Perjanjian No: 17020038

LAPORAN PENELITIAN HIBAH MONODISIPLIN

Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan Kasus: Kota – Kota Sungai Ibu Kota Propinsi Kalimantan

Pengusul: Peneliti Utama: Dr. Ir. Karyadi Kusliansjah,MT,IAI NIK: 19890058 NIDN: 0420125401 Anggota Peneliti 1: Dr.Ir.Yasmin Suriansyah,MSP,IAI NIK: 19890185 NIDN: 0409075701

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Nopember 2017

i

PENGANTAR

Melalui tulisan ini kami sampaikan laporan capaian penelitian monodisiplin LPPM UNPAR dalam bidang arsitektur kota, sebagai bagian dari penelitian Hibah Ristek Dikti tahun ke tiga yang berjudul utama: “Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan; Kasus: Kota–Kota Sungai Ibu Kota Propinsi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, Indonesia. Penelitian monodisiplin ini memuat capaian pelaksanaan bagian dari target penelitian pada tahun 2017 tersebut, yang berjudul: Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan Kasus: Kota–Kota Sungai Ibu Kota Propinsi Kalimantan Fokus penelitian ini berupa Komperasi Model Konsep Kota-Kota Sungai Kalimantan yang merupakan informasi penting untuk umumnya melakukan evaluasi penataan pembangunan pengembangan perencanaan/perancangan arsitektur kota-kota sungai lainnya di Indonesia yang jumlahnya cukup dominan, dan khususnya evaluasi bagi pembangunan secara berkelanjutan ke lima ibukota Propinsi di Kalimantan; serta sangat diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya wawasan keilmuan arsitektur kota tepi air (urban waterfront) di Indonesia. Kami menghaturkan banyak terimakasih atas dukungan, rekomendasi dan dorongan motivasi dari semua pihak dalam pengajuan dan penyusunan proposal penelitian ini, khususnya kepada: 1. Rektor, dan Wakil Rektor IV UNPAR; 2. LPPM UNPAR 3.Dekan Fakultas Teknik UNPAR; 4. Ketua Prodi Arsitektur UNPAR; dan 5. KBI Arsitektur Kota dan Desain Perkotaan (ARKODEKO) – Prodi Arsitektur UNPAR. Semoga laporan penelitian monodisiplin ini dapat didukung dalam pendanaan dan dapat terlaksana dengan baik serta bermanfaat sesuai sasaran penelitian. Terimakasih. Bandung, November 2017 Pengusul/Peneliti Utama

Dr.Ir. Y.Karyadi Kusliansjah,MT.,IAI

vi

DAFTAR ISI Lembar pengesahan ii Pengantar vi Daftar Isi vii Abstrak viii BAB 1: PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Permasalahan 3 1.3. Tujuan Khusus 3 1.4. Urgensi (Keutamaan) 4 1.5. Sasaran Penelitian 5 1.6. Manfaat 5 1.7 Batasan Istilah 5 BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA 7 2.1 State of the art 7 2.2 Studi Pendahuluan 8 2.3. Penelitian Terdahulu Arsitektur Kota 13 BAB III. METODE PENELITIAN 14 3.1 Bagan Alir Konsep Penelitian Dan Metodologi 14 3.2 Metode Analisis 14 3.3 Metode Pengumpulan Data 17 3.4 Lokasi Penelitian 17 3.5 Tahapan Penelitian 18 3.6 Luaran 19 3.7 Indikator Capaian 20 3.8 Ketersediaan Sarana dan Prasarana Penelitian 20 BAB IV. JADWAL PELAKSANAAN 21 4.1 Jangka Waktu Penelitian 21 4.2 Barchart Penelitian Tahun 2017 21 4.3 Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas 22 BAB tag">V. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 5.1 Pengumpulan Data dan Materi isi buku ( 5 kota Sungai Kalimantan) 23 5,1.1 Adaptasi Kota Sungai Hasil Penelitian 2015 28 5.1.2 Adaptasi Kota Sungai Hasil Penelitian 2016 31 5.1.3 Adaptasi Kota Sungai Hasil Penelitian 2017 34 5.2.1 Integrasi Resiliensi Kota Sungai Hasil Penelitian 2015 35 5.2.2 Integrasi Resiliensi Kota Sungai Hasil Penelitian 2016 47 5.2.3 Integrasi Resiliensi Kota Sungai Hasil Penelitian 2017 51 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 54 DAFTAR PUSTAKA vii LAMPIRAN ix L.1. Biodata Peneliti Utama ix L.1. Biodata Anggota Peneliti 1 xvi L.2. Daftar Isi Dummy Buku xx L.3. Draf Sampul Buku xxi

vii

ABSTRAK

Tata ruang arsitektur kota sungai umumnya terbentuk mengikuti pola sungainya, yang menjadi struktur ruang perkotaannya. Sejak embrio kota konteks sungai telah mempengaruhi kehidupan nilai- nilai sosial budaya yang berciri khas lokal pada fisik spasial kotanya. Hingga era sekarang dinamika perkembangan kota sungai telah mengalami perubahan dan bertransformasi. Fenomena perkembangan percepatan pembangunan tersebut pada era Reformasi ini memperlihatkan kota-kota sungai di Negara kita, cenderung mengkuatirkan, karena dampak pembangunan tidak selalu sinergi terhadap konteks fisik spasial lingkungan sungai maupun kehidupan lokal sosial budayanya. Pembangunan kota sungai kebanyakan tidak ekosistem dan berbasis darat yang memarjinalkan ruang air tepi sungainya menjadi lingkungan padat kota,serta berdampak menjauhkan kehidupan sosial kota dari sungainya.Ada 3 permasalahan tata ruang kota yang dihadapi kota-kota sungai kita, yaitu: pertama Pembangunan arsitektur kota sungai cenderung kurang memperhatikan konteks lingkungan air; kedua Kepadatan ruang pusat kota khususnya cenderung mengganggu DAS (daerah aliran sungai); ketiga Ancaman kebanjiran, karena drainase kota cenderung tidak tersistem baik dan adanya pengaruh peningkatan muka air sungai akibat curah hujan tinggi yang tidak terserap lagi oleh hutan di hulu sungai maupun adanya peningkatan pasang muka laut (rob). Permasalahan itu timbul karena kecenderungan kota-kota sungai Negara kita kurang spesifik menggali prospek lingkungan dan arsitektur lokal tepi airnya. Dalam semangat Otonomi Daerah era sekarang, kebijakan tata ruang pembangunan kota sungai umumnya mengikuti trend membentuk arsitektur kota universal, akibat kebijakan peraturan terpusat (superimposed). Fenomena serupa terjadi pula di Kalimantan. Kota-kota sungai Kalimantan banyak dikenal sebagai kota air, karena memiliki sungai besar sebagai struktur ruang kotanya yang kebanyakan berawa-rawa serta mendapat pengaruh pasang surut sungainya. Selanjutnya pembangunan kota-kota sungai ini sangat memerlukan evaluasi serta acuan pembangunan tata ruang berbasis kontekstual ekosistem lingkungan air. Untuk pengembangan pembangunan kota berbasis teknologi dan kearifan lokal serta mengatasi permasalahan tersebut di atas, maka diperlukan masukan naskah akademik hasil dari penelitian kota sungai; berupa perumusan model konseptual kota sungai yang dapat memaparkan suatu ide khas tata ruang arsitekturnya. Tujuan penelitian ini melakukan studi intensitas dan integritas perkembangan bentuk struktur tata ruang arsitektur kota-kota sungai akibat pengaruh transformasi Lingkungan; guna mengurangi upaya adaptasi yang berlebihan, yang berdampak makin menghilangkan eksistensi lingkungan binaan tepi air. Manfaat penelitian ini sebagai landasan pedoman penyusunan (umum dan teknis) bagi penyelenggaraan pembangunan tata ruang di kawasan tepi airnya. Penelitian ini bagian dari road map 3 tahun penelitian kota-kota air di Indonesia, dengan fokus kota-kota sungai yang menjadi ibu kota ke lima Propinsi di Kalimantan, yaitu (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan). Fokus penelitian tahun 2017 ini, pada kota Banjarmasin ibukota Kalimantan Selatan disertai penyusunan Komperasi Model Konseptual Arsitektur Kota-Kota Sungai Kalimantan. Lokasi penelitian ini dipilih pada kawasan sentra kekuasaan dan kegiatan kota yang berpengaruh signifikan pada akumulasi perkembangan tata ruang kota, seperti: struktur dan pola ruang kota pada tepian sungai yang mempengaruhi kelangsungan lingkungan sungai maupun kehidupan air masyarakatnya. Metoda penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan tissue, pendekatan arsitektur dan ekologi dengan metoda konstruktivis-interpretatif untuk mengkaji arsitektur kota dan perkembangan transformasi tata ruang kota. Variable penelitian ini mencakup aspek figure-ground: linkage dan, place yang mempertahankan eksistensi kota sungai. Diharapkan hasil penelitian komperasi ke lima kota sungai ibu kota Propinsi Kalimantan ini, dapat menjadi substansi penyusunan Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan. Hasil penelitian ini berguna bagi pengembangan wawasan keilmuan arsitektur kota sungai di Indonesia, serta khususnya sebagai naskah akademik bagi penyusunan program pengembangan pembangunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah; Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan kota sungai Banjarmasin maupun kota sungai lainnya di Kalimantan.

Kata kunci: Arsitektur Kota, Kota Sungai, ibukota Propinsi di Kalimantan Selatan

viii

BAB 1: PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi bentang alam menentukan letak dan kondisi tata ruang suatu kota, serta pembentukan arsitektur kotanya. Tata ruang arsitektur kota sungai umumnya terbentuk dari relasi dengan konteks sungainya, yang menjadi struktur lingkungan perkotaannya. Sungai1 merupakan salah satu elemen alami yang sejak awal peradapan manusia telah dimanfaatkan sebagai ruang akses dan tempat aktivitas kehidupan. Sejak awal embrio kota, sungai telah menjadi wadah adaptasi masyarakat membentuk nilai- nilai sosial budaya kehidupan khas lokal, yang mengalami perubahan dari pengaruh dinamika perkembangan kota hingga era sekarang. Sebagai bagian sistem transportasi2 kota, sungai memiiliki peran sangat penting dalam ekonomi dan dan kehidupan sosial manusia. Sebuah kota bukanlah lingkungan binaan yang dibangun dalam waktu singkat, tetapi mengalami pembentukan dalam rentang waktu yang panjang, secara fisik spasial mengalami transformasi serta tidak terlepas pula dari akumulasi setiap tahapan proses perkembangannya3. Formasi transformasi ini dapat digambarkan dalam kajian morfologi arsitektur kota, yang mengakumulasikan dinamika pembentukan tata ruang kota dalam periodisasi perkembangannya. Kota- kota di Indonesia dikenali tumbuh dan berkembang sebagai produk dalam proses pengaruh sejarah kotanya. Kostof4. membedakan kota berdasarkan bentuk geometrinya menjadi kota terencana (Planned) dan kota tidak terencana (Unplanned). Apakah sebagai produk dalam proses pengaruh sejarah kotanya tersebut, kota-kota Indonesia cenderung tidak memiliki struktur yang jelas? Hal ini pula menjadi fokus penelitian kota-kota air Indonesia, yang berjumlah cukup dominan (±214 dari 497 kota. Fenomena tata ruang kota-kota sungai di Indonesia ini, termasuk kota sungai di Kalimantan kebanyakan secara fisik- spasial berada pada daerah rendah, berawa-rawa dan mendapat pengaruh pasang surut (pasut). Gejala umum dinamika perkembangan kota-kota sungai di Indonesia pada era Reformasi ini, dinilai mengalami percepatan pembangunan, akibat dipengaruhi oleh kebijakan Otonomi Daerah (Ot-Da). Patut mengkuatirkan akibat dampak percepatan pembangunan tersebut; yang tidak selalu sinergi dengan konteks lingkungan maupun kehidupan budaya lokal sungainya. Arsitektur kota-kota sungai di negara kita diduga menghadapi 3 (tiga) permasalahan tata ruang kota, yaitu: Pertama, pembangunan arsitektur kota cenderung kurang memperhatikan basis air dan konteks sungai; Kedua, kepadatan ruang kota, khususnya di pusat kota, telah mengganggu DAS sungai; Ketiga, ancaman kebanjiran, karena drainase kota tidak tersistem baik dan peningkatan pasang muka laut (rob) telah mempengaruhi muka air sungai. Kebijakan tata ruang pembangunan kota di Indonesia, cenderung mengembangkan arsitektur kota basis darat yang pembangunannya mengikuti trend universal. Kota sungai acapkali kurang menggali prospek lokal arsitektur tepi air, dari konteks lingkungannya. Berbagai kebijakan pembangunan berbasis darat;

1 Breen(1994), 2 Edward (1991) 3 Alvares (2002) 4 Kostof,1991:43 1 serta kecenderungan pembangunan menjauhkan kehidupan kota dari kultural lokal seperti peraturan terpusat, superimposed; termarjinalnya ruang air kota telah menjadikan lingkungan kota padat, serta tidak ekosistem. Kecenderungan pembangunan demikian ini memperlihatkan adanya kelemahan faktor-faktor manajemen keruangan kota; yang selanjutnya untuk mengatasi permasalahannya diperlukannya penelitian pembangunan kota sungai sebagai informasi acuan penataan pembangunan tata ruangnya yang sesuai prospek lokal arsitektur tepi air dan konteks lingkungannya. Intervensi pembangunan kota telah diisukan menjadi peristiwa dan produk yang tidak terintegrasi dalam arsitektur kota, sehingga menciptakan pertumbuhan fisik kawasan mulai tidak terkendali. Kekuatiran dan dugaan tersebut terhadap perkembangan kota-kota air di Indonesia ini menjadi substansi penelitian berlanjut. Tujuan penelitian ini untuk melakukan studi pengaruh transformasi lingkungan, guna mengetahui intensitas dan integritas perkembangan bentuk tata ruang kota sungai. Roadmap penelitian berlanjut ini dialokasikan dalam 3 (tiga) tahun, dengan fokus meneliti ke lima kota sungai yang menjadi ibu kota Propinsi di Kalimantan, yaitu Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah, ota Pontianak-Kalimantan Barat, Kota Tanjung Selor-Kalimantan Utara, Kota Samarinda-Kalimantan Timur dan Kota Banjarmasin-Kalimantan Selatan.Target penelitian tahun 2017 yang merupakan tahun ketiga penelitian ini, di khususkan pada Kota Banjarmasin dan penyusunan Dummy Buku Komparasi Model Kota-kota sungai Kalimantan (Lima Kota); setelah pelaksanaan tahun pertama (2015) di kota Palangka Raya dan kota Pontianak, pelaksanaan tahun pertama (2016) di kota Tanjung Selor dan kota Samarinda. Secara tata ruang kota Banjarmasin kini telah bertransformasi mengembangkan arsitektur kota darat dan menarik untuk diteliti. Sejarah kota ini sampai sekarang, mencatat perkembangan pesat tata ruang kota maupun kehidupan sosial masyarakatnya. Secara geografis letak kota Banjarmasin embrio simpul kota tumbuh di alur dua sungai besar yaitu sungai Barito dan dibelah oleh alur sungai Martapura, yang telah menjadi komunitas penduduk serta berkembang sebagai simpul kekuasaan. Kota Banjarmasin dikenal sebagai Kota seribu sungai. Karena berada di daerah dataran rendah berawa-rawa, -16 cm dibawah permukaan laut. Sungai sejak awal telah dimanfaatkan menjadi generator, sebagai moda transportasi air yang mengalami perkembangan dan penurunan kondisinya sesuai pertumbuhan pola ruang kota ini. Setiap pengaruh internal dan eksternal yang terjadi dalam rentang waktu panjang, telah terekam dalam pola ruang perkotaan; baik yang muncul secara terkendali dan harmoni atau tidak terkendali dan terlepas dari konteks sungainya. Sejumlah faktor berasal dari kebijakan ekonomi, politik, sosial-budaya telah mempengaruhinya. Morfologi arsitektur kota sungai Banjarmasin merupakan akumulasi pembentukan pada era yang berbeda, yang embrionya sudah tumbuh dari sejak era Pra Kolonial, Kolonial dan Pasca Kolonial. Lokasi penelitian ini dipilih pada kawasan kegiatan kota yang menjadi sentra kekuasaan dan menimbulkan dampak pengaruh signifikan pada akumulasi perkembangan tata ruang, seperti: struktur dan pola ruang kota pada lingkungan sungai di kota maupun kehidupan air masyarakatnya. Lingkup penelitian ini mengkaji arsitektur kota dan perkembangan transformasi tata ruang kota dengan metoda interpretatif rasionalistik-kualitatif, melalui pendekatan tissue dengan analisis diakronik-sinkronik, pendekatan arsitektur dan pendekatan ekologi. Variable penelitian ini mencakup

2 aspek figure-ground (bentuk struktur kota dan urban solid void, pertumbuhan dan susunan kota), linkage (sistem pergerakan kawasan), place (nilai-nilai sosio-budaya terhadap tatanan ruang arsitektur hijau yang mempertahankan eksistensi kota air). Pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi gejala tersebut diatas perlu diantisipasi dan apa pengaruhnya terhadap terjadinya perubahan pola ruang perkotaan dan bentuk arsitektur? Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan wawasan keilmuan arsitektur kota sungai di Indonesia, serta bermanfaat langsung sebagai naskah akademik bagi penyusunan program pengembangan pembangunan Rencana Tata Ruang dan Wilayah; Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan kota Banjarmasin serta khususnya Penyusunan Komperasi Model Konsep Kelima Kota Sungai Kalimantan tersebut 1.2. Permasalahan Dari uraian latar belakang diduga transformasi tata ruang lingkungan kota Banjarmasin ini telah menimbulkan kesenjangan pembangunan pada struktur dan pola keruangan kota sungai ini, yang dominan ditandai dari tipe arsitektur kota air (waterbased architecture) menjadi tipe arsitektur kota darat (land based architecture). Pertanyaan penelitian ini berupaya mencari jawaban terhadap kesenjangan pembangunan di atas, seperti: 1. Bagaimana kontekstual tepian sungai pada ibukota-kota Propinsi Kalimantan,dan faktor apa yang mendorong dan memicu kota sungai tersebut mengembangkan kota darat ? 2. Bagaimana intensitas perkembangan kota yang membentuk adaptasi dan resiliensi nilai budaya airnya ? 3. Bagaimana integritas prospek arsitektur kota yang mengungkap model konseptual dan resiliensi tepian air ibu kota-kota Propinsi tersebut, guna masukan untuk manajemen kontrol pembangunan tata ruang kota sungai ? 1.3. Tujuan Khusus Tujuan penelitian ini melakukan studi intensitas dan integritas perkembangan bentuk struktur tata ruang arsitektur kota-kota sungai akibat pengaruh transformasi lingkungan, guna mengurangi adaptasi yang berlebihan, berdampak makin menghilangkan eksistensi lingkungan binaan tepi air, yang bertujuan untuk: 1.Mempelajari dan menggali informasi tentang pembentukan struktur kota Banjarmasin, sesuai perkembangan periode sejarah kota. 2.Mengkaji faktor penyebab transformasi tatanan arsitektur kota Banjarmasin, akibat pengaruh internal dan eksternal dalam periode sejarah kota hingga kondisinya sekarang. 3.Mengkaji permasalahan dan penyebab transformasi tatanan struktur arsitektur kota Banjarmasin sekarang, yang cenderung meninggalkan identitas arsitektur kota air menjadi kota darat.

3

4.Penyusunan Komperasi Model Konseptual Kelima Kota Sungai Kalimantan tersebut, sebagai pertimbangan naskah akademik untuk masukan bagi penyusunan sebuah pedoman landasan (umum dan teknis) untuk informasi pengembangan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) bagi penyelenggaraan pembangunan kota dan tatanan arsitektur di kawasan tepi air pada kota sungai ini. 1.4. Urgensi (Keutamaan) Penelitian ini diperlukan untuk melakukan studi guna mengetahui intensitas dan integritas perkembangan struktur dan pola ruang kota dalam transformasi lingkungan dan nilai-nilai budaya dari pengaruh yang membentuknya. Sebagai salah satu negara sedang berkembang Indonesia memiliki masalah perkotaan yang sangat kompleks. Penduduk perkotaan terutama pada kota-kota besar berkembang sangat pesat sebagai akibat dari tingginya angka pertumbuhan penduduk dan urbanisasi. Diperhitungkan pada tahun 2050 hampir 70% dari populasi dunia akan bertempat tinggal di kota dibandingkan pada kurun waktu 70-80 tahun belakangan ini yaitu sebesar 20%. Melihat perkembangan angka ini mengisyaratkan terdapat sebuah kebutuhan yang mendesak bagi Indonesia, untuk mengembangkan konsep arsitektur kota untuk menumbuhkan kota- kotanya secara berkelanjutan. Kenyataan Indonesia adalah sebuah negara kepulauan [archipelago] yang mempunyai garis air panjang.baik pantai maupun sungai. Kenyataan ini dalam sejarah perkembangan peradaban telah melahirkan banyak kota pesisir maupun kota-kota tepi sungai di Nusantara. Tercatat Indonesia memiliki 497 kota dan kabupaten di Indonesia, hampir 399 kota di antaranya berlokasi dekat perairan,terdiri dari162 adalah kota pesisir, 214 kota sungai, dan 23 kota danau. Perkembangan arsitektur kota-kota tepi sungai di Indonesia sekarang, khususnya di Kalimantan cenderung memperlihatkan, seperti berikut: (1) Berkurang/hilangnya fungsi tepi air,. Kenyataan ini berimplikasi pada: • Kecenderungan tatanan ruang jalan di tepi sungai menutupi ruang sungai. • Kecenderungan orientasi bangunan tepi sungai mengakibatkan sungai sebagai backyard. ,lebih mengutamakan ke ruang jalan darat ketimbang ke ruang sungai. • Kecenderungan pemanfaatan sungai sebagai saluran pembuangan limbah kota dan MCK. (2).Kebijakan pembangunan kota berbasis darat, dan cenderung kurang terkontrol. Kenyataan ini berimplikasi pada: • Kecenderungan arah pengembangan dan pembukaan lahan kota berorientasi ke darat.

4

• Kecenderungan teknik membangun di kota sungai ‘menimbun lingkungan air menjadi daratan’ dan kurang memperhatikan benchmark level pasang-surut air sungai untuk elevasi pembangunan (di daratan maupun jembatan). • Kecenderungan pembangunan di lingkungan sungai kurang terkontrol. Kerusakan sungai dan lingkungan alam tak terkendali dari hulu hingga hilir. Pembangunan kota selanjutnya memerlukan penataan dalam mengatasi segenap permasalahan yang ada. Diperlukan kajian yang dapat menjelaskan bentuk perkembangan kota yang terjadi dan kelemahan yang dihadapi. 1.5. Sasaran Penelitian (1).Menyimpulkan konsep arsitektur berciri lokal untuk kota tepi sungai Banjarmasin- Kalimantan Selatan. (2).Merekomendasikan hasil temuan penelitian secara umum berupa Komparasi Model Konseptual kota-kota sungai (Palangka Raya, Pontianak, Tanjung Selor, Samarinda dan Banjarmasin di Kalimantan, maupun bagi kota-kota sungai lainnya di Indonesia. dan khususnya bagi acuan pengembangan arsitektur kota tepi sungai Banjarmasin. 1.6. Manfaat Diharapkan hasil kajian penelitian kedua kota tepi sungai diatas, dapat memberi manfaat bagi: (1).Tatar akademik untuk memperkaya ranah keilmuan arsitektur kota tepi air (urban waterfront) spesifik kasus di Indonesia, tentang aspek perkembangan pola jaringan (tissue) arsitektur kota dalam periodisasi sejarahnya (2).Tatar praktek sebagai referensi untuk acuan pengembangan arsitektur kota, penyusunan perencanaan/perancangan fisik-spasial kota yang berciri lokal, ekologis dan berkelanjutan (sustainable city), bagi kebijakan pembangunan kota-kota sungai di Indonesia umumnya guna menghadapi tantangan masa mendatang. 1.7. Batasan Istilah Arsitektur : karya rancang untuk lingkungan binaan manusia, berupa bangunan tempat manusia tinggal, berkegiatan dengan nyaman pada suatu tempat. Arsitektur Kota : karya rancang kolektif untuk tatanan arsitektur pada suatu tempat, yang terhubung satu sama lain oleh jaringan elemen kota, seperti: jalan, sungai, kanal, dll.; memenuhi persyaratan pranata kota. Gementte : pengembangan kota/ revitalisasi kota di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda, setelah era plitik Etis Integritas: : mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan wibawa, kejujuran. Intensitas: : keadaan tingkatan atau ukuran kekuatan/kehebatan/efek, / tinggi dsb Jalan : ruang pergerakan manusia/ kendaraan dipermukaan tanah yang menghubungkan antara dua tempat atau lebih dan jalin terjalin satu sama

5

lainnya. Kanal atau terusan : merupakan saluran air yang dibuat oleh manusia untuk berbagai keperluan. Umumnya kanal bagian dari aliran sungai dengan pelebaran atau pendalaman pada bagian tertentu. Kanal tertua, sekitar 4000 SM, dibuat untuk tujuan irigasi bagi sawah-sawah sekitarnya di Mesopotamia. Perkembangan selanjutnya, kanal difungsikan sebagai bagian dari sistem pengendalian banjir serta berguna untuk jalur transportasi/perdagangan. Disamping itu beberapa fungsi kanal lainnya adalah memperpendek jarak pelayaran bagi transportasi air, berfungsi mempercepat aliran air, mengefektifkan sungai lama sebagai main drain (aliran utama), menurunkan muka air dan jaringan drainase sekitarnya dan penggelontoran secara gravitasi akibat adanya perbedaan ketinggian elevasi antara kedua mulut kanal. Kota Tepi Air : Kota yang terletak atau berbatasan dengan air, dikenal sebagai waterfront city.Tipe kota tepi airdiantaranya kota pesisir, kota sungai, kota danau dsb. Model Konseptual : Model konseptual,yaitu keterangan secara terkonsep berupa pola (ragam, acuan) yang berfungsi memaparkan suatu ide atau konseptual Morfologi Arsitektur : kajian sistematik terhadap bentuk, rencana, struktur dan fungsi terhadap Kota susunan bangunan pada suatu kota. Pola jalan : bentuk linieritas jalan, bisa lurus atau berkelok-kelok Pola perpetakan lahan : adalah bentuk pembagian tanah oleh kesepakatan manusia dari lingkungan alam menjadi lingkungan buatan untuk memenuhi tata guna tanah. Ruang jalan : batas ruang pandangan jalan yang terbentuk dari façade bangunan ke facade bangunan berseberangan dimana jalan tersebut berada. Struktur kota : jjaringan kota yang terbentuk dari elemen primer kota, bisa jalan atau sungai sebagai wadah pergerakan manusia di suatu tempat ketempat lain yang terjalin. Sungai : Aliran air alam dari mata air di hulu yang lebih tinggi ke hilir dataran lebih rendah atau laut. Tatanan : order/susunan peletakan masa bangunan yang membentuk tata ruang dan mengisi perpetakan lahan Tepi Sungai : Batas (edge) fisik, merupakan kawsan pertemuan antara darat dengan permukaan air sungai. Batas fisik ini berinterval dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air sungai. Transformasi : perubahan fisik-spasial pada karya arsitektur maupun arsitektur kota dari waktu ke waktu.

6

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA 2.1. State of The Art “Suatu konteks lingkungan alam sungai dan karakternya sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan identitas sebuah kota sungai yang terpresentasikan melalui arsitektur kotanya”. State of the Art penelitian ini secara sistematik dapat dipahami pada bagan Kerangka Penelitian pada halaman berikut ini.

Transformasi Arsitektur Kota berkaitan erat dengan permasalahan perubahan tata ruang kota dan faktor–faktor pemicu atau penyebab maupun pemacu atau pendorong suatu perubahan itu sendiri di kawasan atau kota. Transformasi terjadi dalam proses rentang waktu yang dalam hal kota terjadi sepanjang periodisasi sejarah kota. Dari penelitian transformasi arsitektur kota dapat di identifikasi bagaimana proses terbentuknya pola-pola tata ruang (physical pattern) berelasi erat dengan bentuk-bentuk pola-pola sosial masyarakat penggunanya (sosial pattern). Fenomena transformasi arsitektur kota merupakan hal yang wajar terjadi, dan ini sebagai tanda hadirnya kehidupan kota dan perkembangan kota. Roger Trancik5, (1986) dalam bukunya Finding Lost Space mengembangkan teori untuk membaca fenomena transformasi kota, melalui

5 Roger Trancik ,1986 7 tiga teori nya, yaitu: 1) Teori Figure-Ground, untuk mengenali posisi dan bentuk masa yang bertransformasi, 2). Teori Lingkage, untuk mengenali akses dan orientasi terhadap tempat dan terjadinya elemen akses antara pemicu dan pemacu, 3) Teori Place, untuk mengenali citra tempat, pola-pola yang terbentuk dan hasil bentukan/ cluster dari suatu proses transformasi arsitektur kota. Ketiga teori ini menunjang proses sintesis penelitian dalam mencari hubungan sebab-akibat (kausal) dan hubungan relasi (firmitas) secara terstruktur, untuk menarik interpretasi untuk menjawab semua pertanyaan penelitian bagi kesimpulan, dan menghimpun temuan penelitian ini. Penelitian Prospek Arsitektur Kota Tepi Air ini; pendekatannya berdasarkan teori-teori Roger Trancik tersebut. Diawali dari melihat gejala perkembangan kota, untuk meng- identifikasikan pola fisik dan pola sosial yang terbentuk pada ketiga elemen kota yaitu: sungai maupun kanal kota, jaringan jalan kota serta arsitektur kota; membaca periodisasi sejarah kota, terhadap unsur-unsur pemacu dan pemicu transformasi elemen kota. Kontribusi transformasi pada ketiga elemen kota ini akan merumuskan permasalahan penelitian ini. Analisis data berbasis pada teori Trancik, untuk mencari faktor penyebab transformasi, memahami sistem struktur kanal kota dan dampak transformasi bagi arsitektur kota sungai. Proses sintesis menarik interpretasi dari hubungan sebab akibat dan hubungan relasinya serta menghimpun temuan penelitian; untuk menarik kesimpulan dan menjawab semua pertanyaan penelitian dan rekomendasi penelitian. 2.2. Studi Pendahuluan Menggali pengertian,pemahaman teoritikal dan interpretasi pemaknaan terhadap aspek-aspek yang diteliti, untuk membangun metodologi penelitian dan kerangka analisis, sintesis dan penyimpulan penelitian ini. 2.2.1. Kajian Kota dan Kota sungai Kota bisa dilihat sebagai sebuah proses dan sebagai sebuah produk. Kota merupakan lingkungan binaan tempat manusia menghuni dan beraktivitas. Kota juga dapat dipandang dari pendekatan arsitektur . Pendekatan arsitektur melihat kota pertama-tama sebagai fenomena fisik- spasial, baru kemudian lingkungan binaan itu ditinjau sebagai wadah kegiatan manusia, dengan berbagai perlengkapan dan peralatan. Sebagai fenomena fisik-spasial, kota merupakan ‘tempat’ berupa tatanan lingkungan binaan, terdiri dari jalinan kumpulan ruang yang terbentuk dari jaringan ruang jalan (transportasi kota) dan bangunan (termasuk bangun-bangunan) yang membentuk struktur kota. Sebagai fenomena wadah kegiatan manusia, kota merupakan kumpulan kehidupan manusia. Kondisi kehidupan penduduk kota bisa disebut sebagai bersifat perkotaan (urban life) yang berbeda dengan (in contrast with) kehidupan perdesaan (rural life).

8

Dalam pengertian ini kota adalah suatu fenomena universal civilized society. Manusia membentuk dan mengendalikan lingkungan binaanya. Tujuan utama manusia dalam mengendalikan lingkungan binaannya adalah merubah suatu lahan menjadi tempat. Menurut Christian Noberg-Schulz, ada tiga langkah utama yang dilakukan manusia untuk membentuk lingkungan binaannya . Melalui ketiga langkah inilah, makna suatu tempat itu tercipta. “Tempat” semacam itulah yang melahirkan jatidiri atau mempunyai ciri tempat, atau tempat yang memiliki “roh”…Pernyataan Christian Noberg-Schulz tersebut memang menunjukan suatu yang ideal sekali. Tapi dalam kenyataan tidak semua ”tempat” dibelahan bumi ini penghuni bisa mengatur lingkungan sekitarnya, sebab di sebagian besar kota-kota di Asia Tenggara pada umumnya di Indonesia khususnya yang pernah mengalami masa penjajahan oleh bangsa Eropa (abad ke-16 sampai pertengahan abad ke-20), mewujudkan lingkungannya pada masa penjajahan yang sesuai dengan pemahamannya, merupakan sesuatu yang mustahil. Harus diakui bahwa sebagian produk bentuk dan struktur kota-kota di Indonesia yang ada sekarang banyak dipengaruhi oleh proses akibat kebijakan dan politik pemerintah sekarang dan penguasa sebelumnya, baik pemerintah kolonial Belanda maupun era kerajaan berkuasa disana seperti diketahui dalam sejarah dan peradaban kota tersebut. Jadi ujud kota sekarang merupakan produk sejarah yang merupakan superimposisi lapisan jaman dan mencerminkan berbagai kekuatan sepanjang proses pembentukannya. Masing-masing era sejarah telah menghadirkan pertumbuhan produk elemen kota yang menjalin dalam bentukan tatanan arsitektur ruang kota, sebagai bagian dari proses perkembangan peradaban kehidupan masyarakatnya dalam memilih tempat dan kemampuan menyikapi konteks lingkungan fisik- spasial kotanya. Khusus bagi kota sungai kehadiran konsentrasi permukiman masyarakat kota membentang sesuai potensi pada kedua sisi aliran sungai dari hulu hingga hilirnya. Kehadiran konsentrasi pemukiman kota disana baik yang tertata (planned) dan atau ’kampung’ kota (organik) merupakan bagian dari pengaruh kebijakan penguasa dalam pertumbuhan kota tersebut, disamping merupakan kemampuan pilihan lokasi dari masyarakat lokal dalam menyikapi konteks pasang – surut air sungai dan kondisi fisik-spasial lingkungan binaan. Kehadiran konsentrasi pemukiman menggambarkan relasi dan potensi sungai dalam mendukung kehidupan masyarakat (Daily Life Cycle maupun Life Cycle) berbasis budaya air / ciri lokal (local wisdom) dari sebuah pusat komunitas hingga bertumbuhnya pusat kota sungai, baik sebagai kota pelabuhan/ bandar, kota perdagangan/ transit, kota pemerintahan/ pertahanan penguasa dsb. Lintasan pergerakan kehidupan masyarakat kota dari sungai - ke tepi sungai, dari tepi sungai ke pusat kota membentuk pola-pola kota yang merupakan jalinan fisik – spasial tatanan arsitektur kota.

9

Tatanan arsitektur kota dapat dikenali perannya dari posisi, orientasi dan hadirnya elemen-elemen pengikat sebagai fasilitas umum dan sosial kota (seperti: bangunan peribadahan, pasar, dsb.) yang menandai tempat dalam berbagai tingkatan skala dari skala lingkungan – kawasan - wilayah maupun skala kota. Kota-kota (Marcantile city)6 tumbuh secara spontan di muara sungai sebagai simpul jaringan transportasi. Hal ini mendorong terjadinya bentuk organic settlement pada suatu kota, dimana akibat terjadinya interaksi supply dan demand dari suatu lokasi strategis. Sebagai kota tepi sungai, perkembangan dan pertumbuhan pola ruang kota ditinjau dari evolusi morfologi yang membentuk ekspresi pola keruangan kota dalam setiap tahapan perkembangannya. Sehingga faktor perubahan pola ruangnya menjadi landasan sebagai model bentuk kota yang tepat dimasa mendatang. 2.2.2 Kajian Arsitektur dan Arsitektur kota Arsitektur kota merupakan perwujudan ruang-ruang dan bentuk-bentuk kolektif. Untuk menciptakan paduan di antara keragaman kuncinya adalah bagaimana mengkaitkan (linkages) satu kegiatan dengan kegiatan lain, satu bagian kota dengan bagian kota lainnya, antara satu perubahan dengan perubahan lainnya, satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, atau antara satu yang belum/tidak berubah dengan perubahan yang akan dilakukan berikutnya. Di situ diperlukan pemahaman akan adanya kaitan terbuka (open linkages). Kota dipandang sebagai pola peristiwa- peristiwa7. Apa yang dikembangkan Aldo Rossi bertolak dari perbendaharaan sejarah komunitas Eropa yang relatif kecil-kecil dan homogen yang memiliki kontinyuitas historis. Peter Eisenman menulis untuk Rossi bahwa yang dimaksud dengan artefak adalah gabungan antara tapak (site), peristiwa (event), dan tanda-tanda (sign); pendekatannya bukan dari segi fungsional saja sebab, katanya, sejarah membuktikan bahwa fungsi bagian kota dapat berubah sesuai kelembagaan kotanya (urban institutions) tanpa mengubah arsitektur kotanya. Kota memiliki kelanggengan (permanence) melalui monumen-monumen yang telah dibangun, dan catatan kesejarahan menjadi bagian penting bagi Rossi. Ingatan itulah yang membuat kota tetap hidup, akrab dan komunikatif sekalipun fungsi-fungsi bagian-bagiannya berubah. Fumihiko Maki (1964), sementara itu, mengusulkan kerangka telaah dari sudut komposisi, megastruktur dan sekuensial. Telaah tersebut masih bertolak dari ruang dan bentuk (morfologis). Sikapnya untuk menyatakan segala sesuatunya melalui peristilahan yang teraga (fisik) ini dengan sengaja diambilnya agar dapat dicapai paras operasional sebagai seorang arsitek dan mengingat masa tersebut adalah masa jayanya "master builders". 2.2.3 Kajian Morfologi Kota

6 Soetomo (2005) 7 Fumihiko Maki dan Aldo Rossi 10

Kata morfologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Morphos, yang berarti bentuk atau form dalam bahasa inggeris. Morfologi8 adalah ilmu tentang bentuk atau the science of form, juga berarti sebagai studies of the shape, form, external structure or arrangement, especially as an object of study or classification.Morfologi9 juga menyoroti eksistensi keruangan kekotaan pada bentuk- bentuk wujud dari pada ciri-ciri atau karakteristik kota. Dalam konteks skala kota (urban morphology)10, merupakan kajian sistematik terhadap bentuk, rencana, struktur dan fungsi terhadap susunan bangunan pada suatu kota. 2.2.4 Kajian Sejarah Kota Arsitektur kota sebagai ‘historical reason’ yang merupakan memori melatar belakangi peristiwa peradaban kehidupan masyarakatnya menyikapi konteks tempat/ lingkungannya. (Rossi,1984). Maka benang merah sejarah peradaban manusia menciptakan karya arsitekturnya dan mengadaptasi konteks suatu tempat (topologi), dapat diungkap dari menganalisis morfologi tempat tersebut. Dalam morfologi tempat dapat dikenali lapisan-lapisan sejarah sebagai fragmen-fragmen proses perkembangan artikulasi-inhabitasi manusia pada suatu tempat; meliputi perubahan maupun transformasi, lingkungan arsitekturnya baik pada skala bangunan, skala kawasan, skala wilayah hingga skala kota. Konteks dimensi waktu dalam periodisasi sejarah perkembangan kawasan kota. Pembentukan lingkungan arsitektur berlangsung dalam konteks dimensi waktu, sepanjang periodesasi sejarah perkembangan dinamika kota. Yang perlu diperhatikan sepanjang perjalanan dimensi waktu, kebudayaan sebagai sebuah sistem tidak pernah berhenti; tetapi mengalami perkembangan dan perubahan (change), di samping ada pula yang tetap bertahan (continue). Gejala inilah yang disebut sebagai fenomena transformasi. 2.2.5 Kajian Transformasi dalam Fenomena Perkembangan Dimensi Waktu Dalam dinamika perkembangan kota, cepat atau lambat berpengaruh pada perubahan dan transformasi lingkungan. Dalam perubahan dan transformasi lingkungan terjadi fenomena bertahan (permanence / continue) dan berubah (change). Permanence terjadi pada unsur-unsur lingkungan yang dipertahankan sebagaimana tipe aslinya atas pertimbangan berbagai nilai-nilai dan memori sejarah bagi masyarakatnya. Sedangkan change mengalami penggantian sebagian atau keseluruhan tipe unsur-unsur lingkungan dalam proses perubahan dan transformasi lingkungannya. Proses transformasi fisik dan perubahan ini terjadi, akibat adanya hubungan antar masyarakat atau kontak dalam berbagai kegiatan.dengan pihak pendatang. Perkembangan ini membawa pengaruh pada representasi bentuk kota sebagai produk arsitektur. Bentuk kota

8 Oxford, 1970, 9 Herbert(1973) dalam sabari (2005) 10 Clark(1985) dalam Madanipour (1996;53) 11 yang ada pada era sekarang merupakan wujud produk kebudayaan masyarakatnya pada era lalu, dan menjadi dasar pertimbangan bagi era mendatang. Bentuk kota mengalami proses transformasi, dari hasil intervensi superimposisi, dalam lapisan jaman dan mencerminkan adanya berbagai kekuatan / kekuasaan, pergeseran kebutuhan penggunaan ruang dan tata ruang di lingkungan; sepanjang sejarah proses pembentukannya. Menurut Antoniades, 1992, transformasi dalam arsitektur dapat dibagi kedalam 3 strategi yaitu: tradisional (umumnya konvensional), peminjaman (borrowing) dan dekonstruksi (deconstruction). Strategi tradisional adalah pendekatan transformasi melalui kaidah-kaidah bentuk yang berlaku secara prinsip makna konvensional. Strategi peminjaman (borrowing) adalah pendekatan transformasi melalui peminjaman secara formal suatu bentuk yang berasal dari lukisan. patung, obyek atau artefak lain. Melaluinya juga mempelajari dua atau tiga deminsional sebagai upaya interpretasi untuk mengetahui aplikasi dan kemungkinannya. Transformasi ini merupakan suatu pemindahan citra (pictorial transferring) dan juga dapat berupa metafora citra (pictorial metaphor). Strategi dekonstruksi adalah pendekatan transformasi melalui suatu proses dimana seorang perancang mengambil sebuah bentuk secara keseluruhan dan dipilah atau dipecah-pecah menjadi bagian kecil yang masih memiliki makna. (Antoniades, 1992). Hal ini bertujuan untuk memungkinkan lahirnya suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dan penciptaan bentuk-bentuk tatanan baru dapat dilakukan melalui pendekonstruksian bentuk-bentuk lama yang ada atau mungkin sudah dianggap baku. Karenanya diperlukan alasan yang rasional (logis), melalui analisis kritis yang mampu menjelaskan keselarasan antara form, function, meaning, construction, context, spirit.

12

Diagram 2. Bagan Alir Teoritikal

Dalam konteks transformasi, praktiknya kaitan antara form, function, meaning dapat berupa: 1. Bentuk tetap – makna tetap – fungsi tetap 2. Bentuk tetap – makna berubah – fungsi berubah; 3. Bentuk berubah – makna tetap – fungsi tetap; 4. Bentuk berubah – makna berubah – fungsi tetap: 5. dan kombinasinya. Karenanya konsep arsitektur form follow function perlu dipahami lebih kritis, fungsi tidak hanya dipahami dalam kaitannya dengan guna, efisiensi atau wadah aktifitas semata, namun dispersinya dapat menjadi lebih luas. Pemahaman ‘fungsi’ tersebut harus menjadi ‘kritis’, tidak dalam pemahaman ‘guna’, tetapi pemahaman dalam ‘konteks’, ‘motivasi’ atau dalam pengertian ‘spirit’ atau tujuan–maksud -‘intention’. Pemahaman intention lebih merujuk pada permasalahan untuk menjawab ‘apa’ yang dituntut ‘bangunan’ atau ‘tujuan apa yang akan dicapai’. 2.3. Penelitian Terdahulu Arsitektur Kota Penelitian Prospek arsitektur kota Tepi Air di Kalimantan, belum secara khusus menjadi objek penelitian sebelumnya. Hal ini menjadi keorginalan dan daya tarik khusus untuk meneliti kasus kota ini. Penelitian arsitektur kota sebelumnya seperti pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 Penelitian Terdahulu yang terkait Sumber (Karyadi 2014)

13

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Bagan Alir Konsep Penelitian Dan Metodologi Penelitian ini menggunakan metoda interpretatif rasionalistik-kualitatif, dalam mengkaji Prospek arsitektur kota Tepi Air di Kalimantan (Historical Reading), dengan pendekatan Tipo-Morfologi periodisasi sejarah kota (Physical Recording) dan pendekatan Arsitektur dan Budaya bermukim (Cultural Environment Reading), sebagai diuraikan dalam Diagram 2 Bagan alir teoritikal pada Bab 2

14

MODEL KONSEPTUAL

RESILENSI Kota Tepi Air

Diagram 3. Konsep Penelitian Konsep penelitian mempelajari kebijakan pembangunan kota tepi air di Kalimantan, khususnya pada ibukota masing-masing provinsi dalam proses identifikasi kontekstual kota tepi air; yang meliputi kontes fisikal,konteks fungsional dan konteks kulturalnya serta proses pemahaman terhadap adaptasi yang terbangun dalam tata ruang arsitektur kota tepi air, yang terwujud sebagai adaptasi struktural, adaptasi fungsional dan adaptasi perilaku masyarakatnya. Selanjutnya interpretasi Prospek arsitektur kota tepi air dapat dirumuskan untuk strategi pembangunan kota tepi air yang meliputi 3 (tiga) prospek yaitu: prospek landuse, prospek tata ruang,dan prospek identitas

3.2. Metode Analisis

Analisis penelitian dilakukan melalui metode analisis sinkronik-diakronik dan analisis tissue kota pada periode pra kolonial, kolonial dan pasca kolonial. Variable penelitian ini mencakup morfologi arsitektur kota sungai dari aspek figure-ground (bentuk struktur kota dan urban solid void, pertumbuhan dan susunan kota), linkage (sistem pergerakan kawasan), place (nilai-nilai sosio-budaya terhadap tatanan ruang arsitektur). Metode analisis dilakukan sesuai dua pendekatan penelitian yaitu: (1).Pendekatan tipo-morfologi arsitektur kota (2).Pendekatan arsitektur dan budaya bermukim di sungai. Untuk pendekatan (1) dilakukan melalui kajian metode analisis sinkronik-diakronik. Tiga analisis yang dilakukan pada kajian Tipo – Morfologi adalah :

15

1.Mengkaji pendalaman periodisasi sejarah kota (historical reading), meliputi: kronologis perkembangan kekuasaan politik, perkembangan ekonomi, akulturasi sosial-budaya, kebijakan dan peraturan pembangunan yang mempengaruhi kota dalam periodisasi sejarah kota.pada periodisasi sejarah kota dari era pra kolonial – era kolonial hingga era pasca kolonial. 2.Mengkaji tipo-morfologi terhadap data elemen kota (representative data) dalam periodisasi sejarah (tissue reading) dari pemda kota /dinas terkait dan survai lapangan, terhadap rekaman pemetaan tatanan arsitektur kota tepi sungai hingga ke bagian kota yang melingkupinya, meliputi: peta bentuk formasi dan batas kota terhadap sungai, peta kontekstualitas elemen primer kota, tatanan struktur kota, sirkulasi, bentuk pola kota, peta transformasi kota dan relasi fisik-spasial (structure of space and space use) pada kawasan tepi sungai per era periode sejarah. Hasil pendekatan ini untuk menjelaskan makna relasi dan integrasi antara struktur entitas kota-pola ruang kota yang membentuknya.

3.Mengkaji data survai lapangan terhadap objek pemukiman (physical reading) dan merekam kualitas lingkungan binaan tepi sungai pada area penelitian,meliputi: identifikasi tipe elemen fisik-spasial di tepi sungai(build form, space-use, building ), Identifikasi tipologi arsitektur pemukiman kota/ tradisional tepi sungai (traditional settlement, modern centre, spontaneous settlement, dispersed hamlets). Untuk pendekatan (2) dilakukan melalui kajian metode analisis interpretasi ulang arsitektur lokal pada tepi sungai untuk mengkaji bentukan 16 tipologi sebagai ciri khas lokal yang hadir dari proses-produk berbasis pemahaman masyarakat dalam mengalami kontekstual tempat, menghuni dalam rentang waktu hingga mentradisi. Interpretasi terhadap bentuk tipe, konfigurasi ruang arsitektur-ekologis, patokan jarak antara bangunan air untuk menjelaskan esensi makna ‘relasi’ dari tradisi budaya lokal bermukim di tepi sungai, yang menyikapi keberlangsungan ruang ekosistem (ecology sustainability). Analisis dilakukan untuk mengkaji pendataan, dokumentasi terhadap bangunan lokal di tepi sungai (local architecture waterfront) dan wawancara terhadap warga daerah tepi sungai sebagai sample untuk mengenali budaya bermukim. Mencari kandungan esensi dari tipe diperoleh dengan mereduksi tipe menjadi “bentuk yang paling mendasar” seperti sistimatika bentuk arsitektural yang dikemukan oleh Argan (1960) dari orginal plan- simplied form-generic forms-genetic forms. Esensi bentuk dasar dari

Diagaram 5 Transformasi Kota Sungai berdasarkan Periodisasi Sejarah tipe, objek penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut tanpa mengabaikan atau terlepas dari tradisi dan pengalaman yang ditarik. Kajian sintesa antar data yang diperoleh pada lokasi penelitian diperbandingkan, untuk melakukan identifikasi persamaan dan perbedaan guna menarik kesimpulan penelitian dalam interpretasi konteks dan merumuskan konsep arsitektur kota tepi sungai Banjarmasin yang bersifat lokal dan umum di Kalimantan guna perumusan rekomendasi acuan arah pengembangan arsitektur kota tepi sungai yang berciri lokal, ekologis dan berkelanjutan.

17

3.3. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data penelitian dilakukan melalui : 1. Observasi, kelokasi-lokasi kasus studi, untuk mengadakan: - pengamatan dan pengambilan dokumentasi terhadap objek survey,( peta-peta morfologi kota, peta peruntukan tata ruang tepi sungai, peraturan kota, foto-foto lokasi, dll.) - pengambilan data melalui, melalui internet, perpustakaan dan museum daerah (copy peta, gambar,foto kota, sungai , permukiman tepi sungai, bangunan tradisional /rumah air,dll) 2. Survey, meneliti terhadap terhadap objek survey, ke masing-masing kota-kota kasus studi, untuk mengadakan: pengambilan data, pemukiman tepi sungai, melalui pemda, dinas terkait. (foto lokasi, data peta-peta, peraturan/ kebijakan kota) 3. Kuisoner, kepada, dinas terkait, tokoh/penduduk pemukiman tepi air,mengumpulkan informasi sejarah, pembangunan dan budaya bermukim melengkapi data dari literatur. 3.4. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dipilih pada kawasan sentra kekuasaan dan kegiatan kota yang menimbulkan pengaruh signifikan pada akumulasi perkembangan fisik-spasial, seperti: struktur dan pola ruang kota pada awal waktu pembentukan pusat kota; yang berdampak pada kelangsungan peran dan lingkungan sungai di sana maupun kehidupan air masyarakatnya.

Gambar 2 U PETA STRUKTUR KOTA Banjarmasin Kalimantan Selatan (BAPPEDA Kota Banjarmasin (Karyadi,Google Earth,2015))

18

3.5. Tahapan Penelitian Penelitian ini secara garis besar dibagi dalam lima tahapan, yaitu: Tahap Pertama dalam penelitian ini adalah melakukan kajian-kajian pustaka yang dapat memperkuat bangun konsep mengenai permasalahan yang ada. Tahap ini untuk membangun pemahaman yang lebih mendasar terhadap permasalahan penelitian. Kajian pustaka berupa literatur sejarah, data pertumbuhan kota (politik, ekonomi, sosial, budaya), peta-peta morfologi kota dan gambar- gambar fisik-spasial, naskah-naskah serta dokumen yang berkaitan. Pengumpulan data-data ini dilakukan pada pemda kota setempat, museum sejarah dan budaya setempat, dan pada perpustakaan, mendalami: (1).Metodologi Penelitian, (2).Teori yang berkaitan dengan struktur entitas kota dan karakteristik pola keruangan kota tepi sungai pada umumnya. Tahap Kedua adalah penelitian lapangan terhadap yang mengenali arsitektur kota sungai (waterfront city) setempat. Pengamatan terhadap struktur dan pola ruang kota pada tepi sungai. Tahap ini juga mendalami tentang fenomena transformasi arsitektur kota sungai pada kasus studi yang terpilih Tahap penelitian lapangan dilengkapi dengan membuat dokumentasi foto-foto dan uraian penjelas terhadap sample kasus studi pada tiap tepian kota sungai yang dipilih. Tahap ketiga melakukan tiga studi yaitu: (1)pendalaman periodisasi sejarah kota (historical reading) (2) Melakukan pendataan terhadap elemen kota representative data dalam periodisasi sejarah (tissue reading), melalui wawancara kepada pemda kota/ dinas terkait dan survai lapangan, (3).Melakukan survai lapangan terhadap objek pemukiman (physical reading) dan merekam kualitas lingkungan binaan tepi sungai pada area penelitian.(4) melakukan pendataan, dokumentasi terhadap bangunan lokal ditepi sungai (local architecture waterfront) dan wawancara terhadap warga daerah tepi sungai sebagai sample untuk mengenali budaya 19 bermukim. Tahap keempat melakukan Evaluasi dan Analisis terhadap data dokumen hasil observasi lapangan, terdiri dari: analisis arsitektur lokal dan budaya bermukim dan analisis tipo- morfologi transformasi arsitektur kota dalam periodisasi sejarahnya. Sintesa ditarik dari hasil analisa komperatif antar hasil pada masing-masing kota kasus studi, menjadi kesimpulan penelitian. Tahap lima menemukan esensi konsep arsitektur kota tepi sungai di Kalimantan, sebagai acuan pengembangan arsitektur kota tepi sungai umumnya. melalui disajikan melalui prinsip interpretasi konteks. 3.6 Luaran 1.Temuan Baru: Model konseptual arsitektur kota tepi sungai Kalimantan yang dianggap penting sebagai pertimbangan dalam pola perencanaan penataan ruang kota dan kontrol manajemen pembangunan keruangan bagi kota-kota sungai di Kalimantan khususnya dan Indonesia umumnya. 2. Materi Ajar : untuk referensi topik skripsi mahasiswa S1 khususnya yang membahas kota-kota sungai. 3. Publikasi berupa:  Karya tulis dalam seminar nasional terakreditasi (yang ada) dan jurnal Internasional;  Makalah dan prosiding dalam seminar nasional /internasional; dan  Buku referensi untuk memperkaya keilmuan arsitektur kota tepi air (Urban Waterfront) No Jenis Luaran Indikator Capaian TS1) TS+1 TS+2 1 Gerakan sosial, lembaga sosial Internasional kemasyaarakatan, kebijakan, naskah akademik, dan Nasional sebagainya2) 2 Kelompok atau komunitas Internasional binaan3) Nasional Lokal 3 Internasional sudah sudah dilaksanakan dilaksanakan Publikasi ilmiah4) Nasional Terakreditasi proses sudah pembentukan dilaksanakan 4 Pemakalah dalam temu Internasional reviewed, accepted, ilmiah3) Nasional 5 Invited Speaker dalam temu Internasional Nasional terdaftar sudah ilmiah4) dilaksanakan 6 Visiting Lecturer5) Internasional 7 Paten Paten sederhana Hak Kekayaan Intelektual Hak Cipta (HKI)6) Merek dagang

Rahasia dagang Desain Produk Industri 8 proses Dummy buku Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/ Rekayasa Sosial7) pembentukan

9 Buku Ajar (ISBN)8) Kal Sel KalTeng/KalBar Kaltim/Kaltara

10 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)9) 3 5 6

1) TS = Tahun sekarang (tahun pertama penelitian) 20

2) Isi dengan tidak ada, proses pembentukan, atau sudah dilaksanakan 3) Isi dengan tidak ada, proses pembentukan, atau sudah dilaksanakan 4) Isi dengan tidak ada, draf, submitted, reviewed, accepted, atau published 5) Isi dengan tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan 6) Isi dengan tidak ada, draf, terdaftar, atau Granted 7) Isi dengan tidak ada, draf, produk, atau penerapan 8) Isi dengan tidak ada, draf, proses editing, atau sudah terbit 9) Isi dengan skala 1-9 dengan mengacu pada Bab 2 Tabel 2.7

3.7. Indikator Capaian Capaian kegiatan penelitian dimonitor dengan terwujutnya indikator sebagai berikut: 1.Selesainya dummy buku dalam penelitian ini 2.Tersusunnya laporan penelitian arsitektur kota ini. 3.Terpublikasinya hasil penelitian melalui seminar,prosiding dan penulisan karya tulis di jurnal nasional terakreditasi/ Jurnal internasional.

3.8.Ketersediaan Sarana Dan Prasarana Penelitian I. Sarana Penelitian 1. Penelitian ini didukung oleh Laboratorium ARKODEKO) Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan 2. Penelitian ini didukung fasilitas, sejumlah peralatan yang dapat dimanfaatkan langsung oleh peneliti seperti: No Peralatan Jumla Lokasi Kegunaan Kemampuan h 1 Notebook 1 peneliti Penyusunan konsep, dokumentasi, laporan Memadai 2 Computer 1 peneliti memidai Memadai 3 Printer deskjet 1 peneliti Print dokumen memadai 4 Camera digital 1 peneliti Dokumentasi lapangan memadai 5 LCD projector 1 Jur.Arsitektur presentasi memadai

II. Prasarana penelitian Penelitian ini didukung oleh beberapa fasilitas kerja untuk dosen di lingkungan Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan seperti: No. Sarana Pendukung Lokasi Status 1 Ruang kerja Jurusan Arsitektur Fasilitas pinjam 2 Perpustakaan Perpustakaan Unpar Fasilitas pinjam 3 Korespondensi Lembaga Penelitian Unpar Fasilitas pinjam 4 Internet BITEK INFO Unpar Fasilitas pinjam

21

BAB IV: Jadwal PELAKSANAAN

1. Jangka Waktu Penelitian Penelitian bidang arsitektur kota ini merupaan penelitian berkelanjutan untuk 3 tahun dari mulai tahun 2015 sampai dengan tahun 2017. Berdasarkan Roadmap Penelitian Berkelanjutan maka tahun 2017 (Gambar 3), ditujukan untuk mengkaji data Kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan. Penelitian tahap pertama pada tahun 2015 ditujukan untuk mengkaji 2 kota sungai yaitu: kota Palangka Raya di Kalimantan Tengah dan Kota Pontianak di Kalimantan Barat; serta penelitian tahap kedua pada tahun 2016 ditujukan untuk mengkaji 2 kota sungai yaitu: kota Samarinda di Kalimantan Timur dan Kota Tanjung Selor di Kalimantan Utara.

KOTA PALANGKA RAYA Penelitian: PROSPEK Tahun Pertama 2015 ARSITEKTUR KOTA KOTA PONTIANAK TEPI AIR DI KALIMANTAN KOTA TANJUNG SELOR Kasus: Tahun Kedua 2016 Kalimantan Tengah KOTA SAMARINDA Kalimantan Barat Kalimantan Utara Kajian data KOTA BANJARMASIN/ Tahun Ketiga Kalimantan Timur Penyusunan Model Konseptual Kalimantan Selatan 2017 Arsitektur Kota Tepi Sungai Kalimantan

Gambar 3 TARGET PENELITIAN BERKELANJUTAN DALAM 3 TAHUN Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap (Tabel1 Lihat lampiran 5 halaman xxiii) untuk melakukan lima tahapan kegiatan penelitian yaitu: tahap pertama, mempelajari dan kajian pustaka pematangan konsep penelitian, tahap kedua dan tahap ketiga, berupa survey lapangan dan observasi tentang transformasi., struktur dan ruang arsitektur kota, tahap ke empat berupa analisa data dan sinkronisasi, tahap lima; penyimpulan penelitian rangkuman temuan dan rekomendasi. Tahap akhir termasuk penyusunan laporan penelitian, penulisan karya tulis untuk jurnal, dummy buku komparasi dan seminar/prosiding/ poster, serta materi ajar kota sungai (lihat pada Table 1 Luaran Lampiran 5 halaman xxiii - xxiv).

2 Bar Chart Penelitian Tahun 2017 Tabel 1 .BAR CHART PENELITIAN Tahun penelitian 2017 Kegiatan penelitian J F M A M J J A S O N D TAHAP PERTAMA TAHAP KEDUA TAHAP KETIGA TAHAP KE EMPAT TAHAP KELIMA Sumber: Karyadi, 2016

22

Penelitian ini dilakukan dalam lima tahap (Tabel1) kegiatan penelitian yaitu: tahap pertama, mempelajari dan kajian pustaka pematangan konsep penelitian, tahap kedua dan tahap ketiga, berupa rangkuman hasil survey lapangan dan observasi tentang transformasi, struktur dan ruang arsitektur kota, tahap ke empat berupa analisa data dan sinkronisasi, tahap lima; penyimpulan penelitian rangkuman temuan dan rekomendasi. Tahap akhir termasuk penyusunan laporan penelitian, penulisan karya tulis untuk jurnal dan seminar/prosiding.

3.Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas

No Nama/NIDN Instansi Bidang Alokasi Uraian Tugas . Asal Ilmu Waktu (jam/Minggu) 1 Dr. Ir.Y.Karyadi Prodi Arsitek 10 bulan Ketua Tim Pengusul/ Kusliansjah,MT.,IAI/ Arsitektur turKota /pertahun Peneliti Utama 0420125401 FT.UNPAR 4 Jam •Memimpin tim penelitian perminggu •Mengatur manajemen kerja • Bertanggung jawab atas hasil dan kualitas kerja •Menetapkan arah,lingkup dan subtansi penelitian  Studi literature,  Studi lapangan  Penyusunan laporan  penelitian  penyusunan Komparasi Model Kota Sungai.  pembuatan dummy Buku model Kota Sungai 2 Dr.Ir. Yasmin Prodi Perenca 10 bulan Anggota Tim Pengusul/ Suriansyah,MSP, Arsitektur naan /pertahun Peneliti 1 FT.UNPAR 4 jam IAI Kota/  Studi literature, Green perminggu  Studi lapangan 0409075701  Penyusunan laporan Architec ture penelitian ,  •Makalah publikasi ilmiah pengurusan HKI

23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Pengumpulan Data dan Materi isi buku ( 5 kota Sungai Kalimantan)

5.1.1. Adaptasi Kota Sungai Hasil Penelitian 2015

1. Kota Palangka Raya Ibu Kota Propinsi Kalimantan Tengah dengan Sungai Kahayan

1) Ruang Akses pada Kawasan Sungai Kahayan (Accessibility) Kota Palangka Raya merupakan kota di belah utama oleh sungai Kahayan yang berpola meander (berkelok-kelok) dan cabang anak sungainya berpola dendritic (mendaun). Sungai dengan pola meander yang berada pada kelerengan landai di tanah lunak berpasir kwarsa (kurang memiliki daya perekat bila dicampur semen) dan gambut, acapkali lintasnya melebar yang menggeser dan menimbulkan erosi atau terkikis bantaran tepian sungai, hingga banyak lekukan sungai yang akhirnya saling tempel, yang menimbulkan bersatunya genangan air antar kelokan menjadi danau-danau sektoral yang membentuk pulau-pulau kecil di tengahnya. Ditinjau dari setting-nya embrio pusat Kota Palangka Raya dirancang oleh Bung Karno berada di sisi barat daya dari tikungan Sungai Kahayan, dan berdekatan dengan kampung Pahandut11,yang merupakan kampung asli Dayak. Menurut kebudayaan Dayak sungai adalah kehidupan (Riwut,1979; Elbar,1984; Bale,1994; Usop,1996 dalam Wijanarka,2006). Antara embrio kota Palangka Raya dengan Kampung Pahandut dihubungkan dengan jalan yang berbentuk mengikuti pola kountur tanah. Pola kountur tanah tersebut pada musim penghujan

11 Pahandut menurut Demang Kampung Pahandut (Penyang), berasal dari kata Bapa Handut, yang artinya ayah Handut. Bapak Handut adalah salah satu penduduk yang membuka hutan belantara untuk dijadikan tempat tinggal sementara yang kini bernama Kampung Pahandut. Oleh Bapa Handut daerah ini, ditandai dengan Pohon Asam yang ditanamnya dan kini letaknya sekitar Dermaga Rambang. Disebelah barat daya dari pohon asam tersebut terdapat danau (Danau Seha) 24 menjadi batas bertemunya antara air dan darat. Ide rancang kota ini mengacu arah sumbu timur laut berupa lintasan sungai Kahayan, dan arah sumbu barat daya berakhir di kota Jakarta; diduga di istana Negara (Wijanarka,2006). Kedua sumbu tersebut menentukan pola geometrik kota Palangka Raya di samping pola organik oleh pola meander sungai Kahayan. Pola geometrik berkembang menjadi pola akses jalan darat dan konsep perletakan tata bangunan. mengikuti poros sumbu timur laut dan poros sumbu barat daya. Kota Palangka Raya berbentuk radial dengan memiliki poros jari-jari kota yang mengorganisasikan ruang pusat kota yaitu bundaran besar dan sejumlah organisasi-organisasi linier yaitu jalur jalan Yos Sudarso, Jalan Tjilik Riwut dan Jalan Imam Bonjol. Kota berkembang mengikuti poros jari-jari tersebut. Dalam perkembangannya diantara poros jari-jari tersebut terdapat jalan yang menghubungkan antar tiga jalur jari-jari tersebut. Jalan penghubung tersebut dalam perkembangannya membentuk pola grid, sehingga ditinjau secara keseluruhan bentuk kota Palangka Raya menyerupai jaring laba-laba. Kota Palangka Raya mempunyai 3 (tiga) jalur aksesibilitas kota,yaitu pertama, Aksesibilitas melalui sungai Kahayan dan anak sungainya; kedua Akesibilitas melalui jalan darat yang menghubungkannya dengan kawasan luar kota; ketiga Akesibilitas melalui jalur penerbangan domestik (udara) berpangkalan pada bandara kota (airport),yaitu Bandara Tjilik Riwut. Akses sungai menghubungkan dari pusat kota ke pedalaman kota, juga hingga lintas antar kota di luar kota. Akses sungai mendarat di dermaga pusat kota (formal) pada sungai Kahayan yang berupa plataran kayu atau beton dan berlanjut ke daratan dengan elemen titinan ke jalan darat pusat kota. Penduduk perkampungan tepi sungai Kahayan maupun sungai Sebangau, masing-masing mempunyai dermaga sungai yang dikelola secara komunitas. Dermaga berupa konstruksi kayu yang mengapung dan dilengkapi konstruksi-dock leveler dari kayu untuk menyesuaikan ketinggian dengan air pasang-surut. Konstruksi ini dihubungkan dengan titian kayu konstruksi panggung ke jalan darat. Dermaga menjadi tempat parkir kapal speedboat maupun perahu. Akses darat menjalin hubungan antar jaringan jalan keseluruh kecamatan kota, seperti Kecamatan Sebangau, Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan Bukit Batu, Kecamatan Ramkupit; hingga ke luar kota seperti ke kota Banjarmasin di Kalimantan Selatan; ke Buntok / Bukit Rawit, ke kota Sampit melintas sejumlah kabupaten Pulang pisau, Kabupaten Gunung Mas dan Kabupaten Katingan. Terdapat satu jembatan Kahayan yang melintasi atas sungai Kahayan menghubungkan Jalan Piere Tendean di pusat kota Palangka Raya menuju Buntok ke Bukit Rawit. Akses Udara berupa sejumlah reute penerbangan pesawat keberbagai tujuan ke dan berasal dari kota-kota dalam negeri. Terdapat Bandara Tjilik Riwut yang berfungsi sebagai gerbang kota, terletak dekat pusat kota di kelurahan Pahandut.

25

2). Zonasi Ruang Fungsional Kawasan Sungai Kahayan (Amenity) Zonasi ruang fungsional (Amenity) kawasan sungai Kahayan, berada dari pusat kota membentang barat daya kota melalui sejumlah 20 kawasan administrasi kelurahan kota. Ruang fungsional terdiri dari zona pelabuhan, zona pasar, zona pemerintahan dan zona hunian tepian sungai. - Zona Pelabuhan, pada tepian sungai Kahayan terdapat dermaga formal dipusat kota dan dermaga-dermaga komunitas untuk kampung air tepi sungai. - Zona Pasar, pada tepian sungai Kahayan merupakan pasar Pahandut - Zona Pemerintahan berada di daratan pusat kota yang menghadap dan memiliki dermaga ke sungai Kahayan, berupa kantor Gubernur Propinsi Kalimantan Tengah dengan sejumlah komplek perkantoran pemerintahan propinsi Kalimantan Tengah; dan - Zona Hunian Tepian Sungai berupa zona kampung air di Kelurahan Pahandut yang tadinya sebagai hunian asli etnis dayak yang berkembang menjadi hunian multi etnis. Berlokasi di tepian sungai Kahayan dan di dekat pasar Pahandut yang berkembang ke tepian jalan darat. Disamping itu terdapat sejumlah perkampungan liar yang tumbuh pada lokasi tepian sungai yang merupakan dataran rendah menjadi kawasan sungai pasang surut (kasupasut) sungai Kahayan yang seharusnya merupakan Ruang terbuka Hijau (RTH) kota. 3). Fisikal -Spasial Kawasan Sungai Kahayan (Appearance) Appearance tatanan fisik-spasial kawasan sungai Kahayan berupa tatanan pada kasupasut Kahayan, berupa tipologi bangunan yang menjadi ciri khas arsitektur kota Palangka Raya. Terdapat empat tipologi bangunan yaitu; pertama tipologi bangunan apung yang mengapung di permukaan sungai; kedua, tipologi bangunan panggung air dengan akses dermaga dan titian kayu ke jalan darat; ketiga, tipologi bangunan panggung darat dengan halaman berrelasi ke jalan darat; keempat,tipologi bangunan darat yang di bangun menapak muka tanah daratan. pertama tipologi bangunan apung yang mengapung di permukaan sungai; berupa bangunan rumah di huni atau di pergunakan sebagai bangunan fasilitas keramba ikan sungai dilengkapi titian atau dermaga ke daratan. Konstruksi apung menggunakan pelataran apung; yang dahulu dari batang kayu besar, sekarang karena batang kayu sulit dan mahal di gunakan rakit bambu dilengkapi pelampung dari drum atau container bekas. Di atas plataran apung di dirikan konstruksi bangunan kayu beratap pelana dari material daun atau sirap, sekarang ditemukan banyak menggunakan atap metal dari seng atau zink alume kedua, tipologi bangunan panggung air dengan akses dermaga dan titian kayu ke jalan darat. Tipe bangunan ini kebanyakan terdapat berupa bangunan konstruksi kayu dengan konstrusi panggung berupa rangka batang kayu yang berdiri di atas lahan kasupasut dan terendam air

26 pasang sungai. Tipe bangunan panggung air mengambil ketinggian piel lantai permukaan darat bebas banjir, akibatnya memiliki ruang kolong rumah yang cukup tinggi dan bersifat ruang tidak termanfaatkan (non-man land). Konstruksi rangka batang kayu ini memikul pelataran lantai bangunan yang terdiri dari satu deck lantai atau bertingkat. Di atas deck lantai dibangun rumah sederhana satu atau dua lantai dari konstruksi rangka kayu beratap sirap atau seng metal. ketiga, tipologi bangunan panggung darat dengan halaman berelasi ke jalan darat. Tipe bangunan ini merupakan arsitektur khas bangunan tradisional Dayak berupa ‘rumah beting’, yaitu rumah panggung berdiri di darat; dengan lantai utama kegiatan berada di lantai dua dan lantai bawah berupa kolong rumah dimanfaatkan untuk fungsi penunjangan. Tatanan bangunan rumah beting secara fisik spasial berupa tipe arsitektur bangunan rumah panjang dayak dengan konstruksi rangka dan papan kayu. Mempunyai atap berbentuk pelana dengan konstrusi atap rangka kayu dan penutup atap sirap atau seng metal. Bangunan rumah bentang memiliki tangga dari halaman kolong rumah ke lantai dua. Sisi panjang bangunan berorientasi menghadap ke ruang jalan; keempat,tipologi bangunan darat yang di bangun menapak muka tanah daratan. Tipe bangunan ini merupakan arsitektur bangunan modern yang di gagas berupa bangunan konstruksi beton. Ditemukan dalam beragam tipe bangunan satu lantai maupun bertingkat, sebagai fungsi bangnan perkantoran atau pertokoan dan rumah tinggal di darat. Tipe bangunan ini memiliki halaman keliling bangunan yang berakses ke jalan kota. 4). Citra Ruang Kawasan Sungai Kahayan (Ambience)

Ambience ruang kawasan sungai Kahayan merupakan kasupasut yaitu bantaran sepanjang tepian sungai berupa area daratan luas mempunyai pola kountur tanah yang rendah dan pada musim penghujan menjadi batas bertemunya antara air dan darat, yang tergenang air bila pasang sungai naik pada musim penghujan. Struktur tanah yang lunak, dan berpasir kwara ini mudah berubah dan tergerus erosi sungai. Ruang Kasupasut menjadi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota sebagai zona hutan kota penyangga sungai. Citra ruang kawasan sungai Kahayan belum terkelola baik dalam perkembangan kota Palangka Raya. Ambience ruang kawasan sungai Kahayan memberi citra kota ‘forest waterside city’ berkonteks hutan kota. Citra tata ruang ini perlu menjadi ciri kota Palangka Raya yang dirancang Bung Karno sebagai kota modern berorientasi sungai dan alam hutan Kalimantan. Kenyataan sekarang kawasan hijau kota masih banyak yang dihuni oleh permukiman marginal kota. Banyak kasupasut Kahayan diserbu oleh perkampungan marginal kota yang menjadi slum di pusat kota Palangka Raya. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah kota dalam pembangunan dan penataan ruang kota Palangka Raya. 27

5). Adaptasi Pada Kawasan Sungai Kahayan (Adaptation)

Adaptasi pada kawasan sungai Kahayan sudah berlangsung sejak berabad-abad yang lampau sebelum kota Palangka Raya di gagas oleh Bung Karno. Sudah ditemukan adaptasi berupa perkampungan Pahandut sekitar tahun 1894. berupa Kampung Pahandut yang dihubungkan dengan bentuk jalan mengikuti pola kountur tanah. Ide rancang kota ini mengacu arah sumbu timur laut berupa lintasan sungai Kahayan. dan arah sumbu barat daya berakhir di kota Jakarta; diduga di istana Negara (Wijanarka,2006). Kedua sumbu tersebut menentukan pola geometrik kota Palangka Raya di samping pola organik oleh pola meander sungai Kahayan. Pola geometrik berkembang menjadi pola akses jalan darat dan konsep perletakan tata bangunan. mengikuti poros sumbu timur laut dan poros sumbu barat daya. Kota Palangka Raya berbentuk radial dengan memiliki poros jari-jari kota yang mengorganisasikan ruang pusat kota yaitu bundaran besar dan sejumlah organisasi-organisasi linier yaitu jalur jalan Yos Sudarso, Jalan Tjilik Riwut dan Jalan Imam Bonjol. Kota berkembang mengikuti poros jari-jari tersebut. Dalam perkembangannya diantara poros jari-jari tersebut terdapat jalan yang menghubungkan antar tiga jalur jari-jari tersebut. Jalan penghubung tersebut dalam perkembangannya membentuk pola grid, sehingga ditinjau secara keseluruhan bentuk kota Palangka Raya menyerupai jaring laba-laba.

2. Kota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat dengan Sungai Kapuas

1). Ruang Akses pada Kawasan Sungai Kapuas dan Sungai Landak (Accessibility) Secara fisik-spasial kota Pontianak merupakan kota yang di belah oleh tiga pola aliran sungai yaitu sungai Kapuas Kecil dan sungai Landak yang bergabung menjadi sungai Kapuas Besar menuju muara. Ketiga sungai lebar ini membangun pola akses transportasi air kota dari pusat

28 kota, menuju hulu sungai dan muara ke laut selat Karimata. Konteks kelerengan tanah yang landai di tanah lunak dan gambut, menyebabkan lebar sungai menjadi lebar, dan membentuk delta-delta sungai akibat sedimentasi. Ditinjau dari setting-nya kota yang berkembang dari embrio pusat Kota Pontianak yang didirikan oleh Sultan Syarif Abdurrahman berada di pusat cagak sungai Kapuas Besar, sungai Kapuas Kecil dan sungai Landak yang membelah tiga kota padai sisi Barat Laut dan sisi Tenggara hingga sisi Timur kota. Sungai telah menjadi tulang punggung akses transportasi air kota, Aliran sungai berpola organik ini telah menentukan pembentukan ruang-ruang akses tradisional ke darat, yang menjadi pola-pola geometrik kota Pontianak, yang didominasi berpola tegak lurus aliran air dan orientasi ke masing-masing sungai kota. Pola-pola geometrik Kota Pontianak membentuk jalinan jaringan akses kota yang terhampar pada tiga bagian daratan kota.Terdapat poros-poros akses kota yang teletak menelusuri tepian sungai Kapuas besar dan menyeberang menghubungkan bagian daratan lain melalui dua jembatan pada sungai Kapuas Kecil dan sungai Landak. Perkembangan hubungan kota membangun cabang poros kota lain yang berasal dari poros tepi sungai ini membentuk cabang- cabang poros kota ke sisi tenggara-barat daya hingga sisi barat kota menuju pinggir dan keluar kota. Kota Pontianak mempunyai 3 (tiga) jalur aksesibilitas kota,yaitu pertama, Aksesibilitas melalui sungai Kapuas Besar dan Sungai Kapuas Kecil dan sungai Landak sebagai anak sungainya; kedua Akesibilitas melalui jalan darat yang menghubungkannya dengan kawasan luar kota; ketiga Akesibilitas melalui jalur penerbangan domestik (udara) berpangkalan pada bandara kota (airport),yaitu Bandara Supadio. Akses sungai menghubungkan pusat kota Puntianak ke pedalaman kota, juga hingga lintas antar kota di luar kota. Akses sungai mendarat di dermaga pusat kota (formal) pada kasupasut Kapuas Besar, maupun pada kasupasut Kapuas Kecil dan kasupasut Landak. Dermaga untuk akses di bangun berupa plataran kayu atau beton dan berlanjut ke daratan dengan elemen titinan ke jalan darat pusat kota. Terdapat sejumlah penduduk perkampungan tepi sungai Kapuas Besar maupun sungai Kapuas Kecil dan sungai Landak, masing-masing mempunyai dermaga sungai yang dikelola secara komunitas. Dermaga berupa konstruksi kayu yang mengapung dan dilengkapi konstruksi-dock leveler dari kayu untuk menyesuaikan ketinggian dengan air pasang-surut. Konstruksi ini dihubungkan dengan titian kayu konstruksi panggung ke jalan darat. Dermaga menjadi tempat parkir kapal speedboat maupun perahu. Akses darat menjalin hubungan antar jaringan jalan keseluruh kecamatan kota, seperti Kecamatan Pontianak Kota,Kecamatan Pontianak Barat, Kecamatan Pontianak Selatan,Kecamatan Pontianak Timur, Kecamatan Pontianak Utara; hingga ke luar kota seperti ke sungai Rengas, ke Sungai Kakap, ke Punggur, ke Sei Raya, ke Sei Ambawang, ke Sei Kuala Mandor, Ke Jalan Sepakat dan ke Kubu Padi. Terdapat dua jembatan Kapuas yang melintasi atas

29 sungai Kapuas menghubungkan Jalan Veteran-Jalan Pahlawan ke Jalan Perintis Kemerdekaan di Kecamatan Pontianak Timur dan Jembatan Landak menuju Jalan Gusti Situt Mahmud dan Jalan 28 Oktober di Kelurahan Siantan Tengah.Akses Udara berupa sejumlah reute penerbangan pesawat keberbagai tujuan ke dan berasal dari kota-kota dalam negeri. Terdapat Bandara Supadio yang berfungsi sebagai gerbang kota, terletak dekat pusat kota di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubur Raya. 2). Zonasi Ruang Fungsional Kawasan Sungai Kapuas dan Sungai Landak n (Amenity) Zonasi ruang fungsional (Amenity) kawasan sungai Kapuas Besar, sungai Kapuas kecil dan sungai Landak, berada dari pusat kota membentang membagi kota menjadi tiga bagian melalui sejumlah 25 kawasan administrasi kelurahan kota. Ruang fungsional terdiri dari zona pelabuhan, zona pasar, zona pemerintahan dan zona hunian tepian sungai. - Zona Pelabuhan, pada tepian sungai Kapuas Besar terdapat dermaga pelabuhan Dwikora sebagai dermaga formal di pusat kota dan pelabuhan peti kemas dan dermaga ferry yang menyeberangkan penduduk dari Pontianak kota ke Pontianak Utara,serta Pangkalan TNI AL. - Zona Pasar, Pusat perdagangan kota terdapat pada kecamatan kota yang dipadati oleh tatanan pertokoan serta terdapat sejumlah pasar pada tepian sungai Kapuas,seperti Pasar Kapuas Indah, Pasar Tengah Khatulistiwa, Pasar Puring. - Zona Pemerintahan era kesultanan Pontianak berpusat pada Karaton Kadarsah yang berada di daratan pusat kota kampong Arab, dikenal sebagai Kampung Betang pada Kelurahan dalam Bugis. Kecamatan Pontianak Timur; dan - Zona Hunian Tepian Sungai Kapuas kecil dan sungai Landak berupa zona kampung air di Kelurahan Kampung Betang yang tadinya sebagai hunian asli etnis dayak yang berkembang menjadi hunian multi etnis. Berlokasi di tepian cagak sungai Kapuas Besar, sungai Kapuas kecil dan sungai Landak. - Disamping itu pada kasupasut Kapuas besar di Kecamatan Pontianak Utara terdapat Tugu Khatulistiwa yang terkenal di dunia yang menandai garis nol khatulistiwa. 3). Fisikal -Spasial Kawasan Sungai Kapuas dan Sungai Landak (Appearance) Appearance tatanan fisik-spasial kawasan sungai Kapuas berupa tatanan pada kasupasut Kapuas, berupa tipologi bangunan yang menjadi ciri khas arsitektur kota Pontianak. Terdapat tiga tipologi bangunan yaitu; pertama tipologi bangunan panggung air dengan akses dermaga dan titian kayu ke jalan darat; kedua, tipologi bangunan panggung darat dengan halaman berelasi ke jalan darat; ketiga,tipologi bangunan darat yang di bangun menapak muka tanah daratan.pertama tipologi bangunan panggung air dengan akses dermaga dan titian kayu ke jalan darat. Tipe bangunan ini kebanyakan terdapat berupa bangunan konstruksi kayu dengan

30 konstrusi panggung berupa rangka batang kayu yang berdiri di atas lahan kasupasut dan terendam air pasang sungai. Tipe bangunan panggung air mengambil ketinggian piel lantai permukaan darat bebas banjir. Konstruksi rangka batang kayu ini memikul pelataran lantai bangunan yang terdiri dari satu deck lantai atau bertingkat. Di atas deck lantai dibangun rumah sederhana satu atau dua lantai dari konstruksi rangka kayu beratap sirap. kedua, tipologi bangunan panggung darat dengan halaman berelasi ke jalan darat. Tipe bangunan ini merupakan arsitektur khas bangunan tradisional Melayu; ketiga,tipologi bangunan darat yang di bangun menapak muka tanah daratan. Tipe bangunan ini merupakan arsitektur bangunan modern yang di gagas berupa bangunan konstruksi beton. Ditemukan dalam beragam tipe bangunan satu lantai maupun bertingkat, sebagai fungsi bangnan perkantoran atau pertokoan dan rumah tinggal di darat. Tipe bangunan ini memiliki halaman keliling bangunan yang berakses ke jalan kota 4). Citra Ruang Kawasan Sungai Kapuas dan Sungai Landak (Ambience) Ambience ruang kawasan sungai Kapuas Besar, sungai Kapuas kecil dan sungai Landak merupakan kasupasut yaitu bantaran sepanjang tepian sungai berupa area daratan luas mempunyai pola kountur tanah yang rendah dan pada musim penghujan menjadi batas bertemunya antara air dan darat, yang tergenang air bila pasang sungai naik pada musim penghujan. Struktur tanah yang lunak, dan rendah serta mudah tergerus erosi sungai. Citra ruang kawasan sungai Kapuas belum terkelola baik dalam perkembangan kota Pontianak. Ambience ruang kawasan sungai Kapuas memberi citra kota ‘bandar bahari berkonteks sungai. Citra tata ruang ini perlu menjadi ciri kota Pontianak yang dirancang Sultan Syarif Abdurrahman sebagai kota modern berorientasi sungai dan alam hutan Kalimantan. Kenyataan sekarang kawasan hijau kota masih banyak yang dihuni oleh permukiman marginal kota.Banyak kasupasut Kapuas diserbu oleh perkampungan marginal kota yang menjadi slum di pusat kota Pontianak. Hal ini perlu mendapat perhatian khusus bagi pemerintah kota dalam pembangunan dan penataan ruang kota Pontianak. 5). Adaptasi Pada Kawasan Sungai Kapuas dan Sungai Landak (Adaptation) Adaptasi pada kawasan sungai Kapuas sudah berlangsung sejak kota Pontianak di gagas oleh Sultan Syarif Abullrahman. Sudah ditemukan adaptasi berupa perkampungan berupa Kampung beting dengan sistem cluster dan titian kayu dan kolong air sungai. yang merupakan kampong air dekat kraton dan masjid raya kota. dihubungkan dengan bentuk akses kanal dan titian kayau/gertak diatas air sunagi/kanal. Kota Pontianak terbangun dominan oleh pola organic yang merupakan pola-pola akses tradisional berbasis air dan pola-pola geometrik. Kedua sumbu tersebut menentukan pola geometrik kota Pontianak di samping pola organik oleh pola meander sungai Kapuas. Kedua sumbu tersebut menentukan pola geometrik kota Pontianak di samping

31 pola organik oleh pola meander sungai Kapuas..Pola geometrik berkembang menjadi pola akses jalan darat dan konsep perletakan tata bangunan. mengikuti poros sumbu timur laut dan poros sumbu barat daya. Struktur kota Pontianak berbentuk kota cagak sungai,yang yang terpisah menjadi 3 daratan. mengorganisasikan ruang-ruang akses tradisional

5.1.2. Adaptasi Kota Sungai Hasil Penelitian 2016

1. Kota Tanjung Selor Ibu Kota Propinsi Kalimantan Utara dengan Sungai Kayan

Dari pembahasan tata ruang arsitektur kawasan tepi air kota sungai Tanjung Selor di atas maka dapat disimpulkan prospek tata ruang kasupasut Kayan memiliki unsur 5A yang membangun konsep kota sungainya sebagai berikut: 1).Konsep Accessibility: ditemukan dari muara Selat Sulawesi yang bertaut dengan lintasan sungai Kayan yang mengelilingi kota Tanjung Selor hingga melintasi kota-kota pedalaman yang terkait. Peran angkutan sungai sangat vital mendukung transportasi lintas kota hulu-hilir; angkutan hasil hutan, dan hasil tambang ke lintas perdagangan laut lintas propinsi hingga perdagangan internasioanal; maupun akses dari sungai dan atau ke daratan pulau-pulau di Kalimantan Utara . 2). Konsep Amenity: ditemukan pada kasupasut Kayan berupa simpul-simpul persinggahan dari lintasan akses sungai ke akses darat maupun kebalikannya. Konsep amenity telah mewujutan simpul akses sebagai Gerbang Kota. Pembentukan sebaran konsep amenity berpusat pada simpul pelabuhan sungai dan,dermaga kota di pusat kota, menjadi kawasan ruang terbuka kota; ruang publik kota; ruang terbuka hijau; taman kota, dan konservasi hutan kota; dan sumber air baku kota;

32

3). Konsep Appearance: ditemukan pada arsitektur tradisional budaya sungai Kayan, berupa tipologi rumah apung; tipologi arsitektur bangunan panggung air; tipologi arsitektur bangunan panggung darat; tipologi arsitektur bangunan darat. Konsep appearance ini menjadi icon kota Tanjung Selor waterfront city, berupa elemen dermaga dan siring sungai kota, elemen tautan jembatan kota, elemen titian. 4). Konsep Ambience: ditemukan yang membangun pencitraan kota Tanjung Selor waterfront city, yang memiliki kehidupan budaya mukim sungai dan budaya mukim kehidupan darat; Ambience kota dipengaruhi fenomena pasang surut sungai yang konstan; dan menentukan kehidupan transportasi sungai kota ke Hulu mauun ke hilir sungai; dan 5). Konsep Adaptation: ditemukan pada pola perilaku kehidupan masyarakat kota khususnya pada tepian sungai; pada pola fungsional kawasan tepian sungai kota, dan pada struktural tatanan fisik spasial kota. Adaptasi perilaku budaya mukim sungai-darat menunjukan adanya relasi kebutuhan ruang kehidupan dan potensi mata pencaharian yang diperoleh dari sungai dan darat berlangsung secara berkesinambungan dalam rentang waktu panjang. Adaptasi fungsional ditunjukan adanya penempatan fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan kota di sepanjang kasupasut Kayan, seperti pelabuhan sungai, yang merupakan simpul persinggahan transportasi sungai, pasar tradisional, terkait sungai-darat; ruang terbuka kota, sebagai ruang sosial kota; Adaptasi struktural, ditemukan pada tatanan fisik spasial kasupasut Kayan berupa tatanan arsitektur bangunan apung, tatanan arsitektur bangunan panggung air; Tatanan arsitektur bangunan panggung darat; Tatanan arsitektur bangunan darat.

2. Kota Samarinda Ibu Kota Propinsi Kalimantan Timur dengan Sungai Mahakam

33

Dari pembahasan tata ruang arsitektur kawasan tepi air kota sungai Samarinda di atas maka dapat disimpulkan prospek tata ruang kasupasut Mahakam memiliki unsur 5-A yang membangun konsep kota sungainya sebagai berikut: 1).Konsep Accessibility: ditemukan dari muara Selat Sulawesi yang bertaut dengan lintasan sungai Mahakam yang mengelilingi kota Samarinda hingga melintasi kota-kota pedalaman yang terkait. Peran angkutan sungai sangat vital mendukung transportasi lintas kota hulu-hilir; angkutan hasil hutan, dan hasil tambang ke lintas perdagangan laut lintas propinsi hingga perdagangan internasioanal; maupun akses dari sungai dan atau ke daratan pulau-pulau di Kalimantan Timur . 2). Konsep Amenity: ditemukan pada kasupasut Mahakam berupa simpul-simpul persinggahan dari lintasan akses sungai ke akses darat maupun kebalikannya. Konsep amenity telah mewujutan simpul akses sebagai Gerbang Kota Samarinda Kalimantan Timur. Pembentukan sebaran konsep amenity berpusat pada simpul pelabuhan sungai dan,dermaga kota di pusat kota, menjadi kawasan ruang terbuka kota; ruang publik kota; ruang terbuka hijau; taman kota, dan konservasi hutan kota; dan sumber air baku kota; 3). Konsep Appearance: ditemukan pada arsitektur tradisional budaya sungai Mahakam, berupa tipologi rumah apung; tipologi arsitektur bangunan panggung air; tipologi arsitektur bangunan panggung darat; tipologi arsitektur bangunan darat. Konsep appearance ini menjadi icon kota Samarinda waterfront city, berupa elemen dermaga dan siring sungai kota, elemen tautan jembatan kota, elemen titian pada kasupasut sungai Mahakam; 4). Konsep Ambience: ditemukan yang membangun pencitraan kota Samarinda waterfront city, yang memiliki kehidupan budaya mukim sungai Mahakam dan budaya mukim kehidupan daratnya; Ambience kota dipengaruhi fenomena pasang surut sungai yang konstan; dan menentukan kehidupan transportasi sungai kota ke Hulu maupun ke hilir sungai; dan 5). Konsep Adaptation: ditemukan pada pola perilaku kehidupan masyarakat kota khususnya pada tepian sungai; pada pola fungsional kawasan tepian sungai kota, dan pada struktural tatanan fisik spasial kota. Adaptasi perilaku budaya mukim sungai-darat ditemukan pada kasupasut sungai Mahakam kota sungai Samarinda yang menunjukan adanya relasi kebutuhan ruang kehidupan dan potensi mata pencaharian yang diperoleh dari sungai dan darat berlangsung secara berkesinambungan dalam rentang waktu panjang; Adaptasi fungsional ditunjukan adanya penempatan fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan kota di sepanjang kasupasut Mahakam, seperti pelabuhan sungai, yang merupakan simpul persinggahan transportasi sungai, pasar tradisional, terkait sungai-darat; ruang terbuka kota, sebagai ruang sosial kota; dan Adaptasi struktural, ditemukan pada tatanan fisik spasial kasupasut Mahakam

34

berupa tatanan arsitektur bangunan apung, tatanan arsitektur bangunan panggung air; Tatanan arsitektur bangunan panggung darat; Tatanan arsitektur bangunan darat kota Samarinda.

5.1.3. Adaptasi Kota Sungai Hasil Penelitian 2017

1. Kota Banjarmasin Ibu Kota Propinsi Kalimantan Selatan dengan Sungai Martapura

Dari pembahasan tata ruang arsitektur kawasan tepi air kota sungai Banjarmasin di atas maka dapat disimpulkan prospek tata ruang kasupasut Martapura memiliki unsur 5-A yang membangun konsep kota sungainya sebagai berikut: 1).Konsep Accessibility: ditemukan dari muara pada Sungai Barito yang bertaut dengan lintasan sungai Martapura beserta anak-anak sungainya yang membelah tengah kota Banjarmasin hingga melintasi kota-kota pedalaman yang terkait. Peran angkutan sungai sangat vital mendukung akses transportasi sungai lintas hulu-hilir dari kota atau ke kota-kota tepian sungai di Kalimantan Selatan, maupun sebagai lintasan angkutan hasil hutan, dan hasil tambang ke lintasan perdagangan laut antar propinsi hingga perdagangan internasioanal; 2). Konsep Amenity: ditemukan pada kasupasut Martapura berupa simpul-simpul persinggahan dari lintasan akses sungai ke akses darat maupun kebalikannya. Konsep amenity telah mewujutan simpul akses sebagai Gerbang Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan. Pembentukan sebaran konsep amenity berpusat pada simpul pelabuhan sungai, dermaga kota, pasar, pusat kekuasaan kota, permukiman tepi sungai di pusat kota, menjadi kawasan ruang terbuka kota; ruang publik kota; ruang terbuka hijau; taman kota, dan sumber air baku kota;

35

3). Konsep Appearance: ditemukan pada arsitektur tradisional budaya sungai Martapura, berupa tipologi rumah apung; tipologi arsitektur bangunan panggung air; tipologi arsitektur bangunan panggung darat; tipologi arsitektur bangunan darat. Konsep appearance ini menjadi icon kota Banjarmasin, berupa elemen dermaga dan siring sungai kota, elemen tautan jembatan kota, elemen titian pada kasupasut sungai Martapura; 4). Konsep Ambience: ditemukan yang membangun pencitraan kota Banjarmasin, yang memiliki kehidupan budaya mukim sungai dan budaya mukim kehidupan daratnya; Ambience kota dipengaruhi fenomena pasang surut sungai yang konstan; dan menentukan kehidupan transportasi sungai kota ke hulu maupun ke hilir sungai; dan 5). Konsep Adaptation: ditemukan pada pola perilaku kehidupan masyarakat kota khususnya pada tepian sungai; pada pola fungsional kawasan tepian sungai kota, dan pada struktural tatanan fisik spasial kota. Adaptasi perilaku budaya mukim sungai-darat ditemukan pada kasupasut sungai Martapura, Kuin dan Alalak kota sungai Banjarmasin menunjukan adanya relasi kebutuhan ruang kehidupan dan potensi mata pencaharian yang diperoleh dari sungai dan darat berlangsung secara berkesinambungan dalam rentang waktu panjang; Adaptasi fungsional ditunjukan adanya penempatan fasilitas-fasilitas penunjang kehidupan kota di sepanjang kasupasut Martapura, seperti pelabuhan sungai, yang merupakan simpul persinggahan transportasi sungai, pasar tradisional, pusat kekuasaan kota, permukimana air yang terkait sungai-darat; ruang terbuka kota, sebagai ruang social-ekonomi kota; dan Adaptasi struktural, ditemukan pada tatanan fisik spasial kasupasut Martapura berupa tatanan arsitektur bangunan apung, tatanan arsitektur bangunan panggung air; Tatanan arsitektur bangunan panggung darat; Tatanan arsitektur bangunan darat kota Banjarmasin.

5.2.1. Integritas Resiliensi Kota Sungai Hasil Penelitian 2015

1. Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Palangka Raya Kalimantan Tengah

Prospek Land Use: Kasupasut Kahayan domain berupa tanah lunak, komposisi tanah gambut dan pasir kwarsa: dapat dikembangkan sebagai landuse kota untuk: 1) Hutan rimba gambut /Ruang terbuka hijau (RTH) kota, terhampar luas pada ruang tepi air kasupasut sungai Kahayan, yang berprospek untuk menjadi penunjang RTH dan paru-paru kota berupa konservasi hutan rimba tropis kota beserta fauna dan floranya; 2) Sawah pasang surut di lahan gambut pada kasupasut Kahayan, yang berprospek untuk menjadi lahan pertanian pasang surut dan budi daya ikan air tawar berbasis keramba sungai, serta budidaya rumah burung wallet. 36

3) Ruang publik kota, untuk rekreasi publik dan arena permainan di tepi sungai, yang menambah PAD kota. 4) Gerbang Kota,pada tempat-tempat yang memenuhi syarat kedalaman genangan air dan cekungan batimetri sungai dapat dijadikan sebagai pelabuhan atau dermaga untuk kapal /angkutan transportasi air yang melintas sungai Kahayan dan menghubungkan hulu-hilir maupun lintas kota. Tempat-tempat demikian potensial menjadi gerbang kota tepi sungai. 5) Identitas Kota. Kasupasut sungai Kahayan yang luas dan berpotensi hutan rimba kota berpeluang menjadi museum hutan tropis, bagi masyarakat dan kaum wisatawan yang berkunjung. Untuk ini Pemerintah kota dapat membangun museum yang representative dengan konteks kasupasut dalam prinsip green, berkelanjutan, menjunjung hak public dan kelestarian alam.

Prospek Tata Ruang Kasupasut Kahayan untuk konsep 5A Konsep 5A, meliputi: Konsep Aksesibilitas, Konsep Amenity Kawasan kota, Konsep Appearance Fisik Spatial, Konsep Ambience Kawasan dan Konsep Adaptasi Pada Kasupasut. Kelima konsep ini menjadi tolok ukur penataan ruang kasupasut Kahayan, yang dapat memberi prospek bagi kota mengembangkan kasupasut Kahayan. 1) Accessibility: sungai merupakan jalur akses dari muara di laut Jawa ke tengah kota dan ke pedalaman hulu sungai. Aksesibilitas transportasi tergantung pada pasang naik musim penghujan. Akses dari sungai dan ke darat. 2) Amenity: Pembentukan fungsi-fungsi perimer kota pada sungai Kahayan seperti: Gerbang Kota; Pelabuhan, dermaga kota untuk transportasi sungai; Pasar Pahandut sungai darat; Pusat Pemerintahan; Permukimnan Kampung liar kota; RTH kota; Rekreasi Kota; Penangkaran Orang Hutan; Budidaya ikan; Sarang burung wallet; Tambang emas, Air baku kota; 3) Appearance: berupa Arsitektur bangunan panggung air/darat, panggung darat; bangunan napak tanah; Arsitektur akses: dermaga, titian, jembatan, siring; 4) Ambience: sungai sebagai transportasi air; fasilitas pendukunglingkungan MCK: ruang permukiman; keramba ikan Penangkaran sarang burung wallet; drainage dan buangan limbah; 5) Adaptation: terdiri dari Adaptasi perilaku budaya tradisional sungai; Adaptasi fungsional; Kasupasut sebagai pelabuhan, dermaga; perdagangan sungai lintas kota hulu-hilir, lintas propinsi; pasar sungai darat; pusat kekuasaan pemerintahan dan permukiman liar

37

masyarakat; Adaptasi Struktural berupa Arsitektur panggung air, jembatan, dermaga, titian dan siring; rumah sarang burung wallet; Dengan memperhatikan prospek land use dan Tata ruang pada kasupasut Kahayan maka dapat di usulkan Prospek Identitas Kota Palangka Raya sebagai: “Palangka Raya sebagai Kota Riverfront Hutan Rimba Gambut”

Model Pembangunan Berbasis LandUse Pada Kawasan Sungai Kahayan

Fenomena land use eksisting Pada kawasan tepian sungai Pahandut ini, land use dapat dikategorikan berdasarkan posisinya terhadap air; fungsi bangunan; tutupan ruang; tipe pembangunan; dan ketinggian bangunan. Land use berdasarkan posisinya terhadap air dapat dibagi menjadi 4 jenis, yaitu kawasan deretan lanting, kawasan yang bersisian langsung dengan sungai besar, kawasan yang bersisian dengan anak sungai; serta kawasan yang sudah terlepas dari badan air. Land use berdasarkan fungsi bangunan; mayoritas adalah permukiman, dilengkapi dengan beberapa fasilitas umum. Fasilitas umum yang terbanyak adalah tepat ibadah (masjid) dan beberapa terdapat gereja. Selain itu terdapat pula fasilitas perniagaan skala kecil seperti warung. Fasilitas yang mencirikan bahwa kawasan ini merupakan kawasan tepi air adalah adanya fasilitas terkait dengan transportasi air. Fasilitas masjid tersebar, baik pada kawasan tepi air, maupun pada kawasan yang telah menjadi darat. Pada tahun 1984, hampir semua fasilitas di pesisir sungai Pahandut ini hanya dapat dicapai dari sungai, menggunakan transporatasi sungai seperti jukung dan kapal. Kemudian di darat menggunakan jalan setapak berupa titian kayu ulin, yang sambung menyambung, menghubungkan antara unit-unit hunian dengan berbagai fasilitas dan kegiatan warga. Land use berdasarkan tutupan ruang; dapat dibagi menjadi dua jenis; yaitu ruang terbangun (di atas lahan darat, maupun di atas air); dan ruang terbuka (berupa badan air dan lahan berumput). Ruang terbangun terdiri dari mayoritas berupa perumahan warga, dan jalur-jalur sirkulasi yang menghubungkan antar unit-unit hunian. Jalur sirkulasinya mayoritas berupa titian kayu, walaupun ada pula yang sudah diperkeras dengan beton (terutama yang jauh dari pesisir sungai). Berdasarkan ketinggian bangunan, pada kawasan ini masih sangat didominasi oleh pembangunan horisontal, namun pembangunan hunian berlantai lebih dari satu sudah marak dan tersebar di kawasan ini, terutama pada kawasan yang mendekati pusat kota. Prospek land use di masa depan Berdasarkan fenomena yang ada sekarang, tampak kecenderungan bertahannya fungsi hunian di tepi air; namun disertai semakin berangsurnya perubahan badan air menjadi lahan darat, 38 menyebabkan makin banyak pula hunian yang bertipe darat. Sampai saat ini lahan darat tersebut belum terisi dengan bangunan secara besar-besaran, sehingga hunian bertipe air, yaitu rumah panggung dengan tiang yang tinggi, masih akan akan mendominasi kawasan ini. Hanya saja makin banyak rumah panggung tersebut yang tidak lagi berada di atas air, karena ruang air telah menyusut dan berubah menjadi ruang darat. Ada upaya dari pemerintah kota untuk membatasi pembangunan baru pada wilayah aliran sungai, yaitu dengan regulasi batas sempadan sungai. Disamping itu, secara alami kawasan pesisir ini masih dipengaruhi oleh ritme pasang surut, sehingga cara membangun yang dianut oleh masyarakat lokal masih seperti yang dilakukan secara turun temurun. Hal tersebut menjadikan kawasan pesisir sungai Pahandut ini sebagai kawasan dengan land use permukiman panggung dan lanting, yang tidak dapat diterapkan garis sempadan sungai dengan konsisten seperti yang diatur dalam undang-undang. Skenario utopis. Diperlukan program kegiatan yang dapat mengubah image kawasan, dari kawasan yang tidak elite menjadi kawasan dengan image yang berkarakter unik. Selanjutnya diperlukan perncanaan dan perancangan yang bersifat radikal untuk membenahi seluruh permukiman di tepi air sehingga lebih sehat dan tertata. Menanami seluruh lahan-lahan daratan yang baru dengan tanaman air yang sesuai, sehingga tidak ada pembangunan baru, terutama di dalam batas sempadan sungai. Skenario moderat. Diperlukan perencanaan dan perancangan yang bersifat gradual, berupa kebijakan memberikan fasilitas dan infrastruktur hanya pada kawasan yang boleh dibangun di luar garis sempadan sungai. Disertai dengan kontrol tidak mengijinkan pertambahan pembangunan pada kawasan sempadan sungai. Bersamaan dengan hal itu, penanaman tanaman air dilakukan sepanjang sisi sungai, sehingga lambat laun akan menjadi kawasan hijau di tepi sungai, dengan tetap memberikan akses di beberapa tempat untuk mencapai badan air. Pembangunan secara vertikal diarahkan pada bagian kawasan yang bebas dari batas sempadan sungai, sebagai kompensasi dari pengurangan pembangunan horisontal.

Model Tata Ruang Pembangunan Pada Kawasan Sungai Kahayan Fenomena tata ruang eksisting Tata ruang yang ada sekarang di kawasan ini merupakan hasil pembangunan secara inkremental, sporadik dan spontan sejak jaman dahulu. Membentuk pola ruang labirin, dan linear sejajar terhadap lengkungan sisi sungai dengan sirkulasi yang berada di antara bangunan hunian, sekaligus sebagi penghubung antar unit hunian. Jalur penghubung tersebut mayoritas berupa titian kayu ulin, yang masih bertahan dan dipelihara sampai kini. Di beberapa tempat bahkan

39 dijadikan sebagai aset untuk kegiatan wisata. Keberadaan titian tersebut menyebabkan hubungan warganya dengan perairan tetap terjaga. Jarak antar bangunan pada kawasan ini cukup untuk mendapatkan sinar matahari dan udara, karena belum terlalu padat. Hanya saja bahan bangunan yang digunakan, beberapa mutunya tidak prima. Sampah perkotaan yang terbawa arus sungai ke kawasan ini menyebabkan daratan tercemar dengan serakan sampah tersebut dan mengendap pada kolong tiang hunian panggung. Lambat laun sampah tersebut tertimbun oleh tanah, dan tertutupi dengan rumput dan semak yang tumbuh di kawasan itu. Oleh karena itu ruang antara bangunan lebih banyak berupa lahan daratan berumput. Adapun pada deretan lanting, ruang antaranya tetap berupa badan air. Posisi deretan lanting umumnya berjarak cukup jauh terhadap deretan bangunan darat karena pengaruh tidal-range yang cukup besar. Prospek tata ruang di masa depan Berdasarkan fenomena yang ada sekarang, kawasan ini potensial untuk diarahkan menjadi kawasan yang lebih sehat dan tertata. Asalkan ada kemauan dan komitmen yang kuat dari semua pemangku kepentingan. Infrastruktur dasar untuk bangunan darat telah tersedia. Khusus bagi hunian lanting, fasilitas MCK masih dilakukan di sungai. Hal ini perlu menjadi perhatian serius, untuk menyediakan fasilitas tepat guna yang sehat sehingga tidak lagi mencemari lingkungan. Skenario utopis Membangun fasilitas hunian dalam bentuk apung menggunakan standar kesehatan untuk tingkat higienis yang lebih baik. Merencanakan MCK apung sekaligus sebagai pengolah pupuk. Menggunakan bahan bangunan pengapung yang inovatif dan tahan lama (misal styrofoam), untuk menggantikan dan membatasi penggunaan kayu tebangan. Membangun secara vertikal adalah solusi yang dapat mulai dikembangkan untuk mencegah atau membatasi bertambahnya pembangunan permukiman baru di dalam batas sempadan sungai. Penataan ruang yang terintegrasi antara tata ruang terbangun dan tata ruang terbuka yang menyeluruh; dengan perencanaan infrastruktur dan fasilitas yang lebih menjamin untuk kondisi kesehatan bagi warga maupun bagi lingkungan; tetap merupakan suatu tuntutan yang perlu dilakukan. Sementara peningkatan kondisi permukiman panggung dan lanting yang sudah ada, dapat diarahkan untuk menjadi aset obyek wisata keunikan lokal. Skenario moderat Melengkapi infrastruktur dasar bagi hunian panggung dan lanting, terutama air bersih dan listrik. Penggunaan panel tenaga surya dapat diterapkan, sehingga dapat memberi alternatif pasokan energi yang selain untuk keperluan sehari-hari, juga dapat digunakan untuk keperluan menjalankan industri kreatif rumahan. Diharapkan dapat meningkatkan taraf ekonomi warganya.

40

Potensi dan Kendala Pembangunan Yang Membentuk Identitas Kawasan Sungai Kahayan Fenomena identitas eksisting Pada saat ini, sosok fisik yang menjadi image kawasan adalah sebagai kawasan tepi air berangsur menjadi kawasan daratan dengan kondisi bangunan yang sederhana. Skyline yang terbentuk pada kawasan hunian ini masih sangat horisontal, karena hunian di tepi air kebanyakan berupa bangunan panggung berlantai satu, dengan tiang penyangga yang cukup jangkung. Bangunan berlantai banyak belum banyak dijumpai pada kawasan pesisir ini. Selain itu deretan lanting merupakan identitas tersendiri yang unik, yang berbeda dengan kawasan non pesisir sungai lainnya. Bentuk arsitektur bangunan hunian cukup beragam yang terlihat dari bentuk atap, fasad, material, dan warna bangunan. Ragam bentuk atap terdiri dari bentuk perisai, pelana, dan datar, dengan kondisi tunggal maupun jamak bertumpuk. Bentuk atap dominan pelana. Beberapa dengan tambahan serondoi di bagian depan, dan ornamen silang pada puncak atap. Bahan atap mayoritas seng tanpa cat, dan masih ada yang sirap dan daun. Bentuk fasad terkait dengan bahan bangunan yang digunakan dan kurun waktu pembangunannya. Mayoritas menggunakan lubang jendela dan daun jendela kayu swing dengan engsel di pinggir. Beberapa menggunakan kaca ‘kerecek’ (sebutan lokal untuk jendela dengan frame kotak-kotak). Material fasad mayoritas berupa dinding kayu, beberapa ada yang menggunakan dinding ‘rabit beton’ (istilah lokal untuk dinding dengan struktur kayu yang dilapis dengan adukan beton). Hunian dengan dinding batako/bata yang diplester dan dicat lebih banyak berada pada kawasan yang jauh dari perairan. Mayoritas bangunan masih menggunakan bahan kayu, dan beberapa ada yang dilapis dengan seng. Warna bangunan untuk bangunan kayu biasanya hanya terbatas pada bagian bangunan tertentu saja seperti pintu, jendela, dan lisplank. Untuk bangunan berlapis plester lebih banyak yang menggunakan cat berwarna-warni, karena sekarang bahan cat yang warnanya beragam dengan mudah didapat. Di kawasan ini identitas sebagai kawasan permukiman hunian perairan masih melekat, walaupun sebagian sudah menjadi lahan darat, namun karena bentuknya berupa panggung yang tinggi dan dihubungkan oleh titian kayu yang merupakan titian panggung juga, maka kesan hunian perairan masih sangat terasa. Prospek identitas di masa depan Skenario utopis. Diperlukan perencanaan dan perancangan yang menyeluruh dan radikal untuk mempertegas identitas kawasan sebagai kawasan permukiman perairan; dengan peremajaan yang mengutamakan aspek kesehatan kota., seraya memasukkan prinsip perencanaan sebagai

41 kawasan yang green yang diharapkan menjadi teladan bagi pengembangan kawasan di tempat lain. Mempertegas skyline kawasan secara gradual, yaitu kombinasi dari (1) lapisan deretan lanting yang tertata rapi; (2) lapisan green belt; (3) kelompok hunian panggung yang saling dihubungkan dengan titian kayu; (4) ruang terbuka hijau; dan (5) lapisan permukiman model urban (bangunan mid-rise; dan high-rise) pada bagian yang lebih jauh dari sungai. Skenario moderat. Diperlukan identifikasi warga yang bersedia dibina untuk tinggal pada hunian terapung atau panggung dengan cara hidup yang lebih sehat dan green. Pembinaan yang dilakukan termasuk pelatihan dan pengembangan industri kreatif rumahan. Pembinaan pengelolaan limbah rumah tangga menjadi pupuk untuk sekaligus untuk keperluan mengembangkan perkebunan rumahan; dan penghijauan sekitar rumah bagi hunian panggung, sehingga lahan terbuka hijau di antara bangunan dapat terpelihara dengan baik, dan lingkungan menjadi lebih asri, segar, dan sehat. Berikut adalah uraian fenomena eksisting yang terdapat pada kawasan permukiman di tepi air, dianalisis berdasarkan rekaman foto. - Fenomena Peningkatan Kepadatan di Sekitar Sungai Pahandut - Fenomena Penyempitan dan Pendangkalan di Sekitar Sungai Pahandut

2. Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Pontianak Kalimantan Barat

Model Pembangunan Berbasis Land Use Pada Kawasan Sungai Kapuas Besar, Kapuas Kecil dan Sungai Landak

1. Fenomena land use eksisting Pada kawasan tepian sungai di kota Pontianak ini, land use dapat dikategorikan berdasarkan posisinya terhadap air; fungsi bangunan; tutupan ruang; tipe pembangunan; dan ketinggian bangunan. Land use berdasarkan posisinya terhadap air dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu kawasan yang bersisian langsung dengan sungai besar, dan kawasan yang bersisian dengan anak sungai; serta kawasan yang sudah terlepas dari badan air. Land use berdasarkan fungsi bangunan; mayoritas adalah permukiman, dilengkapi dengan beberapa fasilitas umum. Fasilitas umum yang terbanyak adalah tepat ibadah (masjid). Selain itu terdapat pula fasilitas perniagaan skala kecil seperti warung. Failitas yang mencirikan bahwa kawasan ini merupakan kawasan tepi air adalah adanya fasilitas pengerekan perahu. Fasilitas masjid tersebar, baik pada kawasan tepi air, maupun pada kawasan yang telah menjadi darat. Land use berdasarkan tutupan ruang; dapat dibagi menjadi dua jenis; yaitu ruang terbangun (di atas lahan darat, maupun di atas air); dan ruang terbuka (berupa badan air dan lahan berumput). 42

Ruang terbangun terdiri dari mayoritas berupa perumahan warga, dan jalur-jalur sirkulasi yang menghubungkan antar unit-unit hunian. Jalur sirkulasinya ada yang berupa titian kayu, ada pula yang sudah diperkeras dengan beton. Berdasarkan ketinggian bangunan, pada kawasan ini masih didominasi oleh pembangunan horisontal, namun pembangunan hunian berlantai lebih dari satu sudah marak dan tersebar di kawasan ini. 2. Prospek land use di masa depan Berdasarkan fenomena yang ada sekarang, nampak kecenderungan bertahannya fungsi hunian di tepi air; namun disertai semakin berangsurnya perubahan badan air menjadi lahan darat, menyebabkan makin banyak pula hunian yang bertipe darat. Lahan darat tersebutpun berangsur terisi dengan bangunan sehingga hunian bertipe darat lambat laun akan mendominasi kawasan ini. Ada upaya dari pemerintah kota untuk membatasi wilayah aliran sungai terhadap intervensi pembangunan, yaitu dengan membuat jalur jalan setapak di tepi sungai, sekaligus berupa tanggul. Hal tersebut semakin menjadikan lahan tepi air terbangun dengan sistem darat, dan sulit untuk menerapkan garis sempadan sungai dengan konsisten seperti diatur dalam undang-undang. Model pembangunan Berbasis Pelestarian Keberadaan Kawasan Sungai dan nili-nilai universal terdapat 2 skenario yaitu: Skenario utopis. Diperlukan perencanaan dan perancangan kawasan yang bersifat radikal untuk membenahi seluruh permukiman di tepi air, yaitu dengan mengosongkan kawasan dalam batas sempadan sungai, dan menggantikan hunian kumuh yang ada sekarang dengan hunian vertikal yang lebih sehat dan tertata. Skenario moderat. Diperlukan perencanaan dan perancangan yang bersifat gradual, berupa kebijakan memberikan fasilitas dan infrastruktur hanya pada kawasan yang boleh dibangun di luar garis sempadan sungai. Disertai dengan kontrol tidak mengijinkan pertambahan pembangunan pada kawasan sempadan sungai. Bersamaan dengan hal itu, penanaman tanaman air dilakukan sepanjang sisi sungai, sehingga lambat laun akan menjadi kawasan hijau di tepi sungai, dengan tetap memberikan akses di beberapa tempat untuk mencapai badan air. Pembangunan secara vertikal diarahkan pada bagian kawasan yang bebas dari batas sempadan sungai, sebagai kompensasi dari pengurangan pembangunan horisontal.

Model Tata Ruang Pembangunan Pada Kawasan Sungai Kapuas Kapuas Besar, Kapuas Kecil dan Sungai Landak 1. Fenomena tata ruang eksisting

43

Tata ruang yang ada sekarang di kawasan ini merupakan hasil pembangunan secara inkremental, sporadik dan spontan. Membentuk pola ruang labirin, dengan sirkulasi yang berada di antara bangunan hunian, sekaligus sebagi penghubung antar unit hunian. Karena jalur sirkulasi awalnya hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki, maka lebarnya terbatas hanya cukup untuk pejalan kaki saja, dahulu berupa titian kayu. Saat ini titian kayu tersebut telah diubah menjadi titian dengan perkerasan beton, yang diperuntukkan bagi pejalan kaki dan kendaraan roda dua (motor). Beberapa jalan yang terhubung dengan jalan raya darat memiliki lebar jalan cukup untuk mobil. Perkerasan dengan beton tersebut, makin menjauhkan warganya dari budaya air. Transportasi air semakin tidak digunakan oleh warga untuk keperluan sehari-hari. Transportasi air hanya untuk jarak jauh yang memang mau tidak mau harus ditempuh melalui sungai, terutama untuk ke daerah pedalaman yang tidak tersedia jalur darat.Oleh karena itu, badan air menjadi sempit, terabaikan, dan dipenuhi dengan sampah yang terbawa arus pasang dalam. Lama kelamaan bagian badan air itu mendangkal dan menjadi lahan darat yang ditumbuhi tanaman jenis darat (rumput dan pohon). Beberapa digunakan untuk membangun hunian, beberapa bagian yang merupakan sisi jalur jalan digunakan untuk meletakkan barang dan perabot serta untuk kegiatan servis. Pada kondisi badan air dangkal dan terjadi sedimentasi dengan tumpukan sampah membuat kawasan tersebut kotor dan tidak sehat. Pada saat ini, kondisi yang memprihatinkan tersebut sangat banyak ditemukan pada sepanjang kawasan tepi air. Seperti yang telah diungkapkan, jalur di antara bangunan hunian cukup sempit, sehingga jarak antar bangunan berdekatan satu sama lain, dan nyaris bersambungan. Kondisi tersebut rentan dan berpotensi untuk memungkinkan perlindungan bagi tindakan kriminal. 2. Prospek tata ruang di masa depan Berdasarkan fenomena yang ada sekarang, cukup sulit untuk mengarahkan kawasan tepi air di kota Pontianak ini untuk menjadi kawasan dengan tata ruang yang memenuhi kriteria ideal, bahkan hanya untuk satu kriteria sehat sajapun sulit dicapai.Infrastruktur dasar belum memenuhi syarat, seperti penyediaan air bersih, walaupun kawasan tersebut berada pada tepi aliran sungai. Jaringan listrik telah masuk sampai hunian di tepi air.

Skenario utopis Membangun secara vertikal adalah solusi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah yang disebutkan di atas. Penataan ruang yang terintegrasi antara tata ruang terbangun dan tata ruang terbuka yang menyeluruh; dengan perencanaan infrastruktur dan fasilitas yang lebih menjamin untuk kondisi kesehatan bagi warga maupun bagi lingkungan; merupakan suatu tuntutan yang perlu dilakukan.

44

Skenario moderat Merencanakan struktur bangunan hunian vertikal terapung, untuk menampung sementara masyarakat yang akan dibangunkan perumahan vertikal tipe darat. Bila bangunan hunian vertikal terapung tersebut ternyata diapresiasi warga, maka akan dapat dijadikan model pengembangan untuk pembangunan selanjutnya. Dengan demikian, skenario land use seperti yang diungkapkan terdahulupun dapat sejalan.

Potensi dan Kendala Pembangunan yang membentuk identitas Kawasan Kapuas Besar, Kapuas Kecil dan Sungai Landak 1. Fenomena identitas eksisting Pada saat ini, sosok fisik yang menjadi image kawasan adalah sebagai kawasan tepi air tua, usang, dan kumuh. Dengan gambaran kondisi seperti yang telah disebutkan terdahulu.Skyline yang terbentuk pada kawasan hunian ini masih sangat horisontal, karena hunian di tepi air kebanyakan berupa bangunan panggung berlantai satu. Beberapa bangunan berlantai dua dan tiga telah lazim ditemui pada kawasan yang sudah menjadi darat, atau sudah setengah menjadi kawasan darat. Bentuk arsitektur bangunan hunian cukup beragam yang terlihat dari bentuk atap, fasad, material, dan warna bangunan. Ragam bentuk atap terdiri dari bentuk perisai, pelana, dan datar, dengan kondisi tunggal maupun jamak bertumpuk. Bahan atap mayoritas seng dan masih ada yang sirap dan daun.Bentuk fasad terkait dengan bahan bangunan yang digunakan dan kurun waktu pembangunannya. Mayoritas menggunakan jendela kaca ‘kerecek’ (sebutan lokal untuk jendela dengan frame kotak-kotak). Material fasad berupa dinding kayu atau dinding ‘rabit beton’ (istilah lokal untuk dinding dengan struktur kayu yang dilapis dengan adukan beton); atau dinding batako/bata yang diplester dan dicat. Mayoritas masih menggunakan bahan kayu, dan beberapa ada yang dilapis dengan seng.Warna bangunan untuk bangunan kayu biasanya hanya terbatas pada bagian bangunan tertentu saja seperti pintu, jendela, dan lisplank. Untuk bangunan berlapis plester lebih banyak yang menggunakan cat berwarna-warni, karena sekarang bahan cat yang warnanya beragam dengan mudah didapat. Di sebagian kawasan mempunyai identitas sebagai kawasan permukiman di lahan darat, sebagian lagi masih terasa identitas sebagai kawasan hunian di perairan.

2. Prospek identitas di masa depan Skenario utopis. Diperlukan perencanaan dan perancangan yang menyeluruh dan radikal untuk mengubah identitas kawasan dari kawasan tua, usang, dan kumuh; menjadi kawasan yang tetap

45 mengetengahkan identitas sebagai kota yang berumur, namun tidak usang, yaitu dengan peremajaan yang mengutamakan aspek kesehatan kota. Prinssip perencanaan sebagai kawasan yang green dapat dikembangkan pada kawasan ini. Mengganti skyline kawasan dari horisontal menjadi gradual, yaitu kombinasi berangsur dari bentuk ruang terbuka hijau di tepi perairan; bangunan horisontal; bangunan mid-rise; dan bangunan high-rise pada bagian yang lebih jauh dari sungai. Skenario moderat. Diperlukan identifikasi warga yang bersedia direlokasi untuk tinggal sementara di hunian vertikal yang sudah dibangun pemerintah kota atau tinggal sementara pada hunian vertikal terapung, sejalan dengan pembangunan hunian vertikal yang lebih permanen. Diperlukan pula identifikasi lahan-lahan yang terbentuk karena pendangkalan badan air, yang dapat ditetapkan sebagai lahan terbuka hijau yang harus segera dilakukan program penanaman vegetasi yang sesuai dengan kondisi tanah tersebut. Dengan demikian, kondisi permukiman yang usang berangsur menjadi hunian yang lebih segar dan sehat. Berikut adalah uraian fenomena eksisting yang terdapat pada kawasan permukiman di tepi air, dianalisis berdasarkan rekaman foto. Sumber foto dari Dinas Perumahan Kota Pontianak. 1. Proses Perubahan Kota Air Menjadi Kota Darat Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Pontianak Kalimantan Barat Prospek Land Use: Kasupasut Kapuas besar, Kapuas Kecil dan Landak domain berupa tanah lunak, komposisi tanah gambut dan pasir kwarsa: dapat dikembangkan sebagai landuse kota untuk: 1) Kawasan Kapuas besar, Kapuas Kecil dan Landak, yang berprospek untuk menjadi penunjang RTH dan paru-paru kota berupa konservasi hutan rimba tropis kota beserta fauna dan floranya; 2) Sawah pasang surut di lahan gambut pada kasupasut Kapuas besar, Kapuas Kecil dan Landak, yang berprospek untuk menjadi lahan pertanian pasang surut dan budi daya ikan air tawar berbasis keramba sungai; 3) Ruang publik kota, untuk rekreasi public/ wisata sungai kota dan arena permainan di tepi sungai, yang menambah PAD kota. 4) Gerbang Kota,pada tempat-tempat yang memenuhi syarat kedalaman genangan air dan cekungan batimetri sungai dapat dijadikan sebagai pelabuhan maupun lintas kota,serta pangkalan angkatan Laut.atau dermaga untuk kapal /angkutan transportasi air yang melintas sungai Kapuas Besar dan menghubungkan hulu-hilir melalui sungai Kapuas kecil dan sungai Landak

46

5) Identitas Kota. Kasupasut sungai Kapuas Besar terkenal dengan tugu dan Museum Khatulistiwa dan kasupasut sungai Kapuas Kecil dan kasupasut Sungai Landak terdapat Keraton dan Masjid Raya serta kampong air berpeluang menjadi museum kota, bagi masyarakat dan kaum wisatawan yang berkunjung. Untuk ini Pemerintah kota dapat menjadikannya cagar budaya kota dalam prinsip kesejarahan kota, berkelanjutan green,, menjunjung hak public dan kelestarian alam.

Prospek Tata Ruang Kasupasut Kapuas Besar,Kapuas Kecil dan Landak berkonsep 5A Konsep 5A, meliputi: Konsep Aksesibilitas, Konsep Amenity Kawasan kota, Konsep Appearance Fisik Spatial, Konsep Ambience Kawasan dan Konsep Adaptasi Pada Kasupasut. Kelima konsep ini menjadi tolok ukur penataan ruang kasupasut Kapuas Besar, Kapuas Kecil dan Landak, yang dapat memberi prospek bagi kota mengembangkan kasupasut sungai. 1) Accessibility: sungai merupakan jalur akses dari muara di laut Jawa ke tengah kota dan ke pedalaman hulu sungai. Aksesibilitas transportasi tergantung pada pasang naik musim penghujan. Akses dari sungai dan ke darat. 2) Amenity: Pembentukan fungsi-fungsi perimer kota pada sungai Kahayan seperti: Gerbang Kota; Pelabuhan, dermaga kota untuk transportasi sungai; Pasar kota sungai darat; Pusat Pemerintahan; Permukimnan Kampung liar kota; RTH kota; Air baku kota; 3) Appearance: berupa Arsitektur bangunan panggung air/darat, panggung darat; bangunan napak tanah; Arsitektur akses: dermaga, titian, jembatan, siring; 4) Ambience: sungai sebagai transportasi air; fasilitas pendukunglingkungan MCK: ruang permukiman; keramba ikan Penangkaran sarang burung wallet; drainage dan buangan limbah; 5) Adaptation: terdiri dari Adaptasi perilaku budaya tradisional sungai; Adaptasi fungsional; Kasupasut sebagai pelabuhan, dermaga; perdagangan sungai lintas kota hulu-hilir, lintas propinsi; pasar sungai darat; pusat kekuasaan pemerintahan dan permukiman liar masyarakat; Adaptasi Struktural berupa Arsitektur panggung air, jembatan, dermaga, titian dan siring; rumah sarang burung wallet. Dengan memperhatikan prospek land use dan Tata ruang pada kasupasut Kapuas Besar, Kapuas Kecil dan Landak maka dapat di usulkan Prospek Identitas Kota Pontianak sebagai: “Pontianak sebagai Kota Bandar Bahari dan Budaya Sungai”

47

5.2.2. Integritas Resiliensi Kota Sungai Hasil Penelitian 2016

1. Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Tanjung Selor Kalimantan Utara

Potensi dan Kendala Pembangunan yang Membentuk Identitas Kawasan Sungai Kayan Pembangunan kota sungai Tanjung Selor sebagai ibu kota Kalimantan Utara yang sebelumnya berperan sebagai ibukota Kabupaten Bulungan perlu memperhatikan potensi dan kendala untuk menjaga tata ruang kawasan sungai Kayan yang mempunyai keunikan dan identitas yang khas. Karenanya sangat disarankan kota dapat melakukan pembangunan sebagai berikut: 1. Perancangan ‚public place making‘ pada tepian sungai Kayan, perlu menyediakan ruang kegiatan terbuka, taman kota dan fasilitas penunjangnya, untuk masyarakat kota berkegiatan sosial, menikmati ruang kota sungai sebagai bentuk adaptasi fungsional budaya kehidupan kota sungai; 2. Tata ruang dan arsitektur bangunan pada tepian sungai Kayan perlu dirancang sebagai identitas kota perlu dikondisikan sebagai icon kota taman waterfront, yang merupakan arsitektur siang dan arsitektur malam hari, agar dapat menandai icon kota secara berkesinambungan.

Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Tanjung Selor Kalimantan Utara, dapat dikembangkan untuk mendukung kota, sesuai prospek-prospek yang terdapat pada: 1). Prospek Tata Guna Lahan / Land Use pada tepian sungai Kayan yang melintas kota dapat menunjang perkembangan fisik-spasial riverside kota Tanjung Selor sebagai Waterfront City. Tata guna lahan dan tata ruang perlu memperhatikan serta disesuaikan terhadap kontek bentang alam tanah berbukit, kawasan bergelombang, kawasan rawa pasang-surut dikelilingi sungai lebar; 2). Prospek Sungai Kayan bagi kota sebagai Nadi Hulu-Hilir, yang menjadi ruang transportasi lintas kota bagi angkutan kota, lintas kota, dan lintas pulau, lintas negara, dan angkutan hasil hutan. Pentingnya memelihara bathimetri Sungai Kayan, sesuai prilaku sungai untuk mengkondisikan kelayakan ruang lintasan angkutan transportasi sungai ini dalam peran kota sebagai kota pelabuhan sungai; 3). Prospek Sungai Kayan sebagai Gerbang Kota Tanjung Selor sebagai pelabuhan sungai Waterfront Garden city. Pentingnya penataan arsitektur kota tepian sungai, yang memperhatikan ruh tempat (spirit of place) ruang sungai Kayan meliputi tata bangunan, tata ruang terbuka dan tata ruang antar bangunan, sebagai implementasi adaptasi struktural kota sungai;

48

4). Prospek Sungai Kayan sebagai Ruang Publik Kota, yang menjadi ruang bagi rekreasi kota taman sungai. Perancangan ‚public place making‘ pada tepian sungai Kayan, perlu menyediakan ruang kegiatan terbuka, taman kota dan fasilitas penunjangnya, untuk masyarakat kota berkegiatan sosial, menikmati ruang kota sungai sebagai bentuk adaptasi fungsional budaya kehidupan kota sungai; 5) Prospek Sungai Kayan sebagai Ruang Hijau Kota (RTH),pada pusat kota perlu dikondisikan meningkatkan dari 30% standar ruang hijau kota pada tempat-tempat potensial, dan secara berkesinambungan sebagai bagian dari konservasi pelestarian hutan kota; dan 6) Prospek Tepian Sungai Kayan sebagai Identitas Kota perlu dikondisikan sebagai icon kota taman waterfront, yang menandai ciri kelokalan Kota Tanjung Selor. Tata ruang dan arsitektur bangunan pada tepian sungai Kayan perlu dirancang sebagai arsitektur siang dan arsitektur malam hari, agar dapat menandai icon kota secara berkesinambungan. Berdasarkan prospek-prospek arsitektur kota Tepi Air Kayan di atas, maka kota Tanjung Selor sebagai ibukota Kalimantan Utara, dapat diusulkan predikat: Kota TANJUNG SELOR sebagai „KOTA WATERFRONT YANG BERORIENTASI MASA DEPAN“

Model Pembangunan Berbasis LandUse Pada Kawasan Sungai Kayan Kondisi bentang alam kota Tanjung Selor memiliki keunikan, yang terhampar pada tanah berbukit yang memiliki kountur kota bergelombang dan bertebing, hingga memiliki sejumlah kawasan luas dataran rendah rawa basah yang terpengaruh pasang-surut sungai yang mengelilingi kota. Karenanya model pembangunan kota Tanjung Selor pada kawasan sungai Kayan perlu berorientasi masa depan dan penting memperhatikan hal-hal berikut: 1) Tata guna lahan dan tata ruang kota perlu memperhatikan serta disesuaikan terhadap kontek bentang alam tanah berbukit, kawasan bergelombang, kawasan rawa pasang-surut kota akibat di kelilingi sungai-sungai yang lebar. 2) Penataan ruang pada tempat-tempat potensial di pusat kota perlu dikondisikan meningkatkan rasio RTH dari 30% dari standar ruang hijau kota, yang secara berkesinambungan dapat menandai dan memelihara keasrian tata ruang kota serta berperan sebagai paru-paru kota yang sekaligus merupakan bagian dari konservasi pelestarian hutan kota; Model Tata Ruang Pembangunan Pada Kawasan Sungai Kayan Model tata ruang pembangunan kota Tanjung Selor pada kawasan sungai Kayan perlu memperhatikan konteks fisik spasial ruang darat dan sungainya yang berorientasi ke masa depan. Untuk model tata ruang kota perlu memperhatikan hal-hal berikut:

49

1) Pentingnya memelihara bathimetri Sungai Kayan, yang disesuaikan dengan prilaku sungai untuk mengkondisikan kelayakan ruang lintasan bagi angkutan transportasi sungai ini bagi menunjang peran kota sebagai kota pelabuhan sungai; 2) Pentingnya penataan ruang struktural arsitektur kota tepian sungai, yang memperhatikan „ruh tempat“ (spirit of place) ruang sungai Kayan, meliputi tata ruang terbuka kota, tata bangunan, dan tata ruang antar bangunan, sebagai implementasi adaptasi dan ketangguhan kehidupan sebuah kota sungai;

2. Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Samarinda Kalimantan Timur

Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Samarinda Kalimantan Timur, dapat dikembangkan untuk mendukung kota, sesuai prospek-prospek yang terdapat pada: 1) Prospek Tata Guna Lahan / Land Use pada tepian sungai Mahakam yang melintas kota dapat menunjang perkembangan fisik-spasial riverside kota Samarinda sebagai Waterfront City. Tata guna lahan dan tata ruang perlu memperhatikan serta disesuaikan terhadap kontek bentang alam tanah berbukit, kawasan bergelombang, kawasan rawa pasang-surut; 2). Prospek Sungai Mahakam bagi kota sebagai Nadi Hulu-Hilir, yang menjadi ruang transportasi lintas kota bagi angkutan kota dan angkutan tambang. Pentingnya memelihara bathimetri sungai Mahakam, sesuai prilaku sungai untuk mengkondisikan kelayakan ruang lintasan angkutan transportasi sungai ini; 3). Prospek Sungai Mahakam sebagai Gerbang Kota Samarinda Waterfront city. Pentingnya penataan arsitektur kota tepian sungai, yang memperhatikan ruh tempat (spirit of place) ruang sungai Mahakam meliputi tata bangunan, tata ruang terbuka dan tata ruang antar bangunan, sebagai implementasi adaptasi struktural kota Sungai; 4) Prospek Sungai Mahakam Sebagai Ruang Publik Kota, yang menjadi ruang bagi rekreasi kota sungai. Perancangan ‚public place making‘ pada tepian sungai Mahakam, perlu menyediakan ruang kegiatan terbuka dan fasilitas penunjangnya, untuk masyarakat kota berkegiatan sosial, menikmati ruang kota sungai sebagai bentuk adaptasi fungsional budaya kehidupan kota sungai; 5) Prospek Sungai Mahakam sebagai Ruang Hijau Kota (RTH),pada pusat kota perlu dikondisikan meningkatkan dari 30% standar ruang hijau kota pada tempat-tempat potensial, dan secara berkesinambungan sebagai bagian dari konservasi pelestarian hutan kota; dan 6) Prospek Tepian Sungai Mahakam sebagai Identitas Kota perlu dikondisikan sebagai Icon kota yang menandai ciri kelokalan Kota Samarinda. Tata ruang dan arsitektur bangunan pada

50

tepian sungai Mahakam perlu dirancang sebagai arsitektur siang dan arsitektur malam hari, agar dapat menandai Icon kota secara berkesinambungan. Berdasarkan prospek-prospek arsitektur kota Tepi Air Mahakam di atas, maka kota Samarinda sebagai ibukota Kalimantan Timur, dapat diusulkan predikat: Kota SAMARINDA sebagai „Kota Waterfront Pendukung Lintasan Sungai Kota Pedalaman“

Model Pembangunan Berbasis LandUse Pada Kawasan Sungai Mahakam Kondisi bentang alam kota Samarinda memiliki keunikan, yang terhampar berupa sejumlah kawasan luas dataran rendah yang terpengaruh pasang-surut sungai Mahakam yang membelah kota hingga tanah berbukit yang memiliki kountur bergelombang serta bertebing, Karenanya model pembangunan kota Samarinda pada kawasan sungai Mahakam perlu dan penting memperhatikan hal-hal berikut: 1) Tata guna lahan dan tata ruang perlu memperhatikan serta disesuaikan terhadap kontek bentang alam tanah berbukit, kawasan bergelombang, kawasan pasang-surut sungai; 2) Pada pusat kota dan tempat-tempat potensial perlu dikondisikan peningkatan RTH dari 30% standar ruang hijau kota,dan secara berkesinambungan sebagai bagian dari konservasi pelestarian hutan kota; Model Tata Ruang Pembangunan Pada Kawasan Sungai Mahakam Model tata ruang pembangunan kota Samarinda pada kawasan sungai Mahakam perlu memperhatikan konteks fisik spasial ruang darat dan sungainya yang menjadi pendukung lintasan sungai kota pedalaman. Untuk model tata ruang pembangunan kota pada kawasan sungai Mahakam, perlu memperhatikan hal-hal berikut: 1) Pentingnya memelihara bathimetri sungai Mahakam, sesuai prilaku pasang-surut sungai untuk mengkondisikan kelayakan ruang lintasan angkutan transportasi sungai ini; 2) Perlu dirancang tata ruang dan arsitektur bangunan pada tepian sungai Mahakam sebagai arsitektur siang dan arsitektur malam hari, agar dapat menandai icon kota secara berkesinambungan.

Potensi dan Kendala Pembangunan yang Membentuk Identitas Kawasan Sungai Mahakam

Pembangunan kota sungai Samarinda sebagai ibu kota Kalimantan Timur yang telah berusia 348 tahun, perlu memperhatikan potensi dan kendala untuk menjaga tata ruang kawasan sungai Mahakam yang mempunyai keunikan dan identitas yang khas. Karenanya sangat disarankan kota dapat melakukan pembangunan sebagai berikut:

51

1) Pentingnya penataan struktural arsitektur kota Samarinda pada tepian sungai Mahakam, yang memperhatikan ruh tempat (spirit of place) ruang sungai, meliputi: tata ruang terbuka, tata bangunan dan tata ruang antar bangunan, sebagai implementasi adaptasi dan ketangguhan kehidupan kota sungai; 2) Perancangan perlu menyediakan ruang kegiatan terbuka dan fasilitas penunjangnya, berupa ‚public place making‘ pada tepian sungai Mahakam, sebagai ruang adaptasi fungsional budaya kehidupan kota sungai bagi masyarakat kota berkegiatan sosial, menikmati ruang kota sungai;

5.2.3. Integritas Resiliensi Kota Sungai Hasil Penelitian 2017

Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Banjarmasin Kalimantan Selatan, dapat dikembangkan untuk mendukung kota, sesuai prospek-prospek yang terdapat pada: 1) Prospek Tata Guna Lahan / Land Use pada tepian sungai Martapura yang melintas kota dapat menunjang perkembangan fisik-spasial kota Banjarmasin sebagai riverside City; dan Land Use pada tepian sungai Barito sebagai kota bandar berkonteks kanal dan kota seribu sungai. Tata guna lahan dan tata ruang perlu memperhatikan serta disesuaikan terhadap kontek bentang alam tanah landai di bawah muka laut, kawasan rawa pasang-surut; 2). Prospek Sungai Martapura bagi kota sebagai Nadi Hulu-Hilir, yang menjadi ruang transportasi lintas kota bagi angkutan ekonomi kota berbasis pasang-surut. Pentingnya memelihara bathimetri sungai Martapura, sesuai prilaku sungai untuk mengkondisikan kelayakan ruang lintasan angkutan transportasi sungai ini; 3). Prospek Sungai Martapura sebagai Gerbang Kota Bandar Banjarmasin. Pentingnya penataan arsitektur kota tepian sungai, yang memperhatikan ruh tempat (spirit of place) ruang sungai Matapura dan kanal-kanal berbasis pasang-surut meliputi tata bangunan, tata ruang terbuka dan tata ruang antar bangunan, sebagai implementasi adaptasi struktural kota Sungai; 4) Prospek Sungai Martapura Sebagai Ruang Publik Kota, yang menjadi ruang bagi rekreasi kota sungai. Perancangan siring sungai kota sebagai‚public place making‘ pada tepian sungai Martapura, perlu menyediakan ruang kegiatan terbuka dan fasilitas penunjangnya, untuk masyarakat kota berkegiatan sosial, menikmati ruang kota sungai sebagai bentuk adaptasi fungsional budaya kehidupan kota sungai (ekonomi-sosial pasang-surut); 5) Prospek Sungai Martapura sebagai Ruang Hijau Kota (RTH), pada pusat kota perlu dikondisikan meningkatkan dari 30% standar ruang hijau kota pada tempat-tempat potensial, dan secara berkesinambungan sebagai bagian dari konservasi pelestarian hutan kota; dan

52

6) Prospek Tepian Sungai Martapura sebagai Identitas Kota perlu dikondisikan sebagai Icon kota yang menandai ciri kelokalan Kota Banjarmasin yang pasang surut. Tata ruang dan arsitektur bangunan pada tepian sungai Martapura perlu dirancang sebagai arsitektur siang dan arsitektur malam hari, agar dapat menandai Icon kota secara berkesinambungan. Berdasarkan prospek-prospek arsitektur kota Tepi Air Martapura di atas, maka kota Banjarmasin sebagai ibukota Kalimantan Selatan, dapat diusulkan predikat: Kota BANJARMASIN sebagai „Kota Bandar berkonteks kanal seribu sungai“

Model Pembangunan Berbasis LandUse Pada Kawasan Sungai Martapura Kondisi bentang alam Kota Banjarmasin memiliki keunikan, yang terhampar berupa sejumlah kawasan luas dataran rendah yang terpengaruh pasang-surut sungai Martapura yang membelah kota dan bercabang-cabang menjadi anak sungai, maupun oleh kanal-kanal tradisional (Anjir, Handil, dan Saka) maupun kanal-kanal kota sebagai pembentuk struktur ruang kota. Karenanya model pembangunan Kota Banjarmasin pada kawasan sungai Martapura perlu dan penting memperhatikan hal-hal berikut: 1). Tata guna lahan dan tata ruang kota perlu memperhatikan serta disesuaikan terhadap kontek bentang alam tanah yang landai di bawah muka laut,dan kawasan pasang-surut sungai; 2). Pada pusat kota dan tempat-tempat potensial perlu dikondisikan peningkatan RTH dari 30% standar ruang hijau kota,dan secara berkesinambungan sebagai bagian dari konservasi pelestarian hutan kota;

Model Tata Ruang Pembangunan Pada Kawasan Sungai Model tata ruang pembangunan Kota Banjarmasin pada kawasan sungai Barito, sungai Martapura dan anak sungai Kuin dan Alalak perlu memperhatikan konteks fisik spasial ruang darat rendah di bawah muka laut dan sungainya yang menjadi pendukung lintasan sungai kota pedalaman. Untuk model tata ruang pembangunan kota pada kawasan sungai, kanal-kanalnya, perlu memperhatikan hal-hal berikut:

1).Pentingnya memelihara bathimetri sungai Barito, sungai Martapura, sungai Kuin, sungai Alalak, sesuai prilaku sungai pasang-surut agar mengkondisikan kelayakan ruang lintasan angkutan transportasi sungai ini; 2).Perlu dirancang tata ruang dan arsitektur bangunan pada tepian sungai sebagai arsitektur siang dan arsitektur malam hari, agar dapat menandai icon kota secara berkesinambungan.

53

Potensi dan Kendala Pembangunan yang Membentuk Identitas Kawasan Sungai

Pembangunan kota sungai Banjarmasin sebagai ibukota Kalimantan Selatan yang telah berusia 491 tahun, perlu memperhatikan potensi dan kendala untuk menjaga tata ruang kawasan sungai yang mempunyai keunikan dan identitas yang khas. Karenanya sangat disarankan kota dapat melakukan pembangunan sebagai berikut: 1). Pentingnya penataan struktural arsitektur Kota Banjarmasin pada tepian sungai Barito, sungai Martapura dan anak sungai Kuin dan Alalak, yang memperhatikan ruh tempat (spirit of place) ruang sungai pasang surut, meliputi: tata ruang terbuka, tata bangunan dan tata ruang antar bangunan, sebagai implementasi adaptasi dan ketangguhan kehidupan kota sungai; 2). Perancangan perlu menyediakan ruang kegiatan terbuka dan fasilitas penunjangnya, berupa ‚public place making‘ pada tepian sungai Martapura, sebagai ruang adaptasi fungsional budaya kehidupan kota sungai pasang-surut bagi masyarakat kota berkegiatan ekonomi- sosial, menikmati ruang kota sungai;

54

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Pembangunan kota sungai kebanyakan tidak ekosistem dan berbasis darat sehingga memarjinalkan ruang air tepi sungainya menjadi lingkungan padat kota, serta berdampak menjauhkan kehidupan sosial kota dari sungainya. Dari analisis konsep 5-A terhadap kelima ibukota Propinsi di Kalimantan dapat dikenali bagaimana kualitas adaptasi kehidupan mukim kota terkait pada sungai,yang menandai kesinambungan hulu-kota-hilir perkembangan pemanfaatan, pengelolaan pembangunan tata ruang tepian sungai kotanya. Prospek-prospek arsitektur kota tepi air pada kelima ibukota Propinsi-propinsi Kalimantan, dapat mengungkap Model Konseptual Kota-kota Sungai ibukota Propinsi Kalimantan yang merekam dan mengenali kekhasan dan keunikan identitas lokal serta resiliensi kota tepian sungainya. Cerminan Model konseptual kota sungai nampak pada tatanan tepian sungai kota, yang memperlihatkan artifak adaptasi dan resiliensi budaya mukim kehidupan kota sungai.  Sungai Kahayan yang melintas ibukota Propinsi Kalimantan Tengah dapat mengungkap predikat Model Konseptual kota Palangka Raya sebagai Kota Riverfront Hutan Rimba Gambut;  Sungai Kapuas yang membelah ibukota Propinsi Kalimantan Barat dapat mengungkap predikat Model Konseptual Kota Pontianak sebagai Kota Bandar Bahari dan Budaya Sungai;  Sungai Kayan yang membatasi ibukota Propinsi Kalimantan Utara dapat mengungkap predikat Model Konseptual Kota Tanjung Selor sebagai Kota Waterfront Berorientasi Masa Depan;  Sungai Mahakam yang membelah ibukota Propinsi Kalimantan Timur dapat mengungkap predikat Model Konseptual Kota Samarinda sebagai Kota Waterfront Pendukung Lintasan Sungai Kota Pedalaman;  Sungai Martapura yang membelah ibukota Propinsi Kalimantan Selatan mengungkap predikat Model Konseptual Kota Banjarmasin sebagai Kota Bandar Berkonteks Kanal Seribu Sungai. Hasil mengungkap Model Konseptual Kota-kota Sungai Kalimantan melalui mengenali dan merekam (mapping) kekhasan dan keunikan kota-kota sungai Kalimantan, yang terdiri dari Kota Palangka Raya - Kalimantan Tengah; Kota Pontianak - Kalimantan Barat; Kota Tanjung Selor - Kalimantan Utara; Kota Samarinda - Kalimantan Timur; dan Kota Banjarmasin - Kalimantan Selatan, layak dipublikasikan sebagai kajian akademik. Hasil penelitian ini berhasil menyusun 55 dummy buku berjudul : Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan, Kasus Kota-kota Sungai Ibukota Propinsi Kalimantan (lihat Lampiran 2 dan 3).

6.2. Saran

Penelitian ini sangat penting untuk di lanjutkan bagi ibukota sungai lainnya, untuk: 1. Meneliti prospek-prospek arsitektur kota pada tepi air, yang dapat merumuskan usulan predikat bagi kota sungai tersebut; dan 2. Mengungkap kajian akademik Model Konsep Kota Sungai yang mengenali dan merekam (mapping) kekhasan dan keunikan kota-kota sungai.

56

DAFTAR PUSTAKA ALEXANDER,Christopher, (1977), A Pattern Language, Town-Building- Construction, Oxford University Press, NewYork. ALI,R.Moh, (1965), Surat-surat Perdjandjian antara Kesultanan Bandjarmasin dengan Pemerintahan- pemerintahan VOC., Bataafse Republik,Inggeris dan Hindia- Belanda 1635-1860, Arsip Nasional Republik Indonesia Kompartimen Perhubungan Dengan Rakyat(ANRI), P.N. Eka Grafika,0515/-65 Djakarta BREEN Ann and Rigby Dick, 1994, Waterfront-Cities Reclaim Their Edge, McGraw-Hill, Inc United Stated. BRUMMELHUIS,Han Ten,(2005),King of Waters, Homan van der Heide and the orgin of modern irrigation in Siam, Verhandelingen van Het Koninklijk Instituut Voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) Press,Leiden, The Netherlands CHARLESWORTH,Esther,(2005),City Edge: Case Studies in Contemporary Urbanism, Elsevier Ltd,Great Britain COLOMBIJN, Freek,BARWEGEN,Martine,BASUNDORO,Purnawan,KHUSYAIRI,Jony Alfian,(2005),Kota Lama Kota Baru,Sejarah Kota-Kota di Indonesia,sebelum dan setelah kemerdekaan,Penerbit Ombak, Yogyakarta CULLEN, Gordon, 1975, Twonscape, Van Nostrand Reinhold, New york. CUTHBERT,Alexander R.,(2003), Designing Cities,Critical, Reading in Urban Design,Black Publishing DANISWORO, Diktat Teori Perancangan Urban, Program Studi Perancangan Arsitektur Pasca Sarjaran ITB, Bandung GALLION&EISNER,(1980),The Urban Pattern, Fourth Edition, D van Nostrand Company GASTON BEKKERS,(2006),Amsterdam Architecture, A Guide, Gaston Bekkers and Publisher, Bussem, The Netherlands GUNAWAN,Restu,(2010),Gagalnya Sistem Kanal, Pengembalian Banjir Jakarta dari Masa Ke Masa,Penerbit Buku Kompas,Jakarta. HERYANTO,Bambang,2011,Roh dan Citra Kota, Peran Perancangan Kota sebagai Kebijakan Publik, Brilian Internasional- Surabaya JUMSAI,Sumet,(1989), Naga, Cultural Origns in Siam and the west Pasific, Singapore-Oxford University Press, NewYork. JONG,T.M.De, VOORDT,D.J.M.Van Der, (2008), Ways to study and research urban, architectural and technical design, Delf University Press Publication. KADOATIE,RobertJ.,SYARIEF,Roestam,(2010),Tata Ruang air, Pengelolaan Bencana, Pengelolaan Infrastructure, Penataan Ruang Wilayah, Pengelolaan Lingkungan Hidup, Penerbit Andi, Yogyakarta. KOSTOF,Spiro,(1991),The City Shaped, Urban Pattern and Meanings Through History, Thames and Hudson, London, KOSTOF,Spiro,(1992),The City Assembled, The Element of Urban Form Through History, Thames and Hudson, London, KRISTANTI, Ary,(1997),Marco Polo Perjalanan Menyinggahi Kalimantan & Sumatera, Selasar Surabaya Publishing LANG,Jon,(2005),Urban Design, A Typology of Procedures and Products, Elsevier- Architectural Press,London LYNCH, Kevin,(1962),The Image of The City, The MIT Press, Massachusette MADANIPOUR Ali, 1996, Design Of Urban Space – An Inquiry Into a Social-spatial Process, John Wiley & Sons, England MANZI,Tony,LUCAS,Karen,JONES,Tony Lloyd,ALLEN,Judith,(2010),Social Sustainability in Urban Areas, Communities Connectivity and The Urban Fabric, Earthscan-London MUHAMMAD,Bani Noor,AUFA, Naimatul, ANDINI,Dila Nadya,(2007),Anatomi Rumah Adat Balai, Arsitektur Tradisional Kalimantan,IKOMA, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.Banjarmasin MUHAMMAD,BaniNoor,MENTAYANI,Ira,(2007),Anatomi Rumah Bubungan Tinggi, Arsitektur Tradisional Kalimantan, Pustaka Banua, Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat.Banjarmasin MUHAMMAD,BaniNoor,AUFA, Naimatul, KASNOWIHARDJO, Gunadi,(2006),Kajian Reka Ulang Replika Keraton Banjar Di Kuin, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Pemerintah Propinsi Kalimantan Selatan. NAS,Peter J.M. & VLETTER, Matrien de,(2009) Masa lalu dalam Masa Kini Arsitektur di Indonesia, Penerbit PT.Gramedia Pustaka Utama., Nai, KITLV-Jakarta NIX,Thomas,(1949),Stedebouw in Indonesie En de Stedebouwkundige Vormgeving Uitgevers: Nix Bandoeng en de Troorts – Heen Stede. RAHARDJO, Paulus P.,(2001),Polder System in Waterfront Cities, sustainable solution to flood control, Graduate Program Parahyangan Catholic University, Bandung- Indonesia RAM,Warsito,SAPARDI,A,MANURUNG,Pahala, SUTARNO,(1986),Pemukiman Sebagai Kesatuan Ekosistem Daerah Kalimantan Barat, Depdikbud, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Jakarta vii

ROSSI, Aldo,(1984),The Architecture of the City – The MIT Press, Cambridge, Massachusetts, and London, England SANTOSA, Happy,ASTUTI,Winny, ASTUTI Dyah Widi,(2009),Sustainable, slum Upgrading in Urban Area. Informal Settlements and Affordable Housing, Departement of Architecture ITS, Surabaya. SCHEFOLD,Reimer,NAS,PeterJ.M.,DOMENIG,Gaudenz,WESSING,Robert,(2008) Indonesian Houses, Vol2. Survey of vernacular architecture in western Indonesia, KITLV Press, Leiden. SITTE, Camillo, 1968, City planning according to artistic principle, London SOEGIJOKO,Budhy Tjahyati S., PRATIWI,Nila Ardhyarini H.,ANWAR,Aries Choirul, (2011), Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21, Konsep dan pendekatan pembangunan perkotaan di Indonesia- Edisi 2 SUMALYO,Yulianto,(1993),Arsitektur Kolonial Belanda Di Indonesia, Gajah Mada University Press SOETOMO, Sugiono, 2005, Dari Urbanisasi ke Morfologi Kota – mencari konsep pembangunan dan tata ruang kota yang beragam, BP UNDIP, Semarang. TICHELMAN,G.L,(1938),Een Gezaghebber-Resident,Herinneringen van eenbestuursambtenaar uit den ouden tijd,bewerkt naar de nagelaten bescheiden van wijlen den resident der Zuider –en Ooster-afdeeling van Borneo, J.J.Meijer, Den Haag, copy by Het Koninklijk Instituut Voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) Jakarta. TRANCIK, Roger, 1986, Finding Lost Space, VNR Company, New York TSUKIO Yoshio, 1984, Waterfront, Process Architecture Publishing Co, Ltd, Tokyo Japan VICKERS,Adrian,(2009),Peradaban Pesisir, Menuju Sejarah Budaya Asia Tenggara, Pustaka Larasa, Udayana University Press. WANADRI, Rumah Nusantara,(2009),Tepian Tanah Air,92 Pulau Terluar Indonesia, Penerbit Kompas WADLEY,Reed L.,(2005),Histories of The Borneo Environment, economic, politic and social dimensions of change and continuity, Verhandelingen van Het Koninklijk Instituut Voor Taal-, Land- en Volkenkunde (KITLV) Press,Leiden, The Netherlands WHEATLEY,Paul,(1983), Nagara and Commandery,Orgins of the Southeast Asian Urban Traditions, The University of Chicago, Departement of Geography Research Paper Nos 207-208 WIJANARKA,SIAHAAN,Uras,(2008),Desain Tepi Sungai: Belajar dari Kawasan Tepi Sungai Kahayan Palangka Raya,-Penerbit Ombak-Yogyakarta YUNUS, Sabari hadi, 2005, Struktur Tata Ruang Kota, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. ZAHND,Markus,(2008),Model Baru Perancangan Kota Yang Kontekstual, Kajian tentang kawasan tradisional di kota Semarang dan Yogjakarta, suatu potensi perancangan kota yang efektif, Kanisius Yogyakarta. ZAIDULFAR, Eko Alvares, 2002, Morfologi Kota Padang, Disertasi program Doktoral dalam ilmu teknik – UGM

Sumber Data Lapangan BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Kota Banjarmasin, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banjarmasin Tahun 2010 – 2030, Peta Citra Kota Banjarmasin, Geo-Eye 2009, Arc-Map ARGIS Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Banjarmasin Tahun 2010 - 2030 KUSLIANSJAH,Karyadi,KEDMON,Elfan, (2011), dokumentasi foto survei lapangan Kota Banjarmasin. 22-26 Oktober 2011 KUSLIANSJAH,Karyadi,KEDMON,Elfan, (2010), dokumentasi foto survei lapangan Kota Banjarmasin 16-18 Desember 2011

Sumber Browsing Internet GOENMIANDARI, Betty,Penataan Permukiman Bantaran Sungai di Kota Banjarmasin berdasarkan Budaya Setempat,Tesis Magister ITS,10740 WIJANARKA, Urban Canal Development in Banjarmasin ,4th International Symposium of Nusantara Urban Research Institute (NURI) “ Change-Heritage in Architecture – Urban Development, slide presention of Departement of Architecture, Palangka Raya University, Central Kalimantan, Architecture Departement of Engineering Faculty, Diponegoro University, Semarang Central Java, Indonesia, November 7th, 2009 WIJANARKA, Kota Kanal, identitas Kota-kota Masa Depan di Indonesia ,Presentasi slide Seminar Nasional Prodi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangka Raya, The Werdhapura,Village, Sanur Bali, 21 Desember 2009 WIJANARKA, Kanalisasi Kalimantan Era Belanda, Soekarno dan Soeharto ,Harian Kalteng Pos, November 2008 WAJIDI, Banjarmasin (Jangan Menjadi) Kota “Seribu Parit”, April 20, 2010 WAJIDI ,Ornamen Rumah Tradisional Banjar,September 20, 2010

viii

LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Biodata ketua dan anggota tim pengusul

A. IDENTITAS DIRI

1 N a m a Lengkap Dr.Ir. Karyadi Kusliansjah, MT., IAI L / P 2 Jabatan Fungsional Lektor 3 Jabatan Struktural Dosen Tetap 4 NIP/ NIK Identitas Lainnya 410619890058 5 NIDN/Serdos 0420125401 /120020010345 6 Tempat,Tanggal Lahir Banjarmasin, 20 Desember 1954 7 Alamat Rumah Jalan Venus Barat I No. 7, Bandung 40295 8 Nomor Telepon/Faks/Hp Telepon: (022) 7562101/ Faks: - / HP: 08122127169 9 Alamat Kantor Fakultas Teknik – Universitas Katolik Parahyangan 10 Alamat Kantor Jalan Ciumbuleuit No. 94, Bandung 40141 11 Nomor Telepon/Faks Telepon: (022) 2033691, Fax: (022) 2033692 12 Alamat E-Mail E-mail: karyadi@ unpar.ac.id E-mail: 13 Lulusan Yang Telah Dihasilkan S1: 91 Orang, S2: 4 orang, S3 : - Orang 14 Mata Kuliah Yang Diampu 1. Arsitektur Kota 2. Arsitektur Kawasan Pusat Kota 3. Metodologi Riset Arsitektur 4. Studio Perancangan Arsitektur 5 dan 6 5. Studio Akhir Arsitektur 6. Skripsi Sarjana Arsitektur 7. Proposal Tesis 8. Tesis Magister Arsitektur

B. RIWAYAT PENDIDIKAN S-1 S-2 S-3 Universitas Katolik Universitas Katolik Universitas Katolik Parahyangan- Parahyangan- Program Nama Perguruan Tinggi Parahyangan- Sekolah Pascasarjana Doktor Pascasarjana Magister Jurusan Arsitektur Arsitektur Arsitektur Arsitektur dan Arsitektur dan Bidang Ilmu Arsitektur Arsitektur Kota Arsitektur Kota Tahun Masuk-Lulus 1975 - 1981 1996 - 1997 2008 - 2015 Rasionalitas Muatan dan Konsep Arsitektur Kawasan Judul skripsi/Thesis/ Kompleks Gedung Tataan Ruang Kota – Kawasan Sungai Pasang Surut pada Era Pra Disertasi Kesenian Bandung Fungsi Komersial- Pusat Kota Kolonial dan Kolonial Bandung, di Kota Lama Banjarmasin Ir. Ardiman Prof. Dr.Ing.Ir.Uras Siahaan, Nama Prof.Dr.John Nimpoeno / Dr. Setiamihardja/ lic,rer.reg. Pembimbing/Promotor Ir. Johannes Widodo, MArch Ir. Suarli Salam Dr. Ir.Rumiati R.Tobing,MT

C. PENGALAMAN PENELITIAN DALAM 12TAHUN TERAKHIR

Pendanaan Jml No. Tahun Judul Penelitian Sumber (juta Rp.) 2017 Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Penelitian Hibah Monodisiplin 15 1 Kalimantan Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan Penelitian Hibah Bersaing

Kasus: Kota –Kota Sungai Ibu Kota Kalimantan DP2M 2016, DIKTI, 2 2016 50 Timur, dan Kalimantan Utara, Indonesia** Kementerian Pendidikan

Nasional/ Kopertis IV 3 Prospek Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan Penelitian Hibah Bersaing 2015 75 Kasus: Kota –Kota Sungai Ibu Kota Kalimantan DP2M 2015, DIKTI, ix

Tengah, dan Kalimantan Barat, Indonesia** Kementerian Pendidikan Nasional/ Kopertis IV LPPM UNPAR + Jurusan Konsep Perancangan Infra Struktur Kolam Pakar Arsitektur UNPAR - 4 2014 Tahura Ir. H. Djuanda Sebagai Arena Ruang Publik Laboratorium Arkodeko 15

Kota Bandung (Eco Learning Water Park)** (Arsitektur Kota dan Desain Perkotaan) Penelitian Hibah Disertasi Morfologi Arsitektur Kota Tepi Air DP2M 2013, DIKTI, 5 2013 Kasus: Struktur Kota –Kota Sungai Ibu Kota Propinsi 40 Kementerian Pendidikan di Kalimantan.Indonesia* Nasional/ Kopertis IV LPPM UNPAR + Jurusan Arsitektur UNPAR - Adaptasi Kolam Pakar Tahura Ir. H. Djuanda Sebagai 6 2013 Laboratorium Arkodeko 15 Arena Ruang Publik Kota Bandung** (Arsitektur Kota dan Desain Perkotaan) Struktur Pesisir (Waterfront) Kota Cirebon - Jawa LPPM UNPAR + Jurusan Barat Arsitektur UNPAR - 7 2012 Studi Kasus: Telaah Morfologi Kawasan Pesisir Laboratorium Arkodeko 12 Kelurahan Panjunan, Lemahwungkuk, Kasepuhan, (Arsitektur Kota dan Desain Kasunean - Kota Cirebon** Perkotaan) LPPM UNPAR + Jurusan Arsitektur UNPAR - Pembentukan Jalan Sebagai Elemen Struktur Kota 8 2012 Laboratorium Arkodeko 12 Sungai Banjarmasin - Kalimantan Selatan* (Arsitektur Kota dan Desain Perkotaan) Inovasi Perancangan Arsitektur Model Rumah Apung Penelitian Hibah Bersaing Fabrikasi Pada Tepi Air, Dalam Menghadapi Global DP2M 2011, DIKTI, 9 2011 45 Warming – Banjir - Gempa Di Indonesia ( Tahun Kementerian Pendidikan ketiga/ Terakhir) ** Nasional/ Kopertis IV Transformasi Arsitektur Kota Pada Elemen Kanal 10 2011 LPPM UNPAR 12 12 Kota Banjarmasin - Kalimantan Selatan* Inovasi Perancangan Arsitektur Model Rumah Apung Penelitian Hibah Bersaing Fabrikasi Pada Tepi Air, Dalam Menghadapi Global 11 2010 DP2M 2010, DIKTI, 32 Warming – Banjir - Gempa Di Indonesia (tahun ke Kementerian Pendidikan Nasional dua)** Inovasi Perancangan Arsitektur Model Rumah Apung Penelitian Hibah Bersaing Fabrikasi Pada Tepi Air, Dalam Menghadapi Global 13 2009 DP2M 2009, DIKTI, 22 Warming – Banjir - Gempa Di Indonesia (tahun Kementerian Pendidikan Nasional pertama)** Program Hibah Kompetisi A3 2006 Rumah Susun Hemat Energi Untuk Daerah Perkotaan 14 Tingkat Nasional - DIKTI 3x800 di Indonesia ,pelaksanaan -2007-2008-2009*** Jurusan Arsitektur UNPAR Laboratorium Arkodeko Tipologi Bangunan Rumah Toko (Ruko) Kota (Arsitektur Kota dan Desain 15 2006 10 Bandung *** Perkotaan) - Jurusan Arsitektur UNPAR Laboratorium Arkodeko Transformasi Kota-kota Menengah Jawa Barat Jurusan (Arsitektur Kota dan Desain 16 2006 10 Arsitektur Unpar*** Perkotaan) - Jurusan Arsitektur UNPAR Laboratorium ARKODEKO Gagasan Formatif ‘New CBD’ Kota Bandung, (Arsitektur Kota dan Desain 17 2005 Identifikasi Potensi Urban Spatial Form Kawasan 10 Perkotaan) - LPPM Unpar Perdagangan Pusat Kota Bandung ** +Jurusan Arsitektur UNPAR. * = sebagai peneliti ; ** = sebagai ketua peneliti; *** = sebagai anggota tim peneliti

D. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DALAM 8 TAHUN TERAKHIR Pendanaan No Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Jml . Sumber (Juta Rp) 1 2017 PIC Pengabdian Masyarakat Kabupaten Samosir Pengabdian Careds LPPM Unpar

mendukung Toba Kaldera Geopark meraih Unesco Kerjasama Unpar-Kab. Samosir- x

Geopark Network Sumatera Utara 2 2015- PICTim Arsitektur Fakultas Teknik Unpar dalam Kerjasama antara Yayasan Jubit 2016 Restorasi Sungai Cikapundung Pemberdayaan International dan Universitas - Masyarakat Kampung Tebing Kota RW11- RW12 Katolik Parahyangan Kecamatan Coblong dan Kecamatan Cidadap** 3 2015- Arsitek Koordinator Perancangan Pelaksanaan Kerjasama antara Yayasan Jubit 2016 Pekerjaan Swakelola Penerapan Teknologi Sistem International Dan Pusat Penelitian Risha Dalam Pembangunan Gedung Living Bandung dan Pengembangan Perumahan dan Korean Project (LBKP) Di Bandung, Jawa Barat** Permukiman Badan Penelitian dan - Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan 4 2012- PIC Tim pengabdian kemasyarakatan Unpar Kerjasama Tripartiet; Dinas 2014 Penyusunan Konsep masterplan Tahura Ir.H. Djuanda, Kehutanan Jawa Barat/Balai Tahura 50 Jawa Barat** Ir. H. Djuanda- Unpar- Yayasan sahabat lingkungan Hidup 5 2012 - Tim Teknis Perancangan Pembangunan Gereja Gede Paroki HTBSPM+Paroki Odilia + - 2009 Bage Bandung Timur - Keuskupan Bandung ** Keuskupan Bandung+ Dana Sosial Masyarakat 6 2012- Tim Komsos Paroki HTBSPM Keuskupan Bandung* DPP Paroki HTBSPM - 2008 7 2010 - Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Pasca Jurusan Arsitektur dan Teknik Sipil 2009 Gempa,Kecamatan Takokak Kabupaten Cianjur Jawa Unpar – Jesuit Refugee Service 125 Barat,** [JRS] * = sebagai pelaksana (tunggal) pengabdian kepada masyarakat ** = sebagai ketua tim pengabdian kepada masyarakat *** = sebagai anggota tim pengabdian kepada masyarakat

E. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH JURNAL DALAM 5 TAHUN TERAKHIR No Judul Artikel Ilmiah Volume/Nomor/ Nama Jurnal Tahun 1 REINTERPRETATION OF 2014-2015 International Journal of Architecture and ARCHITECTURAL IDENTITY IN A TIDAL Urban Development (IJAUD ) WATERFRONT CITY OnlineISSN : 2345-2331 Case Study: Transformation of Riverbank Print ISSN : 2228-7396 Area in Banjarmasin Old City Center www.ijaud.srbiau.ac.ir Authors:1)KaryadiKusliansjah;2) UrasSiahaan;3) Rumiati R Tobing 2 “RAFTA2011, The Innovation Of The 2013 The International Journal of Engineering Manufactured Floating House Model: A New and Science (THE IJES) Concept Of Waterfront Settlements For Flood e-ISSN: 2319-1813, p-ISSN: 2319-1805 Risk Reduction In Indonesia” www.theijes.com, has indexed in ANED (American National Engineering Database) number is 09.1913/0282018029 3 Inovasi Model RAFTA 2011 Volume 9 Nomor Jurnal TESA ARSITEKTUR ISSN 1410- Perancangan Arsitektur Tepian Sungai Rawan 2, edisi Desember 6094 Banjir di Indonesia 2011 4 Mengembangkan Tatanan ‘Ruang Publik’ Volume 1, No 1, Klipping PURA – lab ARKODEKO Dalam Arsitektur Kota Di Indonesia edisi Jan 2012 Jur.Arsitektur UNPAR

F. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH DALAM PROSIDING SEMINAR / MAJALAH 10 TAHUN TERAKHIR No Judul Artikel Ilmiah Tahun Nama Proceeding Seminar 1 THE URBAN ARCHITECTURAL 24-26 November Proceeding International Joint-Conference of CONCEPT OF THE TIDAL RIVER AREA 2015 SENVAR-iNTA-AVAN 2015 IN BANJARMASIN’S OLD TOWN IN THE Wisdom of the Tropics : Past, Present & PRE-COLONIAL AND COLONIAL ERAS Future 1.Kusliansjah, Karyadi, 2, Siahaan, Uras Universiti Teknologi Malaysia, Johor 3.Tobing, Rumiati R 2. KONSEP 5A SEBAGAI PRINSIP DASAR 18-19 September Prosiding Seminar Nasional ARSITEKTUR KOTA SUNGAI PASANG 2015 ECO-LOGIC CITY 2015 SURUT Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Kasus Kota Lama Banjarmasin Kalimantan Universitas Tarumanagara Selatan Jakarta xi

3 MORFOLOGI ARSITEKTUR KOTA TEPI 2014 Seminar Nasional Hasil Penelitian Hibah AIR Kasus: Struktur Kota Banjarmasin - Bersaing SIMLITABMAS DIKTI, Februari Kalimantan Selatan Indonesia 2014 4 REINTERPRETASI IDENTITAS November 2013 Prosiding Seminar Nasional ARSITEKTUR KOTA AIRPASANG-SURUT Reinterpretasi IdentitasArsitektur Nusantara, Studi Kasus:Transformasi Bali-2013, ISBN No. 1234-5678 KawasanTepianSungai Pusat Kota Lama Jurusan Arsitektur Universitas Udayana Banjarmasin Denpasar Bali 5 Keberlanjutan Arsitektur Kota Air Pasang September 2013 Prosiding Seminar Nasional ‘ Kota Hijau Surut Menghadapi Pengaruh Transformasi Pesisir Tropis ‘dan Kongres VII Asosiasi Kota dan Peningkatan Permukaan Air Laut. Sekolah Perencanaan Indonesia Studi Kasus: Kawasan Tepian Sungai Pusat Jurusan Arsitektur Sam Ratulangi ,Manado, Kota Lama Banjarmasin Sulawesi Utara, 6 RAFTA 2011, Model Inovasi Perancangan 22-23 November Prosiding seminar nasional dan pameran Arsitektur Pada Daerah Kritis Banjir Tepian 2011 Bandung. Kebijakan dan Strategi Pengadaan Sungai Di Indonesia ISBN 978-979- Perumahan Berkelanjutan Di Indonesia 95595-8-6 Kementerian Pekerjaan Umum Pusat Penelitian dan Pengembangan Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman dan Universitas Katolik Parahyangan Jurusan Arsitektur FT dan Magister Arsitektur 7 Model Rumah Apung Fabrikasi 22 November Prosiding Seni Rupa & Desain Dalam Inovasi Perancangan Arsitektur Waterfront 2008 Transformasi Budaya Indonesia, Universitas untuk Daerah Kritis Banjir dan Gempa pada Kristen Maranatha, Bandung Kasus Pesisir di Indonesia. 8 Posisi Ideal Bangunan Gereja di Wilayah Kota September 2005 Majalah BerBuah P. HTBSPM- Bandung-/ dipublikasi 9 PENYUSUNAN KURIKULUM INTI LUSTRUM II Bertema : Berubah untuk Semakin PENDIDIKAN ARSITEKTUR INDONESIA STT Musi Berkualitas Salah satu upaya menunjang penyiapan dasar Palembang, Arsitek Profesional di Era Globalisasi 1 Juni 2002

8. G. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH (ORAL PRESENTATION) DALAM 9TAHUN TERAKHIR No Nama Pertemuan Ilmiah/ Seminar Judul Artikel ilmiah Waktu &Tempat 1 PemakalahWorkshop Sustainable Urban Permukiman Sungai Pasang-surut Kota 19-20 Oktober Development of CostalAreas Studi Kasus Banjarmasin 2016 Universitas Peremajaan Kampung Nelayan Di Muara Kristen Indonesia, Angke Jakarta, Jakarta- Cawang, 2 Speaker on International Joint-Conference of THE URBAN ARCHITECTURAL 24-26 November SENVAR-iNTA-AVAN 2015 CONCEPT OF THE TIDAL RIVER AREA 2015 Wisdom of the Tropics : Past, Present & Future IN BANJARMASIN’S OLD TOWN IN UTM,Johor, Universiti Teknologi Malaysia, Johor THE PRE-COLONIAL AND COLONIAL Malaysia ERAS 3 Pemakalah Seminar Nasional ECO-LOGIC KONSEP 5A SEBAGAI PRINSIP DASAR 18-19 September CITY 2015,-Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik ARSITEKTUR KOTA SUNGAI PASANG 2015 FT Jurusan Universitas Tarumanagara ,Jakarta SURUT Arsitektur Kasus Kota Lama Banjarmasin Kalimantan UniversitasTarum Selatan anegara, Jakarta 4 Pemakalah Seminar dan Forum Diskusi (Fordis IDENTIFIKASI DAN INTERPRETASI 27 November 3) Architecture as a Language, Kerjasama ARSITEKTUR PUSAT KOTA LAMA 2014- Program Program Doktor Arsitektur - Pascasarjana BANJARMASIN Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan dengan DALAM KONTEKS KAWASAN SUNGAI Universitas Program Pascasarjana Universitas Atmadjaya, PASANG-SURUT Atmadjaya, Yogyakarta, 5 Pemakalah Seminar Nasional Hasil Penelitian MORFOLOGI ARSITEKTUR KOTA TEPI Februari 2014 Hibah Bersaing DIKTI AIR Kasus: Struktur Kota Banjarmasin - Universitas Kalimantan Selatan Indonesia Achmad Yan, Cimahi 6 Pemakalah Seminar Nasional REINTERPRETASI IDENTITAS November 2013 Reinterpretasi IdentitasArsitektur Nusantara, ARSITEKTUR KOTA AIRPASANG- Jurusan Arsitektur Bali-2013, ISBN No. 1234-5678 SURUT Studi Kasus:Transformasi Univ.Udayana KawasanTepianSungai Pusat Kota Lama Denpasar Bali Banjarmasin 7 Pemakalah Seminar Nasional ‘ Kota Hijau Keberlanjutan Arsitektur Kota Air Pasang September 2013 xii

Pesisir Tropis ‘dan Kongres VII Asosiasi Surut Menghadapi Pengaruh Transformasi Jurusan Arsitektur Sekolah Perencanaan Indonesia Kota dan Peningkatan Permukaan Air Laut. Sam Ratulangi Studi Kasus: Kawasan Tepian Sungai Pusat ,Manado, Kota Lama Banjarmasin Sulawesi Utara, 8 FGD I-II dan Seminar Nasional penyusunan Konsep Masterplan Tahura Ir. H. Djuanda Februari, Juni, konsep masterplan Tahura Ir. H. Djuanda – 2014-2044 Oktober 2013 Kerjasama Tripartiet Pemda Jabar-Dinas Unpar , Bandung Kehutanan-Balai Tahura Ir. H. Djuanda- Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup- Universitas katolik Parahyangan 9 Seminar Nasional dan Pameran Kebijakan & RAFTA 2011, Model Inovasi Perancangan 22-23 November Strategi Pengadaan Perumahan Berkelanjutan Arsitektur Pada Daerah Kritis Banjir Tepian 2011, Hotel Aston Di Indonesia Kementerian Pekerjaan Umum Sungai Di Indonesia Bandung Pusat 10 Lokakarya Pengembangan Kurikulum FPTK- Kurikulum pendidikan sarjana Arsitektur, 18-19 Nopember UPI, Bandung 2010 2010 11 Seminar Seni Rupa & Desain Dalam Model Rumah Apung Fabrikasi 22 November Transformasi Budaya Indonesia, Universitas Inovasi Perancangan Arsitektur Waterfront 2008, Universitas Kristen Maranatha, Bandung untuk Daerah Kritis Banjir dan Gempa pada Kristen Kasus Pesisir di Indonesia. Maranatha, Bandung

H. KARYA BUKU DALAM 15 TAHUN TERAKHIR No Judul Buku Tahun Jlh Penerbit hal 1 Buku Direktori Alumni Magister dan Doktor 2015 48 Panitia Temu Alumni I Dan Forum Diskusi Arsitektur Sekolah Pascasarjana Universitas Sekolah Pascasarjana Universitas Katolik Katolik Parahyangan Parahyangan 2 Buku Prosiding dan buku Acara Seminar 2014 120 Panitia Seminar Nasional FengShui Program Nasional FengShui Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan 3 Buku Konsep Masterplan Tahura Ir. H. 2013 120 Tripartiet – LPPM Unpar Djuanda 2014-2044 kerjasama Tripartiet Pemda Jabar-Dinas Kehutanan-Balai Tahura Ir. H. Djuanda-Yayasan Sahabat Lingkungan Hidup- Universitas katolik Parahyangan 4 Buku, Penyusunan kurikulum berbasis 2012 96 jurusan Arsitektur Unpar kompetensi jurusan Arsitektur Unpar 2012. 5 Penerbitan Buku SAA AWARD – I Final Pebruari 96 Jurusan Arsitektur Unpar-IAI Dummy 2005 6. Prosiding SIMLOK Nasional 2004 Program Pascasarjana Arsitektur Unpar Jurusan Arsitektur Unpar, LSAI, REI, Simposium Nasional Arsitektur Perumahan dan LNPSA IX di Bandung 7 Tatanan Ruang Antara Bangunan di Kota, Septem- dipublikasi terbatas Jurusan Arsitektur Unpar Bacaan Keilmuan Arsitektur Kota – ber 2004 Laboratorium Arkodeko- 8 Tatanan Ruang Antara Bangunan Di Kota – 2004 dipublikasi terbatas, Jurusan Arsitektur Problem Kota Krusial Untuk Perancangan Unpar Arsitektur-Bacaan Keilmuan Arsitektur Kota 9 Proceeding Sarasehaan Nasional Pendidikan 2003 Program Pascasarjana Arsitektur Unpar Doktor Arsitektur di Indonesia 10 Buku Petunjuk Pelaksanaan Konsorsium Studio 2001- Jurusan Arsitektur Unpar Perancangan Arsitektur 2002, 11 Buku Lustrum - Berubah untuk semakin 2002 STT MUSI Palembang berkualitas/ “Penyusunan Kurikulum Inti Pendidikan Arsitektur-Perguruan Tinggi Indonesia, perlu bercermin diri untuk menentukan kompetensi”

I. Perolehan HKI dalam 5-10 Tahun Terakhir No Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID

J. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK / REKAYASA SOSIAL LAINNYA DALAM 5 TAHUN TERAKHIR xiii

No Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Tahun Tempat Respons masyarakat Lainnya yang telah Diterapkan Penerapan 1 PIC Pengabdian Masyarakat LPPM-Unpar 2012- Tahura Ir, H. Memotivas Masyarakat sadar dalam Tim Tripartiet Dinas Kehutanan/Balai 2013 Djuanda lingkungan hutan lindung Tahura ir. Tahura ir H.Djuanda- Yayasan Sahabat H. Djuanda; Memperjuangkan lingkungan Hidup- Universitas katolik lahirnya PIKA Tahura Ir. H. Parahyangan dalam penyusunan Masterplan Djuanda, Mendukung lahirnya Tahura 2014-2044 EcoCamp. 2 Juri Indocement Award Better Shelter For A 2010, Jakarta Memotivasi inovasi para mahasiswa Better Life – Inspiring Innovation - Semen Tiga Lingkup seni / arsitektur dan perancang muda Roda Architectural Designwork Competition nasional menciptakan sarana untuk Award lingkungannya. 3 ARSAPEX 2010,International Seminar Maret Universitas Menggalang kerjasama antara ”Architecture Education” and Student’s Project 2010 Katolik perguruan tinggi pendidikan Exhibition Parahyangan, arsitektur (anggota APTARI) + IAI Bandung (ikatan Arsitek Indonesia), Indonesia. menunjukan kekhasan yang setara internasional, dan berhasil merebut pengakuan internasional (UIA + ARCASIA) 4 Penerapan kembali konstruksi rumah bambu 2009 Kecamatan Sadar akan bahaya tinggal di pada Masyarakat Pasca Gempa 2009,kerjasama Takokak lingkungan kristis gempa, dan Jurusan Arsitektur dan Teknik Sipil Unpar – Kabupaten tanggap bahaya, serta membangun Jesuit Refugee Service [JRS] Cianjur Jawa kembali kepercayaaan masyarakat Barat, untuk mau memanfaatkan konstruksi rumah bambu aman terhadap gempa. 5 Advisor of Organizing Exhibition Werner Sobek Septem Kampus Menarik dan membuka wawasan – Designing The Future – Triple Zero- ber Universitas mahasiswa arsitektur untuk Architectural Travelling Exhibition, Goethe 2009 Katolik berinovasi dengan teknologi dalam Institute Indonesian-Werner Sobek-UPH, Parahyangan perancangan arsitektur dan punya sikap terhadap lingkungan alam. 6 Juri Indocement Award, Better Shelter For A 2008 Jakarta Memotivasi inovasi para mahasiswa Better Life - Innovation for Improvement - Lingkup seni / arsitektur dan perancang muda Semen Tiga Roda Architectural Artwork nasional memperhatikan lingkungannya. Competition Award.

K . PENGHARGAAN YANG PERNAH DIRAIH DALAM 10 TAHUN TERAKHIR (DARI PEMERINTAH, ASOSIASI ATAU INSTITUSI LAINNYA) No Jenis penghargaan Institusi Pemberi Tahun penghargaan 1 Pemenang pertama Sayembara Nasional Konsep dan Skematik Ikatan Arsitek Indonesia 2013-2014 Perancangan “Future Campus Surya University”- (Ketua Tim (IAI)- universitas Surya perancang) 2 Penyaji Makalah Penelitian terbaik DIKTI –DP2M 2012 3 The Special Award: Excellent Design.–Sekolah Busana Indonesia SAA AWARD 10 2007-2008 Pembimbing SAA –angkatan 23 an. Peserta : Elfan Kedmon Jurusan Arsitektur Nrp.20022008 UNPAR & IAI JAWA BARAT 4 The Special Award: Excellent Design. –Hotel Bisnis Bintang Empat SAA AWARD 9 2006-2007 Bandung Pembimbing SAA –angkatan 22 an. Peserta : Welly Jurusan Arsitektur Yogatama Nrp.2001200 UNPAR & IAI JAWA BARAT 5 The Special Award: Excellent Design. –Sekolah Musik Bandung SAA AWARD 9 2006-2007 Pembimbing SAA –angkatan 22 an. Peserta : Luki Nrp.2001200... Jurusan Arsitektur UNPAR & IAI JAWA BARAT 6 The Special Award: Excellent Design. -Sony Distribution Office SAA AWARD 3 2003-2004 Bandung Pembimbing SAA –angkatan 16 an. Peserta : Hendra Jurusan Arsitektur Rahman Nrp.199420087 UNPAR & IAI JAWA BARAT 7 Karya terbaik / The First Best Design (Three) Family and Leisure SAA AWARD 2 Jurusan 2003-2004 Hotel,Bandung Pembimbing SAA –angkatan 15 an. Peserta : Arsitektur UNPAR & Rekotomo Prasetyo Nrp.199420087 IAI JAWA BARAT 8 Karya terbaik Kategori Inovatif teknologi- Showroom Mercedesbens SAA AWARD 1 Jurusan 2002-2003 xiv

Bandung Pembimbing peserta SAA –angkatan 14 an. Jimmy Sutomi Arsitektur UNPAR & Nrp IAI JAWA BARAT 9 Certificate of Appreciation Perancangan Renovasi / Pengembangan Yayasan Salib Suci 2005 Sekolah Yos Sudarso-Subang dan Sekolah Ign Slamet Riyadi – Bandung 10 Certificate for Lecturer Participation Workshop and StudyTour in JURUSAN 2004 Singapore, Malaysia and Thailand ,August 2nd-10th 2004 ARSITEKTUR FAK. TEKNIK UNPAR 11 Certificate of Appreciation Perancangan Renovasi / Pengembangan Yayasan Salib Suci 2004 Sekolah Yos Sudarso- Karawang

No Jabatan Struktural/Fungsional Masa Bakti 1 Wakil Dekan Bidang Sumberdaya Fakultas Teknik Universitas 2017-2019 Katolik Parahyangan 2 Ketua Jurusan Arsitektur ,Fakultas Teknik Universitas katolik 2008-2010 Parahyangan 3 Asisten Direktur Bidang Sumber Daya, Program Pascasarjana 2005-2007 Unversitas Katolik Parahyangan, 4 Wakil Kepala Program Magister dan Doktor Arsitektur - 2003-2007 Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan 5 Anggota Senat Fakultas Teknik Unpar 2017-2019 2003-2007 6 Dosen Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Unpar, 1992-kini 7 Dosen Pembina Jurusan Arsitektur STT.Musi Palembang, 1999-2009 kerjasama Program APTIK. 8 Dosen Program Pascasarjana Unpar, 2016- kini 2000-2007 9 Ketua KBI Arsitektur Kota dan Desain Perkotaan (ARKODEKO) 2015-kini Prodi Arsitektur Unversitas Katolik Parahyangan 10 Ketua Pusat Studi Adaptasi dan Resilien Desain Lingkungan / 2017-2018 Centre for Adaptataion and Resilience Environmental Design Studies – LPPM Unpar

No Keanggotaan Asoiasi Nomor 1 Sertifikat PendidikDosen Profesional Bidang Ilmu Teknik (No.Reg.12104100607944) Arsitektur NIDN 0420125401 2 Sertifikasi Keahlian Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) 3 Anggota Profesional Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) 4 Anggota Persatuan Sarjana Arsitektur Indonesia (PSAI) 5 Anggota dan Pengurus Ikatan Alumni UNPAR (IKA UNPAR) 6 Anggota Ikatan Alumni Arsitektur UNPAR (IAAU)

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hokum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah stu persyaratan dalam pengajuan Hibah Bersaing Bandung, Desember 2016

Peneliti Utama

( Dr.Ir. Karyadi Kusliansjah, MT, IAI)

xv

Biodata Anggota Peneliti 1

A. IDENTITAS DIRI 1 Nama Lengkap (dengan gelar) Dr.Yasmin Suriansyah, Ir, MSP 2 Jenis Kelamin L / P 3 Jabatan Fungsional Dosen Tetap 4 NIP/NIK/Identitas lainnya 19890185 5 NIDN / SerDos 0409075701/ 12104100607899 6 Tempat dan Tanggal Lahir Banjarmasin, 9 Juli 1957 7 E-mail [email protected] [email protected] [email protected] 8 Nomor Telepon/HP 0811249820 / 0811249820 9 Alamat Kantor Universitas Katolik Parahyangan Jalan Ciumbuleuit no. 94 Bandung 40141 Indonesia 10 Nomor Telepon/Faks +62 22 203 3691 ext 515 /: +62 22 203 3692 11 Lulusan yang Telah Dihasilkan S-1 = … orang; S-2 = … orang; S-3 = … orang 1. Arsitektur Kota 2. Arsitektur Perumahan Vertikal Perkotaan 3. Arsitektur Bangunan Hijau 4. Metodologi Riset 5. Perencanaan/Perancangan Tapak 12 Mata Kuliah yg Diampu 6. Perkotaan dan Permukiman 1 & 2 7. Skripsi 8. Studio Arsitektur Akhir 9. Studio Perancangan Arsitektur 3 & 4 10. Studio Perancangan Arsitektur 5 & 6 11. Teori Arsitektur

B. RIWAYAT PENDIDIKAN S-1 S-2 S-3 Nama Perguruan Tinggi Pasca Sarjana Pasca Sarjana Program Program Doktor Jurusan Arsitektur Magister Jurusan Pendidikan Ilmu Fakultas Teknik Perencanaan Wilayah Pengetahuan Sosial Universitas Katolik dan Kota Institut Universitas Parahyangan Teknologi Bandung Pendidikan Indonesia Bidang Ilmu Perencanaan Wilayah Pendidikan Ilmu Arsitektur dan Kota Pengetahuan Sosial Tahun Masuk-Lulus 1976-1983 1986-1989 2005-2009 Judul Skripsi/Tesis/Disertasi Pola Pemanfaatan Ruang pada "Permukiman di "Karakteristik Perumahan Massal Kawasan di Babatan Pemukiman Dualistik di Vertikal sebagai Dulatip, Bandung". Bandung" Refleksi Gaya Hidup Penghuninya Nama Pembimbing/Promotor

C. PENGALAMAN PENELITIAN DALAM 5 TAHUN TERAKHIR Pendanaan No. Tahun Judul Penelitian Sumber* Jml (Juta Rp) 1 2014 Peluang Apartemen Dago Butik dan Apartemen LPPM Universitas Gateway Bandung Menjadi Bangunan Hijau dari Katolik Sudut Pandang OTTV dan Ruang Hijau Parahyangan 2 2013 Potensi Pencahayaan Alami pada Rumah Susun LPPM Universitas Sarijadi Bandung Katolik Parahyangan 3 2012 Konfigurasi Elemen Fisik Spatial LPPM Universitas di Rumah Susun Dukuh Semar Cirebon Katolik Parahyangan 4. 2011 Penelusuran Pola Ruang dan Massa LPPM Universitas pada 41 Kawasan Babakan Katolik di Kota Bandung Parahyangan 5 2010 Inovasi Perancangan Arsitektur Model Rumah Hibah Bersaing xvi

Apung Fabrikasi pada Tepi Air dalam DP2M Dikti Menghadapi Global Warming, Banjir, dan Indonesia Gempa di Indonesia (Tahap 2)

D. PENGALAMAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DALAM 5 TAHUN TERAKHIR Pendanaan No. Tahun Judul Pengabdian Kepada Masyarakat Sumber* Jml (Juta Rp) 1 2013- Perancangan Hotel Eva Banjarbaru Kalimantan Arsitek & 2014 Selatan Greenship Profesional 2 2013- Pendampingan Greenship untuk Holcim Tuban Greenship

2014 Profesional 3 2013- Pendampingan Greenship untuk Eco Learning Greenship

2014 Camp Profesional 4. 2011 Ujian Gambar USM 3 Penerimaan Mahasiswa Penilai Ujian Baru 2011/2012, 18 Juli 2011 5 Program Peningkatan Mutu Kelola dan Manajemen Fakultas Teknik Universitas Katolik Panitia, Pembicara,

Parahyangan 11-14 Januari 2011 Sari Ater Hot & Moderator Spring Resort Subang Jawa Barat 6 2010 Dies Natalis ke 50 Fakultas Teknik Universitas Pengarah Katolik Parahyangan 7 2010 Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Kerjasama Luar Negeri, Management Pemanfaatan dan Pengembangan Infrastruktur, Peningkatan Narasumber Kemampuan Sumber Daya manusia (SDM) Aparatur Pengelola Kerjasama Luar negeri, Pemerintah Provinsi Jawa bara 8 2010 Lokakarya penyusunan Standard Operating Procedure (SOP) Fakultas Teknik Universitas Ketua Pelaksana Katolik Parahyangan 9 2010 Pengabdian Kepada Masyarakat Pasca Gempa 2009 Kecamatan Takokak Kabupaten Cianjur Ketua Kelompok Jawa Barat 10 2010 Persiapan Penyelenggaraan Program Pendidikan Profesi Arsitektur dalam Program Magister Anggota Tim Arsitektur Pascasarjana Unpar 17 Desember 2009 -31Januari 2010 11 2010 Pengadaan Pakaian Seragam Pegawai Golongan I di Lingkungan Universitas Katolik Parahyangan Anggota untuk Tahun Anggaran 2010 12 2010 Ujian gambar peserta PMDK dalam Rangka Penerimaan Mahasiswa Baru Tahun Akademik Penyusun soal 2010/2011 Universitas Katolik Parahyangan

E. PUBLIKASI ARTIKEL ILMIAH JURNAL DALAM 5 TAHUN TERAKHIR Volume/ No. Judul Artikel Ilmiah Nama Jurnal Nomor/Tahun 1 “RAFTA2011, The Innovation Of The Manufactured e-ISSN: 2319-1813, p- Floating House Model: A New Concept Of ISSN: 2319-1805 Waterfront Settlements For Flood Risk Reduction In The International Journal www.theijes.com, has Indonesia” of Engineering and indexed in ANED Science (THE IJES) (American National Engineering Database) number is 09.1913/0282018029 2 Inovasi Model RAFTA 2011 ISSN 1410- Jurnal TESA Perancangan Arsitektur Tepian Sungai Rawan Banjir 6094Volume 9 Nomor ARSITEKTUR di Indonesia 2, edisi Desember 2011 3 Perwujudan keadilan dalam pemanfaatan ruang Jurnal PENELITIAN ISSN 1410-0835 publik kota menurut persepsi generasi muda Lembaga Penelitian #12-22, 2002 Unpar 4 Lingkungan Binaan yang Terbentuk oleh Usaha Jurnal PENELITIAN ISSN 1410-0835Nomor Masyarakat Marjinal: dari Krisis Ekonomi ke Krisis Lembaga Penelitian 10 tahun 2001 Perkotaan Unpar Halaman 82-106

xvii

5 Kualitas Arsitektur Kota, Memahami Beauty melalui ISSN 1215-7845 Potret 2 Penggalan sungai Cikapayang Jurnal Arsitektur Tatanan Volume 2 No. 4 Juli 2001 Halaman 86-156

F. PEMAKALAH SEMINAR ILMIAH (ORAL PRESENTATION) DALM 5 TAHUN TERAKHIR Nama Pertemuan Ilmiah / No. Judul Artikel Ilmiah Waktu dan Tempat Seminar 1 12th International Conference on Creativity and Adaptability in Using Space at 2011– Published by Quality in Research (QiR) SarijadiMassPublic Housing in Bandung UniversitasIndonesia Indonesia and ICESERA 2 Proceeding International Green Areas and Cikapundung Riverfront in 2011-Published by Congress Bandung City Indonesia Tokyo University Architecture and Planning School Japan Association (APSA) - 3 International Conference - Contribution of Vertical Mass Housing 2011-Published by Environmental Talk; Toward A Development for Green Open Space Universitas Mercu Better Green Living - Availability in Bandung City Indonesia Buana Jakarta 4 International Conference - Local The Meaning of Space-Use Efficiency for The 2011-Published by Wisdom in Global Era - Inhabitants of Four Low-Cost Multi-Storey CIB (Council for Enhancing the Locality in Public-Housings in Bandung, Cimahi, and Research and Inno- Architecture, Housing, and Urban Soreang, Indonesia vation in Building and Environment - Construction) & Uni- versitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta 5 Greenship Associate - Konsil The Meaning of Space-Use Efficiency for The 2011- Greenship Bangunan Hijau Indonesia Inhabitants of Four Low-Cost Multi-Storey Associate - Konsil Public-Housings in Bandung, Cimahi, and Bangunan Hijau Soreang, Indonesia Indonesia 6 2nd International Seminar on Heat Island In Garden City Area Of Bandung Tropical Eco-Settlements - Green Indonesia 2010- Published by Infrastructure: A Strategy to Puslitbangkim Sustain Urban Settlements 7 2nd International Seminar on Architecture Design Influence on Thermal Tropical Eco-Settlements - Green Comfort in Apartment Building in The City of 2010- Published by Infrastructure: A Strategy to Bandung Puslitbangkim Sustain Urban Settlements

G. KARYA BUKU DALAM 5 TAHUN TERAKHIR Jumlah No. Judul Buku Tahun Halaman Penerbit 1 Pola Pemanfaatan Ruang (PPR) pada Perumahan Massal Universitas Vertikal (PMV) sebagai Refleksi Gaya Hidup (GH) 2009 Pendidikan Penghuninya Indonesia 2 Learning from Friendly Tourism District of Waikiki Hawaii. Proceeding: From Hard Urban Design Elements to Soft Urban International Instruments Seminar and Workshop Urban Development Management for Friendly City, Architecture 2003 Magister Program of Sumatera Utara University. Published by Architecture Magister Program of Sumatera Utara University

H. PEROLEHAN HKI DALAM 5-10 TAHUN TERAKHIR

No. Judul/Tema HKI Tahun Jenis Nomor P/ID 1 xviii

I. PENGALAMAN MERUMUSKAN KEBIJAKAN PUBLIK/REKAYASA SOSIAL LAINNYA DALAM 5 TAHUN TERAKHIR Judul/Tema/Jenis Rekayasa Sosial Lainnya yang Telah Tempat Respon No. Tahun Diterpakan Penerapan Masyarakat 1 Kuliah Lapangan, Tinjauan Rusunami Gateway Bandung & Bandung & 2011 Pinewood Jatinangor 13 Oktober 2011 Jatinangor 2 Pengabdian kepada Masyarakat Pasca Gempa Jawa Barat, di Bandung 2009 Desa Cikangkareng Jawa Barat 3 Pengabdian kepada Masyarakat Pasca Gempa Jawa Barat, di Bandung- 2009 Desa Takokak Cianjur Jawa Barat Cianjur 4 Program Hibah Kompetisi Efisiensi Eksternal Jurusan Bandung 2008 Arsitektur, Penyiapan Newsletter. 5 Kuliah Lapangan SPA 5, 16 Februari 2008, Putri Duyung Jakarta 2008 Cottage Resort Hotel Impian Jaya Ancol Jakarta

J. PENGHARGAAN DALAM 10 TAHUN TERAKHIR (DARI PEMERINTAH, ASOSIASI ATAU INSTITUSI LAINNYA)

No. Jenis Penghargaan Institusi Pemberi Penghargaan Tahun

1 Anggota Tim Pemenang Utama Sayembara Perancangan 2013 Universitas Katolik Parahyangan Gedung Arntz-Geize 2 Anggota Tim Pemenang Utama Sayembara Perancangan 2011 Gedung Learning Centre Bank Indonesia Jalan Kwitang Bank Indonesia & IAI Jakarta 3 Anggota Tim Pemenang Utama Sayembara Perancangan 2011 Bank Indonesia & IAI Gedung Sarana KOPEBRI Bank Indonesia Jakarta 4 Peserta Sayembara Perancangan Gedung Kantor Bank 2010 Bank Indonesia & IAI Indonesia Solo 5 Penghargaan Kesetiaan Kerja 21 tahun Universitas Katolik Parahyangan 2010 6 Sertifikat Penghargaan Dekan Fakultas Teknik dan Ketua 2007 Dekan dan Ketua Jurusan Jurusan Arsitektur, 19 Desember 2007, sebagai PIC 3 Program Arsitektur PHK A3 7 Sertifikat Penghargaan DekanFakultas Teknik dan Ketua 2007 Jurusan Arsitektur, 19 Desember 2007, sebagai dosen PJ Dekan dan Ketua Jurusan Perancangan Tapak, Dosen Metodologi Riset Arsitektur, Arsitektur Perancangan Tapak, Arsitektur Perumahan Vertikal Perkotaan, Studio Perancangan 5, Studio Akhir Arsitektur, 8 Penghargaan Kesetiaan Kerja 18 tahun Universitas Katolik Parahyangan 2007 9 Piagam Pembinaan Dosen Universitas Katolik Parahyangan 2003 10 Penghargaan Kesetiaan Kerja 12,5 tahun Universitas Katolik Parahyangan 2002 11 Pemenang Penelitian Terbaik APTIK 2002, tema Keadilan, Research Institute Network of 2001 judul Perwujudan Keadilan dalam Pemanfaatan Ruang Publik Indonesian Catholic University Kota menurut Persepsi Generasi Muda Association 12 Pemenang Penelitian terbaik APTIK 2001, Tema Crissis Research Institute Network of 2001 Survival, judul Lingkungan Binaan yang Terbentuk oleh Usaha Indonesian Catholic University Masyarakat Marjinal: dari Krisis Ekonomi ke Krisis Perkotaan Association

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari ternyata dijumpai ketidak-sesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima sanksi. Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah.Bersaing Bandung, Desember 2017 Pengusul,

(Dr. Ir. Yasmin Suriansyah, MSP)

xix

LAMPIRAN 2: DAFTAR ISI DUMMY BUKU

Judul : Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan

Hulu Buku /Pendahuluan

 Fenomena transformasi arsitektur kota tepi air di Indonesia, dalam kebutuhan ruang pembangunan berbasis darat era sekarang.  Rekayasa demam pembangunan kota-kota tepi air di Indonesia sebagai kota waterfront.  Mengenali era kejayaan kota tepi air Nusantara sebagai kota hilir. 1) Kota tepi air di Indonesia visualisasi era kejayaan Nusantara; 2) Kota tepi air wujud kemampuan pengelolaan ruang air-darat; 3) Kota tepi air bentuk adaptasi budaya mukim air; dan 4) Kota tepi air pintu gerbang embrio peradaban akulturasi.  Resiliensi kota tepi air dalam karekteristik konteks lingkungannya.  Model Konsep Arsitektur kota tepi air dalam pendekatan prinsip-prinsip konsep 5A struktur lingkungan: 1) Access; 2) Amenity; 3) Appearance; 4) Ambience;dan 5) Adaptation.  Pentingnya pembangunan tol laut sebagai pemicu restrukturisasi kota tepi air.

Bab I. Jelajahi sungai kenali Kota Tepi Air Kalimantan  Accessibility - Sungai dikotomi ruang air hulu versus hilir dan lokal versus global. - Sungai lintasan perdagangan lokal dan internasional,sumber kejayaan kota Bandar  Amenity - Sungai nadi kehidupan masyarakat kota tepi air  Appearance - Sungai elemen pembentuk struktur kota tepi air - Sungai kontra jalan wajah transformasi kota tepi air era sekarang  Ambience - Sungai tata ruang keseimbangan pembangunan waterfront city  Adaptation - Sungai erosi dan sedimentasinya merubah bentuk posisi batas dan peran kota tepi air

Bab II. Banjarmasin Kota Bandar berkonteks Kanal-Seribu Sungai

Bab III. Pontianak Kota Bandar Bahari dalam Budaya Parit-Sungai

Bab IV. Samarinda Kota Waterfront Pendukung Lintasan Sungai Kota Pedalaman

Bab V. Palangka Raya Kota Riverfront Musiman Hutan Rimba-Gambut.

Bab VI. Tanjung Selor Kota Waterfront Berorientasi Masa Depan.

BabVII. Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan .

Hilir Buku /Kesimpulan

xx

LAMPIRAN 3: DRAF SAMPUL BUKU

xxi

No F-04 FORMULIR Berlaku 1 Januari 2016 Revisi 2 BUKTI PELAKSANAAN SEMINAR Unit LPPM

Dengan ini kami menerangkan bahwa:

1. Judul Penelitian Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan Kasus:Kota–Kota Sungai Ibu Kota Propinsi Kalimantan 2. Klasifikasi Penelitian1 1. Hibah Dosen Muda

2. Hibah Monodisiplin

3. Hibah Multidisiplin

4. Hibah Pascasarjana

5. Hibah Dana Pendamping

3. Ketua Peneliti / Pengusul - Nama Dr. Ir. Karyadi Kusliansjah,MT,IAI - Telp / Extension / Email 08122127169 - Email [email protected] - N I K 19890058 - Jab. Fungsional / Struktural Lektor/ Dosen Tetap- WD2 FT. - Bidang Keahlian Arsitektur/ Arsitektur Kota - Jurusan / fakuktas Fakultas Teknik

Telah melaksanakan seminar Proposal Kegiatan Penelitian / Laporan Hasil Penelitian* yang diselenggarakan pada 3 November 2017, yaitu: 1. Seminar di tingkat KBI / Laboratorium / Jurusan / Fakultas/ Universitas/LPPM*

2. Pertemuan ilmiah tingkat nasional: ………………………………………

3. Pertemuan ilmiah tingkat internasional: …………………………………

* beri tanda/coret yang sesuai * seminar Proposal Kegiatan Penelitian sekurang-kurangnya di tingkat KBI

Bandung, tanggal 10 November 2017

Ketua Program Studi Arsitektur

Dr. Rahadhian P. Herwindo, ST.,MT

xxii

No F-09 FORMULIR Berlaku 1 Januari 2016 PENYELESAIAN KEGIATAN Revisi 4 PENELITIAN Unit LPPM

Catatan: No Revisi Bagian Yang Diubah Disetujui 1. Capaian hasil penelitian dilaporkan dalam Ka. LPPM, 01 penyelesaian kegiatan penelitian Sem. Ganjil 2011-11 Ka. LPPM 1. Klasifikasi penelitian disesuaikan dengan hibah dalam Sem Ganjil 2012-13 02 Peraturan Yayasan Nomor: Nomor 4 Tahun 2013 dan Peraturan Rektor Nomor III/PRT/2013-01/013

03 1. Penambahan point capaian Ka. LPPM 1 Januari 2014 04 1. Penambahan kategori penelitian dana pendamping Ka. LPPM 1 Januari 2016 2. Perubahan “Ketua Jurusan” menjadi “Ketua Program Studi”

1. Judul Penelitian Model Konseptual Arsitektur Kota Tepi Air Kalimantan Kasus:Kota–Kota Sungai Ibu Kota Propinsi Kalimantan 2. Klasifikasi Penelitian1 1. Hibah Dosen Muda 2. Hibah Monodisiplin 3. Hibah Multidisiplin 4. Hibah Pascasarjana 5. Hibah Dana Pendamping 3. Ketua Peneliti / Pengusul - Nama Dr. Ir. Karyadi Kusliansjah,MT,IAI - Telp / Extension / Email 08122127169 - N I K 19890058 - Jab. Fungsional / Struktural Lektor/ Dosen Tetap- WD2 FT. - Bidang Keahlian Arsitektur Kota - Jurusan / Fakultas Arsitektur/ Fakultas Teknik 4. Pembina (khusus untuk Hibah Dosen Muda) -Nama -NIK -Jab. Fungsional /Struktural 5. Semua Anggota Peneliti (termasuk mahasiswa pascasarjana untuk Hibah Pascasarjana) 1. Dr.Ir. Yasmin Suriansyah,MSP (Arsitektur - Nama (Bidang Keahlian) Kota,Perumahan,Green Architecture.) - Nama (Bidang Keahlian) 2...... (...... ) - Nama Mahasiswa (Prodi) 3. Fransiska Paramarini WS. (.Prodi Arsitektur.) - Nama Mahasiswa (Prodi) 4...... (...... ) 6. Jadwal (max 10 bulan) Feb s/d Nov 2017 7. Capaian1 1. 1. Makalah ilmiah 2. 2. Buku 3. Teknologi Tepat Guna 4. Rekasaya Sosial xxiii

5. Thesis / Disertasi 6. Lainnya (sebutkan, misalnya proposal penelitian untuk skema penelitian eksternal / DIKTI). 8. Deskripsi Capaian (Judul Karya Ilmiah / Nama Seminar atau Jurnal / Status Karya Ilmiah4)  THE 5-A CONCEPTS AS STRUCTURAL PRINCIPLES FOR THE ARCHITECTURE ENVIRONMENTAL DESIGN IN TIDAL RIVER CITY – City ,Culture and Sociaty International Journal- draft dikirim.2017  -Buku WATER BASED CULTURED (artikel buku) Tim buku Universitas Katolik Yogyakarta, Penerbit Andi Yogyakarta, 2017  -Buku Model Konseptual Kota Tepi Air Kalimantan (dummy buku) 2017  REINTERPRETATION OF ARCHITECTURAL IDENTITY IN A TIDAL WATERFRONT CITY,Case Study: Transformation of Riverbank Area in Banjarmasin Old City Center, International Journal of Architecture and Urban Development (IJAUD ) www.ijaud.srbiau.ac.ir; Article3.Vol.6,No.1 winter 2016; Pages 33-40; OnlineISSN : 2345-2331, Print ISSN : 2228-7396 Statistics: Article View: 252. PDF download:413,First author, Publish 2016.  KONSEP 5A SEBAGAI PRINSIP DASAR ARSITEKTUR KOTA SUNGAI PASANG SURUT, Kasus Kota Lama Banjarmasin Kalimantan Selatan; Seminar Nasional ECO- LOGIC CITY 2015, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara, Jakarta; Vol. .., ISSN : ……..; September 2015; Penulis Pertama, terlaksana 2015. 9. Laporan keuangan 3 Keterangan Total Transportasi Rp 918.708+ 1.143.497 Makanan Berat Rp 1.732.116 Makanan Ringan Rp 186.500 Minuman Rp 381.100 Penginapan Rp 0 ATK Rp 1.821.900 Photo Copy & Jilid Rp 235.000 Pustaka Rp 267.000 Benda Pos Rp 0 Voucher Rp 0 Bahan Habis Pakai Rp 3.900.000 Honor Penelitian Rp 4.500.000 Total Rp 15.085.821

10. Pembiayaan1 1. Rp. 10.000.000 (Dosen Muda) 2. Rp. 15.000.000 (Monodisiplin) 3. Rp. 20.000.000 (Multidisiplin) 4. Rp. 20.000.000 (Pascasarjana) 5...... (Dana Pendamping) 11. Pencairan Tahap II (30 %)1 1. Rp. 3.000.000 (Dosen Muda) 2. Rp. 4.500.000 (Monodisiplin) 3. Rp. 6.000.000 (Multidisiplin) 4. Rp. 6.000.000 (Pascasarjana) 5...... (Dana Pendamping) 1. Ditandai yang sesuai (penelitian mandiri tidak perlu mengisi) 2. Dilengkapi dengan Formulir F-04. Bukti Pelaksanaan Seminar kecuali penelitian mandiri 3. Diisi bila ada laporan keuangan saja (lampirkan juga rincian dan bukti-bukti pengeluarannya, disusun dan ditempel berdasarkan no bon di HVS A4) (penelitian mandiri tidak perlu mengisi) 4. Status karya ilmiah: draft, dikirim, diterima, terbit

xxiv

xxv