai data yang didapatkan dari buku-buku mengenai komunikasi massa, metode penelitian, dan kostruksi sosial media massa. Selain itu juga beberapa artikel dan jurnal yang diambil dari internet.

3.6 Teknik Analisis Data Metode penelitian yang dipakai pada penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif yang bersifat analisis teks dan bahasa. Dari beberapa jenis kelompok metode analisis teks dan bahasa, Peneliti memilih untuk menggunakan analisis framing model Pan dan Kosicki. Teknik analisis bingkai ini adalah tehnik analisis data dengan melihat dan menemukan frame atau media package yaitu suatu perspektif untuk melihat sebuah perspektif yang digunakan untuk melakukan pengamatan, analisis, dan interpretasi terhadap sebuah realitas sosial di masyarakat (Bungin, 2008:159). Setelah diuraikan secara singkat, baru selanjutnya peneliti memulai menganalisis berita menggunakan analisis framing model Pan dan Kosicki. Objek penelitian akan diteliti satu per satu. Setiap berita akan diuraikan frame per frame

Universitas Sumatera Utara 41

untuk melihat bagaimana kecenderungan konstruksi berita tersebut dengan acuan model Pan dan Kosicki. Model analisis framing yang digunakan adalah model Pan dan Kosicki. Dengan rincian sebagai berikut, (Sobur, 2004:175-176 ) :

1. Sintaksis adalah cara wartawan menyusun fakta. Dapat dilihat melalui susunan bagian berita atau skema.Skema adalah aturan baku bagaimana suatu teks disusun dari awal sampai akhir. -Headline/ judul. Bagian ini memiliki tingkat kemenonjolan yang tinggi karena menunjukkan kecenderungan berita -Lead. Dari lead, dapat terbaca sudut pandang dari suatu berita -Latar informasi. Latar yang dipilih menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibaca -Kutipan sumber. Pengutipan narasumber dilakukan wartawan selain untuk membangun objektivitas, tetapi juga mengangkat kutipan dari narasumber tertentu untuk mendukung pemikirannya.

2. Skrip adalah cara wartawan mengisahkan fakta. Skrip merupakan salah satu strategi wartawan dalam mengkrontuksikan berita, bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategiuntuk menyembunyikan informasi penting. Laporan berita sering disusun sebagai suatu rangkaian cerita yang mengandung unsur-unsur yang terdapat pada sebuah cerita, yaitu awal, adegan, klimaks, dan akhir.

-What, peristiwa apa yang terjadi? -Who,siapa yangterlibat? -When, kapan kejadian berlangsung? -Where, di mana terjadinya? -Why, mengapa bisa terjadi? -How, bagaimana kejadiannya?

Universitas Sumatera Utara 42

3. Tematik, adalah cara wartawan menulis fakta. Seorang wartawan mempunyai tema tertentu atas suatu peristiwa. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Elemen yang dapat diamati koherensi (pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat).

4. Retoris, adalah cara wartawan menekankan fakta. Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan. Perangkat retoris ini dipergunakan untuk membuat citra, meningkatkan kemenjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. - Leksikon. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Pemilihan kata tertentu mengandung latar belakang ideologis. - Unsur grafis. Dapat berupa pemakaian garis bawah, cetak tebal, keterangan gambar, grafik, gambar, tabel, yang dipergunakan untuk mendukung arti penting pesan.

Universitas Sumatera Utara BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Penelitian

Menurut Kacung Marijan dalam buku yang ditulis oleh Wazis (2012:123) : “Media massa selalu berada dalam dua posisi, yaitu sebagai penyampai informasi maupun aktor yang menyatakan sikapnya. Sebagai penyampai informasi, merefleksikan apa yang terjadi di masyarakat. Ketika menjadi aktor, media dapat mengangkat isu-isu terntentu untuk mempengaruhi khalayak.” Padahal menurut Alex Sobur (2001: 165) dalam bukunya : “pekerjaan utama wartawan adalah mengisahkan hasil reportasenya kepada khalayak. “. Dengan demikian, mereka selalu terlibat dalam usaha-usaha mengkonstruksi realitas, yakni menyusun fakta yang dikumpulkannya ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news), karangan khas (feature), atau gabungan keduanya (news feature). Karena menceritakan berbagai kejadian atau peristiwa itulah, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan. Peneliti ingin mengetahui bagaimana majalah Tempo mengkonstruksi berita pada majalahnya tentang Setya Novanto pada kasus korupsi E-KTP. Pemberitaan korupsi Setya Novanto sangat menarik dikarenakan tak henti- hentinya diberitakan oleh media-media di Indonesia. Padahal tersangka kasus korupsi E-KTP bukan hanya Setya Novanto. Media Tempo adalah media yang sangat mendalam menyajikan berita untuk memanjakan pembaca berita dan juga mengetahui perkembangan kasus korupsi E-KTP. Majalah ini menerbitkan Setya Novanto menjadi tajuk utama atau laporan utama dalam rubrik majalah tersebut. Pada proses penelitian ini, peneliti mengumpulkan Majalah Tempo edisi (Juli 2017 – Desember 2017) dan memilih satu edisi yang memiliki isi berita paling menarik, untuk menjadi pedoman atau bahan dalam penelitian analisis framing peneliti. Majalah Tempo pada edisi 18 September menghadirkan

43 Universitas Sumatera Utara 44

pemberitaan mengenai upaya Setya Novanto untuk lepas dari jerat hukum dan penetapan dirinya sebagai tersangka pada kasus korupsi E-KTP. Peneliti melanjutkan proses penelitian dengan menggunakan Majalah Tempo edisi 18 September 2017 mengenai pemberitaan Setya Novanto pada Majalah Tempo, dengan headline majalah “Siasat Lepas Setya Novanto”. Berita yang ada pada Majalah Tempo tidak hanya memberitakan pemberitaan terhadap Setya Novanto. Majalah Tempo memuat juga berita lain mengenai Hakim Cepi yang menjadi pengadil tunggal gugatan praperadilan Setya Novanto. Namun, pada Majalah Tempo ini, pemberitaan mengenai Setya Novanto tetap lebih mendominasi. Berdasarkan sekian banyak pemberitaan seputar Setya Novanto pada Majalah Tempo, peneliti hanya memfokuskan penelitian pada pemberitaan Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017. Berdasarkan proses pengumpulan berita yang dilakukan, peneliti akhirnya memperoleh 8 halaman yang ada di Majalah Tempo dan akan dianalisis dengan model analisis framing Pan dan Kosicki. Berita-berita tersebut dimuat mulai dari Headline, Lead, Foto, Isi berita dan lain-lain.

Tabel halaman berita pada Majalah Tempo edisi 18 September 2017

No Judul Berita Rubrik Halaman

1 Upaya Tersisa Papa Setya Laporan utama Halaman 32-36

2 Adu Siasat vs Bukti Kuat Laporan utama Halaman 38-39

Tabel 4.1. Daftar berita Setya Novanto 18 September 2017

(Sumber: Majalah Tempo Edisi 18 September 2017)

Universitas Sumatera Utara 45

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki (Berita I)

Judul : Upaya Tersisa Papa Setya

Rubrik : Laporan Utama

Sumber : Majalah Tempo Edisi 18-24 September 2017

Halaman : 32-36

Ringkasan Berita

UPAYA TERSISA PAPA SETYA

Setya Novanto mengerahkan segala daya agar lolos dari jerat korupsi KTP Elektronik dari jalur politik memakai DPR hingga mengerahkan pengacara tak terkenal untuk menggugat status tersangkanya ke sidang praperadilan. Mirip yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan untuk lolos dari tuduhan korupsi dan pencucian uang.

Kuasa hukum Setya Novanto menghubungi Chairul Huda untuk meminta pendapatnya mengenai materi yang pas untuk mematahkan tuduhan KPK kepada Setya Novanto, mengingat Dosen Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini pernah membebaskan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dari status tersangka korupsi dan pencucian uang dua tahun lalu. Kuasa hukum Setya Novanto juga meminta pertolongan kepada Romli Atmasasmita, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, mengingat Romli juga bekerja sama bersama Chairul dalam kasus Budi Gunawan yang lalu.

Pada awalnya Setya Novanto tidak ingin melakukan gugatan praperadilan, dikarenakan ia belum tahu dan ragu apakah praperadilan akan menguntungkan atau malah merugikan dirinya. Pada saat Setya bertemu dengan Ketua Dewan Kehormatan Golkar BJ.Habibie seminggu setelah ia ditetapkan tersangka, Habibie menyarankan Setya untuk menempuh upaya praperadilan tetapi pada saat itu jawaban Setya ia belum berniat melakukannya. Begitu juga saat ia memenuhi undangan Dewan Pembina Golkar, dan bertemu dengan Fahmi

Universitas Sumatera Utara 46

Idris, Anggota Dewan Pembina Golkar jawaban Setya Novanto pun tetap sama dengan apa yang disampaikannya kepada Habibie.

Pada akhirnya Setya Novanto melakukan gugatan praperadilan dengan delapan poin materi gugatan, diantaranya adalah keabsahan penyidik KPK yang bukan polisi serta mengenai kerugian negara. Beserta dua tuntutan dalam gugatan ini. Pertama, tuntutan provisi agar KPK tak melimpahkan berkas penyidikan ke tahap selanjutnya sampai ada putusan gugatan praperadilan. Tuntutan kedua adalah hakim praperadilan menyatakan penetapan tersangka terhadap Setya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Padahal informasi mengenai benar tidaknya Setya Novanto akan menggugat praperadilan ini masih simpang siur.

Pihak Idrus Marham yang merupakan Sekretaris Jenderal Golkar mengatakan gugatan praperadilan baru diajukan setelah 49 hari penetapan tersangka oleh KPK baru diajukan karena hasil kajian tim hukum Golkar baru saja selesai. Tetapi Rudy Alfonso yang merupakan Ketua Bidang Hukum Golkar mengatakan yang sebaliknya. Ia merasa tak pernah dilibatkan dalam kajian hukum termasuk mengenai gugatan praperadilan. Hal ini diduga karena saran dari Rudy sebelumnya dianggap Setya Novanto malah akan merugikan baginya. Sehingga terjadi kesenjangan dalam hubungan mereka. Firman Wijaya yang juga merupakan pengacara yang diajak berdiskusi oleh Setya Novanto mengatakan Setya Novanto memilih jalan lain. Maksud dari jalan lain adalah akhirnya Setya Novanto mengajukan gugatan praperadilan. Firman dari awal tidak menyarankan Setya Novanto dalam mengajukan gugatan praperadilan karena beberapa alasan

Setya Novanto juga mencoba untuk menempuh jalan lain selain peradilan. Contohnya adalah menggunakan jalur politik di Senayan, dimana Setya sempat meminta Ketua Komisi Hukum DPR, yang juga politikus Golkar, berbicara kepada pimpinan KPK tetapi Bambang tidak berserdia. Gagal memakai Bambang, Setya menggunakan jalur pimpinan dewan untuk melobi KPK. Kepala Biro Pimpinan DPR Hani Tapahari yang mengantarkan surat Dewan ke KPK. Tetapi Bendahara Umum Golkar Robert Joppy Kardinal hanya angkat bahu saat munculnya surat DPR ke KPK.

Universitas Sumatera Utara 47

Perangkat Unit Hasil Pengamatan Framing Pengamatan

Struktur Headline Upaya Tersisa Papa Setya Sintaksis Lead Panggilan dari nomor tak dikenal masuk ke telepon seluler Chairul Huda pada akhir Agustus lalu, Dosen Hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengabaikannya karena waktu itu ia sedang mengajar. Latar Informasi Setya Novanto mengerahkan segala daya agar lolos dari jerat korupsi KTP Elektronik. Dari jalur politik memakai DPR hingga mengerahkan pengacara tak terkenal untuk menggugat status tersangkanya ke sidang praperadilan. Mirip yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan untuk lolos dari tuduhan korupsi dan pencucian uang. Kutipsn Sumber Chairul Huda (Dosen Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Anggota Staf Ahli Kepolisian RI. - Pengacara meminta pendapatnya tentang keabsahan penyidik KPK yang menetapkan Setya sebagai tersangka - “Pembicaraan cukup intens”

Universitas Sumatera Utara 48

merupakan jawaban Chairul saat ditanya mengenai percakapannya dengan kuasa hukum Setya Novanto. - “Saran saya normatif saja” merupakan jawaban Chairul saat menolak untuk merincikan saran-saran yang telah ia berikan. Romli Atmasasmita (Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran) - Menuturkan bahwa ia dihubungi pengacara yang tak terlalu terkenal dan mengaku sebagai kuasa hukum Setya - “Saya mengatakan siap hadir di pengadilan” merupakan jawaban Romli saat ditanyai mengenai pengacara yang menghubunginya. Pengacara tersebut meminta pandangannya tentang rencana gugatan praperadilan Setya. Amrul Khair Rusin (Kuasa Hukum Setya Novanto) - Mengatakan “nanti saja” saat ditanyai apakah Chairul Huda dan Romli Atmasasmita akan hadir di persidangan atau tidak.

Universitas Sumatera Utara 49

Fahmi Idris (Anggota Dewan Pembina Golkar ) - “Pak Setya mengatakan akan menghadapinya langsung ke pengadilan” merupakan jawaban Fahmi saat ditanyai apa jawaban Setya saat ditanya mengenai gugatan praperadilan. Idrus Marham (Sekretaris Jenderal Golkar) - Idrus beralasan gugatan praperadilan baru diajukan karena hasil kajian tim hukum Golkar baru rampung. - “Itu urusan internal DPR” merupakan jawaban Idrus saat ditanya mengenai surat Setya yang diteruskan dari pimpinan DPR ke KPK. Rudy Alfonso (Ketua Bidang Hukum Golkar) - Dia merasa tak pernah dilibatkan dalam kajian hukum termasuk persiapan mengajukan praperadilan. - “Tanya ke pengurus Golkar lainnya saja” saat ditanyai mengenai keputusan Setya yang mengambil keputusan praperadilan. - Mengatakan “Tanya saja ke

Universitas Sumatera Utara 50

Pak Setya” saat ditanyai mengenai para kuasa hukum Setya Novanto. - Saya memang menyarankan tidak ke praperadilan Christina Ariyani (Anggota Bidang Hukum Golkar ) - "Kami juga sudah menyiapkan surat kuasa” merupakan pernyataan Christina mengenai tim hukum Golkar yang sudah menyiapkan tim advokasi saat status tersangka menjerat Setya. Firman Wijaya ( Pengacara ) - “Saya beberapa kali memimpin rapat soal ini” tutur Firman saat ditanyai mengenai diskusi yang dilakukan oleh Setya dan dirinya mengenai langkah hukum yang bisa ditempuh. - “Tapi Pak Setya memilih jalan lain.” merupakan jawaban Firman saat mengetahui bahwa Setya Novanto tetap memilih jalur gugatan praperadilan.

Universitas Sumatera Utara 51

Ketut Mulya (Pengacara Perwakilan Setya di Gugatan Praperadilan ) - “Kita ikuti saja prosesnya” merupakan.” Merupakan jawaban Ketut saat dikejar oleh awak media setelah persidangan pertama. Nurul Arifin (Ketua Bidang Media Partai Golkar) - “Saya tidak tahu” tutur Nurul saat ditanyai latar belakang empat nama pengacara Setya Novanto. - “Bapak tidak pernah menyebut nama itu” jawab Nurul saat ditanya mengenai Lucas. Lucas (Pengacara Spesialis Sengketa Usaha ) - “Saya lagi di London, nanti saja di Jakarta.” Tuturnya saat dihubungi oleh Tempo. Bambang Soesatyo ( Ketua Komisi Hukum DPR/ Politikus Golkar) - Tak tahu ihwal permintaan Setya terkait dengan penundaan pemeriksaan - “Tidak ada seperti itu” saat ditanyai mengenai Setya Novanto yang meminta bantuan kepada dirinya.

Universitas Sumatera Utara 52

Hani Tahapari (Kepala Biro Pimpinan DPR) - Mendengar Setya dan Wakil Ketua DPR membahasa surat tersebut di sela acara World Parliamentary Forum on Sustainable Development di Bali. - “Saya di panggil Fadli untuk mengantar surat itu.” Tutur Hani. Fadli Zon ( Wakil Ketua DPR ) - “Setya mengirim surat sebagai anggota masyarakat. Karena itu, pembuatan dan pengiriman surat itu tak perlu diputuskan melalui rapat pimpinan DPR” ujar Fadli Zon. Ia juga menyatakan pembuatan dan pengiriman surat itu tak perlu diputuskan melalui rapat pimpinan DPR - “Setya warga negara juga, tidak boleh ada diskriminasi” bermaksud menjelaskan mengapa Setya Novanto mengirimkan surat kepada KPK.

Universitas Sumatera Utara 53

Robert Joppy Kardinal (Bendahara Umum Golkar ) - “Tidak ada koordinasi, itu urusan sekretariat DPR” jawabnya saat ditanyai mengenai surat Setya yang diteruskan pimpinan DPR ke KPK. Pernyataan Tidak ada opini dan pernyataan dari penulis dalam berita ini selain pernyataan yang disampaikan oleh sumber-sumber. Penutup Setya tak bisa dikontak. Ia masih dirawat di rumah sakit. Tempo, yang hendak menemuinya pada Selasa pekan lalu, diusir petugas yang menjaganya di lantai 31. Struktur Skrip What Segala upaya Setya Novanto agar lolos dari jerat korupsi KTP Elektronik. Where - Pengadilan Negeri Jakarta - Bakrie Tower - Rumah dinas Setya Novanto, di Kebayoran Jakarta Selatan - Bali - Rumah Sakit lantai 31 When - 17 Juli 2017 : Penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi E-KTP - 25 Juli 2017 : Bertemu dengan BJ Habibie selaku Dewan Kehormatan Partai

Universitas Sumatera Utara 54

Golkar dan memenuhi undangan Dewan Pembina Golkar Who Setya Novanto Why Setya Novanto tidak ingin menjadi tersangka dalam kasus korupsi KTP Elektronik How - Kuasa Hukum Setya Novanto menghubungi Chairul Huda serta Romli Atmasasmita untuk meminta pendapat mereka soal materi yang pas untuk mematahkan tuduhan KPK kepada Setya Novanto dikarenakan Chairul dan Huda pernah membebaskan status tersangka Komisaris Jenderal Budi Gunawan dari kasus korupsi dan pencucian uang dua tahun yang lalu. - Berdiskusi dengan beberapa orang mengenai rencana praperadilan - Menempuh jalur politik di Senayang, dengan cara meminta Ketua Komisi Hukum DPR, yang juga politikus Golkar, Bambang Soesatyo untuk berbicara kepada pimpinan KPK. - Mengirimkan surat dari DPR ke KPK.

Universitas Sumatera Utara 55

Struktur Paragraf, Proposisi, Terdapat beberapa tema yang bisa Tematik Kalimat, Hubungan diambil dari artikel berita yang Antar Kalimat berjudul Upaya Tersisa Papa Setya : 1. Upaya-upaya yang dilakukan Setya Novanto untuk lepas dari status tersangka korupsi E-KTP 2. Pihak-pihak yang berusaha dilibatkan dalam upaya pelepasan Setya Novanto dari status tersangka 3. Partai Golkar dan Setya Novanto 4. Para kuasa hukum Setya Novanto Struktur Kata, Idiom, - Gambar Pertama : Terlihat Retoris Gambar/Foto, Grafik sebuah ilustrasi berbentuk animasi pakaian jas dan terdapat borgol merah di bagian lengannya. Tetapi jas ini tidak ada yang mengenakannya. Malah yang terlihat adalah sosok Setya Novanto yang timbul setengah badan di bawah jas. - Foto 1 : Terdapat keterangan yang mengatakan Kuasa Hukum Setya Novanto di PN Jakarta Selatan, September 2017. Terdapat tiga orang dalam foto tersebut

Universitas Sumatera Utara 56

- Foto 2 : Terdapat keterangan yang mengatakan Ketua DPR Setya Novanto bersama Rudy Alfonso (kanan) setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Januari 2017 - Kata “Papa Setya” pada headline - Kata “rungsing” pada paragraf kedua. - Kata “pengacara tak terkenal”

Analisis :

1. Struktur Sintaksis

Headline yang dibuat oleh penulis sudah mewakilkan isi dari berita, yang membahas mengenai upaya-upaya yang dilakukan oleh Setya Novanto. Tanpa ditulis secara lengkap pun, pembaca pasti sudah mengerti upaya apa yang dimaksud oleh penulis, dikarenakan judul dari Majalah Tempo edisi 18 September 2018 adalah “Siasat Lepas Setya Novanto”. Hubungannya adalah berarti “upaya” yang dimaksud oleh sang penulis dalam headline adalah upaya Setya Novanto untuk lepas dari status tersangka korupsi E-KTP. Pembaca juga akan langsung mengetahui kasus apa yang menjerat Setya Novanto dikarenakan kasus Setya Novanto ini termasuk kasus korupsi yang paling hangat diperbincangkan pada tahun 2017 kemarin.

Lead dari berita ini dapat kita lihat penulis menuliskan fakta awal dimana sang pengacara yang awalnya disebut dengan seseorang tak dikenal yang mencoba menghubungi Chairul Huda tetapi tak diangkat karena ia sedang mengajar. Menurut peneliti, penulis ingin pembaca

Universitas Sumatera Utara 57

mengetahui dahulu fakta seorang Chairul Huda, siapakah dan apa hubungannya dengan kasus korupsi E-KTP Setya Novanto. Lead yang dibuat ingin memberikan penjelasan secara rinci kepada pembaca agar pembaca tidak merasa bingung dan mengerti bagaimana kaitannya dengan kasus korupsi E-KTP serta Setya Novanto. Latar informasi yang dibuat penulis adalah mengenai bagaimana serta apa saja upaya Setya Novanto agar ia lolos dari jerat korupsi E-KTP. Mulai dari jalur politik memakai DPR hingga mengerahkan pengacara untuk menggugat status tersangkanya ke sidang praperadilan.

Kutipan-kutipan sumber yang terdapat pada artikel ini adalah rata- rata berasal dari orang-orang yang berasal dari Partai Golkar, dimana Setya Novanto adalah mantan Ketua Umum Partai Golkar. Peneliti beranggapan penulis ingin mengetahui pendapat sekaligus mengetahui apakah kader dari Partai Golkar berusaha untuk menutup-nutupi kasus yang sedang menjerat mantan Ketua Umum mereka kala itu. Atau mungkin penulis dapat mendapatkan fakta-fakta terbaru dari berbagai pernyataan dari kader Partai Golkar.

Didalam berita ini tak terdapat pernyataan atau opini dari penulis sendiri. Penulis hanya memberikan pernyataan di bagian penutupan dimana penulis menyatakan bahwasanya Setya Novanto tidak bisa dikontak saat ia masih dirawat di rumah sakit dan Tempo yang diusir saat hendak menemuinya di rumah sakit. Tidak ada pernyataan penulis mengenai kasus korupsi E-KTP yang menjerat Setya Novanto. Dapat disimpulkan penulis memberikan gambaran kepada pembaca melalui pandangan-pandangan serta pernyataan yang berasal dari sumber-sumber yang sebelumnya telah dibahas di kutipan sumber. Tapi sebenarnya tanpa memberikan opini pun, penulis sudah membangun dan membentuk berita sesuai dengan pernyataan yang telah ada.

Universitas Sumatera Utara 58

2. Struktur Skrip

Sebagai sebuah artikel berita, artikel ini sudah memenuhi kelengkapan unsur 5W + 1H. Unsur what dalam berita ini adalah segala upaya Setya Novanto agar lolos dari jerat korupsi KTP-Elektronik yang terlihat jelas pada headline yang telah dibuat oleh penulis. Unsur what berkaitan dengan unsure why dimana unsur why dalam berita ini adalah Setya Novanto tidak ingin menjadi tersangka dalam kasus korupsi E-KTP. Lalu unsur where serta when dari berita ini masing-masing terdapat lebih dari satu dikarenakan penulis menceritakan perjalanan panjang Setya Novanto yang tidak hanya di satu waktu dan tempat melainkan pada waktu dan tempat yang berbeda-beda. Unsur who dalam berita ini sudah jelas adalah Setya Novanto. Unsur How juga berhubungan dengan unsure what yang menjelaskan secara bagaimana secara rinci bagaimana saja upaya Setya Novanto dalam melepaskan diri dari kasus korupsi E-KTP.

3. Struktus Tematik Secara tematik, artikel disampaikan secara berkesinambungan untuk menjelaskan kronologi dari awal upaya Setya Novanto dalam melepaskan diri dari status tersangka kasus korupsi E-KTP. Terdapat empat tema yang dapat peneliti ambil dari artikel berita yang dibuat oleh penulis. Tema pertama adalah mengenai apa saja upaya yang dilakukan Setya Novanto beserta rekannya dalam upaya untuk melepaskan diri dari jeratan status tersangka kasus korupsi E-KTP. Dalam teks, tema ini didukung oleh pernyataan yang didukung dengan kutipan-kutipan sumber. Pada paragraf pertama hingga ketujuh, dijelaskan bagaimana dari awal penulis memperkenalkan Chairul Huda serta Romli Atmasasmita yang dihubungi pengacara Setya Novanto untuk memberikan mereka saran agar Setnov bisa terlepas dari kasus korupsi E-KTP ini. Pengacara Setnov melakukan hal ini dikarenakan Chairul serta Romli pernah menjadi saksi ahli yang membebaskan Mantan Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam kasus korupsi serta pencucian uang pada tahun 2015 yang lalu. Peneliti beranggapan bahwa penulis sengaja memunculkan kembali kasus Budi

Universitas Sumatera Utara 59

Gunawan agar publik dapat mengingat kembali kasus tersebut. Lalu upaya selanjutnya yang dilakukan Setya Novanto adalah mengajukan gugatan praperadilan. Lika-liku dalam mengajukan gugatan praperadilan pun sangat panjang, semua dibuat jelas oleh penulis dimulai dari paragraf ke delapan hingga paragraf ke 24. Semua dijelaskan secara rinci disertai dengan kutipan-kutipan dari para sumber-sumber yang telah diwawancarai. Pada paragraf ke 8, penulis menjelaskan ada delapan poin materi gugatan praperadilan Setya Novanto. Selain soal keabsahan penyidik yang bukan polisi, ada soal kerugian negara. Upaya selanjutnya yang tertulis di artikel berita adalah mengenai upaya Setnov yang juga menempuh upaya di luar peradilan. Misalnya menggunakan jalur politik di Senayan. Setnov meminta bantuan kepada Ketua Komisi Hukum DPR, Bambang Soesatyo untuk berbicara kepada pimpinan KPK tetapi akhirnya tidak berhasil. Dan upaya terakhir yang dilakukan adalah mengirimkan surat kepada KPK dari DPR. Penulis selalu tidak lupa untuk menyertakan kutipan-kutipan sumber yang mendukung terbentuknya berita yang dibuat oleh sang penulis sendiri. Tema kedua, pihak-pihak yang berusaha dilibatkan dalam upaya pelepasan Setya Novanto dari status tersangka. Tema ini didalam teks didukung oleh penulis yang merincikan dengan jelas nama-nama para sumber serta apa saja peran mereka dalam upaya pelepasan Setya Novanto. Yang pertama adalah Chairul serta Romli yang diceritakan pada paragraph pertama hingga ketujuh, dimana mereka dihubungi oleh pihak pengacara untuk meminta saran agar Setnov dapat lepas dari status tersangka korupsi E-KTP, karena sebelumnya mereka telah menjadi saksi ahli dalam kasus Budi Gunawan yang lolos dari kasus pencucian dan korupsi yang menjerat dirinya. Lalu, pihak-pihak dari kader golkar yang juga dihubungi oleh Setya Novanto untuk dimintai saran mengenai gugatan praperadilan. Hal ini didukung dari teks pada paragraph ke 20 yang mengatakan bahwasanya Setya Novanto awalnya menugaskan Rudy Alfonso yang merupakan Ketua Bidang Hukum Golkar sebagai kuasa hukumnya. Tetapi Rudy menganggap saran-saran yang diberikan Rudy

Universitas Sumatera Utara 60

yang memberi saran kepada dirinya untuk tidak mengamil jalan gugatan praperadilan malah akan menjerumuskan dirinya. Begitu pula dengan Firman Wijaya yang awalnya sempat diajak oleh Setnov berdiskusi, tetapi alasan yang disampaikan Firman hampir sama dengan yang disampaikan oleh Rudy Alfonso. Pihak lain yang terlibat adalah Bambang Soesatyo selaku Ketua Komisi Hukum DPR, dimana Setnov meminta bantuan kepada Bambang untuk berbicara kepada pihak KPK untuk menunda pemeriksaannya hingga ada putusan gugatan praperadilan tetapi Bambang tak bersedia dalam melakukannya. Hal ini dapat dilihat pada paragraph ke 31-32. Pihak lain yang terlibat adalah Fadli Zon selakuk Wakil Ketua DPR. Setya Novanto berdiskusi dengan Fadli Zon. Pihak lain yang terlibat adalah para kuasa hukum Setya Novanto. Tema ketiga adalah kader Partai Golkar dan Setya Novanto. Peneliti merasa bahwa banyak keterlibatan kader Partai Golkar yang dibuat oleh penulis pada artikel berita ini. Hal ini dapat dilihat dari kutipan-kutipan sumber yang kebanyakan berasal dari Partai Golkar. Diantaranya adalah dimulai dari BJ Habibie selaku Dewan Kehormatan Partai Golkar, walaupun tidak ada sumber pernyataan langsung dari BJ Habibie. Lalu Fahmi Idris selaku anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Idrus Marham selaku Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Rudy Alfonso selaku Ketua Bidang Hukum Partai Golkar, Christina Ariyani selaku Anggota Bidang Hukum Partai Golkar, Nurul Arifin selaku Ketua Bidang Media Partai Golkar, Bambang Soesatyo yang merupakan Ketua Komisi Hukum DPR tetapi juga merupakan Politikus Partai Golkar dan yang terakhir adalah Robert Joppy Kardinal selaku Bendahara Umum Golkar. Dan tema yang keempat mengenai para kuasa hukum Setya Novanto. Teks ini dapat dilihat pada paragraph ke 20 hingga 30 yang menjelaskan mengenai para kuasa hukum Setya Novanto. Kuasa hukum Setya Novanto yakni Agus Trianto, I Ketut Mulya Arsana, Amrul Khair Rusin dan Jaka Mulyana. Pada sub-judul, penulis membuat kata-kata “pengacara tak terkenal” pada kalimatnya. Hal ini dibuktikan dalam teks yang di dalam artikel berbunyi : “Rekam jejak para kuasa hukum Setya

Universitas Sumatera Utara 61

juga tak terlalu mentereng di bidang hukum pidana.” Lalu pada paragraph selanjutnya yakni paragraph ke 27, penulis menjelaskan mengenai kuasa hukum Setnov yang bernama Agus Trianto yang sebelumnya lebih banyak menangani sengketa perdata dan kepailitan. Tetapi penulis tidak menjelaskan mengenai latar belakang pengacara Setnov yang lainnya.

4. Struktur Retoris Pada bagian cover dari laporan utama, terlihat sebuah ilustrasi berbentuk animasi pakaian jas dan terdapat borgol merah di bagian lengannya. Tetapi jas ini tidak ada yang mengenakannya. Malah yang terlihat adalah sosok Setya Novanto yang timbul setengah badan di bawah jas. Peneliti memaknai ilustrasi ini sebagai gambaran mengenai Setnov yang berusaha untuk lepas dari jeratan kasus tersangka korupsi. Maka pada ilustrasi itu karikatur Setnov bersembunyi di bawah jas yang mengenakan borgol berwarna merah. Borgol berwarna merah dimaknai penulis sebagai simbol dari KPK yang dimana huruf P pada singkatan KPK dituliskan dengan berwarna merah. Foto pertama yang ada pada artikel berita adalah foto Kuasa Hukum Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada bulan September 2017. Tetapi pada artikel, tidak dijelaskan siapa saja yang ada pada foto tersebut. Dalam foto tersebut terdapat tiga orang. Dari yang paling kanan terdapat seseorang berkacamata serta berkumis mengenakan pakaian batik. Lalu disebelahnya ada seorang pria yang memakai kemeja putih, serta jas hitam sebagai luaran tetapi pandangan sedang mengarah ke sebelah kirinya. Disamping pria tersebut terdapat seorang pria lagi yang juga mengenakan pakaian batik dan terlihat sedikit botak. Peneliti merasa penulis memasukkan foto ini dikarenakan pada sub-judul terdapat kata- kata “tidak terkenal”. Sehingga apakah para pembaca memang merasa tidak mengenal mereka atau tidak. Karena jika Setnov memakai pengacara yang terkenal, pembaca pasti akan langsung mengetahui siapa saja yang didalam foto tanpa menyebutkan siapa saja yang ada pada foto tersebut. Penulis sendiri tidak mengetahui siapa saja kuasa hukum yang terdapat

Universitas Sumatera Utara 62

pada foto tersebut. Foto ini berada pada halaman 34,berukuran ¼ halaman dan posisinya berada di kanan atas. Foto kedua berukuran ½ halaman dan keterangan foto tersebut menyatakan bahwa Setya Novanto bersama Rudy Alfonso (kanan) setelah menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Januari 2017. Di dalam foto tersebut terlihat jelas dari sebelah kanan Rudy Alfonso sebelah kanan mengenakan kemeja berwarna abu-abu, lalu Setya Novanto yang mengenakan pakaian batik serta seorang polisi yang menggiring mereka keluar dari gedung KPK. Foto ini diambil jauh sebelum dikabarkan hubungan Setnov dan Rudy Alfonso agar sedikit renggang dikarenakan perbedaan pendapat dalam gugatan praperadilan yang penjelasannya terdapat pada paragraph ke 20 dan 21. Lalu terdapat kata “Papa Setya” pada headline. Penulis menggunakan kata-kata Papa Setya seolah-olah penulis ingin mengingatkan kita kembali kepada permasalahan Setya Novanto dengan PT Freeport Indonesia dimana pada kasus tersebutlah Setya Novanto dijuluki dengan julukan “Papa Minta Saham”. Selanjutnya terdapat kata rungsing pada paragraph kedua yang memiliki makna “sebentar-sebentar”. Lalu ada pula kata “pengacara tak terkenal” yang terdapat pada sub-judul. Peneliti memaknai tak terkenal yang dimaksud oleh penulis adalah pengacara yang namanya tidak sering terdengar namanya pada kasus- kasus besar di Indonesia. Jika menggunakan pengacara terkenal pasti nama-nama yang akan langsung terpikir adalah nama-nama seperti Hotman Paris, Otto Hasibuan dan lainnya.

5. Analisis Kompilasi Pada analisis ini peneliti merangkum dari empat struktur, yakni: struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik dan struktur retoris. Hal ini, untuk mempermudah pembaca dalam memahami hasil penelitian dari analisis framing Pan dan Kosicki, artikel berita Setya Novanto pada Majalah Tempo Edisi 18-24 September yang berjudul “Siasat Lepas Setya Novanto”.

Universitas Sumatera Utara 63

Pada struktur sintaksis, Headline sudah mewakilkan isi dari berita yang akan dibahas, sub-judul juga sangat membantu menjelaskan isi dari berita. Tetapi terdapat pemberitaan Budi Gunawan bahkan di sub- judul, sehingga peneliti merasa penulis ingin pembaca mengingat kembali kasus korupsi yang melibatkan Budi Gunawan, Lead yang dipakai paa berita ini tidak menjelaskan keseluruhan isi berita, inti dari berita ini berada di tengah-tengah hingga akhir berita. Berdasarkan hal ini, pembaca harus memahami terlebih dahulu headline dan sub judul yang menjadi latar informasi pada artikel. Artikel yang dibuat oleh wartawan, memenuhi komponen suatu berita yaitu 5W + 1H yang melengkapi unsur-unsur penelitian pada struktur skrip.

Hal yang membuat semakin menarik adalah cover dari berita laporan utama ini adalah ilustrasi karikatur Setya Novanto yang dimuat sebesar dua halaman penuh disertai dengan judul serta sub-judul dalam strukstur retoris. Analisis struktur retoris pada artikel yang diceritakan wartawan, lebih menggunakan kata pada artikel dibandingkan dengan foto/gambar untuk mengkonstruksikan realitas sosial yang terjadi.

Pada artikel ini peneliti membaginya kedalam empat tema yaitu Upaya-upaya yang dilakukan Setya Novanto untuk lepas dari status tersangka korupsi E-KTP, pihak-pihak yang berusaha dilibatkan dalam upaya pelepasan Setya Novanto dari status tersangka, Partai Golkar dan Setya Novanto dan yang terakhir adalah para kuasa hukum Setya Novanto.

Universitas Sumatera Utara 64

4.1.2 Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald Kosicki (Berita II)

Judul : Adu Siasat VS Bukti Kuat

Rubrik : Laporan Utama

Sumber : Majalah Tempo Edisi 18-24 September 2017

Halaman : 38-39

Ringkasan Berita

ADU SIASAT VS BUKTI KUAT

Mengulur pemeriksaannya sebagai tersangka di KPK, Setya Novanto berharap praperadilan membatalkan statusnya. Komisi antikorupsi segera menahannya.

Menjadi tersangka proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) sejak 17 Juli lalu, Setya mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk membatalkan status tersebut pada Senin dua pekan lalu. Setya mengajukan gugatan praperadilan dengan delapan alasan memohon praperadilan, misalnya mempersoalkan penyidik KPK yang bukan merupakan seorang polisi dan ia menganggap kasus ini belum terbukti merugikan negara.

Pada saat putusan proyek e-KTP dengan terdakwa dua bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, Majelis Hakim yang diketuai oleh John Halasan Butarbutar tak menyebut nama Setya Novanto sebagai salah satu pelaku korupsi e-KTP. Yang disebut hanyalah Irman, Sugiharto, Diah Anggraeni, Andi Narogong, serta calon peserta lelang proyek itu. Entah atas alasan apa Hakim tidak menyebutkan nama Setya Novanto padahal namanya berulang kali disebut oleh para saksi. Tetapi nama Setya Novanto kembali disebut dalam sidang kasus korupsi e-KTP dengan terdakwa Andi Narogong. KPK meyakini jatah Setya Novanto dari e-KTP mengalir lewat Andi Narogong.

Bekas Sekretaris Jenderal Kemendagri, Diah Anggraeni dua kali bersaksi dan dua kali pula menyebut nama serta peran Setya Novanto. KPK pun meminta banding perkara Irman dan Sugiharto untuk mengoreksi kekeliruan hakim yang menghapus nama Setya Novanto dalam putusannya. KPK terus ngebut merampungkan berkas penyidikan e-KTP agar bisa segera melimpahkannya ke pengadilan.

Universitas Sumatera Utara 65

Perangkat Unit Hasil Pengamatan Framing Pengamatan Struktur Sintaksis Headline Adu Siasat VS Bukti Kuat

Lead Kuasa Hukum Setya Novanto memprotes hakim begitu mendengar Komisi Pemberantasan Korupsi meminta sidang praperadilan yang diajukan kliennya ditunda selama tiga pekan. Latar Informasi Setya Novanto mencoba mengulur pemeriksaannya sebagai tersangka di KPK tetapi Komisi antikorupsi segera menahannya. Kutipan Sumber Ketut Mulya Arsana (Kuasa Hukum Setya Novanto) - Menurutnya penundaan selama tiga pekan terlalu lama - “Kami minta tiga hari” kata Ketut kepada Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Agus Trianto (Kuasa Hukum Setya Novanto) - “Apa langkah yang diambil Yang Mulia bila KPK minta mundur lagi?” tanya Agus dikarenakan

Universitas Sumatera Utara 66

Hakim menunda persidangan selama sepekan. Cepi Iskandar (Hakim) - Ia menjawab bahwa ia telah memberikan waktu kepada KPK ”Dalam praktiknya kalau sudah dipanggil, selalu hadir” ujarnya. Setiadi (Kepala Biro Hukum KPK) - Mengatakan penundaan itu salah satu strategi untuk memenangi persidangan. - “Namanya kuasa hukum itu harus punya strategi, trik, dan kiat tertentu untuk memenangi suatu pertempuran” ujarnya. - “Salah satu tekniknya adalah penundaan”. Pihak Setiadi yang merupakan pihak KPK meminta sidang ditunda dengan alasan “sedang melengkapi syarat-syarat administrasi”

Universitas Sumatera Utara 67

Diah Anggraeni (Bekas Sekretaris Jenderal Kemendagri) - Berkukuh pernah bertemu dengan Setya dan membicarakan proyek e- KTP - “Beliau bilang „Bu, nanti di Kemendagri ada program e-KTP. Ayo kita jaga bersama‟,” ujar Diah dalam kesakasiannya. Diah bersaksi untuk Irman dan Sugiharto pada saat itu. - Mengatakan Setya memintanya menyampaikan pesan kepada Irman - “Pak Setya Novanto menyampaikan, „Tolong sampaikan kepada Irman, kalau ketemu orang dan ditanya, bilang saja tidak kenal saya‟,” ujar Diah dalam persidangan Maret lalu. Irman (Mantan pejabat Kemendagri/Tersangka korupsi proyek e-KTP) - “Pertemuan di Gran Mella bersama Diah dan Setya

Universitas Sumatera Utara 68

pada 2010 difalitasi Andi.” Ujarnya saat bersaksi untuk Andi Narogong pada akhir Agustus lalu. - Menurut Irman inti dari pertemuan itu adalah Setya menyatakan akan mengawal anggaran dana proyek e-KTP di DPR. Laode Muhammad Syarif (Wakil Ketua KPK ) - Putusan banding yang ditunggu-tunggi diharapkan mengoreksi kekeliruan hakim yang menghapus nama Setya dalam putusannya - “Putusan banding ini bisa menjadi bukti tambahan untuk kasus selanjutnya” Setya Novanto (Tersangka Kasus Korupsi e-KTP) - “Demi Allah, demi Tuhan, saya tak korupsi,” ujarnya saat berkunjung ke kantor Tempo pada Maret lalu. Pernyataan Tidak ada pernyataan atau opini dari penulis pribadi melainkan dari para sumber-sumber

Universitas Sumatera Utara 69

Penutup Meyakini penyidikan perkara Setya Novanto hampir rampung, menurut seorang pejabat KPK, komisi antikorupsi berencana menahan Setya seumpama ia datang dalam pemeriksaan yang dijadwalkan Senin pekan lalu. Tapi Setya absen dengan dalih sakit. Struktur Skrip What Alasan-alasan dari pihak Setya

Novanto untuk bebas dari status tersangka dan juga bukti-bukti yang dimiliki oleh KPK. Where - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan - Gedung DPR - Hotel Gran Melia Jakarta - Los Angeles When - Selasa, Pekan Lalu (12 September 2017) - Jumat, Pekan Lalu (15 September 2017) - 2010 (Pertemuan di Hotel Gran Melia, Jakarta) - 2014 (Pelantikan Ketua Badan BPK) - Akhir Agustus 2017 - Maret 2017 Who Setya Novanto dan KPK Why Dikarenakan Setya Novanto berusaha mengulur pemeriksaannya sebagai

Universitas Sumatera Utara 70

tersangka di KPK dan Setya Novanto berharap praperadilan membatalkan statusnya. Komisi antikorupsi segera menahannya.

How - Setya Novanto dalam gugatannya menyertakan delapan alasan memohon praperadilan - KPK meminta banding perkara Irman dan Sugiharto, dimana putusan banding yang ditunggu- tunggi diharapkan mengoreksi kekeliruan hakim yang menghapus nama Setya Novanto dalam putusannya.

Struktur Tematik Paragraf, proposisi,

kalimat, hubungan antar Terdapat dua tema dalam artikel kalimat berita ini : 1. Gugatan sidang praperadilan Setya Novanto ditunda karena taktik KPK Bukti Kuat KPK 2. Bukti kuat yang dimiliki KPK belum benar-benar kuat

Universitas Sumatera Utara 71

Struktur Retoris Kata, Idiom,

Gambar/Foto, Grafik - Foto pertama adalah sebuah foto yang dimana pada keterangannya tertulis : “Koalisi masyarakat Sipil Antikorupsi berunjuk rasa mendesak KPK segera menahan Setya Novanto di gedung KPK, Jakarta, 14 September 2017. Tampak seorang pria memegang sebuah kertas bertuliskan “KPK JANGAN TAKUT” lalu ada hashtag bertuliskan #TahanSN serta disebelah kirinya terdapat seseorang yang memakai topeng berwajah Setya Novanto sambil memegang poster bertuliskan “Semoga „PAPA‟ Cepet Sembuh #TahanSN

- Foto kedua pada keterangannya bertuliskan : “Sidang terdakwa kasus korupsi E-KTP Andi Narogong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 September 2017 (kanan).

Universitas Sumatera Utara 72

Didalam foto, terdapat lima orang, tetapi hanya dua orang yang tampak jelas, tiga lainnya tampak blur. - Kata : Adu Siasat - Kata : ngebut - Kata : VS - Kalimat : “Celah tersebut sebenarnya sudah tertutup”

Analisis :

1. Struktur Sintaksis

Pada artikel berita kedua ini, headline yang dibuat seolah-olah seperti satu pihak yang beradu dengan pihak lainnya. Hal ini dapat dilihat dari kata “vs” yang merupakan singkatan dari versus yang dalam Bahasa Indonesia memiliki arti (me)lawan. Headline dari artikel berita ini adalah Adu Siasat vs Bukti Kuat. Dimana yang dimaksud oleh penulis sebagai “adu siasat” adalah Setya Novanto beserta kuasa hukumnya dan “bukti kuat” adalah KPK yang memiliki bukti-bukti yang cukup untuk mengalahkan segala siasat yang dimiliki oleh Setya Novanto.

Lead pada artikel berita ini pun bukan merupakan inti dari berita, melainkan peneliti menceritakan fakta mengenai sidang praperadilan yang pada saat itu pengacara Setya memprotes karena pada saat sidang pihak KPK meminta sidang praperadilan ditunda. Pemilihan kutipan-kutipan dari pernyataan sumber, mulai dari pengacara Setya Novanto, pihak KPK, saksi-saksi dalam kasus persidangan sebelumnya. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat mengerti dan mengikuti alur serta proses persidangan. Sama seperti pada bagian lead yang menceritakan dahulu fakta mengenai sidang. Lalu pada paragraph selanjutnya akan diketahui bagaimana kelanjutan ceritanya.

Universitas Sumatera Utara 73

Pada artikel berita ini, penulis awalnya menceritakan dahulu proses persidangan yang akan ditunda dikarenakan permintaan KPK yang beralasan meminta ditunda dikarenakan sedang melengkap syarat-syarat administrasi. Tak lupa pula disertai kutipan-kutipan saat persidangan baik dari pihak KPK maupun kuasa hukum Setya Novanto. Hal ini berarti penulis tidak hanya mendengar melalui salah satu pihak, melainkan dari kedua belah pihak. Lalu selanjutnya, penulis menjelaskan mengenai gugatan praperadilan yang diajukan Setya. Hanya dua dari delapan gugatan yang disertakan penulis dalam artikel. Padahal sebelumnya penulis telah menulis dua gugatan yang sama ini pada artikel sebelumnya yang berjudul “Upaya Tersisa Papa Setya”. Tetapi perbedaannya penulis menjelaskan bahwasanya Mahkamah Konstitusi sudah menguatkan kewenangan KPK mengenai dua gugatan yang dilontarkan. Penulis seolah mematahkan gugatan pihak Setya Novanto dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

Lalu penulis menyertakan cerita mengenai beberapa persidangan yang lalu, yaitu saat persidangan Irman dan Sugiharto dan juga pada saat persidangan Andi Narogong. Penulis ingin pembaca mengingat mengenai sidang beberapa tersangka yang lalu dikarenakan ada keterkaitan dengan status tersangka Setya Novanto. Selanjutnya ada juga bukti-bukti hasil penyelidikan KPK sebagai “bukti kuat” untuk melawan “adu siasat” dari Setya Novanto.

2. Struktur Skrip

Unsur 5W + 1H pada artikel ini lengkap dan juga saling berkesinambungan. Unsur what dari berita ini adalah alasan-alasan dari pihak Setya Novanto untuk bebas dari status tersangka dan juga bukti-bukti yang dimiliki oleh KPK.. Unsur when dan why sama seperti artikel sebelumnya, semuanya lebih dari satu dikarenakan berita tidak hanya menyangkut suatu kejadian tetapi beberapa kejadian sehingga menjadi seperti alur cerita. Unsur who sebenarnya juga tidak hanya KPK dan Setya Novanto, tetapi menurut saya dua tokoh inilah yang paling menonjol dibandingkan dengan yang lain. Unsur why dalam berita ini adalah dikarenakan Setya Novanto berusaha mengulur pemeriksaannya sebagai tersangka di KPK dan Setya Novanto berharap praperadilan membatalkan statusnya. Komisi antikorupsi segera menahannya.

Universitas Sumatera Utara 74

serta unsure how pada berita ini adalah Setya Novanto dalam gugatannya menyertakan delapan alasan memohon praperadilan dan KPK meminta banding perkara Irman dan Sugiharto, dimana putusan banding yang ditunggu-tunggi diharapkan mengoreksi kekeliruan hakim yang menghapus nama Setya Novanto dalam putusannya.

3. Struktur Tematik

Pada struktur tematik, kalimat atau hubungan antar-kalimat sangat sesuai membuat pembaca tidak kebingungan dalam memahami berita yang disajikan penulis dalam artikelnya. Pada sub judul penulis menjelaskan bahwa “Mengulur pemeriksaaanya sebagai tersangka di KPK, Setya Novanto berharap praperadilan membatalkan statusnya. Komisi antikorupsi segera menahannya.”, kalimat ini membuat pembaca lebih mudah mengetahui isi beritanya dan seperti apa secara garis besar. Terdapat dua tema besar yang dapat peneliti ambil dari artikel berita. Tema pertama adalah gugatan sidang praperadilan Setya Novanto ditunda karena taktik KPK. Hal ini dapat dibuktikan dari kutipan pada paragraph lima, dimana Setiadi mengatakan bahwa penundaan merupakan salah satu strategi mereka untuk memenangi persidangan. Tema kedua adalah bukti kuat yang tertulis pada headline sebenarnya belum benar-benar kuat. Dikarenakan penulis tidak menemukan dalam artikel bukti yang benar-benar kuat. KPK dikatakan masih mengumpulkan dan masih dalam proses pemeriksaan.

4. Struktur Retoris

Foto pertama yang terdapat pada artikel berita adalah tampak sebuah foto orang-orang yang berunjuk rasa. Hal ini diketahui dari keterangan foto yang memberi keterangan pada bawah foto yakni “Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi berunjuk rasa mendesak KPK segera menahan Setya Novanto di Gedung KPK, Jakarta 14 September 2017. Tidak hanya dari keterangan, suasana pada foto pun menunjukkan orang-orang yang sedang unjuk rasa. Di dalam foto terdapat seorang pria yang sedang memegang poster yang bertuliskan KPK Jangan Takut #TahanSN. Lalu di sebelah pria tersebut tampak seseorang

Universitas Sumatera Utara 75

menggunakan topeng berwajah Setya Novanto dan memegang poster yang bertuliskan “Semoga „Papa‟ Cepat Sembuh”. Tampak mereka sedang berunjuk rasa di depan gedung KPK, karena pengambilan foto diambil dari tampak bawah dan terlihat dari bawah tulisan KPK pada gedung di foto tersebut. Foto ini peneliti anggap untuk mendukung sub-judul. Tetapi pada berita di dalamnya bahkan tak terdapat penjelasan mengenai unjuk rasa. Penulis menyertakan foto agar pembaca mengetahui bahwa sudah ada desakan dalam penangkapan Setya Novanto. Besar dari foto ini adalah ¼ halaman, diletakkan pada dua halaman.

Foto kedua yang terdapat dalam artikel berita ini adalah foto yang pada keterangannya memberi penjelasan “Sidang terdakwa kasus korupsi e-KTP Andi Narogong di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 September 2017 (kanan).” Penjelasan penulis dengan mencantumkan “kanan” peneliti anggap kurang jelas, dikarenakan pada foto tersebut terdapat lima orang, tiga orang didepan dengan foto yang sengaja di blur kan, dan dua lagi sedang serius menyimak dan foto tersebut jelas memperlihatkan wajah mereka. Foto ini peneliti anggap sebagai pendukung dari paragraph ke 15 yang menjelaskan mengenai saat salah seorang tersangka korupsi bersaksi untuk Andi Narogong yang ada pada foto tersebut.

Terdapat kata “Adu Siasat” pada headline yang dibuat oleh penulis. Pada kamus KBBI, adu berarti berlaga atau bertanding, sedangkan siasat berarti taktik atau tindakan. Adu siasat disini berarti taktik yang digunakan oleh pihak Setya Novanto untuk melawan bukti kuat yang dimiliki oleh KPK. Selanjutnya terdapat kata VS pada headline. VS merupakan singkatan dari versus yang berarti melawan.

Kata selanjutnya adalah ngebut yang terdapat pada paragraph ke enam. Peneliti mengartikan ngebut yang artinya akan secepat mungkin barang-barang serta berkas penyidikan diselesaikan oleh KPK. Kalimat selanjutnya adalah “celah tersebut sebenarnya sudah tertutup”. Kalimat ini dibuat penulis pada bagian setelah Setya Novanto menjelaskan gugatannya. Sehingga maksud dari penulis membuat kata-kata ini yang memiliki arti sebenarnya alibi yang dibuat oleh pihak Setya Novanto sudah tidak berlaku lagi.

Universitas Sumatera Utara 76

5. Analisis Kompilasi

Pada struktus sintaksis, headline yang dibuat sebenarnya sudah bisa mewakili isi berita. Tetapi menurut peneliti, isi berita tidak terlalu sesuai dengan judul. Dikarenakan berita tidak dibahas terlalu mendalam, baik mengenai siasat Setya Novanto dan juga bukti kuat KPK. Berita ini sudah lengkap dari unsure 5W + 1H. Pada struktur tematik terdapat dua tema besar yaitu gugatan sidang peradilan Setya ditunda dikarenakan KPK dan juga bukti kuat yang dimaksud peneliti belum benar-benar kuat. Struktur retoris tidak terlalu mendukung berita yang ada. Sehingga peneliti menyimpulkan isi berita dengan judul sebenarnya tidak sepenuhnya sesuai, dan berita dibahas tidak terlalu mendalam.

Universitas Sumatera Utara

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Sebagai penutup, berdasarkan hasil penelitian mengenai konstruksi berita Setya Novanto dan jerat kasus korupsi E-KTP di Majalah Tempo (Analisis framing pemberitaan Setya Novanto dalam kasus Korupsi E-KTP pada Majalah Tempo edisi 18-24 September 2017), dapat dikemukakan bagian-bagian penting yang merupakan kesimpulan dari penelitian sebagai berikut: 1. Majalah Tempo membingkai berita Setya Novanto dalam Kasus Korupsi E-KTP dengan membentuk konstruksi bahwa Setya Novanto adalah pihak yang mencoba untuk lari dan ingin lepas dari status tersangka kasus korupsi E-KTP. Hal tersebut diinternalisasikan oleh Majalah Tempo dengan berulang kali menjelaskan upaya-upayanya yang sebenarnya tidak cukup kuat untuk membela dirinya dalam kasus korupsi E-KTP. Serta hasil dari eksternalisasi oleh Majalah Tempo disampaikan lewat bahasa yang digunakan di artikel-artikel yang dimuat. 2. Isi artikel Majalah Tempo merupakan bentuk konstruksi sosial. Media tersebut mengkonstruksi pesan-pesan yang disampaikan kepada khalayak dengan tulisan yang berfokus pada upaya Setya Novanto untuk melepaskan diri dari status tersangka kasus korupsi E-KTP, penyeleksian tulisan yang dimuat pada artikel Majalah Tempo edisi 18 September 2017 dengan menceritakan fakta dan peristiwa yang sumbernya berasal dari orang-orang terdekat Setya Novanto contohnya adalah dari kader-kader partai Golkar dan juga dari pihak KPK. Fakta atau realitas diproduksi dan dikonstruksi dengan menggunakan perspektif tertentu yang akan dijadikan bahan berita oleh penulis Majalah Tempo. Maka tidak diragukan lagi, jika Majalah Tempo membuat berita berbeda dengan sebuah peristiwa yang sama.

77 Universitas Sumatera Utara 78

5.2. Saran

Setelah melakukan penelitian mengenai “Analisis framing pemberitaan Setya Novanto dalam Kasus Korupsi E-KTP pada Majalah Tempo) edisi 18 September 2017, peneliti memiliki saran yang seperlunya dapat menjadi bahan masukan berbagai pihak untuk menjadi lebih baik ke depannya, adapun saran tersebut ialah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan sumbangan bagi mahasiswa maupun peneliti berikutnya dalam memahami konstruksi berita khususnya mengenai kasus Setya Novanto dan korupsi E-KTP . 2. Diharapkan bagi media untuk menjunjung tinggi nilai jurnalistik dan elektabilitas pers dalam menyajikan informasi-informasi terhadap realitas sosial di dalam masyarakat. 3. Diharapkan bagi masyarakat untuk dapat menyaring informasi- informasi yang disajikan oleh media.

Universitas Sumatera Utara DAFTAR REFERENSI

Ardianto, Elvinaro & Q-Annes, Bambang. (2007). Filsafat Ilmu Komunikasi.: Simbiosa Rekatama Media.

Bungin, Burhan. (2003) Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

______. (2007). Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana.

______. (2008). Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.

______. (2008). Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Eriyanto.(2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKiS.

______. (2002). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, Yogyakarta: LkiS

______. (2011). Analisis Isi: Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu-Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Hamad, Ibnu. (2004). Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Jakarta: Granit

Hoed, Benny H. (2011). Semiotik & Dinamika Sosial Budaya, cetakan pertama, Depok: Beji Timur

Idrus, Muhammad. (2009), Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). Yogyakarta : Penerbit Erlangga.

Moleong, j, Lexy. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif .Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. (2003).Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar.Bandung : PT. Remaja Rosda Karya

Muhtadi, Asep Saiful.(2008).Komunikasi Politik Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Narwaya, Tri Guntur. (2006). Matinya Ilmu Komunikasi. Jogjakarta: Resist Book.

79 Universitas Sumatera Utara 80

Sobur, Alex. (2004). Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotikadan Analisis Framing. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudibyo, Agus. (2001). Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKiS.

Suparno, Paul (1997) Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Kanisius

Wibowo. (2011). Budaya organisasi : Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja

Zamroni, Muhammad. (2009). Filsafat Komunikasi; Pengantar Ontologis, Epistemologis, Aksiologis.Yogyakarta: PT. Graha Ilmu

Sumber Lain: https://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Media_Cetak (diakses pada 26-7- 2018 pukul 11:22) http://dennyirawandress.blogspot.com/2016/10/sejarah-perkembangan-media- cetak-dan.html(diakses pada 26-7-2018 pukul 11:25) https://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk_elektronik (diakses pada 29-7-2018 pukul 21.49) https://news.detik.com/berita/d-3442042/kasus-e-ktp-rp-23-t-kerugian-negara-2- tersangka-dan-280-saksi (29-7-2018 pukul 22.13) https://www.liputan6.com/news/read/3158585/jejak-kasus-setya-novanto (29-7- 2018 pukul 22.30) https://news.detik.com/foto-news/d-3787241/lika-liku-drama-setya-novanto-di- kasus-e-ktp/12#share_top (29-7-2018 pukul 22.57) https://news.okezone.com/read/2014/01/08/337/923496/jalan-panjang-e-ktp (diakses pada 4 agustus 2018, 13.37) http://www.e-ktp.com/2011/06/hello-world/ (diakses pada 8 agustus 2018, 14.33)

Universitas Sumatera Utara

MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 32

Universitas Sumatera Utara

MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 33

Universitas Sumatera Utara

MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 35

Universitas Sumatera Utara

MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 34

Universitas Sumatera Utara

MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 38

Universitas Sumatera Utara

MAJALAH TEMPO EDISI 18-24 SEPTEMBER 2017 HALAMAN 39

Universitas Sumatera Utara

BIODATA PENELITI

Nama : Tasya Nadhifah Siregar NIM : 140904032 Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 14 Mei 1996 Alamat : Jl. Sei Tuntung Baru Dalam No.10 Email : [email protected] Orang Tua Ayah : Dedy Irwandy Siregar Ibu : Tetty Matondang Anak ke : 1 dari 3 bersaudara Nama Saudara Kandung : Annisa Dilla Siregar (Adik) Rizka Putri Siregar (Adik) Pendidikan 2014 -2018 : Universitas Sumatera Utara – Ilmu Komunikasi 2014 – 2011 : SMA Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah 2008 – 2011 : SMP Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah 2002 – 2008 : SD Percobaan Negeri Medan

Organisasi - IMAJINASI USU (Ketua Divisi Minat dan Bakat)

Universitas Sumatera Utara

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN

NAMA : Tasya Nadhifah Siregar NIM : 140904032 PEMBIMBING : Drs. Syafrudin Pohan, M. Si, Ph.D

NO. TGL. PERTEMUAN PEMBAHASAN PARAF PEMBIMBING 1. 15 Mei 2018 Diskusi Mengenai Judul Skripsi 2. 24 Mei 2018 ACC Judul

3. 2 Juli 2018 Menyerahkan Bab I, Bab II dan Bab III 4. 9 Juli 2018 Revisi Bab I , Bab II dan Bab III 5. 11 Juli 2018 Menyerahkan Revisi Bab I, Bab II dan Bab III 6. 31 Juli 2018 Diskusi Mengenai Bab IV dan Bab V 7. 3 Agustus 2018 Menyerahkan Bab IV dan Bab V

8. 15 Agustus 2018 Revisi Bab IV dan Bab V

9. 20 Agutus 2018 ACC Seminar Hasil

Catatan : Minimal pertemuan 6 (enam) kali untuk setiap pembimbing

Universitas Sumatera Utara