POLA MAKAN MASYARAKAT PENDUKUNG BUDAYA MEGALITIK BESOA, KABUPATEN POSO, TENGAH

Restu Ambar Rahayuningsih Museum Ullen Sentalu, Jl. Plemburan No. 10, Ngaglik, Sleman - Yogyakarta [email protected]

Abstrak. Pola makan terdiri dari tiga hal yang mendasar, yaitu bahan makanan, nutrisi, dan efek jika mengkonsumsi makanan tersebut. Pola makan tersebut dapat dilihat pada keberadaan karang gigi (kalkulus) karena terdapat deposit makanan yang dapat digunakan untuk meneliti bahan makanan dan kandungan gizinya. Permasalahan dalam tulisan ini berkaitan dengan pola makan dan penyakit yang ditimbulkan dari bahan makanan yang dikonsumsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi pola makan manusia pendukung budaya megalitik Besoa yang tinggal di wilayah Poso, Sulawesi Tengah berdasarkan temuan gigi di dalam kalamba nomor 28 di Situs Wineki, Lembah Besoa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis butir pati dan zat gizi dari residu gigi manusia, serta analisis paleopatologi, dari gigi manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Besoa pada masa lalu mengkonsumsi padi dan umbi-umbian sebagai bahan makanan dengan pola makan yang berbeda-beda. Perbedaan pola makan tersebut mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit gigi, seperti karang gigi, karies gigi, dan atrisi. Kata Kunci: Pola makan, Megalitik Besoa, Analisis residu, Paleopatologi

Abstract. The Dietary Pattern of Megalithic People of Besoa, Poso District, . A dietary pattern is consisting of three fundamental elements, that is material feeding, nutrition, and effect of consuming these foods. The dietary pattern can be seen in the presence of tartar (dental calculus) because there is a food deposit, which can be used to analyze the food material and nutrient content. The problem of this article is related to the dietary pattern and illness as a result of the foods being consumed. The purpose of this study is to reconstruct of megalithic people in Besoa, which lived in Poso, Central Sulawesi, based on human teeth found in kalamba No. 28 at the site of Wineki, Besoa Valley. Analysis was carried out to identify starch and nutrients (carbohydrates and proteins) from the residue of human teeth, and paleopathology from the teeth. The results indicate that Besoa society in the past consume rice and tubers in different diatery pattern. This differences of dietary pattern resulted some dental diseases, such as dental calculus, dental caries, and attrition. Keywords: Dietary pattern, Megalitic of Besoa, Residue analysis, Paleopatology

1. Pendahuluan lainnya (Howell 1982). Aktivitas-aktivitas Makan merupakan kebutuhan manusia, tersebut merupakan bentuk adaptasi manusia tumbuhan, dan hewan untuk melangsungkan dengan lingkungannya dan menjadi faktor yang hidupnya. Pendapat ini sesuai dengan salah satu mempengaruhi pola makan manusia dari dulu dari lima ciri makhluk hidup, yaitu membutuhkan hingga sekarang (Almatsier 2009). makanan (Saktiyono 2004: 32). Bagi manusia Secara umum pola makan (diatery pattern) (omnivore), makanan diperoleh dari tumbuhan adalah cara atau perilaku seseorang atau kelompok (pangan nabati) dan hewan (pangan hewani). dalam memilih dan mengonsumsi bahan makanan Kedua sumber makanan tersebut diperoleh setiap hari dengan jenis, jumlah, dan frekuensi manusia dengan cara berburu, mengumpulkan makan yang berbeda-beda sesuai faktor sosial dan makanan, bercocok tanam, dan beberapa aktivitas budaya di tempat tinggalnya. Menurut Baliwati Naskah diterima tanggal 18 Februari 2014, diperiksa 25 Juli 2014, dan disetujui tanggal 13 Februari 2015.

13 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

(2004: 69), pola makan atau pola konsumsi pangan makan manusia pada masa lalu, khususnya masa merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang prasejarah. Berdasarkan kandungan gizi dalam dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada makanan, makanan yang dikonsumsi manusia waktu tertentu. Dengan demikian, pola makan prasejarah lebih tinggi karbohidrat, rendah serat dapat didefinisikan sebagai cara seseorang atau kasar, dan tinggi lemak tetapi makanan yang sekelompok orang dalam memilih makanan dan dikonsumsi manusia sekarang lebih rendah mengonsumsi sebagai bentuk tanggapan terhadap karbohidrat, rendah serat kasar, dan tinggi lemak pengaruh psikologi, fisiologi, sosial, dan budaya (Almatsier 2009). Perubahan konsumsi makanan (Suhardjo 1989). yang mengandung karbohidrat dari kedua masa Menurut Dirjen Binkesmas Depkes RI tersebut mengakibatkan munculnya kasus (2007: 27), beberapa faktor yang mempengaruhi malnutrisi, sekitar tahun 1990-an (Supariasa dkk. pola makan antara lain budaya, agama atau 2001). Dengan demikian, beberapa aspek yang kepercayaan, status sosial-ekonomi, personal berhubungan dengan makanan terdiri dari bahan preference, rasa lapar, nafsu makan, dan rasa atau sumber makanan, nutrisi atau gizi, dan efek kenyang, serta kesehatan. Selain itu, Santoso dari makanan tersebut (misalnya berhubungan dan Ranti (2004) menjelaskan bahwa lingkungan dengan penyakit). Ketiga aspek tersebut saling tempat tinggal juga akan mempengaruhi berkaitan dan membentuk proses pencernaan. kebiasaan makan, selera, dan daya terima Dengan berjalannya proses pencernaan inilah, makanan. Oleh karena itu, pembiasaan makan manusia dapat melangsungkan hidupnya yang sehat dan bergizi dalam pola makan suatu (Kartasapoetra dan Marsetyo 2005). generasi akan mempengaruhi perkembangan Berkaitan dengan penelitian pola makan pola makan generasi selanjutnya (Santoso dan manusia, di era global seperti sekarang sudah Ranti 2004). Dengan demikian, pola makan banyak ahli gizi ataupun ahli kesehatan yang manusia berkembang dari waktu ke waktu meneliti pola makan. Penelitian tersebut dan berdampak pada tingkat kesehatan dan membahas tentang bahan makanan, nutrisi dalam pertumbuhan seseorang (Almatsier 2009). makanan, dan penyakit yang ditimbulkan dari Menurut Sediaoetomo (1989), pola makan mengonsumsi makanan yang dipelajari dalam manusia sekarang lebih buruk dibandingkan pola ilmu patologi. Salah satu contohnya, penelitian

(A) (B) Foto 1. (A) Temuan kalamba nomor 28 (kiri) dan kalamba nomor 29 (kanan), (B) Letak temuan kalamba dalam kotak ekskavasi (Sumber: Yuniawati dkk. 2013)

14 Pola Makan Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Restu Ambar Rahayuningsih

Suhardjo tahun 1989 tentang sosio-budaya gizi. diameter luar: 80 cm, diameter dalam: 58 cm, Penelitian tersebut membahas tentang pengaruh dan tebal tepian: 8 cm (Yuniawati dkk. 2013). faktor sosial dan budaya terhadap status gizi Kalamba nomor 28 di Situs Wineki, seseorang. Namun sejauh ini, penelitian pola pertama kali diekskavasi oleh Yuniawati dan tim makan pada masa lalu, khususnya masa pra- tahun 2013. Di dalam kalamba tersebut terdapat sejarah dengan data berupa gigi manusia belum 189 gigi tetapi belum diketahui jumlah individu pernah dibahas. Penelitian ini akan membahas yang dikuburkan. Jumlah individu yang dapat tentang pola makan masyarakat pendukung didentifikasi dan dapat digunakan sebagai sampel budaya megalitik Besoa, Sulawesi Tengah. penelitian ini sebanyak tujuh individu. Identifikasi Masyarakat pendukung budaya megalitik dilakukan terhadap tujuh gigi geraham kedua Besoa adalah masyarakat prasejarah dari Ras bawah bagian kiri (LM2) mengacu pada pendapat Mongoloid dengan karakter gigi seri seperti Screid dan Weiss tahun 2011 (Foto 2). Sementara sekop (Yuniawati 2010). Masyarakat tersebut itu, penomoran gigi disesuaikan dengan sistem diwakili oleh temuan tulang dan gigi dalam penomoran gigi yang digunakan oleh Tim D. kalamba nomor 28 di Situs Wineki, Lembah White dan Pieter A. Folkens dalam bukunya Besoa. Situs Wineki terletak di Desa Hanggira, yang berjudul The Human Bone Manual yang Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso, diterbitkan tahun 2005. Sulawesi Tengah. Secara geografis, Situs Wineki Berkaitan dengan penelitian pola makan, terletak pada koordinat 1°41’52,1” Lintang ketujuh gigi yang dijadikan sampel juga harus Selatan dan 120°11’17,0” Bujur Timur. Menurut mempunyai karang gigi (kalkulus) karena di Yuniawati dkk. (2013), temuan kalamba di dalam kalkulus terdapat deposit makanan yang Situs Wineki merupakan temuan paling in situ dapat digunakan untuk meneliti bahan makanan dibandingkan temuan lain di Lembah Besoa yang dikonsumsi dan kandungan gizi makanan (Foto 1). Oleh karena itu, gigi yang ditemukan tersebut. Berkaitan dengan proses terbentuknya, di kalamba nomor 28 akan digunakan sebagai kalkulus terbentuk dari deposit makanan data penelitian ini. Kalamba nomor 28 memiliki (mineral alba) dan komponen plak (air liur dan ukuran yang lebih besar daripada kalamba nomor bakteri) yang diendapkan oleh garam mineral 29 yang berdekatan dan diduga individu yang sehingga terjadi proses pengapuran (Levine dikuburkan juga lebih banyak. Ukuran kalamba 2011). Termineralisasinya deposit makanan dan nomor 28 yaitu tinggi: 134 centimeter (cm), komponen plak menyebabkan kalkulus awet diameter luar: 100 cm, diameter dalam: 74 cm, selama ratusan hingga ribuan tahun (Berkovits dan tebal tepian: 14 cm (Yuniawati dkk. 2013). etial. 2009; Buckley etial. 2014). Dengan Ukuran Kalamba nomor 29 yaitu tinggi: 120 cm, demikian, residu gigi yang diperoleh dari kalkulus dapat digunakan untuk menganalisis pola makan dan menjawab pertanyaan penelitian ini. Pertanyaan penelitian yang dimaksud berkaitan dengan bahan makanan apa sajakah yang dikonsumsi masyarakat pendukung budaya megalitik Besoa, dan adakah korelasi bahan makanan dengan patologi yang terlihat pada temuan manusia pendukung budaya megalitik Besoa pada masa lalu? Untuk menjawab pertanyaan penelitian di Foto 2. Tujuh gigi geraham untuk sampel penelitian (Sumber: Penulis) atas, akan dilakukan penelitian bahan makanan

15 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76 dengan analisis butir pati (starch), penelitian nutrisi analisis starch 1 gr residu dimasukkan ke pada makanan melalui analisa zat gizi (terutama dalam tabung, untuk analisis karbohidrat 1 gr karbohidrat dan protein), dan penelitian patologi residu dimasukkan tabung reaksi 10 ml, dan melalui analisis paleopatologi secara makro. untuk analisis protein 1 gr residu dimasukkan Secara umum langkah-langkah yang perlu ke dalam labu Kjendahl. Masing-masing dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut: sampel akan diberi kode sesuai dengan kode a. Mempersiapkan alat dan bahan. Alat yang sampel. Setelah semua sampel diberi kode, digunakan dalam penelitian ini adalah alat sampel siap untuk dianalisis. scaler dan kuret, cawan petri, timbangan d. Analisa butir pati (starch) terhadap sampel sampel, tabung reaksi 10 mililiter (ml), residu dengan menggunakan metode tabung, labu Kjendahl, preparat, mikroskop Dolores Pipeno. Biasanya, analisis ini polarisasi, penagas air, pH meter, gelas dilakukan dengan menambahkan larutan beker, alat vortex, sentrifugasi, pipet lugol pada sampel sebelum preparasi untuk ukur, pipet tetes, piset, spektrofotometer, menampakkan variasi pati pada sampel. tabung Erlenmayer, kertas saring, kapas, Kemudian, sampel akan diuji mikroskopis dan alat distilasi Mikro Kjendahl. Bahan dengan mikroskop polarisasi perbesaran yang digunakan dalam penelitian ini 40 x dan dianalisis dengan bantuan sampel adalah larutan lugol, aquades, bubuk referensi. Sampel referensi dibuat dari

katalis, larutan asam sulfat (H2SO4) tumbuhan sekarang, antara lain: tumbuhan 25%, asam klorida (HCl) 25%, natrium pare (Oryza sativa), pare-pare (Sorghum hidroksida (NaOH), Nelson A : B (24 : 1), bicolor), bowanu (Dioscorea hispida), bikala arsenomolibdat, asam klorida (HCl) 0,1 N, (Etlingera elatior), garut (dalam Bahasa asam borat, dan metil merah. Jawa (Maranta arundinacea), kagiyek b. Membersihkan tanah yang menempel pada (Xanthosoma violaceum Schoot), kagiyek gigi menggunakan kapas yang dibasahi boga (Colocasia giganten (Blume) Hook dengan aquades. Kemudian, mendiamkan f.), uwi (Ipomoea batatas), ondo (Dioscorea sampel yang basah tadi hingga mengering alata L.), loka (Musa acuminata), kaluku kurang lebih 15 menit. Pembersihan tanah (Cocos nucifera), tambue (Phaseolus pada sampel bertujuan untuk mengurangi radiatus), nanaga (Artocarpus altilis), ugi komposisi tanah yang menempel pada gigi. madak (Amorphophallus oncophyllus), c. Membersihkan kalkulus yang menempel hizilak (Cyperus rotundus), pantangak pada gigi dengan menggunakan alat (Jatropha curcas L.), kaugoro (Hevea scaler dan kuret serta mengoreknya. brasiliensis Muell. Arg), kulak (Zingiber Residu dari kalkulus akan ditampung officinale), beau (Aleurites moluccana), pada cawan petri dan dilanjutkan dengan khuku (Kaempferia galanga L.), badak menambahkan aquades apabila residu (Curcuma longa), lengkuas (Alpinia galanga yang dihasilkan belum mencapai berat 3 (L) sw), dan tumbulawa (Curcuma domestica gram (gr). Teknik pembersihan kalkulus Vahl). ini dikenal sebagai metode scaling basah, e. Analisa zat gizi yang meliputi analisa karena ada penambahan larutan cair pada kuantitatif karbohidrat dengan metode kalkulus. Tujuan metode tersebut adalah Nelson Somogyi, dan analisa kuantitatif untuk mempermudah mengorek kalkulus protein dengan metode Mikro Kjendahl. dari email gigi. Hasil scaling tiap sampel Kautsar (2011), menjelaskan bahwa metode akan ditimbang dan dibagi tiga, yaitu untuk Nelson Somogyi merupakan metode terbaik

16 Pola Makan Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Restu Ambar Rahayuningsih

karena metode ini menyajikan persentase total karbohidrat di dalam sampel. Selain itu, penggunaan grafik persamaan linear di awal analisis dapat mengetahui hubungan antara konsentrasi karbohidrat dan absorbansinya. Sementara itu, menurut Sudarmadji dkk. (2010), metode Mikro Kjendahl merupakan

metode yang sederhana karena dalam Grafik 1. Grafik Persamaan Linear analisisnya menggunakan sampel yang cukup kecil, yaitu sekitar 0,51 gr sampai 1igr. tersebut terdiri atas persambungan titik-titik Metode ini digunakan untuk menentukan konsentrasi dan absorbansinya (Grafik 1). jumlah protein melalui penentuan jumlah Grafik di atas berfungsi untuk mempermudah nitrogen (N), sehingga hasilnya disebut mencari persamaan regresi linear untuk jumlah protein kasar atau Crude Protein menghitung absorbansi ataupun konsentrasi. (Sudarmadji dkk. 2010). Berikut langkah- Persamaan regresi linear yang dihasilkan langkah analisis karbohidrat dan protein dari grafik di atas adalah y = 10x + 0,2. dengan metode Nelson Somogyi dan Mikro b. Menambahkan 2 milimeter (ml) HCl 25%

Kjendahl yang dimodifikasi penulis. dan 1 ml larutan H2SO4 25% dalam sampel. Langkah-langkah yang dilakukan secara Kedua jenis asam tersebut aman digunakan rinci terdiri atas analisis karbohidrat dan analisis untuk sampel yang jumlahnya sedikit. protein. c. Memanaskan larutan selama ± 2,5 jam dalam gelas beker berisi air agar reaksi 1.1 Analisis Karbohidrat dapat berjalan dengan cepat dan agar tidak terjadi pergeseran antar tabung a. Analisis karbohidrat diawali dengan reaksi maka disisipkan kertas saring untuk pembuatan grafik persamaan linear, memperkecil kemungkinan tabung pecah yaitu membuat larutan blangko yang (Rahayu 2005). tidak menggunakan sampel. Setelah itu, d. Mengangkat dan mendinginkan tabung dilanjutkan dengan pembuatan larutan yang reaksi, kemudian netralkan pH sampel dibubuhi sampel dalam konsentrasi yang dengan NaOH dan kontrol dengan larutan berbeda-beda tetapi berurutan (Tabel 1). H SO . Larutan yang dihasilkan kemudian diukur 2 4 e. Mensentrifugasi larutan dengan kecepatan absorbansinya dengan spektrofotometer dan 3000 kilobyte (kb) selama 5 menit agar hasilnya digambarkan menjadi grafik garis endapan dan supernatan terpisah. yang disebut grafik persamaan linear. Grafik f. Mengambil supernatan dan menambahkan Tabel 1. Hasil Pengukuran Absorbansi dengan 1iml larutan Nelson A : B (24 : 1), kemudian Spektrofotometer dipanaskan selama 10-15 menit. X Y g. Mengangkat dan mendinginkan laru- (Konsentrasi) (Absorbansi) tan, kemudian menambahkan 1 ml 0 0,2 arssenomolibdat. Reagen ini akan tereduksi 0,02 0,4 dan membentuk warna biru. 0,04 0,6 h. Mengukur absorbansi larutan dengan 0,06 0,8 spektrofotometer (panjang gelombang 540 0,08 1 nanometer (nm)). Panjang gelombang 500-

17 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

600 nm dimiliki oleh warna merah, ungu, mengubah warna sampel dari biru menjadi violet, dan biru (Dawindra 2010). kemerahan. i. Menghitung konsentrasi larutan dengan g. Membuat juga larutan blangko dengan menggunakan rumus dibawah ini. mengganti bahan dengan aquades, lakukan destruksi, distilasi, dan titrasi. y = 0,1x + 0,02 h. Menghitung prosentase protein dengan → y x faktor pengencer (ml) x 100% rumus di bawah ini. mg sampel NHCl 0,0386×hasil titrasi(ml)×14,008×6,25 × 100% j. Mem-plot-kan hasil absorbansi pada grafik mg sampel persamaan linear sehingga didapatkan hasil i. Analisis penyakit gigi dengan melihat secara konsentrasi sampel berdasarkan hasil ploting kasat mata penyakit yang terdapat pada gigi. (Hidayati 2004). 2. Hasil dan Pembahasan 1.2 Analisis Protein 2.1 Bahan dan Nutrisi Makanan yang a. Menambahkan 1 gr bubuk katalis dan 2 ml Dikonsumsi Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa larutan H2SO4 ke dalam sampel. b. Memanaskan sampel dalam labu Kjendahl Bahan makanan merupakan unsur dalam lemari asam sampai berhenti berasap. terpenting dalam proses pencernaan. Seperti Selanjutnya, meneruskan pemanasan dengan yang telah dijelaskan sebelumnya, manusia api besar sampai mendidih dan cairan menjadi mengonsumsi makanan yang berasal dari warna jernih selama lima jam. Setelah itu, tumbuhan dan hewan. Dari tumbuhan diperoleh meneruskan pemanasan tambahan kurang butir pati (starch) yang tertinggal sebagai lebih satu jam dan mematikan api pemanas kalkulus gigi dan dapat diurai melalui analisis serta membiarkan sampel menjadi dingin. starch. Hasil analisis starch pada tujuh sampel c. Setelah sampel dingin, menambahkan gigi dari kalamba nomor 28, Situs Wineki seperti 10iml aquades dalam labu Kjendahl yang yang ditampilkan pada tabel 2. didinginkan dalam air es, dan memasukkan Berdasarkan starch yang bisa diidenti- sampel ke alat distilasi Mikro Kjendahl. fikasi, ketujuh individu mengonsumsi makanan Setelah itu, menambahkan perlahan-lahan yang relatif sama. Tren yang muncul dari hasil larutan NaOH 50% sebanyak 5 ml yang di atas menunjukkan bahwa bahan makanan sudah didinginkan dalam lemari es. yang dikonsumsi ketujuh individu berasal dari d. Memanaskan tabung Erlenmayer yang berisi tumbuhan kagiyek dan kagiyek boga. Sementara air hingga mendidih dan perlahan-lahan itu, uwi hanya dikonsumsi enam individu kecuali sampel dan NaOH tercampur. individu 7. Ugi madak dikonsumsi lima individu, e. Menampung hasil penyulingan (distilat) ini kecuali individu 2 dan 5. Sementara loka dan dengan tabung Erlenmayer yang telah diisi garut dikonsumsi empat individu. Individu yang dengan 50 ml asam borat 4% dan 5 tetes mengonsumsi loka terdiri dari individu 1, 5, 6, indikator metil merah. Setelah itu, melakukan dan 7, sedangkan individu yang mengonsumsi distilasi sampai distilat yang tertampung garut terdiri dari individu 1, 3, 5, dan 7. Berbeda sebanyak 75 ml. dengan bowanu, tumbuhan ini hanya dikonsumsi f. Mentitrasi distilat yang diperoleh dengan individu 1, 4, dan 7. Sementara itu, tumbuhan standar HCl 0,1 N sampai berwarna lengkuas juga sudah dikonsumsi individu 3 dan 5, kemerahan dan menghitung berapa ondo hanya dikonsumsi individu 2, kulak hanya ml HCl 0,1 N yang diperlukan untuk dikonsumsi individu 7, bikala hanya dikonsumsi

18 Pola Makan Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Restu Ambar Rahayuningsih

Tabel 2. Hasil Analisis Bahan Makanan Ketujuh Individu dari Kalamba 28 Kode Jenis Tumbuhan yang Dikonsumsi Sampel K Kb Lk Uw Um Gr B O P Lg Kl Bk Un WNK/I/1 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ WNK/I/2 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ WNK/I/3 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ WNK/I/4 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ WNK/I/5 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ WNK/I/6 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ WNK/I/7 ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ Jumlah 7 7 4 6 5 4 3 1 5 2 1 1 7 Keterangan: K: kagiyek, Kb: kagiyek boga, Lk: loka, Uw: uwi, Um: Ugi madak, Gr: garut, B: bowanu, O: ondo, P: pare, Lg: lengkuas, Kl: kulak, Bk: bikala, Un: unidentified. individu 3, dan ada beberapa tumbuhan dari pendukung megalitik Besoa sudah melakukan masing-masing sampel yang belum dapat budidaya tumbuhan padi dan diduga mereka didentifikasi. Fenomena yang menarik, adalah adalah kelompok petani yang sudah membuka adanya lima individu yang sudah mengonsumsi lahan untuk bercocok tanam. Sementara itu, pare. Kelima individu adalah individu 1, 2, 3, 4, munculnya tumbuhan lengkuas (Alpinia galanga dan 5. (L) sw) dan kulak-kulak (Zingiber officinale) Munculnya tumbuhan pare (Oryza sativa) menunjukkan bahwa manusia pendukung budaya dalam residu gigi lima individu (Tabel 2 dan megalitik Besoa juga telah memanfaatkan Foto 3), mengindikasikan bahwa masyarakat beberapa tumbuhan obat.

Foto 3. Variasi pati yang ditemukan dalam residu gigi ketujuh individu dari kalamba nomor 28, (1) bowanu, (2) bikala, (3) garut, (4) uwi, (5) kagiyek, (6) loka, (7) ugi madak, (8) kagiyek boga, (9) ondo, (10) kulak, (11) lengkuas, (12) pare (Sumber: Penulis)

19 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76

Berdasarkan hasil analisis zat gizi dari Besoa rata-rata mengonsumsi makanan yang residu gigi (kalkulus), di dalam bahan makanan mengandung prosentase karbohidrat sebanyak di atas terkandung zat-zat pokok yang diperlukan 15,97%, prosentase protein sebanyak 12,55%, tubuh manusia untuk tumbuh dan berkembang. dan prosentase unsur lain sebanyak 71,48%. Gizi (nutrisi) dalam ilmu kedokteran, terdiri Unsur lain di sini diduga adalah kandungan dari nutrisi makro (macronutrient) dan nutrisi mineral dan beberapa zat lain yang belum dapat mikro (micronutrient). Penelitian ini, hanya didentifikasi. Mineral diduga merupakan unsur menganalisis prosentase karbohidrat dan dominan dalam kalkulus yang terbentuk dari protein yang merupakan kelompok nutrisi mineralisasi deposit makanan dan komponen makro. Sementara lemak yang juga merupakan plak. Selain itu, berhubungan dengan sampel unsur nutrisi makro tidak dianalisis karena penelitian diduga mineral di dalam tanah juga keterbatasan sampel. Selain itu, nutrisi mikro mempengaruhi prosentase mineral di dalam juga tidak dianalisis karena analisis nutrisi mikro residu gigi. Sementara itu, hasil penelitian yang dengan sampel berupa residu gigi yang berasal disajikan dalam Tabel 3 menunjukkan adanya dari karang gigi (kalkulus) manusia pendukung tiga pola makan manusia pendukung budaya budaya megalitik Besoa akan menimbulkan megalitik Besoa. Ketiga pola makan tersebut bias yang tinggi (Rahayuningsih 2014). Salah adalah: satu contohnya analisis mineral. Dalam analisis 1. Pola makan dengan karbohidrat hampir mineral, bias dapat timbul karena kandungan seimbang dan tinggi protein, yaitu pada mineral dalam proses terbentuknya kalkulus individu 1. dan mineral di dalam tanah akan mempengaruhi 2. Pola makan rendah karbohidrat dan protein, prosentase mineral yang terkandung dalam yaitu pada individu 2, 5, 6, dan 7. kalkulus. Dengan demikian, dalam karya ini 3. Pola makan rendah karbohidrat tetapi akan disajikan hasil prosentase karbohidrat dan berprotein seimbang, yaitu pada individu 3 protein dalam residu gigi. dan 4. Hasil analisis karbohidrat dan protein Ketiga pola di atas menunjukkan bahwa dari ketujuh individu yang dikuburkan dalam pola makan setiap manusia pendukung budaya kalamba nomor 28, adalah sebagai berikut. megalitik Besoa berbeda-beda. Perbedaan Tabel 3. Hasil Analisis Nutrisi Ketujuh Individu dari tersebut diduga berkaitan dengan perbedaan Kalamba 28 kebiasaan makan, umur, jenis kelamin, aktivitas, Kode Sampel % Karbo- % % dan kedudukan sosial manusia pendukung budaya hidrat Protein Lainnya megalitik Besoa tersebut semasa hidupnya. WNK/I/1 40,6 30,41 28,98 WNK/I/2 14,7 6,76 78,54 2.2 Patologi pada Beberapa Gigi WNK/I/3 16,7 13,52 69,78 Patologi merupakan ilmu yang WNK/I/4 11,5 16,90 71,60 mempelajari tentang penyakit. Penyakit yang WNK/I/5 12,8 6,76 80,44 diderita manusia sangat beragam, tetapi dalam WNK/I/6 8 6,76 85,24 penelitian ini penyakit yang akan dianalisis WNK/I/7 7,5 6,76 85,74 hanyalah penyakit yang terlihat kasat mata Rerata 15,97 12,55 71,48 pada gigi yang menjadi sampel (secara makro). Standar Deviasi 11,36 8,88 19,71 Beberapa penyakit yang terdapat pada gigi tujuh individu yang mewakili masyarakat Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui pendukung budaya megalitik Besoa adalah bahwa masyarakat pendukung megalitik sebagai berikut.

20 Pola Makan Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Restu Ambar Rahayuningsih a. Karang gigi (kalkulus) Karang gigi (kalkulus) adalah lapisan keras yang terbentuk karena mineralisasi deposit makanan dan komponen plak (air liur dan bakteri). Berdasarkan letaknya, kalkulus terdiri dari dua jenis, yaitu kalkulus yang terletak di bagian mahkota gigi Foto 5. Karies pada sampel WNK/I/2 dan WNK/I/4 (Sumber: Penulis) (supragingiva) dan kalkulus yang terletak di bagian akar gigi (subgingiva). Kedua jenis c. Atrisi (attrition) kalkulus berpotensi menyebabkan penyakit Atrisi (attrition) adalah keausan atau periodontal. Menurut Screid dan Weiss pengikisan pada tepi gigi dan mahkota (2011:235-239), kalkulus biasanya berwarna gigi akibat kekerasan makanan yang putih kekuningan hingga cokelat (Foto membutuhkan pengunyahan relatif lama. 4). Pada penelitian ini, semua sampel gigi Menurut Supariasa dkk. (2001), penyakit ini memiliki kalkulus. umum dijumpai pada masyarakat pedesaan yang mengonsumsi makanan tradisional. Hilangnya jaringan keras gigi akibat atrisi ini menyebabkan munculnya penyakit periodontal, karies, gigi ompong, dan beberapa penyakit lainnya. Atrisi ditandai dengan adanya permukaan atas mahkota gigi Foto 4. Kalkulus pada sampel WNK/I/1 (Sumber: yang rata, halus, berwarna putih, dan tampak Penulis) mengkilap (Supariasa dkk. 2001). Pada b. Karies gigi (gigis) sampel penelitian ini, atrisi hanya terlihat Karies (gigis) adalah keadaan gigi rusak, pada sampel WNK/I/2, WNK/I/3, WNK/I/4, tanggal, dan terganti serta sering digunakan WNK/I/5, dan WNK/I/7 (Foto 6). sebagai petunjuk adanya penyakit chrinic phyorrhoea dan trauma. Kekurangan zat gizi pada ibu hamil juga berdampak pada munculnya karies gigi. Namun secara umum, karies berhubungan dengan pengaruh makanan yang dikonsumsi, terutama pada kandungan zat dan frekuensi pencernaan gula, tepung giling, dan makanan karbohidrat murni (Supariasa dkk. 2001). Karies ditandai dengan warna coklat atau Foto 6. Atrisi pada sampel WNK/I/2, WNK/I/3, hitam disertai infeksi atau gigi berlubang. WNK/I/4, WNK/I/5, dan WNK/I/7 (Sumber: Pada sampel penelitian ini, karies pada enam Penulis) gigi belum masuk tingkatan akut. Hal itu ditandai dengan perubahan warna coklat Melihat hasil analisis paleopatologi di di bagian-bagian tertentu (Foto 5). Satu atas, ketujuh individu yang mewakili masyarakat sampel gigi menunjukkan karies tingkat akut pendukung budaya megalitik Besoa menderita yang ditandai dengan adanya lubang, yaitu penyakit gigi berupa kalkulus dan karies. WNK/I/4. Sementara itu, penyakit gigi berupa atrisi hanya

21 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76 diderita lima individu. Ketiga penyakit di atas, dan atrisi. Secara umum, timbulnya penyakit apabila dirunut dari sumbernya terkait dengan terjadi karena kondisi keasaman mulut, makanan yang dikonsumsi seseorang. Namun, lingkungan, kadar flour dalam mulut, usia, setiap orang memiliki pola makan yang berbeda- dan genetik. Namun dalam penelitian beda. Hal tersebut terlihat dari adanya gejala ini, penyakit yang diderita diduga juga yang menunjukkan bahwa tidak semua sampel berhubungan dengan pola makan setiap gigi memiliki tingkatan (stadium) penyakit individu. yang sama tetapi memiliki tingkatan yang berbeda baik tingkatan awal, sedang, dan akut. Ucapan terima kasih Menurut Levine (2011), frekuensi penyebaran Karya ini disiapkan berdasarkan hasil atau bertambah parahnya penyakit pada gigi penelitian saya yang dibiayai oleh Fakultas Ilmu dan mulut dipengaruhi oleh kondisi keasaman Budaya, Universitas Gadjah Mada dalam rangka mulut, lingkungan (termasuk faktor kebersihan penelitian di bawah penelitian payung yang gigi dan mulut), kadar flour dalam mulut, usia, berjudul “Dinamika Pemukiman Austronesia di dan genetik. Dengan demikian, setiap manusia Kawasan DAS Karama, dan Lariang, Sulawesi” mempunyai alasan dan respon yang berbeda tahun 2013. Karya ini juga merupakan bagian terhadap suatu penyakit. dari skripsi yang sudah saya kerjakan, berjudul “Makronutrien pada Makanan Manusia 3. Penutup Pendukung Situs Petawua Anditu dan Wineki, Hasil analisis residu pada gigi manusia Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah”. Ucapan yang dikubur dalam kalamba I atau kalamba terima kasih disampaikan kepada Fakultas Ilmu nomor 28 di Situs Wineki, Lembah Besoa Budaya yang telah memberikan hibah dana menunjukkan bahwa: penelitian dan ketua peneliti (Dr. Anggraeni) 1. Beberapa jenis tumbuhan yang mungkin beserta tim yang membimbing saya dalam telah dimanfaatkan dan juga ditanam di proses penelitian hingga penulisan karya ini. Besoa sebagai bahan makanan adalah Terima kasih juga disampaikan kepada Dwi Yani kagiyek, kagiyek boga, loka, uwi, ugi madak, Yuniawati Umar, M.Hum. dan tim yang memberi garut, bowanu, bikala, ondo, pare, lengkuas, ijin untuk menggunakan semua data dan laporan kulak, dan ada beberapa tumbuhan lain yang penelitian di Situs Wineki; kepada Dr. Mahirta belum dapat diidentifikasi. dan seluruh staf pengajar Jurusan Arkeologi 2. Gizi (nutrisi) pada makanan mayoritas yang telah memberikan izin dan tempat analisis masyarakat Besoa menggambarkan bahwa starch, serta bantuan untuk kelancaran penelitian; ada tiga pola makan. Pertama, pola makan kepada Kepala dan Teknisi Laboratorium dengan karbohidrat hampir seimbang dan Biokimia, Kimia, dan Mikrobiologi, Pascasarjana tinggi protein. Kedua, pola makan rendah UGM yang telah memberikan ijin dan tempat karbohidrat dan protein. Ketiga, pola untuk melakukan analisis gizi. Ucapan terima makan rendah karbohidrat tetapi berprotein kasih tidak lupa saya sampaikan kepada drg. seimbang. Perbedaan tersebut diduga Aryana Morita, Lily Arsanti Lestari, STP., MP., berkaitan dengan perbedaan kebiasaan Rusyad Adi Suriyanto, S.Sos, M.Hum., drg makan, umur, jenis kelamin, aktivitas, dan Erni Widayati, dan Muasomah, S.S. yang telah kedudukan sosial setiap individu semasa membimbing dan memberikan banyak bantuan hidupnya. serta masukan dalam proses pemilihan sampel, 3. Penyakit yang umum dijumpai pada gigi analisis starch, analisis zat gizi, dan analisis masyarakat Besoa adalah kalkulus, karies, patologi pada gigi.

22 Pola Makan Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Restu Ambar Rahayuningsih

Daftar Pustaka Sudarmadji, Slamet, Bambang Haryono, Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu dan Suhardi. 2010. Prosedur Analisa Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Utama. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Baliwati, Yayuk Farida. 2004. Pengantar Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri, dan Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Ibnu Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. Swadaya. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG. Berkovitz, B.K.B., Holland, G.R. dan B.J. Yuniawati Umar, Dwi Yani. 2010. “Stone Vats Moxham. 2005. Oral Anatomy Histology (Kalamba) as One of Megalitic Remains Embryology. China: Mosby Elsevier. in The Lore Valley, Central Sulawesi”. Berkala Arkeologi XXX. Yogyakarta: Buckley, Stephen, Donatella Usai, Tina Jakob, Balai Arkeologi Yogyakarta. Anita Radini, dan Karen Hardy. 2014. Dental Calculus Reveals Unique Insights Yuniawati Umar, Dwi Yani dkk. 2013. Kajian into Food Items, Cooking and Plant Pluralisme Budaya Austronesia dan Processing in Prehistoric Central Sudan. Melanesia di Nusantara: Penelitian PLoS ONE Vol. 9. Peradaban Penutur Austronesia di Kawasan Lembah Besoa, Sulawesi Depkes RI, Dirjen Binkesmas, Direktorat Gizi Tengah. Laporan Penelitian Arkeologi. Masyarakat. 2007. Analisis situasi Gizi Jakarta: Pusat Arkeologi Nasional. dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Sumber Online: Howell, F. Clark dan para editor Pustaka Time- Kautsar, Retina H. 2011. Kajian Hidrolisis Life. 1982. Manusia Purba. Edisi Kedua. Enzimatis Selulosa dari Alga Merah Jakarta: Tira Pustaka. (Euchema spinosum dan Euchema cottoni) Menggunakan Enzim Selulase dari Kartasapoetra dan Marsetyo. 2005. Ilmu Aspergillus niger. http://ib.uin-malang. Gizi: Korelasi Gizi, Kesehatan, dan ac.id/thesis/chapter_ii/06530008-retina- Produktivitas Kerja. Jakarta: PT Rineka hafimi-kautsar.ps. diakses 4 April 2013. Cipta. Rahayu, Anna Suranto. 2005. Analisa Nutrisi Levine, Martin. 2011. Topic in Dental Kecap. http://uns.ac.id. diakses 5 April Biochemistry. USA: Springer-Verlag 2013. Berlin Heidelberg. Rahayuningsih, Restu Ambar. 2014. Makronutrien dalam Makanan Manusia Pendukung Situs Petawua Anditu dan Wineki, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Yogyakarta: Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada. Saktiyono. 2004. IPA Biologi. Penerbit: Esis. Santoso dan Ranti A.L. 2004. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT Rineka cipta. Screid Rickne C. dan Gabriela Weiss. 2011. Anatomi Gigi. Edisi 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sediaoetomo. 1989. Ilmu Gizi: untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat. Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. IPB-PAU Pangan dan Gizi. Bogor.

23 AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Vol. 33 No. 1, Juni 2015 : 1-76 Sumber Informasi: Proyeksi Lokal: UMT Zona 50. Peta dalam Garmin NT. Peta Topografi Situs Wineki, Lembah Besoa Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah Analisis dan Gambar: Restu Ambar Rahayuningsih 2014

24