PROPAGANDA MEDIA DALAM BENTUK KEKERASAN TERBUKA (STUDI SEMIOTIKA TERHADAP FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh : Mamik Sarmiki NIM : 1111051000115

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1436 H /2015

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 21 Mei 2015

Mamik Sarmiki

ABSTRAK

Mamik Sarmiki NIM 1111051000115 PROPAGANDA MEDIA DALAM BENTUK KEKERASAN TERBUKA (ANALISIS SEMIOTIKA TERHADAP FILM FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI)

Berawal dari sebuah tragedi sadis pada tahun 1965, saat itu terjadi kudeta yang dilakukan oleh sekelompok pasukan yang menculik para Jederal dan menguburnya di Lubang Buaya yang sampai sekarang dikenal sebagai peristiwa G 30 S PKI. Pada masa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto tragedi ini pun diangkat ke layar lebar dengan judul Pengkhianatan G 30 S PKI. Film Pengkhianatan G 30 S PKI ini membawa unsur propaganda, terutama propaganda yang ditampilkan dalam bentuk kekerasan didalamnya. Dalam film ini yang banyak menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan oleh para anggota dan simpatisan PKI Berdasarkan penjabaran diatas, maka peneliti ingin mengetahui Bagaimana tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional)? Apa teknik propaganda yang digunakan oleh media dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional)? Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pisau analisis semiotika model Ferdinan de Saussure yang mengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the concept) dan signified (the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan. Sedangkan signified menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat asosiatif tentang lambang. Berdasarkan hasil penelitian, Tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film ini menggambarkan sifat kebrutalan dan kekejaman dalam proses kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Teknik propaganda yang dipakai dalam film ini adalah Name Calling (penjulukan), Testimony (kesaksian), Fear Arousing (membangkitkan ketakutan). Glittering Generality (kemilau generalitas). Namun teknik yang sering dipakai untuk merepresentasikan kekerasan adalah teknik Fear Arousing (membangkitkan ketakutan) dan teknik yang menggambarkan sosok kepahlawanan adalah teknik Glittering Generality (kemilau generalitas). Dari penjelasan singkat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa berbagai adegan-adegan yang menandakan kekerasan dalam film ini membuat rasa kebencian itu timbul dibenak para penonton dan upaya penumpasan gerakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Soeharto dan pasukannya membuat sebaliknya, yaitu para penonton bangga dan senang karena telah hadir sosok pahlawan yang menumpas semua kekerasan yang dilakukan dalam pemberontakan yang menewaskan para Jenderal elit di Angkatan Darat.

Kata kunci :Propaganda, Film, PKI

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan kuasa-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, serta keluarga, sahabat dan para pengikutnya.

Sebagai manusia biasa, peneliti menyadari bahwa dalam penulisans kripsi ini masih terdapat kekuarangan dan kelemahan. Peneliti yakin skripsi ini tidak akan berjalan lancer tanpa adanya bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dr. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan beserta jajarannya di Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam ,Rachmat Baihaky, MA

beserta Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fita

Fathurokhmah, M.Si yang selalu berkenan membantu peneliti.

3. Drs Jumroni, M.Si selaku dosen Penasihat Akademik. Terimakasih atas

saran dan masukan yang diberikan selama ini.

4. Fita Fathurokhmah, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sangat

sabar membimbing saya. Terimakasih atas waktu, tenaga serta ilmunya

yang telah Ibu berikan selama ini.

5. Orang Tuaku, Bapak Santa Sarim (alm) dan Ibu Sani Buang dan kakak ku

Pedri Haryadi beserta istri Yuniawati yang telah banyak memberikan doa,

waktu, tenaga, pikiran, cambukan semangat dan harta kalian untuk

ii

peneliti. Maaf jika sampai saat ini belum bisa menjadi yang diharapkan.

Alhamdulilah akhirnya Mamik sebentar lagi wisuda.

6. Kekasih ku, Eka Rahmawati. yang selama ini selalu menjadi penyemangat

dan motivator agar cepat menyelesaikan skripsi ini. Ayo sekarang giliran

kamu kuliah !!!

7. Teman-teman Kahfi Motivator School, om Sofwan, didin, isnen, kak tiar,

kak sukri, kak izul, teh silvi. Terimakasih atas semua bantuanya nya

selama ini.

8. Kawan-kawan Band Jelly Spotters, Rizki Dwi Summaputra, Hedy Afwan,

Surya Agung Wibisono, Fajar Yugaswara. Wujudkan mimpi kalian, Go

Internasional.

9. Teman-teman KPI D 2011, Zahid, Wawi, Ican, Alwan, Ajat, Wira, Ojan,

Lukem, Fais, Anhar, Kahfi, Miler, Ganjar, Ical, Edvan, Uuz, Kiki, Dita,

Tria, Ijah, Ita, Nay, Tebe, Lely, Rina, Rani, Nadhiroh, Hasna, Sifa, Fitri.

Terimakasih untuk empat tahun yang berkesan ini.

10. Keluarga besar KPI angkatan 2011 yang tidak bisa disebutkan satu per

satu. Jaga terus tali silaturahmi diantara kita ya kawan.

11. KKN P.E.A.R.L, Wira, Hasby, Hendra, Ali, Subhi, Yudho, Herdian, Ivan,

Fitri, Aska, Sherty, Fina, Lela, Fea Terimakasih atas suka duka selama

sebulan di Ciseeng. Jangan lupakan semua kenangan kita yah pearls.

12. Seluruh Dosen dan staf akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu

Komunikasi atas ilmu dan bantuannya selama ini.

13. Segenap staf Perpustakaan Utama UIN Jakarta dan Perpustakaan Ilmu

Dakwah dan Komunikasi.

iii

14. Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini hingga

akhir yang tak disebutkan satu-persatu, semoga Allah senantiasa membalas

kebaikan kalian semua, Amin.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu peneliti membutuhkan kritik dan saran yang membangun agar kedepannya bisa lebih baik lagi. Akhir kata, peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bisa menjadi bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.

Jakarta, 10 Juni 2015

Mamik Sarmiki

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK………………………………………………………………………...i KATA PENGANTAR………………………………………………………...... ii DAFTAR ISI……………………………………………………………………...v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………………………..……. 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………………….....……....5 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……………………….…………...... 6 D. Metodologi Penelitian……………………………….……………….. 7 1. Paradigma Penelitian………………………………...………7 2. Pendekatan Penelitian………………………………...……. 8 3. Sifat Penelitian………………………………...…...... 8 4. Metode Penelitian……………………………..………...... 8 5. Teknik Pengumpulan Data...... …………………………..10 6. Teknik Analisis Data…………………….....…...... 11 E. Tinjauan Pustaka………………………………………..……...... 13 F. Sistematika Penulisan………………………………………..……....15

BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Ruang Lingkup Propaganda.……………………………….....…...... 17 B. Semiotika...... ……………………………….....…...... 25 C. Semiotika Ferdinand de Saussure...... …………………….....…...... 27 D. Kekerasan...... 29 E. Film...... …………………...... 34

BAB III GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umun dan Profil...... …...... 40 B. Sinopsis Film Pengkianatan G 30 S PKI...... ………………. 47 C. Partai Komunis Indonesia………………...... 49 D. Orde Baru.....………………………………...... 58

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISIS A. Analisis Semiotika Film Pengkhianatan G 30 S PKI...... 61 1. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat Training Centre Pelajar Islam Indonesia...... 62 2. Analisis Semiotika Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)...... 64

v

3. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerangan Kepada Brigjen D.N Pandjaitan...... 68 4. Analisis Semiotika Pada Adegan Penganiayaan di Lubang Buaya...... 71 5. Analisis Semiotika Pada Adegan Perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)...... 75 6. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memberitahukan Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan enderal...... 78 7. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memerintahkan Untuk Mengambil Alih RRI dan Telkom Yang Dirampas Oleh PKI...... 81 8. Analisis Semiotika Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban...... 83 B. Analisis Propaganda Film Pengkhianatan G 30 S PKI...... 86 1. Analisis Propaganada Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat Training Centre Pelajar Islam Indonesia...... 86 2. Analisis Propaganda Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan Yang Dilakukan Oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)...... 87 3. Analisis Propaganda Pada Adegan Penyerangan Kepada Brigjen D.N Pandjaitan...... 88 4. Analisis Propaganda Pada Adegan Penganiayaan di Lubang Buaya...... 89 5. Analisis Propaganda Pada Adegan Perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)...... 90 6. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memberitahukan Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal...... 92 7. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memerintahkan Untuk Mengambil Alih RRI dan Telkom Yang Dirampas Oleh PKI...... 93 8. Analisis Propaganda Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban...... 94

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...... …………………………………95 B. Saran……………………………………………………………...... 96

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Film saat ini bukanlah hal baru dalam kehidupan masyarakat, dan juga tidak hanya sebagai media hiburan semata melainkan sebagai media komunikasi antara pembuat dengan penikmat film tersebut. Film sebagai sarana hiburan masyarakat telah melalui banyak perubahan hingga sampai saat ini, itu dikarenakan perkembangan teknologi yang semakin maju dan berkembang dengan sangat pesat.

Pada tahun 1984 ada sebuah film fenomenal yang dibuat atas restu Presiden

Soeharto dan langsung ditangani oleh PPFN (Pusat Produksi Film Nasional).

Karya berdana 800 juta yang disutradarai oleh Arifin C. Noer ini pun laris di masyarakat pada saat itu, penayangan film ini pun menjadi suatu kewajiban yang selalu ditayangkan oleh stasiun TVRI pada waktu itu dan menjadi tontonan wajib setiap tanggal 30 September. Namun, pada September 1998 diumumkan oleh

Menpen Yunus Yosfiah, bahwa film ini tidak akan diputar atau diedarkan lagi, di samping film-film Janur Kuning (1979) dan Serangan Fajar (1981), karena berbau rekayasa sejarah dan mengkultuskan seseorang yaitu Presiden Soeharto.1

Film Pengkhianatan G 30 S PKI ini membawa unsur propaganda, terutama propaganda yang ditampilkan dalam bentuk kekerasan di dalamnya. Dalam film ini yang banyak menampilkan adegan kekerasan yang dilakukan oleh para anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang secara tidak

1 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 12 Desember 2014 dari http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-p022-82-358646_pengkhianatan-g-30-s- pki#.VInX_dKUdmw

1

2

langsung memancing emosi para penontonnya ketika melihat tayangan yang mereka tonton. Film yang berdurasi hampir empat jam ini mampu menjadi alat untuk meyakinkan dan membuat masyarakat percaya bahwa kudeta yang dilakukan pada tahun 1965 adalah ulah dari Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mereka adalah sekelompok manusia yang kejam dan brutal karena banyak sekali melakukan kekerasan terhadap para musuhnya.

Film ini dikemas dengan begitu baik dengan para pemain yang hampir menyerupai para tokoh yang diperankannya lalu ditambah dengan akting yang penuh dengan totalitas membuat film ini menjadi seperti nyata, adegan demi adegan yang menggambarkan kejadian saat peristiwa berlangsung dikemas dengan begitu rapi dan dibuat seakan sedang menayangkan kejadian yang sebenarnya, namun dalam film ini banyak menampilkan adegan-adegan yang sangat brutal dan sadis yang mengisahkan kekejaman pada saat kudeta dilakukan membuat adrenalin para penonton semakin dipermainkan. Sebuah film yang bagus dan berkualitas bukan hanya dilihat dari alur ceritanya saja tetapi harus mempunyai pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton melalui tanda- tanda yang terdapat di dalamnya. Film ini layak untuk ditonton, selain karena sinematografisnya bagus, penonton akan mendapat pelajaran berharga dari film tersebut.

Pada tahun-tahun sebelum peristiwa 1 Oktober 1965, Partai Komunis

Indonesia (PKI) tampak berkembang pesat. Dari sebuah partai kecil dengan latar belakang yang diragukan iktikad baiknya karena berperanan dalam pemberontakan madiun pada tahun 1948, PKI tumbuh menjadi sebuah partai massa yang hebat. Pengaruhnya dapat dirasakan disetiap lapangan kehidupan

3

sosial politik. Wakil-wakil partai itu duduk di kabinet, dalam Dewan Perwakilan

Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di samping ke dalam bidang politik, jalur partai pun merembes ke bidang ekonomi, pendidikan, kesenian, dan kesusasteraan.2

Operasi 1 Oktober 1965 di ibukota oleh “Gerakan 30 September” direncanakan dalam serentetan pertemuan yang dihadiri para pemimpin Biro

Khusus PKI dan para simpatisan yang ada dalam Angkatan Bersenjata, yang mendapat tugas menjalankan apa yang telah direncanakan.3

Pada pukul 2.30 pagi dini hari tanggal 1 Oktober 1965, Letnan Satu Dul Arief selaku pimpinan Kesatuan Pasopati dari “Gerakan 30 September”, memeriksa barisannya di Lubang Buaya pada sebidang lapangan di pinggiran Pangkalan

Udara Halim, sebelah tenggara Jakarta. Kesatuan Pasopati dibagi dalam tujuh sub- kesatuan. Setiap Kesatuan bertanggung jawab untuk menculik serta membawa ke pangkalan Lubang Buaya masing masing satu Jenderal dalam daftar yang dibuat para pengkhianat.4

Sesuai dengan perintah Letnan Dul Arief, pemimpin kesatuan Pasopati, para korban penculikan dan pembunuhan dibawa ke Lubang Buaya. Meskipun sampai pada dini hari itu belum jelas benar apa yang terjadi pada tanggal 1

Oktober 1965, namun telah menjadi kenyataan bahwa para korban mengalami penganiayaan yang dilakukan oleh anggota kesatuan-kesatuan Pasopati dan

Pringgodani, termasuk beberapa oknum Tjakabirawa dan Pasukan Para Angkatan

2 Nugroho Notosusanto dan , Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, (Jakarta: PT. Pembimbing Masa 1968), h. 1. 3 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, h. 9. 4 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, h. 14.

4

Udara, para anggota Pemuda Rakyat serta . 5

Tidak dapat disangkal lagi bahwa media sangat berperan dalam kegiatan propaganda. Mengingat propaganda merupakan kegiatan komunikasi untuk mempengaruhi massa, media yang paling tepat digunakan sebagai wahana untuk mencapai tujuan propaganda adalah media massa. Dalam hal ini, pemilihan bentuk media massa perlu disesuaikan dengan target massa yang hendak dituju oleh propaganda.6

Media juga mampu memperluas kemampuan seseorang atau institusi dalam menyebarkan pesan. Penyebaran pesan yang dilakukan dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi disebut propaganda.

Menurut Comstock, ada tiga aspek yang mempengaruhi propaganda yang dilakukan melalui media massa, yakni: pertama, pengaruh sosial. Dalam aspek pengaruh perubahan sosial, terdapat teori dasar yang dapat digunakan yakni teori perbandingan sosial. Teori ini menggambarkan kecenderungan seorang individu jika sedang membandingkan dirinya dengan orang lain dan apa yang ia dapatkan dalam perbandingan itu (refleksi). Kedua, perilaku konsumen. Perilaku konsumen, menurut McCarthy, dapat dipahami berdasarkan model 4P (Price, Product, Place,

Promotion), yakni model perilaku konsumen dalam memutuskan untuk memilih barang atau jasa yang ingin dibeli. Model tersebut mempengaruhi konsumen dalam mekanisme transaksi. Propaganda mempengaruhi massa dalam mekanisme hubungan sosial. Ketiga, sosialisasi, yakni memperkenalkan konsep kepada massa atau publik, melalui berbagai cara, antara lain memanfaatkan peran kelompok

5 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, h. 20. 6 Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, (: Simbiosa Rekatama Media, 2012), h. 117.

5

rujukan (reference group).7

Menarik untuk menelusuri tanda-tanda apa yang ada dalam film ini, terutama bagaimana tanda-tanda dalam film ini yang menandakan propaganda dalam bentuk kekerasan terbuka. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda- tanda itu dikolaborasikan untuk mencapai efek yang diinginkan. Karena film merupakan produk visual dan audio, maka tanda-tanda ini berupa gambar dan suara.

Dari latar belakang inilah peneliti mencoba untuk meneliti konstruksi propaganda dalam berbentuk kekerasan yang terkandung dalam Film

Pengkhianatan G 30 S PKI. Maka peneliti tertarik menelitinya dengan judul

“Propaganda Media Dalam Bentuk Kekerasan Terbuka (Analisis Semiotika

Terhadap Film Film Pengkhianatan G 30 S PKI)”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah peneliti membatasi permasalahan dengan

hanya menganalisis adegan yang menampilkan bentuk kekerasan yang

dilakukan oleh para anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia

melalui propaganda media dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI.

2. Rumusan Masalah

Peneliti merumuskan masalah penelitian ini, yaitu :

7 Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional, h. 118.

6

a. Bagaimana tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film

Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi

Film Nasional)?

b. Apa teknik propaganda yang digunakan oleh media dalam film

Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi

Film Nasional)?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan di atas, maka

tujuan dari penelitian ini sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tanda-tanda kekerasan yang terdapat dalam Film

Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat Produksi

Film Nasional).

b. Untuk mengetahui teknik propaganda apa yang digunakan oleh media

dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI yang dibuat oleh PPFN (Pusat

Produksi Film Nasional).

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Diharapkan menjadi bahan kajian yang memberi kontribusi bagi

khasanah kepada ilmu komunikasi, dan juga untuk memberikan

gambaran dalam membaca tanda yang terkandung dalam sebuah film

melalui kacamata semiotika.

b. Manfaat Praktis

7

Penelitian ini diharapkan dapat membuka cakrawala para penonton

untuk memaknai pesan dalam film, terutama film yang memunyai

nilai sejarah bagi bangsa Indonesia.

D. Metodologi Penelitian

1. Paradigma Penelitian

Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas

dunia nyata. Sebagaimana dikatakan Patton, paradigma tertanam kuat dalam

sosialisasi para penganut dan praktisinya. Paradifma menunjukkan pada

mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Paradigma juga bersifat

normatif, mnunjukan pada praktisinya apa yang harus dilakukan tanpa perlu

melakukan pertimbangan eksistensial atau epistimologis yang panjang.8

Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivisme, yakni salah

satu cara pandang dalam menganalisis realitas signifikanya isi film tersebut,

paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma

konstruktivis.

Dalam Film ini tidak sepenuhnya menggambarkan kejadian yang

sebenarnya, tetapi juga mempunyai maksud dan makna tertentu. Maka, dalam

penelitian ini peneliti ingin mengetahui lebih jauh konstruksi propaganda yang

terbentuk dalam Film Pengkhianatan G 30 S PKI.

8 Deddy Mulyana, Metodelogi Penelitian Kualitatif. (bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003) h.9.

8

2. Pendekatan Penelitian

Dalam memaparkan hasil penelitian ini, peneliti menggunakan

pendekatan kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku

yang dapat diamati.9 Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapat

pemahaman yang sifatnya umum yang diperoleh setelah melakukan analisis

terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik

kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan

tersebut.10

3. Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, yaitu metode

penelitian yang bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau

karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat.11 Penelitian ini tidak

menceritakan atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis. Deskriptif

diartikan melukiskan variabel demi variabel, satu demi satu. Pengertian ini

sama dengan analisis deskriptif statistik, sebagai lawan dari analisis

inferensial. Penelitian deskriptif bukan saja menjabarkan tetapi memadukan.

Bukan saja melakukan klasifikasi tetapi juga organisasi.12

4. Metode Penelitian

Secara sigkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotika

merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-

9 Lexy J. Maleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 3. 10 Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Public Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 215. 11 Jumroni, Metode-Metode dan Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 37. 12 Jumroni, Metode-Metode dan Penelitian Komunikasi, h. 41-43.

9

makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang- lambang pesan atau teks. Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik terdapat pada media massa

(seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur, media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar media massa ( seperti karya tulis, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival). Urusan analisis semoitik adalah melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa lambang-lambang

(signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang-lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis.

Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat dikatakan relatif baru, namun ia memiliki akar sejarah yang panjang. Kata semiotik

(semiotics) berasal ari bahasa yunani semion yang lazim diartikan sebagai a sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat diketahui). John Locke mengembangkan pemahaman demikian untuk menguraikan tentang bagaimana manusia memahami sesuatu melalui lambang-lambang, seperti muncul dalam karyanya yang berjudul Essay

Conserning Human Understanding. Pemikiran Locke sampai sekarang masih dinilai sebagai sebagian dari doktrin filsafat mengenai lambang.

Dalam konteks akademik modern, istilah semiotik digunakan

Margareth Mead pada tanggal 19 Mei 1962 di Univeritas Indiana AS ketika diselenggarakan Seminar tentang Paralinguistik dan Kinesis. Mead, dalam hal ini, menggunakan istilah semiotik untuk menunjuk patterned communication

10

in all modalities (komunikasi yang terpolakan dalam segala bentuk

modalitas).13

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Copy File Film

Untuk mendapatkan Film Pengkhianatan G30 S PKI, peneliti

mengkopi file dari media internet dari situs Youtube. Film inilah yang

kemudian dijadikan bahan untuk menganalisis penelitian ini.

b. Observasi

Dalam teknik penelitian ini, peneliti mengamati dan mencatat

fenomena-fenomena yang diselidiki. Observasi dilakukan dengan cara

menonton Film Pengkhianatan G30 S PKI.

Dalam konteks ilmu komunikasi, penelitian dengan metode

pengamatan atau observasi biasanya dilakukan dengan melacak secara

sistematis dan langsung gejala-gejala komunikasi terkait dengan

persoalan-persoalan sosial, politis, dan kultur masyarakat.14

Dalam praktik penggunaannya, metode observasi dapat

dibedakan menjadi beberapa jenis sesuai dengan tingkat keterlibatan

peneliti dalam atau terhadap aktivitas serta proses-proses yang ada

pada masyarakat yang diteliti. Dengan memeperhatikan hal ini, kita

pada dasarnya dapat membedakan dua jenis metode pengamatan, yaitu

observasi dengan ikut terlibat dalam kegiatan komunitas yang diteliti

dan observasi tidak telibat.15 Ada dua macam teknik observasi:

13 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif,(: LkiS Yogyakarta, 2007) h. 155-157 14 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.111. 15 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.114.

11

1. Observasi Partisipan

Observasi partisipan adalah observasi yang memungkinkan

periset atau peneliti mengamati kehidupan individu atau kelompok

dalam situasi rill, di mana terdapat seeting yang rill tanpa dikontrol

atau diatur secara sistematis seperti riset eksperimental.16

2. Observasi Non Partisipan

Observasi non partisipan adalah observasi yang dalam

pelaksanaannya tidak melibatkan penelitian sebagai partisipasi atau

kelompok yang diteliti.17

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non

partisipan karena observasi yang dilakukan dengan melakukan

pengamatan langsung dan bebas terhadap objek penelitian dengan cara

menonton dan mengamati adegan-adegan dalam film Pengkhianatan

G 30 S PKI, kemudian mencatat, memilih dan menganalisanya sesuai

dengan model penelitian yang digunakan.

c. Studi Kepustakaan

Untuk melengkapi data penelitian dipergunakan pula studi

kepustakaan untuk mencari referensi yang sesuai dengan tujuan

penelitian.

6. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian diklarifikasikan sesuai

pertanyaan yang terdapat pada rumusan masalah. Selanjutnya, dilakukan

analisis data dengan menggunakan teknik analisis semiotik Ferdinand de

16 Rachmat Kriyantono, Tehnik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 112. 17 Jalaluddin Rachmat, Metodologi Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 83.

12

Saussure. Saussure menggunakan istilah semoilogi dengan makna suatu

sciene that studies the life of signwithin society (ilmu yang mempelajari

seluk-beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan dalam

masyarakat). Saussure dengan pemaknaan semiologi seperti itu bermaksud

memberi penekanan pada perihal yang ikut membentuk atau menentukan

lambang-lambang, dan hukum-hukum atau adanya ketentuan-ketentuan

bagaimana yang mengaturnya. Sejak saat ini kemudian berkembang

pandangan bahwa semiotika atau semiologi tidak lain adalah the science of

signs (ilmu tentang lambang-lambang).

Kalau Pierce mengidentifikasi tiga jenis lambang (yakni lambang-

lambang yang bersifat ikonik, indeks, dan simbolik) maka Saussure

menyarankan pengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the

concept) dan signified (the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek

fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan, sedangkan signified

menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat

asosiatif tentang lambang. Kedua jenis lambang ini saling berkaitan dan

tidak dapat dipisahkan. Bagi Saussure, lambang-lambang pada dasarnya

adalah berkenaan dengan the relation of a concept (not a thing) and sound

image (not a name). Makna dari lambang, menurut Saussure, terletak pada

perbedaan dengan lambang-lambang lain.18

Karena bagi Saussure, lambang-lambang pada dasarnya adalah

berkenaan dengan the relation of a concept (not a thing) and sound image

18 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.161-162.

13

(not a name), maka hal ini lah yang mendasari saya untuk memilih teoriini

yang dipakai dalam penelitian saya.

Sedangkan dalam teknik penelitian skripsi ini, peneliti berpedoman

pada buku “Pedoman Akademik Program Strata 1 2011/2012)

E. Tinjauan Pustaka

Analisis ini merujuk pada penelitian-penelitian terdahulu dan buku-buku yang membahas tentang analisis semiotika. Beberapa skripsi yang mengenai analisis semiotika yang menjadi acuan diantaranya yaitu:

Propaganda Media Dalam Bentuk Representasi Dominasi Kaum Yahudi-

Amerika Terhadap Amerika Serikat Dalam Bidang Keuangan (Studi Analisis

Semiotika Terhadap Serial Film Kartun Family Guy Episode When You Wish

Upon a Weinstein) oleh Zainal Abidin Jurusan Komunikasi Massa, Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Hasil analisa penelitian ini dapat diketahui bahwa dalan episode When You Wish Upon a Weinstein , kaum Yahudi-

Amerika digambarkan sebagai pihak yang penolong yang pandai dalam mengurus keuangan sedangkan masyarakat Amerika digambarkan sebagai pihak yang tidak sanggup mengatasi masalah keuangan mereka sendiri sehingga bergantung pada kaum Yahudi-Amerika.

Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan analisis semiotik model Ferdinand de Saussure, di mana peneliti mencari tanda- tanda dalam penelitiannya. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik dengan model Ferdinand de Saussure tetapi penelitian ini berbeda karena dalam penelitian ini peneliti meneliti Film Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya

14

sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti Serial Film Kartun Family Guy yang menjadi objek penelitiannya.

Propaganda Barat Terhadap Islam Dalam Film (Studi Tentang Makna Simbol dan Pesan Film "Fitna" Menggunakan Analisis Semiologi Komunikasi) oleh

Anggid Awiyat tahun 2009 Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret. Hasil analisa penelitian ini dapat diketahui bahwa salah satu tujuan utama propaganda anti Islam yang dilakukan pihak Barat adalah menebarkan gejolak Islamophobia di kalangan masyarakat luas. Praktek-praktek kekerasan yang dilakukan sekelompok kecil umat Muslim dengan membawa simbol-simbol agama Islam telah dimanfaatkan oleh orang- orang Barat dengan memanfaatkan media massa sebagai alat utama dalam memegang tampuk wacana peradaban, sehingga Islam terus menerus dipojokkan oleh publik. Media-media massa Barat berusaha memperingatkan bahwa Islam tengah berkembang pesat, dan tak lama lagi Islam juga akan mencengkeram

Eropa dan Amerika, bahkan dunia.

Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan analisis semiotik. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik namun berbeda modelnya, yaitu peneliti menggunakan model Ferdinand de Saussure.

Selain itu objek dalam penelitian ini pun berbeda dimana peneliti meneliti Film

Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti Film “Fitna“ yang menjadi objek penelitiannya.

Analisis Semiotik Film “Freedom Writers“ oleh Dahliana Syahri tahun 2011

KPI, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil penelitian skripsi ini yaitu peneliti mendapatkan hasil bahwa ada pesan tersirat mengenai layaknya seorang guru

15

bukan hanya sebagai pengajar tapi hendaknya juga sebagai pendidik dan mampu menggunakan metode pengajaran yang tepat berdasarkan latar belakang muridnya.

Persamaan dalam penelitian ini yaitu peneliti sama-sama menggunakan analisis semiotik. Walaupun sama-sama menggunakan analisis semiotik namun berbeda modelnya, yaitu peneliti menggunakan model Ferdinand de Saussure.

Selain itu objek dalam penelitian ini pun berbeda dimana peneliti meneliti Film

Pengkhianatan G30 S PKI sebagai objeknya sedangkan pada penelitian sebelumnya meneliti Film “Freedom Writers“ yang menjadi objek penelitiannya.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan, maka sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab dan masing-masing bab terdiri dari sub-bab dengan penyusunan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN TEORITIS Bab ini akan membahas ruang lingkup propaganda, Semiotika, semiotika Ferdinand de Saussure, kekerasan, film.

BAB III : GAMBARAN UMUM Bab ini memaparkan Gambaran Umum Film

Pengkhianatan G 30 S PKI, Sinopsis Film Pengkhianatan G 30 S PKI, Partai

Komunis Indonesia, Orde Baru dan Youtube.

BAB IV : HASIL TEMUAN DAN ANALISIS Bab ini membahas tanda-tanda yang ditampilkan dalam film Pengkhianatan G 30 SPKI, teknik propaganda dalam

16

film Pengkhianatan G 30 S PKI dan analisis jenis kekerasan dalam film

Pengkhianatan G 30 S PKI.

BAB V : PENUTUP Bab ini merupakan bab penutup dari berbagai sub bab yang memuat kesimpulan penulisan dan saran.

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Ruang Lingkup Propaganda

1. Pengertian Propaganda

Propagada berasal dari bahasa latin yaitu propagare artinya cara tukang

kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk

memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Dengan kata

lain juga berarti mengembangkan atau memekarkan (untuk tunas). Dari

sejarahnya sendiri, propaganda awalnya adalah mengembangkan dan

memekarkan agama katholik Roma baik di Italia maupun negara-negara lain.

Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia, propaganda tidak hanya

digunakan dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang

pembangunan, politik, komerdial, pendidikan, dan lain-lain.

Dalam ensiklopedia internasional dikatakan propaganda adalah, “suatu

jenis komunikasi yang berusaha mempengaruhi pandangan dan reaksi, tanpa

mengindahkan tentang nilai benar atau tidak benarnya pesan yang

disampaikan”.19

Menurut Harold D. Laswell dalam tulisannya propaganda (1937)

mengatakan propaganda adalah teknik untuk mempengaruhi kegiatan

manusia dengan memanipulasikan representasinya (propaganda in Broadst

sense is the technique of influencing human action by the manipulation of

representations). Dalam buku lainnya Propaganda Technique in the World

War (1927) menyebutkan propaganda adalah semata mata kontrol opini yang

19 Nurudin, Komunikasi Propaganda (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008), h. 9.

17

18

dilakukan melalui simbol-simbol yang memiliki arti, atau menyampaikan

pendapat yang konkrit dan akurat (teliti), melalui sebuah cerita, rumor

laporan gambar-gambar dan bentuk-bentuk lain yang bisa digunakan dalam

komunikasi sosial.20

2. Teori Propaganda

Secara teoritis pesan propaganda harus diulang-ulang. Teknik

pengulangan sangat penting dan merupakan dasar dalam kegiatan

propaganda. Ditilik dari sejarahnya, teori propaganda mengalami perubahan

secara evolusioner selaras dengan dinamika perkembangan masyarakat.

Berikut ini teori-teori tersebut:21

a. Early Propaganda Theory

Teori ini menganut asumsi bahwa setiap orang menyukai

kesenangan. Di sini, propagandis menggunakan kata-kata yang

menghibur, gambar-gambar yang memukau atau pertunjukan-

pertunjukan atraktif dihadapan orang banyak sehingga mereka merasa

senang dan selamanya menerima pesan-pesan propaganda yang

ditawarkan atau memberikan sumbangan atau bantuan. Propaganda

dilakukan secara satu arah (one way) dengan efek langsung dan

segera pada target.

b. Reaction Against Early Propaganda Theory

Sebagai reaksi terhadap Early Propaganda Theory (teori

propaganda awal), muncul sebuah pemikiran bahwa tidak selamanya

propaganda hanya bersifat searah. Kerika seorang propagandis

20 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 10. 21 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 38-40.

19

sedang melancarkan propaganda kepada targetnya, bukan mustahil

sang target pun melancarkan propaganda balik, baik disadari maupun

tanpa disadari. Di sini, propagandis memperhatikan reaksi-reaksi

yang diberikan oleh targetnya dan berupaya mengefektifkan

propaganda yang dilancarkannya. c. Libertarianism Theory

Teori ini beranjak dari sumsi bahwa propaganda merupakan upaya

untuk memperluas pengaruh atau memperoleh kekuasaan, bukan

merupakan monopoli kaum borjuis seperti penguasa atau elite

masyarakat. Siapapun berhak dan tidak boleh dilarang menyusun

kekuasaan atau memiliki pengaruh melalui propaganda selama bisa

dipertanggungjawabkan. d. Libertarianism Reborn Theory

Teori mutakhir mengenai propaganda yang didasari oleh asumsi

bahwa setiap manusia memiliki kebebasan berkehendak untuk

melakukan apa saja, termasuk untuk memperoleh keuntungan

ekonomi atau kekuasaan politik. Acuan teori ini adalah sejarah

peradaban yang menginginkan kemajuan perkembangan tiada henti

dalam kehidupan masyarakat. e. Freudianism Theory

Teori ini lahir dari konsep pembagian kepribadian manusia ke

dalam tiga elemen yang bisa direkayasa melalui propaganda. Tiga

elemen tersebut adalah ego (rasio), internal desire (ID-kesenangan

pribadi), dan superego (perasaan terdalam-hati nurani). Mekanisme

20

propaganda yang dilancarkan adalah ‘meyakinkan’ ego, kemudian

‘mempersuasi’ ID, untuk ‘melemahkan’ superego. f. Behaviorism Theory

Teori ini berasumsi bahwa masyarakat sosial memiliki respon

terhadap stimulus tertentu sehingga propaganda dapat mempengaruhi

aspek kognitif dalam perilaku kehidupannya. g. Propaganda Thory versi Harold D Lasswell

Teori ini mengadaptasi teori freudianisme dan teori behaviorisme,

puncak implementasinya untuk mencapai efek dukungan massa.

Teori ini tersublimasi dalam rumusan paradigma komunikasi yang

terkenal (‘Who’ says ‘What’ to ‘Whom’ in which ‘Channel’ with what

‘Effect’). h. Public Opinian Theory versi Walter Lipmann

Teori ini menunjukan proses rangkaian kegiatan propaganda dari

bawah yang berkembang mulai dari kaum proleter (buruh, petani,

nelayan, dan mereka dari kelas kurang pendidikan) maupun pada

golongan masyarakat paling bawah lain, hingga kemudian

pengaruhnya merambat naik mencapai golongan tertinggi, seperti

kaum borjuis atau kelompok elit maupun golongan masyarakat

lainnya. i. IPA Theory (Institute for Propaganda Analysis)

Menurut teori IPA, propaganda adalah komunikasi yang

dilancarkan secara halus atau kasar dengan landasan pemikiran

21

berdasarkan fungsi propaganda yang seharusnya relevan dengan

kebutuhan masyarakat.

j. Modern Propaganda Theory

Teori ini dipopulerkan oleh sebuah kalimat, ‘Dunia adalah

panggung propaganda’. Teori propaganda modern berasumsi bahwa

propaganda harus dilakukan dengan teknik-teknik propaganda yang

jitu tanpa diketahui orang banyak atau kelompok yang dijadikan

sasaran.

3. Teknik-teknik propaganda

Untuk mencapai sasaran dan tujuannya, propaganda seperti halnya

komunikasi, sangat membutuhkan teknik. Sebab dengan teknik yang tepat

akan menghasilkan capaian yang optimal seperti yang diharapkan oleh

propagandis. Ini juga sangat berkait erat dengan objek sasaran yang dituju.

Berikut beberapa teknik propaganda22 :

a. Name calling Name calling adalah propaganda dengan memberikan sebuah ide atau label yang buruk. Tujuannya adalah agar orang menolak dan menyangsikan ide tertentu tanpa mengoreksinya atau memeriksanya terlebih dahulu. b. Glittering Generalities Glittering Generalities adalah mengasosiasikan suatu dengan suatu “kata Bijak” yang digunakan untuk membuat kita menerima dan menyetujui hal itu tanpa memeriksanya terlebih dahulu. c. Transfer Transfer meliputi kekuasaan, sanksi dan pengaruh sesuatu yang lebih dihormati serta dipuja dari hal lain agar membuat “sesuatu” lebih

22 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 29-34.

22

bisa diterima. Teknik propaganda transfer bisa digunakan dengan memakai pengaruh seseorang atau tokoh yang paling dikagumi dan berwibawa dalam lingkungan tertentu. Propagandis dalam hal ini mempunyai maksud agar komunikan terpengaruh secara psikologis terhadap apa yang sedang dipropagandakan. juga bisa digunakan dengan menggunakan cara simbolik. d. Testimonial Testimonials berisi perkataan manusia yang dihormati atau dibenci bahwa idea atau program atau produk adalah baik atau buruk. Propaganda ini sering digunakan dalam kegiatan komersial, meskipun juga bisa digunakan untuk kegiatan politik. Dalam teknik ini digunakan nama seseorang terkemuka yang yang mempunyai otoritas dan prestise sosial tinggi di dalam menyodorkan dan meyakinkan sesuatu hal dengan jalan menyatakan bahwa hal tersebut didukung oleh orang-orang terkemuka tadi. e. Plain Folk Plain Folk adalah propaganda dengan menggunakan cara memberi identifikasi terhadap suatu ide. Teknik ini mengidentikan yang di propagandakan milik atau mengabdi pada komunikan. f. Card Stacking Card Stacking adalah meliputi seleksi dan penggunaan fakta atau kepalsuan, ilustrasi atau kebingungan dan masuk akal atau tidak masuk akal suatu pernyataan agar memberikan kemungkinan terburuk atau terbaik untuk suatu gagasan, program, manusia dan barang. Teknik propaganda yang hanya menonjolkan hal-hal atau segi baiknya saja, sehingga publik hanya melihat satu visi saja. g. Bandwagon Technique Teknik ini dilakukan dengan menggembar-gemborkan sukses yang dicapai oleh seseorang, suatu lembaga atau suatu organisasi.

23

h. Reputable Mouthpiece Teknik ini dilakukan dengan mengemukakan sesuatu yang tidak sesuai kenyataan. Teknik ini biasanya digunakan oleh seseorang yang menyanjung pemimpin, akan tetapi tidak tulus. i. Using All Forms of Persuations Teknik ini digunakan untuk membujuk orang lain dengan himbauan atau iming-iming. Teknik propaganda ini sering digunakan dalam pemilu. j. Frustration or Scapegot23 Teknik ini digunakan untuk menciptakan kebencian atau menyalurkan frustasi dengan cara menciptakan kambing hitam. k. Fear Arousing Teknik ini adalah cara propaganda untuk mendapatkan dukungan dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif, khususnya ketakutan. 4. Media Propaganda Dalam komunikasi, faktor media menduduki peran yang sangat penting dalam proses penyebaran pesan. Berikut ini beberapa contoh media yang biasanya digunakan dalam kegiatan propaganda:24 a. Media massa Media massa yang dimaksud dalam hal ini adalah media elektronik dan media cetak. Salah satu keunggulan ini adalah jangkauannya yang luas. Peran media massa dalam propaganda sangat efektif. b. Buku Buku menjadi sangat efektif karena sangat mempengaruhi pemikiran orang dan pemikiran dapat mempengaruhi perilaku. c. Film Film juga bisa dijadikan media propaganda.

23 Mohammad Shoelhi, Propaganda Dalam Komunikasi Internasional (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 67-69. 24 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 35-37.

24

d. Selebaran Selebaran ini biasanya digunakan oleh sekelompok tertentu yang ada dalam masyarakat dalam mempengaruhi kebijakan publik pemerintahnya.ini sangat dimungkinkan 5. Jenis-jenis Propaganda Ada beberapa jenis propaganda yang dikemukakan beberapa pengamat. Jika dilihat dari cara yang dilakukannya atas isi pesan ada propaganda tersembunyi dan terbuka.25 a. Propaganda tersembunyi Dalam propaganda tersembunyi ini, propagandis menyembunyikan tujuan utamanya dalam kemasan suatu pesan lain. contohnya seorang yang sedang menjabat sebagai gubernur. Namun pada saat yang sama ia dijagokan menjadi presiden. Pertanyaan yang sebenarnya ditujukan pada posisi dirinya sebagai gubernur, namun ia kemas agar juga bisa menguntungkan dirinya dalam usahanya merebut kursi presiden. a. Propaganda terbuka Adalah setiap kemasan pesan, cara dan perilakunya dikemukakan secara transparan tanpa dikemas dengan pesan yang lain. misalnya, ketika seorang kandidat presiden mengatakan, “pilihlah saya sebagai presiden, karena saya akan mengantarkan serta mengatasi bangsa ini untuk mengatasi krisis ekonomi. Sedangkan Ellul (1965) membagi jenis propaganda menjadi propaganda vertikal dan horisontal. a. Propaganda Vertikal Propaganda vertikal adalah yang dilakukan oleh satu pihak kepada orang banyak dan bisanya mengandalkan media massa untuk menyebarkan pesan-pesannya.

25 Nurudin, Komunikasi Propaganda, h. 38-39.

25

b. Propaganda Horisontal Propaganda horisontal adalah propaganda yang dilakukan seorang pemimpin suatu organisasi atau kelompok pada anggota oganisasi atau kelompok itu melalui tatap muka ataukomunikasi antar personal dan biasanya tidak mengandalkan media massa.

B. Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda.

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia.

Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.26

Kata “semiotika” itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang bearti

“tanda” atau seme, yang berarti “penafsir tanda”. Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan peotika. “tanda” pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.27

Secara sigkat kita dapat menyatakan bahwa analisis semiotika merupakan cara atau metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks.

26 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). H. 15. 27 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, H. 16-17.

26

Teks yang dimaksud dalam hubungan ini adalah segala bentuk serta sistem lambang (sign) baik terdapat pada media massa (seperti berbagai paket tayangan televisi, karikatur, media cetak, film, sandiwara radio, dan berbagai bentuk iklan) maupun yang terdapat di luar media massa ( seperti karya tulis, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival). Urusan analisis semoitik adalah melacak makna-makna yang diangkat dengan teks berupa lambang-lambang (signs). Dengan kata lain, pemaknaan terhadap lambang- lambang dalam tekslah yang menjadi pusat perhatian analisis.

Kendati sebagai suatu metode ilmiah, analisis semiotik dapat dikatakan relatif baru, namun ia memiliki akar sejarah yang panjang. Kata semiotik (semiotics) berasal ari bahasa yunani semion yang lazim diartikan sebagai a sign by which something is known (suatu tanda dimana sesuatu dapat diketahui). John Locke mengembangkan pemahaman demikian untuk menguraikan tentang bagaimana manusia memahami sesuatu melalui lambang-lambang, seperti muncul dalam karyanya yang berjudul Essay Conserning Human Understanding. Pemikiran

Locke sampai sekarang masih dinilai sebagai sebagian dari doktrin filsafat mengenai lambang.

Dalam konteks akademik modern, istilah semiotik digunakan Margareth

Mead pada tanggal 19 Mei 1962 di Univeritas Indiana AS ketika diselenggarakan

Seminar tentang Paralinguistik dan Kinesis. Mead, dalam hal ini, menggunakan istilah semiotik untuk menunjuk patterned communication in all modalities

(komunikasi yang terpolakan dalam segala bentuk modalitas).28

28 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif (Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007) h. 163-164.

27

C. Semiotika Ferdinand de Saussure

Pandangan-pandangan Saussure tentang semiotika kebanyakan disampaikan ketika memberi kuliah di University of Geneva sekitar tahun 1906 sampai 1911, yang kemudian dibukukan di bawah judul Course in General Languistics

(diterbitkan tahun 1915). Saussure menyarankan bahwa studi tentang bahasa selayaknya menjadi bagian dari area yang ia sebut dengan semiology yang ketika itu belum banyak berkembang. Saussure mendasarkan pemikiran demikian pada keyakinan bahwa studi tentang bahasa pada dasarnya adalah studi tentang sistem lambang-lambang.

Dalam hal ini, saussure menggunakan istilah semoilogi dengan makna suatu sciene that studies the life of signwithin society (ilmu yang mempelajari seluk- beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan dalam masyarakat). Saussure dengan pemaknaan semiologi seperti itu bermaksud memberi penekanan pada perihal yang ikut membentuk atau menentukan lambang-lambang, dan hukum- hukum atau adanya ketentuan-ketentuan bagaimana yang mengaturnya. Sejak saat ini kemudian berkembang pandangan bahwa semiotika atau semiologi tidak lain adalah the science of signs (ilmu tentang lambang-lambang).

Kalau Pierce mengidentifikasi tiga jenis lambang (yakni lambang-lambang yang bersifat ikonik, indeks, dan simbolik) maka Saussure menyarankan pengelompokan lambang menjadi dua jenis: signifier (the concept) dan signified

(the sound-image). Signifier menunjuk pada aspek fiik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan, sedangkan signified menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat asosiatif tentang lambang. Kedua jenis

28

lambang ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Bagi Saussure, lambang- lambang pada dasarnya adalah berkenaan dengan the relation of a concept (not a thing) and sound image (not a name). Makna dari lambang, menurut Saussure, terletak pada perbedaan dengan lambang-lambang lain. Di sini, Saussure mengajukan dua dalil berkenaan dengan sistem lambang, terutama dalam linguistik sebagai berikut.

Pertama, bahwa hubungan antara signifier dan signified bersifat ditentukan atau dipelajari, pemberian makna terhadap lambang merupakan hasil dari proses belajar. Kedua, bahwa signifier linguistik (misalnya kata-kata atau ucapan) dapat berubah dari waktu ke waktu. Hal demikian berbeda dengan signifier visual, yang relatif tidak berubah, seperti gambar-gambar dan lukisan.29

Ikatan yang mempersatukan penanda dan petanda bersifat semena, atau juga karena lambang bahasa kita mengartikan sebagai keseluruhan yang dihasilkan oleh asosiasi suatu penanda dengan suatu petanda. Kita dapat mengartikan bahwa tanda bahas abersifat semena.

Prinsip kesemenaan tanda tidak dibantu oleh seorangpun, tetapi sering kali dibantu lebih mudah untuk menemukan suatu kenyataan dari pada memberinya tempat yang sesuai.

Kata semena perlu pula dijelaskan. Kata ini tidak boleh memberi gagasan bahwa penanda tergantung pada pilihan bebas penutur (akan nampak di bawah ini bahwa bukan wewenang individu untuk mengganti sebuah lambang, sekali lambang itu melembaga di dalam suatu masyarakat bahasa); yang kami maksud

29 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h.160-163.

29

adalah tanpa motif, artinya semena dalam kaitannya dengan petanda karena penanda tidak memilikiikatan alami apapun dengan petanda di dalam kenyataan.

Penanda yang haekatnya auditif, berlangsung dalam waktu dan memiliki ciri- ciri yang sama dengan waktu; a) ia mengisi masa tertentu dalam waktu, dan b) masa ukur dalam suatu dimensi, yaitu sebuah garis.

Prinsip ini gamblang, tetapi nampaknya orang selalu lalai menyebutkannya, kemungkinan karena prinsip ini terlalu sederhana, padahal prinsip ini mendasar dan konsekuensinya tak terhitung, kepentingannya sama dengan prinsip pertama.30

D. Kekerasan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kekerasan adalah perbuatan

seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya

orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Bahaya kekerasan dalam media mempunyai alasannya yang kuat,

meskipun sering lebih mencerminkan bentuk ketakutan dari pada ancaman

riil. Apa yang ditakutkan ialah skenario penularan kekerasan dalam media

menjadi kekerasan sosial riil. Informasi tentang kekerasan juga bisa

menambah kegelisahan umum sehingga membangkitkan sikap represif

masyarakat, alat penegak hukum. Politikus sering mengeksploitasi perasaan

tidak aman untuk kepentingannya. Ketika kekerasan dalam media berfungsi

seperti nilai barang, ia digunakan menjadi alat untuk menormalisir situasi,

30 Ferdinand de Saussure, Pengantar Linguistik Umum (Yogyakarta: Press, 1988) h. 148-151.

30

sarana untuk memecah belah, dan alat efektif untuk demoralisasi individu atau kelompok tertentu. Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media televisi di Amerika Serikat oleh American Psychological Association pada tahun 1995, seperti dikutip oleh Sophie Jehel, ada tiga kesimpulan menarik yang perlu mendapat perhatian serius: pertama, mempresentasikan program kekerasan meningkatkan perilaku agresif; kedua, memperlihatkan secara berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban; ketiga, tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa, betapa berbahayanya dunia.

Masalah representasi kekerasan dalam media berlangsung dalam hubungan segi tiga, yaitu produktor, penerima, dan instansi regulasi. Instansi produksi adalah para pencipta, pengarang, saluran televisi, rumah produksi, dan studio. Para pelaku dari instansi produksi ini biasanya lebih menuntut hak kebebasan berekspresi dan lebih menginginkan regulasi diri. Sedapat mungkin campur tangan negara atau regulasi dari luar dihindarkan.

Sedangkan, instansi penerima bisa pemirsa, pembaca, pendengar, pengguna, dan bisa juga asosiasi perlindungan konsumen, kelompok terorganisir lainnya

(pers khusus, sekolah, peneliti, asosiasi psikiater atau psikolog, dan organisasi kesehatan). Kelompok ini tidak otomatis menyetujui regulasi oleh negara.

Mereka sering terombang-ambing antara menyetujui pelarangan kekerasan dalam media dan yang lebih longgar demi kreativitas dan hiburan. Akhirnya, instansi regulasi (negara) berkepentingan menjaga keseimbangan antara

31

kepentingan instansi produksi dan instansi penerima sehingga hak akan

informasi dan sekaligus kebebasan berekspresi dijamin.31

1. Teori-Teori Kekerasan32

Menurut Thomas Santoso, teori kekerasan dapat dikelompokkan ke dalam

tiga kelompok besar, yaitu sebagai berikut :

a. Teori Kekerasan Sebagai Tindakan Aktor (Individu) atau Kelompok

Para ahli teori kekerasan kolektif ini berpendapat bahwa manusia

melakukan kekerasan karena adanya faktor bawaan seperti kelainan

genetik atau fisiologis. Menurut para ahli teori ini, agretivitas perilaku

seseorang dapat menyebabkan timbulnya kekerasan, seperti kekerasan

dalam rumah tangga yang dilakukan oleh pasangan suami istri. Wujud

kekerasan yang dilakukan oleh individu tersebut dapat berupa

pemukulan, penganiayaan ataupun kekerasan verbal berupa kata-kata

kasar yang merendahkan martabat seseorang. Sedangkan kekerasan

kolektif merupakan kekerasan yang dilakukan oleh beberapa orang

atau sekelompok orang (crowd). Munculnya tindak kekerasan kolektif

ini biasanya karena adanya benturan identitas suatu kelompok dengan

kelompok lain seperti identitas berdasarkan agama atau etnik.

b. Teori Kekerasan Struktural

Menurut teori ini kekerasan struktural bukan berasal dari orang

tertentu, melainkan terbentuk dalam suatusi stemsosial. Para ahli teori

ini memandang kekerasan tidak hanya dilakukan oleh aktor (individu)

31 Haryatmoko, Etika Komunikasi (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 124-126. 32 Academia, Kekerasan, artikel diakses pada 12 maret 2015 dari https://www.academia.edu/6469488/Kekerasan

32

atauk elompok semata, tetapi juga dipengaruhi oleh suatu struktur

seperti aparatur negara.

Pada umumnya bila seseorang atau kelompok memiliki harta

kekayaan berlimpah, maka akan selalu ada kecenderungan untuk

melakukan kekerasan kecuali ada hambatan yang jelas dan tegas .

c. Teori Kekerasan Sebagai Kaitan Antara Aktor dan Struktur

Menurut pendapat ahli teori ini, konflik merupakan sesuatu yang

telah ditentukan sehingga bersifat endemik bagi kehidupan

masyarakat. Menurut Thomas Santoso istilah kekerasan digunakan

untuk mengembangkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau

tertutup (covert), dan yang bersifat menyerang (offensive) atau

bertahan (defensive) yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang

lain. Oleh karena itu ada empat jenis kekerasan yang dapat

diidentifikasi :

1) Kekerasan terbuka (kekerasan yang dapat dilihat, seperti

perkelahian)

2) Kekerasan tertutup (kekerasan tersembunyi atau yang secara

tidak langsung dilakukan seperti pengancaman)

3) Kekerasan agresif (kekerasan yang dilakukan untuk

mendapatkan sesuatu, seperti penjambretan)

4) Kekerasan defensif (kekerasan untuk melingdungi diri)

2. Kekerasan Dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program

Siaran yang dibuat oleh Komisi Penyiaran Indonesia.

33

Dalam BAB III Pasal 33 Tentang Kekerasan, Kecelakaan, dan

Bencana dalam program Faktual dijelaskan bahwa lembaga penyiaran

harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk

memperlihatkan realitasdan pertimbangan tentang efek negatif yang dapat

ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan, dan

bencana dalam program faktual harus mengikuti kebutuhan sebagai

berikut:33

a. Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit

b. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan

bencana tidak boleh disorot secara close up (big close up, medium

close up, extreme close up)

c. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot

secara close up (big close up, medium close up, extreme close up)

d. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh

korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan,

kecelakaan dan bencana, harus disamarkan

e. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi

f. Dalam siaran adio, penggambaran kondisi korban kekerasan,

kecelakaan, dan bencana tidak boleh disiarkan secara rinci

g. Saat-saat kematian tidak boleh disiarkan

h. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan

33 Tebba, Etika Media Massa Indonesia (Tangerang: Penerbit Pustaka irVan, 2008) h. 134-135.

34

E. Film

1. Jenis-Jenis Film

Marcel Danesi dalam buku Semiotik Media, menuliskan tiga jenis

atau kategori utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film

animasi, penjelasannya adalah sebagai berikut:34

a. Film Fitur

Film fitur merupaka karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa

narasi, yang dibuat dalam tiga tahap. Tahap praproduksi merupakan

periode ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa berupa adaptasi dari

novel, atau cerita pendek, cerita fiktif atau kisah nyata yang dimodifikasi,

maupun karya cetakan lainnya, bisa juga yang ditulis secara khusus untuk

dibuat filmnya. Tahap produksi merupakan masa berlangsungnya

pembuatan film berdasarkan skenario itu. Tahap terakhir, post-produksi

(editing) ketika semua bagian film yang pengambilan gambarnya tidak

sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu.

b. Film Dokumenter

Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang menggambarkan

situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan

perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa

persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara. Robert Claherty

mendefinisikannya sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan”, creative

treatment of actuality.35

34 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media (Yogyakarta: Jalasutra, 2010) h. 134- 135. 35 Elvinaro Ardianto dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 139.

35

Dokumenter seringkali diambil tanpa skrip dan jarang sekali ditampilkan di gedung bioskop yang menampilkan film-film fitur. Akan tetapi, film jenis ini sering tampil di televisi. Dokumenter dapat diambil pada lokasi pengambilan apa adanya, atau disusun secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan. Dalam kategori dokumenter, selain mengandung fakta, film dokumenter mengandung subjektivitas pembuatnya. Dalam hal ini pemikiran-pemikiran, ide-ide, dan sudut pandang idealisme mereka. Dokumenter merekam adegan nyata dan faktual (tidak boleh merekayasanya sedikitpun) untuk kemudian diubah menjadi sefiksi mungkin menjadi sebuah cerita yang menarik. c. Film Animasi

Animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi.

Penciptaan tradisional dari animasi gambar-bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan penyusunan storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting dari cerita. Sketsa tambahan dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi latar belakang, dekorasi serta tampilan dan karakter tokohnya. Pada masa kini, hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan komputer. Salah satu tokohnya yang legendaris adalah Walt Disney dengan film-film kartunnya seperti Donald Duck, Snow White, dan Mickey Mouse.

36

2. Unsur-Unsur Pembentuk Film

Film, secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni

unsur naratif dan unsur sinematik, dua unsur tersebut saling berinteraksi

dan berkesinambungan satu sama lain:36

a. Unsur Naratif

Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film.

Dalam hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi,

waktu adalah elemen-elemennya. Mereka saling berinteraksi satu sama

lain untuk membuat sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud

dan tujuan, serta terikat dengan sebuah aturan yaitu hukum kausalitas

(logika sebab akibat).

b. Unsur Sinematik

Unsur sinematik merupakan aspek-aspek teknis dalam produksi

sebuah film. Terdiri dari : (a) Mise en scene yang memiliki empat

elemen pokok: setting atau latar, tata cahaya, kostum, dan make-up, (b)

Sinematografi, (c) editing, yaitu transisi sebuah gambar (shot) ke

gambar lainnya, dan (d) Suara, yaitu segala hal dalam film yang

mampu kita tangkap melalui indera pendengaran.

3. Struktur Film

a. Shot

Shot adalah a consecutive series of pictures that constitutes a unit of

action in a film, satu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang,

yang hanya direkam dalam satu take saja. Secara teknis, shot adalah

36 Himawan Pratista, Memahami Film (Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2009), h.1-2

37

ketika kamerawan mulai menekan tombol record hingga menekan tombol

record kembali.37

b. Scene

Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang

memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang,

waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya

terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan.

c. Sequence

Sequence adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu

peristiwa yang utuh. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan

yang saling berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diartikan

seperti sebuah bab atau sekumpulan bab.38

4. Teknik Pengambilan Gambar

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan gambar,

yaitu:39

a. Basic Shoot

1. Close Up (CU)

Sebuah shoot yang memperlihatkan wajah seseorang dalam

ukuran penuh.

2. Medium Close Up (MCU)

Sebuah shoot yang memnampilkan seseorang dengan ukuran dari

dada ke atas

37 Wahyu Wary Pintoko dan Diki Umbara, How to Become A Cameraman (Yogyakarta: Interprebook, 2010), h.97.s 38 Himawan Pratista, Memahami Film, h.29-30. 39 Joni Arman Hamid, Dasar-dasar Fotografi dan Kamera Televisi (2014). H. 12-21.

38

3. Medium Shoot (MS)

Suatu bentuk penyajian untuk memperlihatkan seseorang dari

batas pinggang ke atas

4. Medium Long Shoot (MLS)

Pengambilan shoot dari atas lutut atau di bawah lutut ke atas.

5. Long Shoot (LS)

Sebuah shoot yang memperlihatkan penampilan seseorang secara

utuh mulai dari kepala hingga kaki.

6. Big Close UP (BCU)

Ukurannya lebih kecil dari close up, mulai dari leher sampai

rambut.

7. Extreame Close UP (ECU)

Shoot yang terfokus hanya pada bagian tertentu saja. Misalnya

mata, hidung atau mulut.

8. Very Long Shoot (VLS)

Menampilkan seseorag dalam ukuran di atas pengambilan long

shoot agar latar sebjek terlihat lebih dominan dari subjek itu

sendiri.

9. Extrieame Long Shoot (ELS)

Shoot yang diambil dari jarank yang sangat jauh.

10. One shoot (1S)

pengambilan gambar dengan satu objek.

11. Two Shoot (2S)

pengambilan gambar dengan dua objek.

39

12. Three Shoot (3S)

pengambilan gambar dengan tiga objek.

13. Group Shoot (GS)

pengambilan gambar dengan sekelompok orang. b. Camera angle

1. Low Angle Shoot

Sudut pengambilan dengan menempatkan kamera lebih rendah

dari subjek.

2. Eye Angle Shoot

Posisi kamera ditempatkan sejajar dengan mata subjek.

3. High Angle Shoot

Pengambilan gambar dengan menempatkan kamera lebih tinggi

dari subjek c. Gerakan kamera

1. Pan

Menggerakan kamera yang ditempatkan di atas tripod secara

horizontal. Gerakan tersebut dapat dilakukan ke arah kanan atau

kiri.

2. Tilt

Menggerakan kamera yang berada di atas tripod dengan gerakan

ke atas atau bawah

BAB III

GAMBARAN UMUM FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

A. GAMBARAN UMUM

Dalam bab ini peneliti membahas tentang gambaran umum

mengenai beberapa profil orang-orang yang terlibat di dalam pembuatan

film tersebut dan sinopsis dari film Pengkhianatan G 30 S PKI. Diawali

dari Produser kemudian sang Sutradara dan dilanjutkan profile penulis

kemudian beberapa pemain, dibahasnya sutradara pertama kali Karena

menurut peneliti peran sutradara disini adalah motor penggerak produksi

ini berlangsung, Sutradara memiliki tugas dan tanggung jawab yang berat.

Di lapangan seorang sutradara berperan sebagai manajer, kreator, dan

sekaligus inspirator bagi anggota tim produksi dan para pemain,

bagaimana dan akan seperti apa film itu akan dibuat sutradaralah yang

mempunyai andil besar dalam menentukannya, namun tidak

mengindahkan departement lainnya, ini adalah pekerjaan kolektif dan

saling bergantung satu sama lain. Masing-masing mempunyai peranan

dalam pembuatan film, mempunyai jobdes masing-masing dalam

perannya.

40

41

1. PROFIL SUTRADARA FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

Arifin C. Noer Lahir di Cirebon, Jawa Barat. Pendidikan: Sarjana

Publik Administrasi, Fak. Sospol, Universitas Cokroaminoto, Yogya.

Sudah mulai menyair ketika masih di bangku SLTP. Ketika meneruskan

ke pendidikan tinggi di Yogya, ia mulai terlibat kegiatan teater, yang

kemudian memberi warna paling penting dalam hidupnya. Naskah-naskah

dramanya banyak mendapatkan penghargaan dan diterjemahkan ke bahasa

asing. Pementasan-pementasan grup teaternya, Teater Kecil, merupakan

tonggak penting dalam sejarah teater modern Indonesia. Dunia film

dimasukinya sejah 1971 melalui penulisan skenario Pemberang yang

memenangkan hadiah Golden Harvest di FFA 1972. Sejak itu ia banyak

menulis skenario. Yang mendapatkan Piala Citra: Rio Anakku (FFI 1973),

Melawan Badai (FFI 1974), Pengkhianatan G-30-S PKI (FFI 1984), Taksi

(FFI 1990). Mulai 1977 ia mulai menangani film pertamanya, Suci Sang

Primadona. Dua penyutradaraannya mendapatkan Citra: Serangan Fajar

(FFI 1982), dan Taksi (1990). Ada lima lagi karya penyutradaannya dan

penulisan skenarionya yang diunggulkan dalam FFI. Penghargaann lain

diterimanya dari dunia sinetron: Skenario dan Penyutradaraan dalam Keris

(FSI 1995), Cerita dan Skenario Bukan Perempuan Biasa (FSI 1997).40

40 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad3d5d1cb_arifin-c-noer#.VMI8QtKUdmw

42

2. PROFIL PRODUSER FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

Gufran Dwipayana (lahir di Jember, Jawa Timur, 12 Desember 1932;

umur 82 tahun) atau lebih dikenal dengan nama G. Dwipayana adalah

salah satu sutradara televisi Indonesia dan juga mantan Direktur PPFN.

Karya karya film baik di layar lebar maupun televisi yang pernah

dibuatnya antara lain adalah Si Unyil, Pengkhianatan G 30

S/PKI,Serangan Fajar, Aku Cinta Indonesia (ACI) dan Si Huma. Sebelum

terjun di bidang film, Dia adalah mantan anggota militer.41

3. PROFIL PENULIS FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

a. Arifin C. Noer

Lahir di Cirebon, Jawa Barat. Pendidikan: Sarjana Publik

Administrasi, Fak. Sospol, Universitas Cokroaminoto, Yogya. Sudah

mulai menyair ketika masih di bangku SLTP. Ketika meneruskan ke

pendidikan tinggi di Yogya, ia mulai terlibat kegiatan teater, yang

kemudian memberi warna paling penting dalam hidupnya. Naskah-

naskah dramanya banyak mendapatkan penghargaan dan

diterjemahkan ke bahasa asing. Pementasan-pementasan grup

teaternya, Teater Kecil, merupakan tonggak penting dalam sejarah

teater modern Indonesia. Dunia film dimasukinya sejah 1971 melalui

penulisan skenario Pemberang yang memenangkan hadiah Golden

Harvest di FFA 1972. Sejak itu ia banyak menulis skenario. Yang

mendapatkan Piala Citra: Rio Anakku (FFI 1973), Melawan Badai

41 Wikipedia, Gufran Dwipayanan, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gufran_Dwipayana

43

(FFI 1974), Pengkhianatan G-30-S PKI (FFI 1984), Taksi (FFI 1990).

Mulai 1977 ia mulai menangani film pertamanya, Suci Sang

Primadona. Dua penyutradaraannya mendapatkan Citra: Serangan

Fajar (FFI 1982), dan Taksi (1990). Ada lima lagi karya

penyutradaannya dan penulisan skenarionya yang diunggulkan dalam

FFI. Penghargaan lain diterimanya dari dunia sinetron: Skenario dan

Penyutradaraan dalam Keris (FSI 1995), Cerita dan Skenario Bukan

Perempuan Biasa (FSI 1997).42

b. Nugroho Notosusanto

Lahir di Rembang tanggal 15 Juni 1931. Setelah menamatkan

SMA di Yogyakarta, memasuki Fakultas Sastra Universitan Indonesia,

dan meraih gelar Sarjana Sastra pada tahun 1990. Selanjutnya,

memperdalam pengetahuan di bidang Metode dan Filsafat Sejarah

pada (1961-1962). Gelar Doktor dalam Ilmu-

Ilmu Sastra Bidang Searah diraihnya pada tahun 1977 pada Universitas

Indonesia, dengan disertasi yang berjudul : “Tentara Peta pada Jaman

Pendudukan Jepang di Indonesia”.

Sejak masa pelajar beliau aktif dalam kancah perjuangan dan

revolusi fisik sebagai Anggota BKR Jakarta (1945), Angota Batalyon

A Mobiele Brigade MBT TNI (1947), dan Anggota Detasemen Staf

Bragade 17 (1948). Pernah menjadi Guru Besar pada Fakultas Sastra

UI, Pembantu Dekan Bidang Kemahasiswaan FSUI, Pembantu Rektor

Bidang Kemahasiswaan UI, Kepala Pusat Sejarah ABRI/pengajar

42 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad3d5d1cb_arifin-c-noer#.VMI8QtKUdmw

44

pada SESKO ABRI/pengajar pada Lemhanas, tahun 1982 menjadi

Rektor UI, dan pada tahun 1983 diangkat menjadi Menteri P dan K RI

dalam Kabinet Pembangunan IV, serta banyak lagi tugas-tugas negara

yang pernah diembannya.

Beliau juga sangat aktif mengikuti kegiatan ilmiah baik di dalam,

maupun di luar negeri terutama memberi prasaran-prasaran di bidang

sejarah militer. Selain itu, beliau juga seorang penulis yang sangat

produktif dala sastra dan sejarah militer pada majalah-majalah serta

berupa buku dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Pada tahun 1985,

beliau meninggal dunia secara mendadak pada usia 54 tahun.43

4. PROFIL PEMAIN FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

a. Bram Adrianto

Lahir di Jogyakarta. Pendidikan: Mahasiswa UBKIPK sampai

tingkat III (DO) dan kursus Perhotelan/Pariwisata oleh HAL tahun

1971. Sebelum ke film pada 1971-1975 Bram mengikat kontrak kerja

dengan HAL (Holland America Line). Selama aktif di film juga

anggota teater Wijaya Kesuma pimpinan Rendra Karno (alm). Debut

pertama sebagai peran pembantu dalam Gadis di Seberang Djalan

(1960) produksi PT Sarinande Film. Di luar film aktif sebagai pelukis

dan wiraswastawan. Di "kenal" sebagai Kolonel Untung dalam

Pengkhianatan G-30-S/PKI (1982). Pertama di sinetron dalam Ken

Angrok (1976) produksi TVRI. selain itu juga main di sinetron

43 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia, (Jakarta: PT. Pembimbing Masa 1968), h. 219.

45

Singgasana Brama Kumbara, Mahkota Mayangkara, Suro Buldog dan

Nyai Dasima.44

b. Amoroso Katamsi

Lahir Jakarta. Pendidikan : dokter lulusan UGM (1966).Sebelum

masuk ke film Amoroso pernah menjadi pemain dan sutradara untuk

pentas dan TV, pengajar pada almamaternya dan sebagai Dokter TNI -

Angkatan Laut. Terjun ke dunia film sejak 1976 sebagai pemain dalam

film "Menanti Kelahiran", kemudian dilanjutkan dalam "Darah Ibuku"

(1976), "Terminal Cinta" (1977), "Duo Kribo" (1977), "Ballada Anak

Tercinta" (1977) dan lain -lain.Di luar film masih sebagai militer dan

anggota team perancang kota Cilacap.45

c. Umar Kayam

Lahir di Ngawi. Pendidikan : Fakultas Pedagogik UGM sampai

BA, New York University mendapat MA dan Ph D dari Cornel

University (1963).Pada tahun 1956 sampai tahun 1966 pegawai

Departemen P&K; Direktur Jendral Radio Televisi dan film

Departemen Penerangan (1966-1969); Ketua Dewan Kesenian Jakarta

tahun 1969-1973; Do Fak. Ilmu Sosial UI; anggota Komite Kerjasama

Kebudayaan Indonesia-Belanda; anggota YayasanTenaga Kerja

Indonesia; Dosen Universitas Hasanudin Ujung Pandang; Dosen

Universitas Gajahmada; ketua Dewan Film Nasional dan anggota

Lembaga Film Nasional. Pernah main film sebagai pemain pembantu

44 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4c451df157f43_bram-adrianto#.VMI_ItKUdmw 45 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bce4466685_amoroso-katamsi#.VMI9EdKUdmw

46

dalam "Karmila" (1974), "Ku Gapai Cintamu" (1976). Cerita

skenarionya "Yang Muda Yang Bercinta" di angkat ke layar putih oleh

Sjumandjaja pada tahun 1977. Pada 1978 menulis Skenario "Jalur

Penang", "bulu bulu Cendrawasih", dan lain-lain.46

d. Syubah Asa

Syubah Asa (lahir di Pekalongan, Hindia Belanda, 21 Desember

1941 – meninggal di Pekalongan, Indonesia, 24 Juli 2010 pada umur

68 tahun) adalah seorang sastrawan dan wartawan senior Indonesia,

dan juga seniman. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana muda di IAIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menjadi redaktur TEMPO sejak 1971

hingga 1987 sebelum pindah ke Editor pada 1987 dan 1988 dan Panji

Masyarakat. Ia aktif di Teater Muslim dan Bengkel Teater di

Yogyakarta pada 1950-1969. Pada era 1970-an ia juga pernah menjadi

anggota Dewan Kesenian Jakarta.

Akting Syubah pernah menghiasi layar kaca saat ia diminta Arifin

C Noer menjadi pemeran tokoh pemimpin PKI DN Aidit dalam film

dokudrama propaganda kolosal "Penumpasan Pengkhianatan G 30 S

PKI" tahun 1982, yang kemudian dirilis tahun 1984. Syubah juga

menulis sejumlah novel, di antaranya Cerita di Pagi Cerah (1960).

Selain itu, ia juga banyak menulis kolom, termasuk juga puitisasi ayat-

ayat Alquran dan menerjemahkan karya klasik berbahasa Arab ke

bahasa Indonesia, di antaranya Asraful Anam dan Qasidah Barzanji.47

46 Film Indonesia, Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad4a188a5_umar-kayam#.VMI9FNKUdmw 47 Wikipedia, Syubah Asa, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Syubah_Asa

47

B. SINOPSIS FILM PENGKHIANATAN G 30 S PKI

Bulan Agustus 1965 Bung Karno sakit keras. Tim Dokter yang

merawatnya menyatakan kepada Aidit, ( ketua umum Partai Komunis

Indonesia), bahwa keadaan Bung Karno sangat gawat. Hal ini

menimbulkan kekhawatiran Aidit, akan adanya kekosongan pemegang

kekuasaan tertinggi. Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sudah merasa

sangat kuat pengaruhnya, mengkhawatirkan kekuasaan itu akan jatuh ke

tangan Pimpinan Angkatan Darat, yang selalu bertentangan dengan ide-

ide Partai Komunis Indonesia (PKI). Untuk itu Aidit, Syam, Nyono, Pono,

Nyoto, dan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) lainnya segera

merencanakan strategi menyusun kekuatan, membuat isu-isu adanya

Dewan Jendral, dan mempersiapkan KUP (Perebutan kekuasaan di

Indonesia).

Gerakan perebutan kekuasaan itu harus memberikan kesan sebagai

gerakan Intern Angkatan Darat. Gerakan ini dilaksanakan bersamaan

waktunya dengan persiapan Hari Ulang Tahun Angkatan Bersenjata

(tanggal 5 Oktober 1965). Tengah malam tanggal 30 September 1965,

pasukan bersenjata di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung,

Komandan Pasukan Kawal Kepresidenan yang terkenal dengan nama

Resimen Cakrabirawa, mengadakan gerakan penculikan terhadap Letnan

Jendral Achmad Yani, Mayor Jendral S. Parman, Mayor Jendral Suprapto,

Mayor Jendral MT. Haryono, Brigadir Jendral Sutoyo S, Brigadir Jendral

48

D.I. Pandjaitan, Letnan Satu Piere Tendean (Ajudan Jendral AH.

Nasution), dan Jendral AH. Nasution. Namun Jendral AH Nasution, berhasil meloloskan diri. Tujuh Jendral dan Perwira itu yang berhasil diculik itu disiksa dengan sangat kejam, tanpa perikemanusiaan, dibunuh, kemudian dimasukkan ke dalam sumur tua di desa yang bernama Lubang

Buaya Tanggal 1 Oktober 1965, Pukul 7.00 pagi.

Letkol Untung, mengumumkan melalui Radio Republik Indonesia

(yang sudah mereka kuasai), bahwa gerakan yang dipimpinnya adalah

Gerakan 30 September.

Pagi itu juga, Panglima Kostrad Mayjen , mengambil inisiatif untuk mengambil alih sementara Pimpinan Angkatan Darat, menumpas gerakan tersebut dan sekaligus mencari dimana para Jendral yang menjadi korban penculikan para pemberontak tersebut.

Tanggal 1 Oktober pagi, kekuatan utama Gerakan 30 September berhasil dipatahkan. Kemudian tanggal 3 Oktober 1965, keenam orang

Jendral dan satu orang Perwira pertama yang diculik dan dibunuh , diketemukan oleh pasukan Resimen Para Komando, dengan kondisi sangat menyedihkan dan sudah mulai membusuk.

Pagi harinya, tanggal 4 Oktober 1965, dilaksanakan pengangkatan jenazah para korban dengan dibantu oleh satuan Penyelam dari K.K.O.A.L

, dan rakyat setempat. Pada tanggal 5 Oktober 1965, dari Markas Besar

Angkatan Darat, tempat dimana para jenazah tersebut disemayamkan, dan dengan menggunakan kendaraan khusus “Para Pahlawan Revolusi” tersebut diberangkatkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, untuk

49

dimakamkan dengan upacara Kebesaran Militer.48

C. PARTAI KOMUNIS INDONESIA

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia.

PKI adalah partai komunis non-penguasa terbesar di dunia setelah Rusia

dan Tiongkok sebelum akhirnya dihancurkan pada tahun 1965 dan

dinyatakan sebagai partai terlarang pada tahun berikutnya.

Sebuah organisasi awal yang penting didirikan oleh sosialis

Belanda dan Sosialis Hindia lain yang pada dasarnya

membentuk tenaga kerja di pelabuhan pada tahun 1914, dibawah nama

Indies Social Democratic Association (dalam bahasa Belanda: Indische

Sociaal Democratische Vereeniging, ISDV). ISDV pada dasarnya

dibentuk oleh 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, SDAP dan

Partai Sosialis Belanda yang kemudian menjadi SDP komunis, yang

berada dalam kepemimpinan Hindia Belanda. Para anggota Belanda dari

ISDV memperkenalkan ide-ide Marxis untuk mengedukasi orang-orang

Indonesia mencari cara untuk menentang kekuasaan kolonial.

Pada Oktober 1915 ISDV mulai aktif dalam penerbitan surat kabar

berbahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya

adalah Adolf Baars. Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut

kemerdekaan untuk Indonesia. Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100

orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang yang merupakan

warga pribumi Indonesia. Namun, partai ini dengan cepat berkembang

48 PFN, Film Penghianatan G30S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://pfn.co.id/id/portfolio/film-penghianatan-g30s-pki/

50

menjadi radikal dan anti kapitalis. Tapi berubah ketika Sneevliet memindahkan markas mereka dari Surabaya ke Semarang dan menarik banyak penduduk asli dari berbagai elemen seperti agama, nasionalis dan aktivis gerakan lainnya yang akhir-akhir ini tumbuh di Hindia Belanda sejak tahun 1900. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV dan menolak untuk bekerjasama dengan pemerintah karena menolak "berpura-pura" menjadi Dewan Masyarakat (Volksraad

Volksraad (Hindia Belanda). Pada tahun 1917 kelompok reformis dari

ISDV memisahkan diri, dan membentuk partai sendiri dengan nama Partai

Demokrat Sosial Hindia. Pada tahun 1917 ISDV meluncurkan sendiri publikasi pertama berbahasa Indonesia, Soeara Merdeka.

Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi

Oktober seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti di Indonesia. Kelompok ini berhasil mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut

Belanda yang ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah 'Pengawal

Merah' dan dalam waktu tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para tentara dan pelaut itu memberontak di

Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40 tahun.

Sementara itu, ISDV membentuk blok dengan organisasi anti-kolonialis

51

Sarekat Islam. Banyak anggota SI seperti dari Surabaya, dan

Darsono dari Solo tertarik dengan ide-ide Sneevliet. Sebagai hasil dari strategi Sneevliet akan "blok dalam", banyak anggota SI dibujuk untuk mendirikan revolusioneris yang lebih dalam Marxis-didominasi Sarekat

Rakjat.

ISDV terus bekerja secara klandestin. Meluncurkan publikasi lain,

Soeara Rakyat. Setelah kepergian paksa beberapa kader Belanda, dalam kombinasi dengan pekerjaan di dalam Sarekat Islam, keanggotaan telah berpindah dari mayoritas Belanda ke mayoritas Indonesia. Pada tahun

1919 hanya memiliki 25 anggota Belanda, dari total anggota yang kurang dari 400.

Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH). Semaun adalah ketua partai dan Darsono menjabat sebagai wakil ketua. Sekretaris, bendahara, dan tiga dari lima anggota komite adalah orang Belanda. PKH adalah partai komunis Asia pertama yang menjadi bagian dari Komunis

Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai pada kongres kedua

Komunis Internasional 1921.

Pada periode menjelang kongres keenam Sarekat Islam pada tahun

1921, anggota menyadari strategi Sneevliet dan mengambil langkah untuk menghentikannya. Agus Salim, sekretaris organisasi, memperkenalkan sebuah gerakan untuk melarang anggota SI memegang keanggotaan dan gelar ganda dari pihak lain di kancah perjuangan pergerakan indonesia.

Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggot komunis kecewa dan

52

keluar dari partai, seperti oposisi dari dan Semaun yang juga keluar dari gerakan karena kecewa untuk kemudian mengubah taktik dalam perjuangan pergerakan indonesia. Pada saat yang sama, pemerintah kolonial Belanda menyerukan tentang pembatasan kegiatan politik, dan

Sarekat Islam memutuskan untuk lebih fokus pada urusan agama, meninggalkan komunis sebagai satu-satunya organisasi nasionalis yang aktif.

Bersama Semaun yang berada jauh di Moskow untuk menghadiri

Far Eastern Labor Conference pada awal 1922, Tan Malaka mencoba untuk mengubah pemogokan terhadap pekerja pegadaian pemerintah menjadi pemogokan nasional untuk mencakup semua serikat buruh

Indonesia. Hal ini ternyata gagal, Tan Malaka ditangkap dan diberi pilihan antara pengasingan internal atau eksternal. Dia memilih yang terakhir dan berangkat ke Rusia.

Pada Mei 1922, Semaun kembali setelah tujuh bulan di Rusia dan mulai mengatur semua serikat buruh dalam satu organisasi. Pada tanggal

22 September, Serikat Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Persatuan

Vakbonded Hindia) dibentuk.

Pada kongres Komintern kelima pada tahun 1924, ia menekankan bahwa "prioritas utama dari partai-partai komunis adalah untuk mendapatkan kontrol dari persatuan buruh" karena tidak mungkin ada revolusi yang sukses tanpa persatuan kelas buruh ini. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai Komunis

Indonesia (PKI).

53

Sukarno bersikap seimbang terhadap PKI. Para militer, faksi nasionalis, dan kelompok-kelompok Islam terancam oleh pertumbuhan dan dukungan rakyat terhadap PKI. Pertumbuhan dan pengaruh PKI fokus terhadap

Amerika Serikat sebagai anti-komunis dan kekuatan anti-komunis Barat lainnya. Karena situasi politik dan ekonomi pada saat itu menjadi lebih tidak stabil; inflasi tahunan mencapai lebih dari 600 persen dan kondisi hidup bagi masyarakat Indonesia memburuk.

PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang

Peristiwa G30S, makin kuat. Sehingga para pesaing PKI mulai khawatir

PKI akan memenangkan pemilu berikutnya. Gerakan-gerakan untuk menentang PKI mulai bermunculan, dan dipelopori oleh Angkatan Darat.

Pada Desember 1964, Chaerul Saleh dari Partai Murba (dibentuk oleh mantan pemimpin PKI Tan Malaka) menyatakan bahwa PKI sedang mempersiapkan kudeta. PKI menuntut larangan Partai Murba, tuntutan itu dipaksakan kepada Soekarno pada awal 1965. Dalam konteks Konfrontasi dengan , PKI menyerukan untuk 'mempersenjatai rakyat'.

Sebagian besar pihak dari tentara Angkatan Darat melarang hal ini. Sikap

Soekarno tetap secara resmi untuk tidak terlalu mengambil komitmen atas hal tersebut karena dalam konteks Konfrontasi dengan Malaysia seperti

PKI. Pada bulan Juli sekitar 2000 anggota PKI mulai menggelar pelatihan militer di dekat pangkalan udara Halim. Terutama dalam konsep

'mempersenjatai rakyat' yang telah memenangkan banyak dukungan di antara kalangan militer Angkatan Udara dan Angkatan Laut. Pada tanggal

8 September demonstran PKI memulai untuk pengepungan selama dua

54

hari di Konsulat AS di Surabaya. Pada tanggal 14 September, Aidit mengalamatkan kepada gerilyawan PKI untuk mendesak anggota agar waspada dari hal-hal yang akan datang. Pada 30 September Pemuda

Rakyat dan Gerwani, kedua organisasi PKI terkait menggelar unjuk rasa massal di Jakarta terhadap krisis inflasi yang melanda.

Pada malam 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal senior Indonesia dibunuh dan mayat mereka dibuang ke dalam sumur.

Pembunuh para jenderal mengumumkan keesokan harinya bahwa Dewan

Revolusi baru telah merebut kekuasaan, yang menyebut diri mereka

"Gerakan 30 September ("G30S"). Dengan banyaknya jendral tentara senior yang mati atau hilang, Jenderal Suharto mengambil alih kepemimpinan tentara dan menyatakan kudeta yang gagal pada 2 Oktober.

Tentara dengan cepat menyalahkan upaya kudeta PKI dan menghasut dengan kampanye propaganda anti-Komunis di seluruh Indonesia. Bukti yang mengaitkan PKI untuk pembunuhan para jenderal tidak meyakinkan, yang mengarah ke spekulasi bahwa keterlibatan mereka sangat terbatas, atau bahwa Suharto mengorganisir peristiwa, secara keseluruhan atau sebagian, dan mengkambinghitamkan kepada komunis. Dalam pembersihan anti-komunis melalui kekerasan berikutnya, diperkirakan

500.000 komunis (atau dicurigai) dibunuh, dan PKI secara efektif dihilangkan (lihat Pembantaian di Indonesia 1965–1966). Jenderal Suharto kemudian mengalahkan secara politik dan diangkat menjadi presiden pada tahun 1968, karena mengkonsolidasikan pengaruhnya atas militer dan pemerintah.

55

Pada tanggal 2 Oktober basis Halim berhasil ditangkap oleh pihak tentara.

Harian Rakyat mengambil isu pada sebuah artikel yang berisi untuk mendukung kudeta G30S, tetapi spekulasi kemudian bangkit mengenai apakah itu benar-benar mewakili pendapat dari PKI. Sebaliknya pernyataan resmi PKI pada saat itu adalah bahwa upaya G30S merupakan urusan internal di dalam angkatan bersenjata mereka. Pada tanggal 6

Oktober kabinet Sukarno mengadakan pertemuan pertama sejak 30

September. Menteri PKI hadir. Sebuah resolusi mengecam G30S disahkan. Njoto ditangkap langsung setelah pertemuan itu.

Presiden Soekarno berkali-kali melakukan pembelaan bahwa PKI tidak terlibat dalam peristiwa sebagai partai melainkan karena adanya sejumlah tokoh partai yang bertindak di luar kontrol dan terpancing oleh insinuasi

Barat, dan karena itu Soekarno tidak akan membubarkan PKI. Kemudian, pimpinan dan sejumlah perwira Angkatan Darat memberi versi keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan dan pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama Angkatan Darat pada tengah malam

30 September menuju dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera diterima secara umum sesuai fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang pengalaman buruk bersama PKI dalam kehidupan sosial dan politik pada tahun-tahun terakhir. Hanya saja harus diakui bahwa sejumlah perwira penerangan telah menambahkan dramatisasi artifisial terhadap kekejaman, melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum). Penculikan dan kemudian pembunuhan para jenderal menurut fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian, telah

56

memberikan efek mengerikan melampaui batas yang mampu dibayangkan semula. Dan akhirnya, mengundang pembalasan yang juga tiada taranya dalam penumpasan berdarah antar manusia di Indonesia.

Manifestasi besar diadakan di Jakarta dua hari kemudian, menuntut pelarangan PKI. Kantor utama milik PKI dibakar. Pada tanggal 13

Oktober organisasi Islam Ansor mengadakan aksi unjuk rasa anti-PKI di seluruh Jawa. Pada tanggal 18 Oktober sekitar seratus PKI dibunuh oleh pihak Ansor. Pemusnahan secara sistematis untuk partai telah dimulai.

Antara 300.000 sampai satu juta orang Indonesia dibunuh dalam pembunuhan massal yang digelar. Para korban termasuk juga non- komunis yang dibunuh karena kesalahan identitas atau "kesalahan oleh asosiasi". Namun, kurangnya informasi menjadi tidak mungkin untuk menentukan angka pasti dari jumlah korban yang dibunuh. Banyak para peneliti hari ini menjelaskan korban yang dibunuh antara 200.000 sampai

500.000 orang.

Meskipun motif pembunuhan tampaknya bernuansa politik, beberapa ahli berpendapat bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh keadaan panik dan ketidakpastian politik. Bagian dari kekuatan anti- komunis yang bertanggung jawab atas pembantaian terdiri dari para pelaku tindak kriminal seperti para preman, yang telah diberi izin untuk terlibat dalam tindakan yang tidak masuk akal berupa kekerasan. Motif lain yang terjadi juga telah dieksplorasi.

Di tingkat internasional, Kantor Berita RRT (Republik Rakyat

Tiongkok), Xinhua, memberikan versi bahwa Peristiwa 30 September

57

1965 adalah masalah internal Angkatan Darat Indonesia yang kemudian diprovokasikan oleh dinas intelijen Barat sebagai upaya percobaan kudeta oleh PKI.

Di antara daerah-daerah yang terkena dampak terburuk adalah pulau Bali, di mana PKI telah berkembang pesat sebelum tindakan kerasasan. Pada tanggal 11 November bentrokan meletus antara PKI dan

PNI, yang berakhir dengan pembantaian terhadap anggota dan simpatisan yang dituduh PKI. Jika banyak dari pogrom anti-PKI di seluruh daerah lain itu dilakukan oleh organisasi-organisasi politik Islam, pembunuhan di

Bali dilakukan atas nama Hindu. Bali berdiri sebagai satu-satunya tempat di negara di mana tentara lokal dalam beberapa cara intervensi untuk mengurangi pembantaian tersebut.

Pada tanggal 22 November, Aidit ditangkap dan dibunuh. Pada bulan Desember militer menyatakan bahwa Aceh telah dibersihkan dari komunis. Bersamaan, khusus Pengadilan Militer yang dibentuk untuk mengadili dan memenjarakan para anggota PKI. Pada 12 Maret, partai PKI secara resmi dilarang oleh Suharto, dan serikat buruh pro-PKI SOBSI dilarang pada bulan April.

Penjara-penjara di Jakarta begitu penuh, hampir seluruh penjara digunakan untuk menahan anggota PKI. Banyak tahanan politik ditahan tanpa dasar yang jelas. Sejak saat itu, identitas banga Indonesia berubah total sesudah 1965. Semangat anti-kolonialisme hilang dan anti- komunisme menjadi dasar identitas bangsa. Kebencian terhadap sesama orang Indonesia menjadi basis untuk menentukan siapa warganegara yang

58

jahat dan baik.49

D. ORDE BARU

Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden

Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk

kepada era pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan

dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari

tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia

berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik

korupsi yang merajalela.

Orde Baru lahir dari diterbitkannya Surat Perintah Sebelas Maret

(Supersemar) pada tahun 1966, yang kemudian menjadi dasar legalitasnya.

Orde Baru bertujuan meletakkan kembali tatanan seluruh kehidupan

rakyat, bangsa, dan negara pada kemurnian pelaksanaan dan

Undang-Undang Dasar 1945.

Kelahiran Supersemar terjadi dalam serangkaian peristiwa pada

tanggal 11 Maret 1966. Saat itu, Sidang Kabinet Dwikora yang

disempurnakan yang dipimpin oleh Presiden Soekarno sedang

berlangsung. Di tengah acara, ajudan presiden melaporkan bahwa di

sekitar istana terdapat pasukan yang tidak dikenal. Untuk menghindari hal-

hal yang tidak diinginkan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan

sidang kepada Wakil Perdana Menteri (Waperdam) II Dr. J. Laimena dan

berangkat menuju Istana , didampingi oleh Waperdam I Dr

49 Wikipedia, Partai Komunis Indonesia, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia

59

Subandrio, dan Waperdam II Chaerul Saleh. Dr. J. Laimena sendiri menyusul presiden segera setelah sidang berakhir. Di tempat lain, tiga orang perwira tinggi, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir

Jenderal M. Yusuf, dan Brigadir Jenderal Amir Machmud bertemu dengan

Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat dan

Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban

(Pangkopkamtib) untuk meminta izin menghadap presiden. Segera setelah mendapat izin, di hari yang sama tiga perwira tinggi ini datang ke Istana

Bogor dengan tujuan melaporkan kondisi di ibukota Jakarta meyakinkan

Presiden Soekarno bahwa ABRI, khususnya AD, dalam kondisi siap siaga.

Namun, mereka juga memohon agar Presiden Soekarno mengambil tindakan untuk mengatasi keadaan ini. Menanggapi permohonan ini,

Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah yang ditujukan kepada

Letnan Jenderal Soeharto selaku Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik

Indonesia. Perumusan surat perintah ini sendiri dibantu oleh tiga perwira tinggi ABRI, yaitu Mayor Jenderal Basuki Rachmat, Brigadir Jenderal M.

Yusuf, Brigadir Jenderal Amir Machmud, dan Brigadir Jenderal Subur,

Komandan Pasukan Pengawal Presiden Cakrabirawa. Surat perintah inilah yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 atau

Supersemar.

Dalam rangka memenuhi tuntutan ketiga Tritura, Soeharto dengan dukungan Ketetapan MPRS No. XIII/MPRS/1966 membentuk kabinet

60

baru yang diberi nama Kabinet Ampera. Tugas utama Kabinet Ampera adalah menciptakan stabilitas ekonomi dan stabilitas politik, atau dikenal dengan nama Dwidarma Kabinet Ampera. Program kerja yang dicanangkan Kabinet Ampera disebut Caturkarya Kabinet Ampera, yaitu: memperbaiki perikehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan; melaksanakan pemilihan umum dalam batas waktu seperti tercantum dalam Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 (5 Juli 1968); melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966; melanjutkan perjuangan anti-imperialisme dan anti-kolonialisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.

Kabinet Ampera dipimpin oleh Presiden Soekarno, namun pelaksanaannya dilakukan oleh Presidium Kabinet yang dipimpin oleh

Jenderal Soeharto. Akibatnya, muncul dualisme kepemimpinan yang menjadi kondisi kurang menguntungkan bagi stabilitas politik saat itu.

Akhirnya pada 22 Februari 1967, untuk mengatasi situasi konflik yang semakin memuncak kala itu, Presiden Soekarno menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Soeharto. Penyerahan ini tertuang dalam

Pengumuman Presiden Mandataris MPRS, Panglima Tertinggi ABRI

Tanggal 20 Februari 1967. Pengumuman itu didasarkan atas Ketetapan

MPRS No. XV/MPRS/1966 yang menyatakan apabila presiden berhalangan, pemegang Surat Perintah 11 Maret 1966 berfungsi sebagai pemegang jabatan presiden. Pada 4 Maret 1967, Jenderal Soeharto memberikan keterangan pemerintah di hadapan sidang DPRHR mengenai

61

terjadinya penyerahan kekuasaan. Namun, pemerintah tetap berpendirian

bahwa sidang MPRS perlu dilaksanakan agar penyerahan kekuasaan tetap

konstitusional. Karena itu, diadakanlah Sidang Istimewa MPRS pada

tanggal 7-12 Maret 1967 di Jakarta, yang akhirnya secara resmi

mengangkat Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia hingga

terpilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.

Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun 1998 dapat

dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian digantikan

"Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada masa Orde Baru

di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat

beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh

karena itu Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era

Pasca Orde Baru".

Meski diliputi oleh kerusuhan etnis dan lepasnya Timor Timur,

transformasi dari Orde Baru ke Era Reformasi berjalan relatif lancar

dibandingkan negara lain seperti Uni Soviet dan Yugoslavia. Hal ini tak

lepas dari peran Habibie yang berhasil meletakkan pondasi baru yang

terbukti lebih kokoh dan kuat menghadapi perubahan zaman.50

50 Wikipedia, Orde Baru, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Analisis Semiotika Film Pengkhianatan G 30 S PKI

Analisis semiotika dalam adegan-adegan film Pengkhianatan G 30 S PKI akan dilakukan menggunakan 2 tahapan. Tahap yang pertama adalah melalui aspek penanda (signifier) dan yang kedua adalah aspek petanda (signified).

Dalam menganalisis penggambaran semiotika bentuk kekerasan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai bentuk propaganda media dalam film ini, peneliti membagi materi analisis ke dalam 2 pokok permasalahan utama, yaitu: (1) adegan-adegan yang memperlihatkan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), terutama pada saat melakukan kudeta kepada pemerintah. (2) adegan-adegan yang memperlihatkan kekuatan orde baru atau seoharto yang menjadi pahlawan dalam mengatasi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)

Adegan-adegan dengan tema yang menggambarkan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI).

1. Penyerbuan terhadap tempat training center Pelajar Islam Indonesia

2. Pemberitaan kekerasan yang dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI)

3. Penyerangan Kepada Brigjen D.N Pandjaitan

4. Penganiayaan di Lubang Buaya

5. Perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis

Indonesia (PKI)

Kekerasan-kekerasan yang ditampilkan dalam film ini sekaligus diikuti

dengan penggambaran bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah

62

63

sekelompok orang yang sangat brutal dalam melakukan aksinya demi mendapatkan apa yang mereka inginkan, sehingga membuat penonton yang melihatnya berkesimpulan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) ini adalah otak dari semua kerusuhan yang terjadi pada masa itu. Berikut ini adalah analisis pada adegan-adegan tersebut.

1. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat

Training Center Pelajar Islam Indonesia

sinopsis:

Film ini diawali dengan adegan yang menggambarkan kebrutalan

yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Adegan dimulai pada

suatu subuh di Desa Kanigoro yang terletak tidak jauh dari Kota Kediri

dimana ketika orang-orang sedang melakukan sholat berjamaah, tiba tiba

ribuan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) menyerbu dan melakukan

pemukulan terhaap jamaah tersebut. selain itu mereka juga merusak dan

menginjak-injak kitab suci Al-Qur’an.

64

PENTANDA (SIGNIFIER) Visualisasi PENANDA Shoot Size Pesan Non- Visualisasi (SIGNIFIED) Verbal Pesan Verbal close up Salah seorang peristiwa Penyerbuan anggota Partai penganiayaan terhadap tempat Komunis ini terjadi pada Training Center Indonesia (PKI) tanggal 13 Pelajar Islam sedang Januari 1965 Indonesia pada mengambil sekitar subuh di waktu solat subuh benda tajam. Desa Kanigoro menunjukan yang terletak bahwa Partai group shoot Para pelajar tidak jauh dari Komunis Training Center Kota Kediri. Indonesia (PKI) sedang sangat cerdas melakukan karena akan ibadah solat sangat mudah utuk subuh melakukan berjamaah. penyerangan disaat para umat islam sedang melakukan ibadah solat subuh. medium shoot Para anggota Ribuan orang Dalam penyerbuan Partai Komunis orang Partai ini para anggota Indonesia (PKI) Komunis Partai Komunis melakukan Indonesia Indonesia (PKI) penyerangan (PKI) tidak segan untuk terhadap jamaah menyerbu menghajar para Training Center tempat jamaah yang baru pelajar Islam Training selesai Indonesia. Center Pelajar melaksanakan Islam ibadah solat subuh Close up Para anggota Indonesia, dan melakukan Partai Komunis kecuali perusakan Indonesia (PKI) melakukan terhadap kitab suci sedang pemukulan Al-Qur’an. melakukan terhadap salah Mereka juga perusakan seorang kyai menggunakan terhadap kitab dan beberapa senjata tajam close up suci Al-Qur,an orang guru, dalam melakukan mereka aksinya. menginjak injak kitab suci Al-Qur’an

65

Adegan ini menampilkan sebuah penyerbuan yang dilakukan

oleh sekelompok anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang

dilakukan di Desa Kanigoro yang terletak tidak jauh dari Kota Kediri.

Penyerbuan ini memperlihatkan betapa anggota Partai Komunis

Indonesia (PKI) sangat kejam karena menyerang para umat islam yang

sedang melakukan ibadah solat subuh. Dan anggota Partai Komunis

Indonesia (PKI) tidak segan menghajar para jamaah yang tidak siap

menerima penyerangan tersebut. kekejaman ini diperlihatkan melalui

adegan pemukulan para jamaah yang baru saja selesai melakukan ibadah

solat subuh.

Dalam melakukan aksinya, Partai Komunis Indonesia (PKI) ini

pun menggunakan senjata tajam untuk menyerang para jamaah yang

sedang melakukan ibadah solat subuh, dan kekejaman mereka

diperparah dengan melakukan perusakan terhadap kitab suci al-qur’an

yang merupakan kitab suci umat islam yang semakin membuat

kebencian terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan gerakan

komunisme pada waktu itu.

2. Analisis Semiotika Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan Yang

Dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI) sinopsis:

Dalam adegan selanjutnya ditampilkan berbagai pemberitaan dari media cetak dengan mengambil shoot ke koran yang memberitakan

66

beberapa kekerasan yang telah dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia

(PKI).

PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA Visualisasi (SIGNIFIED) Shoot Size Pesan Non- Visualisasi Verbal Pesan Verbal Close up Berita di koran Dua hari Judul yang yang berjudul kemudian pada ditampilkan dalam “PKI Bandel tanggal 15 berita ini membuat Terus Bantu Aksi Januari 1965, di para penonton yang Sepihak” suatu desa juga melihatnya mejadi di kediri, ribuan geram karena aksi- orang orang aksi Partai Partai Komunis Komunis Indonesia Indonesia (PKI) (PKI) yang menyerang para menjadi provokator petani sujarno terhadap buruh dengan dalih tani. sengketa sawah. kepala desa yang coba meleraikan da menengahi Tidak luput pula dari pengeroyokan dan penganiyayaan.

Close up Berita di koran pada tahun yang Lalu dilanjutkan yang berjudul sama di dengan “Sabotage Sumatera Utara, pemberitaan bahwa Terhadap teradi aksi Partai Komunis Pelaksanaan sepihak Partai Indonesia (PKI) Reboisasi” Komunis mensabotase Indonesia (PKI) terhadap yang di kenal pelaksanaan sebagai reboisasi, aksi ini Peristiwa juga menambah Bandar Bensi. daftar kebrutalan peristiwa ini Partai Komunis merupakan Indonesia (PKI) sengketa tanah pada masa itu.

67

milik negara Karena ulah Partai dengan kaum Komunis Indonesia tani yang (PKI) ini menggarap menimbulkan secara tidak sah. dampak yang dan sebenarnya buruk terhadap persoalannya sengketa tanah telah yang seharusnya diselesaikan sudah selesai secara baik. menjadi pemicu tetapi kaum tani keributan kembali. kemudian dihasut oleh orang-orang BTI Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk kembali menduduki tanah itu secara sepihak melawan pemerintah.

Close up Berita di koran dalam peristiwa Kemudian dampak yang berjudul “S. ini seorang yang ditimbulkan Soedjono Tewas, petugas soejono adalah tewasnya kepalanja Petjah tewas karena seorang petugas, Ditjangkul” dikeroyok dan berita ini semakin dianiyaya, aksi menambah daftar aksi sepihak hitam kekerasan yang didalangi yang dilakukan Partai Komunis oleh Partai Indonesia (PKI) Komunis Indonesia ini, juga terjadi (PKI). di Indramayu, Boyolali, Klaten dan berbagai tempat lainnya di Indonesia.

Close up Berita di koran sementara itu Lalu adanya berita yang berjudul sebenarnya, yang membuat “PENGHINAAN pada bulan kejahatan Partai THD. Desember 1964 Komunis Indonesia PEMERINTAH terungkap (PKI) semakin JG SAH” tentang adanya lengkap dengan dukungan terungkapnya

68

perebutan dukungan kekuasaan yang perebutan akan dilakukan kekuasaan. Berita oleh Partai ini sekaligus Komunis menjadi titik terang Indonesia (PKI), terhadap aksi yang namun oleh tidak diakui oleh Partai Komunis Partai Komunis Indonesia (PKI) Indonesia (PKI). dikatakan dokumen itu adalah palsu dan malah menuduh balik pembawa fitnah itu sengaja disebarkan oleh lawan politiknya yaitu partai murba yang terobsikis dalam hal ini Khairul Saleh dan Soekarni.

Adegan ini menampilkan beberapa pemberitaan tentang kekerasan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), dalam adegan ini menampilkan beberapa judul pemberitaan yang menunjukan betapa jahatnya para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa itu.

Dalam adegan ini menggambarkan bahwa peristiwa kekerasan atas ulah para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah mulai diberitakan secara nasional karena berita ini menjadi berita penting pada masa itu.

Dengan adanya beberapa berita buruk yang ditampilkan pada adegan ini membuat pembukaan dalam film Pengkhianatan G 30 S PKI ini menjadi pelengkap fakta-fakta yang menunjukan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI), sehingga para penonton semakin

69

percaya bahwa pada masa itu memang benar terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)

3. Analisis Semiotika Pada Adegan Penyerangan Kepada Brigjen D.N

Pandjaitan

Sinopsis:

Adegan yang sangat dramatis ditampilkan ketika para pasukan yang menculik Brigjen D.N. Pandjaitan. Dalam adegan ini ditampilkan saat para penculik mendobrak rumah Brigjen D.N. Pandjaitan, mereka menembak dua orang keponakan Brigjen D.N. Pandjaitan. Brigjen D.N. Pandjaitan yang sedang tertidur lelap pada saat itu, terbangun oleh serangan di rumahnya. Secara spontan dia mengambil senapannya untuk melawan namun sayang senjatanya rusak, lalu dia pun menyerah. Lalu dia mengenakan seragamnya dengan tenang dan melangkah keluar rumah.

Ketika Brigjen D.N. Pandjaitan sedang berdoa di teras rumahnya, sebuah peluru ditembakakan ke kepalanya dan diikuti rentetan tembakan yang menembus tubuhnya hingga dia tersungkur dan dibawa oleh para penculik.

Lalu sang anak perempuannya berlari sambil berteriak ke arah tumpahan darah Brigjen D.N. Pandjaitan dan menangis histeris sambil mengusap mukanya dengan darah tersebut.

70

PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA Visualisasi (SIGNIFIED) Shoot Size Pesan Non- Visualisasi Verbal Pesan Verbal Grup Shoot Para anggota Anggo Suasana penculik sedang ta penculik: penculikan di memanggil segera turun rumah Brigjen Brigjen D.N. jenderal, lekas D.N. Pandjaitan Pandjaitan. !! atau saya yang menunjukan Pemimpin ledakan rumah bahwa para pasukan sedang ini !! penculik memanggil saya melakukan Close Up sekali lagi peringatkan penculikan dengan Brigjen D.N. sekali lagi kekerasan dan Pandjaitan jenderal !! ketidaksabaran. dengan nada mengancam.

Close Up Para pasukan suara pecahan Mereka penculik gelas yang menembaki isi menembaki gelas ditembaki. rumah agar Brigjen agar Brigjen D.N. Pandjaitan D.N. Pandjaitan segera turun dari segera turun. kamarnya yang berada di lantai dua.

Long Shoot Brigjen D.N. Anggota Brigjen D.N. Pandjaitan yang penculik: Pandjaitan sudah turun lalu ayo cepat melakukan doa berdoa di depan jenderal kita sejenak sebelum teras. habis waktu !! berangkat ketempat Seorang pasukan penculikan. yang tidak sabar Namun pasukan Medium Shoot menunggu penculik yang tidak Brigjen D.N. sabar dengan Pandjaitan sengaja kemudian menembaki menembak ke Brigjen D.N. arah D.N. Pandjaitan hingga Pandjaitan. ia tersungkur Brigjen D.N. bersimbah darah. Pandjaitan yang tertembak lalu

71

Medium Shoot tersungkur bersimbah darah

Long Shoot Anak Anak D.N. Dengan berlari perempuannya Pandjaitan: kencang sambil berlari tak kuasa Papiiiiiiiii...... berteriak , anak menahan tangis perempuan Brigjen menuju lokasi D.N. Pandjaitan penembakan. mendatangi tempat Lalu ia tertembaknya sang Close Up memegang darah ayah yang hanya sisa penembakan dipenuhi sisa-sisa tersebut. darah dan sambil menagis kemudian sambil histeris menangis histeris mengusapkan ia mengambil darah Brigjen darah itu lalu Close Up D.N. Pandjaitan mengoleskannya ke mukanya ke bagian mukanya.

Kejahatan kembali digambarkan dalam adegan ini pada saat terjadi

penculikan terhadap Brigjen D.N. Pandjaitan di kediamannya, dalam adegan

ini digambarkan bahwa para penculik memiliki watak tidak sabar dan

kejam. Mereka yang tidak sabar menunggu Brigjen D.N. Pandjaitan sedang

berdoa malah langsung menembakinya tanpa kompromi, hal ini

memunculkan respon yang sangat emosional bagi para penonton karena

tidak adanya belas kasihan dan rasa hormat sama sekali dari penculikan

72

Brigjen D.N. Pandjaitan yang tidak diberikan waktu walaupun hanya untuk sekedar berdoa kepada Tuhannya.

Adegan ini kemudian lebih didramatisir lagi dengan penggambaran anak perempuannya yang menjerit sambil berlari keluar rumah hanya untuk menemukan genangan darah ayahnya. Seketika ia mengambil darah tersebut dengan kedua tangannya dan menyapukannya ke wajahnya sendiri sambil menjerit histeris.

4. Analisis Semiotika Pada Adegan Penganiayaan di Lubang Buaya

Sinopsis:

Para Jenderal yang dibawa ke Lubang Buaya kemudian mengalami

penyiksaan yang dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia

(PKI). Penyiksaan ini sangat kejam dan tidak berperikemanusiaan yang

membuat para jenderal sangat tersiksa dan bahkan sampai meninggal

dunia. Silet dan benda tajam lainnya digunakan untuk menyiksa para

jenderal agar mau meneken surat pernyataan yang diberikan oleh

anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Para jenderal yang sudah

meninggal karena penyiksaan ini kemudian diseret ke Lubang Buaya

dan dimasukkan ke dalamnya.

73

PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA Visualisasi (SIGNIFIED) Shoot Size Pesan Non- Visualisasi Verbal Pesan Verbal Close Up Salah seorang Penyiksaan di anggota Lubang Buaya mengambil silet dengan menggunakan senjata tajam seperti silet dan pisau membuat Medium Shoot Menggoreskan Anggota para jenderal silet ke muka Gerwani: semakin tersiksa, salah satu Penderitaan itu sayatan dan Jenderal pedih jenderal, tusukan yang pedih dilakukan oleh para sekarang coba anggota Partai rasakan sayatan Komunis Indonesia Group Shoot Para anggota silet ini (PKI) ini adalah Partai Komunis juga pedih tapi hal yang sangat Indonesia (PKI) tidak sepedih kejam dan sangat menyiksa salah penderitaan brutal. satu jenderal rakyat. belum juga mau bicara, ayo bicara!!

Medium Shoot Salah seorang Anggota PKI: Bahkan mereka sedang anggota siksaan neraka menyebut bahwa Partai Komunis ini belum penyiksaan itu Indonesia (PKI) dimulai jenderal bagaikan siksaan di berkomunikasi kecuali jenderal neraka yang mana dengan jenderal. mau menuruti pasti akan sangat apa kata saya. pedih dan sakit Bukan main seperti di neraka. Medium Shoot Wajah jenderal wanginya Sampai muka para yang sedang minyak wangi jenderal sudah disiksa jenderal begitu penuh dengan luka harum sehingga dan darah yang mengalahkan menandakan bau amis darah bahwa mereka sendiri. tidak segan untuk Mana nasution? menganiaya tanpa manaa? jawab belas kasih. ayo jawab masih terus bungkam?

74

Medium Shoot Penyiksaan bungkam? dengan mengikat Bicara !! ditiang lalu dipukul dengan gagang senjata api. Mematikan api Close Up rokok ke tangan Lenan Tendean.

Close Up Menusuk bagian belakang badan jenderal dengan senjata tajam.

Medium Shoot Lalu melakukan Anggota PKI: penginjakan saya bisa injek terhadap salah sampe mampus satu jenderal. jenderal.

Medium Shoot Para anggota Anggota PKI: Partai Komunis saya pemahat Indonesia (PKI) jenderal, sedang menakut- sekarang saya nakuti akan akan memahat memahat muka muka jenderal jenderal

Long Shoot Memasukkan Dengan sadis para jenderal penganiayaan ini yang telah tewas pun diakhiri ke Lubang Buaya dengan dimasukannya para jasad jenderal ke dalam Lubang Buaya dengan cara menyeret jasad tesebut hingga

75

sampai ke Lung buaya dan memasukannya sepeti memasukan bangkai binatang ke dalam lubang.

Adegan penganiayaan di Lubang Buaya adalah adegan dengan penganiayaan paling sadis, dimana tidak ada sensor terhadap penyayatan, penusukan dan pemukulan yang dilakukan anggota Partai Komunis

Indonesia (PKI) kepada para jenderal yang mereka culik. Hal ini menimbulkan respon yang sangat negatif dan akan selalu diingat dalam benak masyarakat.

Adegan ini menandakan tiada lagi belas kasihan dan rasa hormat terhadap para jenderal yang menjadi tawanan anggota Partai Komunis

Indonesia (PKI). Darah bercucuran dan perlakuan seperti binatang yang ditampilkan dalam adegan ini akan berdampak pada kesan negatif yang sulit untuk dimaafkan karena masyarakat sebagai penonton akan menganggap bahwa kejadian kejam dalam adegan-adegan di film ini adalah kisah nyata yang sama seperti kejadian sebenarnya. Apalagi para penonton yang belum lahir atau tidak menyaksikan langsung ketika kejadian itu terjadi.

Pada akhirnya hal ini semakin menyudutkan Partai Komunis

Indonesia (PKI) sebagai satu-satunya pihak yang bersalah dalam rencana pemberontakan yang terjadi pada masa itu.

76

5. Analisis Semiotika Pada Adegan Perampasan Radio Republik

Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)

Sinopsis:

Setelah penganiayaan di Lubang Buaya, para pasukan Partai

Komunis Indonesia (PKI) bergegas menuju Radio Republik Indonesia

(RRI) untuk segera mendudukinya dan menyiarkan bahwa Letnan

Kolonel Untung telah menyelamatkan presiden Soekarno dari rencana

KUP Dewan Jenderal.

PETANDA (SIGNIFIER) Visualisasi PENANDA Shoot Size Pesan Non- Visualisasi (SIGNIFIED) Verbal Pesan Verbal

77

Close Up Shoot pada logo Letnan Kolonel Para angkatan Radio Republik Untung bersenjata dari Indonesia (RRI). menyelamatkan pasukan Partai Presiden Komunis Indonesia Soekarno dari (PKI) telah KUP Dewan menduduki gedung Jenderal. Radio Republik Medium Shoot Para angkatan pada hari kamis Indonesia (RRI) bersenjata dari tanggal 30 dengan maksud pasukan Partai September 1965 untuk menyiarkan Komunis di Ibukota bahwa Letnan Indonesia (PKI) Republik Kolonel Untung telah bersiaga di Indonesia, menyelamatkan depan gedung Jakarta telah Presiden Soekarno Radio Republik terjadi gerakan dari KUP Dewan Indonesia (RRI). militer dalam Jenderal. Group Shoot Pasukan Partai angkatan darat Tujuan utama Komunis dengan dibantu perampasan Radio Indonesia (PKI) oleh pasukan- Republik Indonesia telah memasuki pasukan dari (RRI) ini agar gedung Radio angkatan- rakyat ahu bahwa Republik angkatan yang dilakukan Indonesia (RRI). bersenjata oleh Partai lainnya. Komunis Indonesia (PKI) adalah benar.

Two Shoot Salah serang Dengan dijaga anggota pasukan ketat oleh salah Partai Komunis satu anggota Indonesia (PKI) pasukan Partai sedang Komunis Indonesia mengawasi (PKI) dari ruang jalannya siaran siaran maupun Long Shoot Anggota pasukan diluar ruang siaran, Partai Komunis penyiar Radio Indonesia (PKI) Republik Indonesia berjaga di luar (RRI) dengan raut ruang siaran muka terpaksa Radio Republik menyiarkan apa Indonesia (RRI). yang diminta oleh Close Up Tampak wajah para pasukan Partai penyiar Radio Komunis Indonesia Republik (RRI). Indonesia (RRI).

78

Adegan perampasan Radio Republik Indonesia (RRI) oleh pasukan bersenjata Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menjadi penutup kekerasan yang dilakukan oleh pasukan bersenjata Partai Komunis Indonesia (PKI).

Perampasan ini menjadi suatu cara untuk membalikan fakta bahwa apa yang telah mereka lakukan dengan menculik para jenderal itu tidak bersalah dimata masyarakat.

Mereka pun memaksa penyiar yang sedang siaran di Radio Republik

Indonesia (RRI) pada waktu itu menyiarkan bahwa Letnan Kolonel Untung telah menyelamatkan Presiden Soekarno dari rencana KUP Dewan Jenderal.

Hal ini membuat citra mereka menjadi baik dimata masyarakat.

79

Analisis yang kedua adalah pada adegan-adegan yang memperlihatkan kekuatan orde baru atau seoharto yang menjadi pahlawan dalam mengatasi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam adegan ini ditampilkan peran Soeharto dalam menumpas kejahatan seperti seorang pahlawan yang membuat gerakan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia

(PKI) ini berakhir dan dimusnahkan. Adegan-adegan tersebut antara lain:

1. Soeharto Memberitahukan Bahwa Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal

2. Seoharto Memerintahkan Untuk Mengambil Alih RRI Dan TELKOM

Yang Dirampas Oleh PKI

3. Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para

Korban

Penggambaran kepahlawanan pihak Soeharto dan para pasukannya dalam menumpas kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) diperlihatkan sebagai sebuah bentuk hal yang sangat berjasa karena telah menyelamatkan bangsa dari tangan-tangan jahat komunis. Berikut adalah hasil analisis dari pada adegan-adegan tersebut.

1. Analisis Semiotika Pada Adegan Soeharto Memberitahukan Bahwa

Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal

Sinopsis:

Adegan ini menandai kemunculan Soeharto, dimana ia baru muncul

pada bagian akhir film ini. Awal kemunculannya langsung memperlihatkan

bahwa ia menyadari bahwa gerakan Untung didalangi oleh Partai Komunisa

Indonesia (PKI).

80

PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA Visualisasi (SIGNIFIED) Shoot Size Pesan Non- Visualisasi Verbal Pesan Verbal Two Shoot Dua anggota Soeharto: Pemanggilan pasukan masuk silahkan anggota TNI ini keruangan duduk sekaligus Soeharto memperlihatkan bahwa Soeharto memegang peranan penting dimana ia Medium Shoot tahu bahwa Mereka Soeharto: sebenarnya ada dipersilahkan apa tugas kamu? ulah Partai duduk oleh Komunis Indonesia Soeharto (PKI) dalam penculikan terhadap para Medium Shoot Mereka sedang Anggota TNI: jenderal. Dan berbincang tugas kami pernyataan dengan Soeharto mengamankan Soeharto yang presiden pak memberitahukan kami diberitahu akan menghadapi akan ada KUP pasukan dari Dewan pemberontak dan Medium Close Up Dengan muka Jenderal menyuruh pasukan serius lain agar ikut menjelaskan bergabung tentang kup ke menandakan Soeharto bahwa peran Soeharto sangat besar karena ia yang menjadi pemimpin dalam Medium Close Up Soeharto sedang Soeharto: pemberantasan menjelaskan itu semua tidak pemberontakan ini. bahwa Presiden betul, kamu Dan ketegasan Soekarno tidak tahu bahwa Soeharto yang ada di Istana. presiden digambarkan Dan menyuruh soekarno saat dalam adegan ini kepada seluruh ini tidak berada menandakan anggota kesatuan di istana. coba bahwa ia sangat supaya segera kamu cek serius untuk kembali ke sendiri ke menyelamatkan kostrad istana. dan bangsa ini dari

81

kamu juga harus tangan-tangan tahu bahwa komunis. gerakan untung ini pasti didalangi PKI. saya kenal betul mereka dan cara cara mereka, gerakan mereka merupakan pemberontakan, jadi saya memutusken untuk menghadapinya sampaiken hal ini kepada seluruh anggota kesatuan supaya segera kembali ke kostrad. dan juga sampaiken hal ini ke komandan batalyon, saya beri batas waktu hingga jam 6 sore. kalau sampai jam 6 sore nanti belum juga kembali ke kostrad, berarti kamu dan pasukanmu sudah berhadapan dengan pasukan saya

Dalam adegan ini menggambarkan sosok Soeharto yang sangat berjiwa pemimpin, ia meminta kepada pasukan lain agar segera memberantas kudeta yang dilakukan oleh Untung cs yang menurutnya didalangi oleh Partai Komunis Indoneisa (PKI).

82

Selain itu kehadirannya bagian akhir setelah penyerangan dan langsung mucul dengan karakter yang ingin menumpas pemberontakan yang terjadi mencerminkan bahwa ia seperti pahlawan yang datang untuk menyelamatkan bangsa ini dari tangan komunis.

2. Analisis Semiotika Pada Adegan Seoharto Memerintahkan Untuk

Mengambil Alih RRI Dan TELKOM Yang Dirampas Oleh PKI

Sinopsis:

Pada saat Soeharto memanggil Kolonel Sarwo Edi, ia

memerintahkan agar segera merebut kembali Radio Republik Indonesia

(RRI) dan TELKOM yang digunakan sebagai corong Partai Komunis

Indonesia (PKI) untuk memuluskan gerakannya.

83

PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA Visualisasi (SIGNIFIED) Shoot Size Pesan Non- Visualisasi Verbal Pesan Verbal

Long Shoot Kolonel Sarwo Soeharto: Kata-kata yang Edi menghadap kolonel Sarwo menyatakan bahwa Soeharto Edi sudah tau Soeharto terpanggil apa yang untuk menghadapi terjadi? gerakan kolonel Sarwo pengkhianatan ini Edi: dan Sudah pak. memerintahkan kami sudah kolonel Sarwo Edi mendengar untuk segera siaran untung merebut kembali jam 7 tadi. Radio Republik Indonesia (RRI) Medium Close Up Soeharto Dibalik untung dan TELKOM ini memberi pasti PKI, menujukan kalau penjelasan dan rupanya sejarah Soeharto adalah sekaligus sedang mereka pemimpin yang perintah kepada ulang, kita menggerkan Sarwo Edi terpanggil untuk penumpasan dari sambil berdiri menghadapi gerakan kup gerakan tersebut. pengkhianatan ini saya perintahken kolonel segera merebut kembali RRI dan telkom yang saat ini mereka kuasai corong mereka harus segera dibungkem

Medium Close Up Kolonel Sarwo kolonel Sarwo Edi menerima Edi: perintah dari siap segera kami Soeharto laksanakan !

84

Kepemiminan Soeharto dalam memerangi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini sangat ditonjolkan dalam adegan ini, dai pun sudah tidak sungkan lagi memerintahkan anggota TNI agar segera merebut kembali Radio Republik Indonesia (RRI) dan TELKOM yang telah jatuh ketangan Partai Komunis Indonesia PKI). Hal ini semakin mempertegas bahwa Soeharto lah yang menjadi penggerak tunggal dalam menyelamatkan bangsa ini dari tangan komunis. Dan disini dia sudah sepeti mempunyai kuasa yang sangat besar seperti Presiden.

3. Analisis Semiotika Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh

Soeharto Atas Ditemukannya Jasad Para Korban

Sinopsis:

Setelah perebutan kembali Radio Republik Indonesia (RRI) dan

TELKOM, pasukan dari TNI menyusuri daerah Lubang Buaya untuk

mencari jasad para Jenderal yang hilang. Akhirnya dengan usaha yang

gigih mereka menemukan para jasad Jenderal tersebut di dalam sumur

tua. Pengangkatan jasad pun dilakukan dengan didampingi oleh

Soeharto langsung. Dan ktika semua jasad telah diangkat, ia pun

memberikan pidato ucapan terima kasih atas semua bantuan yang telah

diberikan oleh satuan dan rakyat dalam upaya pengangkatan jasad para

Jenderal hingga semua jasad ditemukan.

85

PETANDA (SIGNIFIER) PENANDA Visualisasi (SIGNIFIED) Shoot Size Pesan Non- Visualisasi Verbal Pesan Verbal

Medium Long Shoot Soeharto sedang Soeharto: Adegan ini menjadi berpidato dari saya sangat pelengkap bahwa jarak sedang berterima kasih peran Soeharto bahwa akhirnya dalam mengusut tuhan ksus kudeta ini memberikan sangat vital. Dan petunjuk yang dia pun terang jelas menyampaikan Long Shoot Soeharto sedang kepada kita kepada masyarakat berpidato dari sekalian bahwa luas dengan jarak jauh setiap tindakan pidatonya yang yang tidak jujur menandakan setiap tindakan bahwa dia sangat yang tidak baik mengapresiasi pasti akan semua kerja keras terbongkar yang dilakukan Medium Shoot Jasad salah satu dan saya semua kesatuan jenderal yang berterima kasih dan rakyat dalam teelah disamukan kepada satuan pencarian terhadap ke peti mati satuan para jenderal yang khususnya dari diculik. Adegan ini Resimen Palako pun diakhiri dan Anggota- dengan ucapan Anggota Kakao terima kasih. Medium Long Shoot Jasad-jasad para dan satuan Jenderal yang satuan lainnya sudah dimsukan serta rakyat ke dalam peti yang telah mati yang siap membantu untuk di bawa menemuken dengan ambulan bukti ini dan turut serta mengangkat Close Up Peti mati berisi jenasah ini jasad Jenderal hingga jumlah dimasukan ke dari pada dalam ambulan korban seluruhnya dapat kami temuken sekianlah yang Ambulan pun perlu kami pergi jelasken pada

86

Medium Shoot meninggalkan sodara sodara lokasi Lubang sekalian Buaya. terimakasih.

Adegan ini menjadi puncak dari semua upaya yang dilakukan oleh

Soeharto dan pasukannya. Dalam adegan ini Soeharto digambarkan sebagai

sosok yang sangat mengapresiasi semua upaya yang telah dilakukan oleh

kesatuan dan rakyat dalam mencari jasad para Jenderal yang hilang.

Ucapan terima kasih nya menandakan bahwa ia senang dengan

ditemukannya semua jasad para Jenderal dan mengakhiri gerakan kudeta

yang dilakukan oleh pihak Partai Komunis Indonesia (PKI).

87

B. Analisis Propaganda Film Pengkhianatan G 30 S PKI

Analisis propaganda yang pertama yaitu pada adegan-adegan dengan tema yang menggambarkan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok dan simpatisan Partai

Komunis Indonesia (PKI), yaitu:

1. Analisis Propaganda Pada Adegan Penyerbuan Terhadap Tempat

Training Center Pelajar Islam Indonesia

Dalam adegan ini teknik propaganda yang digunakan adalah teknik Name

Calling (penjulukan). Dalam teknik ini propagandis memberikan label buruk

kepada yang ingin dituju dalam hal ini media yang mempropagandakan bahwa

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah kejam dan cerdas dalam melaksanakan

aksinya.

Dalam adegan ini diawali ketika para anggota Partai Komunis Indonesia

(PKI) melakukan penyerangan pada waktu umat muslim sedang melaksanakan

ibadah Solat Subuh dan melakukan perusakan terhadap kitab suci Al-Qur’an.

Begitu terkena terpaan propaganda ini, target propaganda dalam hal ini

masyarakat sebagai penonton film ini akan menolak atau mengutuk Partai

Komunis Indonesia (PKI) tanpa harus melihat fakta-fakta dan bukti-bukti lagi,

dikarenakan dengan mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam

membuat adegan ini sangat berpengaruh terhadap pandangan masyarakat

Indonesia khususnya yang beragama Islam terhadap gerakan komunis yang

sangat radikal dan merupakan musuh bagi agama Islam itu sendiri.

Dalam adegan penyerbuan terhadap tempat training center pelajar Islam

Indonesia ini terdapat bentuk kekerasan terbuka yang ditampilkan dalam bentuk

pemukulan, pengeroyokan baik dengan tangan hampa maupun dengan senjata

88

tajam. Hal ini menunjukan bahwa dalam adegan ini menampilkan sosok Partai

Komunis Indonesia (PKI) yang tidak mengenal ampun dalam melakukan aksinya. Mereka tidak segan memukuli dan menghabisi para musuh mereka baik dengan tangan kosong maupun dengan menggunakan senjata tajam yang semakin memperkuat kebencian para masyarakat khususnya umat Islam yang menonton film ini dan melihat para saudaranya dikeroyok oleh anggota Partai

Komunis Indonesia (PKI).

2. Analisis Propaganda Pada Adegan Pemberitaan Kekerasan Yang

Dilakukan Partai Komunis Indonesia (PKI)

Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik

Testimony (kesaksian). Dalam penerapan teknik propagandis biasanya menggunakan pribadi atau lembaga yang dapat dipercaya untuk mendukung atau mengkritik sebuah gagasan atau kesatuan politik.

Dalam adegan ini menampilkan beberapa surat kabar yang memperlihatkan kekejaman anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) di berbagai daerah di tanah air. Adegan yang menjadi pelengkap setelah adegan pengeroyokan terhadap pelajar Islam Indonesia ini seakan memberikan penguatan terhadap adegan tersebut dengan berbagai berita yang ditampilkan. Pemberitaan ini pun akan membuat dampak negatif terhadap citra Partai Komunis Indonesia (PKI), dimana kekejaman yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) bukan hanya sebatas kepada umat muslim saja melainkan kepada seluruh rakyat

Indonesia yang membuat semua rakyat indonesia ikut membenci para anggota

Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemberitaan ini pun sudah menyebar luas

89

keseluruh negeri, dan dengan banyaknya pemberitaan tersebut yang membuat para masyarakat yang menjadi penonton semakin percaya dengan adanya bukti- bukti pemberitaan yang sah dari beberapa media cetak pada saat itu.

Dalam adegan ini pun diselipkan adegan kekerasan terbuka dengan menampilkan pemberontakan yang terjadi di Madiun pada tahun 1948 yang kemudian semakin mempertegas pemberitaan tersebut dengan adanya bukti kekerasan yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Kekerasan yang ditampilkan dalam adegan ini menjadi pelengkap dengan berbagai berita yang ditampilkan seakan ingin membuat kesan bahwa berita ini tidak dibuat- buat dan memang benar adanya yang kembali memperkuat adegan tersebut dan membuat persepsi masyarakat yang menjadi penonton semakin percaya bahwa gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) ini sudah tidak bisa dimaafkan.

3. Analisis Propaganda Pada Adegan Penyerangan kepada Brigjen D.N

Pandjaitan

Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik Fear

Arousing (membangkitkan ketakutan). Teknik ini adalah sebuah cara untuk mendapatkan dukungan dari target massa agar semakin membenci gerakan gerakan komunis dengan menimbulkan emosi negatif.

Dalam adegan ini memperlihatkan pembunukan D.N. Pandjaitan yang dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam penculikan di rumahnya. Adegan yang membangkitkan ketakutan ialah ketika para anggota

Partai Komunis Indonesia (PKI) diperlihatkan sebagai sosok yag sangat tidak sabar dan kasar. Puncaknya ialah ketika D.N. Pandjaitan sudah bersedia untuk

90

ikut dengan pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) namun ketika sudah keluar rumah D.N. Pandjaitan berdoa sejenak sebelum meninggalkan rumahnya, lalu para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) menunjukan sikap ketidaksabarannya dan langsung menghabisi nyawa D.N. Pandjaitan dengan tembakan. Kemudian hal ini diperparah dengan adegan anak perempuan D.N.

Pandjaitan yang berlari sambil menangis histeris menghampiri lokasi penembakan sambil mengambil sisa-sisa darah D.N. Pandjaitan dan mengoleskannya ke mukanya.

Dalam adegan ini menimbulkan kekerasan terbuka yaitu melakukan penembakan secara langsung dan memeperlihatkan darah segar akibat tertembaknya D.N. Pandjaitan yang langsung meninggal di lokasi kejadian. Hal ini membuat rasa benci dalam benak masyarakat sebagai penonton dan membuat persepsi bahwa kekerasan yang dilakukan oleh para anggota Partai

Komunis Indonesia (PKI) sudah keterlaluan dan sudah tidak bisa dimaafkan karena sudah berani membunuh dalam setiap aksinya.

4. Analisis Propaganda Pada Adegan Penganiayaan di Lubang Buaya

Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik Fear

Arousing (membangkitkan ketakutan). Teknik ini adalah sebuah cara untuk mendapatkan dukungan dari target massa agar semakin membenci gerakan gerakan komunis dengan menimbulkan emosi negatif dalam hal ini melihat kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan oleh para anggota Partai Komunis

Indonesia dalam menyiksa para Jenderal di Lubang Buaya hingga meninggal dunia. Dalam adegan penganiayaan di Lubang Buaya ini memperlihatkan

91

sebuah kekejaman yang sangat tidak bisa dimaafkan, dikarenakan penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh anggota Partai Komunis Indinesia (PKI) sangat melewati batas, selain itu setelah melakukan penganiayaan tersebut, para jenderal kemudian dimasukan ke dalam sumur tua di Lubang Buaya dan dikubur di dalamnya secara bersamaan yang membuat penganiayaan ini semakin membuat para penonton murka. Dalam adegan ini menampilkan kekerasan terbuka yaitu pemukukan, penganiayaan dan penyiksaan yang membuat para penonton akan terpacing emosinya karena melihat kekejaman tersebut.

5. Analisis Propaganda Pada Adegan Perampasan Radio Republik

Indonesia (RRI) oleh Partai Komunis Indonesia (PKI)

Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik Fear

Arousing (membangkitkan ketakutan). Teknik ini adalah sebuah cara untuk mendapatkan dukungan dari target massa agar semakin membenci gerakan gerakan komunis dengan menimbulkan emosi negatif.

Dalam adegan ini memperlihatkan ketika para anggota Partai Komunis

Indonesia (PKI) berupaya pendudukan Radio Republik Indonesia (RRI) dan

TELKOM. Setelah mereka menguasai tempat tersebut, kemudian mereka menyebarkan berita palsu yang disiarkan oleh Radio Republik Indonesia (RRI) melalui penyiar yang memberitakan kepada masyarakat Indonesia bahwa telah ada KUP dari Dewan Jenderal. Adegan ini pun menimbulkan kesan negatif bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan cara kotor dengan

92

menyampaikan berita palsu kepada seluruh rakyat yang semakin mempertegas watak negatif para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam melancarkan aksi kudeta yang dilakukannya.

Dalam adegan ini terdapat kekerasan terbuka yaitu ketika melakukan penyerbuan terhadap Radio Republik Indonesia (RRI), para anggota Partai

Komunis Indonesia (PKI) menggunakan senjata tajam dan senjata api demi menaklukan tempat yang sangat strategis pada wakti itu. kemudian ditambah dengan adanya adegan penodongan senjata di kepala penyiar yang sedang melakukan penyiaran agar mau memberitakan berita yang dipesan oleh Partai

Komunis Indonesia (PKI) ini membuat aksi ini semakin menakutkan, karena jika tidak mau mengikuti arahan dari para anggota Partai Komunis Indonesia

(PKI) maka si penyiar tidak segan akan dibunuh.

93

Analisis propaganda yang kedua adalah pada adegan-adegan dengan tema yang memperlihatkan kekuatan orde baru atau seoharto yang menjadi pahlawan dalam mengatasi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam

adegan ini ditampilkan peran Soeharto dalam menumpas kejahatan seperti seorang pahlawan yang membuat gerakan kudeta yang dilakukan oleh Partai

Komunis Indonesia (PKI) ini berakhir dan dimusnahkan.

1. Analisis Propaganda Pada Adegan Soeharto Memberitahukan Bahwa

Tidak Ada Gerakan Dewan Jenderal

Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik

Glittering Generality (kemilau generalitas), yaitu berupaya untuk

membangkitkan emosi, semangat, dan gairah khalayak atau massa dengan kata-

kata yang mengandung spirit.

Dalam adegan ini Soeharto dengan tegas dan lantang layaknya seorang

pemimpin menjelaskan bahwa tidak ada gerakan Dewan Jenderal yang selama

ini diisukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai alasan

melakukan setiap aksinya, hal ini membuat nama angkatan darat menjadi bersih

dari tuduhan tersebut. Selain itu dalam adegan ini menampilkan citra baik

bahwa Soeharto sebagai sosok tegas dan berjiwa pemimpin yang akan

memerangi kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Dengan adanya adegan ini membuat para masyarakat yang menjadi penonton

menganggap bahwa sosok Soeharto lah yang menjadi pahlawan di dalam

gerakan ini untuk menumpas para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI)

yang menggila. Sosok kepemimpinannya dalam adegan ini membuat

masyarakat yakin bahwa Soeharto lah pemimpin sebenarya bukan seorang

94

Presiden Soekarno karena dalam adegan ini tidak dimunculkan sama sekali sosok Presiden Soekarno

2. Analisis Propaganda Pada Adegan Seoharto Memerintahkan Untuk

Mengambil Alih RRI Dan TELKOM Yang Dirampas Oleh PKI

Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik

Glittering Generality (kemilau generalitas), yaitu berupaya untuk membangkitkan emosi, semangat, dan gairah khalayak atau massa dengan kata- kata yang mengandung spirit.

Dalam adegan ini Soeharto meminta para pasukan untuk merebut kembali

Radio Republik Indonesia (RRI) dan TELKOM yang saat itu sedang dikuasai oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam adegan ini memperlihatkan sosok Soeharto lagi-lagi seperti menjadi sosok pahlawan dengan memerintahkan kesatuannya untuk segera mengambil alih kembali

Telkom dan Radio Republik Indonesia (RRI) dari penguasaan Partai Komunis

Indonesia (PKI). Atas perintah Soeharto lah gerakan kudeta yang dilakukan oleh para angota Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk mengambil alih Radio

Repubik Indonesia (RRI) dan TELKOM bisa dihentikan. Adegan ini semakin memperkuat persepsi masyarakat yang menonton film ini, karena masyarakat diperlihatkan adegan yang membuat mereka lega dengan hadirnya sosok

Soeharto sebagai pahlawan yang menghentikan peristiwa tragis yang hampir saja membuat negara ini menajdi negara komunis. Harapan mulai muncul dan dengan adanya adegan ini memuat penawar dari adegan awal yang sangat menyakitkan untuk dilihat.

95

3. Analisis Propaganda Pada Adegan Ucapan Terimakasih Oleh Soeharto

Atas Ditemukannya Jasad Para Korban

Dalam adegan ini teknik propaganda yang dilakukan adalah teknik

Glittering Generality (kemilau generalitas), yaitu berupaya untuk membangkitkan emosi, semangat, dan gairah khalayak atau massa dengan kata- kata yang mengandung spirit.

Dalam adegan ini Soeharto mengucapkan terimakasih kepada tuhan, kesatuan dan rakyat yang telah membantu pencarian dan penggalian jasad para

Jenderal yang terkubur di Lubang Buaya. Hal ini membuat haru dan sekaligus mengakhiri peristiwa kejam dari pemberontakan yang dilakukan oleh Partai

Komunis Indonesia (PKI). Adegan ini menjadi adegan puncak yang memperlihatkan kebaikan, kepemimpinan dan kepahlawanan sosok Soeharto dalam film ini. Masyarakat yang melihat sebagai penonton akan merasa sangat bangga dengan kehadiran Soeharto sebagai pahlawan yang menumpas gerakan kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Penonton merasa senang dan bersemangat ketika film ini berakhir karena semua kudeta yang dilakukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) telah berakhir dan para jasad jenderal yang dikubur di Lubang Buaya telah ditemukan dan dimakamkan di tempat yang layak.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari temuan dan hasil analisis data pada film

Pengkhianatan G 30 S PKI, adalah sebagai berikut:

Tanda kekerasan yang ditampilkan dalam film ini menggambarkan sifat kebrutalan dan kekejaman dalam proses kudeta yang dilakukan oleh Partai

Komunis Indonesia (PKI). Berbagai adegan-adegan yang menandakan kekerasan dalam film ini membuat rasa kebencian itu timbul dibenak para penonton dan upaya penumpasan gerakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Soeharto dan pasukannya membuat sebaliknya, yaitu para penonton bangga dan senang karena telah hadir sosok pahlawan yang menumpas semua kekerasan yang dilakukan dalam pemberontakan yang menewaskan para Jenderal elit di Angkatan Darat.

Kekerasan yang ditampilkan didalam adegan yang menjadi fokus penelitian ini adalah kekerasan terbuka, dimana banyak adegan pemukulan, pengeroyokan, penganiayaan hingga pembunuhan secara terang-terangan yang dilakukan oleh para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) ketika melakukan pemberontakan, khususnya pada saat melakukan adegan penculikan terhadap para Jenderal dan pengasingan di daerah Lubang Buaya.

Propaganda dalam penelitian ini adalah bentuk kekerasan terbuka yang ditayangkan dalam film ini, dimana dalam film ini banyak menampilkan adegan- adegan kekerasan terbuka yang sangat kejam dengan banyak menampilkan

96

97

penyiksaan dan penganiayaan tanpa sensor yang dilakukan oleh simpatisan dan anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) terhadap lawannya yang akhirnya menimbulkan propaganda anti-PKI. Teknik propaganda yang dipakai dalam film ini adalah Name Calling (penjulukan), Testimony (kesaksian), Fear Arousing

(membangkitkan ketakutan). Glittering Generality (kemilau generalitas). Namun teknik yang sering dipakai untuk merepresentasikan kekerasan adalah teknik Fear

Arousing (membangkitkan ketakutan) dan teknik yang menggambarkan sosok kepahlawanan adalah teknik Glittering Generality (kemilau generalitas).

B. Saran

Saran-saran yang bisa diberikan peneliti yang bisa dijadikan bahan

masukan dan evaluasi terhadap film Pengkhianatan G 30 S PKI. Saran-saran ini

ditujukan oleh penulis kepada:

1. Sutradara

Seharusnya Sutradara dalam mengemas film ini lebih banyak

memberikan adegan dari masyarakat biasa agar lebih menarik jalan

ceritanya dan tidak bosan karena dalam durasi yang panjangnya lebih dari

tiga jam. Contohnya seperti adegan salah seorang tokoh laki-laki yang

berulang kali mengungkapkan kemarahannya kepada PKI dan pemerintah

yang menyebabkan kemiskinan merajalela.

2. Penonton

Untuk khalayak pecinta film harus lebih teliti melihat makna film yang

ditonton. Serta harus cermat dalam memaknai pesan yang disampaikan sebuah

98

film tersebut, karena sejatinya banyak pesan yang tersirat dan ada muatan kepentingan yang ingin disampaikan oleh pihak yang membuat film tersebut, apalagi film ini adalah salah satu film sejarah yang selalu ditayangkan pada masa lalu. Serta penonton harus mengabil pelajaran berharga yang bisa dipetik dari pesan yang disampaikan film yang ditonton.

3. Civitas Akademika

Diharapkan universitas menyediakan sarana yang memadai untuk mendukung, perkuliahan khususnya dalam bidang broadcast dan perfilman.

Agar mahasiswa bisa mempraktekkan teori-teori yang sudah didapatkannya, serta mempunyai skill yang memadai untuk terjun dalam dunia broadcast dan perfilman. Serta memberikan dosen yang mumpuni dan berkompenten dibidang

Broadcast dan perfilman.

DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Buku

Ardianto, Elvinaro dan Komala, Lukiati. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. de Saussure, Ferdinand. Pengantar Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988) Hamid, Joni Arman. Dasar-dasar Fotografi dan Kamera Televisi. 2014 Haryatmoko, Etika Komunikasi. Yogyakarta: Kanisius, 2007. Jumroni, Metode-Metode dan Penelitian Komunikasi. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Kriyantono, Rachmat. Tehnik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana, 2010. Maleong, J. Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Mulyana, Deddy. Metodelogi Penelitian Kualitatif. bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2003. Notosusanto, Nugroho dan Saleh, Ismail. Tragedi Nasional Percobaan KUP G 30 S/PKI di Indonesia. Jakarta: PT. Pembimbing Masa 1968. Nurudin, Komunikasi Propaganda. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008. Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007. Pintoko, Wahyu Wary. dan Umbara, Diki. How to Become A Cameraman. Yogyakarta: Interprebook, 2010. Pratista, Himawan. Memahami Film. Yogyakarta, Homerian Pustaka, 2009. Rachmat, Jalaluddin. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Ruslan, Rosady. Metodologi Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003. Shoelhi, Mohammad. Propaganda Dalam Komunikasi Internasional. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2012. Sobur, Alex. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009.

Tebba, Sudirman. Etika Media Massa Indonesia. Tangerang: Penerbit Pustaka irVan, 2008.

B. Sumber Internet

Academia, Kekerasan, artikel diakses pada 12 maret 2015 dari https://www.academia.edu/6469488/Kekerasan

Indonesia, Film. Pengkhianatan G 30 S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://filmindonesia.or.id/movie/name/nmp4b9bad3d5d1cb_arifin-c- noer#.VMI8QtKUdmw

PFN, Film Penghianatan G30S PKI, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://pfn.co.id/id/portfolio/film-penghianatan-g30s-pki/

Wikipedia, Gufran Dwipayanan, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Gufran_Dwipayana

Wikipedia, Orde Baru, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru

Wikipedia, Partai Komunis Indonesia, artikel diakses pada 23 Januari 2015 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Partai_Komunis_Indonesia