Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

UNIVERSITAS INDONESIA

MENINJAU ULANG ROMANTISISME PADA PUISI ROMANTIK KOREA TAHUN 1920-AN: ANALISIS KARAKTERISTIK DAN ASPEK PUISI YI SANG HWA, SO WOL, DAN HAN YONG UN HALAMAN JUDUL

NASKAH RINGKAS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora

BRIGITTA ADRIANA 1206238425

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA DEPOK DESEMBER 2016

2 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

Meninjau Ulang Romantisisme Pada Puisi Romantik Korea Tahun 1920-an: Analisis Karakteristik dan Aspek Puisi Yi Sang Hwa, Kim So Wol, dan Han Yong Un

Brigitta Adriana, Eva Latifah, S.S., Ph. D

Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, Kampus UI Depok Jawa Barat, 16424, Indonesia

Email: [email protected], [email protected]

Abstrak Makalah ini mengkaji perbedaan dan persamaan karakteristik dan aspek puisi-puisi dari Yi Sang Hwa, Kim So Wol, dan Han Yong Un yang merupakan penyair romantik Korea dari tahun 1920-an. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan perkembangan aliran romantisisme di Korea persamaan dan perbedaan tema dan karakteristik pada penyair romantik Korea pada tahun 1920-an. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif dengan menggunakan beberapa pendekatan sastra. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan dan persamaan karakteristik dan aspek puisi yang membentuk puisi romantik Korea tahun 1920an.

Kata kunci: sastra Korea, romantisisme, sastra kolonialisme

Revisiting Romanticism on 1920s Korean Romantic Poetry: Characteristic and Aspect Analysis on Yi Sang Hwa, Kim So Wol, and Han Yong Un’s Works

Abstract This paper discusses the difference and the similarities in terms of characteristics and aspects of poems written by Yi Sang Hwa, Kim So Wol, and Han Yong Un who were korean romantic poets from the 1920s. The purpose of this research is to describe the development of romanticism in Korea as well as the difference in theme and characteristics on Korean romantic poets of 1920s. The method used in this research is qualitative method along with several literature approaches. The result of this research shows the difference and the similarities in characteristics and aspects that forms the korean romantic poetry in the 1920s.

Keywords: , romanticism, colonialism literature

1 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

1. Pendahuluan Selama beberapa abad, Korea dikenal sebagai sebuah negara yang sangat tertutup. Interaksi dengan masyarakat lain hanya dilakukan dengan negara-negara Asia Timur lainnya seperti Tiongkok dan Jepang. Jauh sebelum abad ke-19, Korea dikenal oleh bangsa Barat sebagai negara yang menyambut orang asing dengan kecurigaan. Hal ini menyebabkan Korea buta akan segala perkembangan yang terjadi di dunia, termasuk perkembangan teknologi dan budaya. Penerimaan pengaruh asing ke dalam kehidupan masyarakat Korea juga bukanlah keinginan masyarakat Korea sendiri, melainkan sesuatu yang dipaksakan oleh Pemerintahan Imperialisme Jepang 1 kepada mereka. Hal tersebut dipelopori oleh ditandatanganinya Perjanjian Ganghwa-do yang memberikan Jepang hak ekstrateritorial dan hak untuk membuka beberapa pelabuhan Korea untuk perdagangan internasional. Terbukanya pelabuhan-pelabuhan Korea untuk perdagangan internasional menyebabkan tidak hanya pengaruh dari Jepang, tetapi juga budaya dari Barat sehingga mulailah Masa Pencerahan di Korea. Masa Pencerahan membawa berbagai macam perubahan pada dinamika masyarakat Korea seperti dari segi politik, sosial, gaya hidup, teknologi, dan pendidikan. Salah satu bidang yang mendapat pengaruh cukup signifikan dari perubahan ini adalah tren literatur. Munculnya buku-buku yang berisi ilmu dari Barat dan berkembangnya teknologi percetakan memunculkan popularitas tren literatur dari Barat, salah satunya adalah aliran romantisisme. Romantisisme sendiri adalah tren budaya yang muncul sebagai akibat dari peristiwa- peristiwa sejarah yang terjadi pada akhir abad ke-18 hingga abad ke-19 seperti Revolusi Industri, dan Perang Napoleon. Romantisme dalam bahasa Korea disebut sebagai 낭만주의

(nangmanju’ui)2, secara etimologis berasal dari karakter 浪漫主義 (làngmàn zhǔyì) yang berarti ‘romantis’ dan ‘doktrin’. Istilah ‘romantisisme’ sendiri baru muncul di Korea pada tahun 1907 melalui sebuah buku sejarah dunia yang ditulis oleh Yoo Seung Kyeom. Namun yang muncul hanyalah istilah semata tanpa penjelasan lebih lanjut sehingga para pembaca tidak memiliki bayangan akan konsep romantisisme. asyarakat Korea baru

1 Munculnya imperialisme di Jepang dipengaruhi oleh Restorasi Meiji (1868). Para birokrat pemerintahan Meiji memutuskan untuk mengadopsi sistem pemerintahan Barat untuk pemerintahan baru mereka. Jepang menciptakan konstitusi yang dibuat berdasarkan pemerintahan Jerman yang pada saat itu merupakan negara monarki dan juga negara kapitalis berkembang (Kim, 1996 : 22). 2 Pada penelitian ini, penulis akan menggunakan sistem romanisasi Revised Romanization of Hangeul (국의 로마자 표기법 Guk’ui Romaja Pyogibeob). Sistem ini merupakan sistem romanisasi yang sudah diresmikan oleh Kementrian Budaya dan Olah Raga Korea Selatan untuk menggantikan sistem McCune-Reischauer.

2 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

mendapatkan bayangan akan apa itu romantisisme saat mendapatkan gambaran dari Jepang pada pertengahan dekade 1920-an. Sejak saat itu, istilah romantisisme mulai muncul di berbagai media cetak, seperti pada buku 문예사조 (Mun’ye Sajo) oleh Kim An Seo, buku- buku Ch’oi Hak Sông dan Baek Dae Jin tentang teori sastra Barat, walau pun penjelasan yang ada masih sangat sedikit. Selain itu, muncul gerakan-gerakan romantisisme di Korea seperti 백조 (baekjo), 폐허 (p’yeheo), dan (장미촌) jangmich’on. Banyak puisi romantik di Korea muncul pada dekade 1920-an dan sangat berkaitan dengan pergerakan kemerdekaan Korea. Puisi yang muncul pada masa ini bertemakan kesedihan luar biasa masyarakat Korea akan kegagalan meraih kemerdekaan, rasa keputusasaan dan kehilangan tujuan hidup. Jika dilihat secara lebih dekat, puisi-puisi tersebut dikatakan romantik karena mereka mengutarakan perasaan mendalam, menggunakan simbol- simbol untuk mengekspresikan keinginan dan harapan mereka. Romantisisme yang digunakan oleh para penyair Korea pada masa tersebut adalah ungkapan kesedihan mendalam akibat duka dan beban yang telah mereka tanggung pada masa kolonialisme. Namun, pada kenyataannya, aliran romantisisme tidaklah sesempit itu. Salah satu penyair Korea bernama Han Yong Un banyak menulis puisi bernuansa alam dan koneksi antara alam dan perasaan. Banyak pakar yang mengatakan bahwa karya- karya Han Yong Un bukan puisi beraliran romantisisme, melainkan beraliran ekologi. Penyair lain yang berasal dari Korea dan berasal dari masa yang sama dengan Han Yong Un adalah Kim So Wol. Banyak pakar dan buku-buku sejarah kesusastraan Korea yang mengaitkan kemiripan gaya penulisan Kim So Wol dengan Han Yong Un yang didominasi oleh alam, rasa perpisahan, dan cinta. Namun sama halnya seperti Han Yong Un, Kim So Wol tidak dikaitkan dengan aliran romantisisme. Hal ini tentu bertentangan dengan konsep romantisisme yang muncul pada tren literatur di Eropa seperti Wordsworth dan Blake. Berdasarkan konsepsi ini, dapat dikatakan bahwa Korea memandang romantisisme sebagai suatu tren literatur yang mengekspresikan rasa sedih melalui simbol-simbol untuk menyampaikan pesan mereka. Di satu sisi, hal tersebut adalah benar. Namun, di sisi lain, hal tersebut sangat mempersempit konsep romantisisme sendiri. Jika menggunakan pandangan masyarakat Korea untuk mendefinisikan romantisisme, maka lebih tepat jika romantisisme pada puisi Korea adalah sebuah media untuk mengekspresikan kesedihan mendalam yang mereka rasakan dilatarbelakangi oleh persitiwa-peristiwa sejarah yang terjadi sejak dimulainya masa pencerahan di Korea hingga akhir masa penjajahan Jepang di Korea.

3 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

2. Tentang Romantisisme 2.1 Definisi, Filosofi, dan Karakteristik Romantisisme Secara etimologis, kata romanticism memiliki tiga makna terpisah; roman, imbuhan - tic yang mengacu pada suatu sifat, dan imbuhan -ism yaitu mengacu pada ideologi. Kata roman pada awalnya berasal dari bahasa latin romant yang berarti “in a roman way” atau dalam bahasa Indonesia, “dengan cara roma.” Menurut Kamus Oxford Dictionary of English (2010), romantisisme memiliki makna sebagai “a movement in the arts and literature which originated in the late 18th century, emphasizing inspiration, subjectivity, and the primacy of the individual. Often contrasted with classicism.” Margaret Drabble mendefinisikan romantisisme sebagai asersi ekstrem dari diri dan nilai pengalaman pribadi dan dua ciri khas romantisisme adalah intensitas dan imajinasi. Selain itu, Drabble juga menyatakan bahwa romantisisme memberi penekanan pada emosi, imajinasi, individualitas dan penolakan terhadap Pencerahan yang muncul pada akhir abad ke-17 hingga abad ke-18. Jika ditinjau dari sudut pandang sejarah, maka secara luas dapat disimpulkan bahwa inti dari semangat romantisisme adalah penolakan terhadap konvensi dan segala peraturan mengikat yang umum ditemukan pada aliran klasisisme.3 Hulme (1911) menyatakan bahwa romantisisme di Inggris dan di Perancis diasosiasikan dengan pandangan politik tertentu. Beranjak dari pernyataan Rosseau bahwa pada dasarnya semua manusia adalah baik dan yang menyebabkan kekacauan adalah peraturan dan kebiasaan buruk yang menekan mereka, Hulme mengemukakan bahwa manusia memiliki kesempatan dan kemungkinan tidak terbatas. Melalui penjelasan Hulme tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kekuatan romantisisme berasal dari dalam diri manusia sendiri. Ide bahwa manusia memiliki kemungkinan tidak terbatas dan kekuatan besar membuat manusia ingin mengeksplorasi kemungkinan tersebut dan mencari dunia ideal tanpa batas. Hal inilah yang mendasari banyaknya konsep heroisme, kebebasan alam, dan utopia pada sastra-sastra romantik. Konsep romantisisme pada setiap daerah memang memiliki perbedaan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor sejarah dan budaya. Namun, tentu dapat ditemukan persamaan karakteristik yang membentuk gerakan romantisisme itu sendiri.

3 Klasisisme (1669-1798) adalah bentuk bahasa dan sastra yang ditemukan pada banyak peradaban. Di Barat, klasisisme didasarkan pada rasa hormat dan kekaguman terhadap kesuksesan budaya Yunani dan Roma. Klasisisme menjunjung tinggi tradisi dan percaya bahwa bahasa tertulis harus mengikuti aturan formal dan tradisional. Klasisisme sangat konservatif dan percaya bahwa budaya kontemporer tidak sebanding dengan kesuksesan masa lalu. Klasisisme menyukai keteraturan, bentuk simplistik, dan percaya bahwa sastra terbaik adalah sastra yang memperhatikan teknik penulisan (Oxford Companion to the English Literature, 2006). Beberapa orang terkenal pada periode Klasik adalah Moliere, Pierre Corneille, dan Wolfgang Amadeus Mozart.

4 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

Berikut adalah gabungan pemaparan karakteristik karya romantik dari buku Merriam- Webster’s Encyclopedia of Literature (1995), A Dictionary of Literary Terms and Literary Theory oleh Cuddon (2013), dan The Concise Oxford Dictionary of Literary Terms oleh Baldick (2001): 1. Apresiasi mendalam terhadap keindahan alam 2. Kegembiraan yang meluap-lupa terhadap emosi dan rasa dibadingkan akal sehat dan intelek 3. Kembali ke pada diri sendiri dan pendalaman terhadap pribadi manusia 4. Fokus yang diarahkan pada mereka yang jenius, pahlawan, dan tokoh luar biasa 5. Pandangan baru terhadap artis sebagai pencipta mutlak yang semangat kreatifnya lebih penting dari pada ketaatan terhadap aturan formal dan prosedur tradisional 6. Penekanan pada imajinasi sebagai gerbang untuk melampaui pengalaman dan kenyataan spiritual 7. Ketertarikan terhadap budaya rakyat, asal-usul budaya etnik dan budaya nasional, dan zaman pertengahan 8. Keterkaitan antara perasaan manusia dengan ‘perasaan’ alam yang menyebabkan munculnya rasa subjektif dan interpretasi dari hal tersebut. 9. Penekanan pada kebutuhan spontanitas dalam berpikir, beraksi, dan menyatakan pemikiran. 10. Pemujaan terhadap Noble Savage4 11. Intensitas emosional berupa gairah, nostalgia akan masa lalu atau masa kecil, horor, melankoli, dan sentimentalitas 12. Imajinasi kreatif memempati posisi utama pandangan romantisisme terhadap seni, menggantikan aturan ‘mekanik’ konvensional dengan prinsip ‘organik’ pertumbuhan alami dan perkembangan bebas. Berdasarkan pendapat dari berbagai sumber yang telah dijabarkan di atas, maka secara garis besar dapat dipahami apa karakteristik-karakteristik utama dari sastra atau puisi romantik. Namun selain karakteristik yang telah dijelaskan, masih banyak aspek-aspek lain yang berkaitan erat dengan romantisisme. Untuk dapat lebih jauh memahami konsep romantisisime pada puisi Korea, maka akan dijelaskan kaitan-kaitan antara beberapa unsur seperti nasionalisme, melankolisme, dan individualisme, dengan romantisisme.

4 Noble Savage dalam kesusastraan adalah konsep idealis mengenai manusia biadab yang menjadi simbol kebaikan seseorang yang tidak dinodai oleh pengaruh peradaban (sumber: https://www.britannica.com/art/noble-savage, diakses 28 November 2016, 00:58 WIB)

5 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

Keterkaitan antara romantisisme dan nasionalisme terletak pada sifat romantik itu sendiri. Thaden (1954) memiliki gagasan bahwa sifat romantik pada nasionalisme terletak dalam simplisitas manusia yang tidak ternodai oleh konsep peradaban, dan juga ekspresi seni murni dalam bentuk kisah rakyat, lagu, dan bahasa. Sementara itu, Leerssen (2013) menjabarkan bahwa sebagai akibat dari sifat puisi romantik yang memesona, romantisisme dapat bersifat retoris dan memiliki tujuan propaganda. Sifatnya yang idealis membuat romantisisme dijadikan alat yang tepat untuk melakukan propaganda dan doktrinasi identitas nasional. Melalui kedua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua bentuk keterkaitan antara nasionalisme dan romantisisme. Bentuk yang pertama adalah keinginan untuk kembali pada budaya tradisional masyarakat, atau masyarakat yang tidak ternodai oleh ‘peradaban’. Bentuk kedua adalah sifat karya romantik yang memesona dan memiliki kecenderungan propaganda yang efektif sebagai alat doktrinasi identitas nasional. Seperti yang telah dipaparkan oleh Cuddon (2013), Baldick (2001), dan Merriam- Webster (1995), salah satu karakteristik utama romantisisme adalah perasaan yang meluap- luap pada karya-karyanya. Salah satu perasaan tersebut adalah melankoli. Murray (2004) kemudian memamparkan melankoli pada zaman romantik sebagai suasana produktif yang dalam waktu yang sama meminimalisasi peran agama tradisional. Ungkapan rasa takut dalam bentuk karya sastra menjadi salah satu ciri khas melankoli pada sastra romantik. Grout (2005) menyatakan bahwa melankoli romantik mengungkapkan kekecewaan terhadap ide keadilan dan kesamarataan Revolusi Perancis yang tidak terwujudkan. Sementara itu, keterkaitan antara individualisme dan romantisisme dikemukakan Izenberg (1992) yang berpendapat bahwa individualisme ekspresif mengutamakan keunikan perasaan dan insting manusia yang harus dikembangkan jika individualitas ingin dicapai. Pencerahan yang beranggapan bahwa manusia emiliki tujuan universal sehingga semua individu memiliki keinginan dan ketertarikan yang sama. Penolakan terhadap ‘kesamaan’ dan ‘keseragaman’ inilah yang ditolak oleh individualisme romantik.

2.2 Perkembangan Romantisisme Perkembangan romantisisme tidak dapat hanya dilihat dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada suatu jenjang waktu tertentu, namun juga harus melihat peran romantisme dalam beberapa peristiwa yang terjadi selama proses perkembangannya. Abad ke-18 dianggap sebagai awal dari berkembangnya romantisisme, namun penggunaan istilah ‘puisi romantik’ itu sendiri pertamakali digunakan oleh Ariosto, Tasso, dan romansa abad pertengahan pada tahun 1669 di Perancis dan tahun 1674 di Inggris.

6 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

Perkembangan romantisisme sendiri erat kaitannya dengan ide Klasisisme Pencerahan yang lahir pada abad ke-18 yang mendominasi masyarakat pada masa itu. Wellek (1949) berpendapat bahwa dominasi ideologi Klasisisme Pencerahan dipengaruhi oleh filsuf rasionalis abad ke-17 seperti Descartes, Bacon, dan Locke, juga ilmuwan seperti Isaac Newton. Para cendekiawan ini berpendapat bahwa melalui ilmu rasional dan pasti, manusia dapat mencapai kedamaian dan harmoni ideal dan pencapaian ini dapat dihalangi oleh prasangka, pendapat irasional, ketidakstabilan emosi, dan perasaan yang dilebih-lebihkan. Pada abad ke-18, terjadi pergolakan pada masyarakat Perancis akibat kegagalan kebijakan pemerintahan. Kegagalan ini mengakibatkan terjadi perebutan kekuasaan antara rezim lama yang ingin mempertahankan kekuatan dan rezim baru yang ingin membawa pembaharuan. Rezim lama mengopresi masyarakat dengan cara melakukan pembunuhan keji dan di tengah kekacauan ini, muncul sosok pahlawan bernama Napoleon Bonaparte yang menjanjikan perubahan revolusioner. Walaupun akhirnya usaha Napoleon gagal, masyarakat mulai disadarkan akan adanya konsep kebabasan.5 Sementara itu, konsep romantik di Inggris identik dengan kisah-kisah heroik dan fiktif dari masa lampau seperti King Arthur dan Charlemagne. Perkembangan romantisisme di Inggris juga didukung oleh penolakan terhadap rasionalisme yang mengekang imajinasi, kreativitas, dan otonomi artistik (Bravo, 2007). Klasisisime dianggap sebagai ancaman kebebasan untuk berkreasi. Manusia tidak lagi mengangap dirinya sebagai pengukur dari segalanya namun merupakan bagian dari komponen hidup dan kreativitas yaitu alam. Perkembangan romantisisme di Jerman dipengaruhi oleh ide-ide radikal dan revolusionaris yang muncul dari Revolusi Perancis pada tahun 1789 (Wellek, 1949). Di Jerman, romantisisme dipopulerkan oleh August Wilhelm Schlegel6 dan adiknya, Friedrich Schlegel. Kuliah umum yang diberikan oleh August W. Schlegel dikatakan sebagai pelopor awal gerakan romantisisme di Jerman. Pada saat yang bersamaan, Friedrich Schlegel juga menyebarkan pemikiran-pemikiran tentang puisi modern romantik. Perkembangan romantisisme di Korea sendiri erat kaitannya dengan Masa Pencerahan dan peran Jepang yang membawa perubahan pada dinamika masyarakat Korea. Pada

5 Motto revolusioner “liberté, egalité, fraternité, diucapkan [libɛʁte eɡalite fʁatɛʁnite], adalah motto nasional Perancis yang memiliki arti “kebabasan, kesetaraan, dan persaudaraan.” Motto ini menarik perhatian masyarakat Perancis dari berbagai kedudukan sosial dan dibantu oleh tentara Perancis yang menyebarkannya ke seluruh penjuru Eropa. (Grout, 2005) 6 Schlegel bersaudara terdiri dari Friedrich Schlegel (Karl Wilhelm Friedrich von Schlegel) dan August Wilhelm Schlegel. Keduanya adalah kritikus sastra, penyair, dan filfsuf yang memiliki peran signifikan pada awal perkembangan romantisisme di Jerman.

7 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

bukunya yang berjudul Hanguk Hyeondae Munhaksa, Kwon (2002, hal. 149) menyatakan bahwa salah satu perubahan besar pada kesusastraan masa ini adalah kemunduran kesusastraan tradisional Korea dan semangat tradisional. Hal ini disebabkan oleh banyaknya sastrawan yang mulai bereksperimen dengan bentuk-bentuk baru dari sastra. Lee (2003) menggambarkan bahwa modernisasi kesusastraan Korea dimulai sebelum Gerakan Sam’il Undong. Melalui pernyataan tersebut dijabarkan pula bahwa muncul majalah yang menyediakan terjemahan karya-karya Verlaine, Gourmont, dan Fyodor Sologub. Gerakan sam’il undong tidak hanya membangkitkan identitas masyarakat, namun memunculkan gerakan-gerakan lainnya seperti sasang undong, nodong undong, ch’eongnyeon undong, yeoseong undong, dan hyeongp’yeong undong 7 (Kwon, 2002). Gerakan ini juga menyebabkan dimulainya penelitian-penelitian baru mengenai bahasa dan kesusastraan Korea untuk menggali identitas masyarakat Korea. Salah satu instrumen perlawanan terhadap Jepang yang populer pada saat itu adalah puisi modern. Kwon (2002) mengatakan bahwa puisi modern Korea membebaskan diri dari bentuknya yang pasti agar dapat mengekspresikan diri dan bahwa melalui kegagalan sam’il undong, muncul keinginan dari para penyair untuk menyatakan perasaan dan identitasnyanya melalui bahasa Korea8 sehingga muncul kemungkinan-kemungkinan baru.9 Puisi modern Korea memberi kesempatan bagi para sastrawan, dalam hal ini adalah penyair, untuk bereksperimen dengan bentuk baru. Pada puisi pun muncul aliran-aliran baru seperti simbolisme, realisme, dan romantisisme yang akan dibahas pada penelitian ini. Lee (2003) menggambarkan penyair-penyair romantik Korea pada masa itu sebagai “penyair yang memiliki emosi meluap-luap, deskripsi sensual, dan pelarian dari realita.”

3. Analisis Puisi Romantik Korea Tahun 1920-an A. Yi Sang Hwa Yi Sang Hwa lahir pada tanggal 5 April 1910 di Daegu. Sebagai penyair, Yi menggunakan beberapa nama pena yaitu Murya, Sanghwa, dan Baega. Reputasinya

7 Sasang undong (사상 운동) adalah gerakan ideologi, nodong undong (노동 운동) adalah kampanye atau gerakan buruh, ch’eongnyeon undong (청연운동) adalah kampanye atau gerakan anak muda, yeoseong undong (여성운동) adalah gerakan feminisme, hyeongp’yeong undong (형평운동) adalah gerakan kesamarataan sosial. 8 Pada masa itu, bahasa pengantar utama yang digunakan secara resmi adalah bahasa Jepang. Istilah pelajaran “Bahasa” di sekolah-sekolah bukanlah bahasa Korea, melainkan bahasa Jepang. Selain itu, bahasa Korea juga dilarang digunakan di tempat-tempat umum. (Cumings 2005). 9 Terjemahan dari: “한국의 근대시는 형탸의 고정성을 탈피하면서 시 정신의 자유러운 표현에 도달하고 있다. 한국의 시인들은 3.1 운동을 통해 민족적 정체성을 발견하였으며 민족의 정서를 민족의 언어로 표현할 수 있는 새로운 가능성을 추구하게 되었다.” (Kwon, 2002 hal. 235)

8 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

mengalami peningkatan setelah karyanya yang berjudul Ppeatgin Deul’edo Bomeun Oneun- ga diterbitkan pada tahun 1926 melalui majalah Kaebyeok, yang pada akhirnya menyebabkan majalah tersebut ditutup oleh pemerintah. Pada awal tahun 1920-an, Yi, bersama dengan beberapa penulis lain seperti Hong Sa Yong, Park Jong Hwa, Park Yeong Hui, Kim Gijin dan lain-lain, bergabung dengan kelompok sastra Baekjo. Yi Sang Hwa terkenal akan karya-karyanya yang patriotik, berjiwa revolusioner, dan secara tematik menyatakan ketidaksukaan dan perlawanan terhadap pemerintahan kolonialisme Jepang. Ciri khas utama puisi-puisi Yi adalah tema-tema yang mengangkat kondisi masyarakat dan penolakan terhadap pemerintahan kolonial pada masa penjajahan Jepang. Campbell (2012) menyatakan bahwa puisi-puisi Yi menggambarkan alienasi yang dialami masyarakat Korea dalam kehidupan di bawah pemerintahan asing. Pada penelitian ini tiga karya Yi yang diangkat adalah ‘Pada Tanah yang Dirampas Ini — Akankah Musim Semi Datang?’, ‘Di Dalam Kamarku’, dan ‘Pada Sang Penyair’. Puisi Yi Sang Hwa yang berjudul Ppeatgin Deul’edo Bomeun Oneun’ga, atau diterjemahkan secara bebas menjadi Pada Tanah yang Dirampas Ini adalah salah satu puisi terkemuka tahun 1920-an yang menggambarkan kondisi masyarakat Korea di bawah pemerintahan Kolonialisme Jepang pada masa itu. Pada puisi Pada Tanah yang Dirampas Ini — Akankah Musim Semi Datang? terdapat tiga aspek dominan. Tiga aspek tersebut menggunakan simbol-simbol alam pada bait-baitnya, penolakan terhadap realita, dan semangat revolusioner di balik simbol-simbol tersebut. Sekilas, alam adalah unsur dominan pada puisi ini. Bertolak dari pernyataan dalam kamus Merriam-Webster yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik karya romantik adalah apresiasi mendalam terhadap keindahan alam, puisi ini dapat dikatakan memenuhi kriteria tersebut. Selain itu, jika ditelisik lebih dekat, pada puisi ini terdapat keinginan penulis untuk melakukan pemberontakan terhadap norma-norma yang ada. Konsep ini merupakan bagian dari ciri khas romantisisme yang muncul dari penolakan terhadap aturan dan normalitas klasisisme jika ditinjau dari sejarah munculnya romantisisme itu sendiri, seperti yang telah dinyatakan oleh Grout (2005). Hal lain yang menarik pada puisi ini adalah spontanitas emosi yang terpancar dari dinamika perasaan pada awal hingga akhir puisi. Secara liris, emosi pada puisi ini dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase eksposisi, peningkatan, dan konklusi. Kebebasan dan spontanitas emosi adalah salah satu ciri khas puisi romantik. Puisi Na’ui Chimsillo atau yang diterjemahkan secara bebas menjadi Di Dalam Kamarku ditulis oleh Yi Sang Hwa dan diterbitkan pertamakali pada majalah Baekjo pada tahun 1923. Puisi ini menggambarkan tokoh ‘aku’ yang secara repetitif memanggil-manggil

9 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

seorang sosok bernama Madonna dan meminta sosok tersebut agar datang ke dalam kamarnya. Pada puisi ini, ditemukan tiga aspek romantisisme yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu aspek emosi yang digambarkan secara melankolis melalui kesuraman nuansa puisi dan kegelapan malam, serta rasa takut yang menyelimuti tokoh ‘aku’, aspek simbol religi berupa ‘Madonna’ yang merupakan representasi dari pelarian ‘aku’ ke dunia kematian, serta aspek eskapisme yang digambarkan melalui konsep ‘ruangan’ dan ‘dunia kekal’ yang menjadi tempat pelarian tokoh ‘aku’. Ketiga hal ini muncul pada karakteristik sastra romantik yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Puisi yang berjudul Shi’inege, atau yang diterjemahkan secara bebas menjadi Pada Sang Penyair diterbitkan pada tahun 1926. Puisi ini bersifat motivasional dan membangun secara emosional, dengan tujuan utama menyadarkan ‘Penyair’ akan perannya dalam ‘dunia baru’ ini, dengan beberapa kali kali Yi memanggil /Wahai penyair!/ secara langsung pada puisiya. Pada puisi ini terdapat kaitan antara romantisisme dan nasionalisme. Seperti yang telah dikatakan oleh Leerssen (2013) pada bagian sebelumnya, puisi romantik nasionalis memiliki sifat propagatis dan memesona. Hal tersebut terlihat pada puisi ini melalui ajakan- ajakan penulis untuk membangun semangat pembacanya.

B. Han Yong Un Han Yong Un atau Manhae adalah penyair Korea yang aktif pada awal masa kolonialisme Jepang. Ia lahir pada tahun 1879 di Hongju (sekarang Hongseong), Provinsi Ch’ungch’eongnam-do sebagai anak kedua dari Han Ung Jun. Keluarga Manhae merupakan keluarga yangban10 yang statusnya dapat ditelusur beberapa generasi. Pada tahun 1896, Manhae meninggalkan rumah untuk pergi ke Pertapaan Osaem di Seoraksan tempat ia menghabiskan bertahun-tahun mempelajari Buddhisme. Hal ini menjadi alasan kentalnya unsur Buddhisme pada karya-karya Manhae Seumur hidupnya, Manhae selain aktif dalam hal gerakan kemerdekaan dan kemajuan ilmu pengetahuan, Manhae juga aktif dalam bidang kesusastraan, terutama dalam penulisan puisi. Salah satu kumpulan puisi Manhae yang paling sukses adalah Nim’ui Ch’inmuk. Secara umum, karya-karya Manhae dapat ditinjau melalui tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang

10 Yangban atau secara harafiah diterjemahkan menjadi ‘dua kelas’ adalah golongan elit yang muncul pada masa Kerajaan Goryeo (918-1392) dan bertahan hingga akhir Kerajaan Joseon (1392-1910). Mereka merupakan tuan tanah yang tidak perlu membayar pajak dan memiliki serentetan hak istimewa lainnya. Untuk menjadi yangban, seseorang harus mengikuti ujian khusus dan tidak semua orang dapat mengikuti ujian tersebut.

10 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

Buddhisme, nasionalisme, dan rasa cinta. Pada penelitian kali ini, tiga karya Manhae yang dibahas adalah ‘Kesunyian Kasih’, ‘Tak Dapat Diketahui’, dan ‘Bunga Berguguran’. Puisi ‘Nim’ui Chinmuk’ atau yang diartikan sebagai ‘Kesunyian Kasih’ adalah puisi utama dari kumpulan puisi Han Yong Un atau Manhae yang juga berjudul ‘Nim’ui Chinmuk’. Kumpulan puisi tersebut diterbitkan pada tahun 1926 dan merupakan kumpulan puisi Manhae yang paling populer. Karakteristik pertama yang ditemukan ketika membaca puisi ini adalah emosi sedih yang meluap-luap setelah ditinggal pergi oleh ‘kasih’. Hal ini selaras dengan karakteristik romantik pada buku Merriam-Webster’s Encyclopedia of Literature (1995) yang mengemukakan bahwa pada karya romantik terdapat kecenderungan kegembiraan yang meluap-luap terhadap emosi dan rasa dibadingkan akal sehat dan intelek. Karakteristik lain yang dapat ditemukan pada puisi ini adalah penggunaan simbol-simbol alam yang menjadi alat bagi penulis untuk menggarisbawahi kesedihan yang dialami ‘aku’. Objek-objek alam seperti ‘gunung’, ‘pohon’, dan ‘bunga’ dapat ditemukan pada awal hingga pertengahan puisi ketika ‘aku’ sedang berada pada tahap depresi dari lima tahap kesedihan. Selain itu, ditemukan pula nuansa feminin pada puisi jika ditinjau dari gaya bahasa sopan yang digunakan oleh penyair. Puisi Manhae yang berjudul ‘Al Su Eobseoyo’ atau diterjemahkan secara bebas sebagai ‘Tak Dapat Diketahui’ merupakan puisi berima bebas yang terdiri dari satu bait panjang dan empatbelas baris. Unsur-unsur romantisisme yang dapat ditemukan pada puisi ini adalah alam, imajinasi, dan personifikasi. Sama halnya dengan puisi ‘Kesunyian Cinta’, puisi Manhae kali ini juga sangat erat hubungannya dengan alam Jika beranjak dari pendapat dalam buku Merriam-Webster’s Encyclopedia of Literature (1995) yang mengatakan bahwa pada karya romantik terdapat apresiasi mendalan terhadap keindahan alam, maka puisi ini dapat dikatakan sebagai puisi romantik. Nuansa ‘misteri alam’ pada puisi ini juga turut ditekankan oleh penggunaan majas personifikasi pada objek-objek alam. Puisi Manhae yang berjudul Nakhwa atau yang diterjemahkan dengan bebas menjadi Bunga Berguguran ini merupakan salah satu puisi dari buku Kumpulan Puisi Nim’ui Ch’inmuk. Puisi ini hanya terdiri dari satu bait dan sembilan baris. Pada puisi ini, dapat ditemukan empat ciri khas romantisisme. Ciri-ciri tersebut adalah penggunaan simbol-simbol alam dalam merepresentasikan pesan, melankoli di balik ‘bunga yang berguguran’, penggunaan sudut pandang orang pertama, dan alienasi penulis yang memberikan nuansa misterius. Selain itu, terdapat pula implikasi nasionalisme romantik. Sekilas, pembaca langsung dapat merasakan nuansa alam yang menjadi tema pada puisi ini. Pembaca tidak

11 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

perlu membaca berkali-kali untuk merasakan nuansa alam yang digunakan penulis untuk menyampaikan sesuatu.

C. Kim So Wol Kim So Wol dilahirkan pada tahun 1902 di P’yeonganbuk-do dengan nama asli Kim Jong Sik. Pada masa remajanya, ia bersekolah di Sekolah Menengah Osan dan pada tahun 1923 merantau ke Tokyo, Jepang, untuk melanjutkan studi ke Universitas Komersil Otaru. Setelah kembali dari Jepang, Kim kembali ke kampung halamannya dan sempat bekerja di kantor cabang Dong-A Ilbo yang memiliki kantor pusat di Seoul. Ketika masih bersekolah, Kim mulai mengenal karya-karya Kim Ok11 dan mulai menulis puisi. Puisi-puisi awalnya pernah diterbitkan di majalah kesusastraan bernama Ch’angjo seperti Nangin’ui Bom dan Ya’ui Ujeok pada tahun 1920. Kwon (2002) menyatakan bahwa ciri khas dari puisi-puisi Kim So Wol adalah kemampuannya menggabungkan kesadaran dan syair dalam bentuk liris khas Korea sehingga ia layak disebut sebagai penyair yang mewakili semangat Korea. Kwon (2002) kemudian menjabarkan walau pun pada tahun 1920-an muncul tren-tren yang membawa pembaharuan dalam bentuk puisi, puisi Kim So Wol malahan kembali pada bentuk tradisional puisi Korea. Selain itu, hal unik dari puisi Kim So Wol adalah tokoh im/nim dan kerinduan terhadap kampung halaman. Banyak puisi Kim So Wol yang mengisahkan tentang ‘kepergian im/nim’ dan ‘meninggalkan kampung halaman’. Kedua konsep itu juga ditemukan pada puisi yang akan dibahas pada sub-bagian ini, yaitu ‘Azalea’, ‘Jalan yang Dilalui’, dan ‘Rumput Emas’. Puisi Azalea oleh Kim So Wol merupakan puisi utama dari buku kumpulan puisinya dengan judul sama yang diterbitkan pada tahun 1925. Puisi ini merupakan puisi Kim So Wol yang paling banyak dibahas dan disebut-sebut oleh peneliti susastra Korea. Tema keseluruhan puisi ini adalah perpisahan dan kesedihan. Suasana melankoli pada puisi ini dapat dirasakan tanpa harus membaca puisi ini secara berulang-ulang. Hal menarik lain yang sulit untuk disadari ketika pertamakali membaca puisi ini adalah sikap feminin yang ditunjukkan ‘aku’. Banyak penelitian dan analisis mengenai puisi ini yang menyatakan bahwa puisi ini bercerita tentang kesedihan perempuan yang ditinggal pergi oleh kekasihnya. Di samping aspek-aspek di atas, puisi ini memiliki kemiripan dengan puisi tradisional Korea dengan rima dan bait-bait yang teratur. Kemiripan ini memang merupakan ciri khas Kim yang dianggap sebagai

11 (1896-?) atau An Seo, adalah sastrawan Korea yang mempelopori kesusastraan modern Korea. Beliau adalah kritikus sastra, penerjemah, sekaligus jurnalis. (Kwon, 2002)

12 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

minyojok si’in atau ‘penyair tradisional Korea’. Keterkaitan antara unsur tradisional pada puisi ini dan karakteristik romantisisme yang pertama terletak pada karakteristik yang diajukan oleh Merriam-Webster yaitu “adanya ketertarikan terhadap budaya rakyat, asal-usul budaya etnik dan budaya nasional, dan zaman pertengahan pada karya romantik.” Yang perlu digarisbawahi dari pernyataan Merriam-Webster adalah “ketertarikan terhadap budaya rakyat, budaya etnik, dan budaya nasional.” Puisi ‘Ganeun Gil’ atau diterjemahkans secara bebas menjadi ‘Jalan yang Dilalui’ adalah puisi Kim So Wol yang diterbitkan tahun 1923 melalui di majalah Kaebyeok. Puisi ini berbentuk bebas dengan nuansa lirikal yang mengingatkan pembacanya akan puisi tradisional korea atau minyo. Pada puisi ini ditemukan dua karakteristik sastra romantik, yaitu perasaan diri yang dinyatakan melalui sudut pandang orang pertama dan penggunaan simbol-simbol alam sebagai refleksi diri. Kim menggunakan gaya bahasa yang mengindikasikan pergulatan dalam diri penulis. Hal ini sesuai dengan pendapat Baldick (2001) yang menyatakan bahwa salah satu karakteristik romantisisme adalah intensitas emosional berupa gairah, nostalgia akan masa lalu atau masa kecil, horor, melankoli, dan sentimentalitas. Selain itu, salah satu karakteristik sastra romantik yang dapat ditemukan pada puisi ini adalah penekanan pada imajinasi sebagai gerbang untuk melampaui pengalaman dan kenyataan spiritual (Merriam- Webster, 1995). Puisi Kim So Wol yang berjudul Geumjandi atau ‘Rumput Emas’ pertamakali diterbitkan pada tahun 1922 di majalah Kaebyeok. Puisi ini terkenal dengan bentuknya yang pendek dan penekanan berulang-ulang terhadap objek ‘Rumput Emas’. Karakteristik utama romantisisme yang dapat ditemukan pada puisi ini adalah objek-objek alam sebagai simbol yang mengungkapkan perasaan penulis. Penulis juga menemukan unsur-unsur tradisional pada puisi ini. Selain itu, dapat ditemukan juga semacam kesedihan sentimental melalui penggunaan kata ‘nisan’ dan frasa ‘dirimu yang telah pergi’. Kesedihan yang diungkapkan oleh penulis melalui penggunaan objek-objek alam ini sesuai dengan karakteristik romantisisme seperti yang dikatakan oleh Cuddon (2013) yaitu “keterkaitan antara perasaan manusia dengan ‘perasaan’ alam yang menyebabkan munculnya rasa subjektif dan interpretasi dari hal tersebut.” Selain itu, unsur tradisional yang ditemukan pada puisi ini sesuai dengan pandangan Thaden (1954) yang beranggapan bahwa sifat romantik pada nasionalisme terletak dalam simplisitas manusia yang tidak ternodai oleh konsep peradaban, dan juga ekspresi seni murni dalam bentuk kisah rakyat, lagu, dan bahasa, juga karakteristik romantik oleh Merriam-Webster (1995) yang berbunyi “ketertarikan terhadap budaya rakyat, asal-usul budaya etnik dan budaya nasional, dan zaman pertengahan.”

13 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

4. Mispersepsi akan Romantisisme pada Puisi Korea tahun 1920-an Melalui puisi-puisi yang telah dianalisis pada bagian sebelumnya, penulis menemukan beberapa kemiripan tema dan karakteristik pada puisi. Persamaan karakteristik yang ditemukan adalah penekanan pada penggunaan objek alam, baik sebagai simbol maupun sebagai instrumen pendukung suasana, dan emosi yang terpancar melalui gaya bahasa penulis-penulis tersebut. Selain itu, terdapat tema yang berulang pada puisi-puisi di atas yaitu tema nasionalisme. Karakteristik romantik berupa penggunaan objek-objek alam dapat ditemukan dengan jelas pada puisi-puisi Han Yong Un dan Kim So Wol. Objek alam juga ditemukan pada puisi Yi Sang Hwa, namun bukan merupakan hal yang mendominasi puisi-puisi Yi Sang Hwa. Karakteristik kedua yang dominan ditemukan dalam puisi ketiga penyair ini adalah keterkaitan penyair dengan emosi. Berbagai tema yang berkaitan dengan emosi seperti hasrat nasionalisme, frustrasi, dan kesedihan muncul pada puisi-puisi di atas. Di antara ketiga penyair yang telah dibahas, Yi Sang Hwa ditemukan sebagai penyair yang puisi-puisinya didominasi oleh emosi yang meluap-luap. Kontras emosi yang terdapat antara puisi Yi Sang Hwa, Han Yong Un, dan Kim So Wol kemungkinan besar berkaitan dengan label emosi ‘maskulin’ dan ‘feminin’ yang diberikan oleh orang Korea terhadap masing-masing penyair.12 Wanita tradisional Korea sangat memiliki keterbatasan dalam hal berbicara, menulis, dan beraspirasi secara keseluruhan. Sebaliknya, pria sangat dianjurkan untuk mendominasi dan mengungkapkan pemikirannya sebagai bentuk kepemimpinan. Jika puisi-puisi Yi Sang Hwa dianalogikan sebagai laki-laki yang bebas berekspresi, sementara Han Yong Un dan Kim So Wol sebagai wanita yang memiliki banyak keterbatasan dalam mengungkapkan emosinya, maka hal ini sesuai dengan kekontrasan emosi yang terpancar pada puisi ketiga penyair ini. Kontras emosi ini menjadi salah satu kemungkinan munculnya mispersepsi romantisisme dalam puisi Korea. Selain alam dan emosi, karakteristik romantisisme yang ditemukan pada ketiga penyair ini adalah rasa nasionalisme yang terpancar pada puisi-puisi, baik secara implisit maupun eksplisit. Berbeda halnya dengan Yi Sang Hwa, Han Yong Un dan Kim So Wol menggunakan cara lain untuk mengekspresikan nasionalisme mereka. Kritik sosial dan

12 Pada situs-situs puisi terkenal di Korea seperti poemlane.com dan seelotus.com, ditemukan kata 여성적이다 (yeoseongjokida) yang berarti ‘feminin’ digunakan untuk mendeskripsikan puisi Kim So Wol dan Han Yong Un. Penulis kemudian melakukan penelitian kecil mengenai hal ini. Hasil yang ditemukan adalah banyak tugas apresiasi puisi oleh siswa Korea yang diunggah pada situs naver.com mengatakan hal serupa.

14 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

deskripsi kondisi masyarakat Korea disembunyikan dengan samar oleh Han Yong Un di balik simbol-simbol alam pada puisinya. Di sisi lain, Kim So Wol memberikan semangat nasionalisme dengan cara lain, yaitu bentuk puisi yang mengadopsi bentuk syair tradisional Korea. Melalui persamaan dan perbedaan yang telah ditemukan di antara ketiga penyair, maka penulis akan mencoba mendeskripsikan letak mispersepsi pada puisi romantik Korea tahun 1920-an. Pertama-tama, terdapat faktor sejarah berupa kontrol dari Jepang yang dapat menghasilkan mispersepsi. Faktor kedua yang kemungkinan menyebabkan terjadinya mispersepsi masih berkaitan dengan keterbatasan pengetahuan pada masa itu, yaitu masalah penerjemahan ganda. Faktor ketiga berkaitan dengan penyair dan karya-karya mereka, yaitu melalui analisis karya-karya yang sudah dilakukan pada bagian sebelumnya. Perbedaan karakteristik yang menonjol pada ketiga penyair dapat menimbulkan persepsi yang berbeda- beda di antara pembacanya mengenai mana puisi romantik mana yang bukan.

Penutup Romantisisme masuk ke Korea sebagai bagian dari Masa Pencerahan dan modernisasi yang diinduksi oleh penjajahan Jepang. Namun, modernisasi muncul secara dipaksakan oleh Jepang tersebut menimbulkan semacam pergeseran mengenai konsep romantisisme itu sendiri. Pada penelitian ini, penulis telah menganalisis masing-masing tiga karya dari tiga penyair romantik Korea yang populer pada tahun 1920-an, yaitu Yi Sang Hwa, Kim So Wol, dan Han Yong Un. Melalui analisis yang telah dilakukan, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa ketiga penyair ini masing-masing memiliki karakteristik romantik yaitu kedekatan dengan alam, emosi personal yang ingin diekspresikan, dan keinginan untuk mengutarakan rasa nasionalisme melalui karya-karyanya. Nasionalisme, kesedihan, dan kehilangan menjadi tiga tema utama pada puisi-puisi yang dikaji pada penelitian ini. Hal ini berkaitan dengan kondisi sosial dan politik Korea pada masa itu. Letak perbedaan ketiga penyair ini secara umum terletak pada gaya penyampaian emosi melalui puisi-puisi yang telah dikaji, di samping dari karakteristik masing-masing penyair yang sudah dijelaskan. Yi Sang Hwa memiliki penyampaian emosi yang lebih dinamis, terlihat dari pergerakan alur emosi yang jelas melalui ketiga puisinya yang dibahas pada penelitian ini. Karakteristik ini juga ditemukan pada salah satu puisi Han Yong Un, namun pergerakan tersebut hanya terjadi sekali dan tidak sekontras yang disajikan oleh Yi Sang Hwa. Perbedaan kedua yang menarik adalah maskulinitas dan feminitas penyair. Seperti

15 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

telah dikatakan pada bab sebelumnya, terdapat nuansa maskulin pada puisi-puisi Yi Sang Hwa dan nuansa feminin pada puisi-puisi Han Yong Un dan Kim So Wol. Kedua perbedaan inilah yang menjadi landasan penulis untuk menganalisis letak mispersepsi yang terdapat pada puisi romantik Korea. Salah satu karakter romantisisme yang sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya adalah luapan emosi dari penyair. Kemungkinan lain terjadinya mispersepsi adalah letak unsur yang dominan pada penyair-penyair. Perbedaan utama komponen yang mendominasi masing-masing penulis memungkinkan terjadinya mispersepsi bahwa A adalah penyair romantik sementara tidak halnya dengan B dan C ketika pada puisi A, B, dan C ditemukan karakteristik romantisisme.

Daftar Pustaka

Buku

권영민. 한국현대문학사 1896-1945. 민음사. 서울: 2002.

김소월, 권영민. 김소월 시 전집. 문학 사상사. 2007.

한용운. 님의 친묵. 문장. 1990.

한국문학평론가협회. 문학비평용어사전. 상. 서울시: 국학자료원. 2006

이선이, 김헌어, 채호선. 한국인을 위한 한국 문학사. 한국: 한국문화사. 서울: 2012.

이미경. 한국 낭만주의 문학 연구. 역락. 2009.

Abrams, M. H. English Poets: Modern Essays in Criticism. Oxford University Press, Oxford: 1975.

Abrams, M. H. The Mirror and The Lamp: Romantic Theory and The Critical Traditions. Oxford University Press, USA: 1971.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta: 2007.

Baldick, Chris. The Concise Oxford Dictionary of Literary Terms. Oxford University Press Inc., New York: 2001

Childs, Peter. Fowler, Roger. The Routledge Dictionary of Literary Terms. Routledge, Taylor & Francis Group, 2006.

16 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

Chung, Chong-wha. Modern Korean Literature: An anthology 1908-65. Routledge Taylor & Francis Group, USA: 2010.

Corbin, J., & Strauss, A. Basics of Qualitative Research: Techniques and Procedures for Developing Grounded Theory (3rd ed.). Thousand Oaks, CA: Sage, 2010

Cuddon, J.A. A Dictionary of Literary Terms and Literary Theory. Wiley-Blackwell, 2013

Cumings, Bruce. Korea's Place in the Sun: A Modern History. W. W. Norton, New York: 1997.

Grout, Donald Jay. Burkholder, J. Peter. Palisca, Claude V. A History of Western Music. W.W. Norton & Company, New York: 2005.

Hennink, Monique,& Hutter, Inge, & Bailey, Ajay. Qualitative Research Methods. London: Sage, 2010.

Izenberg, Gerald N. Impossible Individuality: Romanticism, Revolution, and the origins of Modern Selfhood. 1787-1802. Princeton University Press, 1992.

Knapp, Edgar H. The High School Journal Vol. 52, No. 7, English Education: “Reading Imaginative Literature”. University of Carolina Press. 1969.

Lee, Ki-baik. A New History of Korea. Ilchokak, Seoul: 1984.

Lee, Peter H. A History of Korean Literature. Cambridge University Press, 2003.

McGuinness, Patrick. T. E. Hulme: Selected Writings “Romanticism and Classicism”. Routledge, USA: 2004

Merriam-Webster, Inc. Merriam Webster’s Encyclopedia of Literature. Merriam-Webster, Springfield MA: 1995.

Murray, Christopher John. The Encyclopedia of the Romantic Era, 1760-1850, Volume 2. Taylor and Francis, 2004.

Stevens, David. Romanticism. Cambridge University Press, 2004.

Saul, Nicholas. The Cambridge Companion to German Romanticism. Cambridge University Press, Cambridge, UK: 2009.

Wellek, René. The Concept of “Romanticism” in Literary History. I. The Term “Romantic” and Its Derivatives. Duke University Press, 1949.

17 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016

Jurnal

Hyun, Theresa. “Byron Lands in Korea: Translation and Literary/Cultural Changes in Early Twentieth Century Korea”. Traduction, Terminiologie, Rédaction, vol. 10, n.1. 1997. McCann, David R. “The Meanings and Significance of So Wŏl’s Azaleas”, The Journal of Korean Studies Vol. 6. The Center for Korean Research in the Waetherhead East Asian Institure, Columbia University. 1989. Yom, Moo-Ung. A Study of Manhae Han Yong-un. Korea Journal. 1999.

Artikel

Pfau, Thomas. Romantic Moods: Paranoia, Trauma, and Melancholy, 1790-1840. JHU Press, 2005. Sohn, Hyun, Romanticism and Korea: A Missed Encounter?. Kookmin University, Seoul: 2010.

Publikasi Elektronik

Campbell, Sarah. Education About Asia: Teaching Korean Culture and History Through Korean Literature. Vol. 2 No.2. 2012 (www.kgbsd.org/cms/lib3/AK01001769/Centricity/Domain/783/Campbell_EAA- Fall2012.pdf, diakses tanggal 29 Oktober 2016, 17.09 WIB)

Kister, Daniel A. “Korean Culture versus British and American Culture”. Comparative Literature Studies, Vol. 30, No. 4, East-West Issue (1993) hal. 361-376. Penn State University Press, 1993. (http://www.jstor.org/stable/40246903 diakses tanggal 15 Septermber 2016, 14.55 WIB)

Leerssen, J. Notes Towards a definition of Romantic Nationalism. Instituut voor Cultuur en Geschiedenis, 2013. (http://hdl.handle.net/11245/1.408590 diakses tangggal 23 November 2016, 15:52 WIB)

Thaden, Edward C. The American Slavic and East European Review Vol. 13, No. 4: “The Beginning of Romantic Nationalism in Russia”. Desember 1954 (jstor: http://remote- lib.ui.ac.id:2059/stable/2491619 diakses tanggal 27 Oktober 2016, 21.46 WIB)

Skripsi

Astya, Bunga. Romantisisme pada Sejumlah Puisi Kim Sowol. Universitas Indonesia, Depok: 2016 [skripsi].

18 Meninjau Ulang ..., Brigitta Adriana, FIB UI, 2016