Ikhtilaf Dan Etika Perbedaan Dalam Islam
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam IKHTILAF DAN ETIKA PERBEDAAN DALAM ISLAM Oleh: Suryan A. Jamrah UIN Sultan Syarif Kasim Riau [email protected] Abstrak: Islam adalah pedoman hidup yang harus dipelajari dan dipahami untuk diamalkan dalam kehidupan duniawi. Ketika agama ini sempurna bersama al- Qur‘an dan dijelaskan oleh hadits atau sunnah Rasulullah SAW, maka kewajiban pemahaman selanjutnya ada di tangan para ulama, mulai dari generasi sahabat sampai generasi ulama masa kini. Dengan kualitas akal dan kapasitas keilmuan yang tidak sama, pasti akan lahir hasil analisis dan pemikiran yang berbeda di kalangan muslimin. Inilah yang disebut ikhtilaf dalam tataran pemikiran keagamaan dalam Islam. Namun, Islam tidak membiarkan ikhtilaf boleh terjadi tanpa batas, dalam arti setiap orang bebas memahami dan menjelaskan ajaran berdasarkan selera dan kemampuan akalnya belaka. Maka, demikian kesepakatan ulama salaf dan khalaf, hanya orang-orang yang berderajat mujtahid yang memiliki kebolehan dan otoritas untuk ber-ikhtilaf. Tidak semua ulama bisa diakui sebagai mujtahid, kecuali harus memiliki syarat-syarat ijtihad. Di samping akidah dan syariah yang benar dan kuat, ada beberapa alat dan cabang ilmu yang harus dikuasai secara mumpuni. Syarat-syarat ijtihad yang membolehkan ikhtilaf telah ditetapkan, namun kanyataannya selalu ada ikhtilaf yang terpuji dan bermanfaat dan ada pula yang tercela membawa mudarat, yang terjadi di berbagai masa dan tempat. Dalam konteks inilah, ulama yang berpotensi ber-ikhtilaf harus menahan diri dan berhati-hati, tidak seharusnya mengeluarkan pendapat tanpa ilmu yang mumpuni dan komit kepada etika ikhtilaf yang diajarkan oleh Nabi dan dijunjung tinggi oleh sahabat, tabi‘in, dan tabi‘ al-tabi‘in. Ikhtilaf dan perbedaan pendapat serta pemikiran sudah terjadi sejak zaman Nabi, terus berlanjut dari generasi ke genasai, sampai masa kini. Maka umat harus bijak, berhati-hati, dan selektif menghadapi hasil ikhtilaf dan perbedaan pendapat yang terus terjadi. Kata kunci: Islam, Ikhtilaf, dan Mazhab Pendahuluan amal. Setiap individu umat berhak Islam, demikian telah diakui, adalah memahami agamanya dengan prinsip agama rasional, menjunjung tinggi peran bebas berpikir, tetapi bukan berpikiran akal, dan mendahulukan ilmu sebelum bebas. Prinsip kebebasan dan persamaan 223|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama, Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014 Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam hak inilah, barangkali, yang menjadi salah Sudah pasti, ketika perbedaan satu faktor yang memperkaya khazanah dihadapi dengan subjektivitas individual ilmiah dengan aneka ragam dan corak atau aliran dan fanatik mazhab secara pemikiran dalam Islam. Namun, di sisi ekstrem atau berlebihan, maka persatuan lain, kebebasan yang longgar dan tanpa dan ukhuwah muslimin akan menjadi batas dapat berakibat munculnya taruhan. Adalah fenomena, bahwa ada pemahaman oleh orang-orang yang tidak kelompok muslimin yang tidak siap mempunyai kapasitas dan otoritas. berbeda dan dengan mudah mencela Terlepas dari sisi positif dan negatif, bahkan mengkafir-fasikkan saudara yang pasti sejak perkembangannya yang seiman seagama, yang bisa menjadi mula-mula, dinamika pemikiran dalam petaka. Ada kelompok atau individu yang Islam telah berkembang sedemikian rupa mengklaim diri sebagai yang paling benar dan melahirkan aneka ragam pendapat dan menuduh kelompok lain salah. yang berbeda, yang pada gilirannya Akhirnya, terjadi suasana saling masing-masing pendapat mengkristal menyalahkan dan terjadi permusuhan menjadi mazhab atau aliran. Ikhtilaf dan berkepanjangan. perbedaan pendapat bak pisau bermata dua, bisa membawa rahmah dan bisa pula Keniscayaan Pemahaman menimbulkan musibah bagi Islam dan Allah menurunkan agamaNya, Islam, muslimin. sebagai petunjuk dan pedoman hidup Ketika sumber ajaran Islam yang manusia, yang dengan melaksanakan berbahasa Arab tersebut dipahami dan ajarannya manusia mencapai kebahagiaan dianalisis oleh umat melalui daya akal atau di dunia dan akhirat. Maka ajaran Islam nalar, sudah barang pasti keanekaragaman yang mesti diaplikasikan dalam kehidupan dan perbedaan terjadi. Semakin jauh tersebut harus diketahui maksud dan zaman berjarak dengan masa Rasulullah tujuan akidah serta tatacara ibadahnya dan sahabat serta tabi‘in, maka melalui pemahaman. Dalam konteks kemungkinan terjadinya perbedaan inilah Imam al-Syafi‘i berkata: Ilmu pemahaman di kalangan muslimin mendahului amal. Pemahaman, sudah semakin terbuka. Lebih-lebih di era barang tentu hanya bisa diupayakan dan modern dewasa ini, perbedaan paham dilakukan oleh orang yang berakal dan dan pendapat di kalangan muslimin berpikir. Dalam konteks inilah Khalifah semakin mudah terjadi dan rawan Umar berkata: Agama Islam itu akal, tidak menyimpang dari prinsip pemahaman ada kewajiban beragama bagi orang yang yang telah ditetapkan oleh generasi tidak berakal. terbaik masa lalu, dan sangat rawan Objek pemahaman yang paling awal melahirkan pertentangan yang bisa adalah Wahyu Allah al-Qur‘an, yang hasil berujung perpecahan. pemahamannya disebut tafsir. Rasulullah 224|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama, Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014 Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam SAW sebagai penerima wahyu adalah al- gigih pula upaya para sahabat untuk mufassir al-awwal al-wahid, penafsir pertama memahami dan menjelaskan titah syariah dan tunggal.1 Penafsiran dan penjelasan kepada umat. Upaya memahami ajaran Rasulullah ini kemudian dikenal sebagai Islam yang bersumber pada al-Qur‘an dan al-hadits atau al-Sunnah. al-Sunnah ini sudah dilakukan oleh para Di samping menafsirkan atau sahabat ketika Sang Rasul masih bersama menjelaskan kandungan dan pesan ayat- mereka. Sejak itu pula biasa terjadi ayat al-Qur‘an, Rasulullah SAW juga perbedaan pendapat, namun setiap menyampaikan titahnya sendiri sebagai perbedaan yang terjadi di antara sahabat penguat dan atau menambahkan sesuatu tersebut segera disampaikan kepada ajaran yang tidak disampaikan secara Rasulullah SAW untuk dijelaskan dan tegas oleh al-Qur‘an. Peran al-Sunnah diklarifikasi oleh Sang Nabi. Apa pun sebagai penjelas dan penguat adalah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, disepakati, kecuali peran menambah atau itulah yang diterima bulat oleh para membawa hukum yang baru yang masih sahabat dan perbedaan di antara mereka diperselisihkan oleh ulama.2 Namun, apa pun telah tiada. pun perbedaan yang ada, ulama sepakat Bermula dari upaya pemahaman dan bahwa Rasulullah SAW tidak akan penafsiran para sahabat inilah muncul bersabda atas dasar nafsu manusiawinya, institusi ijtihad yang kemudian disepakati melainkan sepenuhnya atas dasar sebagai sumber ajaran Islam di samping petunjuk wahyu.3 Maka pada masa al-Qur‘an dan al-Sunnah. Sumber atau Rasulullah SAW ini sumber hukum atau institusi ijtihad inilah yang berperan sumber ajaran Islam menjadi dua, al- mendorong dan mempercepat pesatnya Qur‘an dan al-Sunnah. perkembangan dan mewarnai dinamika Sepeninggal Rasulullah SAW, tugas pemikiran dalam Islam, dari zaman ke dan fungsi pemahaman ini dilanjutkan zaman. Dengan institusi ijtihad ini, maka oleh para sahabat, yang tidak hanya hak dan kewajiban memahami serta memahami dan menjelaskan pesan al- menafsirkan ajaran sudah dibatasi kepada Qur‘an tetapi juga pesan al-Hadits atau orang-orang yang memenuhi syarat al-Sunnah. Semakin banyak kesempatan mujtahid. Syarat dimaksud, antara lain, 1) untuk memahami dan semakin banyak ahli bahasa Arab dengan segala ilmunya, persoalan umat yang dihadapi, semakin 2) Mengetahui ulum al-Qur‘an, 3) Mengetahui ilmu al-Sunnah, 4) 1 lihat Q.S. 16: 44 dan 64. Mengetahui tentang yang sudah menjadi 2Lihat Muhammad Abu Zahw, al-Hadits wa al- Ijma dan yang masih diperselisihkan, 5) Muhadditsun, ‘Inayat al-Ummat al-Islamiyyat bi al-Sunnat Memahami ilmu Qiyas, 6) mengetahui al-Nabawiyyat (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1984), hlm. 40. maksud hukum, 7) pemahaman yang 3 Lihat Q.S. 53: 2-3. benar dan cerdas, 8) Niat dan akidah yang 225|TOLERANSI: Media Komunikasi Umat Bergama, Vol.6, No.2 Juli-Desember 2014 Suryan A. Jamarah: Ikhtilaf dan Etika Perbedaan dalam Islam benar.4 tampak perkembangan pemikiran Islam Dengan syarat-syarat yang disepakati yang luar biasa, dari hasil pemahaman oleh para ulama salaf ini, maka tidak mereka lahir berbagai macam cabang ilmu semua orang Islam, apa pun tingkat dan keislaman. gelar akademiknya, boleh berijtihad atas Generasi Tabi‘in dan Tabi‘ al-Tabi‘in nama kebebasan ilmiah. Kiranya, yang telah berlalu dan ilmu-ilmu keislaman boleh berijtihad atas nama hak dan telah terbentuk, kini tugas pemahaman kebebasan ilmiah hanya orang-orang yang terus berlanjut oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat yang telah mumpuni dalam ilmu keislaman, yang disebutkan. terkenal dengan sebutan ulama. Islam Kendati demikian, syarat-syarat yang tidak pernah kekurangan para ulama telah ditetapkan tersebut tidak efektif mujtahid dan pemikir dari masa ke masa, melarang orang yang tidak memiliki dari generasi ke generasi, di berbagai kapasitas dan otoritas untuk memahami tempat dan wilayah. dan mengemukakan pendapatnya Seiring dengan perjalanan zaman, tentang Islam. Siapa pun orang yang pergantian generasi dan pertukaran abad, berani berijtihad dan berfatwa, sementara kebudayaan dan peradaban manusia pun dia tidak memenuhi syarat, apatah lagi berkembang dengan pesat. Di tengah belajar Islam dari terjemahan dan atau perkembangan dan kemajuan budaya, dari karangan-karangan populer, maka pasti muncul persoalan baru, yang secara tindakannya tersebut jelas didorong oleh langsung