Laporan Tahunan 2012

BALAI PENELITIAN AGROKLIMAT DAN HIDROLOGI

PENANGGUNG JAWAB Haris Syahbuddin

DISUSUN OLEH Tim Peneliti Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

PENYUNTING Popi Rejekiningrum Sidik Haddy Tala’ohu Haryono Ganjar Jayanto Yayan Apriyana Nani Heryani Erni Susanti

REDAKSI PELAKSANA Haryono Tuti Muliani

TATA LETAK Adang Hamdani M. Wahyu Trinugroho

DITERBITKAN OLEH: BALAI PENELITIAN AGROKLIMAT DAN HIDROLOGI Balai Besar Litbang Sumber daya Lahan Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian 2013 Jl. Tentara Pelajar 1A, Bogor 16111, Telp.: +62-0251-312760 Faksimil: +62-0251-312760 Email: [email protected] Website: http://www.balitklimat.litbang.deptan.go.id

ISSN : 1693-6043

Halaman ii LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

KATA PENGANTAR

Kegiatan penelitian Satker Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi merupakan penelitian untuk menghasilkan data dan informasi serta teknologi pengelolaan iklim dan air yang dapat diaplikasikan di lapangan sebagai bagian dari penelitian jangka panjang pengembangan sistem informasi dan pengelolaan sumberdaya iklim dan air yang dijabarkan dalam Rencana Strategis Balitklimat Tahun 2010 – 2014. Pada tahun anggaran 2012, Balitklimat melaksanakan kegiatan penelitian yang dijabarkan ke dalam 5 Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP) yaitu: 1). Penelitian Agroklimat dan Hidrologi untuk Antisipasi Perubahan Iklim; 2). Penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Mengantisipasi Kelangkaan Air; 3). Penelitian dan Pengembangan Nanoteknologi untuk Optimalisasi Sumberdaya Iklim dan Air; 4). Pengelolaan Air dan Iklim Mikro Terkendali untuk Tanaman Hortikultura; dan 5). Penelitian Model Pengelolaan Air pada Lahan Gambut untuk Mendukung Produktivitas Pertanian. Kegiatan kerjasama penelitian yang dilaksanakan Balitklimat pada tahun 2012 terdiri atas 2 kegiatan yakni: 1). Integrated and Participatory Management Water Recources Management Toward Effective Agricultural System in Kali Pusur Watershed; CIRAD, Perancis; 2). Production and Services of Agro-Meteorological Information for the Adaptation to Climate in Indonesia; RDA AFACI Korea serta 3 kegiatan kerjasama penelitian dengan Kementerian RISTEK. Hasil-hasil penelitian agroklimat dan hidrologi disebarluaskan kepada pengguna melalui kegiatan diseminasi dan publikasi hasil-hasil penelitian bidang Agroklimat dan Hidrologi. Profil Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi menjabarkan informasi sumberdaya manusia, anggaran dan organisasi untuk mendukung pelaksanaan penelitian. Laporan tahunan ini merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban penggunaan anggaran yang tertuang dalam DIPA tahun 2012 SATKER Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dalam melaksanakan kegiatan penelitian dan kegiatan pendukungnya. Kepada semua pihak yang telah menyumbangkan gagasan, pikiran dan dukungan teknis dalam penyusunan laporan tahunan ini, disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Saya berharap semoga laporan tahunan ini bermanfaat bagi pengguna dan bagi kita semua.

Bogor, April 2013 Kepala Balai,

Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA NIP. 19680415 199203 1 001

Halaman i LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i DAFTAR ISI...... ii DAFTAR TABEL ...... iv DAFTAR GAMBAR ...... vi RINGKASAN EKSEKUTIF ...... ix I. PENDAHULUAN ...... 1 II. PROGRAM PENELITIAN ...... 3 2.1. Bidang Penelitian Agroklimat ...... 3 2.1.1. Analisis dan Prediksi Musim Berdasarkan Informasi Iklim Global dan Database Iklim Nasional ...... 3 2.1.2. Analisis Hubungan Prediksi Curah Hujan dengan Fluktuasi Pasang Surut untuk Mendukung Kalender Tanam Lahan Rawa ...... 6 2.1.3. Delineasi Wilayah Prioritas Penanganan Kekeringan Di Lahan Pertanian Di Dan Nusa Tenggara ...... 9 2.1.4. Pengembangan EWS (Early Warning System) OPT di Sentra Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura ...... 15 2.1.5. Penelitian dan Pengembangan Sistem Informasi Sumberdaya Iklim dan Air untuk Percepatan Pengiriman dan Pemutakhiran Data Mendukung Perencanaan Pertanian ...... 18 2.1.6. Perakitan Sensor Kelembaban Udara Menggunakan Nanoteknologi ...... 22 2.2. Bidang Penelitian Hidrologi ...... 24 2.2.1. Pengembangan Model Pembagian Air Secara Optimal (Optimal Water Sharing) untuk Keberlanjutan Ketersediaan Sumberdaya Air ...... 24 2.2.2. Pengelolaan Lahan pada DAS Mikro untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian ...... 28 2.2.3. Penelitian dan Pengembangan Model Pengelolaan Air untuk Optimalisasi IP pada Daerah Tadah Hujan ...... 31 2.2.4. Pemetaan Daerah Rawan Banjir untuk Meminimalkan Risiko Pertanian di DAS Mahakam, Timur ...... 33 2.2.5. Nano Teknologi untuk Pertanian: Aplikasi Hydrogel untuk Efisiensi Irigasi 37 2.2.6. Penelitian Model Pengelolaan Air pada Lahan Gambut untuk Mendukung Produktivitas Pertanian ...... 41 2.3. Penelitian Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Air ...... 45 2.3.1. Pengembangan Perangkat Lunak Untuk Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman Pangan Di Lahan Kering ...... 45 III. HASIL PENELITIAN UNGGULAN ...... 53 3.1. Penelitian pengelolaan air pada lahan kering beriklim kering di NTB dan NTT . 53 3.2. Pengelolaan Air dan Iklim Mikro Terkendali untuk Tanaman Hortikultura ...... 57 3.4. Analisis hubungan unsur iklim dengan musim panen tanaman buah-buahan di Pulau Sumatera ...... 65 IV. KEGIATAN PENUNJANG PENELITIAN ...... 69 4.1. Pengelolaan Kelembagaan Satker ...... 69 4.1.1. Pembinaan Manajemen Kelembagaan ...... 69 4.1.2. Pengelolaan Adminstrasi Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran ...... 70 4.1.3. Pengelolaan Administrasi Kepegawaian...... 70 4.1.4. Pengelolaan Sistem Akuntansi Instansi ...... 71 4.1.5. Pengelolaan Arsip dan Sistem Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 . 71 4.2. Penyusunan Program, Rencana Kerja dan Anggaran ...... 72 4.3. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan ...... 72 4.3.1. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan...... 72 4.3.2. Sistem Pengendalian Internal (SPI) ...... 73 4.4. Layanan Operasional dan Pemeliharaan Laboratorium ...... 74

Halaman ii LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

4.4.1. Identifikasi Sumberdaya Iklim dan Air ...... 75 4.4.2. Modifikasi Iklim Mikro dan Teknik Irigasi ...... 78 V. DISEMINASI HASIL PENELITIAN AGROKLIMAT DAN HIDROLOGI ...... 80 5.1. Publikasi Ilmiah ...... 80 5.2. Partisipasi Kegiatan Pameran ...... 83 5.3. Kegiatan Seminar Hasil Penelitian ...... 88 5.4. Pemasyarakatan Hasil Penelitian Melalui Media ...... 88 5.5. Pengembangan Perpustakaan digital ...... 90 5.6. Pelayanan Jasa Informasi Teknologi ...... 92 5.6.1. Kunjungan Tamu ...... 92 5.6.2. Magang ...... 93 5.6.3. Narasumber dan Workshop ...... 94 VI. PROFIL BALAI PENELITIAN AGROKLIMAT DAN HIDROLOGI ...... 96 6.1. Struktur Organisasi ...... 96 6.2. Sumberdaya Manusia...... 96 6.3. Sarana dan Prasarana Penelitian ...... 100 6.4. Anggaran dan PNBP ...... 104 6.4.1. Anggaran Penelitian (DIPA, Kerjasama Penelitian) ...... 104 6.4.2. Indikator Kinerja ...... 105 6.4.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak ...... 107

Halaman iii LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Prediksi waktu tanam MT 2013/2014. Kabupaten Barito Kuala (a) dan Kota Waringin Timur (b)...... 8 Tabel 2. Klasifikasi tingkat kerawanan kekeringan berdasarkan aspek klimatologis (a), hidrologis (b) dan agronomis (c)...... 11 Tabel 3. Analisis kumulatif tingkat rawan kekeringan menggunakan pembobotan pada aspek klimatologis, hidrologis dan agronomis...... 11 Tabel 4. Tingkat sensitivitas perubahan curah hujan terhadap perubahan anomali suhu muka laut di Zona Nino-3.4...... 11 Tabel 5. Persamaan regresi logaritma luas serangan terkena ulat bawang dengan beberapa parameter iklim di Kabupaten Brebes ...... 16 Tabel 6. Pemutahiran Database Nasional Balitklimat ...... 21 Tabel 7. Tipe curah hujan dan pola curah hujan di beberapa lokasi AWS Badan Litbang ...... 21 Tabel 8. Neraca ketersediaan-kebutuhan air untuk tiga kali tanam tahun 2010 ...... 25 Tabel 9. Tinggi tanaman maksimum dan produktivitas tanaman cabai Unit 1 dan 2 pada MH 2010/2011 di DAS mikro Selopamioro ...... 29 Tabel 10. Karakteristik hidrologi sebelum aplikasi mulsa (tahun 2001/2002) ...... 29 Tabel 11. Karakteristik hidrologi setelah aplikasi mulsa, MH 2010/2011 ...... 30 Tabel 12. Karakteristik hidrologi setelah aplikasi mulsa MH 2011/2012 ...... 30 Tabel 13. Waktu Tanam di Lokasi Penelitian ...... 32 Tabel 14. Data debit harian maksimum Sungai Mahakam tahun 1996-2010 ...... 35 Tabel 15. Debit banjir Sungai Mahakam berkaitan dengan jumlah tahun periode ulang dianalisis menggunakan metode Gumbel ...... 35 Tabel 16.Luas genangan banjir Sungai Mahakam pada tiga lokasi kajian menurut skenario periode ulang banjir 10, 25, 50 dan 100 tahun...... 37 Tabel 17. Kebutuhan irigasi selama pertumbuhan tanaman jagung ...... 51 Tabel 18. Pengamatan biomasa dan hasil panen jagung di Banyumulek ...... 51 Tabel 19. Kebutuhan irigasi budidaya kedelai/ sayuran MT III ...... 56 Tabel 20. Jadwal pemberian irigasi yang disarankan untuk budidaya kedelai ...... 56 Tabel 21. Kebutuhan irigasi budidaya sayuran musim dan atau sayuran MT III ...... 57 Tabel 22. Jadwal pemberian irigasi yang disarankan untuk budidaya kedelai ...... 57 Tabel 23. Nilai taraf pemberian air untuk dimasukkan ke dalam kontroler...... 59 Tabel 24.Tingkat kesesuaian dam parit bertingkat di desa Limampoccoe, kecamatan Cenranae, kabupaten Maros, provinsi Sulawesi Selatan ...... 61 Tabel 25. Kriteria penilai kelayakan investasi dam parit di dusun Bengo, desa Limampoccoe, kecamatan Cenrana, kabupaten Maros ...... 64 Tabel 26. Karakteristik iklim daerah sentra , manggis dan rambutan di Sumatera ...... 65 Tabel 27.Persentase produksi manggis, rambutan dan durian pertriwulan per provinsi ...... 66 Tabel 28. Rekapitulasi hasil Penilaian 5 unsur SPI di Balitklimat Tahun 2012 ...... 74 Tabel 29.Daftar perbaikan/penggantian sensor stasiun AWS dan AWLR ...... 75 Tabel 30.Identifikasi sumberdaya iklim dan air untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian 2012 ...... 76 Tabel 31.Rekapitulasi Frekuensi Penggunaan Alat ...... 77 Tabel 32. Publikasi Balitklimat selama tahun 2012 ...... 80 Tabel 33. Beberapa Judul Publikasi di luar Balitklimat ...... 80 Tabel 34. Jumlah Pegawai menurut kelompok umur per 31 Desember 2012...... 98 Tabel 35.Komposisi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan per 31 Desember 2012 ...... 98 Tabel 36.Jumlah Peneliti BALITKLIMAT Berdasarkan Bidang Kepakaran ...... 98 Tabel 37. Jumlah Pegawai BALITKLIMAT berdasarkan Status Kepegawaian, Pendidikan Akhir dan Kelompok Umur per 31 Desember 2012 ...... 99 Tabel 38. Jumlah Pegawai BALITKLIMAT berdasarkan Status Kepegawaian Jabatan Fungsional dan Golongan Akhir per 31 Desember 2012 ...... 99 Tabel 39. Rincian Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional Non Peneliti s/d Desember 2012 . 100

Halaman iv LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 40. Rincian Tenaga Berdasarkan Jabatan Fungsional Peneliti ...... 100 Tabel 41. Daftar Aset Tetap...... 101 Tabel 42. Daftar Pembelian Peralatan dan Mesin Semester TA 2012 ...... 101 Tabel 43. Daftar Transfer Masuk Peralatan dan Mesin dari BBSDLP TA 2012 ...... 102 Tabel 44. Gedung dan bangunan serta rumah kasa yang dikelola balitklimat ...... 103 Tabel 45. Alat Transportasi ...... 103 Tabel 46. Alokasi dan realisasi penggunaan anggaran Balitklimat per 31 Desember 2012 ...... 105 Tabel 47. Gambaran PNBP Balitklimat tahun 2008 – 2012 ...... 107 Tabel 48. Perbandingan PNBP Fungsional yang disetorkan ke kas negara tahun 2008 s/d 2012 107

Halaman v LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Prediksi Curah Hujan Januari – Juni 2012, dan Sumatera Utara ...... 4 Gambar 2. Prediksi Curah Hujan Januari – Juni 2012, Muara dan Pacet, Jawa Barat. .. 5 Gambar 3. Peta Spasial Prediksi curah hujan di AWS Badan Litbang Pertanian untuk bulan Januari, Mei, dan Spetember...... 5 Gambar 4. Hubungan Curah Hujan, Tinggi Muka Air dan Waktu Tanam di lahan pasang Surut, Kecamatan (a) Tamban dan (b) Rantau Badauh...... 7 Gambar 5. Hubungan Curah Hujan, Tinggi Muka Air dan Waktu Tanam di lahan pasang Surut, Kecamatan (a) Bukit Santuai dan (b) Mentaya Hulu...... 8 Gambar 6. Peta prediksi waktu tanam kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala ...... 9 Gambar 7. Peta prediksi waktu tanam kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kota Waringin Timur...... 9 Gambar 8. Peta spasial tingkat sensitivitas curah hujan terhadap anomali suhu muka laut di zona nino-3.4; (a) MT-1 (MH), (b) MT-2 (MK I), (c) MT-3 (MK II). 13 Gambar 9. Peta sebaran tingkat rawan kekeringan berdasarkan aspek hidrologis (a) dan aspek agronomis (b) di Bali dan Nusa Tenggara ...... 13 Gambar 10. Peta wilayah prioritas penanganan kekeringan di Bali dan Nusa Tenggara pada (a) MT-1 (MH), (b) MT-2 (MK I), (c) MT-3 (MK II)...... 15 Gambar 11. Hubungan luas serangan terkena ulat bawang dengan curah hujan...... 16 Gambar 12. Distribusi Luas Serangan Ulat Bawang dan Trotol dengan Suhu dan Kelembaban Udara...... 17 Gambar 13. Tampak muka Sistem Informasi Luas Serangan OPT Hortikultura ...... 18 Gambar 14. Menu Simulasi prediksi bulanan dan simulasi prediksi musiman. ... 18 Gambar 15. Sebaran AWS Badan Litbang Pertanian ...... 19 Gambar 16. Kondisi Stasiun AWS Badan Litbang Pertanian...... 20 Gambar 17. Kondisi Sensor Rusak di Stasiun AWS Badan Litbang Pertanian ...... 20 Gambar 18. Pelatihan Teknisi untuk Perawatan, Pengoperasian dan Database AWS- CIMEL 9-10 Februari 2012 ...... 20 Gambar 19. Diagram konfigurasi pengujian ...... 22 Gambar 20. Diagram hambatan untuk perlakuan 20mM ...... 23 Gambar 21. Diagram kelembaban relatif dan hambatan untuk perlakuan 20mM ...... 23 Gambar 22. Diagram hambatan untuk perlakuan 30mM ...... 23 Gambar 23. Diagram kelembaban relatif dan hambatan untuk perlakuan 30mM ...... 23 Gambar 24. Diagram hambatan untuk perlakuan 40mM ...... 24 Gambar 25. Diagram kelembaban relatif dan hambatan untuk perlakuan 40mM ...... 24 Gambar 26. Optimal water sharing untuk tiga kali tanam pada irigasi konvensional .... 27 Gambar 27. Persentase optimal water sharing existing untuk tiga kali tanam tahun 2012 ...... 27 Gambar 28. Persentase optimal water sharing dari air per Gambar. n untuk tiga kali tanam tahun 2012 ...... 27 Gambar 29.Persentase optimal water sharing dari mata air untuk tiga kali tanam tahun 2012 ...... 27 Gambar 30. Optimal water sharing untuk tiga kali tanam pada irigasi intermittent ... 27 Gambar 31. Persentase optimal water sharing existing untuk tiga kali tanam tahun 2012 ...... 27 Gambar 32. Persentase optimal water sharing dari air permukaan untuk tiga kali tanam tahun 2012 ...... 28 Gambar 33. Persentase optimal water sharing dari mata air untuk tiga kali tanam tahun 2012 ...... 28 Gambar 35. Perbandingan kurva hidrograf sebelum aplikasi DMC (a: episode hujan 30 Januari 2002) dengan sesudah aplikasi DMC (b: episode hujan 8 Juni 2010, dan c: 8 Maret 2012, d: 15 April 2012) ...... 30 Gambar 35. Distribusi Curah Hujan dan ETP Setahun di Pacitan ...... 31

Halaman vi LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 36. Fluktuasi tinggi muka air pada saluran pintu masuk irigasi ...... 33 Gambar 37. Penampang melintang sungai Mahakam di lokasi pengukuran Kecamatan Melak, Kota Bangun, dan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara. .... 34 Gambar 38. Peta Sebaran Luas Banjir dan Kedalaman Genangan Sungai Mahakam di Lokasi Kajian Kecamatan Melak...... 36 Gambar 39. Peta Sebaran Luas Banjir dan Kedalaman Genangan Sungai Mahakam di Lokasi Kajian Kecamatan Kotabangun...... 36 Gambar 40. Peta Sebaran Luas Banjir dan Kedalaman Genangan Sungai Mahakam di Lokasi Kajian Gambar 42...... 37 Gambar 43. Permukaan hidrogel dari NaCMC + CA hasil analisis SEM ...... 38 Gambar 44. Perbandingan hasil uji serap antara hidrogel dari NaCMC/GG dan NaCMC/GG/CS ...... 39 Gambar 45. Hasil uji serap hidrogel dari NaCMC/Ch + CA ...... 40 Gambar 46. Simulasi debit bulanan DAS pemasok debit masuk demplot Jabiren, Kalimantan Tengah dan Arang-Arang, Jambi...... 42 Gambar 46. Variasi elevasi muka air lahan periode Juli-Desember 2012 untuk lahan karet dan belukar, serta periode Januari-Desember 2012 untuk lahan karet ICCTF pada petak percobaan Jabiren...... 42 Gambar 47. Perbandingan elevasi muka air dan elevasi lahan petak percobaan lahan gambut Jabiren pada vegetasi dan manajemen berbeda ...... 43 Gambar 48. Fluktuasi elevasi muka air saluran inlet, lahan dan saluran outlet petak percobaan Jabiren, interval pengamatan 15 menitan periode Juni-Desember 2012 ...... 44 Gambar 49. Perbandingan hidrotopografi lahan karet manajemen petani tanggal 19 Juli 2012 (akhir musim hujan) dan tanggal 17 September 2012 (akhir musim kemarau)...... 44 Gambar 50. Perbandingan hidrotopografi lahan gambut bervegetasi karet manajemen 19 Juli 2012 (akhir musim hujan) dan 4 Oktober 2012 (akhir musim kemarau) ...... 45 Gambar 51. Perbandingan hidrotopografi lahan gambut bervegetasi belukar tanggal 19 Juli 2012 (akhir musim hujan) dan tanggal 17 September 2012 (akhir musim kemarau)...... 45 Gambar 52. Tren curah hujan berdasarkan analisis downscalling (a) SRESA1 tahun 2025 (b) SRESA2 tahun 2050, (c) SRESB1 tahun 2025 dan (d) SRESB1 tahun 2050 di Provinsi Sulawesi Selatan...... 47 Gambar 53. Tren curah hujan berdasarkan analisis downscalling (a) SRESA2 tahun 2025 (b) SRESA2 tahun 2050, (c) SRESB1 tahun 2025 dan (d) SRESBi tahun 2050 di Provinsi Nusa Tenggara Barat...... 48 Gambar 54. Curah hujan berdasarkan analisis downscalling (a) SRESA2 tahun 2025 (b) SRESA2 tahun 2050, (c) SRESB1 tahun 2025 dan (d) SRESBi tahun 2050 di Provinsi Nusa Tenggara Timur...... 48 Gambar 55. Tampilan halaman depan webite SIDAPIATAPA ...... 49 Gambar 56. Analisis neraca air (curah hujan dengan ETP) di Banyumulek ...... 50 Gambar 57. Penampang melintang prototipe sistem irigasi di lahan ...... 52 Gambar 58. Big gun sprinkler yang telah di implementasikan di lapangan untuk irigasi suplementer ...... 52 Gambar 59. Pengaturan posisi, kecepatan dan intensitas semprot pada alat big gun sprinkler ...... 52 Gambar 60. Pertanaman jagung umur 3 minggu di lahan yang akan diirigasi ...... 52 Gambar 61. Pertanaman jagung umur 12 minggu di lahan yang akan diirigasi ...... 52 Gambar 62. Desain jaringan irigasi ...... 54 Gambar 63. Desain tata letak sistem jaringan irigasi...... 54 Gambar 64. Desain tata letak sistem Sistem jaringan irigasi tampungan mini renteng 54 Gambar 65. Desain jaringan irigasi pada Kebun Percobaan Naibonat ...... 55 Gambar 66. Instalasi sistem jaringan irigasi di KP. Naibonat ...... 55

Halaman vii LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 67. Potensi masa tanam di Jeringo (a) dan Oebola (b) ...... 55 Gambar 68. Diagram alir sistem irigasi, rangkaian panel pengatur irigasi otomatik , dan sensor gypsum, ...... 58 Gambar 69. Budidaya tanaman melon dengan 4 tingkat pemberian air, di rumah kasa Balitklimat (kiri) dan rumah kasa BB Biogen (kanan) ...... 59 Gambar 70. Denah pengembangan MKRPL Balitklimat...... 60 Gambar 71. Pengembangan MKRPL Balitklimat ...... 60 Gambar 72. Peta Daerah Tangkapan Air dan Target Irigasi (a) dan contoh dam parit (b) di DAS Mikro Makarua desa Limmapoccoe, kec. Cenranae, Maros, Sulawesi Selatan ...... 62 Gambar 73. Saat dan masa tanam pada pola tanam padi-kacang tanah-bera dan jadwal pemberian irigasi (penggenangan) pada tanaman padi Musim Tanam 1 . 62 Gambar 74. Saat dan masa tanam pada pola tanam padi-semangka-bera dan padi- jagung-bera erdasarkan analisis neraca air tanaman ...... 63 Gambar 75. Pertanaman semangka dan kacang tanah (a), kegiatan panen kacang tanah (b), hasil buah semangka dan kacang tanah (c)...... 63 Gambar 76. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan dam parit di dusun Bengo, desa Limampoccoe, kecamatan Cenrana, kabupaten Maros ...... 64 Gambar 77. Sebaran puncak panen durian, manggis dan rambutan per triwulan di Pulau Sumatera ...... 66 Gambar 78. Pergeseran puncak panen triwulan durian, manggis dan rambutan pada tahun El Nino , normal, dan La Nina ...... 67 Gambar 79. Produksi durian dan manggis tingkat propinsi di Pulau Sumatera ...... 68 Gambar 80. Frekuensi Penggunaan Peralatan Laboratorium Agrohidromet ...... 78 Gambar 81. Salah Satu Pameran yang diikuti Balitklimat di JHCC (Jakarta Hilton Conferens center)...... 84 Gambar 82. Keikutsertaan Balitklimat (AWS) dalam Display Kerjasama Antara Badan Litbang Pertanian dengan BINUS di Badan Litbang Jakarta...... 84 Gambar 83. FGD Dewan Riset Nasional (DRN) ; Arah dan Prioritas Pembangunan IPTEK Bidang Pangan dan Pertanian di BB SDM Jakarta, 26 Juni 2012...... 85 Gambar 84. Seminar Forum Komunikasi Kelitbangan (PUSTAKA) di Auditorium BBSDLP, 28 Juni 2012...... 85 Gambar 85. Open house 2012: Inovasi “Teknologi Produksi Padi Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim Global”, 9 - 13 Juli 2012...... 85 Gambar 86. Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional ke XIV tahun 2012 di Batam, 10-14 Oktober 2012 ...... 86 Gambar 87. Hari Kebangkitan teknologi Nasional (Hakteknas) ke 17 di SABUGA ITB , 8-11 Agustus 2012...... 86 Gambar 88. Bapak Ka Badan Litbang Pertanian mewakili Menteri Pertanian memotong pita sebagai peresmian dan Gubernur NTT membuka kran air sbg resmi pembukaan air telah ada di Desa Oebola, serta ucapan selamat kpd peneliti Balitklimat Kupang 10 September 2012 ...... 87 Gambar 89. Statistik jumlah pengunjung Website Balitklimat...... 88 Gambar 90. Tampilan Web Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi...... 89 Gambar 91. Saat Pengambilan Gambar Kalender Tanam di Cikembar Kab. Sukabumi 19 April 2012...... 90 Gambar 92. Acara Temu Teknis Pengelola Perpustakaan Digital Batam, 20-23 Mei 2012, Pembukaan, penyematan tanda peserta, penyampaian materi, praktikum, study banding ke NLB Singapore dan Penutupan ...... 91 Gambar 93. Grafik jumlah kunjungan ke Balitklimat ...... 92 Gambar 94. Berbagai Tamu yang berkunjung ke Balitkimat selama tahun 2012, mulai Siswa SMP, Mahasiswa, Petani, Widyaiswara dan Pegawai ...... 93 Gambar 96. Struktur Organisasi Balitklimat ...... 96 Gambar 96. Presentase Alokasi Anggaran DIPA Balitklimat TA 2012 ...... 104 Gambar 97. Realisasi Anggaran DIPA Satker Balitklimat TA 2012 ...... 106

Halaman viii LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

RINGKASAN EKSEKUTIF

Dalam rangka mewujudkan, visi, misi, dan tupoksi Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, penyusunan program penelitian agroklimat dan hidrologi perlu dilakukan secara teratur dan terarah sesuai dengan Rencana Strategis tahun 2010-2014. Perencanaan program penelitian tersebut mengacu pada Rencana Strategis Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian 2010-2014, Renstra Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010-2014, dan Grand Strategy Pembangunan Pertanian 2010- 2014. Prioritas penelitian agroklimat dan hidrologi ditetapkan berdasarkan tantangan dan kebutuhan pembangunan pertanian secara nasional terutama yang berkaitan dengan ketahanan pangan nasional, pengembangan agribisnis, kelestarian lingkungan, serta isu perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan fenomena alam yang berdampak cukup besar terhadap sektor pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan iklim di daerah tropis, meningkatkan dampak dari kejadian iklim ekstrim seperti banjir dan kekeringan. Dinamika dan keragaan sumberdaya iklim dan air beberapa dekade terakhir mempunyai kecenderungan yang semakin kuat. Kejadian kekeringan yang kurang dapat diantisipasi telah menimbulkan banyak kerugian pada berbagai sektor. Kejadian kekeringan yang panjang pada tahun El Nino 1982/1983 mengakibatkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Di Indonesia, kerugian tersebut mencapai 500 juta US dolar. Pada kejadian El Nino 1997, sektor pertanian mengalami kerugian sebesar 797 miliar rupiah akibat gagal panen dan puso. Selain kekeringan, kejadian banjir juga cenderung meningkat baik frekuensi, intensitas, dan cakupan luasan kejadiannya. Hal ini diperparah oleh terjadinya alih fungsi dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan atau areal industri sebagai akibat dari urbanisasi dan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk. Selain banjir dan kekeringan, masalah yang terkait dengan ketersediaan air menyangkut distribusi air antar sektor dan antar wilayah semakin komplek dengan potensi konflik terus meningkat akibat pasokan semakin menurun dengan tingkat ketidakpastian yang tinggi dan pengguna yang semakin beragam serta jumlahnya terus meningkat. Peningkatan kebutuhan air untuk sektor non pertanian (domestik, munisipal, dan industri) berdampak nyata terhadap penurunan kemampuan suplai kebutuhan air irigasi. Masalahnya semakin komplek dengan adanya keragaman (variability) ketersediaan air antar waktu (temporal) dan antar wilayah (spatial) pada musim kemarau, sehingga menyebabkan penurunan kemampuan pasokan air untuk keperluan pertanian, domestik, dan munisipal. Untuk menjawab tantangan tersebut, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi memfokuskan kegiatan penelitian guna menghasilkan data dan informasi serta teknologi pengelolaan iklim dan air yang dapat diaplikasikan di lapangan yang dijabarkan dalam Rencana Strategis Balitklimat Tahun 2010–2014. Untuk mencapai sasaran dari program utama penelitian agroklimat dan hidrologi tersebut, maka dijabarkan melalui rencana penelitian tim peneliti (RPTP). Kegiatan penelitian tahun anggaran 2012 merupakan rangkaian proses pelaksanaan penelitian yang tertuang dalam Rencana Strategi 2010- 2014. Dengan mempertimbangkan isu-isu aktual yang mengemuka dan menjadi kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, maka pada tahun anggaran 2012 dilakukan kegiatan yang direalisasikan dalam 5 RPTP, 4 RKTM dan 1 RDHP yang dibiayai melalui DIPA TA 2012 dan didukung oleh 3 kegiatan penelitian kerjasama dengan Kementerian RISTEK dan 2 kegiatan penelitian kerjasama dengan luar negeri terkait dengan pengelolaan sumberdaya iklim dan air. Kegiatan penelitian tahun 2012 sebagian besar merupakan lanjutan dari tahun- tahun sebelumnya sebagai bagian dari penelitian jangka panjang Penelitian dan Pengembangan Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim untuk Pengembangan Pertanian yang meliputi: 1). Penelitian Agroklimat dan Hidrologi untuk Antisipasi Perubahan Iklim; 2). Penelitian Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Iklim dan Air untuk Mengantisipasi Kelangkaan Air; 3). Penelitian dan Pengembangan Nanoteknologi untuk Optimalisasi Sumberdaya Iklim dan Air; 4). Pengelolaan Air dan Iklim Mikro Terkendali

Halaman ix LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi untuk Tanaman Hortikultura; 5). Penelitian Model Pengelolaan Air pada Lahan Gambut untuk Mendukung Produktivitas Pertanian; serta 6). Kerjasama penelitian pengelolaan sumberdaya iklim dan air yakni: a). Integrated and Participatory Management Water Recources Management Toward Effective Agricultural System in Kali Pusur Watershed- CIRAD, Perancis; b). Production and Services of Agro-Meteorological Information for the Adaptation to Climate in Indonesia-RDA AFACI Korea; c). Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan di Sulawesi Selatan; d). Pengembangan Perangkat Lunak Untuk Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman Pangan di Lahan Kering di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat; e). Pengembangan Model Neraca Air Lahan Kering Beriklim Kering untuk Pengembangan Peternakan di Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 2012, penelitian bidang agroklimat mencakup kegiatan: 1). Analisis dan prediksi musim berdasarkan informasi iklim global dan database iklim nasional; 2). Analisis hubungan prediksi curah hujan dengan fluktuasi pasang surut untuk mendukung kalender tanam lahan rawa; 3). Delineasi wilayah prioritas penanganan kekeringan di lahan pertanian di Bali dan Nusa Tenggara; 4). Pengembangan EWS (Early Warning System) OPT di sentra produksi tanaman pangan dan hortikultura; 5). Analisis hubungan unsur iklim dengan musim panen tanaman buah-buahan di Pulau Sumatera; 6). Penelitian dan pengembangan sistem informasi sumberdaya iklim dan air untuk percepatan pengiriman dan pemutakhiran data mendukung perencanaan pertanian; 7). Perakitan sensor kelembaban udara menggunakan nanoteknologi; 8). Pengelolaan air dan iklim mikro terkendali untuk tanaman hortikultura. Selain banjir dan kekeringan, persaingan penggunaan air makin terasa karena adanya peningkatan kebutuhan air untuk berbagai sektor. Keadaan tersebut semakin sulit karena terjadi distribusi air yang tidak merata akibat kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan menurunnya daya tampung air terutama di musim kemarau serta perubahan iklim. Meskipun kuantitas sumber daya air hujan di beberapa wilayah lahan kering secara potensial relatif tinggi, namun secara faktual ketersediaannya untuk pertanian sangat rendah dan berfluktuasi menurut ruang dan waktu. Kendala ini dapat menyulitkan pengembangan lahan kering sebagai andalan sektor pertanian pada masa mendatang. Permasalahan semakin kompleks karena sebagian besar lahan kering diusahakan untuk pertanian tanaman pangan, namun keberhasilannya sangat tidak pasti, antara lain disebabkan oleh kegagalan panen yang sering terjadi. Optimalisasi pendayagunaan sumberdaya air di lahan kering dilakukan guna meningkatkan ketersediaan air, memperpanjang masa tanam, dan menekan risiko kehilangan hasil untuk menciptakan sistem usaha tani lahan kering berkelanjutan. Implementasi program tersebut dalam bidang pertanian dapat dilakukan melalui integrasi sistem panen hujan dan aliran permukaan yang juga dapat dipergunakan untuk penyediaan air domestik (keperluan rumah tangga), serta dampaknya untuk pengendalian banjir dan mengantisipasi kekeringan. Berkaitan dengan hal tersebut di atas, pada tahun 2012 kegiatan penelitian bidang hidrologi difokuskan pada penelitian: 1). Penelitian pengelolaan air pada lahan kering beriklim kering di NTB dan NTT; 2). Pengembangan model pembagian air secara optimal (optimal water sharing) untuk keberlanjutan ketersediaan sumberdaya air; 3) Pengelolaan lahan pada DAS Mikro untuk meningkatkan produktivitas pertanian; 4) Penelitian dan pengembangan model pengelolaan air untuk optimalisasi IP pada daerah tadah hujan; 5). Pemetaan daerah rawan banjir untuk meminimalkan resiko pertanian di DAS Mahakam, Kalimantan Timur; 6). Nano teknologi untuk pertanian: aplikasi hydrogel untuk efisiensi irigasi; 7). Penelitian Model Pengelolaan Air pada Lahan Gambut untuk Mendukung Produktivitas Pertanian. Kebijakan pembinaan dan peningkatan jaringan kerjasama penelitian dengan mitra nasional dan internasional pada intinya bertujuan untuk mendesiminasikan informasi dan teknologi pengelolaan sumberdaya iklim dan air, peningkatan kapasitas sumberdaya penelitian dan menggalang pendanaan alternatif sebagai komplemen

Halaman x LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi anggaran penelitian Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Dinamika kegiatan penelitian yang dikerjasamakan didasarkan pada permintaan pengguna baik yang berkaitan langsung dengan bidang agroklimat dan hidrologi maupun pemanfaatan keahlian yang dimiliki oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi antara lain bidang teknologi informasi. Kegiatan Diseminasi Hasil Penelitian Agroklimat dan Hidrologi meliputi 2 sub kegiatan, yaitu Komunikasi dan Publikasi Hasil Penelitian serta Pelayanan Jasa Penelitian. Diseminasi adalah menyebarluaskan, mendiseminasikan dan mempublikasikan hasil-hasil penelitian bidang agroklimat dan hidrologi agar dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya oleh masyarakat pengguna hasil penelitian serta yang lebih penting adalah untuk mempertanggung-jawabkan kegiatan hasil penelitian, dalam beberapa bentuk seperti a). Penerbitan publikasi tercetak yaitu: i). Buletin hasil penelitian agroklimat dan hidrologi; ii). Laporan tahunan; iii). Petunjuk Teknis; iv). Leaflet dan poster. Diseminasi/penyebarluasan dan komunikasi hasil penelitian seperti kegiatan seminar rutin bulanan partisipasi pada beberapa kegiatan pameran yang diadakan secara nasional maupun regional terutama digunakan untuk membina hubungan dengan instansi-instansi di luar Badan Litbang Pertanian dan atau beberapa instansi pengguna terkait, baik swasta, perguruan tinggi maupun Pemerintah. Publikasi merupakan salah satu bentuk diseminasi hasil-hasil penelitian Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Publikasi yang telah diterbitkan pada kurun waktu 2012 adalah: penerbitan buletin hasil penelitian yang sudah terbit dalam 1 Volume, Info agroklimat dan hidrologi telah diterbitkan 1 volume (dalam setiap volume diterbitkan 6 edisi); laporan tahunan balai, Petunjuk Teknis Penggunaan Perangkat Lunak Neraca Air Tanaman, Petunjuk Teknis Penggunaan alat laboratorium, beberapa booklet, leaflet, CD (WARM, MAPDAS, KATAM).

Halaman xi LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

I. PENDAHULUAN

Usaha peningkatan produksi pertanian, untuk mencapai dan mempertahankan ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani memerlukan kemampuan pengelolaan sumberdaya iklim dan air secara maju, modern dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan strategi, pendekatan dan teknologi pengelolaan dan pengembangan sumberdaya iklim dan air yang menyeluruh. Upaya ini diperlukan untuk mengantisipasi dinamika dan keragaan sumberdaya iklim serta kompetisi pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai kepentingan (domestik, munisipal, pertanian, dan industri) yang semakin kuat. Dampak perubahan iklim global terhadap sektor pertanian di Indonesia sangat nyata, baik berupa bencana banjir maupun kekeringan. Dampak tersebut cenderung terus meningkat (frekuensi, intensitas, dan distribusi kejadiannya). Hal ini diperparah dengan kondisi daerah aliran sungai (DAS) yang semakin rusak dan menjadi kritis akibat alih fungsi lahan yang tidak terkendali. Dampak perubahan iklim global tidak hanya terjadi pada keseimbangan hidrologis (masukan dan kehilangan air) pada suatu daerah tangkapan hujan atau DAS, tetapi juga bepengaruh pada sistem usaha tani, terkait dengan ketersediaan air dan masa tanam. Perubahan iklim global telah menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian iklim ekstrim (basah dan kering) yang sulit diprediksi Kondisi tersebut juga mempengaruhi berbagai sektor, yang berdampak nyata terhadap ketersediaan dan ketahanan pangan nasional. Kejadian iklim ektrim juga menyebabkan ketersediaan air permukaan sangat berfluktuatif antara musim hujan dan musim kemarau. Hal ini diperparah dengan permasalahan kelangkaan air akibat defisit neraca ketersediaan air, kecenderungan penurunan ketersediaan air serta peningkatan kebutuhan air untuk berbagai sektor. Kelangkaan air bila tidak diantisipasi dengan benar, dapat menjadi faktor penghambat serius yang dapat mengganggu upaya pemerintah untuk mencapai target produksi beras 10,6 juta ton pada tahun 2014. Dengan demikian, diperlukan langkah- langkah antisipasi dan adaptasi untuk mencegah terjadinya kelangkaan air. Upaya antisipasi kelangkaan air antara lain dilakukan melalui prediksi musim pada musim kemarau (MK) dan musim hujan (MH), validasi kalender tanam di lahan sawah irigasi dan tadah hujan untuk mendukung pengembangan kalender tanam terpadu dan interaktif, penyusunan model optimasi sumberdaya air di lahan kering beriklim kering, penyusunan wilayah prioritas penanganan kekeringan, dan pengembangan sistem peringatan dini OPT. Sistem peringatan dini OPT diperlukan untuk mengantisipasi ledakan OPT. Dalam upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya iklim dan air untuk mengantisipasi kelangkaan air dan perubahan iklim, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi memfokuskan kegiatan penelitian guna menghasilkan data, informasi, teknologi pengelolaan iklim dan air yang dapat diaplikasikan di lapangan yang diuraikan dalam Rencana Strategis Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Tahun 2010–2014. Kegiatan penelitian tahun 2012 sebagian besar merupakan lanjutan penelitian tahun-tahun sebelumnya, sebagai bagian dari penelitian jangka panjang penelitian dn pengembangan sistem informasi dan pengelolaan sumber daya iklim dan air yang meliputi: 1). Analisis dan prediksi musim berdasarkan informasi iklim global dan database iklim nasional; 2). Analisis hubungan prediksi curah hujan dengan fluktuasi pasang surut untuk mendukung kalender tanam lahan rawa; 3). Delineasi wilayah prioritas penanganan kekeringan di lahan pertanian di Bali dan Nusa Tenggara; 4). Pengembangan EWS (Early Warning System) OPT di sentra produksi tanaman pangan dan hortikultura; 5). Analisis hubungan unsur iklim dengan musim panen tanaman buah-buahan di Pulau Sumatera;

Halaman 1 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

6). Penelitian dan pengembangan sistem informasi sumberdaya iklim dan air untuk percepatan pengiriman dan pemutakhiran data mendukung perencanaan pertanian; 7). Penelitian pengelolaan air pada lahan kering beriklim kering di NTB dan NTT; 8). Pengembangan model pembagian air secara optimal (optimal water sharing) untuk keberlanjutan ketersediaan sumberdaya air; 9). Pengelolaan lahan pada DAS Mikro untuk meningkatkan produktivitas pertanian; 10). Penelitian dan pengembangan model pengelolaan air untuk optimalisasi IP pada daerah tadah hujan; 11). Pemetaan daerah rawan banjir untuk meminimalkan risiko pertanian di DAS Mahakam, Kalimantan Timur; 12). Nano teknologi untuk pertanian: aplikasi hydrogel untuk efisiensi irigasi; 13). Perakitan sensor kelembaban udara menggunakan nanoteknologi; 14). Pengelolaan air dan iklim mikro terkendali untuk tanaman hortikultura; dan 15). Penelitian model pengelolaan air pada lahan gambut untuk mendukung produktivitas pertanian. Selain itu, telah dilaksanakan 3 kegiatan penelitian melalui kerjasama dengan Kementerian RISTEK pada tahun 2012 yakni: 1. Pengembangan sistem panen hujan dan aliran permukaan untuk mengurangi risiko kekeringan mendukung ketahanan pangan di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan; 2. Pengembangan perangkat lunak untuk analisis dampak perubahan iklim terhadap produksi tanaman pangan di lahan kering di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur; 3. Pengembangan model neraca air lahan kering beriklim kering untuk pengembangan peternakan di Nusa Tenggara Barat. Dalam kegiatan diseminasi dan penyebaran hasil-hasil penelitian Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dikemas dalam berbagai bentuk penerbitan publikasi ilmiah semi populer seperti: Buletin hasil penelitian agroklimat dan Hidrologi, laporan berkala informasi agroklimat dan hidrologi, petunjuk teknis, laporan tahunan Balai, leaflet, brosur, poster dan dokumentasi berupa CD audio, informasi melalui website. Publikasi tercetak berupa tulisan ilmiah populer atau laporan hasil penelitian yang merupakan media yang baik dan efektif untuk penyebarluasan informasi hasil penelitian dan dimuat dalam website, karena sif atnya dapat menjangkau pengguna yang tersebar luas di seluruh Indonesia dan dunia internasional. Oleh sebab itu, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dituntut untuk senantiasa mengembangkan cara penyajian dan teknik penulisan seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kebutuhan pengguna. Hasil-hasil penelitian dikomunikasikan kepada para pengguna, dilakukan secara langsung melalui seminar, lokakarya, dialog, pameran, ekspose. Selain itu juga dilakukan secara tidak langsung melalui penyebaran publikasi tercetak, laporan, media elektronik (internet, video, dll). Pada tahun anggaran 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi terus melaksanakan dan melanjutkan editing dan updating informasi terbaru website serta mengembangkan dalam bentuk online.

Halaman 2 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

II. PROGRAM PENELITIAN

Untuk mencapai sasaran program utama, maka penelitian agroklimat dan hidrologi dilakukan melalui rencana penelitian tim peneliti (RPTP). Kegiatan penelitian tahun 2012 merupakan rangkaian proses pelaksanaan penelitian yang tertuang dalam Renstra 2010- 2014. Dengan mempertimbangkan isu-isu aktual yang menjadi kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian maupun Kementerian Pertanian, maka pada tahun anggaran 2012, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi melakukan kegiatan yang tertuang dalam 5 RPTP (membawahi 15 kegiatan penelitian/ROPP) yang dibiayai melalui DIPA Tahun Anggaran 2012 dan didukung oleh 1 kegiatan RDHP, 4 kegiatan RKTM dan 3 kegiatan kerjasama penelitian dengan Kementerian Ristek. dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya iklim dan air.

2.1. Bidang Penelitian Agroklimat Pada tahun 2012, Kelompok Peneliti Agroklimat melaksanakan 8 kegiatan penelitian yang dibiayai dari dana DIPA dan 1 kegiatan penelitian dibiayai dari dana kerjasama dengan Kementerian RISTEK. Tujuh (7) kegiatan penelitian diuraikan pada bab 2 sedangkan 2 kegiatan penelitian diuraikan pada bab 3.

2.1.1. Analisis dan Prediksi Musim Berdasarkan Informasi Iklim Global dan Database Iklim Nasional Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi secara rutin memanfaatkan informasi iklim global dan data iklim aktual dari 55 stasiun stasiun iklim otomatis/Automatic Weather Station (AWS) yang dimiliki Badan Litbang Pertanian yang tersebar di enam belas provinsi pada sentra produksi pertanian diantaranya yaitu Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara. Beberapa stasiun sudah dikembangkan dengan sistem telemetri. Data aktual yang dikemas menjadi berbagai informasi aktual yang dapat didiseminasikan ke berbagai instansi terkait. Data iklim tersebut kemudian dikemas dalam bentuk informasi kondisi iklim aktual, prediksi curah hujan bulanan dan implikasinya pada sektor pertanian. Informasi aktual yang dihasilkan kemudian disampaikan dalam pertemuan Pokja Anomali Iklim Kementerian Pertanian dan dalam website Balitklimat/Katam Litbang. Penelitian bertujuan untuk: a) Mengembangkan model prediksi curah hujan dengan teknik jaringan saraf, b) Memutakhirkan informasi kondisi iklim global dan hasil prediksi curah hujan bulanan pada lokasi AWS Badan Litbang Pertanian dengan metode Kalman Filter dan Teknik Jaringan Saraf, c) Memutakhirkan hasil prediksi, pergeseran, dan sifat awal musim pada MK 2012 dan MH 2012/2013 tingkat kecamatan, d) Menyebarluaskan informasi hasil prediksi iklim dan implikasinya di sektor pertanian pada pertemuan rutin Pokja Anomali Iklim Badan Litbang Pertanian, Sinar Tani dan Website Balitklimat/katam. Analisis prediksi curah hujan menggunakan metode Kalman Filter dan Teknik Jaringan Saraf. Indikator suhu muka laut (sea surface temperature, SST) pada zone Nino-3,4 sebagai input variabel Kalman Filter. Analisis prediksi musim pada level kecamatan menggunakan data prediksi musim ZOM dan non ZOM BMKG sebagai input variabel. Teknik Jaringan Saraf menggunakan data curah hujan bulanan empat bulan sebelumnya dan peubah yang merupakan indikator perubahan iklim global, yaitu anomali suhu permukaan laut (SST Zone Nino-3,4) dan indeks osilasi selatan (Southern Oscillation Index, SOI).

Halaman 3 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Pemutakhiran Prediksi Curah Hujan Bulanan dari AWS Badan Litbang Pertanian dengan metode Kalman Filter dan Teknik Jaringan Saraf Pemutakhiran prediksi curah hujan dilakukan sebanyak tiga periode yaitu periode Januari – Juni 2012, Mei – Oktober 2012 dan November 2012 – April 2013. Pemutakhiran prediksi curah hujan bulanan di 32 stasiun iklim otomatis Badan Litbang Pertanian periode Januari 2012 – April 2013 diperkirakan Awal MK 2012 paling awal pada bulan Januari/Februari yaitu di Sampali Medan, Sumatera Utara dan Padang Marpoyan, Riau (Gambar 1). Metode Kalman Filter memperkirakan curah hujan di daerah Padang Marpoyan-Riau berada di bawah 150 mm pada bulan Februari-Maret, dan meningkat sampai dengan 289 mm/bulan pada bulan April, kemudian menurun kembali hingga Juni. Untuk daerah Padang Marpoyan, awal musim kemarau ditetapkan pada bulan Februari. Hasil Prediksi di Sampali – Sumatera Utara sejak Januari diperkirakan curah hujan berada dibawah 150 mm/bulan, sehingga awal musim kemarau ditetapkan pada bulan Januari meskipun fluktuasi curah hujan cenderung meningkat hingga Juni 2012. Dilihat dari nilai Koefisien Korelasi (KK) validasi untuk wilayah Riau menunjukkan bahwa metode Kalman Filter lebih tinggi (72%) dibandingkan dengan teknik Jaringan Saraf (64,1%). Sedangkan di Sampali – Sumatera Utara nilai KK validasi dengan kedua metode tersebut kurang dari 70%. Selanjutnya daerah yang diprediksi mengalami awal MK Juni dan setelah Juni 2012 antara lain Muara-Bogor, Pacet-Cianjur (Jabar), Kertek-Wonosobo (Jateng), Srimenanti, Tamanbogo (Lampung), Lempake (Kaltim), Kendari, Asera, Lamoso dan Mowewe (Sultra).

Gambar 1. Prediksi Curah Hujan Januari – Juni 2012, Riau dan Sumatera Utara

Sebagian besar daerah diprediksi memasuki awal MK antara bulan Maret – Mei 2012, sedangkan prediksi awal MH 2012/2013 paling awal bulan Juli yaitu Muara dan Pacet (Jabar), dan sebagian besar stasiun memasuki awal MH bulan Desember/Januari (Gambar 2). Selanjutnya hasil prediksi tersebut disajikan dalam bentuk spasial berupa PETA PREDIKSI CURAH HUJAN BULANAN yang bertujuan untuk memperkirakan kondisi curah hujan pada awal Musim Tanam. Contoh Peta Prediksi Curah Hujan disajikan pada Gambar 3.

Halaman 4 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 2. Prediksi Curah Hujan Januari – Juni 2012, Muara dan Pacet, Jawa Barat

Informasi Prediksi Awal Musim pada MK 2012 dan MH 2012/2013 Tingkat Kecamatan Dengan memanfaatkan peta hasil prediksi sifat hujan bulanan periode Februari – April dari BMKG yang ditumpangtepatkan dengan batas spasial Zona Musim (ZOM) maka diperoleh informasi data tabular prakiraan sifat hujan awal MK dan MH 2012/2013.

Informasi Prediksi Sifat Hujan pada MK 2012 Berdasarkan hasil analisis sebagian besar wilayah Indonesia memiliki sifat hujan normal (83,63%), diikuti dengan atas normal yaitu 11,70% dan hanya 4,38% yang di bawah normal (Gambar 2).

Gambar 3. Peta Spasial Prediksi curah hujan di AWS Badan Litbang Pertanian untuk bulan Januari, Mei, dan September

Halaman 5 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Informasi Prediksi Sifat Hujan pada MH 2012/2013 Awal musim hujan MH 2012/2013 jatuh pada bulan Oktober, November dan Desember 2012. Sebanyak 223 ZOM (65,2%) diperkirakan normal, 108 ZOM (31,6%) bawah normal dan sisanya 23 ZOM (3,2%) di atas normal. Dibandingkan dengan rata-rata awal musim hujan, sebagian besar kecamatan diperkirakan awal musim hujan sama dengan rata- ratanya, 38% wilayah ZOM awal musim hujan mundur 1-2 dasarian dan 6,7% wilayah ZOM justru maju dari rata-ratanya. Berdasarkan hasil interpretasi terhadap kondisi aktual, prediksi iklim global dan regional tahun 2012, diperkirakan bahwa kondisi La Nina lemah diperkirakan akan berlangsung hingga akhir Januari 2012, diikuti dengan kondisi Normal pada Awal Februari hingga Mei 2012. Memasuki awal Juni hingga September 2012 iklim global mengalami kondisi El Nino lemah dan awal Oktober 2012 hingga Juli 2013 kembali ke kondisi Normal.

2.1.2. Analisis Hubungan Prediksi Curah Hujan dengan Fluktuasi Pasang Surut untuk Mendukung Kalender Tanam Lahan Rawa Variabilitas dan perubahan iklim merupakan dua kondisi anomali iklim yang akhir-akhir ini menjadi topik hangat dan isu strategis terutama terkait dengan sistem produksi padi nasional. Munculnya anomali iklim sangat jelas pula implikasinya terhadap waktu tanam, misalnya pada tahun 1997/98 akibat fenomena iklim telah menggeser waktu tanam hingga 2-3 bulan (6-9 dasarian) yang secara runut juga berpengaruh terhadap waktu tanam pada musim tanam berikutnya. Sehingga produksi padi turun yang berdampak pada peningkatan impor beras. Lahan rawa di Indonesia, baik berupa lahan pasang surut maupun lebak merupakan sumber daya lahan alternatif yang sangat potensial untuk mendukung ketahanan dan kesinambungan pangan, sehingga bila dampak anomali iklim tersebut berpengaruh besar terhadap produksi padi di lahan rawa, akan berpengaruh pula terhadap kesinambungan pangan nasional. Meskipun selama ini lahan rawa sudah berkontribusi terhadap produksi pangan nasional, terutama beras, tetapi potensi lahan rawa masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Penelitian dilakukan untuk: 1. menganalisis hubungan antara realisasi luas tanam dengan evaluasi curah hujan di lahan rawa pasang surut pada tingkat kecamatan; 2. menganalisis dinamika curah hujan dan tinggi muka air untuk menyusun model prediksi luapan di lahan rawa pasang surut; dan 3. menyusun informasi spasial prediksi waktu tanam di lahan rawa pasang surut. Penelitian dilakukan melalui Analisis model prediksi dengan melakukan analisis hubungan realisasi luas tanam dengan evaluasi curah hujan, membangun model hubungan curah hujan, tinggi muka air dan luapan, menggali informasi adaptasi petani di wilayah hasil prediksi dan waktu tanam di lahan rawa pada tingkat kecamatan dan menganalisis Sensitivitas serta Dinamika Kalender Tanam berdasarkan hasil prediksi curah hujan dan Peta Kalender Tanam Eksisting.

Analisis Hubungan Realisasi Luas Tanam dengan Evaluasi Curah Hujan di Lahan Rawa Pasang Surut Pola curah hujan di wilayah Barito Kuala Kalimantan Selatan merupakan pola Bimodal atau dua puncak. Puncak hujan terjadi dua kali yaitu pada bulan Maret Dasarian III/ April I (Maret III/April I) sekitar 55 mm dan pada bulan Oktober III/November I sekitar 45 mm. Dari data pengukuran tinggi muka air sungai Barito menunjukkan bahwa fluktuasi tinggi muka air sungai Barito relatif konstan artinya bahwa peningkatan curah hujan tidak diikuti peningkatan tinggi muka air sungai yang cukup tinggi. Pada lahan rawa pasang surut tipe A potensi tanam pada Musim Tanam I (MT I) sebagian besar terdapat pada bulan September III/Oktober I meskipun curah hujan masih belum terjadi peningkatan dan pada Musim Tanam II (MT II) terdapat pada bulan Maret III/April I satu dasarian setelah terjadi puncak hujan. Pola tanam tersebut masing-masing terdapat di kecamatan Tamban, Mekarsari, Anjir Pasar, Anjir Muara, Alalak, Mandastana, Jejangkit, Belawan, Wanaraya, Rantau badauh dan Cerbon. Luas potensi tanam pada MT I sekitar

Halaman 6 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

8.030 ha dan luas potensi tanam pada MT II sekitar 42.719 ha. Waktu tanam sebagian kecamatan seperti di Brambai, Bakumpai, Marabahan dan Tabukan dilakukan dua dasarian setelah puncak hujan yaitu pada Desember I/II dengan luas tanam sekitar 2.057 ha. Musim Tanam II dilakukan satu dasarian setelah curah hujan meningkat pada musim kemarau yaitu pada Juni III/Juli I dengan luas potensi tanam 1.666 ha. Hal tersebut menandakan bahwa pada MT II waktu tanam dilakukan menunggu sampai curah hujan tidak begitu tinggi untuk menghindari agar padi tidak tergenang terlalu lama. Beberapa contoh hubungan antara curah hujan, tinggi muka air sungai dan waktu tanam pada lahan pasang surut tipe A disajikan pada Gambar 4. Seperti halnya pada lahan pasang surut tipe A, pada Lahan rawa pasang surut tipe B potensi tanam pada Musim Tanam I (MT I) sebagian besar terdapat pada bulan September III/Oktober I. Meskipun curah hujan masih belum terjadi peningkatan dan pada Musim Tanam II (MT II) terdapat pada bulan Maret III/April I satu dasarian setelah terjadi puncak hujan. Pola tanam tersebut terdapat di kecamatan Kuripan. Waktu Tanam di kecamatan Tabunganen dilakukan dua dasarian setelah puncak hujan yaitu pada Desember I/II. Musim Tanam II dilakukan satu dasarian setelah curah hujan meningkat pada musim kemarau yaitu pada Juni III/Juli I. Luas potensi tanam lahan pasang surut tipe B di kedua kecamatan tersebut pada MT I seluas 1.699 ha dan pada MT II seluas 8.512 ha.

Gambar 4. Hubungan Curah Hujan, Tinggi Muka Air dan Waktu Tanam di lahan pasang Surut, Kecamatan (a) Tamban dan (b) Rantau Badauh

Lahan pasang surut dominan di kabupaten Kota Waringin Timur terdapat di Kecamatan Bukit Santuai, Cempaga, dan Kota Besi. Data rata-rata curah hujan dasarian (periode sepuluh harian) merupakan rata-rata curah hujan dasarian dari tahun 1985 sampai dengan tahun 2011 yang diambil dari data stasiun Kota Besi. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa pola curah hujan di wilayah tersebut merupakan pola Bimodal atau dua puncak (Gambar 5). Puncak hujan terjadi dua kali yaitu pada bulan Maret Dasarian III/ April I (Maret III/April I) sekitar 140 mm dan pada bulan Oktober III/November I sekitar 123 mm. Data tinggi muka air berasal dari data sungai Mentaya, merupakan sungai yang mengalir melalui Kota Waringin Timur. Dari data pengukuran tinggi muka air sungai Mentaya menunjukkan bahwa puncak tertinggi terjadi pada bulan Maret III/April I dan Oktober I/II. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa peningkatan curah hujan di sekitar wilayah tersebut dapat mempengaruhi peningkatan volume air sungai Mentaya. Berdasarkan informasi dari Kalender Tanam Lahan Rawa terdapat perbedaan waktu tanam pada lahan rawa pasang surut dengan lahan rawa lebak. Pada Lahan rawa pasang surut tipe A potensi tanam pada Musim Tanam I (MT I) terdapat pada bulan September III/Oktober I dengan luas potensi tanam sekitar 83 ha dan pada Musim Tanam II (MT II) terdapat pada bulan Maret III/April I dengan luas potensi tanam sekitar 25 ha. Bila dilihat dari fluktuasi curah hujan dan peningkatan tinggi muka air maka waktu tanam pada MT I maupun MT II bersamaan dengan awal peningkatan curah hujan dan puncak tinggi muka air sungai Mentaya. Pada lahan rawa lebak dangkal potensi tanam pada MT I terdapat pada bulan Januari III/Februari I dengan luas potensi tanam sekitar 104 ha dan MT II terdapat pada bulan Juni II/III dengan luas potensi tanam sekitar 66 ha. Bila dilihat dari

Halaman 7 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi fluktuasi curah hujan dan peningkatan tinggi muka air maka waktu tanam pada MT I bersamaan dengan awal peningkatan curah hujan dan puncak tinggi muka air sungai Mentaya. Waktu tanam pada MT II dilakukan pada saat curah hujan semakin menurun untuk menghindari genangan.

Gambar 5. Hubungan Curah Hujan, Tinggi Muka Air dan Waktu Tanam di lahan pasang Surut, Kecamatan (a) Bukit Santuai dan (b) Mentaya Hulu.

Sebaran Estimasi Waktu Tanam di Lahan Rawa Pasang Surut Berdasarkan Prediksi Curah Hujan Pada umumnya prediksi waktu tanam di lahan pasang surut pada MT I, II, III tahun 2013/2014 di Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan masing-masing terdapat pada Oktober II-III, April I-II dan Juni III-Juli I (Tabel 1). Hanya sebagian kecil yang mengalami pergeseran waktu tanam baik maju pada September III-Oktober I, Maret III- April I, dan mundur pada Desember III-Januari I serta Januari I-II. Prediksi Waktu Tanam tahun 2013/2014 di lahan pasang surut di kabupaten Kota Waringin Timur, Kalimantan Tengah hanya pada di MT I, dan II saja, masing-masing terdapat pada Oktober II-III, April I-II dan Juni III-Juli I. Hanya sebagian kecil yang mengalami pergeseran waktu tanam maju pada September III-Oktober I, Maret III-April I, dan mundur pada Desember III-Januari I serta Januari I-II. Peta prediksi waktu tanam dominan pada Oktober II-III seperti di Alalak, Kabupaten Barito Kuala dan Mentaya Hilir Selatan, Kota Waringin Timur disajikan pada Gambar 6 dan 7.

Tabel 1. Prediksi waktu tanam MT 2013/2014. Kabupaten Barito Kuala (a) dan Kota Waringin Timur (b).

Halaman 8 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 6. Peta prediksi waktu tanam kecamatan Alalak, Kabupaten Barito Kuala

Gambar 7. Peta prediksi waktu tanam kecamatan Mentaya Hilir Selatan, Kabupaten Kota Waringin Timur

2.1.3. Delineasi Wilayah Prioritas Penanganan Kekeringan Di Lahan Pertanian Di Bali dan Nusa Tenggara Kejadian iklim ekstrim yang seringkali muncul telah membawa dampak yang merugikan pada berbagai bidang. Salah satu dampak yang sangat dirasakan adalah terjadinya kekeringan yang intensitas dan luas cakupannya tidak selalu sama setiap tahun. Oleh karena itu, data dan informasi mengenai kejadian anomali iklim ini sangat diperlukan dan perlu diperhitungkan dalam menyikapi munculnya kejadian kekeringan. Dalam cetak biru ‘Pengelolaan Banjir dan Kekeringan Partisipatif dan Berkelanjutan’ yang disusun oleh

Halaman 9 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Kementerian Pertanian dikemukakan konsep pendekatan partisipatif dalam pengelolaan banjir dan kekeringan didasarkan pada prioritas wilayah penanganan kerawanan banjir dan kekeringan. Dalam cetak biru dinyatakan bahwa wilayah prioritas adalah wilayah yang sangat rawan, rawan dan agak rawan banjir dan kekeringan akibat variabilitas/anomali iklim, merupakan daerah aliran sungai atau jaringan drainase/irigasi yang mengalami tingkat kerusakan berat, sedang hingga ringan, dan merupakan wilayah andalan sentra produksi padi. Namun demikian cetak biru tersebut belum memaparkan secara jelas informasi secara spasial tentang wilayah prioritas rawan banjir maupun kekeringan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis dan pewilayahan prioritas penanganan kekeringan yang memperhitungkan aspek klimatologis, hidrologis dan agronomis di lahan pertanian di Bali dan Nusa Tenggara. Diharapkan analisis ini dapat mendukung cetak biru Pengelolaan Banjir dan Kekeringan Partisipatif dan Berkelanjutan yang disusun oleh Kementerian Pertanian. Data yang digunakan dalam penelitian ini, mencakup (1) data curah hujan bulanan Provinsi Sulawesi Selatan hasil pengamatan tahun 1979-2012, (2) data bulanan anomali suhu muka laut Zone Nino-3.4 hasil pencatatan tahun 1979-2012, (3) peta rupa bumi yang mencakup Provinsi Bali dan Nusatenggara, (4) peta penggunaan lahan sawah Provinsi Bali dan Nusa Tenggara, (5) peta kerapatan jaringan sungai Provinsi Bali dan Nusa Tenggara. Dalam penelitian ini dilakukan analisis tingkat rawan kekeringan pada aspek klimatologis, aspek hidrologis dan aspek agronomis, selanjutnya dilakukan analisis yang mengkumulatifkan ketiga aspek tersebut dan dilakukan pemetaan wilayah prioritas penanganan kekeringan. Pada aspek kekeringan klimatologis, dilakukan analisis hubungan antara curah hujan dengan anomali suhu muka laut pada zona NINO-3.4, sebagai indikator perubahan iklim global, kemudian diklasifikasi berdasarkan tingkat sensitivitas curah hujan terhadap perubahan iklim global. Semakin sensitif curah hujan terhadap fluktuasi perubahan iklim global diberi nilai bobot yang makin besar. Pada aspek kekeringan hidrologis dilakukan klasifikasi kerapatan jaringan sungai. Semakin tinggi kerapatan jaringan sungai maka akan semakin kecil peluang terjadinya kekeringan. Sehingga pada klasifikasinya nilai bobot yang lebih besar diberikan pada wilayah yang memiliki kerapatan jaringan sungai yang lebih rendah. Pada aspek agronomis klasifikasi dilakukan berdasarkan tingkat kebutuhan air dan tingkat jaminan untuk pemenuhan kebutuhan air tersebut pada berbagai tipe penggunaan lahan. Semakin terjamin air untuk pertumbuhan tanaman di lahan pertanian diberi nilai bobot yang semakin rendah. Teknik klasifikasi dan perhitungan kumulatif tingkat kerawanan terhadap kekeringan disajikan pada Tabel 2, Adapun Teknik analisis kumulatif tingkat kerawanan kekeringan dari ketiga aspek disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat jumlah rata-rata curah hujan bulanan pada setiap musim tanam, baik musim tanam pertama (MT-1, MH), musim tanam kedua (MT-2, MK-1), dan musim tanam ketiga (MT-3, MK-2). Kisaran jumlah curah hujan rata- rata bulanan pada MT-1 (MH) adalah antara 67-958 mm/bulan, pada MT-2 (MK-1) berkisar antara 67-544 mm/bulan dan pada MT-3 (MK-2) antara 9-327 mm/bulan. Hal ini mengakibatkan terdapat perbedaan batas kelas sensitivitas antara satu musim tanam dengan musim tanam lainnya. Pada MT-1, batas kelas sensitiivitas terjadi pada nilai curah hujan 59 mm, artinya sensitivitas rendah ditunjukkan pada wilayah yang memiliki perubahan curah hujan kurang dari 59 mm untuk setiap perubahan 1oC anomali suhu muka laut di zona Nino-3.4, sedangkan untuk sensitivitas tinggi terjadi pada wilayah yang memiliki perubahan curah hujan lebih dari 59 mm untuk setiap perubahan 1oC anomali suhu muka laut di zona Nino-3.4. Pada MT-2, batas kelas sensitivitas terdapat pada nilai curah hujan 51 mm, adapun pada MT-3 batas kelas sensitivitas terdapat pada nilai curah hujan 47 mm (Tabel 4).

Halaman 10 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 2. Klasifikasi tingkat kerawanan kekeringan berdasarkan aspek klimatologis (a), hidrologis (b) dan agronomis (c).

(a) (b) (c)

Tabel 3. Analisis kumulatif tingkat rawan kekeringan menggunakan pembobotan pada aspek klimatologis, hidrologis dan agronomis.

Tabel 4. Tingkat sensitivitas perubahan curah hujan terhadap perubahan anomali suhu muka laut di Zona Nino-3.4. Tingkat Perubahan CH terhadap anomali suhu muka laut (mm/ OC) No Sensitivitas MT-1 (MH) MT-2 (MK I) MT-3 (MK II) 1 Tidak Sensitif Tidak Berkorelasi Tidak Berkorelasi Tidak Berkorelasi Sensitivitas 2 0 - 59 0 - 51 0 - 47 Rendah 3 Sensitivitas Tinggi > 59 > 51 > 47

Sebaran wilayah curah hujan berdasarkan tingkat sensitivitas perubahan curah hujannya terhadap perubahan anomali tingkat sensitivitas disajikan pada Gambar 7. Wilayah yang berwarna hijau merupakan wilayah yang curah hujannya tidak berkorelasi dengan anomali suhu muka laut zone NINO-3.4, warna kuning merupakan wilayah yang curah hujannya memiliki sensitivitas yang rendah terhadap anomali suhu muka laut zone NINO-3.4, dan warna orange merupakan wilayah yang curah hujannya sangat sensitif terhadap anomali suhu muka laut zone NINO-3.4. Pada MT-1 atau MH, sebagian besar wilayah di Bali dan Nusatenggara memiliki curah hujan yang tidak berkorelasi dengan anomali suhu muka laut zone NINO-3.4. hanya sebagian kecil wilayah yang memiliki curah hujan yang sensitif terhadap anomali suhu muka laut zone NINO-3.4. Wilayah yang memiliki sensitivitas rendah di Bali umumnya di sebagian Kabupaten Jembrana, Buleleng, Tabanan, Klungkung dan Badung.

Halaman 11 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi terutama di sekitar Kabupaten Karangasem (Gambar 8-a). Wilayah di NTB yang memiliki sensitivitas tinggi terdapat di Lombok Timur dan Sumbawa Barat. Wilayah yang memiliki sensitivitas di NTT hanya terdapat di Sumba Tengah dan Barat, sedangkan wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi hanya terdapat di Sumba Baratdaya. Pada MT-2 atau MK I, hampir semua wilayah Bali memiliki curah hujan yang tidak berkorelasi dengan anomali suhu muka laut zone NINO-3.4. Wilayah yang memiliki sensitivitas rendah hanya di sebagian kecil Kabupaten Jembrana, Tabanan dan Badung, sedangkan wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi antara lain di sebagian kecil Kabupaten Karangasem dan Klungkung (Gambar 8-b). Wilayah di NTB yang memiliki sensitivitas tinggi terdapat di Lombok Timur. Wilayah yang memiliki sensitivitas di NTT hanya terdapat di Sumba Barat, sedangkan wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi hanya terdapat di Sumba Barat Daya. Pada MT-3 atau MK II, hanya sebagian kecil wilayah Bali memiliki curah hujan yang tidak berkorelasi dengan anomali suhu muka laut zone NINO-3.4, antara lain di sebagian kecil Kabupaten Buleleng dan Jembrana. Wilayah yang memiliki sensitivitas rendah menyebar di kabupaten-kabupaten yang ada di pantai barat dan selatan Provinsi Bali, seperti Kabupaten Tabanan, Badung, Klungkung. Wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi antara lain di sebagian Kabupaten Gianyar, Bangli dan Karangasem (Gambar 8-c). Wilayah di Provinsi NTB yang tidak berkorelasi di Kabupaten Lombok Barat. Wilayah yang memiliki sensitivitas rendah terdapat d kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa dan Dompu. Wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi terdapat di Kabupaten Lombok Timur dan Simbawa Barat. wilayah NTT yang tidak berkorelasi antara lain di kabupaten Timur Tengah Utara, Timur Tengah Selatan dan Belu. Wilayah yang memiliki sensitivitas rendah menyebar di kabupaten-kabupaten yang ada di pantai barat dan selatan NTT, seperti Kabupaten Sumba Barat, Sumba Tengah, Sumba Barat Daya Kabupaten/Kota Kupang, Ngada, Sabu dan Alor. Wilayah yang memiliki sensitivitas tinggi antara lain di sebagian Kabupaten Manggarai Timur, Sikka, Rote, Nagekeo, Ende dan Flores Timur.

(a) (a)

(b) (b)

Halaman 12 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

(c) (c) Gambar 8. Peta spasial tingkat sensitivitas curah hujan terhadap anomali suhu muka laut di zona nino-3.4; (a) MT-1 (MH), (b) MT-2 (MK I), (c) MT-3 (MK II)

Berdasarkan tingkat rawan kekeringan hidrologis, wilayah yang tidak rawan kekeringan adalah merupakan wilayah-wilayah yang memiliki kerapatan jaringan sungai yang tinggi, untuk Kabupaten Bali umumnya menyebar di Kabupaten Gianyar, Tabanan dan Bangli. Wilayah yang cukup rawan kekeringan adalah merupakan wilayah-wilayah yang memiliki kerapatan jaringan sungai yang sedang, umumnya menyebar di sebagian Kabupaten Buleleng, Jembrana dan Badung. Wilayah yang sangat rawan kekeringan adalah wilayah-wilayah yang memiliki kerapatan jaringan sungai yang rendah yakni di Klungkung dan Karangasem (Gambar 9-a).

(a) (a)

(b) (b) Gambar 9. Peta sebaran tingkat rawan kekeringan berdasarkan aspek hidrologis (a) dan aspek agronomis (b) di Bali dan Nusa Tenggara

Berdasarkan tingkat rawan kekeringan agronomis, wilayah yang tidak rawan kekeringan adalah merupakan kawasan lahan sawah irigasi yang dapat ditanami minimal dua kali dalam setahun, menyebar di Kabupaten Tabanan, Gianyar, Badung dan Bangli. Wilayah yang cukup rawan kekeringan merupakan kawasan lahan sawah irigasi yang hanya bisa ditanami satu kali atau sawah tadah hujan yang dapat ditanami dua kali, umumnya menyebar di sebagian Kabupaten Jembrana dan Klungkung. Wilayah yang

Halaman 13 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi sangat rawan kekeringan merupakan kawasan lahan sawah tadah hujan yang hanya bisa ditanami satu kali, lahan tadah hujan, lahan kering dan ladang, umumnya menyebar di sebagian besar Kabupaten Buleleng dan Karangasem. Wilayah yang tidak rawan kekeringan di NTB adalah di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Tengah dan Sumbawa. Wilayah yang cukup rawan kekeringan terdapat di Kabupaten Sumbawa dan Dompu, sedangkan wilayah yang sangat rawan kekeringan terdapat di Kabupaten Lombok Timur, Sumbawa Barat, dan Bima. Wilayah yang tidak rawan kekeringan di NTT adalah di Kabupaten Belu, Flores Timur, Kota Kupang, Lembata, Manggarai Timur, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, TTU dan TTS. Wilayah yang cukup rawan kekeringan terdapat di Kabupaten Kupang, Manggarai, Manggarai Barat, sedangkan wilayah yang sangat rawan kekeringan terdapat di Kabupaten Sikka dan Sumba Timur dan Belu (Gambar 9-b). Gambar 10 menyajikan wilayah prioritas penanganan kekeringan sebagai hasil analisis kumulatif pembobotan terhadap aspek klimatologis, hidrologis dan agronomis, baik untuk MT-1, MT-2 maupun MT-3. Warna merah menggambarkan wilayah yang sangat rawan terhadap kekeringan dan merupakan prioritas-1 dalam penanganan kekeringan pada lahan pertanian, warna kuning menggambarkan wilayah yang cukup rawan terhadap kekeringan dan merupakan prioritas-2 dalam penanganan kekeringan pada lahan pertanian, sedangkan warna hijau menggambarkan wilayah yang tidak rawan terhadap kekeringan dan merupakan prioritas-3 dalam penanganan kekeringan pada lahan pertanian. Terlihat bahwa pada MT-1 atau MH, wilayah prioritas-1 dalam penanganan kekeringan di Bali terdapat di Kabupaten Buleleng. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Bima, Dompu, dan Lombok Timur. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten Ende, dan Flores Timur. Wilayah prioritas-2 di Provinsi Bali terutama menyebar di Kabupaten Karangasem dan Klungkung. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Kota Bima dan Kota Mataram. Untuk provinsi NTT terdapat di Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Wilayah prioritas-3 di Bali terutama menyebar di Badung, Tabanan, Gianyar dan Bangli. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Lombok Utara. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten Kupang, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, TTU dan TTS (Gambar 10-a) Pada MT-2 atau MK I, wilayah prioritas-1 penanganan kekeringan di Bali terdapat di Kabupaten Jembrana dan Buleleng. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Bima, Dompu, Sumbawa Barat, dan Lombok Timur. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten Ende, Alor, dan Flores Timur. Wilayah prioritas-2 di Provinsi Bali terutama menyebar di Kabupaten Karangasem dan Klungkung. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Kota Bima dan Kota Mataram. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Rote Ndao, dan Sabu Raijua. Wilayah prioritas-3 di Bali terutama menyebar di Badung, Tabanan, Gianyar dan Bangli. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Lombok Utara. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten Kupang, Lembata, Manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, TTU dan TTS (Gambar 10-b). Pada MT-3 atau MK II, wilayah prioritas-1 penanganan kekeringan di Bali terdapat di Kabupaten Buleleng. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Bima, Dompu, dan Lombok Timur. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten Ende, dan Flores Timur. Wilayah prioritas-2 di Provinsi Bali terutama menyebar di Kabupaten Karangasem dan Klungkung. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Kota Bima dan Kota Mataram. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten Kupang, Lembata, manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo, Ngada, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Wilayah prioritas-3 terutama menyebar di Badung, Tabanan, Gianyar dan Bangli. Untuk provinsi NTB terdapat di Kabupaten Lombok Utara. Untuk provinsi NTT terdapat di Kabupaten Kupang, Lembata, manggarai, Manggarai Barat, Manggarai Timur, Nagekeo,

Halaman 14 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Ngada, Rote Ndao, Sabu Raijua, Sumba Barat, Sumba Barat Daya, TTU dan TTS (Gambar 10-c).

(a) (a)

(b) (b)

(c) (c) Gambar 10. Peta wilayah prioritas penanganan kekeringan di Bali dan Nusa Tenggara pada (a) MT-1 (MH), (b) MT-2 (MK I), (c) MT-3 (MK II)

2.1.4. Pengembangan EWS (Early Warning System) OPT di Sentra Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas produksi tanaman. Serangan OPT makin tidak menentu dengan adanya perubahan iklim. Menurut Wiyoto Wiyono (2007), perubahan iklim menyebabkan perilaku OPT menjadi tidak menentu, OPT yang dulunya dominan menjadi tidak dominan, OPT yang tidak dominan menjadi dominan dan OPT yang dominan menjadi meningkat eskhalasinya menjadi lebih eksplosif. Untuk itu perlu dilakukan upaya adaptasi perubahan iklim untuk menjaga stabilitas produksi pertanian akibat serangan OPT. Informasi organisme penganggu tumbuhan (OPT) berkaitan dengan perubahan kondisi iklim masih terbatas. Namun, tanda-tanda di lapangan menunjukkan kaitan kuat antara masalah hama dan penyakit dengan perubahan iklim yang terjadi. Susanti E., 2007 mengatakan bahwa kejadian La Nina memicu ledakan serangan wereng batang coklat pada musim kemarau

Halaman 15 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi tahun 1998 di Jawa Barat. Tujuan penelitian adalah: (1).mengetahui peubah iklim yang menentukan jenis dan luas serangan OPT pada tanaman hortikultura; dan (2). Pemutakhiran sistem informasi OPT hortikultura. Metodologi yang digunakan adalah analisis korelasi dan model regresi stepwise untuk mencari hubungan luas serangan OPT dengan beberapa parameter iklim. Analisis dilakukan untuk data bulanan dan musiman. Kemudian dari database dan model yang tersusun dibangun sistem informasi luas serangan OPT (SIOPTHor) menggunakan pembangunan aplikasi desktop dan web dengan menggunakan Microsoft Studio 2010 dan DevExpress versi 2011 sebagai komponen antarmukanya. Sedangkan untuk database menggunakan SQL Server Management Studio untuk membangun dan memasukkan data dari Excel ke dalam database. Langkah terakhir adalah testing/pengetesan dari semua halaman yang dibuat dan jika ada kesalahan maka segera diperbaiki dan jika semua kesalahan sudah diperbaiki, aplikasi di-upload ke server katam.info yang dimiliki oleh BBSDLP. Pengguna dapat mengakses dengan alamat aplikasi web http://katam.info/opt secara cepat dan mudah. Untuk analisis bulanan hubungan parameter iklim yang nyata mempunyai korelasi > dengan logaritma luas serangan ulat bawang adalah : curah hujan (CH), curah hujan lag 1 bulan (CH-1), kelembaban rata2 (RH) dan kelembaban rata2 lag 1 bulan (RH-1). Gambar 1 menunjukkan jika curah hujan rendah dan kelembaban rendah, memicu meningkatnya serangan ulat bawang. Hal ini sejalan dengan pengamatan lapang di Kecamatan Larangan (Gambar 12).

Gambar 11. Hubungan luas serangan terkena ulat bawang dengan curah hujan

Model persamaan logaritma luas serangan OPT yang mempunyai hubungan yang nyata dengan R2 >0.5 dicantumkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persamaan regresi logaritma luas serangan terkena ulat bawang dengan beberapa parameter iklim di Kabupaten Brebes Persama an Constant CH-1 CH RHmin-1 Tmin-2 RH R-Sq 1 -0.108 -0.002 -0.002 0.007 0.092 51.140 2 1.591 -0.002 -0.001 0.009 0.118 -0.032 53.860

Dari pengamatan di Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes, mulai Juli 2011 sampai Juni 2012, Data AWS, menunjukkan suhu udara minimum berkisar antara 23.1 0C pada bulan Agustus dan 26.4 0C pada bulan Mei, sedangkan suhu maksimum berkisar antara 27.3 oC pada bulan Maret dan 33.6 0C pada bulan Oktober. Kelembaban udara

Halaman 16 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi minimum berkisar antara 48% pada bulan Oktober dan 86.1% pada bulan Januari, sedangkan kelembaban udara maksimum berkisar antara 75.5% pada bulan Oktober dan 93.8 % pada bulan Januari. Gambar 12 menunjukkan perbedaan yang sangat jelas antara suhu maksimum dan minimum dan kelembaban maksimum dan minimum, dan kondisi ini menjadi pemicu serangan ulat bawang pada musim kemarau dan luas serangan trotol dominan terjadi pada musim hujan.

Gambar 12. Distribusi Luas Serangan Ulat Bawang dan Trotol dengan Suhu dan Kelembaban Udara

Hasil analisis korelasi luas serangan ulat bawang dan parameter iklim musiman di Kabupaten Brebes pada musim hujan (Oktober-Maret) yang nyata pada taraf 95% adalah suhu rata-rata (Trata2) dan Kelembaban rata-rata (RHrata2). Korelasi cukup tinggi yaitu -0.539 untuk kelembaban rata-rata dan 0.687 untuk suhu rata-rata. Korelasi ini menunjukkan bahwa serangan ulat bawang musiman tinggi apabila suhu meningkat dan kelembaban rendah. Hasil analisis korelasi luas serangan ulat bawang dan parameter iklim musiman di Kabupaten Brebes pada musim kemarau (April-September) yang nyata pada taraf 95% adalah suhu aksimum (Tmax) dan Kelembaban maksimum (RHmax). Korelasi cukup tinggi yaitu -0.551 untuk kelembaban maksimum dan 0.651 untuk suhu maksimum. Korelasi ini menunjukkan bahwa serangan ulat bawang musiman tinggi apabila suhu maksimum tinggi/meningkat dan kelembaban turun/rendah Model persamaan luas serangan ulat bawang musiman untuk musim kemarau yang mempunyai R2 > 0.5 adalah : Luas Terkena = -13799 + 424 Trata2 + 115 Tmin. Untuk analisis OPT trotol hasilnya korelasinya tidak sebesar pada OPT ulat bawang. Sistem Informasi Organisme Pengganggu Tumbuhan Hortikultura (SIOPTHor) terdiri dari 2 menu utama yaitu : (1). informasi spasial dan tabular hasil dari kompilasi data dan (2). Prediksi luas serangan terkena OPT, yang terdiri dari prediksi bulanan dan musiman. Gambar 13 adalah tampak muka dari SIOPTHor.

Halaman 17 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 13. Tampak muka Sistem Informasi Luas Serangan OPT Hortikultura (SIOPTHor)

SIOPTHor dapat mensimulasi prediksi luas terkena serangan OPT bulanan dan musiman per komoditas, jenis OPT dominan dan per kabupaten (Gambar 14). Model simulasi diperoleh dari hubungan antara luas serangan dan parameter iklim yang mempunyai korelasi yang nyata.

Gambar 14. Menu Simulasi prediksi bulanan dan simulasi prediksi musiman

SIOPTHor memudahkan pengguna untuk (1). mengidentifikasi dengan mudah dan cepat sebaran luas serangan OPT secara spatial, tabular dan grafik; (2) memprediksi luas serangan bulanan dan musiman sehingga dapat digunakan untuk menentukan prioritas penanganan atau pengendalian OPT agar kehilangan hasil akibat OPT dapat ditekan.

2.1.5. Penelitian dan Pengembangan Sistem Informasi Sumber Daya Iklim dan Air untuk Percepatan Pengiriman dan Pemutakhiran Data Mendukung Perencanaan Pertanian Sejak tahun 1999, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian telah memasang Automatic Weather Station (AWS) dan Automatic Water Level Recorder (AWLR) yang tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Untuk meningkatkan kecepatan pemutakhiran data iklim dan hidrologi, dikembangkan juga sistem transfer data iklim dan hidrologi near realtime yang diprioritaskan untuk wilayah-wilayah strategis seperti sentra

Halaman 18 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi pangan dan wilayah pertanian meliputi seluruh pewakil zone iklim dan ekosistem di Indonesia. Dalam menjaga kontinuitas dan kualitas data rekam iklim dan hidrologi perlu dilakukan perawatan, kalibrasi dan perbaikan peralatan. Kegiatan ini bertujuan untuk: (1) Mengembangkan sistem jaringan stasiun iklim dan hidrologi melalui relokasi dan instalasi stasiun AWS, (2) Meningkatkan keakuratan data iklim dan hidrologi melalui perbaikan dan kalibrasi peralatan, (3) Mempercepat tersedianya informasi iklim dan hidrologi dengan updating data base iklim dan hidrologi, dan (4) Mempelajari karakteristik iklim dan hubungan antar parameter iklim di stasiun AWS. Kalibrasi peralatan iklim dilakukan dengan menggunakan peralatan standar WMO. Pengembangan sistem jaringan dilakukan melalui relokasi stasiun iklim dari lokasi dengan kerapatan stasiun iklim yang tinggi dan atau dari lokasi dimana secara geografis tidak memiliki perbedaan dinamika iklim dengan daerah sekitarnya, dan atau dari lokasi dimana keberadaan stasiun iklim tidak menjadi prioritas sebagai peralatan observasi, ke lokasi yang memiliki kerapatan stasiun iklim yang rendah, dan atau secara geografis memiliki karakteristik iklim yang dinamik dan perlu pengamatan intensif, dan atau keberadaan stasiun iklim menjadi prioritas sebagai peralatan observasi guna menunjang perencanaan pertanian. Relokasi dan instalasi stasiun AWS, disesuaikan dengan kerapatannya atau di lokasi yang menunjang prioritas perencanaan pertanian. Perbaikan peralatan iklim direkomendasikan untuk yang mengalami kerusakan sedang dan ringan. Untuk peralatan yang mengalami kerusakan sangat berat hingga berat direkomendasikan untuk melakukan penggantian. Gambar 15, menunjukkan sebaran AWS Badan Litbang, dengan total keseluruhan 76 buah di seluruh Indonesia.

Gambar 15. Sebaran AWS Badan Litbang Pertanian

Gambar 16 menunjukkan bahwa hanya 33% dari AWS yang berfungsi dengan baik sedangkan 38% sensor rusak. Gambar 17 menunjukkan sensor yang banyak mengalami kerusakan adalah sensor kelembaban, arah angin dan kecepatan angin. Beberapa sensor AWS yang rusak telah diperbaiki dan dipasang kembali.

Halaman 19 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 16. Kondisi Stasiun AWS Badan Gambar 17. Kondisi Sensor Rusak di Litbang Pertanian Stasiun AWS Badan Litbang Pertanian

Sistem jaringan stasiun iklim otomatis yang telah dilakukan relokasi, instalasi dan upgrade sistem adalah: 6 AWS Badan Litbang Pertanian antara lain di Provinsi Jawa Barat (AWS-), Jawa Tengah (AWS-Kertek), Lampung (AWS-Palas), Kalimantan Selatan (AWS-Landasan Ulin), Kalimantan Tengah (AWS-Jabiren) dan Riau (AWS-Padang Marpoyan). Pada tahun 2012 dilaporkan sebagai berikut (1) Dua AWS hilang yaitu AWS Cangkuang dan AWS Palas, (2) Tiga AWS direlokasi+instalasi dengan alasan, dua lokasi yang lama digunakan untuk pengembangan wilayah yaitu AWS Kertek dan AWS Landasan Ulin serta satu AWS di Jabiren lokasi lingkungan sekitar AWS tidak memenuhi syarat pencahayaan, (3) satu AWS upgrade system dari sistem kaset (CIMEL) ke sistem telemetri (DAVIS) yaitu AWS Padang Marpoyan Riau. Peningkatan keakuratan data iklim dan hidrologi melalui perawatan, penggantian suku cadang sensor yang rusak, pelatihan teknisi dan kalibrasi sensor telah dilaksanakan. Pelatihan teknisi dilaksanakan pada awal kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan teknisi dalam melakukan perawatan rutin (Gambar 18).

Gambar 18. Pelatihan Teknisi untuk Perawatan, Pengoperasian dan Database AWS- CIMEL 9-10 Februari 2012

Halaman 20 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Perawatan dan penggantian suku cadang sensor yang rusak sampai akhir kegiatan telah dilaksanakan di beberapa AWS antara lain: (1) Lima AWS di Provinsi Nusa Tenggara Timur, (2) Satu AWS di Provinsi Lampung, (3) Dua AWS di provinsi Nusa Tenggara Barat, (4)) Satu AWS di Provinsi Maluku Utara, (5) Tiga AWS di Provinsi Jawa Barat, dan (6) Empat AWS masing-masing di Kabupaten Cianjur, Sukabumi dan Bogor yang secara rutin dilakukan pengambilan kaset setiap bulannya. Pemutahiran database AWS yang telah dilakukan sampai November 2012 tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Pemutahiran Database Nasional Balitklimat Provinsi Jumlah Stasiun Tahun Status data NTT 47 sta (8 Kab) 1988-2008 Tersimpan dalam Database Nasional NTB 4 (iklim), 23 (hujan) 1997-2010 Tersimpan dalam Database Nasional KalSel 50 stasiun hujan 1980-2006 Tersimpan dalam Database 2 stasiun hidrologi Nasional KalTeng 3 stasiun hujan 1985-2011 Tersimpan dalam Database Nasional Riau 46 stasiun hujan 1981-2003 Tersimpan dalam Database Nasional SumBar Iklim dan Hujan Proses Entri Bengkulu Iklim dan Hujan Proses Entri Lampung 77 sta (13 Kab) 2001 – Proses Entri 2011 Bali Hujan Proses Entri AWS 54 stasiun 2000 - Tersimpan dalam Database 2012 Nasional AWLR 4 stasiun Tersimpan dalam Database Nasional Jawa Barat Curah Hujan (300 1980-2011 Proses Entri sta)

Sampai dengan akhir tahun 2012, database iklim nasional telah menyimpan data dari 5860 stasiun iklim dan curah hujan, sehingga terjadi peningkatan 306 stasiun dari tahun sebelumnya (2011). Hasil analisis tipe curah hujan dan pola hujan di 58 AWS Badan Litbang Pertanian disajikan pada Tabel 7. Tipe curah hujan dapat menunjukkan bahwa tipe curah hujan A dan B lebih basah dibandingkan dengan tipe curah hujan C, D dan E. Sedangkan pola hujan monsunal menunjukkan ada perbedaan yang jelas antara musim hujan dan kemarau dan terdapat satu puncak hujan dalam periode satu tahun.

Tabel 7. Tipe curah hujan dan pola curah hujan di beberapa lokasi AWS Badan Litbang Propinsi Tipe Curah Hujan Pola Hujan (Oldeman) Jawa Barat A, B1, B2, C2, D3, E3 dan Monsunal dan Ekuatorial E4 Jawa Tengah C-3 Monsunal Nusa Tenggara Timur D3, D4, dan E4 Monsunal Kalimantan Timur C2, C3, D1, D2, dan D3 Monsunal dan Ekuatorial Sulawesi Tenggara C3, D1, D3 dan E4 Monsunal, lokal dan Ekuatorial.

Halaman 21 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

2.1.6. Perakitan Sensor Kelembaban Udara Menggunakan Nanoteknologi Kebutuhan pertanian presisi(Precision Farming) sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan menggunakan sumber daya alam secara efektif dan efisien melalui natural resources management. Dalam pertanian presisi ini membutuhkan alat atau sensor untuk mengukur kelembaban udara sehingga penggunaan air dapat dikendalikan secara lebih hemat. Sensor kelembaban udara dengan nanoteknologi diharapkan dapat dibuat secara mudah dan lebih terjangkau dan ukuran lebih kecil. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat sebuah prototipe sensor yang dapat mengukur kelembaban udara menggunakan nanoteknologi. Tahapan metodologi terdiri atas: pembuatan sensor nano untuk kelembaban dan pengujian sensor nano. Proses pembuatan sensor nano mengikuti prosedur yang sudah terpublikasi dengan sedikit modifikasi. Pembuatan dilakukan dengan mensintesis partikel nano ZnO. Adapun pengujian kinerja sensor nano untuk kelembaban dilakukan dengan cara menghubungkan sensor kelembaban dengan digital mutimeter untuk diukur hambatannya dan disimpan dalam komputer dengan menggunakan software National Instruments LabView SignalExpress 2009. Hasil pengukuran kemudian divalidasi dengan sensor kelembaban yang sudah ada untuk melihat tingkat validitas dan akurasi sensor nano (Gambar 19). Adapun sistem pengujian/testing dibuat terlebih dahulu menggunakan AVR dan Visual Studio 2010.

Gambar 19. Diagram konfigurasi pengujian

Dari hasil pengujian/testing sensor nano yang dilakukan dengan interval waktu 5 detik dalam kurun waktu ± 1 jam. Untuk perlakuan 20 mM, pengukuran hambatan menunjukkan nilai hambatan sangat fluktuatif, nilai hambatan berkisar pada 1,23 M ohm sampai dengan 83,6 M ohm dan tidak menunjukkan konsistensi nilai (Gambar 20).

Halaman 22 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 20. Diagram hambatan untuk Gambar 21. Diagram kelembaban relatif dan perlakuan 20mM hambatan untuk perlakuan 20mM

Gambar 22. Diagram hambatan untuk Gambar 23. Diagram kelembaban relatif perlakuan 30mM dan hambatan untuk perlakuan 30mM

Untuk perbandingan nilai hambatan dengan nilai kelembaban relatif dari sensor yang ada, terlihat bahwa nilai hambatan tidak mempunyai korelasi positif dengan nilai kelembaban relatif. Pada pengukuran ke-1 sampai dengan 36 memperlihatkan nilai hambatan terputus karena terlalu besar nilai hambatan dapat dapat diukur (Gambar 21). Sedangkan untuk nilai hambatan dari perlakuan 30 mM terlihat bahwa sensor mempunyai nilai konsistensi yang cukup baik. Nilai hambatan berkisar dari 16,4 M ohm sampai dengan 2,5 M ohm. Meskipun mempunyai nilai konsitensi, noise/gangguan masih mendominasi nilai hambatan (Gambar 22). Sedangkan untuk perbandingan dengan nilai kelembaban relatif, nilai hambatan masih belum mempunyai korelasi positif yang terlihat pada pengukuran ke 109-133. Nilai kelembaban relatif yang terukur stabil sedangkan nilai hambatan fluktatif (Gambar 23). Untuk perlakuan 40 mM, nilai hambatan menunjukkan hasil yang lebih baik dari kedua perlakukan lainnya. Pengukuran nilai hambatan menunjukkan noise/gangguan jauh lebih rendah (Gambar 24). Nilai hambatan antara 1,28 M ohm sampai dengan 3,9 M ohm. Nilai hambatan ini paling rendah daripada kedua perlakukan lainnya. Hal ini berhubungan dengan morfologi ZnO nanorods yang paling besar ukurannya.

Halaman 23 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 24. Diagram hambatan untuk Gambar 25. Diagram kelembaban relatif perlakuan 40mM dan hambatan untuk perlakuan 40mM

Untuk perbandingan dengan nilai kelembaban relatif, nilai hambatan secara garis besar belum dapat mengikuti nilai kelembaban relatif yang ada. Akan tetapi, pada pengukuran ke 57-78 dan 113-134, nilai hambatan mempunyai korelasi positif dengan nilai kelembaban relatif yang ada (Gambar 25). Ini memberikan bukti secara implisit bahwa sensor nano dapat mengukur kelembaban relatif meskipun hasilnya masih perlu divalidasi lebih lanjut.

2.2. Bidang Penelitian Hidrologi Pada tahun 2012, kelompok peneliti hidrologi melaksanakan 7 kegiatan penelitian yang dibiayai dari dana DIPA dan 2 kegiatan penelitian dibiayai dari dana kerjasama dengan Kementerian RISTEK. Tujuh kegiatan penelitian diuraikan pada bab 2 sedangkan 2 kegiatan penelitian diuraikan pada bab 3. 2.2.1. Pengembangan Model Pembagian Air Secara Optimal (Optimal Water Sharing) untuk Keberlanjutan Ketersediaan Sumber Daya Air Di Indonesia pemanfaatan air untuk berbagai penggunaan cenderung melebihi pasokan air yang tersedia dan belum terintegrasi dengan upaya konservasi air. Ego-sektoral dalam pemanfaatan air masih melekat pada setiap pengguna air. Hal ini semakin memberikan tekanan pada ketersediaan dan pasokan sumber daya air untuk berbagai penggunaan. Besaran proporsi pemanfaatan air untuk setiap sektor (rumah tangga, industri, irigasi, rekreasi, energi dll) sangat dinamis dan relatif sulit ditetapkan secara tepat dan akurat. Dalam meminimalisir terjadinya konflik penggunaan air diperlukan pembagian air yang optimal antar pengguna, dengan menerapkan optimal water sharing. Penelitian dilakukan mulai Januari 2012 sampai dengan Desember 2012 di DAS Bengawan Solo Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan tujuan untuk: (1) Karakterisasi dan analisis ketersediaan air (air permukaan, air tanah, dan mata air), (2) Karakterisasi dan analisis kebutuhan air (pertanian, domestik, dan industri), (3) Analisis neraca ketersediaan-kebutuhan air berbasis DAS pada berbagai skenario model penggunaan air di DAS Bengawan Solo, dan (4) Pengembangan model optimal water sharing untuk menentukan alokasi dan distribusi air optimum untuk berbagai sektor. Penelitian dilakukan melalui empat tahap metodologi yaitu: 1) Menghitung potensi ketersediaan air DAS yang terdiri dari air hujan, aliran permukaan, air tanah, dan mata air di seluruh wilayah DAS, 2) Analisis kebutuhan air berbagai sektor, 3) Menghitung neraca ketersediaan dan kebutuhan air untuk pertanian dan sektor lainnya, dan (4) Melakukan optimasi kebutuhan dan ketersediaan air untuk menentukan komposisi kebutuhan yang optimal pada kondisi irigasi konvensional dan dengan aplikasi irigasi intermittent (sekali,

Halaman 24 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dua kali, dan tiga kali tanam padi). Model optimasi OptiWaSh digunakan untuk menghitung kebutuhan dan ketersediaan air pada suatu wilayah dan menentukan alokasi optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi ketersedian air dari curah hujan di DAS Bengawan Solo sebesar 64.746 MCM dengan distribusi pada musim hujan 40.322 MCM dan pada musim kemarau 24.424 MCM. Potensi air permukaan dari sungai 20.315,99 MCM dan proyeksi tahun 2030 sebesar 23.003,44 MCM. Potensi air tanah sebesar 3.012 MCM dan mata air 821,02 MCM. Kebutuhan air untuk domestik1.133,08 MCM sedangkan proyeksinya pada tahun 2030 sebesar 1.232,042 MCM. Kebutuhan air untuk MH, MK1, dan MK2 pada tahun 2010 berturut-turut sebesar 6.929,49 MCM, 7.688,93 MCM, dan 7.737,65 MCM, sedangkan pada tahun 2030 berturut-turut turun menjadi 6.426,58 MCM, 7.352,49 MCM, dan 7.558,99 MCM. Kebutuhan air untuk industri pada tahun 2010 mencapai 126,32 MCM, sedangkan proyeksi tahun 2030 sebesar 143,09 MCM. Kebutuhan air untuk lingkungan pada tahun 2010 mencapai 286,65 MCM, sedangkan proyeksi tahun 2030 sebesar 1.808,68 MCM. Total kebutuhan air (domestik, industri dan pertanian sekali tanam) sebesar 8.475,55 MCM dan proyeksi kebutuhannya tahun 2030 sebesar 9.610,38 MCM. Total kebutuhan air (domestik, industri dan pertaniandua kali tanam) sebesar 16.164,48 MCM dan proyeksi kebutuhannya tahun 2030 sebesar 16.962,88 MCM.Total kebutuhan air (domestik, industri dan pertanian tiga kali tanam) sebesar 23.902,13 MCM dan proyeksi kebutuhannya tahun 2030 sebesar 24.521,87 MCM. Status neraca ketersediaan dan kebutuhan air di setiap wilayah kabupaten menunjukkan surplus pada sekali dan dua kali tanam. Sedangkan untuk tiga kali tanam menunjukkan status yang defisit, kecuali beberapa Kabupaten yang masih surplus air yaitu Kabupaten Madiun, Magetan, Ngawi, Pacitan, Mojokerto, Surabaya (Jawa Timur), Karanganyar, Klaten, Sukoharjo, Surakarta, dan Semarang (Jateng). Neraca ketersediaan dan kebutuhan air di DAS Bengawan Solo untuk tiga kali tanam pada tahun 2010 disajikan pada Tabel 8. Perangkat lunak OptiWaSh dapat digunakan untuk menghitung alokasi kebutuhan air optimal sehingga masing-masing stakeholder pengguna air terpenuhi kebutuhan airnya untuk jangka waktu panjang dengan tidak menimbulkan dampak negatif pada lingkungan. Hasil optimasi alokasi kebutuhan air dapat digunakan sebagai landasan kebijakan untuk mendukung upaya optimalisasi sumber daya air suatu wilayah untuk mewujudkan pembagian air secara adil dan optimal (optimal water sharing) untuk keberlanjutan ketersediaan sumber daya air.

Tabel 8. Neraca ketersediaan-kebutuhan air untuk tiga kali tanam tahun 2010 KEBUTUHAN AIR (MCM) N Kabupaten Ketersediaa Pertanian Indust Ket. o /Kodya n (MCM) Domestik (3x Total ri tanam) Kabupaten

Ponorogo 587.0 39.5 872.3 5.27 917.0 Defisit Trenggalek 254.9 29.7 293.2 2.44 325.3 Defisit Jombang 1846.9 57.8 1,220.5 0.33 1278.6 Defisit Nganjuk 427.5 44.1 1,063.2 0.64 1107.9 Defisit Surplu Madiun 929.2 28.2 794.2 4.11 826.5 s Surplu Magetan 2479.0 28.0 682.7 3.71 714.3 s Jawa Timur Timur Jawa Surplu Ngawi 3128.6 36.8 1,283.3 4.89 1325.0 s Bojonegoro 673.9 56.1 1,862.4 10.44 1929.0 Defisit Tuban 420.6 47.6 1,380.8 8.32 1436.7 Defisit Lamongan 1262.6 52.2 2,090.7 8.93 2151.8 Defisit

Halaman 25 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

KEBUTUHAN AIR (MCM) N Kabupaten Ketersediaa Pertanian Indust Ket. o /Kodya n (MCM) Domestik (3x Total ri tanam) Gresik 712.1 54.2 937.7 7.88 999.8 Defisit Surplu Mojokerto 1202.9 5.0 790.4 0.42 795.8 s Surplu Pacitan 466.3 24.6 326.6 3.57 354.7 s Kodya

Surplu Madiun 775.8 7.9 27.5 0.95 36.4 s Surplu Surabaya 226.2 115.6 38.7 21.39 175.7 s Kabupaten

Blora 20.1 36.8 1,173.2 1.93 1211.9 Defisit Boyolali 562.7 41.3 576.2 4.74 622.2 Defisit Grobogan 648.5 58.7 1,613.8 1.67 1674.1 Defisit Gunungkidul 117.0 29.5 196.4 0.73 226.6 Defisit Surplu Karanganyar 891.2 35.8 558.0 5.23 599.0 s Surplu Klaten 1517.9 49.8 835.9 8.04 893.8 s Rembang 323.6 25.6 745.6 0.75 772.0 Defisit Sleman 198.7 46.9 528.7 0.30 575.9 Defisit Sragen 79.2 38.3 1,003.5 5.14 1046.9 Defisit Surplu

Jawa Tengah Tengah Jawa Sukoharjo 588.4 36.5 531.2 5.29 573.0 s Wonogiri 32.8 43.2 826.4 5.63 875.2 Defisit Kodya

Surplu Surakarta 602.0 23.2 2.7 0.37 26.3 s Surplu Semarang 161.6 40.4 100.3 3.22 143.9 s 23,615. Total 21,137.0 1,133.2 22,356.1 126.3 Defisit 6

Hasil optimasi alokasi air dengan model OptiWaSh menemukan alokasi kebutuhan air optimal sebagai berikut: (a) Pada aplikasi irigasi konvensional untuk sekali, dua kali, dan tiga kali tanam berturut-turut adalah 12,12% -13,33%; 8,91% - 9,90%; 4,84% - 5,22% (domestik), 14,84% - 15,22%; 12,19% - 12,62%; 0,13% - 0,15% (industri), dan 71,44% - 73,05% ; 77,48% - 78,90; 90,36% - 93,72% (pertanian), (b) Pada aplikasi irigasi intermittent sekali, dua kali, dan tiga kali tanam alokasi optimalnya berturut-turut 22,78% - 24,61%; 8,91% - 9,65% 9,13% - 9,86% (domestik), 2,35% - 2,61%;12,19% - 12,62%; 0,94% - 1,05% (industri), dan 72,78% - 74,87%; 77,48% - 78,90%; 89,09% - 89,93% (pertanian). Selanjutnya pada Gambar 26-28 dan Gambar 29-32 berturut-turut disajikan grafik alokasi air optimal untuk domestik, industri, dan pertanian untuk tiga kali tanam dengan irigasi konvensional dan intermittent.

Halaman 26 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 26. Optimal water sharing untuk tiga Gambar 27. Persentase optimal water kali tanam pada irigasi sharing existing untuk tiga kali konvensional tanam tahun 2012

Gambar 28. Persentase optimal water sharing Gambar 29.Persentase optimal water dari air per Gambar. n untuk tiga sharing dari mata air untuk tiga kali tanam tahun 2012 kali tanam tahun 2012

Gambar 30. Optimal water sharing untuk tiga Gambar 31. Persentase optimal water kali tanam pada irigasi sharing existing untuk tiga kali intermittent tanam tahun 2012

Halaman 27 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 32. Persentase optimal water sharing Gambar 33. Persentase optimal water dari air permukaan untuk tiga kali sharing dari mata air untuk tiga tanam tahun 2012 kali tanam tahun 2012

2.2.2. Pengelolaan Lahan pada DAS Mikro untuk Meningkatkan Produktivitas Pertanian

Pengelolaan lahan pertanian yang kurang tepat pada kawasan berlereng akan menyebabkan terjadinya peningkatan aliran permukaan dan degradasi lahan yang pada akhirnya mengakibatkan lahan kritis. Pada kondisi demikian, aliran permukaan yang masuk ke sungai sangat banyak dan mengakibatkan meningkatnya debit puncak, serta menurunkan produktivitas lahan, sehingga hasil pertanian menurun. Pada tahun anggaran 2012, penelitian dilakukan di DAS mikro Selopamioro, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuan penelitian yaitu: 1) Mengidentifikasi karakteristik biofisik wilayah dan mempelajari paket teknologi pengelolaan lahan di DAS mikro Gumuk, DAS Pusur, 2) Mengaplikasikan teknologi Direct Seeding Mulch Based Croppsing System(DMC) melalui penggunaan mulsa dan mempelajari pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman serta karakteristik hidrologi di DAS mikro Selopamioro, kabupaten Bantul, DI Yogyakarta. Tahapan penelitian mencakup: (i) persiapan dan pengumpulan data pendukung; (ii) survei dan percobaan lapang; (iii) analisis data dan; (iv) penyusunan laporan. Rancangan percobaan yang digunakan Di DAS mikro Selopamioro adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 5 perlakuan mulsa yaitu: mulsa jerami padi; seresah terdiri dari campuran sisa tanaman kacang-kacangan dan jagung; mulsa plastik hitam perak/MPHP dengan ketebalan 0,04 mm; mulsa batang pisang, dan tanpa mulsa; sebanyak 5 ulangan. Ukuran petak perlakuan adalah 3 x 5 m, dalam setiap petak terdapat 3 bedengan (2 unit percobaan). Tiap bedengan berukuran lebar 80 cm, panjang 500 cm, tinggi 25 cm, jarak antar bedengan 30 cm. Dengan jarak tanam 40 x 50 cm, ( jumlah tanaman dalam satu plot adalah 60 tanaman). Mulsa Jerami dan seresah dengan ketebalan kurang lebih 3 cm diberikan 15 hari setelah tanam dengan cara disebar merata di permukaan tanah. Mulsa plastik hitam perak diaplikasikan 5 hari sebelum tanam, lubang dengan ukuran diameter 10 cm dibuat sebagai lubang tanam. Pupuk kandang dari kotoran sapi dengan takaran 20 ton ha-1 disebar seminggu sebelum tanam, sedangkan -1 pupuk Urea (46% N) dengan dosis 300 kg ha , SP-36 (36% P2O5) dengan dosis 300 kg -1 -1 ha , dan KCl (60% K2O) dengan dosis 250 kg ha masing-masing sepertiga dosis diberikan pada saat tanam dan 5 MST (minggu setelah tanam). Sepertiga dosis pupuk Urea, SP-36, dan KCl, serta ZA (21% N) dengan dosis 400 kg ha-1 diberikan pada umur 11 MST. Selain tanaman cabai rawit, di DAS mikro Selopamioro unit 2 dilakukan budidaya tanaman terong atas permintaan petani dengan perlakukan dan waktu tanam sama

Halaman 28 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dengan tanaman cabai rawit. Sedangkan tanaman kangkung dibudayakan pada musim kemarau pada lahan setelah tanaman cabai rawit unit 2, untuk memanfaatkan sumber irigasi dari embung yang berada di lokasi percobaan.

Pengaruh aplikasi DMC (Penggunaan mulsa) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pemberian mulsa jerami, plastik, seresah, dan batang pisang tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah buah. Pemberian mulsa pada umumnya tidak berpengaruh nyata terhadap produksi cabai. Pada unit 1 hanya mulsa batang pisang menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan mulsa jerami (Tabel 9). Irigasi suplemen untuk budidaya tanaman sayuran pada musim kemarau berasal dari embung, dan dapat dipergunakan untuk budidaya tanaman sayuran berumur pendek. Aplikasi mulsa berpengaruh terhadap perubahan karakteristik hidrologi, yaitu penurunan debit puncak, perpanjangan waktu respon pada curah hujan kurang dari 25 mm, dan penurunan koefisien aliran permukaan.

Tabel 9. Tinggi tanaman maksimum dan produktivitas tanaman cabai Unit 1 dan 2 pada MH 2010/2011 di DAS mikro Selopamioro Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Jumlah buah/petak Bobot (kg/petak) mulsa Unit 1 Unit 2 Unit 1 Unit 2 Unit 1 Unit 2 Jerami 59,4 a 59,3 a 949 a 598 a 4,87 a 3,08 a Seresah 60,0 a 60,6 a 902 a 687 a 5,25 ab 3,83 a Plastik 55,0 a 41,4 a 762 a 833 a 5,25 ab 3,70 a Bt Pisang 66,7 a 58,8 a 998 a 906 a 6,89 b 3,31 a Kontrol 65,2 a 64,3 a 861 a 556 a 5,51 ab 2,73 a

Pengaruh aplikasi teknologi DMC pada karakteristik hidrologi Hasil Pengamatan beberapa episode hujan yang memiliki jumlah curah hujan yang sama atau mendekati pada tahun 2001/2002 (sebelum pengelolaan lahan) serta pada tahun 2010/2011 dan 2011/2012 (setelah pengelolaan lahan melalui aplikasi DMC) menunjukkan bahwa pengelolaan lahan yang telah dilakukan pada areal tertentu di dalam DAS dapat menurunkan koefisien runoff (Tabel 10, 11, dan 12). Penurunan koefisien runoff (Kr) pada MH 2010/2011 dan MH 2011/2012 dibandingkan dengan tahun 2001/2002 berkisar antara 16-74%. Berdasarkan hasil penelitian Jordan et al. (2010), Puustinen et al. (2005), dan Rachman et al. (2004) lapisan mulsa akan meningkatkan kekasaran permukaan sehingga memperlambat proses intersepsi air hujan dan dapat memperlambat aliran permukaan sehingga menurunkan koefisien runoff. Selain itu penundaan runoff dapat meningkatkan infiltrasi air hujan selama kejadian hujan.

Tabel 10. Karakteristik hidrologi sebelum aplikasi mulsa (tahun 2001/2002) Episode ∑ CH CH maks Q maks Waktu Respon Run Off Kr (%) (mm) (mm) (l dtk-1) (menit) (mm) 24-Oct-01 18,0 11,2 88,3 6,0 1,6 8,7 30-Jan-02 21,2 5,2 91,0 12,0 2,5 11,9 10-Mar- 01 32,6 11,0 151,5 6,0 3,2 9,9 6-Mar-01 38,0 4,4 101,0 12,0 2,7 9,2 18-Mar- 01 39,8 8,8 215,9 18,0 5,8 14,6 5-Feb-02 45,8 6,8 158,4 18,0 10,0 21,8 16-Apr-02 51,0 10,8 249,2 30,0 9,9 19,3

Halaman 29 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 11. Karakteristik hidrologi setelah aplikasi mulsa, MH 2010/2011 Episode ∑ CH CH maks Q maks Waktu Respon Run Off Kr (%) (mm) (mm) (l detik-1) (menit) (mm) 23-Mei-10 18,0 7,0 27,1 12,0 0,4 2,3 8-Juni-10 20,2 3,8 33,2 12,0 0,7 3,3 16-Mei-10 33,6 11,0 170,9 6,0 2,5 7,3 5-Nov-10 38,8 11,0 177,1 6,0 2,1 5,4 30-Apr-11 41,6 13,4 327,1 6,0 5,0 12,1 8-Juni-10 45,6 9,6 162,1 12,0 3,0 6,5 26-Apr-11 51,6 20,0 344,7 6,0 6,5 12,6

Tabel 12. Karakteristik hidrologi setelah aplikasi mulsa MH 2011/2012 Episode ∑ CH CH maks Q maks Waktu Respon Run Off Kr (%) (mm) (mm) (l detik-1) (menit) (mm) 18-Feb-12 12,8 7,8 41,9 12,0 0,8 6,4 15-Apr-12 16,4 5,4 66,7 12,0 1,3 7,7 8-Mar-12 24,6 4,6 87,6 6,0 1,9 7,8 3-Mar-12 34,2 7,6 179,4 18,0 6,0 17,7 25-Feb-12 40,8 7,8 198,9 6,0 12,0 12,2 10-Mar-12 65,0 10,4 332,5 18,0 9,6 14,8

Penurunan debit puncak dan perpanjangan waktu respon baru terjadi pada curah hujan yang kecil (< 24,6 mm). Pada episode hujan 8 Juni 2010, 8 Maret 2012, dan 15 April 2012 terdapat penurunan debit puncak berturut-turut sebesar 64, 4, dan 27% dibandingkan sebelum aplikasi DMC. Berdasarkan data seluruh episode hujan yang ada penurunan debit puncak berkisar antara 4 – 69%. Pada curah hujan < 20,2 mm pada MH 2011/2012 terdapat perpanjangan waktu respon sebesar 6 menit yaitu dari 6 menit pada tahun 2001 menjadi 12 menit pada tahun 2011/2012. Pada tahun 2011/2012 terdapat perpanjangan waktu respon dari 6 menit pada 10 Maret 2001 menjadi 18 menit pada 3 Maret 2012. Ilustrasi penurunan debit puncak dan perpanjangan waktu respon disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34. Perbandingan kurva hidrograf sebelum aplikasi DMC (a: episode hujan 30 Januari 2002) dengan sesudah aplikasi DMC (b: episode hujan 8 Juni 2010, dan c: 8 Maret 2012, d: 15 April 2012)

Halaman 30 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

2.2.3. Penelitian dan Pengembangan Model Pengelolaan Air untuk Optimalisasi IP pada Daerah Tadah Hujan Penelitian pengembangan model pengelolaan irigasi sawah untuk optimasi IP dilakukan melalui pendekatan analisis neraca ketersediaan dan kebutuhan air pertanian untuk satuan unit analisis daerah irigasi atau kawasan persawahan tadah hujan. Identifikasi potensi ketersediaan air dilakukan melalui survei lapang dan analisis data sekunder dari instansi terkait serta pemodelan hidrologi. Sedangkan kebutuhan air pertanian dianalisis berdasarkan kebutuhan air tanaman menurut model neraca air tanaman serta skenario pola tanam. Pengembangan model neraca air lahan sawah dilakukan dengan memodifikasi algoritma perhitungan yang disesuaikan dengan sistem irigasi setempat padi-padi-kedelai, termasuk penyesuaian waktu tanam dan koefisien tanaman. Lokasi penelitian di Desa Kayen Kabupaten Pacitan termasuk Provinsi Jawa Timur bagian selatan dengan luas total sekitar 1.419,44 km2. Sebagian besar wilayah terdiri atas pertanian lahan kering 1.124,00 km2, daerah persawahan sekitar 111,32 km², pemukiman atau kampung sekitar 111.72 km², perkebunan sekitar 14.94 km², kawasan hutan sekitar 24.94 km², sedangkan selebihnya berupa kebun campuran, tanah tandus dan lain-lain (Prayogo, 2009). Adapun tujuan kegiatan adalah menganalisis potensi ketersediaan air permukaan dan air tanah di DAS serta menganalisis kebutuhan air lahan pertanian tadah hujan di DAS serta menyusun alat bantu model neraca air lahan sawah tadah hujan untuk optimasi IP pada daerah irigasi berbasis DAS.

Karakteristik Sumber Daya Air Desa Kayen memiliki luasan 362,53 Ha, dengan dominasi lahan pekarangan 41% dan persawahan 34%. Dari luas sawah yang ada 95% atau sekitar 115.5 Ha, merupakan daerah tadah hujan, sedangkan sisanya adalah sawah irigasi ½ teknis. Kondisi iklim di Desa Kayen, memiliki jumlah curah hujan tahunan rata-rata 2.554 mm, dengan evapotranspirasi 1.411 mm. Periode defisit terjadi antara bulan Mei – September (5 bulan) Gambar 35. Dengan kondisi periode kekurangan air (defisit) yang cukup panjang tersebut, pola tanam di Desa Kayen hanya bisa 2 kali padi dan 1 kali palawija dalam 1 tahun, kondisi tersebut didukung adanya irigasi suplementer dari air tanah yang diperoleh dari sumur gali. 600

500

400

300 mm

200

100

0 Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des CH 349 379 268 162 17 71 94 4 0 327 487 396 ETP 131 118 129 113 104 92. 100 111 118 131 131 132

Gambar 35. Distribusi Curah Hujan dan ETP Setahun di Pacitan

Halaman 31 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Analisis Neraca Air Lahan Sawah Tadah Hujan Lokasi penelitian yang dipilih untuk pengamatan adalah hamparan tadah hujan dengan luasan 23,78 Ha, dengan 200 petak sawah (hasil analisis citra ALOS). Pola tanam di lokasi penelitian adalah padi-padi-palawija, jenis palawija yang ditanam berupa kedele hitam dan cabe rawit tanaman lainnya yang ditanam di lahan tersebut adalah jagung dan kacang tanah. Bulan November merupakan jadwal semai benih padi dan penanaman padi dilakukan pada bulan Desember untuk MH, sedangkan musim tanam untuk MK II dan MK III dilakukan antara Maret-April dan Juni. Jenis padi yang ditanam adalah Inpari 13 dengan hasil sekitar 5.9 ton/ha GKP, sedangkan untuk palawija komoditas kedelai hitam hasil panen sekitar 2 ton/ha. Waktu tanam secara umum di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13. Waktu Tanam di Lokasi Penelitian

No Tanaman Bulan Minggu

1 Padi April 2-3 2 Kedelai April 2-3 3 Jagung Juni 1 4 Kc. Tanah April 3 5 Cabe Mei 2-3

Berdasarkan perhitungan neraca ketersediaan air, diketahui bahwa terjadi defisit ketersediaan air dari bulan Juni 1 - Oktober 1 atau sekitar 9 tengah bulanan. Menurut status neraca ketersediaan air, kondisi tersebut termasuk ke golongan 2 yang sebenarnya masuk ke kriteria potensi air tanah dengan potensi tanam (IP) 100. Penambahan irigasi selama 4 tengah bulanan berturut-turut selama bulan Juni - Juli, dengan tinggi air sebesar 130 mm, hanya dapat mengurangi bulan defisit dari 6 tengah bulanan menjadi 5 tengah bulanan pada MT III. Rekomendasi pemberian irigasi melalui pompanisasi dilakukan selama 9 kali selama Juni 1 - Oktober 1, dengan rata-rata pemberian sebesar 44 mm atau setara dengan 3 jam pengairan menggunakan pompa dengan kapasitas 6 l/detik. Pelaksanaan rekomendasi tersebut dapat mengoptimalkan IP dari semula 3 kali tanam setahun di sebagian lahan menjadi IP 300 di seluruh lahan kegiatan penelitian.

Karakteritik Hujan, Debit dan Tinggi Muka Air Tanah Hasil pengamatan tinggi muka air di intake berfluktuasi antara 0 – 9 cm atau setara dengan 28.7 liter/detik. Pada awal MT II, tinggi muka air berawal dari 0.5 cm dan berangsur-angsur meningkat hingga 2.1 cm pada tengah bulanan pertama, selanjutnya tinggi muka air mengalami penurunan hingga mencapai 0 pada saat panen MT II. Selama MT III, tidak ada air di saluran intake dan memasuki pertengahan November, terjadi peningkatkan tinggi muka air di saluran intake hingga mencapai 9 cm seiring dengan masuknya jadwal irigasi padi MT I yang berlangsung antara tanggal 20 November – 15 Desember. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas pengairan desa Kayen diketahui bahwa pada MT I, debit air terus meningkat hingga mencapai 12 cm saat memasuki fase pembungaan. Dengan ketersediaan air rata-rata 33 l/detik pada musim hujan, maka potensi air tersebut cukup untuk mengairi sawah dengan luasan 23.8 Ha, bahkan memungkinkan digunakan untuk menenuhi kebutuhan air lahan sawah hingga luasan 95 Ha. Pengamatan tinggi muka air di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 36.

Halaman 32 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 36. Fluktuasi tinggi muka air pada saluran pintu masuk irigasi

Pada Gambar 36 terlihat bahwa potensi ketersediaan air di pintu masuk irigasi sawah pada MT I adalah 32.8 l/detik. Potensi tersebut mampu mencukupi kebutuhan air padi sawah. Pada MT II, terjadi penurunan debit sehingga hanya 4.8 l/detik, jumlah ini tidak mencukupi kebutuhan irigasi untuk padi sawah, sehingga perlu tambahan irigasi dari air tanah melalui pemompaan. Pada MT III saluran irigasi kering, sehingga penambahan air untuk tanaman kedelai hitam hanya dari air tanah melalui pemompaan.

2.2.4. Pemetaan Daerah Rawan Banjir untuk Meminimalkan Risiko Pertanian di DAS Mahakam, Kalimantan Timur Tingkat kerawanan suatu daerah terhadap bencana kebanjiran/genangan dapat dikaji melalui analisis/pendekatan fisik lingkungan, seperti : curah hujan (intensitas dan sebarannya), kondisi topografi/reliefnya (terrain), permeabilitas tanah, dengan memperhatikan tutupan/penggunaan lahannya (Portman et al., 1995 dan Puslitbang PU, 1995). Kondisi relief/topografi (lereng - posisi geomorfologi) dan penggunaan lahan dapat diidentifikasi dengan baik melalui kajian peta topografi pada skala yang memadai atau analisis data penginderaan jauh (foto udara, citra satelit). Pada daerah yang bertopografi datar atau cekungan dan posisinya relatif dekat dengan jalur aliran sungai (unit aluvial dan fluvial, rawa belakang sungai, daerah cekungan/closed basin, aluvio- marine) berpotensi terjadi banjir/genangan. Banyak konsep yang ditawarkan untuk mengantisipasi banjir dan kekeringan, namun umumnya sangat klasik dan tidak operasional, karena sebagian besar solusi yang ditawarkan tidak menjawab masalah esensial yang sebenarnya terjadi. Ada dua pendekatan terpadu (integrated approach) untuk mengantisipasi banjir dan kekeringan: (1) aspek prakiraan (forecasting) curah hujan (2) aspek deliniasi (deliniation) wilayah rawan banjir dan kekeringan. Aspek pertama, secara teoritis masalah banjir dan kekeringan akan dapat diminimalkan resikonya apabila kemampuan prakiraan musim dapat dilakukan lebih awal dan akurat. Aspek kedua yaitu deliniasi wilayah rawan banjir dan kekeringan, zonasi ini perlu dilakukan untuk menyusun strategi antisipasi dan memfokuskan penanganan masalah banjir. Kegiatan identifikasi dan pemetaan daerah banjir memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu relatif lama. Di lain pihak, pengembangan metodologi deliniasi banjir dan genangan masih sangat terbatas. Padahal saat ini banyak tersedia metode identifikasi dan deliniasi banjir berbasis pemodelan hidrologi, SIG dan Penginderaan Jarak Jauh yang memungkinan untuk dikembangkan dan diplikasikan pada Daerah Aliran Sungai di Wilayah Indonesia. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengembangkan metode identifikasi dan deliniasi banjir dan genangan di DAS Mahakam, Kalimantan Timur secara cepat dan akurat.

Halaman 33 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Kegiatan pemetaan daerah rawan banjir untuk meminimalkan resiko pertanian di DAS mahakam Kalimantan Timur mempunyai tujuan untuk menganalisis wilayah banjir dan genangan DAS Mahakam, Kalimantan Timur berdasarkan aplikasi model hidrolik serta menyusun peta rawan banjir di DAS Mahakam, Kalimantan Timur pada beberapa skenario periode ulang banjir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, untuk menyusun peta rawan banjir dan kekeringan di DAS Mahakam, yang dilakukan melalui beberapa rangkaian analisis. Analisis debit dilakukan terhadap beberapa seri data hasil pada outlet DAS. Analisis debit mencakup penentuan debit puncak, koefisien aliran permukaan, rasio debit maksimum dan debit minimum. Analisis hujan yang dilakukan terhadap semua stasiun pengamat hujan di dalam wilayah DAS mencakup perhitungan jeluk hujan untuk semua kejadian hujan, intensitas maksimum dan variasi intensitas hujan sebagai fungsi waktu. Untuk mempelajari karakteristik debit banjir, dilakukan analisis Frekuensi dan Analisis Trend Aliran Sungai. Analisis Frekuensi debit harian maksimum dan minimum periode bulanan, musiman dan tahunan menggunakan sebaran Gumbell, dengan periode ulang 2, 10, 25, 50, dan 100 tahun. Pemodelan banjir dan genangan dilakukan berdasarkan aplikasi Model Hidrolik HEC RAS yang telah dikembangkan oleh US Army Corp of Engineers, Departemen Pertahanan, AS. Model HEC RAS memerlukan data masukan DEM (Digital Elevation Model) yang dihitung dari data kontur Peta RBI 1:25.000, serta data geometrik sungai meliputi penampang melintang sungai (river cross section), garis tengah sungai, garis sisi sungai, dan nilai kekasapan permukaan Manning. Perangkat lunak Arcgis dan modul HEC-GeoRAS digunakan untuk membangkitkan data geometric dan mengekspor ke modul HEC RAS. Analisis statisitik digunakan untuk menghitung debit banjir untuk periode ulang tertentu yang digunakan untuk masukan data HEC RAS.

Pengukuran Profil Penampang Melintang Sungai Profil melintang sungai diukur pada beberapa titik yang merepresentasikan hulu, tengah dan hilir sungai yang sering dilanda banjir. Elevasi lahan dan bantaran sungai diukur menggunakan total station, sedangkan kedalaman sungai diukur menggunakan river survey. Gambar 37 menunjukkan penampang melintang Sungai Mahakam pada titik yang merupakan daerah rawan banjir.

Gambar 37. Penampang melintang sungai Mahakam di lokasi pengukuran Kecamatan Melak, Kota Bangun, dan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara.

Halaman 34 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Analisis Periode Ulang Banjir Tabel 14 menyajikan debit maksimum Sungai Mahakam yang terukur di stasiun Pengamatan Debit Kota Bangun, Kaupaten Kutai Kartanegara, pada periode 1996-2010. Berdasarkan analisis sebaran peluang Gumbel, diketahui debit banjir Sungai Mahakam pada periode ulang 2, 5, 25, 50, dan 100, adalah berturut-turut sebesar 353.9; 478.6; 677.7; 803.9; dan 898.4 m3/d (Tabel 15).

Tabel 14. Data debit harian Tabel 15. Debit banjir Sungai Mahakam berkaitan maksimum Sungai dengan jumlah tahun periode ulang Mahakam tahun 1996- dianalisis menggunakan metode Gumbel 2010

Debit Periode Ulang Peluang tidak Debit Maksimum Tahun Maksimum (T), Tahun Terlampaui (Qp), m3/s (m3/s) 2 0.50 2,676.2 1996 4,265.0 10 0.90 4,635.5 1997 3,527.0 25 0.96 5,621.7 1998 3,791.0 50 0.98 6,353.3 2004 3,783.1

100 0.99 7,079.5 2005 4,621.8 2007 1,356.9 2008 1,526.5 2009 1,737.4

2010 1,170.0

Penyusunan Peta Banjir dan Genangan Menggunakan Aplikasi Model HEC-RAS Gambar 38 hingga Gambar 40 menyajikan peta sebaran luas banjir dan kedalaman genangan Sungai Mahakam di 3 lokasi menurut skenario periode ulang banjir 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun dan 100 tahun. Peta sebaran luas banjir periode ulang 10 tahun untuk lokasi kajian di Kecamatan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegera tidak disajikan karena luas sebaran banjir yang tidak signifikan. Luas genangan banjir Sungai Mahakam pada tiga lokasi kajian di Kecamatan Melak, Kotabangun dan Tenggarong, Kabupaten Kutai Kartanegara menurut skenario periode ulang banjir 10, 25, 50 dan 100 tahun, disajikan pada Tabel 16.

Skenario periode ulang banjir 10 tahun Skenario periode ulang banjir 25 tahun

Halaman 35 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Skenario periode ulang banjir 50 tahun Skenario periode ulang banjir 100 tahun

Gambar 38. Peta Sebaran Luas Banjir dan Kedalaman Genangan Sungai Mahakam di Lokasi Kajian Kecamatan Melak.

Skenario periode ulang banjir 10 tahun Skenario periode ulang banjir 25 tahun

Skenario periode ulang banjir 50 tahun Skenario periode ulang banjir 100 tahun Gambar 39. Peta Sebaran Luas Banjir dan Kedalaman Genangan Sungai Mahakam di Lokasi Kajian Kecamatan Kotabangun.

Halaman 36 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Skenario periode ulang banjir 25 tahun Skenario periode ulang banjir 50 tahun

Skenario periode ulang banjir 100 tahun Gambar 40. Peta Sebaran Luas Banjir dan Kedalaman Genangan Sungai Mahakam di Lokasi Kajian

Tabel 16. Luas genangan banjir Sungai Mahakam pada tiga lokasi kajian menurut skenario periode ulang banjir 10, 25, 50 dan 100 tahun. Luas Genangan Menurut Periode Ulang Banjir (Ha) Lokasi Kajian 10 th 25 th 50 th 100 th Kecamatan Melak 7,396.8 8,063.3 8,455.6 8,775.6 Kecamatan Kota Bangun 26,905.9 27,845.3 28,407.0 28,881.3 Kecamatan Tenggarong 18.1 827.1 1,816.7 3,432.8

2.2.5. Nano Teknologi untuk Pertanian: Aplikasi Hydrogel untuk Efisiensi Irigasi Perubahan iklim mengakibatkan distribusi air, sebagai komponen utama ketahanan pangan, menjadi tidak menentu dan sulit diprediksi, sehingga memunculkan fenomena kelangkaan air baik di musim hujan maupun musim kemarau. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan guna meningkatkan adaptasi petani terhadap perubahan iklim adalah aplikasi teknologi nano untuk peningkatan efisiensi penggunaan sumber daya iklim dan air melalui pertanian presisi. Tujuan dari penelitian ini adalah menciptakan hidrogel menggunakan material ramah lingkungan yang mampu menyimpan air lebih dari 500% bobot keringnya. Penelitian aplikasi hidrogel untuk efisiensi irigasi dilakukan melalui 4 tahapan proses yang meliputi: (1) penentuan metode sintesis dan bahan utama hidrogel, (2) modifikasi metode dan introduksi bahan baru, (3) studi pengaruh konsentrasi, lama reaksi, dan suhu reaksi terhadap performa daya serap hydrogel, dan (4) studi kelayakan aplikasi hidrogel.

Halaman 37 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Penentuan Metode Sintesis dan Bahan Utama Hidrogel Hasil analisis morfologi menggunakan Scanning Electron Microscopy dengan pembesaran 2000 kali terhadap sampel hidrogel dengan bahan utama NaCMC dan CA sebagai agen pengkait silang disajikan pada gambar 41.

Gambar 41. Permukaan hidrogel dari NaCMC + CA hasil analisis SEM

Berdasarkan uji ketahanan melalui proses perendaman dalam air, hidrogel dari bahan NaCMC ini hanya dapat bertahan dalam air sampai dengan satu minggu. Setelah itu, hidrogel yang terendam sudah tidak dapat disaring lagi dengan menggunakan saringan nilon berukuran 300 mesh. Menurut Sannino (Sannino, et al., 2009; Sannino, et al., 2012) dan Pourjavadi (Pourjavadi, et al., 2006), penggunaan NaCMC sebagai bahan dasar hidrogel dapat menghasilkan material dengan daya serap air yang relatif tinggi (100-200 kali bobot kering), akan tetapi mempunyai struktur fisik yang lemah. Untuk itu diperlukan modifikasi prosedur dan introduksi bahan kimia ramah lingkungan baru untuk meningkatkan performa dan daya tahan hidrogel. Salah satu kelemahan penggunaan NaCMC sebagai bahan dasar hidrogel adalah struktur fisiknya yang lemah. Hidrogel yang disintesis dengan menggunakan NaCMC bersifat mudah hancur, walaupun secara umum tidak terlarut dalam air. Sannino et.al., 2012 pada publikasinya memperkenalkan penggunaan HEC sebagai material pengstabil (stabilizer). Modifikasi bahan yang dilakukan dalam penelitian ini tidak mengganti bahan utama sintesis hidrogel, yaitu NaCMC, dan agen pengkait silang, yaitu CA. Modifikasi hanya terbatas pada introduksi polimer sekunder sebagai material tambahan untuk memiingkatkan daya serap dan laju penyerapan air.

Introduksi Pati Jagung dalam Proses Sintesis Hidrogel Pati jagung (atau lebih dikenal masyarakat sebagai tepung maizena) adalah bahan yang terbuat dari jagung dan tersedia di pasaran sebagai bahan makanan. Introduksi CS pada proses sintesis hidrogel dengan bahan dasar NaCMC terbukti meningkatkan daya serap dan laju penyerapan air. Akan tetapi penambahan CS belum mampu memperkuat struktur fisik hidrogel yang dihasilkan. Hidrogel yang disintesis menggunakan NaCMC/CS hanya mampu bertahan dalam air sampai dengan satu minggu.

Halaman 38 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Introduksi Guar Gum sebagai Pengstabil Reaksi Guar gum merupakan polimer yang dihasilkan dari pohon Guar. Sebanyak 2% w/v NaCMC/GG dengan perbandingan 3:1 dilarutkan dalam air melalui proses pengadukan selama 1 x 24 jam.

Gambar 42. Perbandingan hasil uji serap antara hidrogel dari NaCMC/GG dan NaCMC/GG/CS

Gambar 42. menunjukkan bahwa penambahan CS pada NaCMC/GG dapat menghasilkan hidrogel dengan daya serap sampai dengan 180 kali dalam waktu 30 menit, dengan laju penyerapan rata-rata mencapai 10 g/menit. Dibandingkan dengan hidrogel dari NaCMC/GG, hidrogel dari NaCMC/GG/CS mampu meningkatkan daya serap hidrogel sampai dengan 20%, walaupun tidak ada peningkatan signifikan pada laju penyerapan airnya. Dari hasil uji perendaman dalam air, hidrogel NaCMC/GG/CS juga memiliki kemampuan yang sama dengan hidrogel dari NaCMC/GG. Hanya secara fisik, penambahan CS pada proses sintesis dapat menghasilkan hidrogel yang lebih stabil, walaupun memiliki daya tahan yang relatif sama dengan hidrogel dari NaCMC/GG. Pada minggu ketiga pengujian, hidrogel dari NaCMC/GG/CS juga mampu menyerap air sampai dengan 450 kali dari bobot keringnya.

Introduksi Chitosan Chitosan adalah polimer kationik alami, merupakan turunan dari chitin yang disintesis dari kulit udang. Ch biasa dipakai sebagai bahan anti bakteri alami pada industri makanan. Penggunaan Ch pada penelitian ini dimaksudkan untuk memperkuat struktur fisik hydrogel berbasis NaCMC. Larutan Ch yang bersifat kationik, apabila dicampur dengan larutan NaCMC yang berifat anionic akan menyebabkan terjadinya ikatan ionic diantara keduanya. Sebanyak 2% w/v NaCMC dilarutkan kedalam 10% v/v larutan 1% w/v Ch, dan kemudian diikuti dengan penambahan CA sebanyak 5% w/w dari berat NaCMC. Proses pengkaitan silang dilakukan dalam oven pada suhu 80oC selama 2 jam. Hasil uji serap terhadap hydrogel yang dihasilkan disajikan pada Gambar 43.

Halaman 39 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 43. Hasil uji serap hidrogel dari NaCMC/Ch + CA

Hasil uji serap pada Gambar 43 menunjukkan peningkatan daya serap dan laju penyerapan yang sangat signifikan terhadap performa hydrogel yang dihasilkan. Dari data tersebut diketahui bahwa hidrogel dari NaCMC/Ch memiliki daya serap sampai dengan 350 kali bobot keringnya dalam waktu 30 menit (lebih dari dua kali daya serap hydrogel dari NaCMC/CS) dengan laju penyerapan rata-rata sampai dengan 34 g/menit. Hasil signifikan dari uji coba ini adalah kemampuan hidrogel dari NaCMC/Ch untuk menyerap air sampai 170 kali dari bobot keringnya dalam waktu hanya 3 menit, dengan laju penyerapan sampai dengan 56 g/menit.

Formulasi Hidrogel Berdasarkan studi pengaruh konsentrasi, lama reaksi dan suhu reaksi terhadap performa hidrogel, diketahui bahwa hidrogel dengan daya serap dan laju serap tertinggi dihasilkan dari proses reaksi 2% w/w NaCMC dalam larutan 10% v/v larutan 1% w/v Ch yang dicampur dengan 5% w/w CA terhadap NaCMC, dan dikait silangkan di dalam oven pada suhu 80oC selama 2 jam. Hidrogel hasil proses ini mempunyai daya serap sampai dengan 350 kali bobot keringnya dalam waktu 30 menit dengan laju penyerapan air rata-rata 34 g/menit. Laju penyerapan air maksimal sampai dengan 55 gram per menit dicapai dalam waktu sampai dengan 3 menit.

Studi Kelayakan Aplikasi Hidrogel di Lahan Pertanian dari Segi Biaya Produksi Studi kelayakan aplikasi hidrogel di lahan pertanian ditinjau dari segi ekonomi dilakukan untuk memvalidasi pemanfaatan hidrogel untuk efisiensi irigasi ini. Untuk dapat menghitung kelayakan dari segi ekonomi, terdapat beberapa asumsi yang digunakan yaitu: 1. Intensitas penyiraman adalah 10 kali dalam satu musim 2. Hidrogel diaplikasikan dalam media perakaran dengan luasan 25 cm x 25 cm (0.0625 m2) 3. Kebutuhan air tanaman adalah 500 mm dalam satu musim (mengacu pada kebutuhan air tanaman jagung) 4. Daya serap hidrogel adalah 350 kali bobot keringnya (1 gram untuk menyimpan 350 ml air). Berdasarkan asumsi tersebut maka diperoleh kebutuhan air per tanaman dalam satu kali musim tanam adalah ~0.03 m3. Dengan intensitas irigasi adalah 10 kali per musim tanam, maka diperlukan hidrogel yang mampu menyimpan air sebanyak 3000 ml. Menggunakan hidrogel dengan kemampuan serap 350 kali bobot keringnya, maka untuk menyimpan 3000 ml setiap pergiliran irigasi diperlukan hidrogel minimal seberat 8.6 gram

Halaman 40 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi per tanaman (maksimum 10 gram per tanaman). Biaya yang diperlukan untuk menghasilkan 10 gram hidrogel adalah sebagai berikut: 1. NaCMC 10 gram x Rp 75,- per gram = Rp 750,- 2. Chitosan 0.5 gram x Rp 200,- per gram = Rp 100,- 3. Citric Acid 0.5 gram x Rp 50,- per gram = Rp 25,- Total = Rp 875,- Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, untuk aplikasi hidrogel di lahan pertanian diperlukan biaya per tanaman ~Rp 875,- (maksimum Rp 1000,- dengan mempertimbangkan biaya lain-lain). Biaya produksi ini masih bisa ditekan dengan mempertimbangkan skala produksi dan daya tahan hidrogel. Selain dari segi ekonomi, secara teknis, prosedur sintesis hidrogel dari NaCMC/Ch + CA sangat mudah diikuti dan hanya memerlukan peralatan sederhana, yaitu mixer/blender, loyang oven, dan kompor. Proses yang mudah dan kebutuhan peralatan yang sederhana dalam proses sintesisnya memungkinkan teknologi ini untuk diadopsi langsung oleh petani.

2.2.6. Penelitian Model Pengelolaan Air pada Lahan Gambut untuk Mendukung Produktivitas Pertanian Keterbatasan lahan produktif untuk pengembangan pertanian serta tuntutan peningkatan produksi pertanian memerlukan upaya ekstensifikasi lahan pertanian yang mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut yang tergolong dalam lahan marjinal merupakan salah satu alternatif yang banyak diminati oleh perkebunan besar, karena apabila dikelola dengan baik dan benar sangat potensial untuk budidaya pertanian. Secara demografis lahan gambut mempunyai tingkat hunian penduduk sangat rendah sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua, namun karena variabilitas lahannya sangat tinggi, baik dari segi ketebalan, kematangan dan kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari total luas lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian. Ekosistem lahan gambut sangat penting dalam sistem hidrologi kawasan hilir suatu DAS karena mampu menyerap air sampai 13 kali lipat dari bobotnya. Selain itu, kawasan gambut juga merupakan penyimpan cadangan karbon yang sangat besar, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Pengelolaan air merupakan salah satu komponen paling penting dalam mengupayakan pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dan lingkungan. Aplikasi teknologi pengelolaan air yang tepat, dampak negatif pemanfaatan lahan gambut untuk pertanian dapat direduksi secara signifikan. Penelitian dilakukan Januari sampai dengan Desember 2012 di Provinsi Jambi dan Kalimantan Tengah, bertujuan untuk: (1) Mempelajari karakteristik hidrologis DAS yang mempengaruhi dinamika tata air lokasi penelitian, (2) Mengidentifikasi karakteristik hidrologi dan tata kelola air serta memetakan sarana tata kelola air di lokasi penelitian, (3) Mengidentifikasi karakteristik iklim mikro di lokasi penelitian serta dampaknya terhadap produktivitas tanaman pangan, dan (4) Menyusun komponen teknologi pengelolaan air di lahan gambut yang memiliki karakteristik berbeda.

Karakteristik Hidrologi (Debit dan Tinggi Muka Air) Karakteristik debit bulanan pada outlet DAS lokasi demplot Jabiren berdasarkan aplikasi model debit bulanan GR2M dan Arang-Arang Jambi disajikan pada Gambar 44. Debit sungai tertinggi di Jabiren terjadi pada bulan Maret sebesar 227,6 mm, atau setara dengan rata-rata debit sebesar 2,54 m3/dt, sedangkan debit terendah terjadi di bulan Oktober yaitu sebesar 71,86 mm atau setara dengan rata-rata debit sebesar 0,83 m3/dt . Sedangkan debit sungai tertinggi di Arang-Arang terjadi pada bulan April sebesar 209,63 mm, atau setara dengan rata-rata debit sebesar 2,43 m3/dt, debit terendah terjadi di bulan September yaitu sebesar 88,84 mm atau setara dengan rata-rata debit sebesar 1,03 m3/dt.

Halaman 41 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

DEBIT BULANAN DAS LOKASI DEMPLOT ARANG DEBIT BULANAN DAS LOKASI DEMPLOT JABIREN ARANG, JAMBI KALTENG

0 0 700 700 100 100 Curah Curah Hujan (mm/bulan) 600 200 600 200 Curah Hujan (mm/bulan)

300 300 500 Curah Hujan Debit Simulasi 500 Curah Hujan Debit Simulasi 400 400 400 400 500 500 Debit (mm/bulan) Debit 300 600 (mm/bulan) Debit 300 600

700 700 200 200 800 800 100 100 900 900

10000 10000 July May July May April April June Ju ne March March August August October October January January February February November December Bulan November December

Bulan September September Gambar 44. Simulasi debit bulanan DAS pemasok debit masuk demplot Jabiren, Kalimantan Tengah dan Arang-Arang, Jambi.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kedalaman muka air pada lahan bervegetasi belukar di Jabiren berkisar antara 80 cm hingga 100 cm, lahan karet manajemen ICCTF berkisar 50-60 cm, dan lahan lahan karet manajemen petani antara 10-20 cm. Gambar 45 menunjukkan fluktuasi elevasi muka air tanah pada lahan bervegetasi karet, semak belukar dan lahan karet manajemen ICCTF yang sangat dipengaruhi oleh kondisi curah hujan di lokasi penelitian. Dari 60 titik pengamatan yang tersebar di lokasi penelitian menunjukkan kecenderungan yang sama bahwa selama musim penghujan (Januari – akhir Maret 2012) elevasi muka air tanah stabil pada kisaran 8,5-9,5 m.

FLUKTUASI ELEVASI MUKA AIR LAHAN KARET JABIREN FLUKTUASI ELEVASI MUKA AIR LAHAN KARET ICCTF JABIREN PERIODE JULI - DESEMBER 2012 PERIODE JANUARI -DESEMBER 2012

10.00 10.00

9.50 9.50

9.00 9.00

8.50 8.50 Series1 Series2 Series3 Series4 Pzk 10 Pzk 11 Series5 Series6 Series7 Series8 8.00 8.00 Elevasi Muka Air (m) Air Muka Elevasi Elevasi Muka Air (m) Air Muka Elevasi Pzk 12 Pzk 13 Series10 Series11 Series12 Series13 Pzk 1 Pzk 2 Series14 Series15 Series16 Series17 7.50 Pzk 3 Pzk 4 7.50 Series18 Series19 Pzk 6 Pzk 7 Series20 Pzk 8 7.00 7.00 5-Jul-12 2-Jan-12 6-Jan-13 8-Oct-12 3-Oct-12 8-Oct-12 1-Feb-12 1-Apr-12 10-Jul-12 20-Jul-12 30-Jul-12 8-Sep-12 7-Dec-12 10-Jul-12 15-Jul-12 20-Jul-12 25-Jul-12 30-Jul-12 3-Sep-12 8-Sep-12 2-Dec-12 7-Dec-12 9-Aug-12 7-Nov-12 4-Aug-12 9-Aug-12 2-Nov-12 7-Nov-12 2-Mar-12 12-Jan-12 22-Jan-12 1-May-12 16-Jan-13 11-Apr-12 21-Apr-12 10-Jun-12 20-Jun-12 30-Jun-12 18-Oct-12 28-Oct-12 30-Jun-12 13-Oct-12 18-Oct-12 23-Oct-12 28-Oct-12 13-Dec-11 23-Dec-11 11-Feb-12 21-Feb-12 18-Sep-12 28-Sep-12 17-Dec-12 27-Dec-12 13-Sep-12 18-Sep-12 23-Sep-12 28-Sep-12 12-Dec-12 19-Aug-12 29-Aug-12 14-Aug-12 19-Aug-12 24-Aug-12 29-Aug-12 12-Mar-12 22-Mar-12 17-Nov-12 27-Nov-12 12-Nov-12 17-Nov-12 22-Nov-12 27-Nov-12 11-May-12 21-May-12 31-May-12 Tanggal Tanggal

FLUKTUASI ELEVASI MUKA AIR LAHAN KARET JABIREN PERIODE JULI - DESEMBER 2012 10.00

9.50

9.00

8.50

Pzk 10 Pzk 11 8.00 Elevasi Muka Air (m) Air Muka Elevasi Pzk 12 Pzk 13

Pzk 1 Pzk 2

7.50 Pzk 3 Pzk 4 Pzk 6 Pzk 7

Pzk 8 7.00 5-Jul-12 3-Oct-12 8-Oct-12 10-Jul-12 15-Jul-12 20-Jul-12 25-Jul-12 30-Jul-12 3-Sep-12 8-Sep-12 2-Dec-12 7-Dec-12 4-Aug-12 9-Aug-12 2-Nov-12 7-Nov-12 30- Jun- 12 13-Oct-12 18-Oct-12 23-Oct-12 28-Oct-12 13-Sep-12 18-Sep-12 23-Sep-12 28-Sep-12 14-Aug-12 19-Aug-12 24-Aug-12 29-Aug-12 12- Dec-12 12-Nov- 12 17-Nov- 12 22-Nov- 12 27-Nov- 12 Tanggal

Gambar 45. Variasi elevasi muka air lahan periode Juli-Desember 2012 untuk lahan karet dan belukar, serta periode Januari-Desember 2012 untuk lahan karet ICCTF pada petak percobaan Jabiren

Mulai pertengahan bulan April 2012 elevasi muka air tanah mulai turun atau semakin jauh dari permukaan lahan dan mencapai puncaknya pada awal bulan Oktober.

Halaman 42 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Berdasarkan data piezometer no. 4 yang posisinya paling jauh dari saluran sekunder (S. Jabiren), untuk lahan bervegetasi karet terdapat perbedaan elevasi sebesar 68 cm pada pengamatan 9 Juli 2012 dan pengamatan 4 Oktober 2012. Untuk lahan bervegetasi karet menurut manajemen ICCTF terdapat perbedaan 70 cm, sedangkan untuk lahan bervegetasi semak belukar terdapat perbedaan 88 cm. Hasil pengamatan menunjukan bahwa semua hamparan penelitian di Jabiren permukaan air tanah selalu berada dibawah permukaan tanah (tidak tergenang) (Gambar 46). Gambar 47 menyajikan data fluktuasi elevasi tinggi muka air pada saluran inlet, lahan dan saluran outlet hasil pengamatan water level logger dengan interval pengamatan 5 menitan selama periode Juni - Desember 2012. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa fluktuasi elevasi muka air pada saluran inlet relatif memiliki pola yang sama dengan fluktuasi elevasi muka air lahan. Hal ini ditunjukkan dengan trend penurunan terhitung bulan Juni hingga awal Oktober terjadi perubahan trend peningkatan elevasi muka air hingga Desember. Pola yang sama sekali berbeda terjadi pada pengamatan elevasi muka air pada saluran outlet. Elevasi muka air saluran outlet sangat dipengaruhi oleh pasang surut Sungai Kahayan, yang menunjukkan pola sinusoidal yang kerap dengan amplitudo pasang surut yang sangat jelas.

VARIASI TEMPORAL ELEVASI MUKA AIR TERHADAP ELEVASI LAHAN VARIASI TEMPORAL ELEVASI MUKA AIR TERHADAP ELEVASI LAHAN PADA LAHAN KARET ICCTF JABIREN PADA LAHAN KARET JABIREN

10.50 10.50 10.50 10.50

10.00 10.00 10.00 10.00

9.50 9.50 9.50 9.50 ElevasiLahan (m) Elevasi Lahan (m) 9.00 9.00 9.00 9.00

8.50 8.50 8.50 8.50

8.00 8.00 8.00 8.00 Elevasi Muka Air (m) Air Muka Elevasi Air (m) Muka Elevasi

7.50 7.50 7.50 7.50 Z 16-Jan-12 15-Mar-12 16-Apr-12 17-May-12 Z 16-Jul-12 17-Sep-12 4-Oct-12 14-Jun-12 16-Jul-12 16-Aug-12 13-Sep-12 15-Oct-12 7.00 7.00 7.00 7.00 15-Nov-12 17-Dec-12 16-Feb-12 15-Nov-12 6-Dec-12 16-Aug-12

6.50 6.50 6.50 6.50 Pzi 1 Pzi 2 Pzi 3 Pzi 4 Pzi 5 Pzi 6 Pzi 7 Pzi 8 Pzi 9 Pzi Pzk 1 Pzk 2 Pzk 3 Pzk 4 Pzk 6 Pzk 7 Pzk 8 Pzk 9 Pzk Pzi 10 Pzi 11 Pzi 12 Pzi 13 Pzi 14 Pzi 15 Pzi 16 Pzi 17 Pzi 18 Pzi 19 Pzi 20 Pzi Pzk 10 Pzk 11 Pzk 12 Pzk 13 Pzk Piezometer Piezometer VARIASI TEMPORAL ELEVASI MUKA AIR TERHADAP ELEVASI LAHAN PADA LAHAN BELUKAR JABIREN

10.50 10.50

10.00 10.00

9.50 9.50 lvs aa (m) Lahan Elevasi 9.00 9.00

8.50 8.50

8.00 8.00 Elevasi Muka Air(m) Muka Elevasi

7.50 7.50 Z 16-Jul-12 17-Sep-12 15-Oct-12

7.00 15-Nov-12 6-Dec-12 16-Aug-12 7.00

6.50 6.50 Pzb 1 Pzb 2 Pzb 3 Pzb 4 Pzb 7 Pzb 8 Pzb 9 Pzb Pzb 10 Pzb 11 Pzb 12 Pzb 13 Pzb 14 Pzb Piezometer

Gambar 46. Perbandingan elevasi muka air dan elevasi lahan petak percobaan lahan gambut Jabiren pada vegetasi dan manajemen berbeda

Halaman 43 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

FLUKTUASI ELEVASI MUKA AIR SALURAN INLET FLUKTUASI ELEVASI MUKA AIR PADA LAHAN MENURUT PENGAMATAN WATER LEVEL LOGGER MENURUT PENGAMATAN WATER LEVEL LOGGER INTERVAL PENGAMATAN 5 MENITAN, PERIODE AGUSTUS - DESEMBER 2012 INTERVAL PENGAMATAN 5 MENITAN, PERIODE JUNI - DESEMBER 2012 9.400 9.800

9.300 9.600

9.200 9.400

9.100 9.200 9.000

9.000 ELEVASI AIR MUKA (m) ELEVASI AIRMUKA (m) 8.900

8.800 8.800

8.700 8.600 8/4/2012 0:00 8/9/2012 0:00 9/3/2012 0:00 9/8/2012 0:00 7/5/2012 0:00 8/4/2012 0:00 8/9/2012 0:00 9/3/2012 0:00 9/8/2012 0:00 8/14/2012 0:00 8/14/2012 0:00 8/19/2012 0:00 8/24/2012 0:00 8/29/2012 0:00 9/13/2012 0:00 9/18/2012 0:00 9/23/2012 0:00 9/28/2012 0:00 10/3/2012 0:00 10/8/2012 11/2/2012 0:00 11/7/2012 0:00 12/2/2012 0:00 12/7/2012 0:00 6/10/2012 0:00 6/15/2012 0:00 6/20/2012 0:00 6/25/2012 0:00 6/30/2012 0:00 7/10/2012 0:00 7/15/2012 0:00 7/20/2012 0:00 7/25/2012 0:00 7/30/2012 0:00 8/14/2012 0:00 8/19/2012 0:00 8/24/2012 0:00 8/29/2012 0:00 9/13/2012 0:00 9/18/2012 0:00 9/23/2012 0:00 9/28/2012 0:00 10/3/2012 0:00 10/8/2012 0:00 11/2/2012 0:00 11/7/2012 0:00 12/2/2012 0:00 12/7/2012 0:00 10/13/2012 0:00 10/18/2012 0:00 10/23/2012 0:00 10/28/2012 0:00 11/12/2012 0:00 11/17/2012 0:00 11/22/2012 0:00 11/27/2012 0:00 12/12/2012 0:00 12/17/2012 0:00 10/13/2012 0:00 10/18/2012 0:00 10/23/2012 0:00 10/28/2012 0:00 11/12/2012 0:00 11/17/2012 0:00 11/22/2012 0:00 11/27/2012 0:00 12/12/2012 0:00 12/17/2012 0:00 WAKTU WAKTU

FLUKTUASI ELEVASI MUKA AIR SALURAN OUTLET MENURUT PENGAMATAN WATER LEVEL LOGGER INTERVAL PENGAMATAN 5 MENITAN, PERIODE AGUSTUS-OKTOBER2012 9.80

9.60

9.40

9.20

9.00

8.80

ELEVASI MUKA AIR (m) AIR MUKA ELEVASI 8.60

8.40

8.20 8/9/2012 0: 00 9/3/2012 0: 00 9/8/2012 0: 00 8/14/2012 0:00 8/14/2012 0:00 8/19/2012 0:00 8/24/2012 0:00 8/29/2012 0:00 9/13/2012 0:00 9/18/2012 0:00 9/23/2012 0:00 9/28/2012 0:00 10/3/2012 0:00 10/8/2012 0:00 11/2/2012 10/13/2012 0: 00 10/18/2012 0: 00 10/23/2012 0: 00 10/28/2012 0: 00 WAKTU Gambar 47. Fluktuasi elevasi muka air saluran inlet, lahan dan saluran outlet petak percobaan Jabiren, interval pengamatan 15 menitan periode Juni-Desember 2012

Gambar 48, 49 dan 50 mengilustrasikan pola sebaran spasial elevasi muka air lahan yang ditunjukkan oleh data hasil pengamatan pada 60 piezometer yang terpasang di petak percobaan lahan gambut bervegetasi Karet dengan manjemen petani, vegetasi karet manajemen ICCTF dan vegetasi belukar, di Jabiren, Kalimantan Tengah selama periode 19 Juli 2012 yang mewakili musim hujan dan periode 17 September 2012 dan 4 Oktober 2012 yang mewakili musim kemarau.

Karakteristik Hidrotopografi Hasil perbandingan pola hidrotopografi di musim hujan dengan musim kemarau, menunjukkan pola yang hampir serupa, tidak terdapat perbedaan yang cukup siginikan. Pola hidrotopografi pada dua musim yang berbeda menunjukkan trend penurunan elevasi muka air dari arah timur menuju barat, yang mengindikasikan arah yang sama dengan arah aliran pada saluran sekunder.

Gambar 48. Perbandingan hidrotopografi lahan karet manajemen petani tanggal 19 Juli 2012 (akhir musim hujan) dan tanggal 17 September 2012 (akhir musim kemarau)

Halaman 44 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 49. Perbandingan hidrotopografi lahan gambut bervegetasi karet manajemen 19 Juli 2012 (akhir musim hujan) dan 4 Oktober 2012 (akhir musim kemarau)

Gambar 50. Perbandingan hidrotopografi lahan gambut bervegetasi belukar tanggal 19 Juli 2012 (akhir musim hujan) dan tanggal 17 September 2012 (akhir musim kemarau)

2.3. Penelitian Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya Iklim dan Air Kebijakan pembinaan dan peningkatan kerjasama penelitian dengan mitra pada intinya bertujuan untuk mendiseminasikan informasi dan teknologi pengelolaan sumberdaya iklim dan air, meningkatkan kapasitas sumberdaya penelitian dan menggalang pendanaan alternatif sebagai komplemen anggaran penelitian Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Dinamika kegiatan penelitian yang dikerjasamakan didasarkan pada permintaan pengguna baik yang berkaitan langsung dengan bidang iklim dan hidrologi maupun pemanfaatan keahlian yang dimiliki oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi antara lain bidang teknologi informasi. Pada tahun anggaran 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi berhasil menjaring 2 Mitra kerjasama penelitian dari luar negeri yaitu CIRAD, Prancis dan AFACI Korea Selatan dan satu mitra dalam negeri (Kementerian Ristek).

2.3.1. Pengembangan Perangkat Lunak Untuk Analisis Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produksi Tanaman Pangan Di Lahan Kering

Perubahan iklim sangat berkaitan erat dengan variabilitas iklim. Di Indonesia, sepanjang tigapuluh tahu terakhir telah terjadi beberapa kali kondisi iklim ekstrim yang ditandai

Halaman 45 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dengan frekuensi variabilitas iklim yang semakin tinggi. Variabilitas iklim Indonesia sangat berkaitan erat dengan ENSO (El Niño Southern Oscillation) di Samudera Pasifik dan IOD (Indian Ocean Dipole) di Samudera Hindia. Perubahan iklim berdampak pada pergeseran musim dari kondisi normal rata-ratanya yang akhirnya dapat berimplikasi serius pada tanaman pangan karena umur tanaman pangan lebih pendek dibandingkan dengan tanaman tahunan seperti perkebunan. Hasil kajian FAO menunjukkan bahwa variabilitas dan perubahan iklim mempengaruhi 11% lahan pertanian di negara-negara berkembang yang dapat mengurangi produksi bahan pangan dan menurunkan Produk Domesik Bruto (PDB) sampai 16%. Lahan kering di Indonesia memiliki prospek bagi penyediaan pangan, karena luasnya mencapai 88,6% dari total lahan dan belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Dari total luas lahan kering yang ada, sebagian besar terdapat di dataran rendah dan sesuai untuk budidaya pertanian penghasil bahan pangan (seperti padi gogo, jagung, dan kedelai). Di luar Jawa yang memiliki lahan kering sangat luas dan belum banyak dimanfaatkan terutama di kawasan Timur Indonesia, ini dapat menjadi alternatif pilihan dan merupakan peluang untuk pengembangannya, mengingat selama ini potensinya terabaikan. Dengan pergeseran curah hujan dan besar/jeluknya yang semakin tidak menentu ditambah dengan peningkatan suhu udara tentu permasalahan ini akan berdampak terhadap produktivitas tanaman pangan di lahan kering. Tujuan penelitian adalah: (1) Mengembangkan prototipe perangkat lunak analisis dampak perubahan iklim terhadap produksi pangan terutama padi gogo dan jagung pada lahan kering di Sulawesi Selatan, NTB dan NTT, (2) Mengintegrasikan data spasial dalam prototipe perangkat lunak yang bersifat interaktif di Sulawesi Selatan, NTB dan NTT, dan (3) Membuat simulasi dengan beberapa skenario penanggulangan dampak perubahan iklim di Sulawesi Selatan, NTB dan NTT. Metode penelitian dilakukan malalui analisis proyeksi curah hujan dengan menggunakan skenario: (1) SRESA2 (Skenario perubahan iklim dengan mengasumsikan pertumbuhan ekonomi lebih rendah dan pertumbuhan populasi tetap tinggi sehingga laju emisi Gas Rumah Kaca meningkat, (2) SRESB1 (Skenario perubahan iklim yang mengasumsikan upaya mitigasi dilakukan melalui peningkatan efisiensi penggunaan energi dan perbaikan teknologi sehingga tingkat emisi lebih rendah) dan membuat proyeksi produksi padi gogo dan jagung dilakukan dengan menggunakan Decission Support System for Agrotechnology Transfer (DSSAT) sebagai bahan informasi dalam penyusunan prototipe perangkat lunak Sistem Informasi Dampak Perubahan Iklim terhadap Produksi Tanaman Pangan (SIDaPi TaPa) yang dibangun berdasarkan hasil analisis proyeksi produksi keluaran model simulasi DSSAT.

Proyeksi Hujan Berdasarkan Analisis Downscalling Proyeksi curah hujan menggunakan analisis downscalling dengan skenario SRESA2 dan SRESB1, hasil analisis ditunjukkan dengan tren curah hujan yang bervariasi baik yang tetap naik maupun turun pada tahun 2025 dan 2050 untuk tingkat kabupaten. Tren penurunan curah hujan ditunjukan dengan warna merah, tren yang tetap ditunjukkan dengan warna hijau dan tren kenaikan curah hujan ditunjukkan dengan warna biru.

Wilayah Sulawesi Selatan Hasil analisis menunjukkan tren curah hujan yang bervariasi baik tren yang tetap maupun naik atau turun. Berdasarkan skenario SRESA2 pada tahun 2025 tren penurunan curah hujan terjadi di wilayah Selatan Sulawesi Selatan meliputi kabupaten/ Kota Makassar, Gowa, Takalar dan Jeneponto (Gambar 51a). Berdasarkan skenario SRESA2 pada tahun 2050 wilayah yang mengalami penurunan curah hujan semakin meningkat di sebagian besar provinsi Sulawesi Selatan yaitu di beberapa kabupaten sebelah Utara Sulawesi Selatan meliputi Luwu Timur, Luwu Utara, Tana Toraja Utara, Tana Toraja, Kab/Kota Palopo, Enrekang, Sidenreng Rappang, kab/kota Pare-Pare serta kabupaten di sebelah Selatan Sulawesi Selatan meliputi Kab/Kota Makassar, Gowa, Sinjai, Takalar, Bulukumba, Bantaeng, dan Jeneponto (Gambar 51b).

Halaman 46 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Dengan adanya skenario perubahan iklim yang mengasumsikan upaya mitigasi yang dilakukan melalui peningkatan efisiensi penggunaan energi dan perbaikan teknologi sehingga tingkat emisi lebih rendah (skenario SRESB1) maka pada beberapa wilayah yang mengalami penurunan curah hujan berdasarkan skenario SRESA2 sebagian besar tidak terjadi lagi, tetapi ada beberapa wilayah yang diindikasikan akan mengalami penurunan curah hujan yaitu kabupaten Wajo dan Bantaeng (Gambar 51c) sedangkan pada tahun 2050 penurunan tidak terjadi lagi bahkan sebagian mengalami tren kenaikan curah hujan (Gambar 51d)

Gambar 51. Tren curah hujan berdasarkan analisis downscalling (a) SRESA1 tahun 2025 (b) SRESA2 tahun 2050, (c) SRESB1 tahun 2025 dan (d) SRESB1 tahun 2050 di Provinsi Sulawesi Selatan.

Wilayah Nusa Tenggara Barat Hasil analisis berdasarkan skenario SRESA2 pada tahun 2025 menunjukkan bahwa penurunan terjadi hampir seluruh kabupaten di pulau Lombok kecuali kabupaten Lombok Timur (Gambar 52a). Wilayah yang mengalami penurunan curah hujan semakin meningkat pada tahun 2050 meliputi seluruh kabupaten di Pulau Lombok dan Kabupaten Sumbawa Besar (Gambar 52b), Berdasarkan skenario SRESB1 pada tahun 2025, hanya kabupaten Lombok Timur dan Sumbawa Barat yang mengalami penurunan curah hujan (Gambar 52c) bahkan pada tahun 2050 provinsi Nusa Tenggara Barat tidak mengalami penurunan curah hujan (Gambar 52d).

Wilayah Nusa Tenggara Timur Hasil analisis berdasarkan skenario SRESA2 pada tahun 2025 menunjukkan bahwa penurunan terjadi di kabupaten Sumba Barat Daya, Sunba Tengah dan Sumba Barat (Gambar 53a). Wilayah yang mengalami penurunan curah hujan semakin meningkat pada tahun 2050 meliputi kabupaten Ngada, Ngekeo, Ende, Sumba Barat Daya, Sunba Tengah dan Sumba Barat (Gambar 53b), Berdasarkan skenario SRESB1 pada tahun 2025, tidak ada kabupaten yang mengalami penurunan curah hujan (Gambar 53c) bahkan pada

Halaman 47 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi tahun 2050 terjadi peningkatan curah hujan di Sumba Barat Daya, Sunba Tengah dan Sumba Barat (Gambar 53d).

Gambar 52. Tren curah hujan berdasarkan analisis downscalling (a) SRESA2 tahun 2025 (b) SRESA2 tahun 2050, (c) SRESB1 tahun 2025 dan (d) SRESBi tahun 2050 di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Gambar 53. Curah hujan berdasarkan analisis downscalling (a) SRESA2 tahun 2025 (b) SRESA2 tahun 2050, (c) SRESB1 tahun 2025 dan (d) SRESBi tahun 2050 di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan skenario SRESA1 menunjukkan bahwa penurunan curah hujan meningkat hingga tahun 2050 di beberapa kabupaten, baik di Sulawesi Selatan, NTT maupun NTB. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu diupayakan tindakan adaptasi dapat terlebih dahulu di fokuskan wilayah yang terindikasi mempunyai tren penurunan curah hujan. Perlakuan adaptasi melalui skenario SRESB1 dapat efektif dilakukan untuk mengantisipasi penurunan curah hujan yang terjadi. Hal tersebut ditunjukan oleh

Halaman 48 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi semakin berkurangnya wilayah yang mengalami penurunan curah hujan baik pada tahun 2025 maupun tahun 2050, Pada umumnya wilayah yang mengalami penurunan curah hujan akan mengalami penurunan produksi baik produksi padi gogo maupun jagung. Penurunan produksi padi gogo menurut skenario SRESA2 hingga tahun 2050 antara 20 – 25%, dengan dilakukan perlakuan adaptasi melalui skenario SRESB1 penurunan produksi dapat diminimalkan hanya menjadi 7 – 10%. Penurunan produksi jagung menurut skenario SRESA2 hingga tahun 2050 antara 9 – 15%, dengan menggunakan skenario SRESB1 menurunkan produksi hanya menjadi 5 – 8%.

Pengembangan Sistem Informasi Dampak Perubahan Iklim pada tanaman pangan (SIDaPi TaPa) Berdasarkan hasil analisis produksi tanaman yang diperoleh kemudian dibangun perangkat lunak yang bersifat spasial dan interaktif, tersedia berbagai pilihan menu yang apabila dijalankan akan menampilkan hasil tabular dan spasial dengan nama Sistem Informasi Dampak Perubahan Iklim pada Tanaman Pangan (SIDaPi TaPa). SIDAPI TAPA dibangun dengan menggunakan konsep aplikasi berbasis web. Hal ini bertujuan agar aplikasi ini dapat digunakan secara mudah diakses dan digunakan untuk penentuan kebijakan dalam proses pengambilan keputusan oleh stakeholders. Tampilan halaman depan web adalah sebagai berikut: (a)

(b)

Gambar 54. Tampilan halaman depan webite SIDAPIATAPA (a) Peta, (b) Data Interaktif, menampilkan data tabular dan Grafik

1.3.2. Pengembangan Model Neraca Air Lahan Kering Beriklim Kering untuk Pengembangan Peternakan

Usaha peningkatan produksi dan produktivitas pertanian terutama tanaman pakan ternak terkendala oleh keterbatasan ketersediaan air. Keterbatasan ketersediaan air dapat

Halaman 49 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dipengaruhi oleh belum optimalnya pemanfaatan potensi ketersediaan air yang ada, baik air permukaan maupun air tanah, atau karena skenario pola tanam yang kurang tepat. Upaya optimalisasi pemanfaatan air mutlak memerlukan informasi potensi ketersediaan air dan kebutuhan air tanaman untuk skenario pola tanam untuk tanaman tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi potensi ketersediaan air di lahan kering, (2). menyusun desain pengelolaan air mendukung pengembangan lahan kering iklim kering, (3). menentukan kebutuhan irigasi mendukung pengembangan peternakan, dan (4). Mendesain teknologi irigasi berdasarkan karakteristik sumber daya air (ketersediaan dan kebutuhan) dan karakteristik wilayah. Lokus kegiatan penelitian ini di Desa Banyumulek, Kecamatan Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, adapun kegiatan penelitian ini difokuskan untuk menunjang ketahanan pangan khususnya penyediaan pakan ternak. Bentuk kegiatan berupa: (1) pemanfaatan iptek irigasi suplementer, (2) pengembangan usahatani model SITT (Sistem Integrasi Tanaman Ternak), dan (3) dukungan operasionalisasi teknologi irigasi suplementer. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis neraca ketersediaan dan kebutuhan air di lahan kering iklim kering. Identifikasi potensi ketersediaan air dilakukan berdasarkan survei lapang dan analisis data sekunder dari instansi terkait serta pemodelan hidrologi. Berdasarkan informasi ketersediaan air, maka didesain teknologi irigasi sprinkler sebagai irigasi suplementer pada komoditas tanaman. Untuk itu dikembangkan demplot penanaman tanaman pakan ternak sekaligus tanaman pangan (jagung) di wilayah penelitian. Kebutuhan air tanaman dianalisis berdasarkan kebutuhan air tanaman menurut model neraca air tanaman. Berdasarkan model neraca ketersediaan-kebutuhan air dihitung kebutuhan irigasi (volume dan interval) untuk tanaman yang dikembangkan.

Potensi Sumber Daya Air Hasil analisis potensi sumber daya air permukaan diperoleh dari analisis neraca air berdasarkan hubungan antara curah hujan dan evapotranspirasi (Gambar 55). Berdasarkan hasil analisis neraca air, terlihat kondisi sumber daya air yang masih memungkinkan untuk tanam tanpa irigasi adalah pada November I - Mei III (curah hujan melebihi evapotranspirasi). Di luar periode ini apabila menanam tanaman semusim dalam hal ini jagung, maka diperlukan irigasi suplementer. Untuk menjamin kesinambungan pakan ternak, maka diperlukan penanaman sepanjang tahun sehingga irigasi suplementer mutlak diperlukan.

Gambar 55. Analisis neraca air (curah hujan dengan ETP) di Banyumulek

Aplikasi Irigasi Suplementer Hasil penelitian aplikasi irigasi suplementer menunjukkan bahwa irigasi suplementer diberikan sesuai kondisi kelembaban tanah dan kebutuhan tanaman. Pada Tabel 18 disajikan kebutuhan irigasi selama pertumbuhan tanaman jagung.

Halaman 50 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 17. Kebutuhan irigasi selama pertumbuhan tanaman jagung Kand Air Kebutu Kebutu Kebutuh unga Kandun Kedalam tersedi han han an n Air gan Air an akar a per Irigasi Fase Pertumbuhan Irigasi Irigasi pada pada maksim m3 Neto (m3/ha Neto pF pF 4.2 um (m) tanah (m3/ha ) (mm) 2.54 (l/m3) ) Periode vegetatif pertama (1-3 0.31 0.13 0.15 0.17 0.026 0.017 17 minggu setelah tanam) Periode vegetatif kedua 0.31 0.13 0.30 0.17 0.052 0.035 35 (4-7 minggu setelah tanam) Periode pembungaan (8-10 0.31 0.13 0.45 0.17 0.078 0.052 52 minggu setelah tanam) Pembentukan biji (11-15 minggu 0.31 0.13 0.50 0.17 0.087 0.058 58 setelah tanam)

Pada Tabel 18 terlihat bahwa kebutuhan irigasi tanaman jagung cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya fase pertumbuhan tanaman. Berdasarkan analisis volume dan interval irigasi, diperoleh hasil bahwa total irigasi yang diberikan pada tanaman jagung yang ditanam pada tanggal 5 Juli 2012 selama fase pertumbuhannya sejumlah 524 mm. Interval irigasi diberikan selang 10 hari dengan volume irigasi berkisar antara 1,4 s/d 4,7 m3 dengan lama irigasi 34 menit s/d 1 jam 56 menit. Pada Tabel 19 disajikan pengamatan biomasa dan hasil panen jagung untuk lima varietas (Srikandi Kuning, Sukmaraga, Bima-3, Bisma, dan Lamuru).

Tabel 18. Pengamatan biomasa dan hasil panen jagung di Banyumulek Biomasa (ton/ha) Panen No Varietas 45 hst 75 hst 100 hst (ton/ha) 1 Srikandi Kuning 1,06 6,44 2,56 3,87 2 Sukmaraga 0,64 7,11 2,28 3,21 3 Bima-3 1,59 8,11 2,66 4,51 4 Bisma 1,30 8,02 1,67 4,01 5 Lamuru 0,52 7,72 1,61 3,19 Ket: hst = hari setelah tanam jarak tanam 40x75 cm, pupuk urea 250 kg/ha (diberikan pada 30 & 45 hst), pupuk NPK ponska 250 kg/ha (diberikan 7 hst)

Dari hasil pengamatan terlihat bahwa di lahan kering Banyumulek varietas Bima- 3 mempunyai potensi hasil tertinggi dan dapat memproduksi biomasa lebih banyak dibandingkan varietas lainnya, sehingga cocok untuk mendukung pengembangan ternak. Varietas Bima-3 mempunyai prospek yang baik apabila ke depan dikembangkan untuk pakan ternak. Aplikasi sistem irigasi suplementer di Banyumulek dilakukan dengan cara menaikkan air dengan pompa dari Sungai Babak ke lokasi yang lebih tinggi untuk kemudian dialirkan ke lahan melalui pipa. Metode pemberian irigasi dilakukan dengan menggunakan big gun sprinkler. Target irigasi adalah lahan yang ditanami jagung.

Halaman 51 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Penampang melintang prototipe sistem irigasi di lahan disajikan pada Gambar 56. Adapun aplikasi big gun sprinkler di lahan disajikan pada Gambar 57-60.

Gambar 56. Penampang melintang prototipe sistem irigasi di lahan

Dalam upaya mendukung Program NTB BSS (Bumi Sejuta Sapi) sebagai program percepatan (akselerasi) pengembangan peternakan sapi di NTB diperlukan ketersediaan air yang cukup khususnya untuk kesinambungan tanaman pakan ternak. Untuk itu penelitian ini sangat diperlukan untuk mendesain teknologi irigasi suplementer untuk pakan ternak di lahan. Sehingga dapat menjamin keberlanjutan pakan.

Gambar 57. Big gun sprinkler yang telah di Gambar 58. Pengaturan posisi, kecepatan implementasikan di lapangan dan intensitas semprot pada untuk irigasi suplementer alat big gun sprinkler

Gambar 59. Pertanaman jagung umur 3 Gambar 60. Pertanaman jagung umur 12 minggu di lahan yang akan minggu di lahan yang akan diirigasi diirigasi

Halaman 52 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

III. HASIL PENELITIAN UNGGULAN

Pada tahun anggaran 2012, terdapat 4 kegiatan penelitian tergolong dalam penelitian unggulan yang terdiri atas 3 kegiatan penelitian dibiayai dari DIPA Balitklimat 2012 dan 1 kegiatan penelitian kerjasama dengan Kementerian RISTEK tahun 2012.

Adapun 4 kegiatan penelitian unggulan tersebut adalah:

3.1. Penelitian pengelolaan air pada lahan kering beriklim kering di NTB dan NTT Lahan kering memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian tanaman pangan melalui peningkatan indeks pertanaman. Kendala fisik lahan kering yang umum dijumpai adalah relief dengan lereng curam, erosi/longsor, batuan di permukaan, penampang dangkal dan ketersediaan air. Sampai saat ini kenyataaan di lapangan menunjukkan bahwa sumber air yang digunakan untuk pertanian lahan kering sebagian besar masih terbatas dari curah hujan. Penelitian dilaksanakan di lokasi pengembangan komoditas pertanian di Desa Persiapan Puncak Jeringo, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat dan Desa Oebola, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Tujuan penelitian yaitu: 1) Menyusun detil desain jaringan irigasi di Desa Puncak Jeringo, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat dan Desa Oebola, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten. Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur; 2) Menganalisis kebutuhan irigasi mendukung pengembangan tanaman pangan dan hortikultura; 3) Melakukan instalasi jaringan irigasi di Desa Persiapan Puncak Jeringo, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat dan Desa Oebola, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur.

Penyusunan Desain Jaringan Irigasi Hasil kaji cepat desain tata letak serta instalasi demplot irigasi menunjukkan bahwa ketersediaan air di lokasi Oebola atas sangat terbatas karena embung yang telah dibangun belum terisi air untuk keperluan irigasi tanaman. Oleh karenanya di musim kemarau (Juni s/d Oktober) tidak dapat melakukan aktivitas pertanian. Di Oebola bawah sudah tersedia air yang di ambil dan didesain dari kegiatan tahun sebelumnya. Debit air yang sampai ke Oebola bawah 8,5 liter/menit, dan debit ini masih dapat ditingkatkan dengan sedikit perbaikan desain pipa irigasi yang telah ada. Sistem irigasi yang diimplementasikan di Desa Puncak Jeringo adalah irigasi bertekanan dengan model irigasi curah (Sprinkler irrigation), memanfaatkan air dari mata air Dangiang yang disalurkan ke bak penampung air yang berada di atas lahan target irigasi. Desain jaringan irigasi di lahan petani Desa Puncak Jeringo disajikan pada Gambar 61.

Halaman 53 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Sistem irigasi yang diaplikasikan di

Desa Oebola adalah sistem penampungan air

bersambung (linkage small reservoir). Bak

penampung utama sebagai sumber pemasok

air irigasi mendapat air dari mata air Oelbeba.

Di setiap blok irigasi dibuat bak penampung

(embung mini) dengan menggali tanah di

setiap blok irigasi yang dilapisi dengan plastik

untuk meniadakan rembesan pada embung

mini. Untuk memudahkan petani mengakses

air, tampungan air mini renteng dibuat dengan

2 jarak 25 x 30 m . Dimensi tampungan air mini 3 renteng adalah 60 x 60 x 70 cm , dengan

kapasitas tampung 250 liter mampu melayani 2 irigasi seluas 750 m . Jumlah tampungan air

mini renteng yang dibuat di Desa Oebola

sebanyak 24 buah untuk melayani daerah irigasi seluas 2,7 ha. Desain tata letak dan Gambar 61. Desain jaringan irigasi sistem jaringan irigasi tampungan mini renteng di desa Puncak Jeringo yang sudah diinstal di Desa Oebola disajikan pada Gambar 62 dan 63.

Gambar 62. Desain tata letak sistem Gambar 63. Desain tata letak sistem Sistem jaringan irigasi jaringan irigasi tampungan mini renteng

Konsep sistem irigasi Kebun Percobaan Naibonat adalah Model Kawasan Pangan Lestari. Pola dan tata letak pertanaman terdiri dari Rumah Kasa sebagai wahana penyedia benih dan pengembangan komoditas tanaman pangan dan sayuran pada tabulam pot dan lahan. Desain dan instalasi jaringan irigasinya disajikan pada Gambar 64 dan 65.

Halaman 54 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Kebun Percobaan Naibonat

Gambar 64. Desain jaringan irigasi pada Kebun Gambar 65. Instalasi sistem Percobaan Naibonat jaringan irigasi di KP. Naibonat Kebutuhan Irigasi Tanaman Potensi masa tanam di Desa Jeringo adalah Desember-April dengan masa awal tanam terbaik musim tanam pertama adalah minggu pertama Desember (Gambar 66a), sedangkan potensi masa tanam di Desa Oebola adalah Nopember-Februari dengan masa awal tanam terbaik untuk musim tanam pertama adalah minggu pertama Nopember (Gambar 66b). Kebutuhan irigasi pada musim pertama dipenuhi dari curah hujan. Dengan memanfaatkan air irigasi dari sistem irigasi bertekanan dengan sistem curah (springkler), pola tanam alternatif yang disarankan adalah Jagung - Kacang Hijau/Jagung/Kacang Hijau. Masa tanam musim tanam kedua dapat dilakukan mulai minggu pertama bulan April, sedangkan musim tanam ketiga dapat dilakukan mulai minggu pertama Agustus untuk budidaya palawija/sayuran yang berumur pendek (< 60 hari).

(a) (b) Gambar 66. Potensi masa tanam di Jeringo (a) dan Oebola (b)

Kebutuhan irigasi jagung pada musim tanam pertama berasal dari curah hujan. Kebutuhan irigasi untuk kedelai/sayuran dan jadwal pemberian irigasi serta durasi pemberian irigasinya pada musim tanam kedua dan ketiga berturut-turut disajikan pada Tabel 20 dan 21, serta Tabel 22 dan 23. Jumlah kebutuhan irigasi yang diaplikasikan pada MT II 16-48 mm (52,8-158 m3, sesuai dengan periode pertumbuhan).. Pergiliran jadwal pemberian irigasi yang efektif untuk setiap petak (petani) adalah setiap 7 hari dengan durasi pemberian berkisar 7,5 jam-17 jam sesuai dengan perkembangan fenologi

Halaman 55 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi tanaman. Jumlah kebutuhan irigasi pada MT III 15-51 mm (49,6- 68 m3, sesuai dengan periode pertumbuhan)..

Tabel 19. Kebutuhan irigasi budidaya kedelai/ sayuran MT III

Tabel 20. Jadwal pemberian irigasi yang disarankan untuk budidaya kedelai

Halaman 56 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 21. Kebutuhan irigasi budidaya Tabel 22. Jadwal pemberian irigasi yang sayuran musim dan atau sayuran disarankan untuk budidaya MT III kedelai

Kebutuhan irigasi untuk budidaya padi gogo/jagung pada musim tanam pertama di Oebola dapat dipenuhi dari curah hujan. Agar memudahkan dalam aplikasi pergiliran pemberian irigasi antar petani, kebutuhan air irigasi untuk tanaman jagung di Desa Oebola dirancang untuk petakan seluas 750 m2/tampungan air mini renteng, hal ini terkait dengan debit total dari bak penampung utama sebesar 1 lt/detik. Mempertimbangkan besar debit yang dapat dieksploitasi sebesar 2 liter/detik, aplikasi irigasi yang disarankan adalah pergiliran jadwal pemberian irigasi antar petani dengan luas lahan per petani 750 m2. Jumlah kebutuhan irigasi yang diaplikasikan pada musim 3 . tanam kedua sebesar 16-48 mm atau 12-36 m (sesuai dengan periode pertumbuhan). Pergiliran jadwal pemberian irigasi yang efektif untuk setiap petak (petani) adalah setiap 7 hari dengan durasi pemberian berkisar antara 2,5 jam sampai dengan 8 jam sesuai dengan perkembangan fenologi tanaman. Jumlah kebutuhan irigasi yang diaplikasikan 3 pada musim tanam ketiga sebesar 15-51 mm atau 11,3-18,3 m (sesuai dengan periode pertumbuhan). Pergiliran jadwal pemberian irigasi yang efektif untuk setiap petak (petani) adalah setiap 7 hari dengan durasi pemberian berkisar antara 3,3 jam sampai dengan 11 jam sesuai dengan perkembangan fenologi tanaman.

3.2. Pengelolaan Air dan Iklim Mikro Terkendali untuk Tanaman Hortikultura Dalam peningkatan produksi tanaman hortikultura, aspek cuaca dan iklim memegang peranan yang cukup penting. Hampir semua aspek pertanian mulai dari pemilihan jenis tanaman, pola tanam, teknik budidaya dan perlindungan tanaman terhadap hama dan penyakit dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk mendapatkan kondisi iklim mikro yang sesuai dalam budidaya tanaman adalah pertanian rumah kaca / kasa. Memodifikasi iklim mikro di sekitar tanaman terutama tanaman hortikultura merupakan salah satu usaha agar tanaman yang dibudidayakan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Tujuan kegiatan ini adalah: (1). merancang sistem otomatisasi irigasi dan iklim mikro di rumah kasa; (2). membudidayakan tanaman hortikultura di rumah kasa; (3).

Halaman 57 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi merancang dan mengembangkan model untuk kawasan rumah pangan lestari (MKRPL). Metodologi otomatisasi irigasi dilakukan dengan menggunakan sensor gypsum. Penelitian budidaya tanaman di rumah kasa dilakukan di Bogor melalui percobaan yang disusun dengan rancangan petak terpisah (split plot design). Petak utama adalah rumah kasa Balitklimat (RK1) dengan kontrol suhu udara menggunakan blower (air cooler) dan rumah kasa BB Biogen (RK2) tanpa kontrol suhu udara. Anak petak (sub plot) adalah kadar lengas tanah terdiri dari empat aras yaitu 25%, 40%, 60% dan 80% dari kapasitas lapang (KL). Setiap kombinasi perlakuan terdiri dari 5 pot dengan 3 ulangan. Pengembangan MKRPL di lingkungan perkantoran Balitklimat dimulai dengan menyusun design tataruang, perencanaan jenis tanaman, dan budidayanya mulai penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Sistem otomatisasi irigasi untuk mengontrol kelembaban tanah dengan menggunakan sensor gypsum telah berhasil dilakukan, dengan diagram alir seperti pada Gambar 67 Pada rangkaian ini sensor gypsum mempunyai keluaran resistensi (tahanan) dalam perubahan tingkat kelembaban tanah. Sensor gypsum untuk kelembaban tanah dengan keluaran resistensi kemudian dihubungan dengan rangkaian pengubah sinyal resistensi (komparator/adapter) menjadi tegangan (Voltase) ketingkat tegangan DC yang merupakan pembacaan langsung dari kelembaban tanah. Keluaran yang sudah menjadi sinyal tegangan DC dimasukkan ke komparator (controller) dengan panel meter yang dapat membandingkan dan menampilkan angka sebagai nilai tingkat kelembaban tanah yang dapat ditetapkan atau diatur sesuai dengan tingkat perlakuan air yang diperlukan untuk kebutuhan tanaman. Output dari komparator akan mengaktifkan relay yang terhubung ke keran listrik, memungkinkan air untuk mengairi tanaman sampai sensor mencapai tingkat yang ditetapkan.

Gambar 67. Diagram alir sistem irigasi, rangkaian panel pengatur irigasi otomatik , dan sensor gypsum,

Untuk pemberian air dilakukan dalam 25, 40, 60 dan 80% pada kapasitas lapang. Nilai tersebut dikonversikan ke dalam kontroler dengan melakukan perhitungan nilai kapasitas lapang. Hasil analisa tanah menghasilkan nilai 39.8 kapasitas lapang air (KL),

Halaman 58 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

23.4 titik layu permanen (TLP) dan 16.4% kadar air tanah (KAT). Nilai kapasitas lapang air hasil analisa tanah yang digunakan adalah 39.8% kandungan air dan 60.2% sisanya adalah tanah kering. Sebagai perhitungan taraf pemberian air minimal sebagai nilai skala batas bawah nilai kritis kandungan air untuk kebutuhan tanaman diberikan nilai 5% diatas nilai kadar air titik layu permanen kandungan air hasil analisa tanah. Dan nilai kapasitas lapang hasil analisa tanah sebagai pembagi untuk mendapatkan batas atas masing-masing perlakuan taraf pemberian air dan diasumsikan menjadi 100% kandungan air kapasitas lapang. Sehingga nilai 100% kapasitas lapang dikurangi masing- masing nilai perlakuan taraf pemberian air menghasilkan nilai indeks untuk menentukan batas atas skala masing-masing taraf pemberian air. Kedua nilai dimasukan ke dalam kontroler sebagai skala batas bawah dan skala batas atas. Nilai hasil perhitungan pemberian air untuk dimasukan kedalam kontroler masing-masing perlakuan taraf pemberian air disajikan dibawah ini pada Tabel 24.

Tabel 23. Nilai taraf pemberian air untuk dimasukkan ke dalam kontroler. Hasil Perhitungan Perlakuan Taraf pemberian Air Nilai batas Indeks Nilai batas bawah atas 25% 64% 9% 73% 40% 64% 14% 78% 60% 64% 22% 86% 80% 64% 29% 93%

Hasil pengamatan iklim di 3 tempat : di rumah kasa Balitklimat, BB Biogen dan diluar rumah kasa menunjukkan bahwa: suhu udara di RK1 (Rumah Kasa Balitklimat) lebih rendah dibandingkan dengan RK2 (Rumah Kaca Biogen). Rendahnya suhu udara di rumah kasa Balitklimat disebabkan karena di rumah kasa tersebut sudah dilengkapi dengan kipas pendingin udara yang di setting secara otomatik dan menyala pada suhu lebih dari 30oC. Tetapi suhu udara di Stasiun Cimanggu lebih rendah dibandingkan dalam ruangan RK1 dan RK2, artinya suhu di luar lebih rendah dibandingkan didalam kedua bangunan tempat tanaman percobaan ditanam. Untuk pengembangan tanaman hortikultura, percobaan budidaya melon (Gambar 68.) dengan pemberian air di rumah kasa, pada taraf 95% tidak ada pengaruh pemberian air dengan panjang tanaman melon maupun berat buah. Ada pengaruh tempat (RK1 dan RK2) terhadap panjang tanaman, tanaman di RK2 lebih panjang. Tidak ada pengaruh tempat (RK1 dan RK2) terhadap berat buah melon.

Gambar 68. Budidaya tanaman melon dengan 4 tingkat pemberian air, di rumah kasa Balitklimat (kiri) dan rumah kasa BB Biogen (kanan)

Pelaksanaan pengembangan MKRPL (Model Kawasan Rumah Pangan Lestari), meliputi: pembuatan rak-rak dari bambu tempat menyimpan tanaman, pembelian dan penanaman benih sayuran, pemindahan bibit sayuran ke dalam polybag dan pot,

Halaman 59 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi pemasangan sistem irigasi tetes yang dikontrol secara otomatis, pemeliharaan tanaman, dan panen. Denah MKRPL Balitklimat disajikan dalam Gambar 69.

Gambar 69. Denah pengembangan MKRPL Balitklimat.

MKRPL yang dikembangkan umumnya tanaman tumbuh dan terpelihara dengan baik. Tanaman diberi air secara manual setiap hari sampai kondisi tanah basah. Sejak bulan Maret 2012 tanaman diberi air secara otomatis melalui sistem irigasi tetes, dengan sistem timer, seperti Gambar 70. Panen dilakukan bertahap sesuai dengan kondisi pertanamannya, dan hasilnya dimanfaatkan bersama oleh pegawai Balitklimat.

Gambar 70. Pengembangan MKRPL Balitklimat

3.3. Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan

Masalah dan tantangan yang dihadapi terkait prioritas ketahanan pangan sebagaimana tercantum dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) tahun 2010-2014 antara lain adalah pemanfaatan lahan kering yang terkendala oleh

Halaman 60 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi ketersediaan air irigasi. Upaya yang harus dilakukan untuk mengantisipasi kendala tersebut, adalah pengelolaan sumber daya air yang tepat sasaran berdasarkan karakteristik wilayahnya. Pengelolaan sumber daya air yang tepat sasaran harus mencakup aspek peningkatan efisiensi penggunaan air yang dapat dilakukan melalui pengelolaan air permukaan, estimasi kebutuhan air untuk tanaman, dan melakukan pemberian air irigasi sesuai kebutuhan tanaman. Penelitian dilaksanakan di Sungai Makarua, di desa Limampoccoe, kecamatan Cenranae, Kabupaten Maros, provinsi Sulawesi Selatan, pada bulan Februari sampai Oktober 2012. Tujuan penelitian yaitu: (1) Mengkarakterisasi kondisi biofisik wilayah untuk mengembangkan teknologi panen hujan dan aliran permukaan, (2) Mengembangkan model pengelolaan air melalui panen hujan dan aliran permukaan, (3) Menyusun skenario pemberian air irigasi tanaman padi/jagung untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, (4) Menilai persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya air untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Kegiatan dilaksanakan melalui: (1) Penyusunan peta lokasi penelitian, (2) Identifikasi sumber daya tanah, (3) Pengumpulan data iklim dan curah hujan, (4) Identifikasi kondisi hidrologi, (5) Pembangunan dam parit, bak penampung air, dan jaringan irigasi, (6) Analisis kebutuhan air tanaman dan penentuan potensi masa tanam, dan (7) Penilaian persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sumber daya air. Hasil evaluasi tingkat kesesuaian pengembangan dam parit (Tabel 25) menunjukkan bahwa pengembangan dam parit di sungai Makarua dari sisi sosial tergolong sesuai (S1), sedangkan dari sisi teknis tergolong cukup sesuai (S2bd) dengan faktor pembatas adalah batuan dasar di sepanjang aliran sungai terdiri dari batuliat, slate, konglomerat, dan batukapur yang sebagian besar merupakan bahan yang sangat mudah meloloskan air (porus).

Tabel 24. Tingkat kesesuaian dam parit bertingkat di desa Limampoccoe, kecamatan Cenranae, kabupaten Maros, provinsi Sulawesi Selatan No Parameter Simbol Nilai Tingkat Kesesuaian A Parameter teknis 1. Ordo Sungai os 2 S1 2 Luas DTA la >50 ha S1 3 Debit db 7,6 lt/dt S1 4 Lebar penampang sungai lp 8 m S1 5 Tinggi Tebing tt >2 m 6 Batuan Dasar Sungai bd Batuliat, slate, konglo- S2 merat, dan batukapur 7 Luas Areal Target lt 60 ha S1 B Faktor Sosial 1 Dukungan tokoh formal df Sangat tinggi S1 2 Dukungan tokoh non formal dn Sangat tinggi S1 3 Dukungan masyarakat ds Sangat tinggi S1 Tingkat kesesuaian: cukup sesuai, faktor penghambat batuan dasar S2 bd porus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi panen hujan dan aliran permukaan melalui pembangunan dam parit bertingkat dapat meningkatkan intensitas tanam dari penanaman satu kali padi menjadi padi-kacang tanah-bera dan padi- semangka-bera, dan peluang pengembangan padi-jagung-bera. Peta lokasi penelitian dan contoh dam parit disajikan pada Gambar 71. Berdasarkan hasil analisis neraca air tanaman (Gambar 72a), peluang penanaman padi pada musim hujan tahun normal dapat dimulai pada minggu pertama bulan Oktober, walaupun menghadapi potensi kehilangan hasil terutama pada waktu pembungaan yang disebabkan terjadinya stres air pada periode tersebut. Hasil analisis neraca air untuk pola tanam padi - kacang tanah - bera

Halaman 61 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi menunjukkan bahwa untuk musim tanam pertama kebutuhan air untuk tanaman padi berkisar 0,65 liter/detik/ha atau rata-rata sekitar 5,0 mm Gambar 72b. Kebutuhan air tersebut diberikan pada saat penanaman (transplanting) sampai 21 hari setelah tanam atau sampai kondisi tanah jenuh air (1 mm) dapat dipenuhi dari dam parit. Selanjutnya pemberian air dilakukan dengan penggenangan dangkal dengan ketinggian genangan 5 mm sampai 15 hari sebelum panen. Pada saat pemupukan lahan dikeringkan yaitu pada umur padi 30 hari setelah tanam dan 60 hari setelah tanam.

Gambar 71. Peta Daerah Tangkapan Air dan Target Irigasi (a) dan contoh dam parit (b) di DAS Mikro Makarua desa Limmapoccoe, kec. Cenranae, Maros, Sulawesi Selatan

a b Gambar 72. Saat dan masa tanam pada pola tanam padi-kacang tanah-bera dan jadwal pemberian irigasi (penggenangan) pada tanaman padi Musim Tanam 1

Musim tanam kedua untuk kacang tanah disarankan pada akhir bulan Januari sampai dengan awal minggu pertama bulan Februari. Risiko kehilangan hasil pada musim tanam kedua untuk kacang tanah terjadi pada periode awal pertumbuhan tanam walaupun tidak sampai mengakibatkan gagal panen (risiko kehilangan hasil sebesar 25%). Untuk mengantisipasi kegagalan panen diperlukan irigasi suplementer sebesar 0,21 l/det/ha atau 1,81 mm. Untuk memudahkan dalam aplikasinya pemberian irigasi suplemeter dapat dilakukan 5 hari sekali sampai kondisi tanah jenuh setelah itu pemberian irigasi dihentikan dan diulang setiap lima hari berikutnya sampai dengan umur tanaman mencapai 60 hari. Awal musim tanam semangka terbaik pada musim tanam kedua adalah awal bulan Maret (Gambar 73). Risiko kehilangan hasil pada periode tersebut sangat kecil (< 5 %) sehingga hampir tidak diperlukan irigasi suplementer.

Halaman 62 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 73. Saat dan masa tanam pada pola tanam padi-semangka-bera dan padi- jagung-berdasarkan analisis neraca air tanaman

Meskipun berdasarkan analisis neraca air tanaman (Gambar 73) untuk budidaya semangka dan jagung tidak diperlukan irigasi suplemen, namun pada tanah dengan porositas tinggi seperti di dusun Bengo, Desa Limampoccoe yang berkembang dari bahan kapur dengan porositas yang tinggi (sangat lolos air) dan jeluk mempan (effective depth) tanah yang relatif dangkal (<40 cm), lengas tanah pada kapasitas lapang + 25 % volume masih diperlukan irigasi suplementer untuk mengurangi risiko kehilangan hasil. Ilustrasi kondisi pertanaman dan kegiatan panen kacang tanah dan semangka pada MT II disajikan pada Gambar 74.

Gambar 74. Pertanaman semangka dan kacang tanah (a), kegiatan panen kacang tanah (b), hasil buah semangka dan kacang tanah (c).

Untuk melihat sejauh mana dam parit dapat diterima dan dimanfaatkan petani dapat diketahui dengan melihat persepsi mereka terhadap dam parit yang telah dibangun. Dari hasil wawancara secara mendalam dapat diketahui bahwa 100% petani menerima dengan senang hati keberadaan dam parit, karena secara jelas telah mampu meningkatkan indeks pertanaman dari IP 100 menjadi IP 200. Secara lengkap persepsi masyarakat terhadap keberadaan dam parit diperlihatkan pada Gambar 75.

Halaman 63 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 75. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan dam parit di dusun Bengo, desa Limampoccoe, kecamatan Cenrana, kabupaten Maros

Berdasarkan hasil analisis finansial terdapat perbedaan keuntungan pada pola tanam sebelum dan sesudah ada dam parit dengan nilai BCR berturut-turut 0,24 dan 0,61. Selanjutnya berdasarkan nilai IRR, NPV dan Net BCR diketahui bahwa investasi dam parit di dusun Bengo, desa Limampoccoe sangat layak dengan pengembalian modal yang cukup cepat, yaitu pada tahun ke 4 proyek (Tabel 26).

Tabel 25. Kriteria penilai kelayakan investasi dam parit di dusun Bengo, desa Limampoccoe, kecamatan Cenrana, kabupaten Maros No Kriteria Kelayakan Batas Nilai Kesimpulan Kelayakan 1 IRR > 6% > 50% Layak 2 NPV > 0 132,573,988 Layak 3 Net BCR > 1 25.37 Layak 4 Payback Periode - 4 tahun Cukup Cepat

Halaman 64 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

3.4. Analisis hubungan unsur iklim dengan musim panen tanaman buah- buahan di Pulau Sumatera

Komoditas hortikultura telah memberikan sumbangan yang berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari sub sektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Perubahan iklim telah memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap sektor pertanian. Dampak ini tidak hanya dirasakan pada sub sektor tanaman pangan tapi juga pada sub sektor hortikultura dan palawija (Litbang Kementan, 2011). Beberapa data menunjukkan bahwa faktor iklim juga sangat berpengaruh terhadap produksi dan kualitas tanaman hortikultura. Kejadian iklim ekstrem La Nina tahun 2010, dimana curah hujan terjadi hampir sepanjang tahun telah menyebabkan anjloknya produksi berbagai komoditas hortikultura baik kuantitas maupun kualitas. Produksi mangga, apel, pisang dan jeruk turun 20-25%, manggis 15-20%, beberapa jenis tanaman sayuran 20- 25% dan pada tanaman hias sangat beragam (Ditlin Horti, 2011). Untuk itu dilakukan penelitian dan penyusunan informasi agroklimat dan dinamika musim tanaman hortikultura khususnya komoditas buah unggulan yaitu durian, manggis dan rambutan. Tujuan penelitian adalah: (1) mempelajari hubungan antara beberapa peubah iklim dengan komponen produksi tanaman buah durian, manggis dan rambutan, (2) mempelajari hubungan peubah iklim dengan musim panen dan puncak panen durian, manggis dan rambutan, dan (3) melakukan pemetaan musim panen di Pulau Sumatera yang hasilnya digunakan untuk menyusun dinamika musim mendukung potensi pengembangan kawasan hortikultura. Pada tahun ini kajian difokuskan di Pulau Sumatera. Tahapan kegiatannya adalah: (1) identifikasi karakteristik iklim di sentra produksi tanaman hortikultura (manggis, durian dan rambutan); (2) identifikasi sebaran produksi dan puncak panen tanaman manggis, durian dan rambutan secara spasial dan temporal; dan (3) kajian hubungan musim panen dan puncak panen manggis, durian dan rambutan dengan parameter iklim; dan (4) penyusunan peta puncak panen manggis, durian dan rambutan. Karakteristik iklim untuk komoditas durian dilakukan di 6 kabupaten sentra yaitu Aceh Utara, Solok, Padang Pariaman, Bandar Lampung, Lahat dan Muaro Jambi. Karakteristik iklim untuk komoditas manggis dilakukan di 4 kabupaten sentra yaitu Kerinci, Kampar, Tanggamus, dan Pesisir Selatan. Karakteristik iklim untuk rambutan dilakukan di 3 kabupaten sentra yaitu di kabupaten Bungo, Lampung Selatan, dan Langkat. Ringkasan hasil identifikasi karakteristik iklim daerah sentra disajikan pada Tabel 27.

Tabel 26. Karakteristik iklim daerah sentra durian, manggis dan rambutan di Sumatera SUHU UDARA TIPE CH KOMODITAS SENTRA RATA- RH IKLIM TAHUNAN MAX MIN RATA SF Aceh utara 32 20 26 76 1790 C A DURIAN Solok 30 18 27 70 2136 Padang A Pariaman 30 25 27 70 1606 Kerinci 31 17 24 1785 A MANGGIS Kampar 33 21 26 90 (7 pagi) 2606 A Bungo 30 21 26 70 2273 A RAMBUTAN Lampung A Selatan 32 22 27 84 1602

Informasi sebaran musim panen per triwulan durian, manggis, dan rambutan di Pulau Sumatera disajikan dalam Tabel 28 berupa informasi persentase produksi pertriwulan

Halaman 65 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi per provinsi. Musim panen durian, manggis dan rambutan di Sumatera hampir sepanjang tahun. Puncak panen durian, manggis dan rambutan yaitu pada triwulan ke- 4. Berdasarkan perhitungan se Pulau Sumatera produksi durian tertinggi pada triwulan ke 4 yaitu sebesar 33.4 %, rambutan pada triwulan ke- 4 yaitu sebesar 37.4 % dan durian sebesar 37.5%.

Tabel 27. Persentase produksi manggis, rambutan dan durian pertriwulan per provinsi MANGGIS RAMBUTAN DURIAN PROVINSI 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Aceh 14.65 21.85 37.42 26.08 16.43 12.09 30.00 41.48 19.96 21.25 19.91 38.88 Sumatera Utara 15.18 19.02 30.95 34.86 8.91 17.69 31.70 41.70 13.40 18.22 20.84 47.54 Sumatera Barat 25.17 11.29 16.79 46.75 19.91 12.74 17.29 50.07 19.86 16.69 19.87 43.58 Riau 24.67 18.33 25.08 31.91 24.33 14.71 21.17 39.79 20.84 15.35 25.62 38.19 Kepulauan Riau 7.04 47.48 27.36 18.11 6.21 73.06 11.37 9.36 10.37 69.34 14.93 5.37 Jambi 39.29 17.26 12.44 31.00 42.74 4.20 5.68 47.37 20.46 4.36 6.81 68.36 Sumatera Selatan 27.86 24.74 9.14 38.26 33.03 10.20 11.88 44.90 26.14 8.52 13.93 51.41 Bangka Belitung 48.31 14.33 16.71 20.65 35.26 19.22 14.92 30.60 15.08 13.36 49.53 22.03 Bengkulu 17.87 11.57 9.58 60.98 20.65 15.29 27.51 36.55 18.27 27.07 20.29 34.36 Lampung 29.75 18.02 27.02 25.22 49.57 8.72 9.44 32.27 47.79 11.55 15.46 25.19 Sumatera 24.98 20.39 21.25 33.38 25.70 18.79 18.09 37.41 21.22 20.57 20.72 37.49

Pemetaan puncak panen manggis, durian dan rambutan yang dilakukan pada level kabupaten diperoleh dengan merata-ratakan data produksi sepanjang ketersediaan data, umumnya antara 3-5 tahun. Peta sebaran puncak panen sampai level kabupaten disajikan pada Gambar 76. Dari gambar terlihat bahwa musim panen durian, manggis dan durian sangat beragam dari triwulan 1 sampai triwulan 4. Puncak produksi manggis lebih berpola yaitu dominan pada triwulan 1 dan 4 sedangkan puncak panen durian dan rambutan sangat beragam. Daerah dengan puncak produksi pada triwulan 2 dan triwulan 3 (off season) untuk ketiga komoditas ini bisa menjadi daerah prioritas pengembangan ketiga komoditas hortikultura ini. Sehingga produksi manggis, durian dan rambutan bisa merata sepanjang tahun. Dan ini sangat penting untuk tata niaga buah-buahan nasional Indonesia.

Gambar 76. Sebaran puncak panen durian, manggis dan rambutan per triwulan di Pulau Sumatera

La Nina dan El Nino memberikan dampak pada pergeseran puncak panen komoditas manggis, durian dan rambutan, pada tanaman manggis, pada tahun La Nina umumnya puncak panen manggis bergeser yaitu mundur dan pada tahun El Nino , puncak panen maju tapi hanya di provinsi Aceh (Gambar 77). Pada tahun El Nino puncak

Halaman 66 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi panen manggis cenderung seragam dimana hampir di semua provinsi yaitu pada triwulan ke 4 kecuali Aceh. Puncak panen di Aceh cenderung lebih maju pada tahun El Nino dibandingkan dengan normalnya. Kondisi di atas menunjukkan bahwa dinamika iklim (kering-basah dan normal) mempengaruhi produksi dan sebaran puncak panen. Terutama pada tahun La Nina, dimana puncak panen bergeser dari normal dan bervariasi antar provinsi.

Gambar 77. Pergeseran puncak panen triwulan durian, manggis dan rambutan pada tahun El Nino , normal, dan La Nina

Untuk tanaman durian, puncak panen pada tahun El Nino yang bergeser terdapat di Provinsi Riau, Riau Kepulauan, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Bangka Belitung (Gambar 77). Pergeseran puncak panen durian pada tahun El Nino ini menimbulkan efek yang beragam ada yang mundur dan ada yang lebih awal. Puncak panen durian cenderung lebih seragam baik pada tahun normal, La Nina dan El Nino .

Halaman 67 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Untuk tanaman rambutan, pada tahun El Nino , puncak panen yang bergeser yaitu Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Jambi dan Bangka Belitung (Gambar 77). Puncak panen di Bangka Belitung dan Jambi lebih mundur sedangkan pada provinsi Riau dan Kepulauan Riau lebih awal. Hal ini menunjukkan bahwa El Nino dan La Nina menggeser puncak panen rambutan dimana pengaruhnya lebih signifikan dan menyebabkan puncak panen maju. Sedangkan pada tahun El Nino pergeserannya beragam ada yang maju dan ada yang mundur tapi hanya terjadi di sebagian kecil provinsi saja. Secara umum pada tahun La Nina produksi durian dan manggis turun (Gambar 78), dimana penurunan terbesar terjadi pada komoditas durian yaitu berkisar antara 20- 70% dan provinsi Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Bangka Belitung penurunan produksinya melebihi 50 % hal ini menunukkan bahwa di empat propinsi ini La Nina berpengaruh lebih kuat terhadap produksi durian. Penurunan produksi manggis pada La Nina berkisar antara 2,5 % sampai 40%. Sedangkan produksi rambutan menurun 7-35%.

PRODUKSI DURIAN PULAU SUMATERA PADA TAHUN NORMAL , ELNINO, DAN LANINA (DATA TAHUN 1990-2010) 90000

80000

70000

60000

50000

40000 elninno normal lanina Produksi (Ton) Produksi 30000

20000

10000

0 Aceh sumatera sumatera Riau Kepulauan Jambi Sumatera Bangka Bengkulu Lampung Sumatera utara barat Riau Selatan Belitung

Provinsi

Gambar 78. Produksi durian dan manggis tingkat propinsi di Pulau Sumatera

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa curah hujan tahunan berpengaruh signifikan terhadap puncak panen dan produksi tanaman manggis, durian, dan rambutan.

Halaman 68 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

IV. KEGIATAN PENUNJANG PENELITIAN

4.1. Pengelolaan Kelembagaan Satker Untuk meningkatkan kinerja institusi dalam rangka mendukung reformasi birokrasi, perlu didukung dengan akuntabilitas dan pelaksanaan administrasi kegiatan yang akurat cepat, efisien dan efektif, maka diperlukan peningkatan sistem kinerja melalui kegiatan Pengelolaan Kelembagaan Satker. Pengelolaan Kelembagaan Satker terdiri atas 5 sub kegiatan yakni: 1). Pembinaan Manajemen Kelembagaan; 2). Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran; 3). Pengelolaan Administrasi Kepegawaian; 4). Pengelolaan Sistem Akuntansi Instansi; 5). Pengelolaan Arsip dan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.

4.1.1. Pembinaan Manajemen Kelembagaan Untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang tertib, taat aturan, efektif, ekonomis, transparan dan akuntabel perlu penanganan khusus dalam suatu kegitan tersendiri. Untuk melaksanakan hal tersebut, pada tahun 2012 ditetapkan satu kegiatan yang khusus menangani pengelolaan keuangan negara dalam kegiatan ”Penataan Manajemen Kelembagaan”. Tujuan dari kegiatan ini adalah: 1) Melaksanakan pengelolaan penggunaan anggaran yang tertuang dalam DIPA Satker Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi secara tertib, taat aturan, efektif, ekonomis, transparan, akuntabel dan tepat sasaran, melalui tahapan perencanaan, pengendalian, koordinasi, monitoring, dan evaluasi; 2) Melaksanakan Sistem Administrasi Pengelolaan Anggaran yang bersumber dari APBN secara tertib, taat aturan, ekonomis, efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Keluaran dari kegiatan ini adalah: 1) Laporan realisasi penggunaan anggaran dan laporan pelaksanaan fisik kegiatan bulanan, triwulan, tengah tahunan dan akhir tahun dari masing-masing kegiatan; 2) Sistem Pengelolaan Anggaran Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi secara tertib, taat aturan, ekonomis, efektif, efisien, transparan dan akuntabel guna mendukung pelaksanaan tupoksi Balitklimat dengan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas Balai. Realisasi anggaran sampai dengan 31 Desember 2012 sebesar Rp. 7.786.312.398,- atau 92,90% dari total pagu anggaran DIPA tahun 2012 sebesar Rp. 8.381.257.000,-. Seluruh sasaran fisik tahun 2012 dapat terealisasi dan dilaksanakan dengan baik (termasuk kategori sangat berhasil). Persepsi masyarakat yang buruk tentang sistem pelayanan pemerintah, antara lain pelayanan yang tidak efisien; tidak membantu, gagal menyampaikan info perubahan kepada pelanggan, banyaknya pelayanan yang tertunda, ketidaksopanan aparat, pelayanan yang tidak wajar, aparat pelayanan yang tidak kompeten dan apatis, organisasi pelayanan tidak responsif terhadap kebutuhan dan keinginan serta harapan pelanggan mendorong Balitklimat untuk lebih menguatkan sistem kendali manajemen melalui penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 secara terus menerus dan berkelanjutan. Tujuannya adalah untuk melaksanakan perbaikan dokumentasi, perbaikan proses, perbaikan komunikasi antar unit, meningkatkan produktivitas kerja, dan meningkatkan efisiensi waktu serta tujuan akhirnya adalah: menciptakan standar manajemen mutu pelayanan dan kinerja satuan kerja secara profesional. Dalam kaitannya dengan komitmen dan pemeliharaan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008, SATKER Balitklimat telah melakukan audit internal dan audit eksternal yang telah dilaksanakan oleh PT Mutu Agung Lestari sedangkan hasil yang telah dicapai

Halaman 69 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi adalah: Revisi Pedoman Mutu; Revisi Prosedur Mutu; Penambahan SOP dalam prosedur mutu.

4.1.2. Pengelolaan Adminstrasi Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran Paradigma baru dalam proses penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis kinerja. Sistem anggaran berbasis kinerja ini memerlukan perencanaan, pengendalian dan evauasi kinerja untuk menghindari duplikasi dalam penggunaan anggaran negara. Dengan adanya sistem penganggaraan berbasis kinerja, maka dituntut kepada setiap pengguna anggaran untuk dapat mengelola angaran secara tertib, taat aturan ekonomis, efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mendukung pelaksanaan tupoksi satuan kerja yang bersangkutan. Tujuan kegiatan Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Pelaksanaan Anggaran, adalah: 1). Melaksanakan pengelolaan penggunaan anggaran yang tertuang dalam DIPA dan POK secara tertib, taat aturan, efektif, ekonomis, transparan, akuntabel dan tepat sasaran, melalui tahapan perencanaan, pengendalian, koordinasi, monitoring dan evaluasi. 2). Menghasilkan Sistem Administrasi Pengelolaan Anggaran Balai yang bersumber dari APBN secara tertib, taat aturan, ekonomis, efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Hasil dari kegiatan pengelolaan administrasi keuangan dan pelaksanaan anggaran adalah: Laporan realisasi anggaran 9 (sembilan) output dengan nilai input sebesar Rp. 8.381.257.000, yang terdiri dari: 1). Laporan Pengelolaan Satker dengan nilai input sebesar Rp. 790.679.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 773.008.350,00 atau 97,77%; 2). Laporan Penyusunan Program, Rencana Kerja dan Anggaran dengan nilai input sebesar Rp. 142.600.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 141.867.000,00 atau 99,49%. 3). Laporan Monitoring dan Evaluasi Kegiatan, SPI dengan nilai input sebesar Rp. 160.850.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 149.030.750,00 atau 92,65%; 4). Laporan Operasional dan Pemeliharaan Laboratorium dengan nilai input sebesar Rp. 152.301.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 148.680.600,00 atau 97,62%; 5). Laporan Diseminasi Teknologi Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dengan nilai input sebesar Rp. 341.760.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 292.572.700,00 atau 85,61%; 6). Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim dengan nilai input sebesar Rp. 1.867.850.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 1.809.977.349,00 atau 96,90%; 7). Pengadaan Buku Ilmiah Populer dengan nilai input sebesar Rp. 30.000.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 29.430.500,00 atau 98,10%; 8). Layanan Perkantoran dengan nilai input sebesar Rp. 4.478.667.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 4.018.794.874,00 atau 89,73%; Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi dengan nilai input sebesar Rp. 130.000.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 129.844.000,00 atau 99,88%; 9). Peralatan dan Fasilitas Perkantoran dengan nilai input sebesar Rp. 154.000.000,00 dan realisasi sebesar Rp. 149.032.400,00 atau 96,77%; 10). Rehabilitasi Gedung dan Bangunan Kantor dengan nilai input sebesar Rp. 436.000.000 dan realisasi sebesar Rp. 434.971.625,00 atau 99,76%.

4.1.3. Pengelolaan Administrasi Kepegawaian Pengelolaan data kepegawaian disuatu instansi perlu dikelola dalam database yang mudah diperbaiki dan di perbaharui secara berkala. Salah satu program yang digunakan dalam pengelolaan database kepegawaian adalah Sub Sistem Informasi Manajemen Kepegawaian (SIMPEG). Tujuan kegiatan ini adalah: untuk mendapatkan data-data kepegawaian yang sudah dikelompokkan seperti: (1) Daftar Nominatif Pegawai, (2) Daftar Urut Kepangkatan (DUK), (3) Daftar Nominatif Pegawai, (4) Daftar Pegawai Menurut Golongan, (5) Daftar Pegawai Menurut Pendidikan, (6) Daftar Peneliti, (7) Daftar Pegawai Petugas Belajar, (8) Daftar Pegawai Menurut Jenis Kelamin, (9) Daftar Pegawai Yang Telah mengikuti kursus penjenjangan, (10) Daftar Pegawai Yang belum mengikuti Pra Jabatan, dll.

Halaman 70 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Hasil dari kegiatan ini adalah: Pembaruan secara berkala data administrasi kepegawaian dengan mengupdate data seperti: Data dasar pegawai; Data riwayat pendidikan formal; Data riwayat pendidikan informal; Data riwayat latihan penjenjangan; Data riwayat kepangkatan; Data riwayat pekerjaan; Data istri/suami; Data anak; Data keikutsertaan dalam lokakarya dan seminar; Data Mutasi Pegawai (pensiun, Kenaikan Pangkat); Daftar Riwayat Hidup. Selain memperbaharui data kegiatan administrasi dan pengelolaan pegawai adalah pengurusan mutasi, pensiun, ijin belajar, tugas belajar dan surat-surat ijin bepergian ke luar negeri dalam rangka dinas.

4.1.4. Pengelolaan Sistem Akuntansi Instansi Sistem Akuntansi Keuangan Pengguna Anggaran (SAKPA) adalah kegiatan penyelenggaraan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pendapatan dan belanja yang berada dalam tanggung jawab suatu instansi Pemerintah. Setiap Instansi pemerintah yang mendapatkan dana dari APBN maupun Pinjaman, wajib menyusun dan menyampaikan laporan Sistem Akuntansi Instansi baik akuntansi keuangan maupun akuntansi barang milik negara sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik. Tujuan: 1) Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang kondisi anggaran dan kegiatan keuangan satuan kerja/instansi atau pemerintah pusat, 2) Menyediakan informasi keuangan yang bisa dipercaya tentang posisi keuangan instansi/satker atau pemerintah pusat, 3) menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan instansi/satker atau pemerintah pusat secara efektif dan efisien. Keluaran: 1) Keluaran dari Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Anggaran (UAKPA); a. Laporan Realisasi Anggaran; b. Laporan Realisasi Belanja beserta Laporan Realisasi Pengembalian Belanja baik yang melalui KPPN, BUN maupun KPPN & BUN; c. Laporan Realisasi Pendapatan beserta Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan baik yang melalui KPPN, BUN maupun KPPN & BUN; d. Neraca dan Neraca Percobaan; e. Catatan atas Laporan Keuangan. 2) Keluaran dari Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Barang (UAKPB); a. Buku Inventaris (BI) Intrakomptabel dan Ekstrakomptabel; b. Kartu Inventaris Barang (KIB) Tanah, Gedung, dan Alat Angkutan Bermotor; c. Daftar Inventaris Lainnya (DIL); d. Daftar Inventaris Ruangan (DIR); e. Laporan BMN Semesteran dan Tahunan; f. Laporan Kondisi Barang (LKB). Hasil dari kegiatan Pengelolaan Sistem Akuntansi Keuangan dan Sistem Akuntansi Pengguna Anggaran adalah: Laporan Realisasi Anggaran Semester I dan II. Laporan Realisasi Belanja beserta Laporan Realisasi Pengembalian Belanja baik yang melalui KPPN, BUN maupun KPPN & BUN;Laporan Realisasi Pendapatan beserta Laporan Realisasi Pengembalian Pendapatan baik yang melalui KPPN, BUN maupun KPPN & BUN;Penyusunan Neraca.

4.1.5. Pengelolaan Arsip dan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008 Kegiatan penguatan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008 dilaksanakan untuk semakin menguatkan penerapan sistem manajemen mutu yang telah diperoleh oleh instansi dengan secara terus menerus melaksanakan perbaikan berkelanjutan. Kegiatan penguatan ISO dilaksanakan melalui tinjauan dokumen. Tahapan tinjauan doklumen ini dilaksanakan melalui prosedur kerja dengan cara Penyesuaian dokumen dengan data terbaru dan Evaluasi dokumen oleh Tim ISO 9001:2008, audit internal, tinjauan manajemen dan Audit Eksternal. Hasil kegiatan diantaranya adalah: Revisi Pedoman Mutu; Revisi Prosedur Mutu; Penambahan dan penggabungan SOP dalam prosedur mutu dan tindak lanjut hasil audit eksternal.

Halaman 71 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

4.2. Penyusunan Program, Rencana Kerja dan Anggaran Perencanaan program penelitian merupakan kegiatan yang bersifat administratif untuk memfasilitasi perencanaan dan penyusunan anggaran SATKER BALITKLIMAT. Perencanaan program penelitian dilakukan secara sinergis agar selalu dalam koridor RENSTRA BALITKLIMAT 2010-2014. Adapun tujuan dari kegiatan Penyusunan Program dan Rencana Kerja dan anggaran adalah: 1) Melakukan pemantapan proposal RPTP/RDHP/RKOT TA 2012, 2) updating dan entri data I-program tahun 2012/2013, 3) Membahas program penelitian Tahun Anggaran 2012, 4) Memfasilitasi penyusunan draft proposal dan program Balitklimat TA 2012, 5) Menyusun RKA-KL (Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/ Lembaga) TA 2012, dan 6) Menyempurnakan Renstra Balitklimat 2010-2014. Sedangkan keluaran dari kegiatan ini adalah: (1) Pemantapan RPTP/RKTM/RDHP TA 2012, (2) Updating dan entri data I-Program TA 2012/2013, (3) Terbahasnya program penelitian TA 2013, (4) Terfasilitasinya penyusunan draft proposal TA 2013 dan program ke depan, (5) Tersusunya RKA-KL (Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga) TA 2013, dan (6) Revisi Renstra Balitklimat 2010-2014.

4.3. Monitoring dan Evaluasi Kegiatan 4.3.1. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan Kegiatan Pemantauan, pengendalian, dan evaluasi merupakan alat ukur untuk memantau sejauh mana pelaksanaan kegiatan penelitian. Pemantauan merupakan kegiatan yang teratur, berkesinambungan dan dilakukan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Sedangkan evaluasi lebih ditekankan pada suatu periode tertentu dalam suatu kurun waktu kegiatan, dan diatur sesuai dengan kebutuhan. Evaluasi menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan dan atau perencanaan berikutnya. Pemantauan, pengendalian, dan evaluasi dapat membantu para pelaksana dan pengelola kegiatan dalam memantau dan mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang dikelolanya. Kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan penelitian terutama realisisasi fisik dan keuangan (bulanan, triwulan, tengah tahun, dan akhir tahun), 2) Melakukan evaluasi kinerja lingkup SATKER Balitklimat berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) TA 2012. Sedangkan keluarannya adalah: 1) 10 paket laporan bulanan realisasi fisik dan anggaran (dari 4 RKTM dan 1 RDHP); 2). 15 paket laporan bulanan realisasi fisik dan anggaran kegiatan (dari 5 RPTP); 3). 4 laporan tengah tahun RKTM, 1 RDHP dan 15 kegiatan penelitian (dari 5 RPTP); 4). 1 x presentasi kegiatan penelitian tengah tahun dan 1 x presentasi kegiatan penelitian akhir tahun; 5). 4 laporan akhir RKTM, 1 laporan akhir RDHP dan 15 laporan akhir kegiatan penelitian/ROPP (dari 5 RPTP); 6). 1 laporan LAKIP SATKER Balitklimat 2012; 7). Laporan hasil monitoring dan pengendalian pelaksanaan kegiatan dan keuangan APBN, serta laporan penilaian penerapan Sistem Pengendalian Internal di lingkup Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Laporan realisasi penggunaan anggaran dan laporan pelaksanaan fisik kegiatan bulanan, triwulanan, tengah tahunan dan akhir tahun dari masing-masing unit kegiatan. Sistem Pengelolaan Anggaran Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi yang bersumber dari APBN dilaksanakan secara: tertib, taat aturan, ekonomis, efektif, efisien, transparan dan akuntabel guna mendukung pelaksanaan tupoksi Balitklimat dengan didukung oleh sumberdaya manusia yang profesional dan ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas Balitklimat. Secara keseluruhan pada tahun anggaran 2012, kinerja lingkup Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi termasuk kategori sangat berhasil dengan realisasi keuangan yang dibiayai melalui DIPA sampai dengan 31 Desember 2012 mencapai 92,90% dan realisasi fisik mencapai 100%. Sedangkan untuk kerjasama penelitian dengan

Halaman 72 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Kementerian RISTEK termasuk kategori sangat berhasil dengan realisasi keuangan sampai dengan November 2012 mencapai 98,41% dengan realisasi fisik mencapai 100%. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dilakukan dalam tiga tahap, yakni: (1). Evaluasi pra kegiatan, yang meliputi evaluasi rencana strategis, matrik program dan proposal penelitian, (2). Monitoring/evaluasi kegiatan yang sedang berjalan (termasuk evaluasi tengah tahun), (3). Eevaluasi pasca kegiatan, yakni evaluasi terhadap laporan akhir penelitian. Pedoman monitoring dan evaluasi disusun sebagai salah satu tolok ukur pelaksanaan kegiatan pemantauan dalam memantau pelaksanaan kegiatan.

4.3.2. Sistem Pengendalian Internal (SPI) Pelaksanaan sistem pengendalian internal merupakan satu kesatuan dari pemantauan, monitoring dan evaluasi yang implementasinya diawali dengan penyusunan Juknis dan SOP SPI SATKER Balitklimat TA.2012. Setiap unit kerja dan unit pelaksana teknis yang memiliki anggaran mandiri wajib melakukan SPI. Ada 5 (lima) unsur pengendalian intern dalam kegiatan SPI, yakni: a) Lingkungan pengendalian; b) Penilaian risiko; c) Kegiatan pengendalian; d) Informasi dan komunikasi; dan e) Pemantauan. Sistem Pengendalian Intern di lingkungan Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja, transparansi, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, dan pengamanan aset negara. Untuk membiayai seluruh kegiatan pencapaian sasaran di Balitklimat, pada tahun anggaran 2012 mendapatkan dana yang dituangkan dalam DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) TA 2012 sebesar Rp. 8.381.257.000,- Dana tersebut digunakan untuk membiayai 6 proposal Rencana Penelitian Tim Peneliti (RPTP), 1 proposal Rencana Diseminasi Hasil Penelitian (RDHP), dan 4 proposal Rencana Kegiatan Tingklat Manajemen (RKTM) yang merupakan kegiatan pendukung (dukungan manajemen). Sampai dengan 31 Desember 2012, total realisasi dana Balitklimat sebesar Rp. 7.786.312.398,- (92,90%). Dengan demikian sisa anggaran atau capaian efisiensi keuangan adalah sebesar Rp. 594.944.602,- (7,10%). Dengan efisiensi sejumlah itu, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dapat melaksanakan kegiatan dengan pencapaian sasaran sangat berhasil. Selama pelaksanaan kegiatan TA 2012, beberapa kendala yang dihadapi antara lain: faktor alam seperti anomali iklim dan keterbatasan jumlah SDM berkeahlian khusus. Untuk menanggulangi keterbatasan jumlah SDM berkeahlian khusus, diatasi melalui optimalisasi sarana dan SDM yang ada maupun dengan cara melakukan outsourcing baik dari perguruan tinggi maupun institusi lain di luar Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Rekapitulasi hasil penilaian SPI Balitklimat tahun 2012 meliputi 2 aspek yakni: 1) kelembagaan Satlak PI dan 2) kinerja Satlak PI. Hasil penilaian dari kelembagaan Satlak PI terdiri atas: a) telah ditetapkan satuan pelaksana PI (Tim SPI) dengan SK kepala Balai No.: 24A/Kpts/KPA/I.8.3/IV/2012 tanggal 10 April 2012; b) Kompetensi SDM telah sesuai dengan Pedum SPI; c) anggaran kegiatan SPI telah tersedia sebesar Rp. 41.300.000. Hasil penilaian terhadap kinerja Satlak PI diantaranya: a) telah dilakukan rapat kerja interen sebanyak 4 kali; b) telah dituangkan program kerja Satlak dalam Juknis PI; c) telah dilaksanakannya 9 program kerja Satlak PI; d) telah dibuat pelaporan semesteran dan laporan akhir; e) telah dibuat SOP Satlak PI. Adapun rekapitulasi hasil penilaian 5 unsur SPI tahun 2012 di Satker Balitklimat disajikan pada Tabel 29.

Halaman 73 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 28. Rekapitulasi hasil Penilaian 5 unsur SPI di Balitklimat Tahun 2012 Nilai Sub Unsur Jumlah Hasil Unsur SPI Sub Unsur Hasil Item Maks Penilaian Tertimbang Dinilai 1 Lingkungan 1.1 Organisasi 4 4 5 5 Pengendalian 1.2 Kebijakan 2 2 3 3 1.3 SDM 2 2 5 5 1.4 Prosedur 2 2 5 5 2 Penilaian 2.1 Penilaian Risiko 6 6 4 4 Penanganan Risiko 2.2 Risiko 8 4 4 2 Pemantauan 2.3 dan 6 4.5 4 3 evaluasi risiko 3 Kegiatan 3.1 Kegiatan 30 25.3 19 16 Pengendalian pengendalian 4 Informasi dan 4.1 Informasi 8 8 4 4 Komunikasi 4.2 Komunikasi 6 4.5 4 3 Bentuk dan 4.3 sarana 6 6 4 4 komunikasi 5 Pemantauan 5.1 Pemantauan 8 8 4 4 berkelanjutan 5.2 Pemantauan 6 6 4 4 terpisah Pemantauan 5.3 TLHP 6 6 4 4

Total nilai 100 88.3 73 Dari Tabel 29 di atas terlihat bahwa hasil penilaian 5 unsur SPI di Satker Balitklimat tahun 2012 adalah sebesar 88,3 (Delapan puluh delapan koma tiga) atau tergolong kategori sangat andal.

4.4. Layanan Operasional dan Pemeliharaan Laboratorium Laboratorium Agrohidrometeorologi merupakan bagian sarana dari Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi yang digunakan untuk membantu institusi dalam memecahkan permasalahan terkait tupoksinya dan juga melayani pelanggan dari luar institusi. Laboratorium Agrohidrometeorologi beranggotakan peneliti dan teknisi yang terbagi ke dalam beberapa divisi sesuai dengan keahliannya. Untuk memudahkan pengelolaannya, Laboratorium Agrohidrometeorologi dibagi menjadi 4 divisi yaitu: 1) Divisi Pemantauan dan Pengamatan Iklim dan Hidrologi Pertanian, 2) Divisi Identifikasi Sumberdaya Iklim dan Air, 3) Divisi Modifikasi Iklim Mikro dan Teknik Irigasi, 4) Divisi Pengembangan Sistem Informasi Agroklimat dan Hidrologi. Kegiatan yang dilakukan meliputi inventarisasi data iklim dan hidrologi, pemeliharaan alat survei. Laboratorium Agrohidrometeorologi di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi berdiri sejak tahun 2003. Sesuai dengan mandatnya, Laboratorium tersebut merupakan bagian sarana dari Balitklimat yang digunakan untuk membantu Balai dalam memecahkan permasalahan terkait tupoksinya dan juga melayani pelanggan dari luar. Pengadaan peralatan laboratorium dilakukan secara bertahap sesuai dengan tuntutan kebutuhan. Namun pemanfaatannya belum sepenuhnya optimal. Kendala yang dihadapi adalah minimnya kemampuan SDM dalam pengoperasian dan pemanfaatan prasarana tersebut. Peningkatan kemampuan SDM dalam mengoperasikan dan

Halaman 74 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi memanfaatkan peralatan laboratorium dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan- pelatihan. Disamping itu, seiring dengan bertambahnya usia pemakaian alat, perlu dilakukan kalibrasi dan perbaikan peralatan laboratorium. Seluruh kegiatan di dalam laboratorium perlu dibuat terstruktur dengan dokumen-dokumen pengendalian yang bersifat mampu telusur sehingga memudahkan pengelolaan asset yang ada. Lebih lanjut dengan terpenuhinya persyaratan teknis laboratorium, akan memudahkan pencapaian target laboratorium terakreditasi (ISO-IEC 17025), bahkan dalam jangka panjang keluaran hasil penelitian dan pelayanan jasanya merupakan sumber pendapatan pemerintah bukan pajak (PNBP). Selama tahun 2012, kegiatan-kegiatan yang dilakukan Laboratorium Agrohidrometeorologi meliputi: Inventarisasi data iklim dan hidrologi, prediksi curah hujan, inventarisasi instrumen survei sumberdaya iklim dan air, pendokumentasian penggunaan peralatan survei Laboratorium Agrohidromet, pemeliharaan peralatan survei, transfer teknologi penggunaan peralatan survei, perbaikan sarana dan alat irigasi di rumah kasa dan instrumentasi laboratorium , telah dikembangkan pengelolaan internet menggunakan mikrotik dengan tujuan pengendalian dan monitoring penggunaan internet dari jaringan cyber Cimanggu di Balitklimat. Total jumlah Username 153. Kegiatan perawatan dan pengambilan kaset berisi data iklim stasiun Cimel di lingkup Bogor – Sukabumi dan Cianjur dilakukan setiap bulan yang dilakukan oleh teknisi dan peneliti Balitklimat. Perbaikan sensor AWS dan AWLR dilakukan di laboratorium untuk kemudian digunakan kembali untuk mengganti sensor-sensor yang rusak. Daftar provinsi dan informasi distribusi sensor AWS, AWLR dan pembaca kaset yang didistribusikan sebagai pengganti sensor-sensor AWS/AWLR yang rusak disajikan pada Tabel 30. Sampai dengan akhir tahun 2012, database iklim nasional telah menyimpan data dari 5.860 stasiun iklim dan curah hujan meningkat 306 stasiun dari tahun sebelumnya.

Tabel 29. Daftar perbaikan/penggantian sensor stasiun AWS dan AWLR No. Provinsi Perbaikan 1. Nusa Tenggara Penggantian baterai isi ulang AWS dan sensor Timur kecepatan angin (masing-masing 2 set) 2. Jawa Barat Penggantian Datalogger Cimel 1 set Penggantian baterai isi ulang AWS (7 set), Penambahan Kaset AWS (2 set) 3. Riau Penggantian sensor magnetic curah hujan (1 set) 4. Jawa Tengah Penggantian konentor utama (2 set) Penggantian sensor kecepatan angin dan baterai isi ulang (masing-masing 1 set) 5. Maluku Utara Panel solar Cimel Elektronik Penambahan Kaset AWS (2 set) Penghapus kaset AWS-Cimel (1 set) Pembaca kaset AWS Cimel (1 set) Penggantian baterai isi ulang AWS (1 set), 6. Kalimantan Selatan Penggantian baterai kering AWS-Telemetri (1 set), 7. Brebes Penggantian baterai kering dan sensor AWS-Telemetri (masing-masing 1 set),

4.4.1. Identifikasi Sumberdaya Iklim dan Air Kegiatan yang telah dilaksanakan oleh divisi identifikasi sumberdaya iklim dan air adalah mendukung kegiatan penelitian Balitklimat dengan menyediakan peralatan survei potensi sumber daya air, menyelenggarakan pelatihan/magang/transfer teknologi dalam penggunaan alat survei dan analisis sumber daya iklim dan air, pemeliharaan peralatan survei, melakukan dokumentasi seluruh peralatan yang digunakan untuk kegiatan survei

Halaman 75 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi dan analisis. Judul penelitian dan bentuk dukungan yang diberikan Lab pada tahun 2012 disajikan pada Tabel 31. Tabel 30. Identifikasi sumberdaya iklim dan air untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penelitian 2012 No. Judul ROPP TA Dukungan Pelaksanaan Hasil Penelitian 2012 Penelitian 1. Penelitian Pengelolaan  Total Stasion Peta elevasi lokasi Air pada Lahan Kering penelitian pengelolaan air di NTB dan NTT 2. Pengembangan Model  Entri dan analisis data Alokasi air optimal untuk Pembagian Air Secara hidrologi harian debit berbagai sektordomestik, Optimal untuk saluran dan sungai pertanian, industri) Keberlanjutan DAS Bengawan Solo Ketersediaan  Entri data dan analisis Sumberdaya Air curah hujan harian DAS Bengawan Solo 3. Pengelolaan Lahan  Entri dan analisis data Analisis debit dan waktu Pada DAS Mikro untuk tinggi muka air respon sebelum dan Meningkatkan menitan dan harian sesudah perlakuan pada produktivitas dari Stasiun AWLR kegiatan penelitian Pertanian Selopamioro DIY tanaman cabai di DAS  GPS Selopamioro 4. Penelitian  Total Stasion Peta elevasi lokasi Pengembangan Model  GPS Geodetik penelitian pengembangan Pengelolaan Air untuk model pengelolaan air Optimasi IP pada untuk optimasi IP di Desa Daerah Tadah Hujan Kayen-Pacitan 5. Pemetaan Daerah  River Surveyor  Peta profil, kecepatan Rawan Banjir untuk  Sonar aliran dan kedalaman Meminimalkan Risiko  Currentmeter sungai DAS Mahakam, Pertanian di DAS  Total Stasion Kalimantan Timur. Mahakam, Kaltim  Beda tinggi penampang melintang antara lahan dengan sungai.

6. Penelitian Model  Total Stasion  Peta topografi lahan Pengelolaan Air pada  Theodolit gambut di Jabiren lahan Gambut untuk  Peta posisi dan Mendukung ketinggian penempatan Produktivitas piezometer Pertanian 7. Diseminasi Teknologi  AWS Demo Diseminasi teknologi Penelitian Agroklimat  LCD unggulan Balitklimat dan Hidrologi semakin dikenal melalui kegiatan pameran (2012: 14 kali pameran) 8. Nano Teknologi untuk  Oven Peralatan tersebut pertanian : Aplikasi  Timbangan Digital digunakan untuk hydrogel untuk menimbang bahan kimia efisiensi irigasi dan proses pengkaitan silang hidrogel

Halaman 76 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

No. Judul ROPP TA Dukungan Pelaksanaan Hasil Penelitian 2012 Penelitian 9. Perakitan sensor nano  Oven Peralatan tersebut untuk pengukuran  Timbangan Digital digunakan untuk kelembaban udara menimbang bahan kimia dan proses pembuatan sensor nano untuk pengukuran kelembaban udara

Pelatihan dalam penggunaan alat survei sumberdaya iklim dan air ditujukan bagi para peneliti dan teknisi Balitklimat untuk meningkatkan kemampuan dalam penggunaan dan pemanfaatan peralatan. Transfer teknologi terkait dengan operasional dan pemanfaatan AWS telemetri telah dilakukan untuk teknisi dan peneliti internal Balitklimat dan instansi di luar Balitklimat terutama di lokasi-lokasi tempat AWS dipasang. Transfer teknologi peralatan survei sumberdaya air antara lain: GPS Garmin 76csx, Total Station Leica, GPS Geodetic Leica, Theodolit Sokkia, Currentmeter, dan River Surveior. Pemeliharaan peralatan survei telah dilakukan dengan melakukan kalibrasi tiga jenis peralatan yaitu: Total Stasion, GPS Geodetik, dan Theodolit. Setiap bulannya, divisi ini menyusun rekapitulasi frekuensi penggunaan alat untuk kegiatan penelitian dari Bulan Januari sampai dengan Bulan Desember 2012 disajikan pada Tabel 32. Berdasarkan hasil rekapitulasi peminjaman alat survei dari tabel 32, pada Gambar 79. disajikan peralatan yang paling sering digunakan yaitu: GPS, Total Station, Kompas, Currentmeter dan AWS Demo Telemetri. Sebagian besar alat yang di gunakan berfungsi untuk pemetaan lahan kecuali current meter yang berfungsi untuk mengukur kecepatan arus air dan debit air.

Tabel 31. Rekapitulasi Frekuensi Penggunaan Alat No Jumlah Kondisi Jumlah Kondisi Nama Alat No. Nama Alat . Kali Hari Alat Kali Hari Alat GPS Garmin Contact 1. 76csx 33 243 Baik 16. Gauge 4 18 Baik Total Station 2. Leica 17 101 Baik 17. LCD Toshiba 2 4 Baik 3. Kompas 14 97 Baik 18. Kamera 3 11 Baik Suunto Canon EOS 4. GPS Geodetic 5 35 Baik 19. Laptop 6 77 Baik Leica Theodolit 5. Sokkia 5 46 Baik 20. Sepatu Boot 2 13 Baik 6. Currentmeter 13 162 Baik 21. Pelampung 1 4 Baik River 7. Surveior 7 47 Baik 22. Peilscal 1 7 Baik Kamera 8. Geoscanner 1 1 Baik 23. Nikon 1 5 Baik Kamera 9. Digital Sony 18 139 Baik 24. Tali Nilon 2 7 Baik Handycam 10. Sony 10 66 Baik 25. Sonar 4 36 Baik 11. Handy Talky 12 75 Baik 26. Pompa 1 1 Baik Motorola Submersibel 12. AWS Demo 10 53 Baik 27. Sambungan 1 1 Baik Telemetri Listrik

Halaman 77 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

No Jumlah Kondisi Jumlah Kondisi Nama Alat No. Nama Alat . Kali Hari Alat Kali Hari Alat 13. Meteran 4 20 Rusak 28. Minicopter 1 1 Baik Kecil Minicopter 1 1 Baik 14. Bor Tanah 4 35 Baik 29. Besar 15. Bor Listrik 8 52 Baik 30. Timbangan 1 Baik Digital

Frekuensi Penggunaan Peralatan Laboratorium Agrohidromet

Minicopter Peilscal Pelampung Geoscanner Kabel nilon Sepatu boot LCD Sonar Contact Gauge Meteran Bor Tanah GPS Geodetic Leica Theodolit Sokkia Laptop River Surveyor Bor listrik AWS demo Handycam Handy Talky Currentmeter Kompas Suunto Total Station Leica Kamera digital GPS Garmin 76 CSX

0 10 20 30 40

Frekwensi

Gambar 79. Frekuensi Penggunaan Peralatan Laboratorium Agrohidromet

4.4.2. Modifikasi Iklim Mikro dan Teknik Irigasi Rumah Kasa yang dibangun di Balitklimat dilengkapi dengan pendingin udara menggunakan kipas air fan cooling otomatik untuk mengontrol suhu udara, irigasi otomatik dan automatic weather stations. Pada kegiatan penelitian dalam Rumah Kasa Balitklimat tahun 2012 ini dilakukan kegiatan penelitian iklim mikro dan penggunaan irigasi berdasarkan sensor gypsum. Penggunaan sensor sebagai alat pembaca kelembaban tanah dinilai sangat efektif dan efisien. Rumah kasa di Balitklimat ini adalah rumah kasa tipe Bulbo yang dibangun dengan orientasi Timur-Barat dan berukuran panjang 20 meter, lebar 8 meter, dan ketinggiannya 3,25 meter. Desain rumah kasa telah disesuaikan dengan desain untuk daerah tropis namun tidak dilengkapi dengan ventilasi otomatis. Rumah kasa ini bukanlah rumah kasa dengan sistem tertutup sempurna, dimana dinding rumah kasa terbuat dari screen yang memungkinkan aliran udara dapat masuk/keluar, sehingga dapat menggantikan fungsi ventilasi. Secara rinci peralatan di dalam rumah kasa terdiri atas:

Halaman 78 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

 Satu set jaringan alat irigasi tetes dan irigasi sprinkler.  Tangki penampungan air dengan kapasitas 1100 liter kemudian air disalurkan melalui pipa input berukuran 1 inci.  Pompa air dengan tekanan 1 bar 220V dan memiliki spesifikasi flow rate sebesar 30 – 35 liter / menit.  Rangkaian saluran pipa PVC dengan ukuran 1 inci  Satu buah disc filter dengan ukuran pipa input maupun output sebesar 1 inci, aliran rata – rata maksimal 6 m3/ jam, volume penyaringan 440 cm, beratnya 1,10 kg dengan kemampuan penyaringan 800 sampai 25 mikron (18 – 600 mesh)  Tiga buah katup elektrik AC dengan ukuran pipa input dan output 1 inci katup ini berfungsi sebagai control membuka dan menutupnya saluran.  Delapan buah kran pipa yang berfungsi untuk membuka dan menutup saluran pipa.  Satu buah control panel yang berfungsi sebagai pengatur system irigasi otomatis dengan spesifikasi controller 6 stations model AC/DC dengan 3 independent program dengan 4 waktu penyiraman tiap program, penjadwalan selama 7 hari secara otomatis.  1 pipa sub utama pada tiop bedengangan dengan demikian dalam rumah kasa terdapat 6 pipa sub utama berukuran diameter dalam 13 mm dan diameter luar 16 mm dengan panjang 18 meter dan dilengkapi dengan satu buah kran. dalam 1 pipa sub utama terdapat 39 adaptor atau konektor ukuran 5 mm model T untuk pipa lateral dengan jarak antar adaptor atau konektor sepanjang 50 cm. Dalam 1 pipa sub utama terdapat 2 line lateral berukuran diameter dalam 5 mm dan diameter luar 8 mm dengan jumlah 78 yang terbagi dalam 2 bagian yaitu bagian kiri dan kanan. Berarti dalam 1 bedengan terdapat 78 titik irigasi. Jadi dalam rumah kasa terdapat 468 titik irigasi tetes.  Dalam setiap ujung dari lateral terdapat sebuah emiter atau regulator stik yang berfungsi sebagai penetes air ke tanaman.  Enam buah bedengan yang terbuat dari semen dengan ketinggian ± 15 cm dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air.  Paranet 55% yang digunakan untuk mengurangi tingkat radiasi matahari  Satu buah stasiun cuaca otomatis yang digunakan untuk mendapatkan data suhu dan kelembapan serta tingkat radiasi matahari di dalam rumah kasa.  Dua unit air mist cooler sebagai pendingin di dalam rumah kasa.  Enam pasang tiang penyangga yang berfungsi untuk menyangga kawat untuk tanaman merambat.

Halaman 79 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

V. DISEMINASI HASIL PENELITIAN AGROKLIMAT DAN HIDROLOGI

Diseminasi dan penyebaran hasil-hasil penelitian, Balitklimat dikemas dalam berbagai bentuk penerbitan publikasi ilmiah semi popular seperti: Buletin hasil penelitian agroklimat dan sidrologi, laporan berkala informasi agroklimat dan hidrologi, petunjuk teknis, laporan tahunan Balai, leaflet, brosur, poster dan dokumentasi berupa CD audio, informasi melalui website. Publikasi tercetak berupa tulisan ilmiah, ilmiah populer atau laporan hasil penelitian yang merupakan media yang baik dan efektif dalam penyebarluasan informasi hasil penelitian dan dimuat dalam website, karena sifatnya dapat menjangkau pengguna yang tersebar luas di seluruh Indonesia dan dunia internasional.

5.1. Publikasi Ilmiah Dalam kegiatan diseminasi dan penyebaran hasil-hasil penelitian, Balitklimat mengemas dalam berbagai bentuk penerbitan publikasi ilmiah semi populer seperti: (Buletin hasil penelitian agroklimat dan Hidrologi, laporan berkala Informasi agroklimat dan hidrologi, petunjuk teknis, laporan tahunan Balai, leaflet, brosur, poster dan dokumentasi berupa CD audio, informasi melalui website. Publikasi tercetak berupa tulisan ilmiah, ilmiah populer atau laporan hasil penelitian merupakan media yang baik dan efektif dalam penyebarluasan informasi hasil penelitian dan dimuat dalam website, karena sifatnya dapat menjangkau pengguna yang tersebar luas di seluruh Indonesia dan dunia internasional. Artikel publikasi khususnya yang dimuat sebagai artikel dalam majalah berkala atau jurnal ilmiah merupakan tolok ukur objektif hasil kegiatan ilmiah seorang ilmuwan. Publikasi ilmiah merupakan bukti komitmen dan intensitas karya atau aktivitas keilmuwan bagi mereka yang berkecimpung dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk seni. Artikel ilmiah yang akan dipublikasikan mempunyai bentuk, struktur, dan sifat-sifat tertentu. Pada Tabel 33 disajikan publikasi Balitklimat selama tahun 2012 dan Tabel 34 disajikan publikasi di luar Balitklimat

Tabel 32. Publikasi Balitklimat selama tahun 2012 No Publikasi Volume Jumlah 1. Buletin Hasil Penelitian 1 (5) 200 Eks 2. Laporan Tahunan 1 250 Eks 3. Buku Sistem Informasi Sumberdaya 1 100 CD Ikim dan Air 4. Info Agroklimat dan Hidrologi 6 3.000 Eks 5. Petunjuk teknis 1 200 Eks 6. Poster - 4 buah 7. CD katam Jawa, Sumatera, MT I dan MT II 1.000 CD Kalimantan, Sulawesi, Papua &NTB 2012 8. Video Katam dan FSV 1 2 unit 9 Leaflet 1 1.000 Eks

Tabel 33. Beberapa Judul Publikasi di luar Balitklimat N Judul Publikasi dan Jenis Penerbit Tahun o Penulis Publika Terbit si 1. Relationship between Jurnal Journal Tropical Soils, Vol 2012 Concentration and ischarge 17, No.1, 2012:85-95. on Storm Case Study at ISSN 0852- 257X Cakardipa Catchment,

Halaman 80 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

N Judul Publikasi dan Jenis Penerbit Tahun o Penulis Publika Terbit si Cisukabirus Subwatershed, Upper Ciliwung Watershed, Bogor, West Java (Nani Heryani, Hidayat Pawitan, M. Yanuar J. Purwanto, Kasdi Subagyono) 2. Perencanaan Penggunaan Jurnal Balai Besar Litbang 2012 Lahan di Daerah Tangkapan Sumberdaya Lahan Air (DTA) Waduk untuk Pertanian Mengurangi Sedimentasi (Studi Kasus Waduk Batutegi, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung (Nani Heryani dan Nono Sutrisno) 3. Pengembangan Sistem Jurnal Jurnal Informatika 2012 Teknologi Informasi Kalender Pertanian Tanam Terpadu Berbasis Web (Ramadhani, F., E. Runtunuwu, dan Haris Syahbuddin.) 4. Pemanfaatan Pemantauan Jurnal Jurnal Tanah dan Iklim 2012 Elevasi Muka Air untuk Pengelolaan Air pada Ekosistem Lahan Gambut (Runtunuwu E., Nurhayati, Ida Nur Istina, Budi Kartiwa, Kharmila Sari, Kurmen Sudarman, M. Wahyu Tri Nugroho) 5. Sistem Informasi Kalender Jurnal Jurnal Sumber daya 2012 Tanam Terpadu: Status Lahan Terkini dan Harapan Kedepan. Submitted to ( Runtunuwu E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani, A. Pramudia, D. Setyorini, K. Sari, Y. Apriyana, E. Susanti, Haryono, P. Setyanto, I. Las, dan M. Sarwani.) 6. Pengembangan Sistem Jurnal Jurnal Sumber Daya Air 2012 Pemantauan Elevasi Muka Air Lahan Gambut: Studi Kasus di Kebun Kelapa Sawit Jambi. Submitted to 2012. Accepted.(Runtunuwu E., B. Kartiwa, Busyra BS, K. Sari, K. Sudarman, W.T. Nugroho, dan J. Hendri) 7. Dinamika Kalender Tanam Jurnal Majalah Pangan. 2012 Padi di Sulawesi.(Runtunuwu E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani, dan W.T.

Halaman 81 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

N Judul Publikasi dan Jenis Penerbit Tahun o Penulis Publika Terbit si Nugroho.) 8. Emission Reduction Options Jurnal Journal of Oil Palm 2012 for Peatlands in the Kubu Research 24:1378-1387. Raya and Pontianak Districts, West Kalimantan, Indonesia.( Agus F., Wahyunto, Ai Dariah, E. Runtunuwu, E. Susanti, W. Supriatna).

9. Dinamika Waktu Tanam Jurnal Jurnal Agronomi 40(1):8- 2012 Tanaman Padi Pulau 14. Kalimantan. (Runtunuwu E., H. Syahbuddin, F. Ramadhani). 10 Penentuan Potensi Buletin Balai Penelitian 2012 Sumberdaya Air melalui Agroklimat dan Hidrologi pendekatan Hidrokimia : Studi kasus Das Mikro Cakardipa, Ciliwung Hulu, (Nani Heryani dan Kasdi Subagyono) 11 Analisis Neraca ketersediaan Buletin Balai Penelitian 2012 . Air untuk mendukung Agroklimat dan Hidrologi Peningkatan Indeks Pertanaman (IP) di Jawa Barat (Nurwindah Pujilestari dan Budi Kartiwa). 12 Model Dawdy-O'Donne; untuk Buletin Balai Penelitian 2012 . Rekonstruksi Debit DAS yang Agroklimat dan Hidrologi tidak memiliki alat pengukur duga muka air (Studi Kasus di DAS Ciliwung), (Popi Rejekiningrum). 13 Perbaikan Sistem irigasi Buletin Balai Penelitian 2012 . Pertanaman melaui Agroklimat dan Hidrologi pengelolaan Sumberdaya Air terpadu di Kabupaten Klaten, "Tinjauan Aspek Hidrologi" (Hendri Sosiawan dan Budi Kartiwa ) 14 Dampak dan Antisipasi Buletin Balai Penelitian 2012 . Perubahan Iklim Sektor Agroklimat dan Hidrologi Pertanian (Eleonora Runtunuwu dan Haris Syahbuddin). 15 Peta Desain Sistem Panen hujan Buletin Balai Penelitian 2012 . dan aliran permukaan untuk Agroklimat dan Hidrologi penanggulangan banjir dan kekeringan di DAS Citanduy (Nasrullah) 16 Analisis dan Delineasi Risiko Jurnal Jurnal JIPI Vol. 16 No. 3 2012 . Iklim serta Evaluasi Hubungan Desember 2011, ISSN :

Halaman 82 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

N Judul Publikasi dan Jenis Penerbit Tahun o Penulis Publika Terbit si Iklim dan Produksi Padi Untuk 0853-4217 Pengembangan Asuransi Indeks Iklim (Weather Indeks Insurance) (Woro Estiningtyas, Rizaldi Boer, Irsal Las dan Agus Buono). 17 Analisis dan Delineasi Wilayah Jurnal Jurnal Meteorologi dan 2012 . Endemik Kekeringan untuk Geofisika BMKG Vol 13 No Pengelolaan Risiko Iklim di 1-2012 ISSN 1411-3082 Kabupaten Indramayu. 2012 (Woro Estiningtyas, Rizaldi Boer, Irsal Las dan Agus Buono)

5.2. Partisipasi Kegiatan Pameran Kegiatan pameran bertujuan untuk menginformasikan kepada masyarakat luas, beberapa hasil teknologi Badan Litbang Pertanian khususnya hasil penelitian beberapa tahun terakhir Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Sedangkan pameran menurut definisinya adalah suatu kegiatan penyajian karya seni rupa untuk dikomunikasikan sehingga dapat diapresiasi oleh masyarakat luas, dan menurut jenisnya ada beberapa kategori Pameran, yaitu;  Pameran Tetap (Permanent Exhibition)  Pameran Temporer (Temporary Exhibition),  Pameran Keliling (Traveling Exhibition) Balitklimat berpartisipasi dalam mengikuti pameran termasuk dalam kategori Pameran Temporer dan keliling, walaupun ada kalender tetap dari jadwal pameran, tetapi tempat sering berpindah, sehingga merupakan perpaduan antara tetap dan keliling, seperti Pameran di Expo JHCC tentang Perubahan Iklim, pada tahun-tahun terakhir sudah menjadi agenda tetap. Beberapa kegiatan Pameran yang diikuti oleh Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Gambar 79-92) adalah sebagai berikut; 1. Pameran Agrinex 2012 di JHCC, pada tanggal 29 Maret sampai 1 April 2012.(Gambar 80) 2. Dalam rangka Kerjasama antar Badan litbang Pertanian dengan Bina (BINUS), Display AWS telemetri dan Katam terpadu di RR lt 4 Badan Litbang Pertanian, Pasar Minggu Jakarta Selatan, pada tanggal 4 April 2012.(Gambar 81) 3. Pameran 2nd Climate Change Education Forum and Expo, Jakarta Convention Centre, Jakarta, pada tanggal 18 – 22 April 2012. 4. Agro and Food Expo 2012 di JHCC pada tanggal 30 Mei s/d 3 Juni 2012 5. Pekan Lingkungan Indonesia 2012 di JHCC pada tang 14 -17 Juni 2012 6. FGD DRN ; Arah dan Prioritas Pembangunan IPTEK Bidang Pangan dan Pertanian di BB SDM Lt 6 RR Catur Gatra Gd D Pasar Minggu Jakarta pada tanggal 26 Juni 2012 7. Seminar Forum Komunikasi Kelitbangan (PUSTAKA) di Auditorium BBSDLP pada tanggal 28 Juni 2012 8. Open house 2012 : Inovasi “Teknologi Produksi Padi Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim Global” pada tanggal 9 - 13 Juli 2012 9. Hari Kebangkitan teknologi Nasional (Hakteknas) ke 17 di SABUGA ITB Bandung pada tanggal 8-11 Agustus 2012. 10. Seminar lahan Kering Iklim kering dan gelar Teknologi di Oebola Kupang NTT, pada tanggal 10-14 September 2012

Halaman 83 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

11. Sosialisasi Gugustugas Katam dan Seminar Lahan Rawa di Banjarbaru kalimantan Selatan, tanggal 29 September 2012. 12. Gelar Teknologi Tepat guna Nasional ke XIV di Batam, pada tanggal 10-14 Oktober 2012, Stand badan Litbang mendapat Juara I Stand terbaik. 13. Hari Pangan Sedunia (HPS) ke 32 di Palangkaraya, pada tanggal 17-20 Okt 2012. 14. Seminar Balai Besar Mekanisasi Pertanian di Serpong, pada tanggal 30-31 Oktober 2012.

Gambar 80. Salah Satu Pameran yang diikuti Balitklimat di JHCC (Jakarta Hilton Convention center).

Gambar 81. Keikutsertaan Balitklimat (AWS) dalam Display Kerjasama Antara Badan Litbang Pertanian dengan BINUS di Badan Litbang Jakarta.

Halaman 84 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 82. FGD Dewan Riset Nasional (DRN) ; Arah dan Prioritas Pembangunan IPTEK Bidang Pangan dan Pertanian di BB SDM Jakarta, 26 Juni 2012.

Gambar 83. Seminar Forum Komunikasi Kelitbangan (PUSTAKA) di Auditorium BBSDLP, 28 Juni 2012.

Gambar 84. Open house 2012: Inovasi “Teknologi Produksi Padi Menanggulangi Dampak Perubahan Iklim Global”, 9 - 13 Juli 2012.

Halaman 85 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 85. Gelar Teknologi Tepat Guna Nasional ke XIV tahun 2012 di Batam, 10-14 Oktober 2012

Gambar 86. Hari Kebangkitan teknologi Nasional (Hakteknas) ke 17 di SABUGA ITB Bandung, 8-11 Agustus 2012.

Halaman 86 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 87. Bapak Ka Badan Litbang Pertanian mewakili Menteri Pertanian memotong pita sebagai peresmian dan Gubernur NTT membuka kran air sbg resmi pembukaan air telah ada di Desa Oebola, serta ucapan selamat kpd peneliti Balitklimat Kupang 10 September 2012

Halaman 87 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

5.3. Kegiatan Seminar Hasil Penelitian Kegiatan Seminar hasil Penelitian lingkup Balitklimat dilaksanakan setiap 2 bulan sekali menyajikan 1-2 pemakalah, Bahan-bahan hasil seminar tersebut dimuat didalam Buletin Hasil Penelitian Balitklimat. Sampai dengan akhir Tahun 2012 sudah dilaksanakan sebanyak 4 kali, Yaitu : Sosialisasi Website Katam Terpadu oleh Fadhullah Ramadhani S.Kom. M.Sc, sedangkan Ir. Hendri Sosiawan CESA, berupa perjalanan selama ke Wina dan Austria, dan Seminar mengenai Drainase bawah Tanah oleh Pengusaha dari DAI Nippon Jepang

5.4. Pemasyarakatan Hasil Penelitian Melalui Media Salah satu kegiatan diseminasi hasil penelitian adalah difusi/penyebaran melalui beberapa media diantaranya adalah media website. Pemasyarakatan hasil penelitian melalui website ternyata sangat efektif pada masa era teknologi seperti saat ini sehingga membantu meningkatkan rangking webometrik Badan Litbang Pertanian terbukti selama tahun 2012 penayangan website tampilan baru sudah banyak pengunjung yang mengakses, dan telah beberapa kali konsumen yang meminta publikasi dan CD Kalender Tanam melalui Email [email protected]. Jumlah pengunjung Web Balitklimat selama tahun 2012 sebanyak 14.324 pengunjung tersebar di seluruh Indonesia yaitu Jakarta sebanyak 4.448, Jawa Barat (2.709); Jawa Timur (2.528); DIY (1.060); Jawa Tengah (944); Sulawesi Selatan (682); Sumatera Utara (637); Kalimantan Timur (400); dan Sumatera Selatan (344).

Gambar 88. Statistik jumlah pengunjung Website Balitklimat.

Halaman 88 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 89. Tampilan Web Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.

Selain melalui website diseminasi dilakukan melalui siaran Radio, bekerjasama dengan beberapa radio antara lain RPC (Radio Pertanian Ciawi) dan RRI Kota Bogor setiap 3 minggu selama 6 bulan. Sedangkan Media TV seperti TVRI dan DAAI TV, dan Media Cetak yaitu Tabloid Mingguan “Sinar Tani”, berupa Sulemen pada bulan Februari, Juni September dan Desember 2012. Balitklimat melalui beberapa peneliti mengisi acara di radio yaitu : Pada tanggal 19 Januari 2012, dalam Siaran Padesaan di RRI Kota Bogor, sebagai pengisi acara Dr. Budi Kartiwa dengan materi adalah “Peta Neraca Ketersediaan Kebutuhan Air lahan Sawah”, sedangkan acar berikutnya adalah pada Tanggal 9 Februari 2012, sebagai pengisi acara adalah Dr. Aris Pramudia, dengan materi adalah “Mensikapi Prakiraan Iklim dan Awal Musim Kemarau, serta implikasinya terhadap Kalender Tanam Tanaman Pangan Pada MT 2 (MK-1) di sentra pertanian”. Sedangkan Untuk acara di RPC atau radio Pertanian Ciawi, mengisi pada tanggal 19 Juli 2012 oleh Dr. Popi Rejekiningrum, dengan Materi “Implementasi Optimal Water Sharing melalui Kearifan Lokal Pengelolaan Air untuk keberlanjutan Pengembangan Sumberdaya Air di DAS Cicatih-Cimandiri Sukabumi Jawa Barat. Pada Tanggal 8 Agustus 2012, Ka Balitklimat Dr. Haris Syahbuddin DEA, mengisi acara wawancara mewakili Ka Badan Litbang Pertanian di DAAI TV dalam rangka Acara Perubahan Iklim di Sektor Pertanian;

Halaman 89 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Gambar 90. Saat Pengambilan Gambar Kalender Tanam di Cikembar Kab. Sukabumi 19 April 2012.

Pada Tanggal 12 April 2012 dalam acara Agro Inovasi di TVRI mengisi tentang Kalender Tanam terpadu, pengambilan gambar di Lokasi pesawahan Cikembar Kab. Sukabumi Jawa Barat, pada tanggal 19 April 2012 dengan narasumber adalah Dr. Aris Pramudia, sebagai peneliti Agroklimat, sedangakan Ir. Hendri Sosiawan CESA sebagai peneliti Hidrologi dan Haryono.SP.,MM dari Jaslit Balitklimat. Selain kegiatan tersebut diatas, untuk pemasyarakatan hasil penelitian juga dilakukan dalam berbagai pelatihan yang dilakukan oleh Balitklimat sendiri atau oleh instansi lain, antara lain Balai Diklat Pelatihan Pertanian atau pelatihan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

5.5. Pengembangan Perpustakaan digital Dalam upaya pengembangan perpustakaan digital telah dilakukan berbagai pertemuan untuk meningkatkan kapasitas SDM pengelolanya. Salah satu pertemuan dimana Balitklimat berpartisipasi adalah Temu Teknis Pengelola Perpustakaan Digital di Batam, 20-23 Mei 2012, Hasil temu teknis tersebut antara lain : 1. Perpustakaan digital yang sudah dibangun di Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2007 memerlukan pengembangan dalam bentuk peningkatan kualitas data yang dikelolanya. 2. Peningkatan kualitas data tersebut diukur dari jumlah rekod dan validitas data yang ada di dalam database masing-masing UK/UPT. 3. Untuk meningkatkan kualitas data tersebut masih diperlukan peningkatan pemahaman tentang pengelolaan database. Upaya tersebut dilakukan melalui pemanfaatan milis dan forum pustakawan/pengelola perpustakaan. Untuk UK/UPT yang berada di sekitar Bogor, mengaktifkan kembali kegiatan “Jumatan” di PUSTAKA dapat menjadi alternative tambahan kegiatan. 4. Untuk mengukur kinerja perpustakaan digital UK/UPT diperlukan rencana pengembangan database. Rencana tersebut dalam bentuk capaian jumlah rekod. Jumlah rekod yang dicapai oleh Puslitbangbun 250 judul per tahun, untuk BPSDLP 200 judul per tahun, Puslitbangtan dan Balai-balai yang ada di bawahnya adalah sebanyak 200 judul per tahun, untuk BBP2TP dan BPTP sebanyak 100 judul per tahun, untuk dan BB Pascapanen sebanyak 100 judul per tahun, untuk Puslitbangnak, BB Veteriner dan Puslitbanghort sebanyak 50 judul per tahun. 5. Permasalahan yang masih ditemukan dalam pengelolaan perpustakaan digital oleh para peserta antara lain masih belum memahami pengelompokan jenis

Halaman 90 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

publikasi/bahan pustaka untuk dientrikan ke dalam setiap database, penamaan file, inputting data/entri data, proses uploud database, pemberian kata kunci berdasarkan Agrovoc. Untuk pengelola yang baru masih belum mengetahui username dan password dalam menggunakan CoreFTP. 6. Rencana pengembangan perpustakaan digital oleh kelompok Puslitbangtan adalah: a) Setiap ada publikasi baru segera di upload b) Mendigitasi publikasi instansi masing2 secara bertahap, mulai tahun yang terbaru c) Mengelompokan file pdf dari publikasi berdasarkan Penerbit, Tahun terbit, Judul prosiding dan nama file 7. Untuk Puslitbangnak, BB Veteriner Dan Puslitbanghort untuk mengembangkan pengelolaan perpustakaan digital dengan melakukan: a) Pengisian database dengan melakukan seleksi pada jurnal, buku, buku berseri dan prosiding. b) Melakukan koordinasi dengan PUSTAKA dan Balai dengan cara : b1. Setiap terbit publikasi Puslitbangnak, softcopynya dikirimkan ke balai lewat email b2. Balai menyeleksi tulisan penelitinya dan memasukkan datanya ke dalam database IPTAN b3. Balai memberikan hasilnya ke PUSTAKA 8. BBP2TP dan BPTP komit dalam pengelolaan intranet dan internet. Untuk internet sifatnya local content, yaitu hanya berisi tulisan para peneliti/penyuluh yang ada di UK/UPTnya. Sedangkan intranet berisi gabungan tulisan lingkup Badan Litbang Pertanian. Penamaan makalah berdasarkan nama peneliti/penyuluh setiap tahun.

Gambar 91. Acara Temu Teknis Pengelola Perpustakaan Digital Batam, 20-23 Mei 2012, Pembukaan, penyematan tanda peserta, penyampaian materi, praktikum, study banding ke NLB Singapore dan Penutupan

Halaman 91 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

5.6. Pelayanan Jasa Informasi Teknologi 5.6.1. Kunjungan Tamu Selama tahun anggaran 2012 kunjungan tamu ke Balitklimat, untuk melihat, belajar, study banding, atau magang; dari pelajar, mahasiswa maupun instansi pemerintah atau swasta, selama tahun 2012 mengalami peningkatan sangat tajam, sebanyak 183 orang tahun 2011, menjadi 290 orang, pada tahun 2012, selain jumlah pengunjung meningkat, juga waktu kunjungan mengalami perubahan, dari awal, tengah dan akhir tahun menjadi tersebar hampir setiap bulan ada kunjungan, kecuali pada saat bulan tertentu.

Jumlah Kunjungan Ke Balitklimat (Orang) Nopember Desember Oktober 300 September 250 Agustus 200 Juli Juni 150 Mei 100 April 50 Maret 0 Februari 2011 2012 Januari Tahun Anggaran

12.12% 36.36% 21.21%

Permintaan Materi

AM Perubahan Iklim

AWS telemetri 24.24% 6.06% Hidrologi

Agroklimat

Kalender Tanam

Gambar 92. Grafik jumlah kunjungan ke Balitklimat

Permintaan Narasumber, baik untuk magang, studi banding maupun diundang sebagai Narasumber di tempat Pelatihan, atau Pemda selama tahun 2012, mencakup berbagai materi, yang dikelompokan menjadi 5, yaitu: 1. Adaptasi dan Mitigasi perubahan Iklim 2. Kalender Tanam Terpadu 3. Agroklimat 4. Hidrologi 5. AWS Telemetri Dari lima kelompok tersebut, yang paling banyak di minati untuk belajar atau studi banding adalah Adaptasi dan Mitigasi perubahan Iklim, kemudian disusul oleh Hidrologi, Agroklimat, Kalender Tanam dan AWS telemetri. Hasil tersebut menunjukkan bahwa Adaptasi dan Mitigasi PI sedang banyak diminati, karena selain sudah terjadi, sehingga membuat semakin banyak yang ingin belajar, sedangkan Hidrologi banyak dibutuhkan pada saat kekeringan, untuk menyikapi kondisi tersebut, dan dimana terdapat sumber air yang bisa dieksploitasi, Katam karena

Halaman 92 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi bisa diakses di Web, sehingga agak berkurang dan AWS telemetri masih sedikit yang menanyakan, kemungkinan belum banyak yang tahu, seperti dalam grafik diatas.

Gambar 93. Berbagai Tamu yang berkunjung ke Balitkimat selama tahun 2012, mulai Siswa SMP, Mahasiswa, Petani, Widyaiswara dan Pegawai

5.6.2. Magang

Diseminasi hasil Penelitian pada Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, selain menerima kunjungan Tamu, juga menerima Magang dari berbagai Instansi maupun Perguruan tinggi di Indonesia, antara lain: Beberapa daftar Magang dari mahasiswa atau Pegawai adalah sebagai berikut: a. Magang 3 Mahasiswa IPB di GIS dan Lab Agrohidrometeorologi, yaitu Ahmad Umar Abdul H (G24090052)/GIS; Muharrom (G24090001)/ Lab; Nurul Fahmi (G24090030)-Lab. Dari tanggal 25 Jan 2012 s/d 12 Feb 2012, b. Magang 3 mahasiswa PKL dari Program Diploma IPB Bogor; yi ; Suci Indah T (J3N109028); Selia Ayuning Tias (J3N10905); Herlin anggraeni (J3N109100), selama dari tgl 20 Feb 2012 s/d 15 April 2012. c. Penelitian masalah khusus (Skripsi) :Analisis Data Iklim untuk Prediksi Bencana Serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), mahasiswa IPB yi. Fatchah Sakinah (G24080048).

Halaman 93 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi d. Permohonan tempat praktik lapang selama 2 bulan atau 40 hari 25 juni s/d 12 Agustus 2012, mahasiswa bernama; Ardi Herdian Purwadinata (Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian IPB). e. Magang 4 Mahasiswa program Sarjana Meteorologi Terapan Departemen Geofisika dan Metorologi FMIPA IPB, yi. Hifdiyawan (G24090062); Nurjaman (G24090046); Eka Fibriantika (G24090025); Andi Risnayanti (G24090023). f. Magang 3 Mahasiswa program Sarjana Meteorologi Terapan Departemen Geofisika dan Metorologi FMIPA IPB, yi. Ryco Farysca Adi (G24100078); Jeannette Victoria T (G24100057); Tri Atmaja (G24100005), tanggal 2 s/d 31 Juli 2012. g. Magang 3 Mahasiswa yi. Defri Purnamadari (09125/TP); Sani Royani (09208/TP); Doni Irawan Lubis (09101/TP), Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Melaksanakan Penelitian di Evaluasi DAS Hulu Boyolali, mulai dari Penelitian 9 Juli 2012 s/d 3 Oktober 2012). h. Mahasiswa S2 dari Water Engineering and management Field of Study, School of Engineering and Techology at Asian Institute of Technology (AIT), yi Welly Eka Charisma, Kegiatan: “ Impacts of and Use Change in Water Resource of Pusur Watershed, Central Java, Indonesia using SWAT Modeling” i. Magang 11 penyuluh dan 5 Ketua kelompok tani dari Halmahera Selatan, dilaksanakan 3-9 Desember 2012 di Balitklimat.

5.6.3. Narasumber dan Workshop

Sebagai Lembaga Penelitian yang mempunyai tupoksi terkait dengan iklim dan hidrologi, maka keikutsertaan dalam menghadapi dampak Perubahan Iklim Global sangat relevan, sehingga sering berpartisipasi dalam workshop maupun sebagai Narasumber antara lain: a) Nara Sumber; Dr. Ir. Aris Pramudia, MS di BPP Lembang dalam materi: 1. Analisis Neraca air; 2. Kalender tanam; 3 Kearifan Lokal peserta 30 org dari 7 Prov, Jabar, Banten, DKI, Maluku, Malut, Papua dan Papua Barat, pada tanggal 25 Feb 2012. b) Nara Sumber: Pemaparan Program e_SIPP, Aplikasi Jenis Diklat dan Biodata Peserta Diklat, Rekapitulasi Evaluasi Diklat dlm Program e_SIPP; dilaksanakan di Bogor Hotel Royal pada tanggal 3 Maret 2012 sebagai Narasumber adalah Fadhullah Ramadhani S.Kom., M.Sc. c) Coaching Kalender Tanam (Katam), Permintaan dari BBP2TP dan Hasil Raker Badan Litbang Pertanian, dilaksanakan di Hotel Medan Sumatera Utara, pada tanggal 7 Juni 2012, sebagai narasumber adalah Dr. Ir. Aris Pramudia, MS; Dr. Diah Setyorini dan Fadhullah Ramadhani S.Kom., M.Sc d) Nara Sumber: Workshop Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap Usaha Tani dan Serangan OPT Komoditas Pertanian tema makalah: Dampak PI terhadap Kalender tanam dan Serangan OPT komoditas Tanaman Pangan, di Hotel Salak Bogor, sebagai Narasumber adalah Ir. Erni Susanti. M.Sc, pada tanggal 20 Juni 2012. e) Nara Sumber: Kebijakan Program Penanganan Dampak Perubahan Iklim pada sektor Pertanian, di BBPKH Cinagara Bogor- BPPSDM pada tanggal 9 Juli 2012, sebagai narsum adalah Dr. Ir. Aris Pramudia, MS. f) Pembicara: Climate Resilience on in Indonesia, di Lecture Rom Morissey Hotel. Jl. KH Wahid Hasyim 70 Menteng Jakarta Pusat, sebagai narasumber adalah Dr. Eleonora Runtunuwu pada tanggal 9 Juli 2012. g) Pengenalan Kalender Tanam KEMENTAN, oleh Ir. Erni Susanti M.Sc dalam rangka CCROM-SEAP IPB Gedung Utama kampus IPB Baranang Siang Jalan Raya Pajajaran Bogor. Pada tanggal 11 Juli 2012. h) Narasumber pada Dirjen Hortikultura, Dr. Ir. Yayan Arpiyana, M.Sc sebagai Narasumber di Hotel Salak, pada tanggal 9 Juli 2012.

Halaman 94 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi i) Workshop Perubahan iklim di BB Padi Sukamandi, sebagai Narasumber adalah Dr. Ir. Aris Pramudia, MS pada tanggal 10 Juli 2012. j) Narasumber: Katam dan aplikasinya di Kabupaten Indramayu, dampak perubahan iklim terhadap pertanian dan antisipasinya, serta teknologi adaptif terhadap perubahan iklim. Dilaksanakan oleh Pemda Indramayu pada tanggal 25 September 2012.

Halaman 95 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

VI. PROFIL BALAI PENELITIAN AGROKLIMAT DAN HIDROLOGI

6.1. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi, dan Tatakerja Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 11/Kpts/OT.210/3/2006 tanggal 1 Maret 2006, yang mencakup tugas pokok, fungsi, rincian tata hubungan kerja dan pelaksanaan organisasi seperti Gambar 94 berikut:

STRUKTUR ORGANISASI BALAI PENELITIAN AGROKLIMAT DAN HIDROLOGI

KEPALA

SUBBAGIAN TATA USAHA

SEKSI SEKSI PELAYANAN TEKNIK JASA PENELITIAN

KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL

Gambar 94. Struktur Organisasi Balitklimat

6.2. Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia memegang peran yang sangat strategis dalam mendukung kinerja Balitklimat menuju institusi yang akuntabel, sehingga perlu diberdayakan secara optimal. Perencanaan, pembinaan dan pengembangan SDM yang berkualitas dan kegiatan pendukungnya akan memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap perbaikan potensi, kinerja dan dorongan untuk terus berprestasi dan mengembangkan diri. Keberhasilan pengembangan SDM ini pada akhirnya akan meningkatkan kinerja pelaksanaan program penelitian, diseminasi dan akuntabilitas institusi. Dalam melaksanakan mandatnya sampai dengan akhir tahun 2012, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi didukung oleh 55 orang pegawai organik yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok umur (Tabel 34) dan 15 orang tenaga non organik yang berasal dari out sourching dan kontrak. Tabel 35 Jumlah Pegawai BALITKLIMAT berdasarkan jabatan fungsional, Pendidikan Akhir dan Kelompok Umur per 31 Desember 2012. Terdiri dari 29 orang peneliti, (tabel 36) 4 orang calon peneliti dan 2 orang peneliti non kelas, 10 orang Teknisi Litkayasa , 2 orang arsiparis, 1 orang calon pustakawan dan sisanya sebanyak 14 orang pegawai tenaga administrasi dan penunjang. Dengan melihat tabel 37, sampai dengan tahun 2017 pegawai yang akan pensiun berjumlah 12 orang. SDM Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada Tabel 38. Untuk meningkatkan kapasitas pegawai, pengembangan SDM dilakukan melalui program pendidikan dan pelatihan baik jangka panjang maupun pendek diantaranya pendidikan bergelar, dari D3 sampai S3, melalui program beasiswa

Halaman 96 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi maupun ijin belajar dengan biaya sendiri, serta pelatihan. SDM Balitklimat mengalami penambahan dan pengurangan. Penambahan karena adanya mutasi/alih kerja dari UPT di luar Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, penambahan formasi hasil seleksi umum dan pengangkatan dari tenaga honorer sementara pengurangan karena pensiun. Untuk memenuhi kondisi yang ideal agar jumlah peneliti dan teknisi seimbang sesuai jumlah RPTP yang dilaksanakan oleh Balitklimat dan menggantikan pegawai yang memasuki usia pensiun maka diharapkan pada tahun 2012 pegawai yang sedang sekolah S2 dan S3 dapat menyelesaikan studinya. Sehingga dapat memenuhi TCM. Pada akhir tahun 2012 2 orang petugas belajar program S3 telah menyelesaikan pendidikannya. Untuk memenuhi tenaga peneliti dan teknisi serta tenaga penunjang yang akan memasuki pensiun diperlukan penambahan tenaga dengan disiplin ilmu tertentu seperti akuntan, hidrologi, manajemen, kearsipan, informatika, GIS, komunikasi, instrumentasi, analis kimia dan pustakawan yang saat ini sangat dibutuhkan bagi suatu lembaga dalam rangka memenuhi tuntutan dalam pertanggung jawaban akuntabilitasnya, dan pencapaian kinerja penelitian. Kebijakan pemerintah tentang moratorium PNS yang dilaksanakan pada tahun 2011 s/d Tahun 2012 menyebabkan terus berkurangnya tenaga PNS yang ada. Terutama SDM administrasi dan keuangan. SDM bidang administrasi terutama dibidang administrasi dan keuangan dihadapkan kepada persoalan yang sama dengan SDM peneliti, terutama SDM yang memiliki keahlian di bidang pengelolaan keuangan dan manajemen. Padahal, SDM di bidang pengelolaan keuangan dan manajemen memiliki peran penting dalam menangani proses-proses administrasi berdasarkan peraturan perundangan yang semakin kompleks. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, serta untuk mewujudkan hasil yang ingin dicapai pada akhir Renstra 2014, maka Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi memerlukan pegawai sesuai dengan kebutuhan. Untuk mengetahui kebutuhan sumberdaya manusia terutama peneliti, dilakukan dengan menghitung critical mass (CM). Pengertian critical mass adalah masa kritis peneliti yang diperlukan untuk mencapai misi atau tujuan dalam kerangka membangun dan meningkatkan reputasi serta memelihara kelangsungan kerja lembaga. Untuk SDM peneliti ditelaah kesesuaiannya dalam hal disiplin ilmu/kepakaran, jenjang fungsional, usia, dan jumlah SDM di setiap Kelompok Peneliti. Untuk SDM penunjang penelaahannya disesuaikan dengan struktur, tugas dan fungsi yang ada di masing-masing subbagian/seksi berdasarkan beban kerjanya. Sedang untuk jabatan fungsional non peneliti yang dihitung adalah Teknisi Litkayasa. Hasil perhitungan CM peneliti terdapat perbedaan TCM dan ECM yaitu: TCM menghasilkan kebutuhan peneliti 38 orang dengan ekuivalen S3 7,54, sementara ECM menunjukkan jumlah peneliti 21 orang dengan ekuivalen S3 8,16. Dengan demikian dari perhitungan tersebut masih diperlukan penambahan sebanyak 18 orang peneliti, terdiri dari 6 orang kualifikasi pendidikan S3, 3 orang dengan kualifikasi pendidikan S2 dan 9 orang dengan kualifikasi pendidikan S1 atau 7,54 S3 ekivalen. Untuk mengantisipasi adanya mutasi pegawai maka diperlukan tambahan 2-3%, yaitu 1,3 S3 ekivalen, kekurangan peneliti kualifikasi S2 dengan disiplin ilmu hidrologi, pengelolaan air, sain atmosfir, ilmu kebumian dan ilmu tanah sedangkan kualifikasi S1 yang perlu direkrut meliputi disiplin ilmu hidrologi, crop modelling, database manajemen, ilmu lingkungan, teknik sipil basah, teknik elektro arus lemah dan penginderaan jauh masing-masing 1 orang. Hasil perhitungan critical mass staf penunjang menunjukkan bahwa secara keseluruhan pada staf administrasi kekurangan 6 orang, dengan kualifikasi S1 3 orang, D3 2 orang dan SLTA 1 orang. Sampai tahun 2013 pegawai administrasi yang akan pensiun 9 orang, meliputi tata usaha, pelayanan teknik dan jasa penelitian. Guna mengisi selisih antara TCM dengan ECM sebanyak 8 orang dan penggantian tenaga yang memasuki pensiun sebanyak 9 orang maka perlu direkrut 17 orang dengan disiplin ilmu beragam yang meliputi administrasi negara, akuntansi, informatika, komunikasi, publikasi, psikologi, listrik bangunan dan sekretaris. Sampai dengan akhir tahun 2012 tenaga teknisi yang ada sebanyak 9 orang. Berdasarkan perhitungan TCM diperlukan 13 teknisi litkayasa. Disisi lain masih terdapat

Halaman 97 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi sebagian yang merangkap tugas pada bidang administrasi, sehingga perlu ada penambahan tenaga teknisi litkayasa dengan berbagai bidang disiplin ilmu melalui rekruitmen pegawai setara D3 sebanyak 5 orang dengan disiplin ilmu kimia analis, intrumentasi, GIS/informatika, komunikasi, ilmu tanah, dan hidrologi.

Tabel 34. Jumlah Pegawai menurut kelompok umur per 31 Desember 2012 UK/UPT Kelompok Umur Total 26- 31- 36- 41- 46- 51- >57 30 35 40 45 50 56 Balitklimat 5 6 6 12 11 15 55 Total 5 6 6 12 11 15 55

Tabel 35. Komposisi pegawai berdasarkan tingkat pendidikan per 31 Desember 2012 UK/UPT Kelompok Pendidikan S3 S2 S1 SM D3 SLTA SLTP SD Total Balitklimat 10 13 10 3 3 16 55

Tabel 36. Jumlah Peneliti BALITKLIMAT Berdasarkan Bidang Kepakaran per 31 Desember 2011 NO. BIDANG KEPAKARAN TOTAL KETERANGAN 1 Agroklimat dan Pencemaran 14 Lingkungan 2 Hidrologi dan Konservasi Tanah 12 3 Pedologi dan Penginderaan Jarak Jauh 2 Total 29

Halaman 98 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 37. Jumlah Pegawai BALITKLIMAT berdasarkan Status Kepegawaian, Pendidikan Akhir dan Kelompok Umur per 31 Desember 2012 STATUS PENDIDIKA KELOMPOK UMUR TOTAL KEPEGAWAIA N AKHIR <3 31- 36 41- 46- 51- >5 N 0 35 - 45 50 56 7 40 NON S3 ------PENELITI S2 - - - - - 1 - 1 S1 1 - - - 3 - 4 D3 1 - 1 1 2 1 - 6 SLTA 1 2 3 4 2 4 - 16 SLTP ------0 SD ------TOTAL 3 2 4 5 4 9 0 27 PENELITI S3 - - - 5 4 1 10 S2 - 3 1 1 2 3 - 10 S1 - - - - 1 - 1 PENELITI S2 - - 1 - 1 - - 2 NON KLAS S1 2 1 - 1 - 1 - 5 SUB TOTAL 2 4 2 7 7 6 0 28 TOTAL 5 6 6 12 11 15 0 55

Tabel 38. Jumlah Pegawai BALITKLIMAT berdasarkan Status Kepegawaian Jabatan Fungsional dan Golongan Akhir per 31 Desember 2012 TO STATUS GOLONGAN AKHIR JABATAN TAL KEPEGA FUNGSIONAL -WAIAN I II II II II III III III III IV IV IV C A B C D A B C D A B E STRUKTURAL DAN PENUNJANG - 3 6 - 1 - 4 2 - - - 16 NON ARSIPARIS - - - - - 1 - - 1 - - - 2 PENELITI Pertama dan Penyelia Teknisi Non kelas - - 1 1 ------2 TEKNISI ------LITKAYASA PELAKSANA TEKNISI - - - 1 - - 2 - - - - - 3 LITKAYASA PELAKSANA LANJUTAN TEKNISI ------1 3 - - - 4 LITKAYASA PENYELIA SUB TOTAL - 3 7 2 1 1 6 1 6 - - - 27 PENELITI PENELITI UTAMA ------PENELITI MADYA ------4 3 - 7 PENELITI MUDA ------4 4 1 - 9 PENELITI ------4 1 - - - - 5 PERTAMA PENELITI NON KLAS - - - - - 3 2 - 1 1 - - 7 SUB TOTAL - - - - - 3 6 1 5 9 4 - 28 TOTAL 3 7 2 1 4 12 2 11 9 4 - 55

Halaman 99 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 39. Rincian Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional Non Peneliti s/d Desember 2012 NO JABATAN FUNGSIONAL JUMLAH 1. TEKNISI LITKAYASA PENYELIA 4 2. TEKNISI LITKAYASA PELAKSANA LANJUT 3 3. TEKNISI LITKAYASA PELAKSANA - 4. TEKNISI LITKAYASA PELAKSANA PEMULA - 5. TEKNISI LITKAYASA NON KLAS 2 6. ARSIPARIS PERTAMA 1 7. ARSIPARIS PENYELIA 1 8. PUSTAKAWAN NON KELAS 1 JUMLAH 13

Tabel 40. Rincian Tenaga Berdasarkan Jabatan Fungsional Peneliti

NO JABATAN FUNGSIONAL PENELITI JUMLAH 1. Peneliti Utama - 2. Peneliti Madya 7 3. Peneliti Muda 9 4. Peneliti Pertama 5 5. Peneliti Non Klasifikasi 7 J U M L A H 28

6.3. Sarana dan Prasarana Penelitian

Dalam rangka pelaksanaan operasional kegiatan, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi memerlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai , baik barang- barang bergerak maupun tidak bergerak. Barang tidak bergerak meliputi antara lain tanah dan bangunan gedung kantor, sedangkan barang bergerak meliputi kendaraan, peralatan laboratorium, peralatan penelitian, pengolah data, peralatan kantor dan lain- lain. Sarana dan prasarana Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi sumber perolehannya melalui transfer masuk dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan pengadaan melalui DIPA Balai Penelitian Agaroklimat dan Hidrologi.

Barang Tidak Bergerak Barang tidak bergerak berupa tanah dan bangunan gedung kantor. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi berada di satu lingkup Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu, Jalan Tentara Pelajar Nomor 1ª, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor 16111. Sampai saat ini, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi belum memiliki aset tetap berupa tanah. Kondisi seperti ini terjadi karena tanah tempat Gedung dan Bangunan berdiri serta halaman yang digunakan masih berstatus pinjam pakai dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aromatika, tanah persil yang dipinjam oleh Balitklimat seluas 8.800 m2. Barang inventaris tidak bergerak, yaitu bangunan perkantoran berasal dari eks Puslitbangbun seluas 500 m2, transfer masuk dari Badan Litbang Pertanian berupa gedung perkantoran 2 lantai seluas 1.400 m2 dan bangunan laboratorium pengatur cuaca seluas 160 m2, sedangkan garasi mobil seluas 80 m2 dan

Halaman 100 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi garasi motor seluas 24 m2 pendanaanya berasal dari DIPA Balitklimat selama 6 tahun bertutut-turut mulai dari tahun 2005 sampai dengan 2012 (Tabel 41).

Tabel 41. Daftar Aset Tetap

Nama Saldo Mutasi Saldo Akhir Aset Tetap Awal Tambah Kurang 1 2 3 4 5 Tanah 0 0 0 0 Peralatan 9.027.239.490 1.136.657.581 71.533.333 10.092.363.738 dan Mesin Gedung dan 3.624.726.900 430.423.775 0 4.055.150.675 Bangunan Jalan, Irigasi, 50.402.000 0 0 50.402.000 dan Jaringan Aset Tetap 319.472.000 29.430.500 0 348.902.500 Lainnya 13.021.840.390 1.596.511.856 14.546.818.913 Jumlah 71.533.333

Mutasi tambah aset tetap terdiri atas: Penambahan : Pembelian TA 2012 : Rp. 1.596.511.856,- Pengurangan : Penghapusan TA 2012 : Rp. 71.533.333 Untuk mendukung program kegiatan penelitian Balitklimat, masih sangat memerlukan tambahan peralatan laboratorium yang modern. Kegiatan analisis maupun proses penelitian, memerlukan peralatan laboratorium yang dapat mendukung kecepatan dan akurasi analisis data sehingga hasil-hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Sampai dengan akhir tahun 2012, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi sudah melaksanakan pengadaan sarana dan prasarana baik berupa peralatan kantor/gedung, peralatan lapang pendukung penelitian serta laboratorium yang bersumber dari DIPA APBN seperti Tabel 42 dan Tabel 43. Tabel 42. Daftar Pembelian Peralatan dan Mesin Semester TA 2012 No Uraian Jml Unit Harga (Rp.)

1. Lemari Besi 8 40.242.400 2. Layar LCD 1 4.950.000 3. Kursi fiber glas 50 29.700.000 4. Televisi 2 33.385.000 5. Handycam 1 11.649.000 6. Proyektor 1 15.950.000 1. Camera digital 1 8.965.000 2. PH meter 1 2.640.000 3. Micropippets 4 22.770.000 4. Digital multimeter 1 6.600.000 5. Sprayer 1 1.276.000 6. Hot plate stirrer 1 10.967.000 7. Ultrasonic cleaner 1 15.400.000 8. Data acquisition 5 29.733.000 9. Hygrometer 1 583.000 10. Pc 3 27.390.000 11. Notebook 2 21.945.000

Halaman 101 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

No Uraian Jml Unit Harga (Rp.)

12. Printer 3 5.610.000 13. Water level data logger 3 31.779.000 14. Optic USB base station 1 4.433.000 15. HOBO pro software 1 4.015.000 16. Springbed mess 6 8.712.000 17. Tempat tidur mess 2 1.936.000 18. Lemari mess 4 3.388.000 19. Meja kayu mess 4 2.420.000 20. CCTV 4 16.280.000 21. PC Komputer 3 30.030.000 22. Printer 1 1.782.000 23. Mesin absen fingerprint 1 2.832.500 24. WIFI-wireless 1 715.000 25. Rak dokumen 3 7.870.500 26. Meja ruang rapat 2 9.295.000 27. Kursi meja rapat 8 7.920.000 28. Rak koran 2 2.365.000 Jumlah 433.738.400

Tabel 43. Daftar Transfer Masuk Peralatan dan Mesin dari BBSDLP TA 2012

No Uraian Jml Unit Harga (Rp.)

MS windows server 1. 1 41.277.294 enterprise 2. MSQL server standard 1 27.983.426 3. MS visual studio 1 8.374.482 4. ArcGIS Desktop 10 1 261.992.272 5. ArcGIS Server 10 1 285.184.422 6. Dxperience enterprise 1 15.508.359 7. PC server 1 32.686.926 8. UPS out power 4000W 1 29.912.000 Jumlah 702.919.181

Fasilitas Sampai dengan akhir tahun anggaran 2012, Balitklimat telah memiliki sarana dan prasarana baik berupa kantor/gedung bangunan, furnitur, peralatan lapang, laboratorium penunjang laboratorium maupun mesin/kendaraan bermotor, yang sumber perolehannya berasal dari DIPA Balitklimat, DIPA Badan Litbang Pertanian melalui PAATP Pusat maupun hibah barang dari Badan Litbang Pertanian. Nama dan nilai asset seperti tertera pada Laporan Keuangan diatas. Setiap tahun secara berangsur melalui DIPA SATKER Balitklimat juga mengadakan penambahan asset belanja modal berujud peralatan laboratrium atau penunjangnya, peralatan kantor dan penambahan gedung baik berupa garasi maupun renovasi untuk menambah nilai guna asset tetap (Tabel 45).

Halaman 102 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Pada tahun 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi melaksanakan renovasi gedung dan bangunan berupa: penggantian keramik gedung lantai I, perbaikan ruang front office, perbaikan ruang rapat utama, perbaikan kamar mandi lantai II, dan pembangunan gazebo.

Tabel 44. Gedung dan bangunan serta rumah kasa yang dikelola balitklimat Jenis/ Satuan Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun Tahun No Fungsi luas 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Bangunan gedung 1 M2 1.499 kantor permanen Rumah Kasa/ Modifikasi 2 M2 160 cuaca buatan tipe lorong 3 Mes tamu M2 130 Garasi 4 Mobil M2 42 Dinas Garasi kendaran 5 M2 17 112 bermotor roda dua 6 Poliklinik M2 7 Gudang M2 23.6 Pavingblok 283,65 8 M2 parkiran 9 Pagar BRC M2 75,5 Pos 30,25 10 M2 Satpam 11 Gazebo M2

Untuk mendukung kegiatan penelitian sejak berdiri tahun 2002 sampai akhir Desember 2012 Fasilitas yang dimiliki Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi terus bertambah berupa peralatan lapang dan laboratorium serta asset lainnya. Peralatan- peralatan tersebut sebagian besar diperoleh dari hibah Proyek ARMP melalui Badan Litbang Pertanian, DIPA Badan Litbang Pertanian, hibah dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dan sebagian dari DIPA Balitklimat.

Tabel 45. Alat Transportasi No. Nama alat Baik Dihapuskan Total 1 Mini bus (penumpang 14 orang ke bawah) 5 1 4 2 Sepeda motor 5 2 3 3 Pick Up 1 1 Pengelolaan database Agroklimat dan Hidrologi merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Jumlah stasiun pencatatan iklim otomatis (AWS) yang dikelola oleh Badan Litbang Pertanian (Balitklimat) berjumlah 75 unit. Namun demikian data pencatatannya tidak runut karena beberapa hal, antara lain: kemampuan AWS yang menurun, kurangnya komitmen dari petugas pencatat yang ada di daerah, serta ketidaktersediaan dana operasional pengamatan dan pemeliharaan.

Halaman 103 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Untuk mengatasi hal tersebut diatas, Sejak tahun 2009 Balitklimat mengembangkan AWS sistem Telemetri dari AWS yang ada agar pencatatannya lebih mudah, runut dan real time.

6.4. Anggaran dan PNBP 6.4.1. Anggaran Penelitian (DIPA, Kerjasama Penelitian) Sistem penganggaran berbasis kinerja (unified budget) yang tertuang dalam Rencana Kerja Anggaran Kementerian/Lembaga, Anggaran SATKER Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi pada tahun 2012 berasal dari Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing dalam kegiatan Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian yang dituangkan melalui DIPA Satker Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi tahun anggaran 2012 dan didukung oleh anggaran kerjasama penelitian dengan mitra kerjasama dalam dan luar negeri. Dalam Pagu, alokasi anggaran DIPA diterima Balitklimat TA 2012 adalah sebesar Rp. 8.381.257.000,- dengan perincian: 1) belanja pegawai dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 3,646,447,000,-; 2) Belanja barang dengan jumlah anggaran sebesar Rp 3,832,810,000,-; dan 3) Belanja modal dengan jumlah anggaran sebesar Rp. 902,000,000,-. (Gambar 95)

Gambar 95. Presentase Alokasi Anggaran DIPA Balitklimat TA 2012

Selain dana yang bersumber dari DIPA, pada tahun anggaran 2012, Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi berhasil menjaring Mitra kerjasama penelitian luar negeri yakni: 1) CIRAD, Perancis (Integrated and Participatory Management Water Recources Management Toward Effective Agricukltural System in Kali Pusur Watershed (No. Reg. 72689501) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 164.235.000,-; dan 2) RDA AFACI Korea (Production and Services of Agro-Meteorological Information for the Adaptation to Climate in Indonesia (No. Reg. 73409501) dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 66.113.000,- atau total dana kerjasama penelitian sebesar Rp. 230.348.000,- . Sampai bulan Desember 2012, realisasi keuangan kerjasama penelitian mencapai: 1) Cirad, Perancis (Integrated and Participatory Management Water Recources Management Toward Effective Agricultural System in Kali Pusur Watershed, realisasi mencapai Rp. 155.991.350,- atau sebesar 97,39%; dan 2) RDA AFACI Korea (Production and Services of Agro-Meteorological Information for the Adaptation to Climate in Indonesia, realisasi mencapai Rp. 60.920.750,- atau sebesar 97,32%; atau termasuk kategori sangat berhasil. Alokasi dan realisasi penggunaan anggaran pada SATKER Balitklimat TA 2012 disajikan pada Tabel 47.

Halaman 104 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

Tabel 46. Alokasi dan realisasi penggunaan anggaran Balitklimat per 31 Desember 2012 Sumber anggaran Pagu Realisasi A. SATKER Balitklimat Rp. % 1. Belanja Pegawai 3.646.477.000 3.234.665.296 88,71 2. Belanja Barang 3.832.810.000 3.656.986.577 95,41 3. Belanja Modal 902.000.000 894.660.525 99,19 J u m l a h 8.381.257.000 7.786.312.398 92,90 Efisiensi 594.944.602 7,10 B. Kerjasama Penelitian 1. Kerjasama CIRAD, Perancis 164.235.000 155.991.350 94.98 2. Kerjasama RDA AFACI, 66.113.000 60.920.750 92.15 Korea 3. Pengembangan Sistem Panen Hujan dan Aliran Permukaan untuk Mengurangi Risiko 200.000.000 199.887.200 99,94 Kekeringan Mendukung Ketahanan Pangan (NTB dan Sulsel 4. Pengembangan Perangkat Lunak untuk Analisis Dampak Perubahan Iklim 200.000.000 199.634.050 99,81 terhadap Produksi Tanaman Pangan di Lahan Kering 5. Pengembangan Model Neraca Air Lahan Kering Beriklim Kering untuk 250.000.000 249.944.700 99,97 Pengembangan Peternakan di NTB J u m l a h 880.348.000 866.378.050 98,41

6.4.2. Indikator Kinerja Analisis akuntabilitas kinerja merupakan salah satu proses untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan perencanaan kinerja. Dengan demikian perlu diuraikan fokus dari setiap kegiatan penelitian yang berisi penjelasan singkat mengenai keberhasilan, permasalahan, hambatan dan kegagalan, serta inisiatif tindak lanjut yang telah dilakukan. Uraian berikut merupakan rekapitulasi dari analisis akuntabilitas kinerja kegiatan penelitian agroklimat dan hidrologi yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2012. Berdasarkan hasil evaluasi kinerja lingkup Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, yang tercermin dari hasil evaluasi kinerja tahunan (RKT) sebagaimana ditunjukkan oleh pengukuran kinerja kegiatan (PKK), sehingga dapat disusun suatu pelaporan akuntabilitas kinerja yang menyajikan data/informasi: keberhasilan/kegagalan, hambatan/kendala, permasalahan dan inisiatif tindak lanjut dalam upaya pencapaian kinerja kegiatan unggulan. Analisis tersebut mencakup uraian tentang keterkaitan pencapaian kinerja kegiatan dan program kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan dan visi serta misi sebagaimana telah ditetapkan dalam perencanaan strategis. Faktor kunci keberhasilan dilakukan dengan mengidentifikasi indikator yang dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan/sasaran yang telah ditetapkan. Penetapan indikator evaluasi kinerja kegiatan unggulan lingkup Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi tahun anggaran 2012 antara lain mencakup: input, output, dan outcome untuk memperoleh nilai capaian kegiatan yang merupakan indikator tingkat keberhasilan pencapaian

Halaman 105 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi kegiatan, menggunakan skala pengukuran ordinal dengan kisaran sebagai berikut: 1) < 55: tidak berhasil; 2) 55-70 : cukup ber-hasil; 3) 70-85: berhasil; dan 4) 85-100: sangat berhasil. Secara keseluruhan pada tahun anggaran 2012, kinerja SATKER Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi termasuk kategori sangat berhasil dengan realisasi keuangan sampai dengan 31 Desember 2011 mencapai 92,90%. Keberhasilan pencapaian sasaran disebabkan oleh faktor pengawalan kegiatan melalui monitoring dan evaluasi kegiatan penelitian yang cukup ketat, mulai dari tahap perencanaan hingga tahap akhir kegiatan. Keberhasilan pencapaian sasaran tersebut juga didorong oleh komitmen dari para peneliti (SDM) dan dukungan manajemen penelitian, baik aspek pelayanan keuangan, analisis dan pengolahan data, perpustakaan, publikasi, dan sarana penelitian. Total anggaran DIPA Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi tahun 2012 sebesar Rp. 8.381.257.000,-. Sampai dengan 31 Desember 2012, akuntabilitas keuangan per kualifikasi belanja adalah: Realisasi fisik mencapai 100% dengan realisasi belanja pegawai mencapai Rp 3.234.665.296,- atau 88,71%; realisasi belanja barang mencapai Rp. 3.656.986.577,- atau 95,41%; dan realisasi belanja modal mencapai Rp. 894.660.525,- atau 99,19%. Gambar 96 Secara keseluruhan total DIPA Balitklimat TA 2012, realisasi mencapai Rp. 7.686.312.398,- atau 92,90% tergolong kategori sangat berhasil. Ini berarti dapat dicapai efisiensi biaya sebesar Rp. 594.944.602,- atau sebesar 7,10%. Keberhasilan pencapaian sasaran disebabkan oleh faktor pengawalan kegiatan melalui monitoring dan evaluasi kegiatan penelitian yang cukup ketat, mulai dari tahap perencanaan hingga tahap akhir kegiatan. Keberhasilan pencapaian sasaran tersebut juga didorong oleh komitmen dari para peneliti (SDM) dan dukungan manajemen penelitian, baik aspek pelayanan keuangan, pengolahan data, perpustakaan, publikasi, dan sarana penelitian. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan yakni: keterbatasan SDM berkeahlian khusus, serangan hama & penyakit pada tanaman percobaan, ketersediaan data iklim dan air yang terbatas dan tidak runut (baik sebaran maupun kontinyutas periode pengamatan), serta lemahnya sinyal GSM di beberapa stasiun AWS telemetri, mulai dapat diatasi oleh para peneliti. Hal ini semua menunjukkan adanya komitmen yang tinggi dari para peneliti untuk mencapai sasaran kinerja yang telah ditetapkan. Optimasi jejaring alat pengamatan iklim dan hidrologi perlu diprioritaskan melalui kegiatan relokasi alat ke lokasi dengan sinyal GSM yang kuat. Untuk menanggulangi keterbatasan jumlah SDM berkeahlian khusus, diatasi melalui optimalisasi sarana dan SDM yang ada maupun dengan cara melakukan outsourcing baik dari perguruan tinggi maupun institusi lain di luar Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Gambar 96. Realisasi Anggaran DIPA Satker Balitklimat TA 2012

Halaman 106 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi

6.4.3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Selama tahun 2012 jumlah penerimaan negara sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP) adalah sebesar Rp. 85.933.283,- terdiri atas: penerimaan umum Rp.28.236.283 ,- (35.10%) dan fungsional Rp.52.197.000 ,- (64.90 %). Pada awal berdirinya Balai, penerimaan umum masih mendominasi PNBP, namun dengan adanya intensifikasi dan ektensifikasi, mulai bergeser penerimaan fungsional menjadi lebih dominan. Selama 5 tahun terakhir, kecenderungan naiknya PNBP seperti disajikan dalam Tabel 48.

Tabel 47. Gambaran PNBP Balitklimat tahun 2008 – 2012 Jenis Tahun Penerimaan 2008 2009 2010 2011 2012

Umum 14.212.061 1.751.168 9.802.469 30.639.672 28.236.283

Fungsional 31.114.500 19.070.000 31.075000 29.085.000 52.197.000

Jumlah 45.326.561 20.821.168 40.877.469 59.724.672 85.933.283

PNBP merupakan sumber pembiayaan tambahan untuk kegiatan yang belum terdanai dari DIPA maupun kerjasama. Pemanfaatan PNBP di Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi adalah untuk membiayai perbaikan peralatan laboratorium, dan keperluan pengelolaan Mess Balitklimat. Penetapan target PNBP dilakukan berdasarkan kecenderungan dari realisasi penerimaan tahun sebelumnya. Pada awal berdiri Balitklimat, belum banyak sumber-sumber pendapatan yang bisa digali sehingga target yang ditetapkan selalu tidak tercapai, dengan makin berkembangnya sarana dan fasilitas balai maka, sejak tahun 2008 terlihat sangat jelas perkembangan penerimaan PNBP. Perbandingan PNBP selama 5 tahun (2008-2012) disajikan pada Tabel 49.

Tabel 48. Perbandingan PNBP Fungsional yang disetorkan ke kas negara tahun 2008 s/d 2012 Jenis T a h u n Penerimaan Fungsional 2008 2009 2010 2011 2012

Penjualan peta/Inform/Fil 8.444.500 9.995.000 4.975.000 1.515.000 12.852.000 m

Sewa gedung, 12.895.00 11.370.000 8.675.000 11.450.000 25.590.000 bangunan 0

Sewa benda- 14.675.00 11.050.000 400.000 14.650.000 19.255.000 benda bergerak 0

Pendidikan 0 250.000 0 0 0 lainnya

19.070.00 29.085.00 57.697.000 Jumlah 31.114.500 31.075.000 0 0

Halaman 107 LAPORAN TAHUNAN 2012 Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi