JURNAL KOMPILEK Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi

HM. Pudjihardjo MENCIPTAKAN DAYA TARIK INVESTASI UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI

Iwan Setya Putra PENGGUNAAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN Z- SCORE SEBAGAI METODE PENILAIAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN

Siti Sunrowiyati ANALISIS PENGARUH PEMILIHAN METODA AKUNTANSI TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA

Rony Ika Setiawan PENGARUH IKLAN DAN MEREK SEPEDA MOTOR SUZUKI TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN

Aris Sunandes ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN UMUM DI KANTOR KECATAMAN WATES KABUPATEN BLITAR

Hadi Utomo POTRET DINAMIKA EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR SEKTOR KEUANGAN DAN SEKTOR PERDAGANGAN UNTUK PERIODE TAHUN 2004-2008

Retno Murni Sari PENGARUH BEBERAPA FAKTOR KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PUBLIK PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN TULUNGAGUNG

[Vol 2, No. 1] Hal. 1 - 83 Juni 2010 ISSN 2088-6268

Diterbitkan oleh: LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT (LPPM) SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI KESUMA NEGARA BLITAR Jl. Mastrip 59 Blitar 66111, Telp./Fax : (0342) 802330/813779 Email : [email protected]

[ STI E KESUMA NEGARA BLITAR ] Vol.2, No. 1, Juni 2010 ISSN 2088-6268

JURNAL KOMPILEK Jurnal Kompilasi Ilmu Ekonomi

Daftar Isi:

HM. Pudjihardjo MENCIPTAKAN DAYA TARIK INVESTASI UNTUK MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI (Hal. 1 - 8) Iwan Setya Putra PENGGUNAAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN Z- SCORE SEBAGAI METODE PENILAIAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN (Hal. 9 - 22)

Siti Sunrowiyati ANALISIS PENGARUH PEMILIHAN METODA AKUNTANSI TERHADAP TINGKAT UNDERPRICING SAHAM PERDANA (Hal. 23 - 33) Rony Ika Setiawan PENGARUH IKLAN DAN MEREK SEPEDA MOTOR SUZUKI TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN (Hal. 34 - 52) Aris Sunandes ANALISIS PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KUALITAS PELAYANAN UMUM DI KANTOR KECATAMAN WATES KABUPATEN BLITAR (Hal. 53 - 61) Hadi Utomo POTRET DINAMIKA EKONOMI PROVINSI JAWA TIMUR SEKTOR KEUANGAN DAN SEKTOR PERDAGANGAN UNTUK PERIODE TAHUN 2004-2008 (Hal. 62 - 71) Retno Murni Sari PENGARUH BEBERAPA FAKTOR KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PUBLIK PADA DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN TULUNGAGUNG (HAL. 72 - 83)

iii

PENGGUNAAN ECONOMIC VALUE ADDED (EVA) DAN Z-SCORE SEBAGAI METODE PENILAIAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN

Iwan Setya Putra

ABSTRAKSI: Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana tingkat kinerja keuangan perusahaan PT. HM Tbk pada tahun 2002-2006 berdasarkan penerapan analisis Economic Value Added dan teori kebangkrutan model Altman (Z-Score). Untuk keperluan analisis data, maka data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk tahun 2002–2006. Adapun tahapan analisa data, pertama adalah menghitung nilai Z-Score kemudian menentukan nilai EVA. Untuk menentukan nilai EVA didapat dengan tahapan, pertama menghitung biaya modal hutang (cost of debt), menghitung biaya modal saham (cost of equity), menghitung struktur modal, menghitung biaya modal rata-rata tertimbang (WACC), menentukan nilai EVA dengan cara mengurangkan nilai WACC (cost of capital) pada laba setelah pajak, dan terakhir menginterpretasikan data hasil penelitian.

KATA KUNCI: Kinerja Keuangan, Economic Value Added, Kebangkrutan

I. PENDAHULUAN Dewasa ini fenomena kepailitan perusahaan telah menjadi obyek penelitian yang intensif. Hal ini didorong oleh banyaknya perusahaan mengalami kesulitan likuiditas. Salah satu area penelitian terkait yang telah berkembang selama ini telah menghasilkan kajian atas asosiasi informasi laporan keuangan terhadap kemungkinan perusahaan mampu dengan sukses mempertahankan bisnisnya atau harus dinyatakan bermasalah karena gagal secara ekonomi dan keuangan. Keadaan dunia usaha yang semakin komplek dan mulai menipisnya batas antar negara membuat tingkat persaingan semakin bertambah bebas dan hanya perusahaan–perusahaan yang mempunyai kinerja yang baik saja yang akan mampu bersaing dengan perusahaan sejenis, baik yang datang dari dalam negeri maupuan yang dari luar negeri. Untuk itu perusahaan dituntut untuk mampu merumuskan dan menyempurnakan strategi- strategi bisnis mereka dalam rangka memenangkan persaingan dan menghindari kebangkrutan. Untuk mengetahui seberapa jauh efektifitas penerapan strategi tersebut, manajemen perusahaan perlu mengukur atau menilai kinerja bisnis mereka. Dalam hubungannya dengan penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan, tingkat kinerja perusahaan akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan baik bagi pihak kreditur dan pemegang saham maupun pihak intern perusahaan. Para calon kreditur dan pemegang saham sangat berkepentingan untuk mengetahui kondisi sebenarnya dari perusahaan, sehingga mereka dapat meminimalkan resiko yang akan dihadapi. Dari beberapa model alat analisa kinerja keuangan, terdapat suatu alat analisis keuangan untuk mengevaluasi kinerja dan keuangan perusahaan yang kemudian dikenal dengan analisis Economic Value Added (EVA) yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi Nilai Tambah Ekonomi (NITAMI). Metode EVA ini dikembangkan oleh Stern Steward dan CO`s sebuah jasa konsultan di New York. Analisis Economic Value Added sangat cocok untuk menilai kinerja operasional economic suatu perusahaan sekaligus menjawab keinginan para eksekutif dalam penyajian suatu ukuran yang secara adil memperhatikan harapan setiap penyedia dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilannya dinyatakan dalam ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada, yang disebut dengan weighted average cost of capital (WACC) yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi biaya modal rata-rata tertimbang. Oleh kalangan praktisi analisis EVA yang berdasarkan pada konsep cost of capital ini telah digunakan secara luas, antara lain untuk mengukur kinerja serta sebagai alat pendukung keputusan manajemen seperti penentuan bonus karyawan, keputusan investasi dan sebagainya. Dalam rangka mendapatkan hasil analisa yang baik, maka sebaiknya sebelum dilakukan analisis Economic Value Added, dilakukan terlebih dahulu analisis 9 kebangkrutan model Altman (Z-Score). Z-Score merupakan model untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan yang diperkenalkan oleh Edward Altman seorang professor of finance dari New York University School of Business pada tahun 1968 yang terkenal dengan istilah Altman’s Bankruptcy Prediction Model. Rumus ini menggunakan komponen dalam laporan keuangan sebagai alat prediksi terhadap kemungkinan bangkrut tidaknya perusahaan. Jadi alasan dilakukan analisis Z-Score adalah dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini dan untuk mengetahui apakah perusahaan dalam keadaan sehat atau sebaliknya diambang kebangkrutan.

II. RUMUSAN MASALAH DAN LINGKUP PEMBAHASAN Dalam tulisan ini penulis merumuskan masalah sesuai dengan latar belakang diatas adalah : ”Bagaimana tingkat kinerja keuangan perusahaan PT. HM Sampoerna Tbk berdasarkan penerapan analisis Economic Value Added dan teori kebangkrutan model Altman (Z- Score)?”

Sedangkan ruang lingkup yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi hanya pada laporan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk tahun 2002–2006 yang sudah dipublikasikan serta data sekunder lain.

III. LANDASAN TEORI A. Penilaian Kinerja Keuangan Perusahaan Setiap perusahaan pasti mempunyai tujuan tertentu yang menunjukan apa yang akan dikerjakan dan seberapa jauh tujuan tersebut dapat dicapai. Tujuan-tujuan tersebut diwujudkan dalam perencanaan baik jangka pendek atau jangka panjang yang dirumuskan setiap awal tahun. Salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan rencana tersebut adalah kinerja keuangan perusahan. Pengertian kinerja adalah ukuran seberapa efektif dan efisien seorang manajer atau organisasi, seberapa baik manajer atau organisasi itu mencapai tujuan yang memadai. Sedangkan pengertian efektifitas dan efisiensi yaitu efektifitas diartikan sebagai kemampuan suatu unit untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sedangkan efisiensi mengambarkan berapa masukan (input) yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit keluaran (output). Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan adalah hasil dari banyak keputusan yang telah dilakukan secara terus menerus berkaitan dengan keuangan perusahaan oleh manajer untuk mencapai tujuan tertentu. Untuk dapat mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dan kinerjanya serta untuk mengukur kekuatan maupun kelemahan suatu perusahaan diperlukan pemeriksaan atas berbagai aspek kesehatan keuangan perusahaan.

B. Analisis Kebangkrutan Model Altman Edward Altman seorang professor of finance dari New York University School of Business memperkenalkan rumus Z-Score pada tahun 1968. Z-Score adalah suatu model analisis keuangan yang dibuat dengan mengkombinasikan lima rasio keuangan yang berbeda-beda untuk menentukan potensi atau kemungkinan bangkrutnya sebuah perusahaan. Dapat juga diartikan bahwa Z-score merupakan skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang akan menunjukan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Adapun rumus analisis kebangkrutan model Altman (Z-Score) adalah sebagai berikut:

Z -Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 0,999 X5

Dimana : X1 = WC / TA = Working Capital / Total Aset X2 = RE / TA = Retained Earning / Total Aset X3 = EBIT / TA = Earning Before Income Tax / Total Aset X4 = MVE / BVD = Market Value Equity / Book Value of Debt X5 = S / TA = Sales / Total Aset

Market Value Equity atau harga pasar modal sendiri merupakan jumlah saham yang beredar dikalikan dengan harga rata-rata saham setiap tahun. Sedangkan Book Value of Debt atau nilai buku kewajiban adalah total dari kewajiban lancar dan 10 kewajiban tidak lancar perusahaan. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan Altman pada 66 perusahaan manufaktur di Amerika Serikat, ternyata pada perusahaan yang bangkrut mempunyai nilai Z rata-rata sebesar -0,2599, dan kelompok perusahaan yang tidak bangkrut mempunyai nilai rata-rata Z sebesar 4,8863. Model prediksi tersebut dia gunakan untuk mengklasifikasikan ke-66 perusahaan (sampel) dengan ketepatan sebesar 95% jumlah sampel. Z-Score lebih rendah dari 1,8 menunjukan perusahaan mengalami masalah permasalahan dalam keuangan dan dalam ancaman kebangkrutan yang serius. Nilai Z-Score antara 1,8 sampai 2,69 menunjukan bahwa jika perusahaan tidak melakukan perubahan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan maka perusahaan akan mengalami ancaman kebangkrutan dalam waktu 2 tahun mendatang. Jika nilai Z-Score antara 2,7 sampai 2,99 menandakan perusahaan mengalami sedikit masalah dalam keuangan, dan jika nilai Z-Score lebih besar dari 2,99 menunjukan bahwa perusahaan tidak mengalami permasalahan dalam keuangan (non bankrup company). Adapun kelebihan analisis kebangkrutan model Altman adalah analisis tersebut sudah mencakup semua data laporan keuangan yang diperlukan, dan sudah mencakup inti dari analisis laporan keuangan yang secara konvensional digunakan. Standart yang digunakan cukup sederhana sehingga apabila sudah diperoleh hasil perhitungan Z- Score maka kesimpulan apa yang akan diambil bagi pihak analisa ataupun auditor terhadap kinerja perusahaan dalam periode tertentu akan sangat mudah. Tetapi dari kemudahan yang telah disampaikan diatas akan merupakan kelemahan bagi analisis model Altman karena dalam menghitung Z-Score diperlukan data yang sangat realistis dan akurat, seperti misalnya nilai pasar saham, laba bersih sebelum pajak, dan kenyataannya perusahaan biasanya akan menutupi keadaan keuangan yang sebenarnya. Namun demikian, Z-Score bukanlah model analisis keuangan yang sempurna dan harus dihitung serta ditafsirkan secara hati-hati. Hal-hal yang dapat menyebabkan hasil Z-Score memberikan indikasi yang salah, antara lain : 1. Nilai Z-Score bisa direkayasa atau dibiaskan melalui penerapan prinsip akuntansi yang salah atau rekayasa keuangan lainnya. Z-Score akan efektif jika data yang dimasukkan dalam formula adalah data yang benar. 2. Formula Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z-Score biasanya akan rendah.

C. Konsep Economic Value Added Menurut pendapat Widayanto (1993:43), konsep Economic Value Added (EVA) atau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi nilai tambah ekonomi (NITAMI) adalah sebagai berikut: “Nilai tambah ekonomi adalah suatu konsep yang dilandasi oleh pemikiran bahwa dalam pengukuran laba perusahaan harus adil mempertimbangkan harapan-harapan setiap penyandang dana (kreditur dan pemegang saham). Derajat keadilannya dinyatakan dalam ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada”. Konsep Economic Value Added ini tidaklah dimaksudkan untuk menggantikan laporan laba-rugi yang ada, namun pendekatan Economic Value Added ini hanyalah alat analisis yang digunakan sebagai tambahan informasi keuangan yang sangat berguna bagi pihak kreditur, pemegang saham, dan para eksekutif perusahaan untuk tujuan pengendalian dan sebagai alat analisis yang sangat berguna di dalam pengambilan- pengambilan keputusan strategis.

D. Konsep Biaya Modal Sebelum membahas cara penentuan analisis Economic Value Added, maka akan dijelaskan dulu tentang konsep biaya modal (Cost of capital) . Dana atau modal yang dibutuhkan oleh perusahaan bisa dari berbagai sumber, bisa modal sendiri, berhutang pada lembaga keuangan, atau juga berhutang kepada masyarakat. Masing-masing sumber modal akan mempunyai tingkat biaya modal yang berbeda. Konsep Cost of capital dimaksudkan untuk dapat menentukan besarnya biaya riil penggunaan modal dari masing-masing sumber dana untuk kemudian menentukan biaya modal rata-rata (average cost capital) dari seluruh dana yang digunakan dalam perusahaan. Menurut Warsono (2002:134), definisi biaya modal adalah tingkat pengembalian yang disyaratkan dari semua sumber pendanaannya. Atau dapat disimpulkan bahwa yang dikatakan biaya modal adalah tingkat pengembalian minimum (required rate of return) yang harus dicapai oleh perusahaan agar dapat menutup beban keuangan atas penggunaan sumber dana jangka panjangnya. 11

Dapat juga didefinisikan bahwa Cost of capital adalah besarnya dana yang harus dikeluarkan karena adanya penggunaan dana untuk aktifitas usahanya baik dari dana sendiri maupun dana luar, sehingga nantinya perusahaan dapat mempertahankan atau menaikan nilai perusahaan yang ditunjukan dengan kenaikan harga sahamnya. Besarnya biaya modal akan dipengaruhi oleh besarnya biaya dari komponen- komponen modal. Apabila hal ini dihubungkan dengan perhitungan biaya modal rata- rata tertimbang maka peran dari pemilihan struktur modal juga akan mempengaruhi besarnya biaya modal, karena biaya modal rata-rata tertimbang dihitung dari biaya modal dikalikan dengan komposisi masing-masing komponen. Pembahasan lebih lanjut tentang komponen modal yang akan menimbulkan biaya modal tertimbang atau untuk menentukan biaya modal rata-rata (average cost capital) adalah: 1. Biaya modal hutang Biaya modal hutang menunjukan seberapa besar biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan sebagai akibat penggunaan dana oleh perusahaan yang berasal dari pinjaman. Biaya modal hutang diukur berdasarkan tingkat bunga, atau hasil yang dibayarkan kepada kreditur. Pendapat dari Husnan (1995:422) mengenai biaya modal hutang adalah: “Biaya hutang setelah pajak digunakan untuk menghitung biaya rata-rata tertimbang dari modal, dan hal ini merupakan tingkat bunga atas hutang (Kd) dikurangi dengan penghematan pajak yang timbul karena pembayaran bunga (bunga dedectible dalam perhitungan pajak). Jumlah ini sama dengan (Kd) dikalikan dengan (1-T), dimana T adalah tarif pajak marjinal dari perusahaan”.

Dari keterangan diatas apabila dibuat rumus, bahwa:

Ki = Kd x (1-T)

Beban Bunga Kd = Hutang Jk. Panjang

Dimana : Ki = Biaya hutang setelah pajak (after tax basis) Kd = Biaya hutang sebelum pajak T = Tarip pajak perusahaan yang bersangkutan.

Biaya hutang eksplisit lebih murah dari biaya sumber pendanaan alternatif lainnya yang mempunyai hasil yang sama kepemasok modal tetapi pembebanan keuangan tidak dikurangi untuk tujuan-tujuan pajak. Implikasi perhitungan biaya hutang setelah pajak adalah kenyataan bahwa perusahaan mempunyai pendapatan yang dapat dikenakan pajak. Kalau tidak, perusahaan tidak akan mendapatkan keuntungan pajak yang berhubungan dengan pembayaran bunga. Biaya hutang ini dapat pula berbentuk obligasi, yang nantinya terkait antara jumlah dana neto yang diterima dengan pengeluaran-pengeluaran kas karena penggunaan dana tersebut. Jika perusahaan menggunakan obligasi sebagai sarana untuk memperoleh dana dari hutang jangka panjang, maka biaya hutang adalah sama dengan FQj atau Yield To Maturity (YTM) yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemegang atau pembeli obligasi

2. Biaya Modal Saham Perhitungan biaya modal saham untuk masing-masing kelompok adalah sebagai berikut: a. Biaya modal saham preferen Untuk saham preferen, Astuti (2004:131) berpendapat, bahwa “Biaya saham preferen yang digunakan untuk menghitung biaya rata-rata tertimbang dari modal adalah deviden saham preferen yang dibagi dengan harga bersih pada saat emisi”. Keterangan tersebut bila dibuatkan rumus adalah: Dp Kp = Np

12

Dimana: Kp = Biaya modal saham preferen Dp = Deviden saham preferen Np = Harga bersih pada saat emisi saham preferen b. Biaya modal saham biasa Ada 3 metode yang bisa dipergunakan untuk menghitung biaya modal saham biasa, yaitu: 1) Model Penentuan Harga Aktiva Modal / Capital Asset Pricing Model (CAPM) Pendekatan CAPM merupakan model untuk menentukan harga suatu aset pada kondisi ekuilibrium. Tujuannya adalah untuk menentukan tingkat pengembalian yang disyaratkan (required rate of return) minimum dari investasi yang beresiko, dimana tingkat hasil pengembalian atas saham sama dengan tingkat bunga bebas resiko ditambah premi resiko. Besarnya premi resiko adalah hasil pengembalian pasar dikurangi dengan tingkat bebas resiko yang kemudian akan dikalikan dengan β (beta) saham perusahaan atau dirumuskan sebagai berikut:

Ks = Rf + (Rm - Rf) β

Dimana : Rf : Tingkat pengembalian atas investasi bebas resiko, dimana umumnya merupakan suku bunga obligasi pemerintah atau surat berharga pemerintah. Rm : Tingkat bunga investasi rata-rata seluruh pasar β : Ukuran tingkat resiko saham perusahaan

Sedangkan dalam menghitung beta (β) dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan regresi. Beta itu sendiri mengindikasikan tingkat kepekaan suatu saham terhadap kondisi pasar secara umum. Jika koefisien β suatu saham = 0,5 berarti saham tersebut memiliki resiko lebih kecil dari rata-rata pasar, dan saham tersebut akan bergerak 0,5 kali perubahan pasar. Adapun besarnya beta berdasarkan pendekatan regresi adalah:

N(∑xy) - (∑x) (∑y) β = N(∑x2) - (∑x)2

Dimana: x = Tingkat keuntungan portofolio pasar (indeks pasar) y = Tingkat keuntungan suatu saham N = Jumlah periode pengamatan

Untuk menghitung tingkat keuntungan keuntungan saham perusahaan (individual) adalah:

Di,t + (Pi,t - Pi,t-1) Rit = Pi,t-1 Dimana: Rit = tingkat keuntungan saham t pada periode tertentu Di,t = deviden saham i pada periode t Pi,t = harga saham i pada periode t Pi,t-1 = harga saham i pada periode t-1

Sedangkan untuk mendapatkan tingkat pengembalian pasar digunakan rumus sebagai berikut:

IHSG,t - IHSG,t-1 Rm = IHSG,t-1

13

Dimana: IHSGt = IHSG pada periode t IHSGt-1 = IHSG sebelum periode t

2) Model obligasi ditambah premi resiko modal Perhitungan dengan menggunakan metode ini juga melibatkan suatu premi resiko, tetapi berbeda dengan metode pertama yang memakai surat berharga. Dalam metode ini yang dihitung merupakan premi atas biaya hutang jangka panjang.

Ks = Ki + Rp

Dimana: Ks = Biaya modal equitas Ki = Biaya hutang setelah pajak Rp = Premi resiko

3) Model pertumbuhan deviden Hasil pengembalian atas modal yang diinginkan investor dapat diperoleh melalui persamaan deviden. Adapun persamaan deviden adalah :

Di Ks = + g Po

Dimana : Ks = Biaya modal equitas Di = Tingkat pengembalian deviden yang diharapkan Po = Harga pasar saham g = Tingkat pertumbuhan deviden

c. Biaya Laba Ditahan Salah satu alasan perlu dipertimbangkannya biaya modal laba ditahan adalah karena adanya prinsip Opportunity cost (Biaya kesempatan), dalam hal ini sebanding dengan tingkat pemulihan yang akan diperoleh pemegang saham seandainya bagian laba ini dibagikan sebagai deviden. Adapun persamaan biaya modal laba ditahan adalah :

Kr = Ks dengan model pertumbuhan deviden

Di Kr = + g Po

Dimana: Kr = Biaya modal laba ditahan Di = Deviden perusahaan Po = Harga pasar saham perusahaan g = Tingkat pertumbuhan

3. Struktur Modal Struktur modal adalah komposisi dari sumber dana jangka panjang suatu perusahaan yang digunakan untuk membiayai aktivitas usahanya baik yang meliputi dana sendiri maupun dana dari luar. Struktur modal dapat juga diartikan sebagai perbandingan jumlah hutang dengan modal sendiri yang mengukur persentase penggunaan dana yang berasal dari kreditur. Dalam perencanaan struktur modal harus ditentukan tingkat hutang yang memaksimumkan nilai perusahaan dan meminimalkan biaya modal, karena perubahan dalam struktur modal ini akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan dan biaya modalnya. Berdasarkan hal tersebut, maka pemilihan struktur modal optimum adalah merupakan tujuan yang hendak dicapai dalam memaksimumkan nilai pasar total perusahaan. Secara teoritis penentuan struktur modal yang optimal oleh 14

perusahaan bisa diperoleh tetapi pihak manajemen tidak dapat menentukan secara tepat berapa besarnya presentase hutang yang dapat digunakan untuk memaksimalkan nilai pasar perusahaan, sehingga keputusan akhir yang diambil akan sedikit mengandung unsur subyektivitas dari pengambil keputusan, tetapi hal ini dengan berdasarkan informasi yang tepat yang tersedia dan diperlukan

4. Weighted Average Cost of Capital (WACC) Weight Average Cost of Capital atau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi biaya modal rata-rata tertimbang, menggambarkan tingkat pengembalian minimum untuk mendapatkan required rate of return (tingkat pengembalian yang disyaratkan) oleh investor, yaitu kreditor dan pemegang saham atau merupakan rata-rata tertimbang biaya hutang dan modal sendiri. Dengan demikian di dalam perhitungannya akan mencakup perhitungan masing-masing komponennya, yaitu biaya modal hutang (cost of debt) dan biaya modal saham (cost of equity), serta proporsi masing-masing komponen di dalam struktur modal perusahaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Astuti (2004:129) bahwa “Karena pada umumnya perusahaan mempunyai sumber modal lebih dari satu maka perhitungan biaya modalnya adalah memakai metode rata-rata tertimbang atau WACC”. Adapun persamaan untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang yang didasarkan pada struktur modal yang biasanya dalam persentase, Rumus persamaan WACC adalah sebagai berikut:

Ka = Wd x Kd (1-T) + Wp x Kp + Ws x Ks

Dimana : Ka = Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) Wd = Bobot / komposisi dari hutang Kd = Tingkat biaya modal hutang sebelum pajak T = Tingkat pajak yang berlaku Wp = Bobot / komposisi dari saham preferen Kp = Tingkat biaya modal saham preferen Ws = Bobot / komposisi dari modal sendiri atau saham biasa Ks = Tingkat biaya modal saham biasa

E. Perhitungan Economic Value Added (EVA) Dalam menghitung Economic Value Added ada beberapa langkah yang harus diperhatikan seperti yang disampaikan Widayanto (1994:52) yaitu:

1. Menghitung/ menaksir biaya modal hutang (cost of debt) 2. Menaksir biaya modal saham (cost of equity) 3. Menghitung struktur modal saham (dari neraca) 4. Menghitung biaya modal tertimbang (WACC) 5. Menghitung EVA / NITAMI

Secara ringkas Economic Value Added dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: EVA = EBIT - ( Pajak penghasilan + Biaya modal tertimbang ) EBIT = Laba sebelum pajak dan bunga

1. Jika EVA > 0, Maka telah terjadi penambahan nilai ekonomis perusahaan. karena laba yang tersedia lebih besar daripada yang digunakan untuk membayar kewajiban kepada penyedia dana baik kreditur maupun pemegang saham. 2. Jika EVA < 0, maka tidak ada nilai tambah pada perusahaan tersebut karena laba yang tersedia tidak memenuhi harapan-harapan penyedia dana atau pemegang saham 3. Apabila angka Economic Value Added ini sama dengan nol maka berarti secara ekonomis tingkat kinerja perusahaan dalam keadaan impas dimana tingkat laba operasi sama dengan biaya modal yang harus ditanggung perusahaan.

Economic value added akan bernilai positip apabila tingkat laba operasi melebihi biaya modal perusahaan. Jadi semakin tinggi nilai angka nilai Economic value added berarti tingkat kinerja operasional perusahaan semakin baik, dan sebaliknya apabila angka Economic value added ini rendah berarti kinerjanya juga rendah. 15

Setiap perusahaan tentunya menginginkan bahwa Economic Value Added akan mengalami kenaikan terus menerus setiap tahunnya, karena Economic Value Added adalah tolak ukur fundamental dari tingkat pengembalian modal (return of capital). Terdapat beberapa cara untuk meningkatkan Economic Value Added perusahaan menurut Widayanto (1994: 32-33), yaitu: 1. Meningkatkan keuntungan (profit) tanpa menggunakan tambahan modal. 2. Mengurangi pemakaian modal 3. Melakukan investasi pada proyek-proyek dengan tingkat pengembalian tinggi

IV. METODOLOGI PENELITIAN A. Peristiwa Pengumuman Laporan Keuangan Tahunan Penentuan tanggal peristiwa pengumuman laporan keuangan tahunan tersebut ditetapkan sesuai dengan tanggal publikasi laporan keuangan tahunan 2002 sampai dengan tahun 2006 bagi PT. HM Sampoerna Tbk.

B. Jenis Data Untuk penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder. Yaitu data yang dikumpulkan oleh peneliti tanpa melalui subyek responden pertama. Data diambil secara tidak langsung dari pihak lain yang telah mengolah data primer dengan validitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kualitatif, yaitu data yang berisi informasi bukan angka melainkan berupa kata-kata, kalimat, atau pertanyaan yang mendukung penelitian. Data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam penelitian dalam bentuk angka-angka. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini: 1. Laporan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk tahun 2002 sampai 2006 2. Daftar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa efek Jakarta (BEJ) bulanan tahun 2002 sampai 2006 3. Harga saham penutupan bulanan PT. HM Sampoerna Tbk tahun 2002 sampai 2006 4. Daftar tingkat suku bunga Bank Indonesia tahun 2002 sampai 2006

C. Teknik Analisa Data Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah analisis Economic Value Added (EVA) dimana sebelumnya akan dilakukan analisis kebangkrutan model Altman (Z-Score) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Analisis kebangkrutan model Altman 2. Menghitung biaya modal hutang 3. Menghitung biaya modal saham 4. Perhitungan struktur modal perusahaan 5. Biaya modal rata-rata tertimbang 6. Nilai Biaya Modal Tertimbang 7. Menghitung besarnya Economic Value Added yang dihasilkan oleh perusahaan

V. ANALISA DATA A. Analisis Industri Rokok dan PT. HM Sampoerna Tbk PT. HM Sampoerna Tbk saat ini merupakan satu dari 3 produsen rokok yang menguasai pangsa pasar Indonesia. Sekitar 80 persen pangsa rokok di Indonesia dikuasai oleh 3 produsen utama yakni Gudang Garam, Sampoerna dan Djarum. Sampoerna merupakan pemimpin pasar rokok putih di Indonesia dimana sekitar 35 persen perokok di Indonesia menggunakan produk perusahaan asal Surabaya tersebut. Sebagai pemimpin pasar, posisinya semakin kuat setelah akuisisi perusahaan rokok internasional Philip Morris Indonesia membeli 95 persen saham dari keluarga Sampoerna dan pemegang saham lainnya pada pertengahan tahun 2005. Akuisisi yang dilakukan oleh PT. Philip Morris Indonesia tercatat sebagai akuisisi terbesar dalam transaksi jual beli perusahaan rokok di Indonesia. Dengan nilai transaksi diperkirakan mencapai US$ 5,2 miliar akan semakin mengukuhkan posisi Philip Morris di pasar rokok dunia. Philip Morris pun mengharga saham HM Sampoerna dengan harga yang cukup menggiurkan yakni Rp 10.600. Pasalnya, sebelum pengumuman akuisisi, harga saham Sampoerna hanya di kisaran Rp 8.850 per saham, atau berarti harga yang ditawarkan Philip Morris adalah memberi premium sebesar 20 persen. 16

PT. Philip Morris Indonesia merupakan bagian dari grup Philip Morris International asal Amerika Serikat. Perusahaan ini memproduksi rokok dengan merek Merah, Marlboro Menthol, Marlboro Lights Menthol dan Longbeach Mild. Philips Morris sendiri saat ini menguasai 14,5 persen pangsa pasar rokok internasionalnya, Rokok andalannya Marlboro dan L&M diproduksi di lebih dari 60 pabrik di seluruh dunia dan dijual di lebih dari160 negara.

B. Laporan keuangan konsolidasi PT. HM Sampoerna Tbk Laporan keuangan konsolidasi PT. HM Sampoerna Tbk disusun sesuai dengan prinsip dan praktek akuntansi yang berlaku umum di Indonesia yaitu Standar Akuntansi Keuangan Indonesia dan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) tentang Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik. Laporan keuangan konsolidasi mencakup akun-akun Perusahaan dan anak-anak perusahaan, Anak perusahaan adalah suatu entitas dimana perusahaan memiliki kepemilikan sebesar lebih dari 50% hak suara atau mempunyai pengendalian atas kebijakan keuangan dan operasional. Dari gambaran yang ada dari laporan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk dari tahun 2002-2006, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Neraca konsolidasi tahun 2002-2006. Dari neraca konsolidasi tahun 2002-2006, total aset yang dapat dilihat dari jumlah aktiva dan pasiva (hutang dan modal) dalam empat tahun terakhir terus mengalami kenaikan walaupun persentasenya kecil. Yaitu berturut-turut dari 2003 sampai 2006 sebesar 3,9%; 13,4%; 3,2%; dan 6,1%. Ini mengambarkan perusahaan masih dalam kondisi cukup stabil, dan kegiatan operasional perusahaan berjalan dengan baik. Kenaikan aktiva tersebut disebabkan oleh kenaikan persediaan dan piutang usaha yang meningkat dari tahun ketahun. Sedangkan untuk kelompok hutang terhitung berturut-turut dari 2003 sampai 2006 sebesar -5.07%; 52.14%; 11.37%; -3.37%, kenaikan disebabkan oleh kenaikan hutang pajak dan cukai. Untuk kelompok modal berturut-turut dari 2003 sampai 2006 sebesar 10.91%; -15.76%; -5.84%; 24.44%, disebabkan oleh kenaikan dan penurunan pada laba ditahan (retained earnings) perusahaan.

2. Laporan laba rugi konsolidasi tahun 2002-2006 Nilai keuangan rugi laba konsolidasi PT. HM Sampoerna Tbk juga mengalami peningkatan. Untuk perolehan laba bersih tahun 2002-2006, secara umum mengalami penurunan pada tahun 2003 dan barulah pada tahun 2004 mulai mengalami kenaikan, Yaitu berturut-turut dari 2003 sampai 2006 sebesar -15.81%; 41.58%; 19.64%; 48.15%. Demikian juga earning per share atau jumlah laba yang menjadi hak untuk setiap pemegang satu lembar saham biasa, tercatat dari tahun 2002-2006 berturut- turut sebesar Rp.374; Rp.321; Rp.454; Rp.544; dan Rp.805. Sehingga, dari gambaran ini dapat ditarik kesimpulan bahwa kinerja perusahaan dari tahun 2002-2006 boleh dikatakan relatif baik. Terbukti dengan perolehan laba bersih dan Earning per share perusahaan yang rata-rata meningkat, dan hanya pada tahun 2003 sedikit mengalami penurunan.

C. Pengujian Analisis kebangkrutan model Altman 1. Perhitungan data keuangan Market Value Equity (MVE) atau nilai pasar modal sendiri merupakan jumlah saham yang beredar dikalikan dengan harga rata-rata saham setiap tahun. Perhitungannya ada di tabel 4.5. Sedangkan Book Value of Debt (BVD) atau nilai buku kewajiban adalah total dari kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar perusahaan. Data selengkapnya dari laporan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk untuk perhitungan analisis kebangkrutan model Altman (Z-Score) sebagaimana pada tabel dibawah ini :

17

Tabel Market Value Equity (MVE) PT. HM Sampoerna Tbk

Tahun Harga saham Jumlah saham Total Nilai Pasar 2002 Rp 3.944 4.391.869.500 17.321.533.308.000 2003 Rp 3.850 4.391.869.500 16.908.697.575.000 2004 Rp 5.483 4.383.000.000 24.031.989.000.000 2005 Rp 8.763 4.383.000.000 38.408.229.000.000 2006 Rp 8.258 4.383.000.000 36.194.814.000.000 Sumber: Data diolah

2. Perhitungan rasio keuangan Berdasarkan data keuangan PT. HM Sampoerna Tbk kemudian dilakukan perhitungan rasio keuangan untuk perhitungan Z-Score. Hasil perhitungan rasio atas data keuangan PT. HM Sampoerna Tbk sebagaimana pada Tabel dibawah ini :

Tabel Data Keuangan PT. HM Sampoerna Tbk

(Dalam Jutaan Rupiah) Data 2002 2003 2004 2005 2006 Modal Kerja 4.861.043 5.246.104 4.963.827 3.612.439 3.819.655 Total Aktiva 9.817.074 10.197.768 11.699.265 11.934.600 12.659.804 Laba Ditahan 4.260.220 4.833.034 3.850.156 3.537.677 4.657.517 EBIT 2.566.802 2.199.497 3.059.104 3.724.660 5.344.895 MVE 17.321.533,3 16.908.697,6 24.031.989 38.408.229 36.194.814 BVD 4.422.701 4.197.837 6.386.438 7.112.839 6.873.099 Penjualan 15.128.664 14.675.125 17.646.694 24.660.038 29.545.083 Sumber: Laporan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk

Tabel Rasio Keuangan PT. HM Sampoerna Tbk X Keterangan 2002 2003 2004 2005 2006

X1 Modal Kerja / Total Aktiva 0,4952 0,5144 0,4243 0,3027 0,3014 Laba Ditahan / Total X 0,4340 0,4739 0,3330 0,2964 0,3679 2 Aktiva

X3 EBIT / Total Aktiva 0,2615 0,2157 0,2615 0,3121 0,4222 Nilai pasar modal sendiri / X 3,9160 4,0280 3,7630 5,4000 5,2660 4 Nilai buku kewajiban

X5 Penjualan / Total Aktiva 1,5410 1,4390 1,5080 2,0660 2,3340 Sumber: Data diolah

3. Perhitungan nilai Z-Score PT. HM Sampoerna Tbk Secara umum, semakin rendah nilai dari perhitungan berdasarkan rumus Altman Z-Score maka semakin tinggi potensi kebangkrutan perusahaan. Apabila Z-Score tersebut lebih rendah dari 1,8 menunjukan perusahaan mengalami permasalahan dalam keuangan dan dalam ancaman kebangkrutan yang serius. Nilai Z-Score antara 1,8 sampai 2,69 menunjukan bahwa jika perusahaan tidak melakukan perubahan yang berarti dalam manajemen maupun struktur keuangan maka perusahaan akan mengalami ancaman kebangkrutan dalam waktu 2 tahun mendatang. Jika nilai Z- Score antara 2,7 sampai 2,99 menandakan perusahaan mengalami sedikit masalah dalam keuangan, dan jika nilai Z-Score lebih besar dari 2,99 menunjukan bahwa perusahaan tidak mengalami permasalahan dalam keuangan (non bankrup company). Hasil perhitungan nilai Z-Score PT. HM Sampoerna Tbk sebagaimana pada Tabel dibawah ini :

18

Tabel Perhitungan Nilai Z-Score PT. HM Sampoerna Tbk Keterangan 2002 2003 2004 2005 2006

1,2 X1 0,59424 0,61728 0,50916 0,36324 0,36168

1,4 X2 0,6076 0,66346 0,4662 0,41496 0,51506

3,3 X3 0,86295 0,71181 0,86295 1,02993 1,39326

0,6 X4 2,3496 2,4168 2,2578 3,24 3,1596 0,999 X5 1,53946 1,43756 1,50649 2,063934 2,331666 Z-Score 5,95385 5,84691 5,6026 7,112064 7,761266 Sumber: Data diolah

D. Analisis Economic Value Added Setelah dilakukan analisis kebangkrutan model Altman (Z-Score) selanjutnya dilakukan analisis Economic Value Added. Untuk menghitung nilai tambah ekonomi dengan analisis Economic Value Added maka harus diadakan perhitungan terhadap : 1. Biaya modal hutang (Ki) Biaya modal hutang merupakan suku bunga dikalikan dengan faktor koreksi, Perhitungan selengkapnya untuk masing-masing tahun 2002-2006 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel Perhitungan Biaya Modal Hutang PT. HM Sampoerna Tbk (Dalam jutaan Rupiah) Langkah 2002 2003 2004 2005 2006 a. Beban bunga 392.422 339.195 358.236 305.833 228.735 b. Hutang J. panjang 2.299.968 2.487.787 2.650.788 1.996.105 1.260.422 c. Tingkat bunga 17,06% 13,63% 13,51% 15,32% 18,15% d. Pajak 33,69% 34,88% 33,32% 34,58% 33,44% e. Faktor koreksi 66,21% 65,12% 66,68% 65,42% 66,56% f. Biaya modal hutang 11,29% 8,87% 9,01% 10,02% 12,08% Sumber: Data diolah

2. Biaya modal saham (Ke) Dalam perhitungan biaya modal saham pada penelitian ini, penulis menggunakan metode Capital Assets Pricing Model (CAPM), Tujuannya adalah untuk menentukan tingkat pengembalian yang disyaratkan (required rate of return) minimum dari investasi yang beresiko. Setelah komponen biaya modal saham (tingkat suku bunga bebas resiko, tingkat pengembalian pasar dan koefisien beta) diketahui, maka biaya modal saham (Ks) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Ks = Rf + (Rm - Rf) β

Tabel Perhitungan Biaya Modal Saham PT. HM Sampoerna Tbk

Langkah 2002 2003 2004 2005 2006 a. Rf 14,91 % 10,28 % 7,43 % 9,27 % 11,83 % b. Rm 12,15% 50,12% 41,23% 17,38% 46,55% c. Beta 0,656359 1,179237 1,149911 0,132253 0,270261 d. Biaya modal saham 13,04% 57,26% 46,297% 9,68% 21,19% Sumber data : Data diolah

3. Struktur modal Struktur modal adalah komposisi dari sumber dana suatu perusahaan yang digunakan untuk membiayai aktivitas usahanya baik yang meliputi dana sendiri maupun dana dari luar

19

Tabel Perhitungan Struktur Modal PT. HM Sampoerna Tbk

Langkah 2002 2003 2004 2005 2006 a. Hutang 4.422.001 4.197.837 6.386.438 7.112.839 6.873.099 b. Modal saham 5.200.893 5.768.407 4.859.430 4.575.555 5.693.940 c. Jumlah modal 9.622.894 9.966.244 11.245.868 11.688.394 12.567.039 d. Komposisi hutang 45,953% 42,121% 56,789% 60,854% 54,691% e. Komposisi modal saham 54,047% 57,879% 43,211% 39,146% 45,309% Sumber data : Data diolah

4. Biaya modal rata-rata tertimbang (WACC) Biaya modal rata-rata tertimbang PT. HM Sampoerna Tbk terhitung untuk masing- masing tahun adalah sebagaimana pada tabel dibawah ini :

Tabel Perhitungan Biaya Modal Rata-rata Tertimbang PT. HM Sampoerna Tbk Langkah 2002 2003 2004 2005 2006 a. Biaya modal hutang 11,29% 8,87% 9,01% 10,02% 12,08% b. Komposisi hutang 45,953% 42,121% 56,789% 60,854% 54,691% c. Biaya modal saham 13,04% 57,26% 46,297% 9,68% 21,19% d. komposisi saham 54,047% 57,879% 43,211% 39,146% 45,309% e. WACC 12,234% 36,878% 25,122% 9,888% 16,207% Sumber data : Data diolah

5. Nilai Biaya Modal Tertimbang Nilai biaya modal tertimbang merupakan hasil perkalian antara junlah modal dan hutang jangka panjang dengan biaya modal rata-rata tertimbang (WACC). Nilai biaya modal tertimbang PT. HM Sampoerna Tbk untuk masing- masing tahun sebagaimana pada tabel dibawah ini :

Tabel Perhitungan Nilai Biaya Modal Tertimbang PT. HM Sampoerna Tbk Jumlah modal dan Nilai Biaya Modal Tahun WACC hutang Tertimbang 2002 7.500.161.000.000 12,234% 917.588.976.000 2003 8.256.194.000.000 36,878% 3.044.746.165.000 2004 7.482.131.000.000 25,122% 1.879.661.190.000 2005 6.571.660.000.000 9,888% 649.801.339.000 2006 6.954.362.000.000 16,207% 1.127.108.051.000 Sumber data : Data diolah

6. Perhitungan EVA / NITAMI Untuk melakukan analisis perhitungan EVA / NITAMI (nilai tambah ekonomi) maka akan dilakukan perhitungan yaitu laba usaha sebelum pajak (operating profit) dikurangi dengan penambahan pajak penghasilan dan biaya modal tertimbang. Nilai EVA / NITAMI (nilai tambah ekonomi) PT. HM Sampoerna Tbk untuk masing- masing tahun sebagaimana pada tabel dibawah ini :

Tabel Perhitungan EVA PT. HM Sampoerna Tbk (Dalam ribuan Rupiah) Operating Pajak Biaya modal Tahun EVA / NITAMI profit penghasilan tertimbang 2002 2.727.495.000 864.772.000 917.588.976 945.134.024 2003 2.392.602.000 767.289.000 3.044.746.165 -1.419.433.165 2004 3.183.278.000 1.019.166.000 1.879.661.190 284.450.810 2005 3.939.505.000 1.288.139.000 649.801.339 2.001.564.661 2006 5.175.282.000 1.787.404.000 1.127.108.051 2.260.769.949 Sumber data : Data diolah

20

Nilai EVA positif berarti perusahaan tersebut berhasil menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dan bisa memenuhi harapan para penyandang dana karena berhasil memperoleh laba dengan biaya modal yang rendah. Sebaliknya, perusahaan yang memperoleh nilai EVA negatif berarti bahwa perusahaan tersebut tidak berhasil menciptakan nilai tambah bagi perusahaan atau memenuhi harapan penyandang dana (investor).

VI. KESIMPULAN Dari hasil analisa yang telah dilakukan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. PT. HM Sampoerna Tbk merupakan salah satu dari 3 perusahaan rokok terbesar di Indonesia, nilai keuangan perusahaan 2002 sampai 2006 menunjukan keadaan keuangan yang semakin berkembang. 2. Untuk mengetahui keadaan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk, maka digunakan beberapa alat analisis keuangan, antaranya analisis kebangkrutan model Altman (Z-Score) dan analisis Economic Value Added atau diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia menjadi nilai tambah ekonomi (NITAMI). 3. Berdasarkan hasil analisis laporan keuangan dengan menggunakan analisis kebangkrutan model Altman (Z-Score) untuk tahun 2002-2006 maka dapat diketahui bahwa nilai Z-Score masing-masing tahun berturut-turut adalah sebesar 5,95385; 5,84691; 5,6026; 7,11206; 7,76127. Dengan demikian keadaan keuangan PT. HM Sampoena Tbk untuk tahun 2002-2006 dalam kategori sehat atau perusahaan tidak mengalami permasalahan dalam keuangan dan tidak ada tendensi untuk bangkrut dalam waktu 3 tahun mendatang karena nilai Z-Score diatas 2,99. 4. Sedangkan berdasarkan analisis laporan keuangan dengan menggunakan analisis Economic Value Added untuk tahun 2002-2006 tahun berturut-turut adalah sebesar Rp. 945.134.024; (Rp. 1.419.433.165); Rp. 284.450.810; Rp.2.001.564.661; Rp.2.260.769.949. Dengan demikian keadaan keuangan PT. HM Sampoerna Tbk secara umum untuk tahun 2002-2006 dalam kategori relatif baik. Karena hanya pada tahun 2003 perusahaan tidak berhasil menciptakan nilai tambah bagi perusahaan atau memenuhi harapan penyandang dana (investor). 5. Dengan demikian berdasarkan hasil dari kedua analisa keuangan baik analisis kebangkrutan model Altman (Z-Score) maupun analisis Economic Value Added (EVA) dapat dikatakan bahwa keadaan keuangan perusahaan PT. HM Sampoerna Tbk tahun 2002-2006 relatif baik karena perusahaan berhasil menciptakan nilai tambah bagi perusahaan atau memenuhi harapan penyandang dana (investor) dan nilai Z-Score diatas 2,99 atau perusahaan tidak ada tendensi untuk bangkrut.

21

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim. 2005. Analisis Investasi. Edisi Kedua. Jakarta: Salemba empat. Ahmad, Kamarudin, 1996, Dasar-Dasar Manajemen Investasi, edisi cetakan pertama, PT. Rineka Cipta, Jakarta. Darsono dan Azhari. 2004. Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan. Yogyakarta: Andi offset. Dewi Astuti. 2004. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jakarta: Ghalia Indonesia. Efferin Sujoko. 2004. Metode Penelitian Untuk Akuntansi: Sebuah Pendekatan Praktis. Malang: Bayumedia Publishing. Gatot Widyanto. 1993. “EVA NITAMI: Suatu terobosan Baru Dalam Pengukuran Kinerja Keuangan Perusahaan”. Usahawan No. 12 Tahun XXII Desember: 50-54. Husnan, Suad, 1998, Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas, edisi ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Ikatan Akuntan Indonesia, 2002, Standar Akuntansi Keuangan (SAK); Salemba Empat, Jakarta. Jogiyanto, 1998, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, edisi pertama, BPFE, Yogyakarta. Nurul Qomariyah. 2005. “Dibalik Pembelian HM Sampoerna Oleh Philips Morris” detikfinance. www.detik.com Robert, K. 2004. Studi Kasus: Desain dan Metode. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo. Sidharta Utama. 1997. Economic Value added: Pengukuran Penciptaan Nilai Perusahaan. Usahawan No. 04 Tahun XXVI April. Sigit Wibowo. 2007. “Angky Camaro Managing Director PT HM Sampoerna Tbk: Rokok Jadi Gaya Hidup Masyarakat Indonesia”. Sinar Harapan. 10 September. www.sinarharapan.co.id. Sigit, Soehardi, 1999, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen, BPFE Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, Yogyakarta. Solimun, 1999, Handout Dasar-Dasar Statistika untuk Analisis Data, Program Magister Manajemen Universitas Gajayana Malang, Malang. Tuanakotta, Theodorus M., 2000, Teori Akuntansi, edisi 2000, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta.

22