<<

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

BIOPIC FILM AND POLITICAL IDENTITY: CONTESTATION OF DIVERSITY OF IDEOLOGY IN INDONESIAN MOVIES TEXT POST-SOEHARTO REGIME Dwi Haryanto1 1Universitas Jember Jawa Timur E-mail: [email protected]

ABSTRACT This discussion examines the textuality relationship between the historical facts of biography and the narrative structure of films that present figures who during the (Orde Baru) regime were alienated from Indonesian historiography. Through a study of the films Gie, , Sang Kiai, Soekarno, and Jenderal Soedirman, they can deconstruct the meaning of historical films produced by the New Order regime which are dominated by Soeharto's image. The emergence of biopic films that narrate the characters with identity plurality is a deconstructive tipical and reflects the antithesis of filmmakers on film products in the era of the Soeharto regime. Whereas in the New Order era, films with epic historical genre, identical to the hegemony of the military struggle which are reduced by civil society narratives, such as moslem teacher (kiai) and moslem student (santri) and other minority groups, which in the context of historical facts also contributed greatly to the era of nation formation through representation of ethnic nationalism and civic nationalism. The Indonesian discourse which is reflected in the hidden meanings of biopic films studied represents a plurality of ideologies and identity political formation in popular culture products. Keywords: biopic, film, identity politics, ideology, and Indonesian cinema

ABSTRAK Bahasan ini mengkaji relasi tekstualitas antara fakta sejarah biografi dengan struktur naratif film-film yang menghadirkan tokoh yang selama rezim Orde Baru dialienasi dari historiografi . Melalui kajian terhadap film Gie, Soegija, Sang Kiai, Soekarno, dan Jenderal Soedirman dapat mendekonstruksi makna film sejarah yang diproduksi oleh Rezim Orde Baru yang didominasi oleh image Soeharto. Kemunculan film-film biopik yang menarasikan tokoh-tokoh dengan pluralitas identitas menjadi penciri yang bersifat dekonstruktif dan merefleksikan antitesis dari para sineas terhadap produk film di era rezim Soeharto. Dimana pada era Orde Baru, film ber-genre epik sejarah, identik dengan hegemoni perjuangan militer yang direduksi narasi masyarakat sipil, seperti kalangan kiai dan santri maupun kelompok minoritas lainnya, yang dalam konteks fakta kebenaran sejarah juga berkontribusi besar dalam era pembentukan nation melalui representasi ethnic nasionalism dan civic nasionalism. Wacana ke-Indonesia-an yang tercermin dari makna-makna tersembunyi dalam film-film biopik yang dikaji merepresentasikan pluralitas ideologi dan formasi politik identitas dalam produk budaya popular. Kata kunci: Film, biopik, politik identitas, ideologi, dan sinema Indonesia

1. PENDAHULUAN Soeharto, ditandai oleh fenomena para Perspektif industri kreatif perfilman sineas (filmmaker) berani menghadirkan Indonesia pascakekuasaan rezim perspektif baru dengan mengangkat tema- 46

tema biografi yang direpresentasikan yang terkadang manipulatif dan hegemonik dalam visualisasi biografi tokoh-tokoh menurut perspektif penguasa. Fungsi film dalam sejarah Indonesia. Fenomena ini sebagai media indoktrinasi ideologi secara merupakan fakta dekonstruktif terhadap politis sangat efektif untuk membangun mainstream film-film ber-genre sejarah, kesadaran publik tentang pengakuan atas terutama era revolusi kemerdekaan fakta kebenaran sejarah penguasa, selain maupun dinamika internal perjalanan melalui penulisan teks-teks historiografi. bangsa Indonesia sebagai sebuah negara Karena film tidak hanya dipandang menjadi berdaulat yang bercirikan film-film heroik media tontonan yang menghibur, tokoh militer, termasuk juga peran melainkan juga berfungsi sebagai media Soeharto sebagai penguasa rezim Orde ekspresi yang sarat dengan nilai-nilai Baru melalui film Penumpasan estetis, etika, moral, dan ideologi Pemberontakan G 30 S/PKI (Arifin C. Noer, (Ayawaila, 2013:2). 1984 diproduksi oleh PPFN), Serangan Realitas sejarah biografi merupakan Fajar (Arifin C Noer, 1988, diproduksi oleh sumber-sumber kreatif bagi para sineas PPFN), Janur Kuning (Alam Rengga dan pelaku industri keratif film untuk Surawidjaja, 1979), maupun Enam Djam di diproduksi menjadi komoditas media film Jogja (Usmar Ismail, 1951 diproduksi (audiovisual). Dengan metode adaptasi, Perusahaan Film Nasional Indonesia- maka teks-teks biografi kemudian PERFINI). direkonstruksi sebagai media konten film, Era tahun 2000-an, di tengah arus yaitu film biopik (biography moving picture). utama film-film terlaris ber-genre komedi, Oleh karena itu, era tahun 2000-an roman percintaan, horor, action, maupun perfilman Indonesia diwarnai oleh hasil adaptasi dari novel (ekranisasi), hadir fenomena beragam film biopik yaitu film produksi film berbasis pada biografi yang berbasis pada deskriptif naratif tokoh (the selama kekuasaan Orde Baru greats man) (lihat Tabel 1). teralienasikan dalam historiografi Tabel 1. Film-film biopik era tahun 2000-an Tahun (penulisan sejarah) Indonesia, terutama No. Judul Film Sutradara Edar pada deskriptif naratif tokoh-tokoh besar 1. 2005 Gie Riri Riza Indonesia dalam konstruksi sejarah 2. 2010 Sang Pencerah perjuangan pendirian bangsa. Tidak dapat 3. 2012 Soegija Garin dinafikkan bahwa antara sejarah dan film Nugroho memiliki relasi logis yang sangat penting 4. 2012 Habibie & Ainun Faozan Rizal 5. 2013 Sang Kiai Rako dalam membangun mindset publik Prijanto terhadap fakta-fakta kebenaran sejarah 6. 2013 Soekarno Hanung Bramantyo

47

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

7. 2014 Merry Riana: Hestu alienasi dalam historiografi Indonesia, Mimpi Sejuta Saputra Dolar seperti peran ulama besar Nahdlatul Ulama 8. 2015 Jenderal Viva Westi (NU) yaitu K.H. Hasyim Asy'ari. Fakta Soedirman 9. 2015 Guru Bangsa: Garin sejarah bagaimana perjuangan para ulama Tjokroaminoto Nugroho dan santri yang terwadahi dalam pasukan 10. 2016 Surat Cinta untuk Lukman Sardi Hizbullah, laskar yang kelahirannya hasil 11. 2016 Athirah Riri Reza kontribusi ulama NU termasuk K.H. Hasyim 12. 2016 RudyHabibie Hanung Bramantyo Asy‟ari, K.H. , dan K.H. 13. 2017 Kartini Hanung Wahab Hasbullah, yang selama ini seakan Bramantyo terpinggirkan (El-Kayyis, 2015:v). Identitas

Di antara film-film biopik tersebut dari tokoh-tokoh yang terpinggirkan dan terdapat keragaman dalam hal ideologi dan keterwakilan kelompok minoritas dalam identitas dari masing-masing tokoh yang konstruksi sosial politik di Indonesia dihadirkan dalam film. Deskriptif naratif- dihadirkan dalam industri sinematik sinematik atas visualisasi tokoh yang Indonesia, seperti film Sang Kiai memiliki keterkaitan dengan latar belakang (representasi biografi K.H. Hasyim Asy‟ari) representasi agama dari kalangan Islam dan Soegija (representasi biografi Mgr. dan Katolik, nasionalis religius, sosialis , SJ), yang dapat nasionalisme, teknokrat, emansipasi, diartikan sebagai artikulasi dan ekspresi bahkan identitas etnis tionghoa. Artinya, politik identitas, yaitu suatu praktik politik pasca rezim Orde Baru ketika kebebasan yang dikaitkan dengan kepentingan berekspresi dan berkreativitas menemukan anggota-anggota sebuah kelompok sosial momentumnya maka film-film dari tokoh- yang merasa diperas dan tersingkir oleh tokoh yang selama ini teralienasi dari dominasi arus besar dalam sebuah bangsa historiografi Indonesia seperti Mgr. Albertus atau negara (Maarif dalam Fauzi dan Soegijapranata (Romo Soegija), Merry Panggabean, 2012:4). Riana, Soe Hok Gie, bahkan Soekarno Film-film biopik tidak saja difungsikan yang mengalami subordinasi politik semasa sebagai representasi biografi dari tokoh Orde Baru dihadirkan dalam film oleh para yang dihadirkan melalui media audiovisual sineas. Kelompok lain yang pada era Orde oleh sineas, melainkan dalam diri sosok Baru menjadi kelompok yang tokoh tersebut melekat identitas-identitas termarginalkan adalah dari kelompok santri yang membentuk suatu konstruksi dari dan ulama. Bagaimana kontribusi para keragaman masing-masing ideologi yang ulama dan santri dalam konteks sejarah melatarbelakangi kiprah para tokoh-tokoh kemerdekaan Indonesia mengalami dalam konteks konstruksi sejarah. Artinya,

48

secara politis identitas mereka juga Hakikat film merupakan produk berpengaruh terhadap ideologi yang budaya populer yang memang diperjuangkan, seperti dalam film Sang Kiai diorientasikan untuk kepentingan pasar bagaimana K.H. Hasyim Asy'ari (bisnis-uang) dan kebutuhan propaganda divisualisasikan secara sinematik sebagai bagian dari komunikasi massa. memposisikan Islam sebagai basis Berlangsung suatu bentuk strategi media perjuangan dan sikap nasionalismenya dengan melakukan rekayasa komodifikasi, dalam konteks kebangsaan. Demikian pula terutama menjadikan biografi sebagai dengan Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, perlawanan kultural politik identitas dari melalui film Soegija, sebagai uskup pribumi tokoh-tokoh yang selama ini teralienasikan pertama Indonesia juga memposisikan dalam historiografi Indonesia melalui ideologi agama Katolik sebagai basis konsepsi komoditas film. perjuangannya dalam bersikap terhadap konsepsi nasionalisme dan kebangsaan. 2. TINJAUAN PUSTAKA Secara dekonstruktif, keberanian sineas Tesis Ninah Arisyanti yang berjudul menghadirkan film-film nasional bertema Politik Identitas Tokoh Keagamaan biografi dari golongan yang termarginalkan Indonesia (KH. dan Mgr. dan minoritas dalam konstruksi historiografi Soegijapranata, SJ) dalam Film Nasional Indonesia, merupakan bentuk perlawanan (Analisis Semiotika Media pada Film Sang kultural terhadap eksistensi kuasa negara Pencerah dan Film Soegija, Program terhadap film nasional era Orde Baru. Pascasarjana Magister Media dan Ilmu Bagaimana film Gie dan Merry Riana yang Komunikasi Universitas Airlangga, secara genetik adalah kaum minoritas membahas sejak kelahirannya pada abad Tionghoa yang selama kekuasaan rezim ke-19, film telah menjadikan biografi Orde Baru selalu mengalami subordinasi seorang pejuang sebagai komponen tanda juga dihadirkan dalam film biopik. Artinya, yang dibangun beserta tanda-tanda history, film-film biopik pascarezim Soeharto dapat cultural, dan political. Film Sang Pencerah dimaknai sebagai produksi makna terhadap dan film Soegija merupakan respon yang keragaman ideologi dan representasi politik tajam dari nilai-nilai historical, cultural, dan identitas, baik berdasar pada basis political dari sekian banyak tokoh pejuang primordialisme agama maupun ideologi nasional di Indonesia yang mengalami ethnic nasionalism dan civic nasionalism eksistensi identitas di sebuah kalangan maupun paham sosialisme dan demokrasi tertentu di dalam masyarakat Indonesia. yang direpresentasikan dalam teks-teks Permasalahan yang dikaji dalam tesis ini sinema. tentang bagaimana politik identitas pejuang

49

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

nasional Indonesia (KH Ahmad Dahlan dan Tesis Septizar Tri Astika yang Mgr. Soegijapranata, SJ) dalam film Sang berjudul Konstruksi Kepemimpinan Tokoh Pencerah dan Soegija dikonstruksi oleh Bangsa dalam Film Soekarno, Program sienas Indonesia dengan sudut pandang Pascasarjana Program Studi Ilmu negara, agama, dan budaya tanpa ada Komunikasi, Universitas Indonesia, campur tangan kepentingan lain. Penelitian membahas mengenai konstruksi dilakukan dengan pendekatan semiotika kepemimpinan Soekarno sebagai tokoh yang menekankan pada bagaimana tanda bangsa yang dibingkai dalam film, terutama denotatif dan konotatif bekerja dalam ketika Bung Karno di Ende. Film ini sebuah pesan teks media, sedangkan mengangkat fase penting dalam kehidupan metode penelitian yang digunakan adalah Soekarno yang jarang diteliti. Penelitian ini metode penelitian kualitatif. Dari analisa bersandar pada teori Konstruksi Sosial-nya data dengan mengacu pada teori politik Peter L. Berger dan Thomas Luckman, identitas, didapatkan kesimpulan bahwa melalui film sebagai media massa. Framing tokoh pejuang nasional Indonesia (KH dipilih sebagai metode untuk mengetahui Ahmad Dahlan dan Mgr. Soegijapranata, realitas yang dipilih untuk ditampilkan SJ) pada film Sang Pencerah dan film dalam film ini. Penggunaan analisis framing Soegija bahwa para pejuang nasional dari William A. Gamson dan Andre dikonstruksi pada segmen cerita film Sang Modgliani untuk melihat bagaimana Pencerah, saat KH Ahmad Dahlan keluar gagasan yang mengatur cara memaknai dari tradisi keras Islam saat itu kejadian dan apa yang menjadi yang kemudian beralih kepada syariat permasalahan dengan menggunakan Islam sesuai dengan Al-Qur‟an dan Al perangkat framing (framing device) melalui Hadits. Pada scene-scene film Soegija, Metaphors, Catchphrases, Exemplar, diceritakan Romo Soegija melihat warga Depiction, dan Visual Image serta Belanda yang ditangkap oleh Jepang perangkat penalaran (reasoning devices) termasuk suster dan bruder Belanda dengan menggunakan roots, appeals to dibawa ke interniran, Romo Soegija tidak principle, dan consequences sebagai bisa berbuat apapun kecuali framing device. Strategi framing tersebut menyelamatkan gereja dari rencana digunakan untuk membentuk konstruksi Jepang menjadikan gereja sebagai markas yang ingin dibentuk oleh sutradara dan komando, dikonstruksi oleh masalah- penulis skenario. Kesimpulan yang masalah saat seorang tokoh agama harus didapatkan dari penelitian ini adalah melakukan upaya tegas demi masyarakat sebagai salah satu media komunikasi, film yang ada di negaranya demi kemanusiaan. memberikan konstruksi atas kepemimpinan

50

Soekarno sebagai pemimpin yang berjiwa hegemoni kekuasaan. bebas dan anti imperialisme, bersemangat dan gandrung pada persatuan, merangkul 3. METODE Teknik memahami film dalam semua kalangan, dan ideologi religius. Jika konteks kajian sinema, yang perlu ditarik pada konsep kepemimpinan, maka dilakukan adalah dengan melakukan kepemimpinan Soekarno adalah pendekatan subjektif yang bersifat tekstual- constellation of traits yang demokratis, kontekstual. Pendekatan subjektif merujuk transformasional, dan menganut falsafah pada deskriptif dengan melakukan analisis . interpretatif, yakni peneliti melakukan tafsir Berbeda dengan kajian terdahulu, terhadap temuan data dari sudut fungsi dan baik yang dilakukan oleh Arisyanti maupun peran kaitannya dengan unsur lain. Oleh Atika, dalam kajian ini lebih diarahkan pada karena itu, metode penelitian ini temuan-temuan teks-teks sinema yang menggunakan metode kualitatif deskriptif. terdiri atas produksi makna, simbol, sikap Pendekatan konstruktivisme sosial dan perilaku, pandangan ataupun ideologi dan pendekatan tekstual diarahkan untuk yang menjadi bagian dari identitas tokoh meneliti teks-teks dalam naratif dan visual cerita dalam film-film biopik. Konten politik sinematik yang terdapat dalam film-film identitas yang direpresentasikan dalam biopik pascarezim Soeharto, khususnya di keragaman ideologi dan wujud teks-teks era tahun 2000-an. Artinya, produksi naratif sinematik pada film biopik menjadi makna dalam konteks politik identitas dan obyek material penelitian ini. Politik keragaman ideologi tokoh cerita dalam film identitas dan ideologi yang menjadi bagian biopik yang diteliti, tercermin pada dari identitas tokoh cerita merupakan representasi teks-teks naratif maupun dekonstruksi dari perlawanan kultural visual sinematik. Dengan kedua tokoh-tokoh yang termarginalkan dalam pendekatan tersebut dapat ditemukan historiografi Indonesia. Hal itu menjadi makna-makna terkait politik identitas dan trend pascarezim Soeharto. Hal yang tidak keragaman ideologi sang tokoh utama mudah diproduksi pada masa kekuasaan cerita (protagonis). Hal itu untuk Orde Baru ̶ sangat sentralistik dan membuktikan bahwa konten sejarah militeristik, berkonsep penyeragaman dan biografi, politik identitas, dan keragaman lebih mengutamakan kepentingan ideologi pada sang tokoh dalam film biopik pemimpin rezim ̶ sebagai strategi media- sebagai wujud dari strategi produksi film. scape tentang penanaman kesadaran Karena objek material dalam penelitian ini sejarah kepada publik, yang cenderung adalah film biopik, dengan unsur manipulatif dan untuk kepentingan pembentuknya fakta historis dan kisah

51

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

biografi, maka pemahaman sejarah naratif yang ada di balik gambar itu (Damono, dan sejarah biografi dapat mendukung 2014:143). proses kajian ini. Selain itu juga, pemahaman atas sejarah naratif dan kisah 4. PEMBAHASAN 4.1 Film Biopik dan Historiografi biografi diperlukan karena konten teks film Biografi: Penanda Teks Politik biopik memiliki keterkaitan dengan tokoh- Identitas tokoh besar (the greats man) dalam Film dapat didefinisikan sebagai sejarah, sehingga diperlukan upaya cerita yang dituturkan kepada penonton menselaraskan antara sejarah dan konten melalui rangkaian gambar bergerak. Cerita plot maupun tiap sekuennya. menjadi unsur terpenting dalam produksi Objek penelitian ini berupa teks film dengan genre apapun. Dalam cerita naratif dan visual yang terdiri atas mengandung produksi makna-makna dan beberapa shots dalam tiap sequence film. pesan-pesan tertentu yang ingin dituturkan Pemilihan didasarkan atas kategori yang kepada penonton melalui praktik termasuk dalam perspektif analisis kajian sinematografi atau gambar bergerak. Hal yaitu politik identitas dan keragaman tersebut berlaku pada film biopik sebagai ideologi sang tokoh utama cerita manifestasi dari representasi politik (protagonis). Langkah selanjutnya identitas dengan keragaman ideologi dilakukan teknik analisis secara interpretatif sebagai konten film dari cerita tentang diri terhadap data-data yang diperoleh untuk tokoh (the greats man) yang diceritakan mengungkap makna-makna tersembunyi atau kisah biografi. Apalagi film yang dari teks film. Karena sarana penyampai mengangkat subject matter tentang tokoh- makna yang khas pada film sebetulnya tokoh negeri yang teralienasikan dalam terletak dalam penataan sequence, bukan historiografi revolusi kemerdekaan dalam shot atau scene, karena film pada Indonesia maupun peristiwa-peristiwa hakikatnya adalah teks naratif yang sejarah tahun 1960-an karena beberapa “menyampaikan cerita” (Metz, 1974:93; faktor, seperti etnis, agama, maupun lawan Andrew, 1976:234; Budiman dkk, 2013). politik. Pasca Orde Baru tumbang, tokoh- Film tidak bisa hanya dinilai berdasarkan tokoh seperti Soe Hok Gie, Soekarno, Mgr. anasir formal seperti penokohan, pelataran, Albertus Soegijapranata, SJ, K.H. Hasyim dan pengakuan tetapi harus Asy‟ari, dan Jenderal Soedirman dihadirkan dipertimbangkan berdasarkan ciri-cirinya kembali oleh para sineas dalam film-film sebagai seni gambar bergerak, bukan biopic baik Gie, Soegija, Sang Kiai, sebagai rangkaian huruf. Gambar bergerak Jenderal Soedirman, maupun Soekarno: yang ada di layar menyarankan „pikiran‟ Indonesia Merdeka.

52

Biografi atau catatan tentang hidup seseorang tokoh berpengaruh di masa lalu seseorang itu, meskipun sangat mikro, maupun kini. Film biopik umumnya namun menjadi bagian dalam mosaik mengambil kisah berupa suka duka sejarah yang lebih besar (Garraty,1957:3). perjalanan hidup sang tokoh selama Menurut Kuntowijoyo (2003:206-207) sebelum ia menjadi orang besar atau setiap biografi seharusnya mengandung keterlibatan tokoh dalam sebuah peristiwa empat hal, yaitu (1) kepribadian tokohnya, besar (Pratista, 2008:22). Menurut (2) kekuatan sosial yang mendukung, (3) Cheshire (2015:1), “biopics (biographical lukisan sejarah zamannya, dan (4) Picture) a film that depicts the life of a real keberuntungan dan kesempatan yang person, past or present”. Film-film biopik datang. Pertama, kepribadian sangat dalam khasanah perfilman Indonesia ditonjolkan bagi mereka yang menganut dikategorikan sebagai dokudrama Hero is History, suatu konsepsi yang (dokumenter drama). Dokumenter drama mempercayai sejarah adalah kumpulan merupakan salah satu gaya bertutur film biografi dan individulah yang menjadi dokumenter. Film ber-genre biopik pendorong transformasi sejarah. Kedua, merupakan bentuk dari dokudrama karena kekuatan sosial yang paling berperan merekonstruksi peristiwa nyata yang bukan perorangan. Ketiga, melukiskan direpresentasikan secara kreatif. Pada film zaman yang memungkinkan seseorang dokudrama, pola kemasannya muncul jauh lebih penting daripada pribadi mengadaptasi pola penuturan film fiksi, atau kekuatan sosial yang mendukung. yakni dengan menambahkan aspek Pertanyaannya adalah mengapa dramatik pada alur penuturan. Film seseorang muncul pada suatu zaman dan dokudrama biopik (biografi moving picture) bukan zaman yang lain. Keempat, para lebih bebas merekonstruksi adegan masa tokoh muncul berkat adanya faktor luck, lalu berdasarkan tafsirannya. Bentuk potret, coincidence atau change dalam sejarah. otobiografi, biografi, rekonstruksi, Sehubungan dengan kepribadian tokoh, investigasi merupakan tema dokudrama sebuah biografi perlu memperhatikan yang banyak diproduksi. Contohnya film adanya latar belakang keluarga, dokudrama biopik tokoh sejarah seperti pendidikan, lingkungan sosial budaya, dan Gandhi (1982), JFK (1991), Malcom X perkembangan diri. (1992) (Ayawaila, 2008:171-175). Film biopik secara umum merupakan Menurut Marselli Sumarno (1996:23), pengembangan dari genre drama dan epik film yang baik adalah film yang mampu sejarah. Film biografi menceritakan merepresentasikan kenyataan sosial pada penggalan kisah nyata atau kisah hidup zamannya. Realitas zaman dihadirkan

53

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

dalam bentuk plot cerita dengan (CSD) menurut Riri Riza, sutradara, merupakan dokumen penting terkait isi film. Gie berani merekonstruksi teks-teks naratif dan menentang dan memprotes kepemimpinan Presiden Soekarno. Di dalam film Gie visualisasi dalam wujud suatu film, direpresentasikan sebagai pribadi dengan karakter idealis, penulis yang memiliki kedisiplinan dalam terutama film ber-genre historis, baik dari merangkai detil-detil sejarah, diiringi dengan kisah hidup Gie yang penuh aksi dan perenungan, cinta, sisi penokohan pelaku, periodesasi waktu dan kekecewaan. berlangsungnya peristiwa, maupun Keterangan . Soe Hok Gie diperankan oleh aktor Nicholas peristiwa sejarah yang terjadi (Ayawaila, Saputra. 2008:45). Hal ini memiliki relevansi dengan . Film yang menunjukkan adanya representasi politik identitas dari etnis Tionghoa yang selama pendapat dari sejarawan Leopold van kekuasaan rezim Orde Baru mengalami subordinasi politik maupun sosial dan budaya Ranke (dalam Kuntowijoyo, 2008:16), Judul Film bahwa sejarah adalah apa yang Sang Kiai (Historiografi biografi K.H. Hasyim Asy‟ari) sesungguhnya terjadi (wat ist eigenlig Struktur Isi Cerita Film geschite). Ranke hanya percaya pada Representasi cerita mengenai kisah perjuangan dari K.H. Hasyim Asy‟ari pemimpin Pondok fakta-fakta sejarah. Hanya dengan cara Pesantren Tebu Ireng sekaligus pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU) pada masa tahun 1940-an. itulah maka kebenaran dapat terungkap Bagaimana idealisme yang kukuh dan pribadi kiai yang tidak saja kukuh dalam memegang konsepsi dengan jelas. Dan, pada prinsipnya sejarah ajaran agama, melainkan bagaimana dengan keyakinan agama yang dianutnya memberikan itu sesuatu yang kongkret tentang manusia dampak terhadap perjuangan dalam melawan penjajah Jepang dan Sekutu, walaupun harus (pelaku), tempat (locus), dan waktu mempertaruhkan jiwanya. Karena menolak Seikirie ̶ menghormat kepada Kaisar Jepang ̶ K.H. Hasyim (periode). Film-film biopik pada era tahun Asy;ari harus ditangkap dan dipenjara oleh 2000-an juga sangat memperhatikan fakta- kempetai. Kiai Hasyim Asy‟ari harus menerima siksaan bahkan dipindah-pindah penjara sampai 3 fakta sejarah dengan mendasarkan pada kali. Akhirnya, ketika tentara Dai Nippon mau bekerjasama dengan para kiai, KH Hasyim Asy;ari historiografi biografi, seperti pada film Gie, ditunjuk menjadi ketua Masyumi dan Shumumbu yaitu Departemen Penerangan Agama bentukan Sang Kiai, Soegija, Soekarno, dan Jenderal Jepang. Soedirman. Walaupun dalam film-film Keterangan . K.H. Hasyim Asy‟ari diperankan oleh aktor biopik tersebut hanya mengambil beberapa Ikranegara . Film yang menunjukkan adanya representasi kisah terpenting dan menarik yang politik identitas kaum santri dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan RI. Dalam mengandung unsur dramatis dari historiografi Indonesia di era rezim Orde Baru, peran dari kaum satri sangat terpinggirkan oleh perjalanan hidup sang tokoh untuk menjadi peran militer. Bahkan film-film yang berlatar konten film. belakang cerita revolusi fisik kemerdekaan sangat identik dengan peran militer. Peran penting rakyat biasa dan kaum santri hanya Tabel 2. Relevansi struktur film biopik, menjadi unsur pelengkap cerita saja. historiografi biografi, dan politik identitas tokoh Judul Film Soegija (Historiografi biografi Mgr. Albertus Soegipapranata, SJ) Judul Film Gie (Historiografi biografi Soe Hok Gie) Struktur Isi Cerita Film Representasi cerita mengenai kisah dari pemimpin Struktur Isi Cerita Film umat Katolik, Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ Representasi cerita Soe Hok Gie pemimpin pada masa penjajahan Belanda. Kisah yang mahasiswa di era 1960-an dari kisah-kisah yang diangkat dari tulisan Romo Soegija yang kemudian ditulisnya di buku Catatan Seorang Demonstran dibukukan dengan judul Soegija Catatan Harian 54

Seorang Pejuang Kemanusiaan. Cerita diawali Ir. Soekarno yang mengalami peminggiran ketika Soegija ditasbihkan sebagai uskup pertama secara politik selama masa Orde Baru. Bahkan pribumi oleh Vatikan menjadi pemimpin umat diasingkan segala bentuk ideologi, pemikiran katolik di Vikaris Apostolik . Soegija Soekarno. Substansi film tersebut menunjukkan ditasbihkan oleh Mgr. P. Willekens Vikaris supremasi sipil dalam meraih kemerdekaan Apostolik Batavia. Ketika terjadi penjajahan sebagai hal yang selama ini diingkari oleh militer Jepang, Soegija mempertahankan gereja yang dalam sejarah kemerdekaan. akan dijadikan markas tentara Jepang. Namun, Judul Film Seoegija gagal melindungi bruder dan suster dari Belanda yang mengalami penangkapan tentara . Jenderal Soedirman (Historiografi biografi Jepang dan diintenering. Saat terjadi peperangan 5 Panglima Besar Jenderal Soedirman) hari di Semarang, Soegija menginisiasi genjatan Struktur Isi Cerita Film senjata dengan mempertemukan pihak tentara Representasi perjuangan dan kepemimpinan Indonesia, Jepang, dan Belanda agar tidak jatuh Jenderal Soedirman tatkala Belanda menyatakan korban di kalangan warga sipil. secara sepihak sudah tidak terikat dengan Keterangan perjanjian Renville, sekaligus menyatakan . Soegija diperankan oleh aktor penghentian genjatan senjata. Pada tanggal 19 Desember 1948, Jenderal Simons Spoor Panglima . Film yang menunjukkan adanya representasi Tentara Belanda memimpin Agresi Militer II politik identitas dari pemimpin umat Katolik, menyerang yang saat itu menjadi sebagai kelompok minoritas yang memiliki Ibukota.Soekarno-Hatta ditangkap dan diasingkan kepedulian dan kontribusi dalam perjuangan ke Pulau Bangka. Jenderal Soedirman yang melawan penjajah. Dalam historiografi Indonesia, sedang didera sakit berat melakukan perjalanan ke khususnya terkait dengan kisah-kisah revolusi arah selatan dan memimpin perang gerilya selama kemerdekaan RI, peran dari tokoh-tokoh agama tujuh bulan. Dari kedalaman hutan, Jenderal Katolik juga mengalami alienasi dibandingkan Soedirman menyiarkan bahwa Republik Indonesia dengan militer. masih ada, kokoh berdiri bersama Tentara Judul Film Nasionalnya yang kuat. Soekarno (Historiografi biografi Presiden RI Ir. Keterangan Soekarno) . Jenderal Soedirman diperankan oleh aktor Struktur Isi Cerita Film Adipati Dolken Representasi yang mengisahkan perjalanan hidup . Film yang menunjukkan adanya representasi Presiden I RI Ir. Soekarno dari masa kecil hingga politik identitas militer yang selama masa revolusi proklamasi kemerdekaan. Pada masa remaja fisik ketika Belanda melakukan Agresi Militer II Soekarno mondok di rumah HOS Cokroaminoto di atas wilayah Yogyakarta, sementara itu selama . Disinilah dia mengenal konsepsi rezim Orde Baru sangat identik dengan peran kesadaran kebangsaan dan belajar berpidato Soeharto. Bahkan dalam film tersebut tidak sebagaimana dengan HOS Cokroaminoto sebagai nampak peran sentral dari Soeharto ketika terjadi pimpinan Sarekat Islam. Kesadaran kebangsaan peperangan gerilya. Justru sebaliknya, peran inilah yang kemudian menuntunnya mendirikan pasukan Jenderal Soedirman sebagai sentral PNI. Perjuangan Soekarno pun akhirnya maupun point of view dari keseluruhan struktur menempatkan dirinya ke . Bersama dengan naratif film Bung Hatta dan Sjahrir, berusaha memperoleh kemerdekaan kepada pihak Jepang. Namun, ketika Jepang kalah peperangan dengan pihak Sekutu, Tabel 2 tersebut menunjukkan maka janji kemerdekaan itu tidak berhasil diperolehnya. Pihak pemuda menghendaki adanya relevansi formulatif antara film Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan, namun Soekarno menangapi biopik dengan disiplin ilmu sejarah yaitu dengan berhati-hati, karena tidak ingin terjadi pertumpahan darah sebab Jepang masih berkuasa aspek sejarah naratif dan sejarah biografi dan memiliki senjata. Akhirnya terjadi penculikan di Rengasdengklok oleh pihak pemuda. Tapi atas serta politik identitas. Sejarah naratif terkait peran Ahmad Soebardjo, Soekarno dan Hatta berhasil dibawa ke Jakarta. Di rumah Laksamana dengan kaidah maupun cara bertutur Maeda, disusunlah naskah proklamasi kemerdekaan. Dan pagi harinya meski dalam cerita, sedangkan sejarah biografi lebih kondisi sakit, Soekarno yang didampingi Bung kepada subjek film yang berupa cerita Hatta menyatakan kemerdekaan Republik Indonesia. perjalanan hidup seseorang. Dalam film- Keterangan . Soekarno diperankan oleh aktor Ario Bayu film biopik pasca-Orde Baru menunjukkan . Film yang menunjukkan adanya representasi adanya dekonstruksi terhadap historiografi kiprah dari politik identitas nasionalisme sipil dari

55

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

revolusi kemerdekaan dan masa-masa representasi politik identitas dari kalangan transisi antara Orde Lama ke Orde Baru, masyarakat yang terpinggirkan dalam yang selama ini sangat mengutamakan historiografi revolusi kemerdekaan peran dari penguasa rezim untuk Indonesia, seperti politik identitas dari melanggengkan dan memanipulasi fakta- kaum santri, umat Katolik yang bukan fakta sejarah bagi kepentingan kekuasaan mayoritas di Indonesia, etnis Tionghoa, politik penguasa. Film-film biopik yang bahkan kalangan sipil yang sejatinya dihadirkan pasca jatuhnya Rezim Orde memiliki andil besar dalam perjuangan Baru dapat dimaknai sebagai bentuk kemerdekaan. Artinya, bahwa para tokoh- perlawanan kultural dan politik identitas. tokoh yang terpinggirkan tersebut sejatinya Selama ini peran dan kontribusi dari tokoh- secara fakta sejarah memiliki kontribusi tokoh revolusi kemerdekaan atau pasca besar dalam berdirinya negara Indonesia. tragedi tahun 1965 ̶ seperti K.H. Hasyim Di dalam perspektif sejarah naratif Asy‟ari, Mgr. Albertus Soegijapranata, dan sejarah biografi, film sebagai produk Soekarno, Jenderal Soedirman ataupun budaya massa memiliki hubungan dengan tokoh etnis Tionghoa ̶ yang dihadirkan isi cerita, yang berdasar pada kenyataan dalam film biopik tatkala, tersubordinasikan sejarah. Kenyataan yang berupa peristiwa- oleh peran negara, teralienasi dari peristiwa yang melibatkan ataupun dialami penulisan sejarah di masa rezim Orde Baru oleh tokoh pada masa lalu, karena dalam berkuasa. sejarah semua peristiwa secara persis Peristiwa-peristiwa yang tertuang diceritakan kapan terjadi. Hal ini yang dalam film biopik Gie, Sang Kiai, Soegija, membedakan dengan mitos (Kuntowijoyo, Soekarno, dan Jenderal Soedirman benar- 2013:7). Kontribusi ilmu sejarah terhadap benar fakta sejarah yang bisa eksistensi film adalah penulisan sejarah dipertanggungjawabkan secara akademik atau historiografi, terutama pada aspek dan etik. Film biopik tersebut dapat kronologis menjadi hal yang sangat penting ditelurusi secara pustaka, termasuk tidak (Kuntowijoyo, 2013:80). Struktur naratif adanya kritik dari sejarawan atas fakta dalam film Gie, Sang Kiai, Soegija, sejarah yang dihadirkan dalam film. Soekarno, dan Jenderal Soedirman Berbeda halnya dengan film Janur Kuning menunjukkan adanya kronologis yang logis yang memperoleh kritikan dari sejarawan dan berdasar pada kebenaran fakta ataupun pelaku sejarah karena adanya sejarah dengan secara tegas berpegang fakta yang diingkari oleh penguasa rezim. pada konsepsi kebenaran fakta sejarah, Namun, setidaknya kelima film biopik yaitu pelaku, periode atau waktu, dan tersebut, menunjukkan adanya peristiwa. Hal ini disebabkan bahwa aspek

56

kronologis berperan penting dalam terepresentasikan dalam film biopik tokoh penyusunan isi cerita film. Apalagi film-film yang secara kolektif membawa adanya ber-genre sejarah biografi tokoh dalam ikatan kesadaran primordialisme yang bentuk gaya dokudrama. Penyusunan isi berbasis pada etnis, agama, kesamaan cerita harus berdasar pada plot yang platform ideologi politik, ataupun militer. bersifat kronologis yaitu rangkaian urutan Film Gie merupakan representasi dari peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dialami identitas etnis Tionghoa, film Soegija dan sendiri secara langsung oleh sang tokoh Sang Kiai merepresentasikan identitas cerita. Dan, peristiwa yang tersusun dalam kolektif dari kalangan umat Katolik dan alur atau plot tetap harus berdasar pada santri, film Soekarno merepresentasikan kebenaran fakta sejarah. Fakta-fakta adanya ikatan platform ideologi politik sejarah ini kemudian direkonstruksi ke atas Marhaenisme ataupun para pengidola layar film atau sinema dengan teknik Bung Besar, maupun identitas kolektif adaptasi atau ekranisasi. militer, khususnya TNI Angkatan Darat atas film Jenderal Soedirman. Bahkan dalam 4.2. Politik Identitas dan Ideologi: proses produksi film-film biopik tersebut Keragaman Konten Film Biopik Pasca Orde Baru juga memperoleh dukungan secara Stuart Hall (dalam Rutherford (ed), finansial dari pihak-pihak yang memiliki 1993:223) menyatakan bahwa identitas kedekatan dengan tokoh-tokoh sentral seseorang tidak dapat dilepaskan dari dalam film biopik, seperti dukungan sense (rasa atau kesadaran) terhadap keuskupan Indonesia dan umat Katolik ikatan kolektivitas. Ketika identitas dalam pendanaan film Soegija, dukungan diformulasikan otherness (keberbedaan) Kostrad terhadap produksi film Jenderal atau sesuatu yang di luar persamaan- Soedirman, dukungan dari Yayasan Bung persamaan tersebut, sehingga karakteristik Karno dalam produksi film Soekarno. identitas bukan hanya dibentuk oleh ikatan Ada tiga pendekatan pembentuk kolektif melainkan juga oleh kategori- identitas, yaitu: (1) primordialisme, identitas kategori pembeda (categories of diperoleh secara alamiah turun-temurun, differences). Identitas kolektif adalah seperti etnis, ras, agama. (2) identitas yang dimiliki oleh anggota- konstruktivisme, identitas sebagai sesuatu anggota kelompok yang mereka bangun yang dibentuk dan hasil dari proses sosial melalui interaksi, sesama anggotanya dan yang kompleks. Identitas dapat terbentuk untuk kepentingan bersama atau melalui ikatan-ikatan kultural dalam kepentingan kelompok (Setyaningrum, masyarakat. (3) instrumentalisme, identitas 2005). Identitas kolektif ini ternyata juga merupakan sesuatu yang dikonstruksikan

57

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

pada aspek kekuasaan (Widayanti, pribumi dan non pribumi. Di dalam 2009:14-15). Identitas yang menjadi salah masyarakat yang mengalami kolonialisme satu dasar konsep kewarganegaraan yang panjang seperti Indonesia, persoalan (citizenship) adalah kesadaran atas identitas adalah persoalan yang pelik. kesetaraan manusia sebagai warganegara. Identitas selalu menjadi persoalan distorted Identitas sebagai warga negara ini menjadi and disabling identities. Dan, cukup jelas bingkai politik untuk semua orang, terlepas diketahui bahwa bangsa-bangsa yang baru dari identitas lain apapun yang dimilikinya di Dunia Ketiga dilahirkan di tengah seperti identitas agama, etnis, daerah, dan pergolakan dan penolakan atas lain-lain (Bagir, 2011:17). Film-film biopik kolonialisme tersebut. Bangsa baru memang secara substansi isi ceritanya tersebut secara kolektif perlahan-lahan menampilkan tokoh-tokoh dengan berlatar menuliskan narasinya, dokumen atau belakang identitas agama, etnis, daerah manuskrip tentang perjuangannya yang namun apabila ditelaah lebih dalam film tentu menghasilkan sebentuk identitas diri biografi atas diri Soe Hok Gie, Mgr. (Sinaga dalam Fauzi dan Panggabean Albertus Soegijapranata, SJ, K.H. Hasyim (ed), 2012:34-35). Asy‟ari, Soekarno, dan Jenderal Soedirman Di dalam dinamika proses sosial dan mengandung makna penanda adanya budaya masyarakat, seringkali identitas kesamaan satu identitas yaitu juga membawa pengaruh besar yang keindonesiaan. Kiprah mereka dalam menjadi dasar bagi kalkulasi pola interaksi historiografi Indonesia menunjukkan maupun relasi kuasa. Apalagi secara adanya semangat dan kesadaran struktur sosial, masyarakat mengalami nasionalisme atas nilai-nilai kebangsaan, disparitas sosial dan kelas-kelas sosial khususnya sebagai bangsa Indonesia. yang berbeda. Terdapat oposisi binner Identitas mereka hanya satu yaitu warga antara pihak berkuasa dengan pihak negara Indonesia. Meskipun pada masa subaltern karena identitas yang melekat rezim Orde Baru, secara politik identitas pada dirinya, seperti agama, etnis, menjadi media efektif untuk penguasaan ekonomi, hingga ideologi mengkonstruksikan suatu tatanan sosial, politik. Di Indonesia, relasi kuasa budaya, ekonomi, dan politik bagi hegemonik sangat kentara sekali apabila kepentingan hegemoni penguasa. Sebagai terkait dengan kelompok-kelompok contoh, rezim Orde Baru menertibkan minoritas, baik secara agama maupun atribut-atribut tentang Soekarno, tokoh- etnis. Termasuk juga dalam konteks tokoh NU sempat menjadi musuh politik kesatuan komunitas kolektif. Terkadang karena bersifat kritis, adanya aturan terkait pengaruh primordialisme begitu

58

mengemuka dan menimbulkan segregasi dan Jenderal Soedirman hadir untuk sosial. Di antaranya juga karena pengaruh mengkoreksi sekaligus mendekonstruksi intervensi negara, contohnya adalah produksi film-film sejarah, terutama yang kebijakan strategis politik rezim Orde Baru. bersangkutan dengan masa revolusi Menurut Sudjatmiko (dalam Fauzi dan kemerdekaan dimana Soeharto seakan- Panggabean (Ed), 2012:75) melalui akan yang memiliki peran yang paling sejumlah perspektif, politik identitas dalam sentral. Sehingga dalam film Janur Kuning, tradisi politik Indonesia telah terkubur harus menghilangkan atau meniadakan bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan pertemuannya dengan Sri Sultan politik Bung Karno. Politik identitas yang Hamengkubuwono ke IX selaku penggagas bertendensi ideologis (Islamisme, utama Serang Umum 1 Maret. Sedangkan Sosialisme, Marhaenisme) diharamkan film Gie, yang menghadirkan tokoh oleh kekuasan otoritarian Orde Baru. Tionghoa juga merupakan bentuk Bahkan di masa Orde Baru, bangsa dekonstruksi atas praktik pengkerdilan dan Indonesia mengalami deideologisasi, pengsubordinasian etnis Tionghoa oleh depolitisasi, dan deorganisasi (Aditya, rezim Orde Baru. Apalagi Soh Hok Gie 2003). Konsekuensi logisnya di kemudian merupakan etnis Tionghoa yang sangat hari adalah berlangsungnya kesadaran kritis terhadap ketidakadilan, termasuk politik identitas, setelah rezim militeristik kritis terhadap praktik kekuasaan Orde tersebut berakhir setelah menerima Baru. Mungkin ketika Rezim Orde Baru gelombang demonstrasi pada tahun 1998 masih berkuasa, para sineas akan yang akhirnya melahirkan Orde Reformasi. kesulitan dalam memproduksi film Gie, Meskipun begitu, persoalan politik identitas dengan tokoh sentral seorang Tionghoa. juga masih menjadi ancaman bagi Kehadiran film-film biopik Gie, Sang pluralisme masyarakat di era reformasi ini. Kiai, Soegija, Soekarno, dan Jenderal Selain kelahiran Orde Reformasi, Soedirman dapat dimaknai sebagai salah satu bukti keberhasilan reformasi penanda atas hadirnya gerakan estetik dan adalah lahirnya film-film biopik yang kultural untuk menghadirkan keragaman menghadirkan tokoh-tokoh besar (the ideologi dan politik identitas kepada publik greats man) dari kalangan yang teralineasi yang selama ini mengalami dogmatisasi selama kekuasaan rezim Orde Baru. Selain dan indoktrinasi sejarah menurut perspektif itu, juga menghadirkan tokoh founding penguasa Orde Baru yang sarat dengan father yang mengalami pemenjaraan memanipulasi dan menyembunyikan fakta- secara politik ataupun militer. Film-film fakta sejarah. Di dalam studi-studi gerakan biopik Gie, Sang Kiai, Soegija,Soekarno, sosial, terminologi politik identitas mengacu

59

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

pada gerakan yang berusaha membela dan penguasa. Selama ini publik mengetahui memperjuangkan kepentingan kelompok- adanya stereotype negative dan kelompok tertentu yang tertindas karena subordinasi atas etnis Tionghoa. Dan, identitas yang dimilikinya (Hiariej dalam ternyata etnis Tionghoa pun juga memiliki Fauzi dan Panggabean (Ed), 2012:53). andil terhadap kebaikan negeri dan berani Menurut Bagir (2011:8) bahwa politik dalam mengkoreksi penguasa yang berlaku identitas adalah nama untuk menjelaskan koruptif dan tidak adil. situasi yang ditandai dengan kebangkitan Sementara itu Lukmantoro (2008:2) kelompok-kelompok identitas sebagai menyatakan bahwa politik identitas adalah tanggapan untuk represi yang tindakan politis untuk mengedepankan memarjinalkan mereka di masa lalu. kepentingan-kepentingan dari anggota Identitas berubah menjadi politik identitas suatu kumpulan karena memiliki kesamaan ketika menjadi basis perjuangan aspirasi identitas atau karakteristik, baik berbasis kelompok. Film-film biopik Gie, Soegija, pada ras, etnisitas, gender, atau Sang Kiai, Soekarno, dan Jenderal keagamaan. Kehadiran politik identitas Soedirman dapat diartikan sebagai bentuk sengaja dijalankan kumpulan-kumpulan aktulisasi dari politik identitas. Perlawanan masyarakat yang mengalami marginalisasi. kultural melalui produk budaya populer Aktualisasi politik identitas salah satunya yang menghadirkan eksistensi kolektif adalah melalui perlawanan kultural dalam politik identitas dari kalangan santri, umat ranah kreatif budaya populer, yaitu sinema minoritas Katolik, etnis Tionghoa, kalangan atau film Indonesia. Sebab film semasa Marhaenisme, maupun militer yang rezim Orde Baru lebih diarahkan untuk berseberangan dengan trah militer memenuhi kepentingan penguasa Orde Jenderal Besar Soeharto. Hal ini jelas Baru ataupun bagian dari politik sejalan dengan kehadiran film-film biopik harmonisasi dengan kepentingan dan atas tokoh-tokoh yang selama ini kebijakan rezim. Film-film nasional tidak termarjinalkan, khususnya dalam boleh berisi kritik terhadap penguasa dan historiografi Indonesia masa kekuasaan bersifat menyukseskan program-program Rezim Orde Baru. Melalui film-film biopik, pemerintah. Menurut Sen (2013:267) publik pun menjadi tahu atas peran bahwa kendali negara terhadap sinema golongan santri dan agamawan Katolik telah dilegitimasi secara historis dan terkait dalam sejarah revolusi kemerdekaan sangat erat dengan politik sayap-kiri, ataupun kekritisan etnis Tionghoa dalam setelah tahun 1965 sinema Indonesia mengkoreksi dan melawan praktik dengan cepat dibersihkan dari euforia ketidakadilan yang dilakukan oleh pemberontakan kolektif dan menjadi ruang

60

mediascape Orde Baru yang paling lingkupnya, menceritakan perjuangan “tertata”. Perhatian negara terhadap militer yang merupakan inti pembentukan sinema (pada awal tahun 1970-an dan Indonesia modern, melawan tidak hanya awal 1980-an), baik terkait kebijakan dan Belanda, tetapi juga ancaman persatuan bantuan keuangan dapat dilihat sebagai bangsa, katakanlah gerakan separatis upaya mempertahankan sinema sebagai Islam dan komunisme (Barker, dalam ruang “tertata” dan memperluas ruang Cheng dan Barker (ed), 2011:11-12). Film- “tertata” ke seluruh mediascape. Karena film biopik era tahun 2000-an, tidak saja pemerintah Orde Baru sejak awal bertujuan sebatas membicarakan wacana ke- menciptakan “suatu „politik ketertiban‟ Indonesia-an dan nasionalisme, melainkan (ordered politics) untuk menjamin proses juga tentang identitas-identitas kalangan pembuatan dan pelaksanaan kebijakan santri, Tionghoa, umat minoritas Katolik, yang cepat, efektif, dan efisien (Mas‟oed pengikut Marhaenis, dan militer. Hal ini dalam Sen, 2013:265). Orde Baru persis menunjukkan adanya keragaman politik merepresentasikan lawan politik dari identitas dan nasionalisme pasca rezim ekses-ekses revolusioner dalam Orde Baru. Sesuatu yang jarang sekali pemerintah (dis)Order(r) Lama . terjadi semasa rezim Orde Baru berkuasa. Suara teriakan demonstrasi massa Film biopik Gie, Soegija, Sang Kiai, ditertibkan menjadi kebisuan atau wicara Soekarno, dan Jenderal Soedirman dengan publik (public speech) yang harus ditata- latar belakang yang berbeda dari identitas ulang (reordered) (Sen, 2013:265). masing-masing tokoh dalam film namun Atmosfer politik tanah air pada masa disatukan oleh satu makna tentang nilai- pertama kali film Indonesia diproduksi oleh nilai nasionalisme ke-Indonesia-an. anak negeri, film Indonesia terbentuk Terdapat dua jenis nasionalisme dalam tema bersama yang kental dengan berdasarkan identifikasi diri pada sub- berbagai pernik-pernik, retorika, harapan, bangsa dan negara-bangsa, yaitu civic dan impian, dan semangat di sekitar ethnic. Nasionalisme atau rasa nasionalisme. Sebagai bangsa yang baru kebangsaan ini dibedakan menurut level lahir, para pemimpin nasional selalu kebangsaan. Nasionalisme etnis (ethnic menyampaikan semangat nasionalisme nasionalism), yaitu nasionalisme yang dan politik (Nugroho dan Herliani, merupakan ikatan kebangsaan yang 2013:133). Bahkan film-film nasional pada dibangun berdasarkan persamaan bahasa, awal produksi film Indonesia bertumpu kebudayaan, dan darah keturunan pada prinsip-prinsip film nasional. Pertama- kelompok etnis tertentu. Sedangkan tama, bersifat nasionalis dalam ruang nasionalisme kewarganegaraan (civic

61

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

nasionalism) merupakan kebangsaan yang Soeharto menjalankan politik panglima dibangun lewat adanya pengakuan dan dengan cara militer dan sensor kesetiaan pada otoritas konstitusional dan diberlakukan dalam berbagai dimensi kerangka perpolitikan dalam sebuah kehidupan termasuk film (Nugroho dan negara, selain sejarah yang sama oleh Herlina, 2013:152). Padahal, secara semua kelompok bangsa-bangsa. Atau historis pada masa pendudukan Jepang, dengan kata lain, ikatan yang dibangun orang Jepang menggunakan film sebagai nasionalisme ini didasarkan atas propaganda mengajari orang Indonesia kewarganegaraan di dalam sebuah wilayah cara memakai film sebagai alat perjuangan teritorial dan batas-batas yang berlaku bagi (Sen, 2013:33). Film bukan saja diproduksi negara-bangsa (Suseno, 2010:102). sebagai media tontonan yang menghibur, Berdasar pada struktur naratif dan konten melainkan juga berfungsi sebagai media cerita film biopik, maka konsepsi ekspresi yang sarat dengan nilai-nilai nasionalisme etnis ini terlihat dari estetis, etika, moral, dan ideologi representasi Soe Hok Gie dalam film Gie, (Ayawaila, 2013:2). Terkait dengan politik sedangkan nasionalisme kewarganegaraan identitas, film biopik tidak dapat dilepaskan terepresentasikan dalam film Soegija, dari kepentingan ideologi dari tokoh cerita Soekarno, Sang Kiai, dan Jenderal yang dikisahkan. Bagaimanapun, masing- Soedirman yang memperjuangkan tentang masing tokoh memiliki identitas kolektif konstitusionalitas dan kedaulatan yang melekat pada kesadaran dirinya, kebangsaan Indonesia untuk menjadi seperti agama, etnis, tradisi, maupun aspek negara yang merdeka, terbebas dari kebudayaan. Para tokoh-tokoh besar yang identitas bangsa inlander atau terjajah. menjadi titik fokus film merupakan pribadi Film-film pada era Orde Baru dengan yang hidup dalam komunalitas kolektif kekuasaan absolut di kalangan militer, masyarakat atau institusi formal maupun konten film nasional sangat dibatasi yaitu informal, seperti lingkungan institusi tidak boleh menampilkan kritik terhadap agama, primordialisme, bahkan etnisitas. penguasa ataupun wajah buruk negeri ini. Pada film biopik yang menghadirkan tokoh Oleh karena itu, tidak heran apabila tema- sejarah dengan setting masa-masa tema picisan yang berkutat pada kisah kolonialisme dan awal-awal perjuangan cinta, seksualitas, dan kekerasan belaka dalam bernegara, konsep yang paling menjadi tumbuh subur. Tidak ada ruang menonjol adalah pada konsepsi ideologi, untuk mengeksplorasi persoalan bangsa seperti Sok Hok Gie, K.H. Hasyim Asy'ari, dan estetika seni (Nugroho dan Herlina, Mgr. Albertus Sugijapranata, SJ, Soekarno, 2013:151). Bahkan setelah tahun 1965, dan HOS Cokroaminoto yang kiprahnya

62

difilmkan menjadi film biopik. dalam film, yang tidak saja berfungsi Runtuhnya rezim Orde Baru setelah sebagai media hiburan, melainkan juga berkuasa 32 tahun telah membuka bisa menjadi media propaganda, spektrum besar terhadap arus pendidikan, komunikasi, dan penanaman demokratisasi di Indonesia yaitu dengan ideologi. Rezim Orde Baru, melalui film membuka pintu seluas-luasnya bagi mencoba untuk memanfaatkan sejarah dialektika kemunculan kembali politik kebenaran versi penguasa untuk identitas. Dalam konteks Indonesia, meneguhkan kekuasaan, meskipun kehadiran politik identitas adalah antitesis terkadang ada kebenaran fakta-fakta dari kekuatan politik yang sentralistik dan sejarah yang diingkari. Salah satunya hegemonik selama Orde Baru berkuasa. menonjolkan peran pribadi Soeharto dan Kemunculan politik identitas secara massif militer sebagai pihak yang paling direpresentasikan dengan munculnya berpengaruh semasa revolusi simbol dan ideologi Islam (Sudjatmiko kemerdekaan melalui film Janur Kuning. dalam Fauzi dan Panggabean (Ed), Namun setelah rezim Orde Baru 2012:75). Film-film biopik dengan tumbang, hadir film-film biopik yang keragaman ideologi dan politik identitas menghadirkan tokoh-tokoh yang selama dari tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam film Orde Baru berkuasa, teralienasikan dalam dapat dimaknai sebagai bentuk eksistensi historiografi Indonesia atas peran mereka dan perlawanan politik dari kalangan santri, terkait dengan kontribusinya selama umat Katolik, etnis Tionghoa, kaum revolusi kemerdekaan ataupun etnis yang Marhaenis, dan militer terhadap hegemoni mengalami subordinasi politik, sosial, dan politik kekuasaan Rezim Orde Baru. budaya, seperti Soe Hok Gie dari etnis Tionghoa. Ada juga dari kalangan santri 5. SIMPULAN yaitu K.H. Hasyim Asy‟ari yang melahirkan Film biopik sebagai salah satu genre fatwa Resolusi Jihad yang menjadi pematik film sejarah, memiliki fungsi efektif bagi perlawanan santri dan laskar Hizbullah tranformasi nilai-nilai keteladanan tokoh- dalam peristiwa 10 Nopember 1945 di tokoh besar (the Greats Man) di masa lalu. Surabaya. Selama ini, peristiwa itu dalam Film biopik sebagai film sejarah harus historiografi lebih mengarah kepada peran berpegang teguh pada ketentuan militer dan Bung Tomo. Kontribusi uskup kebenaran fakta sejarah, misalnya melalui pribumi pertama Indonesia sebagai sumber historiografi. Walaupun terkadang pimpinan umat Katolik yaitu Mgr. Albertus penulisan sejarah juga menimbulkan Soegijapranata, SJ yang berperan atas kontroversi atas obyektivitasnya, karena penghentian perang 5 hari di Semarang pengaruh dari penguasa. Tidak terkecuali

63

Vol.10 No.1 Desember 2018 ISSN 2338-428X (Online) DOI: 10.33153/capture.v10i1.2196 ISSN 2086-308X (Cetak)

ataupun menghadirkan Duta Besar Tahta Suci Vatikan untuk mengakui kedaulatan DAFTAR ACUAN Republik Indonesia. Soekarno yang selama Buku: rezim Orde Baru mengalami subordinasi Astika, Septizar Tri. 2015. “Konstruksi Kepemimpinan Tokoh Bangsa dalam secara politik karena dianggap sebagai Film Soekarno.” Tesis. Jakarta: lawan politiknya, juga dihadirkan dalam film Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Tidak biopik selain Jenderal Soedirman yang dipublikasikan. perannya dalam Serangan Umum 1 Maret Ayawaila, Gerzon R. 2008. Dokumenter 1949 sedikit teralinasikan oleh peran Dari Ide sampai Produksi. Jakarta: FFTV-IKJ Press Soeharto. Padahal ketika itu Jenderal Ayawaila, Bangun, Afandi, Muhlisiun, Soedirman merupakan panglima besar TNI Wibawa, dan Siagian. 2013. melawan hegemoni kolonialisme Belanda. Penyemaian Industri Perfilman Indonesia. Jakarta: FFTV-IKJ Press. Film-film biopik seperti Gie, Soegija, Budiman, Christian; Abdullah, Irwan; Sang Kiai, Soekarno, dan Jenderal Simatupang, G.R. Lono. 2013. Soedirman memberikan keragaman atas “Retorik dan Makna Ideologi Karya Instalasi dalam Film Opera Jawa eksistensi politik identitas dari perspektif . RESITAL Jurnal agama, etnis, ataupun platform ideologi Seni Pertunjukkan. Vol. 14 No. 1 Juni 2013. Halaman 1-8. politik. Selain itu juga, menjadi penanda Damono, Sapardi Djoko. 2014. Alih hadirnya semangat dan kesadaran ethnic Wahana. Jakarta: Editum. nasionalism maupun civic nasionalism. Haryanto, Ariel. 2015. Identitas dan Artinya, tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam Kenikmatan Politik Budaya Layar Indonesia. Jakarta: Kepustakaan film biopik merupakan tokoh-tokoh dengan Populer Gramedia (KPG). keragaman identitas, namun disatukan oleh Irwansyah, Ade. 2009. Seandainya Saya satu konsepsi wacana ke-Indonesia-an Kritikus Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka sebagai ideologi dan identitas kolektif. Film Marsh, David dan Stoke, Gerry. 2012. Teori biopik pasca rezim Orde Baru dan Metode dalam Ilmu Politik. memunculkan keragaman-keragaman : Penerbit Nusa Media. ideologi dan politik identitas dari Nugroho, Garin dan Herlina, Dyna. 2013. Krisis dan Paradoks Film Indonesia. keterwakilan tokoh-tokoh Soe Hok Gie, Jakarta: FFTV-IKJ Press. Mgr. Albertus Soegijapranata, SJ, K.H. Pratista, Himawan. 2008. Memahami Film. Hasyim Asy‟ari, Soekarno, dan Jenderal Cetakan ke-2. Yogyakarta: Homerian Pustaka. Soedirman sebagai subject matter. Dan, Sen, Krishna. 2013. Sinema Indonesia menjadi alternatif bagi historiografi sejarah Membingkai Orde Baru. Yogyakarta: perfilman Indonesia, terutama setelah Rumah Sinema. tumbangnya Rezim Orde Baru. Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: Grasindo.

64