BEDULU VILLAGE

Mitos dan Legenda

BAB I PENDAHULUAN

Bali sebagai daerah tujuan wisata utama memiliki banyak obyek wisata. Budaya, alam dan atraksi wisata yang disuguhkan dengan cipta, rasa karsa . Melihat secara phisik kita akan segera tahu; mendengar cerita dibalik obyek kita mengerti. Mendapatkan service dan hospitality kita senang dan berkesan. Ibarat orang nonton Wayang kulit, sekali sekali indah juga nonton yang ada dibalik layar .

Pada umumnya obyek wisata di baik berupa act maupun artefact terkait dengan sejarah masa lalu. Sebelum masuknya agama hindu ke Bali, keadaan Bali masih kosong dalam artian Spiritualitas. Orang Bali Mula ( Bali Asli) masih menganut sistem kepercayaan animisme, menyembah roh .Banyak diketemukan Tugu batu, Punden berundag, arca batu, dan altar altar pemujaan nenek moyang.

Berdasarkan temuan arkeologis , disebut masa Kapak Genggam, Pithecontropus

Erektus Temuan perbakala sejenis juga didapati di Pacitan Jawa Timur oleh

Koeningswald. Peninggalan purbakala sejaman juga didapati di Cina ( Sinantropus

Pekinensis . Para ahli memperkirakan masa Bali kosong ini terjadi satu juta tahun sebelum masehi pada saat pulau jawa, Bali dan Sumatera masih menyatu dengan

nama Dataran Sunda.

Fase kedua manusia Bali hidup dalam goa goa. Dibuktikan dengan temuan peralatan dari kulit dan kerang sisa makanan indikasi bahwa Bali mengalami masa mesolitikum papua melanesia. Orang Bali diduga berasal dari Tonkin ( Cina, India belakang dan

sekitar lautan teduh ( Sukmono). Fase ketiga, jaman Bali sudah mengenal budaya

bercocok tanam akibat interaksi dengan budaya jawa. Bahasa yang dipergunakan

adalah Melayu Polinesia atau Austronesia .

Dengan alat transfortasi perahu bercadik nenek moyang orang Bali berdatangan dan

menetap sekitar 2000 tahun sebelum masehi. Masa ini disebut masa “perundagian”,

alat dan benda benda perunggu sudah dikenal. Terbukti dari diketemukannya Nakara

Perunggu terbesar di yang sekarang disimpan di Pura Penataran Sasih di

desa Pejeng ( Made Taro, Bulan Pejeng Bali : 2004), yang berbatasan dengan desa

Bedulu.

Banyak Sarkofagus disimpan di Museum Gedung Arca Bedulu sebagai pertanda bahwa

orang Bali sudah mengenal pemakaman jenazah orang yang di utamakan, dihormati.

Bagi orang kebanyakan cukup dikubur tanpa memakai peti batu ( sarkofagus). Hal ini

mengindikasikan bahwa pengaruh Hindu sudah masuk ke Bali. Banyak tempat

pertapaan, vihara, pesantian kuno diketemukan. Seperti Yeh Pulu, Gunung Kawi, dll.

Rsi Markandya

Orang suci yang melakukan pencerahan agama Hindu ke Bali adalah Rsi

Markendya. Beliau berangkat dari dataran tinggi Dieng menuju ketimur, berhenti

beberapa saat di Gunung Raung, lalu kemudian meneruskan misi suci ke Bali dengan

menuju daerah disekitar Gunung Agung Karangasem, sekarang dikenal dengan Pura

Besakih ( Besuki yang berarti selamat).

Kedatangan Rsi Markandya dengan 800 orang pengikut nya kurang berhasil karena

banyak yang meninggal terserang penyakit. Perjalanan kedua dengan 400 orang

pengikut baru berhasil selamat ( besuki) setelah melakukan upacara Panca datu di

Besakih. Dipilihnya para brahmana dalam menyebarkan suatu keyakinan, di karenakan

kewibawaan beliau. Kewibawaan itu juga merupakan sarana ampuh memelihara

ketaatan kawula membayat pajak ( upeti) kepada raja.

Setelah agak tenang rombongan Rsi Markandya menuju kearah Barat, didesa

Purwakan. Rombongan Rsi Markandya berhasil mengajarkan penduduk Bali asli sistem

bercocok tanam, sehingga Desa Sarwada ( semua serba ada) penduduknya

sejahtera.. Sekarang lebih dikenal dengan desa Taro, atau kayu yang maksudnya

kayun artinya kehendak. yakni semua kesuksesan berkat kayun ( kehendak manusia

menyatu dengankehendak Tuhan ). Disini kearifan Illahi bersemayam juga dalam diri

manusia. Sejak keberhasilan perjalanan suci Rsi Markandya maka dari generasi ke

generasi terjalin hubungan erat antara Jawa dan Bali. Baik hubungan formal kerajaan, kebudayaan, keagamaan maupun hubungan perkawinan. Termasuk konflik yang ada di Jawa ikut terbawa.

Misalnya, konflik antara dinasti Sanjaya dengan Warmadewa terrefleksi juga di Bali.

Konflik agama Hindu dan Budha Mahayana tercermin juga di Bali. Salah satu kerajaan

Bali kuno yaitu Singamandawa, sebagai kelanjutan dinasti Sanjaya, ada benang

merahnya dengan Kerajaan Kalingga ( Holing) di Jawa Barat, bahkan ada keterkaitan

dengan Kerajaan Mataram Hindu di Jawa Tengah. Persaingan antara Dinasti

Warmadewa dengan Dinasti Senjaya baru reda, setelah Kerajaan Singamandawa

dapat ditaklukan oleh Kerajaan Singadwala yang berpusat di Besakih ( Wangsa

Warmadewa).

Walaupun dinasti sanjaya ditaklukan, para petingi nya masih diakomodasi dalam

struktur kekuasaan. Ki Pasung Grigis diangkat jadi Perdana Menteri di Tengkulak; Ki

Kebo Iwa diangkat menjadi Maha Patih di Blahbatuh, dan sembilan tangan kanan

Ugrasena lainnya.

Tirtha Empul yang diceritakan dapat menangkal racun Mayadenawa, erat kaitannya

dengan eksistensi raja Candrabaya Singa warmadewa yang memerintah tahun 956-

974 masehi . Sebab beliaulah yang menggantikan Sri Kesari Warmadewa (913

masehi). Pada jaman beliaulah Tirtha Empul dibangun. Juga cerita tentang Maha Patih

Kebo Iwa akan terkait erat dengan sejarah kelanjutan kekuasaan dinasti Warmadewa di Bali mulai dari Sri Kesari Warmadewa, Chandrabaya Singawarmadewa, Wijaya

Mahadewi, Udayana Warmadewa, yang beristrikan anak Mpu Sendok dari Jawa Timur .

Kedatangan para Rsi/Mpu Hindu ke Bali dalam rombongan sangat besar adalah pada waktu pemerintahan Udayana bersama istrinya Mahendradatta guna priya dharmapatni. Mpu Peradah membawa pesan sponsor Air langga agar anaknya

Jayasabha diterima jadi raja di Bali. Permintaan tersebut ditolak Mpu Kuturan bahwa yang akan jadi raja adalah Anak Wungsu, yang tak lain adalah adik Airlangga sendiri.

Harga yang harus dibayar adalah kerajaan Kahuripan terpaksa dipecah jadi Kerajaan

Kediri (jayabaya) dan Kerajaan Jenggala ( Jayasabha). Konflik di Bali menjadi carut marut ditambah oleh unsur ketiga, yakni unsur Bali Aga ( Bali asli); serta banyaknya sekte atau aliran keagamaan di Bali waktu itu. Disinilah peran besar Mpu Kuturan memprakarsai kerukunan kehidupan keagamaan ( rekonsiliasi damai) yang dilaksanakan di Desa Bedulu dengan membuat sebuah Pura peringatan yang bernama Pura Samuan Tiga.

BAB II

OBYEK WISATA DISEKITAR BEDULU

A. KERAJAAN BALI KUNO

Dalam Kitab Nagarakrtagama karangan Prapanca tahun 1365 Masehi Desa atau

kerajaan Badahulu sudah disebutkan sebagai bagian dari negara .(

Suksmono, 1973: 118). Bahkan dalam penyusunan naskah persiapan kemerdekaan RI

khusus tentang luas wilayah negara RI pun Muhamad Yamin menyinggungnya lagi.

dengan mengutif Syair 14 Negarakertagama sbb: " Sawetan ikanang tanah jawa

muwah ya-warnnanen ri Balli tang Badahulu mwang Lwa gajah....."

Banyak sekali penemuan benda benda purbakala di sekitar desa ini. Patung Raksasa

menginjak kerbau ( Kebo Edan) tak jauh dari lokasi Goa Gajah mengindikasikan bahwa

dulu pernah dianut Agama Siwa Budha. Relief kuno Yeh Pulu,menandakan bahwa

Desa ini merupakan desa kuno. Pura Samuan Tiga, merupakan simbul pengakhiran

konflik antar sekte atau aliran agama yang ada di Bali. Candi padas Tegalinggah, Pura

Santian ( pesantren atau wihara), Pura Pusering jagat ( tempat ditemukannya Nakara

terbesar ) dll.

Kantor pusat Suaka peninggalan purbakala yang membawahi wilayah tiga propinsi ( Bali, NTB dan NTT) di pilih didesa ini.Banyak ahli arkeologi bangsa Belanda dan

Indonesia pernah menetap disini. Seperti Tuan Krisman, Dr. Suksmono, Sudiman,

Suyono, Sukarto. Pelukis Dulah lama tinggal di desa Bedulu. Maestro Seni lukis kelas dunia seperti Gusti Nyoman Lempad berasal dari desa Bedulu. Han Snell pelukis berdarah Belanda yang kemudian membuka studio di Ubud beristrikan orang

Bedulu.Wayan Limbak perintis Tari Kecak berasal dari desa ini. Juga Ni Ciglek, penari legong keraton Lasem lahir, besar dan meninggal di desa ini.

Bahkan Sekehe Gong Ganda Manik pentas keliling Eropa berasal dari desa ini.Bila anda membaca peta pulau Bali di pesawat terbang atau di folder promosi pariwisata, nama Goa Gajah atau Desa Bedulu pasti tertera. Dulu di toko toko buku banyak dijual post card bergambar Goa Gajah, tapi sekarang hilang dari peredaran. Karena kurang di promosikan maka orang lebih banyak mengenal Pantai Kuta, Pasar Seni Sukawati.

Desa Sejarah

Bagi wisatawan yang sedang berada di Bali kami sarankan mengunjungi desa Bedulu, banyak keunikan yang tidak dapat anda jumpai di tempat lain. Seperti pembuatan gerabah di banjar lebah; pemahat, pelukis, pengrajin anyaman lontar, sampai kursus tari bali di banjar banjar. Fasilitas yang dibutuhkanpun tersedia. Banyak akomodasi dari

Home Stay sampai hotel ada disana. Restaurant mulai dari Warung Muslim sampai restaurant bertaraf internasional tersedia. Wartel dan warnet banyak. Puskesmas,

Dokter praktek, bidan ada. Pom bensinpun tersedia.Kalau mau yang lebih “wah” pusat wisata Ubud dapat ditempuh dalam waktu setengah jam lewat darat ( motor, Mobil) dari desa Bedulu. Transfortasi darat banyak tersedia. Mulai dari penyewaan sepeda, sepeda

motor, persewaan mobil ( rent car) sampai angkutan umum . Sekarang terserah anda

kapan mau ke desa Bedulu. Mau nginap di sana atau ditempat lain. Mau naik mobil

sendiri atau sewaan.Kalau orang asing sudah menetap disana, masak kita pemilik

negeri indah ini belum menyempatkan diri kesana.

B. SAMUAN TIGA PURA REKONSILIASI BERBAGAI ALIRAN

Di desa Bedulu terdapat Pura kuno yang sarat dengan nilai sejarah; namanya Pura

Samuan Tiga. Pura ini terdiri dari Pura Induk dan pesanakannya seperti Pura Bukit,

Pura Melanting, Pura Telangu, Pura Dalem Puri, Pura Marga Bingung, Pura Santian,

Pura Melanting,dll. Uniknya di Pura Samuan Tiga terdapat arca Siwa dan arca Budha,

sebagai simbul rekonsiliasi. Letaknya sekitar satu kilo meter dari obyek wisata goa

gajah. Lima kilo meter dari Ubud. Dua puluh lima kilo meter dari Denpasar.

Yang menarik dari Samuan Tiga adalah: Pertama, di Pura Samuan Tiga pernah

dilaksanakan Rekonsiliasi sosial keagamaan melalui pertemuan segi tiga antara

penganut Budha Mahayana, Bali Mula ( Bali Aga) dan Penganut Hindu Siwa yang

sedang berkonflik. Kedua, kalau jaman itu para pemuka agama yang berbeda aliran

bisa mendapatkan solusi konflik secara win win solution, kenapa sekarang pada waktu

beragam jenis gelar disandang kita tak bisa berdamai dengan sesama ?.

Dulu gelar diberikan karena jabatan formal. Jabatan didapat bukan karena keturunan,

tapi pahala dari prestasi. Sekarang gelar kesarjanaan didapat dengan cara yang kurang

etis ( tidak semua). Dulu, semakin banyak gelar semakin menunduk kayak padi, sekarang banyak gelar semakin gelar gelur (Bhs Bali) berarti bengak bengok, serba

tahu.

Dulu, konflik dapat menemukan solusi, sekarang beda aliran politik kepartaian, bunuh

bunuhan dengan sesama anak bangsa. Rupanya belajar dari sejarah, dari setengah

sejarah ( Babad), perlu digiatkan. Termasuk sejarah lisan tentang penderitaan suatu

komunitas yang termarginalisasikan oleh sistem yang menindas kemanusiaan yang adil

dan beradab.Ibarat orang menyetir mobil, sesekali perlu menoleh kaca sepion

kesamping. Kalau terus terusan mobil lamban jalannya.

Konflik sekte

Pada tahun 988 Masehi ( 910 saka) kerajaan di Bali diperintah secara kolektif oleh Sri

Mahendradata, adik raja Daha, cicit dari Dharmawangsa yang berasal dari Jawa Timur, setelah dipersunting sebagai istri oleh Sri Udayana ( Dharmodayana) Warmadewa yang berasal dari Bali.Pada waktu itu dikalangan masyarakat Bali terpecah dalam enam sekte besar ( sad paksa) atau enam aliran keagamaan. Seperti Sekte Sambu, Khala,

Brahma, Wisnu, Bayu dan Iswara. Masing masing sekte berusaha mencari pengikut sebanyak mungkin. Akibatnya sering timbul konflik antara para pengikut sekte tersebut.

Dampaknya tidak tercipta law and order. Disamping sekte sekte tersebut diatas di Bali

pengikut Budha juga banyak, termasuk penganut Hindu Siwa. Konfigurasi politik

menjadi semakin carut marut. Melihat situasi tegang tersebut datanglah seorang Mpu

yang berasal dari Jawa Timur bernama Mpu Kuturan alias Mpu Rajakertha. Berkat

kepemimpinan dan kecendikiawanan beliau, maka Mpu Kuturan diangkat menjadi

Dewan Penasehat Raja ( Pakiran kiran Ijro Makabehan) oleh raja yang terdiri dari dua

kamar ( bikameral) yaitu Siwa dan Budha.Sekarang seperti MPR yang terdiri dari DPR dan DPD.Dalam jabatan yang sangat strategis tersebut Mpu Kuturan memprakarsai

suatu forum rekonsiliasi politik untuk meredakan ketegangan ( détente) antara berbagai

aliran keagamaan yang bersitegang di Bali. Tesis dari Mpu Kuturan, Bali tidak akan

bisa melaksanakan pembangunan tanpa terciptanya keamanan, ketertiban dan

kedamaian sebagai prasarat utamanya. Atas dasar pertimbangan tersebut lalu

dilaksanakan Pertemuan Segi Tiga ( Konverensi Tingkat Tinggi) di Bedahulu.

Rekonsiliasi

Hasil dari KTT tersebut yang sangat fundamental bagi perkembangan Bali kedepan adalah: Pertama,. disepakatinya pelaksanaan ajaran tri Murti ( Brahma, Wisnu dan

Siwa); Kedua, disepakatinya restrukturisasi desa berdasarkan konsep Desa Pekraman, desa adat; Ketiga, disetiap rumah tangga disepakati mendirikan tempat pemujaan yang disebut Rong Tiga (Sanggar Kemulan); keempat,. Sistem kepemilikan tanah direformasi dengan mengutamakan fungsi sosial, dibandingkan dengan sistem kepemilikan pribadi.

Kelima, disepakati sebuah nama yang disebut Agama Siwa Budha. Semua hasil kesepakatan tersebut diimplementasikan kedalam sistem sosial masyarakat Bali yang dapat kita saksikan sampai sekarang. ( Jero Mangku Gde Ketut Soebandi, Babad

Pasek Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi, 2003).

Prosesi unik

Yang terkenal unique dari upacara piodalan di Pura Samuan Tiga Bedulu adalah:

Pertama beberapa bulan sebelum puncak upacara anak anak pada bergotong royong

meminta sumbangan kepada masyarakat luas sambil berjalan kaki berpuluh puluh kilo

meter jauhnya. Pada umumnya masyarakat menyumbang pala wija, ayam, beras, dan

hasil bumi lainnya. Bagi anak anak yang bergotong royong, tanpa diberikan upah saat saat seperti ini merupakan sarana sosialisasi untuk mengenal daerahnya dan juga

sekaligus mengenal lingkungan sosialnya. Melalui kebudayaan gotong royong yang disebut “Ngambeng” tersebut mereka tahu persis siapa rumahnya dimana,

bahkan mereka akan menilai si apa yang dermawan dan siapa yang pelit berdania

punya ( zakat). Kedua, pada hari ketiga diadakan upacara mesiat sampian ( perang

sesajen yang terbuat dari janur, yang diikuti oleh para “parekan” Peserta perang sajen

tersebut berjumlah ratusan orang, mulai dari anak remaja sampai orang tua yang

sudah lanjut usia. Menurut kepercayaan masyarakat setempat pada hari piodalan ini

merupakan hari baik untuk melangsungkan pernikahan. Makanya kaum remaja yang

belum dapat jodoh akan berbondong bondong datang ke Pura Samuan Tiga untuk

mendapatkan jodoh di sana. Setiap upacara selalu, ada saja yang melaksanakan

perkawinan kilat. Maksudnya mereka berkenalan selama berlangsungnya upacara,

dan kemudian memutuskan untuk melakukan pernikahan. Menurut mereka pertemuan

jodoh di Pura Samuan Tiga merupakan pemberkatan dari Hyang Widhi , Tuhan Yang

Maha Esa. Ketiga, disamping untuk mendapatkan jodoh, upacara yang dilaksanakan

setahun sekali tersebut juga dipergunakan sebagai moment “ ngeceng” bagi kaum

remaja setelah mereka merantau mencari nafkah keluar Bali. Setahun penuh mereka

mengais rejeki, maka pada saat odalan di Pura Samuan Tiga itulah mereka

memamerkan hasil jerih payah mereka. Ibarat budaya “ mudik lebaran di Jawa”. Oleh

karenanya, bagi yang belum pernah menyaksikan upacara di Pura Samuan Tiga tak

ada salahnya mencocokan acara wisata anda, siapa tahu mendapatkan jodoh disana.

C. YEH PULU RELIEF TERPANJANG DAN TERTINGGI DI BALI

Tak begitu jauh dari Goa Gajah terdapat sebuah pura bekas pertapaan. Diperkirakan dibangun sekitar abad ke 14. Obyek wisata ini terletak didalam persawahan, diitari sungai petanu yang legendaries. Didepan pintu masuk pura ini terdapat relief batu kuno menceritakan tentang diorama kehidupan dan penghidupan masyarakat pada zaman itu. Juga terdapat relief tentang Dewa Krishna. Juga terdapat patung ganesya, anak

Syiwa dan Durga, sebagaimana juga ditemukan di Goa Gajah. Apakah Yeh Pulu ada suatu rangkaian dengan Goa Gajah, perlu pengkajian lebih lanjut.

Nama Yeh Pulu, Yeh yang berarti Air , dan Pulu yang berarti gentong batu padas.

Gentong ini terdapat disebelah kanan gapura masuk setelah anda meliwati relief tersebut diatas. Bukti dari betapa indahnya pemandangan disana, maka banyak sekali orang asing membangun villa disana. Bahkan sebuah hotel yang bernama Hotel Yeh

Pulu, menghadap ke ngarai sungai Petanu telah tersedia. Dipinggir yeh pulu juga dibangun sebuah Dam Campuhan yang berfungsi sebagai irigasi bagi sawah penduduk hingga kedekat Blahbatuh.

Bila cukup tersedia waktu kami sarankan anda trekking dari goa gajah, ke air pulu, ke

Samuan tiga kemudian ke museum peninggalan purbakala “ gedung arca”. Dalam museum ini anda dapat membayangkan bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada masa masa awal kebudayaan Bali. Bagaimana orang Bali melakukan upacara pemakaman jenazah bagi para pemimpin mereka yang diagungkan, dst.nya. Bila kita amati bahwa banyak sekali terdapat tempat pertapaan di pinggir sungae Pakerisan, mulai dari gunung Kawi di Tampaksiring, di Tegalinggah, di air pulu, dll dapat dipahami bahwa di Bedulu ada Pura Santian, yang berarti Pesantian, sejenis Pesantren di Jawa Timur. Dapat dibayangkan bahwa di Bedulu adalah pusat kebudayaan besar pernah hidup disana.

Wisata Thirtha

Di Bali banyak sekali obyek wisata yang berkaitan dengan air. Baik itu sungai, danau, maupun laut. Kita semua tahu bahwa bagaimana urgennya air bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Sampai sampai manusia menghabiskan banyak dana untuk menyelidiki air di bulan, di mars, dan planet lainnya. Dalam agama Hindu air ( tirtha) merupakan sarana upacara panca yadnya. Oleh karenanya dikenal budaya metirtha yatra, yakni melakukan perjalanan mengunjungi tempat suci untuk melakukan sembahyang, mohon air suci dan melaksanakan meditasi. Disebut juga Tirthacarya atau Tirthagamana atau Tirthagocara.

Tempat tempat untuk memperoleh air suci tersebut disebut Patirthan.

Petirthan yang merupakan obyek wsata unggulan di Bali kita mengenal Tirtha Gangga,

Tirtha Empul, dll. Bahkan tempat bertemunya dua atau lebih dipandang juga memiliki kesucian. Disamping keindahan. Tempat ini disebut Campuhan. Masih ingat Campuhan

Ubud dibawah Galeri lukisnya Antonio Blanco ?. Atau ingin tahu Dam Campuhan di Bedahulu, yang airnya tidak boleh dipakai mengairi sawah karena dikutuk akibat ulah raja raksasa Mayadenawa ?.

Obyek wisata di Bali kebanyakan berfungsi Pura

Obyek wisata di Bali kebanyakan berfungsi Pura ( Puram) baik sebagai tempat pemujaan Tuhan YME maupun leluhur yang telah berjasa ( pedharman). Seorang intelektual yang berjasa besar dalam meluruskan fungsi pura adalah Prof. Dr.

Suksmono dan Drs. Sudisman. Sebelum nya pura dianggap sebagai makam raja raja.

Kedua cendikiawan ahli purbakala tersebut lama menetap di desa Bedulu. Dalam prasasti Bali Kuno pura juga berarti rumah, kota bahkan pasar. Rumah Gajah Mada disebut Madakaripura. Keraton Dalem Samprangan disebut Linggarsapura. Dalem

Gelgel disebut Suwecapura,dstnya.

Pura merupakan replika dari gunung. Pembangunan pura di Bali sebagaimana kita kenal sekarang diintrodusir oleh Raja Marakata, adik Erlangga dengan Mpu Rajakerta yang menjabat sebagai Senopati Kuturan. Kemudian tradisi pura ini dilestarikan oleh Sri

Krsna Kepakisan di Bali. Bahkan semua tradisi Majapahit diberlakukan juga di Bali.

Disetiap pura selalu terdapat patung para dewa. Tak terkecuali diperempatan jalan

Bedulu terdapat patung Catur Muka. Dari arah Goa Gajah ketimur kearah Pura

Samuan Tiga, keutara kearah istana Tampak Siring, Gunung Kawi, Tirtha Empul,

Kintamani; keselatan kearah Pura Yeh Pulu. Ke barat kea rah Ubud.

Budaya Simbol

Pura, patung dan ornament lainnya adalah sebuah symbol symbol keagamaan. Dalam bahasa Sansekerta disebut Pratika, Pratima, Arca, dll

Bentuk dari simbolisasi tersebut antara lain dapat berupa:

1. Manusia dengan berbagai kelebihan dan kesaktiannya. Berkepala empat,

berkepala lima, bertangan empat, delapan, sepuluh, dua belas . Separo laki laki

dan separo perempuan, dst.

2. Berwujud binatang, seperti barong bangkung, barong ket, dll

3. Berwujud separo manusia dan separo binatang, seperti Ganesa; manusia

berkepala kuda, singa, dll

4. Berbentuk manusia berkepala tumbuh tumbuhan, seperti pohon Soma,kurang

dikenal di Bali.

5. Berbentuk benda atau huruf huruf tertentu. Seperti matahari, cakra, bulan,

banten, ongkara,dstnya.

Bahan dasar dari pembuatan symbol tersebut bermacam macam. Ada batu, kayu, logam, tanah liat, cat, pasir, permata,dst. Sepanjang benda symbol tersebut belum di plaspas, dipasupati, di prayascita, diabhiseka, benda symbol tersebut belum diyakini suci. Oleh karenanya benda tersebut dipandang sebagai benda seni hasil kebudayaan berdasarkan kreasi seni para sangging ( para citrakara).

Budaya symbol tidak hanya milik orang Hindudi Bali. Bayipun memakai simbul tangisan bila, haus, lapar, sakit, dst. Bangsa beradabpun punya symbol berupa lagu kebangsaan, bendera, dst. Bendera kebangsaan hanyalah selembar kain dengan warna tertentu, tapi bila diperlakukan tak susila, bisa menjadi delik pidana ( high crime). Yang jelas memaknai suatu symbol sangatlah cultural dan subyektif. Apalagi dikaitkan dengan kesakralan dan keprofanan suatu benda hasil cipta, rasa karya manusia yang terus berevolusi dalam hidup berkebudayaannya. Berbahagialah wisatawan ke Bali masih dapat menyaksikan suatu perkembangan peradaban dari animisme, dinamisme, politeisme sampai monoteisme. Bahkan bukti sejarah budaya totem, mana, tabo masih tersisa dalam prilaku masyarakat.

D.MITHOS MAYADENAWA SARAT POLITASI SANG PEMENANG

Di Bedahulu bertahta seorang raja Raksasa bernama Mayadanawa. Raja ini sangat bengis kepada rakyatnya. Bagi rakyat yang berani menolak perintahnya, maka hukuman badan atau cabut nyawa takan luput darinya. Akibat dari kesewenang wenangan Mayadanawa, rakyat dicekam rasa takut, rakyat tidak ada gairah kerja.

Dampaknya rakyat kelaparan, akhirnya menderita penyakit.

Dalam situasi ini kemudian ada seorang pendeta bernama Mpu Kulputih tak henti hentinya berdoa mohon perlindungan Tuhan agar rakyat diselamatkan dari bencana kelaparan dan penyakit menular. Akhirnya Dewa Indra mengirim bala bantuan beberapa pasukan untuk menyerang Mayadanawa. Pasukan yang melakukan penyerangan dari kiri dbawah komando Jayantaka Dari sebelah kanan dipimpin Pasukan Citrasena dan Citrangada, sedang dari tengah oleh pasukan Indra sendiri. Di

back up oleh pasukan cadangan dibawah pimpinan Gandarwa.

Melarikan diri

Pada waktu penyerangan dilakukan secara mendadak ( blitz krigh) Mayadanawa dalam

keadaan tidak siap. Pada penyerangan tersebut Mayadanawa bersama Maha Patih

Kala Wong, melarikan diri. Mayadanawa dan Kala Wong , tidak berhasil ditangkap

oleh Pasukan indra dikarenakan hari sudah larut malam.Malam malam buta

Mayadanawa bereaksi cepat seperti Kelompok Dr. Azahari dibantu Nurdin MTop dan

Imam Samudera menyebarkan racun kepada pasukan Indra yang sedang tidur lelap di

tenda.Atas kesigapan Pasukan Indra ibarat Detsus 88 anti teror mengejar Mayadanawa

kesegala penjuru angin. Dengan segala tipu dayanya Mayadanawa melakukan

penyamaran. Mayadanawa lolos dari kejaran, bahkan di dekat Batu ia hampir

ketangkap.Sambil melarikan diri dari pengejaran Mayadanawa menumpahkan racun (

cetik) dimata air yang mengalir di sungai . Pasukan Indra melakukan antisipasi dengan

memohon antiracun kepada Tuhan yang disebut “Tirtha Empul”.

Dipakai nama nama desa di Bali

Kesaktian Mayadanawa ini dilukiskan dalam mitologi yang berupa pemberian nama nama desa di Bali. Untuk menghilangkan jejak, Mayadanawa berjalan dengan telapak kaki dimiringkan ( desa Tampaksiring); aliran sungai yang dialiri racun tapi sudah dibersihkan oleh Betara Indra dengan keris sakti dikenal dengan Tukad ( sungai)

Pakerisan.Kemudian ia menjelma menjadi Burung Manuk Raya, desa tersebut desa Manukaya berada didekat istana Negara Tampaksiring. Mengubah diri lagi menjadi

Buah Timbul ( desa Timbul Sukawati), menyamar lagi menjadi Busung ( janur) disebut desa Belusung. Menjelma menjadi Susuh ( desa Panyusuhan) menjadi Bidadari disebut

Desa Kedewatan, yang terletak di dekat Ubud;

Terakhir ia menjelma menjadi patung batu di dekat Goa Gajah di desa Bedulu. Dewa

Indra yang mengetahui bahwa patung itu adalah siluman Mayadanawa, maka segera patung tersebut dimusnahkan. Tak lama kemudian patung jadi jadian tersebut berubah menjadi mayat Mayadanawa, yang menangis meraung raung minta pengampunan.

Betara Indra demi penyelamatan rakyat dari Teror Biadab Mayadanawa, maka mayat

Mayadanawa dibuang di sebuah sungai di dekat Goa Gajah yang disebut Sungai

Petanu.( Peta dan enu, yang berarti masih ada suara rintihan Mayadanawa).

Oleh betara Indra sungai Petanu dikutuk bahwa dalam jangka waktu 100 tahun air tersebut tidak boleh untuk irigasi. Apabila dipakai maka padi bila diketam akan mengeluarkan darah dan bau bangkai Mayadanawa. Rupanya kutukan tersebut sudah kedaluwarsa, sehingga saat ini di Desa Bedulu telah ada Dam (irigasi) Campuhan yang airnya untuk mengairi sawah.

Raja berkepala babi

Sebagian besar rakyat Bali waktu itu masih banyak menganut berbagai sekte agama nenek moyang. Animisme, dinamisme, dan belum beragama. Pertempuran antara Indra dan Mayadanawa dimenangkan oleh Indra. Legenda yang lain mengisahkan juga bahwa Raja Mayadenawa, tidak boleh dilihat wajahnya. Siapa yang berani menatap akan dihukum pancung. Ternyata Mayadanawa bermuka Babi berbadan manusia. Pengajaran pengetahuan dengan metodelogi mitos atau legenda dapat dipahami mengingat rakyat belum bisa baca tulis, belum bisa ngolah roso lan ratio. Dari kaca mata sejarah, tidak ada manusia berkepala babi. Yang ada hanyalah akal akalan raja

Bedahulu untuk menyembunyikan siapa identitas dirinya. Menurut I Wayan Badrika, pada waktu kerajaan Bedahulu diserang Gajah Mada, patih Kebo Iwa jadi tawanan perang. Perlawanan dilanjutkan oleh Pasung Grigis. Gajah Mada sebagai strateg ulung dengan segala macam cara ingin menghadap raja Bedahulu. Ia ingin membuktikan apakah benar raja Bedahulu berkepala babi?!. Ternyata pada waktu perjamuan, sambil menyantap sayur plecing kangkung, Gajah Mada sempat melirik wajah raja Bedahulu.

Lalu apa yang terjadi… ternyata raja Bedahulu yang dikeramatkan, dibilang angker, sadis, atheis, dst.nya adalah Ki Gajah Waktra alias Sri Gajah Wahana yang bergelar Sri

Astha Sura Rathna Bumi Banten yang hebat dalam ilmu ketata prajaan, sujud melakukan yadnya di pura Besakih. Dongeng tentang kehebatan atau ketidak hebatan seorang tokoh pujaan lebih banyak menciptakan kesalah pahaman ketimbang kesepahaman. Dongeng, cerita, sejarah, babad dan sejenisnya sering kali dipakai alat pembenaran sang pemenang dan alat menjelek jelekan sang pecundang. Legenda

Mayadenawa (dalam kitab kekawin Mayadanawataka) kemudian divisualisasikan sebagai penjor pada saat hari raya Galungan ( Hari Raya Kemenangan

Dharma).Himbauan memasang penjor di hidupkan lagi oleh Raja Sri Jaya Kesunu menjelang pemerintahannya di Bali. Pada waktu itu rakyat Bali terserang wabah penyakit mematikan dan menurut Sang Raja karena kita lupa sama leluhur. Rupanya mitos lain juga ada kaitannya dengan cerita Mayadanawa. Perlawanan Maya Danawa melawan penundukan Majapahit dicatat dalam kitab Usana Jawa. Dalam kitab usana Bali disebutkan bahwa Maya Denawa seorang Raja Raksasa sakti yang suka membuat kekacauan. Mayadenawa dikalahkan oleh Pasukan dewa Indra.

Bedahulu dijadikan DOM

Yang jelas kitab kitab tersebut ditulis pada era Majapahit II, sudah tentu diabdikan untuk keajegan kerajaan Majapahit. Termasuk kehebatan Gajah Mada dalam menaklukan kerajaan Bali hingga pusat kerajaan Bedahulu berpindah pindah, termasuk kerajaan dipindah ke Gelgel. Penyerangan dilakukan tahun Saka 1265 ( Slamet

Mulyana, 2005, 74) pada jaman Jayanegara sebagai raja Majapahit. Bala tentara

Majapahit dibawah pimpinan Gajah Mada dan Arya Damar setelah melalui perlawanan sengit akhirnya Kerajaan Bedahulu takluk. Maha Patih Bedahulu yang bernama Kebo

Waruga tewas.Pasung Rigih ( Pasung Grigis ?) menyatakan takluk, diampuni oleh

Gajah Mada. Sebagai bukti kesetiaan Pasung Rigih, ia diangkat menjadi panglima perang dalam menyerang Sumbawa. Dalam pertempuran tersebut Pasung Rigih tewas.( Purwadi, 2004).

Walaupun Bedahulu takluk, perlawanan oleh Orang Bali Mula selalu timbul tenggelam.

Oleh karenanya pemerintah pusat ( Majapahit) memandang perlu untuk menaruh pasukan seperti DOM di Aceh.Sebagaimana kita ketahui bahwa pada era kekuasaan

Majapahit, tidak dilakukan penyerangan langsung ke suatu daerah yang akan dijadikan daerah bagian. Selama daerah bagian taat bayar pajak upeti tahunan dan tidak melakukan pemberontakan kepada pemerintah pusat ( Majapahit) maka penguasa lokal adem ayem berkuasa di daerah. Rupanya aksioma politik berlaku disini. Kerajaan

Bedahulu yang kalah perang diletakkan pada posisi salah. Sedang Mojopahit yang menang dilekatkan pada posisi benar.Tentunya melalui legitimasi karya sastra para pujangga keraton yang mengabdi pada pusat kekuasaan Majapahit Sang Pemenang.

Three in One

Pada zaman Majapahit ( Rajasanagara) ada 3 macam kepercayaan yang diberi hak hidup. Siwa, Budha dan Brahma ( Tripaksa).Persaingan antara pendeta Budha dengan

Pendeta Siwa meninggi pada era pemerintahan Hayam Wuruk. Agama resmi kerajaan adalah Hindu Syiwa. Hal ini merupakan salah satu sebab mengapa penyebaran agama

Budha kearah barat dihambat. Pemberian kesempatan kepada pendeta Budha melakukan perjalanan suci kearah timur, termasuk Bali meninggalkan juga warisan kebudayaan yang bercorak agama Budha. Di Bali banyak diketemukan patung Budha bercampur dengan patung pemujaan Siwa.( Slamet Mulyana, 2005). Bahkan sering disebut agama Siwa Budha.Konfigurasi politik antara tiga blok yang saling bertentangan dalam persfektif kerukunan intern beragama dan berkepercayaan ini terrefleksi juga di

Bali, walau kemudian dapat mencapai consensus dengan diwujudkannya sebuah pembangunan pura Samuan Tiga. Mpu Kuturan sebagai pengarah sidang ( sterring commite) sekaligus sebagai Dewan Penasehat raja yang terdiri dari dua kamar ( bicameral system) yakni faksi hindu siwa dan faksi budha Mahayana. Kesepakatan yang dicapai adalah pembangunan sebuah pura sebagai symbol kesepakatan tiga unsur yang sedang berkonflik. Tempat yang dipilih adalah di Bedahulu, berasal dari kata Weda dan Hulu. Sejak saat itu Weda ( Tri Murti) harus didahulukan. Pura tersebut bernama Pura Samuan Tiga.

E. GOA GAJAH PENINGGALAN BUDAYA PRASEJARAH

Saking banyaknya obyek wisata di Bali seringkali kita kehabisan waktu dan uang untuk mengunjungi semuanya. Goa Gajah sering tertukar dengan Goa Lawah. . Goa Gajah ditemukan oleh Tim penggalian peninggalan purbakala yang dipimpin oleh Dr.

Krijgsman pada tahun 1954. Orang lokal lebih akrab dengan panggilan Tuan Krisman.

Tadinya tempat ini ditimbuni tanah, bahkan diatasnya terdapat gapura yang dikelilingi persawahan penduduk.Dari namanya, kita membayangkan akan ketemu dengan sekawanan gajah yang hidup di goa, sama dengan obyek wisata goa lawah yang banyak kelelawarnya. atau Sangeh yang banyak monyet. Padahal dalam kenyataannya tak seekor gajahpun hidup di goa gajah. Nama ini diberikan karena di dalam goa terdapat patung Ganesya. Orang Bali menyebut dengan nama Betara Gana.

Manusia berkepala gajah

Ganesya adalah anak Siwa manifestasi Tuhan sebagai dewa ilmu pengetahuan dan pemusnah rintangan. Ibu ganesya adalah Durga. Siwa dan Durga dilukiskan bertangan banyak ( 8, 10, 12) masing masing tangan memegang senjata. Durga mengendarai lembu. Siwa dibuat menakutkan berserakan tengkorak, bersenjatakan gada. Ornamen

Siwa tergantung fungsinya. Bila sebagai Maha guru ia berkumis panjang berjanggut runcing.

Sebagai Bhairawa tangannya memegang pisau belati dan sebagai Mahakala dibuat lebih seram lagi. Tentang kelahiran Ganapati ini ada beberapa versi. Ada yang menceriterakan bahwa ganesa adalah pria yang memiliki ke tampanan sempurna. Parwati cemburu, sampai sampai ia mengutuk Ganesa menjadi pria berperut buncit ( lambodara), berkepala gajah ( kitab varaha purana). Dalam kitab Suprabhedagama diceritakan bahwa pada saat Siwa dan pratiwi sedang bersantai, mereka melihat sepasang gajah jantan betina sedang bersenggama.Siwa dan Pratiwi menjelma menjadi sepasang gajah yang kasmaran, melakukan senggama, akhirnya lahirlah ganesa. Yang jelas versi kitab Matya Purana, Skanda Purana, dan kitab lainnya berbeda versi. Ganesa taringnya patah akibat kesalah pahaman yang berlanjut dengan perkelahian dengan Parasura, yang hendak menghadap Siwa. Warna taringnya merah sehingga ia disebut Raktatunda. Disebut juga Gajahwaktra. Ganapati berarti pemimpin para gajah. Ekadanta, bertaring satu. Lambodara berperut buncit. Belalainya bila menjulur kekiri disebut itampiri, bila kekanan disebut walampiri. Semua itu hanyalah simbolisasi. ( Titib, I Made: 2001). Dikalangan penduduk ada yang percaya bahwa

Goa Gajah dibuat oleh Kebo Iwa dengan menggunakan kukunya, tidak menggunakan pahat sebagaimana layaknya. Si pembuat legenda sangat logis karena pahat besi belum dikenal pada waktu itu (Nonliterate Societas). Mitos ( myth) tentang kehebatan seorang pemimpin kharismatik melalui cerita yang diterima secara turun temurun, baik berupa konsep, system kepercayaan, tentang keadaan masyarakat pada sikon tertentu merupakan fenomena universal. Banyak tokoh legenda memakai nama nama binatang

(gajah, lembu, kebo,dll) sebagai personifikasi atau representasi imajinasi dalam bentuk yang terindrakan.

Enam patung Dewi

Didepan mulut goa terdapat permandian dengan enam patung dewi yang memuncratkan air dari pusarnya. Dibawahnya terdapat permandian umum sebagai jalan pintas menuju sungai Petanu yang angker. Menurut legenda di sungai inilah Raja

Mayadenawa yang atheis dibunuh Pasukan Indra. Di tempat ini banyak diketemukan arca arca Budha, tetapi tempat ini sekarang dijadikan sebuah pura pemujaan bagi penganut Agama Hindu. Ditemukannya patung Budha dan Dewa Hindu di sekitar Goa

Gajah sangat beralasan, karena Kerajaan Bedahulu pada waktu diserang Gajah Mada,

Majapahit memberikan hak hidup kepada tiga system kepercayaan ( Siwa, Budha dan

Brahma); disebut Tripaksa. Agama Hindu dan Budha diperbolehkan untuk menyebarkan pengaruh kearah timur kerajaan Majapahit termasuk ke Bali ( Slamet

Mulyana, 2005 ).

F. KEBO IWA MAHAPATIH YANG MEMILIH TIDAK KAWIN

Bila anda melakukan perjalanan wisata dari Denpasar atau Nusa Dua atau Sanur menuju Ubud, Goa Gajah, Tampaksiring, Kintamani; maka sekitar 3 kilometer dari

Pasar Seni Sukawati, disebuah perempatan jalan didesa Sakah terdapat sebuah patung bayi berukuran besar terbuat dari batu padas, maka patung tersebut adalah

Patung Brahma Rare. Melihat patung tersebut asosiasi kita terbawa ke Kebo Teruna atau Kebo Iwa. Disebut Kebo Teruna karena Patih maha sakti tersebut tidakkawin.

Cerita ini dituturkan secara turun temurun melalui cerita pengantar tidur berdasarkan

Babad. Babad tidak dapat dibuktikan kebenaran historisnya seratus prosen. Sejarah tulis berdasarkan dokumen yang dibuat raja dan cerita lisan yang dialami sama sama ada bias, dan subyektifitas. Pendek kata Babad setengah sejarahlah.

Trah Singhosari Di Wilayah kekuasaan Kerajaan Singosari Mpu Withadharma mempunyai dua orang anak, yakni Mpu Wiradharma dan Mpu Dwijendra, dan seterusnya hingga Mpu

Gandring dan Mpu Saguna. Dan seterusnya hingga adik Mpu Withadharma kawin di

Bali melahirkan putra yang bernama Ki Pasung Gerigis dan Jayakaton.

Pendek cerita Ki Pasung Gerigis dinobatkan sebagai raja di Bali pada tahun 1324 M atau 1246 saka dengan Gelar Sri Gajah Waktra alias Sri Gajah Wahana.

Kehebatannya dalam pemerintahan dan kesujudannya melakukan yadnya di Pura

Besakih menyebabkan ia diberi julukan Sri Astha Sura Ratna Bumi Banten. Adiknya

Jayakaton tahun 907 M atau 829 Sakka dinobatkan sebagai Maha Patih di Belahbatuh.

Jayakaton mempunyai cucu bernama Narotama. Narotama pulang ke Jawa Timur ( daha) diajak Airlangga.Sedang saudaranya Narotama yang tinggal di Bali bernama

Arya Rigis. Arya Rigis tinggal di Belahbatu dengan putra tunggalnya bernama Arya

Kedi. Arya Kedi mempunyai anak kembar Buncing ( laki perempuan) yang laki diberi nama Arya Karang Buncing dan yang perempuan tidak diberi nama, sebab menurut tradisi waktu itu harus dikawinkan.Perkawinan anak kembar ini tidak membuahkan keturunan. ( Jro Mangku Gde Ketut Soebandi,Babad warga Brahmana, Pandita sakti wawu rawuh, 2002: 11).

Medewa Sraya

Akhirnya Arya Karang Buncing memohon anak di Pura Pasek Gaduh Belahbatuh.

Permohonan anak ini dikenal dengan “ Medewa Sraya”.Tak berselang lama permohonan mereka dikabulkan, maka lahirlah anak yang diberi nama Kebo Waruga.

Kembali menurut legenda masyarakat Bali, sejak lahir Kebo Waruga tumbuh sangat pesat dan makan sangat banyak. Kedua orang tuanya kewalahan memasakannya. Meskipun demikian rakyat Bali sangat hormat karena ia selalu melindungi yang lemah, yang terpinggirkan dan termarginalisasikan. Kehebatan dan kesaktian Kebo Waruga didengar oleh Raja Sri Gajah Waktra, maka Kebo Waruga dipanggil, ditest and profer kemudian diangkat menjadi Patih bergelar Ki Kebo Iwa alias Ki Kebo Taruna, karena ia tidak kawin ( Sukla Brahmacarya).

Misteri Kematian

Ketenaran Raja Sri Gajah Waktra dan kesaktian Ki Kebo Iwa terdengar oleh Majapahit.

Maka dengan maksud tidak boleh ada kekuasaan tandingan, tidak boleh ada matahari kembar, maka Majapahit menyerang Bali. Berdasarkan mithos, Kemenangan Majapahit atas Bedahulu , Ki Kebo Iwa dijadikan tawanan perang. Berbagai cara dilakukan untuk menyiksa Ki Kebo Iwa tak berhasil. Gajah Mada berang, akhirnya Kebo Iwa disuruh menggali Sumur. Pada saat Kebo Iwa berada dalam sumur, maka dari atas dilakukan penimbunan sumur dengan kapur. Atas kelicikan antek antek Majapahit itulah kemudian

Kebo Iwa meninggal oleh tipu daya licik. Versi lain menyebutkan bahwa Kebo Iwa justru meninggal di Majapahit dalam status tawanan perang ( Badrika, 2004). Versi lainnya lagi Kebo Iwa Waruga alias Kebo Iwa meninggal dalam peperangan melawan Gajah

Mada yang di back up Arya Damar. Raja Bedahulu Pasung Rigih, menyerah, diampuni kemudian ditugaskan untuk memimpin penyerangan ke Sumbawa. Dalam pertempuran di Sumbawa Pasung rigih tewas.( Purwadi, 2004). Sekembalinya Gajah Mada dan Arya

Damar selama 14 hari perjalanan darat, mereka melaporkan keberhasilan menghancurkan kerajaan Bedahulu. Raja Hayam Wuruk yang bernama Raden Tetep waktu sebelum di Abhiseka, berang. Hayam Wuruk alias Sri Raja Sanagara alias Sang

Hyang Wekasing Suka ( Slamet Mulyana, p.255) melarang dilakukan pembunuhan terhadap Pasung Giri. Tapi apa yang terjadi?, Arya Damar sangat emosional melihat perlawanan raja Bedahulu terlalu gigih, banyak korban dipihak Majapahit. Akhirnya dengan kesurupan ia bunuh Pasung Giri. Setelah Bedahulu jatuh ke tangan Majapahit, maka Gajah Mada dan Arya Damar kembali ke Majapahit dengan menempuh perjalanan darat selama 14 hari. Secara formal sejak saat itu Kerajaan Bedahulu menjadi bagian dari kerajaan Majapahit. Tetapi dalam realitanya perlawanan sporadis masih dilakukan oleh orang Bali Age. Atas tidak terciptanya stabilitas di kerajaan

Bedahulu, maka sebagian pasukan Majapahit ditinggal di Bedahulu, menjadi penguasa local disana ( Purwadi, 2004 : 114).Sayang Kebo Iwa tidak punya keturunan, karena ia tidak kawin. Makanya bagi yang belum dikaruniai keturunan padahal sudah memeriksakan diri ke dokter kandungan ternama, maka tak ada salahnya memohon momongan kepada Tuhan melalui Pura Gaduh di Belahbatuh, Gianyar, Bali. Kira kira tiga kilo meter dari Patung Kebo Iwa di perempatan Desa Sakah belok kekanan kearah

Gianyar. Kalau lurus, kita menuju Goa Gajah, Bedahulu.

Multi tafsir

Menyangkut penilaian terhadap Kebo Iwa ada beberapa sikap. Pertama Kebo Iwa seorang arsitek handal dan seorang pakar pertanian yang berdedikasi pada petani kecil, buruh tani yang dimarginalisasikan oleh sistem feodalisme kolot. Kedua Kebo Iwa seorang Mahapatih yang taat beragama . Ketiga, Kebo Iwa seorang humanis.

Keempat, Kebo Iwa seorang kanibal, suka makan daging manusia. Kelima Kebo Iwa seorang " warga biasa yang sangat bodoh".Muhammad Jaruki dalam bukunya yang berjudul " Legenda Tempat Wisata Nusantara" halaman 97 memilih pendapat yang terakhir.

Dalam era demokratisasi dewasa ini berpendapat dan berbeda pendapat adalah bagian

sah dari demokrasi itu sendiri. Tetapi demokrasi juga mengenal etika. Dalam berbeda

pendapat hendaknya secara santun, tidak menyakiti perasaan sebagian masyarakat

yang menghormati kebesaran jiwa Kebo Iwa. Selanjutnya terserah anda. Kalau rocker

juga manusia, maka Kebo Iwa juga manusia yang mempunyai jasa bagi masyarakat

Bali yang sangat menghormati pluralitas sebagai mana tercantum dalam semboyan

bhinneka tunggal ika( unity indivercity).

G. BESAKIH PURAKEBAHAGIAAN DAN KESELAMATAN DUNIA

Bila kita berdharma wisata ke Bali maka kebanyakan obyek wisata berupa Pura. Tak

berlebihan kalau ada yang mengatakan Bali sebagai Pulau Seribu Pura. Sebagai

tempat pemujaan Pura Besakih sudah dikenal sejak jaman pra sejarah Bali. Di sini

pernah dilaksanakan upacara seratus tahunan ( Eka Dasa rudra) dan upacara sepuluh

tahunan ( Pancawalikrama). Pura ini dipandang sebagai pusat ( madyaning bhuwana).

Bila anda start dari Denpasar maka anda harus melewati Kabupaten Gianyar dan

Kelungkunng untuk menuju ke Pura Besakih yang terletak diwilayah Kabupaten

Karangasem.Pura Besakih ini erat kaitannya dengan Kedatangan Para Mpu/ Rsi dari

Jawa Timur seperti Rsi Markandeya, Rsi Kuturan dan Mpu Beradah. Rsi Markendyalah

orang pertama yang menanam pancadatu demi keselamatan umat hindu pada awal pembinaan umat hindu di Bali. Mpu Kuturan sebagai peletak dasar Sad Khayangan di

Bali . Pura Besakih juga terkait erat dengan peranan para raja Bali dari dinasti

Warmadewa, seperti antara lain: Sri Wira Dalem Ksari Warmadewa, dll; termasuk dengan Kerajaan Bedahulu. Saking banyaknya nilai sejarah dan kebudayaan yang tersimpan di Pura Besakih, maka banyak cendekiawan Mancanegara menulis disertasi tentang Pura Besakih. Kita sangat kenal Dr.R Goris, DJ Stuart Fok, dll. Terlepas dari kontroversi bahwa Pura ini merupakan Pura keluarga raja atau pura pemujaan untuk umum, hal tersebut tidak perlu dipertentangkan. Yang penting tempat suci tersebut berfungsi sebagai tempat pemujaan Tuhan sejak jaman Raja Sri Kesari ( 913 M), Anak

Wungsu, Udayana Warmadewa, Dinasti / Silsilah Samprangan, Gelgel, Kelungkung dan hingga saat ini.

Beda dengan Pura yang lain

Menurut Cudamani ( 1998) Besakih memiliki beberapa keunikan yang tidak anda dapatkan pada obyek wisata Pura lain di Bali.Pertama dari segi tata letak, menghadap kearah Barat Daya. Sebagaimana umumnya pura di Bali menghadap ke barat atau kearah laut (selatan). Kedua, dari segi arsitektur, pura Besakih terdiri dari dua bagian besar, Sor Ambal ambal ( bawah) dan Luwur Ambal ambal ( atas). Padahal pada umumnya struktur pura di Bali dibagi menjadi 3 bagian ( Bhur, Bwah dan Swah). Lebih khusus lagi bagian atas Padmasana yang ada di Besakih terbuka, tidak beratap. Pura

Besakih terdiri dari 86 gugus pura, 18 pura umum, 4 pura catur lawa, 11 pedarman, 6 pura non pedharman, 29 pura Dadia, 17 terkait dengan dadia dan 11 pura lainnya.

Kompleks pura Besakih tidak dibangun sekali jadi; tetapi secara bertahap. Dalam

Babad Gunung Agung disebutkan bahwa Pura Besakih yang terletak di kaki Gunung Agung berkali kali terkena gempa hebat. Tahun 89 Masehi ( Rudhira Bumi); tahun 92

Masehi; tahun 148 Masehi; dan 189 M ( 111 Saka). Pada tanggal: 21 Januari 1917 jam

6.30 gempa hebat memporak porandakan lagi Pura Besakih. Pemugarannya dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan biaya sekitar 100.000 gulden.

Sumber dananya dari raja Bali, warga Bali dan pemerintahan Hindia Belanda. Bahkan

Ratu Wilhelmina menyumbang 1000 gulden. Pembangunan Pura Besakih berlanjut terus ke jaman era Negara Indonesia Timur ( NTT), Bagian dari Sunda Kecil, terbentuknya Bali sebagai Daerah Provinsi tahun 1963, hingga pengalihan tanggung jawab pengelolaan dari pemda Bali kepada Parisadha. Yang perlu dicatat adalah peran

Gubernur Suteja, Sukarmen dan Prof.Mantra sangatlah besar.Pura atauPuram di India atau Candi di Jawa atau Kahayangan di Bali adalah sarana keagamaan yang bersifat simbolik dari alam semesta. Lambang kosmos, bhur ( jaba / sisi luar), bwah ( sisi tengah) dan swah ( jeroan). Secara dikotomis Pura mempunyai dua fungsi. Pertama sebagai tempat pemujaan Dewa Pitara ( Roh) yang telah disucikan secara spiritual dan

Kedua sebagai tempat Dewa Pratista, tempat pemujaan Dewa Dewa tertentu sebagai manifestasi Tuhan YME. Keberadaan Pura Besakih, yang berarti Rahayu terkait dengan Pura Batur di Bangli. Pura Besakih dipandang sebagai Purusa dan Pura Batur sebagai Predana. Dalam lontar Usana Bali, diceritakan berdasarkan legenda bahwa

Sang Hyang Pasupati terbang ke India ( Jmbu Dwipa) mengambil puncak gunung

Mahameru, kemudian memindahkannya ke Bali. Yang disebelah kanan menjadi

Gunung Agung ( Pura Besakih) dan yang disebelah kiri menjadi Gunung Batur ( Pura

Ulun danu). Legenda sejenis banyak juga dikenal di Jawa.

Etika masuk tempat suci Mengingat tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan informasi tentang obyek wisata,

terutama Pura, maka setiap kita mengunjungi pura hendaknya fikiran kita selalu bersih.

Segala macam nafsu angkara murka hendaknya dikendalikan. Simbolisasi dari

terikatnya nafsu angkara murka tersebut biasanya berupa Seutas kain yang diikatkan

dipinggang. Kepada wisatawan yang memasuki suatu Pura diharuskan memakai “

"Senteng": atau selendang yang diikatkan di pinggang. Bagi wisatawan wanita yang

sedang datang bulan, haid, tidak diperkenankan memasuki areal pura untuk menjaga

kesucian obyek wisata yang berfungsi juga sebagai tempat persembahyangan bagi

umat Hindu di Bali.

Dalam masyarakat Bali larangan bagi wanita haid disebut “Cuntaka”atau Kesebelan.

Juga kepada siapa saja yang memasuki tempat ibadah dituntut untuk berbicara sopan ,

bertingkah laku santun dan bahkan berfikir positif. Sikap saling menghormati

merupakan ciri budaya Indonesia yang manunggal dalam kebhinnekaan. Bagi

wisatawan spiritual, kami sarankan untuk mengunjungi Pura Sad Kahyangan (Pura Sad

Winayaka), untuk mewujudkan enam unsur kesejahteraan. Adapun ke enam pura

tersebut adalah: Pura Besakih, Pura Lempuyang Luhur, Pura Goa Lawah, Pura Ulu

watu, Pura Batukaru, dan Pura Pusering Jagat. Pura Besakih disebut Pura Purusa,

tempat memohon kebahagiaan dan Pura Batur disebut Pura Predana, tempat

memohon kemakmuran. Hindu tidak sekedar dipakai peneguh keyakinan dalam hidup

berkepercayaan tapi juga berfungsi sebagai alat pengatur prilaku masyarakat yang

dilestarikan dengan berbagai macam ritual keagamaan. Agama Hindu dapat eksis di

Bali karena ritualitas yang berkesinambungan. Persembahan dan pemujaan kepada

yang gaib tidak hanya berfungsi sebagai sarana bhakti kepada Sang Pencipta tapi juga suatu kewajiban untuk memperkuat solidaritas social kemasyarakatan. Selamat

berwisata spiritual di Bali

BAB III

STRATEGI DAN KENDALA PEMASARAN

OBYEK WISATA BEDULU

Setiap desa di Bali terdapat pasar tradisional ( Peken ) tempat menjual berbagai jajanan pasar produksi rumahan,seperti kelepon, laklak, bubur sumsum, batun tuki, sumping , jaja lepet bugis, godoh, bantal, dll.

Semua produk kuliner kampoeng tersebut rasanya enak hargapun murah. Hebatnya lagi kue yang sama dikemas baik, dipajang di restaurant hotel harganya naik seribu prosen. Dengan kata lain saya ingin mengatakan bahwa barang yang sama bila dikemas dengan apik, dipajang dalam display yang indah , dipromosikan, ditata boga sesuai standar culinary internasinal , dikontrol qualitynya, dst, keuntungan akan meningkat berlibat ganda. Paralel dengan cerita diatas, obyek wisatapun bila diperlakukan sama dengan jajan “ produksi kampoeng” tersebut akan menghasilkan profit yang lumayan besar.

Potensi pariwisata Bedahulu

Semua orang tahu bahwa Bedulu (Bali) mempunyai segudang potensi kepariwisataan.

Baik budaya, alam maupun manusia. Tetapi kenapa nasibnya seperti segara yang menjadi sahara ( gurun pasir) yang tandus?. Banyak fosil budaya tertimbun dibumi

Bedulu, tapi tak setetes petro dolar yang dapat mensejahterakan penduduknya.

Ternyata potensi dan warisan sejarah serta budaya yang adhi luhung, tidak cukup mampu mendatangkan wisata ke desa Bedulu. Ada apa dengan Bedulu yang sudah kesohor keseantero jagat?. Tulisan sumir ini akan mencoba menginformasikan potensi yang dimiliki dan mencari penyebab dari ketidak mampuan Bedulu menarik wisatawan tinggal lebih lama di Bedulu.Desa Bedulu memiliki obyek wisata begitu bejibun. Ada

Goa Gajah, Pura Samuan Tiga, Sungai Petanu, Tukad Pekerisan yang berpanorama indah.. Hampir setiap hari wisatawan singgah sebentar di Goa Gajah, kemudian meneruskan perjalanan wisata ke tempat lain, seperti Pura Penataran sasih di Pejeng,

Istana Tampaksiring, Gunung Kawi, Kintamani, Danau Batur dan seterusnya.

Salah satu sebab dari sekian sebab adalah kurangnya pemahaman akan motif orang berwisata. Pada umumnya para wisatawan hanya datang sekali ke Goa Gajah tanpa ingin mengulangi lagi.Siapa yang sampai beratus ratus kali ingin melihat Goa Gajah yang tanpa gajah itu?. Kalau ingin memutar memori cukup melihat fotonya. Belum ada usaha dan upaya untuk “menahan” wisatawan agar tinggal lebih lama di desa Bedulu.

Bagi wisatawan ( plesure) datang sekali saja ke Bedulu sudah cukup. Lebih baik ia mengunjungi obyek wisata lainnya. Padahal bila dikembangkan sebenarnya Bedulu memiliki potensi untuk menahan (catcher tourism) agar wisatawan betah tinggal lebih lama di Bedulu.

Motivasi wisatawan datang ke Bedahulu

Bila dikelompokan maka motivasi wisatawan datang adalah sebagai berikut:

Pertama, Tempat untuk bersenang senang,( happy hapy), bertamasya, dan mencari

suasana baru keluar dari rutinitas.Ada pemandangan alam, Sungai Petanu dan Sungai

Pekerisan yang indah.Kedua, untuk rekreasi. Banyak even wisata yang tidak dimiliki

daerah lain. Seperti Odalan Samuan Tiga yang berlangsung sebelas hari, didatangi

orang seluruh Bali, ada pesta perang janur ( mesiyat sampean), ada budaya” ngayah”,

ngambeng,dll.Ketiga, motif kebudayaan ( culture) di Bedulu terdapat Museum Gedong

Arca, Suaka peninggalan sejarah, ada sekehe tari Kecak, gong, angklung, pelukis,

pemahat, pengerajin gerabah, anyaman, dll. Wisatawan tidak akan sekedar menikmati

atraksi saja, tapi dapat mempelajari suasana kehidupan desa agraris yang kental.

Keempat bagi wisatawan yang bermotif olahraga, di Bedulu banyak tersedia sarana

olah raga, joging treck, jalan jalan di persawahan, di pedesaan, di pasar, dll.Ke lima,

wisatawan bisnis juga dapat melakukan bisnis nasional di Bedulu. Ada pengerajin

bingkai lukisan ( frame), pemahat patung, pelukis, dll. sarana telekomunikasi seperti

Warnet, Wartel, juga tersedia.Keenam, untuk wisata konvensi di Bedulu telah ada

gedung pertemuan ( oven stage) Sabha Wisata Samuan Tiga yang dapat dipakai

berseminar, loka karya, work shop, dll.Ketujuh bagi wisatawan spriritual, Pura Samuan

Tiga sudah terkenal bagi orang yang suka bermeditasi, memohon anak, bahkan Pura

Gentawas dipercaya memiliki aura spiritualitas tinggi. Melakukan kunjungan secara interpersonal, sudah biasa dilakukan, baik orang asing maupun domestik. Kita tahu bahwa banyak mantan pejabat pernah bertugas dan bertempat tinggal di Bedulu, seperti Tuan Krijgstman ( Tuan Krisman) yang menggali

Goa Gajah, Keluarga Prof. Suksmono, Suyono, Sudiman, Sukarto, Pak Cokro, dll sudah mentradisi berkunjung kedesa Bedulu. Orang Bedulu sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Kunjungan kesehatan juga banyak dilakukan. Tukad

Pande bagi orang hamil, Mata air ( Kelebutan) Beji dipercayai mempunyai kekuatan supra natural penyembuhan Motif sosial, sudah terlalu sering mahasiswa antropologis, pekerja, ilmuwan, datang berkunjung ke Bedulu. Jadi sesungguhnya segala macam motivasi wisatawan dapat terpuaskan melalui kegiatan berwisata di Desa Bedulu. Yang jelas punya barang bagus kalau tidak dikemas dengan bagus, orang tidak akan tertarik untuk membeli. Barang bagus kalau tidak mengerti tekhnik menjual maka barang dagangan tidak akan laku. Kuncinya adalah pemasaran.

Asset berharga pariwisata Bali

Setelah mengetahui apa yang menjadi motive wisatawan datang, ada baiknya menelusuri apa kelebihan atau modal atau asset yang dimiliki oleh Desa Bedulu sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) .Pertama Bedulu memiliki panorama alam yang indah, asri dan asli belum dirusak industralisasi.Kedua, kekayaan budayanya bervariasi, tidak hanya pematung, tapi juga berbagai kegiatan berkesenian ada disana.Tidak hanya Act tapi juga Artefact, Tingkah laku dan hasil karya manusianya merupakan modal utama pariwisata.Ketiga, asset manusia Bedulu cukup berpengalaman bekerja di dunia kepariwisataan ( Hotel, Restaurant). Tahun 70an sudah ada restaurant internasional ( Puri Suling). Tahun 60an Sekehe Gong Ganda Manik sudah pernah pentas di Cekoslovakia, Eropa timur lainnya. Sampai saat ini sudah ada Home Stay,

Pension, Villa, dan Hotel di Bedulu. Juga Restauran Internasional ( Talisman, Rina, dll).

Strategi dan kendala pemasaran

Yang dijual di Bedulu adalah hospitality, keramah tamahan, bukan 4 S ( sex, sun, sand dan sea). Bukan juga 3 B ( Bronzer ( berjemur sampai kulit coklat); Bouver( minum anggur sampai mabuk); bukan pula Baizer (memeluk perempuan cantik eksotis sexy). Pertanyaan selanjutnya kenapa pariwisata Bedulu jalan ditempat?.

Kalah dengan Ubud, Peliatan, Teges, dalam hal hal tertentu mungkin dengan Desa

Tengkulak?. Salah satu jawabannya adalah karena para pengelola pariwisata Bedulu belum menyadari bahwa Pariwisata itu adalah persoalan bisnis ( industri). Dalam bisnis strategi pemasaran sangatlah menentukan lakunya suatu produk. Disamping faktor produksi, distribusi dan pola konsumsi wisatawan tidak boleh disepelekan. Dalam bisnis, persaingan merupakan suatu mekanisme penseleksian alamiah melalui pranata

“ pasar” bebas. Pemasaran yang baik harus sesuai dengan segmen/ pangsa pasar.

Dalam pemasaran maka penelitian pasar harus diutamakan. Berbagai cara dilakukan agar wisatawan mau datang ke Bedulu, dan membelanjakan uangnya sebanyak mungkin.Tidak ada gunanya Bedulu mempunyai produk bagus, tetapi tidak mampu memasarkan. Oleh karenanya produk harus selalu di perbaharui, dicari inovasi baru agar menarik; barang juga harus tersedia. Apa gunanya pemasarkan produk kalau ada permintaan lalu barang tak ada di pasar?. Yang tak kalah pentingnya adalah harga harus bersaing. Produk mahal tidak disukai pembeli.Produk juga punya umur tertentu.

Oleh karena nya design produk penting. Dulu Patung Pohon Pisang meledak di pasaran, tapi sekarang, so what gitu loh. Kalau produksi, Konsumsi sudah diperhatikan, maka masalah distribusi jangan sampai terlupakan. Evailibility, barang harus setiap saat diperlukan ada di pasar.Dalam dunia pemasaran pariwisata meliputi: distribusi angkutan wisata, distribusi akomodasi dan distribusi atraksi. Tidak semua produk pariwisata dapat dikirim ketempat konsumen. Tetapi paling tidak yang akan didistribusikan adalah

Tourist image, citra. Kebudayaan, artefact dan act adalah citra baiknya.Citra sesuai permintaan. Ada yang bersifat phisik ( makanan, patung) dan ada juga yang psikologis ( kepuasan, kenangan).Yang juga tak kalah urgensinya dalam strategi pemasaran produk pariwisata adalah: Promosi, Publikasi dan Publik relationship. Semua itu untuk memenangkan persaingan usaha yang kadang kadang un fair trade.Sikap pragmatisme para Saudagar dilukiskan sbb:Tidak perduli apakah Kucing itu berwarna hitam atau putih, yang penting mampu menangkap tikus. Siapa yang tak kenal Maestro Pelukis

Dunia, Gusti Nyoman Lempad?. Beliau lahir dan besar di Bedulu. Siapa Tak kenal Gusti

Panji Tisna, sastrawan Bali ?. penulis novel “I Suasta setahun di Bedahulu “. Siapa yang tak kenal Hans Snell Pelukis berdarah Belanda yang menetap di Ubud?. Beliau beristrikan orang Bedulu. Siapa yang tak kenal Dullah pelukis yang karyanya di koleksi

Bung Karno?. Beliau sebelum meninggal lama tinggal di Bedulu sambil membuka

Sanggar Pejeng.Ida Bagus Nadera juga berasal dari Bedulu. Budayawan Bali I Made

Taro lama berdomisili di desa ini.Siapa tak kenal I Wayan Limbak?. Beliau adalah arsitek Tari Kecak. Siapa yang tak kenal Ni Ciglek?. Beliau adalah Penari legong keraton “ Lasem” dari desa Bedulu.Bahkan kalau orang terkagum kagum pada Patung

Catur Muka yang berada di pusat kota Denpasar, maka aslinya ada di perempatan

Bedulu. Yang di Denpasar hanyalah copynya.Patung dewa berkepala empat dan bertangan empat yang setiap tangannya memegang senjata aksamala dan camara mengendarai angsa adalah dewa Brahma. Istri Brahma adalah Saraswati perlambang

dewi keindahan dan kesenian. Begitu banyaknya seniman top tinggal di Desa Bedulu,

sudah pasti Bedulu memiliki kelebihan dari desa lainnya. Tapi kenapa tidak banyak

Seniman generasi berikutnya yang lahir?. Sebenarnya ada juga pelukis Bedulu yang

berprestasi, seperti Gusti Putu Karang Rangkus, Gusti Ketut Kusir, dll tapi kurangnya

sarana promosi menyebabkan beliau kurang dikenal masyarakat / kolektor seni. Pada

umumnya banyak pengusaha art shop, kolektor, museum menyimpan karya beliau tapi terbatas pada barang dagangan. Tak ada keinginan para kolektor lukisan untuk memperkenalkan pelukis kepada pencinta seni. Karya dan profile pelukis jarang yang dipublikasikan atau diresensi di media masa alias kurang dipromosikan. Oleh karenanya beliau kurang dikenal. Seniman Bedulu kebanyakan bakat alam, hampir tidak ada yang lahir dari dunia akademis. Lagi pula beliau tidak memahami bahwa suatu karya agar dikenal harus melewati sarana promosi dalam segala macam bentuknya. Pelukis asal Bedulu timbul tenggelam.Dari segi usia sebenarnya setiap generasi melahirkan karya yang berpariasi. Gusti Putu Ugu misalnya sangat piawai melukis Tike ( kalender Bali Kuno yang memuat ala ayuning dewasa ( hari baik), tapi karya beliau habis ditelan pasar. Beliau berkarya bukan untuk apresiasi seni, tapi sekedar mencari sesuap nasi dalam ekonomi libral kapitalistik dewasa ini. Seni diabdikan kepada pasar. Seni dijadikan komoditi, barang dagangan. Setelah generasi

Gusti Ugu, sekarang lahir lagi pelukis yang berusia lebih muda, seperti Gusti Malun yang mempunyai kaitan darah dengan Lempad. Dari segi artistitika, karya Malun cukup berbobot seni. Sudah banyak orang asing yang memesan karya beliau. Bahkan sudah banyak dikoleksi orang asing. Nasibnya sama dengan pendahulunya, yakni berkarya sekedar untuk menyalurkan hobi dan mencari sesuap nasi.

Uluran tangan stake houlder

Apabila fenomena ini dibiarkan, tidak ada campur tangan pencinta seni, bahkan tidak ada pembinaan dari pemda, maka tidak niscaya suatu saat karya terbaik putra Bedulu, akhirnya tersebar di luar Bali. Suatu saat kita akan dibuat terkaget kaget, heran, menyesal bahwa prestasi terbaik bangsa kita di hargai orang asing; sedang kita sendiri tidak memberikan apresiasi yang layak. Bibit yang baik apabila tidak ditanam dilahan subur, kemudian dirabukin, dirawat, maka potensi seniman Bedulu akan layu sebelum berkembang. Oleh karenanya kami menghimbau kepada semua pihak untuk turun tangan menumbuhkan keperdulian kepada para seniman Bedulu demi sejarah masa depan. Mungkin perlu segera dibentuk sebuah Lembaga atau Yayasan yang memfasilitasi dan memberikan bimbingan kepada seniman potensial agar beliau beliau para seniman dapat berprestasi mengharumkan nama desa. Syukur syukur nama bangsa.Dari yayasan ini diharapkan mampu memberikan bimbingan tekhnis untuk meningkatkan mutu seni, dan melindungi seniman dari praktek ijon oleh pedagang seni.

Pemerintah juga tidak dapat berpangku tangan, membiarkan seniman mencari jalannya sendiri. Dalam alam libral kapitalistik dewasa ini, jalanan begitu ruwet, semrawut, banyak rintangan. Oleh karenanya diperlukan maping( pemetaan) potensi seniman, potensi pasar, biaya produksi, dll. Bila perlu karya karya terbaik seniman Bedulu dimasukan ke dunia maya (internet) dalam rangka memasuki dunia global. Tak ada gunanya barang berkualitas, bila tidak dikenalkan kepada pasar. Seni bukan untuk sekedar seni, tapi ikut menjuru bicarai keadaan masyarakatnya. Tentunya tidak hanya seniman pelukis, seniman Tari seperti Gusti Putu Sumarsa, seniman gerabah di Banjar

Lebah, seniman ukir seperti I Jawi, Maji, Lanus,dll perlu diberi perhatian yang memadai

juga. Melahirkan seniman tidak seperti mencetak tukang bangunan. Seniman

berbekalkan bakat bawaan lahir , pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman

empirik, ketekunan berkarya tanpa kenal lelah, taksu yang menyebabkan karya beliau

berkharisma. Kesemuanya itu tidak bisa didapat dibangku sekolah formal.Oleh

karenanya sekali lagi masalah ini perlu dicarikan jalan keluar secepatnya.

Arti pentingnya kemasan produk

Pariwisata tidak akan ada artinya bila tidak ada wisatawan yang datang . Wisatawan

akan datang berkunjung, bila ada obyek wisata menarik, sesuai kebutuhanya. Menarik

tidaknya suatu obyek tergantung pada bagaimana kita mengkemas suatu produk

wisata. Pada umumnya ada banyak motivasi orang datang. Pertama, motivasi pokok

dan motifasi ikutan ( pelengkap). Tidak ada wisatawan datang hanya berbekalkan satu

motivasi.Misal, apabila wisatawan telah datang untuk menyaksikan upacara odalan di

Pura samuan Tiga maka wisatawan juga memerlukan Akomodasi, Transfortasi,

Konsumsi, dll.

Akomodasi yang ada di Bedulu masih belum memadai dari segi kualitas dan kuantitas.

Transfortasi juga masih belum memadai, bagi pelancong independent ( perseorangan).

Di Bedulu belum ada penyewaan kendaraan, termasuk penyewaan sepeda. Bagi wisatawan jalan kaki, belum ada petunjuk yang tersistem, mana mana tempat yang baik untuk olahraga jalan kaki.Beda dengan wisatawan rombongan atau wisatawan bermobil pribadi atau rent car. Restauran yang bertaraf nasional dan internasional belum mencukupi. Restauran internasional baru ada beberapa ( Talisman, Rina). Begitu juga bagi wisatawan domestik, restaurant belum banyak. Rumah makan tradisional memang sudah relatif banyak, tetapi lokasinya jauh dari obyek wisata. Misalkan sehabis jalan begitu panjang mengrelilingi obyek wisata Goa Gajah atau Yeh Pulu atau Pura Samuan

Tiga, tempat untuk duduk santai sambil mengusir dahaga belum representative bagi wisatawan. Oleh karenanya bagi para investor lokal ada baiknya mulai merintis usaha restaurant di Bedulu. Juga pemda kami himbau agar memberikan kemudahan dalam perijinan dan permodalan kepada pengusaha agar mereka mau menanamkan modalnya di Bedulu ( tax holiday, insentif). Seperti kata pepatah, berilah gula agar semut mau datang ke Bedulu. Jadi masalah akomodasi, transfortasi dan konsumsi masih perlu uluran tangan semua stick holder yang terkait. Yang tak kalah pentingnya adalah masalah Kesehatan dan keselamatan wisatawan. Bila tiba tiba wisatawan mengalami musibah, kecelakaan kemana harus dibawa?. Siapa yang menghandle?.Memang ada Puskemas, tapi pelayananannya masih belum ready for us setiap saat diperlukan. Disamping itu kepada para pemandu wisata, yang beroperasi di obyek obyek wisata Bedulu perlu diberikan pendidikan singkat dalam rangka memberikan informasi dan pelayanan secara beretika dan profesional. Jangan sampai wisatawan tidak merasa aman, nyaman, dan senang akibat ulah penjaja jasa pariwisata amatiran yang kurang mengindahkan etika dan profesionalisme. Penyebabnya mungkin kekurang tahuan, bagaimana menjajakan jasa pariwisata, bagaimana sopan santun, adat kebiasaan, etika wisatawan. Mereka datang untuk mengagumi budaya kita, tapi jangan sampai justru kita yang melecehkan budaya wisatawan. Oleh karenananya kursus kilat tentang arti pentingnya dan saling keterkaitan ( systemic linkage) antara dunia pariwisata dengan sektor pembangunan lainnya. Seperti wisata dengan pembangunan ekonomi, pengaruh pariwisata dengan pembangunan budaya bangsa, lingkungan hidup, dstnya. Rambu rambu jalan dan petunjuk serta informasi tentang suatu obyek wisata belum memadai. Kalau ada wisatawan yang nanya obyek apa saja yang menarik di Bedulu, dan apa keunikan dari obyek tersebut, maka tak satupun dapat memberikan informasi yang akurat.

Berilah mawar pada konsumen

Idealnya semua warga Bedulu mengertilah sedikit sedikit tentang potensi wisata yang ada didesanya. Siapa lagi yang mempromosikan daerah kita, kalau tidak kita sendiri?.

Apakah pesaing kita mau dengan suka rela akan menjelaskan kelebihan kita dibandingkan daerah mereka masing masing?.Oleh karenanya, semua orang berkewajiban secara moral untuk menjadi PR ( public relation) bagi pariwisata. Mudah mudahan upaya kita bersama dapat memajukan jagat pariwisata. Orang Cina bilang: jangan buka toko kalau tidak bisa senyum. Atau berilah mawar kepada Wisatawan.

Artinya service yang baik, pelayanan yang ramah tamah. sesuai norma budaya ketimuran.

BAB IV

PENUTUP

Pariwisata sebagai bisnis dikembangkan secara sadar sebagai strategi dasar pembangunan. Namanya bisnis tujuannya adalah cari untung.Sejak jaman Orde Baru,

Pelita demi pelita , pariwisata diarahkan untuk memburu devisa. Dalam bisnis ini ada 3 pihak terkait. Pertama Wisatawan ( Guest). Kedua Pengusaha ( Broker) . Ketiga Tuan

Rumah ( Host).

Pada awalnya pariwisata merupakan kebutuhan orang kaya untuk beristrirahat dan berrekreasi ( aristocratic tourism). Kebutuhan bathin tersebut kemudian dieksploitasi oleh kaum pemodal untuk mencari untung melalui rangsangan nafsu

konsumerisme yang dikendalikan oleh relasi produksi kapitalisme. Bagi tuan

rumah lebih dulu diciptakan prakondisi agar masyarakat berprilaku sesuai dengan pola

budaya yang diarahkan untuk menerima kebijakan pariwisata sebagai jalan menuju

kemakmuran. Masyarakat hampir tidak ada melakukan penolakan, walaupun ada

yang menjadi korban. Merespon plus minus pariwisata umumnya ada empat

pendekatan, yakni Advokasi, Cautionary, Adaptancy dan pendekatan knowledge

based. Yang jelas pembangunan pariwisata sudah merupakan pilihan . Saat ini

wisatawan tidak lagi kaum elite, tapi sudah menjadi Mass Tourism. Dengan semakin

luasnya pasar, para brokers jasa pariwisata berinovasi menciptakan dan menjual “

image” agar wisatawan mau membelanjakan uangnya sebanyak mungkin.

“Eksotisme”, “Esteem”, “ Estetika Budaya”, dll dibungkus rapi dengan kemasan

iklan. Beberapa bagian dari kebudayaan yang sudah lenyap ditelan jaman, dihidup

hidupkan lagi atas nama pariwisata. Tradisi usang dicoba ditawarkan lagi ke

masyarakat. Belajar dari sejarah, legenda, tradisi lama untuk mewarisi apinya

kebudayaan, bukan abunya. Nilai feodalisme apapun alasannya sudah out of date.

Wisman datang kesini bukan mencari keajegan feodalisme, tapi ingin tahu bahwa nilai

itu pernah dianut dan sekarang sudah ditinggalkan, diganti dengan nilai baru yang bernama: demokrasi, ethos kerja, dll. Wisatawan ber “ Leisure Time” setelah bekerja

bagaikan mesin dan relaksasi merupakan bagian dari nilai tambah kerja dalam

proses produksi masyarakat. Mengisi waktu istirahat untuk rest and recreation

adalah untuk mengisi batery ( over hauld phisik dan psikis) agar kita lebih produktif

setelah rileksasi sebentar.

Jadi hiburan, plesure, dan sejenisnya sebenarnya untuk kepentingan kaum pemodal

juga. Strategi kebudayaan direkayasa dengan siasat ekonomi. Akhirnya nilai lebih atas

produksi masyarakat kesana sana juga. Seorang anthropolog, Clifford Geertz

mengingatkan bahwa manusia sering kali terlilit oleh jaring laba laba kebudayaan yang

ia ciptakan sendiri.Persentuhan Bali dengan kapitalisme dunia bermula sekitar awal

tahun tiga puluhan. Hasil karya seni mulai berselingkuh dengan mekanisme pasar yang

bertangan banyak seperti "Durga". Pariwisata yang seyogyanya untuk memperkuat

landasan budaya yang berakar pada kepribadian bangsa, tergerus oleh budaya

kapitalisme, materialisme, individualisme, hedonisme, pragmatisme, konsumerisme,

serta budaya instan lainnya. Globalisasi merupakan gejala tak terhindarkan sebagai

dampak kemajuan iptek. Ibarat pisau bermata dua, disatu sisi ia kesempatan luas, disisi

lain ia dapat memusnahkan keaslian watak dan kemandirian budaya bangsa, termasuk

dan tidak terbatas pada diintrodusirnya kejahatan ultra modern.Menurut Prof. Dr. Ida

Bagus Mantra, ( Landasan Budaya Bali, 1996), tradisi harus dikembangkan mengikuti kemajuan, melalui proses reinterpretasi, penyesuaian bentuk, integrasi, adaptasi, adopsi , agar tidak ketinggalan dari perkembangan masyarakat

Daftar Pustaka

Agastia, IBG Dkk, “Gunung Agung, Besakih dan kita”, Denpasar, DPD Tk I Bali Peradah

Indonesia, 1993

Bambang Pramudito, Dr, Kitab Negara Kerta Gama, Yogyakarta, Gelombang Pasang,

2006.

Badrika, I Wayan, Sejarah SMA Jilid II, Jakarta, Erlangga, 2004

Cudamani, Padmasana, Surabaya, Paramita, 1998

Gromang, Frans, Tuntunan Keselamatan dan Keamanan Wisatawan, Jakarta, Pradnya

Paramita, 2002

Jaruki, Muhammad, Legenda Tempat wisata nusantara, Jakarta, Grasindo, 2005

Mantra, Ida Bagus Prof. Dr, Landasan Kebudayaan Bali, Denpasar, Yayasan Dharma

Sasta, 1996

Mulyana Slamet, Menuju puncak kemegahan Sejarah Kerajaan Majapahit, Yogyakarta,

LKIS, 2005.

Purwadi, Jejak Nasionalisme Gajah Mada, Yogyakarta, Diva Press, 2004.

Pendit, S Nyoman, Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana, Jakarta, Pradnya

Paramita, cetakan ketujuh, 2002

Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I & II, Yogyakarta, Kanisius, 1973

Singgih Wikarman, I Nyoman, Leluhur orang Bali dari dunia babad dan sejarah,

Surabaya, Paramita, 1998

Soebandi, Jero Mangku Gde Ketut, Babad Pasek, Denpasar, Manikgeni, 2003.

Soebandi, Jero Mangku Gde Ketut, Babad Warga Brahmana Pedanda Sakti Wawu

Rawuh, Denpasar, Manikgeni, 2002.

Taro, I Made, Bulan Pejeng ( Bali), Jakarta, Grasindo, 2004

Titib, I Made, Teologi & Simbol symbol dalam Agama Hindu, Surabaya, Paramita, 20

Tentang Penulis

Penulis adalah Penasehat Masyarakat Pariwisata Indonesia (MPI) Propinsi Bali.

Ucapan terima Kasih

Kepada semua pihak yang telah membantu dalam segala wujudnya, kami ucapkan

terima kasih. Tanpa bantuan anda buku sederhana ini takkan pernah ada dihadapan

anda.