JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2

Perilaku Konsumen Rumah Tangga Dalam Memilih Daging Sapi di Kota (The Behavior of Household Consumers in Choosing The in Padang)

Salam N Aritonang Fakultas Peternakan Universitas Andalas Padang [email protected]

Abstrak Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei. Responden penelitian adalah ibu rumah tangga yang ada di kota Padang. Teknik pengambilan sampel secara cluster random sampling berdasarkan wilayah pemukiman yang dibagi menjadi wilayah pusat kota dan wilayah pinggiran kota. Jumlah sampel ditentukan secara quota sebanyak 120 orang yang dipilih dengan metode accidental. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku ibu rumah tangga dalam memilih daging sapi ditinjau dari aspek fisik daging secara keseluruhan responden memilih daging segar (100%), dari aspek kualitas daging rata-rata responden memilih mengkonsumsi daging padat (76,7%) dan dari aspek harga sangat mempengaruhi konsumen rumah tangga untuk memilih mengkonsumsi daging sapi atau tidak (100%). Kata kunci: perilaku, daging sapi, konsumen rumah tangga, padang

Abstract This research is conducted to evaluate the behavior of household consumer in choosing beef in Padang. The research is conducted by surveying method. The samples are housewife in Padang. Cluster random sampling is done based on urban and suburban. There are 120 samples that is choosen using the accidental method. The result shows that in physical aspect the housewife tend to choose fresh (100%), in meat quality aspect, housewives tends to choose solid meat (76,7%), and price aspect also affects household consumer whether to consume beef or not (100%). Keywords : behavior, beef, household, padang

Pendahuluan meningkat menjadi 2,44 kg/kapita/tahun Daging adalah semua jaringan hewan (Dinas Peternakan Sumatera Barat, 2010). dan semua produk hasil pengolahan jaringan- Konsumsi protein hewani penduduk Sumatera jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan Barat khususnya daging sapi didukung oleh serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan budaya kuliner masyarakat Sumatera Barat bagi yang memakannya (Aberle et al. 2001). yang menjadikan daging sapi sebagai makanan Menurut Lawrie (2003) daya terima konsumen khas minang seperti batokok dan terhadap daging dipengaruhi oleh keempukan, . Pada restoran/rumah makan masakan juiciness, dan selera. Keempukan merupakan Padang, daging merupakan menu utama yang salah satu indikator dan faktor utama disajikan dengan berbagai bentuk pertimbangan bagi konsumen dalam memilih pengolahan/masakan. daging yang berkualitas baik. Rumah tangga yang tinggal di wilayah Sumatera Barat merupakan salah satu perkotaan diduga memiliki tingkat konsumsi provinsi yang penduduknya mengkonsumsi daging yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein hewani khususnya daging cukup tinggi penduduk yang tinggal diwilayah pedesaan. di yaitu 2,85 gr/kapita/hari pada Kota Padang tercatat sebagai daerah yang tahun 2011 lebih tinggi dibandingkan dengan penduduknya mempunyai konsumsi daging provinsi lain seperti Aceh 1,53 gr/kapita/hari, sapi tertinggi. Laporan Dinas Pertanian, Sumatera Utara 2,03 gr/kapita/hari, Jawa Peternakan dan Kehutanan Kota Padang (2011) Tengah 1,98 gr/kapita/hari (Badan Pusat menyebutkan bahwa konsumsi daging sapi Statistik Sumatera Barat, 2011). Khusus untuk tahun 2010 ± 2,13 kg/kap/thn, masih dibawah konsumsi daging sapi terus meningkat, yaitu standar gizi nasional yang diharapkan yaitu pada tahun 2009 rata-rata sebesar 2,21 10,0 kg/kap/thn. kg/kapita/tahun dan pada tahun 2010 Menurut Pramono (2001) beberapa JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2

faktor yang mempengaruhi sikap konsumen karena sebagian besar dari pendapatan tersebut dalam memilih daging di pasaran diantaranya: dialokasikan pada kebutuhan non pangan (BPS 1. Bentuk daging, yaitu daging segar, daging Modul Konsumsi Penduduk, 2013). dingin, daging beku, daging olahan, dan daging yang sudah masak. Materi dan Metode 2. Bagian daging, yang dikelompokkan Penelitian ini dilakukan di 4 kelurahan berdasarkan harga, pertama adalah daging yang mewakili pusat perkotaan dan pinggiran has dalam, kemudian daging has luar, kota Padang. Kelurahan yang mewakili pusat daging paha, daging iga, dan daging kota ditetapkan yaitu kelurahan Kampung Jao, kepala, jerohan serta tetelan. Kecamatan Padang Barat dan kelurahan 3. Cara memilih daging, biasanya konsumen Sawahan Kecamatan Padang Timur. Sedangkan memilih daging dengan menggunakan kelurahan yang mewakili pinggiran kota yaitu indera penglihatan, penciuman dan indera Kelurahan Beringin Kecamatan Lubuk peraba. Selain itu ada juga konsumen yang Kilangan dan Kelurahan Lambung Bukit memilih daging dengan melihat ada atau Kecamatan Pauh. tidaknya lemak atau darah dan ada juga Metode yang digunakan pada penelitian yang mempercayakan pilihannya pada ini adalah metode survei yaitu ragam penjual daging. Ditinjau dari segi mengumpulkan informasi dari sebagian sampel kesehatan cara pemilihan daging yang untuk mewakili seluruh populasi. Responden paling baik adalah dengan melihat warna penelitian adalah ibu rumah tangga, hal ini dan tekstur daging serta dengan melakukan didasarkan atas pertimbangan bahwa ibu rumah penciuman, tanpa melakukan perabaan. tangga adalah orang yang paling berperan Astawan (2006) mengemukakan bahwa dalam menentukan konsumsi pada suatu rumah ciri-ciri kualitas daging sapi yang baik tangganya. Teknik pengambilan sampel yang adalah warna merah cerah, serabut daging digunakan adalah dengan Cluster Random halus tetapi tidak mudah hancur dan sedikit Sampling berdasarkan kepada wilayah berlemak, tekstur daging yang masih segar pemukiman. Pertama pemukiman dibagi terasa masih kenyal, bau dan rasa. menjadi 2 cluster yaitu pemukiman yang dekat Berdasarkan hasil penelitian Daslina dengan pusat kota yang terdiri dari 6 kecamatan (2002) pola konsumsi daging di daerah yaitu Kecamatan Padang Timur, Padang Barat, perkotaan dan pedesaan menunjukkan pola Padang Utara, Nanggalo, Padang Selatan, yang berbeda, yaitu pada volume konsumsinya. Lubuk Begalung dan pemukiman wilayah Di perkotaan konsumsi daging jauh lebih tinggi pinggiran kota yang terdiri dari 5 kecamatan dibandingkan di daerah pedesaan, kecuali untuk yaitu Kecamatan Koto Tangah, Bungus Teluk daging kambing dan kerbau. Ilham (2001) Kabung, Lubuk Kilangan, Kuranji, Pauh. Pada dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tiap cluster di pilih 2 kecamatan secara acak. keputusan mengkonsumsi daging sapi tidak Selanjutnya pada masing-masing kecamatan hanya ditentukan oleh pendapatan, tetapi dilakukan pemilihan 1 kelurahan juga secara ditentukan juga oleh tingkat pendidikan dan acak. Di setiap kelurahan ditetapkan sampel aksesibilitas masyarakat terhadap fasilitas dengan quota sebanyak 30 rumah tangga. sosial ekonomi. orang yang memiliki Dengan demikian jumlah sampel untuk kedua pendidikan dan pengetahuan yang lebih tinggi cluster sebanyak 120 rumah tangga. cenderung untuk memilih pangan yang lebih Pengambilan responden dilakukan secara baik kualitasnya dari pada yang berpendidikan accidental. rendah. Variabel yang diukur dalam penelitian Teori Engel’s menyatakan bahwa semakin ini adalah perilaku memilih daging sapi, tinggi tingkat pendapatan keluarga semakin dengan alasan memilih berdasarkan : a) kondisi rendah persentasi pengeluaran untuk konsumsi fisik daging, b) kualitas daging, c) harga. Data makanan. Berdasarkan teori klasik ini, maka yang diperlukan dalam penelitian ini adalah keluarga bisa dikatakan lebih sejahtera bila data primer yang diperoleh langsung dari persentasi pengeluaran untuk makanan jauh responden melalui wawancara dengan memakai lebih kecil dari persentasi pengeluaran untuk kuesioner sebagai alat bantu, lalu dianalisis bukan makanan. Artinya proporsi alokasi secara deskriptif. pengeluaran untuk pangan akan semakin kecil dengan bertambahnya pendapatan keluarga, Salam N. Aritonang, dkk. Perilaku Konsumen

Hasil dan Pembahasan pinggiran kota adalah SLTA sebesar 55% dan Karakteristik Responden 35% dengan persentase rata-rata 45%. Hal ini Umur menunjukkan bahwa pengambil keputusan Distribusi responden berdasarkan umur dapat pemilihan konsumsi untuk rumah tangga dilihat pada Tabel 1 berikut. mempunyai pendidikan yang cukup tinggi. Pada Tabel 1 tampak umur responden Dengan semakin tingginya tingkat pengetahuan terbanyak adalah pada ibu rumah tangga akan gizi, diharapkan penentu konsumsi dapat kelompok umur 36 sampai dengan 45 tahun, lebih selektif dalam menentukan menu baik itu pada rumah tangga wilayah pusat kota keluarga, yaitu menu yang memiliki nilai gizi sebesar 51,7% maupun wilayah pinggiran kota yang tinggi. sebesar 43,3% dengan persentase rata-rata Persentase terkecil tingkat pendidikan di 47,5%. Pada umur ini termasuk kelompok umur wilayah pusat kota adalah yang tidak sekolah produktif, responden sudah dewasa sehingga atau tidak tamat SD sebesar 0%. Di wilayah sudah matang dalam pengambilan keputusan, pinggiran kota yang tidak sekolah atau tidak terutama dalam hal keputusan konsumsi. Selera tamat SD sebesar 8,3%. Persentase terkecil seseorang terhadap barang/jasa sangat tingkat pendidikan di wilayah pinggiran kota berhubungan dengan umur, semakin dewasa adalah tamatan perguruan tinggi sebesar 3,3% umur seseorang maka keputusan untuk sedangkan pada wilayah pusat kota tamatan mengkonsumsi suatu barang semakin selektif. perguruan tinggi sebesar 28,3%. Hasil Umur juga merupakan salah satu faktor yang penelitian Sayuti dan Efendi (2004) mempengaruhi seseorang dalam membuat menyatakan bahwa pendidikan merupakan keputusan untuk menerima segala sesuatu yang salah satu faktor yang penting yang baru dari produk/jasa (Kotler, 2002). berpengaruh terhadap posisi sosial dan Pendidikan ekonomi seseorang. Pendidikan membuat Distribusi responden berdasarkan tingkat seseorang berkemampuan untuk melihat nilai pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2 Pada makanan (nilai gizi) dan biaya relatif dari suatu Tabel 2 dapat dilihat tingkat pendidikan komoditi. responden terbesar pada wilayah pusat kota dan

Tabel 1. Distribusi Responden Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur Pusat Kota Pinggiran Kota Total (tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) 25-35 9 15 19 31,7 28 23,3 36-45 31 51,7 26 43,3 57 47,5 46-55 17 28,3 13 21,7 30 25 > 55 7 5 2 3,3 5 4,2 Jumlah 60 100 60 100 120 100

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pusat Kota Pinggiran Kota Total Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD 0 0 5 8,3 5 4,17 SD 3 5 15 25 18 15 SLTP 7 11,7 17 28,3 24 20 SLTA 33 55 21 35 54 45 Perguruan Tinggi 17 28,3 2 3,3 19 15,83 Jumlah 60 100 60 100 120 100 JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Jenis Pusat Kota Pinggiran Kota Total Pekerjaan Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Pegawai Negeri 8 13,3 2 3,3 10 8,3 Pedagang 12 20 9 15 21 17,5 Pegawai Swasta 10 16,7 0 0 10 8,4 Petani 0 0 4 6,7 4 3,3 Ibu Rumah Tangga 30 50 45 75 75 62,5 Jumlah 60 100 60 100 120 100

Jenis Pekerjaan kota adalah responden yang mempunyai tingkat Distribusi responden berdasarkan jenis pendapatan Rp.2.000.000 – Rp.3.000.000, yaitu pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 3. sebanyak 22orang (36,6%). Adapun pendapatan Dari Tabel 3. tampak jenis pekerjaan terbanyak pada rumah tangga wilayah responden terbanyak pada wilayah pusat kota pinggiran kota adalah Rp.1.000.000,– dan wilayah pinggiran kota sebagai ibu rumah Rp.2.000.000 sebesar 58,3%. Persentase tangga yang tidak bekerja sebanyak 50% dan terkecil pada wilayah pusat kota adalah pada 75% dengan rata-rata 62,5% dan yang terkecil tingkat pendapatan < Rp.1.000.000 yaitu pada wilayah pusat kota yaitu petani sebesar sebesar 5%, sedangkan pada wilayah pinggiran 0% dan pada wilayah pinggiran kota yaitu kota persentase terkecil pada tingkat pegawai swasta sebesar 0%. Hal ini berarti pendapatan Rp.3.000.000 – Rp.4.000.000 dan > bahwa sebagai ibu rumah tangga artinya ia Rp.4.000.000 sebesar 0%. Terlihat bahwa memiliki waktu yang banyak untuk melakukan tingkat pendapatan di wilayah pusat kota lebih pekerjaan domestik termasuk melakukan tinggi dibandingkan dengan wilayah pinggiran kegiatan-kegiatan berkaitan dengan gizi kota. Menurut Berg (1986), semakin besar keluarga. pendapatan maka semakin besar juga Pendapatan persentase pengeluaran konsumsi protein. Distribusi responden berdasarkan Selanjutnya Berg dikemukakan bahwa pola pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 4. pembelanjaan makanan di antara kelompok Dari Tabel 4. tampak bahwa pendapatan orang miskin dan kaya tercemin dalam terbanyak pada rumah tangga wilayah pusat kebiasaan pengeluaran mereka.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Keluarga Jumlah Pendapatan Pusat Kota Pinggiran Kota Total (Rp) Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) < 1.000.000 3 5 21 35 24 20 1.000.000-2.000.000 15 25 35 58,3 50 41,7 2.000.000-3.000.000 22 36,6 4 6,7 26 20,3 3.000.000-4.000.000 10 16,7 0 0 10 9,2 > 4.000.000 10 16,7 0 0 10 8,3 Jumlah 60 100 60 100 120 100 Salam N. Aritonang, dkk. Perilaku Konsumen

Perilaku Konsumen Tangga Memilih Daging mutu zat gizi, terutama disebabkan oleh Sapi kehilangan air saat thawing, sehingga Aspek Fisik Daging komponen-komponen zat gizi larut air akan Ditinjau dari bentuk daging sapi yang hilang bersama air, misalnya protein biasa dikonsumsi keluarga baik ibu rumah sarkoplasma (seperti albumin, dan myoglobin), tangga di wilayah pusat kota maupun wilayah vitamin dan mineral larut air, dan lain-lain. pinggiran kota, seluruh responden sebanyak Selanjutnya responden yang menyatakan 120 orang (100%) lebih suka mengkonsumsi lebih memilih daging segar dengan alasan lebih daging dalam keadaan segar dengan alasan menyerap sehingga rasanya lebih enak seperti tampak pada Tabel 5. Hal ini sebanyak 36 orang (30%).. Sesuai dengan disebabkan jumlah ibu rumah tangga dengan pendapat Aberle et al. (2001) daging beku yang pendidikan terakhir SMA baik di kota maupun dicairkan kembali (thawing) akan kehilangan di pinggiran sekitar 50-55%. Dengan tingkat rasa, warna, dan kelembaban daging. pendidikan yang sama maka mereka Aspek Kualitas Daging mempunyai persepsi yang sama dalam memilih Kualitas daging dalam penelitian daging segar. dibedakan atas daging padat, daging sop, Ibu rumah tangga yang memilih daging daging cancang, jeroan seperti tampak pada segar dengan alasan kualitas daging segar lebih Tabel 6. Jenis daging yang paling banyak terjamin dan lebih baru, sebanyak 70%. dipilih ibu rumah tangga baik di wilayah pusat Kualitas daging segar yang dimaksud kota maupun wilayah pinggiran kota untuk responden adalah daging yang baru dipotong dikonsumsi adalah daging padat yaitu sebanyak dan langsung dipasarkan, jadi tidak melewati 92 orang (76,7%), sedangkan konsumsi terkecil proses penyimpanan yang lama. Daging yang berada pada produk ikutan sapi yaitu berupa dibeli responden biasanya langsung diolah jeroan sebesar 6,7%. responden pada hari itu makanya responden Banyaknya responden yang lebih memilih daging segar daripada daging mengkonsumsi daging padat ini disebabkan beku. Responden tidak memilih daging daging padat mempunyai kualitas yang lebih dingin/beku, dengan alasan daging dingin/beku baik, sedikit mengandung lemak/gomok, selain adalah daging yang sudah lama disimpan itu jenis daging ini bisa dibuat untuk berbagai setelah pemotongan sehingga kualitasnya jenis masakan seperti rendang, , berkurang. daging, serta dendeng. Seperti yang Seperti yang dikemukakan oleh Lawrie dikemukakan Astawan (2006) bahwa ciri-ciri (2003) bahwa daging yang dibekukan kualitas daging sapi yang baik adalah warna mengalami kerusakan yang lambat selama merah cerah, serabut daging halus tetapi tidak penyimpaan beku, terutama disebabkan karena mudah hancur dan sedikit berlemak, tekstur oksidasi lemak, yang dapat mempengaruhi rasa daging yang masih segar terasa masih kenyal, terutama pada daging yang mengandung lemak bau dan rasa aromatis. tidak jenuh yang tinggi. Terjadinya penurunan

Tabel 5. Alasan Konsumen Berdasarkan Aspek Fisik Daging Bentuk Alasan Pusat Kota Pinggiran Kota Total Daging IRT Persentase IRT Persentase IRT Persentase Sapi (%) (%) (%) Daging Lebih baru, 46 76,7 38 63,3 84 70 Segar kualitas lebih Terjamin Lebih menyerap 14 23,3 22 36,7 36 30 bumbu, rasa lebih enak Jumlah 60 100 60 100 120 100 JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2015, VOL.15, NO.2

Tabel 6. Jenis Daging dan Produk Ikutan yang Sering Dikonsumsi Konsumen Jenis daging Pusat Kota Pinggiran Kota Total dan produk Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase Ikutan (orang) (%) (orang) (%) (orang) (%) Daging Padat 47 78,3 45 75 92 76,7 Daging untuk sop 3 5 2 3,3 5 4,1 Daging cancang 5 8,3 10 16,7 15 12,5 Jeroan 5 8,3 3 5 8 6,7 Jumlah 60 100 60 100 120 100

Ibu rumah tangga yang memilih daging rumah tangga harga daging saat ini sangat padat dengan alasan yang sama baik yang di mahal. Akibatnya mereka mengurangi kota maupun yang dipinggiran dengan jumlah mengkonsumsi daging sapi bahkan ada yang masing-masing 78,3% dan 75%, menunjukkan dalam sebulan itu tidak mengkonsumsi daging bahwa tingkat pendidikan turut mempengaruhi sapi disebabkan berhubungan dengan pemilihan menu di samping pendapatan, pendapatannya. Apabila dibandingkan dengan sehingga memberikan persepsi yang sama negara Asia lainnya harga rata-rata daging sapi untuk memilih daging padat. Seperti yang di Indonesia saat ini paling mahal di ASEAN. dikemukakan oleh Sayuti dan Efendi (2004) Harga daging seperti di Malaysia, Singapura, bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor Laos, Vietnam, dan Filipina hanya Rp 30-40 yang penting yang berpengaruh terhadap posisi ribu/kg. Sesuai dengan hasil penelitian Ilham sosial dan ekonomi seseorang. Pendidikan (2001) bahwa permintaan daging sapi membuat seseorang berkemampuan untuk dipengaruhi oleh harga daging sapi serta melihat nilai makanan (nilai gizi) dan biaya responsif terhadap perubahan harga daging. relatif dari suatu komoditi. Artinya daging sapi masih merupakan barang Aspek Harga mewah bagi sebagian besar masyarakat Harga daging adalah satuan nilai rupiah Indonesia. untuk setiap kg daging yang dibeli yang dijadikan alasan untuk membeli atau tidak Kesimpulan membeli daging. Kualitas daging sapi akan Perilaku konsumen rumah tangga berpengaruh terhadap harga daging sapi. Harga dalam memilih daging sapi ditinjau dari aspek rata-rata berbagai potongan komersil daging fisik adalah memilih daging segar, aspek sapi di pasar tradisional kota Padang dapat kualitas yaitu memilih daging padat dan aspek dilihat pada Tabel 7. harga yaitu harga sangat menentukan Harga berpengaruh pada pilihan konsumen dalam memilih mengkonsumsi konsumen dalam mengkonsumsi daging atau daging sapi atau tidak. tidak. Menurut seluruh responden konsumen

Tabel 7. Daftar Harga Rata-rata Berbagai Potongan Komersil Daging sapi di Pasar Tradisional Jenis Daging Harga (Rp/kg) Daging padat 90.000 Daging untuk sop 30.000 Daging cancang 30.000 Jeroan 30.000 Sumber : Pedagang Pasar Raya Kota Padang, 2012 Salam N. Aritonang, dkk. Perilaku Konsumen

Daftar Pustaka Ilham, N. 2001. Analisis Penawaran dan Aberle, H.B., J.C. Forrest, E.D. Gerrad, dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia. R.A Merkel. 2001. Principles of Meat Seminar Nasional Teknologi Science. Kendall/Hunt Peternakan dan Veteriner. Pusat Publishing Company. United States of Analisis Sosial Ekonomi dan America. Kebijakan Pertanian. Departemen Astawan.2007. Mengapa kita perlu makan Pertanian. Bogor. daging.kompas Cyber Media. . Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid I. http://multiply.com/kulinerkita/daging. Edisi Kesepuluh. Prehallindo. html. Diakses pada tanggal 24 Februari Jakarta. 2013. Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Badan Pusat Statistik Sumatera Barat. 2011. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta Padang DalamAngka 2011. Badan Pramono, A. 2001.Perilaku Konsumen Rumah Pusat Statistik. Provinsi Sumatera Tangga Dalam Memilih Daging Sapi di Barat. Perumahan Bumi Indra Prasta Bogor. Berg, A. 1986. Peranan Gizi dan Pembangunan Fakultas Kedokteran Hewan IPB, Nasional. Rajawali. Jakarta. Bogor. Daslina. 2002. Analisis Permintaan Daging Sayuti, K dan Effendi. 2004. Pola Konsumsi Sapi, Kerbau, Kambing, Ayam di Pangan Sumber Protein Mahasiswa Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pusat Universitas Andalas. Jurnal Stigma Analisis Sosial Ekonomi dan Volume XII (2) : 236-243. Kebijakan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan. 2011. Buku Statistik Pertanian. Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan. Padang.