JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

PEMERTAHANAN BAHASA SASAK PADA KELUARGA BANGSAWAN (Studi Etnografi di Kabupaten Lombok Timur)

MUGNI (Dosen FKIP Universitas Nahdlatul Wathan NTB)

Abstract

The focus of this study is maintenance at Lombok noble family with subfokus, the domains of the Sasak language (base alus) use at the noble family, difficulties in maintaining Sasak language (base alus) at the noble family, and efforts noble family in maintaining Sasak language (base alus) at . Sources of data in this study is noble families who are living in and outside pedalaman at the Suradadi village, Padamara, and Rakam. Of the entire population is in accordance with criteria established by the determination of informan 28 researchers elected noble family. They stay in the interior, beyond pedalam in the village and outdoor. Methods of data collection in this research is observation, interview, documentation, questionnaires, and tests (translation). While the methods of data analysis using Spradley approach, by focusing on domain analysis, taxonomy, and the discovery of cultural themes. Data analysis is found noble families maentenance Sasak language (base alus) by using the language in communicating with family and others who are newly recognized. Language Sasak (base alus) are also used in electronic mass media programs (radio and local television are cared for by nobles). Domain of language use is a Sasak family, friendship, and religious. Sasak language is not used in the realm of work and schooling (education). Constraints in Sasak language maintenance is the claim that Sasak language (base alus) is a noble language, many noble families who live in the expansion, the Sasak language (base alus) does not economic value, less attention from Adat Sasak Assembly on cultural activities that require the use of base alus, and the government has not given attention

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

in Sasak language (base alus). As for the cultural theme of this research are terinventaris nobility Sasak language (base alus) in communicating with older nobility in terms of age and the trooper post in the genealogy; nobility families are use Sasak language (base alus) when meeting new people; Sasak language (base alus) did not learn from the priend of noble familiy, and for maintenaning Sasak lunguage need suport informal education and all Sasak sociaty. Keywords : maintenance, Sasak language, noble famil

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

A. Pendahuluan dan bahasa daerah. Bahkan- Masyarakat terdiri dari individu- bahasa daerah dapat juga dijadikan individu yang saling mempengaruhi dan sebagai media pembelajaran pada lembaga bergantung. Bahasa sebagai milik pendidikan tingkat dasar dan dapat juga masyarakat juga tersimpan dalam diri dijadikan sebagai media dalam masing-masing individu. Setiap individu menjalankan pemerintahan di tingkat dapat bertingkah laku dalam wujud daerah sebagai pelengkap bahasa bahasa. Tingkah laku bahasa individu ini Indonesia. Artinya bahasa daerah pada dapat berpengaruh luas pada anggota waktu-waktu tertentu dapat dijadikan masyarakat bahasa yang lain. Tetapi sebagai bahasa pengantar dalam dunia individu itu tetap terikat dengan sistem pemerintahan di daerah. dan aturan yang berlaku bagi semua Bahasa Sasak salah satu bahasa anggota masyarakat bahasa bersangkutan daerah yang terdapat di Nusa Tenggara (Hasan Alwi dan Dendy Sugono, 2003 : Barat. Bahasa ini dipergunakan sebagai 233) media komunikasi oleh suku Sasak yang Bahasa daerah, dalam penjelasan berdomisili di Pulau Lombok. Suku Sasak Pasal 36, Bab XV Undang-Undang Dasar adalah pendudk asli Pulau Lombok 1945, ditegaskan sebagai salah satu unsur dengan jumlah mayoritas. Bahasa Sasak kebudayaan nasional yang perlu dipelihara masih digunakan sebagai media dan dikembangkan. Dipandang dari komunikasi antarsuku Sasak. Tetapi dari fungsinya sebagai media komunikasi hasil observasi masyarakat Sasak sangat antara penuturnya, bahasa daerah jarang menggunakan bahasa Sasak dalam berfungsi sebagai (1) lambang pertemuan resmi sekalipun yang hadir di kebanggaan daerah, (2) lambang indentitas tempat itu hanya kelompok etnis Sasak. daerah, (3) alat penghubung di dalam Bahkan pada saat pertemuan masyarakat keluarga dan masyarakat daerah, (4) adat Sasak, tokoh-tokoh masyarakat sarana pendung budaya daerah dan bahasa Sasak dalam memberikan sambutan Indonesia, serta (5) pendukung sastra seringkali menggunakan bahasa Indonesia. daerah dan sastra Indonesia. Sementara Dalam rapat-rapat pemerintahan atau dalam hubunganya dengan fungsi bahasa organisasi kemasyarakatan sekalipun Indonesia, bahasa daerah berfungsi hanya dihadiri oleh kelompok etnis Sasak, sebagai (1) pendukung bahasa Indonesia, media komunikasi dalam pertemuan (2) bahasa pengantar pada tingkat tersebut sering kali menggunakan bahasa permulaan sekolah dasar di daerah tertentu Indonesia. untuk memperlancar pengajaran bahasa Di samping itu, bahasa Sasak tidak Indonesia dan/atau pelajaran lain, dan (3) diajarkan di sekolah-sekolah yang ada di sumber kebahasaan untuk memperkaya Lombok. Sekali pun ada yang bahasa Indonesia. Di samping itu, dalam mengajarkan dan menjadikannya sebagai keadaan tertentu dapat juga berfungsi muatan lokal tetapi itu hanya kebijakan sebagai pelengkap bahasa Indonesia di sekolah bersangkutan dan tidak sedikit dalam penyelenggaraan pemerintahan sekolah-sekolah di Pulau Lombok yang pada tingkat daerah. (Alwi dan Sugono, menjadikan bahasa Inggris sebagai muatan 2003 : 235) lokal. Padahal yang diharapkan penetapan Dalam tindak komunikasi sehari-hari mata pelajaran muatan lokal seharusnya bangsa Indonesia menggunakan bahasa menjadi kebijakan pemerintah daerah

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

(kabupaten/kota). Lebih-lebih pada era dipertahankan tidak terpengaruh dengan otonomi daerah, pemeritah daerah bahasa yang lain. Jadi suatu bahasa mendapat kesempatan untuk menjadikan dikatakan mempunyai daya tahan apabila bahasa daerah menjadi muatan lokal di suatu bahasa dapat mempertahankan daerah bersangkutan. bahkan berpeluang dirinya walaupun disaingi oleh bahasa lain. menjadikan bahasa daerah sebagai media (Ronald H. Southerland dan Francis komunikasi dalam menjalankan Katamba, 1997 : 561). Apabila suatu pemerintahan di daerah. bahasa tidak dapat dipertahankan maka Suku Sasak sebagai pemakai bahasa bahasa tersebut kedudukannya digeser oleh Sasak dari segi status sosial dibagi menjadi bahasa lain. Pergeseran ini muncul ketika dua kelompok, yakni kelompok bangsawan para penutur bahasa bersangkutan memilih (menak) dan kelompok masyarakat biasa bahasa baru untuk mengganti bahasa (jajarkarang/bulu ketujur). Kelompok sebelumnya. Hal ini juga bisa terjadi bila bangsawan dibagi menjadi dua tingkat dan penutur bahasa menggunakan variasi lain kelompok masyarakat biasa hanya satu yang ada dalam bahasa bersangkutan. tingkat seperti ditegaskan oleh Mahyuni Fasold menegaskan bahwa suatu bahasa “Traditionally, Sasak people were divided dikatakan bertahan apabila para penuturnya into four social classes : Raden „prominent tetap menggunakan bahasa tersebut secara nobles‟, menak and perwangse „ordinary kolektif atau bersama-sama dalam ranah- nobles‟, and jajarkarang or bulu ketujur ranah pemakaian tradisional. ( Ralph „commoners‟. ( Mahyuni, 2006 : 41). Fasold, 1987 : 213) Pemertahanan bahasa (language Menurut Southerland dan Katamba maintenance) menurut istilah adalah sama salah satu faktor yang paling menentukan dengan pemeliharaan bahasa atau dalam pemertahanan bahasa adalah ketika penggunaan bahasa oleh suatu masyarakat para penutur suatu bahasa mewariskannya bahasa (guyup tutur) dengan media massa, kepada anak-anaknya. Hal ini terjadi bila keagamaan, dan pendidikan. Pemertahanan para penutur suatu bahasa ingin bahasa ini bisa juga dilakukan oleh menunjukkan identitasnya. Dan, perorangan. (Jack Richards, John Platt, dan pemertahanan bahasa terjadi ketika mereka Heide Weber, 1987 : 158) Sementara Janet memelihara budaya dan agama dengan Holmes menegaskan bahwa pemertahanan menggunakan bahasanya. (Katamba, 1997 bahasa adalah usaha menggunakan suatu : 561). bahasa dalam berbagai situasi. ( Janet Fokus penelitian ini adalah Holmes, 1994 : 61). Begitu juga, Harimurti pemertahanan bahasa. Ada beberapa Kridalaksana menegaskan bahwa penelitian yang relevan dengan fokus ini pemertahanan (pemeliharaan) bahasa seperti penelitian yang dilakukan oleh adalah usaha agar suatu bahasa dihargai, Sumarsono dengan fokus pemertahanan terutama sebagai identitas kelompok dalam bahasa Melayu Loloan di . Penelitian masyarakat bersangkutan melalui ini dilakukan pada tahun 1990. Bahasa pengajaran, kesusastraan, media massa, dan Melayu Lolan adalah bahasa yang dipakai lain-lain. (Harimurti Kridalaksana,1993 : oleh kelompok pendatang minoritas yang 159) beragama , tinggal di Kota Negara, Pemertahanan bahasa terjadi jika di antara guyub tutur bahasa Bali yang suatu bahasa dipakai berdampingan dengan merupakan mayoritas. Pemertahanan bahasa yang lain. Bahasa yang bahasa guyub tutur khususnya terhadap

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

bahasa Bali sangat kuat karena dalam mempertahankan bahasa Jawa terkonsentrasinya pemukiman mereka mereka daripada yang tidak ditambah lagi dengan adanya sikap berpendidikan; (3) mereka yang bekerja akomodatif dari penutur bahasa Bali di sektor formal (pegawai) lebih kuat terhadap bahasa Melayu Loloan. Di mempertahankan bahasa Jawa mereka samping itu, kesetiaan guyub itu terhadap daripada mereka yang bekerja di sektor bahasanya tinggi karena bahasa Melayu non-formal (pedagang, petani). Loloan merupakan lambang identitas Pemertahanan bagi mereka yang disebut guyub tutur itu sebagai pemeluk agama pada poin tiga masih lebih kuat Islam. Selain itu juga yang berperan untuk dibandingkan dengan kelompok pelajar. bertahannya bahasa Melayu Loloan Akhirnya, dengan sendirinya mereka yang terhadap bahasa Bali adalah proses bermukim di pemukiman yang homogen pengalihan bahasa Melayu Loloan yang lebih kuat pertahanan bahasanya daripada berlangsung terus menerus dari generasi mereka yang bermukim di pemukiman yang satu ke generasi berikutnya. yang heterogen. (Basuki Suhardi, 2009 : Dibandingkan dengan pemertahana bahasa 50). Bali, pemertahanan bahasa guyub tutur Sudirman Wilian mengadakan bahasa Melayu Loloan terhadap bahasa penelitian dengan fokus pemertahanan Indonesia lebih lemah. Kalau terhadap bahasa dan pergeseran identitas etnis, bahasa Bali mereka tidak mengenal kajian atas dwibahasawan -Sasak toleransi, terhadap bahasa Indonesia di Lombok. Penelitian ini dilakukan pada mereka bersifat akomodatif kecuali di 2006 di beberapa desa yang terdapat ranah rumah tangga, khususnya mereka masyarakat Sumbawa di Pulau Lombok.. yang berusia di bawah 30 tahun. ( Mereka adalah kelompok etnis Sumbawa Sumarsono, 1993 : 227) yang sejak tiga abad yang silam karena Penelitian Lukman dalam Basuki sebab-sebab kesejarahan mereka bermukim Suhardi dengan fokus pemertahanan di Pulau Lombok yang etnis asli adalah bahasa Jawa oleh penuturnya yang di suku Sasak. Warga Sumbawa tersebut daerah transimigrasi Wonomulyo Polmas terutama yang berusia 20 tahun, Kabupaten Polewali Mamasa, mengindentifikasikan diri lebih sebagai Selatan. Pembagian tugas antara orang Sasak daripada sebagai orang pemakaian bahasa Jawa dan bahasa Sumbawa. Dalam perilaku sebagian di Indonesia tertata dengan jelas. Bahasa antara mereka mengikuti adat-istiadat Jawa dipakai di ranah rumah tangga, Sasak atau campuran Sasak-Sumbawa. ketetanggaan, dan yang bersifat Secara kultural kebudayaan Sasak banyak tradisional, sedangkan bahasa Indonesia memperlihatkan pengaruh kebudayaan Bali dipakai di ranah-ranah pendidikan, sedangkan kebudayaan Sumbawa lebih pemerintahan, agama, dan situasi yang banyak dipengaruhi oleh kebudayaan bersifat formal. Temuan dari penelitian Bugis. Yang menarik adalah meskipun Lukman tersebut antara lain (1) mereka menganggap diri mereka sebagai pemertahanan bagi mereka yang berusia orang Sasak, mereka tetap memakai bahasa di atas 50 tahun terhadap bahasa Jawa Sumbawa sebagai sarana komunikasi lebih kuat daripada mereka yang berusia antara sesamanya, khususnya di ranah di bawahnya; (2) mereka yang rumah tangga, pertemanan, dan berpendidikan SD, SMP, SMA lebih kuat ketetanggaan. Pemukiman mereka yang

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

terkonsentrasi sehingga membentuk dilakukan oleh Arzaki (1988) dan Mahsun masyarakat yang homogen sangat (2006) (Mahsun, 2006 : 1) mendukung dipakainya bahasa Sumbwa. Penelitian yang dilakukan oleh Demikian juga sikap mereka yang positif Teeuw difokuskan pada penutur bahasa terhadap bahasa mereka menjadi faktor lain Sasak yang tersebar di 180 buah desa dari dipertahankannya bahasa Sumbawa. sebagai daerah pengamatan dan tiap-tiap Mereka bangga memakai bahasa Sumbawa desa dijaring data kebahasaan dengan dan secara terus menerus mengalihkan berpatokan kepada 250 daftar pertanyaan. bahasa mereka kepada anak cucu mereka. Dari penelitian ini diperoleh 78 buah peta Kawin campur tidak serta merta bahasa yang semuanya tertuang dalam berpengaruh pada pemakaian bahasanya. laporan penelitian yang berjudul “Dialect- Di mana ada kesempatan mereka memakai atlas van of Lombok (Indonesia)”. Adapun bahasa Sumbawa. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh bahasa Melayu Loloan, menghadapi bahasa Herusantoso dkk. (1987) merupakan salah Sasak pemertahanan bahasa Sumbawa satu kajian dari keseluruhan kajian variasi- lebih kuat daripada ketika menghadapi bahasa-bahasa di Nusa Tenggara Barat bahasa Indonesia. Penutur bahasa tetapi dengan daerah dan jumlah Sumbawa lebih bersifat akomodatif pertanyaan yang sangat terbatas sehingga terhadap bahasa Indonesia daripada tidak dapat dijadikan sebagai landasan terhadap bahasa Sasak. Sedikit demi sedikit untuk kajian yang bersifat diakronis. bahasa Indonesia mulai mempengaruhi Sementara kajian yang dilakukan pemakaian bahasa mereka. Keadaan ini oleh Mbete, berkaitan dengan upaya merupakan gejala yang wajar. Para penutur menjelaskan hubungan kekerabatan antara bahasa Sumbawa menempatkan bahasa tiga bahasa, yang oleh Dyen (1965) Indonesia lebih tinggi daripada bahasa dikelompokkan dalam kelompok Bali mereka dan selanjutnya menempatkan (Bali subgrup), yaitu bahasa Bali, Sasak, bahasa mereka lebih tinggi daripada bahasa dan Sumbawa dengan melakukan Sasak. Sudirman Wilian, 2006 : 244). rekonstruksi bahasa purbanya, yang Penelitian tentang bahasa Sasak disebut dengan proto bahasa Bali, Sasak, menurut Mahsun bahwa telah banyak dan Sumbawa. dilakukan terutama yang berkaitan dengan Selain penelitian yang struktur seperti yang dilakukan oleh Tohir menyinggung struktur dan variasi-bariasi dkk.(1980/1981 dan 1981/1982), Paridi bahasa, terdapat pula penelitian yang (1997), dan Mu‟adz (1997). Selain menyinggung pembagian dialek bahasa penelitian deskriptif sinkronis seperti di Sasak, seperti penelitian yang dilakukan atas, penelitian yang mengambil objek oleh Tohir tentang tata bahasa Sasak. sasaran bahasa Sasak, penelitian yang Salah satu hasil penelitian tersebut adalah mengambil objek sasaran bahasa Sasak segmentasi bahasa Sasak atas lima buah dari sudut pandangan teori variasi dan dialek, yaitu meno-mene, ngeno-ngene, kekerabatan bahasa juga pernah dilakukan ngeto-ngete, ngeno-mene, dan meriak- oleh peneliti-peneliti terdahulu sepeti meriku. Pembagian atas lima dialek bahasa Teeuw (1951), Herusantoso dkk (1987), sasak tersebut merupakan perbaikan atas dan Mbete (1990). Penelitian tentang usul jumlah dialek bahasa Sasak yang variasi (dialek) bahasa Sasak juga diajukan oleh Arzaki, yang juga membagi dialek Bahasa Sasak menjadi lima buah

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

dengan nama yang relatif sama, yaitu sebagai pengetahuan yang diperoleh dialek meno –mene, ngeno-ngene, koto- manusia yang digunakan untuk kute, ngeno-mene, dan meriak-meriku. menginterpretasikan dan menimbulkan Tahir dan Arzaki dalam pembagian dialek perilaku. Perilaku dalam konteks ini tersebut berpijak pada bentukan yang adalah perilaku subjek yang diteliti, yaitu menjadi relasi makna „begini‟ dan orang tua (ibu-bapak) anak-anak, tetangga, „begitu‟. Yang terdapat pada daerah pakai dan keluaraga lain atau dalam kegiatan di bahasa Sasak yang diamati. sekolah formal berupa perilaku guru dan Sementara itu, Mahsun membagi siswa dalam kegiatan pembelajaran baik di dialek bahasa Sasak berdasarkan dalam kelas maupun di luar. Dalam daerah/wilayah pemakaian dengan pengumpulan data penelitian, peneliti mendasari analisis pada pemahaman dibantu oleh masing-masing 4 orang dari timbal balik, isoglos, dan relasi vokal pada masing-masing lokasi penelitian. Mereka silabel ultima dan atau penultima. adalah penduduk asli desa bersangkutan Berdasarkan analisis tersebut terungkap yang kebetulan mahasiswa peneliti pada bahwa bahasa Sasak terbagi ke dalam Universitas Nahdlatul Wathan Mataram empat dialek, yaitu dialek bayan (DB), dan Sekolah Tinggi Manajemen dialek pujut (DP), dialek selaparang (DS), Informatika dan Komputer (STMIK) dan dialek aik bukak (DA), serta masing- Syaikh Zainuddin Nahdlatul Wathan masing dialek (kecuali DA) memiliki Anjani Lombok Timur. Dengan demikian variasi subdialektal. (Mahsun, 2006 : 73) asisten peneliti berjumlah 12 (dua belas) Di samping fokus-fokus penelitian orang. Mereka bertugas mengumpulkan di atas, bahasa Sasak juga diteliti dari segi data dengan instrumen, alat-alat perekam, gaya berbahasa penuturnya, seperti dan lembaran catatan etnografi yang telah dilakukan oleh Mahyuni dan disiapkan oleh peneliti. Sebelum asisten menyimpulkan bahwa gaya berbahasa peneliti turun lapangan maka mereka masyarakat Sasak dipengaruhi oleh adanya terlebih dahulu diberi pengarahan tentang diglosia dalam bahasa Sasak dengan klaim langkah-langkah yang harus dilakukan dan bahwa tingkat-tingkat penggunaan bahasa situasi sosial yang harus diobservasi. Hasil (level of speech) itu dipergunakan oleh pengumpulan data tersebut secara berkala kelompok masyarakat tertentu (bangsawan dikumpukan untuk dianalsis sekaligus non bangsawan). (Mahyuni, 2006 : 44) sebagai pijakan untuk pengumpulan data selanjutnya. B. Metode Penelitian Dalam penelitian ini ada tiga jenis data yang dibutuhkan, yakni data tentang Pendekatan dalam penelitian ini pemertahanan bahasa Sasak berupa kata- adalah kualitatif dengan metode etnografi. kata dan tindakan subjek penelitian, Penelitian etnografi merupakan satu sedangkan sumber data ketiga sebagai penelitian yang mengkaji perilaku manusia pelengkap/pendukung bersumber dari dalam setting alamiah dengan penekanan dokumen. Kata-kata dan tindakan subjek dari perspektif budaya. Menurut James P. yang berkaitan dengan pemertahanan Spradley etnografi adalah hasil karya yang bahasa Sasak pada keluarga bangsawan. menggambarkan budaya atau aspek-aspek Pemertahan tentunya terkait dengan budaya. (James P. Spradley, 1980 : 3) penggunaan bahasa Sasak (bahasa Sasak Pada bagian lain Spradley mendefinisikan halus/base Sasak alus) pada keluarga

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

bangsawan dalam berkomunikasi sehari- menyatakan bahwa mereka hari. menggunakan bahasa Sasak. Dokumen atau data pendukung Selanjutnya secara lebih khusus, dalam penelitian ini merupakan sumber angket menanyakan tentang penggunaan sekunder. Dokumen yang digunakan bahasa Sasak halus dalam tindak dalam penelitian ini berupa catatan-catatan komunikasi keluarga bangsawan. yang ada di kantor desa berupaka tipografi Keluarga bangsawan bila bekomunikasi desa, keadaan penduduk, dan catatan- dengan suami/istri 59,5 % selalu catatan lain tentang bangsawan Sasak. menggunakan bahasa Sasak halus, Sumber data utama (primer) adalah dengan orang tua 70,3 %, dengan anak- keluarga bangsawan yang ditetapkan anak 48,6 %, dengan kakak 64,9 %, berdasarkan pendekatan purporsive dengan adik 48,6 %, dengan dengan teknik snow ball (bola salju). kakek/nenek 75,7 %, dengan keponakan C. Hasil dan Pembahasan 32,4 %, dengan tetangga 59,5 %, Untuk mendapat data tentang dengan rekan sesama keluarga upaya keluarga bangsawan bangsawan 64,9 %, dengan rekan non mempertahankan bahasa Sasak halus bangsawan 10,8 %, di tempat umum (base alus), teknik pengumpulan data yang sepeti musholla, masjid, tempat pesta, dipergunakan adalah wawancara, dan lain-lain 51,4 %. observasi, dan penyebaran angket dan tes Dari sebaran data hasil angket kemampuan berbahasa Sasak halus bagi tersebut dapat diambil kesimpulan anak-anak bangsawan yang berada di bahwa keluarga bangsawan bila bangku pendidikan. Teknik pengumpulan berkomunikasi dengan suami, sang istri data ini dilakukan pada keluarga selalu menggunakan bahasa Sasak halus. bangsawan yang terpilih sebagai sampel di Bila berkomunikasi dengan orang yang Desa Suradadi, Desa Padamara, dan lebih tua di dalam keluarga Kelurahan Rakam. menggunakan bahasa Sasak halus. Dari hasil wawancara yang Tetapi bila berkomunikasi dengan orang dilakukan oleh peneliti, rata-rata yang lebih muda (anak-anak) mereka keluarga bangsawan yang berdomisili di dan suami kepada istri jarang pedalaman mengatakan bahwa mereka menggunakan bahasa Sasak halus. mempertahankan penggunaan bahasa Mereka menggunakan bahasa Sasak Sasak halus. Pemertahanan ini dilakukan halus bila berkomunikasi dengan sesama dengan mengggunakan bahasa Sasak bangsawan tetapi tidak menggunakan halus dalam berkomunikasi sehari-hari bahasa Sasak halus bila bekomunikasi di rumah maupun di luar rumah dengan dengan keluarga non-bangsawan. keluarga. Begitu juga dari hasil angket Sementara di tempat-tenpat umum yang disebarkan. Angket berisi 25 butir mereka menggunakan bahasa Sasak pernyataan/pertanyaan dan disebarkan halus. kepada 28 orang orang tua bangsawan Fenomena ini sejalan dengan apa yang tinggal di pedalaman dan di luar yang dikemukan oleh Ferguson dalam pedalaman. Pada poin pertanyaan Sumarsona bahwa diglosia itu tentang pengguaan bahasa Sasak di dijelaskan dari sembilan segi, yakni tengah-tengah keluarga 93,7 % fungsi, prestise, warisan tradisi tulis- menulis, pemerolehan, pembakuan,

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

tatabahasa, leksikon, dan fonologi. menggunakan bahasa Sasak halus di atas Penggunaan bahasa Sasak halus seperti 60 % bila berkomunikasi dengan sesama tercermin di atas menunjukan pembagian bangsawan mungkin mereka diglosi dari segi prestise, yakni sikap menganggap diri sama-sama superior. Di penutur dalam guyug diglosia bahwa samping itu juga, mereka menggunakan bahasa halus/tinggi (H) itu superior bahasa Sasak halus bila berada di (unggul), lebih gagah, dan lebih nalar tempat-tenpat umum sebagai implikasi (logis). Ragam rendah/kasar (L) dari prestise dalam pembagian diglosia dianggap lebih rendah (inferior) bahkan yang dikemukan oleh Ferguson dalam keberadaanya cenderung dihindari. Fishman. Tetapi dengan rendahnya Sikap-sikap sepeti ini juga diakui oleh penggunaan bahasa Sasak halus dengan penutur yang tidak mengerti bahasa anak-anak menunjukkan bahwa halus/tinggi (H). Seemnatara itu, pendidikan informal di tengah-tengah menurut Dell Hymes dalam levels of keluarga untuk meregenerasikan bahasa speech di dalamnya terdapat nilai-nilai Sasak halus kepada generasi muda kesederhanan, merendahkan diri menjadi tidak berjalan dengan maksimal (pembicara), sopan santun, karena pendidika informal itu berangkat penghormatan, dan lain-lain Hal ini dari pemberian contoh di tengah-tengah sejalan dengan trianggulasi yang peneliti keluarga dan anak-anak lambat laun lakukan dengan salah seorang tokoh akan mengikuti contoh-contoh tersebut. bangsawan Sasak yang juga akademisi Dan, khsusus untuk pemerolehan bahasa Universitas Mataram (H.Lalu Wirajuna, salah satu metodenya adalah dengan S.H.,M.S.) menegaskan bahwa menyimak. pengunaan bahasa halus pada hekikatnya Dalam pembinaan penggunaan menghormati lawan bicara dan bahasa Sasak halus di tengah-tengah merendahkan diri pimbicara. Itulah keluarga atau sikap bahasa, orang tua sebabnya bahasa halus itu digunakan yang selalu menegur anak-anak bila oleh orang yang lebih rendah baik dari tidak menggunaan bahasa Sasak halus segi umur, status dalam keluarga, sebanyak 45,9 %, kakak adik 40,5 %, kedudukan sosial kepada orang yang keponakan 45,5 %, non bangsawan 40,5 lebih tua atau lebih tinggi status %.. Ini berarti bahwa keluarga sosialnya. Kalaupun ada orang yang bangsawan kurang dari 50 % menegur lebih tinggi menggunakan bahasa halus keluarganya bila tidak menggunakan kepada yang lebih rendah maka itu bahasa Sasak halus. Hal ini menunjukan merupakan penghormatan kepada yang sikap bahasa yang kurang positif. bersangkutan atau mungkin juga itu Menyangkut pelestarian bahasa merupakan ledekan atau cemohan Sasak halus, keluarga bangsawan 86,5 % (penghinaan). setuju untuk dilesatrikan. Mereka juga Hal ini terbukti bahwa keluarga menginginkan pengunan bahasa Sasak bangsawan kurang 50 % mengunakan halus pada semua kegiatan, dengan bahasa sasak halus bila berkomunikasi tingkat persentase 75,7 % dari seluruh dengan anak-anak, dan hanya 10 % yang informan. Dan, mereka juga mengatakan menggunakan bahasa halus bila bahwa keluarga paling berperan dalam bekomunikasi dengan orang-orang yang pelestarian/pemertahanan bahasa Sasak non bangsawan. Tetapi mereka halus, dengan persentase 67,6 %.

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

Hasil angket ini juga didikung bahasa Sasak bahasanya dengan hasil observasi yang dilakukan bangsawan, tidak...tidak. Bahasa pada keluarga bangsawan seperti Sasak halus ini sangat baik, diungkapkan oleh informan sebagai mengandung nilai-nilai yang berikut: diajarkan oleh agama. Kalau kita berbicara dengan menggunakan “Dewek melet gati antek base bahasa Sasak halus harus diikuti sasak alus ninki talestariang. dengan gerakan tangan, Caranta antek ta kadu ia lek membukukan badan, selapu kegiantan masyarakat menundukkan kepala, Sasak, lek keluarga, lek menggerdipkan mata, dan kehidupan bermsyarakat sak lain, sterusnya. Dan, dalam bahasa lek kegiatan keagaaman, lek Sasak halus ini tidak ada kata- sekolah, bila perlu lek kata yang mendorong emosi. pemerintahan. Base Sasak alus Pokoknya bahasa Sasak halus ini niki nenten na pekayunan dengan sangat bagus-sangat bagus). bangaswan doang lagu si sebenarna pekayunan selapok dengan Sasak. Niki sak salah Pernyataan yang dikemukakan anggapan dengan Sasak, base oleh infoman pertama sama Sasak alus pekayunan dengan apa yang dikemukan oleh bangsawan,...nenten- infoman berikut : nenten...... Base Sasak alus niki sangat solah berisi nilai-nilia sak “Base Sasak alus wajib ta ta ajaran ngadu agama. Lamun ta pertahanang jari dengan Sasak. ngeroas ngadu base Sasak alus Sengak lek base sasak alus niki harus ta iringan dait gerakan tatemuang jati diri dengan Sasak tangan, membukukan badan, si solah-solah. Dengan sasak menundukkan kepala, sanget ngormati tamu, dengan mengerdipkan mata, dan sterusna. Sasak endah ngormatin dengan si Dait lek base alus niki, dara kate- epen bale. Lamun ta suruk tamu kate sak dorong emosi. Pokona tame lek bale, misalnya, pasti ta base alus niki kadung bebaos “ngiring melinggih le solah....kadung solah....” dalam” sampil kita mengakat ibu (Sangat berkeingin supaya bahasa jari dan angak membukukkan Sasak halus ini dilestarikan. badan. Laguk maun ta ngdu base Caranya supaya dipakai oleh Sasak si biasa/ kasar, tidak perlu semua suku Sasak, di keluarga, kita mengangkat ibu jari dan kegiatan suku Sasak yang lain, membukuukan badan, misalna “ kegiatan keagamaan, di sekolah, ka tama tono” atau “ka tama oah bila perlu dipemerintahan. tono”. Jari nurut tiang base Sasak Bahasa Sasak halus ini tidak alus niki base si cerminan budaya untuk bangsawan saja sebenarnya Sasak si solah. Jari perlu ta untuk semua orang Sasak. Ini pertahanang, darak lain caranta anggapan yang salah bahwa selain ngadu iaya jare base kerantenta lembe jana.

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

(Bahasa Sasak halus wajib and complementary (i.e., dipertahankan oleh orang Sasak nonconflictual) and indeed, little if karena dalam bahasa Sasak halus any conflict between them was ini ditemukan jati diri orang possible in view of the functional Sasak yang baik-baik. Orang separation between them. This sasak sangat menghormatin tamu saparation was most often along dan orang Sasak juga the lines of an H (ing) language, menghormati tuan rumah. Kalau on the other hand, utilized in kita menyuruh tamu masuk ke conjuntion with religion, rumah pasti kita berkata education, and other aspect of high “sialhkan masuk sambil culture, and an L(ow) language, negangkat ibu jari dan on the other hand, utilized in membukukkan badan”. Tetapi conjuntion with everyday pursuits kalalu menggunakan bahasa of hearth, home, and lower work kasar/bahasa Sasak bisa tidak sphere.” bisa kita mengaangkat ibu jari dan membungkukan badan, Motivasi untuk melestarikan misalnya “tama tono atau ka bahasa Sasak halus ini sangatlah tama tono”. Jadi menurut saya mendukung tetapi dari data pelestarian bahasa Sasak halus ini bahasa dan penggunaan terjadi kotradiksi antara yang mencerminkan budaya fakta pembinaan. Di mana orang Sasak yang bagus. Jadi pelestarian/pemertahan dengan peran perlu dipertahankan dengan cara keluarga mencapai persetasi persetujuan menggunakanya pada setiap di atas 60 %. Begitu juga halnya dengan tempat dan kesempatan). hasil observasi semua informan bahwa pelesatarian itu penting karena alasan- Kedua informan di atas sepakat alasan di atas. Sementara bahwa bahasa Sasak perlu pembinaan/penggunaan dalam kegiatan dilestarikan/perlu dipertahankan dengan berbahasa dalam keluarga persentasenya cara menggunakannya dalam kegiatan hanya 50 %. komunikasi sehari-hari. Pemertahanan Dari data di atas dapat ini diperlukan karena dalam bahasa disimpulkan bahwa dalam kapasitas apa Sasak halus ini ditemukan nilai-nilai pun bangsawan Sasak yang terkait budaya yang merupakan jati diri orang dengan proses munculnya status Sasak yang merupakan cerminan dari kebangsawanannya setuju bahwa bahasa ajaran agama yang dianut. Dalam data Sasak halus harus dilestarikan. Dalam statistik di Nusa Tenggara Barat suku adat Sasak, perempuan bangsawan Sasak Sasak 99,7 % beragama Islam dan 0,3 yang menikah dengan keluarga non- % bergama Budha. Tetang adanya bangsawan (jajarkarang) harus keluar tingkah laku, sikap, dan nilai-nilai dalam dari status kebangsawanannya. Bahkan diglosia dikemukan oleh Fishman: pada zaman dahulu semua keluarga bangsawan Sasak yang bersangkutan ...Both sets of behaviors, dibuang/dikeluarkan dari silsilah attitudes, and values were fully keluarga. Yang bersangkutan tidak accepted as culturally legitamate dianggap lagi sebagai keluarga dan

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

selama menikah tidak diperkenankan X family was trying to disobey datang ke rumah keluarga. Tetapi bila the adat by not isolating the mereka bercerai maka yang daughter in its total sense. What bersangkutan diterima kembali. Bahkan happen, the X family was ada juga keluarga bangsawan yang excluded from their clan in the secara sengaja menyuruh pihak ketiga village. The exclusion was made untuk mempengaruhi putrinya untuk by building „lambah‟ „a bercerai. Tetapi sekarang sudah banyak tradtional wide and high fence‟. ditentang oleh generasi muda Sasak It probably took more than 2 sebagaimana yang ditegaskan oleh years, until they finally decided Mayuni to isolate the daughter. The “For instance, a menak „nobel‟ marriage og this couple only family was considered „tendeh‟ in lasted a few years before she the family practiceed „neteh‟ divorced. Having been divorced, „isolating‟. This is a noun from of this girl still was not accepted by teteh „isolation‟, which means her family as adat reguired. The isolating one‟s daughter from the girl has to find a non-menak family because of marrying a family to accept her status and commoner. Ironically, a family stay with them. In the end she who is strongly in favour of neteh found one. She stayed with this becomes a parameter for the new a non-menak family for a quality of a tendeh few years until she got married familiy...... It was about eleven again to another man who is a years ago. There was a girl with menak, which brought her back two brothers in the X family. This to the previous family until now.” girl eloped with a non-menak „young commoner‟. The X family Dari pendapat di atas ditegaskan certainly did not want their bahwa perempuan keluarga bangsawan daughter to be married to a non- yang menikah dengan laki-laki menak as they realized the social keluarga non bangsawan di buang dari consequences of the marriage. keluarga dan berdomisli di rumah However, they had no power to suaminya serta tidak boleh datang ke stop them marrying. The wali rumah keluarga. Bila tiba-tiba sang „approve‟ was obtained from the perempuan datang ke rumah orang court (wali hakim), as the father tuanya dan kehadirannya di terima maka didn‟t approve the marriage. In keluarga tersebut akan diisolasi dalam the a few months or one year, the kehidupan adat di desa tempat yang X‟s family wanted to see their bersangkutan berdomiili bahkan sampai daughter and therefore they “ditutupi jalan”. Dengan demikian invited her and the husband to mereka tidak berkomunikasi lagi dengan visit them. According to adat „the keluarga bangsawan. Dengan begitu tradition‟, contact, in whatever beratnya saksi adat ini maka keluarga forms, between the X family and bangsawan yang putrinya menikah their daughter were not allowed, dengan non bangsawan terpaksa harus let alone visiting. This mean the memebuang (neteh) putrinya.

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

Dari hasil pengumpulan data yang (Sudah saya membeli beras dan dilakukan terhadap 6 (enam) orang kebutuhan-kebutuhan dapur informan perempuan bangsawan yang lainnya) menikah dengan non bangsawan dengan S : Cobaku gitak ape-ape jana teknik angket, wawancara dan observasi blinbi. maka dapat diambil kesimpulan bahwa (Coba saya liat apa-apa yang perempuan bangsawan tidak kamu beli) mengunakan bahasa Sasak halus dalam I : Aok gita bae...... bekomunikasi di tengah-tengah keluarga. (Iya liat saja) Mereka sangat jarang mengunakan Seharusnya : karena lawan bicaranya (suami) tidak S : Sampun embe pelungguh bisa menggunakan bahasa Sasak halus. lumbar? Bila sekali waktu yang bersangkutan (Sudah ibu dari mana) menggunakan dalam kosa kata halus I : Tiang sampun lekan peken. yang terbatas, seperti „inggih‟ (iya), (Saya sudah dari pasar) „tiang‟ (saya), „sampun‟ (sudah) dan S : Napi belin pelinggih? lain-lain, yang bersangkutan tidak (Apa yag ibu beli) mendapatkan respon yang seimbang dari I : Oah tiang beli beras, dait suami, anak-anak, mertua, dan lain-lain. kebutuan-kebutuhan dapur sik lain Artinya mereka dijawab dengan (Saya sudah membeli beras menggunakan bahasa Sasak kasar dan kebutuhan dapaur lainnya) (biasa). S : Coba tiang gitak ape-ape jana Sementara dari hasil observasi blin pelinggih. yang dilakukan dalam penelitian (Coba saya liat apa-apa yang terhadap keluarga bangsawan yang ibu beli) berdomisili di luar pedalaman ini tidak I : Inggih, silak seriok niki ...... sejalan dengan apa yang diperoleh dari (Silahkan diliat ini) angket. Para informan jarang menggunakan bahasa Sasak halus dalam Setelah data tersebut dan data-data berkomunikasi di tengah-tengah lain dicros cek maka peneliti keluarga. Kalau pun menggunakan mewawancari seorang ayah yang hanya terbatas pada kosa kata tertentu, menjadi tokoh bangsawan di Desa terutama pada kata-kata ganti orang dan Padamere (Lalu Payasan), dengan kata tunjuk, seperti dalam kutipan suami mengajukan pertanyaan “Mengapa dengan istrinya. suami tidak menggunakan bahasa halus S. : Oah bi lekan embe? pada istrinya. Sementara istrinya harus (sudah kamu dari mana?) menggunakan bahasa halus pada suami? I : Oah tiang lekan peken. Tokoh bangsawan ini menjawab : (Sudah saya dari pasar) Dalam budaya batur Sasak yang S : Apa belinbi? menggunakan bahasa halus (Beli apa) adalah orang yang lebih rendah I : Oah tiang beli beras, dait kedudukannya kepada orang yang kebutuan-kebutuhan dapur sik lain lebih tua kedudukannya. Dalam budaya Sasak istri itu berada di bawah suami. Jadi istrilah yang

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

harus menggunakan bahasa Sasak karena masyarakat Sasak non halus kepada suaminya. Itulah bangsawan memang tidak sebabnya bangsawan Sasak memperhatikan penggunakan bahasa menganjurkan sekali anak-anak Sasak halus. keluarga bangsawan supaya Bila mereka mencoba untuk menikah dengan keluarga menggunakan maka sering sekali salah dekatnya, terutama dengan misan. penggunaannya, seperti contoh Ini dimaksudkan supaya tidak percakapan antara seorang bangsawan merusak tatatan adat terutama dengan non bangsawan yang diperoleh dalam penggunaan bahasa karena saat observasi sebagai berikut : sopan satuan berbahasa BN : Sampun pelungguh margi menunjukkan kepribadian tibak haji sak baru seseorang. datang Tuan? Dengan fakta-fakta tersebut maka NBN : Sampun tiang seriok dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa tuan sak baru datang niki? Sasak halus itu dari bawah ke atas bukan BN : Napi-napi ceritana dari atas ke bawah. Artinya bahasa NBN : Endek tiang bane Sasak halus itu digunakan oleh istri ngeraos...takut tiang kepada suaminya, anak-anak kepada salah, tiang jari ayah/ibunya, adik-adik kepada kakak, pendengar doang. dengan misan, bibik/paman. Orang yang BN : Oh negeno tuan...belajah lebih muda yang menggunakan bahasa angka base alus.... halus. Di samping itu, kemampuan ...... berbahasa Sasak halus sang istri sangat Seharusnya : terbatas padahal yang bersangkutan BN : Sampun pelunguh margi adalah suami istri bangsawan, suami tibak haji sak baru bergelar Lalu dan istri bergelar Baiq. datang Tuan? Keluarga bangsawan yang NBN : Sampun tiang gitak tuan berdomisli di tengah-tengah masyarakat sak baru datang niki? umum di lokasi penelitian, yakni di BN : Napi-napi ceritana Desa Suradadi dan Desa Padamare NBN : Sisip tiang sudah hampir tidak lagi menggunakan ngaturang...takut tiang bahasa Sasak halus dalam salah, tiang jari berkomunikasi dalam keluarga. Dari 12 pendengar doang. belas informan yang dijadikan sumber BN : Oh negeno tuan...belajah data yang tetangganya masyarakat biasa angka base alus.... rata-rata tidak menggunakan bahasa ...... halus bila berkomunikasi dengan dengan Artinya : istri/suami/anak-anak/kakak/adik. BN : Sudah pak haji datang ke Mereka beralasan bahwa sekalipun haji yang baru datang? menggunakan maka itu pun hanya di NBN : Sudah saya liat haji antara mereka saja dan itu jarang. Bila yang baru datang. mereka sudah keluar dari halaman BN : Apa-apa ceritanya? rumah maka mereka akan menggunakan bahasa Sasak bisa (bahasa Sasak kasar)

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

NBN : Saya tidak berani keagamaan, sedangkan pada ranah berbicara karena takut pendidikan dan pekerjaan bahasa salah. Sasak halus jarang digunakan. BN : Kalau begitu pak 2. Kendala dalam pemeratahanan haji...belajar bahasa bahasa Sasak halus pada keluarga halus bangsawan karena semakin luas pergaulan mereka, menguasai dan Dari petikan percakapan di atas tidak mengusai bahasa Sasak halus ada satu kata yang salah penempatan, tidak memberikan efek apa-apa yakni kata „seriok‟ dan beberapa kosa dalam pergaulan di tengah-tengah kata yang kurang tepat, seperti masyarakat Sasak. Bahkan mereka „ngeraos‟. Menurut tokoh-tokoh yang bertahan dengan status bangsawan Sasak bahwa kata „seriok‟ kebangsawanan (berbahasa halus) bersinonim dengan kata „gitak‟ sering dikatakan feodal oleh (melihat). Kata seriok digunakan untuk masyarakat dan sering kali dijauhi lawan bicara bukan untuk pembicara. dalam pergaulan. Di samping itu, Untuk pembicara cukup menggunakan Perkampungan bangsawan Sasak „gitak‟, misalnya penggunaan yang sudah tidak terkonstrasinya lagi. Saat benar “Sampun pelungguh seriok haji si ini „pedalaman‟ sudah jarang yang baru datang” (Sudah Bapak lihat haji utuh bahkan sudah banyak yang yang baru datang) tapi kalau untuk musnah. Pendalaman yang masih ada pembicara cukup mengatakan “Sampun sudah tidak bisa lagi menambah tiang gitak haji si baru datang” (sudah jumlah penghuni karena semkin saya lihat haji yang baru datang). sempitnya lahan dan banyak keluarga D. Kesimpulan bangsawan yang bermukim di Dari uraian yang telah perluasan. Selain itu, menguasai dikemukakan dalam hasil dan bahasa Sasak halus tidak pembahasan maka dapat ditarik memberikan nilai ekonomi tetapi kesimpulan sebagai berikut. dengan dibukanya Bandar Udara Internasional Lombok maka peluang 1. Ranah keluarga merupakan domain pariwisata Lombok untuk penggunan bahasa Sasak halus yang berkembang semakin terbuka dan paling dominan, terutama pada budaya adalah salah satu aset keluarga yang ayah-ibu bangasawan, pariwisata. Dengan dikembangkan ayah bangsawan dan berdomisili di budaya Sasak yang kental dengan pedalaman. Pada keluarga model ini penggunan bahasa Sasak halus penggunaan bahasa Sasak halus menjadi peluang ekonomi bagi yang masih konsisten, sedangkan pada menguasai bahasa Sasak halus (base keluarga bangsawan yang berdomisili alus). di luar pedalaman tidak konsisten 3. Keluarga bangsawan sangat dan pada keluarga bangsawan yang berhasrat untuk mempertahankan berdomisili di perkotaan hampir tidak penggunaan bahasa Sasak halus digunakan. Bahasa Sasak halus juga bukan hanya pada keluarganya tetapi digunakan pada ranah pada masyarakat Sasak pada pertemanan/ketetanggaan dan umumnya. Pemertahanan ini

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

diwujudkan dengan menggunakan dalam pemertahanan bahasa Sasak bahasa Sasak halus di keluarga pada halus. semua topik komunikasi, baik yang barasal dari ayah ibu bangsawan DAFTAR PUSTAKA maupun ayah saja bangasawan. Alwi, Hasan dan Dendy Sugono (ed). 2003. Mereka yang berdomisili di Politik Bahasa: Risalah Seminar pedalaman maupun di luar Politik Bahasa. Jakarta : Progres-Pusat pedalaman bahkan yang berdomisili Bahasa Departemen Pendidikan di kota. Tetapi yang berdomisili di Nasional. kota tidak bisa maksimal Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok menggunakan bahasa halus di Timur. 2010. Lombok Timur dalam keluraga lingkungan mereka yang Angka 2010. Selong : Bappaeda Kab. tidak mengggunakan bahasa Sasak Lombok Timur. halus, sehingga mereka lebih banyak Barth, Frerick (ed.). 1988. Kelompok Etnik menggunakan bahasa Indonesia atau dan Batasannya: Tatanan Sosial dari bahasa Sasak biasa supaya anak-anak Perbedaan Kebudayaan. Terjemahan mereka anak-anak mereka dapat Bahasa Idonesia oleh Nining I. Soesilo berinteraksi dengan baik dalam didampingi Parsudi Suparlan dari judul pergaulan. Pemertahanan ini juga Asli Ethnic groups and boundaries supaya dilakukan oleh Majelis Adat (1969). Jakarta: Penerbit Universitas Sasak dengan melakukan berbagai Indonesia kegiatan budaya yang kental dengan Bartholomew, John Ryan. 2001. Alif Lam penggunaan bahasa Sasak halus. Mim: Kearipan Masyarakat Sasak. Selama ini pemertahanan bahasa (Terjemahan oleh Imran Rosyidi, dari Sasak juga dilakukan oleh media judul asli” Alif Lam Mim: Reconciling massa elektronik yang ada di Islam, Modernity and Tradition in an Kabupaten Lombok Timur (radio dan Indonesia Kampung”, 1999). tv lokal) dengan program-program Yogyakarta: Tiara Wacana. pelestarian budaya Sasak yang Beardsmore, Hugo Baetens. 1982. menggunakan bahasa pengantar Bilingualism: Basic Principles. bahasa Sasak halus. Clevedon: Multilingual Matters. 4. Tema budaya yang dapat Bell, Roger T. 1976. Sociolinguistics: Goals, diinventaris dalam penelitian ini Approaches and Problems, London: antara lain, (1) bangsawan Lombok B.T. Bastford Ltd. menggunakan bahasa Sasak halus BPS Prvpinsi NTB. 2000. Nusa Tenggara bila bertemu dengan orang baru; (2) Barat dalam Angka. Badan Pusat bangsawan menggunakan bahasa Statistik Propinsi Nusa Tenggara halus bila berkomunikasi dengan Barat. sesama bangaswan dengan standar Brown, James Dean. 2001. Using Surveys in umur dan posisi dalam keluarga; (3) Language Programs. New York: orang tua tidak memberikan contoh Cambridge University Press. secara langsung kepada anak dalam ______. 1999. Understanding Research in penggunaan bahasa Sasak halus; dan Second Language Learning. New (4) kerja sama antara pihak-pihak York: Cambridge University Press.

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

Budiwanti, Erni. 2000. Islam Sasak: Wektu Edwards, John. 1985. Language, Society, and Telu Versus Walktu Lima. Yogyakarta: Identity. Oxford: Basil Blackwell. Lkis. Emerson, Robert M., Rachel I. Fretz dan Bungin, Burhan. 2005. Analisis Data Linda L. Shaw. 1995. Writing Penenlitian Kualitatif. Jakarta : Raja Ethnografic Fieldnotes. Chicago & Grafindo Persada. London: The University og Chicago Chambers, J.K. 1995. Sociolinguistic Theory. Press. Oxford : Basil Blackwell. Fadly, Ahyar. 2008. Islam Lokal : Aktualisasi Coulmas, Florian (ed.). 1997. The Handbook Islam di Bumi Sasak. Praya: STAIIQ of Sociolinguistics. Cambridge: Press. Blackwell. Fasold, Ralph .1984. The Sociolinguistics of Creswell. John W. 1998. Qualitative Inquiry Society. Oxford: Basil Blackwell. Design Choosing among Five ______1990. The Sociolinguistics of Tradition. New Delhi : Sage Language. Oxford: Basil Blackwell. Publications.. Ferguson, C.A. 1959. “Diglossia”. Dalam Denzin, Norman K, dan Yvonna S. Lincoln Hymes (ed.) Language In Culture and (ed.). 1994. Handbook of Qualitative Society: A Reader in Lingustics and Research. London: Sage Pulications. Anthropology. New York: Harper and Depdikbud.1986. Komunikasi Antar Daerah Row. Suku Bangsa dan Pembuaran. Fishman, J.A. 1966. Language Loyalty in the Mataram: Depdikbud Propindi NTB. United states. The Hague: Mouton. Departemen Pendidikan Nasional. 2011. _____ 1972. “Language Maintenance and Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi Language Shift.” Dalam J.A. Fishman IV). Jakarta : Gramedia Pustaka Language in the Sociocultural Change. Utama. Stanford: Stanford University Press. Diebold, A.R. 1964. “Incipient Bilingualism”. _____ (ed.) 1872a. Adcances in the Sociology Dalam Hymes (ed.) Language in of Language. Volume 2. The Hague: Culture and Siciety: A Reader in Mouton. Linguistic and Anthropology. New _____ 1972. The Sociology of Language: An York: Harper and Row. Interdisciplenary Social Science Djelenga, H. Lalu. 2000. “Sejarah Lombok Approach to Language in Society. dan Bukti Peninggalannya”. Dalam Massachusetts: Newbury House Djelenga Keris di Lombok. Halaman Publishers. 11-134. Mataram: Yayasan Pusaka _____1977. “The Sociology of Language: Selaparang. Yesterday, Today, and Tomorrow,” Downes, Wiliam. 1984. Language and Dalam Roger Cole (ed.) Current Issues Society. Cambridge University Perss. in Linguistic Theory. Bloomington Duranti, Alssandro. 1997, Language Indiana University Press. Anthropology. Cambridge: Cambridge _____. 1973. Sociolinguistics: a Brief University Perss. Introduction. United States : Newbury Eckert, Penelope. 1997. “Age as House Publishers, Inc. Sociolinguistic Variable”. Dalam Gal, S. 1979. Language Shift: Social Florian Coulmas (ed.) The Handbook Determinats of Linguistic Change in of Sociolinguistics. Halaman 151-167. Bilingual Austria. New York: Oxford: Blackwell. Academic Press.

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

Gay, L. R. 1981. Educational Research: Linguistik dengan Adaptasi Sosial. Competencies for Analysis and Yogyakarta: Gama Media. Application. Sydney : Company A Bell Mahyuni. 2006. Speech Styles and Cultural & Howell Company. Consciousness in Sasak Community. Gerungan, W.A. 2002. Psikilogi Sosial. Mataram : Cerdas Press. Bandung: Refika Aditama. Masinambow, K.M. dan Paul Haenen (peny). Giles, Howard dkk. 1977. ”Towards a theory 2002. Bahasa Indonesia dan Bahasa of language in ethnic group relations.” Daerah. Jakarta : Yayasan Obor Dalam H. Giles (ed.) Language, Indonesia. Ethnicity and Intergroup Relationss. Mckay, Sandra Lee dan Nancy H. Hornberger. Halaman 307-348 Londan: Acandemic 1996. Sociolinguistics and Language Press Teaching. New York : Cambridge _____ 1979. “ Sociolinguistics and social University Press. Psychology: An Introductory Essay.” Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman, Dalam H. Giles dan R. St. Calair (ed.). Analisis Sata Kualitatif : Buku Sumber Language and Social Psychology. Tentang Metode-Metode Baru. Oxford: Basil Blackwell Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Grosjean, Francois.____. Life with Two Jakarta : Universitasa Indonesia. Languages: An Introduction to Miraja, Lalu. 2009. Lombok Selayang Bilingualism. Cambridge: Harvard Pandang. Mataram: Lombok Post. University Press. Nababan, P.W.J. 1991. Sosilolinguistik. Holmes, Janet. 2001. An Introduction to Jakarta : Gramdia Pustaka Utama. Sociolinguistics. London: Longman. Pemerintah Daerah Tingkat II Lombok Hudsoon, R.A.1985. Sociolinguistics. New Timur. 1998. Buku Kenangan Satu York : Cambridge University Press. Abad Kota Selong. Selong : Pemda Tk. Hymes, Dell. 1966. Culture and Society: A II Lombok Timur Reader in Linguistics and Pidarta, Made. 1990. Perencanaan Pendidikan Anthropology. New York : Happer & Partisipatori. Jakarta : Reneka Cipta. Row, Ltd. Pusat Bahasa. 1989. Kamus Besar Bahasa Jendra, I Wayan. 1988. Pengatar Beberapa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Aspek Sosiolinguistik. Surabaya: Rahardi, R. Kunjana. 2001. Sosiolinguistik : Pramita. Kode dan Alih Kode. Yogyakarta: John W. Oller Jr,. 1979. Language Tests at Pustaka Pelajar. School. London : Longman. Robinson, W.P. 1972. Language and Social Mahsun.1995. Dialektologi Diakronis: Sebuah Behaviour. London : Cox & Wyman Pengatar. Yogyakarta: Ltd. University Press. Romaine, Suzanne, 1989. Bilingualism. New ______.2005. Metode Penelitian Bahasa: York : Basil Blacwell. Tahapan, Stategi, Metode, dan ______. 1994. Language in Society. New Tekniknya. Jakarta: Rajawali Pers. York: Oxford University Press. ______. 2006. Kajian Dialektologi Diakronis Samarin, William J. 1998. Ilmu Bahasa Bahasa Sasak di Pulau Lombok. Lapangan. Yogyakarta: Kanisius. Yogyakarta: Gama Media. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2001. Psikologi ______. 2006. Bahasa dan Relasi Sosial: Sosial: Psikologi Kelompok dan Telaah Kesepadanan Adaptasi

JURNAL LINGUISTIK, SASTRA, DAN PENDIDIKAN (JURNALISTRENDI) Vol.1 No.1 Tahun 2016

Psikologi Terapan. Jakarta : Balai Tahunan Atma Jaya. Jakarta : Pusat Pustaka. Kajian Bahasa dan Budaya Unika ______. 2002. Psikologi Sosial : Individu Atama Jaya. dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Syamsuddin AR. dan Vismaia S. Damaianti. Jakarta : Balai Pustaka. 2007. Metode Penelitian Pendidikan Siregar, Bahren Umar, D. Syahrial Isa, dan Bahasa. Bandung : Reamaja Chairul Husni. 1998. Pemertahanan Rosdakarya. Bahasa dan Sikap Bahasa : Kasus ______. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Masyarakat Bilingual di Medan. Sabda. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Universitas Udayana. 2006. Bahasa, Sastra, Pengembangan Bahasa Depdikans. dan Budaya Austronesia: di Tengah Spradley, James P. 1980. Participant Era Global dan Dinamika Observation. United States of Multikultural. Denapasar: America: Holt, Rinehart Winston. Pascasarjana Unud. ______. Metode Etnografi. Terjemahan Universitas Udayana. 2007. Bahasa Ibu: Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta : Fungsi, Kondisi, Revitalisasi: Tiara Wacana. Pemberdayaan Bahasa Indonesia dan Suhardi, Basuki. 1996. Sikap Bahasa. Depok : Bahasa-Bahasa Nusantara sebagai Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Bahasa Ibu. : Unud. ______. 2009. Pedoman Penelitian Wardhaugh, Ronald. 1986. An Introduction to Sosiolinguistik. Jakarta : Pusat Bahasa Sociolinguistics. New York : Basil Departemen Pendidikan Nasional. Blackwell. Sumarsono. 1993. Pemertahanan Bahasa Wallace, Michael J. 1998. Action Research Melayu Loloan di Bali. Jakarta: Pusat for Language Teachers. New York: Bahasa. Cambridge University Press. ______. 2007. Sosiolinguistik. Sabda: Weber, Max. (Penerjemah : Noorkholish). Yogyakarta. 2009. Sosiologi. Yogyakarta : Pustaka Sukamto, Katharina Endriati (koordinator). 2003. Kolita: Konferensi Lingustik Pelajar