KEARIFAN BUDAYA SUNDA DALAM PERALIHAN KEPEMIMPINAN KERAJAAN SUNDA DI KAWALI SETELAH PERANG BUBAT

Oleh: Rusya’i Padmawijaya 1 Siti Khodijah 2

ABSTRAK Pemerintahannya, Bunisora Suradipati cenderung sebagai raja yang berkarakteristik religius. Kepiawaian Bunisora Suradipati dalam mengolah kerajaan sangat bagus dan sangat bijaksana. Beliau memegang penuh kestabilan aturan dan norma-norma kenegaraan. Konsep kepemimpinan di Sunda pada waktu pemerintahan Bunisora Suradipati tidak bisa lepas dari dua hal. Pertama, kitab Watang Ageung (satu kitab yang selalu digunakan oleh orang Sunda yang mengadopsi atau meyakini ageman atau kepercayaan Sunda Wiwitan. Yang kedua yaitu dari Siksakandang Karesian. Salah satunya konsep kepemimpinannya ialah dengan menggunakan konsep Tri Tangtu (tiga kunci atau tiga titik pemerintahan). Ketiga kunci tersebut yaitu Resi, Ratu, dan Rama. Tipe kepemimpinan Bunisora Suradipati adalah tipe kepemimpinan demokratis. Pada tahun 1371 Masehi, Bunisora Suradipati menyerahkan tahtanya kepada Niskala Wastu Kancana. Hal itu terjadi karena keluhuran budi Bunisora Suradipati, khususnya kejujurannya, sehingga Bunisora Suradipati menganggap bahwa tahta tersebut merupakan sebuah titipan, sebagai amanat sambil menunggu pewaris tahta yang sebenarnya dewasa, yaitu Niskala Wastu Kancana. Budaya Sunda berdampak besar terhadap kepemimpinan dan tatanan pemerintahan, serta berdampak juga terhadap kehidupan masyarakatnya. Salah satu dampak besar yang terjadi di Kerajaan Sunda setelah terjadinya tragedi Perang Bubat, yaitu “Dilarangnya keluarga Keraton atau kerabat keraton Kerajaan Sunda menikah dengan keluarga atau kerabat keraton ”. Hebatnya lagi dalam hal pemerintahan, keluhuran Budi Bunisora suradipati itu ditiru dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Niskala Wastu Kancana sebagai anak asuhnya. Sewaktu Niskala Wastu Kancana memegang tahta kerajaan, itu tidak terlepas dari ingatannya yaitu dari amanat-amanat sang paman, Bunisora Suradipati.

Kata Kunci: Budaya Sunda, Kepemimpinan dan Perang Bubat

ABSTRACT Government, Bunisora Suradipati tend to be characterized by religious king. Bunisora Suradipati’s skill into manage the kingdom was very good and so wise. He was kept the stability of arrangment and the norm of state. The Concept of the leadership in sundanic even Bunisora suradipati government was never be apart from two items. First, is kitab Watang Ageung (one kitab which always used by sundanese who adopt or be sure about certainty or believing Sunda Wiwitan). Second, Siksakandang Karesian. One of them leadership concept is used Tri Tangtu (the three key or the three drip government). And the three key was Resi, Ratu, dan Rama. Bunisora Suradipati type of leadership is the type of democratic leadership. In the year 1371 AD, Bunisora Suradipati gives his throne to Niskala Wastu Kancana. That’s was happened because of Bunisora Suradipati’s kindness, especially his honesty, so Bunisora Suradipati consider that the trone it was a deposit, as a mandate while waiting trone hairs, is Niskala Wastu Kancana. Sundanese culture have a major impact on the leadership and governance structure, and also have an impact on the lives of its people. One of the major impacts that occurred in the Kingdom of Sunda after tragedy Bubat War, namely "prohibiting family or relatives Kraton Kraton Kingdom of Sunda married with families or relatives Majapahit palace". Remarkably again in terms of governance, the kindness of Bunisora suradipati was applied on Niskala Wastu Kancana as his foster care. While Niskala Wastu Kancana hold the kingdom throne, it was never be apart from his memory about hid uncle’s mandate, Bunisora Suradipati.

Keywords: Sundanese culture, Leadership and War of Bubat

Jurnal Artefak Vol. 2 No. 1 – Maret 2014 [ISSN: 2355-5726] Hlm: 151 - 162 1 Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Galuh Ciamis 2 Mahasiswa Pendidikan Sejarah

Halaman | 151

PENDAHULUAN kulit kayu, bilahan bambu, atau rotan, dan lain- lain. Pergantian kepemimpinan dalam suatu Naskah-naskah tersebut secara umum negara yang berbentuk kerajaan terjadi melalui isinya mengungkapkan peristiwa masa lampau estafet kepemimpinan yang merupakan suatu yang menyiratkan aspek kehidupan masyarakat, peralihan kekuasaan yang wajar dan biasa. terutama tentang keadaan sosial dan budaya, Dalam sejarah kerajaan-kerajaan di , yang meliputi: sistem religi/keagamaan, peralihan kepemimpinan seringkali melalui teknologi dan benda materiil, mata pencaharian penumbangan dengan cara proses besar yang hidup/ekonomi, kemasyarakatan, ilmu disebut coup d’etat (kudeta) melalui pengetahuan/pendidikan, bahasa, dan seni pemberontakan. Peralihan kepemimpinan (Suryani, 2010: 48). melalui kudeta biasanya dilakukan oleh pihak Memang benar pengaruh globalisasi tidak kerabat dari raja itu sendiri. Selain itu peralihan bisa kita hindari, namun sebagai generasi muda kepemimpinan yang terjadi pada waktu itu kita dituntut agar pandai memilih dan memilah karena adanya kekosongan pemerintahan, hal ini serta mencerna budaya asing yang masuk, mana terjadi di Kerajaan Sunda Kawali pasca yang baik dan mana yang tidak baik untuk terjadinya tragedi perang bubat, dimana raja dan diterima. Di era globalisasi saat ini ada putri mahkota gugur pada peristiwa tersebut. kecenderungan bahwa masyarakat lebih Dengan gugurnya raja dan putri mahkota menghargai budaya asing dibandingkan budaya pada tragedi perang bubat, terjadi kekosongan “pituin” (asli) kita sendiri, meskipun ‘unsur kepemimpinan pemerintahan di Kerajaan Sunda luar’ itu berasal dari peninggalan “karuhun” Kawali. Hal itu terjadi karena putra mahkota (leluhur) kita. Selayaknya kita mau bercermin (Niskala Wastu Kancana) yang tidak ikut serta terhadap kebudayaan bangsa kita sendiri ke Bubat yang merupakan pewaris tahta kerajaan (Charliyan, 2013: 4). dan tinggal di Kawali masih kecil berusia ± 9 Dengan mengacu pada kearifan bangsa tahun. Sang Bunisora Suradipati yang sendiri pasti akan lebih membumi, sebab sudah merupakan adik dari prabu Linggabuana atau menjadi filosofi, tradisi, dan budaya yang paman dari Prabu Niskala Wastu Kancana mengakar dan teruji ratusan dan bahkan ribuan memegang estafet kepemimpinan di Kerajaan tahun sesuai dengan geografis, situasi dan Sunda Kawali untuk menjalankan roda karakter masyarakat itu sendiri, di mana saat ini pemerintahan menunggu sang pewaris tahta cenderung lebih berorientasi pada konsep estafet (Niskala Wastu Kancana) memasuki usia kepemimpinan model barat yang belum tentu dewasa (Djadja, 2002: 23). sesuai dengan budaya bangsa. Ditengah era globalisasi dewasa ini, Tetapi, bukan berarti kemudian anti melirik sejarah dan kearifan lokal budaya masa dengan konsep Barat. Konsep yang baik dari lampau merupakan sikap yang cukup bijaksana, Barat tetap bisa digunakan sebagai referensi, karena jika kita cermati secara seksama, tanpa namun tidak mengabaikan terhadap kearifan kita sadari banyak manfaat serta informasi lokal dengan mengutamakan dan melakukan budaya hasil kreativitas dan warisan karuhun penggalian konsep-konsep kearifan lokal yang (warisan leluhur) terdahulu yang bisa digali dan sudah teruji. Adapun konsep Barat bisa berperan diungkap dimasa kini (Charliyan, 2013: 4). sebagai pendukung dari konsep kearifan lokal Salah satu sumber informasi budaya masa sehingga konsep-konsep, ilmu, dan filosofi lokal lampau yang sangat penting adalah naskah bisa menjadi Tuan di rumah sendiri. buhun (kuno), yang dapat dipandang sebagai Untuk itu, selayaknya kita mau bercermin dokumen budaya, karena berisi berbagai data terhadap kebudayaan bangsa sendiri. Mencerna dan informasi ide, pikiran, perasaan, dan kearifan lokal yang terpendam dalam khazanah pengetahuan sejarah serta budaya dari suatu budaya peninggalan nenek moyang. Khususnya bangsa atau kelompok sosial budaya masyarakat yang berhubungan dengan masalah tertentu. Sebagai sumber informasi, dapat kepemimpinan dipastikan bahwa naskah-naskah buhun (kuno) (http://antoncharleadership.blogspot.com/2013/ termasuk salah satu unsur budaya yang erat 12/ kepemimpinan-berbasis-kearifan- kaitannya dengan kehidupan sosial budaya lokal_10.html, diunduh pada tanggal 19 masyarakat yang melahirkan dan Desember 2014). mendukungnya, tertulis pada kertas, daun lontar,

Halaman | 152 Kearifan Budaya Sunda dalam Peralihan Kepemimpinan Kerajaan Sunda di Kawali Setelah Perang Bubat Rusyai Padmawijaya & Siti Khodijah

Selain naskah buhun (kuno), sumber moral atau pedoman bagi pemimpin dalam informasi budaya masa lampau lainnya yang melaksanakan tugas dan kepemimpinannya agar sangat penting adalah prasasti. Seperti yang berhasil dan dicintai, baik oleh rakyat maupun terdapat pada prasasti yang berada di Astana bawahan. Di dalamnya berkaitan erat dengan Gede Kawali yang menceritakan tentang segala aspek kehidupan antara pemimpin dengan keberadaan pemimpin pada masa lampau yaitu yang dipimpinnya serta aspek ‘real’ yang terjadi seperti tertulis pada prasasti ke 1 yang berbunyi: di masyarakat kini “nihan tapa kawa-li nu siya mulia tapa bha- (http://antoncharleadership.blogspot.com/2013/ gya parebu raja was-tu mangadeg di kuta 12/ kepemimpinan-berbasis-kearifan- wa-li nu mahayuna kadatuan surawisesa nu lokal_10.html, diunduh pada tanggal 19 marigi sa-kuliling dayeuh nu najur Desember 2014). sagaladesa aya ma nu pandeuri pakena gawe rahayu pakeun heubeul ja-ya dina METODE PENELITIAN buana (Yang bertapa di Kawali ini adalah yang mulia pertapa yang berbahagia Prabu Keberhasilan suatu penelitian sangat Raja Wastu yang bertahta di kota kawali, ditentukan oleh kemampuan memilih serta yang memperindah keraton Surawisesa, menggunakan metode. Metode penelitian dapat yang membuat parit (pertahanan) di diartikan sebagai cara yang digunakan oleh sekeliling ibu kota, yang mensejahterakan peneliti dalam proses pemecahan masalah, seluruh negeri. Semoga ada yang kemudian sehingga dengan cara itulah tujuan yang membiasakan berbuat kebajikan agar lama dihendaki peneliti dapat tercapai. Sehubungan berjaya di dunia)”. dengan itu Peter L. Senn (1971) dalam bukunya Social Science and Its Methods, metode Adapun tulisan yang berada di tepian batu merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui berbunyi: “hayua diponah-ponah, hayua sesuatu yang mempunyai langkah-langkah dicawuh-cawuh, ina neker ina ager, ina nincak sistematis. Sedangkan T. H. Huxley mengartikan ina rempag” (Jangan dirintangi, janganlah metode ilmiah sebagai ekspresi mengenai cara diganggu, yang memotong akan hancur, yang bekerja pemikiran (Hamid dan Madjid, 2011: menginjak akan roboh). 40). Prasasti Kawali I yang berada di Astana Metode yang dipandang sesuai dengan Gede tersebut menguraikan wasiat Prabu pokok permasalahan penelitian ini dan juga Niskala Wastu Kancana terhadap anak-anaknya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai adalah serta keturunannya agar kerajaan Sunda berjaya metode sejarah (historiografi). Ada lima langkah selama-lamanya. Tampak sekali ada pertalian yang harus dilakukan saat menggunakan metode bathin dari diri dan pribadi Prabu Niskala Wastu historiografi tersebut. Adapun kelima langkah Kancana sebagai seorang raja serta ahli bertapa tersebut sebagaimana di kemukakan oleh yang sudah menemukan sumber hakikat Kuntowijoyo (2013: 69) bahwa penelitian kehidupan untuk kesejahteraan negara (Suryani, sejarah mempunyai lima tahap, yaitu (1) 2008: 94). pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) Selanjutnya pada prasasti 2 yang terdapat Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), di Astana Gede Kawali tertulis: “aya manu (4) interpretasi (analisis dan sintesis), dan (5) ngeusi bha-gya kawali ba-ri pakena ke-reta penulisan. Untuk lebih jelasnya mengenai bener pakeun nanjeur na juritan (semoga ada kelima langkah tersebut dijelaskan sebagai yang kemudian mengisi negeri kawali dengan berikut. kebahagiaan sambil membiasakan diri berbuat Pemilihan topik. Topik sebaiknya dipilih kesejahteraan sejati agar tetap unggul dalam berdasarkan: (1) kedekatan emosional dan (2) perang)”. kedekatan intelektual. Dua syarat itu, subjektif Sejatinya, bangsa ini kaya dengan dan objektif, sangat penting karena orang hanya kearifan lokal rupa-rupa kepemimpinan. akan bekerja dengan baik kalau dia senang dan Kearifan lokal kepemimpinan itu, diantaranya mampu. Setelah topik ditemukan, biasanya kita dikenal dengan istilah “parigeuing” membuat (3) rencana penelitian. (mengingatkan, menyadarkan, eling), Pengumpulan sumber. Sumber (sumber sebagaimana tertuang dalam naskah Sunda sejarah disebut juga data sejarah; dari bahasa buhun abad 16 (1518 M), berkenaan tuntunan Inggris datum [bentuk tunggal] atau data

Halaman | 153

[bentuk jamak]; bahasa Latin datum berarti Ada dua alasan logis yang “pemberian”) yang dikumpulkan harus sesuai memungkinkan mengapa Prabu Hayam dengan jenis sejarah yang akan ditulis. Sumber Wuruk ingin memperisteri puteri Sunda: itu, menurut bahannya dapat dibagi menjadi dua: 1) Mengingat kekerabatan Sunda-Majapahit tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan telah terjalin dengan baik sejak lama, artifact. karena pendiri Kerajaan Majapahit, yaitu Verifikasi. Setelah kita mengetahui secara Rakeyan Wijaya (Kretarajasa persis topik kita dan sumber sudah kita Jayawardhana) adalah cucunya Prabu kumpulkan, tahap berikutnya ialah verifikasi, Guru Darmasiksa (Maharaja Sunda). atau kritik sejarah, atau keabsahan sumber. Suatu hal yang wajar bila Prabu Hayam Verifikasi itu ada dua macam: autentisitas, atau Wuruk bermaksud mempererat kembali keaslian sumber atau kritik ekstern, dan kekerabatan Sunda-Majapahit, kredibilitas, atau kebiasaan dipercayai atau kritik sebagaimana yang dilakukan oleh intern. leluhurnya. Interpretasi. Interpretasi atau penafsiran 2) Karena kekerabatan Sunda-Majapahit sering disebut sebagai biang subjektivitas. Itu begitu dekat, kabar tentang puteri sebagian benar, tapi sebagian salah. Benar, Citraresmi yang sangat cantik, sehingga karena tanpa penafsiran sejarawan, data tidak dijuluki wajra (permata), telah menarik bisa berbicara. Sejarawan yang jujur akan hati Prabu yang belum mencantumkan data dan keterangan dari mana beristeri (Iskandar, Yoseph. 2005:202). data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat Lamaran tersebut langsung diterima kembali dan menafsirkan ulang. Itulah sebabnya, oleh Prabu Linggabuana beserta keluarga subjektivitas penulisan sejarah diakui, tetapi keraton dari Kerajaan Sunda, dengan alasan: untuk dihindari. Interpretasi itu ada dua macam, 1) Sama seperti Prabu Hayam Wuruk, yaitu analisis dan sintesis. mengingat kekerabatan Sunda-Majapahit Penulisan. Dalam penulisan sejarah, aspek telah terjalin dengan baik sejak lama kronologi sangat penting. Penyajian penelitian 2) Suatu kehormatan yang luar biasa, dalam bentuk tulisan mempunyai tiga bagian : mengingat Kerajaan Majapahit sedang (1) Pengantar, (2) Hasil Penelitian, dan (3) dalam puncak kejayaannya, memiliki Simpulan. pengaruh yang disegani di Dengan menempuh kelima langkah di (Wawancara dengan Bapak Jana Dipraja, atas, dapat dipastikan akan diperoleh hasil tanggal 14 Mei 2015). penelitian yang diharapkan. Tentunya langkah Setelah ada kesepakatan, pernikahan demi langkah harus dikuasai benar agar tidak tersebut akan dilakanakan di Majapahit. Jadi terjadi kekeliruan yang tidak diharapkan dari Kawali, pengantin wanita itu harus sehingga berakibat pada kurang tercapainya berangkat ke Majapahit, sekarang disebut tujuan penelitian ini. , Jawa Timur. Rombongan Sunda Waktu itu berangkat dari Kawali ke Cirebon PEMBAHASAN (ke titik pelabuhan di Cirebon), langsung menggunakan jalan air dengan menggunakan Konsep Kepemimpinan Bunisora Suradipati kapal laut, diceritakan dalam Naskah Carita 1. Perang Bubat Parahiyangan bahwa rombongan Sunda itu Perang Bubat merupakan peristiwa kurang dari seratus orang yang berangkat dari terjadinya perang antara orang-orang dari Kawali. Mereka menggunakan kapal yang Kerajaan Sunda dan orang-orang dari dulu digunakan oleh Rakeyan Wijaya yang Kerajaan Majapahit. Perang tersebut terjadi bernama “Jung” (kapal laut yang selalu di daerah Bubat pada tahun 1279 Saka atau digunakan oleh orang-orang Cina atau 1357 M. Perang Bubat berawal dari Mongol pada waktu itu). Kemudian mereka datangnya lamaran dari Kerajaan Majapahit, tiba di daerah Bubat (berupa lahan yang besar yaitu Prabu Hayam Wuruk atau Sri Raja seperti alun-alun yang tidak jauh dari balai Sanagara yang melamar putri Kerajaan utama atau keraton Majapahit), di sana Sunda yang bernama Citraresmi atau Dyah mereka bermalam (Wawancara dengan Pitaloka. Bapak Seno A. Rulianto, tanggal 17 Mei 2015).

Halaman | 154 Kearifan Budaya Sunda dalam Peralihan Kepemimpinan Kerajaan Sunda di Kawali Setelah Perang Bubat Rusyai Padmawijaya & Siti Khodijah

Pada waktu matahari terbit, datang tetap memilih untuk berperang demi menjaga utusan dari Majapahit yang diutus oleh Patih harga diri Sunda. Peperangan antara Kerajaan Gajah Mada. Dari sanalah mulai terjadi Sunda dan Kerajaan Majapahit pun tak dapat adanya kesalahpahaman atau perdebatan- dihindari. Karena ketidakseimbangan perdebatan antara Kerajaan Sunda dengan tersebut, pasukan Kerajaan Sunda kalah dan Kerajaan Majapahit. Patih Gajah Mada perlaya di medan Bubat, kecuali yang tidak berpikir untuk menjadikan satu kesempatan, dibunuh itu adalah Citraresmi karena Gajah sesuai dengan tujuan dia untuk menaklukan Mada masih menargetkan Citraresmi sebagai seluruh kerajaan di Nusantara, karena dari upeti. Tetapi, demi negeri Sunda dan demi seluruh wilayah di Nusantara hanya Kerajaan mempertahankan harga diri Sunda, puteri Sunda yang belum dan tidak ditaklukan. Citraresmi lebih memilih untuk melakukan Patih Gajah Mada berpikir seperti itu karena bela pati atau bunuh diri dengan beliau mempunyai satu misi atau ambisi yaitu menggunakan patrem (semacam tusuk ingin menaklukan atau mempersatukan konde) dan menikamkan patrem tersebut ke Nusantara dikarenakan janji beliau terhadap arah jantungnya, dan akhirnya beliau negeri Majapahit ialah adanya Sumpah meninggal. Putri Citraresmi saat itu atau Amukti Palapa. Jadi moment diperkirakan masih berusia 18 tahun. Yang pernikahan tersebut dijadikan kesempatan menjadi saksi kejadian tersebut ialah Raja oleh Patih Gajah Mada. Patih Gajah Mada , dikarenakan saat itu Raja Bali diutus berkata seolah-olah itu adalah perintah dari oleh Prabu Hayam Wuruk untuk mengecek raja Majapahit, yaitu Hayam Wuruk, bahwa atau melihat rombongan Sunda karena terjadi Citraresmi bisa melaksanakan pernikahan keterlambatan pada rombongan. Pada waktu asal Citraresmi itu dijadikan sebagai upeti Raja Bali tiba di lapangan atau alun-alun dari Kerajaan Sunda sebagai tanda takluknya Bubat, ia melihat kejadian tersebut sudah Kerajaan Sunda terhadap Kerajaan sangat buruk dan banyak rombongan Sunda Majapahit. Hal itulah yang paling tidak yang gugur. Abu-abu jasad dari para syuhada disenangi oleh Prabu Linggabuana. Prabu Sunda diantarkan ke Kawali atas perintah Linggabuana termenung sejenak, lalu Prabu Hayam Wuruk dan dikuburkan di menundukkan kepala. Hatinya cemas dan Sanghiyang Linggahiyang yang sekarang ragu-ragu. Betapa pun tidak mungkin para disebut Astana Gede Kawali (Wawancara kesatria Sunda memenangkan pertempuran dengan Bapak Daday Hendarman Praja dan melawan angkatan perang Kerajaan Bapak Seno A. Rulianto, tanggal 17 Mei Majapahit yang sedemikian besar jumlahnya. 2015). Namun, seandainya kalah dan gugur, Perang Bubat bagi orang Sunda akan kehormatanlah yang harus dipertaruhkan terus dikenang, tetapi bukan berarti untuk (Wawancara dengan Bapak Seno A. memperpanjang permasalahan, apalagi untuk Rulianto, tanggal 17 Mei 2015). memancing-mancing timbulnya kembali Lalu berkumpullah orang-orang Sunda perseteruan antara orang Sunda dengan orang di tempat Prabu Linggabuana. Mereka Jawa. Dengan terjadinya Perang Bubat ada bermusyawarah dan sepakat menyongsong hikmah-hikmah yang bisa diambil khususnya musuh. Prabu Linggabuana dan para oleh masyarakat Sunda. Pertama, dari sikap pengiringnya tidak sudi dihinakan dan dan komitmen Raja Sunda yaitu Prabu diperintah oleh Raja Majapahit. Kemudian Linggabuana sebagai korban, kemudian Prabu Linggabuana berseru kepada semua komitmen dari Citraresmi atau Dyah Pitaloka pengiringnya, “Walaupun darah akan yang juga sebagai korban dalam rangka mengalir bagaikan sungai di palagan Bubat nanjeurkeun kasundaan dan ini, namun kehormatanku dan semua kesatria mempertahankan wibawa Sunda, itu yang Sunda, tidak akan membiarkan bisa kita contoh, karena beliau-beliau ini siap pengkhianatan terhadap Negara dan untuk mengorbankan dirinya demi harga diri rakyatku. Karena itu, janganlah kalian Sunda. Yang kedua, pasca terjadinya perang bimbang!” (Iskandar, Yoseph. 2005:202). bubat, sikap raja yang menjadi limpahan dari Meskipun ada ketidakseimbangan Prabu Linggabuana, yaitu Bunisora antara pasukan Kerajaan Sunda dengan suradipati, tidak mengadakan atau pasukan Kerajaan Majapahit, pasukan Sunda mempersiapkan tentara angkatan perangnya

Halaman | 155

untuk mengadakan balas dendam. Tetapi permohonan maaf itu. Bunisora Suradipati beliau berpikir bagaimana caranya untuk memandang itu sudah menjadi takdir Hyang mengambil dan memperlihatkan nilai-nilai Tunggal. Bunisora Suradipati pun berkata luhur kasundaan dengan peningkatan bahwa tidak ada gunanya Negeri Sunda perekonomian di masyarakat, sehingga membalas dendam karena sesungguhnya masyarakat akan lebih sejahtera lagi, orang yang telah berkhianat dan orang-orang kerajaan akan lebih kuat lagi, dan pada yang serakah pasti akan jatuh roboh dengan akhirnya jaman keemasan Sunda itu yang sendirinya dan akan mendapat hukuman dari menjadi tujuan utamanya. Hal lainnya yang Alam Semesta dan Hyang Tunggal. Beliau menjadi hikmah dari terjadinya perang bubat tidak memerintahkan kepada para keluarga adalah kerajaan di Nusantara yang tadinya kerajaan, pasukan kerajaan, maupun sudah menjadi bawahan kekuasaan masyarakat untuk mengadakan balas dendam Majapahit, kini hak kemerdekaannya terhadap Majapahit (Wawancara dengan dikembalikan dan secara otomatis tidak Bapak Eman, tanggal 15 Mei 2015). menjadi wilayah bawahan Majapahit Bunisora Suradipati dinobatkan (Wawancara dengan Bapak Daday menjadi raja di Kerajaan Sunda Kawali pada Hendarman Praja, tanggal 17 Mei 2015). tahun 1357 Masehi, dengan nama nobat yaitu “Prabu Guru Pangadiparamarta 2. Konsep Kepemimpinan Bunisora Jayadewabrata”. Dalam pemerintahannya, Suradipati Bunisora Suradipati cenderung sebagai raja Setelah terjadinya tragedi Perang yang mempunyai karakteristik religius. Bubat yang menewaskan keluarga Kerajaan Bunisora Suradipati, dalam naskah Carita Sunda, pemerintahan di Kerajaan Sunda Parahiyangan disebut sebagai Satmata. Kawali terjadi kekosongan kepemimpinan. Satmata adalah tingkatan kelima dan tahap Hal itu dikarenakan putra mahkota, yaitu tertinggi bagi seseorang yang masih ingin Niskala Wastu Kancana masih anak-anak mencampuri urusan duniawi. Selain itu, (masih berusia 9 tahun) dan belum cukup Bunisora Suradipati juga bergelar sebagai umur untuk dijadikan sebagai pemegang Batara Guru di Jampang karena Bunisora tampuk kepemimpinan. Maka diadakanlah Suradipati mempunyai satu sekolah tempat suatu gotrasawala atau musyawarah yang penggemblengan dan tempat pendidikan hasilnya adalah tahta kerajaan untuk ajaran-ajaran kasundaan dan kebatinan di sementara diberikan atau dilimpahkan ke Jampang yang bernama Binayapanti Bunisora Suradipati sambil menunggu Jampang (Wawancara dengan Bapak Seno A. Niskala Wastu Kancana dewasa (Wawancara Rulianto, tanggal 17 Mei 2015). dengan Bapak Dae Durahman, tanggal 16 Kepiawaian Bunisora Suradipati Mei 2015). dalam mengolah kerajaan itu sangat bagus Bunisora Suradipati adalah adik dari dan sangat bijaksana. Pemerintahannya juga Prabu Linggabuana yang gugur di Bubat dan berjalan mulus, sehingga jaman keemasan paman dari Prabu Niskala Wastu Kancana. bisa diawali pada waktu Bunisora Suradipati Sebelum menjadi raja, beliau menjabat bertahta sebagai raja. Beliau memegang sebagai Mangkubumi di Kerajaan Sunda penuh kestabilan aturan dan norma-norma Kawali. Beliau juga merupakan seorang resi kenegaraan. Konsep kepemimpinan di Sunda yang sangat religius. Bunisora suradipati itu pada waktu pemerintahan Bunisora sendiri merupakan tokoh yang patut Suradipati tidak bisa lepas dari dua hal. diteladani baik dalam sikap dan kebijakan, Pertama, kitab Watang Ageung (satu kitab apalagi setelah terjadinya perang bubat. yang selalu digunakan oleh orang Sunda yang Beliau yang begitu kuat dan tegar menahan mengadopsi atau meyakini ageman atau emosi, amarah dan kesedihan yang begitu kepercayaan Sunda Wiwitan. Yang kedua mendalam disaat melihat kakaknya yaitu yaitu dari Siksakandang Karesian yang Prabu Linggabuana dan keluarganya sudah dibuat oleh Prabu Darmasiksa pada waktu menjadi abu jasad. Dan yang lebih patut beliau memimpin karesian di kerjaan dicontoh lagi disaat Bunisora Suradipati Galunggung. Salah satunya konsep menerima surat permohonan maaf dari kepemimpinannya ialah dengan Majapahit dan Bunisora Suradipati dengan menggunakan konsep Tri Tangtu (tiga kunci keikhlasan dan kesabarannya menerima atau tiga titik pemerintahan yang harus selalu

Halaman | 156 Kearifan Budaya Sunda dalam Peralihan Kepemimpinan Kerajaan Sunda di Kawali Setelah Perang Bubat Rusyai Padmawijaya & Siti Khodijah ada dalam pemerintahan negeri Sunda). keluarga Keraton atau kerabat keraton Ketiga kunci tersebut yaitu Resi, Ratu, dan Kerajaan Sunda menikah dengan keluarga Rama (Wawancara dengan Bapak Seno A. atau kerabat keraton Majapahit”. Dan Rulianto, tanggal 17 Mei 2015). dilarang menikah dengan “Estri Larangan” Resi ialah para wiku yang bergerak di (wanita yang sudah bertunangan atau bidang keagamaan atau yang menjaga aturan- menikah, kecuali tunangan atau suaminya aturan atau keagamaan, Ratu ialah raja, dan sudah meninggal) (Wawancara dengan Rama adalah para menteri, tokoh masyarakat, Bapak Ismail Marzuki, tanggal 24 Mei 2015). sampai tokoh agama. Ajaran yang diberikan Tipe kepemimpinan Bunisora dari tiga konsep tersebut ada tiga poin juga, Suradipati adalah tipe kepemimpinan yaitu “silih asah, silih asih, dan silih asuh”. demokratis, karena dalam pemerintahannya Silih asah ialah saling memberikan ilmu. semua anggota diajak berpartisipasi Contohnya di saat ada yang sedang menuntut menyumbangkan pikiran dan tenaganya ilmu, para wiku atau resi tanpa dikomando itu untuk mencapai tujuan kerajaan. Beliau adalah tugasnya untuk memberikan ilmu selalu memberikan kesempatan kepada kepada yang menuntut ilmu tersebut. Jadi bawahannya untuk mengembangkan yang tahu itu harus memberitahu kepada kreativitas. Beliau juga bersifat terbuka, yang tidak tahu. Silih asih ialah saling mengutamakan musyawarah dan menyayangi. Contohnya ialah disaat ajaran- kepentingan bersama. Ketika mengambil ajaran lain masuk ke Tatar Sunda, pada waktu keputusan, itu sesuai dengan tujuan Kerajaan. itu orang Sunda atau pemerintahan di Selain itu, beliau memandang semua masalah Kerajaan Sunda tidak menolak dan tidak dapat dipecahkan dengan usaha bersama. fanatik dengan ajarannya sendiri, yang intinya adalah sangat toleran dengan ajaran- Bunisora Suradipati Menyerahkan ajaran lain. Jadi, harus saling menyayangi Kepemimpinannya Kepada Prabu Niskala tidak melihat dari mana dia berasal, jika Wastu Kancana mereka berniat baik maka kita pun harus Selagi memegang tahta kerajaan, menerima dengan baik pula. Silih asuh juga Bunisora Suradipati mengajarkan dan Mendidik dilakukan oleh Bunisora sendiri, yaitu Prabu Niskala Wastu Kancana sambil menunggu Bunisora sangat menjaga amanat dari Niskala Wastu Kancana dewasa. Niskala Wastu kakaknya sendiri yaitu Prabu Linggabuana Kancana digembleng oleh Bunisora Suradipati untuk menjaga putranya yaitu Prabu Niskala bukan saja hanya urusan-urusan kadugalan atau Wastu Kancana. Bunisora Suradipati sangat kesaktian, tetapi juga yang lebih mendalam lagi tulus dan bahkan menganggap Niskala Wastu (keagamaan), seperti tentang asah rasa, Kancana itu sebagai anaknya sendiri. Beliau kemudian juga tentang kenegaraan, bagaimana dengan penuh kesabaran membesarkan, mengolah kebijakan yang tidak terlalu keluar mengasuh dan mendidik Nislaka Wastu dari aturan yang tertuang di dalam Watang Kancana supaya dibekali dengan ilmu-ilmu Ageng (Wawancara dengan Bapak Daday yang memang dibutuhkan kelak Wastu Hendarman Praja, tanggal 17 Mei 2015). Kancana Dewasa untuk menjadi raja Niskala Wastu Kancana digembleng di (Wawancara dengan Bapak Seno A. tiga kabuyutan oleh Bunisora Suradipati. Rulianto, tanggal 17 Mei 2015). Pertama, di kabuyutan Sipawindu Hurip Bunisora Suradipati sendiri sangatlah (kabuyutan yang berada di Kawali). Yang kedua mencintai tanah Sunda apalagi setelah tragedi di kabuyutan Gunung Cikuray atau kabuyutan Perang Bubat (1357 M) terjadi dan Kandang Wesi (kabuyutan yang berada di menggugurkan keluarganya yaitu Prabu Garut). Yang ketiga di kabuyutan Binayapanti Linggabuana, Prameswari dari Prabu Jampang (kabuyutan yang berada di Jampang). Linggabuana yaitu Dewi Lara Linsing, dan Tiga kabuyutan ini merupakan tempat Putri Citraresmi atau Dyah Pitaloka. penggemblengan Niskala Wastu Kancana Untuk antisipasi supaya tidak terjadi dahulu di bidang keagamaan. Alasan Bunisora lagi kejadian seperti di Bubat, Bunisora Suradipati lebih mengutamakan bidang Suradipati dan para sesepuh Keraton keagamaan, dalam mendidik Niskala Wastu Surawisesa Kerajaan Sunda-Galuh membuat Kancana adalah karena Bunisora Suradipati satu larangan atau aturan yaitu “Dilarangnya tidak mau kalau nanti Niskala Wastu Kancana

Halaman | 157

dinobatkan menjadi raja, dan beliau mengetahui Tugasnya hanya mengantarkan Niskala Wastu bahwa ayah, ibu, dan kakaknya meninggal Kancana untuk menjadi manusia yang utama. dikarenakan politik ambisi Patih Gajah Mada Pada tahun 1371 Masehi Niskala Wastu atau Kerajaan Majapahit, Niskala Wastu Kancana telah menginjak usia dewasa, yaitu 23 Kancana mengadakan satu serangan sebagai tahun, dan sudah saatnya naik tahta. Bunisora balas dendam ke Majapahit sehingga Suradipati menyerahkan kembali tahtanya menimbulkan peperangan. Jadi yang diutamakan kepada Niskala Wastu Kancana. Hal itu terjadi adalah bidang keagamaan supaya Niskala Wastu karena keluhuran budi Bunisora Suradipati, Kancana mempunyai hati yang penuh dengan khususnya kejujurannya, sehingga Bunisora kesabaran, kelapangdadaan, kebijaksanaan Suradipati menganggap bahwa tahta tersebut seperti ajaran-ajaran Bunisora Suradipati atau merupakan sebuah titipan, sebagai amanat ajaran-ajaran para Raja Sunda dahulu yaitu sambil menunggu pewaris tahta yang sebenarnya ajaran “karahayuan” atau kejembaran hati dewasa, yaitu Niskala Wastu Kancana. Amanat (Wawancara dengan Bapak Jana Dipraja, itu terus dipegang oleh Bunisora Suradipati, tanggal 14 Mei 2015). meskipun Bunisora Suradipati mempunyai Sulit dibayangkan, bagaimana Bunisora beberapa anak. Bahkan saat Niskala Wastu Suradipati mendidik Niskala Wastu Kancana, Kancana akan diangkat atau dilantik menjadi untuk tidak terlalu bersedih dan tidak dendam raja, Bunisora Suradipati membuat suatu kepada pengkhianat yang membinasakan mahkota khusus untuk Niskala Wastu Kancana keluarganya. Sedangkan Bunisora sendiri dari yang disebut mahkota binokasih. Mahkota permaisurinya (Laksmiwati) mempunyai putera, tersebut dibuat oleh Bunisora Suradipati khusus diantaranya: untuk Niskala Wastu Kancana yang dipasangkan 1) Giridewata, lahir tahun 1347 M. Giridewata atau diletakkan di atas kepala Niskala Wastu kelak akan lebih dikenal dengan sebutan Ki Kancana sewaktu beliau dilantik menjadi raja. Gedeng Kasmaya (penguasa di Cirebon Dari sana dapat kita contoh keluhuran budi dari Girang) menikah dengan Ratna Kirana anak Bunisora Suradipati, yang sangat menjaga Prabu Ganggapremana dan keturunan dari amanat dan mempunyai kearifan dalam diri Prabu Raksadewa dari Indraprahasta. Bunisora Suradipati, sebagaimana ajaran dan 2) Bratalegawa, lahir tahun 1350 M. budaya di Sunda yang sangat memperhatikan Bratalegawa kelak akan menjadi saudagar mana yang hak dan mana yang bukan. Memang dan akan menikah dengan wanita muslim tidak menutup kemungkinan di kerajaan lain yang bernama Farhana Binti Muhammad bisa saja tahta tersebut diberikan kepada (Putri Keturunan dari Gujarat India). anaknya sedangkan di Kerajaan Sunda Bratalegawa juga salah satu orang Galuh khususnya pada masa Bunisora Suradipati, itu pertama yang masuk islam dan langsung tidak terjadi karena keluhuran budi dari Bunisora melaksanakan ibadah haji maka Bratalegawa Suradipati tersebut (Wawancara dengan Bapak mempunyai gelar Haji Purwa Galuh atau Haji Daday Hendarman Praja dan Bapak Seno A. Purwa Jawi bahkan Bratalegawa mempunyai Rulianto, tanggal 17 Mei 2015). nama muslim yang bernama Haji Baharrudin nama itu diberikan oleh Imam besar Mekah Dampak Budaya Sunda dalam Peralihan di Masjidil Haram. Kepemimpinan Kerajaan Sunda di Kawali 3) Banawati, lahir tahun 1352 M. Yang kelak Setelah Terjadinya Tragedi Perang Bubat menjadi ratu di daerah Galuh. Budaya Sunda berdampak besar terhadap 4) Mayangsari, lahir tahun 1362 M. Mayangsari kepemimpinan dan tatanan pemerintahan, serta adalah anak bungsu dari Bunisora Suradipati berdampak juga terhadap kehidupan yang kelak akan menikah dengan putra masyarakatnya. Salah satu dampak besar yang Mahkota yaitu Prabu Niskala Wastu terjadi di Kerajaan Sunda setelah terjadinya Kancana, anak dari Prabu Linggabuana tragedi Perang Bubat, yaitu ketika Bunisora (Wawancara dengan Bapak Seno A. Suradipati memegang tahta kerajaan. Bunisora Rulianto, tanggal 17 Mei 2015). Suradipati dan para sesepuh Keraton Surawisesa Pribadi Bunisora Suradipati, menjadi raja Kerajaan Sunda-Galuh membuat satu larangan hanyalah sebagai “juru selamat” saja, sambil atau aturan yaitu “Dilarangnya keluarga menantikan dengan sabar, sampai Niskala Wastu Keraton atau kerabat keraton Kerajaan Sunda Kancana cukup usia untuk dijadikan raja. menikah dengan keluarga atau kerabat keraton Majapahit”. Dan dilarang menikah dengan

Halaman | 158 Kearifan Budaya Sunda dalam Peralihan Kepemimpinan Kerajaan Sunda di Kawali Setelah Perang Bubat Rusyai Padmawijaya & Siti Khodijah

“Estri Larangan” (wanita yang sudah 2) Membiasakan diri berbuat kesejahteraan bertunangan atau menikah, kecuali tunangan sejati (pakena kereta bener) atau suaminya sudah meninggal) (Wawancara Bila tiap orang berpegang teguh kepada dengan Bapak Seno A. Rulianto, tanggal 17 Mei kebenaran dalam menjalankan tugasnya masing- 2015). masing, maka akan tercapai kesejahteraan sejati. Hebatnya lagi dalam hal pemerintahan, Tercapainya kesejahteraan batin, karena tidak keluhuran Budi Bunisora suradipati itu ditiru dan mengingkari kebenaran. Tercapainya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Niskala kesejahteraan lahir, karena menjalankan tugas Wastu Kancana sebagai anak asuhnya. Jadi, sifat dengan penuh kesungguhan. Jujur dan sungguh- dan perilaku dari Bunisora Suradipati itu sungguh dalam melaksanakan tugas, akan merembes ke Niskala Wastu Kancana. Sewaktu memberikan hasil prestasi yang maksimal. Niskala Wastu Kancana memegang tahta kerajaan, itu tidak terlepas dari ingatannya yaitu PENUTUP dari amanat-amanat sang paman, Bunisora Suradipati. Ada beberapa amanat dari Bunisora Analisis yang telah dilakukan berdasarkan Suradipati kepada Niskala Wastu Kancana, data yang diperoleh dari hasil penelitian, dapat seperti kalimat “tadaga carita hangsa, gajendra diambil beberapa kesimpulan sesuai dengan carita banem, matsyanem carita sagarem, masing-masing permasalahan yang diteliti, puspanem carita bangbarem”. Itu merupakan adapun kesimpulannya sebagai berikut: satu amanat dari Bunisora Suradipati kepada 1. Dalam pemerintahannya, Bunisora Niskala Wastu Kancana dalam arti kata nanti Suradipati cenderung sebagai raja yang kalau Niskala Wastu Kancana sudah memegang berkarakteristik religius. Kepiawaian tahta kerajaan, untuk menunjuk atau merekrut Bunisora Suradipati dalam mengolah rekan kerja, membagi-bagi tugas kerja, agar kerajaan sangat bagus dan sangat bijaksana. diperhatikan jangan mempercayakan satu Beliau memegang penuh kestabilan aturan pekerjaan kepada yang bukan ahlinya. Jadi untuk dan norma-norma kenegaraan. Konsep menugaskan seseorang itu dilihat dulu tugasnya kepemimpinan di Sunda pada waktu apa, kemudian keahlian yang ditunjuk itu atau pemerintahan Bunisora Suradipati tidak bisa orang yang ditunjuk itu apakah sesuai atau tidak lepas dari dua hal. Pertama, kitab Watang dengan tugas yang akan diberikan (Wawancara Ageung (satu kitab yang selalu digunakan dengan Bapak Daday Hendarman Praja, tanggal oleh orang Sunda yang mengadopsi atau 17 Mei 2015). meyakini ageman atau kepercayaan Sunda Selain itu, amanat lain diberikan Bunisora Wiwitan. Yang kedua yaitu dari Suradipati kepada Wastu Kancana, yang Siksakandang Karesian yang dibuat oleh ditujukan oleh Niskala Wastu Kancana kepada Prabu Darmasiksa pada waktu beliau siapapun yang membaca, seperti yang tertuang memimpin karesian di kerjaan Galunggung. dalam prasasti Kawali yang terdapat di Astana Salah satunya konsep kepemimpinannya Gede Kawali. Salah satu contohnya adalah yang ialah dengan menggunakan konsep Tri tercantum dalam Prasasti VI, yang berbunyi, “ini Tangtu (tiga kunci atau tiga titik pertin-gal nu atis-ti aya ma nu geusi dayeuh iwo pemerintahan yang harus selalu ada dalam ulah botoh bisi kokoro (ini peninggalan dari pemerintahan negeri Sunda). Ketiga kunci yang atisti dari rasa yang ada yang menghuni tersebut yaitu Resi, Ratu, dan Rama. Tipe kota ini, jangan berjudi bisa sengsara)” kepemimpinan Bunisora Suradipati adalah (Wawancara dengan Bapak Seno A. Rulianto, tipe kepemimpinan demokratis, karena dalam tanggal 17 Mei 2015). pemerintahannya semua anggota diajak Melalui prasasti Kawali, Niskala Wastu berpartisipasi menyumbangkan pikiran dan Kancana, dengan tulus berbagi pengalaman, tenaganya untuk mencapai tujuan kerajaan. yang telah menemukan sumber hakiki bagi Beliau selalu memberikan kesempatan kesentosaan Negara, seperti yang tercantum kepada bawahannya untuk mengembangkan dalam prasasti I dan prasasti II. Sumber tersebut kreativitas. Beliau juga bersifat terbuka, secara prinsip terbagi dua, antara lain: mengutamakan musyawarah dan 1) Membiasakan diri berbuat kebajikan kepentingan bersama. Ketika mengambil (pakena gawerahayu) keputusan, itu sesuai dengan tujuan Kerajaan.

Halaman | 159

Selain itu, beliau memandang semua masalah pemimpin Sunda yang telah berjasa bagi dapat dipecahkan dengan usaha bersama. kehidupan kita. Diharapkan untuk tetap 2. Pada tahun 1371 Masehi, Bunisora Suradipati menjaga kekompakan dan kerjasamanya menyerahkan tahtanya kepada Niskala Wastu dalam melestarikan warisan budaya dari para Kancana. Hal itu terjadi karena keluhuran leluhur. Diharapkan juga untuk memilih budi Bunisora Suradipati, khususnya pemimpin dari daerah sendiri agar kejujurannya, sehingga Bunisora Suradipati mengetahui segala hal mengenai daerahnya menganggap bahwa tahta tersebut merupakan sehingga sesuai dengan kearifan budaya sebuah titipan, sebagai amanat sambil Sunda. menunggu pewaris tahta yang sebenarnya 2. Generasi Muda, agar meningkatkan dewasa, yaitu Niskala Wastu Kancana. intensitas kegiatan-kegiatan yang bernuansa Amanat itu terus dipegang oleh Bunisora kearifan lokal sebagai calon pemimpin masa Suradipati, meskipun Bunisora Suradipati depan, khususnya di Kawali. mempunyai beberapa anak dari Laksmiwati 3. Sejarawan, agar lebih mendalami penelitian (permaisurinya). yang terkait dengan hasil penelitian yang 3. Budaya Sunda berdampak besar terhadap telah dilakukan dan menjadikan hasil kepemimpinan dan tatanan pemerintahan, penelitian ini sebagai bahan referensi untuk serta berdampak juga terhadap kehidupan penelitian yang selanjutnya. masyarakatnya. Salah satu dampak besar 4. Pemerintah, agar menjaga Situs Astana Gede yang terjadi di Kerajaan Sunda setelah Kawali sebagai warisan luhur dari pemimpin- terjadinya tragedi Perang Bubat, yaitu ketika pemimpin sebelumnya. Memasukkan muatan Bunisora Suradipati memegang tahta materi tentang kearifan lokal untuk kerajaan. Bunisora Suradipati dan para membangun pemahaman tentang nilai-nilai sesepuh Keraton Surawisesa Kerajaan budaya lokal, dalam kegiatan-kegiatan Sunda-Galuh membuat satu larangan atau pelatihan kepemimpinan yang ditujukan aturan yaitu “Dilarangnya keluarga Keraton kepada pemimpin struktural sehingga dapat atau kerabat keraton Kerajaan Sunda terwujud dalam bentuk aktualisasi dalam menikah dengan keluarga atau kerabat menyelenggarakan pemerintahan khususnya keraton Majapahit”. Dan dilarang menikah di wilayah Kawali. dengan “Estri Larangan” (wanita yang 5. Dinas Pendidikan, agar memasukkan ke sudah bertunangan atau menikah, kecuali dalam kurikulum pembelajaran sekolah lebih tunangan atau suaminya sudah meninggal). spesifik, yang memuat tentang materi-materi Hebatnya lagi dalam hal pemerintahan, kearifan lokal, sehingga dapat tetap terjaga keluhuran Budi Bunisora suradipati itu ditiru dan berlanjut ke generasi berikutnya. dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari Niskala Wastu Kancana sebagai anak DAFTAR PUSTAKA asuhnya. Sewaktu Niskala Wastu Kancana memegang tahta kerajaan, itu tidak terlepas Ahmad, Beni dan Ii Sumantri. 2014. dari ingatannya yaitu dari amanat-amanat Kepemimpinan. Bandung: Pustaka Setia. sang paman, Bunisora Suradipati. Anwar, Yesmil dan Adang. 2013. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: PT Refika Rekomendasi Aditama. Situs Astana Gede Kawali sebagai bukti Charliyan, Anton. 2013. Kepemimpinan peninggalan Kerajaan Sunda memiliki potenti Nasional Berbasis Kearifan Lokal Menuju sebagai aset budaya dan wisata sejarah di Masyarakat Tata Tentrem Kertaraharja. Kabupaten Ciamis yang memerlukan perhatian Hamid, Abd Rahman dan Muhammad Saleh dan dukungan dari berbagai pihak untuk Madjid. 2011. Pengantar Ilmu Sejarah. menunjang pelestariannya. Berdasarkan hasil : Ombak. penelitian ini, penulis merekomendasikan Herimanto dan Winarno. 2011. Ilmu Sosial & kepada: Budaya Dasar. Cetakan Keempat. 1. Masyarakat Desa Kawali khususnya Dusun Jakarta: Bumi Aksara. Indrayasa, agar menjaga Situs Astana Gede Hidayat, Samsul. 2008. Implikasi Dan yang merupakan peninggalan Kerajaan Konsekwensi Nilai-Nilai Local Wisdom Sunda yang berada dilingkungan Dusun (Kearifan Lokal) Dalam Kepemimpinan. Indrayasa, sebagai rasa hormat kepada para

Halaman | 160 Kearifan Budaya Sunda dalam Peralihan Kepemimpinan Kerajaan Sunda di Kawali Setelah Perang Bubat Rusyai Padmawijaya & Siti Khodijah

Iskandar, Yoseph. 2005. Sejarah Jawa Barat (Yuganing Rajawasa). Bandung: CV Geger Sunten. Kuntowijoyo. 2013. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Rahman, Fahri Rezki. 2013. Aktualisasi Nilai Budaya Lokal Dalam Kepemimpinan Pemerintahan Di Kota Palopo. Ranjabar, Jacobus. 2014. Sistem Sosial Budaya Indonesia Suatu Pengantar. Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sukardja, Djadja. 2002. Astana Gede Kawali. Cetakan Kedua. Ciamis: Kandepdikbud Kabupaten Ciamis. Suryani NS, Elis. 2012. Konsep Figur Pemimpin dan Kepemimpinan yang Terungkap dalam Skriptorium Naskah Sunda Buhun Kabuyutan Ciburuy. ------, (2014). Monografi Desa Kawali. Kawali: Desa Kawali. http://abeng340- versuchterfolgreich.blogspot.com/2011/0 2/falsafah-orang-sunda.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 20.20 http://antoncharleadership.blogspot.com/2013/1 2/kepemimpinan-berbasis-kearifan- lokal_10.html, diakses pada tanggal 19 Desember 2014 pukul 17.04 http://kangebink.blogspot.com/2013_10_01_arc hive.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 19.35 http://sholichindwi.blogspot.com/2012/03/keari fan-lokal.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 19.44 http://sitikodariah92.blogspot.com/2014/12/kea rifan-lokal-bahasa-lisan-dalam.html, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 19.20 https://ucoksakitkepala.wordpress.com/2012/04 /01/kearifan-lokal-suku-sunda/, diakses pada tanggal 12 April 2015 pukul 20.00.

Halaman | 161

Halaman | 162