Tafsir Kekuasaan Menurut Gajah Mada the Commentary of Power According to Gajah Mada

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Tafsir Kekuasaan Menurut Gajah Mada the Commentary of Power According to Gajah Mada POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan Tafsir Kekuasaan Menurut Gajah Mada The Commentary of Power According to Gajah Mada Yusak Farchan dan Firdaus Syam Universitas Nasional Jakarta [email protected] [email protected] Abstrak Dalam perspektif membaca pemikiran politik Gajah Mada tentang kekuasaan ini, akan digunakan perangkat analisis wacana Pecheux dengan metode deskriptif kualitatif. Di sini, wacana merupakan terjemahan dari kata discourse; sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Foucault. Dalam hal ini, kekuasaan dalam pandangan Gajah Mada adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kata Kunci: Gajah Mada, Kekuasaan, analisis wacana Abstract The Perspective of political thought reading by Gajah Mada towards its power will use discourse analysis device of Pecheux with qualitative methods. Herein, discourse; a concept presented by Foucault. In this matter, the power in Gajah Mada’s thought is the ability to control someone’s behavior both direct and indirect. Keywords: Gajah Mada, Power, Discourse Analysis JURNAL POLITIK 1589 VOL. 11 No. 01. 2015 Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan POLITIK Pendahuluan (Althusser, 1984). Umumnya, kajian populer terhadap Gajah Dalam konteks wacana Pecheux dan Mada, selalu terkait dengan gagasan pokoknya, ideologi model Althusser, maka pemikiran politik yakni penyatuan Nusantara. Jika kita mau Gajah Mada dapat dipandang sebagai sebuah merunut sejenak ke belakang, sejatinya, gagasan gagasan yang terdiri dari gagasan yang dihasilkan penyatuan wilayah-wilayah Nusantara telah dari proses berpikir; dan gagasan sebagai hasil muncul pada masa kerajaan Singashari --- Prabu dari berpikir itu sendiri yang kemudian disebut Kertanegara, raja terakhir Kerajaan Singashari ide atau ideologi yang tampak di permukaan. mulai mengupayakan terwujudnya gagasan Sementara, posisi seseorang dapat menentukan penyatuan Nusantara (Krisna Bayu Adji dan model dan tipologi ideologinya. kawan-kawan, 2013). Namun sebelum upayanya Jika kepentingan adalah masalah orienta- terwujud, Singashari mengalami kemelut politis si wacana, selanjutnya basis sosial adalah mate- yang disebabkan oleh pemberontakan Adipati Ja- rialisasi dari wacana dan ideologi seseorang atau yakatwang, yang terkena hasutan Adipati Wiraraja komunitas. Dengan demikian, maka gagasan dari Kadipaten Sumenep-Madura, sehingga meng- dapat saja muncul dari basis sosial tertentu. Sebu- akibatkan gugurnya Prabu Kertanegara. ah wacana tidak mungkin muncul secara tiba- Dalam perspektif membaca pemikiran tiba. Untuk itu, basis sosial yang harus dilacak politik Gajah Mada tentang kekuasaan, akan di- setidaknya ada dua, yaitu basis sosial kehidupan gunakan perangkat analisis wacana Pecheux. Di pemikir dan komunitas pemikir. sini, wacana merupakan terjemahan dari kata discourse, sebuah konsep yang diperkenalkan Asal Usul Gajah Mada oleh Foucault bersama beberapa konsep lain Menurut Kitab Usana Jawa atau sering yang digagasnya seperti arkeologi, genealogi, dan disebut Cerita Bali, Gajah Mada dilahirkan di Pu- seterusnya. Menurut Foucault (Pecheux, 1982), lau Bali Agung, dan pada suatu ketika berpindah discourse dimaknai sebagai sistem statement yang ke Majapahit. Di sini Gajah Mada tidak memiliki di dalamnya terdapat sebuah kata-kata atau teks ayah dan ibu, melainkan terlahir dari dalam buah dapat diketahui. Biasanya sistem ini menjadi sesu- kelapa, sebagai penjelmaan Sang Hyang Narayana atu yang masuk wilayah “unspoken” yang harus (Dewa Wisnu) ke dunia. Dengan kata lain, Gajah dibongkar dalam sebuah teks atau kata-kata. Mada terlahir atas kehendak Dewa-Dewa (Yamin, Analisis wacana yang akan digunakan di 1977). sini adalah tradisi Perancis, yang biasanya dihu- Sementara, menurut Babad Gajah Mada, ia bungkan dengan Michel Pecheux dan Althusser. adalah anak dari Patni Nari Ratih yang diperkosa Bagi Pecheux (1982), gagasan dan ideologi oleh Dewa Brahma saat ditinggal suaminya (Mpu bertemu dalam sebuah materialisasi ideologi, Sura Dharma Yogi) membuat huma di sebelah sehingga dapat dikatakan sebagai pertarungan selatan lembah Tulis. Kelahirannya diiringi oleh ideologi antar kelompok itu sendiri. Padahal, berbagai peristiwa alam, selanjutnya bayi Gajah dalam posisi pertarungan dan gagasan, maka Mada diasuh oleh Kepala Desa Mada, dan setelah posisi kelas sangat menentukan lahirnya sebuah dewasa diajak ke Majapahit untuk mengabdikan gagasan. Dengan begitu, maka fundamen- diri kepada raja. fundamen dasar menjadi perlu dilacak sebagai Menurut Babad Arung Bondan, ia adalah pembentuk teks, yang menurut penulis terdapat anak seorang Patih Majapahit, Lugender yang dalam beberapa hal, di antaranya sebuah wacana dikenal sebagai Logender dalam cerita rakyat ditentukan oleh posisi kelas yang menentukan Damarwulan-Menakjingga. Waktu itu, Logender sebuah ideologi seperti yang ada dalam gagasan menjadi Patih Ratu Majapahit yang bernama Pecheux. Selanjutnya, posisi kelas seseorang Ratu Kenya atau Kencanawungu. J.L.A. Brandes sangat menentukan ideologinya. Kalau sepakat, menyatakan; uraian dalam kisah Damarwulan- ideologi seperti dalam pandangan Althusser Menakjingga sebenarnya terjadi dalam masa dapat diterjemahkan sebagai hal positif yang pemerintahan Ratu Suhita di Majapahit. Menak- merepresentasikan sebuah gagasan dan wacana jingga yang dimaksudkan dalam cerita itu setara JURNAL POLITIK 1590 VOL. 11 No. 01. 2015 POLITIK Jurnal Kajian Politik Dan Masalah Pembangunan dengan Bhre Wirabhumi, penguasa kedaton timur tidak mudah menyerah, setia kepada tuannya dan yang berperang melawan Majapahit. Jika tafsiran berperilaku seperti hewan gajah dalam menghalau itu diikuti, maka Gajah Mada baru ada se-telah semua penghalang. Majapahit melewati masa kejayaannya. Dengan begitu, didapat suatu prakiraan, Sementara, menurut Serat Pararaton --- bahwa Gajah Mada adalah anak Gajah Pagon, kitab berbahasa Jawa tengahan yang memuat salah seorang pahlawan Majapahit yang terluka di riwayat sejarah raja-raja Jawa Kuno, khususnya Pandakan. Tampaknya, penulis Pararaton punya sejak masa Singashari hingga Majapahit dan didu- maksud tertentu dengan mencantumkan kisah ga dibuat sekitar abad ke-16. Akan tetapi, jika di- tentang nasib Gajah Pagon, yakni untuk mengenang bandingkan dengan Nagarakrtagama, informasi jasa-jasa ayahanda Mahapatih Gajah Mada. Oleh kesejarahannya kurang akurat (Lihat penjelasan karena itu, dapat dikatakan, sebenarnya Gajah Supratikno Rahardjo dalam “Peradaban Jawa Mada berasal dari inner circle (lingkaran dalam) Dari Mataram Kuno Sampai Majapahit Akhir”, penguasa Majapahit, yakni anak dari Gajah Pagon Jakarta, 2011) --- di sini, Gajah Mada adalah anak --- pengiring setia Raden Wijaya. Gajah Pagon, salah seorang petinggi Kerajaan Majapahit dan pengikut setia Raden Wijaya, raja Karir Politik Gajah Mada pertama Kerajaan Majapahit yang memerintah Setidaknya ada tiga fase penting yang pada 1293-1309 M. Dalam pengungsian Raden terkait dengan karir politik Gajah Mada selama Wijaya ke Desa Pandakan, Madura, karena pepe- pengabdiannya di Kerajaan Majapahit, yakni rangan dengan tentara Kadiri. Saat itu, Gajah Bekel Bhayangkara, Patih, dan Mahapatih Pagon yang terluka dititipkan kepada Macan Amangkubhumi. Kuping, Kepala Desa Pandakan. Lalu, Gajah Pa- gon menikah dengan anak Macan Kuping yang 1. Bekel Pasukan Bhayangkara kemudian melahirkan Gajah Mada. Dari beberapa literatur, karir politik Gajah Seterusnya, menurut Kakawin Nagara- Mada diawali dengan menjadi Bekel atau prajurit kartagama. Di sini, tak sekalipun tertulis kapan di kesatuan khusus Bhayangkara. Perannya banyak Gajah Mada dilahirkan. Mpu Prapanca hanya disebut saat terjadi pemberontakan Ra Kuti 1319 menyebut waktu Gajah Mada mulai mengemban M pada masa pemerintahan Raja Jayanegara. tugasnya, yakni pada 1331 M ketika terlibat dalam Serat Pararaton menuliskan, saat Ra Kuti mela- menundukkan Sadeng. kukan pemberontakan, yang menjadi Bekel jaga Menurut penulis, dari beberapa sumber di Kerajaan Majapahit adalah Gajah Mada. Ia di atas, maka uraian dalam Pararaton lebih dapat bertugas pada saat yang tepat dengan menunjukkan diterima karena mengandung unsur-unsur yang loyalitas dan keberaniannya melindungi saat Raja setidaknya bisa dikaji secara lebih akademis. Jayanegara terancam jiwanya (Hadi, 2003). Cerita berbalut mitos terkait kelahiran Gajah Saat itu, Gajah Mada tidak terpengaruh Mada dalam Pararaton cukup sedikit dibanding dengan gejolak politik internal Majapahit karena dengan sumber-sumber lainnya. pemberontakan Ra Kuti, ternyata didukung oleh Pada masa awal Majapahit, orang yang elite-elite kerajaan dari kubu Gayatri dan Tri- cukup berperan dan menyandangkan kata “gajah” bhuwana Tunggadewi. Tentunya, Gajah Mada pada namanya hanyalah Gajah Pagon, sahabat sudah mendengar adanya perpecahan antara Raden Wijaya. Jika Gajah Pagon hidup dalam ma- kubu Gayatri dan Tribhuwana Tunggadewi (kubu sa Kartarajasa Jayawarddhana (Raden Wijaya). Jawa) dengan kubu Indreswari (kubu Melayu), Padahal, Gajah Mada mulai dikenal sejak masa perselisihan karena terkait dengan faktor garis pemerintahan Jayanegara, berarti ada dua generasi keturunan sebagai basis legitimasi raja yang di- raja yang berbeda. Namun, menilik sifatnya anggap paling sah. sebagaimana yang diuraikan dalam Pararaton dan Dalam menyikapi pemberontakan Ra sumber lainnya. Sesungguhnya, kedua orang yang Kuti yang didukung oleh kubu Gayatri, Gajah menyandang nama “gajah” itu adalah sama, yak- Mada bersikap netral. Baginya, kesetiaan kepada ni memiliki karakter pemberani, tahan mental, raja adalah syarat mutlak
Recommended publications
  • Concise Ancient History of Indonesia.Pdf
    CONCISE ANCIENT HISTORY OF INDONESIA CONCISE ANCIENT HISTORY O F INDONESIA BY SATYAWATI SULEIMAN THE ARCHAEOLOGICAL FOUNDATION JAKARTA Copyright by The Archaeological Foundation ]or The National Archaeological Institute 1974 Sponsored by The Ford Foundation Printed by Djambatan — Jakarta Percetakan Endang CONTENTS Preface • • VI I. The Prehistory of Indonesia 1 Early man ; The Foodgathering Stage or Palaeolithic ; The Developed Stage of Foodgathering or Epi-Palaeo- lithic ; The Foodproducing Stage or Neolithic ; The Stage of Craftsmanship or The Early Metal Stage. II. The first contacts with Hinduism and Buddhism 10 III. The first inscriptions 14 IV. Sumatra — The rise of Srivijaya 16 V. Sanjayas and Shailendras 19 VI. Shailendras in Sumatra • •.. 23 VII. Java from 860 A.D. to the 12th century • • 27 VIII. Singhasari • • 30 IX. Majapahit 33 X. The Nusantara : The other islands 38 West Java ; Bali ; Sumatra ; Kalimantan. Bibliography 52 V PREFACE This book is intended to serve as a framework for the ancient history of Indonesia in a concise form. Published for the first time more than a decade ago as a booklet in a modest cyclostyled shape by the Cultural Department of the Indonesian Embassy in India, it has been revised several times in Jakarta in the same form to keep up to date with new discoveries and current theories. Since it seemed to have filled a need felt by foreigners as well as Indonesians to obtain an elementary knowledge of Indonesia's past, it has been thought wise to publish it now in a printed form with the aim to reach a larger public than before.
    [Show full text]
  • Kearifan Budaya Sunda Dalam Peralihan Kepemimpinan Kerajaan Sunda Di Kawali Setelah Perang Bubat
    KEARIFAN BUDAYA SUNDA DALAM PERALIHAN KEPEMIMPINAN KERAJAAN SUNDA DI KAWALI SETELAH PERANG BUBAT Oleh: Rusya’i Padmawijaya 1 Siti Khodijah 2 ABSTRAK Pemerintahannya, Bunisora Suradipati cenderung sebagai raja yang berkarakteristik religius. Kepiawaian Bunisora Suradipati dalam mengolah kerajaan sangat bagus dan sangat bijaksana. Beliau memegang penuh kestabilan aturan dan norma-norma kenegaraan. Konsep kepemimpinan di Sunda pada waktu pemerintahan Bunisora Suradipati tidak bisa lepas dari dua hal. Pertama, kitab Watang Ageung (satu kitab yang selalu digunakan oleh orang Sunda yang mengadopsi atau meyakini ageman atau kepercayaan Sunda Wiwitan. Yang kedua yaitu dari Siksakandang Karesian. Salah satunya konsep kepemimpinannya ialah dengan menggunakan konsep Tri Tangtu (tiga kunci atau tiga titik pemerintahan). Ketiga kunci tersebut yaitu Resi, Ratu, dan Rama. Tipe kepemimpinan Bunisora Suradipati adalah tipe kepemimpinan demokratis. Pada tahun 1371 Masehi, Bunisora Suradipati menyerahkan tahtanya kepada Niskala Wastu Kancana. Hal itu terjadi karena keluhuran budi Bunisora Suradipati, khususnya kejujurannya, sehingga Bunisora Suradipati menganggap bahwa tahta tersebut merupakan sebuah titipan, sebagai amanat sambil menunggu pewaris tahta yang sebenarnya dewasa, yaitu Niskala Wastu Kancana. Budaya Sunda berdampak besar terhadap kepemimpinan dan tatanan pemerintahan, serta berdampak juga terhadap kehidupan masyarakatnya. Salah satu dampak besar yang terjadi di Kerajaan Sunda setelah terjadinya tragedi Perang Bubat, yaitu “Dilarangnya keluarga
    [Show full text]
  • The Mandala Culture of Anarchy: the Pre-Colonial Southeast Asian International Society
    The Mandala Culture of Anarchy: The Pre-Colonial Southeast Asian International Society Pandu Utama Manggala Australian National University, Australia Abstract Throughout the years, study on pre-colonial Southeast Asian international relations has not garnered major attention because it had long been seen as an integral part of the China- centred tribute system. There is a need to provide greater understanding of the uniqueness of the international system as different regions have different ontologies to comprehend its dynamics and structures. This paper contributes to the pre-colonial Southeast Asian literature by examining the interplay that had existed between pre-colonial Southeast Asian empires and the hierarchical East Asian international society, in particular during the 13th- 16th Century. The paper argues that Southeast Asian international relations in pre-colonial time were characterized by complex political structures with the influence of Mandala values. In that structural context, the Majapahit Empire, one of the biggest empires at that time had its own constitutional structures of an international society, albeit still sought close relations with China. Keywords: Pre-Colonial History, Southeast Asia, Mandala, Tributary System Introduction Southeast Asian countries were far from peaceful and stable under the tribute Throughout the years, study on pre- system. Fierce competition for survival and colonial Southeast Asian international domination had characterized the balance relations has not garnered major attention of power politics throughout the pre- because it had long been seen as an integral colonial era (Shu 2012b, p. 46). part of the China-centred tribute system. For that reason, there is a need to Moreover, Southeast Asia has often been provide greater understanding of the regarded as a political backwater uniqueness of the international system as compared to East Asia because Southeast different regions have different ontologies Asia as a region is seen as relatively to comprehend its dynamics and structures.
    [Show full text]
  • George Yeo, Minister
    National Archives of Release No.: 23/NOV 03B-l/94/11/09 SPEECH BY BG (NS) GEORGE YEO, MINISTER (INFORMATION AND THE ARTS) AND (HEALTH), AT THE OPENING OF THE LEGACY OF MAJAPAHIT AT THE NATIONAL MUSEUM ON WEDNESDAY, 9 NOVEMBER 1994 AT 6.00 PM To many Singaporeans, Majapahit is an ancient empire we read of only in the pages of a history textbook. The Kingdom of Majapahit ruled by Hindu Kings was the largest empire ever established in Southeast Asia from the 13th century to the 16th century. It was founded in East Java in 1294, exactly 700 years at the end of Kublai Khan's invasion. In the 14th century, Majapahit became a great centre of power in the entire Malay Archipelago. Its sway spread over much Administratively the empire was loosely bound by tribute paid in products and services to the centre by small states in the region including old Singapore, then known as Temasek. In the 15th century it was gradually torn apart by civil war. The trading ports of Java's north coast, where Islam was becoming popular, came into conflict with the traditional centre of power in the rice-growing interior. Majapahit authority in the Malacca Straits was increasingly contested by an emergent Malacca. By the time the Portuguese conquered Malacca in 1511, only a shell was left of Majapahit. Through archaeology and historical writings, we know that Majapahit had a major influence on the politics and culture of old Singapore. Both the 14th Century poem, Nagarakertagama and the 17th century Pararaton (Book of Kings) mentioned Temasek as part of the Majapahit empire.
    [Show full text]
  • Accounting and Accountability Strategies of Gajah Mada's
    IOSR Journal of Economics and Finance (IOSR-JEF) e-ISSN: 2321-5933, p-ISSN: 2321-5925.Volume 5, Issue 6. Ver. I (Nov.-Dec. 2014), PP 19-24 www.iosrjournals.org Accounting and Accountability Strategies of Gajah Mada’s Government: Analysis of Power – Knowledge Calysta Dessi Rosyinadia1 , EG Sukoharsono2 , A Djamhuri3 1 Postgraduate Program, Faculty of Economic and Business, University of Brawijaya. Malang-Indonesia 2 Faculty of Economic and Business, University of Brawijaya. Malang-Indonesia 3 Faculty of Economic and Business, University of Brawijaya. Malang-Indonesia Abstract: This study is aimed to more deeply analyze the history of accounting in Indonesia, particularly in the Majapahit empire in the reign of Gajah Mada as the mahapatih (Prime Minister). The role of Gajah Mada in the establishment of the unity of archipelago has a significant contribution to the development of the accounting ideas in Indonesia. In addition to the expansion of the territory expressed in the Palapa oath, Gajah Mada committed to his own mission to improve the economy of Majapahit Empire. Gajah Mada’s accounting strategy is one of successful strategy that formed Indonesian archipelago. In the age of Gajah Mada, Majapahit was one of the biggest ports with biggest warehouse in Asia frequently transited by foreigners from various countries. Moreover, Gajah Mada used his power to formulate legislation governing Majapahit taxes and penalties. In the Gajah Mada reign, Majapahit Empire is levied kinds of taxes, namely: (a) trade tax, (b) tax for foreigner, (c) exit-premit tax,(d) land tax, and (e) arts tax. Keywords: Gajah Mada, Accounting History of Indonesia, Foucault Power-Knowledge Framework I.
    [Show full text]
  • Kawasan Heritage Jalan Gajah Mada Sebagai Upaya Pelestarian Kawasan Kota Tua Denpasar Bali
    Jurnal Industri Pariwisata e-ISSN : 2620-9322 Vol 1, No. 1, 2018 KAWASAN HERITAGE JALAN GAJAH MADA SEBAGAI UPAYA PELESTARIAN KAWASAN KOTA TUA DENPASAR BALI 1 2 Derinta Entas , A.A. Istri Putera Widiastiti 1Jurusan Usaha Perjalanan Wisata, Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid, Jakarta 2Program Studi DIV MPH, Sekolah Tinggi Pariwisata Bali Internasional, Denpasar Email korespondensi: [email protected] ABSTRAK Kawasan wisata Jalan Gajah Mada Denpasar sebagai kawasan heritage di kota Denpasar memiliki sejarah panjang. Kawasan yang merupakan pusat niaga dan bisnis terbesar, dihuni oleh mayoritas kaum etnis Tionghoa. Kawasan heritage Jalan Gajah Mada merupakan kawasan kota tua Denpasar. Perkembangan kota Denpasar lebih mengarah kepada konsep kota urban. Penataan dan pengembangan kawasan tersebut memberikan wajah baru bagi kota Denpasar khususnya di kawasan Jalan Gajah Mada. Ada kekhawatiran bahwa bangunan-bangunan lama yang mendominasi di sepanjang kawasan Jalan Gajah Mada tersebut akan hilang tergerus pertumbuhan kawasan tersebut. Upaya-upaya dilakukan untuk mempertahankan heritage area ini. Tujuannya untuk menjaga peradaban kota tua dari perkembangan sporadis pembangunan kota besar khususnya kota Denpasar. Bangunan-bangunan yang dikatagorikan heritage building di kawasan heritage Jalan Gajah Mada memiliki nilai estetik dari eksterior maupun interiornya yang perlu untuk dijaga kelestariannya. Kata Kunci: heritage area, kota tua, kota urban ABSTRACT Tourism area Gajah Mada street Denpasar as the heritage area has a long stories. This area as the biggest center of business and trade at Denpasar city, inhabited by the majority of the chinese ethnic. Heritage area of Gajah Mada street is one of the old city at Denpasar Bali. Development cities of Denpasar directed to the concept of urban city.
    [Show full text]
  • Nancy J. Smith-Hefner
    NANCY J. SMITH-HEFNER Associate Professor, Associate Chair Department of Anthropology, Boston University, Boston, MA 02215 USA. Tel.: (617)353-2198/95; Fax: (617)353-353-6408 PROFESSIONAL EMPLOYMENT 2001-Present. Associate Professor (tenured), Department of Anthropology, Boston University. 1994-2001. Associate Professor of Linguistics and Anthropology (tenured), Graduate Program in Applied Linguistics; Adjunct Professor, Department of Anthropology, University of Massachusetts, Boston. 1999. Visiting Research Associate, Center for Women’s Studies, Gadjah Mada University, Yogyakarta, Indonesia. 1987-1994. Assistant Professor of Linguistics and Anthropology, Graduate Program in Bilingual/English as a Second Language Studies, Department of English, University of Massachusetts, Boston. 1984-1987. Visiting Assistant Professor, Graduate Program in BIL/ESL Studies, Department of English, University of Massachusetts, Boston. l984. Visiting Professor, Department of Anthropology, University of Massachusetts. 1984, Summer. Program Director, Indonesian Language Program, Southeast Asian Summer Studies Institute, University of Michigan, Ann Arbor. EDUCATION 1983, Spring. Doctor of Philosophy in Linguistics, University of Michigan, Ann Arbor. Dissertation Title: Language and Social Identity: Speaking Javanese in Tengger. 1978, Summer. U.S. Office of Education Program in Advanced Indonesian, IKIP Malang, East Java, Indonesia. 1977, Summer. Indonesian Summer Studies Institute, University of Wisconsin, Madison, Intensive Indonesian and Javanese Language Study. 1976. Master of Arts, Department of Linguistics, University of Michigan, Ann Arbor. 1974. Bachelor of Arts in Comparative Literatures, Residential College, University of Michigan, Ann Arbor. 1972-73. L’Universite de Provence, Aix-en-Provence, France. Comparative Literatures (French and Italian). ADMINISTRATIVE DIRECTORSHIPS 2010-present. Associate Chair, Department of Anthropology, Boston University. 2003-2009. Director of Undergraduate Studies, Department of Anthropology, Boston University.
    [Show full text]
  • Book Reviews
    200 WacanaWacana Vol. Vol.15 No. 15 1No. (2013): 1 (2013) 200–210 BOOK REVIEW 201 BOOK REVIEWS Boechari, Melacak sejarah kuno Indonesia lewat prasasti/Tracing ancient Indonesian history through inscriptions; Kumpulan tulisan/Writings of Boechari. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia in collaboration with the University of Indonesia and the École française d’Extrême-Orient, 2012, xxxi + 644 pp., Bibliography, Index. ISBN (Indonesia) 978-979-91-0520-2, ISBN (France) 978- 285-53-9473-2. Price: IDR 59,000 (soft cover). Peter Worsley Department of Indonesian Studies, School of Languages and Cultures, University of Sydney [email protected] The book is a very welcome addition to the library of studies about the ancient history of Island Southeast Asia. In it, the reader will find a collection of essays by Indonesia’s most eminent epigraphist and ancient historian, the late Professor M. Boechari. Boechari enjoyed a distinguished career as a teacher and a researcher in the University of Indonesia, Gajah Mada University, Udayana University, the Archaeological Service of Indonesia, and as member of the committee for major Indonesian research projects which included the Sejarah Nasional Indonesia, the consultative committee for the restoration of the Borobudur, the project for the restoration of the former capital of Majapahit, and the consultative committee for the SEAMEO Project on archaeology and fine arts on which he cooperated with other Southeast Asian archaeologists on the history of Śrīvijaya. His epigraphical contribution to the ancient history of Island Southeast Asia brought him well-deserved international recognition. The thirty-eight studies contained in the present volume published between 1960 and 1991 in both Indonesian and English are an excellent record of Boechari’s interest in a wide number of important historical issues.
    [Show full text]
  • Curriculum Vitae Richard Fox 3 Materials in Preparation (Continued) • Practices Unseen: an Inquiry Into the World of Balinese Offerings
    RICHARD FOX 1030 Main Street, Dennis, MA 02638, USA email [email protected] web http:// berubah.org tel +1 508-331-5412 Employment and Other Appointments • Research Associate, Department of Anthropology Harvard University, Cambridge, MA. 2011-12. • Fulbright Senior Scholar, Indonesia Universitas Udayana (Denpasar, Bali) & University of Chicago, 2010-2011 • Assistant Professor of the History of Religions, University of Chicago Divinity School, 2006-2010 • Visiting Assistant Professor, Department of Religion with an adjunct appointment in Asian Studies Williams College, 2004-2006 • Research Affiliate, Peabody Museum of Archaeology and Ethnology Harvard University, Cambridge, MA. 2003-04. Education • PhD in Religious Studies and Cultural Anthropology, 2002 School of Oriental and African Studies, University of London Dissertation: From Text to Television: Mediating Religion in Contemporary Bali. • MA with Distinction in Oriental and African Religions, 1995 School of Oriental and African Studies, University of London Thesis: Gotama, Buddha and Tathāgata: Three Facets of the Identity of Sakyamuni Buddha Exams: Sanskrit Language, Buddhist Studies, Indian Philosophy • BA in Religious Studies with High Honors, Phi Beta Kappa, 1994 University of California at Santa Barbara Honors Thesis: An Ethnographic Study of Religious Practice in a Rural Balinese Village. Teaching and Examining • University of Chicago Divinity School: Graduate Courses: Contemporary Theory for the Study of Religion; Why Media Matter; Contemporary Perspectives on Religion, Media and Society; Mass Media and Religious Violence; Other People’s Practices; History and Complexity; The Idea of Religion in Bali; Religion and Performance in Java and Bali; Reading Courses: Religion and Society in Contemporary Sri Lanka; Issues in the Study of Religion and Society in Contemporary Bali; Qualifying Exams: Contemporary Theory; Globalization and Postcoloniality; Religion and Society in Southeast Asia; Ethnography of Bali.
    [Show full text]
  • Changing a Hindu Temple Into the Indrapuri Mosque in Aceh: the Beginning of Islamisation in Indonesia – a Vernacular Architectural Context
    This paper is part of the Proceedings of the 1st International Conference on Islamic Heritage Architecture and Art (IHA 2016) www.witconferences.com Changing a Hindu temple into the Indrapuri Mosque in Aceh: the beginning of Islamisation in Indonesia – a vernacular architectural context Alfan1 , D. Beynon1 & F. Marcello2 1Faculty of Science, Engineering and Built Environment, Deakin University, Australia 2Faculty of Health Arts and Design, Swinburne University, Australia Abstract This paper elucidates on the process of Islamisation in relation to vernacular architecture in Indonesia, from its beginning in Indonesia’s westernmost province of Aceh, analysing this process of Islamisation from two different perspectives. First, it reviews the human as the receiver of Islamic thought. Second, it discusses the importance of the building (mosque or Mushalla) as a human praying place that is influential in conducting Islamic thought and identity both politically and culturally. This paper provides evidence for the role of architecture in the process of Islamisation, by beginning with the functional shift of a Hindu temple located in Aceh and its conversion into the Indrapuri Mosque. The paper argues that the shape of the Indrapuri Mosque was critical to the process of Islamisation, being the compositional basis of several mosques in other areas of Indonesia as Islam developed. As a result, starting from Aceh but spreading throughout Indonesia, particularly to its Eastern parts, Indonesia’s vernacular architecture was developed by combining local identity with Islamic concepts. Keywords: mosque, vernacular architecture, human, Islamic identity, Islamisation. WIT Transactions on The Built Environment, Vol 159, © 2016 WIT Press www.witpress.com, ISSN 1743-3509 (on-line) doi:10.2495/IHA160081 86 Islamic Heritage Architecture and Art 1 Introduction Indonesia is an archipelago country, comprising big and small islands.
    [Show full text]
  • Rice Policy in Java from Traditional Kingdoms to Dutch Colonial Time Wasino Wasino and Endah Sri Hartatik Universitas Negeri Semarang
    UICRIC 2018 UNNES International Conference on Research Innovation and Commercialization 2018 Volume 2019 Conference Paper Rice Policy in Java from Traditional Kingdoms to Dutch Colonial Time Wasino Wasino and Endah Sri Hartatik Universitas Negeri Semarang Abstract Rice is main food for Indonesian people nowadays. Rice is consumed by all people in Indonesian society and planted in several places in Indonesia. Based on the historical data, rice was dominantly planted in Java, Due to the importance of rice, any political ruler in Indonesia paid attention to rice to stabilize his authority. This article will conduct historical analysis about the policy of rice from traditional ruler in Java Dutch Colonial. For analyzed it used historical method by using historical sources which searched from National Library Jakarta, National archive Jakarta, and KITL collection from Leiden University Library, and Mangkunegaran Palace Library. The research finding show that rice was the main food from Traditional Javanese kingdom to Dutch Colonial time. The Ruler take special policy to made rice availability for people prosperity. Corresponding Author: Wasino Wasino Keywords: rice, prosperity, traditional, historical sources, ruler, availability Received: 21 May 2019 Accepted: 26 June 2019 Published: 7 July 2019 Publishing services provided by Knowledge E Wasino Wasino and Endah Sri 1. Introduction Hartatik. This article is distributed under the terms of Recently, rice become main food that consumed by most of Indonesian people. It is the Creative Commons long process to be internalized from Javanese and Malay food culture to all Indonesian Attribution License, which permits unrestricted use and people. Since rice is main food, the issue of rice has become the main attention of the redistribution provided that the ruler from classical to modern ages.
    [Show full text]
  • Representasi Kepemimpinan Patih Gajah Mada
    Jurnal Pendidikan Tari Vol 1 No 01 (2020) REPRESENTASI KEPEMIMPINAN PATIH GAJAH MADA DALAM MEMIMPIN PASUKAN BHAYANGKARA MELALUI KARYA TARI “TANDYA” MENGGUNAKAN METHODS of CONSTRUCTION JACQUELINE MARY SMITH-AUTARD 퐍퐢퐦퐚퐬 퐂퐚퐡퐲퐚퐧퐢 퐌퐮퐬퐭퐢퐤퐚ퟏ 퐑퐫. 퐘퐯퐨퐧퐧퐞 퐓퐫퐢퐲퐨퐠퐚 퐇퐨퐞퐬퐨퐝퐢퐧퐢퐧퐠퐬퐢퐡ퟐ 퐁. 퐊퐫퐢퐬퐭퐢퐨퐧퐨 퐒퐨퐞퐰퐚퐫퐝퐣퐨ퟑ Pendidikan Tari, Universitas Negeri Jakarta 푛푖푚푎푠푐푎ℎ푦푎푛푖푚푢푠푡푖푘푎@푚푎푖푙. 푐표푚1 푦푣표푛푛푒푡푟푖푦표푎@푢푛푗. 푎푐. 푖푑2 푏푘푟푖푠푡푖표푛표푠표푒푤푎푟푑푗표@푦푎ℎ표표. 푐표푚3 Abstrak Tujuan dari karya tari ini adalah untuk merepresentasikan Patih Gajah Mada dalam memimpin Pasukan Bhayangkara melalui karya tari TANDYA. Karya tari ini berjudul “Tandya”, menggunakan Metode Konstruksi oleh Jacqueline Mary Smith-Autard dalam bukunya yang berjudul Komposisi Tari (Petunjuk praktis dalam berkarya tari secara sukses dan kreatif); rangsang tari, Motif Komposisi, Motif Komposisi untuk Kelompok, Bentuk Tari, Elemen Konstruksi, Gaya, Improvisasi dalam Proses Komposisi, Pendekatan Alternatif dan Eksperimental dalam Komposisi Tari. Proses pembuatan karya tari meliputi pencarian ide, rangsang tari, ekplorasi, improvisasi, formasi, seleksi evaluasi dan kecerdasan. Karya tari ini meningkatkan pelestarian gaya Jawa Timuran, yang berasal dari gaya Malang dan gaya Banyuwangi. Motif-motif gaya Jawa Timuran yang divariasi meliputi: Tanjak Putra Gagah yang dikembangkan menjadi Tanjak Pengkor, Ukel yang dikembangkan menjadi Ukel Ngeruji, Laku Nyiji dikembangkan menjadi Laku Ngawang. Ulap-ulap dikembangkan menjadi Ulap-ulap Naga, Cangkah Paju, dan Ngeber Kerep. Karya Tari TANDYA ditampilkan pada hari Selasa, 9 Juli
    [Show full text]