BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Maraknya Kasus Kejahatan Di Indonesia Ini Sudah Sangat Merajalela Dimana-Mana. Salah S
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Maraknya kasus kejahatan di Indonesia ini sudah sangat merajalela dimana-mana. Salah satu dari kejahatan tersebut adalah banyaknya kasus korupsi yang semakin menyebar seperti virus yang merusak moral masyarakat dan bangsa Indonesia. Sungguh disayangkan kasus korupsi yang terjadi sudah menjadi kebiasaan yang tak kunjung reda di negara ini. Hal tersebut dapat dilihat di berbagai macam media, seperti di koran, TV, dan di berbagai macam media lainnya. Masalah korupsi yang terjadi di Indonesia ini adalah korupsi birokrasi dan politik. Kepolisian, Parlemen, Peradilan, dan Partai Politik dipersepsikan korup oleh masyarakat. Pada skala 1-5 media mencapai 2,4, lembaga keagamaan; 2,7, lembaga masyarakat sipil; 2,8, militer; 3,1, jasa pendidikan; 3,2, jasa kesehatan; 3,3, pengusaha; 3,4, Pegawai Negri Sipil; 4,0, partai politik; 4,3, peradilan; 4,4, parlemen; 4,5 dan polisi mencapai 4,5. (Global Corruption Barometer) Masalah kasus korupsi ini semakin lama akan menghancurkan bangsa Indonesia dan akan menyengsarakan kesejahteraan masyarakat Indonesia jika dibiarkan terus terjadi. Masyarakat pun sudah melihat sendiri banyaknya 2 koruptor yang tertangkap basah melakukan tindak korupsi antara lain adalah pejabat daerah, PNS, Mentri dan para petinggi lainnya. Korupsi itu sendiri adalah kejahatan menyimpang yang paling membahayakan, karena korban dari korupsi ini adalah kebanyakan dari masyarakat kecil yang dirugikan, sehingga masih banyak rakyat Indonesia yang mengalami kemiskinan dan tidak mendapatkan layanan fasilitas yang memadai. Korupsi itu sendiri menurut KBBI adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang Negara (perusahan dsb) untuk kepentingan sendiri atau orang lain. Definisi korupsi menurut Webster’s New Collegiate Dictionary korupsi merupakan dorongan untuk berbuat keliru karena suap atau sarana-sarana tidak sah atau tidak semestinya dan rusaknya kejujuran, keutamaan atau prinsip moral. Transparency International menyebutkan korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. (www.transparency.org) Tertuang dalam peraturan perundang-undangan korupsi yang ada di Indonesia definisi tindak pidana korupsi dijabarkan dalam tiga belas pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yaitu setiap orang yang dikategorikan melawan hukum, 3 melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Dari penjelasan diatas, banyak beberapa contoh kasus korupsi yang terjadi, yang pertama yaitu dari kasus korupsi yang dilakukan oleh Ahmad Jauhari yang melakukan proyek penggandaan Al-Quran tahun anggaran 2011 dan 2012 yang merugikan keuangan negara sekitar Rp 27 miliar (TEMPO.CO, Jakarta/01/04/2015). Kasus kedua kasus korupsi yang dilakukan anggota DPR, Iqbal Wibisono dari Partai Golkar yaitu kasus penyaluran dana bantuan sosial (Bansos) pada Pemprov Jateng untuk daerah Wonosobo sebesar Rp 200 juta. Saat itu dia menjabat Sekretaris DPD Golkar Jateng (Liputan6.com, Jakarta/01/04/2015). Kasus lain yang dilakukan anggota DPR dari PDIP yaitu Idham Samawi terkait dana hibah KONI untuk klub sepakbola Persiba Bantul sebesar Rp 12,5 juta. Kasus ini berawal dari laporan LPH Yogyakarta tentang adanya dugaan penyimpangan dana hibah dan Bansos DPRD Yogyakarta 2012- 2013 sebesar Rp 181,5 miliar (Liputan6.com, Jakarta/01/04/2015) 4 Pada kasus yang serupa pada pegawai negeri sipil (PNS) yang menggunakan mobil dinas untuk kepentingan pribadi. Contohnya mobil dinas dipakai untuk mudik, maka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melarang Pegawai Negeri Sipil (PNS) mudik menggunakan mobil dinas, diapresiasi Pemprov DKI. Agar tidak ada pelanggaran terhadap aset negara untuk kepentingan pribadi tersebut (Jakarta, Sayangi.com/01/04/2015). Parahnya kasus korupsi di suatu keluaga dilakukan oleh tiga tersangka (kini terdakwa), DY (kini Sekda Lhokseumawe), RM (anak DY) dan AN (adik kandung DY). Dakwaan ketiganya dibacakan JPU di Pengadilan Tipikor Banda Aceh karena mengajukan permohonan dana hibah pada Pemerintah Aceh ingin membangun sport center dan kemudian terbongkar dana ini dipergunakan terdakwa untuk membayar hutang pribadinya. Diantaranya, Rp 100 juta untuk membayar uang pinjaman terdakwa DY kepada kepada drh. Nuraini Maida, Rp 175 juta membayar utang istri terdakwa Yasmarita kepada Faisal Matriadi terkait pembelian tanah di Blang Mangat (Merdeka.com/01/04/2015). Contoh kasus korupsi yang terakhir, seperti yang dapat kita ketahui, kasus korupsi yang sangat fenomenal dilakukan satu keluarga Ratu Atut dengan adiknya Tubagus Chaeri Wardana yang melakukan suap terhadap ketua MK Akil Mochtar (http://www.bbc.co.uk/01/04/2015). 5 Enam contoh kasus korupsi yang telah dipaparkan diatas sangatlah memprihatinkan, jika korupsi makin merajalela dan terus dibiarkan maka rusaklah bangsa Indonesia ini dan akan semakin menyengsarakan masyrakat kecil. Terlebih kasus korupsi ini akan merusak para penerus bangsa Indonesia yaitu para anak dan remaja yang seharusnya membangun negara Indonesia ini untuk lebih maju dan sejahtera. Harapan yang ditujukan untuk penerus bangsa agar dapat memajukan kesejahteraan negara Indonesia ini juga perlu adanya dorongan dan dukungan dari keluarga terdekat selaku orang yang berperan penting dalam membentuk pribadi anak. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau Setia Untung Arimuladi juga mengatakan dalam workshop bertemakan ‘Peran Keluarga Dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi’’, Selasa (28/10) di Kejati Riau. ‘’Orang yang paling bertanggung jawab dalam keluarga tentu kedua orangtua, ayah dan ibu. Dalam konteks pendidikan antikorupsi, ini tanggung jawab penting dalam mendidik anak-anak dan keluarganya untuk terhindar dari korupsi”.(http://www.riaupos.co/56535/21/0602015) Sehubungan merajalelanya kasus korupsi ini mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pencegahan dan tindakan antikorupsi yang tertera dalam Pasal 1 UU 30/2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang didefinisikan sebagai serangkaian tindakan untuk 6 mencegah dan memberantas TPK melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyelidikan-penyidikan-penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dengan peran serta masyarakat. Dari hasil penelitian kualitatif yang dilakukan KPK pada tahun 2012-2013 menemukan bahwa persepsi orangtua mengenai pendidikan antikorupsi itu sangat penting diberikan pada anak sejak dini karena keluarga (ayah dan ibu) memegang peranan penting dalam mendidik dan membentuk akhlak anak, namun banyak juga orangtua yang belum paham tentang pendidikan antikorupsi itu penting didalam keluarga, padahal mengenalkan prinsip kebaikan, kebenaran dan kesalehan hidup kepada anak juga menjadi tugas utama bagi orang tua. Orangtua juga hanya menganggap bahwa pendidikan agama sudah cukup ditanamkan pada anak, padahal jika orang tua mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan kejujuran pada anak sejak dini, maka saat anak tersebut mulai beranjak dewasa nilai-nilai tersebut akan terpatri dalam jiwa mereka. Dengan demikian keluarga turut andil dalam memberi warna budaya sebuah bangsa, termasuk di dalamnya adalah menciptakan budaya anti korupsi. Selanjutnya KPK melakukan tindak pencegahan dengan memberikan intervensi di keluarga tepatnya di Kota Yogyakarta dengan membuat program “Pembangunan Budaya Antikorupsi Berbasis Keluarga.” yang diadakannya sekolah relawan (SR) untuk para orangtua serta mahasiswa-mahasiswa yang 7 ikut berpartisipasi yang dilakukan di Kelurahan Prenggan Kecamatan Kotagede Yogyakarta. Alasan mengapa KPK membuat program pencegahan korupsi berbasis keluarga dikarenakan keluarga sebagai unit terkecil masyarakat, yang diharapkan menjadi inti gerakan sosial pemberantasan korupsi di Indonesia. Keluarga dapat memengaruhi individu dan berperan signifikan membangun budaya antikorupsi, sehingga menjadi sandaran harapan, tuntutan, dan keinginan dari sistem sosial yang lebih besar. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Ukase dan Audu (2015), penelitian ini untuk mencoba menganalisis peran yang tak ternilai pada masyarakat sipil untuk memerangi korupsi dan penobatan demokrasi. Pasukan masyarakat sipil Nigeria yang memiliki kinerja juga dieksplorasi dari waktu ke waktu yang menekankan kebutuhan untuk memperkuat dan membuat terobosan yang signifikan dalam memerangi korupsi dan penobatan demokrasi dan tata pemerintahan yang baik di republik keempat. Tidak jauh berbeda pada penelitian yang dilakukan Suciptaningsih (2014) bahwa dalam menerapkan antikorupsi juga harus dilakukan pada kalangan siswa terutama dalam membudayakan perilaku anti korupsi. Hasil dari penelitian yang telah dilakukan bahwa dampak pelaksanaan pendidikan anti korupsi bagi siswa SD adalah meningkatnya prestasi siswa baik di kelas maupun di luar kelas, sebab siswa terbiasa untuk bersikap baik, diantaranya 8 jujur, disiplin, peduli, berani, bertanggung jawab dan lain sebagainya. Kesimpulannya adalah bahwa pelaksanaan pendidikan antikorupsi harus diinternalisasikan kepada siswa sejak usia dini agar terbiasa melakukan tindakan yang anti korup. Diperlukan keteladanan dari berbagai pihak agar hasilnya maksimal. KPK melakukan terobosan dalam memerangi korupsi juga melalui keluarga karena keluarga juga