BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Film Merupakan Sebuah
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Film merupakan sebuah media penyampaian pesan pada media massa yang dapat dikonsumsi oleh khalayak. Sebagai media komunikasi massa, film juga berfungsi sebagai sarana penanaman atau penyebaran sebuah faham mengenai suatu nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Selain itu media komunikasi massa merupakan faktor lingkungan yang dapat mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). (Rakhmat, 2001:84). Pada zaman modern ini kita harus mengakui bahwa kehidupan masyarakat sekarang identik dengan kebutuhan baik informasi dan hiburan, itu semua dapat ditemukan pada media massa. Salah satunya film, dikonsumsi oleh masyrakat untuk kebutuhan hiburan. Namun dari film tersebut tersirat makna atau pesan yang mudah dicerna oleh masyarakat yang mengkonsumsinya. Hal tersebut dikarenakan bahwa film memiliki kekuatan dan kemampuan untuk menjangkau banyak segmen dan lapisan sosial. Melalui kekuatan dan kemampuan itu lah film diyakini memiliki sebuah potensi yang sangat besar dalam mempengaruhi khalayak luas. Dalam ranah massa, film akan selalu mempengaruhi, membentuk dan bahkan mengarahkan masyarakat kepada suatu makna dibalik sebuah pesan atau makna. Film adalah sebuah potret masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikan ke dalam layar (Irawanto, 1993:13, dalam Sobur, 2003:127). Melalui realitas yang diproyeksikan ke dalam layar, masyarakat yang mengkonsumsi film tersebut dapat dengan mudah diarahkan oleh pesan yang disampaikan melalui film, sehingga berkat adanya cerminan realitas tersebut, masyarakat dapat dengan mudah terpengaruhi pesan yang disampaikan dalam film tersebut, kemudian memproyeksikan pesan mereka terima untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 1 Masyarakat kali ini sangat membutuhkan dengan apa yang namanya hiburan terutama film. Tetapi selain sebagai media hiburan, film memiliki dan mengandung unsur-unsur atau sifat-sifat yang berkaitan dengan informatif, edukatif, dan juga persuasif. Pada era modern ini dunia perfilman khususnya di Indonesia semakin berkembang pesat. Karena dengan adanya teknologi digital, semua orang dapat membuat sebuah film dengan mudah. Banyak tokoh-tokoh sutradara atau tokoh- tokoh perfilman Indonesia yang mengangkat tema sejarah Indonesia dengan menceritakan dan menggambarkan kembali sosok-sosok pahlawan nasional dan meyampaikan sebuah pesan yang ingin disampaikan dari sutradara tersebut. Di Indonesia sendiri film sering dijadikan sebagai media komunikasi massa untuk menyampaikan sebuah pesan sebuah paham atau ideologi kepada para penontonnya. Karena film tersebut bersivat universal dan mudah dikonsumsi oleh siapapun serta melalui dari sebuah film. Oleh karena itu sebuah paham atau ideologi dapat dengan mudah disampaikan serta ditanamkan kepada siapa saja yang mengkonsumsi atau menontonnya. Hanung Bramantyo memproduksi sebuah film yang menceritakan tokoh sejarah atau pahlawan nasional Indonesia sebagai pendiri Muhammadiyah yaitu K.H. Ahmad Dahlan pada filmnya yang berjudul “Sang Pencerah”. Film ini rilis tahun 2010 berdasarkan kisah nyata tentang pendiri Muhammadiyah, yaitu K.H. Ahmad Dahlan. Film ini dibintangi oleh Lukman Sardi sebagai Ahmad Dahlan, Muhammad Ihsan Tarore sebagai Ahmad Dahlan Muda, dan Zaskia Adya Mecca sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Sang Pencerah mengungkapkan sosok pahlawan nasional itu dari sisi yang tidak banyak diketahui publik. Selain mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah, lelaki tegas pendirian itu juga dimunculkan sebagai tokoh pembaharuan Islam di Indonesia. Dia memperkenalkan Islam yang mampu mengikuti zaman. Sebagai sutradara juga, Hanung Bramantyo dituntut untuk menghidupkan atmosfer atau suasana Yogyakarta pada akhir tahun kurang lebih 1800-an. 2 Gambar 1.1 Poster Film Sang Pencerah Film Sang Pencerah bercerita tentang Darwis (Muhammad Ihsan Tarore) pemuda berusia 21 tahun yang baru saja pulang dari Mekah. Ia sedih karena masyarakat di kampungnya melaksanakan ajaran agama Islam yang melenceng kearah yang sesat. Darwis juga mengubah namanya menjadi Ahmad Dahlan. Hal pertama yang dibuktikan Darwis adalah arah kiblat yang melenceng. Ia menggunakan sebuah kompas di Masjid Besar Kauman untuk menunjukkan bahwa selama ini penduduk desa sembahyang tidak menghadap ke Ka’bah, melainkan ke arah Afrika. Sang Kyai, Cholil Kamaludiningrat (Slamet Rahardjo) tentu naik pitam karena menganggap Dahlan mengubah tradisi yang sudah dilaksanakan penduduk selama bertahun-tahun. Ahmad Dahlan yang sudah dewasa (Lukman Sardi) kemudian merintis pergerakan untuk perubahan arah kiblat melalui suraunya. Namun, penduduk menganggap Dahlan sudah mengajarkan aliran sesat dan merusak keagungan Keraton dan Masjid Besar. Selain arah kiblat, ia mulai menghimbau masyarakat untuk berdoa kepada Tuhan dengan tanpa perantara. Masyarakat tidak perlu berdoa dengan menggunakan kyai, ataupun sesajen. Ia mengatakan bahwa semua umat manusia dapat berdoa langsung kepada Tuhannya. Namun pada akhirnya, Dahlan dimusuhi orang-orang di kampungnya. Tidak hanya itu, kemudian Ahmad Dahlan 3 berjuang untuk membentuk sebuah organisasi yang ia beri nama Muhammadiyah dengan tujuan untuk mengajak umat Islam agar tidak terbelakang, dan mampu mengikuti perkembangan zaman di Indonesia. (Sumber: https://movie.co.id/sang- pencerah/ yang diakses pada tanggal 5 Oktober 2016 pukul 15.03). Film ini dipilih peneliti sebagai objek penelitiannya karena dibalik penggambaran sosok Ahmad Dahlan yang menegakkan islam sebagai mestinya. Film ini sangat jelas merepresentasikan mengenai sikap atau nilai-nilai kepahlawanan yang terdapat pada sosok Ahmad Dahlan. Dalam film Sang Pencerah sikap seorang pahlawan disampaikan melalui beberapa cara salah satunya melalui kostim, adegan, dialog dari Ahmad Dahlan itu sendiri. Walaupun biasanya kepahlawanan identik dengan berperang, bertumpah darah, melawan penjajah dan sebagainya. Tetapi sikap kepahlawanan film ini berupa menyebarkan nilai-nilai kebaikan yang berguna bagi masyarakat. Pada umumnya film-film yang kita tonton dibangun dengan adanya beberapa tanda. Tanda-tanda tersebut termasuk berbagai macam sistem tanda yang saling berkesinambungan sehingga membentuk sebuah pesan yang memiliki efek atau dampak yang diharapkan (Sobur, 2003:128). Tanda yang terkadung dalam sebuah film pada umumnya mengandung banyak makna dan pesan-pesan yang tersirat atau tersembunyi. Salah satunya dapat melalui simbol, teks, warna, latar, kostum pemain, hingga gimmick atau gesture dari para tokoh-tokoh dalam film tesebut. Menurut (Barthes, 1988) semiotika pada dasarnya mempelajari tanda-tanda untuk memahami bagaimana kemanusiaan (humanity), dan memaknai hal-hal (things). Memaknai dalam hal ini bahwa objek-objek atau simbol-simbol tidak hanya membawa sebuah informasi, melainkan dalam hal ini objek-objek tersebut hendak berkomunikasi, dan juga mencoba mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. (Kurniawan, 2001:53). Roland Barthes sendiri membagi atau mengklasifikasikan semiotika ke dalam tiga makna, yaitu makna konotatif, makna denotatif dan juga mitos. Peneliti sangat tertarik untuk meneliti film Sang Pencerah, dalam hal ini film Sang Pencerah itu sendiri memiliki banyak sekali makna tersirat yang disampaikan, salah satunya 4 melalui pakaian, adegan, dan dialog dalam film tersebut. Pakaian, adegan, dan dialog dari sebuah film memiliki makna konotatif dan denotatif yang dimana hal tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan pada teori yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Tidak hanya makan konotatif dan denotatif saja yang dikemukakan Roland Barthes tetapi ada yang disebut mitos. Mitos dalam film ini ialah penanaman sebuah ideologi bahwa seorang pahlawan tidak harus berperang sampai bertumpahkan darah tetapi pahalwana disini diartikan sebagai seseorang yang mengajarkan sebuah kebaikan yang sebagaimana mestinya. Peneliti memilih film ini sebagai objek penelitian karena film ini memiliki makna tersirat dari makna kepahlawanan lewat tokoh Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan oleh peneliti di atas, hal tersebut yang menjadi dasar peneliti untuk melakukan penelitian mengenai Representasi Kepahlawanan Dalam Film Sang Pencerah (Analisis Semiotika Roland Barthes Mengenai Representasi Kepahlawanan Dalam Film). 1.2. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti jelaskan di atas. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan semiotika dari Roland Barthes sebagai referensi untuk menganalisis objek penelitian. Oleh sebab itu, peneliti memfokuskan penelitian berdasarkan pertanyaan berikut: 1. Bagaimana kepahlawanan direpresentasikan melalui kostum yang dikenakan oleh tokoh Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah? 2. Bagaimana kepahlawanan direpresentasikan melalui adegan dalam film Sang Pencerah? 3. Bagaimana kepahlawanan direpresentasikan melalui dialog yang diucapkan oleh tokoh Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah? 5 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan fokus penelitian yang telah disebutkan, maka tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimana kepahlawan direpresentasikan melalui kostum yang dikenakan oleh Ahmad Dahlan dalam film Sang Pencerah. 2. Untuk mengetahui bagaimana kepahlawan direpresentasikan melalui adegan dalam film Sang Pencerah 3. Untuk mengetahui bagaimana kepahlawan direpresentasikan melalui dialog dalam film Sang Pencerah 1.4. Manfaat Penelitian Sebagaimana penelitian ini dibuat peneliti berharap, penelitian ini dapat