SEBARAN DAN KONSERVASI AMPUPU (Eucalyptus Urophylla S.T. BLAKE) DI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh : I Komang Sura
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
SEBARAN DAN KONSERVASI AMPUPU (Eucalyptus urophylla S.T. BLAKE) DI NUSA TENGGARA TIMUR Oleh : I Komang Surata Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu, Mataram [email protected] ABSTRAK Ampupu (Eucalyptus urophylla S.T. Blake) dikenal sebagai salah satu flora penyusun ekosistem hutan savana di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Maluku Tenggara Barat. Jenis ini mempunyai nilai ekonomi tinggi, yang dimanfaatkan untuk kayu pertukangan, industri pulp, kayu bakar, arang, dan minyak atsiri. Jenis ini termasuk pionir dan cepat tumbuh. Dewasa ini terjadi penurunan populasi dan sumberdaya genetik karena terjadi illegal logging, tekanan penduduk terhadap hutan untuk perladangan, kebakaran hutan, dan ternak lepas. Oleh karena itu maka perlu segera dilakukan upaya konservasi melalui perlindungan dan pengembangan budidaya. Dalam melaksanakan kegiatan ini maka perlu dukungan data sebaran populasi, genetik dan status konservasinya . Secara alami ampupu menyebar di 7 pulau : Flores, Timor, Weter, Adonara, Lomblem, Pantar dan Alor. Hasil uji provenan pada beberapa negara menunjukkan bahwa untuk penanaman dataran tinggi (> 1000 m dpl.) cocok menggunakan benih asal pulau Timor (G.Mutis), sedangkankan dataran rendah cocok menggunakan provenan dataran rendah (Flores,Wetar). Berdasarkan haplotypes kloroplast, migrasi gen dan diversitas genetik ampupu dikelompokkan menjadi 3 sebaran yaitu : Timor, Flores, dan Wetar. Status konservasi ampupu di 7 pulau tersebut bervariasi dari low risk‐ critically endangered. Untuk mengatasi status penurunan populasi dan genetik ini maka kegiatan yang perlu segera dilakukan adalah berupa perlindungan terhadap illegal logging, pengendalian perambah dan kebakaran hutan, dan pengembangan budidaya. Pengembangan penanaman budidaya disesuaikan dengan tujuannya a.l: perlindungan hutan untuk lingkungan, mempertahankan diversitas genetik dan populasi, serta pengembangan pada habitat alami dan di luar habitat. Kata kunci : ampupu, sebaran, genetik, konservasi PENDAHULUAN Ampupu (Eucalyptus urophylla S.T. Blake) merupakan salah satu jenis tanaman endemik yang sangat penting peranannya di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan merupakan salah satu flora utama penyusun savana di daerah semiarid NTT dan Maluku Tenggara Barat. Jenis ini sangat potensial dan mempunyai nilai ekonomi tinggi yang dapat digunakan untuk : bahan bangunan, PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS SAVANA NUSA TENGGARA | 1 bahan baku pulp, minyak atsiri, dan pakan lebah (Surata, 2006). Daunnya memiliki kandungan minyak esensial: paecymene (76%), alpha‐pinene (7%) and gamma terpenene (4%), yang yang dipakai sebagai desinfektan untuk industri sabun dan farfum (Orwa et al. 2009) dan juga berkhasiat sebagai antibakteri, antivirus, analgesik, dan anti infeks (Suhendi, 2010). Pemanfaatan ampupu sebagai bahan baku pulp sangat menguntungkan karena termasuk fast growing species dan memiliki produksi yang tinggi serta cukup baik untuk produksi pulp. Pada umur 4‐7 tahun, kualitas pulp yang dihasilkan terbaik berdasarkan morfologi serat, komposisi kimia kayu, sifat optik, dan kekuatan pulp. Sedangkan pada umur > 7 tahun kualitasnya kurang baik karena menghasilkan noda pada lembaran pulp terutama untuk bahan baku pulp kertas, dan lebih baik digunakan untuk kayu pertukangan. Melihat nilai ekonominya cukup tinggi maka banyak negara yang melakukan eksplorasi di daerah sebaran alaminya di NTT untuk mencari provenan dan genetik yang baik untuk pemuliaan dalam rangka meningkatkan produktivitasnya. Sekitar 95‐97% bahan bahan baku pulp berasal dari kayu Eucalyptus (FAO, 2000). Ampupu adalah salah satu jenis kayu pulp dominan di dunia. Jenis ampupu merupakan bahan baku serat paling penting untuk industri pulp dan kertas terutama di negara‐negara Barat Daya Eropa (Portugal dan Spanyol), Amerika Selatan (Brasil dan Chile), Afrika Selatan, Jepang, dan negara lainnya (Dvorak Dvorak, Surata, Hodge,Payn, 2008). Di Brazil, hibrid ampupu telah ditanam secara besar‐besaran oleh perusahaan industri kayu Aranta Cruz seluas 500.000 ha untuk menghasilkan pulp. Tercatat produksi yang dihasilkan dari ampupu 20‐30 m3/ha/th, hasil uji provenan 50 m3/ha/th, hibrid antara E. Urophylla x E. Grandis 70‐100 m3/ha/th yang dapat dipanen pada umur 10 tahun (Priyor et al.1995). Disamping produktivitasnya yang tinggi Eucallyptus urophylla mempunyai beberapa kelebihan antara lain mampu tumbuh pada jenis tanah yang kurang subur/di lahan kritis, tahan terhadap kebakaran permukaan karena memiliki lignotube dan berkulit relatif tebal, sebagai tanaman pionir, kesesuaian tempat tumbuhnya cukup luas, dapat tumbuh di daerah beriklim kering, mampu berkembang biak dengan vegetatif, tahan terhadap hama penyakit, dan baik untuk pertumbuhan rumput/tanaman bawah (Turnbull and Brooker, 1978). Hal ini menyebabkan kayu ampupu merupakan salah satu jenis kayu yang sangat potensial untuk di kembangkan sebagai kayu ekonomi masa depan yang kebutuhannya semakin meningkat dan juga untuk rehabilitasi lahan. Dewasa ini terjadi kerusakan habitat alam ampupu pada sebaran alaminya karena illegal logging, tekanan penduduk untuk konversi hutan sebagai lahan pertanian. Kondisi ini akan mengakibatkan penurunan populasi dan sumber daya genetik. Akibat penurunan populasi ini maka dewasa ini status ampupu di Provinsi NTT sudah dimasukkan jenis yang low risk ‐ critically endangered (Pepe et 2 | PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS SAVANA NUSA TENGGARA al., 2004). Oleh karena itu, perlu segera dilakukan upaya konservasi populasi dan sumberdaya genetik. Konservasi adalah upaya untuk menjamin keberlangsungan keberadaan jenis, habitat dan komunitas biologis dan interaksi antar jenis dan jenis dengan ekosistem (Young et al., 2000). Upaya konservasi ampupu dewasa ini masih sangat terbatas dan belum banyak dilakukan. Secara umum untuk melakukan konservasi dapat dilakukan dengan strategi konservasi in situ dan eks situ berupa : perlindungan, pengembangan penanaman atau rehabilitasinya di daerah penyebaran alami dan penanaman di luar habitatanya. Diharapkan dengan upaya tersebut, jenis ampupu populasi dan sumberdaya genetik bisa dipertahankan dan bahkan meningkat, terutama untuk tujuan pemuliaan untuk mendapatkan benih ampupu yang berkualitas genetik baik dalam rangka peningkatan produktivitas pembangunan hutan tanaman. Dalam tulisan ini akan di sajikan: ekologi dan morfologi, sebaran populasi dan genetik, strategi konservasi, perlindungan, dan pengembangan untuk rehabilitasi hutan di NTT. EKOLOGI DAN MORFOLOGI Eucalyptus urophylla S. T. Blake mempunyai banyak nama sesuai dengan sebaran ekologi di NTT. Berdasarkan sebaran ekologinya ampupu di Flores dinamakan palawan atau popoo, dan di pulau Timor disebut ampupu (Surata et al., 2004). Ampupu pertama kali diidentifikasi dinamakan Eucalyptus decaisneana (Blume) pada tahun 1849 (Eldrige et al., 1993). Sejak tahun 1977 dirubah menjadi Eucalyptus urophylla S. T. Blake (Blake 1977). Jenis ini tumbuh baik pada elevasi dataran rendah sampai pada dataran tinggi di daerah pegunungan pada ketinggian 70 ‐3000 m (Pepe et al., 2004). Tegakan ampupu penyebarannya ada yang murni dan kadang‐kadang tumbuh bercampur dengan jenis lain, Pola penyebarannya tumbuhnya di hutan alam savana di daerah semiarid yang bercampur dengan E. alba Reinw. Ex Blume pada ketinggian 500‐600 m dpl. Terutama di pulau Flores, Wetar dan pulau‐pulau kecil lainnya, sedangkan di pulau Timor (Gunung Mutis) bercampur sampai pada ketinggian 1.500 m dpl (Surata, 2005). Sebagai penyusun utama hutan daerah savana semiarid Eucalyptus urophylla di NTT dan Maluku Tenggara Barat tumbuh secara alami di daerah yang mempunyai ketinggian tempat tumbuh yang berbeda‐beda. Ampupu di pulau Timor ditemukan pada ketinggian 3000 m dpl, dengan curah hujan tahunan 700‐2500 mm dan temperatur rata‐rata tahunan 24‐28°C, bervariasi musim kering pada 4‐8 musim keringa pad daerah moonson per tahun bervariasi di pulau Timor antara 1000–2960 m dpl, pulau Wetar 70–800 m dpl, pulau Flores dan beberapa pulau kecil 300–1100 m dpl dari permukaan laut. Suhu minimum dan maksimum tumbuh pada suhu 27–30 °C pada ketinggian 400 m dpl, dan menurun pada ketinggian 15–21 °C pada ketinggian 1900 m dpl di pulau Timor. PROSIDING SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS SAVANA NUSA TENGGARA | 3 Curah hujan tahunan rata‐rata 1300‐2000 mm/th dengan jumlah bulan kering 5‐8 bulan pada daerah keing curah hujan 600‐1500 mm dpl (Surata et al, 2004). Secara alami ampupu tumbuh pada jenis tanah mediteran, litosol, dan regosol di daerah berbahan induk vulkanik dan campuran dengan kapur, bahkan tumbuh sebagai tumbuhan pionir di daerah letusan gunung berapi (Pepe et al. 2004). Ampupu toleran terhadap tanah kurang subur, tekstur berbatu‐liat pada tanah kering (Surata, 2006). Tumbuh di daerah pegunungan pada daerah hutan menggugurkan daun dan hutan selalu hijau. Eucalyptus urophylla menghendaki cahaya sepanjang tahun (jenis intoleran), dan juga merupakan pohon yang tetap hijau sepanjang tahun Mengingat tidak memerlukan tempat tumbuh yang terlalu sfesifik maka jenis ini dapat tumbuh pada kondisi edafik yang luas, dan cukup baik terutama untuk penghutanan kembali baik pada tanah kering dan basah (Marten et al., 1975). Perkembangan penanaman ampupu sudah menyebar di beberapa negara dan hasilnya cukup baik seperti di Papua Nugini, China, Malesya, Thailand, Vietnam, Kamerun, Kongo, Gabon, Afrika Selatan, Madagaskar, Kosta Rika, Solomon, dan Mexiko. (Dvorak et al. 2008), dan dapat tumbuh baik di luar penyebaran dan dapat tumbuh pada zona iklim basah sampai iklim kering yaitu tipe hutan C, D, dan aE pad