1 Penjual Jamu Keliling Di Kecamatan Malalayang Kota
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
PENJUAL JAMU KELILING DI KECAMATAN MALALAYANG KOTA MANADO Jeine Dewi Budiantho 090817001 ABSTRACT The informal sector is a safety in the construction sector in Indonesia, especially in solving work problems. This is due to the field in the informal sector, then there will be no unemployment. The informal sector is beginning to be recognized is an alternative to solve the problem of providing jobs. Informal workers especially Jamu Gendong Sellers are generally derived from the outskirts of Java. Jamu gendong is one that is widely consumed health drink for people of various social classes. With the jamu gendong, almost all people believe in the usefulness, especially for health. Prior to bloom and spread among the people of various herbs, of course jamu gendong is the main heir to believe in healing all kinds of diseases and of course make as health care. Jamu gendong can be estimated that the utilization is still high. The presence of the seller jamu gendong still visible in every hallway city of Manado. Under current conditions with a wide range of products offered instantly factories, sales jamu gendong can still survive because of the various ways or strategies undertaken jamu gendong sellers. The persistence jamu gendong because the price is relatively cheap and affordable, its sales were conducted door to door (door to door) so jamu gendong can survive, and pristine potion making sure buyers will quality and quality. Keywords : jamu gendong, health, informal 1 Pendahuluan migran pada akhirnya terpaksa harus memilih sektor informal karena Pertambahan penduduk di kepastiannya dalam memperoleh negara berkembang memunculkan pendapatan secara mudah tanpa persoalan baru antara lain masalah banyak syarat. Selain dikarenakan mobilitas (Mantra, 1995). Persoalan keterbatasan lahan sektor formal di ini muncul karena desakan daya perkotaan, faktor pendidikan rendah dukung lingkungan sudah tidak dan keterampilan terbatas yang memungkinkan lagi sehingga dimiliki rata-rata para migran pun penduduk berpindah–pindah dari menjadi salah satu faktor satu daerah ke daerah yang lain, menjamurnya sektor informal di dengan anggapan bahwa daerah perkotaan. Beberapa penelitian yang tersebut mempunyai fasilitas lebih pernah dilakukan mengungkapkan baik dan menguntungkan bagi diri bahwa pekerja di sektor informal serta keluarganya. umumnya berasal dari desa Perantau di Indonesia biasanya (Manning et al,1984; Hidayat,1978). dilakukan oleh orang–orang yang Sektor informal merupakan juga mempunyai tujuan untuk sektor pengaman dalam pem- mencari mata pencaharian hidup bangunan di Indonesia terutama yang lebih baik, tetapi bersifat dalam memecahkan masalah berpergian sementara saja. Hal ini pekerjaan. Hal ini karena adanya didukung oleh pendapat (Kampto lapangan di sektor informal maka Utomo, 1958) yang mengatakan tidak akan terjadi pengangguran. bahwa mereka (para migran) Sektor informal ini mulai diakui mempunyai harapan apabila sudah merupakan alternatif dalam cukup harta bendanya maka mereka memecahkan masalah penyediaan akan kembali lagi ke kampung lapangan pekerjaan. halaman asal, atau migrasi spontan. (Koentjaraningrat 1982). Para pekerja informal terutama Penjual Jamu Gendong umumnya Penekanan pada latar belakang berasal dari luar kota yaitu dari kondisi perdesaan yang serba Jawa. Jamu gendong merupakan kesulitan dianggap cukup beralasan salah satu minuman kesehatan yang karena sektor informal dianggap banyak dikonsumsi bagi masyarakat bermula dari proses migrasi dari berbagai kelas sosial. Dengan desa ke kota yang berlangsung terus- adanya jamu gendong, hampir menerus, yakni arus pekerja yang seluruh masyarakat mempercayai berlebih keluar dari perdesaan. Para khasiatnya, terutama bagi kesehatan. 2 Sebelum marak dan menyebar aktifitas atau pola tindakan manusia berbagai jamu di kalangan dalam masyarakat. Dan yang ketiga masyarakat, tentunya jamu gendong yaitu, hasil karya manusia berupa adalah pewaris utama untuk tindakan yang oleh Koentjaraningrat meyakini dalam penyembuhan (2005) diartikan sebagai segala jenis penyakit dan tentunya kebudayaan: “Kebudayaan adalah menjadikan sebagai perawatan keseluruhan sistem gagasan dan kesehatan. Dapat diperkirakan rasa, tindakan, serta karya yang bahwa pemanfaatan jamu gendong dihasilkan manusia dalam masih tinggi. Keberadaan penjual kehidupan bermasyarakat, yang jamu gendong masih terlihat di dijadikan miliknya dengan belajar”. setiap lorong Kota Manado. Ketiga aspek kebudayaan yang Dalam kondisi saat ini dengan dibawa oleh para penjual jamu berbagai macam produk pabrik yang gendong lama kelamaan mengalami ditawarkan secara instan, penjualan percampuran kebudayaan dengan jamu gendong masih bisa bertahan masyarakat penerima yaitu masya- dikarenakan berbagai cara atau rakat Manado. Yang dimaksud strategi yang dilakukan para penjual dengan percampuran kebudayaan jamu gendong. Bertahannya jamu atau proses akulturasi yaitu : “Proses gendong karena harganya yang sosial yang timbul apabila relatif murah dan terjangkau, sekelompok manusia dengan suatu penjualannya yang dilakukan secara kebudayaan tertentu dihadapkan door to door (dari rumah ke rumah) pada unsur–unsur dari suatu sehingga jamu gendong bisa kebudayaan asing sehingga unsur– bertahan, dan ramuannya yang unsur asing itu lambat–laun diterima masih alami membuat para pembeli dan diolah kedalam kebudayaan yakin akan mutu dan kualitasnya. sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan Konsep Kebudayaan itu” (Koentjaraningrat 2005). Kehidupan penjual jamu Selanjutnya menurut Koentjara- gendong di Kecamatan Malalayang ningrat, nilai budaya itu merupakan diwarnai dengan kebudayaan yang salah satu bagian paling abstrak dari mereka bawa dari tempat asal sistem gagasan atau ide–ide dan mereka. Kebudayaan yang dimak- biasanya berfungsi sebagai pedoman sudkan disini menyangkut 3 (tiga) tertinggi bagi kelakuan manusia. aspek. Pertama yaitu, ide, gagasan, nilai, atau norma. Kedua yaitu, 3 Menurut Spadley, “Kebudayaan kepercayaan serta latar belakang hendaknya dipahami sebagai pendidikan mereka. Selanjutnya, pengetahuan yang diperoleh dan strategi adaptasi berarti cara untuk dipergunakan untuk menginter- mencapai keadaan yang mapan dan pretasikan pengalaman dan strategi adaptasi terwujud dalam melahirkan tingkah laku serta bentuk mata pencaharian dalam strategi tindakan dalam hidup kehidupan. sehari–hari” (Spradley, 2007). Menurut Edi Suharto (2003), Lingkungan mempengaruhi kebu- strategi adaptasi yang disebut juga dayaan, sehingga kebudayaan yang sebagai corping strategies dalam terbentuk merupakan nilai–nilai, mengatasi goncangan dan tekanan norma–norma, dan model–model ekonomi di kelompokkan menjadi 3 pengetahuan yang sudah disesuaikan kategori, yaitu: dengan kebutuhan lingkungan yang 1) Strategi Aktif dihadapi penjual jamu gendong. Yaitu strategi yang Dengan demikian kebudayaan yang mengoptimalkan segala potensi tumbuh di desa berbeda dengan di keluarga untuk (misalnya kota. melakukan aktifitas sendiri, Strategi Adaptasi memperpanjang jam kerja, Menurut Amri Marzali (2003), memanfaatkan sumber atau strategi adaptasi merupakan perilaku tanaman liar di lingkungan sekitar manusia dalam mengalokasikan dan sebagainya) sumberdaya yang mereka miliki 2) Strategi Pasif dalam menghadapi masalah – Yaitu mengurangi pengeluaran masalah sebagai pilihan – pilihan keluarga (misalnya pengeluaran tindakan yang tepat guna sesuai biaya untuk sandang, pangan, dengan lingkungan sosial, kultural, pendidikan, dan sebagainya) ekonomi, dan ekologis, di tempat 3) Strategi Jaringan dimana mereka hidup. Strategi Misalnya menjalin relasi, baik adaptasi dianggap paling cocok dan secara informal maupun formal menguntungkan untuk menghadapi dengan lingkungan sosialnya dan lingkungan yang sudah berubah lingkungan kelembagaan (misal- sehingga masyarakat dapat nya: meminjam uang tetangga, mencapai keadaan hidup yang mengutang ke warung, meman- mapan, tidak hanya didasarkan pada faatkan program anti kemiskinan, pertimbangan ekonomi saja, tetapi meminjam uang ke rentenir atau juga amat dipengaruhi struktur bank, dan sebagainya) sosial, politik, agama, dan 4 Migrasi dipelihara para migran dalam Pada dasarnya migrasi adalah mengatasi kesulitan yang pergerakan penduduk secara dihadapinya di kota. geografis, atau perpindahan Ketiga bentuk tersebut, yaitu: penduduk dari satu tempat ke tempat lain. Hugo (1986) membedakan 1. Jaringan sosial yang didasarkan migrasi dalam dua kategori, yaitu pada sistem kekerabatan dan migrasi permanen dan non kekeluargaan, khususnya permanen. Perbedaannya terletak dengan migran yang se daerah pada tujuan pergerakan tersebut. asal. Jaringan sosial semacam Bila seorang migran bertujuan untuk ini sengaja dibentuk dan pindah tempat tinggal secara tetap, dikembangkan oleh para migran migran tersebut dikategorikan sebagai salah satu strategi sebagai migran permanen. mengatasi persoalan yang Sedangkan migran non permanen dihadapi di kota dan adalah migran yang memiliki jangka mempertahankan kehidupannya waktu untuk tinggal disuatu tempat. di kota; Jaringan Sosial 2. Jaringan sosial yang dibentuk dan dikembangkan dengan Ada cukup banyak strategi yang kelompok – kelompok sosial dikembangkan para migran dalam dalam pola hubungan sosial usahanya untuk mempertahankan vertikal, yaitu dengan orang – kehidupannya di kota dan meraih orang yang memiliki kegiatan kesuksesan dalam kegiatan ekonomi usaha atau kondisi keuangan yang dilakukannya. Salah satu lebih mantap. Bentuk hubungan strategi yang dilakukan migran sosial semacam ini merupakan adalah dengan cara mengembangkan