Ekstrimisme dalam (Studi Penafsiran Qut}b terhadap Q.S al Ma>idah: 44-47 dalam Tafsi>r Fi> Z{ila>l al-Qur'a>n)

Asyhari Institut Agama Faqih Asy’ari Kediri email: [email protected]

Abstract The main cause of radicalism is the distorted understanding of the Qur'an and . One of the Qur'anic verses used to legitimize the precept of the extreme radical group is Q. S al-Maidah: 44. Explicitly this verse seems to justify the radical group's claim that in this world all people have infidels because no one applies the Islamic law perfectly. Sayeed Qutb (d. 1966) is referred to as one of the people of the Muslim Brotherhood in Egypt interpreting the verse on a textual basis. Using the library research method, researchers answered two basic problems; (1) How Sayeed Qutb interprets Q. S al Maidah: 44?, (2) How do the scholars interpret Q. S al Maidah: 44?. To answer the researcher to comb the interpretation of Sayeed Qutb in the book of Zilal al-Qur'an, then compare it with the interpretation of the other scholars in the books of interpretation. This research resulted in the conclusion that Sayeed Qutb's interpretation of Q. S al-Maidah: 44 is deviant from the interpretation of all Islamic scholars. The interpretation of Sayeed Qutb precisely corresponds to the interpretation of the Khawarij group at the time of the Caliph Ali ibn AbiTalib. The scholars interpret the passage with three interpretations. First, the meaning of kufr in the verse is a major sin, secondly, that a person is considered infidels when not applying Islamic law because of legal reasons other than Islam is better than Islamic law, third, the passage is revealed to the Jews, that the Jews who did not apply Islamic law were unbelievers.

Keywords: extremism, al-Hakimiyyah

Accepted: Revised: Published: Januari 2019 Maret 2019 April 2019

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 5, Nomor 1, April 2019 https://ejournal .iaifa.ac.id/index.php/faqih 131

Pendahuluan Fenomena meningkatnya gairah keagamaan di kalangan muda, tidak sepenuhnya melegakan. Karena disinyalir aksi-aksi kekerasan yang belakangan terjadi, berawal dari fenemona tersebut yang diwarnai dengan sikap berlebihan (al-ghuluw) dan ekstimitas (al-tat}urruf). Sehingga konsep menegakkan kebenaran dan memberantas kemunkaran (al-amr bi al-ma'ru>f wa al-nahyi' 'an al-munkar) bagi sebagian mereka menjadi dalih berbagai aksi kekerasan. Fenomena di atas diakibatkan oleh pemahaman ayat-ayat al-Qur'an dan hadits Nabi dengan secara literal dan apa adanya, tanpa mempertimbangkan dan menghubungkannya dengan sekian ayat atau hadits lainnya sebagai sebuah kesatuan nilai-nilai agama. Dalam sejarah klasik cara-cara kekerasan seperti ini pernah dilakukan oleh Khawa>rij yang juga dikenal begitu bersemangat dalam keagamaan, tetapi dengan pemahaman sempit, sehingga berlebihan. Fenomena ini telah dikabarkan oleh Rasulullah dalam sebuah sabdanya, bahwa akan datang suatu kelompok dari kalangan muda dengan pemikiran yang sempit, mereka mengutip ayat-ayat al-Qur'a>n, tetapi mereka keluar dari agama, seperti panah lepas dari busurnya. Iman mereka hanya sampai di tenggorokan, tidak sampai ke hati sehingga tidak dapat memahaminya dengan baik.1 Al-Qur'a>n surat Q.S al-Ma>idah: 44, adalah salah satu ayat di dalam al- Qur'a>n yang sering dijadikan dalih untuk melegalkan segala praktek kekerasan dan teror yang dilakukannya. Ayat tersebut mereka pahami secara z}a>hirnya, bahwa seseorang yang tidak mempraktekkan hukum al-Qur'a>n, maka ia termasuk orang kafir, dan darahnya. Pemahaman seperti ini juga yang dipahami oleh salah satu sub sekte Khawa>rij yang bernama al-Baihasiyyah. Mereka mengatakan bahwa seorang penguasa jika menghukumi dengan selain hukum syara’ maka ia telah kafir, rakyatnya juga kafir, baik yang patuh kepadanya maupun yang tidak.2 Kelompok Khawa>rij pertama kali muncul, ketika khalifah Ali bin Abi T{a>lib (w.40 H) menerima tah}ki>m. Sikap Ali ini dianggap sebagai pengabaian

1Diriwayatkan oleh al-Bukha>ri, S{ah}i>h} al-Bukha>ri, kita>b al-mana>qib,ba>b 'alamat al-nubuwwah fi al-Isla>m, (al-maktabah al-sya>milah, Vol.2), juz 3, 1321 2Buhaisiyah adalah salah satu sekte kelompok Khawârij pengikut Abu Buhaisy ibn Haisham ibn Jabir yang menganggap daulah Umayyah sebagai negara syirik dan menghalalkan darah umat Islam. Setelah lari dari al-Hajjaj, ia di potong tangan dan kakinya oleh al-Walid ibn Abd al-Malik.Lihat: Ibn al-Mutahhar, al-Bad`u wa al-Ta>rikh, juz 1, 299. http://www.alwarraq.com

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 132

terhadap hukum Allah yang menyebabkan kufur. Dalam perkembangannya, paham Khawa>rij mengkafirkan seorang muslim hanya karena melakukan maksiat seperti zina, minum khamr, memakai hukum selain hukum Islam karena suap atau nepotisme. Al-Qusyairi (w.465 H) menceritakan bahwa kelompok Khawa>rij menegaskan bahwa siapa saja yang menerima suap dan menghukumi dengan selain hukum Allah, maka ia telah kafir.3 Pemahaman Q.S al-Ma>idah: 44 secara literal, sebagaimana pemahaman Khawa>rij kembali muncul pada masa sekarang ini. Sayyid Qut}b (w.1966 M) dan al- Maudu>di adalah dua orang yang dikenal berfaham h}a>kimiyatullah seperti yang dipahami oleh kelompok Khawa>rij.

Pembahasan Dalam Q.S al-Ma>idah: 44 Allah ta’alaberfirman: َّ َّ َّ ٓ َّ ۡ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ُ ٗ َّ ُ َّ ۡ ُ ُ َّ َّ ُ َّ َّ َّ ۡ َّ ُ ْ َّ َّ َّ ُ ْ َّ َّ َّ ُ َّ إِ ناِأنزلناِٱلتورىٰةِف يهاِهدىِونورِٞۚيحكمِب هاِٱلنب يونِٱل ذينِأسلمواِل ل ذينِهادواِوِٱلََّّٰٰنِ يونِ َّ َّ ۡ ۡ َّ ُ َّ ۡ ُ ۡ ُ ْ َّ َّ َّ َّ ُ ْ َّ َّ ۡ ُ َّ َّ ٓ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ ُ ْ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ َّ َّ وٱلأحبارِب ماِٱستحف ظواِ منِك تٰ بِٱّلل ِوَكنواِعليه ِشهداءِٞۚفلاِتخشواِٱلناسِوٱخشو نِولاِ َّ ُ َّ ۡ َّ ُ ْ َّ َّ َّ ٗ َّ ٗ َّ َّ َّ ۡ َّ ۡ ُ َّ ٓ َّ َّ َّ ُ َّ ْ َّٓ َّ ُ ُ ۡ َّ ُ َّ تشتَّواِ بِٔ َّٔايٰت يِثمناِقل يلاِٞۚومنِلمِيحكمِب ماِأنزلِٱّللِفأولٰئ كِهمِٱلكٰف َّونِِ ِ Artinya: Sungguh, kami yang menurunkan kitab Taurat; di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi putusan atas perkara orang Yahu>di, demikian juga para dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.4

Sayyid Qut}b (w.1966 M) dalam tafsirnya menjelaskan bahwa orang yang memakai hukum selain hukum Allah, maka ia termasuk orang-orang yang kafir. Ia menafsirkan ayat di atas, dengan bahwa tidak ada seorangpun yang muslim selama penguasa menjalankan pemerintahannya dengan hukum selain hukum

3Al-H{abasyi, Risa>lah al-Tah}dzi>r min al-Firaq al-Tsala>th,7 4Departemen Agama, Al-Qur’a>n Dan Terjemahnya. 153

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 133 syara’, meskipun dalam persoalan yang kecil sekalipun.5 Menurutnya orang yang memakai hukum selain hukum al-Qur'a>n sekalipun dalam satu permasalahan, berarti telah menolak ketuhanan Allah, dan telah menjadikan ketuhanan tersebut bagi dirinya. Dengan dasar ini Sayyid Qut}b (w.1966 M) menghalalkan darah para penguasa yang memakai undang-undang positif, ia juga menghalalkan darah rakyat para penguasa tersebut.6 Pendapat senada disampaikan oleh al-Maudu>di (w.1399 H), ia menyatakan bahwa negara atau masyarakat yang tidak menerapkan hukum Allah (h}a>kimiyatullah) adalah masyarakat ja>hiliyah dan dianggap telah ka>fir.7 Mereka yang menerima prinsip-prinsip negara Islam disebut muslim, dan yang tidak menerima disebut non muslim. Atas dasar itulah menurutnya masyarakat sebuah negara Islam dibatasi.8 Sayyid Qut}b (w.1966 M) menghimbau kepada mereka yang menamakan diri al-Jama>'ah al-Isla>miyyah atau H{izb al-Ikhwa>n agar merebut tampuk kekuasaan dari tangan para penguasa dan menghapus undang-undang buatan mereka serta melakukan pemberontakan dan kudeta di negara-negara di mana mereka berada.9 SayyidQut}b (w.1966 M) juga menyebutkan bahwa eksistensi (keberadaan) umat Islam telah terputus (vakum) sejak beberapa abad lamanya. Ia mengatakan bahwa pada saat ini seluruh dunia berada dalam kejahiliyyahan.10 Ia juga mengatakan bahwa kita sekarang berada dalam kejahiliyyahan seperti jahiliyyah pada permulaan Islam, atau bahkan lebih gelap (parah).11 Kemudian Sayyid Qut}b (w.1966 M) juga menyebutkan bahwa barang siapa yang memutuskan suatu permasalahan -meskipun dalam masalah yang kecil- dengan selain hukum syara’ maka ia telah keluar dari Islam.12Pada bagian lain, Sayyid Qutb} (w.1966 M) menyatakan bahwa orang-orang yang mengatakan diri mereka muslim dan tidak menegakkan hukum yang Allah turunkan, maka mereka tak ubahnya seperti ahl al-kitab> .13 Ia menjelaskan

5Sayyid Qut}b, Fi>Zila>l al-Qur'a>n, Juz 4, 590 6Sayyid Qut}b, Fi>Zila>l al-Qur'a>n, Juz 6, 898-899 7Muhammad `Ima>rah, Abu al-A'la al-Maudu>di> wa al-S{ahwah al-Isla>miyah (Bairut: Da>r al- Wihdah, 1986 M) 229 8Al-Maudu>di>, Naz}ariyat al-Isla>m wa Hadyuhu (Bairut: Muassasah al-Risa>lah) 331 9Sayyid Qut}b, Fi>Zila>l al-Qur'a>n, Juz 3, 1449-1450 10Ibid, 8 11Sayyid Qut}b, Ma'âlim fi al-Tariq, 17-18 12Sayyid Qut}b, Fi>Z{ila>l al-Qur'a>n, Juz 2, 841 13Sayyid Qut}b, Fi>Z{ila>l al-Qur'a>n, Juz 2, 940

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 134

bahwa Islam adalah sistem hidup yang menyeluruh, barang siapa mengikutinya seluruhnya maka ia adalah orang mukmin dan berada di dalam agama Allah, dan barang siapa mengikuti selainnya meskipun dalam satu permasalahan maka ia telah menolak keimanan dan merampas ketuhanan Allah sekaligus telah keluar dari Agama Allah, meskipun ia menyatakan konsisten terhadap akidah Islam dan mengaku sebagai seorang muslim.14 Bahkan kelompok radikal yang sering disebut sebagai H{a>kimiyyahtulla>h yang kerap mengatribusi umat Islam dewasa ini sebagai masyarakat ja>hiliyyah (sebagaimana dituturkan oleh al-Maudu>di > dan Sayyid Qut}b), lebih jauh menganggap sistem demokrasi yang dianut oleh hampir seluruh negara-negara dunia Islam dewasa ini, sebagai salah satu bentuk penerapan hukum selain hukum Allah, dan karenanya dianggap komunitas negara kafir. Al-Maudu>di> (w.1399 H), misalnya, menyatakan negara/masyarakat yang tidak menerapkan hukum Allah (H{a>kimiyyatulla>h) adalah masyarakat ja>hiliyyah dan di anggap telah kafir (wilayah /da>r al-kafir). Mereka yang menerima prinsip-prinsip negara Islam di sebut Muslim, dan yang tidak menerima di sebut non-Muslim. Senada dengan itu, pakar hukum Islam dari Iraq, Abd al-Kari>m Zaidan, menulis: ''Syariat Islam mengelompokkan masyarakat berdasarkan sikap mereka terhadap Islam; menolak atau menerima''. Berangkat dari pemahaman seperti ini, tidak sedikit kelompok Muslim yang melancarkan serangan terhadap pemerintah negara yang tidak menerapkan hukum Islam sepenuhnya, meskipun pemimpinnya seorang Muslim. Penafsiran Sayyid Qut}b (w.1966 M) dan al-Maudu>di> tentang ayat ini (Q.S al-Ma>idah: 44), menurut al-Habasyi kontradiktif dengan kesepakatan para 'ulama (') bahwa seseorang tidak boleh dikafirkan hanya karena melakukan dosa. Al-T{ah}a>wi> (w.321 H) menegaskan bahwa ahl al- tidak mengkafirkan seseorang karena dosa yang dilakukannya, selama ia tidak menghalalkannya.15 Penafsiran tersebut juga bertentangan dengan penafsiran 'Abd Alla>h ibn Abba>s (w.68 H); dan al-Barra>` ibn al- 'A

a) kufur berarti dosa besar Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu 'Abba>s (w.68 H) menegaskan bahwa makna kufur dalam ayat ini bukan kufur yang mereka (kelompok khawa>rij)

14Ibid. 972 15 Al-T{ah}awi, al-'Aqi>dah al-Tah}a>wiyah, 5 16Al-H{abasyi, al-Baya>n al-Muwatstsaq, (Bairut: Dar al-Masyari', cet. I 1426 M/2005 M), 19

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 135

pahami, bukan kufur dalam pengertian yang mengeluarkan seseorang dari agama Islam, tetapi kufur di bawah kekufuran (dosa besar).17Menurut al- Habasyi cara penafsiran sebagaimana yang dilakukan oleh Ibn 'Abba>s (w.68 H) tersebut dimungkinkan dalam syari'at. Karena dalam beberapa hadits terkadang kata kufur dan syirik tidak berarti kufur dan syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam, tetapi berarti dosa besar. Dalam suatu hadits, Rasulullah menamakan riya' dengan al-syirk al-asghar (syirik kecil).18 Maksud syirk di sini adalah bukan syirk yang berarti menyekutukan Allah (al-syirk al-akbar) yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Karena syirk yang mengeluarkan seseorang dari Islam ialah apabila seseorang mempersembahkan puncak perendahan diri dan pengagungannya (niha>yat al-tadzallul) kepada selain Allah. Inilah pengertian syirk yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Sebagaimana Rasulullah menetapkan adanya al-syirk al-asghar, begitu juga ibn 'Abba>s (w.68 H), ia menetapkan adanya kufur di bawah kekufuran, yaitu kufur yang tidak menjadikan seseorang keluar dari Islam.19 Dalam sebuah hadits juga dijelaskan bahwa terdapat dosa-dosa besar seperti membunuh orang Islam dan meninggalkan s}ala>t yang disebut Rasulullah sebagai perbuatan kufur. Namun makna kufur yang dimaksud Rasulullah dalam hadits-hadits tersebut bukanlah kufur yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Makna yang dimaksud adalah bahwa perbuatan dosa besar tersebut menyerupai kekufuran. Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa Rasulullah menjelaskan bahwa barang siapa yang mendatangi dukun atau peramal dan membenarkan apa yang diucapkannya maka ia telah "kafir" dengan apa yang diturunkan kepada ".20Dalam hadits lain juga dijelaskan bahwa mencaci seorang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran.21

17Al-H{a>kim, al-Mustadrak, tafsi>r surat al-Ma>idah, (al-al-maktabah al-sha>milah, Vol.2), juz 2, 342. 18Hadits diriwayatkan oleh al-H{akim dalamal-Mustadrak 'ala S{ah}i>h}ain, kitab al-Riqa>q, (al- maktabah al-sya>milah, Vol.2), juz 3, 365 19Al-H{abasyi, Risâlah al-Tah}dzi>r min al-Firaq al-Tsala>ts, (Bairut: Da>r al-Masya>ri', 1995 M) 4- 5 20H{adits diriwayatkan oleh Ah}mad dalam Musnad Ah}mad bin H{anbal, musnad al-muktsirin min al-s}ah}abah, musnad Abi Hurairah, (al-maktabah al-sha>milah, Vol.2), juz 2, 429 21Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam al-Ja>mi' al-S{ahi>h, kitab al-Ima>n, ba>b khauf al-mukmin an Yahbita 'amal-uhu, (al- maktabah al-syamilah, Vol.2) juz 1, 84.

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 136

Menurut al-H{abasyi, dalam hadits pertama, Rasulullah tidak bermaksud bahwa seorang muslim akan menjadi kafir dengan hanya pergi ke dukun dan membenarkan ucapannya. Tetapi maksud Rasulullah adalah bahwa perbuatan tersebut adalah dosa besar yang menyerupai kekufuran. Demikian juga makna kufur dalam hadits kedua, bukan kufur yang mengeluarkan seseorang dari Islam. Tidak berarti bahwa pembunuhan yang dilakukan seorang muslim terhadap saudara muslim lainnya menyebabkannya keluar dari Islam. Melainkan bahwa perbuatan memerangi atau membunuh orang muslim adalah dosa besar yang menyerupai kekufuran.22 Karena al-Qur'a>n menamakan dua kelompok orang-orang Islam yang saling berperang sebagai orang-orang mukmin, dalam Q.S al-H{ujurat:9 Allah Ta’ala berfirman: َّ ُ َّ ٓ َّ َّ َّ ۡ ُ ۡ َّ ۡ َّ َّ ُ ْ َّ ۡ ُ ْ َّ ۡ َّ ُ َّ َّ ۢ َّ َّ ۡ ۡ َّ ٰ ُ َّ َّ َّ ۡ ۡ َّ ِإَونِطائ فتا نِ منِٱلمؤ من ينِٱقتتلواِفأصل حواِبينهماِۖفإ نِبغتِإ حدىهماِعليِٱلأخَّ ٰىِ َّ َّ َّ َّ َّ ُ ْ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ َّ َّ ۡ َّ َّ َّ ٓ َّ ۡ َّ ۡ ُ ْ َّ ۡ َّ ُ َّ ۡ َّ ۡ َّ ۡ ُ ٓ ْ فقٰت لواِٱلت يِتبغ يِحت ٰيِتف ٓيءِإ ل ٰٓيِأمَّ ِٱّللٞۚ ِفإ نِفاءتِفأصل حواِبينهماِب ٱلعد لِوِأق سط ۖوِاِ َّ َّ َّ ُ ُ ۡ ُ ۡ َّ إ نِٱّللِِي حبِٱلمِ س طينِِ Artinya: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang- orang yang berlaku adil”.

Ah}mad bin H{anbal (w.241 H) ketika ditanya tentang makna tidak beriman dan kufur dalam hadits "seorang pezina tidaklah berbuat zina dalam keadaan beriman, seorang yang meminum khamr tidaklah meminum khamr dalam keadaan beriman dan seorang yang mencuri tidaklah mencuri dalam keadaan beriman", dan tentang Q.S al-Ma>idah: 4, ia menjawab bahwa maknanya adalah kufur yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam, kufur itu bertingkat satu di atas lainnya hingga puncaknya adalah kufur yang tidak diperselisihkan lagi (kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam).23 Pendapat yang sama disampaikan oleh T{awu>s (w.106 H) yang juga menegaskan bahwa kekufuran dalam ayat tersebut bukanlah kekufuran yang

22Al-H{abasyi, Risa>lah al-Tahdzi>r min al-Firaq al-Tsala>ts, 4-5 23Ah}mad bin H{anbal, Ah}ka>m al-Nisa>, (Bairut: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, tahqiq: Abd al-Qa>dir Ah}mad 'Ata), 44.

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 137

mengeluarkan seseorang dari Islam, melainkan kekufuran di bawah kekufuran. Menurut al-H{abasyi, berbeda halnya dengan seseorang yang memutuskan perkara dengan pendapat pribadinya dengan berkeyakinan bahwa hal itu adalah hukum Allah, maka hal itu adalah tabdi>l (upaya mengganti) terhadap hukum Allah yang menyebabkan kekufuran. Sedangkan jika seseorang memutuskan perkara dengan pendapat pribadinya hanya karena menuruti hawa nafsunya dan berbuat maksiat, maka itu adalah perbuatan dosa yang mungkin diampuni oleh Allah24. Ibn al-Qayyim (w.751 H) menegaskan bahwa kufur terbagi menjadi dua, kufur besar (al-kufr al-akbar) dan kufur kecil (al-kufr al-asghar). Al-kufr al- akbar adalah kufur yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam sehingga apabila pelakunya mati dalam keadaan seperti itu maka ia kekal di neraka. Sedangkan al-kufr al-asghar adalah kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari agama, tetapi menyebabkan dia berhak untuk mendapatkan siksa di akhirat apabila ia tidak bertaubat. Istilah kufur kecil ini menurutnya dapat pula ditemukan dalam beberapa hadits Nabi, misalnya sabda Nabi "dua hal pada umatku yang mereka menjadi kafir (kafir kecil) karenanya, yaitu merusak nasab dan meratapi mayit (niyah}ah)".25Demikian pula sabda Nabi "jangan kembali sepeninggalku kepada kekufuran (kufur kecil), yaitu sebagian kalian memukul leher sebagian yang lain (saling membunuh)".26Ibnu al-Qayyim (w.751 H) mencontohkan bahwa selain kedua hadits tersebut, di antara kata kafir yang berarti al-kufr al-asghar adalah yang terdapat dalam surat al-Ma>idah: 44, sebagaimana dikatakan oleh Ibn Abba>s (w.68 H) dan mayoritas sahabat Nabi.27 Kesimpulan Ibn al-Qayyim (w.751 H) tentang surat al-Ma>idah: 44 dan dua ayat setelahnya adalah bahwa semua pelanggaran terhadap hukum Allah bisa menyebabkan pada dua macam kekufuran, kufur besar dan kufur kecil. Semua itu tergantung pada keadaan masing-masing dari para pelanggar

24Al-H{abasyi, Risa>lah al-Tahdzi>r min al-Firaq al-Tsala>ts, 8 25Hadits diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Ja>mi' al-S{ah}i>h}, melalui jalan Abu Hurairah, kitab al-Ima>n, bab it}la>q Ism al-Kufr 'ala al-Ta'an fi al-Nasb, (al-maktabah al-syamilah, Vol.2), juz 1, 82 26Diriwayatkan oleh al-Bukha>ri dalam al-Ja>mi' al-S{ah}i>h},kita>b al-'Ilm, ba>b li al-Ins}a>t li al- 'Ulama>, (al-maktabah al-sha>milah, Vol.2) juz 1, 56 27Ibn al-Qayyim, Mada>rij al-Sa>liki>n, (Bairut: Dâr al-Kutub al-'Arabi, 1973 M) jld.9, 227

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 138

hukum Allah tersebut. Apabila seseorang tidak menerapkan hukum Allah dan masih mengakui kewajiban menerapkannya maka jatuh pada kufur kecil. Sedangkan apabila ia tidak menerapkan hukum Islam dengan keyakinan bahwa menerapkan hukum Islam hukumnya tidak wajib, maka ia telah jatuh dalam kufur besar.28 b) Id}ma>r Selain penafsiran di atas, menurut al-H{abasyi surat al-Ma>idah: 44, juga boleh dipahami bahwa dalam ayat tersebut terdapat id}ma>r (maksud yang implisit), yakni barang siapa yang tidak melaksanakan hukum sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah, karena menolak al-Qur'a>n dan mengingkari hadits Rasulullah, maka ia telah kafir. Menurut al-H{abasyi ini adalah pendapat Ibnu ‘Abba>s (w.68 H) dan Muja>hid (w.101 H).29 Ibnu 'Abba>s (w.68 H) sebagaimana dikutip oleh al-T{abari (w.310 H) mengatakan bahwa makna ayat tersebut adalah bahwa orang yang menentang hukum Allah yang telah diturunkan, maka ia telah kafir. Dan orang yang mengakui hukum Allah, tetapi tidak menerapkannya, ia adalah orang fa>siq dan z{a>lim".30 Ibnu Mas'u>d (w.33 H) mengatakan bahwa ayat ini berlaku umum bagi setiap orang yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah, baik dari kalangan kaum Muslim, Yahudi, maupun orang-orang kafir, yaitu apabila meyakini hal tersebut dan menganggapnya halal (boleh). Sedangkan orang muslim yang melakukan hal tersebut dengan kekayinan bahwa perbuatan yang dilakukannya adalah , maka ia tergolong muslim yang fa>siq dan balasannya terserah kepada Allah, jika Allah berkehendak maka Allah akan menyiksanya atau jika berkehendak untuk mengampuninya maka Ia akan mengampuninya.31 Al-Kha>zin (w.741 H) menyebutkan penjelasan yang sama dalam tafsirnya. Ia menambahkan komentar Muja>hid tentang ayat ini, bahwa barang siapa yang meninggalkan hukum yang Allah turunkan, karena menolak al- Qur'a>n maka ia kafir, z}a>lim dan fa>siq. ‘Ikrimah mengatakan bahwa barang siapa yang tidak menghukumi dengan hukum yang Allah turunkan karena

28Ibid. 228 29Al-H{abasyi, al-Baya>n al-muwatstsaq (Bairut: Daral-Masya>ri' , 2005 M/ 1426 H )15 30Al-T{abari, Ja>mi' al-Baya>n fi Takwi>l al-Qur'a>n, jld. 10,357 31Al-Qurtubi>, al-Ja>mi' li Ah}ka>m al-Qur'a>n, jld 1, 1714

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 139

mengingkarinya maka ia telah kafir. Sedangkan orang yang meyakini kebenaran hukum Allah, tetapi tidak menghukumi dengannya maka ia adalah z}a>lim dan fa>siq.32 M. Quraisy Shiha>b ketika menafsirkan ayat tersebut, mengatakan bahwa ayat ini dipahami sebagai ancaman yang sangat keras terhadap mereka yang menetapkan hukum yang kontradiktif dengan hukum-hukum Allah. Tetapi ini oleh mayoritas ulama adalah bagi yang melecehkan hukum Allah dan mengingkari hukum Allah. Di akhir pembahasan, ia menyimpulkan bahwa ayat ini menegaskan bahwa siapa saja jika melecehkan hukum-hukum Allah atau enggan menerapkannya karena tidak mengakuinya, maka dia adalah kafir, yakni telah keluar dari agama Islam.33 Menurut Fahmi Huwaidi, paling tidak ada dua sebab mengapa realitas penerapan suatu hukum selain hukum yang Allah turunkan bukanlah suatu kekufuran. Pertama, nas-nas agama tidak menganggap pelanggaran terhadap hukum Allah sebagai bentuk kekufuran. Terbukti, ketika banyak khalifah di awal-awal Islam memaksa rakyat untuk membaiat putra-putra mahkota mereka, suatu bentuk pelanggaran atas hukum syara' yang ditetapkan Allah, namun tak seorang pun ulama kecuali Khawa>rij yang mengkafirkan mereka. Kedua, menerapkan hukum selain hukum Allah bukanlah persoalan akidah atau keimanan, melainkan pelakunya termasuk dalam golongan pendosa ('a>si) dan fasik, bukan kafir.34 Al-Ra>zi (w.606 H), ketika menjelaskan makna Q.S al-Ma>idah: 44 menceritakan bahwa Ikrimah mengatakan bahwa firman Allah "barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir", hanya berlaku bagi mereka yang hati dan lidahnya mengingkari dan menentang hukum-hukum Allah. Adapun mereka yang hati dan lidahnya mengakui hukum-hukum Allah, adalah orang yang meyakini kebenaran hukum Allah namun meninggalkannya dalam tindakan. Orang seperti ini tidak dapat dikategorikan sebagai kafir sebagimana dalam ayat di atas.35 c) diturunkan untuk orang Yahudi

32Al-Kha>zin, Luba>b al-Ta`wi>l fi Ma'a>ni al-Tanzi>l, juz 1, 467-468 33M.Quraisy Shihab, Tafsi>r al-Mis}ba>h, (Jakarta: Lentera Hati, cet. 8, 2002 M) jld.3, 105-106 34Fahmi Huwaidi, H{atta latakuna Fitnah (Kairo: Da>r al-Shuru>q, cet.2 1992 M) 194 35Al-Râzi, al-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib,juz 6, 68

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 140

Al-H{abasyi, dengan mengutip pendapat al-Bara’ ibn ‘Aidah: 44 dan dua ayat setelahnya adalah ayat-ayat yang turun tentang orang-orang kafir yang tidak memakai hukum Allah. Ayat ini bukan tentang orang-orang Islam yang memakai hukum selain hukum Allah. Ayat ini turun tentang orang-orang Yahudi dan orang-orang semisal mereka.36 Al-Qurt}ubi> (w.671 H) ketika menafsirkan ayat ini menyebutkan bahwa ayat-ayat ini seluruhnya diturunkan tentang orang-orang kafir.37 Al-Biqa>'I menjelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan kepada orang-orang Yahudi yang menolak pemberlakuan hukum rajam yang Allah tetapkan bagi pezina muhs}an (pelakunya pernah melakukan persetubuhan yang halal). Sebaliknya mereka mengganti hukuman rajam tersebut dengan hukuman fah}m (mewarnai muka dan tubuh mereka dengan warna hitam) dan cambuk.38 Sungguh aneh, apabila sebagian cendekiawan muslim kontemporer menilai bahwa pendapat ini adalah pendapat kelompok sekuler. Pendapat ini menurut mereka dipengaruhi oleh pra asumsi bahwa Islam hanyalah agama spiritual yang tidak ada hubungannya dengan sistem hukum dan pemerintahan. Muh}ammad 'Ima>rah dalam bukunya Ma'rakat al-Isla>m wausu>l al-Hukm, membantah pendapat Ali Abd al-Ra>ziq (w.1966 H) yang berpendapat bahwa ayat di atas tidak ada hubungannya dengan kaum muslimin, karena ayat tersebut diturunkan khusus untuk orang Yahudi dan Nasrani.39Muh}ammadDiyau al-Di>n al-Rais mengatakan bahwa penafsiran ayat tersebut hanya diperuntukkan untuk Yahudi dan Nasrani sangat tidak tepat. Sebab kata man adalah suatu kata yang umum, sehingga apabila dikhususkan berarti telah keluar dari teks. Menurutnya Islam sebagai agama yang lebih banyak memuat aturan-aturan hukum, lebih layak dituntut untuk menerapkan aturan-aturan hukumnya ketimbang umat Yahudi dan Nasrani.40

36Diriwayatkan oleh Muslim dalam al-Jâmi' al-S{ahîh, kita>b al-Ima>n, bâb Rajm al-Yahu>d ahl al- Dzimmah (al-al-maktabah al-sha>milah, Vol.2), juz 9, 74. 37Al-Qurt}ubi, al-Ja>mi' li Ah}ka>m al-Qur'a>n, jld 6, 190-191 38Al-Biqa>'i, Naz}m al-Durar, (Bairut: Da>r al-kutub al-Ilmiah, t.t) jld. 2,394 39Muh}ammad `Ima>rah, Ma'rakah al-Isla>m wa Us}u>l al-H{ukm (Kairo: Dar al-Syuruq, 1989 M) 40M. D{iya>`u al-Di>n Rais, al-Isla>m wa Khila>fah si 'As}ri al-Hadi>ts, Naqd al-Kita>b wa Us}u>l al- Hukm (Kairo: Da>r al-Tura>th, 1976 M), 174

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 141

Pernyataan ini juga terbantahkan oleh al-Sya’bi> yang mengatakan bahwa ayat ini khusus bagi orang-orang Yahudi. Pendapat ini juga dipilih oleh al- Nah}h}as (w.338 H), ia mengatakan bahwa penafsiran seperti ini ditunjukkan oleh tiga hal, di antaranya : 1. Bahwa orang-orang Yahudi telah disebutkan pada ayat sebelumnya. Ini artinya bahwa d}ami>r-nya (kata ganti: hum = mereka) pada ayat tersebut kembali ke orang-orang Yahudi. 2. Konteks ayat ini menunjukkan kepada makna tersebut. Karena ayat sesudahnya berbunyi wakatabna> 'alaihim, para ulama sepakat bahwa d}ami>r hum “ mereka” di sini kembali kepada orang-orang Yahudi. 3. Karena kaum Yahudi-lah yang mengingkari hukum rajam dan qis}a>s. Menurut al-H{abasyi, apabila ada yang mengatakan bahwa kata man apabila digunakan dalam redaksi al-Muja>zah (syarat yang disertai dengan jaza’; balasan) maka ia berlaku umum kecuali jika ada nas} yang menunjukkan bahwa ia berlaku khusus. Maka jawabannya adalah bahwa kata man pada ayat ini bermakna al-ladzi> (yang berarti khusus), berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan oleh al-Sya'bi> di atas, sehingga kira-kira makna ayat tersebut adalah bahwa orang-orang Yahudi yang tidak melaksanakan hukum sesuai dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.41 Diriwayatkan bahwa Hudzaifah ditanya tentang ayat-ayat tersebut, apakah ayat-ayat tersebut tentang Bani Israil?, ia menjawab: “Ya, ayat-ayat tersebut diperuntukkan bagi mereka". Dengan demikian makna ayat ini adalah orang Yahudi yang tidak menghukumi dengan hukum yang diturunkan Allah, mereka adalah orang-orang kafir. Meskipun demikian tidak berarti bahwa umat Islam tidak dituntut untuk menerapkan aturan- aturan hukum Islam. Tetapi yang perlu ditegaskan bahwa Q.S al-Ma>idah: 44 tidak sedang berbicara tentang hal tersebut. Kewajiban penerapan syari'at Islam dapat dipahami dari banyak ayat al-Qur'an dan hadits Nabi yang memerintahkan untuk bertaqwa, menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya. Terlalu terburu-buru dan ceroboh, apabila disimpulkan bahwa seseorang yang menafsirkan al-Ma>idah: 44 dengan bahwa ayat tersebut diturunkan untuk orang Yahudi, adalah orang-orang sekuler yang tidak menganggap tidak perlunya penerapan hukum. Karena selain bahwa pendapat tersebut telah disampaikan oleh sahabat Nabi al-Barra>' ibn 'A

41Al-H{abasyi, al-Baya>n al-muwatstsaq, 16

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 142

Menurut al-H{abasyi dua penafsiran; yaitu penafsiran Abd Alla>h ibn 'Abba>s (w.68 H) dan penafsiran al-Bara>’ Ibn ‘A (w.1949 M), karena manhaj H{asan al-Banna> (w.1949 M) tidak ada klaim takfir (mengkafirkan) terhadap seorang muslim yang tidak menerapkan hukum Islam. Ketika H{asan al-Banna> mengetahui penyimpangan Sayyid Qut}b (w.1966 M) dan para pengikutnya, ia mengatakan bahwa mereka bukan bagian dari pergerakan Ikhwa>n dan mereka bukan orang-orang Islam. Muh}ammad al-Ghaza>li, salah seorang pengikut H{asan al-Banna> (w.1949 M), menceritakan bahwa ketika menyusun kekuatan jama’ahnya pada periode awal, H{asan al-Banna> (w.1949 M) secara pribadi mengetahui bahwa orang-orang terkemuka dan terpandang serta orang-orang yang mencari kepuasan sosial yang mulai banyak masuk ke dalam gerakannya tidak akan banyak berguna pada saat-saat genting, karenanya ia membentuk apa yang disebut dengan al-Niz}a>m al-Kha>s. Kesatuan ini menggalang para pemuda yang terlatih dalam peperangan yang disiapkan untuk memerangi penjajah. Ternyata perkumpulan para pemuda yang tersembunyi ini belakangan menjadi sumber bencana dan malapetaka bagi pergerakan. Mereka saling membunuh di antara mereka, berubah menjadi alat pemusnah dan teroris ketika komando berada di tangan orang-orang yang tidak memiliki pemahaman tentang Islam dan tidak bisa menjadi pegangan untuk mengetahui tentang kemaslahatan umum. H{asan al-Banna> (w.1949 M) sebelum wafat mengatakan bahwa mereka itu bukanlah bagian dari Ikhwa>n dan bukan orang-orang Islam.42

Penutup Dalam penafsiran terhadap Q.S al-Ma>idah: 44, Sayyid Qut}b mengkafirkan setiap umat Islam yang tidak berhukum dengan selain hukum Islam secara mutlak. Bahkan ia menganggap seluruh umat Islam pada masa sekarang ini telah murtad seluruhnya, karena tidak ada satupun Negara di dunia ini yang menjadikan hukum Islam sebagai dasar negaranya. Penafsiran Sayyid Qut}b ini sama dengan penafsiran kelompok Khawarij yang muncul pada masa khalifah Ali bin Abi T{a>lib, yang mengkafirkan Ali bin Abi T{a>lib, Mu’awiyah bin Abi

42Muhammad al-Ghaza>li, Min Ma'a>laim al-H{aq, (Da>r al-Kutub al-Hadi>thah, cet. III, 1382 H/1963 M), 264

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 143

Sufya>n, Amr bin Ash, Abu Musa al Asy’ari dan semua orang yang setuju dengan Tah}ki>m. Penafsiran sayid Qut}b ini bertentangan dengan penafsiran para sahabat seperti Abdullah bin Abbas, al Barra’ ibn ‘Azib dan lainya, serta seluruh para ulama tafsir. Tidak ada seorang ulama pun yang menafsirkan ayat tersebut seperti penafsiran Sayyid Qut}b. Penafsiran yang berkembang di antara para ulama tafsir ada tiga penafsiran: a. Ibnu Abbas menafsirkan kata kufur dalam ayat tersebut dengan kufr duna kufr yang berarti dosa besar. b. Al Barra’ ibn ‘Azib menjelaskan bahwa ayat tersebut diturunkan secara khusus untuk orang-orang Yahudi, bukan untuk orang Islam. Sehingga makna ayat tersebut adalah orang-orang Yahudi yang tidak menerapkan hukum Islam adalah orang-orang kafir Sebagian para ulama menafsirkan ayat tersebut dengan bahwa hukum kufur pada ayat tersebut berlaku bagi orang yang tidak menerapkan hukum Islam karena inkar, menganggap bahwa hukum selain Islam lebih baik dari pada hukum Islam.

Daftar Pustaka Al-Qur’a>n Ah}mad bin H{anbal.Ah}ka>m al-Nisa>. Bairut: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyah, tt ______.Musnad Ah}mad bin H{anbal.al-maktabah al-sha>milah, Vol.2 Al-Biqa>'i, Naz}m al-Durar, (Bairut: Da>r al-kutub al-Ilmiah, t.t al-Bukha>ri, S{ah}i>h} al-Bukha>ri. al-maktabah al-sya>milah, Vol.2 al-Ghaza>li, Muhammad, Min Ma'a>laim al-H{aq.Da>r al-Kutub al-Hadi>thah, cet. III, 1382 H/1963 M) Al-H{a>kim, al-Mustadrak, tafsi>r surat al-Ma>idah, (al-al-maktabah al-sha>milah, Vol.2 Al-H{abasyi, Abdullah.al-Baya>n al-muwatstsaq. Bairut: Daral-Masya>ri' , 2005 M/ 1426 H ______, Risa>lah al-Tah}dzi>r min al-Firaq al-Tsala>ts, (Bairut: Da>r al-Masya>ri', 1995 M) Al-Kha>zin, Luba>b al-Ta`wi>l fi Ma'a>ni al-Tanzi>l. al-maktabah al-sya>milah, Vol.2 Al-Maudu>di>, Naz}ariyat al-Isla>m wa Hadyuhu. Bairut: Muassasah al-Risa>lah, tt Al-Qurt}ubi. al-Ja>mi' li Ah}ka>m al-Qur'a>n. al-maktabah al-sya>milah, Vol.2

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018 144

Al-Ra>zi, Fakhr al Di>n.al-Tafsîr al-Kabîr wa Mafâtih al-Ghaib. al-maktabah al- sya>milah, Vol.2 Al-T{abari, Ibn Jari>r. Ja>mi' al-Baya>n fi Takwi>l al-Qur'a>n. al-maktabah al- sya>milah, Vol.2 Al-T{ah}awi, Abu Ja’far. al-'Aqi>dah al-Tah}a>wiyah. Bairut: Da>r al Masya>ri’, 2009 Departemen Agama.al-Qur’a>n Dan Terjemahnya. Fahmi Huwaidi. H{atta latakuna Fitnah. Kairo: Da>r al-Shuru>q, cet.2 1992 M Ibn al-Mutahhar. al-Bad`u wa al-Ta>rikh. http://www.alwarraq.com Ibn al-Qayyim. Mada>rij al-Sa>liki>n. Bairut: Dâr al-Kutub al-'Arabi, 1973 M M. D{iya>`u al-Di>n Rais. al-Isla>m wa Khila>fah si 'As}ri al-Hadi>ts, Naqd al-Kita>b wa Us}u>l al-Hukm. Kairo: Da>r al-Tura>th, 1976 M M.Quraisy Shihab. Tafsi>r al-Mis}ba>h. Jakarta: Lentera Hati, cet. 8, 2002 M Muh}ammad `Ima>rah. Ma'rakah al-Isla>m wa Us}u>l al-H{ukm. Kairo: Dar al- Syuruq, 1989 M Muhammad `Ima>rah. Abu al-A'la al-Maudu>di> wa al-S{ahwah al-Isla>miyah. Bairut: Da>r al-Wihdah, 1986 M Muslim dalam al-Ja>mi' al-S{ah}i>h}, melalui jalan Abu Hurairah, kitab al-Ima>n, bab it}la>q Ism al-Kufr 'ala al-Ta'an fi al-Nasb, (al-maktabah al-syamilah, Vol.2 Muslim. al-Jâmi' al-S{ahîh.al-al-maktabah al-sha>milah, Vol.2 Sayyid Qut}b, Fi>Zila>l al-Qur'a>n. al-maktabah al-sya>milah, Vol.2 ______, Ma'âlim fi al-Tariq. al-maktabah al-sya>milah, Vol.2

E-ISSN : 2503-314x P-ISSN : 2443-3950 Jurnal El-Faqih, Volume 4, Nomor 2, Oktober2018