Tjerita Di Indonesia
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
Armijn Pane PRODUKSI FILM 4 TJERITA DI INDONESIA PERKEMBANGANNJA SEBAGAI ALAT MASJARAKAT y % ftU H o y ^ r 8 ^ lo t> , , . ! p H p S i I . .. ^ __MtK Tjetakan chusus madjalah „Indonesia”, no. 1—2, 1953 Peiierbit i Badan Musjawarat Kebudajaan NasionaL pv? 1 : •, \ K A *. N irM il.;,1. »:» ;~A*5Tj*A HAK PENGARANG PADA PENULIS KATA PENGANTAR Sebagai nornor Bali tahun dahulu, tahun ini djugapun kami ingin sekali-sekali menerbitkan nomor jang chusus membitjarakan salah suatu soal dalara lapangan kesenian, ilmu pengetahuan dan filsafat. Karena itulah nomor bulan Djanuari dan Februari tahun 1953 ini kami sediakan untuk suatu soal jang sekarang termasuk salah satu masaalah jang actueel, jaitu soal produksi tjerita film. Sdr. Armijn Pane memandang soal itu integral dengan lapangan-lapang- an kehidupan lainnja, karena menurut pendapatnja, film bukanlah sadja merupakan suatu hasil kesenian, melainkan djuga mendjadi hasil suatu industri. Sebagai hasil kesenian, film itu mendjadi penggabung bermatjam- matjam kesenian lainnja, serta djuga usaha karang-mengarang. Da- lam bentuknja sebagai hasil industri, film terpaut kepada soal-soal ekonomi dan keuangan, serta kepada soal perdagangan ataupun peredaran dan pertundjukan. Lain dari pada itu, film dia pandang sebagai suatu tehnik jang diperoleh dari dunia Barat, karena itu seolah-olah tanaman asing jang ditumbuhkan kepada bumi Indonesia, sebab itu djuga tum- buhnja banjak bergantung kepada ketjintaan dan perhatian si punja kebun. Mudah-mudahan karangan ini dapat mendjadi bahan untuk menggampangkan penjelesaian produksi film dinegeri kita ini. Redaksi. M engutjap terima. kasih kepada • sekian banjak ot^ng j&ng sudah $uka membcri bahan-bahan untuk kacangan ini. Armijn Pane PRODUKSI FILM TJERITA DI INDONESIA Perkembangannja sebagai alat masjarakat PENDAHIILUAN ‘Film bagi Indonesia dapat dipandang sebagai bibit Jcepandaian Barat jang tertanam dinegeri ini, mendjadi suatu tanda pertemuan Barat dan Timur, atau dengan istilah ilmu pengetahuan : suatu tanda proces acculturatie*) di Indonesia sekarang, sebagai dalam lapangan politik, ,,d'emokrasi” dapat pula diterima sematjam itu. Menurut pendapat saja, perfilman di Indonesia sekarang ini dapat dipahami dengan tegas, lalu mentjoba mentjari djalan^memperkem- bangkannja, hanjalah kalau riwajat lahirnja dan tumbuhnja ada *) Menurut M. j. Herskowits (A memorandum for the study of accul turation): Acculturation comprehends those phenomena, which result when groups of individuals having different cultured come info contiriuous first-hand contact, with subsequent changes in the original cultural patterns of either or both groups. Selandjutnja dalam karangan ini, sampai bagian p’enutup, kalau perkataan itu dipergunakan, maka tingkatan2 proces acculturatie tidaklah dibedakan. Begitu pula dua tjara dalam lapangan acculturatie itu, ialah tjara assimilatie dan tjara adaptatie. Assimilatie, kita makstTdkan tjara orang hendak membawa daerah- daerah Asia mendjadi sama rupaiija dengan daerah2 Eropah, dalaih tataan masarakat dan tataan politik serta kebudajaannja, ataupuri mendjadi tjetakan. Adaptatie, maksudnja tjara orang hendak melaraskan kebudajaan Barat, se- hingga unsur-unsur kebudajaan s'esuaiil negferi A sia jang dianggap baik tetap terpelihara, sambil djiiga miembawa unsur-urisur jari^ baik itu selaras denigan keadaari2 baru, sehingga mendapat kehidupan baru pula. Dengan kas^rnja, assimilatie dapat dikatakan, memandang dari sudut kebudajaan Barat, hendak mengutamakan kebudajaan Barat itu, sedang adaptatie memandang dari sudut kebudaja&n sesuatu negeri Asia, hendak mengutamakan kebudajaan sendiri itu. pula diperhitungkan. Begitulah karangan ini mengambil sudut pemandangan (angle) acculturatie, mengemukakan r iw a ja t, dencjan maksud hendak memahami keadaan perfilman sekarang ini di TndonesTa 7~sebab~itu~baqTan~pertama tentang riwajat perfilman itu, Bukan sadja memandang dari sudut acculturatie umumnja, melain- kan teristimewa dari sudut acculturatie jang berlaku di Indonesia. Dalam pada itu membatasi diri kepada film-film tjerita. Dari sudut memandang itu, riwajat perfilman tjerita dapatlah dibagi tiga masa, mulai tahun 1927 — achir tahun 1950. Didalam funksinja sebagai suatu alat perhubungan masjarakat, serta sebagai kesatuan bermat jam-mat jam alat perhubungan masa- rakat lainnja, teristimewa d a la m masarakat Indonesia jang ada dalam keadaan acculturatie, film tidaklah dapat dipisahkan dari keadaan dan perkembangan lapangan-lapangan lain dalam ke- hidupan masarakat^teristimewa dengan lapangan-lapangan jang langsung bersambungan 'kepada pembikinan filmu jaitu karang- mengarang, seni lukis, tonil, bahasa. Chusus bagi Indonesia, tidak lah dapat dibitjarakan lepas dari perkembangan pergerakan nasio- nal, jang tidaklah melulu berarti mengenai lapangan politik sadja, melainkan djuga lapangan sosial, kebudajaan, ekonomi. Pengertian dan tjita-tjita nasionalisme memang bawaan orang Eropah, tetapi sebagai pengaruh-pengaruh Eropah lainnja, penger tian dan tjita-tjita nasionalisme itu berkembang dengan sendirinja didalam suasana Indonesia, sehingga mendapat pengertian jang lain dari pada dinegeri asalnja. Karena itu, arti nasionalisme dan nasional mengalami perubahan-perubahan dan pergantian dari su atu masa kemasa lain. Sampai sekarang djuga, meskipun sudah njata lain dari pada dinegeri asalnja, pengertian itu belumlah dapat dibulatkan mendjadi suatu formulering jang umum ditenma. Ada fihak jang antaranja berpendapat, nasional ialah barang apa jang berlaku d is u a tu daerah di Indonesia, sebelum kedatangan orang Belanda. Bagi saja sendiri, nasional artinja apa jang umum bagi se lu ru h daerah In d o n e sia dan bagi semua lapisan, sebagai h a s il acculturatie antara pengaruh Barat dengan apa-apa jang berlaku disatu-satu daerah di I n d o n e s ia dan apa-apa jang sudah umum sebelum kedatangan Eropah, tertjampur pula oleh pengaruh tjita- tjita kesatuan Indonesia dan oleh apa-apa jang tim b u l dalam zarnan baru oleh pergaulan dalam masarakat interinsulair, dan interlocaal. Berhubung dengan hal itu, bagi_saja, nasionalisme ialah merupa- kan tenaga atau djalan untulTreintegratie dari pada desintegratie jang ditimbulkan oleh kedatangan dunia Barat ke Indonesia. Bagaimana djuga bedanja pendapat tentang formulering apa jang dimaksudkan sekarang cleng an nasionalisme dan nasional di Indonesia ini, pastilah djuga dapat dikatakan, nasionalisme itu sedjak dari dulunja merupakan suatu tenaga jang positif, karena dari mulainja pergerakan kebangsaan jang * berorganisasi modern disekitar tahun 1908, dipandang pada hakekatnja ialah usaha hen- dak mewudjudkan diri sendiri dengan selaras dalam segala kehi- dupan ataupun dapat dikatakan usaha mewudjudkan masarakat jang lajak bagi rakjat dan bangsa Indonesia, dengan pengertian, ,.bangsa” mulanja berarti penduduk pulau, kemudian mendapat arti interinsulair, lalu sedjak sekitar tahun 1930 dengan tegas berarti semua orang Indonesia dengan tidak pandang pulaunja, sehingga dari suatu pengertian jang terikat olelr geografie dan genealogie jang sempit, mendjadi pengertian jang terikat oleh pengertian sosial, dan politik, sehingga mendapat arti jang sama dengan natie. Memang diakui pula , sedjak lahirnja, pergerakan kebangsaan itu sudah mengandung sifat jang tampaknja bertentangan, jaitu pada mulanja sekali nasionalisme kebudajaan itu terutama insaf akan perlunja menuntut pendidikan Barat karena mengingat alasan- alasan ekonomi hendak menjamai orang-orang Belanda (Barat), tetapi dalam pada itu bentji pula pada pendidikan Barat itu, karena itu mengandjurkan pula kebudajaan lama. Begitulah dari mulanja sudah tampak tendens negatif dan positif itu dan terus berlaku baik pada masa pergerakan kebangsaan, maupun dalam masa revolusi sedjak tahun 1945, sampai pemulihan kedaulatan pada achir tahun 1949, dengan membawa pengertian jang berubah-ubah kepada sifat negatif itu, ialah achirnja mendjadi merupakan anti pendjadjah asing, ataupun anti-imperialisme. Tetapi usaha jang negatif dan anti itu pada hakekatnja karena hendak mewudjudkan jang positif dan harmonis, ialah masarakat jang lajak bagi rakjat dan bangsa jang kita sebut tadi, dan tidaklah -mengenai lapangan materieel sadja, melainkan djuga, malahan ter utama barangkali, ditentang lapangan rohani, pikiran dan tjita- tjita djuga. Dulunja dan sekarang djuga masih, orang-orang asing, hanja melihat sifat negatif itu. Memang djuga perlu dengan segera diakui, sifat negatif masih berdampingan dengan sifat positif, karena me mang djuga masarakat Indonesia sekarang, baik dalam lapangan politik, maupun lapangan ekonomi, sosial dan kebudajaan masih dualistis, malahan dapat dikatakan heterogeen, atau dengan pan- dangan dan istilah lain, masih dalam keadaan pengaruh-pengaruh desintegratie sangat kuatnja disamping pengaruh-pengaruh reinte grate jang kuat pula. Difihak negeri asing perlu pula mengakui, masih terus djuga ber- usaha mendjadi pembawa negara dan masarakat Indonesia kepada suatu aliran perkembangan tertentu, karena itu sifat negatif tadi tetap ada, bukan sadja oleh karena langsung oleh adanja dualisme atau heterogeniteit, dan meskipun dengan sendirinja sifat negatif itu mendapat pengertian jang rada berbeda dengan dahulunja, sebagai reaksi kepada lainnja pula matjamnja dan tjaranja usaha orang asing mentjoba membawa tenaga positif orang Indonesia kedalam lingkungan aliran asing itu. !♦ Riw ajat. Thu 1927-1937* Journalistik Journalistik dan persurat-kabaran di Indonesia merupakan suatu proces acculturatie, mulai pertengahan abad j.l., tambah tegas seki- tar peralihan keabad ke-20, waktu