13 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Pengertian Peran Peran
Total Page:16
File Type:pdf, Size:1020Kb
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Pengertian Peran Peran artinya sesuatu yang menjadi bagian atau yang memegang pimpinan yang terutama (dalam terjadinya sesuatu hal).11 Menurut Abu Ahmadi, peran adalah kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosial.12 Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia, peran adalah suatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama dalam terjadinya peristiwa.13 Sedangkan menurut Viethzal Rivai dan Sylviana Murni peran dapat diartikan sebagai prilaku yang diatur dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu.14 2. Majelis Tahlil Secara etimologis (arti kata), kata „majelis tahlil‟ berasal dari bahasa Arab, yakni majlis dan tahlil. Kata „majelis‟ berasal dari kata jalasa, yujalisu, julisan, yang artinya duduk atau rapat. Adapun arti lainnya jika dikaitkan dengan kata yang berbeda seperti majlis wal majlimah berarti tempat duduk, tempat siding, dewan, atau majlis asykar, yang artinya 11 Direktorat Pendidikan Agama dan Pondok Pesantren, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Penyelenggaraan dan Pembinaan Madrasah Diniyah, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), hlm. 3. 12 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hlm. 106 13 Desy Anwar, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Amelia, 2003), hlm. 735 14 Viethzal Rivai dan Sylviana Murni, Education Management: Analisis Teori dan Praktek, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm. 202 13 14 mahkamah militer.15 Tahlil adalah bacaan kalimat tauhid, yaitu kalimat Lā ilāha illa l-Lāh (Tiada tuhan selain Allah). Kalimat tahlil ini bagian dari kalimat syahadat, yang merupakan asas dari lima rukun Islam, juga sebagai inti dan seluruh landasan ajaran Islam. Kalimat bacaan ini termasuk zikir dan menurut syariat Islam memiliki nilai terbesar dan paling utama.16 Tahlilan berarti bersama-sama melakukan doa bagi orang, (keluarga, teman, dsb) yang sudah meninggal dunia, yang sebelum doa, diucapkan beberapa kalimat thayyibah (kalimat-kalimat yang bagus). Kalimat tersebut berwujud hamdalah, shalawat, tasbih, yang kemudian dominan menjadi nama dari kegiatan itu seluruhnya, menjadi tahlil atau tahlilan. Tahlil atau tahlilan ini menjadi salah satu sasaran tembak oleh para "pembaharu", kaum modernis untuk dihapus dari kegiatan kaum muslimin, karena dianggap keliru, bahkan sesat Banyak alasan yang dikemukakan oleh mereka, di antaranya: a. Dianggap sebagai transfer pahala (memindahkan pahala pengucap tahlil kepada mereka yang sudah meninggal) dan hal tersebut berlawanan dengan ajaran Islam. b. Dianggap menyebabkan orang gampang berbuat dosa karena nanti dapat ditebus dengan mengadakan selamatan atau tahlilan dan sebagainya yang mudah dilakukan oleh mereka yang kaya. 15 Muhsin MK, Manajemen Majelis Ta’lim, Petunjuk Praktis Pengelolaan dan Pembentukannya, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), hlm. 1 16 M. Abdusshomad, Tahlilan dalam Perspektif Al Qur‟an dan Assunnah. Jember: PP. Nurul Islam, 2005. 15 c. Dianggap pemborosan, memberi sedekah kepada mereka yang tidak memerlukannya (berwujud berkat dsb), bukan orang fakir miskin. d. Dan sebagainya 1001 alasan. Padahal, tahlil atau tahlilan seperti yang sampai sekarang dilakukan oleh sebagian besar kaum muslimin, terutama di Indonesia, dari satu sisi dapat dinilai sebagai suatu keberhasilan besar para muballigh, para ulama dan para aulia terdahulu, yang harus disyukuri dan dilestarikan serta dibenahi dan disempurnakan, bukan disalah-salahkan dan diprogramkan dan diperjuangkan untuk dihapus total Budaya tahlil sudah berlangsung lama, dan tidak mustahil bersamaan dengan datangnya Islam ke negeri ini. Memang masih ada sebagian orang yang memberikan penilaian negatif pada pelaksanaan acara ini. Namun itu hanya penilaian sebagian kecil dari orang yang belum memahami dasar- dasar tahlil dari Al-Qur‟an dan Al-Sunnah. Sudah tentu penilaian tersebut kontra produktif, sebab mayoritas masyarakat telah mengamalkan dan merasakan manfaat tahlil ini dan tidak satupun dari butir-butir upacara tahlil itu bertentangan dengan ajaran agama Islam. Tahlilan sebagaimana yang dipahami secara umum oleh masyarakat saat ini pada hakikatnya adalah aktivitas berdzikir bersama yang dilakukan oleh sekelompok orang. Sejumlah orang berkumpul, lalu membaca sejumlah kalimat dzikir kepada Allah yang satu di antaranya adalah kalimat tahlil, laa ilaaha illallaah. Tahlilan pada dasarnya adalah majelis dzikir. Di dalam sebuah majelis dzikir ada banyak kalimat dzikir yang bisa dilantunkan. Sekelompok orang bisa secara bersama-sama membaca tasbih, takbir, 16 tahmid, istighfar, tahlil dan kalimat-kalimat lainnya yang mengingatkan mereka kepada Allah subhanahu wa ta‟ala. Dalam tahlil itu sendiri juga terdapat bagian-bagian yang terkandung di dalamnya, seperti : 3. Tata Cara Tahlil Salah satu budaya masyarakat Indonesia, apabila ada orang yang meninggal dunia, keluarga, handaitaulan, dan relasi berkumpul di rumah duka atau Masjid dan Mushalla terdekat untuk berdo‟a bersama-sama, yang berisi bacaan Al-Qur‟an, dzikir, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain- lainnya. Memohon kepada Allah SWT agar kerabat yang telah dipanggil Kehadirat-Nya mendapatkan ampunan dan tempat yang layak di sisi-Nya serta berbahagia di alam barzakh sana. Setelah berdo‟a shohibul mushibah menyajikan makanan dan minuman ala kadarnya. Biasanya berasal dari hasil sedekah para pelayat yang kemudian dihidangkan kembali dalam bentuk siap saji. Bagi kalangan yang mampu, secara ikhlas tuan rumah menyediakan makanan tersebut atas biaya mereka sendiri, bahkan masih ditambah buah tangan Semua itu dilakukan sebagai sedekah yang pahalanya dihadiahkan kepada kerabat yang telah meninggal dunia, sekaligus berfungsi sebagai manifestasi dari rasa cinta yang mendalam kepadanya. 4. Dasar Hukum Tahlil a. Hukum berkumpul dan membaca Alquran serta dzikir untuk mayit adalah boleh (Jaiz), sebagiamana telah disampaikan oleh Al-Imam Muhammad bin Ali bin Muhammad Al-Syaukani dalam kitab Al-Rasa‟il Al-Salafiyah yaitu kebiasaan di sebagian negara mengenai perkumpulan atau pertemuan di Masjid, rumah, di atas kubur, untuk membaca Al-Qur‟an 17 yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang telah meninggal dunia, tidak diragukan lagi hukumnya boleh (jaiz) jika di dalamnya tidak terdapat kemaksiatan dan kemungkaran, meskipun tidak ada penjelasan secara dzahir dari syari'at. Kegiatan melaksanakan perkumpulan itu pada dasarnya bukanlah sesuatu yang haram (muharram fi nafsih), apalagi jika di dalamnya diisi dengan kegiatan yang dapat menghasilkan ibadah seperti membaca Al-Qur‟an atau lainnya. Dan tidaklah tercela menghadiahkan pahala membaca Al- Qur'an atau lainnya kepada orang yang telah meninggal dunia. Bahkan ada bebqrapa jgnis bagaan yang didasarkan pada hadits shahih seperti membaca surat Yasin kepada orang mati di antara kamu). Tidak ada bedanya apakah pembacaan Surat Yasin tersebut dilakukan bersama-sama di dekat mayit atau di atas kuburnya, dan membaca Al-Qur‟an secara keseluruhan atau sebagian, baik dilakukan di Masjid atau di rumah. b. Hukum dari mengadakan perkumpulan dengan membaca Alquran serta dzikir untuk mayit bukanlah bid‟ah. Hal ini juga dijelaskan Al-Syaukani dalam kitab Al-Rasa‟il Al-Salafiyah bahwa para sahabat juga mengadakan perkumpulan di rumah-rumah mereka atau di dalam Masjid, melagukan syair-syair, mendiskusikan hadist-hadist dan kemudian mereka makan dan minum, padahal di tengah-tengah mereka ada Nabi Muhammad SAW. Orang yang berpendapat bahwa melaksanakan perkumpulan yang di dalamnya tidak terdapat perbuatan-perbuatan haram adalah bid‟ah, maka ia salah, karena sesungguhnya bid‟ah adalah 18 sesuatu yang dibuat-buat dalam masalah agama, sedangkan perkumpulan ini (yakni semacam tahlil), tidak termasuk bid‟ah (membuat ibadah baru). c. Dalil untuk orang yang menyelenggarakan perkumpulan atau pertemuan sambil membaca Al-Qur‟an dan dzikir bersumber dari hadist yang shahih yaitu, "Dari Abi Hurairah RA ia berkata, " Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah berkumpul suatu kaum di dalam salah satu rumah Allah SWT, sambil membaca Al-Qur'an bersama-sama, kecuali Allah SWT akan menurunkan kepada mereka ketenangan hati, meliputi mereka dengan rahmat, dikelilingi para malaikat, dan Allah SWT memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya". (Sunan Ibnu Majah, [221]). Dalam hadist lain diriwayatkan dari Abi Sa‟id Al-Khudri. ”Dari Abi Sa'id Al- Khudri ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, ”Dan tidaklah berkumpul suatu kaum sambil menyebut asma Allah SWT kecuali mereka akan dikelilingi para malaikat, Allah SWT akan melimpahkan rahmat kepada mereka, memberikan ketenangan hati, dan memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya” 5. Persoalan Seputar Pelaksanan Tahlil Pelaksanaan tahlil tidak terlepas dari berberapa persoalan, yaitu : a. Dasar Pengkhususan Bacaan Al-Fatihah Pelaksanaan tahlilan biasanya dimulai dengan membaca surat Al- Fatihah, yang dimulai dengan ungkapan khusushan ila ruhi fulan (kepada ruh fulan). Hal tersebut didasari pernyataan Syaikh Usamah Sayyid, yang menyatakan “Cukuplah dalam penetapan kebenaran membaca surat Al- Fatihah dan yang Iainnya untuk orang yang meninggal dunia adalah 19 berdalil kepada hadits Bukhari bahwa, Nabi SAW bersabda kepada Aisyah, "Andaikata hal itu terjadi (Aisyah meninggal dunia), dan saya masih hidup, kemudian aku memohonkan ampunan dan membaca do'a untuk kamu". Pusat pembahasan pada hadits ini adalah kata " dan aku berdoa untuk kamu". Kalimat ini meliputi do'a dan lainnya. Maka masuk pula do'a seorang laki-laki setelah membaca al-Qur'an yang pahalanya diberikan