TRADISI BADONCEK DALAM PERKAWINAN WILAYAH PARIAMAN DI KOTA MEDAN

TESIS

OLEH:

LIA KHALISA 117009025/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TRADISI BADONCEK DALAM ADAT PERKAWINAN MINANGKABAU WILAYAH PARIAMAN DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh :

LIA KHALISA 117009025/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Telah diuji pada Tanggal : 25 Juni 2016

PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D.

Anggota : 1. Dr. Deliana, M.Hum.

2. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.

3. Dr. Muhammad Takari, M.Hum.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERNYATAAN

Judul Tesis

TRADISI BADONCEK DALAM ADAT PERKAWINAN MINANGKABAU WILAYAH PARIAMAN DI KOTA MEDAN

Dengan ini Penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu

Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagaian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juni 2016 Penulis,

Lia Khalisa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

TRADISI BADONCEK DALAM ADAT PERKAWINAN MINANGKABAU WILAYAH PARIAMAN DI KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Tradisi Badoncek Dalam Perkawinan Minangkabau Adat Pariaman Di Kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tradisi Badoncek di dalam perkawinan orang Minangkabau khususnya orang Pariaman yang ada di Kota Medan dan mencari kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi tersebut. Tradisi Badoncek di kota Medan dilaksanakan pada malam hari setelah azan Isya sebagai penutup setelah ‘alek’ di pagi hari. Teori yang digunakan adalah teori Struktur Wacana oleh Van Dijk. Penelitian ini dilakukan dengan tehnik pengumpulan data merekam dan mewawancarai narasumber. Struktur teks pada tradisi badoncek ini menggunakan teori struktur.Teks di dalam penelitian Tradisi Badoncek ini terdiri dari tiga yaitu struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Koteks yang muncul bersamaan dengan teks diantaranya proksemik, kinetik dan paralinguistik dan unsur-unsur material dapat ditemukan dalam penelitian ini. Di dalam mengkaji bahasa, interpretasi yang berfokus pada teks harus memperhatikan konteks. Dalam penelitian Tradisi Badoncek ini konteks yang ditemukan adalah konteks situasi dan budaya. Kearifan lokal di dalam Tradisi badoncek ini dikelompokkan menjadi 1). Gotongroyong, 2). Keharmonisan, 3). Musyawarah untuk mufakat, 4). Meningkatkan persatuan kaum

Kata Kunci: Antropolinguistik, Tradisi Badoncek, Koteks, Konteks, Kearifan lokal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRACT

The title of this research is Badoncek Dalam Perkawinan Minangkabau Adat Pariaman Di Kota Medan. The purpose of this study is to describe the tradition of Badoncek in the Minangkabau marriage especially Pariaman people in Medan and to find local wisdom in the tradition. The tradition of Badoncek in Medan is held at night after Azan Isya and after 'alek' wedding ceremony in the morning. The theory used is discourse structure theory by Van Dijk. This research is conducted by recording data collection technique and interviewing resource person. The text structure of this badoncek tradition uses structural theory. The text in this Badoncek Tradition study consists of three macro structures, superstructures and microstructures. Koteks that appear along with text such as proxemic, kinetic and paralinguistic and material elements can be found in this study. In the study of language, text-focused interpretations must take account of the context. In this Badoncek Tradition research the context found is the context of situation and culture.Local wisdom in this Badoncek tradition is grouped into 1). Gotongroyong, 2). Harmony, 3). Deliberation for consensus, 4). Increase unity ofpeople

Keywords: Anthropolinguistics, Badoncek Tradition, Cotext, Context, Local Wisdom

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK……………………………………………………………………….i ABSTRACT ...... ii KATA PENGANTAR...... iii RIWAYAT HIDUP...... iv DAFTAR ISI…………………………………………………………………….v DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………vi DAFTAR LAMPIRAN ...... vii

BAB I PENDAHULUAN………..…………………………………………...…1 1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………….….... 1 1.2 Perumusan Masalah…………………………………………...... 10 1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………....…....10 1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………....……..11 1.5 Klarifikasi Istilah……………………………………………...... 11 . BAB II KONSEP, KAJIAN TEORETIS DAN KAJIAN YANG RELEVAN...... 13 2.1 Konsep …………………………………………………….……...... 13 2.1.1 Tradisi Lisan …….………………………………………….... 13 2.1.2 Performansi……………………………………………...... 15 2.1.3 Teks……………………………………………………...... 16 2.1.4 Koteks…………………………………………………...... 17 2.1.5 Konteks…………………………………………………...... 18 2.1.6 Kearifan Lokal………………………………………...... 19 2.1.7 Merantau……………………………………………...... 20 2.1.7.1 Pariaman: Daerah Rantau Yang Unik……………...... 23 2.1.7.2 Orang Minang Di Kota Medan ……………………....26 2.1.8 Sistem Kekerabatan Orang Minangkabau……………………28 2.1.9 Perkawinan Adat Minangkabau Wilayah Pariaman………….32 2.1.9.1 Tahap Sebelum Perkawinan………………………….35 2.1.9.2 Tahap Pelaksanaan Perkawinan……………………....36 2.1.9.3 Badoncek…………………………………………...... 39 2.2 Kajian Teoretis……………………………………………………....40 2.2.1 Antropolinguistik……………………………………………...40 2.2.2 Analisis Struktur Wacana..…………………………………....42 2.3 Kajian Yang Relevan……………………………………………...... 45 2.4 Konstruk Analisis…………………………………………………...48

BAB III METODE PENELITIAN………………………………………….... 49 3.1 Lokasi Penelitian………………………………………………….. 49 3.2 Data dan Sumber data……………………………………………... 51 3.3 Teknik Pengumpulan data………………………………………...... 52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.4 Tehnik Analisis data……………………………………………...... 53 3.5 Triangulasi Data………………………………………………….....55

BAB IV PERFORMANSI TRADISI BADONCEK PADA ADAT PERKAWINAN MINANGKABAU WILAYAH PARIAMAN….... 57 4.1 Tahap SebelumPerkawinan………………………………………... 57 4.2 Tahap Pelaksanaan Perkawinan…………………………………… 65 4.3 Badoncek………………………………………………………….. 69

BAB V ANALISIS STRUKTUR WACANA TEKS, KOTEKS, DAN KONTEKS TRADISI BADONCEK ...... …………………...... 75 5.1 Teks Tradisi Badoncek……...... …………………………………...75 5.1.1 Struktur Makro………………………………………………76 5.1.2 Superstruktur (struktur alur) ………………………………...76 5.1.3 Struktur Mikro……………………………………………….77 5.2 Koteks Tradisi Badoncek……………………………………….....78 5.2.1 Proksemik, Kinetik, Paralinguistik………………………….78 5.3 Konteks Tradisi Badoncek………………………………………...83 5.3.1 Konteks Budaya Tradisi Badoncek...... ……………………..84 5.3.2 Konteks Situasi Tradisi Badoncek ...... …………………...... 85

BAB VI KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI BADONCEK…………....88 6.1 Gotongroyong ……………………………………………………... 88 6.2 Keharmonisan…………………………………………………….... 90 6.3 Musyawarah dan Mufakat………………..……………………...... 93 6.4 Menjaga Persatuan Kaum………………………………………..... 93

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………….....96 7.1 Simpulan………………………………………………………….... 96 7.2 Saran……………………………………………………….… ...... 99

DAFTARPUSTAKA………………………………………………………...... 100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman 2.1 Tradisi Badoncek Dalam Masyarakat Minangkabau Adat Pariaman Di Kota Medan…………………………………...... 51 4.1 Sirih Pinang………………………………………………………………...... 61 4.2 Batuka Tando……………………………………………………………………64 4.3 Hantaran Untuk Anak Daro ………………………………………………….....65 4.4 Mengantar Mempelai Pria……………………………………………………….70 4.5 Memulai Acara Badoncek ……………………………………………………...72 4.6 Perwakilan Pengurus PKDP ………………………………………………….....74 5.1 Meja Panjang Badoncek ……………………………………………...... 80 5.2 Penyerahan Sumbangsih (amplop) 1………………………………………….....82 5.3 Penyerahan Sumbangsih (amplop) 2...... 82 5.4 Wadah tempat uang…………………………………………………………...... 87 5.5 Dendeng Balado ……………………………………………………………...... 89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Tradisi Badoncek dalam Adat Perkawinan Minangkabau Wilayah Pariaman di Kota Medan”.

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof .DR.Runtung Sitepu, SH, M.Hum 2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Dr. Budi Agustono, MS 3. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., selaku Pembimbing I. Terimakasih untuk kesabaran dan kebaikan hati yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan arahan kepada penulis sehingga penulisan tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. 4. Ibu Dr. Deliana, M.Hum., selaku Pembimbing II, terimakasih pada ibu yang juga telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam penulisan tesis ini. 5. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D., selaku Ketua Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan ilmu, motivasi, dan masukan kepada penulis dalam penulisan tesis ini. 6. Ibu Dr. Nurlela, M.Hum., selaku Sekretaris Program Studi Magister Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan dalam urusan administrasi sehingga dapat berjalan dengan baik. 7. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. dan Dr. Muhammad Takari, M.Hum. selaku penguji yang telah memberikan masukan dan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan tesis ini untuk menjadi lebih baik lagi. 8. Seluruh dosen dan staf pengajar di Program Studi Magister Linguistik yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat 9. Serta seluruh staf pegawai administrasi dan perpustakaan Program Studi Linguistik yang telah memberikan pelayanan administrasi serta pertemanan yang baik selama perkuliahan sampai terselesaikannya tesis ini. 10. Keluarga besar Akademi Pariwisata Nusantara Medan selaku instansi tempat penulis bekerja yang telah memberikan izin belajar kepada penulis untuk mengikuti jenjang pendidikan S2 di Universitas Sumatera Utara. 11. Suami tercinta yang baik hati, Nasrul Hamdani, terimakasih untuk kesabaran dan dukungan yang luar biasa menghadapi istri yang moody-an ini, (maaf untuk ‘keterlambatan’ ini). Teruntuk anak-anak tersayang, Rayzal Barraq Mataniari, Annisa Reno Bulan, Rully Malik Aldebaran dan Aisha Cornelia Nasrukh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12. Mama Murni dan Ayahanda Alm dr. Suhaimi Bakri, pilu karena permintaan papa terlalu lama terwujud, buat, Mama Asni, Ibu Djasniar, Tek Ris, terima kasih banyak karena telah memeberi banyak waktu serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis untuk terus bersemangat dalam menyelesaikan tesis ini. 13. Seluruh teman seangkatan S2 Linguistik, kak Dara Srimahyuni, Euis Qomariah, Sarma Panggabean, Rahmayani, Lisa, secara khusus kepada kak Fita Delia Gultom dan yang terpenting terimakasih kepada Ernawati Surbakti (adek tersayang yang selalu ‘memaksa’ kakaknya yang super lambat ini) terimakasih untuk dukungan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini, terima kasih untuk kebersamaan yang penuh manfaat. 15. Tak lupa buat sahabat yang selalu senang di ajak jalan dan mendengarkan dengan sabar keluh kesah saya Rini D.F Hasibuan,

Penulis menyadari bahwa tesis ini memiliki banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan dari berbagai pihak demi perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Terima kasih.

Medan, Juni 2016 Penulis, Lia Khalisa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan badoncek di Sumatera Barat telah lama dipopulerkan oleh masyarakat di Kabupaten Padang Pariaman dan di daerah perantauan yang banyak didiami oleh orang Pariaman. Di dalam kegiatan tersebut ada acara berupa menggalang dana untuk menopang kegiatan publik ataupun sebagai wujud solidaritas sosial terhadap warga lain yang sedang ditimpa musibah, lebih spesifik lagi pada sanak famili yang hendak melangsungkan pesta perkawinan, mereka pun melakukan badoncek.

Badoncek merupakan tradisi lama yang awalnya dilakukan untuk mengumpulkan dana guna membiayai perhelatan perkawinan, namun kini berkembang menjadi untuk pembangunan masjid, sekolah, dan lain-lain.

Badoncek berasal dari kata doncek yang artinya lompat atau lempar, yaitu melompatkan atau melemparkan uang ke dalam wadah yang diselenggarakan panitia badoncek. Di rantau Badoncek terdiri atas tiga bagian, yang pertama adalah alek tewa atau alek bebas, yaitu menyorakkan nama dan nominal uang yang telah diserahkan sebelumnya oleh peserta doncek kepada panitia, yang kedua adalah doncek dari perkumpulan/organisasi yang diikuti oleh si pangka, dan yang ketiga adalah masuak ka pangka dahan yaitu doncek dari dunsanak atau pihak keluarga. Aktifitas badoncek tersebut adalah memandu pencarian dana dari pengunjung dan undangan yang hadir untuk disumbangkan atau diberikan kepada pihak penyelenggara alek melalui panitia badoncek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kegiatan badoncek di Sumatera Barat telah lama dipopulerkan oleh masyarakat, khususnya di Kabupaten Padang Pariaman. Untuk acara-acara tertentu seperti menggalang dana untuk menopang kegiatan publik ataupun sebagai wujud solidaritas sosial terhadap warga lain yang sedang ditimpa musibah, lebih spesifik lagi pada sanak famili yang hendak melangsungkan pesta perkawinan, mereka pun melakukan badoncek. Hal ini kemudian dibawa oleh para perantau ke tempat mereka bermukim.

Acara badoncek biasanya yang dilaksanakan pada malam hari setelah shalat isya atau pada malam penutupan pesta perkawinan. Pada malam ini berkumpul semua kaum kerabat, ninik mamak, dan penghulu adat. Pada seluruh yang hadir, diumumkanlah semua pembiayaan pesta perkawinan dan dikurangkan dengan besar pendapatan yang diperoleh dari siang hari, sisanya merupakan hutang atau jumlah yang diharapkan dapat diperoleh melalui badoncek. Namun sekarang, kebiasaan di rantau, berapa jumlah pembiayaan pesta tidak lagi dan berapa lagi kekurangan yang dibutuhkan tidak lagi diumumkan. Mengumumkan jumlah hutang mulai dianggap tabu. Maka protokol hanya mengumumkan jumlah sumbangsih yang telah terkumpul, selanjutnya si protokol akan menanyakan pada tuan rumah sudah cukup atau belum. Kepandaian seorang protokol untuk berkata- kata atau kepiawaian berbicara sangat dibutuhkan. Seorang harus mampu memprovokasi dan membujuk penontonnya, mampu mengikat perhatian, perasaan dan emosi para hadirin untuk saling bersaing dalam memberikan sumbangan sehingga jumlah yang dibutuhkan akan tercapai bahkan lebih. Biasanya karena diadakan pada malam hari, tamu-tamu yang tertinggal biasanya keluarga, kaum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kerabat maupun urang sakampuang. Maka pada saat inilah bujukan dan rayuan ditujukan pada para tamu yang tersisa.

Tradisi badoncek lahir dari perasaan akan kebutuhan bersama, saling tolong menolong dan gotongroyong; barek samo dipikua ringan samo dijinjiang, itulah muncul tradisi Badoncek ini. Rasa kebersamaan dan gotong-royong ini tumbuh kuat dan berakar pada masyarakat Minangkabau. MS, Amir (1997) menyebutkan sifat dasar orang Minangkabau adalah kepemilikan bersama

(komunalbezit). Tiap individu menjadi milik bersama dari kelompoknya.

Sebaliknya tiap kelompok itu (suku) menjadi milik semua individu yang yang menjadi anggota kelompok itu. Kehidupan individu terhadap kelompok sukunya bagaikan kehidupan ikan dengan air. Ikan adalah individu sedangkan air adalah suku tempatnya hidup. Bila si ikan dikeluarkan dari air, maka ia akan segera mati.

Hal ini melahirkan rasa kesetiakawanan, rasa kebersamaan dan tolong menolong yang tinggi. Sehingga apabila ada kerabat yang akan mengadakan pesta, ada yang mengalami musibah ataupun kegiatan-kegiatan lainnya maka kerabat lainnya akan ikut bergotongroyong memberikan bantuan baik berupa uang, tenaga, maupun barang.

Tradisi badoncek banyak dilakukan orang Pariaman dimanapun mereka berada diseluruh . Di kota Medan tradisi badoncek ini lahir ketika orang

Pariaman yang merantau berkumpul dan menjadi komunitas, selanjutnya membentuk organisasi-organisasi berdasarkan kampung asal mereka yang berasal dari wilayah administrasi Kabupaten Padang Pariaman. Para perantau yang menggalakkan tradisi ini awalnya adalah untuk menolong anggotanya yang hendak mengadakan pesta (baralek).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tradisi badoncek masih dilakukan para perantau Minangkabau asal

Pariaman di Kota Medan namun badoncek di rantau sudah mengalami pergeseran dari kampung asalnya. Di Pariaman tradisi ini sangat meriah dan kental dengan nuansa hiburan, sementara di Kota Medan unsur hiburan mulai berkurang, para peserta doncek yang hadir telah lebih dahulu mempersiapkan sumbangsihnya, terutama yang dikoordinir oleh kelompok organisasi, unsure spontanitas sangat jauh berkurang. Para peserta doncek tidak lagi memandang penting unsur hiburan di dalam badoncek. Pada tahun 70an di Kota Medan tradisi badoncek masih sangat meriah dan menjadi hiburan masyarakat pariaman di Medan, namun menjelang akhir tahun 90an fungsi hiburan tidak lagi penting di dalam badoncek.

Di dalam bukunya Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Orang Minang,

M.S Amir (1999) menyebutkan bahwa tujuan hidup yang ingin dicapai oleh orang

Minang adalah bumi sanang padi manjadi, taranak bakambang biak. Maksudnya adalah ingin mencapai masyarakat yang damai, makmur, dan berkah sesuai dengan ajaran Islam yaitu Baldatun Toyyibatun wa Robbun Gafuur, yaitu suatu masyarakat yang aman, damai, dan selalu dalam lindungan allah SWT. Untuk mencapai hal itu perlulah adanya corak masyarakat idaman yaitu masyarakat nan sakato, hal ini tercermin dalam pribahasa sebagai berikut

Bumi sanang padi manjadi Bumi senang padi menjadi Padi masak jaguang maupie Padi masak jagung mengupil Anak buah sanang santoso Anak buah senang sentosa Taranak bakambang biak Teranak berkembang biak Bapak kayo mandeh batuah Ayah kaya ibu bertuah Mamak disambah urang pulo Paman disembah orang juga

Masyarakat nan sakato dapat terwujud jika empat unsur terpenuhi yaitu saiyo sakato, sahino samalua, anggo tango, serta sapikue sajinjing. Keempat unsur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersebut akan menumbukan perasaan bersama yang menimbulkan suatu perasaan tanggungjawab dan gotong royong, yang berat sama dipikul ringan sama dijinjing.

Tradisi badoncek merupakan bagian dari kebudayaan Pariaman yang pewarisannya perlu dikenal secara turun temurun oleh generasi penerus karena tradisi ini merupakan milik bersama anggota masyarakat Pariaman yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi dilakukan melalui proses belajar yang penjang. Perwujudan tradisi ini diciptakan oleh masyarakat Pariaman karena berbudaya, berperilaku, dan memiliki kehidupan sosial, religi, seni, dan lain-lain, semuanya ditujukan untuk melangsungkan kehidupan mereka bermasyarakat. Tradisi tersebut perlu dipelihara dan diajarkan kepada setiap generasi dalam masyarakatnya agar tetap dilakukan oleh generasi seterusnya sehingga menjadi tradisi bagi suatu masyarakat dalam kehidupannya.

Penelitian ini mempunyai tujuan agar dapat mendokumentasikan dan mendeskripsikan nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi badoncek yang dianggap dapat menyejahterakan kehidupan masyarakat pariaman. Kegiatan budaya tradisional seperti badoncek masih memiliki komunitas sehingga untuk menurunkan dengan media lisan masih dapat dilakukan. Merujuk pada Finnegan

(1992) bahwa tradisi lisan bersifat verbal, lisan (non-written), milik masyarakat, mendasar dan bernilai (fundamental and valued), diturunkan dari generasi ke generasi maka tradisi badoncek merupakan tradisi lisan yang menghubungkan generasi masa lalu, sekarang, dan masa depan dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran, perkataan, dan perilaku secara individu dan kelompok adalah implementasi senyatanya dari teks-teks lisan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Perkawinan merupakan siklus terpenting bagi masyarakat Minangkabau.

Baik laki-laki maupun perempuan akan melalui tingkat dan masa-masa tertentu yang disebut daur hidup. Masa-masa daur hidup ini dimulai dari sejak lahir, memasuki masa balita, remaja, dewasa, masa berkeluarga dan kemudian menjadi tua. Tiap masa merupakan saat-saat yang istimewa, akan tetapi masa berkeluarga atau menikah menjadi suatu masa yang dianggap paling istimewa karena setiap laki-laki maupun perempuan mulai memasuki babak baru dalam hidup. Sinar

(2011) mengatakan bahwa perkawinan merupakan salah satu tahap inisiasi dalam daur kehidupan manusia yang sangat penting. Melalui perkawinan seseorang akan mengalami perubahan status, yakni dari status bujangan menjadi berkeluarga.

Dengan demikian, pasangan tersebut akan diakui dan diperlakukan sebagai anggota penuh dalam masyarakat. Dalam sistem kekerabatan, perkawinan seseorang juga memengaruhi sifat dan hubungan kekeluargaannya, bahkan dapat pula menggeser hak serta kewajiban untuk sementara anggota kerabat lainnya.

Misalnya seorang ayah yang tadinya bertanggung jawab atas anak gadisnya, tetapi dengan terjadinya ikatan tali perkawinan maka hak dan kewajiban tersebut berpindah kepada suami sang anak.

Dalam pelaksanaan upacara perkawinan pengaruh adat dan agama menjadi pola yang mempengaruhi seluruh prosesi upacara perkawinan. Pandangan hidup

Minangkabau “adat basandi syrarak, syarak basandi kitabullah” dilaksanakan dalam segala kegiatan perkawinan. Bagi laki-laki disamping diakui sudah dewasa, perkawinan juga akan mengangkat status sosial, derajat dan martabatnya. Laki- laki Minangkabau yang sudah menikah akan memiliki hak suara dan otomatis sudah dilibatkan dalam rapat-rapat keluarga luas. Perkawinan menimbulkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA hubungan baru tidak saja antara dua pribadi yang bersangkutan akan tetapi juga kedua keluarga masing-masing pihak. Perkawinan tidak berarti seseorang akan meninggalkan kelompok awalnya namun lebih kepada memekarkan kelompoknya. Latar belakang antara kedua belah pihak yang berbeda seperti kebiasaan hidup, pendidikan, tingkat sosial dan tata krama haruslah dipahami dan kesediaan untuk menyesuaikan diri dari masing-masing pihak akan membantu mengurangi konflik-konflik baik yang terjadi sebelum hingga sesudah upacara perkawinan dan diharapkan perkawinan menjadi langgeng. Perkawinan juga menuntut suatu tanggung jawab diantaranya menyangkut nafkah lahir batin, jaminan hidup dan tanggung jawab pendidikan anak-anak yang akan dilahirkan.

Sesuai dengan adat istiadat perkawinan di Minangkabau umumnya yang menganut sistem matrilineal maka yang harus menyelenggarakan pesta perkawinan adalah pihak perempuan sehingga masalah dana akan menjadi tanggungan pihak pengantin perempuan. Oleh karena biaya yang besar untuk perhelatan perkawinan maka perkawinan menjadi masalah seluruh keluarga dan masalah suku yang menyangkut raso jo pareso yakni penyelidikan yang mendalam segala segi baik secara material maupun menurut pikiran yang masuk akal menyangkut alur dan patut (pantas atau tidaknya) sesuai dengan keadaan.

Tradisi Badoncek merupakan salah satu solusi kegiatan yang dapat membantu perhelatan pernikahan pada masyarakat Minangkabau khususnya yang berdomisili di wilayah kabupaten Pariaman. Performansi tradisi badoncek dilakukan setelah perhelatan perkawinan yangbertujuan untuk membantu pelaksanaan perhelatan, mengurangi beban tuan rumah dan membangun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kedekatan dengan sesama anggota keluarga, jiran-tetangga, masyarakat sesuku dan lain suku.

Dalam prosesnya, teks, koteks dan konteks dalam badoncek ini memprovokasi supaya para pengunjung acara termotivasi untuk menyumbang yang lebih banyak. Sumbangan awal biasanya diawali oleh kaum kerabat yang ada di tinggal di rantau ataupun di kampong, selanjutnya teman-teman dari perkumpulan dan biasanya di penghujung acara ditutup oleh keluarga inti pengantin. Sambil berjalannya proses badoncek, panitia badoncek menghitung perolehan dana sumbangan. Bila dirasa kurang maka panitia terus-menerus memprovokasi pengunjung untuk terus menambah donasinya. Model provokasi ini, terkadang dibumbui dengan kata-kata bujukan, ungkapan bahkan sindiran- sindiran. Kepandaian si pembicara dalam mengolah kata sehingga para peserta

‘doncek’ rela hati untuk menyumbang tidak terlepas dari keahlian si pembicara menguasai budaya masyarakat setempat serta memahami fenomena yang ada.

Tidak ada target jumlah yang harus dicapai, semuanya tergantung pada keluwesan paergaulan dari keluarga pelaksana alek.

Diasumsikan bahwa nilai dan norma yang tergambar dalam penyelenggaraan badoncek misalnya niniak mamak dan urang tuo-tuo yang dihormati dan dituakan. Panitia-panitia yang dipilih merupakan orang-orang yang dianggap kompeten, dikenal baik oleh masyarakat sekitar, jujur dan cermat. Untuk protokol atau orang yang meneriakkan nama pemberi sumbangsih haruslah orang yang pandai bicara, paham situasi, pandai membujuk dan humoris. Adapun di rantau, khususnya di Kota Medan, penyelenggaraan badoncek biasanya diserahkan kepada suatu organisasi yang menaungi para perantau yang ada di kota

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan dalam hal ini adalah pihak PKDP (Persatuan Keluarga Daerah Piaman).

Peserta badoncek di rantau biasanya adalah sanak-famili, jiran tetangga yang sama-sama berasal dari Pariaman, dan teman-teman dalam satu perkumpulan.

Orang Minangkabau yang merantau membentuk perkumpulan yang biasanya didasarkan pada daerah asal mereka. Selanjutnya organisasi tersebut akan menginduk kepada PKDP (Persatuan Keluarga Daerah Piaman). Organisasi ini yang akan biasanya dipilih sebagai panitia penyelenggara aktivitas badoncek. Di kampung (Pariaman) pelaksanaan badoncek lebih ramai dan dan lebih lama prosesnya karena orang yang datang biasanya orang yang langsung memberikan sumbangsihnya sehingga suasananya lebih terasa akrab. Disinilah publik bisa menilai apakah si penyelenggara alek adalah orang yang memiliki atau pergaulan luas dan bagaimana kekompakan dalam bersaudara. Di rantau meskipun tetap ramai namun karena alasan waktu dan efektifitas beberapa peserta hanya mengirimkan amplop atau menyerahkan amplop setelah dibacakan yang bersangkutan langsung pulang.

Tradisi badoncek sekarang ini sudah tidak banyak dilakukan lagi.

Sebahagian masyarakat menganggap hal ini tidak diperlukan lagi karena itu hanya dilakukan oleh urang tuo-tuo dulu, tidak efektif dijalankan di kota terlebih apabila sio perantau tidak bergabung dalam suatu perkumpulan serta beranggapan menyebutkan berapa jumlah yang nominal yang diberikan pada orang lain adalah hal yang kurang baik, dan bahwa kegiatan itu hanya cocok dilangsungkan di kampung. Maka penelitian ini hendak mengetahui apakah Orang Pariman di rantau masih memandang penting tradisi Badoncek ini dalam pelaksanaan upacara perkawinan dan apakah acara badoncek ini masih dilaksanakan, jika eksistensinya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masih berlangsung bagi masyarakat Minang perantauan maka penelitian ini juga akan membuktikan bahwa kearifan lokal yang dibawa dari daerah asal masih berfungsi dan dijalankan oleh mereka yang tinggal di rantau.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah performansi pada Tradisi Badoncek dalam perkawinan

Minangkabau adat Pariaman di Kota Medan?

2. Bagaimana representasi Teks, Koteks, dan Konteks tradisi badoncek

dalam perkawinan Minangkabau adat Pariaman?

3. Bagaimana bentuk kearifan lokal tradisi badoncek dalam perkawinan

Minangkabau adat Pariaman?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian yang telah disebutkan diatas, maka tujuan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan performansi tradisi badoncek dalam perkawinan

Minangkabau adat Pariaman

2. Menjelaskan Teks, Kotek dan Konteks yang terjadi dalam tradisi badoncek

dalam perkawinan Minangkabau adat Pariaman

3. Mendeskripsikan bentuk kearifan lokal tradisi badoncek dalam perkawinan

Minangkabau adat Pariaman

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam beberapa hal:

1. Sebagai sumber informasi atau rujukan untuk memahami tentang fungsi

badoncek dalam masyarakat Pariaman

2. Menginformasikan dan melestarikan tradisi badoncek kepada masyarakat

luas.

3. Menambah khasanah kepustakaan atau bahan bacaan dalam bidang

linguistik dan budaya

1.5 Klarifikasi Istilah

Di dalam penelitian ada beberapa istilah yang menjadi bagian penting;

1. Badoncek, Kata badoncek dari asal kata doncek (lompat/lempar). Kegiatan

badoncek ini merupakan suatu kegiatan tolong menolong dalam pesta

perkawinan dan dilaksanakan pada malam hari sebagai penutup alek

2. Ninik-mamak, pihak keluarga yang dituakan dan dianggap bijaksana, biasanya

menjadi tempat untuk dimintai pendapat dan memutuskan suatu permasalahan

3. Malam Babako, aktivitas yang dijalani calon pengantin sebelum pernikahan

yang diselenggarakan oleh pihak bako (keluarga dari pihak ayah mempelai

berasal) dengan memberikan bantuan dan melepas anak pusaka/anak pisang

menuju jenjang pernikahan ini

4. Batuka Tando, secara harfiah artinya adalah bertukar tanda. Tando sendiri

merupakan arti simbolis, bahwa telah diikat perjanjian antara kedua belah

pihak, dan ini merupakan simbol antara ninik mamak dua keluarga yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berhubungan. Batuka tando bertujuan untuk mengikat masing-masing pihak

agar tidak bertindak lain (berubah pikiran).

5. Marapulai, pengantin laki-laki

6. Anak daro, pengantin perempuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II

KONSEP, KAJIAN TEORETIS, DAN KAJIAN YANG RELEVAN

2.1 Konsep

Ada beberapa pengertian dan konsep yang perlu dijelaskan dalam menganalisis tradisi badoncek dalam perkawinan Minangkabau adat Pariaman.

Konsep-konsep penting berkaitan dengan variabel dalam pengertian tradisi badoncek, konsep teori yang digunakan adalah konsep tradisi lisan, teks, koteks, konteks, dan kearifan lokal. Variabel konsep tradisi badoncek yang digunakan adalah merantau, masyarakat pariaman, perkawinan adat dan badoncek.

2.1.1 Tradisi Lisan

Tradisi adalah kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat dalam kehidupannya. Kebiasaan tersebut dipelihara dan diajarkan kepada setiap generasi dalam masyarakatnya agar tetap dilakukan oleh generasi seterusnya. Tradisi lisan merupakan sebagai sesuatu yang disampaikan dalam masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya.

Menurut Hoed (2008), tradisi lisan adalah sebagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun temurun disampaikan secara lisan. Tradisi lisan juga dapat diartikan sebagai kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan selisan (non-verbal) (Sibarani, 2012). Djuweng (dalam

Pudentia, 2008) mengatakan tradisi lisan menghubungkan generasi masa lalu,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sekarang, dan masa depan. Dalam kehidupan sehari-hari, pemikiran, perkataan, dan perilaku secara individu dan kelompok adalah implementasi senyatanya dari teks-teks lisan.

Menurut Pudentia (2008) tradisi lisan bukan hanya mengandung cerita mitos dan dongeng, akan tetapi juga mengandung berbagai hal-hal yang menyangkut hidup dan kehidupan komunitas pemiliknya,seperti kearifan lokal, sistem nilai, pengetahuan tradisional, sejarah, hukum, pengobatan, sistem kepercayaan (religi), hasil seni dan upacara adat, seperti adat perkawinan yang dimiliki komunitas adat sebagai pemilik tradisi lisan tersebut adalah bagian dari tradisi lisan.Sibarani (2012) menyebutkan ada beberapa ciri tradisi lisan, yaitu ;

1.Merupakan kegiatan budaya, kebiasaan atau kebudayaan berbentuk lisan,

sebagian lisan, dan bukan lisan.

2.Memiliki kegiatan atau peristiwa sebagai konteks penggunaannya. Oleh karena

tradisi lisan terkait pada konteks peristiwa, tradisi lisan memiliki tempat

kejadian dan situasi kejadian

3.Dapat diamati dan ditonton orang atau dipertunjukkan dalam suatu konteks

peristiwa tertentu.

4.Bersifat tradisional, untuk mengidentifikasi sebuah kebiasaan apakah termasuk

tradisi lisan atau tidak. Ciri tradisional ini menyiratkan bahwa tradisi lisan harus

mengandung warisan etnik, baik murni bersifat etnis maupun kreasi baru yang

ada unsur etnisnya.

5.Diwariskan secara turun-temurun, dari satu generasi ke generasi lain.

6.Proses penyampaian “dari mulut ke telinga”. Ciri inilah yang menjadikan

kebiasaan atau budaya bukan lisan (non-verbal culture) tergolong tradisi lisan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA karena budaya bukan lisan itu, seperti adat-istiadat, disampaikan orang tua dari

mulut melalui berbicara sampai ke telinga anak-anaknya melalui

mendengar.Mengandung nilai-nilai dan norma-norma budaya, berupa kearifan

lokal atau kearifan yang bermanfaat untuk masyarakat setempat.

8.Memiliki versi-versi atau varian, yaitu bentuk-bentuk yang berbeda. Kalau

perbedaan itu kecil disebut varian, tetapi kalau perbedaan itu besar, bahkan

melampaui bahasa dan bentuk, disebut versi.

9.Milik bersama komunitas tertentu atau masyarakat secara kolektif karena

sifatnya yang lisan dan anonim.

10.Berpotensi direvitalisasi dan diangkat sebagai sumber industri budaya

2.1.2 Performansi

Finnegan (1992) mengemukakan bahwa secara global sastra lisan (oral poetry) dapat dibedakan atas sastra/ tradisi tertulis dan ini berarti bahwa berbeda dengan sastra tertulis, penyebaran, komposisi, maupun pertunjukan sastra lisan dilakukan dari mulut ke mulut, dan bukan melalui kata-kata yang tertulis atau tercetak. Finnegan menegaskan bahwa karya dapat disebut sastra/tradisi lisan dengan melihat ketiga aspeknya, yaitu komposisi, cara penyampaiannya, dan pertunjukannya. Sehubungan dengan itu maka dalam penelitian tradisi lisan, satu hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti tradisi lisan dalam performansi atau pementasan tradisi lisan adalah aspek bahan atau alat yang digunakan. Menurut

Finnegan performance melibatkan unsur performer (orang yang melakukan pertunjukan, audiens, dan partisipan (orang yang terlibat pertunjukan), serta media atau benda-benda yang digunakan baik verbal maupun material. Finnegan (1991)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengungkapkan bahwa terdapat tiga aspek penting yang harus diperhatikan dalam mengkaji penyajian sastra lisan yaitu (1) composition, suatu proses bentuk-bentuk lisan dikomposisi (digubah) dengan mempertimbangkan relasi antara tradisi dan kreasi individual yang mampu mengembangkannya ke dalam beberapa dimensi yang berbeda,budaya, dan genre yang beragam seperti gaya (bahasa), isi, musik, plot, ideologi ataupun ciri khas penyajian itu sendiri, (2) transmission, yaitu proses regenerasi ataupun proses penyeleksian terhadap individual tertentu yang akan mewarisi dan melanjutkan tradisi lisan tersebut, dan (3) audience, yaitu unsur khalayak atau penikmat yang menentukan sukses tidaknya sebuah performansi.

2.1.3 Teks

Teks merupakan unsur verbal baik berupa bahasa yang tersusun ketat seperti bahasa sastra maupun bahasa naratif yang mengantarkan tradisi lisan nonverbal seperti teks pengantar pada sebuah performansi. Van Dijk (dalam

Eriyanto,2005) menyebutkan bahwa ada tiga kerangka struktur teks, yakni struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Struktur makro merupakan makna global atau makna umum dari suatu teks yang dapat dipahami dengan melihat topik atau tema dari suatu teks. Tema teks bukan hanya isi, tetapi juga sisi tertentu dari suatu peristiwa. Super struktur atau struktur alur adalah kerangka suatu teks yang mencakup struktur dan elemen teks dalam pembentukan teks secara utuh. Sebuah teks termasuk teks tradisi lisan secara garis besar tersusun atas tiga elemen, yaitu pendahuluan, bagian tengah, dan penutup. Kajian struktur alur tradisi lisan akan menghasikan skema tradisi lisan mulai dari permulaan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bagian tengah, dan penutup. Struktur mikro adalah struktur teks secara linguistik teoretis, mencakup tataran bunyi, kata, kalimat, wacana, makna, dan gaya bahasa.

Tataran tersebut dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan analisis dan sesuai dengan karakteristik teks tradisi lisan yang dikaji (Sibarani, 2012).

2.1.4 Koteks

Dalam komunikasi, pada umumnya teks sebagai tanda verbal akan didampingi oleh tanda lain yang bersama-sama digunakan dengan teks itu. Tanda- tanda tersebut adalah koteks. Koteks adalah tanda-tanda yang ada dalam teks tradisi lisan berupa paralinguistik, kinetik, proksemik, dan unsur material yang berfungsi untuk memperjelas pesan atau makna suatu teks (Sibarani, 2012). Unsur material yang ada dalam tradisi badoncek ini adalah barang dan benda yang disediakan untuk perangkat kelengkapan acara tersebut. Perangkat tersebut merupakan benda-benda simbolik yang mengandung makna tertentu. material

Unsur-unsur material yang dipergunakan dalam praktik tradisi lisan, dapat berupa perangkat pakaian dengan gayanya, penggunaan warna dengan beragam pilihanny, penataan properti, lokasi dan dekoarasi semunya memiliki fungsi masing-masing. Semua itu merupakan benda-benda simbolik yang perlu dikaji dari sudut semiotic untuk memperkaya unsur-unsur tradisi lisan. Itulah alasannya teks tidak dapat dipisahkan dari konteks. Dengan kata lain, analisis struktur makro dalam teks tradisi lisan merupakan analisis teks yang dipadukan dengan koteks dan konteksnya untuk memperoleh gagasan inti atau tema sentral.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.5 Konteks

Sistem konteks sosial berada pada tingkat semiotik konotatif bahasa yang terdiri dari konteks situasi, konteks budaya, dan konteks ideologi (Sinar, 2010).

Sedangkan menurut Saragih (2002), yang dimaksud dengan konteks merupakan tempat peristiwa terjadinya teks. Konteks berfungsi menentukan makna suatu ujaran, tuturan, dan teks/wacana. Artinya bila terjadi perubahan konteks, mengakibatkan perubahan makna. Sibarani (2012) mengatakan ada empat jenis konteks dalam kajian tradisi lisan, yaitu konteks budaya, konteks sosial, konteks situasi, dan konteks ideologi, untuk memahami makna, maksud, pesan, dan fungsi tradisi lisan, dan untuk memahami nilai dan norma budayanya serta kearifan lokal yang diterapkan.

Konteks budaya mengacu pada tujuan budaya yang menggunakan suatu teks, yakni peristiwa budaya apa yang melibatkan tradisi lisan itu. Sebuah tradisi lisan dalam konteks budaya yang berbeda akan memiliki makna, pesan, dan fungsi yang berbeda. Konteks sosial mengacu pada faktor-faktor sosial yang memengaruhi atau menggunakan teks, yakni siapa saja yang terlibat dalam teks itu, seperti pelaku, pengelola, penikmat, dan komunitas pendukungnya. Konteks situasi mengacu pada waktu, tempat, dan cara penggunaan teks, yakni kapan, dimana, dan bagaimana suatu teks dituturkan. Konteks ideologi mengacu pada kekuasaan atau kekuatan apa yang memengaruhi dan mendominasi suatu teks, seperti paham, aliran, kepercayaan, keyakinan, dan nilai yang dianut bersama oleh masyarakat. Ideologi merupakan suatu konsep sosial yang menyatakan apa yang harus atau tidak dikerjakan oleh seseorang sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, konteks ideologi menyangkut nilai dan sudut pandang yang dianut

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.6 Kearifan Lokal

Dalam setiap tradisi lisan pasti terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang dijadikan masyarakat membentuk budaya dan tradisinya masing-masing sebab kearifan lokal dibangun di atas nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya. Kearifan lokal juga dapat didefenisikan sebagai nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. Secara substansial kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, merupakan nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat setempat

Menurut Sinar (2011) kearifan lokal merupakan pembentuk identitas yang inheren sejak lahir, mampu menumbuhkan harga diri dan percaya diri, meningkatkan martabat bangsa dan negara. Pembelajarannya tidak memerlukan pemaksaan. Keterlibatan masayarakat dalam penghayatan kearifan lokal sangat kuat. Adapun kearifan lokal tradisi masyarakat menurut Sibarani (2012) menunjukkan kesejahteraan, kerja keras, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong- royong, pengelolaan gender, pelestarian dan kreativitas budaya, peduli lingkungan, kedamaian, sopan santun, kejujuran, kesetiakawanan sosial, kerukunan, wawasan dan penyelesaian konflik, komitmen, pikiran positif, dan rasa syukur. Keraf (2002) menyatakan bahwa kearifan lokal (tradisional) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun prilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Secara filosofis, kearifan lokal dapat diartikan sebagai sistem pengetahuan masyarakat lokal/pribumi (indigenous knowledge systems) yang bersifat empirik dan pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal berangkat dari fakta-fakta yang terjadi di sekeliling kehidupan mereka. Bertujuan pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam sistem pengetahuan itu bertujuan untuk pemecahan masalah sehari-hari (daily problem solving).

Di dalam masyarakat kita kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, papatah, ataupun semboyan yang melekat dalam kehidupan sehari-hari.

Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Merupakan hal yang dilakukan secara turun temurun kepada generasi berikutnya.

2.1.7 Merantau

Istilah merantau berarti meninggalkan kampung halaman atau meninggalkan tanah kelahiran. Di dalam Kato (2005) merantau dapat dibedakan menjadi tiga jenis cara merantau atau mobilitas geografis dalam sejarah

Minangkabau yaitu merantau untuk pemekaran , merantau keliling

(merantau secara bolak-balik atau sirkuler) dan merantau Cino (merantau secara

Cina). Migrasi bukanlah prilaku acak, sebab itu orang-orang yang memutuskan untuk bermigrasi dapat dianggap orang-orang terpilih dari antara populasi (Guillet dan Uzzel dalam Pelly, 1994). Merantau bagi orang Minangkabau sudah tumbuh dan berkembang lama. Konsep rantau bagi masyarakat Minangkabau merupakan suatu kawasan yang menjadi pintu masuk ke alam Minangkabau. Rantau juga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berfungsi sebagai tempat mencari kehidupan serta menjadi kawasan perdagangan.

Struktur sosial masyarakat Minangkabau sendiri mendorong kaum laki-lakinya untuk merantau. Bagi masyarakat Minangkabau seorang laki-laki yang belum menikah ‘bujang’ mempunyai status sosial yang rendah dan tidak sempurna.

Navis (1986) menyebutkan bahwa merantau merupakan produk kebudayaan masyarakat Minangkabau, dimana setiap anak muda diharuskan merantau. Dalam sebuah pantun disebutkan :

Karatau madang di hulu Pohon meranti tumbuh di hulu Babuah babungo balun Berbuah berbunga belum Marantau bujang daulu Merantau laki-laki dulu Di rumah baguno balun Di rumah (di kampong) belum berguna

Dari pantun di atas ditujukan bahwa kepada orang laki-laki muda (bujang) untuk pergi merantau karena dikampungnya ia dianggap dewasa dan belum berguna. Yang dimaksud dengan ‘baguno balun’, adalah belum diperlukan sebagai pasangan hidup oleh wanita, atau belum bisa kawin, kerena belum mempunyai pekerjaan atau menghasilan tetap. Untuk membebaskan diri dari posisi ini salah satunya adalah merantau. Merantau menjadi pilihan sebab status anak laki-laki di Minang yang pada dasarnya tak punya apa-apa. Dia bisa berusaha di kampungnya di atas harta pusaka yang ada, akan tetapi harta itu jatuhnya kepada anak yang perempuan. Anak laki-laki tak akan dapat mewariskan harta itu untuk anaknya sendiri, sebab anaknya itu adalah suku lain atau orang lain.

Kato (2005) menemukan bahwa ketika gerakan merantau semakin popular terdapat pula ada pola baru dalam tradisi merantau orang Minangkabau setelah

Perang Dunia II. Setelah perang, merantau terkait eksklusif pada keluarga inti.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Para lelaki atau suami yang merantau akan membawa sekaligus istri dan anak- anaknya, atau merantau terlebih dahulu baru kemudian menjemput istri dan anak- anaknya untuk tinggal bersama di rantau. Pola merantau seperti ini disebut juga rantau cina “rantau cino”. Kaum perantau ini akan cenderung tinggal lebih lama di tempat-tempat yang lebih jauh dari tempat asalnya, bisa mencapai kota-kota besar seperti Medan, Jakarta dan lain-lain.

Namun esensi dari merantau tersebut belum berubah, bahwa suku

Minangkabau selalu memakai kesempatan mengunjungi daerah asal sebagai saat untuk memamerkan kekayaan, pengetahuan dan prestise. Alam rantau adalah untuk memperkaya dan menguatkan alam Minangkabau; gagasan ini merupakan dasar dari ‘misi’ budaya yang menggerakkan orang Minangkabau untuk merantau

(Pelly, 1994). Berdasarkan konsep tersebut, merantau adalah untuk pengembangan diri dan mencapai kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik.

Merantau dipandang sebagai sebagai sesuatu yang menjanjikan harapan untuk masa depan dan kehidupan yang lebih baik. Ketika mereka kembali dari daerah rantau mereka harus membawa sesuatu, harta atau pengetahuan sebagai simbol berhasilnya misi mereka. Pola ini tidak hanya memperkaya dunia Minangkabau dengan benda-benda material dan investasi tetapi juga memperkuat adat matrilineal Minangkabau dengan gagasan-gagasan dan pengetahuan yang dibawa oleh perantau yang kembali. Harta dan pengetahuan yang di bawa ke kampung halaman oleh para perantau yang sukses akan sangat dihargai oleh penduduk kampung. Dengan demikian, tujuan merantau sering dikaitkan dengan tiga hal: mencari harta (berdagang/menjadi saudagar), mencari ilmu (belajar), atau mencari pangkat (pekerjaan/jabatan) (Navis, 1999).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2.1.7.1 Pariaman : Daerah Rantau Yang Unik

Minangkabau tidak selalu identik dengan Sumatera Barat. Sumatera Barat merupakan sebuah wilayah territorial, salah satu propinsi menurut administrasi

Indonesia, yang batas-batas wilayahnya diatur oleh undang-undang. Sementara

Minangkabau adalah sebuah wilayah yang mengacu pada sistem budaya, kultur, yang daerahnya jauh lebih luas dari Sumatera Barat sebagai propinsi. Sebaliknya tidak semua wilayah Sumatera Barat identik dengan Minangkabau secara kultural, misalnya kepulauan Mentawai.

Dari kisah tambo banyak kalangan dari kaum adat para peneliti yang berpendapat bahwa batas wilayah Minangkabau mencakup sebagian besar wilayah Sumatera Barat, sebahagian Riau Bengkulu dan Jambi (Hakimy, 1997).

Bahkan bila ditinjau dari sudut dialek bahasa dan sistem budaya, ada yang berpendapat bahwa wilayah Minangkabau meliputi di Malaysia sekarang (Navis, 1984). sebutan Minangkabau secara adat lebih menekankan pada aspek kultural, bukan territorial administratif.

Wilayah Minangkabau terbagi pada luhak nan tigo dan daerah rantau.

Luhak secara adat dipandang sebagai daerah asal Minangkabau, yang terdiri dari tiga daerah, yaitu luhak Tanah Datar, luhak Agam dan luhak Lima Puluh Kota.

Kini ketiga luhak ini menjadi nama masing-masing kabupaten di Sumatera Barat.

Sementara daerah rantau mengandung dua makna, pertama daerah baru yang dibuka oleh orang Minangkabau dari tiga luhak yang disebabkan oleh pertambahan penduduk dan kepentingan ekonomi. Kedua, daerah pernah menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bawahan kerajaan Pagaruyung. Pariaman termasuk pada daerah rantau dalam kategori pertama.

Pada masa pemerintahan Pagaruyung antara luhak dengan rantau memiliki sistem pemerintahan yang berbeda, luhak bapanghulu dan rantau barajo. Artinya pemerintahan tertinggi pada masing-masing nagari di wilayah luhak berada di tangan panghulu (datuk) nagari. Sedangkan para wilayah rantau kekuasaan berada ditangan raja yang berpusat di Paguruyung. Sebagai daerah bawahan kerajaan, maka pimpinan nagari diangkat oleh kerajaan. Kekuasaan itu dijabat turun temurun secara partilineal dengan menyandang gelar-gelar tertentu sesuai dengan ciri khas masing-masing daerah. Seperti rangkayo di pesisir timur (pesisir selatan sekarang) dan bagindo di pantai barat (Pariman). Bahkan ada yang bergelar rajo

(raja), sebagai simbol dari orang-orang bangsawan keturunan kerajaan

Pagaruyung (Navis,1984;105-7). Sampai sekarang panggilan untuk orang laki-laki di Pariaman dikenal dengan Ajo, yang berasal dari kata rajo. Sebab secara dialek bahasa orang Pariaman tidak mengenal huruf r. Konsekuensi sosiologinya adalah bahwa dirantau terjadi perubahan hirarkis yang tegas dalam masyarakat, antara golongan bangsawan dengan orang kebanyakan.

Salah satu keunikan Pariaman sebagai daerah rantau yang tidak dipunyai oleh daerah lain di Minangkabau, terutama dengan daerah yang tiga Luhak, adalah sampai sekarang kedua pola kekerabatan, patrilineal dan matrilineal, masih dipertahankan. Sistem patrilineal tercermin dalam pemberian gelar kebangsawanan dan sistem matrilineal untuk garis keturunan kesukuan yang berpengaruh pada hak waris harta pusaka. Sama halnya dengan daerah lain di

Minangkabau, setiap laki-laki dewasa yang sudah menikah diwariskan gelar adat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ketek banamo-gadang bagala (kecil punya nama, besar punya gelar), namun gelar suku ibu tidak mencerminkan strata. Lain halnya dengan Pariaman, gelar adatnya diwariskan secara patrilineal artinya tergantung pada gelar ayah dan mencerminkan strata sosial. Yang selanjutnya gelar adat ini berpengaruh pada prestise dan perlakuan sosial masyarakat terhadap gelar yang disandang, terutama pada tradisi dan proses perkawinan. Inilah salah satu identitas Pariaman yang paling dikenal di Minangkabau, dengan tradisi bajapuik-nya.

Tradisi uang japuik ini juga terdapat di Padang yang sampai sekarang masih dilakukan. Di dalam tradisi Bajapuik biasanya ada uang atau benda berharga lain yang diberikan kerabat perempuan kepada kerabat laki-laki. Besar kecilnya nilai jemputan itu biasanya dikaitkan dengan status sosial si calon laki- laki, yang ditandai oleh gelar keturunan seperti sidi, sutan dan bagindo.

Sementara didaerah Padang gelar kebangsawanan adalah sutan dan marah. Marah berasal dari kata meurah, bahasa Aceh, yang artinya raja kecil. Selain tradisi bajapuik, Pariaman juga terkenal dengan upacara rakyat pesta yang merupakan menjadi tradisi tahunan Upacara tabuik adalah pesta keagamaan yang dilakukan untuk memperingati kematian Hasan dan Husein, yang terbunuh pada perang Karbala. Saat ini pesta tabuik telah berubah menjadi pesta yang bernuansa ekonomis, menjadi komoditi pariwisata yang paling banyak menarik wisatawan lokal dan mancanegara.

2.1.7.2 Orang Minang di Kota Medan

Sejak pecahnya pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner

Republik Indonesia) pada tahun 1956, keadaan dipedalaman Sumatera Barat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menjadi tidak aman, sehingga mendorong orang Minangkabau untuk merantau, selain ke kota Padang mereka juga menuju ke kota-kota di Sumatera Timur dan

Utara. Pada saat itu Medan menjadi kota tujuan bagi para perantau. Medan menjadi pusat interaksi bagi penduduk dari berbagai kelompok etnik sejak akhir abad kesembilanbelas termasuk orang Minangkabau yang masuk ke Kota Medan tatkala perkebunan-perkebunan besar dibuka oleh Belanda. Pelly (1989) menyebutkan bahwa kedatangan orang Minangkabau ke Medan bukanlah untuk jadi kuli atau buruh di berbagai perkebunan tersebut, melainkan untuk berdagang dengan cara menjajakan barang dagangannya dari satu perkebunan ke perkebunan yang lain atau menetap di kota untuk berdagang.

Nasution (2002) menyebutkan dalam penelitiannya bahwa Orang

Minangkabau yang merantau pada tahun 1930-an, khususnya yang ke Medan, sebagian besar memilih “Kota Matsum” (suatu bagian wilayah kota Medan) sebagai tempat tinggal mereka, karena daerah ini dekat dengan “Pajak Sentral”

(Pusat Pasar) sebagai pusat kegiatan perdagangan di kota Medan. Baru pada awal tahun 1950-an ketika terjadi gelombang para perantau Minangkabau, maka

Sukaramai mulai menjadi tempat bermukim bagi perantau yang tidak memiliki keluarga di Kota Medan.

Saat ini salah satu wilayah pemukiman orang Minang di Medan adalah

Kecamatan Medan Denai. Pada umumnya mereka yang menetap di kelurahan ini bekerja sebagai pedagang yang usahanya dapat digolongkan sebagai pedagang kelas menengah ke bawah. Usaha mereka grosir, membuka usaha rumah makan atau restoran, usaha percetakan, tukang jahit, sampai berdagang eceran. Saat ini masyarakat Minang di Kecamatan Medan Denai banyak mengalami perubahan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tidak hanya bergerak di bidang perdagangan saja, tetapi mereka telah menduduki hampir semua posisi, baik itu dalam bidang pemerintahan maupun di sektor- sektor swasta yang saat ini sedang berkembang pesat.

Pola perantauan (migrasi) masyarakat Minangkabau saat ini telah mengalami banyak perubahan, jika dulunya secara berkelompok, kini telah beralih secara individual. Hal ini telah disebabkan telah semakin majunya sarana transportasi. Setelah mereka merasa mampu selama beberapa tahun berdiri sendiri, mulailah mereka mengajak anggota keluarga di kampung untuk hidup di perantauan dan di akhir1970-an orang Pariaman di kelurahan ini hidup menetap dan tidak kembali lagi ke kampung halamannya atau sering disebut juga dengan istilah merantau cino.

2.1.8 Sistem Kekerabatan Orang Minangkabau

Minangkabau dikenal dengan sistem kekerabatan matrilinealnya, dimana garis keturunan ditarik dari pihak ibu serta dan hak milik harta pusaka diberikan kepada perempuan. Implikasinya masyarakat Minangkabau secara emosional lebih dekat dengan kerabat pihak ibu daripada dengan kerabat pihak ayah. Dalam sistem materilineal, ada tiga unsur yang sangat dominan, yakni;

1. Garis keturunan melalui garis keturunan ibu.

2. Perkawinan harus dengan kelompok lain, diluar kelompok sendiri yang

sekarang dikenal dengan istilah Eksogami-Matrilokal.

3. Ibu memegang peranan yang sentral dalam pendidikan, keagamaan,

pengamanan kekayaan, dan kesejahteraan keluarga.

4. Kekuasaan dalam suku “secara teori” berada di Pihak perempuan. Namun

realitasnya yang berkuasa adalah saudara laki-lakinya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5. Harta pusaka diwariskan mamak kepada kemenakan

Orang Minangkabau berpandangan bahwa sistem matrilineal yang mereka pertahankan bertujuan memperkuat posisi perempuan. Perempuan dilindungi oleh sistem pewarisan matrilineal, dimana rumah dan tanah diperuntukkan bagi perempuan akan tetapi hak kontrol tetap berada ditangan laki-laki yaitu, mamak.

Nenek menjadi pucuk dalam kerabat. Apabila turunan nenek berkembang maka ikatan kekerabatan tersebut disebut sapayuang, dan nenek sebagai payuang.

Sementara laki-laki tua disebut tungganai. Kemudian jika nenek mempunyai beberapa saudara perempuan dan masing-masing mempunyai keturunan, maka masing-masing keturunan itu disebut saparuiuak atau samande dan cabang dari pariuak disebut pariuk. Kumpulan dari beberapa paruik ini yang selanjutnya disebut sapayuang dikepalai oleh seorang penghulu atau datuk. Datuk berasal dari bahasa sanksekerta; da artinya yang mulia dan to artinya orang. Jadi datuak

(datuk) artinya orang yang mulia (Navis, 1984).

Penghulu di ranah Minang mempunyai tugas utama memelihara kemenakan disamping tugas-tugas penting lainnya dalam nagari. Memimpin kemenakan dan masyarakat kearah kesempurnaan hidup. Itu pulalah sebabnya penghulu diangkat dan dibesarkan oleh kaumnya. Termasuk menjaga harta pusaka kaum, dan tidak berhak membawa hasil harta kaum ke rumah istrinya (Hakimy,

1997).

Dalam sistem kekerabatan matrilineal Minangkabau, ayah bukan merupakan anggota dari kerabat anak-anaknya. Dia dianggap dan diperlakukan sebagai tamu dalam keluarga kerabat, yang disebut sumando. Posisinya berada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA dalam kerabat ibunya dimana dia memiliki peran dan tanggung jawab terhadap anggota kaumnya, walau dia tidak bisa menuntut bagian untuk dirinya. Sementara di rumah hanya diperuntukkan bagi anggota keluarga yang perempuan.

Beberapa tradisi mulai mengalami pergeseran, salah satunya system menetap bagi laki-laki yang telah menikah, setelah prosesi penikahan mempelai laki-laki biasanya menetap di rumah istrinya, namun sekarang setelah prosesi pernikahan menetap di rumah istri kebanyakan hanya sementara setelah itu suami membawa isterinya menetap di tempat lain. Perubahan lain yang mulai kelihatan adalah sistem exogami, yaitu dilarang terjadinya pernikahan antara sesama suku walau payuang-nya berbeda, apabila masih dianggap memiliki pertalian darah dan berasal dari satu nenek moyang. Akan tetapi di beberapa daerah dan beberapa suku hak ini mulai diperbolehkan asal tidak berada dalam satu payuang.

Terjadinya perubahan ini sangat dipahami oleh orang Minangkabau, karena menurut mereka adat itu bersifat dinamis, yang bisa disesuaikan dengan perkembangan zaman, asalkan tidak menyalahi aturan-aturan yang prinsip. Sifat adat yang seperti ini disebutkan dalam pepatah;

Adat dipakai baru (adat dipakai baru) Kain dipakai usang (kain dipakai usang) Bacupak sepanjang batuang (bercupak sepanjang betung) Baadat sepanjang jalan (beradat sepanjang jalan)

Maliek tuah kan nan manang (Melihat tuah pada yang menang) Mancaliak contoh ka nan sudah (ambil contoh pada yang sudah ada) Manuladan ka nan nyato (teladani yang nyata-nyata benar)

Sekali aie gadang (sekali air besar) Salaki tapian barasak (sekali tepian beralih)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Satu hal yang masih tetap bertahan adalah matrilineal discent,yaitu garis keturunan di tarik dari ibu dan hak-hak pewarisan harta pusaka diberikan pada pihak perempuan.

Hubungan kekerabatan dalam sistem matrilineal minangkabau dapat diklasifikasikan pada empat bentuk (Navis, 1984), yaitu:

1. Hubungan kerabat mamak-kemenakan, yaitu hubungan antara anak-anak

dengan saudara laki-laki ibunya; atau hubungan anak laki-laki dengan

anak saudara perempuannya.

2. Hubungan kerabat suku-sako, yaitu hubungan kerabat yang berdasarkan

pada system geneologis matrineal. Dalam kehidupan sosial mulai dari

rumah sampai nagari disebut suku.

3. Hubungan induak bako-anak pisang, yaitu hubungan kekerabatan antara

anak dengan saudara-saudara perempuan bapaknya atau antara seorang

perempuan dengan anak saudara laki-lakinya. Artinya seorang perempuan

merupakan induak bako dari anak saudara laki-lakinya dan sekaligus

merupakan anak pisang dari saudara perempuan bapaknya. Secara sosial

hubungan ini lebih mencerminkan peran perempuan di tengah kerabatnya.

Seorang perempuan disamping merupakan kemenakan saudara laki-laki

ibunya, ia juga merupakan anak pisang dan induak bako. Dengan demikian

perempuan dalam hal ini memerankan dua fungsi, fungsi intern dimana ia

adalah anak-anaknya, dan fungsi eksteren sebagai bako dari anak-anak

saudara laki-lakinya.

4. Hubungan kerabat andan-pasumandan, yaitu hubungan antara satu rumah

dengan rumah, kampung dengan rumah atau kampung yang lain yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA disebabkan oleh hubungan perkawinan salah satu anggotanya. Hubungan

kerabat ini bersifat horizontal, kedua belah pihak mempunyai status yang

sama. Hubungan ini mempunyai konsekuensi sosial yang berbeda antar

sesamanya, terutama dalam peristiwa kelahiran, perkawinan dan kematian

yang dialami oleh ahli rumah masing-masing. Tali kerabat pasumandan

member konsekuensi dalam bentuk moral dan material sedangkan tali

kerabat andan memiliki konsekuensi dalam hal moral saja. Dukungan

moral dan material sebagai konsekuensi hubungan kerabat akan lebih

terfokus pada keturunan atau anak-anak yang dari hubungan perkawinan

itu. Empat bentuk hubungan kekerabatan matrilineal Minangkabau inilah

yang menjadi pengikat masin-masing individu dalam jaringan yang

kompleks.

2.1.9 Perkawinan Minangkabau Adat Pariaman

Dalam perjalanan hidupnya, manusia akan melalui tingkat dan masa-masa tertentu yang biasanya kita sebut daur hidup. Masa-masa daur hidup ini dimulai dari sejak lahir, memasuki masa balita, remaja, dewasa, masa berkeluarga kemudian menjadi tua. Meskipun tiap masa merupakan saat-saat yang istimewa akan tetapi masa berkeluarga atau menikah menjadi suatu masa yang dianggap memasuki babak baru dalam hidup. Peralihan siklus hidup dari remaja dan memasuki tingkat hidup berkeluarga merupakan masa atau peristiwa penting dalam kehidupan manusia.

Bagi orang Minagkabau tujuan berumah tangga adalah sebagai cara untuk meneruskan garis keturunan ibunya. Sistem kehidupan komunal yang dianut oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA orang Minangkabau menempatkan perkawinan menjadi persoalan kaum kerabat konsekuensinya pernikahan bukan hanya menjadi masalah pasangan insan yang hendak menikah, Perkawinan bukan semata-mata hubungan antara dua orang individu, tetapi juga hubungan antara dua kerabat. Hal ini akan menimbulkan hubungan baru tidak saja antara dua pribadi yang bersangkutan tetapi juga antara dua keluarga. MS Amir (1997) mengatakan bahwa pada umumnya fungsi perkawinan adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sarana legalisasi hubungan seksual antara seorang pria dengan seorang

wanita dipandang dari sudut adat, agama serta undang-undang negara

2. Penentuan hak dan kewajiban serta perlindungan atas suami istri dan anak-anak

3. Memenuhi kebutuhan manusia akanteman hidup-sattus sosial dan untuk

memperoleh ketentraman batin

4. Memelihara kelangsungan hidup ‘kekerabatan’ untuk mencegah kepunahan

Pola perkawinan orang Minang bersifat eksogami (Navis;1985) dimana kedua belah pihak atau salah satu dari pasangan yang menikah tersebut tidak lebur ke dalam kerabat pasangannya. Dengan demikian setiap orang adalah warga kaum dan suku mereka masing-masing serta tidak dapat dialihkan. Perkawinan ideal bagi masyarakat Minangkabau ialah antara “awak samo awak”. Pola perkawinan awak samo awak itu berlatar belakang sistem komunal dan kolektivisme yang dianutnya. Bagi masyarakat Sumatera Barat, terutama sekali masyarakat

Minangkabau, tujuan perkawinan itu dapat dibagi atas beberapa tujuan, salah satunya adalah untuk memenuhi adat itu sendiri, oleh karena itu harus ditempuh oleh setiap masyarakat dan perkawinan itu sendiri merupakan suatu keharusan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Upacara perkawinan Minangkabau mempunyai sistem perkawinan yang sesuai dengan sistem hukum keibuan atau matrilokal. Dalam adat Minangkabau pasangan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kerabat isteri dengan demikian seorang laki-laki/suami datang “dijampuik ka rumah perempuan”, artinya suami /laki-laki menjadi orang yang bertamu disitu dan dia tetap anggota klan ibunya dan tetap bertanggung jawab atas sukunya itu (MS Amir,1987).

Sistem matrilokal memposisikan (suami) sebagai orang asing di atas rumah istrinya, yang disebut dengan sumando. Posisi ayah bukan merupakan anggota dari kerabat anak-anaknya. Posisi laki-laki dalam keluarga sering dikiaskan dengan dramatis abu di ateh tunggua karena apabila sewaktu-waktu angin bertiup kencang maka abu akan beterbangan diterpa angin. Dengan posisi itu bukan berarti pihak semenda tidak diperhatikan karena dianggap tamu ia diposisikan sebagai tamu terhormat. Layanan terhadapnya bagai manatiang minyak panuah

(menating minyak penuh) yang artinya harus hati-hati karena orang semenda itu harus dijaga perasaannya agar tidak tersinggung. Ibaratnya membawa minyak yang penuh harus hati-hati membawanya (Navis,1986).

Meskipun dalam adat Minangkabau pihak laki-laki yang pindah bermukim ke pihak perempuan tidak serta merta pihak lelaki berpindah suku. Ia tetap milik sukunya. Jika pada pihak istrinya ia adalah semenda, suami dan ayah maka di sukunya ia adalah mamak (paman). Peran laki-laki dalam adat Minangkabau memikul tanggung jawab ganda, dalam sukunya ia adalah mamak yang bertanggung jawab di rumah kemanakannya dan sekaligus ayah bertanggung jawab di rumah istrinya. Terhadap anak kemanakan perempuan bimbingan mamak meliputi persiapan untuk membuat warisan dan untuk melajutkan garis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA keturunan. Seorang mamak juga harus sanggup juga menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul di dalam kaum anak-kemanakan tanpa menyerahkannya pada orang ketiga dan mampu mengatasi setiap kesulitan yang timbul dalam keluarga materilinealnya (Hakimy, 1984).

Perkawinan orang Minangkabau selalu berusaha memenuhi semua syarat perkawinan yang lazim di Minangkabau. Syarat-syarat perkawinan adat

Minangkabau adalah sebagai berikut;

1. Kedua calon mempelai harus beragama Islam

2. Kedua calon mempelai tidak sedarah atau berasal dari suku yang sama,

kecuali persukuan itu berasal dari Nagari atau luhak yang lain.

3. Kedua calon mempelai dapat saling menghormati dan menghargai orang

tua dan keluarga kedua belah pihak.

4. Calon suami (mempelai) harus sudah mempunyai sumber penghasilan

untuk dapat menjamin kehidupan keluarganya.

Fenomena budaya orang Minangkabau pada upacara perkawinan banyak terdapat variasi, baik di Ranah Minang maupun yang berada di perantauan. Ada beberapa tahapan perkawinan di dalam tradisi perkawinan adat Minangkabau.

Tahapan-tahapan ini secara garis besar hampir sama di seluruh wilayah

Minangkabau, tetapi di beberapa daerah memiliki teknis berbeda seperti pada orang Pariaman.Secara umum upacara perkawinan Minangkabau dapat digolongkan dalam tiga tahap:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.9.1 Tahap Sebelum Perkawinan

Di dalam tahap sebelum perkawinan, ada beberapa kegiatan yang berlangsung, diantaranya;

1. Acara perkenalan, karena pada umumnya tidak terdapat perkenalan antara

bujang dan gadis sebelum mereka kawin. Hal ini menyatakan bahwa kawin

bukanlah masalah sepasang manusia saja, tetapi berkenaan dengan seluruh

warga masyarakat Nagari itu.

2. Perminangan, yang juga dilakukan bertahap seperti; penjajakan (maresek-

resek), perminangan resmi dan batuka tando. Pada peminangan resmi

dikenal dengan istilah menilangkai (mengirim utusan untuk membicarakan

peminangan secara resmi)

3. Batuka tando, yaitu bertukar barang-barang tertentu seperti cicin, gelang,

kain, keris, atau tidak ada sama sekali.

4. Manjapuik tunangan, yaitu menjemput calon anak dara oleh gadis-gadis dari

keluarga calon mertua dan dibawa kerumah calon mertuanya. Pulangnya

diantar oleh gadis-gadis yang menjemputnya dulu (malapeh tunangan).

5. Manjalang(menjelang), maksudnya mengantar makanan yang biasa disebut

bawaan yang dilakukan pada hari-hari baik / bulan baik.

6. Menentukan hari, maksudnya untuk menentukan kapan hari perkawinan

akan dilaksanakan.

7. Mengundang, maksudnya mengundang orang datang pada pesta perkawinan.

2.1.9.2 Tahap Pelaksanaan Perkawinan :

Pada tahap pelaksanaan perkawinan, prosesi acaranya adalah sebagai

berikut;

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1. Upacara babako, Upacara dilakukan di rumah bako masing-masing (rumah

keluarga dari pihak ayah mempelai berasal masing-masing). Pelaksanaan

acara ini dalam rentetan tata cara perkawinan menurut adat Minangkabau

memang dilaksanakan oleh pihak bako. Yang disebut bako, ialah seluruh

keluarga dari pihak ayah. Sedangkan pihak bako ini menyebut anak-anak

yang dilahirkan oleh keluarga mereka yang laki-laki dengan isterinya dari

suku yang lain dengan sebutan anak pusako.

Khusus pada waktu perkawinan anak pusako, keterlibatan pihak

bako ini terungkap dalam acara adat yang disebut babako-babaki. Dalam

acara itu, sejumlah keluarga ayah secara khusus mengisi adat dengan

datang berombongan kerumah calon mempelai wanita dengan membawa

berbagai macam antaran. Hakikat dari acara ini ialah bahwa pada peristiwa

penting semacam itu, pihak keluarga ayah ingin memperlihatkan kasih

sayangnya kepada anak pusako mereka dan merasa harus ikut memikul

beban sesuai dengan kemampuan mereka. Setelah mendoa, mempelai

dilepas dengan membawa pemberian dari bako. Biasanya pemberian ini

disesuaikan dengan kemampuan masing-masing bako.

2. Malam bainai (ber-inai) dan batagak gala (pemberian gelar), malam

bainai adalah artinya melekatkan tumbukan halus daun pacar merah yang

dalam istilah Sumatera Barat disebut daun inai ke kuku-kuku jari calon

pegantin wanita. Biasanya acara dilakukan pada malam hari dirumah

masing-masing sebelum pengantin laki-laki dijemput untuk di bawa ke

rumah pengantin wanita, setelah berinai dilakukan pemberian gelar atau

batagak gala untuk calon pengantin laki-laki, misalnya sutan, sidi, dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lain-lain. Gelar yang diberikan tergantung pada gelar ayah dari pengantin

laki-laki.

3. Nikah, adalah perjanjian antara seorang laki-laki dengan seorang wanita

untuk hidup bersama sesuai dengan ajaran agama Islam.

4. Malapeh/manjapuik marapulai, maksudnya adalah melepas atau

menjemput pengantin laki-laki kerumah pengantin wanita untuk menemui

mertuanya. Selesai mengucapkan akad nikah dan kedua belah pihak telah

sah berstatus suami istri maka pihak pria (marapulai) akan kembali ke

rumah kerabatnya. Kemudian marapulai akan dijemput untuk dibawa

kembali ke rumah anak daro (perempuan). Pada waktu itulah segala adat-

istiadat yang telah disepakati sebelumnya harus dipenuhi.

5. Baralek, atau pesta pernikahan, adalah upacara yang dilakukan untuk

memeriahkan perkawinan dan merupakan hari yang paling berkesan dan

penting bagi calon mempelai.

2.1.9.3 Badoncek

Dalam masyarakat Pariaman, malam penutupan perhelatan perkawinan

ada aktivitas yang dikenal dengan nama badoncek. Di malam hari setelah pesta

perkawinan adalah masa untuk berhitung.. Kata badoncek dari asal kata doncek

(lompat/lempar). Kegiatan badoncek ini merupakan suatu kegiatan tolong

menolong dalam pesta perkawinan dan tidak dilaksanakan secara spontan.

Orang Minangkabau memiliki pepatah kaba baik diimbauan, kaba buruak

diambauan. Pepatah tersebut masudnya bahwasanya jika ada kabar baik

umumkanlah kepada orang banyak, sedangkan kabar buruk tidak diberitahukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA namun bersifat spontan. Acara Pernikahan merupakan acara yang penting dan merupakan suatu kabar baik sehingga sudah kewajiban bagi kaum kerabat untuk mengundang kaum kerabat lain, jiran tetangga, urang sakampuang, dan sa-nagari agar datang dicara pernikahan dan acara badoncek.

Acara badoncek dalam pesta perkawinan biasanya diadakan pada malam hari, setelah shalat isya. Kegiatan ini tidaklah bersifat spontan karena ada panitia yang dipilih untuk pelaksanaan badoncek ini. Pada bagian tertentu dalam acara tersebut, ada pihak yang memandu pencarian dana dari pengunjung dan undangan yang hadir. Pancingan awal biasanya dilakukan oleh pembawa acara dengan menjadi penyumbang pertama dengan menyebutkan nilai donasi. Biasanya karena diadakan pada malam hari, tamu-tamu yang tertinggal biasanya keluarga, kaum kerabat maupun urang sakampuang.

Awalnya target yang hendak dicapai akan diumumkan pada hadirin setelah dihitung berapa uang yang telah terpakai dan dihitung juga berapa kekurangannya, selanjutnya pembawa acara menyapa pengunjung atau undangan lain kemudian barulah dilanjutkan dengan undangan untuk turut memberikan sumbangan. Pada masyarakat Minang perantauan peserta badoncek selain sanak famili biasanya adalah teman-teman dalam satu perkumpulan, orang Minang yang merantau membentuk perkumpulan yang biasanya didasarkan pada daerah asal mereka atapun marga.

Badoncek biasanya dibawakan oleh seorang protokol. Si pembawa acara ini haruslah orang yang pandai bicara, mampu mengikat hadirin dalam acara tersebut, serta mampu memikat perasaan atau emosi penonton agar berlomba-lomba menyumbang lebih banyak. Hal ini disebabkan dalam proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA acara badoncek ini, penonton diprovokasi agar termotivasi untuk menyumbang

yang lebih banyak. Sambil berjalannya proses badoncek, panitia badoncek

menghitung perolehan dana sumbangan. Bila dirasa kurang, maka panitia terus-

menerus memprovokasi pengunjung untuk terus menambah donasinya. Model

provokasi ini, terkadang dibumbui dengan kata-kata bujukan, ungkapan pantun

bahkan sindiran-sindiran.

Masyarakat Minangkabau sendiri banyak menggunakan ungkapan-

ungkapan untuk menyampaikan maksudnya. Bahwa cara berfikir orang

minangkabau bersifat metaforikal, yaitu sifat dan ciri alam dimetaforakan ke

sifat dan prilaku manusia. Kecermatan orang Minangkabau mengabstraksi alam

tempat tinggalnya memperkaya pengetahuan mereka sehingga melahirkan

berbagai bentuk ungkapan, peribahasa ataupun kata-kata yang mengandung

kias yang menjadi salah satu petunjuk keminangan mereka.

2.2 Kajian Teoretis 2.2.1 Antropolinguistik Antropolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari variasi dan penggunaan bahasa dalam kebudayaan dan ciri-ciri bahasa yang berhubungan dengan kelompok sosial, agama, pekerjaan, dan kekerabatan.

Antropolinguistik (anthropolinguistics) merupakan bidang ilmu interdisipliner yang mempelajari hubungan bahasa dengan seluk-beluk kehidupan manusia. Dalam berbagai literatur, terdapat jugaistilah antropologi linguistik

(linguistic anthropology), linguistik antropologi (anthropological linguistics), linguistik budaya (cultural linguistics), dan etnolinguistik (ethnolinguistics) untuk mengacu pada acuan yang hampir sama. Istilah yang lebih sering digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah antropologi linguistik (linguistic anthropology), tetapi istilah yang lebih netral dapat digunakan antropo-linguistik dengan beranalogi pada sosiolinguistik, etnolinguistik, psikolinguistik, dan neurolinguistik (Sibarani, 2012).

Sibarani (2004) menyebutkan bahwa dari sudut antropolinguistik, semua ragam bahasa menggambarkan cara berfikir masyarakatnya dan berbicara sesuai dengan cara berfikirnya termasuk cara-cara dalam seluk-beluk kebudayaannya.

Hal ini antropolinguistik tepat digunakan untuk mengkaji tradisi lisan. Sebagai bidang ilmu interdisipliner, ada tiga bidang kajian antropolinguistik, yakni studi bahasa, studi budaya, dan studi aspek lain kehidupan manusia, yang ketiga bidang kajian itu dipelajari dari kerangka kerja linguistik dan antropologi. Ketiga bidang kajian itu pada hakikatnya dianalisis secara satu kesatuan yang holistik: bidang bahasa dalam kajian teks (unsur lingual) dan ko-teks paralinguistik, proksemik atau kinetik, bidang budaya dalam kajian konteks budaya atau ko-teks unsur material, dan aspek-aspek lain kehidupan manusia dalam kajian konteks sosial, situasi, dan ideologi.

Melalui pendekatan antropolinguistik, dari ketiga bidang itu akan ditemukan nilai-norma dan kearifan lokal, yang pada akhirnya direvitalisasi dan dilestarikan supaya dapat bermanfaat untuk membentuk karakter sebagai identitas bangsa

2.2.2 Analisis Struktur Wacana Analisis wacana adalah studi tentang struktur pesan dalam komunikasi.

Lebih tepatnya lagi, analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi

(pragmatik) bahasa. Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih kompleks dan inheren. Kress (1985) mengungkapkan bahwa istilah wacana cenderung digunakan dalam hal-hal yang berdasar/berorientasi kepada bahasa. Maka apabila materi, bentuk dan struktur bahasa yang dikemukakan, penekanannya cenderung kepada tekstualitas dan apabila yang dikemukakan adalah isi, fungsi dan kepentingan sosial bahasa maka itu cenderung kepada wacana.

Erianto (2001) memaparkan tentang para ahli yang mengembangkan analisis wacana, salah satunya adalah Van Dijk. Penelitian teks pada tradisi badoncek ini menggunakan konsep struktur wacana Van Dijk. Tiga dimensi wacana oleh Van Dijk dimana teks dibagi menjadi 3 (tiga) yakni struktur makro, superstruktur dan struktur mikro. Struktur makro adalah struktur luar pembentuk wacana. Superstruktur berkaitan dengan skematik wacana. Struktur mikro mencakup elemen-elemen kebahasaan yang digunakan dalam wacana.

Teks tidak hanya didefenisikan mencerminkan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Dalam teori Van

Dijk terdapat tiga kerangka struktur teks yakni struktur makro, superstruktur dan struktur mikro dimana ketiga struktur ini saling membangun di dalam sebuah teks.

Oleh karena itu, kajian tiga kerangka struktur teks tersebut dianggap penting untuk memahami teks tradisi lisan.

Van Dijk (1980) melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung. Ia membaginya kedalam 3 tingkatan. Pertama, struktur makro yang merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Struktur makro merupakan makna keseluruhan dari sebuah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA teks yang dapat dipahami dengan melihat topik atau tema dari sebuah teks. Kedua, superstruktur yaitu struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun kedalam berita secara utuh.

Superstruktur atau alur merupakan kerangka dasar sebuah teks yang meliputi rangkaian elemen sebuah teks dalam membentuk satu kesatuan bentuk yang koheren. Superstruktur secara garis besar tersusun atas tiga elemen yakni pendahuluan (introduction), bagian tengah (body), dan penutup (conclusion) yang masing-masing harus mendukung secara koheren. Ketiga adalah struktur mikro, yang merupakan makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan gambar. Dengan kata lain, struktur mikro adalah struktur teks secara linguistik teoretis, dalam hal ini mencakup bunyi (fonologis), kata (morfologis), kalimat (sintaksis), wacana, makna (semantik), maksud (pragmatik), gaya bahasa, dan bahasa kiasan (figuratif)

Menurut Van Dijk, meskipun terdiri dari atas berbagai elemen, semua elemen tersebut merupakan suatu kesatuan, saling berhubungan dan mendukung satu sama lainnya. Antar bagian teks dan model van Dijk saling mendukung dan mengandung arti yang koheren satu sama lain. Hal ini karena semua teks dipandang Van dijk memiliki suatu aturan yang dapat dilihat sebagai suatu piramida. Makna global dari suatu teks didukung oleh kata, kalimat dan proposisi yang dipakai. Pertanyaan atau tema pada level umum didukung oleh pilihan kata, kalimat atau retorika tertentu. Proses ini akan membantu untuk mengamati dan meneliti bagaimana suatu teks terbangun oleh elemen-elemen yang lebih kecil.

Skema ini juga memberikan peta untuk mempelajari suatu teks. Kita tidak hanya mengerti apa isi dari suatu teks berita, tetapi juga elemen yang membentuk teks

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA berita, kata, kalimat, paragraf, dan proposisi. Kalau digambarkan maka struktur teks adalah sebagai berikut;

Struktur Makro Makna global dari suatu teks yang dapat diamati Dari topic/tema yang diangkat oleh suatu teks

Superstruktur Kerangka suatu teks, seperti bagian pendahuluan, Isi, penutup, dan kesimpulan

Struktur Mikro Makna lokal dari suatu teks yang dapat diamati Dari pilihan kata, kalimat dan gaya yang dipakai oleh suatu teks

Bagan2.1 Struktur teks Van Dik

Van Dijk juga menetapkan 4 (empat) elemen kebahasaan yang dikaji pada tataran struktur mikro, yakni elemen sintaksis, semantis, stilistik dan retoris.

Kognisi sosial hadir untuk menjembatani antara teks dan konteks (Van Dijk,

1988: 176-179). Kognisi sosial berkaitan dengan proses mental dan kognisi pembuat wacana dalam proses produksi wacana. Di dalam struktur mikro, pemakaian kata-kata tertentu serta kalimat atau gaya tertentu bukan hanya sebagai cara berkomunikasi, akan tetapi dipandang sebagai politik berkomunikasi, dalam hal ini merupakan suatu cara untuk mempengaruhi pendapat, menciptakan dukungan, membujuk dan mengajak orang untuk berpartisipasi sehingga hal ini merupakan cara yang efektif untuk melihat proses retorika dan persuasi yang dijalankan ketika seseorang menyampaikan pesan. Kata-kata tertentu mungkin dipilih untuk mempertegas pilihan dan sikap, mengajak, membujuk atau meyakinkan seseorang, dan sebagainya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Analisis ketiga struktur tersebut tidak hanya bermanfaat untuk mengungkapakan struktur formal (bentuk) sebuah teks tetapi juga memberikan kontribusi untuk mengungkapkan isi terutama makna (semantik dan pragmatik) sebuah teks. Hal ini sangat bermanfaat untuk mengkaji teks dalam tradisi lisan.

2.3 Kajian Yang Relevan

Beberapa penelitian sebelumnya mengenai upacara adat perkawinan masyarakat di Indonesia dan badoncek yang menjadi rujukan dalam penelitian ini. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan Marlina (2009) yang berjudul

Malam Baretong dan fungsinya pada upacara perkawinan. Di dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang malam baretong serta fungsinya pada upacara perkawinan di Desa cubadak Air Selatan, Pariaman, Sumatera Barat.

Penelitian ini memberikan gambaran awal mengenai tentang malam baretong atau badoncek yang masih dilaksanakan di Desa Cubadak Air. Fokus penelitian ini adalah malam baretong yang dilaksanakan pada malam kedua atau malam terakhir pada penutupan pesta pernikahan dimana setiap kaum yang mengikutinya/melaksanakannya akan menyumbang baik berupa materi seperti uang ataupun hadiah sehingga dapat membantu keluarga calon pengantin perempuan merealisasikan pesta perkawinan. Kegiatan ini masih terus berlangsung di Desa Cubadak Air Selatan, kecamatan Pariaman Utara. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa di Desa Cubadak Air Selatan, malam baretong memiliki fungsi sosiologis dan ekonomi.

Selanjutnya penelitian Sitompul (2013) yang berjudul Tradisi Kelisanan

Baralek Gadang pada Upacara Perkawinan Adat Sumando Masyarakat Pesisir

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sibolga: Pendekatan Semiotik Sosial. Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mendeskripsikan dan mencari makna semiotik sosial yang terkandung pada tradisi lisan baralek gadang pada upacara perkawinan adat sumando masyarakat pesisir

Sibolga; kedua, untuk menemukan kearifan lokal yang terkandung pada proses baralek gadang pada upacara perkawinan adat sumando masyarakat Pesisir

Sibolga.

Gultom (2015) dalam penelitiannya yang berjudul Tradisi Pasahat Boru bertujuan untuk mendeskripsikan proses upacara tradisi pasahat boru dalam perkawinan adat Angkola, menganalisis teks, konteks, dan koteks tradisi pasahat boru dan mendeskripsikan kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi pasahat borupada perkawinan adat Angkola di Padang Sidempuan. Tradisi ini merupakan salah satu rangkaian acara pada upacara perkawinan adat dalam masyarakat etnik

Angkola. Acara tersebut dilakukan sewaktu pemberangkatan pengantin wanita ke rumah suaminya.

Kajian yang relevan untuk penelitian ini juga terdapat dalam Journal of

Arabic Learning And Teaching. Di dalam jurnal tersebut penelitian yang dilakukan Imam (2012) yang berjudul Analisis Wacana Van Dijk pada lirik lagu irgaa tani (My Heart Will Go On) relevan dengan teori tiga kerangka struktur dari

Van dijk di dalam penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur yang terdapat dalam lirik lagu Irgaa tani menggunakan tiga kerangka struktur teks yang diperkenalkan oleh Van Dijk. Dari penelitian tersebut ditemukan 1) Struktur makro yang memuat unsur tematik menunjukkan bahwa lagu ini bertemakan tentang kisah cinta pengarang lagu kepada seseorang yang dipisahkan oleh jarak. 2)Superstruktur yang memuat unsur skematik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA menunjukkan adanya judul/ lead serta story dari lirik lagu. 3)Struktur mikro memuat unsur semantik, sintaksis, stilistik dan retoris. Unsur semantik lirik lagu tersebut menunjukkan adanya latar, detil serta maksud dari lirik lagu tersebut.

Unsur sintaksis lirik lagu tersebut memuat pola kalimat, koherensi dan kata ganti.

Unsur stilistik menunjukkan adanya leksikon lirik lagu tersebut. Sedangkan unsur retoris lirik lagu tersebut menunjukkan adanya grafis dan metafora yang mendukung keindahan lagu. Penelitian ini dapat membantu untuk menganalisis teks tradisi lisan badoncek menggunakan struktur wacana Van Dijk.

2.4 Konstruk Analisis

Tradisi Badoncek Dalam Perkawinan Minangkabau Adat Pariaman di Kota Medan Teori Antropologi Linguistik

Struktur Makro Struktur Teks Superstruktur

Struktur Mikro Performansi Paralinguistik

Proksemik Koteks Kinetik

Unsur-unsur material

Konteks Konteks Sosial

Makna, Fungsi dan Kearifan Konteks Budaya Lokal

Bagan 2.2 Konstruk Analisis Tradisi Badoncek Dalam Masyarakat Minangkabau Adat Pariaman Di Kota Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dimaksudkan untuk mendeskripsikan situasi yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat.

Penelitian deskriptif juga berarti penelitian yang dimaksudkan untuk menjelaskan fenomena atau karakteristik individual, situasi atau kelompok tertentu secara akurat.

Metode etnografi adalah cara atau usaha untuk menjelaskan suatu budaya atau suatu aspek dari budaya. Secara lebih khusus, etnografi berusaha memahami tingkah laku manusia ketika mereka berinteraksi dengan sesamanya di suatu komunitas. Spradley (2006) menyebutkan bahwa etnografi menekankan pada budaya dan kekhasan orang-orang di dalamnya, yaitu apa yang menjadi karakteristik dasar sebuah kelompok dan apa yang membedakan mereka dari kelompok lain. Penelitian dalam pandangan etnografi bermakna memahami gejala yang bersifat alamiah atau wajar sebagaimana tanpa dimanipulasi dan diatur dengan eksperimen atau tes.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah Kota Medan. Pada dasarnya sebuah kampung di Medan adalah sekelompok rumah dari pemukiman perantau. Dalam kelompok pemukiman ini hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan sosial tradisional kelompok etnik dari kampung halaman mereka tetap dipertahankan. Upacara- upacara siklus kehidupan dan pagelaran-pagelaran budaya diadakan dan bahasa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA daerah masing-masing dipakai dalam pembicaraan sehari-hari. Perluasan kota

Medan telah mendorong perubahan pola pemukiman kelompok-kelompok etnis.

Etnis Melayu yang merupakan penduduk asli kota, banyak yang tinggal di pinggiran kota. Etnis Tionghoa dan Minangkabau yang sebagian besar hidup di bidang perdagangan, 75% dari mereka tinggal di sekitar pusat-pusat perbelanjaan.

Pemukiman orang Tionghoa dan Minangkabau sejalan dengan arah pemekaran dan perluasan fasilitas pusat perbelanjaan.

Medan menjadi pusat interaksi bagi penduduk dari berbagai kelompok etnik sejak akhir abad kesembilanbelas termasuk orang Minangkabau khususnya orang Pariaman. Mereka masuk ke Kota Medan tatkala perkebunan-perkebunan besar dibuka oleh Belanda. Pemberontakan PRRI pada tahun 1956 telah mendorong orang Minangkabau untuk merantau, selain ke kota Padang mereka juga menuju ke kota-kota di Sumatera Timur dan Utara. Medan menjadi salah satu kota tujuan bagi para perantau.

Wilayah penelitian difokuskan di Kecamatan Medan Denai. Medan Denai dipilih sebagai lokasi penelitian sebab kecamatan yang terdiri dari 6 Kelurahan dan 82 lingkungan berada pada kawasan perumahan inti Kota, serta memiliki luas wilayah 9,911 Km² merupakan salah satu wilayah yang besar dari 21 Kecamatan di Kota Medan. Jumlah kelurahannya ada enam yakni: Binjai, Denai, Medan

Tenggara, Tegalsari Mandala I, Tegalsari Mandala II dan Tegalsari Mandala III.

Kondisi fisik Kecamatan Medan Denai secara geografis berada di Wilayah barat

Daya Kota Medan merupakan dataran secara sedang 5-8 M di atas permukaan laut dan berbatasan dengan sebelah utara : Kecamatan Medan Tembung, sebelah selatan : Kecamatan Medan Amplas, sebelah barat : Kecamatan Medan Kota dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kecamatan Medan Area, Sebelah Timur : Kecamatan Percut Sei Tuan / Kab. Deli

Serdang

Di kecamatan Medan Denai terdapat kantor sekretariat PKDP sebagai pihak yang dianggap ninik mamak, urang tuo-tuo sebagai penyelanggara badoncek

3.2 Data dan Sumber Data

Data penelitian ini adalah teks, koteks dan konteks tradisi lisan badoncek

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh berdasarkan data lisan atau kata-kata yang diperoleh dari informan mengenai tradisi . Arikunto (1999) menjelaskan data adalah hasil pencatatan peneliti, baik berupa fakta ataupun angka. Dalam penelitian ini data primer menjadi fokus berupa data lisan yang diperoleh dari ucapan atau kata-kata yang disampaikan oleh protokol atau pemimpin acara badoncek dan informan. Data-data yang diambil telah direkam menggunakan recorder dan handycam/pocket camera. Rekaman diperoleh dari Upacara pernikahan dan Badoncek yang diadakan oleh keluarga bapak Taslim di

Kecamatan Medan Denai mulai tanggal 9-10 Juni 2014

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi, wawancara dan studi pustaka. Pengumpulan data tradisi lisan dimulai dari data mengenai bentuk tradisi lisan sebagai lapisan permukaan yang berfokus pada data tentang teks, ko-teks dan konteknya yang akan menjadi dasar kajian dalam penelitian (Sibarani, 2012).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Untuk pengumpulan data ini Spradley (2006) menganjurkan untuk membuat catatan etnografis yang meliputi catatan lapangan berupa hasil observasi, wawancara ataupun rekaman, gambar ataupun benda-benda lain yang mengdokumentasikan suasanan budaya yang dipelajari. Observasi (pengamatan) dalam penelitian ini untuk memperoleh gambaran serta fenomena kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang berkaitan dengan tradisi badoncek.

Selain itu wawancara dengan informan juga sangat dibutuhkan.

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini adalah (1) observasi, yaitu mengamati proses upacara perkawinan orang Pariaman di perantauan dan tradisi badonceknya khususnya di Kota Medan, dan (2) wawancara yang ditujukan kepada informan kunci untuk memperoleh informasi mengenai upacara perkawinan orang Pariaman dan acara badonceknya. Dan (3) dokumentasi sebagai bagian dari teknik pengumpulan data yang menunjamg untuk kegiatan analisis

3.4 Tehnik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pencandraan (description) dan penyusunan transkrip interviu serta material lain yang telah terkumpul

(Danim,2002). Seiddel dalam Moleong (2006), proses penganalisisan data berjalan sebagai berikut: (1) mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri, (2) mengumpulkan, memilah-milah mengklasifikasikan, mensintesiskan, dan membuat indeksnya, (3) berpikir dengan jalan membuat agar kategori data itu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mempunyai makna, mencari, dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Menurut Miles dan Huberman (2014) analisis data merupakan proses penyusunan atau pengolahan data agar dapat ditafsirkan lebih lanjut. Data yang diperoleh di lapangan melalui observasi, wawancara atau studi dokumen harus dianalisis terlebih dahulu agar dapat diketahui maknanya. Berdasarkan teori diatas maka dalam penelitian tradisi badoncek ini dapat diuraikan tehnik analisis data sebagai berikut;

1. Mengambil, menyeleksi, dan mengumpulkan data yang telah diambil dengan

menggunakan teori Miles dan Huberman (2014) dengan cara;

a. Reduksi Data

Reduksi data diawali dengan proses memilih, mengobstraksi dan

mentransformasi data. Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk uraian atau

laporan yang terinci. Uraian atau laporan tersebut perlu direduksi, dipilih hal-

hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal penting, dicari tema atau polanya.

b. Display data

Tahap display data adalah penyajian data yang biasanya dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, ataupun hubungan antar kategori. Data teks yang

diperoleh dari acara badoncek dan hasil wawancara dialihbahasakan dahulu ke

dalam Bahasa Indonesia, selanjutnya data teks tersebut dikelompokkan

sehingga dapat disusun secara sistmatis

c. Verifikasi atau penarikan kesimpulan

Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan dari hasil penyajian data.

Kesimpulan hasil penelitian yang diambil dari hasil reduksi dan panyajian data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah merupakan kesimpulan sementara. Kesimpulan sementara ini masih

dapat berubah jika ditemukan bukti-bukti kuat lain pada saat proses verifikasi

data di lapangan.

Untuk lebih jelasnya, langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai

berikut;

1. Mengalihbahasakan data yang telah diperoleh di lapangan dan hasil

wawancara

2. Mengumpulkan dan mengelompokan data atau kategorisasi data yang berasal

dari perekaman dan catatan di lapangan berdasarkan ranah tradisi yang

menjadi fokus penelitian

3. Menganalisis performansi perkawinan Minangkabau adat Pariaman dan tradisi

badoncek di Kota Medan, tepatnya di Kecamatan Medan Denai, Kelurahan

Denai

4. Menganalisis teks (struktur makro, struktur alur dan struktur mikro) dari

tradisi badoncek

5. Menganalisis koteks (bentuk-bentuk material) yang terdapat dalam tradisi

badoncek

6. Menganalisis konteks dalam tradisi badoncek

7. Menemukan kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi badoncek

3.5 Triangulasi Data

Menurut Moleong (2007:330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam penelitian ini teknik triangulasi yang peneliti gunakan ialah yang Triangulasi sumber data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data. Data teks dan gambar yang diperoleh dari observasi melalui teknik rekam dicek dengan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yaitu masyarakat yang berdoncek dan panitia doncek dan akademisi yang mengetahui tentang upacara perkawinan Minangkabau adat

Pariaman, juga melalui sumber-sumber tertulis seperti buku-buku mengenai adat perkawinan Minangkabau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

PERFORMANSI TRADISI BADONCEK PADA

PERKAWINAN MINANGKABAU ADAT PARIAMAN

4.1 Tahap Sebelum Perkawinan

Tahap pertama kali sebelum berlangsungnya pernikahan tentunya adalah tahap perkenalan. Awal dari sebuah perkawinan jika menjadi urusan keluarga, bermula dari penjajakan. Dulu perkawinan yang terjadi lebih banyak karena dikenalkan oleh orangtua karena perkenalan antara pria dan wanita sebelum menikah dianggap tabu. Namun hal ini tidak berlaku pada masa sekarang ini yang disebabkan perubahan jaman. Masyarakat Minangkabau terutama yang diperantauan membebaskan anak-anak mereka untuk memilih pasangan hidup mereka asal tidak melanggar ketentuan agama dan berakhlak baik. Pasangan yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka telah berpacaran sebelum menikah. Di

Minangkabau sendiri kegiatan ini disebut dengan berbagai istilah. Ada yang menyebut maresek, ada yang mengatakan marisiak, ada juga yang menyebut marosok sesuai dengan dialek daerah masing-masing. Namun arti dan tujuannya sama, yaitu melakukan penjajakan pertama.

Meskipun di rantau, tindakan marisiak ini masih tetap dilaksanakan sebelum peminangan. Hal ini untuk memastikan bahwa kedua keluarga telah bersepakat menyatukan anak-anak mereka dalam ikatan pernikahan. Selanjutnya akan ditentukan tanggal peminangan, barang-barang apa yang hendak dibawa, dan juga untuk memastikan apak pihak laki-laki ingin dijapuik atau tidak kemudian.

Sesuai dengan sistem kekerabatan matrilineal yang berlaku di Minangkabau,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maka melakukan lamaran ini biasanya adalah pihak keluarga perempuan. Urusan maresek ini tidak hanya berlaku dalam tradisi lama, tetapi juga berlaku sampai sekarang baik bagi keluarga yang masih berada di Sumatera Barat, maupun bagi mereka yang sudah bermukim di rantau. Tentang siapa yang harus terlebih dahulu melakukan penjajakan bukanlah merupakan masalah karena berlaku hukum sesuai dengan pepatah petitih: Sia marunduak sia bungkuak, Sia malompek sia patah yang artinya siapa yang lebih berkehendak tentulah dia yang harus mengalah.

Setelah marisiak dilaksanakan dengan mengirim utusan untuk membicarakan peminangan secara resmi, maka acara berikutnya adalah acara peminangan. Salah satu kepala keluarga yang tinggal di Kelurahan Denai yang anggotanya menikah dengan orang Pariaman. Kepala keluarga tersebut adalah

Bapak Taslim. Ia mengatakan:

Perkawinan urang Piaman di rantau adat indaklah mangikek, sabalum alek biasonya bakanalan daulu, lapeh bekenalan barulah acaro maresek untuak manantukan hari maminang. Barulah balanjut ka acara meminang dan acara batuka tando sakaligus menentukan hari alek. Setelah hari alek ditantukan maka paralulah mahanta uang hilang. Barulah awak mangundang.

Perkawinan orang Pariaman di rantau, adat tidak mengikat. Sebelum pesta biasanya berkenalan dahulu, setelah berkenalan barulah acara meresek untuk menentukan hari memianang. Barulah dilanjutkan dengan acara meminang dan acara bertukar tanda. Langkah berikutnya dilakukan acara menentukan hari pesta. Setelah hari pesta ditentukan maka perlu lah mengantar uang hilang. Barulah kita mengundang.

Seperti yang telah disebutkan di atas, pihak mana yang mendatangi adalah tergantung pada mufakat. Pada keluarga bapak Taslim pihak laki-lakilah yang mendatangi pihak perempuan. Pada hari yang telah ditentukan, pihak keluarga laki-laki dengan dipimpin oleh orang tua, mamak-mamaknya datang bersama- sama kerumah keluarga calon yang dituju. Lazimnya untuk pertemuan resmi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pertama ini diikuti oleh ibu dan ayah si lelaki dan diiringkan oleh keluarga dari pihak ibu dan pihak ayah si lelaki.

Pukul 19.30 rombongan pihak laki-laki tiba di rumah calon mempelai perempuan. Ayah, ibu dan calon pengantin lelaki tiba diiringi keluarga dari pihak ayah dan pihak ibu dari calon pengantin lelaki. Biasanya rombongan yang datang membawa seorang juru bicara yang mahir berbasa-basi dan fasih berkata-kata, jika sekiranya si mamak sendiri bukan orang ahli untuk itu. Pada acara meminang ini menjadi pembawa acara adalah abang dari pihak ayah si calon mempelai pria yang sudah terbiasa menjadi pembawa acara dalam kegiatan-kegiatan perkawinan.

Barang-barang yang dibawa waktu meminang, yang utama adalah sirih pinang lengkap. Tidaklah disebut beradat sebuah acara, kalau tidak ada sirih diketengahkan. Benda-benda tersebut diletakkan dalam carano.

Gbr 4.1 sirih pinang

Pada daun sirih yang akan dikunyah menimbulkan dua rasa di lidah, yaitu pahit dan manis, terkandung simbol-simbol tentang harapan dan kearifan manusia akan kekurangan-kekurangan mereka. Sebelum tujuan diucapkan, pihak keluarga laki-laki membuka kata-kata pertama sebagaimana dalam pasambahan siriah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kok Siriah lah kami makan (Jika sirih sudah kami makan) Manih lah lakek diujuang lidah (Yang manis lekat di ujung lidah) Pahik lah luluih karakuangan (Yang pahit lolos ke kerongkongan)

Artinya orang tidak lagi mengingat-ingat segala yang jelek, hanya yang manis saja pada pertemuan itu yang akan melekat dalam kenangannya. Pada acara peminangan ini pihak lelaki membawa barang-barang yang telah menjadi permintaan pihak perempuan, seperti seperangkat pakaian dan sepatu yang akan digunakan untuk menikah esok hari, kemudian seprai, buku-buku, kue dan buah- buahan.

Untuk menghindarkan hal-hal yang dapat menjadi penghalang bagi kelancaran pertemuan kedua keluarga untuk pertama kali ini, lazimnya si telangkai yang telah marisiak, sebelumnya telah membicarakan dan mencari kesepakatan dengan keluarga pihak pria mengenai materi apa saja yang akan dibicarakan pada acara meminang itu. Setelah pihak lelaki tiba di rumah calon mempelai perempuan disambut oleh keluarga besar pihak perempuan. Acara dibuka oleh protokol yang kemudian mempersilahkan pihak tamu untuk menikmati hidangan makan malam. Selanjutnya barulah acara meminang dilanjutkan. Pihak keluarga laki-laki kemudian menyampaikan maksud kedatangan mereka yang akan melamar anak gadis dari keluarga bapak Taslim

Selanjutnya acara paminangan yang telah resmi diterima dilanjutkan dengan acara Batuka tando yang secara harfiah artinya adalah bertukar tanda.

Tando sendiri merupakan arti simbolis, bahwa telah diikat perjanjian antara kedua belah pihak, dan ini merupakan simbol antara ninik mamak dua keluarga yang berhubungan. Batuka tando bertujuan untuk mengikat masing-masing pihak agar tidak bertindak lain (berubah pikiran). Lazimnya benda yang dijadikan sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tanda untuk dipertukarkan adalah benda-benda pusaka, seperti keris, atau kain adat yang mengandung nilai sejarah bagi keluarga. Umpamanya sebuah kain balapak yang telah berumur puluhan tahun yang pernah diwariskan oleh nenek si gadis sebelum meninggal, atau kain adat yang pernah dipakai oleh ibu si gadis pada perkawinannya puluhan tahun yang lalu. Karena nilai-nilai sejarahnya inilah maka barang-barang yang dijadikan tanda itu menjadi sangat berharga bagi keluarga yang bersangkutan dan karena itu pula maka setelah nanti akad nikah dilangsungkan, masing-masing tanda ini harus dikembalikan lagi dalam suatu acara resmi oleh kedua belah pihak. Sesuai dengan hukum perjanjian pertunangan menurut adat Minangkabau yang berbunyi: Batampuak lah buliah dijinjiang,

Batali lah buliah diirik yang artinya kalau tanda telah dipertukarkan dalam satu acara resmi oleh keluarga kedua belah pihak, maka bukan saja antar kedua anak muda tersebut telah ada keterikatan dan pengesahan masyarakat sebagai dua orang yang telah bertunangan, tetapi juga antar kedua belah keluarga pun telah terikat untuk saling mengisi adat dan terikat untuk tidak dapat memutuskan secara sepihak perjanjian yang telah disepakati itu. Pada umumnya wanita yang sudah bertunangan dibatasi geraknya diluaran, agar tidak timbul fitnah. Hal ini mirip dengan istilah pingitan artinya tidak boleh keluar rumah untuk sesuatu tujuan yang tidak jelas. Namun dengan perkembangan jaman maka sekarang pingitan tidak ada lagi, walaupun begitu pihak keluarga tetap mengawasi dan mengingatkan anak kemenakannya. Putusnya pertunangan akan mengakibatkan sanksi bagi pihak yang melanggar janji

Sebelumnya telah disepakati bahwa pada acara maminang tersebut sekaligus juga akan dilangsungkan acara batuka tando atau batimbang tando

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA maka benda yang akan dipertukarkan sebagai tanda itu juga dibawa. Kedua belah pihak keluarga ini yang telah bersepakat untuk mengikatkan kedua calon pada tali pernikahan itu kemudian saling memberikan benda sebagai tanda ikatan. Tando yang dipertukarkan diletakkan pada satu wadah yang sudah dihiasi dengan bagus.

Pada acara batuka tando di rumah bapak Taslim ini dihadiri oleh ninik mamak dari kedua belah pihak. Tando yg di pertukarkan adalah sehelai kain tradisional berwarna merah yang diserahkan pihak perempuan kepada pihak laki-laki.

Gbr 4.2 batuka tando

Selanjutnya pihak lelaki juga menyerahkan sepucuk keris pertanda janji yang telah diikat tidak boleh terputus karena nyawa taruhannya. Selanjutnya keris bersama wadahnya dibawa oleh ibu calon pengantin perempuan untuk diberikan pada si calon pengantin perempuan yang berada di kamar. Setelah itu calon mempelai perempuan dibawa keluar untuk dipertemukan dengan pihak lelaki yang akan meminangnya kemudian ibu pihak calon pengantin lelaki memasangkan cincin emas kepada calon mempelai perempuan dan selanjutnya diserahkan kepada mempelai perempuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada acara peminangan ini barang-barang yang sudah menjadi kesepakatan kedua belah pihak juga turut dibawa. Barang-barang kebutuhan untuk pengantin wanita, seprai, selimut, buku-buku serta baju dan sepatu yang akan dikenakan pengantin wanita (anak daro) ketika akan menikah juga turut dibawa.

Untuk kesopanan selain perlengkapan untuk calon anak daro, dibawa juga buah- buahan dan kue-kue tradisional.

Gbr 4.3 hantaran untuk anak daro

Setelah acara peminangan dan bertukar tanda kemudian dilanjutkan dengan acara menentukan hari pesta atau ba baua. Maksudnya untuk menentukan kapan hari perkawinan akan dilaksanakan. lni ditentukan dengan persetujuan antara kedua belah pihak calon pengantin dengan jalan perundingan yang dihadiri oleh ninik mamak masing-masing pihak. Oleh karena pernikahan dilakukan di tempat perempuan maka biasanya keputusan kapan hari perkawinan dilakukan itu pihak perempuan yang menentukannya, sedangkan pihak laki-laki mengikut saja.

Seusai acara ini dilakukan maka bagi Urang Piaman dilanjutkan dengan acara Ma anta Uang Hilang atau Uang Japutan. Satu hal yang unik dari Pariaman adalah tradisi Bajapuik. Tradisi ini (japuik; Jemput) adalah tradisi perkawinan yang menjadi ciri khas di daerah pariaman. Bajapuik dipandang sebagai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kewajiban pihak keluarga perempuan memberi sejumlah uang atau benda kepada pihak laki-laki (calon suami) sebelum akad nikah dilangsungkan (Azwar,

2001:52). Uang Japuik adalah pemberian dari keluarga pihak perempuan kepada pihak laki-laki yang diberikan pihak perempuan pada saat acara manjapuik marapulai dan akan dikembalikan lagi pada saat mengunjungi mertua pada pertama kalinya (acara manjalang). Uang Japuik ini sebagai tanda penghargaan kepada masing-masing pihak. (Azwar, 2001).

Uang jemputan adalah uang yang diberikan oleh pihak perempuan kepada pihak laki-laki sebagai persyaratan dalam perkawinan dan dikembalikan lagi pada saat mengunjungi mertua untuk pertama kalinya. Uang jemputan ini berwujud benda yang bernilai ekonomis seperti emas dan benda lainnya. Penentuan uang jemputan dilakukan pada saat acara peminangan dan bersamaan dengan penentuan persyaratan lainnya. Sedangkan untuk pemberian dilakukan pada saat menjemput calon mempelai laki-laki untuk melaksanakan pernikahan di rumah kediaman perempuan. (Maihasni, 2010)

Pemberian Uang jeputan diserahkan oleh keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki pada waktu upacara manjapuik marapulai. Namun ada juga yang menyerahkan sebelum acara tersebut. Makin besar jumlah uang jeputan akan tinggi pula gengsi marapulai. Besarnya atau jenisnya tergantung kepada kedua belah pihak. Sebahagian orang Pariaman di rantau masih memakai tradisi bajapuik ini. Untuk menentukan besarnya uang jeputan maka diadakan kesepakatan bersama antara keduabelah pihak yang meminang dan yang dipinang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Namun tidak semua masyarakat Pariaman terutama yang tinggal di rantau masih melaksanakan bajapuik ini, seperti wawancara kepada salah salah satu keluarga yaitu Ahmad yang dianugrahi seorang anak menjelaskan bahwa:

Tahap sebelum perkawinan pada uapacara perkawinan laki-laki pariaman dengan perempuan Minangkabau lainnya. Acara yang dilakukan pada upacara ini sama dengan pada tahap sebelum perkawinan yang dilakukan sesama Pariaman, tetapi disamping itu juga ada perbedaannya yaitu pada acara ma anta pitih hilang. Dilakukan atau tidak dilakukannya acara ini tergantung pada kesepakatan dua keluarga.

Selanjutnya adalah acara Mangundang atau Manyiriah yang dilaksanakan kira-kira tiga hari atau seminggu sebelum upacara puncak perkawinan atau pesta dilakukan. Acara ini dilakukan oleh kedua belah pihak keluarga. Acara ini disebut juga dengan mamanggia atau manjapuik. Yang mengundang terdiri dari laki-laki kepada laki-laki, biasanya dengan memberikan rokok kepada yang diundang dan orang perempuan bagi orang perempuan, biasanya dengan memberikan sirih kepada yang diundang. Hal ini sekarang jaman sekarang tidak lagi dilakukan, kalaupun ada yang melakukannya, hanya dilakukan kepada keluarga dekat saja. dan biasanya dengan memberikan undangan kepada yang diundang. Jika upacara pernikahan hanya dilangsungkan di tempat perempuan biasanya pihak lelaki akan meminta izin pada keluarga perempuan untuk mengundang rekan atau kerabat mereka. Hal ini terjadi bila tidak ada pesta di tempat pihak laki-laki, namun biasanya pihak laki-laki juga menyelenggarakan pesta dirumahnya.

4.1.2 Tahap pelaksanaan perkawinan

Setelah peminangan dilakukan, penentuan hari baralek telah disepakati serta kesepakatan mengenai uang peminangan sudah selesai maka selanjutnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA adalah acara pernikahan. Sebelum akad nikah dan baralek berlangsung ada beberapa acara yang bisanya dijalani oleh calon pengantin. Pertama adalah upacara babako, upacara dilakukan dirumah bako masing-masing(rumah keluarga dari pihak ayah mempelai berasal). Peristiwa ini memberikan bantuan dan melepas anak pusaka/anak pisang menuju jenjang pernikahan ini, dilakukan secara formal oleh pihak Bako, yang disebut acara babako-babaki. Jadi acara babako adalah suatu upacara adat pra perkawinan yang diselenggarakan oleh kerabat pihak ayah. Yang disebut bako, ialah seluruh keluarga dari pihak ayah.

Sedangkan pihak bako ini menyebut anak-anak yang dilahirkan dari saudara laki- laki dengan isterinya dari suku yang lain dengan sebutan anak pusako. Tetapi ada juga beberapa nagari yang menyebutnya dengan istilah anak pisang atau anak ujung emas.

Namun di sebagian keluarga yang telah merantau tidak semua melaksanakan malam babako ini, kalaupun dilaksanakan acaranya sudah lebih disederhanakan. Calon pengantin tidak perlu diantar ke rumah bakonya, tetap tinggal dirumah nya dan pihak bako yang akan datang berkumpul dan memberi nasehat. Seperti pada keluarga Taslim mereka hanya mengundang pihak ayah dan pihak ibu datang di malam sebelum pernikahan untuk datang dan memberi nasehat pada si calon pengantin

sulit diraso malaksanakan acaro malam babako samo saparti daulu, apolagi awak di rantau,cukuiklah pihak bako diundang datang mamberi nasehat

Sulit dirasa melaksanakan cara malam babako seperti dulu, apalagi kita tinggal dirantau, cukuplah pihak bako diundang datang memberi nasehat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Acara slanjutnya yang menjadi pokok acara adalah pernikahan. Pihak keluarga perempuan telah berkumpul dan mengatur ruangan yang dijadikan tempat acara pernikahan dan makan bersama. Pengaturan disiapkan, makanan yang terdiri dari rendang, gulai nangka, ayam panggang, kue-kue tradisional di letakkan di depan pelaminan. Hidangan-hidangan tersebut merupakan hidangan khusus untuk para tamu keluarga pihak laki-laki yang turut serta mengantar calon marapulai tersebut. Pakaian yang dikenakan calon marapulai berwarna putih.

Sekarang ini baju yang dikenakan pada waktu akad nikah banyak yang mengenakan pakaian nasional seperti kebaya dan jas. Dan sebahagian besar calon mempelai memilih warna putih karena dianggap sakral

Acara perhelatan perkawinan dimulai hari pernikahan. Acara pernikahan menurut adat yang lazim dilaksanakan di rumah anak daro. Acara pernikahan dan perhelatan perkawinan di rumah keluarga bapak Taslim diselenggarakan di hari yang sama. Pernikahan adalah perjanjian atau ijab kabul antara seorang lelaki dengan seorang wanita untuk hidup bersama sesuai dengan ajaran agama Islam.

Perjanjian ini dibuat secara tidak langsung dengan calon istri tapi diucapkan dihadapan wali atau orang tua dari si calon istri disaksikan oleh petugas P3NTR yang mencatat upacara tersebut dan mengabadikan dalam buku nikah. Kalimat aqad nikah disebutkan oleh ayah calon istri atau orang yang diberi kuasanya seperti petugas P3NTR (Petugas Pembantu Pencatat Nikah Talak dan Rujuk) sebagai berikut :

P3NTR Saya nikahkan engkau dengan si A anak si X dengan mahar Calon marapulai : Saya terima nikah si A anak si X dengan mahar

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dalam acara pernikahan ini marapulai dan anak daro tidak duduk berhadap-hadapan. Sebelum pernikahan dilangsungkan, acara dibuka oleh pembawa acara dalam hal ini adalah tetangga dari bapak Taslim. Sehabis pernikahan marapulai dibawa kembali ke rumah orangtuanya dalam hal ini adalah kerabat orangtuanya.

Acara yang paling pokok dalam perkawinan menurut adat istiadat ialah basandiang (bersanding), yaitu mendudukkan kedua pengantin di pelaminan untuk disaksikan jamu atau tamu yang hadir (Navis, 1986), sebelum bersanding, marapulai terlebih dahulu dijemput oleh pihak anak daro. Ini adalah acara adat yang paling penting dalam seluruh rangkaian acara perkawinan menurut adat istiadat Minangkabau. Ketika akad nikah selesai dilaksanakan maka pihak marapulai dibawa keluar dari rumah pihak perempuan untuk berganti pakaian dan dijeput oleh pihak anak daro (perempuan). Selanjutnya marapulai dalam acara menjemput calon mempelai pria ini didampingi oleh dua orang wanita muda yang baru berumah tangga untuk dijadikan pasumandan yang mengiringkan dan mengapit calon mempelai pria mulai turun rumahnya sampai disandingkan di pelaminan. Pasumandan ini juga didandani dengan baju kurung khusus dan kepalanya dihiasi dengan sunting rendah. Selanjutnya marapulai dipayungi dengan payung kuning tepat pada waktu kedatangannya pada titik yang telah ditentukan yaitu di tempat yang tidak begitu jauh dari rumah mempelai perempuan dan marapulai diarak berjalan kaki.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gbr 4.5 Mengantar mempelai pria

Sebelum masuk ke dalam rumah anak daro, pihak marapulai akan disambut oleh tarian pasambahan, kemudian dua orang pesilat akan bertarung yang berakhir dengan diletakkannya sirih dalam carano diantara kedua pesilat.

Kemudian pihak marapulai akan berjalan dan pihak anak daro yang sudah menunggu di depan halaman akan mendatangi pihak marapulai. Anak daro dibawa dan didekatkan disebelah marapulai kemudian bersama-sama masuk ke rumah. Setibanya di dalam kedua pengantin kemudian disandingkan di pelaminan.

Acara kemudian dilanjutkan dengan pidato penyambutan oleh tuan rumah dan kedua belah pihak saling mengenalkan keluarga. Setelah itu keluarga dari pihak laki-laki pulang dan marapulai tetap tinggal di rumah anak daro hingga acara manjalang

4.1.3 Badoncek

Badoncek dianggap sebagai khasnya orang Pariaman. Badoncek merupakan suatu aktivitas gotong-royong masyarakat yang sudah dilakukan secara turun temurun.Tradisi ini merupakan salah satu cara yang dilakukan secara adat yang bertujuan meringankan beban yang tuan rumah yang akan melaksanakan alek, mendapatkan jodoh yang menjadi harapan secara sosial dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ekonomi serta mempererat hubungan sosial antar kaum kerabat. Bantuan yang diberikan itu dapat berupa materil seperti uang atau emas

Setelah azan Isya selesai dikumandangkan, maka para panitia badoncek mulai mengambil posisi yang telah disediakan oleh tuan rumah. Biasanya tempat yang diapakai adalah panggung tempat hiburan. Jika pada pada perhelatan perkawinan akan ada acara badoncek maka hiburan berupa lagu biasanya akan selesai pada pukul enam sore. Karena selanjutnya adalah acara badoncek yang dimulai pukul tujuh tigapuluh.

Gbr 4.5 Memulai acara badoncek

Pembawa acara mengambil posisi dan mengucapkan salam dan membuka acara.

Syukur Alhamdulillah marilah samo-samo kito ucapkan kapado Allah SWT karana ateh rahmatnyolah kito dibarikan kesempatan untuak bakumpua di rumah yang berbahagia ini. Sairing salam dan salawat kito kapado Nabi Muhammmad SAW nan alah mambao kita dari alam jahiliyah ke alam panuh kabaikan sampai saat ini ko. Kami batarimo kasih atas kadatangan ninik mamak, urang tuo-tuo hadir untuka mengikuti acara badoncek iko, mudah-mudahan acara ko akan balangsuang lancar. Baiklah mari kito mamulai acaro ko dengan mengucapkan basmallah

Syukur Alhamdulillah marilah sama-sama kita ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Ny kita lah kita diberi kesempatan untuk berkumpul di rumah yang berbahagia ini. Seiring salam dan shalawat kita kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah kea lam penuh kebaikan sampai saat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ini. Kami berterima kasih atas kedatangan ninik mamak, orang tua-tua hadir untuk mengikuti acara badoncek ini, mudah-mudahan acara ini akan berlangsung lancar. Baiklah, mari kita memulai acara ini dengan mengucapkan Bismillahiraahmanirrahim

Selanjutnya disebutkan berapa pendapatan yang telah diperoleh dari kotak uang yang telah diletakkan sebelumnya di meja tamu. Pendapatan tersebut telah dicatat terlebih dahulu oleh bendahara. Bagian pertama dari acara badoncek setelah dibuka adalah membacakan sumbangsih dari kaum kerabat yang jauh yang menitipkan amplop pada kerabat yang hadir. Selanjutnya dimulai alek tewa bebas). Para tamu yang sekaligus peserta doncek mulai menyerahkan amplopnya.

Ada yang menyerahkan ketika telah selesai makan, ada juga yang baru tiba di tempat pesta memilih menyerahkan sumbangsihnya terlebih dahulu baru mendatangi meja prasmanan. Adapun cara untuk menyebutkan panggilan atau sumbangan peserta doncek dengan menyebutkan nama dan tempat tinggal serta jumlah sumbangannya. Kemudian protokol meneriakkan melalui mike (pengeras suara) nama si penyumbang, pekerjaannya dan hubungannya dengan si pangka

(tuan rumah), sebagai contoh:

- Berikut dari Bagindo Indra Koto, rumah makan cita rasa, muko balakang

saratus ribu rupiah, saratus ribu rupiah

Berikut dari Baginda Indra Koto, rumah makan cita rasa, muka belakang, seratus

ribu rupiah, seratus ribu rupiah

- Berikut dari toko Ilham Baru menjual aneka pakaian jadi di pusat pasar

meninggalkan sumbangsih dan gotongroyong 300 ribu rupiah, 300 ribu rupiah

- Dari rombongan keluarga Bagindo Anuar, sapupu anak daro, baradiak,

bakakak, baminantu sabanyak 2 juta rupiah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dari rombongan keluarga baginda Anuar, sepupu mempelai wanita, adik-kakak,

dan para menantu sebanyak 2 juta rupiah

- Salanjutnyo sumbangsih dan gotongroyong dari Intan, etek anak daro, dua

ratuih ribu rupiah, dua ratuih ribu rupiah,

Selanjutnya sumbangsih dan gotongroyong dari Intan, etek anak dara, dua ratus

ribu rupiah, dua ratus ribu rupiah

- Ditarimo dari urangtuo kito bapanda sultan m rasyad piliang di lorong damai

nan ka manunaikan ibadah haji tahun kini ko, memberikan sumbangsih dan

gotong royong tigo puluh ribu rupiah, tigo puluh ribu rupiah untuk itu kito

haturkan ribuan tarimo kasih

Selanjutnya pada bagian kedua mike diserahkan kepada perwakilan pengurus organisasi rayon PKDP yang ada disekitar kota Medan.

Gbr 4.6 perwakilan pengurus organisasi

Para perwakilan pengurus organisasi dari cabang-cabang sekitarnya yang hadir membacakan siapa-siapa saja yang turut menyumbang. Setelah itu amplop dan nama-nama penyumbang akan diserahkan kepada panitia badoncek. Di tengah-tengah acara jika protokol melihat tamu yang sangat dikenal atau disegani maka ia berhenti sejenak dan mengucapkan salam selamat datang kepada tamu tersebut, sebagai contoh:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA “Ah iko, salamat datang pada urang tuo-tuo kito bagindo anuar Piliang, dari jalan Bromo ujuang, nan jauh mandakek supayo dapek disalami, lansuang dibao ka meja sajian

Ah, ini selamat datang pada orang tua kita Baginda Anuar Piliang dari jalan Bromo Ujung., yang jauh mendekat supaya dapat disalami, langsung di bawa ke meja makan

Begitu juga jika tamu tersebut hendak meninggalkan tempat pesta

Sehubungan urang tuo kami, ateh namo kemasyarakatan PKDP jalan Denai sekitarnyo akan maninggalkan tampek ini mudah-mudahan kaluargo kita sampai dengn salamat, baitu juo dengan kito nan ditinggakan disiko”

Sehubungan orang tua kami, atas nama kemasyarakatan PKDP jalan Denai dan sekitarnya akan meninggalkan tempat ini, mudah-mudahan keluarga kita selamat sampai di tujuan, begitu juga dengan kita yang ditinggalkan disini.

Bagian ketiga dari acara badoncek, jika undangan yang tersisa hanya tetangga dan keluarga dekat, maka protokol diserahkan kepada pihak keluarga biasanya mamak si perempuan untuk meneriakkan nama yang hendak bersumbangsih. Disinilah dimulai rayuan dan bujukan hingga sindiran agar orang mau menyumbang. Misalnya;

MP: iko ipar dek anak daro si rani namonyao, sato untuak kakaknya, alun

pandailah mancari si inyo ko, tapi dek untuak kakaknyo baagiah saratuih

ribu rupiah …malu awak

MP= Mamak Pusako: Ini ipar dari anak dara si Rani namanya, belum pandai

mencari dia, tapi karena untuk kakanya member seratus ribu rupiah…malu

kita

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sebelumnya pihak panitia badoncek telah menghitung berapa jumlah uang yang telah masuk, baik dari kotak uang di siang hari, amplop yang diberikan ke tangan si pangka hingga pendapatan yang diperoleh pada malam hari itu. Benda- benda berupa perhiasan juga turut diumumkan. Selanjutnya pemanggilan terus berulang, bahkan pemberi sumbangsih ada yang berulang memberikan sumbangannya, biasanya disebutkan “dari etek dar, nenek anak daro, ulang aie,

500 ribu rupiah, 500 ribu rupiah. “ulang aie” dari etek Dar, nenek anak dara, ulang air, lima ratus ribu rupiah, lima ratus ribu rupiah. Artinya adalah berulang, maksudnya si penyumbang sudah menyumbang tapi ia menyumbang lagi.

Selanjutnya setelah tidak ada lagi yang menyumbang, maka acara badoncek ditutup dengan menjumlahkan lagi semua perolehan yang didapat.

Kemudian diumumkan kepada semua tamu. Acara badoncek akan ditutup dengan makan bersama yang telah disiapkan oleh si pangka (penyelenggara pesta).

Persiapan jamuan untuk disuguhkan menjadi tanggungjawab kaum ibu (bundo kanduang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

ANALISIS STRUKTUR WACANA TEKS, KOTEKS,

DAN KONTEKS BADONCEK

5.1 Teks Tradisi Badoncek Perkawinan Adat Pariaman

Di dalam kehidupan bermasyarakat dapat dilihat orang Pariaman bekerjasama dan bergotongroyong saling membantu satu sama lain. Kerjasama dan gotong-royong ini dapat disaksikan dalam perkawinan yang diteliti disini.

Tradisi badoncek menunjukkan gotong-royong dan saling membantu dalam pelaksanaan upacara pernikahan keluarga Bapak Taslim. Setiap kaum kerabat dan ninik mamak yang terlibat dalam perkawinan ikut serta dan memberikan sumbangannya untuk upacara pernikahan tersebut sehingga acara dapat terealisasi tanpa kekurangan dana.

Badoncek kali ini dilaksanakan setelah azan Isya, para pria yang ditunjuk sebagai panitia di acara badoncek duduk di meja panjang yang biasanya di tempatkan di panggung agar terlihat oleh orang banyak. Panitia ini terdiri dari enam orang yaitu, ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara, keamanan dan protokol. Setelah semua persiapan di meja panitia telah selesai maka acara pun dimulai. Sebelumnya tuan rumah menyampaikan kata-kata sambutan untuk memulai acara badoncek. Selanjutnya acara diambil alih oleh protokol yang memulai dengan membacakan satu persatu amplop yang sudah disampaikan ke meja panitia badoncek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Dari perspektif analisis wacana Van Dijk pada tradisi badoncek ditemukan hal-hal sebagai berikut:

5.1.1 Struktur Makro

Struktur Makro pada tradisi badoncek dilakukan dengan penyebutan nama-nama pihak yang bersumbangsih serta nominalnya dan panggilan atau bujukan kepada para tamu dalam hal ini peserta doncek untuk bersumbangsih sehingga bersedia menyumbangkan uangnya

5.1.2 Superstruktur (struktur alur)

Dalam hal ini superstruktur pada tradisi badoncek dapat dibagi atas pendahuluan, isi dan penutup. Bagian pendahuluan merupakan pidato pengantar untuk membuka acara badoncek. Pertama pembukaan dengan pengucapan salam kepada hadirin, selanjutnya puji-pujian kepada Allah dan rasul-Nya dan ucapan selamat untuk pengantin dan ucapan terimakasih kepada undangan yang hadir.

Syukur Alhamdulillah marilah samo-samo kito ucapkan kapado Allah SWT karana ateh rahmatnyolah kito dibarikan kesempatan untuak bakumpua di rumah yang berbahagia ini. Sairing salam dan salawat kito kapado Nabi Muhammmad SAW nan alah mambao kita dari alam jahiliyah ke alam panuh kabaikan sampai saat ini ko. Kami batarimo kasih atas kadatangan ninik mamak, urang tuo-tuo hadir untuka mengikuti acara badoncek iko, mudah-mudahan acara ko akan balangsuang lancar. Baiklah mari kito mamulai acaro ko dengan mengucapkan basmallah

Syukur Alhamdulillah marilah sama-sama kita ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat-Ny kita lah kita diberi kesempatan untuk berkumpul di rumah yang berbahagia ini. Seiring salam dan shalawat kita kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah kea lam penuh kebaikan sampai saat ini. Kami berterima kasih atas kedatangan ninik mamak, orang tua-tua hadir untuk mengikuti acara badoncek ini, mudah-mudahan acara ini akan berlangsung lancar. Baiklah mari kita memulai acara ini dengan mengucapkan Bismillahiraahmanirrahim

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Bagian isi berisikan penyebutan (panggilan) berupa nama, gelar, tempat tinggal serta nominal yang disumbangkan. Juga bujukan atau ajakan untuk menambah jumlah keseluruhan sumbangsih yang telah diterima. Sebagai contoh:

- Berikut dari Haji Umar di central pasar 50 ribu rupiah, 50 ribu rupiah makan

angin

- Berikut dari Bagindo Indra Koto, rumah makan cita rasa, muko balakang

saratus ribu rupiah, saratus ribu rupiah

- Sutan Burhan Chaniago apak anak daro di pekanbaru memberikan sumbangsih

dan gotongroyong 500 ribu rupiah, 500 ribu rupiah

- Urangtuo kito, sutan Bahar DL Piliang, jalan denai 50 ribu rupiah, 50 ribu

rupiah, ulang aie

Selanjutnya pada bagian penutup berisi ucapan terima kasih kepada para penyumbang, terima kasih untuk sajian, dan ucapan permohonan maaf

5.1.3 Struktur Mikro

Struktur mikro dalam teks tradisi badoncek terdiri atas papatah-petitih serta istilah-istilah yang dikenal dalam tradisi badoncek a. pepatah-petitih

Dalam data masyarakat Minangkabau di Medan banyak menyampaikan sesuatu dalam bentuk sindiran sehingga banyak melahirkan pepatah-petitih dalam penyampaiannya. Mereka bersilat lidah dengan pepatah-petitih untuk mengungkapkan suatu makna yang mengandung pengertian luas. Berikut contoh pepatah-petitih yang ditemukan dalam teks tradisi badoncek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Saciok bak ayam, sadantiang bak basi

- Ringan samo dipikua, barek samo dijinjiang

- Ko kurang katokan labiah, kok labiah katokanlah cukuik

- nan tidak lakang dek paneh, nan indak lapuak dek hujan b. istilah-istilah khusus dalam badoncek

- makan angin, artinya ditujukan pada pihak yang tidak menghadiri pesta dan

hanya mengirimkan sumbangsihnya saja

- muko-balakang, artinya pihak yang bersumbangsih adalah suami istri

- ulang aie, artinya si pemberi sumbangsih sudah berulangkali menyerahkan

amplop kepada panitia atas namanya sendiri

- mamak pusako, artinya orang yang dituakan atau dihormati

5.2 Koteks Badoncek

5.2.1 Proksemik, Kinetik Dan Paralinguistik

Proksemik adalah studi yang mempelajari posisi tubuh dan jarak tubuh

(ruang antar tubuh sewaktu orang berkomunikasi antarpersonal). Dalam penelitian ini komunikasi, proksemik meliputi keterkaitan individu dengan lingkungan atau ruang, seperti penggunaan ruangan, pengaturan peralatan dan perlengkapan ruangan (misalnya, penempatan furnitur), pengaturan posisi tempat duduk, atau jarak antara komunikator dengan komunikan sudah diatur oleh pihak panitia dan keluarga.

Pada hari ini pengaturan posisi tempat panitia atau tempat menyiapkan sumbangsih diterima kemudian diumumkan telah diletakkan di atas panggung.

Pihak panitia, yang terdiri dari protokol yang bertugas menyebutkan nama, gelar,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tempat serta nominal sumbangsih, notulen yang bertugas mencatat jumlah nominal sumbangsih dan berasal dari siapa, tiga orang yang bertugas menghitung jumlah uang dan satu orang sebagai pengawas, dalam hal ini membantu protokol mengingatkan orang-orang yang memberikan sumbangsih.

Gambar1. Para Panitia Badoncek

Posisi ini sebelumnya digunakan sebagai pentas untuk hiburan. Pada saat itu terdengar suara azan, hiburan lagu pada acara perkawinan harus berhenti dan tidak dapat dilanjutkan karena acara badoncek dilaksanakan setelah sholat Isya dan berakhir jam 12 malam. Di atas panggung panitia badoncek duduk berhadapan dengan meja panjang yang disusun supaya yang terlihat oleh seluruh undangan dan peserta doncek. Posisi ini memang paling baik karena dapat disaksikan oleh seluruh orang.

Terlihat dalam tradisi badoncek ini, peserta doncek menyerahkan sumbangan ke meja panitia berupa amplop yang didalamnya terdapat uang, kemudian protokol akan mengumumkan nama pemberi dan nominal uang yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA terdapat. Setelah penyerahan amplop dilakukan dan sembari mengumumkannya, amplop tersebut dipegang oleh protokol yang selanjutnya diserahkan kepada bendahara, ini merupakan kinesik dalam tradisi badoncek.

Gambar 5.2 Penyerahan sumbangsih

Gambar 5.3 Penyerahan sumbangsih

Paralinguistik adalah jenis komunikasi yang berkaitan dengan cara bagaimana seseorang mengucapkan atau menyampaikan pesan. Di dalam tradisi nini unsur paralinguistik menunjukkan ketika mendoncek pembicaraan antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA panitia dan peserta disampaikan dengan suara atau panggilan yang keras dan intonasi yang jelas, seperti:

Barikuik dari Bagindo Indra Koto//, rumah makan cita rasa/ muko balakang saratuih ribu rupiah, saratuih ribu rupiah//

Berikut dari baginda Indra Koto/ rumah makan cita rasa/ muka belakang seratus ribu rupiah/ seratus ribu rupiah

Pertama ada jeda untuk nama penyumbang, selanjutnya asal darimana atau usaha yang dia jalankan dan ada perulangan pada bagian akhir nominal. Nominal uang yang disebutkan tersebut diucapkan dua kali

Pengeras suara merupakan koteks yang sangat dibutuhkan karena digunakan untuk mengumumkan tamu yang baru tiba di lokasi pesta ketika acara badoncek berlangsung. Tamu ini salah satu peserta. Protokol akan menyebutkan nama dan gelar adat orang tersebut dan meminta tuan rumah segera melayani tamu tersebut. Pengeras suara juga digunakan untuk mengumumkan berapa besaran uang yang diberikan peserta doncek. Penyampaian nominal uang yang disebutkan beberapa kali terdengar jelas oleh semua peserta doncek dan tamu. Hal ini bukanlah untuk bersikap sombong tetapi untuk menjaga agar lebih transaparan dan terbuka

Wadah-wadah kecil adalah koteks untuk tempat meletakkan uang yang disampaikan oleh peserta doncek diletakkan di atas meja. Wadah tersebut berupa gelas putih bening yang diletakkan bersusun dibagian depan meja. Peserta doncek yang juga datang sebagai undangan ketika tiba di lokasi acara ada yang langsung menuju meja panitia doncek untuk menyampaikan amplopnya baru kemudian menikmati jamuan makan. Beberapa peserta doncek memilih untuk menyantap hidangan terlebih dahulu dan ketika hendak pulang barulah menyerahkan amplop

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tersebut. Biasanya uang disusun agar lebih mudah dihitung nantinya. Begitu pembawa acara selesai mengumumkan si pemberi amplop dan berapa jumlah uang di dalamnya, bendahara langsung mengambil dan menempatkannya di wadah-wadah tersebut. Uang disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan perhitungan akhir setelah acara selesai nanti.

Gambar 5.4 wadah-wadah uang

Rokok, kopi dan teh adalah koteks yang menjadi tiga benda yang wajib harus ada di dalam aktivitas badoncek. Rokok, kopi dan teh telah disediakan untuk panitia doncek yang ada di panggung. Rokok dan minuman disediakan agar panitia terutama pembawa acara lebih bersemangat membujuk dan memancing peserta doncek agar mau memberikan sumbangsihnya lebih besar atupun berulang. Disini juga ada disediakan makanan ringan tambahan seperti kacang.

Diharapkan kacang dan kopi mengusir kantuk yang melanda panitia sehingga akan menyebabkan salah mengumumkan nominal ataupun salah dalam perhitungan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5.3 Konteks Badoncek

Sistem konteks sosial berada pada tingkat semiotik konotatif bahasa yang terdiri dari konteks situasi, konteks budaya dan ideologi. Dengan demikian dalam kajian bahasa ini, interpretasi yang difokuskan pada teks harus memperhatikan lingkungan sosialnya yaitu konteks situasi, konteks budaya dan konteks ideologi.

Di dalam penelitian ini Adat Minangkabau terdiri dari empat jenis namun satu dengan lain tidak dapat dipisahkan karena merupakan satu kesatuan yang terdiri dari : a. Adat nan sabana adat yang merupakan konteks yang mengatur pokok dan

falsafah yang mendasari kehidupan suku Minangkabau yang berlaku turun

temurun tanpa terpengaruh oleh tempat terpengaruh oleh tempat, waktu dan

keadaan sebagaimana yang dikiaskan dalam kata-kata adat:

nan tidak lakang dek paneh yang tidak lekang oleh panas nan indak lapuak dek hujan yang tidak lapuk oleh hujan

aturan ini sangat kuat dan mengikat semua ranah Minangkabau baik di Luhak

nan tigo maupun yang ada di rantau b. adat nan diadatkan, adalah konteks yang mengatur kata mufakat ataupun

kebiasaan yang berlaku umum dalam suatu nagari. Perubahan yang terjadi

hanya dapat dilakukan atas permufakatan pihak-pihak yang bersangkutan

dengan peraturan itu. Adat nan diadatkan ini hanya berlaku di satu nagari saja

dan tidak dipaksakan berlaku di nagari lainnya c. adat nan teradat adalah kebiasaan seseorang dalam kehidupan bermasyarakat

yang boleh ditambah atau dikurangi bahkan boleh ditinggalkan selama tidak

menyalahi landasan berfikir orang Minang yaitu alue patuik, raso pareso,

anggo tango dan musyawarah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA d. adat istiadat merupakan aneka kelaziman dalam suatu nagari byang mengikuti

pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Adat istiadat semacam ini

tergantung pada situasi sosial dan ekonomi masyarakat.

Konteks yang digunakan pada tradisi badoncek ini menggunakan konteks konteks sosial yang terdiri dari konteks budaya dan konteks situasi agar dapat dipahami makna, maksud, pesan dan fungsi tradisi badoncek. Hal ini bertujuan agar lebih mudah memahami nilai dan norma budaya yang terdapat pada tradisi badoncek inisehingga dengan lebih mudah memahami nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Minangkabau khususnya adat Pariaman.

5.3.1 Konteks Budaya Tradisi Badoncek

Dalam setiap interaksi sosial kegiatan berbahasa masyarakat yang dilakukan dalam suatu budaya tertentu akan mempunyai tujuan atau sasaran yang khas dan kekhasan tersebut menjadi salah satu faktor yang memotivasi dan menentukan interaksi social. Sibarani (2012) menyebutkan bahwa konteks budaya mengacu pada tujuan budaya yang menggunakan suatu tradisi lisan. Pertanyaan yang diajukan berkenaan dengan konteks budaya ini adalah untuk tujuan budaya apa tradisi lisan itu digunakan atau dipertunjukkan. Tujuan budaya yang dimaksud di sini adalah peristiwa budaya yang melibatkan tradisi lisan. Tujuan budaya tersebut menyangkut siklus kehidupan (daur hidup) dan siklus mata pencaharian.

Tradisi Badoncek merupakan bagian dari pelaksanaan pesta perkawinan. Tradisi

Badoncek hingga kini masih dipertahankan oleh masyarakat Kabupaten Padang

Pariaman, Provinsi Sumatera Barat. Tradisi ini kemudian dibawa oleh para perantau Minang khususnya orang Pariaman ke daerah rantaunya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Di dalam Badoncek ini para peserta doncek akan menyumbang untuk si

Pangka baik dalam bentuk uang maupun emas. Tradisi ini merupakan bentuk kerjasama dan gotong-royong ninik mamak, urang tuo-tuo, jiran tetangga untuk meringankan beban yang melaksanakan pesta pernikahan, meningkatkan integrasi sesama kaum kerabat namun juga mampu memperkuat rasa kebersamaan terutama bagi mereka yang tinggal di rantau

5.3.2 Konteks Situasi Tradisi Badoncek

Konteks situasi menggabungkan pelibat, medan dan sarana dengan sebuah situasi yang akan membangun pemahaman tentang teks. Medan wacana membicarakan kegiatan berinteraksi yang mempunyai dua dimensi yaitu apa dan untuk apa dibicarakan, pelibat wacana merujuk kepada siapa yang membicarakan, dan sarana wacana adalah bagaimana pembicaraan itu dilakukan.

Pada tradisi badoncek ini, yang menjadi sarana adalah sumbangsih yang diberikan pada saat acara berlangsung, amplop yang diberikan kepada panitia badoncek akan diumumkan atau disebutkan nama, gelar, tempat tinggal dan nominal yang disumbangkan. Tradisi Badoncek merupakan tradisi yang dilakukan untuk membantu meringankan beban keluarga yang hendak menyelenggarkan pernikahan anak, kemenakan ataupun anggota keluarga lainnya. Tradisi badoncek pada penelitian ini dilaksanakan pada malam hari selesai azan Isya. Pada pernikahan adat Pariaman yang berlangsung di kecamatan Medan Denai tanggal

10 Juni 2014 yang merupakan acara penutup setelah rangkaian prosesi pernikahan. Pada awal pembuka acara akan disampaikan oleh kapalo mudo yang mengucapakan salam dan sambutan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh Syukur Alhamdulillah marilah samo-samo kito ucapkan kapado Allah SWT karana ateh rahmatnyolah kito dibarikan kesempatan untuak bakumpu di rumah nan babagia ini. Sairing salam dan salawat kito kapado Nabi Muhammmad SAW nan alah mambao kita dari alam jahiliyah ke alam panuah kabaikan sampai saat ini ko. Kami batarimo kasih atas kadatangan ninik mamak, urang tuo-tuo hadir untuk mengikuti acaro badoncek iko, mudah-mudahan acaro ko akan balangsuang dengan lancar.

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Syukur Alhamdulillah marilah sama-sama kita ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmatNyalah kita diberikan kesempatan utnuk berkumpul di rumah yang berbahagia ini. Seiring salam dan salawat kita kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam jahiliyah ke alam penuh kebaikan sampai sekarang. Kami berterima kasih atas kedatangan para orang tua-tua kami yang hadir runtuk mengikuti acara berdoncek ini, mudah-mudahan acara ini berlangsung dengan lancar

Dalam aktivitas badoncek ini yang terlibat adalah ninik-mamak, urang tuo- tuo, tuan rumah (si pangka) serta para tamu yang menjadi peserta doncek. Pada saat Badoncek, orang yang diundang tidak selalu hadir, jika yang diundang berhalangan hadir maka ia bisa mengirimkan sumbangsihnya dengan mengirimkan saja. Terlebih apabila mereka tinggal di tempat jauh. Misalnya jika yang diundang tinggal di kota lain dan berhalangan hadir ke Medan maka dia bisa mengirimkan sumbangsihnya kepada yang mewakili. Sumbangsihnya ini akan dibacakan didepan seluruh hadirin nantinya pada malam badoncek.

Acara badoncek akan ditutup dengan makan bersama yang telah disiapkan oleh si pangka (penyelenggara pesta). Persiapan jamuan untuk disuguhkan menjadi tanggungjawab kaum ibu (bundo kanduang).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5.5 dendeng balado

Jamuan yang disiapkan kali ini berupa rendang dan gulai. Keluarga Taslim juga memilih menghidangkan dendengbalado. Daging yang berwarna kecoklatan diatas disiram cabai berwarna merah, sajian yang kontras namun menggugah selera. Setelah makanan terhidang protokol pun mempersilahkan semua hadirin untuk mencicipi hidangan tersebut

“Kami mintak sagalo undangan, baiak dari lauik, darek, hilie mudiak, indak basabuik namo, indak baimbau gala, dek karano hidangan lah talatak marilah kito mancicipi hidangan nan talah disadiokan. kok kurang susun nan bak siriah, kok kurang atok nan bak pigaran, dek banyan manaruah ragu, dek lamo manaruah lupo, mohon maklum tantang itu”

Kami minta semua undangan dari laut, darat, hilir mudik, tidak bersebut nama, tidak memanggil gelar, karena hidangan sudah terletak marilah kita mencicipi hidangan yang telah disediakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB VI

KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI BADONCEK

Adat Minangkabau diciptakan sebagai aturan hidup bermasyarakat.

Ajaran-ajaran yang diajarkan untuk menciptakan tingkah laku dan perbuatan yang didasarkan kepada ajaran-ajaran berbudi baik dan bermoral mulia antara sesama manusia dan berbuat baik pada lingkungannya.

Sibarani (2012:182) menyebutkan bahwa berdasarkan kajian terhadap beebrapa tradisi lisan diberbagai etnik terdapat dua jenis kearifan lokal inti yakni kearifan lokal kesejahteraan dan kearifan lokal kedamaian. Kedua kearifan lokal tersebut kemudian berkembang menjadi berapa turunan kearifan lokal. Kearifan lokal inti kesejahteraan meliputi budaya kerja atau etos kerja, disiplin, pendidikan, kesehatan, gotong royong dan kreatifitas budaya. Kearifan lokal inti kedamaian meliputi kesopansantunan, kejujuran, kesetiakawanan, sosial, kerukunan, penyelesaian konflik

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa Urang Piaman (orang Pariaman) yang berada di rantau masih mempertahankan tradisi badoncek ini. Meskipun demikian sebahagian urang Pariaman memilih tidak mengadakan acara ini ketika dilangsungkannya upacara pernikahan (baralek). Peristiwa badoncek yang berlangsung kemarin merupakan warisan dari ninik mamak terdahulu yang tetap dilestarikan dan bermanfaat. Dari pelaksanaan acara ini, keluarga urang Pariaman, khususnya yang ada di Medan mengungkapkan bahwa badoncek penting terus dipertahankan. Misalnya apak Buyung (60) salah seorang ninik mamak mengatakan:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

“Badoncek warisan ninik mamak terdahulu patutla dilastarikan dan tetap dilaksanakan. Kalau bukan kito si a lai? Kok indak dijago lamo-lamo hilanglah tradisi kito. Hilang juolah kabaikan atau manfaat yang kito dapek dari badoncek ko”

Badoncek warisan orang tua terdahulu haruslah dilestarikan dan tetap dilaksanakan. Kalau bukan kita siapa lagi? Kalau tidak dijaga lama- lama hilanglah tradisi kita. Hilang jugalah kebaikan atau manfaat yang kita peroleh dari badoncek ini

Hasil wawancara dengan kelompok-kelompok yang mengikuti badoncek juga mengatakan bahwa badoncek merupakan warisan nenek moyang yang telah turun-temurun dijalankan tetap berlangsung dalam upaya membantu atau menolong melaksanakan hajatan didalam suatu perkawinan. Sejak awal diperkenalkan badoncek dilaksanakan sampai sekarang dan diikuti oleh masyarakat Pariaman di Medan masih tetap dilaksanakan pada setiap pesta perkawinan atau hajatan. Badoncek merupakan kebudayaan yang unik yang patut dipertahankan karena hal ini merupakan kebanggaan bagi orang Pariaman.

6.1 Gotongroyong dan kerjasama

Dari peristiwa badoncek yang dilakukan pada pesta pernikahan dan sudah dilaksanakan bertahun-tahun di Medan dinyatakan oleh berbagai pihak sebagai kegiatan yang dianggap mampu mengatasi masalah dalam upacara perkawinan.

Tradisi badoncek dianggap praktis dan memberikan kemudahan-kemudahan bagi yang melaksanakannnya. Tidak tertutup kemungkinan bahwa ketika akan dilangsungkan pesta perkawinan, pihak tuan rumah yang hendak mengadakan pesta perkawinan terpaksa meminjam uang kepada orang lain atau saudaranya.

Namun setelah badoncek selesai dan menghitung pendapatan, kemudia hasilnya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bisa untuk mengurangi atau menutup hutang yang terjadi sebelum pesta berlangsung.

Prinsip timbal-balik dan gotong royong serta kerjasama terkandung dalam ungkapan atau pepatah adat: barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang, serta saciok bak ayam, sadantiang bak basi. Hal ini berarti setiap ada pekerjaan yang ringan maupun yang berat haruslah dipikul bersama. Tidak boleh bersikap tidak peduli pada kerabat dan kaum sendiri. Misalnya;

Iko les dari blangkejeren dari Ayah dan mamak bagindo zul, dedi limo puluh ribu rupiah, abang awal 200 ribu rupiah, bagindo buyung paman 400 ribu rupiah, uni endah/masri polisi, bang mansar 50 rib rupiah, riki widuri tiga puluah ribu, bang nasir dua ratus ribu rupiah, jumlah dari keluarga bagindo zul di blangkejeren 1 juta tujuh ratus lapan puluah ribu rupiah, satu juta tujuh ratus lapan puluah ribu rupiah, itu dari ipa bisan di blangkejeren

Dari ucapan di atas keluarga yang ada di blangkejeren mengumpulkan sumbangsih dari beberapa orang keluarga disana dan disatukan kemudian dikirim ke Medan. Nama-nama penyumbang tersebut dibacakan sat u persatu

Menurut Koentjarangingrat aktivititas yang berlangsung dalam hal menyumbang yang menimbulkan kewajiban untuk saling membalas merupakan faktor pengikat (kohesi) dan penggerak (dinamika) bagi berbagai aktivitas social, ekonomi dan kebudayaan masyarakat setempat. Hal ini dapat berfungsi menjadi sarana untuk mempertemukan ataupun menumbuhkan sentimen persatuan dan kesatuan kaum dan suku sehingga dapat menjalin tali silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan.

6.2 Keharmonisan

Keharmonisan berkaitan dengan kedamaian yang didalamnya tercipta kerukunan, keamanan dan kenyamanan. Masyarakat di daerah yang damai berarti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA masyarakatnya hidup di daerah yang aman dari konflik dan penduduknya dapat tinggal dengan nyaman. Kedamaian hanya dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki kepribadian yang baik. Kebaikanlah yang menjadi persyaratan mutlak untuk terwujudnya masyarakat yang damai (Sibarani, 2012:227).

Di dalam bukunya Adat Minangkabau (1999), Amir MS menyebutkan corak masyarakat idaman menurut kaca mata orang Minang yaitu masyarakat nan sakato, yang pengertiannya suatu masyarakat yang aman, makmur dan berkah. Masyarakat nan sakato ini tertuang dalam peribahasa sebagai berikut:

Bumi sanang padi manjadi Bumi senang padi menjadi Padi masak jagung maupie Padi masak jagung mengupil Anak buah sanang santoso Anak buah senang sentosa Taranak bakambang biak Beranak berkembang biak Bapak kayo mandeh batuah Ayah kaya ibu beruntung Mamak disambah urang pulo Paman dihormati orang pula

Dari peribahasa diatas jelas apa yang menjadi corak masyarakat idaman bagi orang Minang, yaitu masyarakat yang aman, makmur dan berkah. Untuk mencapai hal tersebut tentulah prinsip kerjasama, tolong menolong dan saling membantu diantara warga.

Untuk membentuk masyarakat nan sakato ini didalam buku adat

Minangkabau (Amir MS: 1999) menyebutkan bahwa ada empat unsur yang harus dipenuhi anggota masyarakat, yaitu:

1. Saiyo sakato, meskipun perbedaan pendapat adalah hal yang sangat

lumrah, dan sangat demokratis namun hal ini tidak boleh dibiarkan terus

menerus, harus selalu dicari jalan keluar. Jalan keluar yang ditunjukkan

adat Minang yaitu melakukan musyawarah dengan mufakat. Keputusan

boleh bulat tapi boleh juga gepeng atau picak (voting). Bila keputusan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA telah didapat dan ada kata mufakat maka keputusan itu harus dilaksanakan

semua pihak, bulek aie dek pambuluh, bulek kato dek mufakat.

Bagi Urang Piaman sebelum melaksanakan Tradisi Badoncek juga

melewati mufakat keluarga apakah hendak dilaksanakan atau tidak.

Setelah keputusan diambil bahwa badoncek akan dilaksanakan maka ninik

mamak dan urang tuo-tuo akan jumpai dan dibicarakan mengenai

pelaksanaannya. Di Kota Medan, urang Piaman memiliki organisasi

kemasyarakatan yang menjadi wadah berkumpulnya orang-orang

Minangkabau khususnya urang Piaman di parantauan, dalam hal ini yang

di kecamatan Medan Denai, PKDP menjadi organisasi induknya. Mereka

inilah yang berembuk bagaimana pelaksanaan badoncek ini. Biasanya

berrgabung dalam organisasi ini.

2. Sahino samalu, setiap individu Minangkabau diharapakan untuk selalu

menjaga hubungannya dengan lingkungannya. Adat Minangkabau tidak

memuja individualism. Hubungan individu dengan kelompok sangat

dekat. Istilah ‘awak’ menggambarkan kedekatan ini, kalau ada urusan

yang rumit bias diselesaikan dengan cara ‘awak samo awak’.

3. Anggo Tanggo, harus menciptakan pergaulan yang tertib serta disiplin

dalam masyarakat. Hal ini berarti setiap anggota masyarakat dituntut untuk

mematuhi aturan dan undang-undang serta mengindahkan pedoman dan

petunjuk yang diberikan penguasa adat

Nagari bapaga undang Kampuang bapaga buek Tiok lasuang baa yam gadang Nagari bapangulu Kampuang ba tuo Rumah ba tungganai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Sapikue sajinjiang, dalam masyarakat yang komunal semua tugas menjadi

tanggungjawab bersama. Sifat gotong royong menjadi suatu keharusan.

Kehidupan antara anggota kaum, bagaikan aur dengan tebing, saling

bantu-membantu, saling dukung mendukung

Nan lamah makanan tueh Nan condong makanan tungkek Ayam ado bainduak Sirieh diagiah bajunjuang Hiduik sanda manyanda Bak aue jo tabiang

6.3 Musyawarah Mufakat

Bagi Urang Piaman sebelum melaksanakan Tradisi Badoncek juga melewati mufakat keluarga apakah hendak dilaksanakan atau tidak. Setelah keputusan diambil bahwa badoncek akan dilaksanakan maka ninik mamak dan urang tuo-tuo akan bertemu dan membicarakan mengenai pelaksanaannya. Di

Kota Medan, urang Piaman memiliki organisasi kemasyarakatan yang menjadi wadah berkumpulnya orang-orang Minang khususnya urang Piaman di perantauan, dalam hal ini yang di kecamatan Medan Denai, PKDP menjadi organisasi induknya.

6.4 Menjaga Persatuan Kaum

Masyarakat Minang memiliki falsafah barek samo dipikua ringan samo dijinjing, saciok bak ayam, sadantiang bak basi. Hal ini berarti dalam beraktivitas dan berkehidupan bakaum, badunsanak janganlah saling tidak perduli satu sama lain, haruslah satu pekerjaan itu berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Malam badoncek saling meringankan beban dalam penyelenggaraan pesta perkawinan juga menjadi tenpat berkumpul dan saling berkomunikasi antara sasuku, sakampuang, ataupun yang dari rantau karena proses yang terjadi pada malam badoncek kaum kerabat saling bercanda, bertukar kabar dan menikmatti hidangan bersama-sama. Dalam proses ini hubungan yang tadinya kurang akrab menjadi lebih akrab, yang kurang mengenal menjadi lebih kenal sehingga dapat meminimalisir prasangka ataupun rasa tersinggung yang pernah muncul.

Koentjaraningrat (1992) menyebutkan bahwa tolong menolong dalam upacara dan pesta perkawinan melibatkan semua kaum kerabat. Tolong menolong ini tidaklah dilakukan secara spontan. Tradisi badoncek juga mengandung unsur perhitungan terhadap pemberian yang telah disumbangkan, peserta doncek sendiri mengharapakan pertolongan mereka akan dibalas dan dibantu ketika mereka juga akan mengadakan perhelatan perkawinan. Timbal balik ini mengingat malam badoncek ini masing-masing unsur kaumkan orang untuk selalu bersikap baik, menolong dan taetap bergaul.

Pelaksanaan tradisi badoncek ini juga berfungsi untuk mempertemukan dan menumbuhkan kedekatan diantara kaum kerabat serta kesatuan kaum dan suku. Dengan mengikuti acara ini dapat saling lebih mengenal satu sama lain.

Para ninik mamak tidak hanya semakin semakin mengenal kemenakan- kemenakan yang langsung dipimpinnya, maupun kemenakan lain yang masih sesuku dengannya. Di dalam interaksi y ang berlangsung pada malam badoncek secara hubungan yang lebih luas, para peserta tidak hanya mengenal orang-orang dari kaumnya tetapi juga yang kaum lain dalam kesatuan suku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Selain itu, badoncek juga menjadi sarana integrasi yang tidak hanya terjalin diantara satu kaum yang berada di satu kampong tetapi juga yang di rantau. Meskipun kadangkala saudara yang dari rantau tidak dapat hadir pada malam itu, namun amplop yang mereka titipkan pada sanak saudara lain yang hadir di acara tersebut akan membuka jalan bagi para peserta doncek di kampong untuk menanyakan kabar serta informasi terbaru dari sanak di rantau. Seperti pada wawancara dengan salah satu peserta doncek

“malu kito kalo indak datang waktu acara badoncek, talabiah jikok si pangka urang nan rajin mmenghadiri badoncek dan rajin pulo manyumbang”

Malam badoncek yang diselenggarakan pada malam hari atau malam terakhir penutupan perhelatan penuh dengan hidangan makanan dan minuman, lelucon protokol (canang) yang memanasi-manasi atau merayu peserta malam badoncek menjadi hiburan tersendiri bagi penontonnya. Baik mereka yang turut badoncek maupun yang hanya menjadi tamu saja.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa;

1. Performansi yang terjadi dalam proses adat perkawinan terdiri dari

tahapan sebelum upacara perkawinan dan selama upacara perkawinan

masih dijalankan meskipun mengalami banyak perubahan. Dimulai dari

acara tahapan sebelum perkawinan; maminang, batuka tando, malam

babako, malam bainai, dilanjutkan pada tahap pelaksanaan perkawinan;

pernikahan dan baralek masih dilaksanakan urang Pariaman di rantau,

walaupun prosesi yang berlangsung tidak lagi seketat dahulu

pelaksanaannya terutama bagi mereka di rantau. Misalnya saja pada

rangkaian upacara pernikahan adat Minangkabau yang masih tetap

melaksanakan malam babako-babaki, untuk acara ini yang sejatinya

dilaksanakan selama tiga malam berturut dipersingkat menjadi hanya satu

malam saja. Banyaknya waktu yang dibutuhkan membuat masyarakat

lebih memilih untuk melaksanakan beberapa kegiatan menjadi lebih

singkat dan cepat.

2. Tradisi badoncek merupakan tradisi yang masih tetap dijaga oleh orang

Minangkabau di rantau, khususnya urang Piaman. Badoncek

dilaksanakan pada malam hari sebagai penutup dari proses perkawinan.

Badoncek di rantau khususnya di kota Medan dihadiri oleh rekan-rekan

dari anggota perkumpulan dalam hal ini organisasi PKDP atau yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bernaung dibawahnya, kaum kerabat, baik yang ada di rantau maupun

yang di kampung serta rekan-rekan peserta doncek. Aktivitas ini diawali

dengan pembukaan oleh protokol, sambutan dari tuan rumah atau ninik

mamak, masuk ke acara pemanggilan sumbangsih dari peserta doncek,

panggilan bujukan atau rayuan menjelang penutup, kemudian penutupan

acara.

3. Teks badoncek yang dianalisis menggunakan teori Van Dijk terdiri dari

struktur makro yaitu penyebutan nama-nama pihak yang bersumbangsih

serta nominalnya dan panggilan atau bujukan kepada para tamu dalam hal

ini peserta doncek untuk bersumbangsih sehingga bersedia

menyumbangkan uangnya. Kemudian superstrukur (struktur alur) terdiri

dari bagian pendahuluan merupakan pidato pengantar untuk membuka

acara badoncek, bagian isi berisikan penyebutan (panggilan) berupa nama,

gelar, tempat tinggal serta nominal yang disumbangkan. Juga bujukan atau

ajakan untuk menambah jumlah keseluruhan sumbangsih yang telah

diterima, dan pada bagian penutup berisi ucapan terima kasih kepada para

penyumbang, terima kasih untuk sajian, dan ucapan permohonan maaf.

Bagian terakhir dari teks ada struktur mikro yang terdiri dari papatah-

petitih serta istilah-istilah yang dikenal dalam tradisi badoncek

diantaranya muko balakang, ulang aie, dan makan angin.

Koteks di dalam tradisi badoncek ini terdiri dari proksemik,

kinetik, paralinguistic dan unsur material, yaitu; 1) Catatan nama-nama

dan uang menjadi penting dalam tradisi badoncek karena dibutuhkan untuk

membantu pesta pernikahan. 2) Pengeras suara berfungsi untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mengumumkan nama, hubungan sipenyumbang dengan pihak yang mengadakan pesta serta nominal akan disebutkan dengan keras. 3)

Kemudian wadah-wadah kecil dibutuhkan untuk tempat meletakkan uang yang disampaikan oleh peserta doncek. Biasanya berupa gelas putih bening yang diletakkan bersusun diatas meja. 4) Selanjutnya ada makanan ringan yang terdiri dari rokok, kopi dan the.

Konteks sosial di dalam penelitian tradisi badoncek ini terdiri dari konteks budaya dan konteks sosial. Di dalam konteks budaya tradisi ini merupakan bentuk kerjasama dan gotong-royong ninik mamak, urang tuo- tuo, jiran tetangga untuk meringankan beban yang melaksanakan pesta pernikahan, meningkatkan integrasi sesama kaum kerabat namun juga mampu memperkuat rasa kebersamaan terutama bagi mereka yang tinggal di rantau. Dalam tradisi badoncek menunjukkan sikap tolong menolong atau gotongroyong, memegang janji serta menjaga hubungan kekerabatan serta menjaga silaturahmi dengan sesama perantau Minang khususnya urang Piaman. Konteks situasi menggabungkan pelibat, medan dan sarana dengan sebuah situasi yang akan membangun pemahaman tentang teks.

Pada tradisi badoncek ini, yang menjadi sarana adalah sumbangsih yang diberikan pada saat acara berlangsung, amplop yang diberikan kepada panitia badoncek. Tradisi badoncek biasanya dilaksanakan pada malam hari selesai azan isya. Penelitian ini dilaksanakan pada pernikahan adat

Pariamanyang dilangsungkan oleh keluarga Bapak Taslim di Kecamatan

Medan Denai dan merupakan acara penutup setelah rangkaian prosesi pernikahan. Dalam aktivitas ini yang terlibat adalah ninik-mamak, urang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tuo-tuo, tuan rumah (si pangka) serta para tamu yang menjadi peserta

doncek

3. Kearifan lokal yang terdapat dalam tradisi badoncek dikelompokkan

menjadi gotong-royong, keharmonisan, musyawarah untuk mufakat, dan

meningkatkan persatuan kaum

Tradisi badoncek sama seperti tradisi lokal lainnya mengalami banyak pergeseran dan perubahan. Sebahagian urang Pariaman menganggap tradisi badoncek ini tidak perlu diadakan lagi karena dianggap riya, dengan menyebutkan nominal yang disumbangkan menyebabkan seseorang merasa labih kaya dan lebih makmur dari orang lain. Bagi yang menyumbang lebih kecil ada perasaan malu karena orang tersebut tidak bisa memberikan lebih.

7.2 Saran

Tradisi badoncek yang menjadi kegiatan yang menjadi trade mark-nya

orang Pariaman perlahan mulai ditinggalkan masyarakat pariaman terutama

yang berada di rantau. Pelaksanaannya dianggap tidak lagi dibutuhkan.

Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan maka penulis diharapkan

tradisi badoncek tetap dilaksanakan karena sebagai warisan nenek moyang

orang terdahulu tradisi ini masih dibutuhkan. Malam badoncek saling

meringankan beban dalam penyelenggaraan pesta perkawinan juga menjadi

tenpat berkumpul dan saling berkomunikasi antara sasuku, sakampuang,

ataupun yang dari rantau karena proses yang terjadi pada malam badoncek

kaum kerabat saling bercanda, bertukar kabar dan menikmatti hidangan

bersama-sama. Dalam proses ini hubungan yang tadinya kurang akrab menjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lebih akrab, yang kurang mengenal menjadi lebih kenal sehingga dapat meminimalisir prasangka ataupun rasa tersinggung yang pernah muncul.

Tradisi badoncek juga merupakan tradisi yang unik, sumbangsih yang diberikan dengan meneriakkan nama dan nominal yang menjadi ciri keunikan tersendiri. Rayuan dan ajakan protokol agar menambah jumlah sumbangan menjadi hiburan tersendiri.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Welhendri.2000.Matrilokal dan Status Perempuan: Studi Kasus Tentang Status Perempuan Dalam Tradisi Bajapuik di Pariaman Sumatera Barat. Thesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM

Budhisantoso, S. 1992. Kesenian dan Nilai-Nilai Budaya. Dalam Majalah Analisis Kebudayaan.Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Danim, Sudarwan.2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia

Djamaris, Edwar.1991.Tambo Minangkabau. Jakarta:Balai Pustaka

Bakar, Jamil dkk.1981. Sastra Lisan Minangkabau:Pepatah, Pantun dan Mantra. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Eriyanto.2005. Analisis Wacana:Pengantar Analisis teks Media. Yogyakarta:PT LKis Pelangi Aksara

Finnegan, R. 1992. Oral Traditions and The Verbal Arts: A Guide to Research Practices. London and New York: Routledge.

Fita Delia Gultom.2014. Tradisi Pasahat Boru. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Studi Linguistik USU

Graves, Elizabeth E.2007. Asal-Usul Elite Minangkabau Modern:ResponTerhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Hakimy, Idrus. 1984. Pokok-Pokok Pengetahuan Adat Alam Minangkabau. Bandung: CV. Remadja Karya

Halliday, M.A.K.1994. An Introduction to Functional Grammar. London:Edward Arnold Ltd

Halliday, M. A. K. 1978. Language As A Social Semiotics. London: Edward Arnold.

Hoed, Benny H. 2008. “Komunikasi Lisan sebagai Dasar Tradisi Lisan” dalam Metodologi Kajian Tradisi Lisan Editor Pudentia. Jakarta : Asosiasi Tradisi Lisan.

Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok : Komunitas Bambu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Imam, Ahmad Fachruddien.2012. Analisis Wacana Van Dijk pada lirik lagu irgaa tani (My Heart Will Go On, Vol 1 No.1 (2012). http\\Journal.unnes.ac.id (April 2016)

Jamisri, Lily. 1999.Orang Pariaman di Perantauan (studi Kasus terhadap Perkawinan orang Pariaman di Kotamadya Medan). USU.

Kato, Tsuyoshi.2005. Adat Minangkabau dan merantau dalam perspektif sejarah, Jakarta: PT Balai Pustaka.

Kress, G.1985. Ideological Structures In Discourse. Dalam Van Dijk, T.A (ed), Handbook Of Discourse Analysis, Vo.l.4 London: Academic Press Inc

Koentjaraningrat.2000. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan .Jakarta:Gramedia Lubis, Ilham Sahdi. 2015. Tradisi Martahi Karejo Masyarakat Angkola: Kajian Semiotik. Tesis. USU

Marlina, Leni. 2009. Malam Baretong dan Fungsinya Pada Upacara Perkawinan. UNAND.

M.S, Amir.1999.Adat Minangkabau: Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang. Jakarta: Mutiara Sumber Widya

Moleong, Lexy J. (2007) Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya Offset,

Pelly, Usman. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing. Jakarta:LP3S

Pudentia, MPSS.2008. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan (ATL)

Navis, A.A. 1986. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat Dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: Grafitipress

Nasution, Arif. 2002. Ikatan Primordial Dalam Kegiatan Bisnis Orang Minangkabau Di Sukaramai Medan, Medan:USU

Risman Arbi Sitompul. 2013.Tradisi Lisan Baralek Gadang pada Upacara Perkawinan Adat Sumando Masyarakat Pesisir Sibolga: Pendekatan Semiotik Sosial. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Studi Linguistik USU

Saragih, Amrin. 2012. Semiotik Bahasa: Tanda, Penanda dan Petanda Dalam Bahasa. Unimed:Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sibarani,Robert. 2012. Kearifan Lokal: Hakikat, Peran, Dan Metode Tradisi Lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan

Sinar,T.Silvana. 2010. Teori dan Analisis Wacana: Pendekatan LSF. Medan:Pustaka Bangsa Press

Spradley,James P.2007. Metode Etnografi. Amri Marzali, penerjemah.Yogyakarta:Tiara Wacana. Terjemahan dari:The Ethnographic Interview

Sutrisno,M. (2006). Teori – Teori Kebudayaan. Jakarta : Kanisius

Tim Depdikbud. 1978. Adat-Istiadat Daerah Sumatera Barat. Jakarta: Depdikbud

Van Dijk, Teun A. 1980. Macrostructures: An Interdisciplinary Study of Global Structures in Discourse, Interaction, and Cognition. Lawrence Erlbaum Associates :New Jersey

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA