Budaya Pesantren Di Pulau Seribu Masjid, Lombok

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Budaya Pesantren Di Pulau Seribu Masjid, Lombok BUDAYA PESANTREN DI PULAU SERIBU MASJID, LOMBOK Fahrurrozi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram Jl. Pendidikan No. 35 Mataram, Nusa Tenggara Barat 83125 e-mail: [email protected] Abstrak: Lombok, sebuah pulau di provinsi NTB, yang dikenal dengan sebutan “pulau seribu masjid” adalah sebuah wilayah yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Kehadiran Islam sebagai agama mayoritas di Pulau Lombok tidak hanya ditandai dengan tingginya antusiasme masyarakat dalam mendirikan tempat ibadah berupa masjid dan mushalla, tetapi juga kehadiran banyak pesantren. Tercatat tak kurang dari 300 pesantren yang tersebar di pulau kecil ini. Eksistensi pesantren di Lombok NTB ini bukan saja sebagai sebagai institusi pendidikan formal dan non-formal, tapi pesantren memiliki peranan penting dalam dinamika masyarakat Islam. Pesantren telah berperan sebagai: 1) pusat transmisi ilmu-ilmu keislaman; 2)menjaga keberlangsungan tradisi Islam; dan 3) pusat reproduksi ulama. Tradisi-tradisi yang dimainkan oleh komunitas pesantren di Lombok terlihat begitu teguhnya pesantren mempertahankan identitas lokalitas dan kearifan lokal di mana pesantren itu berada, dan inilah yang khas dan unik dalam mengkaji tentang pesantren dan dinamikanya di tengah-tengah masyarakat. Abstact: Lombok, an island in West Nusa Tenggara (NTB) province, known as "the island of a thousand mosques" is an area that is predominantly Moslem. The presence of Islam embraced by the majority of people in Lombok Island is not only characterized by a high public enthusiasm in building places of worship such as mosques and prayer room (mushalla), but also the presence of many pesantrens (Islamic boarding schools). It is reported that there are no less than 300 pesantrens spread across this small island. The existence of the pesantrens in Lombok is not merely as formal and non-formal institutions, they also play an important role in the dynamic of Islamic society. Pesantren has served: 1) as the transmission center of Islamic knowledge; 2) to maintain the continuity of Islamic tradition; and 3) as the center of the production of Islamic scholars.Traditions played by pesantrens communities in Lombok looks so firmly, they preserve the identity of indigenous localites where they are located. This is what is typical and unique in studying pesantren and its dynamic in society. Kata-kata Kunci: Pesantren, sejarah, Lombok, pemberdayaan, budaya Pendahuluan nal. Dari segi historis, pesantren tidak Pesantren adalah lembaga yang hanya identik dengan makna keislaman, bisa dikatakan sebagai wujud dari proses tetapi juga mengandung makna keaslian perkembangan sistem pendidikan nasio- KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 23 No. 2, Desember 2015: 324-345 Copyright (c)2015 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v2312.730 Budaya Pesantren di Pulau Seribu Masjid, Lombok Indonesia (indigenous). Sebab lembaga Pondok pesantren sekarang ini, yang serupa pesantren sebenarnya su- tampaknya perlu dibaca sebagai warisan dah ada sejak masa kekuasaan Hindu dan sekaligus sebagai kebudayaan –“intelek- Budha. Sehingga Islam tinggal mene- tual Nusantara.” Lebih dari itu, dalam ruskan dan mengislamkan lembaga pen- sejumlah aspek tertentu, pesantren harus didikan yang sudah ada. Tentunya ini dipahami sebagai benteng pertahanan ke- tidak berarti mengecilkan peranan Islam budayaan itu sendiri, karena peran seja- dalam memelopori pendidikan di Indo- rah yang dimainkannya. Harapan ini ten- nesia.1 tu saja tidak terlalu meleset dari kon- Pesantren sebagai lembaga pendi- struksi budaya yang digariskan oleh pen- dikan dan lembaga sosial kemasyara- dirinya. Selain diangan-angankan sebagai katan telah memberikan warna dan corak pusat pengembangan ilmu dan kebuda- khas dalam masyarakat Indonesia, khu- yaan yang berdimensi religius atau susnya pedesaan. Pesantren tumbuh dan sekadar improvisasi lokal, pesantren juga berkembang bersama masyarakat sejak dipersiapkan oleh para pendirinya seba- berabad-abad. Oleh karena itu, secara gai motor transformasi bagi komunitas kultural lembaga ini telah diterima dan masyarakat dan bangsanya. Menariknya, telah ikut serta membentuk dan mem- angan-angan itu berangkat dari bandara berikan corak serta nilai kehidupan ke- tradisi masyarakat setempat. Dalam hal pada masyarakat yang senantiasa tum- ini, Abdurrahman Wahid mengatakan buh dan berkembang. Figur kiai atau bahwa pondok pesantren dalam bacaan tuan guru dalam Bahasa Sasak Lombok, teknis merupakan suatu tempat yang santri, serta seluruh perangkat fisik dari dihuni oleh para santri.3 Pernyataan ini sebuah pesantren membentuk sebuah kultur yang bersifat keagamaan yang me- Mamfred Ziemik menyebutkan bahwa asal etimo- ngatur perilaku seseorang, pola hubung- logi dari pesantren adalah pe-santri–an (tempat santri). Santri atau murid umumnya sangat berbe- an dengan warga masyarakat. Dalam da-beda dalam mendapatkan pelajaran dari pim- keadaan demikian, produk pesantren le- pinan pesantren (kiai/tuan guru [TGH]) dan para bih berfungsi sebagai faktor integratif pa- guru. Pelajarannya mencakup berbagai bidang da masyarakat dalam upaya menuju per- pengetahuan keislaman. Mamfred Ziamek, Pesan- kembangan pesantren.2 tren dalam Perubahan Sosial, terj. Butce B. Soenjono, (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 18. Johan berpendapat bahwa santri berasal dari bahasa Tamil, yang 1 Nurcholis Madjid, Bilik-bilik Pesantren Sebuah Pot- berarti guru mengaji. Sedangkan CC. Berg ret Perjalanan (Jakarta: Paramadina, 1997), hlm. 3. berpendapat istilah santri dalam Bahasa India 2Perkataan pesantren berasal dari kata santri, yang berarti orang yang tahu buku-buku Agama dengan awalan pe, dan akhiran an, yang berarti Hindu. Kata santri berasal dari kata shastra yang tempat tinggal santri. Zamakhsari Dhofier, Tradisi berarti buku suci, buku-buku agama dan ilmu Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai pengetahuan. Dhofier, Tradisi Pesantren, hlm. 18 (Jakarta: LP3ES,1984), hlm. 18. Soegarda juga 3 Mengenai asal-usul perkataan “santri” itu menjelaskan, pesantren berasal dari kata santri, setidaknya ada dua pendapat yang bisa dijadikan yaitu seorang yang belajar agama Islam. Dengan acuan. Pertama, santri berasal dari sastri, sebuah demikian, pesantren mempunyai arti tempat o- kata dalam Bahasa Sanksakerta yang artinya rang berkumpul untuk mempelajari agama Islam. melek huruf. Agaknya pada permulaan tumbuh- Lihat Soegarda Purbakawatja, Ensiklopedi Pendi- nya kekuasaan politik Islam di Demak, kaum dikan (Jakarta: Gunung Agung, 1976), hlm. 223. santri adalah kelas literasi bagi orang Jawa. Ini KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman Vol. 23 No. 2, Desember 2015: 324-345 Copyright (c)2015 by Karsa. All Right Reserved DOI: 10.19105/karsa.v23i2.730 |325 Fahrurrozi menunjukkan makna penting ciri-ciri ruhi oleh pesantren di Pulau Jawa. Dalam pondok pesantren sebagai sebuah ling- sejarahnya, perkembangan Islam di Lom- kungan pendidikan yang integral. Sistem bok diperkirakan terjadi pada abad ke-16 pendidikan pondok pesantren sebetulnya M yang dibawa oleh Sunan Prapen, putra sama dengan sistem yang dipergunakan Sunan Giri, salah seorang Walisongo di oleh militer yakni bercirikan dengan ada- Jawa.6 Sebelum Islam tiba di Lombok, nya sebuah bangunan beranda yang di penduduknya masih menganut paham a- situ seseorang dapat mengambil penga- nimisme.7 Pada awalnya, Islam masuk laman secara integral dibandingkan de- melalui adat Hindu yang dibawa oleh ngan lingkungan pendidikan parsial yang para wali dari Jawa dengan bahasa pe- ditawarkan sistem pendidikan sekolah ngantar bahasa Jawa kuno. Hal ini ter- umum di Indonesia sekarang ini. Sebagai lihat dalam kitab-kitab lontar dan silsilah budaya pendidikan nasional, pesantren raja-raja di Lombok yang ada hubungan- digolongkan ke dalam sub kultur tersen- nya dengan penyebaran Agama Islam diri dalam masyarakat Indonesia.4 dari Jawa ke Indonesia bagian timur. Per- Di pulau Lombok,5 Nusa Tenggara kiraan tersebut juga didasari oleh penda- Barat, pesantren sedikit banyak dipenga- pat yang mengatakan bahwa Agama Is- lam dibawa ke Lombok oleh Pangeran disebabkan pengetahuan mereka tentang agama Sangepati.8 melalui kitab-kitab bertulisan dan berbahasa A- rab. Posisi ini bisa kita asumsikan bahwa menjadi bawa Besar, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabu- santri berarti juga menjadi tahu agama melalui paten Dompu, Kota Bima, dan Kabupaten Bima. kitab-kitab atau paling tidak seorang santri itu 6 Solichin Salam, Lombok Pulau Perawan: Sejarah bisa membaca al-Qur‟an yang dengan sendirinya dan Masa Depannya (Jakarta: Kuning Mas, 1992), membawa sikap serius dalam memandang aga- hlm. 4. manya. Kedua, santri berasal dari Bahasa Jawa, 7Dalam paham animisme terkandung maksud cantrik, yang artinya seorang yang selalu mengi- bahwa semua benda bernyawa maupun tidak kuti seorang guru ke mana guru itu menetap layak memiliki roh. Paham ini berasal dari kata dengan tujuan dapat belajar. Kebiasan cantrik itu Latin anime, yang berarti jiwa bukanlah roh masih bisa kita lihat sampai sekarang, tetapi sebagaimana masyarakat primitif telah percaya sudah tidak sekental seperti yang sudah kita kepada roh. Mereka juga belum bisa membedakan dengar. Nurcholis Majid, Bilik-bilik Pesantren, hlm. antara materi dan roh. Harun Nasution, Falsafah 19-20. Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), hlm. 26. 4 “ Abdurrahman Wahid, Pondok Pesantren Masa 8 Sangepati adalah seorang murid dari Walisongo Depan”, dalam Masa Depan Pesantren, ed. Marzuki yang diakui sebagai peletak dasar pertama Aga- Wahid, et.al (Bandung: Pustaka Hidayah, 1999 ), ma Islam di Pulau Jawa. Sangepati ditafsirkan hlm.
Recommended publications
  • Konflik Organisasi Nahdlatul Wathan Di Lombok Timur
    KONFLIK ORGANISASI NAHDLATUL WATHAN DI LOMBOK TIMUR (Studi Pada Pengurus Dan Jama’ah Nahdlatul Wathan) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Sosiologi Oleh : ROSMALI HARUN 201210310311007 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2016 LEMBAR PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Rosmali Harun Tempat, Tanggal Lahir : Kelayu Jorong, 30 Januuari 1993 NIN : 201210310311007 Jurusan : Sosiologi Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Menyatakan bahwa Karya Ilmiah/Skripsi saya yang berjudul Pandangan Masyarakat Lombok Timur Terhadap Dampak Dari Konflik Organisasi Nahdlatul Wathan (Studi Pada Pengurus dan Jama’ah Nahdlatul Wathan) bukan merupakan karya tulis orang lain, baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang telah disebutkan sumbernya. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi akademis sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Malang, 30 Oktober 2016 Yang Menyatakan, Rosmali Harun vi LEMBAR PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk orang tua tercinta Ayahanda Muhammad Syukur dan Ibunda Hawariah untuk kedua adikku tersayang Susi Ratnasari dan Muhammad Fitra Vanani Mubarraq vii MOTTO HIDUP “setelah kesulitan akan datang kemudahan” viii KATA PENGANTAR Segala Puji dan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala kebesaran dan kemurahan-Nya yang telah melimpahkan segala rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas skripsi yang berjudul “Pandangan Masyarakat Lombok Timur Terhadap Dampak Dari Konflik Organisasi Nahdlatul Wathan (Studi Pada Pengurus dan Jama’ah Nahdlatul Wathan)” sebagai salah satu persyaratan untuk menempuh gelar Sarjana (SI) Sosiologi. Skripsi ini merupakan program akademik di Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang.
    [Show full text]
  • IIAS Logo [Converted]
    Women from Traditional Islamic Educational Institutions in Indonesia Educational Institutions Indonesia in Educational Negotiating Public Spaces Women from Traditional Islamic from Traditional Islamic Women Eka Srimulyani › Eka SrimulyaniEka amsterdam university press Women from Traditional Islamic Educational Institutions in Indonesia Publications Series General Editor Paul van der Velde Publications Officer Martina van den Haak Editorial Board Prasenjit Duara (Asia Research Institute, National University of Singapore) / Carol Gluck (Columbia University) / Christophe Jaffrelot (Centre d’Études et de Recherches Internationales-Sciences-po) / Victor T. King (University of Leeds) / Yuri Sadoi (Meijo University) / A.B. Shamsul (Institute of Occidental Studies / Universiti Kebangsaan Malaysia) / Henk Schulte Nordholt (Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies) / Wim Boot (Leiden University) The IIAS Publications Series consists of Monographs and Edited Volumes. The Series publishes results of research projects conducted at the International Institute for Asian Studies. Furthermore, the aim of the Series is to promote interdisciplinary studies on Asia and comparative research on Asia and Europe. The International Institute for Asian Studies (IIAS) is a postdoctoral research centre based in Leiden and Amsterdam, the Netherlands. Its objective is to encourage the interdisciplinary and comparative study of Asia and to promote national and international cooperation. The institute focuses on the humanities and social
    [Show full text]
  • Tuan Guru and Ahmadiyah in the Redrawing of Post-1998 Sasak-Muslim Boundary Lines in Lombok
    CONTESTED IDENTITIES: TUAN GURU AND AHMADIYAH IN THE REDRAWING OF POST-1998 SASAK-MUSLIM BOUNDARY LINES IN LOMBOK BY SITTI SANI NURHAYATI A thesis submitted to Victoria University of Wellington in fulfilment of the requirements for the degree of Doctor of Philosophy Victoria University of Wellington 2020 i Abstract This study examines what drives the increasing hostility towards Ahmadiyah in post- Suharto Lombok. Fieldwork was undertaken in three villages – Pemongkong, Pancor and Ketapang – where Ahmadiyah communities lived and experienced violent attacks from 1998 to 2010. The stories from these villages are analysed within the context of a revival of local religious authority and the redefinition of the paradigm of ethno-religious identity. Furthermore, this thesis contends that the redrawing of identity in Lombok generates a new interdependency of different religious authorities, as well as novel political possibilities following the regime change. Finally, the thesis concludes there is a need to understand intercommunal religious violence by reference to specific local realities. Concomitantly, there is a need for greater caution in offering sweeping universal Indonesia-wide explanations that need to be qualified in terms of local contexts. ii iii Acknowledgements Alhamdulillah. I would especially like to express my sincere gratitude and heartfelt appreciation to my primary supervisor, Professor Paul Morris. As my supervisor and mentor, Paul has taught me more than I could ever give him credit for here. My immense gratitude also goes to my secondary supervisors, Drs Geoff Troughton and Eva Nisa, for their thoughtful guidance and endless support, which enabled me, from the initial to the final stages of my doctoral study, to meaningfully engage in the whole thesis writing process.
    [Show full text]
  • Ulumuna Journal of Islamic Studies Publish by State Islamic Institute Mataram Vol
    Ulumuna Journal of Islamic Studies publish by State Islamic Institute Mataram Vol. 19, No. 2, 2015, p. 251-278 Print ISSN: 1411-3457, Online ISSN: 2355-7648 Available online at http://ejurnal.iainmataram.ac.id/index.php/ulumuna SOCIAL RESILIENCE OF MINORITY GROUP: STUDY ON SHIA REFUGEES IN SIDOARJO AND AHMADIYYA REFUGEES IN MATARAM1 Cahyo Pamungkas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Email:[email protected] Abstract:This research conceptually aims to find out the strategy the Shia community in Sidoarjo, East Java, and Ahmadiyya community in Mataram, West Nusa Tenggara, have employed to defend themselves from the pressure of the state and Sunni Muslim as majority group due to the differences in textual interpretation toward Islamic Holy Scriptures (The Qur‟an). The theoretical implication from this study is to evaluate and criticize social resilience concept which refers to developmentalistic perspectives such as the use of social capital. In this article, social resilience is closely related to strategy of minorities to establish a tolerant multi religious community. This study argues that social resilience of religious minority groups, i.e. Shia in Sidoarjo and Ahmadiyya in Mataram, is formed by various aspects, such as the government policies on religious life, history of group formation, social relations and network, understanding towards religious values and spirituality, and cultural bonds in the community. Key words: religion, social resilience, refugees, religious minority, and community strategy. DOI: http://dx.doi.org/10.20414/ujis.v19i2.418 1This article is a revised version of the author‟s LIPI research monograph (2015) entitled “Social Resilience of Religious Minority Group: A Study on Shia refugees in Sidoarjo and Ahmadiyya refugees in Mataram.
    [Show full text]
  • Gerakan Keagamaan Dan Peta Afiliasi Ideologis Pendidikan Islam Di Lombok
    MIQOT Vol. XLII No. 1 Januari-Juni 2018 GERAKAN KEAGAMAAN DAN PETA AFILIASI IDEOLOGIS PENDIDIKAN ISLAM DI LOMBOK Saparudin Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Mataram Jl. Pendidikan No. 35, Mataram, Nusa Tenggara Barat, 83125 e-mail. [email protected] Abstrak: Pendidikan Islam yang sejatinya menjadi wadah keilmuan cenderung lebih merepresentasikan gerakan keagamaan yang menaunginya. Kondisi ini membawa madrasah dan sekolah Islam sebagai instrumen untuk memperkuat eksistensi dan ideologi masing-masing. Kecenderungan ini bersamaan dengan demokratisasi yang dijalankan sejak reformasi 1998, di mana gerakan keagamaan memperoleh ruang dan momentum. Studi ini bertujuan untuk menganalisis dan memetakan kecenderungan dinamika pendidikan Islam di Lombok yang direpresentasikan oleh tiga gerakan keagamaan, masing-masing Nahdlatul Wathan, Muhammadiyah dan Salafi. Sesuai fokus kajian, dipandang relevan metode kualitatif dengan pendekatan sosiologis dijadikan sebagai cognitive framework dalam analisis hasil penelitian. Studi ini mem- buktikan bahwa hubungan kelompok keagamaan dengan pendidikan bersifat dialektis. Keragaman gerakan keagamaan menentukan corak ideologis pendidikan Islam. Sebaliknya, pendidikan Islam berkontribusi dalam memperkuat perbedaan dan jarak antar kelompok keagamaan. Abstract: Religious Movement and Ideological Afiliation of Islamic Education in Lombok. Islamic education as scientific means tend to represent more as Islamic movement that supervise them. This problem bring madrasah and Islamic education as the instrument to strengthening their existence and ideology respectively. The fenomena is a long with a democratication which began since reformation era in 1998, wherein Islamic movement gained space and momentum. The aim of this paper is to analyse and map the dynamics of Islamic education in Lombok represented by such three religious movements, as Nahdlatul Wathan, Muhammadiyah and Salafi. This study utilizes qualitative methode with a sociological approach as cognitive framework.
    [Show full text]
  • THE HISTORY of the GROWTH and DEVELOPMENT of the BIG ISLAMIC ORGANIZATIONS in INDONESIA (A Study on Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama and Al-Jam'iyatul Washliyah)
    149 The History of Growth and Development THE HISTORY OF THE GROWTH AND DEVELOPMENT OF THE BIG ISLAMIC ORGANIZATIONS IN INDONESIA (A Study on Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama and Al-Jam'iyatul washliyah) By: Junaidi Arsyad Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Sumatera Utara, Medan E-mail:[email protected] ABSTRAK Salah satu tujuan didirikannya organisasi Islam besar di Indonesia oleh para pemimpin muslim sebagai upaya bersama melawan penjajahan. Sekaligus juga berusaha memajukan bangsa Indonesia melalui pendidikan yang dikelola oleh organisasi. Semua asosiasi dan organisasi bertujuan untuk mempromosikan Islam dan keluar dari belenggu dan cengkeraman penjajah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik, yaitu bekerja dengan cara mengumpulkan dari sumber bahan bacaan yang ada, kemudian membuat kerangka tertulis sesuai dengan metode yang diinginkan, kemudian ditemukan informasi tentang tumbuh kembang organisasi Islam besar di Indonesia antara lain Muhammadiyah, Nahdhatul. Ulama dan Al- Jam'iyatul Washliyah. Kata Kunci: Pertumbuhan, Perkembangan, Organisasi Islam ABSTRACT One of the goals of the establishment of a large Islamic organization in Indonesia by Muslim leaders as a joint effort to fight against colonialism. At the same time also trying to advance the Indonesian nation through education managed by the organization. All associations and organizations aim to promote Islam and get out of the shackles and clutches of the invaders. This research uses analytical descriptive method, which works by collecting from the source of existing reading materials, then create a written framework as desired in the method, then found information about the growth and development of large Islamic organizations in Indonesia, among others Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama and Al-Jam'iyatul Washliyah.
    [Show full text]
  • Sufism and the Sacred Feminine in Lombok, Indonesia
    religions Article Sufism and the Sacred Feminine in Lombok, Indonesia: Situating Spirit Queen Dewi Anjani and Female Saints in Nahdlatul Wathan Bianca J. Smith Centre for Islamic Culture and Society, University of Mataram, Mataram 83125, Indonesia; [email protected] Abstract: This article is a feminist ethnographic exploration of how ‘indigenous’ notions of a ‘sacred feminine’ shape Sufi praxis on the island of Lombok in the eastern part of Indonesia in Southeast Asia. I demonstrate through long-term immersive anthropological fieldwork how in her indigenous form as Dewi Anjani ‘Spirit Queen of Jinn’ and as ‘Holy Saint of Allah’ who rules Lombok from Mount Rinjani, together with a living female saint and Murshida with whom she shares sacred kinship, these feminine beings shape the kind of Sufi praxis that has formed in the largest local Islamic organization in Lombok, Nahdlatul Wathan, and its Sufi order, Hizib Nahdlatul Wathan. Arguments are situated in a Sufi feminist standpoint, revealing how an active integration of indigeneity into understandings of mystical experience gives meaning to the sacred feminine in aspects of Sufi praxis in both complementary and hierarchical ways without challenging Islamic gender constructs that reproduce patriarchal expressions of Sufism and Islam. Keywords: sacred feminine; divine feminine in Sufism; Sufi orders; female saints; female leadership Citation: Smith, Bianca J. 2021. Sufism and the Sacred Feminine in in Sufism; Dewi Anjani; Nahdlatul Wathan; Lombok; Indonesia; indigenous feminine Lombok, Indonesia: Situating Spirit Queen Dewi Anjani and Female Saints in Nahdlatul Wathan. Religions 12: 563. https://doi.org/10.3390/ 1. Introduction rel12080563 The ‘sacred (also read as divine) feminine’ as cultural praxis is an under-researched area in the anthropology of Sufism in Indonesia, mostly because normative Sufism as Academic Editors: Milad Milani, organized through the tariqa, like Islam, is structurally and ideologically patriarchal and Zahra Taheri and Aydogan Kars formally speaks to a male audience.
    [Show full text]
  • The Islamic Mass Organization Contribution in Protecting The
    ADDIN, Volume 12, Number 2, Agustus 2018 THE ISLAMIC MASS ORGANIZATION CONTRIBUTION IN PROTECTING THE RELIGIOSITY INCLUSIVE AND DIVERSITY IN INDONESIA Masrukhin [email protected] Supaat [email protected] Abstract This study aims to describe the contribution of Islamic community organizations (ormas) in maintaining diversity and religiousness are inclusive in Indonesia. This research uses qualitative approach and kind of research of Secondary Data Analysis (SDA). Data collection techniques with secondary data through the internet media. Data analysis techniques using three steps are: (1). Indentifying sources of information, (2). Gathering existing data, (3). Normalizing data of needed, (4). Analyzing data.The results of this study found: (1) The existence of Islamic organizations in Indonesia can be seen from three things: (a). Indonesia is a country that has diversity in the life of the community, the existence of Islamic organizations if managed properly communicative, controlled, transparent and accountable, it will be able to become a buffer in national development, (b) Popularity of Islamic organizations in the perspective of students there are five: Nahdlatul Ulama, Muhmmadiyah, Front Pembela Islam (FPI), 407 Supaat Lembaga Dakwah Islam Indonesia and Hizbut Tahrir Indonesia. Organizations of Islamic societies that are considered popular by students are NU and Muhammadiyah, (c) The Government is obliged to discipline all existing organizations by making a set of rules in the form of Ormas Ordinances and Government Regulations. Real mass organizations are against the value of Pancasila and the UUD 1945, the government is entitled to be given warning, guidance until the revocation of the permit of the relevant organization, (2). Indonesia is a plural country.
    [Show full text]
  • Metode Dakwah Tgkh
    Masrur Jiddan, Metode Dakwah… METODE DAKWAH TGKH. MUHAMMAD ZAENUDDIN ABDUL MAJID PADA MASYARAKAT Masrur Jiddan IAI Hamzanwadi NW Pancor [email protected] Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk memahami lebih mendalam metode dakwah Tuan Guru Haji Muhammad Zaenuddin Abdul Majid dalam upaya membentuk perilaku keberagamaan masyarakat, memahami lebih mendalam bentuk kebribadian Tuan guru dalam meyampaikan dakwah Islam di desa Tebaban. Untuk memperoleh jawaban, penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif yaitu menguraikan seluruh konsep yang ada hubungannya dengan pembahasan penelitian. Oleh karena itu data-data lapangan yang berupa dokumen, hasil wawancara, dan observasi akan di analisis sehingga akan memunculkan gambaran tentang metode dakwah Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zaenuddin Abdul Majid dalam upaya membentuk perilaku keberagamaan masyarakat di Desa Tebaban Kecamatan Suralaga Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat Berdasarkan hasil penelitian di peroleh kesimpulan bahwa metode dakwah Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zaenuddin Abdul Majid dalm upaya membentuk perilaku keberagamaan masyarakat, terdiri dari metode tanya jawab, ceramah, bimbingan agama Islam, demonstrasi, silaturrahmi. Kepribadian Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zaenuddin Abdul Majid tercermin dalam memberikan pesan-pesan dakwah yang di barengi dengan humor-humor yang segar dan berbicara dengan tegas di saat beliau meyampaikan pesan dakwah yang berkaitan dengan ketauhidan. Keyword: Metode Dakwah, Masyarakat A. Latar Belakang Masalah Dakwah adalah ajakan atau seruan untuk mengajak kepada seseorang atau sekelompok orang untuk mengikuti dan mengamalkan ajaran dan nilai- nilai Islam .bagi yang belum Islam diajak menjadi muslim dan bagi yang sudah Islam diajak menyempurnakan keislamannya. Bagi yang sudah mendalami didorong untuk mengamalkan dan menyebarkannya.1 Selanjutnya dakwah juga dapat dipahami sebagai proses komunikasi (tabligh), artinya meyampaikan ajaran Islam yang benar dan demi kemaslahatan ummah baik duniawi maupun uhrawi.
    [Show full text]
  • BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahirnya Organisasi Keislaman Pada Zaman Kebangkitan Pergerakan Nasional Seperti
    1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahirnya organisasi keislaman pada zaman kebangkitan pergerakan nasional seperti Jamiatul Khair, Syarikat Islam, Muhammadiyah, Al Irsyad, Persatuan Islam, Nahdlatul Ulama, Persatuan Umat Islam, Nahdlatul Wathan dan lain-lain memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan Islam di Indonesia pada umumnya. Di antara organisasi-organisasi Islam tersebut di atas, Muhammadiyah merupakan salahsatu organisasi Islam di Maluku.1 Bukti besarnya pengaruh ini bisa kelihatan dengan berkembangnya amal usaha Muhammadiyah di Maluku saat ini. Kini Muhammadiyah di Maluku memiliki asal usaha yang terus berkembang. Untuk melihat pengaruh Muhammadiyah di Maluku, dalam data PP Muhammadiyah tahun 2005 mencatat jumlah amal usaha pendidikan tingkat dasar sebagai berikut, “... ada 14 Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah di kota Ambon, yaitu di Kambelu, Buano, Manipa, Hatupati, Tomi-Tomi, Melati-melati, Limboro, Amaholu, Liaela, Ihaluhu, Talaga, (kecamatan Piru, Seram Barat), Wallikut (Kecamatan Leksula Buru Selatan), Seppa (kecamatan Piru, Seram Selatan), Tobo, Tunsai (kecamatan Werinama, Seram Timur), dan Kilwo (kecamatan Geser, Seram Timur).”2 Sedangkan lembaga pendidikan tingkat menengah di kota Ambon tercatat, “...ada 6 Madrasah Tsanawiyah, yaitu Mts. Muhammadiyah Seppa (kecamatan Amahi, Seram Selatan), Mts. Muhammadiyah Ihaluhu (kecamatan Piru, Seram Barat), Mts. Muhammadiyah Wallikut (kecamatan Leksula Buru Selatan), Mts. Muhammadiyah Manipa (kecamatan Piri, Seram Barat), Mts. Muhammmadiyah Kambelu (Kecamatan Piru, Seram Barat), Mts. Muhammadiyah Amahulu (kecamatan Piru, Seram Barat). 3 Dan sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) Muhammadiyah di Ambon.4 1 Abdul Munir Mulkam, Warisan Intelektual KH.Ahmad Dahlan, dan Amal Muhammadiyah,Percetakan Persatuan Yogyakarta 2000), 15 2 PP Muhammadiyah, Profil Muhammadiyah 2005, (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2005), 512. 3 PP Muhammadiyah, Profil..., (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 2005), 544.
    [Show full text]
  • Indonesia Profile
    Country Profile Indonesia Pradana Boy Zulian & Hasnan Bachtiar November 2019 This Country Profile provides a brief overview of religious diversity and its governance in the above-named state. It is one of 23 such profiles produced by GREASE, an EU-funded research project investigating religious diversity, state-religion relations and religiously inspired radicalisation on four continents. More detailed assessments are available in our multi-part Country Reports and Country Cases. Countries covered in this series: Albania, Australia, Belgium, Bosnia and Herzegovina, Bulgaria, Egypt, France, Germany, Greece, Italy, Hungary, India, Indonesia, Lebanon, Lithuania, Malaysia, Morocco, Russia, Slovakia, Spain, Tunisia, Turkey and the United Kingdom. http://grease.eui.eu The GREASE project has received funding from the European Union's Horizon 2020 research and innovation programme under grant agreement number 770640 Indonesia Country Profile GREASE Total population: 2.7 million (2018) Religious affiliation (percent) Islam 87.18 Protestant 6.96 Catholic 2.91 Hinduism 1.69 Buddhism 0.72 Kong Hu Cu 0.05 Source: Badan Pusat Statistik, Statistik Indonesia 2019 (Jakarta: BPS, 2019): 81; Badan Pusat Statistik, “Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut,” www.bps.go.id 2010, https://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321&wid=0 (Accessed in September 29, 2019). Role of religion in state and government In general, religion is one of the most important aspects of the state and ruling government in Indonesia. It has been considered a basis for moral values and a philosophical foundation inspiring the five state principles of “Pancasila”: divinity, humanity, nationality, democracy and justice. These virtues are thought to be in line with religious values.
    [Show full text]
  • Perceptions and Reactions of Ahmadiyya to Fatwa Indonesian Ulama Council (MUI): an Antrophological Lingusitics Approach
    Perceptions and Reactions of Ahmadiyya.... Perceptions and Reactions of Ahmadiyya to Fatwa Indonesian Ulama Council (MUI): An Antrophological Lingusitics Approach Fariz Alnizar, Amir Ma’ruf, Fadlil Munawwar Manshur Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA), Jakarta, Indonesia Email: [email protected] Departement of Humanities, Faculty of Cultural Sciences Universitas Gadjah Mada, Indonesia [email protected] Departement of Humanities, Faculty of Cultural Sciences Universitas Gadjah Mada, Indonesia [email protected] Abstract Over the past two decades, the trend of fatwa requests has increased. Fatwas issued by certain individuals or organizations are used as references in daily life. Likewise in Indonesia through the Indonesian Ulama Council (MUI) where the desire for asking fatwas is almost the same as the desire for implementing the fatwa itself. Including fatwas related to religious sects such as Ahmadiyya which are often become victims of discrimination and assault. Studies of this research focuses on texts fatwa issued by MUI on Ahmadiyya sect in 1980 and 2005. This study departs from the claims of some researchers who think that the fatwa had a strong correlation with actions and violent behavior that befell the Ahmadiyya Community. Use an anthropological linguistic approach, this study show Jemaah Ahmadiyya considers that fatwas are opinion. As usual opinion, he must be respected. Disagreement with an opinion is common. Because opinions are not binding. Such a pedestal of thinking simultaneously raises attitudes and responses that tend to appear to 'accept what we are'. However, if examined more closely, there are a number of efforts which although they are 'sporadic' and are not interpreted as a specific strategy to counter the actual heretical labelling efforts carried out by the Jemaah Ahmadiyya.
    [Show full text]