M. Ahf Setiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah di Propinsi Daerah Istimewa dalam PerspektifPolitik Kriminal

M. ArifSetiawan

Abstract There isanytrend ofcriminal threat intheendorsed laws in Yogyakarta Specialprovince. Itespecially deals with the regional tax viewed from criminal punishment perspective has been proportioned as the norm ofregulation, it seems thatto be forced socially and economically. The main aim of enclosing criminal sanction on regulation non-criminal punishment is actually forforcing inorderthatsocietymeet the EndorseLaws.

Pendahuluan Hukum pidana dibangun di atas tiga Yang dimaksudkan dengan istiiah konsep utamayaitu; tindak pidana, kesalahan pemidanaan adaiah pengenaan ancaman dan hukuman pIdanaJ Tiga konsep tersebut sanksi pidana yang dijatuhkan kepada menurut Packer menlmbulkan tiga masalah sesecrang yang dinyatakan bersaiah secara mendasardalam hukum pidanayaitu: (1) what sah oleh Hakim pengadilan karena telah conductshould be designated as criminal; (2) meiakukan perbuatan yang diiarang dalam what determinations must be made before a hukum pidana atau bahkan mungkin tidak person canbe found tohave committed a crimi meiakukan perbuatan yang seharusnyajustnj nal offence; (3) whatshould be done with per wajib diiakukan. Packer mengartikan istiiah sons who are found to have committed crimi pemidanaan sebagai: nal offences.^

^Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana (Yogyakarta: Press, 1980). Herbert L Packer, TheiimitsofThe Criminal Sanction (California: Stanford University Press),him. 9.Packerberpendapat bahwa: Therationale ofthecriminal lawrestonthreeconcepts:offense,guilt, and punisment". 2Packer,/Wd. him. 16.

79 Criminal punishment means simply any jawaban terhadap beberapa masalah tersebut particular disposition or the range of permis seringkali bersifat dilematis sebagaimana sible dispositions that the law authorizes (or yang dikemukakan oleh Packer bahwa: It isa appears to authorize) in casesofpersons who necessary butnota sufficient condition for pun have beenjudgedthrough the distinctive pro ishment that is designed to prevent the com cesses ofthecriminal lawtobeguilty ofcrimes. mission of offences,^ yang dengan demikian Not all punishment is criminal punishment but menurut Packer pemidanaan itu perlu tetapi allcriminal punishment is punishment.^ sebenarnya tidak cukup (tidak efektif) untuk Dari penjelasan Packer tersebut mencegah seseorang melakukan kejahatan. sekaligus ditegaskan oleh Packer bahwa yang Teorl-teori tentang pembenaran dimaksud dengan istilah pemidanaan [crimi pemidanaan pada pokoknya antara lain akan nal punishment) adalah hukuman yang membahas masalah-masalah sebagai dijatuhkan secara sah terhadap seseorang berikut, yaitu mengapa sanksi pidana yang telah divonis bersalah melakukan diperlukan, siapa yang dapat menjatuhkan kejahatan. Tidak semua hukuman merupakan sanksi pidana, mengapa diperlukan hukuman pidana (pemidanaan), tetapi semua pemidanaan sedang dalam beberapa hal pemidanaan adalah hukuman. cukup diberikan dengan peringatan saja, dan Dari tiga konsep utama bangunan hukum mengapa ancaman sanksi pemidanaan perlu pidana tersebut—tanpa bermaksud mengurangi dibatasi?^ Mengenai masalah tujuan arti panting dari dua konsep lainnya—menurut pemidanaan, Packer mengemukakan penulis masalah pemidanaan nampaknya sebagai berikut: menjadi salah satu bidang kajian yang sering Inmy view, thereare two and only two mendapat "sorotan" perhatian. Banyak ultimate purposestobe servedbycriminal masalah yang berkaitan dengan aspek punishment: thedeserved infliction ofsuf kemanfaatan pemidanaan yang diajukan fering on evildoers and the prevention of sehubungan dengan keberadaan pemidanaan. crime, itispossible todistinguish a hostof Apakah tujuan diadakannya pemidanaan more specific purposes, butin theend ail dalam hukum pidana dan apakah ha! itu of themare simply intermediate modes of memang diperlukan, serta apakah pemidanaan one or the other of the two ultimate pur Itu memerlukan suatu pembenaran (justifikasi)? poses. These two purposes are almost Pertanyaan-pertanyaan tersebut nampaknya universally thought ofas being incompat sering diajukan manakala diperbincangkan ible; ...® masalah pemidanaan. Pembahasan dan Dengan demikian, menurut pandangan

' Packer, ibid.him. 35. * Packer, ibid.him.62. ®Sri Budiarti Hennyoso, Pengantar Diskusi Buku Herbert L. Packer mengenai 'Justification ofCriminal Punishmenf, pada Program Pascasarjana, Program Studi llmu Hukum Universitas Indonesia (; 16 September 1993). Lihatjuga Packer, ibid. him. 9-10. ®Packer, ibid.him. 36.

80 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MEi 2004: 79-93 M. ArifSetiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

Packer, hanya ada dua tujuan akhir yang penderitaan atas nama tujuan-tujuan yang hendak dicapai dengan pemidanaan, yaitu pencapaiannya adaiah masalah kesempatan memberikan pembalasan benjpa penderitaan saja. terhadap pelaku kejahatan untuk mencegah Hampir senada dengan pandangan dilakukannya kejahatan. Menurut pendapat Packer tersebut Gross berpandangan'bahwa Packer tersebut kita memang dimungkinkan pemberian pidana diumpamakan sebagai a untuk membedakan tujuan spesifik, tetapi- regrettable necessity, yaitu suatu keharusan pada akhimya semua itu hanyalah cara-cara yang patut disesalkan^ Pembenaran yang sifatnya pertengahan yang termasuk pemidanaan menurut Gross dijelaskan dalamsalah satu atau kedua tujuan akhirdari dengan mempergunakan perumpamaan yang pemidanaan itu. Menurut Packer keduatujuan ekstrim yaitu sepertl antara kedermawanan akhir in) secara universal sebenarnya (charity) dengan perbudakan (slavery). Dalam dianggap tidak cocok (ataubertentangan) satu hai ini Gross menuiis: dengan yarig iainnya.' Sincepunishment, unlike charity, is an evil, Berkaitan dengan macam-macam itneeds justification; and since, unlike sla pendekatan pembenaran pemidanaan very, itis not simply evil, it might be justi tersebut Packersampai pada satu pandangan fied. Justification ofpunishmentallperceive bahwa:Punishment Isa necessarybutlamen ' some grim necessity which make right in table form of social control. It is lamentable spite of the suffering and degradation it becauseitinflicts suffering inthenameofgoals produced.^ whose achievement is a matter of chance. Dengan demikian menurut Gross di atas Dengan demikian menurut Packer, karena pemidanaan bersifat jahat la tidak pemidanaan itu perlu tetapi sebenarnya seperti sifat kedermawanan, maka merupakan suatubentukyang patutdisesaikan. pemidanaan membutuhkan pembenaran, dan Karena pemidanaan mengakibatkan karena pemidanaan sebenarnya tidakiah

^Berdasarkan pandangannnya tersebut Packer mengemukakan adanya tiga macam pendekatan untuk melihat alasan pembenaran pemidanaan yaitu: Retribution, Utilitarian Prevention (Deterrence, dan Special Deterrence atau Intimidation), dan BehavioralPrevention (incapasHation dan Rehabilitation). Berdasarkan tiga macam kelompok pendekatan pembenaran pemidanaan tersebut Packersendiri mengajak untuk masuk ke dalam teori pemidanaan yangintegral. Packer, ibid, him 35-61,62-70. ®Hyman Gross, Justifcation ofCriminal Punishment (Hew York: Oxford University Press,1979). Dalam diktat Mardjono Reksodiputro ed.Sistem Peraditan Pidana Buku I(Jakarta: Lembaga Krimlnologi Universitas Indonesia], bahan kuliah, diterbitkan terbatas untuk kalangan sendiri di Program Pascasarjana ilmu Hukum Universitas Indonesia, hlm.61 - ^Gross, Ibid. him. 62. Meskipun pandangannya mengenai pemidanaan hampir samadengan Packer, namun teori-teori pembenaran pemidanaan yang dikemukakan oleh Gross temyala berbeda. Menurut Gross teori-teori pembenaran pemidanaan adaenam macam yaitu: (1) Removal ofsocially dangerous persons, (2) Rehabilitation ofsociallydangerous persons, (3) Paying one's debt tosociety, (4) Intimidation version ofdeter rence, (5) The persuation version ofdeterrence, dan (6) Apreferred Theory. Lihat Gross, ibid. him. 66-80.

81 benar-benar bersifat jahat, tidak seperti sla sementara waktu atau seumur hidup very, pemidanaan mungkin dibenarkan. (hukuman badan), dan bahkan bisa puia Pemberian hukuman untuk orang-orang yang bempa pencabutan nyawa. Dua terakhir dari bersalah memang sesuatu yang benar. empat macam ancaman sanksi pidana Dari pandangan Packer dan Gross di tersebut menurut penulis memang hanya atas, terlihat bahwa keduanya sebenarnya terdapat daiam hukum pidana, sedang dua mengakui sifat dilematisnya masalah ancaman yang pertama dikenai dalam hukum pemidanaan, di satu sisi dianggap sebagai keperdataan dan atau administratif." penampakan sifat jahat (evil), disisi yang Iain Mengingat sifat ancaman sanksi daiam pemidanaan masih mempunyai kemanfaatan hukum pidana yang sangatkeras tersebut, yaitu sehingga keberadaannya masih diperlukan ancaman pidana badan dan pencabutan tetapi untuk itu perlu adanya alasan nyawa, dalam hukum pidana sebenarnya pembenaran (justifikasi) yang tepat. Namun mengenal ajaran subsidiaritas, yang demikian hams pula diakui bahwa masih ada mengandung makna bahwa sebaiknya suatu pandangan iain yang justru tidak menyetujui perbuatan itu tidak diformuiasikan sebagai adanya pemidanaan dengan alasan masing- perbuatan pidana menumt ketentuan hukum masing, yang termasuk daiam hai ini misainya positif apabila dalam suatu masyarakat masih HulsmanJ° terdapat sarana-sarana yang lain untuk Bagi mereka yang pemah beiajar hukum mempertahankan nilai-nilai atau norma- pidana pastilah mengetahui bahwa salahsatu norma kehidupan. Atau kalaupun diperlukan sifathukum pidana yang tidak terdapatdalam melaiui pengaturan norma hukum sepanjang hukum yang iain terletak pada jenis dan sifat masih dimungkinkan untuk mengaturnya ancaman sanksi pidana yang bersifat iebih dengan norma hukum nonpidana, seperti keras dibandingkan dengan peraturan hukum hukum keperdataan, administratif, dan iain iainnya, karena ancaman sanksi pidana bisa sebagainya, sebaiknya tidak perlu bempa pencabutan atau pengurangan hak diformuiasikan dalam rumusan hukum atas kepemiiikan harta benda, pencabutan pidanaJ^ atau pengurangan hak-hak administratif Berdasarkan asas subsidiaritas tersebut tertentu, pengurangan kebebasan bergerak menurut penuiis, tidak semua masaiah

L.H.C. Hulsman, "Afscheid vanHetStrafrecht EenPleidooi Voor Zelfregulering", (terj) Wonosutanto, Se/amat Tinggal Hukum Pidanaf Menuju Swa-Regulasi Jilid 1(: Forum Studi Hukum Pidana Surakarta, 1988). " Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary: Definitions ofthe Terms andPhrases ofAmen'can and English Jurisprudence, ancient and Modem, ST.Paul, Minn: West Publishing Co, 1990, sixth edition, him. 374. Criminal sanctions: 'Punishmentattachedtoconviction ofcrimessuch as fines, restitution, probation, andsen tences". " Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat: Kajian Tertiadap Pembaharuan Hukum Pidana (Bandung: Sinar Baru, 1983), him.58.

82 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MEI2004: 79-93 M. ArifSetiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

kehidupan manusia dapat dan atau periu diatur Kriminalisasi Daiam Perda-Perda Di dengan hukum pidana, karena hukum pidana Propinsi DIY" mempunyai keterbatasan kemampuan. Kriminalisasi adaiah suatu proses Apabila teijadi suatu keadaan dimana sarana dirumuskannya suatu perbuatan yang semuia lain yang tersedia (dalam hal ini terutama bukan merupakan perbuatan yang dapat norma nonhukum pidana) sudah tidak mampu dihukum dengan hukuman pidana, kemudian mengatasi keadaan tertentu karenalemahnya dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang sanksi, sehingga diperlukan suatu ancaman diancam dengan sanksi pidana dalam sanksiyang lebih kuatlag), barulah diperlukan peraturan perundang-undangan. Kebalikan formulas] pengaturan ke dalam hukum dari proses tersebut dinamakan sebagai pidana. Daiam hai ini hukum -pidana dekriminaiisasi yaltu suatu proses dimana remidium.^^ dihilangkan sama sekali sifat dapat Meskipun di dalam hukum pidana dipidananya suatu perbuatan yang semuia terdapat ajaran subsidiaritas sebagaimana diancam pidana oleh peraturan perundang- yang telah dijelaskan di atas dan ditambah undangan.'® dengan keberadaan pemidanaan yang bersifat Meskipun indonesia teiah mempunyai dilematis sehingga memunculkan banyak teori undang-undang hukum pidana yang mengenai pembenaran pemidanaan, namun dikodifikasikan dalam Kitab Undang-undang penuiis melihat adanya fenomena teijadinya Hukum Pidana (KUHP), namun temyata dalam perkembangan (pertambahan) jumlah perjalanan sejarahnya menunjukkan adanya peraturan perundang-undangan pidana, baik proseskriminalisasi yang demikian pesat yang yang terjadi ditingkat undang-undang maupun dimuat diluarKUHP. Adabeberapa faktoryang ditingkat peraturan-peraturan daerah. Dengan mempengaruhi berkembangnya hukum iatarbeiakang seperti itu, fenomena terjadinya pidana di iuar KUHP, antara lain:" kriminaiisasi tersebut menarik untuk dikaji.'^

" Selain dapatdifungsikan sebagai ultimumremidium, secara teoritik hukum pidana dapatjuga difungsikan sebagai sarana utama untuk mempertahankan norma (fungsi primumremidium), " Mengenai perkembangan peraturan perundang-undangan pidana tersebut akan dijeiaskan dalam bagian lain makalah Ini. Perda adaiah singkatan dari Peraturan Daerah. DIYsingkatan dari Daerah istimewaYogyakarta Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat: Kajian Terbadap Pembaharuan Hukum Pidana (Bandung: SInar Baru, 1983), him. 57. Daiam kamus hukurh Black's isfilah kriminalisasi {cn'minalization) diberi art! sebagai: Therendering ofan act criminal (e.g. by statutory enactment) and hence punishable by the government in a proceeding in its name". Black, op.cit. him. 374. " Andi Hamzah, Delik-Delik TereebarD/Luar KUHP dengan Komenfar (Jakarta: Pradnya Paramita. 1986), him. 1.

83 1. Adanya perubahan sosial secara cepat Secara umum dapat dikatakan bahwa sehingga peaibahan-perubahan itu perlu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang disertai dan diikuti dengan peraturan- berlaku sejak Indonesia merdeka, beserta peraturan hukum pula dengan sanksi aturan penambah dan pengurangnya, relatif pidana... tidak begitu berbeda isinya dibandingkan 2. Kehidupan modern semakin kompleks, dengan KUHP yang berlaku pada jaman sehingga disamping adanya peraturan penjajahan Belanda. Namun demikian, hukum (pidana) berupa unlfikasi yang sebagaimana yang telah dikemukakan di tahan lama (KUHP) diperlukan pula bagian depan tulisan ini, perundang- peraturan pidana yang berslfat temporer. undangan pidana di Iuar KUHP ternyata 3. Banyak peraturan hukum berupa menunjukkan perkembangan yang sangat perundang-undangan di lapangan pesat. Hamzah telah melakukan usaha untuk perdata, tata negara, dan terutama mengumpuikan peraturan hukum pidana di administrasi negara, perlu dikaitkan Iuar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan sanksi-sanksi pidana untuk tersebutJ® Hasil pengumpulan menunjukkan mengawasi peraturan-peraturan itu bahwa sampai dengan tahun 1987 saja supaya ditaati... terdapat delapan (8) perundang-undangan Secara garis besar peraturan perundang- Pidana Khusus, dan empat puluh tujuh (47) undangandi bidang pidanadi Indonesia dapat Perundang-undangan di Iuar pidana yang dibagi menjadi:'® bersanksi pidana (hukum pidana 1. Yang terdapat daiamkodifikasi, yaitu Kitab pemerintahan). Undang-Undang Hukum Pidana (Kitab Pengumpulan perundang-undangan di Undang-Undang Hukum Pidana) beserta bidang pidana tersebut sangat bermanfaat dengan aturan perubahannya. mengingat bahwa kemampuan daya ingat or- 2. Yang terdapat di iuar Kitab Undang- ang yang sangat terbatas, sehingga dengan Undang Hukum Pidana, terdiri dari dua pengumpulan peraturan tersebut dapat macam yaitu: membantu orang untuk mengetahui peraturan a. Perundang-undangan Pidana yang berlaku. Dalam ilmu hukum dikenal Khusus. adanya doktrin 'setiap orang dianggap b. Perundang-undangan Bukan Pidana mengetahuisuatu peraturan yangtelah secara yang mengandung sanksi pidana resmi diundangkan.'^'' Sebagai akibat dari (Hukum Pidana Pemerintahan). dianutnya doktrin ini makasetiap orang,tanpa

Hamzah, ibid. Ibid. him. ix - xv. Beberapa peraturan yang dihimpun tersebut sudah banyak yang mengalami perubahan baik karena penambahan, pencabutan.penggantian, ataumuncul peraturan baru yang sebelumnya tidak adamisalnya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Subversif, Undang-Undang AnfNarkotika, Undang-undang PemberantasanTindak PidanaKorupsi, Undang-Undang Psikotropika, Perundang-undangan dibidang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKl) seperti hakdpta,hakpaten, hak merek, hakdisain industri dan lain sebagainya. ^ Sudarto,op.cit. him. 6-7.

84 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL. 11 MEI2004: 79-93 M. Arif Setiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

kecuali, baik yang mempunyai latarbelakang undang-undang. Sudarto pun tidak yakin pendidikan hukum ataupun tidak, baik yang apabila seseorang yang menjadi pejabat berada dl pelosok pedalaman atau dl ^a^mmag^ahjiagnm peaatLnan?^ perkotaan, dituntUt untuk mengetahul semua Indonesia dapat dijadikan sebagai suatu peraturan yang beriaku'di suatu negara. contoh kasus. Dengan luas wilayah demikian Bag! setiap warganegara berlaku doktrin besar yang terdiri dari ribuan pulau dan tersebut, sehingga tidak ada alasan untuk berbagai macam suku dengan tingkat berkellt dari pertanggungja'waban hukum heteroginitas yang sangat tinggi, misalnya mesklpun dengan mengemukakan ketidak- dilihat dari segi tingkat pendidikan, ekonomi tahuan orang tentang hukum yang dimaksud.. dan sebagainya. Bagaimana mungkin kita Doktrin tersebut dalam hukum pidana menuntut agar orang Irian di pedalaman yang seringkali diparalelkan dengan asas legaiitas^' belum mengenai tradisi tulis dengan baik yang menentukan bahwa setiap orang tidak dipaksa untuk mengikuti doktrin tersebut, dapat dipidana tanpa berdasar peraturan sedangkan mereka yang sudah sarjana perundang-undangan hukum pidana yang hukum sekali punsecara faktual tidak mungkin telah ada sebelum pe'rbuatan diiakukan. dapat mengetahui seluruh hukum pidana yang Doktrin dalam hukum bahwa 'setiap or berlaku yang tersebar dalam berbagai ang dianggap mengetahul suatu peraturan peraturan perundang-undangan. yang telah secara resmi diundangkan' Pengumpulan peraturan perundang- barangkaii tidak akan menjadi masalah undangan Pidana yang diiakukan oleh Andi apabila negara yang menganut doktrin Hamzah tersebut sebenarnya masih sangat tersebut hanya mempunyai peraturan hukum jauh dari kondisi objektif yang ada, mengingat pidana yang tidak banyak dansemuanya sudah sebenamya masih banyak peraturan daerah dikodifikasi, serta wilayah geografisnya tidak (Perda), baik yangdiatur oleh propinsi ataupun luas dengan tingkat heteroginitas kabupaten/kota, yang ternyata juga sering penduduknya yang tidak tinggi. Namun mencantumkan ancaman sanksi pidana diperkirakan, pelaksanaan doktrin tersebut dalam berbagai Perda yang dibuat meskipun akan menjadi masalah apabila kondis'i Perda tersebut sebenarnya tidak mengatur tersebut tidak terpenuhi. Mengenai hal ini bidang kepidanaan. Mengingat" demikian Sudarto berpendapat bahwa adagium tersebut banyaknya Perda-Perda di seiuruh Indonesia hanya sejalan dengan mereka yang tentunya hampir mustahil untuk dapat berpandangan norrhatif-abstrak tentang dikodifikasikan. Yang mungkin dapat hukum, karena doktrin tersebut bersifat fiktif, diiakukan adalah melakukan inventarisasi yang padakenyataannya tidaklah mungkin ada • terhadapperda-perdayang ada, sebagaimana orang yang mengetahul semua aturan dalam yang telah diiakukan oleh Departemen Dalam

Moeljatno, op.c/f.'hlm16-21. Wlrjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana dilndonesia (Bandung: Eresco,1969), him. 32-38. Sudarto, op.cit. hlm.6-7.

85 Negeri. Dan seluruh pemerintah daerah di Perda-perda di Propinsi Daerah Istimewa seiuruh Indonesia, Departemen Dalam Negeri Yogyakarta yang termasuk dalam kategori sampai dengan bulan November 2001 telah peraturan hukum pidana pemerintahan berhasil mengumpulk'an sebanyak seribu tersebut adalah sebagaimana dijelaskan limapuluh tiga(1.053) buah perdayang masih dalam tabel I dihalaman belakang artikel ini. beriaku.^^ Kondisi seperti ini dapat menyulitkan Dari tabel tersebut terlihat bahwa ada mereka yang ingin mengetahui atau kecenderungan untuk memuat ancaman mempelajari Perda-Perda tersebut, apalagi sanksi pidana dalam perda-perda yang sistem pendokumentasian dan publikasinya mengatur mengenai pungutan (pajak dan masih manual dan terbatas. retribusi). Dari sebanyak empat belas (14) Sampai dengan bulan Agustus 2001 perda yang bersanksi pidana tersebut. terdapat empat puluh sembilan (49) Perda di sebanyak sebelas (11) perda merupakan Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.^'' perda yang bersifat pengaturan-pemberian Secara umum Peraturan Daerah tersebut izin. Dari segi tingkatberatnyaancaman sanksi dapat dibagi dalam dua kategon yaitu: yang pidanasebagaimana telahdimuat dalam tabel bersifat pengaturan/perijinan dan pungutan 1 di atas, terlihat bahwa ada juga perda yang (pajak dan retribusi). Darl empat puluh memuat ancaman pidana relatif cukup tinggi sembilan (49) Perda tersebut, sebanyak tiga yaitu dengan ancaman pidana penjara puluh lima (35) bersifat pengaturan-perijinan, maksimal dua (2) tahun penjara. dan sisanya berkaltan dengan masalah Berdasarkandata dariBagian Perundang- pungutan. undangan pada Biro Hukum Pemerintah Darl empat puluh sembilan (49) Perda Propinsi DIY semua perda yang masih beriaku tersebut temyata sebanyak empat belas (14) di DIY tersebutterdapat empat (4) buah perda Perda yang dapat diklasifikasikan ke dalam yang merupakan produk perdadi bawah tahun hukum pidana pemerintahan, mengingat 1970. Dua perda (2) merupakan produk tahun semuanya sebenamya bukan termasuk dalam 1969, satu (1) perda produk tahun 1960, dan kategori peraturan di bidang kepidanaan, satu (1) perda yang paling lama berlakunya namun lebih pada peraturan nonpldana tetapi adalah perda Tentang Pengairan Daerah terdapat ancamansanksipidana didalamnya.^ Istimewa Yogyakarta, yaitu Perda No. 28 Tahun 1956.

" Harian Kompas, 26 November 2001 'Soal Perda-Perda Bermasalah: Otonomi Daerah Yang KebablasanT 2* Diolah berdasarkan catatan Biro Hukum, Bagian Perundang-undangan, Propinsi Daerah istimewa Yogyakarta, 14September2001. " Tim Pembina Pelaksanaan Tugas-Tugas PPNS Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Yang Menjadi Dasar Hukum PPNS DlUngkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Buku 1,11, dan 111, Yogyakarta: tidak dipublikasikan untuk umum, 1999. Untuk selanjutnya sumber data atau informasi mengenai Perda-perda yang diambil untuk keperiuan tulisan ini akandiambilkan daribuku himpunan tersebut.

86 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL. 11 ME! 2004: 79-93 M. M Setiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

Dari-semua perda di DIY yang masih SIpil tertentu sebagaimana dimuat dalam berlaku tersebut, yang dihasilkan di bawah Pasal 6 Kitab Undang-Undang Hukum Acara tahun 1994 tidak ada satu pun yang memuat Pidana (KUHAP), hanya ada satu Perda yang rumusan ancaman sanksi pidana. Adanya penyidikannya dimungkinkan dilakukan oleh rumusan ancaman sanksi pidana yang Penyidik Poiri yaitu Perda No. 3/1999Tentang dimasukkan kedalamperdadiDIY baruterlihat Izin Trayek." Berdasarkan Perda-Perda semenjakmunculnya Perda No. 9 Tahun 1994 tersebut petugas penuntut dan pengadilan Tentang Retribusi Masuk Taman Wisata.Alam yang akan memeriksadan mengadili perkara- Plawangan Turgo. Kemudian sesudah itu perkara delik Perda tersebut sama seperti dimulailah era kecenderungan untuk delik-delik lainnya. Dengandemikian tidakada memasukkan rumusan ancaman sanksi peradilan yang khusus untuk memeriksa dan pidana.ke dalam perda-perda di DIY terutama mengadili perkara pidana pelariggaran Perda pada perda-perda yang mengatur tentang tersebut. pungutan daerah. Dari 14 perda di DIY yang Setiap larigkah-kebijakan,'termasuk memuat ancaman sanksi pidana, hanya ada dalam hal inl kebijakan untuk melakukan 3 perdayang bersifat pengaturan-perizinan. proseskriminalisasi, tentudapat menimbulkan Ditemukannya kecenderungan untuk konsekuensi logis tertentu. Konsekuensi logis memberikan rumusan ancaman pidana yang mungkin akan muncu! sebagaiakibat dari dalam perda-perda di DIY, khususnya yang kriminalisasi sepanjang yang mampu berkaitan dengan masalah pungutan daerah didentifikasi menurut penulis adalah sebagai tersebut dilihat dari perspektif hukum pidana berikut: nampaknya diletakkan sebagai norma a. Reaksi Masyarakat pengaturan yang bersifat sosial ekonomis yang Masyarakat dapat m'erespon dan bersifat memaksakan. Dengan demikian memberikan reaksi atas setiap proses tujuan utama dari pemuatan ancaman sanksi kriminalisasi, baikyangbersifat menyetujui pidana dalam peraturan nonpidana tersebut {dengan atautanpa persyaratan tertentu), sebenamya hanya untuk memaksakan agar atau bahkan berupa penolakan. Materi masyarakat mentaati is! perdatersebut.^® tertentuyangdiaturdalamsuatu peraturan Semua perda yang memuat ancaman perundang-undangan jika merupakan sanksi pidana sebagaimana dimuat dalam sesuatu yang sangat sensitif misainya tabel 1 di atas, mengandalkan proses menyangkut masalah agama, penyidikannya pada Penyidik Pegawai Negeri kepercayaan, ideologi, atau menyangkut

^ Hukum pidana pemerintahan kadang-kadang disebut pula sebagai 'ordeningsstrafrechf yang Menurut Roeslan Saleh dianggap sebagai penutup suatu pengaturan yang bersifat sosial ekonomis dari Pemerintah yang bersifat memaksakan. Lihat Hamzah, op.cH. him. 4. ®Undang-Undang nomor 8tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukurn Acara Pidana (KUHAP) dalam Pasa! 6ayat(1) rrienentukan bahwa yang dapat menjadi penyidik adalah pejabatpolisi negara Republik Indonesia, dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.-

87 hajat hidup orang banyak, seringkali dapat (penggunaan) hukum pidana menimbulkan suasana perdebatan (pro- bertujuan untuk menanggulangi kontra) yang jika kepentingan masyarakat kejahatan dan mengadakan yang akan terkena peraturan tersebuttidak pengugeran terhadap tindakan diakomodasi dengan baik dapat penanggulangan itu sendiri, demi menimbulkan keadaan yang kontra kesejahteraan dan pengayoman produktif. masyarakat. b. Perbuatan yang diusahakan untuk b. Tambahan Beban Terhadap Sistem dicegah atau ditanggulangi dengan Peradilan Pidana hukum pidana harus merupakan Bagaimanapun setiap ada pertambahan perbuatan yang tidak dikehendaki, perundang-undangan pidana dapat yaitu perbuatan yang mendatangkan menyebabkan tambahan beban terhadap kemgian (material dan atau spiritual) sistem peradilan pidana, baik beban ad- atas warga masyarakat. ministratif, keuangan, dan kemampuan c. Penggunaan hukum pidana harus aparatur untuk melaksanakan upaya pula mempertiitungkan prinsip biaya penegakan hukum pidana. dan hasil (costand benefit principles) c. Keslapan Masyarakat Untuk Menerima juga social costatau biaya sosial. Peraturan Bam d. Penggunaan hukum pidana harus Masyarakat perlu dipersiapkan dengan pula memperhatikan kapasitas atau sebanik-baiknya untuk menerima kemampuan daya kega dari badan- kehadiran suatu peraturan bam, sehingga badan penegak hukum, yaitu jangan dengan demikian diperlukan langkah- sampai ada kelampauan beban tugas langkah sosialisasi sebeium suatu (overbelasting). peraturan diberlakukan. Hampir semua perda yang bersanksi Berkaitan dengan masaiah tersebut, pidana yang berlaku di Propinsi DIY menurut Barda proses kriminalisasi harus mengandalkan proses pemeriksaan memperhatikan berbagai aspek pertimbangan penyelidikan danpenyidikannya pada penyidik sebagai berikut^® pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan a. Penggunaan hukum pidana harus Propinsi DIY, maka tentu saja diperlukan memperhatikan tujuan banyak kesiapan baik dari segi kuantitas dan pembangunan nasional, yaitu kualitas aparatur penyidik, fasilitas yang mewujudkan masyarakat adil dan diperlukan oleh penyidik, hingga masaiah makmur yang merata material spiri kesungguhan sikap politik pemerintah daerah tual berdasarkan Pancasila; {good will) untuk melaksanakan proses sehubungan dengan ini maka penyidikan dengan sebaik-baiknya.

Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum P/dana (Bandung: PT. Cilra Aditya Bakti,1996), him. 33-34.

88 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MEI2004: 79-93 M. Arif Setiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

Berdasarkan hasil wawancara dengan Berdasarkan wawancara penulls dengan petugas di Bagian Pemndang-undangan pada Petugas di Bagian Perundang-undanganpada Biro Hukum Pemerintah Propinsi DIYdiperoIeh Biro Hukum Pemerintah PropinsiDIY dlperoleh informasi bahwa Pemerintah Propinsi DIY kesan bahwa sepanjang masih terdapat sendiri mempercayakan sepenuhnya sarana lain untuk menegakkanketentuanyang pelaksanaan isi perda-perda tersebut pada terdapat dalam perda, maka tidak akan Dinas-Dinas terkalt. Misalnya perda yang dilakukan proses peradilan pidana terhadap mengatur bidang pariwisata akan ditangani para pelanggar hukum pidana yang diatur langsung oleh Dinas Pariwisata, yang dalam perda-perda tersebut. Dengan mengatur bidang kesehatan oleh Dinas demikian meskipun dalam praktek di Kesehatan, yangmengatur masalah izin trayek lapangan ditemukan adanya pelanggaran akan ditangani oleh Dinas Lalu Lintas dan perda yang memungkinkan untuk dilakukan Angkutan Jalan Raya (DLLAJ) dan lain proses penyidikan,- sepanjang dapat sebagainya:^® diselesaikan dengan sarana-yang lain maka Demikian juga masalah penanganan yang akan dipilih untuk dilakukan adalah monitoring terhadap pelaksanaan perda- dengan mempergunakan sarana lain di luar perda tersebut juga diserahkan pada dinas- hukumpidana misalnyadengan mendasarkan dinas terkait. Dengan demikian apabila kita padakewenangan untuk melakukan diskresi.^^' ingin mengetahui bagaimana pelaksanaan perda-perda tersebut, khususnya yang Simpulan berkaiatan dengan penegakan hukum pidananya kita harusmelakukan pengumpulan Berdasarkan uraian di atas kita telah data pada dinas-dinas tersebut karena data mengetahui bahwa meskipun perda-perda tersebut tidak tersedia di tingkat Bagian atau yang mengatur masalah-masalah nonpidana Biro. Di tingkat Bagian atau Biro tidak ada data beberapa diantaranya telah memuat ancaman statistik yang memadai yang dapat dipakal sanksi pidana, yang mestinya dapat sebagai dasar analisis untuk membuat difungsikan sebagai sarana untuk penilaian tingkat efektivitas ancaman sanksi memaksakan beriakunya perda tersebut— pidana dalam perda-perda yang berlaku di agarmasyarakattaatdan patuh kepada perda Pemerintah Propinsi DIY^° tersebut, namun kenyataan menunjukkan

®wawancara dengan petugas di Bagian Perundang-undangan "pada Biro Hukum Pemerintah Propinsi DIY, tanggal 14September2001. Wawancara diadakan khusus untuk maksud penulisan makalah ini. ®Penulis belum menyempatkan diri untuk mencari datatersebut di Biro PusatStatistik Pemerintah Propinsi DIY Tanpa bermaksud untuk menutup "mata" terhadapadanyapengertian atau pemahamanyang lain, istilah diskresi yang dipakal disini diartikan sebagai"Kemungkinan menentukan sendiri keputusan yangdiambil dari beberapakemungkinan sebagaialtematif. Roesian Saleh, Dari Lembaran Kepustakaan Hukum Pidana (Jakarta: SinarGrafika, 1988), hlm.155. Lihatjuga M. Faai, PenyaringanPerkara Pidana Oieh Polisi (Diskresi Kepolisian) (Jakarta: Pradnya Paramila, 1991). Pengecekan informal yang dilakukan diPetigadilan Negeri Yogyakartadidapatkan informasi bahwa diPengadilan Negeri Yogyakartasendiripun tidak tersedia datamengenai

89 bahwa pelanggaran terhadap ketentuan Berdasarkan pengertian politik kriminal pidana yang ada dalam perda tersebut tidak tersebut terjadinya kriminalisasi dalam perda- dilakukan proses peradilan pidana perda di DIY yang tidak diimbangi dengan sebagalmana mestinya. Setidak-tidaknya kebijakan untuk menegakkan ancaman dalam hal ini penuiis tidak mendapatkan sanksi pidana dalam perda tersebut gambaran yang jelas mengenai usaha yang. merupakan fenomena yang mengherankan telah dilakukan oleh Pemerintah Propinsi DIY penuiis. Bagaimana bisa terjadi suatu proses dalam rangka penegakan hukum pidana yang kriminalisasi yang tidak diimbangi dengan dimuat dalam perda-perda di DIY, karena tidak kebijakan penegakan hukum pidana. Menurut tersedianya data mengenai hal itu. penuiis, fenomena ini dapat menimbulkan Fenomena demikian tentunya menarik untuk kesan bahwa temyataancaman pidana dalam dikaji dalam perspektif potitik kriminal. perda tersebut hanya sebagai perhiasan— Menurut Sudarto yang dimaksud dengan asesori, yang tidak akan menimbulkan akibat politik kriminal adalah "Suatu usaha yang hukum apapun jika dilakukan pelanggaran. rasional dari masyarakat dalam menanggulangi Dari segi psiko-soslal kondisi seperti itu kejahatan". Definisi singkat ini sebenarnya diperkirakan dapat menurunkan tingkat mengambil dari Marc Ancel dalam bukunya kesadaran hukum masyarakat, dan pada "The rational organization of the control of akhirnya masyarakat akan menganggap crime by society. Sedang secara terperinci ancaman pidana tersebut tidak ada. Jika pengertian politik kriminal menurut Sudarto kondisi psiko-sosial masyarakat menjadi adalah:^^ seperti itu maka tujuan dilakukannya proses a. dalam arti sempit, iaiah keseluruhan asas kriminalisasi dkhawatirkan tidakakan tercapai. dan metode yang menjadi dasar dari Agar tujuan kriminalisasi tercapai reaksi terhadap pelanggaran hukum yang diperlukan langkah-langkah kebijakan yang berupa pidana; menyeluruh. untuk itu, tidak cukup jika hanya b. dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi berhenti padadirumuskannya suatu perbuatan • dari aparatur penegak hukurn, termasuk menjadi. perbuatan pidana dalam hukum di dalamnya cara kerja dari pengadilan pidana positif, proses kriminalisasi seharusnya dan polisi; dikaitkan juga dengan politik kriminal dalam c. dalam arti paling luas, ialah keseluruhan arti yang luas. Proses kriminalisasi dan politik kebijakan, yang dilakukan melaiui kriminal mempunyai tujuan akhir yang sama perundang-undangan dan badan-badan yaitu untuk mencapai kesejahteraan dan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan keadilan masyarakat sedang menurut Sudarto norma-norma sentral dari masyarakat. adalah sebagai "Perlindungan masyarakat

peradilan terhadap kasus pelanggaran hukum pidana yang diatur dalam perda-perda di Propinsi DIY. « Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana (1981), him. 159, dan Hukum dan Hukum Pidana (1981), hlm.161. dikutip dari Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Bandung: FT. Citra Aditya Bakti,1996), him 27-28.

90 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MEI2004: 79-93 M. Arif Setiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

untuk mencapai kesejahteraan masyarakat "33 produktif karenamasyarakat menjadi tidak taat Berdasarkan semua uraian yang telah dan tidak patuh kepada hukum sebagai akibat dikemukakan di atas, dapat disimpulkan dari sikap tindak aparatur penegak hukum bahwa dilakukannya proses kriminalisasi sendiri yang tidak mau menegakkan hukum dalam beberapa perda di Propinsi Daerah maka sebaiknya para pembuat peraturan istimewa Yogyakarta temyata belum diimbangi perundang-undangan perlu rhengkaitkan dengan politik kriminal yang memadai. Agar dengandengan poiitik kriminal dalamart! yang tidak terjadi keadaan yang bersifat kontra iuas sebeium melakukan kriminalisasi.

Tabel: 1 Dafar Perda Propinsi DIY yang Memuat AncamanSanksi Pidana

No No./Th. MengafurTentang Keterangan Perda

01 9/1994 Retribusl Masuk Taman Wisata •SIfat Peraturan: Pungutan Alam Plawangan Turgo •Perdaiengkapnya belum ditemukan penulis

02 2/1997 Pramuwisata & Usaha Jasa *SIfat Peraturan:: Pengaturan - Perizlnan Pramuwisata -Perda Iengkapnya belum ditemukan penulis 03 3/1997 Izin PembuanganUmbahCair •SIfatPeraturan; Pengaturan •Perda iengkapnya belum ditemukan penulis

04 3/1998 PajakKendaraan Bermotor -•SIfat Peraturan: Pungutan •Membedakan dellk kealpaandan kesengajaan. Bentukdellk &ancaman pidanadialurdalamPs. 30.Alpa; Kurungan maks. 1 th. &/ denda maks.2 X pajak terutang. Sengaja: penjaramaks.2th. &/ denda mks4 Xpajakterutang. • Penyidlk: PPNS

05 4/1998 Bea Balik Nama Kendaraan •SIfat Peraturan: Pungutan Bermotor (BBN-KB) -Membedakan dellk kealpaan dankesengajaan. Bentuk dellk &ancaman pidanadlaturdalamPs. 29.Alpa: Kurungan maks.1 th. &/denda maks. 2 Xpajakterutang.Sengaja: penjara maks. 2 th. &/ derida mks 4Xpajak terutang. Penyidlk: PPNS. 06 9/1998 Retribusl Penjualan Produksl •SIfatPeraturan: Pungutan Usaha Daerah •Ps.14: Kurungan maks.6 bulan,atau denda 4 X retribusl terutang.(Pelanggaran). Penyidlk: PPNS 07 13/1998 PajakBahanBakar •SIfat Peraturan: Pungutan Kendaraan Bermotor •Ps.34 Membedakan dellk kealpaan dankesengajaan. Bentuk dellk &ancaman pidanadlaturdalamPs. 34.Alpa: Kurungan maks. 1 th. &/ denda maks. 2

^ Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, 1981 him. 159, danHukum danHukum Pidana, 1981, him.161. dlkutip dari Barda Nawawi Arif, Bunga RampaiKebijakan Hukum Pidana, Bandung: FT. Citra Aditya Bakti.l 996, him 27-28.

91 A pajak terutang. sengaja; penjara maks. 2 tn. denda mks4 Xpajakterutang (pelanggaran).

08 3/1999 Relribusi Izin Trayek •SifalPeraturan:: Pungutan •Ps.26(1) Kurungan maks.3 bin. Atau dendamaks. Rp50,000,00. (2)Kurungan maks.6 bin, Atau dendamaks. 4 Xretribusi terutang. (Pelanggaran).- Penyidik: Polrldan PPNS.

09 5/1999 Retribusi Pelayanan Kesehalan •SifatPeraturan: Pungutan •Ps. 26(1)Kurungan maks.6 bin atau denda maks. 4 Xretribusi terutang •(pelanggaran). Penyidik: PPNS.

10 6/1999 Retribusi Tempat Penginapan •SifatPeraturan: Pungutan /PesanggrahanA/illa •Ps. 24(1) Kurungan maks. 6 bin ataudendamaks. 4 Xretribusi terutang. • Pelanggaran. Penyidik : PPNS

11 7/1999 Retribusi Pemakaian •SifatPeraturan: Pungutan Kekayaan Daerah •Ps. 25(1)Kurungan maks.6 bin atau denda maks. Rp5,000.000,00 •(Pelanggaran). Penyidik:PPNS

12 3C000 Penanggulangan danPemberantasan •SifatPeraturan: Pengaturan PenyalahgunaanNarkotika, •Perdalengkapnya belum ditemukan psikotropika, danZat AcMLainnya (NAPZA)

13 4/2000 Tata Tertib Penggunaan Asrama •SifatPeraturan: Pengaturan Buruh LedokCode

14 1/2001 Retribusi PasarGrosir dan atau •SifatPeraturan:Pungutan Pertokoan

.

Daftar Pustaka Amin, Soleh dan Artidjo Alkostar, 1994. Pembangunan Hukum dalam , Masalah Penegakan Hukum dan Perspektif Politik Hukum Nasional, Kebijakan Penanggulangan Hukum Jakarta; Rajawali, 1986. Pidana, Bandung, Citra Aditya Bakti, Arief, Barda Nawawi, Bunga RampaiKebijakan 2001. Hukum Pidana, Bandung: Citra Aditya Black, Henry Campbell. Blak'sLawDictionary: Bakti, 1986. Defininitions ofthe Terms and Phrases , Kebijakan Legislatif Dalam of American and English Jurispru Penanggulangan Kejahatan Dengan dence, Ancient and Modem, ST. Paul, Pidana Penjara, Semarang: Ananta, Minn; West Publishing Co. 1990, sixth edition.

92 JURNAL HUKUM. NO. 26 VOL 11 MB 2004: 79-93 M. Arif Setiawan. Kriminalisasi dalam Peraturan-peraturan Daerah...

Faal, M. Penyaringan Perkara Pidana Oleh Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 1988. Polisi (Diskresi Kepolisian), Jakarta: Sianturi, SR. Asas-Asas Hukum Pidana di In Pradnya Paramita, 1991. donesia dan Penerapannya, Jakarta: Hamzah, Andi. Delik-Delik Tersebar Di Luar' Alumni AHAEM dan PETEHAEM, 1986. KUHP Dengan Komentar, Jakarta: Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Pradnya Paramita, 1986. Masyara/caf, Kajian Terhadap Hanafi, Politik Hukum Pidana, Yogyakarta: Pembaharuan Hukum Pidana, Perpustakaan Fakultas Hukum UN, Bandung: Sinar Baru, 1983. 1998. Hulsman, L.H.C. Selamat Tinggal Hukum Peraturan Perundang-undangan Pidana ! Menuju Swa-Regulasi, terjemahan Wonosutanto dari edisi NN, Himpunan Juklak dan Juknis Tentang berbahasa Belanda "Afscheid Van Net Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Strafrecht Een Pleidooi Voor Yogyakarta: Tim Pembina Zelfregulering", Surakarta: Forum Stud! Pelaksanaan Tugas-Tugas PPNS Hukum Pidana Surakarta, 1988. Pemerintah Propinsi DIY, 1997. Muladi dan Barda Nawawl Arief, Bunga , Himpunan Peraturan Perundang- Rampai Hukum Pidana, Bandung: undangan Yang Menjadi Dasar Hukum Alumni, 1992. PPNS Di Lingkungan Pemerintah PropinsiDIY Buku //, Yogyakarta: Tim , Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Pembina Peiaksanaan Tugas-Tugas Bandung: Alumni, 1992. PPNS Pemerintah Propinsi DIY, 1999. Nusantara, Abdul Hakim G. et.ai.eds. Kitab , Himpunan Peraturan Perundang- Undang-Undang Hukum Acara Pidana . undangan Yang Menjadi Dasar Hukum dan Peraturan-Peraturan Pelaksana, PPNS Di Lingkungan Pemerintah Jakarta: Djambatan, 1992. Cetakan PropinsiDiY Buku Hi, Yogyakarta: Tim kedua. Pembina Pelaksanaan Tugas-Tugas NN, Masaiah Pembaharuan Kodirikasi Hukum PPNS Pemerintah Propinsi DIY, 1999. Pidana Nasionai Buku i, kumpulan Undang-Undang Repubiik Indonesia Nomor kertas kerja Lokakarya, Jakarta: BPHN- 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Derpartemen Kehaklman Rl, 1984. Daerah. Saleh, Roeslan. Suafu Reorieniasi Daiam Undang-Undang Repubiik Indonesia Nomor Hukum Pidana, Jakarta: Aksara Baru, 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan 1978. Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dari Lembaran Kepustakaan Hukum dan Daerah.

•••

93