BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1. Pengertian Peran
Peran artinya sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang
pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal).11 Menurut Abu
Ahmadi, peran adalah kompleks pengharapan manusia terhadap caranya
individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan
status dan fungsi sosial.12 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, peran
adalah suatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama
dalam terjadinya peristiwa.13 Sedangkan menurut Viethzal Rivai dan
Sylviana Murni peran dapat diartikan sebagai prilaku yang diatur dan
diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu.14
2. Majelis Tahlil
Secara etimologis (arti kata), kata „majelis tahlil‟ berasal dari bahasa
Arab, yakni majlis dan tahlil. Kata „majelis‟ berasal dari kata jalasa,
yujalisu, julisan, yang artinya duduk atau rapat. Adapun arti lainnya jika
dikaitkan dengan kata yang berbeda seperti majlis wal majlimah berarti
tempat duduk, tempat siding, dewan, atau majlis asykar, yang artinya
11 Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 3. 12 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 106 13 Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), hlm. 735 14 Viethzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management: Analisis Teori dan Praktek, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 202
13 14
mahkamah militer.15 Tahlil adalah bacaan kalimat tauhid, yaitu kalimat Lā
ilāha illa l-Lāh (Tiada tuhan selain Allah). Kalimat tahlil ini bagian
dari kalimat syahadat, yang merupakan asas dari lima rukun Islam, juga
sebagai inti dan seluruh landasan ajaran Islam. Kalimat bacaan ini
termasuk zikir dan menurut syariat Islam memiliki nilai terbesar dan paling
utama.16 Tahlilan berarti bersama-sama melakukan doa bagi orang,
(keluarga, teman, dsb) yang sudah meninggal dunia, yang sebelum doa,
diucapkan beberapa kalimat thayyibah (kalimat-kalimat yang bagus).
Kalimat tersebut berwujud hamdalah, shalawat, tasbih, yang kemudian
dominan menjadi nama dari kegiatan itu seluruhnya, menjadi tahlil atau
tahlilan.
Tahlil atau tahlilan ini menjadi salah satu sasaran tembak oleh para
"pembaharu", kaum modernis untuk dihapus dari kegiatan kaum muslimin,
karena dianggap keliru, bahkan sesat Banyak alasan yang dikemukakan oleh
mereka, di antaranya:
a. Dianggap sebagai transfer pahala (memindahkan pahala pengucap tahlil
kepada mereka yang sudah meninggal) dan hal tersebut berlawanan
dengan ajaran Islam.
b. Dianggap menyebabkan orang gampang berbuat dosa karena nanti
dapat ditebus dengan mengadakan selamatan atau tahlilan dan
sebagainya yang mudah dilakukan oleh mereka yang kaya.
15 Muhsin MK, Manajemen Majelis Ta’lim, Petunjuk Praktis Pengelolaan dan Pembentukannya, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), hlm. 1 16 M. Abdusshomad, Tahlilan dalam Perspektif Al Qur‟an dan Assunnah. Jember: PP. Nurul Islam, 2005. 15
c. Dianggap pemborosan, memberi sedekah kepada mereka yang tidak
memerlukannya (berwujud berkat dsb), bukan orang fakir miskin. d. Dan sebagainya 1001 alasan.
Padahal, tahlil atau tahlilan seperti yang sampai sekarang dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin, terutama di Indonesia, dari satu sisi dapat dinilai sebagai suatu keberhasilan besar para muballigh, para ulama dan para aulia terdahulu, yang harus disyukuri dan dilestarikan serta dibenahi dan disempurnakan, bukan disalah-salahkan dan diprogramkan dan diperjuangkan untuk dihapus total
Budaya tahlil sudah berlangsung lama, dan tidak mustahil bersamaan dengan datangnya Islam ke negeri ini. Memang masih ada sebagian orang yang memberikan penilaian negatif pada pelaksanaan acara ini. Namun itu hanya penilaian sebagian kecil dari orang yang belum memahami dasar- dasar tahlil dari Al-Qur‟an dan Al-Sunnah. Sudah tentu penilaian tersebut kontra produktif, sebab mayoritas masyarakat telah mengamalkan dan merasakan manfaat tahlil ini dan tidak satupun dari butir-butir upacara tahlil itu bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Tahlilan sebagaimana yang dipahami secara umum oleh masyarakat saat ini pada hakikatnya adalah aktivitas berdzikir bersama yang dilakukan oleh sekelompok orang. Sejumlah orang berkumpul, lalu membaca sejumlah kalimat dzikir kepada Allah yang satu di antaranya adalah kalimat tahlil, laa ilaaha illallaah. Tahlilan pada dasarnya adalah majelis dzikir. Di dalam sebuah majelis dzikir ada banyak kalimat dzikir yang bisa dilantunkan.
Sekelompok orang bisa secara bersama-sama membaca tasbih, takbir, 16
tahmid, istighfar, tahlil dan kalimat-kalimat lainnya yang mengingatkan
mereka kepada Allah subhanahu wa ta‟ala. Dalam tahlil itu sendiri juga
terdapat bagian-bagian yang terkandung di dalamnya, seperti :
3. Tata Cara Tahlil
Salah satu budaya masyarakat Indonesia, apabila ada orang yang
meninggal dunia, keluarga, handaitaulan, dan relasi berkumpul di rumah
duka atau Masjid dan Mushalla terdekat untuk berdo‟a bersama-sama, yang
berisi bacaan Al-Qur‟an, dzikir, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-
lainnya. Memohon kepada Allah SWT agar kerabat yang telah dipanggil
Kehadirat-Nya mendapatkan ampunan dan tempat yang layak di sisi-Nya
serta berbahagia di alam barzakh sana. Setelah berdo‟a shohibul mushibah
menyajikan makanan dan minuman ala kadarnya. Biasanya berasal dari
hasil sedekah para pelayat yang kemudian dihidangkan kembali dalam
bentuk siap saji. Bagi kalangan yang mampu, secara ikhlas tuan rumah
menyediakan makanan tersebut atas biaya mereka sendiri, bahkan masih
ditambah buah tangan Semua itu dilakukan sebagai sedekah yang pahalanya
dihadiahkan kepada kerabat yang telah meninggal dunia, sekaligus
berfungsi sebagai manifestasi dari rasa cinta yang mendalam kepadanya.
4. Dasar Hukum Tahlil
a. Hukum berkumpul dan membaca Alquran serta dzikir untuk mayit adalah
boleh (Jaiz), sebagiamana telah disampaikan oleh Al-Imam Muhammad
bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani dalam kitab Al-Rasa‟il Al-Salafiyah
yaitu kebiasaan di sebagian negara mengenai perkumpulan atau
pertemuan di Masjid, rumah, di atas kubur, untuk membaca Al-Qur‟an 17
yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia,
tidak diragukan lagi hukumnya boleh (jaiz) jika di dalamnya tidak
terdapat kemaksiatan dan kemungkaran, meskipun tidak ada penjelasan
secara dzahir dari syari'at. Kegiatan melaksanakan perkumpulan itu pada
dasarnya bukanlah sesuatu yang haram (muharram fi nafsih), apalagi jika
di dalamnya diisi dengan kegiatan yang dapat menghasilkan ibadah
seperti membaca Al-Qur‟an atau lainnya. Dan tidaklah tercela
menghadiahkan pahala membaca Al- Qur'an atau lainnya kepada orang
yang telah meninggal dunia. Bahkan ada bebqrapa jgnis bagaan yang
didasarkan pada hadits shahih seperti membaca surat Yasin kepada orang
mati di antara kamu). Tidak ada bedanya apakah pembacaan Surat Yasin
tersebut dilakukan bersama-sama di dekat mayit atau di atas kuburnya,
dan membaca Al-Qur‟an secara keseluruhan atau sebagian, baik
dilakukan di Masjid atau di rumah. b. Hukum dari mengadakan perkumpulan dengan membaca Alquran serta
dzikir untuk mayit bukanlah bid‟ah. Hal ini juga dijelaskan Al-Syaukani
dalam kitab Al-Rasa‟il Al-Salafiyah bahwa para sahabat juga
mengadakan perkumpulan di rumah-rumah mereka atau di dalam Masjid,
melagukan syair-syair, mendiskusikan hadist-hadist dan kemudian
mereka makan dan minum, padahal di tengah-tengah mereka ada Nabi
Muhammad SAW. Orang yang berpendapat bahwa melaksanakan
perkumpulan yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan-perbuatan
haram adalah bid‟ah, maka ia salah, karena sesungguhnya bid‟ah adalah 18
sesuatu yang dibuat-buat dalam masalah agama, sedangkan perkumpulan
ini (yakni semacam tahlil), tidak termasuk bid‟ah (membuat ibadah baru).
c. Dalil untuk orang yang menyelenggarakan perkumpulan atau pertemuan
sambil membaca Al-Qur‟an dan dzikir bersumber dari hadist yang shahih
yaitu, "Dari Abi Hurairah RA ia berkata, " Rasulullah SAW bersabda,
"Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam salah satu rumah Allah SWT,
sambil membaca Al-Qur'an bersama-sama, kecuali Allah SWT akan
menurunkan kepada mereka ketenangan hati, meliputi mereka dengan
rahmat, dikelilingi para malaikat, dan Allah SWT memujinya di hadapan
makhluk yang ada di sisi-Nya". (Sunan Ibnu Majah, [221]). Dalam
hadist lain diriwayatkan dari Abi Sa‟id Al-Khudri. ”Dari Abi Sa'id Al-
Khudri ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, ”Dan tidaklah berkumpul
suatu kaum sambil menyebut asma Allah SWT kecuali mereka akan
dikelilingi para malaikat, Allah SWT akan melimpahkan rahmat kepada
mereka, memberikan ketenangan hati, dan memujinya di hadapan
makhluk yang ada di sisi-Nya”
5. Persoalan Seputar Pelaksanan Tahlil
Pelaksanaan tahlil tidak terlepas dari berberapa persoalan, yaitu :
a. Dasar Pengkhususan Bacaan Al-Fatihah
Pelaksanaan tahlilan biasanya dimulai dengan membaca surat Al-
Fatihah, yang dimulai dengan ungkapan khusushan ila ruhi fulan (kepada
ruh fulan). Hal tersebut didasari pernyataan Syaikh Usamah Sayyid, yang
menyatakan “Cukuplah dalam penetapan kebenaran membaca surat Al-
Fatihah dan yang Iainnya untuk orang yang meninggal dunia adalah 19
berdalil kepada hadits Bukhari bahwa, Nabi SAW bersabda kepada
Aisyah, "Andaikata hal itu terjadi (Aisyah meninggal dunia), dan saya
masih hidup, kemudian aku memohonkan ampunan dan membaca do'a
untuk kamu". Pusat pembahasan pada hadits ini adalah kata " dan aku
berdoa untuk kamu". Kalimat ini meliputi do'a dan lainnya. Maka masuk
pula do'a seorang laki-laki setelah membaca al-Qur'an yang pahalanya
diberikan kepada mayit" (Al-Qardhawi fi Al-Ara', 232). Surat Al-Fatihah
digambarkan oleh Nabi SAW sebagai cahaya yang gemerlapan, yang
belum pernah diberikan kepada seorang nabipun sebelum Rasulullah
SAW. Beliau bersabda, Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, “Ketika
Malaikat Jibril duduk bersama Nabi SAW, beliau mendengar suara pintu
terbuka dari atasnya. Kemudian Nabi SAW menengadahkan kepala.
Malaikat Jibril AS lalu berkata, ”Pada hari ini pintu langit dibuka dan
belum pernah dibuka sebelumnya. Malaikat turun ke bumi yang tidak
pernah turun kecuali hari ini. Ia kemudian mengucapkan salam kepada
Nabi SAW seraya berkata, “Bergembiralah engkau (Muhammad SAW)
dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu dan belum pernah diterima
oleh nabi sebelummu, yakni Surat Al-Fatihah dan beberapa ayat terakhir
Surat Al-Baqarah. Tidaklah kamu membaca satu huruf dari keduanya
kecuali engkau akan diberi imbalannya.
b. Istilah Tujuh Hari Dalam Tahlil
Asal-usul istilah tujuh hari dalam tahlil adalah mengikuti amal
yang dicontohkan sahabat Nabi SAW. Imam Ahmad bin Hanbal RA
berkata dalam kitab Al-Zuhd, sebagaimana yang dikutip oleh Imam 20
Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li Al-Fatawi : “ Hasyim bin Al-Qasim
meriwayatkan kepada kami, ia berkata, “Al-Asyja‟i meriwayatkan
kepada kami dari Sufyan, ia berkata, “Imam Thawus berkata, “ Orang
yang meninggal dunia diuji selama tujuh hari di dalam kubur mereka,
maka kemudian para kalangan salaf mensunnahkan bersedekah makanan
untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itua” (Al Hawi li
Al-Fatawi, juz II, hal 178)
c. Hadist Tentang Nihayah
Nihayah adalah memperlihatkan kesedihan yang melewati batas
seperti menangis sambil menjerit, berbicara tidak karuan, memukul-
mukul kepala, pipi, dan dadanya sendiri, menggunakan busana yang
tidak pantas, membanting piring, dan lain sebagainya. Maka nihayah
semacam itu hukumnya haram.
d. Memberi Makanan Kepada Orang Yang Berta‟ziyah
Hukum menyuguhkan makanan kepada orang-orang yang
berta‟ziyah adalah boleh, berdasaraka hadist Nabi SAW : “Dari Abdullah
bin Amr RA, “ Ada seorang laki-laki bertanya pada Nabi SAW,
“Perbuatan apakah yang paling baik?”, Rasulullah SAW menjawab,
“Memberi makanan dan mengucapkan salam, baik kepada orang engkau
kenal atau tidak.
Kebolehan ini juga didasarkan kepada Hadist Nabi SAW.
“Diriwayatkan oleh ‟Ashim bin Kulaib dari Ayahnya dari salah seorang
sahabat Anshar, ia berkata, “Saya pernah melayat bersama Rasulullah 21
SAW dan di saat itu saya melihat beliau menasehati penggali kubur
seraya bersabda, “Luaskan bagian kaki dan kepalanya”. Setelah
Rasulullah SAW pulang, beliau diundang oleh seorang perempuan.
Rasulullah SAW memenuhi undangannya, dan saya ikut bersama beliau.
Ketika beliau datang, lalu makanan pun dihidangkan. Rasulullah SAW
mulai makan lalu diikuti oleh para undangan. Pada saat beliau akan
mengunyah makanan tersebut, beliau bersabda, “Aku merasa daging
kambing ini diambil dengan tanpa izin pemiliknya. Kemudian perempuan
tersebut bergegas menemui Rasulullah SAW sembari berkata, ”Wahai
Rasulullah SAW saya sudah menyuruh orang pergi ke Baqi', (suatu
tempat penjualan kambing), untuk membeli kambing, namun tidak
mendapatkannya. Kemudian saya menyuruhnya menemui tetangga saya
yang telah membeli kambing, agar kambing itu dijual kepada saya
dengan harga yang umum, akan tetapi ia tidak ada. Maka saya menyuruh
menemui isterinya dan ia pun mengirim kambingnya pada saya.
Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Berikan makanan ini pada para
tawanan. e. Memberi Bantuan Makanan Kepada Keluarga Mayit
Dalil tentang memberi bantuan makanan kepada keluarga mayit
adalah berdasarkan Hadist Nabi SAW : “Dari Abdullah bin Ja‟far RA, ia
berkata, “Ketika datang kabar meninggalnya ayahku, Rasulullah SAW
berkata pada keluarganya, “Buatlah makanan untuk keluarga Ja‟far, lalu
kirimkan kepada mereka. Telah datang kepada mereka sesuatu yang
membuat mereka melupakan makanan. 22
f. Dasar Anjuran Memperbanyak Bacaan Lā ilāha illa l-Lāh
Rasulullah SAW menganjurkan membaca tahlil dengan bilangan
yang banyak, sesuai dengan sabdanya, “Dari Abu Hurairah RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Para sahabat bertanya, “Bagaimana cara
kami memperbaharui iman kami ya Rasulullah?” Rasulullah SAW
menjawab, “Perbanyaklah membaca Lā ilāha illa l-Lāh.
g. Asal Usul Istilah Haul
Masyarakat yang menyelenggarakan tahlil dengan diiringi
mau‟idoh hasanah (pengajian) yang antara lain isinya selain dakwah
islamiyah, juga sejarah tokoh tertemtu untuk diteladani,‟ yang biasa
disebut dengan istilah “haul”. Kata “haul” tersebut diambil dari ungkapan
yang berasal dari Hadist Nabi SAW, yaitu “Dari Al-Waqidi Rasulullah
SAW setiap haul (setahun sekali) berziarah ke makam para syuhada‟
perang Uhud. Ketika Nabi SAW sampai di suatu tempat bernama Sya‟b,
beliau mengeraskan suara dan berseru “Keselamatan bagimu atas
kesabaranmu, alangkah baiknya tempatmu di alam akhirat, demikian juga
Umar dan Utsman bin Affan”.
h. Membaca Surat Al-Ikhlas Ketika Syarwa Kubro
Syarwa Kubro adalah istilah dari orang membaca surat Al-Ikhlas,
baik dilakukan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama, sebanyak
seratus ribu kali yang dimana pahala bacaan tersebut kemudian
dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia. Hal tersebut
didasari oleh Hadist Nabi SAW : “Rasul SAW bersabda, "Barang siapa 23
yang membaca surat (Al-lkhlas) seratus ribu kali, maka ia telah menebus
dirinya kepada Allah SWT. Kemudian ada sebuah seruan dari sisi Allah
SWT di langit dan bumi-Nya," Ingatlah, sesungguhnya si fulan telah
dibebaskan oleh Allah SWT dari api neraka. Maka barang siapa yang
mempunyai tanggungan dosa kepadanya maka menuntutlah kepada Allah
Azza Wa Jalla”.
6. Keutamaan Tahlil
Tahlil merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam
kehidupan keagamaan. Di samping itu tahlil juga merupakan salah satu alat
mediasi (perantara) yang paling memenuhi syarat yang bisa dipakai sebagai
media komunikasi keagamaan dan pemersatu umat. Hal itu didasarkan oleh
beberapa kenyataan sebagai berikut :
a. Secara historis, keberadaan tahlil di Indonesia sudah ada jauh sebelum
munculnya berbagai organisasi keagamaan, baik yang mendukung tahlil
ataupun yang menolaknya. Pada mulanya, tradisi yang sarat dengan
warna tasawwuf ini dilakukan di pesantren dan kraton , namun kemudian
lambat laun dapat diterima dan diamalkan oleh seluruh masyarakat
Indonesia sehingga menjadi tradisi keagamaan yang tidak dapat
dipisahkan dalam kehidupan masyarakat.
b. Tahlil merupakan sebuah tradisi yang memiliki dimensi ketuhanan
(hablum minallah) yang mampu memberikan siraman rohani,
ketenangan, kesejukan hati dan peningkatan keimanan, sekaligus juga
memiliki dimensi sosial (hablum minannas) yang mampu menumbuhkan
rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan. Keyakinan seperti itu 24
jelas-jelas diungkapkan oleh masyarakat muslim dari berbagai golongan
baik kaum konservatif, modernis, dan abangan.
c. Tahlil adalah persoalan khilafiyah sehingga seharusnya tidak menjadi
penghalang akan kebersamaan dan persatuan dan kebersamaan umat
Islam terutama untuk menegakkan Ukhuwah Islamiyah.
7. Manfaat Tahlil
Ada banyak manfaat dari acara tahlil ini. Antara lain,17
a. Sebagai ikhtiyar (usaha) bertaubat kepada Allah SWT untuk diri sendiri
dan saudara yang telah meninggal dunia.
b. Merekatkan tali persaudaraan antar sesama, baik yang masih hidup atau
yang telah meninggal dunia. Sebab sejatinya, ukhuwah Islamiyah itu
tidak terputus karena kematian.
c. Untuk mengingat bahwa akhir dari kehidupan dunia ini adalah kematian,
yang setiap jiwa tidak akan terlewati.
d. Di tengah hiruk-pikuk dunia, manusia yang selalu bergelut dengan materi
tentu memerlukan kesejukan rohani. Salah satu caranya ialah dengan
dzikir (mengingat Allah SWT), karena tahlil itu terdiri dari dzikir bacaan
Al-Qur‟an, shalawat dan Iain sebagainya.
e. Tahlil sebagai salah satu bentuk media yang efektif untuk dakwah
Islamiyah.
f. Sebagai manifestasi dari rasa cinta sekaligus penenang hati bagi keluarga
yang sedang dirundung duka.
17 M. Abdusshomad, Tahlilan dalam Perspektif Al Qur‟an dan Assunnah. Jember: PP. Nurul Islam, 2005 25
8. Fungsi Dan Peran Majelis Tahlil
Keberadaan Majelis Tahlil khususnya dalam era globalisasi sangat
penting, terutama dalam upaya menangkal dampak negatif dari globalisasi
itu sendiri. Tetapi, untuk menjaga eksistensi Majelis Tahlil itu sendiri, maka
ia harus mampu memanfaatkan dampak positif globalisasi. Keberadaan
Majelis Tahlil menjadi sangat penting karena ia berada di tengah-tengah
masyarakat, dan masyarakat adalah salah satu dari tiga lingkungan
pendidikan. Kedudukan Majelis Tahlil sebagai lembaga pendidikan non-
formal mempunyai fungsi sebagai berikut:
1. Membina dan mengembangkan agama Islam dalam rangka membentuk
masyarakat yang takwa kepada Allah swt.;
2. Sebagai ajang silaturrahmi yang dapat menghidupkan dakwah dan
ukhuwah Islamiah;
3. Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama, umara‟, dan
umat;
4. Sebagai media mempunyai gagasan modernisasi yang bermanfaat bagi
pembangunan umat.
Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut di atas, Malejis tahlil juga
berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan kemampuan dan
kualitas sumber daya manusia kaum perempuan dalam berbagai bidang
seperti dakwah, pendidikan, sosial, dan politik yang sesuai dengan
kodratnya. Dalam bidang dakwah dan pendidikan, majelis ta‟lim diharapkan
dapat meluluskan dan mewisuda pesertanya menjadi guru-guru dan juru
dakwah baru. Sedangkan dalam bidang politik dan perjuangan. Majelis 26
ta‟lim juga diharapkan menjadi jaringan komunikasi, ukhuwah, dan silaturahim antar sesama kaum perempuan, antara lain dalam membangun masyarakat dan tatanan kehidupan yang islami. Lewat lembaga ini, diharapkan mereka yang kerap bertemu dan berkumpul dapat memperkokoh ukhuwah, mempererat tali silaturahim, dan saling berkomunikasi sehingga dapat memcahkan berbagai masalah yang mereka hadapi dalam hidup dan kehidupan pribadi, keluarga, dan lingkungan masyarakatnya secara bersama-sama dan bekerja sama. Terlebih lagi, dalam mengatasi berbagai permasalahan berat yang tengah dihadapi oleh umat dan bangsa dewasa ini.
Maka dari itu Majelis Tahlil yang berada di tengah-tengah masyarakat harus difungsikan eksistensinya, sehingga dapat membentengi masyarakat/umat dari pengaruh-pengaruh negatif utamanya generasi muda dan remaja yang masih sangat mudah dipengaruhi oleh berbagai hal. Dari sinilah keberadaan Majelis Tahlil sebagai lembaga pendidikan non-formal yang sangat penting, di samping pendidikan formal. Bila fungsi-fungsi
Majelis Tahlil di atas berjalan sebagaimana mestinya, maka akan mengalami suatu kehidupan yang penuh kedamaian. Bila dilihat dari strategi pembinaan umat, maka dapat dikatakan bahwa Majelis Tahlil merupakan wadah atau wahana dakwah Islamiah yang murni institusional keagamaan.
Sebagai institusi keagamaan Islam, sistem Majelis Tahlil adalah melekat pada agama Islam itu sendiri. Majelis Tahlil mempunyai kedudukan dan ketentuan tersendiri dalam mengatur pelaksanaan pendidikan atau dakwah
Islamiah, di samping lembaga-lembaga lainnya yang mempunyai tujuanyang sama. Sebagai lembaga pendidikan non-formal, dengan sifatnya 27
yang tidak terlalu mengikat dengan aturan yang ketat, merupakan pendidikan yang efektif dan efisien, cepat menghasilkan dan sangat baik untuk mengembangkan tenaga kerja atau potensi umat, karena ia digemari masyarakat luas. Efektivitas dan efisiensi sistem pendidikan ini sudah banyak dibuktikan melebihi media pengajian-pengajian. Majelis Tahlil yang sekarang banyak tumbuh dan berkembang, baik di desa-desa maupun di kota-kota besar. Oleh karena itu, secara strategis Majelis Tahlil adalah menjadi sarana dakwah yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran agama. Di samping itu, yang lainnya ialah untuk menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup, sosial budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai ummatan wasathan yang meneladani kelompok umat lain. Peranan Majelis Tahlil, tidak lepas dari kedudukannya sebagai alat sekaligus media pembinaan kesadaran beragama. Usaha pembinaan masyarakat dalam bidang agama mempunyai pendekatan, dan salah satu pendekatan yang digunakan ialah jalur pendidikan. Pendekatan pembinaan mental melalui jalur pendidikan inilah yang banyak dipergunakan sepertinya: madrasah, pesantren, pengajian dan Majelis
Tahlil. Dalam konteks ini, Majelis Tahlil atau jamaah pengajian dipandang efektif, karena ia dapat mengumpulkan banyak orang dalam satu waktu.
Karena itu, sangatlah jelas betapa pentingnya kedudukan dan peranan
Majelis Tahlil dalam pendidikan agama dan dakwah Islam. Jadi, peranan secara fungsional Majelis Tahlil adalah mengokohkan landasan hidup 28
manusia di bidang mental spritual dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup secara integral, lahiriah dan batiniah sesuai tuntunan ajaran Islam.
Karena itu, Majelis Tahlil sebagai lembaga pendidikan non-formal
membutuhkan perhatian dan kesadaran umat, anggota masyarakat untuk
meningkatkan dan mengembangkan kualitas, sehingga eksistensi Majelis
Tahlil dapat menjalankan fungsinya dan berpengaruh dalam membangun
manusia yang berkualitas.
9. Murid (Peserta Didik)
Murid adalah komponen manusia yang menempati posisi sentral
dalam pendidikan atau biasa dikenal disebut dengan peserta didik. Proses
belajar-mengajar, murid sebagai pihak yang ingin menyelesaikan kurikulum
dan dalam upaya mencapai tujuan atau cita-cita. Dalam undang-undang
pendidikan, murid merupakan bagian yang paling penting dari sistem
pendidikan, sehingga indikator sukses atau tidaknya dunia pendidikan
adalah keberhasilan atau kegagalan murid setelah menempuh proses
pendidikan.18 Murid atau anak adalah pribadi yang “unik” yang mempunyai
potensi dan mengalami proses berkembang. Dalam proses berkembang itu
anak atau murid membutuhkan bantuan yang sifat dan coraknya tidak
ditentukan oleh guru tetapi oleh anak itu sendiri, dalam suatu kehidupan
bersama dengan individu-individu yang lain.
Proses belajar-mengajar yang diperhatikan pertama kali adalah murid,
bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah itu menentukan
komponen-komponen yang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana
18 Ratna Yudhawati & Dany Haryanto.Teori-Teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta : Prestasi Pustaka.2011. 29
cara yang tepat untuk bertindak, alat atau fasilitas apa yang cocok dan
mendukung, semua itu harus disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik
murid. Itulah sebabnya murid atau anak didik adalah merupakan subjek
belajar.19 Dengan demikian, tidak tepat kalau dikatakan bahwa murid atau
anak didik itu sebagai objek (dalam proses belajar-mengajar). Memang
dalam berbagai statement dikatakan bahwa murid atau anak didik dalam
proses belajar-mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa
dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, memerlukan
pembinaan, pembimbingan dan pendidikan serta usaha orang lain yang
dipandang dewasa, agar anak didik dapat mencapai tingkat kedewasaanya.
Hal ini dimaksudkan agar anak didik kelak dapat melaksanakan tugasnya
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, warga negara, warga
masyarakat dan pribadi yang bertanggung jawab.
Pernyataan mengenai anak didik sebagai kelompok yang belum
dewasa itu, bukan berarti bahwa anak didik itu sebagai makhluk yang
lemah, tanpa memiliki potensi dan kemampuan. Anak didik secara kodrati
telah memiliki potensi dan kemampuan-kemampuan atau talent tertentu.
Hanya yang jelas murid itu belum mencapai tingkat optimal dalam
mengembangkan talent atau potensi dan kemampuannya. Oleh karena itu,
lebih tepat kalau siswa dikatakan sebagai subjek dalam proses belajar-
mengajar, sehingga murid didik disebut sebagai subjek belajar.
19 Sadirman AM. Interkasi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 30
10. Tugas Murid (Peserta Didik)
Selain guru, murid pun mempunyai tugas untuk menjaga hubungan
baik dengan guru maupun dengan sesama temannya dan untuk senantiasa
meningkatkan keefektifan belajar bagi kepentingan dirinya sendiri. Adapun
tugas tersebut ditinjau dari berbagai aspek yaitu aspek yang berhubungan
dengan belajar, aspek yang berhubungan dengan bimbingan, dan aspek yang
berhubungan dengan administrasi. Aspek yang berhubungan dengan belajar
Kesalahan-kesalahan dalam belajar sering dilakukan murid, bukan saja
karena ketidaktahuannya, tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan-
kebiasaannya yang salah. Adalah menjadi tugas murid untuk belajar baik
yang menghindari atau mengubah cara-cara yang salah itu agar tercapai
hasil belajar yang maksimal. Hal-hal yang harus diperhatikan murid agar
belajar menjadi efektif dan produktif, di antaranya:
a. Murid harus menyadari sepenuhnya akan arah dan tujuan belajarnya,
sehingga ia senantiasa siap siaga untuk menerima dan mencernakan
bahan. Jadi bukan belajar asal belajar saja.
b. Murid harus memiliki motif yang murni (intrinsik atau niat). Niat yang
benar adalah “karena Allah”, bukan karena sesuatu yang ekstrinsik,
sehingga terdapat keikhlasan dalam belajar. Untuk itulah mengapa
belajar harus dimulai dengan mengucapkan basmalah.
c. Harus belajar dengan “kepala penuh”, artinya murid memiliki
pengetahuan dan pengalaman-pengalaman belajar sebelumnya
(apersepsi), sehingga memudahkan dirinya untuk menerima sesuatu yang
baru. 31
d. Murid harus menyadari bahwa belajar bukan semata-mata mengahafal.
Di dalamnya juga terdapat penggunaan daya-daya mental lainnya yang
harus dikembangkan sehingga memungkinkan dirinya memperoleh
pengalaman-pengalaman baru dan mampu memecahkan berbagai
masalah. e. Harus senantiasa memusatkan perhatian (konsentrasi pikiran) terhadap
apa yang sedang dipelajari dan berusaha menjauhkan hal-hal yang
mengganggu konsentrasi sehingga terbina suasana ketertiban dan
keamanan belajar bersama dan/atau sendiri. f. Harus memiliki rencana belajar yang jelas, sehingga terhindar dari
perbuatan belajar yang “insidental”. Jadi belajar harus merupakan suatu
kebutuhan dan kebiasaan yang teratur, bukan “seenaknya” saja. g. Murid harus memandang bahwa semua ilmu (bidang studi) itu sama
penting bagi dirinya, sehingga semua bidang studi dipelajarinya dengan
sungguh-sungguh. Memang mungkin saja ada “beberapa” bidang studi
yang ia “senangi”, namun hal itu tidak berarti bahwa ia dapat
mengabaikan bidang studi yang lainnya. h. Jangan melalaikan waktu belajar dengan membuang-buang waktu atau
bersantai-santai. Gunakan waktu seefesien mungkin dan hanya bersantai
sekadar melepaskan lelah atau mengendorkan uraf saraf yang telah
tegang dengan berekreasi. i. Harus dapat bekerja sama dengan kelompok/kelas untuk mendapatkan
sesuatu atau memperoleh pengalaman baru dan harus teguh bekerja
sendiri dalam membuktikan keberhasilan belajar, sehingga ia tahu benar 32
akan batas-batas kemampuannya. Meniru, mencontoh atau menyontek
pada waktu mengikuti suatu tes merupakan perbuatan tercela dan
merendahkan “martabat” dirinya sebagai murid.
j. Selama mengikuti pelajaran atau diskusi dalam kelompok/kelas, harus
menunjukkan partisipasi aktif dengan jalan bertanya atau mengeluarkan
pendapat, bila diperlukan
11. Aspek yang Berhubungan dengan Bimbingan.
Semua murid harus mendapat bimbingan, tetapi tidak semua murid
khususnya yang bermasalah, mempergunakan haknya untuk memperoleh
bimbingan khusus. Hal itu mungkin disebabkan oleh karena berbagai
“perasaan” yang menyelimuti murid, atau karena ketidaktahuannya, dan
mungkin juga disebabkan oleh karena guru atau sekolah tidak membuka
kesempatan untuk itu, dengan berbagai alasan.
Guru berkewajiban memperhatikan masalah ini dan menjelaskan serta
memberi peluang kepada murid untuk memperoleh bimbingan dan
penyuluhan. Jika hal itu telah disampaikan guru dengan lurus dan benar,
maka menjadi tugas muridlah kini untuk mempergunakan hak-haknya
dalam mendapatkan bimbingan.
Kesadaran murid akan guna bimbingan belajar serta bimbingan dalam
bersikap, agar dirinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta
melaksanakan sikap-sikap yang sesuai dengan ajaran agama dalam
kehidupannya sehari-hari, amat diharapkan. Dan untuk itu, maka menjadi
tugas muridlah untuk berpartisipasi secara aktif, sehingga bimbingan itu 33
dapat dilaksanakan secara efektif. Keikutsertaan itu dibuktikan, di antaranya dengan: a. Murid harus menyediakan dan merelakan diri untuk dibimbing, sehingga
ia memahami akan potensi dan kemampuan dirinya dalam belajar dan
bersikap. Kesedian itu dinyatakan dengan kepatuhan dan perasaan senang
jika dipanggil atau memperoleh kesempatan untuk mendapat bimbingan
khusus. b. Menaruh kepercayaan kepada pembimbing dan menjawab setiap
pertanyaan dengan sebenarnya dan sejujurnya. Demikian pula dalam
mengisi “lembaran isian” untuk data bimbingan. c. Secara jujur dan ikhlas mau menyampaikan dan menjelaskan berbagai
masalah yang diderita atau dialaminya, baik ketika ia ditanya maupun
atas kemauannya sendiri, dalam rangka mencari pemecahan atau memilih
jalan keluar untuk mengatasinya. d. Berani dan berkemauan untuk mengekspresikan atau mengungkapkan
segala perasaan dan latar belakang masalah yang dihadapinya, sehingga
memudahkan dan memperlancar proses penyuluhan. e. Menyadari dan menginsafi akan tanggung jawab terhadap dirinya untuk
memecahkan masalah sikap dengan tenaganya sendiri, sehingga semua
perbuatannya menjadi sesuai dan selaras dengan ajaran Islam.
34
12. Aspek yang Berhubungan dengan Administrasi
Aspek ini berkenaan dengan keturutsertaan murid dalam pengelolaan
ketertiban, keamanan dan pemenuhan kewajiban administratif, sehingga
memberikan dukungan terhadap kelancaran pelaksanaan pengajaran serta
keberhasilan belajar itu sendiri. Tugas murid sehubungan dengan aspek
administrasi, meliputi:
a. Tugas dan kewajiban terhadap sekolah, yaitu:
1) Menaati tata tertib sekolah.
2) Membayar SPP dan segala sesuatu yang dibebankan sekolah
kepadanya, sepanjang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3) Turut membina suasana sekolah yang aman, tertib dan tenteram, di
mana suasana keagamaan menjadi dominan.
4) Menjaga nama baik sekolah di manapun ia berada dan menjadi
“kebanggaan” baginya mendapat kesempatan belajar pada sekolah
yang bersangkutan.
b. Tugas dan kewajiban terhadap kelas, yaitu:
1) Senantiasa menjaga kebersihan kelas dan lingkungannya.
2) Memelihara keamanan dan ketertiban kelas sehingga suasana belajar
menjadi aman, tenteram dan nyaman.
3) Melakukan kerja sama yang baik dengan teman sekelasnya dalam
berbagai urusan dan kepentingan kelas serta segala sesuatunya
dilakukan dengan cara musyawarah dan mufakat.
4) Memelihara dan mengembangkan semangat dan solidaritas, kesatuan
dan kebanggaan, suasana keagamaan dalam kelas, sehingga memberi 35
peluang untuk mengaktualisasikan ajaran-ajaran Islam dan
berlomba-lomba untuk kebaikan. c. Tugas dan kewajiban terhadap kelompok, yaitu:
1) Membentuk kelompok belajar bersama untuk memperoleh berbagai
pemahaman dan pengalaman dalam mempelajari bahan pelajaran
melalui penelaahan dan diskusi kelompok.
2) Mengembangkan pola sikap keagamaan dan mempergunakan waktu
senggang untuk belajar bersama, bersilaturrahmi dengan keluarga
dan anggota kelompoknya dan saling membantu, serta melakukan
berbagai kegiatan yang bersifat rekreatif, sehingga terwujud rasa
ukhwah Islamiah di antara mereka.
3) Memelihara semangat dan soladaritas kelompok, saling
mempercayai dan saling menghargai akan kemampuan masing-
masing anggota kelompok, sehingga belajar menjadi lebih terarah
dan bermakna bagi diri masing-masing.
36
B. Kerangka Berfikir
Telah dijelaskan sebelumnya, peran majelis tahlil dalam penerimaan
murid merupakan unsur penting dalam pencapaian tujuan pendidikan di
sekolah. Oleh karena itu, perlu dikemukakan alur pikir yang menggambarkan
hubungan antara variable yang terdapat di dalamnya. Menurut Sugiyono,
bahwa kerangka berpikir yang baik itu adalah memuat hal-hal sebagai berikut :
1. Variabel-variabel yang akan diteliti harus dijelaskan.
2. Diskusi dalam kerangka berpikir harus dapat menunjukkan dan menjelaskan
hubungan antara variabel yang diteliti dan ada teori yang mendasari.
3. Diskusi juga harus dapat menunjukkan dan menjelaskan tentang hubungan
antar variabel itu positif atau negative, berbentu simetris, kausal atau
interaktif (timbal balik).
4. Kerangka berpikir tersebut selanjutnya perlu dinyatakan dalam bentuk
diagram (paradigm penelitian), sehingga pihak lain dapat memahami
kerangka pikir tersebut.20
20 Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi dengan Metode R & D, Bandung: Alfabeta, 2007 37
Kerangka pikir adalah suatu model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Berdasarkan masalah penelitian tersebut, maka dapat dibuatkan kerangka pikir untuk mengetahui peran majelis tahlil dalam penerimaan murid, yaitu:
Peran Majelis Tahlil Penerimaan Murid
- Keaktifan Majelis Tahlil Dalam Kegiatan Tahlilan - Memberikan Pengarahan Kepada Masyarakat
Rasa Ketertarikan Serta Kecenderungan Masyarakat Terhadap Sekolah Berbasis Islam (MI Miftahus Sholah)
Terdapat Pengaruh antara peran majelis tahlil dalam penerimaan murid