E-PAPER PERPUSTAKAAN DPR-RI http://epaper.dpr.go.id

Judul : Jokowi Janjikan Perlakuan Khusus bagi Tanggal : Selasa, 29 Oktober 2019 Surat Kabar : Kompas Halaman : 10 Presiden menjanjikan perlakuan khusus untuk pemekaran provinsi di Papua. Selain itu, ia juga berkomitmen tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga sumber daya manusia di Papua. Oleh FABIO M. LOPES COSTA / LAKSANA AGUNG SAPUTRA / WAWAN HADI PRABOWO Kunjungan kerja perdana ke Papua setelah dilantik untuk periode kedua menyiratkan komitmen Presiden Joko Widodo memprioritaskan pembangunan di Papua. JAKARTA, KOMPAS—Presiden Joko Widodo menjanjikan perlakuan khusus untuk pemekaran provinsi di Papua. Selain itu, ia juga berkomitmen tidak hanya membangun infrastruktur, tetapi juga sumber daya manusia di Papua. Saat berdialog dengan masyarakat Kabupaten Jayawijaya, Papua, Senin (28/10/2019), Presiden menegaskan janji perlakuan khusus tentang pemekaran itu. Janji serupa disampaikan saat bertemu 61 tokoh Papua dan Papua Barat di Istana Negara, 10 September lalu. Tidak ada pemekaran di seluruh . Karena apa? Karena ada 183 pemekaran, baik provinsi, kabupaten, maupun kota yang diusulkan kepada saya. Begitu dibuka satu, yang lain pasti ngantri di depan kantor saya setiap hari, ”Saya ngomong apa adanya. Sebetulnya, kita, kan, sudah sampaikan sejak awal, kita sudah moratorium. Tidak ada pemekaran di seluruh Indonesia. Karena apa? Karena ada 183 pemekaran, baik provinsi, kabupaten, maupun kota yang diusulkan kepada saya. Begitu dibuka satu, yang lain pasti ngantri di depan kantor saya setiap hari,” tutur Presiden. ”Tapi, khusus untuk Pegunungan Tengah, jangan tepuk tangan dulu, akan saya tindak lanjuti,” kata Presiden yang disambut tepuk tangan hadirin. Dialog itu dihadiri tokoh masyarakat, agama, dan adat Papua. Presiden didampingi Mendagri M Tito Karnavian, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) , Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Wakil Menteri PUPR John Wempi Wetipo, Plt Kepala Polri Komisaris Jenderal Ari Dono, dan Gubernur Papua . Bupati Puncak Willem Wandik menyatakan, pendekatan kultural dalam membangun Papua menjadi keniscayaan. Oleh karena itu, pemekaran berdasarkan kebudayaan akan memberikan efek positif. ”Salah satu tantangan dalam membangun Papua ini adanya faktor kebudayaan yang begitu beragam. Dengan pemekaran, satu wilayah akan sesuai dengan kebudayaannya, pembangunan akan lebih efektif,” kata Willem. Terkait pemekaran itu, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng, secara terpisah, menyatakan, ketentuan pemekaran daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah mensyaratkan pengesahan dua peraturan pemerintah (PP), yaitu PP tentang Desain Besar Penataan Daerah serta Pembentukan Daerah. Jika Presiden bermaksud memekarkan dua provinsi di Papua, pemerintah harus mengesahkan kedua PP tersebut. ”Tapi, kalau kedua PP disahkan, seperti membuka kotak pandora. Pemerintah harus siap-siap menerima air bah permintaan pemekaran dari 314 calon daerah yang sebelumnya sudah mengajukan diri untuk memekarkan diri. Usulannya tersebar di DPR, DPD, dan Kemendagri,” kata Endi. Soal otonomi khusus Endi berpendapat, Papua secara obyektif perlu pemekaran. Namun, momentumnya perlu dipertimbangkan secara masak-masak. Saat ini, yang lebih dibutuhkan adalah fokus menyiapkan kebijakan pemerintah pusat untuk Papua setelah UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua berakhir pada 2021. Evaluasi atas pelaksanaan otonomi khusus setelah 20 tahun di Papua dan 12 tahun di Papua Barat menjadi basis untuk strategi pasca-UU Otonomi Khusus selesai di 2021. ”Otonomi khusus untuk Papua dan Papua Barat tinggal dua tahun lagi. Undang-undangnya memang harus direvisi untuk menjawab berbagai persoalan di Papua sampai hari ini. Pasca- 2021, apakah dana otsus, misalnya, akan lanjut, atau selesai, atau transformasi ke bentuk yang lain,” kata Endi. Papua pada 2013 mendapat anggaran Rp 4,36 triliun. Pada 2019, naik menjadi Rp 5,8 triliun. Sementara, Papua Barat mendapatkan anggaran Rp 1,87 triliun pada 2013 dan Rp 2,5 triliun pada 2019. Ada pula dana tambahan infrastruktur pada tahun ini untuk Papua dan Papua Barat sebesar Rp 4,7 triliun. Jembatan Youtefa Kemarin, Presiden juga meresmikan Jembatan Youtefa di . Jembatan yang awalnya dinamai Holtekamp ini dibangun sejak 9 Mei 2015. Jembatan sepanjang 732 meter dan lebar 21 meter ini dibangun dengan dana Rp1,8 triliun. Kita berharap dengan fasilitas ini dapat hadir startup dari level unicorn dan decacorn baru dari kawasan Indonesia timur. Pada kesempatan itu, Presiden menyatakan, ide bisnis dan inovasi pemuda Papua bakal terus didorong untuk bersaing di kompetisi global. Dengan demikian, pemerintah tidak sekadar membangun infrastruktur, tetapi juga menyediakan wadah peningkatan kualitas sumber daya manusia. ”Papua Muda Inspiratif adalah rencana besar untuk memajukan para pemuda Papua. Kita berharap dengan fasilitas ini dapat hadir startup dari level unicorn dan decacorn baru dari kawasan Indonesia timur,” katanya. (FLO/LAS/WAK)