Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 329

TARI GENDING SRIWIJAYA: MORALITAS DALAM REFLEKSI HISTORIS CIVIL SOCIETY GENDING SRIWIJAYA DANCE: MORALITY IN THE HISTORICAL REFLECTION OF CIVIL SOCIETY

Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin Pascasarjana Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Jl. Ir. Sutami No.36 A, Pucangsawit, Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126 e-mail: [email protected], [email protected], [email protected]

Naskah Diterima:29 Januari 2019 Naskah Direvisi:16 Juni 2019 Naskah Disetujui: 28 Juni 2019

DOI: 10.30959/patanjala.v11i2.485

Abstrak Tari Gending Sriwijaya adalah tari tradisional yang mengandung unsur budaya di setiap bagiannya. Setelah memicu kontroversi kontemporer yang menganjurkan penghapusan tari Gending Sriwijaya, tulisan ini hadir sebagai ungkapan kritis menolak konsepsi tersebut. Pentingnya warisan budaya dalam konteks kebudayaan haruslah disajikan sebagai acuan edukasi sebab kehadirannya merupakan bentuk historical value. Tujuan penulisan ini adalah kajian tari Gending Sriwijaya berfokus pada tafsir gerak yang diperagakan oleh penari melalui metode penelitian fenomenologi, guna mencari nilai moralitas yang terkandung dalam gerak tari dan mencari refleksi historis civil society dalam orientasi nilai. Hasil pembahasan: 1) Historisitas tari Gending Sriwijaya; 2) Tafsir gerak tari Gending Sriwijaya dalam kajian nilai moralitas; 3) Nilai refleksi historis civil society. Tari Gending Sriwijaya sebaiknya menjadi orientasi logis dalam pengejawantahan tari sebagai refleksi nilai historis, sebab kebutuhannya menyokong adab generasi mendatang yang berkontribusi terhadap kesuksesan visi civil society. Kata kunci: Tari Gending Sriwijaya , Moralitas, Civil Society Abstract Gending Sriwijaya dance is a traditional dance that contains elements of Palembang culture in every part of it. After triggering a contemporary controversy that advocated the abolition of the Gending Sriwijaya dance, this paper came as a critical expression of rejecting the claim. The importance of cultural heritage must be presented as an educational reference because its presence is a form of historical value. The purpose of this writing is the study of Gending Sriwijaya dance which focuses on interpretations of motion that are exhibited by dancers through phenomenology research methods, in order to find the moral values contained in dance movements and seek historical reflection of civil society. Results of discussion: 1) The historicity of the Gending Sriwijaya dance; 2) The moral values contained in the motions of the Gending Sriwijaya dance; 3) Historical reflection values of civil society. Gending Sriwijaya dance should be a logical orientation in the embodiment of dance as a reflection of historical value because its usefulness as a support for future generations of who will contribute to the success of vision of civil society. Keywords: Gending Sriwijaya Dance, Morality, Civil Society. A. PENDAHULUAN karya agung dalam orientasi nilai, salah Kelahiran civil society merupakan satunya adalah tari Gending Sriwijaya. kehadiran pemikiran dalam kontruksi Tari Gending Sriwijaya adalah tarian kebudayaan, dan kebutuhan bagi historical tradisional yang mengandung unsur value local wisdom. Palembang memiliki budaya Palembang di setiap aspeknya, baik ragam budaya yang menyimpan berbagai secara peragaan maupun tinjauan historis. 330 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344

Dalam nuansa kontemporer ditampilkan juga mencerminkan sikap tuan rumah sebagai daya tarik wisata Palembang untuk yang ramah, bersemangat dan bahagia, mengeksplorasi budaya, tari Gending tulus dan terbuka untuk tamu istimewa. Sriwijaya juga menjadi atraksi sosial Tari Gending Sriwijaya diperagakan budaya jika dilihat dalam konteks wisata. penari muda yang cantik dan berpakaian Selain itu, tari Gending Sriwijaya juga pribumi aesan gede, selendang mantri, memiliki fungsi tertentu yakni memberikan paksangko, dodot dan tanggai (Shanie, identitas budaya kota Palembang (icon 2017). Aksesoris dan busana yang cultural). Lagu Gending Sriwijaya dan dikenakan oleh penari dalam tari Gending tarian tradisional menjadi kesatuan dalam Sriwijaya ini merupakan perpaduan dari atraksi budaya. Melodi Gending dimainkan berbagai unsur budaya yang ada di untuk mengiringi tari Gending Sriwijaya. Palembang yakni budaya Melayu, Jawa Baik nyanyian maupun budaya tarian dan Cina. Unsur budaya Jawa terdapat Gending Sriwijaya secara luas pada busana yang dikenakan penari menggambarkan tentang kemahsyuran, seperti pada penggunaan sewet kemuliaan dan keagungan kerajaan atau kemben songket yang dalam bahasa Sriwijaya (Sartono, 2000; Mayrita & Jawa disebut dodot. Selanjutnya dari Darma, 2012). unsur budaya Melayu terlihat pada ciri Kajian tentang nilai-nilai dalam khas pakaiannya berupa baju kurung, budaya berkontribusi pada studi ilmiah selendang dan kain. Sedangkan corak kebudayaan. Posisi ini menawarkan para budaya Cina masuk dari ornamen warna, peneliti celah dalam konteks kejeniusan motif dan gambar pada busana dan lokal dalam menafsirkan estetika budaya aksesoris yang dipakai para penari, yaitu kuno. Nilai tambah pada jenis tarian adalah warna merah keemasan pada busana yang gambaran lengkap tentang pewarisan nilai- dikenakan, penggunaan kuku tanggai nilai estetika yang ditafsirkan dalam istilah serta motif naga dan ular yang terkenal gerakan (Ruastiti, 2017). Dalam hal ini, dalam mitologi Cina (Hera, 2016). pemerintah memiliki tanggung jawab Peragaan penyambutannya, tarian penuh untuk promosi dan pelestarian, ini ditampilkan dengan menyuguhkan karena keberadaan budaya tari merupakan tepak (tempat sirih) lengkap dengan warisan nilai yang harus dilestarikan untuk isinya (daun sirih, pinang, kapur sirih, generasi berikutnya (Sudana, 2011). getah gambir, dan tembakau) sebagai Apalagi uniknya tarian-tarian tradisional bentuk penghormatan kepada tamu. yang berbeda dalam perkembangannya Penari Gending Sriwijaya secara yaitu dengan melalui sejarah panjang di keseluruhan berjumlah 13 orang yang setiap zaman. Ini adalah perjalanan yang terdiri dari 9 penari inti dengan peran menceritakan alur cerita dan nilai-nilai masing-masing yaitu: satu orang penari yang dikandungnya. Kajian dependent utama pembawa tepak (tepak, kapur, historis memberikan sumbangan literasi sirih), dua orang penari pembawa peridon bahwa tarian ini digelar untuk menyambut (perlengkapan tepak), enam orang penari tamu-tamu istimewa yang berkunjung ke pendamping (tiga dikanan dan tiga dikiri), daerah itu, seperti kepala negara Republik satu orang pembawa payung kebesaran , menteri kabinet, kepala (dibawa oleh pria), satu orang penyanyi negara/pemerintah negara lain, duta besar Gending Sriwijaya, dua orang pembawa atau yang dianggap setara dengan itu tombak (pria) (Leonard, 2014). Maka (Kemendikbud, 2017). secara formasi tari ini terdiri dari Local wisdom dalam kerangka sembilan orang penari inti yang biasanya historis masyarakat terbiasa dengan diemban oleh perempuan serta tiga orang prosesi pengagungan, sehingga pria yang membawa payung kebesaran menyambut para tamu agung diadakan dan tombak, serta satu orang yang berada tarian tradisional yang megah, tarian ini Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 331 di belakang mereka adalah penyanyi kurung, selendang dan kain. Gaya budaya Gending Sriwijaya. Cina dapat dikenali dari warna, motif, dan Namun, peran penyanyi dan gambar aksesori penari, yaitu pakaian iringan musik diganti tape recorder di era berwarna merah keemasan, penggunaan sekarang. Bentuk aslinya, iringan musik kuku, naga bermotif dan ular. Perpaduan terdiri dari dan . Peran unsur budaya ini tercermin dalam pakaian pengawal kadang-kadang diberikan, para penari. Selain itu, penari terutama ketika tarian dilakukan di menggunakan aesan gede, hiasan yang gedung atau panggung tertutup (Sartono, menggunakan kain dan bordir, dan 2007). Penari di depan membawa mahkota kasuhun (Hera, 2016). Tarian tamparan sebagai pembuka untuk Gending Sriwijaya diperlihatkan oleh disajikan kepada tamu istimewa yang sejumlah perempuan dalam jumlah ganjil, datang, ditemani oleh dua penari yang biasanya sembilan orang. Angka ganjil ini membawa pridon yang terbuat dari melambangkan persatuan dan keutuhan. kuningan. Persembahan pembuka, Seperti cerminan kehidupan yang menurut aslinya hanya boleh dilakukan dikendalikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. oleh putri, sultan, atau . Eksplorasi Gending Sriwijaya Pembawa pridon biasanya adalah sahabat dalam perkembangannya disajikan hanya atau abdi sang putri. Begitu juga para sebagai sebatas ikon budaya wilayah penari lainnya. Tarian selamat datang dari Sumatera Selatan, khususnya Palembang. Sumatera Selatan. Terinspirasi oleh Sedangkan kehadiran tarian ini keberhasilan local wisdom di Kerajaan mencerminkan kemuliaan kerajaan Sriwijaya. Sembilan Penari, sesuai Sriwijaya, yaitu nilai-nilai budaya dengan dengan jumlah sungai di Sumatera bagian modifikasi baru yang diubah menjadi masa Selatan (Hera, 2016). kini. Dekonstruksi yang panjang menjadi Syair, merupakan salah satu pembangunan kembali. Ini berarti bahwa komponen dalam tarian ini, berasal dari perlakuan terhadap budaya tari memiliki bahasa Arab, di mana "syi'r" berarti puisi makna yang melampaui ikon budaya atau puisi. Ini juga menjelaskan pendapat (Kaeksi, 2016). beberapa ahli yang mengklaim bahwa puisi Civil society dalam konteks Indonesia berasal dari sumber keagamaan definisi memberikan perbedaan pada (Islam) (Karim, 2015). Namun, sejarah asumsi nilai bebas dari interpretasi kritis kejayaan kerajaan Hindu-Budha Sriwijaya teoritical state, civil politik, dan civil state. tidak memungkinkan memberikan bukti Ketika melihat nilai dalam otoritas bahwa tarian ini tidak hanya mewakili satu masyarakat, maka tafsirnya harus melalui agama, meskipun Palembang sendiri tafsir sosio-cultural, sehingga akan didominasi oleh umat Islam. Tarian mendapati abstraksi nilai tertentu dalam Sriwijaya menunjukkan bentuk akulturasi masyarakat, sebab nilai-nilai socio-cultural dari berbagai budaya yang ada di Sumatera tidak muncul sebagai realitas akan tetapi Selatan. muncul sebagai doktrin sosial dalam Pengaruh budaya yang berbeda bentuk semu. Tari Gending Sriwijaya tercermin dalam warna dan kelengkapan diyakini mengandung nilai-nilai semu pakaian dan aksesoris yang digunakan. tersebut, sehingga perlu di ejawantahkan Kombinasi budaya Melayu, Jawa dan Cina demi kebutuhan generasi mendatang sangat harmonis dan seimbang. Elemen (Mareta, 2018). Jawa dapat ditemukan dalam gaun yang Pentingnya warisan budaya dalam dikenakan oleh penari yakni semacam konteks kebudayaan haruslah disajikan dodot. Saat menggunakan songket atau sebagai acuan edukasi sebab kehadirannya songket yang dijahit. Kemudian seseorang merupakan bentuk historical value yang dapat mengenali dari budaya Melayu ciri- menjadi penting ketika menjadi inspirasi ciri khas pakaiannya dalam bentuk baju sosial. Oleh karena itu, pada kesempatan

332 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344 kali ini kajian tari Gending Sriwijaya pengalaman manusia (Ahimsa-Putra, berfokus pada tafsir gerak yang 2016). 'Dunia kehidupan' dipahami sebagai diperagakan oleh penari dengan metode apa yang kita alami secara pra-reflektif, penelitian fenomenologi guna mencari tanpa menggunakan kategorisasi atau nilai moralitas yang terkandung dalam konseptualisasi, dan cukup sering gerak tari dan mencari refleksi historis civil memasukkan apa yang diterima begitu saja society dalam orientasi nilai. Harapannya atau hal-hal yang masuk akal (Husserl, pengalaman historis tersebut menjadi 1970). Studi tentang fenomena-fenomena acuan pemerintah guna memperkuat icon ini bermaksud untuk mengembalikan dan cultural dan cultural studies dalam memeriksa kembali pengalaman- pembelajaran sejarah lokal di wilayah pengalaman terdahulu sebagai pengalaman Palembang. edukasi dan mungkin mengungkap makna Tulisan ini bertujuan menelaah baru dan/atau yang terlupakan oleh sejarah nilai-nilai tari Gending Sriwijaya dalam (Hardiansyah, 2013). perspektif civil society, dengan harapan warisan nilai tersebut digunakan sebagai C. HASIL DAN BAHASAN upaya penanggulangan disintegrasi, 1. Historisitas Tari Gending Sriwijaya distoleransi dan anarchism sosial, serta Civil society merupakan bagian pendayagunaan moralitas ekologi ke dalam dari konsep historical value, dan masyarakat. kebudayaan adalah salah satu penentu Refleksi nilai historis tersebut kelahiran moralitas civil society, oleh diharapkan menjadi orientasi bagi kajian karena itu penting kiranya kajian nilai sosial budaya masyarakat setempat, dalam salah satu kesenian kebudayaan, mengingat pentingnya warisan nilai guna mencari historical value. Sebab budaya tersebut bagi generasi mendatang. kehadiran historical value itulah mampu Sehingga pendidikan formal mampu membendung segala bentuk problematika memberikan imajinasi historis terkait nilai sosial, seperti disintegrasi, distoleransi dan peradaban yang dulu dipraktekkan oleh anarchism sosial, serta pendayagunaan para leluhur bangsa. moralitas ekologi ke dalam masyarakat. Tari Gending Sriwijaya adalah tari sambut B. METODE PENELITIAN khas Sumatera Selatan yang secara harfiah Tulisan ini menggunakan berarti "irama kerajaan Sriwijaya". Tarian pendekatan kualitatif dengan metode ini menunjukkan kegembiraan gadis-gadis penelitian fenomenologi dalam penjabaran. Palembang ketika mereka menerima Fenomenologi pada dasarnya adalah studi kunjungan tamu yang luar biasa. Asal usul tentang pengalaman hidup atau dunia tarian ini muncul dari permintaan kehidupan (Lyotard dan Rodrigues, 2008). pemerintah Jepang di karesidenan Penekanannya adalah pada zona aktivitas Palembang di Hodohan (Badan Informasi yang dijalani oleh seseorang atau Jepang) untuk membuat lagu dan menyapa kelompok, zona aktivitas atau realitas para tamu yang datang ke Sumatera tersebut adalah sesuatu yang tidak dapat Selatan pada acara resmi. Permintaan ini dipisahkan (Nindito, 2005). Pendekatan ini dimulai dari akhir 1942 hingga 1943 menanyakan "Seperti apa pengalaman (Sartono, 2007). Oleh karena berbagai tersebut?" Ketika mencoba untuk masalah politik di Jepang, hal ini sempat mengungkap makna dalam tari Gending tertunda selama beberapa waktu. Setelah Sriwijaya maka ketika itu pula kajian beberapa penundaan, gagasan untuk fenomenologi menelisik pengalaman menggagas lagu dan tarian kembali dibuka aktivitas dalam kehidupan sehari-hari pada bulan Oktober 1943 oleh Letnan (Asih, 2005). Polkinghorne 1983 Kolonel O.M. Shida memerintah Nuntjik mengidentifikasi fokus ini sebagai usaha A.R (Hera, 2016). Wakil Ketua Hodohan untuk memahami atau memahami makna menggantikan M.J. Su'ud, yang sudah Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 333 dikenal sebagai penulis dan jurnalis di tradisional yang berfungsi sebagai ikon daerah Palembang. Kemudian, Ahmad kota ini dari sudut pandang yang berbeda. Dahlan Mahibat, seorang komposer Dalam upaya merampingkan "budaya kelahiran Palembang berasal dari kota" dengan alasan tidak sesuai dengan komunitas seni Bintang Berlian di tradisi dan kebiasaan di masa sekarang, bawah bimbingan suami dan istri Haji pemerintah sedang mempertimbangkan Gung dan Miss Tina, menyelesaikan mengganti tari Gending Sriwijaya dengan Gending Sriwijaya. Setelah lagu selesai, sesuatu yang lebih sesuai dengan sentuhan penulisan teks Gending Sriwijaya oleh A. Islam, agama yang dianut oleh mayoritas Dahlan Mahibat dilanjutkan, kemudian penduduk di kota Palembang. —Itu disempurnakan oleh Nungtjik AR, setelah (Gending Sriwijaya) bukan budaya kita. lagu dan puisi oleh Gending Sriwijaya Gerakan, pakaian penari dan musiknya selesai, tarian selamat datang segera dibuat identik dengan ajaran Hindu dan Buddha.“ (Asmawi, 1991). Berbagai konsep dicari kata Sudirman pada wartawan Tribun dan dikumpulkan dengan mengambil Sumsel, 2017 lalu. bahan dari tarian tradisional Palembang Mengingat Palembang memiliki yang ada. warisan historis kejayaan kerajaan Gending Sriwijaya mengandung Sriwijaya, jika pandangan tersebut ungkapan-ungkapan historis tentang bertahan otomatis akan mengikis warisan kerajaan Sriwijaya. Lagu ini dinyanyikan budaya leluhur dan hilangnya warisan atau dimainkan selama pertunjukan tari moralitas dalam civil society pada waktu Gending Sriwijaya. Keduanya diciptakan itu. Sebab kerajaan yang didirikan pada untuk menggambarkan kemegahan, abad ke-7 ini dalam perjalanan sejarah kehalusan budaya, kejayaan dan sangatlah memberikan sumbangsih dalam keagungan kerajaan Sriwijaya. Tarian ini konteks budaya dan moral, sebagai salah diadakan untuk menyambut tamu istimewa satu pengingat sejarah kerajaan ini naik yang berkunjung ke Palembang, seperti sebagai salah satu hegemoni Asia kepala Republik Indonesia, menteri Tenggara selama era keemasannya. kabinet, kepala negara / pemerintah negara Kerajaan Sriwijaya berdagang dengan sahabat, duta besar, atau yang dianggap kekaisaran Cina dan India serta setara. Tarian Gending Sriwijaya kekhalifahan Islam dari Timur Tengah. dilakukan oleh 9 penari muda, Pakaian dan Sriwijaya mulai runtuh pada abad ke-12. properti yang digunakan dalam tarian Kemudian, wilayah itu berada di bawah Gending Sriwijaya disesuaikan dengan pemerintahan kerajaan Islam sebelum pakaian adat setempat dengan peralatan munculnya negara bangsa Indonesia yang biasa digunakan dalam resepsi modern. Seperti di zaman modern. Hal ini upacara tradisional (Jalins, 1998). adalah warisan sejarah yang tidak boleh sama sekali dilupakan oleh generasi 2. Tafsir Gerak Tari Gending Sriwijaya selanjutnya (Kemendikbud, 2017). dalam Kajian Nilai Moralitas Setelah memicu kontroversi Tarian tradisional adalah bentuk dengan pernyataannya yang menganjurkan ekspresi budaya yang mengilhami nilai- penghapusan tari, pemerintah pusat nilai tradisional dalam masyarakat dan menekankan bahwa pemerintah daerah menceritakan akar kehidupan masyarakat tidak bermaksud untuk menghentikan dan refleksi kehidupan masa lalu (Lail dan tarian Gending Sriwijaya, Tanggai dan Widad, 2015). Oleh karena itu, tidak heran Tepak Keraton. Namun, terlepas dari jika tarian tradisional kerap dianggap kepastiannya bahwa Gending Sriwijaya sebagai harta nasional yang harus —tidak Islami“ dan dua tarian lainnya yang dilestarikan (Sedyawati, 1986). Namun, diilhami oleh Sriwijaya tidak akan dilarang beberapa pejabat dalam pemerintahan di di Palembang, Pemerintah terbuka untuk Palembang Sumatra Selatan melihat tarian umpan balik mengenai masalah ini. Dalam

334 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344 konteks moralitas pelarangan terhadap tari Masyarakat Sriwijaya digambarkan dengan juga menciderai kebudayaan, oleh kondisi harmonis yang masyarakatnya karenanya upaya merevitalisasi tari berada dalam moralitas sosial secara Gending Sriwijaya setidaknya dikontruksi vertikal. Moralitas sosial adalah aturan dalam bentuk nilai moralitas sebagai salah sosial-moral yang mengharuskan atau satu konsumsi warisan nilai budaya yang melarang tindakan, dan kewajiban moral mengandung unsur-unsur moral yang kita arahkan satu sama lain untuk masyarakat terdahulu. Hal itu dapat ditafsir terlibat atau menahan diri dari perilaku- dari gerakan-gerakan dalam tari Gending perilaku tertentu. fokusnya adalah pada Sriwijaya sebagai berikut: jenis normativitas tertentu, yang melibatkan tuntutan dan keharusan yang a. Gerak Sembah dipraktikkan secara sosial (Idi, A. dan Makna nilai filosofis gerak sembah Sahrodi, J., 2017). yakni sebagai bentuk penghormatan pada Sang Pencipta. Selain itu, dengan sesama c. Gerak Tolak Arus manusia pun kita harus saling Mengingatkan pada Bukit menghormati walaupun di dunia kita Siguntang yang konon pada masa Kerajaan mempunyai kedudukan yang berbeda. Sriwijaya merupakan wilayah pusat studi Posisi sembah pada gerakan ini berarti agama Buddha. Masyarakat di Sumatera sikap hormat yang melambangkan Selatan khususnya kota Palembang sangat keagungan dan keluhuran dari Sang menghormati guru karena guru merupakan Pencipta (Sartono, 2000). Gerak ini penggerak pendidikan dan pengajaran. menggambarkan masyarakat terdahulu Gerakan ini menganjurkan untuk merupakan masyarakat yang beradab dan mengikuti dan menekuni ajaran guru untuk gerak sembah merupakan penggambaran selamat dalam kehidupan karena guru dari nilai toleransi umat beragama (Hera, adalah panutan hidup. Selain itu, juga tidak 2016). Civil society dalam konteks ini diperbolehkan untuk menentang ajaran merupakan dampak dari religio political guru dan melanggar peraturan yang ada power kerajaan Sriwijaya pada waktu itu, (Hera, 2016). Menginformasikan kepada sehingga gerak sembah pada tarian ini kita bahwa masyarakat terdahulu menekankan kepada kita dalam konteks mengedepankan moralitas religio center civil society haruslah mengedepankan terhadap segala kebutuhan rohaniah moralitas religius diatas segalanya. religius. Fitur penting dari moralitas religius center adalah bahwa ia melayani b. Gerak Kecubung Atas dan Bawah fungsi sosial yang berakar pada Makna filosofis yang terkandung persyaratan kehidupan sosial (Abbas & bahwa sifat keluhuran dan kebaikan Jalaluddin, 2016). Aturan moralitas merupakan milik Sang Pencipta. Kita religius center mendukung struktur sebagai manusia harus menyatukan antara interaksi sosial, sehingga berfungsi sebagai akal pikiran dan perasaan yang diberikan fungsi praktis untuk membuat kita lebih Sang Pencipta. Gerakan ini terinspirasi dari baik. Tentu saja salah satu hal yang harus bunga Kecubung yang tumbuh di dilakukan moralitas religius adalah sepanjang aliran sungai Musi dan berguna memungkinkan kita untuk hidup bersama sebagai bahan pengobatan penyakit. dalam hubungan sosial yang kooperatif. Gerakan ini digambarkan layaknya aliran sungai Musi yang mengalir tenang d. Gerak Berkumandang mengikut arus (Sartono, 2007). Fenomena Pada gerak ini menggambarkan dalam praktek yang diperagakan penari sifat anjuran kepada setiap manusia untuk menyimpan nilai syukur terhadap Sang melakukan kebaikan dan kebenaran dalam Pencipta dan menuntut kebermanfaatan bersikap dan berprilaku, baik melalui akal untuk sesama dalam zona kehidupan. pikiran maupun perbuatan (Hera, 2016). Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 335

Ketika kita pahami secara moralitas maka tuntutan pada orang lain bahwa mereka gerak ini menyimpang hubungan sosial harus melakukan tindakan tertentu. secara horizontal, atau lebih tepatnya Mengontraskan pandangan tentang moralitas sosial horizontal. Pandangan moralitas sosial civil society, masyarakat "Baier-Strawson" tentang moralitas sosial Sriwijaya berasumsi bahwa alasan untuk horisontal adalah seperangkat aturan yang mengikuti moralitas sosial bukan untuk memungkinkan kita untuk hidup bersama mendukung tujuan individu. Akan tetapi dengan baik dan yang menuntut kebermanfaatan bersama, itulah yang keteraturan bersama. Moralitas horizontal digambarkan dalam gerak tabur bunga dikontraskan dengan nilai-nilai pribadi (Abbas dan Jalaluddin, 2016). atau —cita-cita individu“ (egosentrisme). Moralitas horizontal terdiri dari aturan- g. Gerak aturan yang keduanya —menyediakan Pada gerakan ini menyimpan kondisi untuk mencapai cita-cita bersama“ makna bahwa para pemegang otoritas dalam nuansa menghargai dan toleransi religius haruslah mengemban tugas untuk (Idi A. dan Sahrodi J., 2017). menyebarkan agama dan moralitas dalam ajaran kebaikan ke segala arah dalam e. Gerak Siguntang Mahameru kehidupan agar kebaikan tersebut dapat Kepercayaan animisme dan tersebar ke segala penjuru. Gerakan ini dinamisme masyarakat indonesia dilakukan pada tiga arah yakni samping tergambarkan pada penekanan kata kanan, samping kiri dan depan. Selain itu Mahameru, simbol religius yang di anggap gerak Borobudur juga merupakan gerakan tempat suci (Sartono, 2000). Gerak ini spesifik di Sumatera Selatan dengan memiliki nilai yakni sebagai orang-orang sebutan gerak jentik (Hera, 2016). Selain yang hidup di daratan Bumi Sriwijaya, itu, ditinjau dari aspek simbolisnya, gerak masyarakat harus memperhatikan dan Borobudur juga merupakan suatu menjalankan ajaran yang diperoleh melalui perwujudan dari fase kehidupan manusia akal pikiran kemudian diilhami oleh hati yang terdiri dari proses lahir, dewasa, tua, dan dituangkan dalam wujud perbuatan. mati dan seterusnya. Hal ini ditunjukkan Jika kita mengakui bahwa moralitas sosial dalam sikap Mudra yang bersifat simbolis religius memiliki daya aplikatif, kita harus Buddha pada candi Borobudur (Lintani, bertanya apakah itu hanyalah alat yang kita 2012). gunakan untuk keuntungan kita atau orientasi suci agama. Moralitas religius h. Gerak Tafakur haruslah memiliki alasan independen untuk Gerak ini merupakan gerakan mengikuti aturan moral selain dari fungsi identitas tari. Posisi jari tangan pada koordinasinya yaitu kembalinya manusia gerakan ini melambangkan Tri Murti (Tiga kepada Sang Pencipta (Fauzi, 2012). Nama Dewa: Brahma, Wisnu, Siwa) yang dari gerakan ini terinspirasi dari wilayah memiliki arti bahwa sebagai makhluk yang Bukit Siguntang yang berada di titik diciptakan oleh yang Maha Esa kita tertinggi di kota Palembang . diwajibkan untuk berserah diri kepada Sang Pencipta (Hera, 2016). Aturan sosial- f. Gerak Tabur Bunga moral memiliki fungsi preskriptif. Gerakan ini memberikan arti kebudayaan memiliki orientasi religius bahwa segala ajaran, ilmu dan pengetahuan dalam praktik sosial. Menekankan bahwa baiknya disebarkan secara luas di bumi dan kebudayaan menolak kontras sederhana diamalkan dalam kehidupan kepada antara moral secara deskriptivis dan sesama manusia agar ilmu pengetahuan preskriptif dari asusmsi masyarakat (adat). yang diperoleh bermanfaat bagi khalayak Sebaliknya, kebudayaan mengklaim bahwa ramai (Hera, 2016). Moralitas sosial dia bersasal dari sumber religius, memberikan dasar untuk mengeluarkan pernyataan religius dalam kebudayaan

336 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344 menjadikan moralitas sosial sebagai layaknya burung elang (Hera, 2016). fenomena sosial, dengan kata lain, bagian Kemudian bentuk kegagahan burung elang (walaupun tidak semua) esensi dari aturan yang sedang terbang sambil berupaya moral religius adalah digunakan untuk mencari mangsanya namun tetap terlihat harmonisasi kehidupan (Abbas & anggun (Lintani, 2012). Dalam arti yang Jalaluddin, 2016). lain, gerakan ini juga mencerminkan segala perbuatan harus dilakukan secara teliti, i. Gerak Rebah Kayu dalam mengambil keputusan juga harus Makna gerak ini terilhami dari dipertimbangkan dengan matang dan tidak kondisi alam masyarakat pada waktu itu, gegabah. Poinnya adalah feminisme dalam mengingatkan kepada pemerhati untuk historis menjadi kekuatan spirit pada selalu berada dalam jalur nilai ekologi. waktu itu. Gerakan itu mencoba Ekologi menurut definisi umum adalah menghadirkan Feminisme sebagai teori disiplin ilmu yang berkaitan dengan yang kompleks, dan pada intinya berupaya hubungan antara organisme dan mencapai hak sosial, politik, ekonomi yang lingkungan masa lalu, sekarang, dan masa setara bagi perempuan dan laki-laki depan (Ecological Society of America, (Maulana, 2014). Feminisme digambarkan 2001). Sehubungan dengan dampak pada orientasi beragam keyakinan, masyarakat saat ini dan masa depan pada gagasan, gerakan, dan agenda untuk lingkungan, pengetahuan ilmiah tentang bertindak. Ini mengacu pada tindakan sistem kehidupan di Bumi menyediakan apapun, terutama yang terorganisir, yang dasar teknis untuk menentukan bagaimana mendorong perubahan pada masyarakat sistem-sistem itu menanggapi aktivitas untuk mengakhiri pola yang telah manusia dan apakah mereka terancam atau merugikan perempuan (Shenton, 1994). dipertahankan oleh sistem manusia (Lubchenko et al. 1991). k. Gerak Mendengar Peran kebijakan ekologi telah Artinya segala ilmu yang berkembang dengan pesat sejak memasuki disampaikan dengan baik dapat diamalkan pandangan publik dalam revolusi gerakan sesuai kaidah-kaidah yang berlaku. Selain lingkungan yang muncul selama 1960-an itu, gerak ini juga menyampaikan pesan dan yang telah jelas tiba pada 1970 agar para tamu yang bertandang ke bumi (Dunlap dan Mertig 1992). Nilai ekologi Sriwijaya untuk dapat mendengarkan dalam gerakan tersebut mempunyai arti irama lagu Gending Sriwijaya dan bahwa Provinsi Sumatera Selatan memiliki mengindahkan isi syairnya ke dalam hati sebuah keindahan. Konon dahulu kala di dan sanubari para tamu (Sartono, 2007). Sumatera Selatan terdapat taman sari Sri Syair lagu Gending Sriwijaya berisi Ksatria yang memiliki 40 tingkat emas ungkapan-ungkapan kerinduan akan yang dilapisi oleh perak. Kita sebagai kemahsyuran kerajaan Sriwijaya di masa manusia yang tinggal di daratan bumi lalu. Gerak ini mencoba menghadirkan Sriwijaya haruslah bersyukur dengan historical value pada masa kejayaan segala pesona dan keindahan yang ada. kerajaan Sriwijaya. Melalui makna dalam gerakan ini, diharapkan dapat j. Gerak Elang Terbang membangkitkan jiwa etno-nasionalism Penggambaran gerakan ini adalah dalam diri masyarakat yang dapat penjabaran dari nilai feminisme dalam memberikan semangat dalam praktek, gerak elang terbang dalam tari menumbuhkan etos kerja. Gending Sriwijaya ini mempunyai makna bahwa perempuan harus memiliki sikap l. Gerak Cempako teguh pada pendirian, kuat dalam Artinya bahwa seseorang yang menjalani hidup dan bisa menjaga dirinya yang berprilaku baik merupakan orang sendiri dari ancaman bahaya seperti yang kerap membawa kedamaian dan Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 337 keharuman bagi lingkungan sekitar. Gerak kedalam praktik religius, adanya ini terinspirasi dari bunga Cempako yang keseimbangan antara praktik sosial dan menebarkan bau harum (Sartono, 2007). dampak sosial yang memiliki konsekuensi Bau harum yang diartikan sebagai pesan tertentu (Othman Mohd Yatim dan Zainal perdamaian disini diharapkan dapat Abidin Borhan, Mohammad Nazzri merebak secara luas di dalam masyarakat Ahmad, 2006). dan dimulai oleh masing-masing individu sebagai tanggungjawab moral. Hal ini o. Gerak Memohon memberikan tekanan kepada masyarakat Gerak memohon yang secara sekitar bahwa leluhur bangsa, merupakan teknik menyatukan kedua telapak tangan masyarakat yang beradab dengan ini mempunyai arti bahwa sebagai menjunjung tinggi moral humanty sebagai makhluk ciptaan dari Yang Maha Esa, kita misi suci. Maka salah satu bentuk wajib memohon untuk segala bentuk penghargaan terhadap itu adalah dengan pertolongan, karena dengan memohon melestarikan perilaku yang baik. maka segala perbuatan akan diridhoi-Nya (Hera, 2016). Selain itu, juga memohon m. Gerak Tolak Balak kasih sayang dari Sang Pencipta. Poin ini Gerak tolak balak pada tarian ini kembali pada moral religus manusia mengacu pada lingkungan alam yang sebagai ciptaan Tuhan yang secara alamiah posisinya seperti melawan arus sungai mengharap dikasihi dan memohon yang begitu deras, namun sederas apapun petunjuk serta pertolongan bagi aliran sungai terlihat tetap tenang (Lintani, kemaslahatan hidupnya terlepas dari segala 2012), artinya bahwa sekuat apapun upaya usaha yang telah dijalankan. untuk menghindari keburukan, ketenangan masih tetap diperlukan sebagai ruang 3. Nilai Refleksi Historis Civil Society untuk terus berpikir. Kemudian, sesuatu Perkembangan masyarakat civil yang mempunyai dampak negatif terhadap society dan civil cultural sebenarnya telah kehidupan manusia seharusnya dihindari kembali pada tradisi pemikiran Barat. dan ditolak sebagai langkah antisipasi. Tari Masyarakat civil, yang di asumsi sebagai ini menganjurkan seseorang membentengi konsumsi intelektual di Indonesia adalah diri dari segala pengaruh-pengaruh buruk istilah yang tidak terkait dengan (Hera, 2016). Hal ini mengacu kepada self- "pemerintahan militer" ini merupakan conscept individu guna mempertahankan definisi umum seperti yang ada di mata moral sebagai dalih keberpihakannya publik. Konsep ini sebenarnya kebalikan sebagai mahluk sosial. Menjaga dan dari istilah "masyarakat negara" (state merawat diri dalam mengambil segala society) atau masyarakat politik (political keputusan-keputasn sosial (Abbas & society). Konsep ini pertama kali diambil Jalaluddin, 2016). di Eropa sebagai produk historis masyarakat Barat karena masyarakat civil n. Gerak Ulur Benang tidak lahir dari suasana vakum. Bermakna bahwa perempuan- Sebaliknya, masyarakat civil adalah perempuan di Sumatera Selatan khususnya produk dari masyarakat tertentu, yang di Palembang memiliki kebisaan menenun dalamnya terdapat sosial-budaya (Forst, songket sebagai kegiatan sehari-hari 2008). (Windu Viatra & Triyanto, 2014). Selain Konsep ini pertama kali lahir dan itu gerakan ini juga memiki makna bahwa dapat dikaitkan dengan akarnya sejak cara berpakaian seseorang mencerminkan jaman yunani kuno. Oleh karena itu, perilakunya, jika cara berpakaiannya baik gagasan civil society bukanlah wacana maka baik pula perilakunya (Hera, 2016). baru (Fukuyama, 2001). Ernest Gellner, Selain identitas kultural yang mencoba di diadaptasi oleh Adi Suryadi Culla, eksplorasi, gerakan ini menafsir moralitas menyebutkan bahwa Gellner menelusuri

338 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344 akar ide ini kembali ke masa lalu (yunani 2012). Makna dan implikasi konsep civil kuno) melalui sejarah peradaban Barat society telah banyak diperdebatkan. (Eropa dan Amerika). Kemudian istilah Sebagai kerangka analitis untuk civil society di populerkan oleh pemikir menafsirkandunia sosial, gagasan bahwa Skotlandia, Adam Ferguson (1723-1816), civil society harus dipahami sebagai bentuk dalam sebuah karya klasik "An Essay of apresiasi hubungan timbal balik yang Civil Society" (1767), kemudian konsep kompleks antara negara dan masyarakat civil society dikembangkan sebagai analisis (Chambers dan Kopstein, 2001). modern oleh pemikir modern seperti John Alumni Universitas Gadjah Mada, Locke, Rousseau, Hegel, Marx dan M. Dawam Rahardjo, memberikan definisi Tocqueville yang memiliki misi revolusi bahwa, civil society secara harfiah untuk menemukan kebangunan rohani di merupakan terjemahan dari civilis societas Zaman Kontemporer Eropa Timur dan yang sudah ada sebelum Masehi. Istilah ini Barat. mula-mula dicetuskan oleh Cicero (106-43 Bersamaan dengan Gellner, Jean SM), seorang orator dan pujangga Roma L. Cohen dan Andreo Arato (1992) juga yang waktu itu berfokus pada gejala menelusuri akar-akar civil society yang budaya masyarakat. Civil society muncul sejak jaman dahulu (Al Qurtuby, disebutnya sebagai sebuah masyarakat 2018). Mereka mengungkapkan bahwa politik (political society) yang beradab dan persepsi awal tentang civil society berawal memiliki kode hukum sebagai dasar dari Aristoteles ketika ilmuan terkemuka pengaturan hidup (Rahardjo, 2000). ini memasukkan istilah politike koinonia Adanya hukum yang mengatur pergaulan dalam bahasa Latin societas civilis yang antara individu menandai keberadaan suatu berarti masyarakat politik/komunitas jenis masyarakat yang tinggal di kota. politik (political society/community) yang Seperti yang dikutip Rahardjo, Cicero merujuk pada polis. Istilah politike dalam filsafat politiknya memahami civil koinonia dari Aristoteles ini dipergunakan society identik dengan negara, maka kini untuk mneggambarkan suatu masyarakat dipahami sebagai kemandirian aktivitas politik dan etis dimana warga negara warga masyarakat yang berhadapan didalamnya berkedudukan sama di depan dengan negara. Civil society, lanjut Cicero, hukum (Walzer, 1995). adalah suatu komunitas politik yang Civil society, didalamnya terdapat beradab seperti yang dicontohkan oleh beberapa jaringan sosial kelompok, masyarakat kota yang memiliki kode komunitas budaya, jaringan religius, dan hukum sendiri. Konsep kewargaan ikatan-ikatan emosional yang berinteraksi (civility) dan budaya kota (urbanity), maka dalam suatu negara (Anheier, Glasius dan kota dipahami bukan sekedar konsentrasi Kaldor, 2001). Definisi civil society penduduk, melainkan juga sebagai pusat modern telah menjadi komponen yang peradaban dan kebudayaan (Suroto, 2015). akrab dari untaian utama teori liberal dan Paparan civil society merupakan demokrasi kontemporer. Selain sifat definisi secara umum, dalam tulisan ini deskriptif, terminologi civil society mencoba ditelisik konsepsi masyarakat membawa konsekuensi aspirasi dan terdahulu (Sriwijaya), yang di gambarkan implikasi etis dan politik. dalam ragam gerak tari Gending Bahkan ada anggapan pencapaian Sriwijaya. Maka proses panjang dapat civil society yang mandiri adalah prasyarat diartikan sebagai pengalaman untuk yang diperlukan untuk demokrasi yang menemukan kenyataan yang terjadi dalam sehat, dan kesenjangan sosial atau kehidupan manusia saat itu. Sehingga degradasi yang relatif sering disebut nilai-nilai ini dapat diserap oleh sebagai penyebab dan efek dari berbagai masyarakat tanpa mempertanyakan penyakit sosial politik kontemporer empirisme dalam literasi sejarah.. merupakan gagalnya civil society (Ray, Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 339

Sejalan dengan Geertz (2000), merupakan leluhur yang mengedepankan yang menyatakan bahwa seni ini toleransi. merupakan upaya untuk mengekspresikan Toleransi dalam keberagaman pandangan tentang sifat realitas yang budaya dan religi digambarkan dari bersifat permanen dan pada saat yang sama beberapa gerak tari Gending Sriwijaya. menciptakan kondisi yang sesuai dengan Membuktikan masyarakat terdahulu realitas itu. Dalam hal ini, kesimpulannya menekankan toleransi dalam zona adalah bahwa tarian menjadi nyata melalui kebudayaan dan religi demi terwujudnya penyajiannya. Hal ini berarti bahwa cita-cita civil society yang harmonis dan replikasi nilai hanya terjadi ketika media adil. Masyarakat yang adil tersebut terdiri yang memiliki nilai ini harus terlebih dari dua jenis, yaitu toleran dan tidak dahulu disajikan kepada publik. Setelah toleran, adil dalam definisi ini cenderung diperlihatkan, akan ada proses review, mentolerir yang tidak toleran. Kata dalam hal adaptasi masing-masing individu toleransi dalam kebudayaan dipahami tentu akan berbeda. Untuk pertanyaan untuk memungkinkan atau mengizinkan, tentang interpretasi nilai seni tidak dapat atau untuk mengakui dan menghormati dibandingkan antara satu orang dengan keyakinan dan praktik orang lain tanpa yang lainnya. mempersoalkannya. Toleransi menurut Mereka akan mencatat nilai-nilai Weiner, da Cunha, Quintana dan Wu, ini sesuai dengan pandangan dan (2011) antara lain melibatkan tiga elemen: pemahaman mereka sendiri. Konsepsi 1) Permitting Or Allowing; tersebut mencakup beberapa kode-kode 2) A Conduct Or Point Of View One moralitas sosial yang digunakan Disagrees With; masyarakat sebagai kode-kode moral 3) While Respecting The Person In terdahulu, sehingga refleksi historis dalam The Process. tema diatas sangatlah relevan ketika fokus Tiga kategori ini sering kajian mengarah kepada nilai warisan digabungkan oleh para intelektual. Jika budaya masyarakat civil pada masa seseorang menolak ide atau perilaku orang kerajaan Sriwijaya. Adapun beberapa nilai lain, ia secara otomatis dituduh intoleran. atau kode-kode moralitas sosial tersebut Toleransi adalah kebajikan yang sangat antara lain: dibutuhkan di Indonesia yang multikultural. Tetapi kita harus menyadari a. Nilai Toleransi bahwa ada perbedaan antara toleransi dan Terlepas darimana asal masyarakat toleran. Toleransi berada dalam jalur yang yang tinggal di bumi Nusantara yang besar ramah terhadap seorang individu dan tidak ini, fakta kulturalnya berinteraksi dengan memberinya izin untuk melakukan religiusitas yang berbeda. Ketika kesalahan, sedangkan toleran juga tidak kebanyakan orang berpikir tentang budaya, mengharuskan untuk mentolerir pemikiran pertama mereka melibatkan ras kesalahannya. Perbedaan itu sangat atau etnis. Akan tetapi, budaya jauh mendasar untuk memahami kajian melampaui itu. Faktanya, kita semua toleransi (Del Águila, 2005). adalah anggota berbagai kelompok budaya dan identitas budaya kita berkembang b. Nilai Kemanusiaan berdasarkan pengaruh religius (Hapsoro, Gerak tari Gending Sriwijaya 2016). Sekarang pengembangan identitas memberikan gambaran pada masyarakat budaya adalah proses yang berkelanjutan bahwa leluhur bangsa selalu yang menjadi misi negara. Hal itu mengedepankan kemanusiaan (Sartono, mencoba digambarkan dalam ragam gerak 2000). Simbol-simbol nama ragam gerak tari yang menyambut seluruh tokoh tari terilhami dari berbagai simbol alam masyarakat yang datang, memberikan yang menyatakan diri sebagai bentuk imajinasi sejarah bahwa leluhur terdahulu kemanusiaan, bunga kecubung, bunga

340 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344 campako merupakan gambaran simbolik kebudayaan (Geertz, 1992). Mode ekspresi dari unsur kemanusiaan (humanity) (Abbas ini telah menjadi beberapa subjek yang dan Jalaluddin, 2016). Kemanusiaan secara tradisional berada di bawah payung adalah hak untuk mengalami realitas sosial humaniora. Penting bagi generasi tanpa penindasan, menjalani aktivitas mendatang untuk mengetahui tentang sosial dengan harmoni, dan menjamin catatan pengalaman leluhur bangsa guna semua hak-hak yang berlaku sebagai memberi kesempatan untuk merasakan konvensi bersama. Kemanusiaan menjadi koneksi sosial dengan mereka yang telah misi bersama dalam nuansa kebudayaan, datang sebelumnya (Koentjaraningrat, menjadi sebab antara keberpihakan rakyat 2007). dengan penguasanya, menghadirkan kepercayaan bahwa penguasa mampu c. Nilai Ekologi menjamin hak kemanusiaan setiap rakyat Pada paparan tafsir ragam gerak (Scott, 2014). diatas ditemukan nilai ekologi yang di Namun yang menjadi pertanyaan gambarkan pada gerak rebah kayu. adalah apakah sistem feodalisme pada Menuntut masyarakat untuk peduli masyarakat kerajaan dulu dapat terhadap lingkungan tempat tinnggal, dan menjembatani kemanusiaan, dalam menjadikan harmonisasi kehidupan dengan konteks kebudayaan sistem tersebut orientasi revolusi ekologi bersama. haruslah disejajarkan dengan doktrin Mirisnya kebutuhan pemahaman religus, bahwa raja secara otomatis di akui ekologi ini sangatlah mendesak di era sebagai titisan dewa, manusia setengah sekarang mengingat perkembangan dewa atau sang ratu adil, maka konteks teknologi dan komunikasi berkembang kemanusiaan cenderung berada dalam jalur sangat pesat. Posisi budaya berada dalum keberpihakan masyarakat kepada penguasa jalur transformatif nilai ekologi dan posisi atas penjaminan hak-hak sosial (Andriani, sejarah sebagai pengantar imajinasi 2011). Adanya sifat kemanusiaan tersebut terdahulu guna kepentingan sekarang. mencoba dikontruksi ulang dalam refleksi Kedua hal ini mencoba dipadukan dalam sejarah dan ini digambarkan kedalam orientasi penanaman nilai ekologi budaya. ragam gerak tari dan secara simbolik pada Istilah 'ekologi budaya' telah digunakan tari Gending Sriwijaya (Sartono, 2000). dalam disiplin antropologi sejak 1950-an; Budaya adalah sesuatu yang dapat studi tentang manusia beradaptasi dengan membuktikan bahwa manusia telah lingkungan sosial dan fisik. beraktivitas mendapati pengalaman yang Tetapi penggunaan kata ekologi melampaui fisik, pengalaman yang dapat dalam kaitannya dengan sektor budaya membantu kehidupan sosial menjadi adalah Fenomena yang baru. Terbukti kepribadian yang mendalam (Siregar, berdasarkan hasil dua laporan dari 2004 2002). Filsafat, teater, seni visual, puisi, yang diterbitkan hampir bersamaan novel, musik, dan semua elemen budaya menggunakan istilah ”ekologi‘ sebagai lainnya merupakan bukti bahwa manusia metafora (Holden III, William, 2004), ini bukan hanya hidup sebatas angan-angan mungkin bukan yang pertama konsumtif saja. menghubungkan ekologi dengan sektor Bahkan ada rumpun ilmu khusus budaya, setelah itu istilah ekologis menjadi yang mempelajari tentang semua itu yaitu lebih luas. John Knell's melalui tulisannya humaniora. Humaniora dapat digambarkan The Art of Living 2007, menggunakan sebagai studi tentang bagaimana orang istilah ””funding ecology‘, and the ”arts memproses dan mendokumentasikan and cultural ecology‘ liberally,. Pada pengalaman manusia. Karena manusia Februari 2011, Menteri Kebudayaan telah mampu, menggunakan filsafat, sastra, Inggris Ed Vaizey memberikan pidato agama, seni, musik, sejarah dan bahasa berjudul The Creative Ecology, yang ia untuk memahami dan merekam definisikan sebagai transformasi nilai Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 341 ekologi dalam seni. Hal ini membuktikan Secara keseluruhan, pentingnya bahwa kebudyaan memiliki peranan gerakan tari Gending Sriwijaya penting guna mentransformasikan nilai- mencerminkan nilai-nilai kehidupan atau, nilai ekologi (Emberton, Wenning dan dengan kata lain, menggambarkan Treweek, 2017). bagaimana idealnya orang dapat Penggabungan misi ekologi dalam menghubungi Tuhan Yang Maha Kuasa, kebudayaan mencoba dijembatani oleh tari lingkungan, alam dan lain-lain. Kemudian, Gending Sriwijaya. Memberikan ingatan sebagai proses pembangunan kembali historis bahwa masyarakat setempat nilai-nilai kejayaan Kerajaan Sriwijaya di menjunjung tinggi nilai ekologi dalam masa lalu, melahirkan semangat etno- kehidupan sehari-hari. Tari Gending nasionalisme. Hal tersebut menunjukkan Sriwijaya ketika dilihat sebagai cultural sikap ramah, hormat dan ceria terhadap studies lebih kompleks nilai ekologinya para tamu yang hadir. Masyarakat dan dari pada dipandang hanya sebagai icon hubungannya dengan nilai dijelaskan oleh cultural. Proses pengejawantahan tari lebih Durkheim (1991) dalam teorinya, bahwa kearah penanaman nilai transformatif dalam diri manusia terdapat kemampuan ketimbang hanya sebagai warisan ingatan Sui Generis, yaitu kemampuan untuk masa lalu yang mencoba di tampilkan menciptakan ide-ide yang berasal dari dalam gema wisata. Hal ini perlu mendapat pengalaman hidup dan disuguhkan menjadi perhatian lebih supaya eksistensi tari kenyataan empiris untuk dipahami. Gending Sriwijaya menjadi lebih hidup Sehubungan dengan teori ini, ada dan bermanfaat bagi generasi mendatang. proses dalam penciptaan tarian yang didasarkan pada kapasitas manusia untuk D. PENUTUP menciptakan ide, dibentuk dalam proses Tari ini menyimpan beberapa nilai merekonstruksi nilai-nilai yang dihasilkan moralitas yang sangatlah mendukung guna dari pertimbangan historis. Dengan kata terciptanya harmonisasi kehidupan. Tari lain menemukan gagasan dari peristiwa Gending Sriwijaya merupakan warisan masa lalu. Maka proses yang panjang kebudayaan yang dikonstruksi di era dapat diartikan sebagai pengalaman untuk modern. Tari Gending Sriwijaya menemukan kenyataan yang hadir dalam merefleksikan kehidupan terdahulu yang di kehidupan manusia saat ini. Sehingga gambarkan dalam ragam gerak tari. nilai-nilai ini dapat diserap oleh Terdapat nilai-nilai atau kode-kode masyarakat tanpa mempertanyakan moralitas sosial pada konsepsi civil society empirisme. terdahulu dan itu tergambar pada ragam Kontestasi tari Gending Sriwijaya gerak tari Gending Sriwijaya. Ilham dalam perkembanganya disuguhkan hanya konsepsi bisa di adopsi sebagai upaya sebatas icon cultural wilayah Palembang. penanggulangan degradasi moral generasi Kenyataannya, kehadiran tarian ini mendatang. Icon cultural Palembang tidak merupakan refleksi sejarah dari masa bisa direduksi menjadi kebutuhan agama kejayaan kerajaan Sriwijaya yang pantas tertentu sebab kahadirannya memberikan untuk disuguhkan sebagai suatu dimensi toleransi bagi setiap pemeluk kebanggaan atas budaya masyarakat agama, sehingga penghapusan tari setempat. Gending Sriwijaya tidak dibenarkan dalam Rekomendasi dari paparan di atas konteks kebudayaan. Kebutuhan bahwa nilai budaya harus berpindah dari kebudayaan guna menyokong moralitas icon cultural menjadi cultural studies yang beradab sangatlah di butuhkan oleh ditransformasikan ke generasi sekarang generasi bangsa sebagai pengaktif dengan modifikasi yang baru. Sehingga imajinasi sejarah yang mampu di serap misi tersebut menjembatani posisi nilainya dalam kehidupan mendatang. kebudayaan tari Gending Sriwijaya ke dalam ranah pendidikan. Penelitian-

342 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344

penelitian relevan terkait tari Gending Prostitution Bylaw of Bantul" dalam Al- Sriwijaya sebaiknya menjadi orientasi Jami‘ah: Journal of Islamic Studies Vol. logis dalam pengejawantahan tari sebagai 51 No. 1. 2012. refleksi nilai historis, sebab kebutuhannya Forst, R. "Civil society" dalam A Companion to menyokong adab generasi mendatang yang Contemporary Political Philosophy. berkontribusi terhadap kesuksesan visi 2008. civil society. Fukuyama, F. "Social Capital, Civil Society and Development" dalam Third World DAFTAR SUMBER Quarterly Vol 22 No. 1. 2001. Hlm. 7- 1. Jurnal, Makalah, Laporan 20. Penelitian, Skripsi dan Tesis Hapsoro, L.P. "Identitas Moral: Rekonstruksi Abbas, S., & Jalaluddin, M. "Ethics and Identitas Keindonesiaan pada Era Morality in Islam and Hinduism" dalam Globalisasi Budaya" dalam Makara INSANCITA: Journal of Islamic Studies Jurnal Vol. 20 No. 2. 2016. in Indonesia and Southeast Asia Vol. 1 Hardiansyah, A. "Teori Pengetahuan Edmund No. 1. Februari 2016. Hlm. 37-42. Husserl" dalam Jurnal Substantia Vol. 15 Ahimsa-Putra, H. S. 2016. "Fenomenologi No. 2. 2013. Agama: Pendekatan Fenomenologi Hera, T. "Makna Gerak Tari Gending Sriwijaya Untuk Memahami Agama" dalam Jurnal di Sanggar Dinda Bestari Kota Penelitian Sosial Keagamaan: Walisongo Palembang" dalam Jurnal Sitakara Vol. Vol. 20 No. 2. November 2016. Hlm. 2 No. 2. September 2016. Hlm. 60-68. 271- 304. Holden III, William, R. 2004. Received October Al Qurtuby, S. "The Paradox of Civil Society" 29, 2004. Bulletin of Honuriku dalam Asian Journal of Social Science University. Vol. 46 No. 1-2. Januari 2018. Hlm. 5- 34. Idi, A. dan Sahrodi J. "Moralitas Sosial dan Peranan Pendidikan Agama" dalam Andriani, S. D. "Dampak Pelaksanaan Sistem Intizar Vol. 23 No. 1. 2017. Hlm. 1-16. Pemerintahan Feodalisme Terhadap Pembentukan Sistem Stratifikasi Sosial Kaeksi, M. H. 2016. Koreografi Tari Nyai (Shinokosho) Pada Zaman Edo" dalam Brintik Garapan Yoyok Bambang Humaniora. Oktober 2011. Priyambodo. Skripsi. Asih, I. D. "Fenomenologi Husserl: Sebuah Lail, J.×dan Widad, R. "Belajar Tari Tradisional Cara Kembali Ke Fenomena“ dalam dalam Upaya Meletarikan Tarian Asli Jurnal Keperawatan Indonesia Vol. 9 Indonesia" dalam Jurnal Inovasi dan No. 2. September 2005. Hlm. 75-80. Kewirausahaan Vol. 4 No. 2. Mei 2015. Hlm. 102-104. Chambers, S. dan Kopstein, J. "Bad civil Society" dalam Political Theory Vol. 29 Lubchenko, J. "The Sustainable Biosphere No. 6. Desember 2001. Hlm. 837-865. Initiative: An ecological Research Agenda" dalam Ecology. 1991. Hlm. Del Águila, R. "Tolerance" dalam European 371-412. Political Science. 2005. Lyotard, J.-F., & Rodrigues, A. A Ecological Society of America. 2001. Aims. fenomenologia. O Saber Da Filosofia. Ecology 82: inside front cover. Google 2008. Scholar. Mareta, Y. 2018. "Pengejawantahan Tari Emberton, R., Wenning, R. J. dan Treweek, J. Gending Sriwijaya: Sociocultural dalam "Ecology" dalam Methods of Prespektif Nilai" (dalam proses Environmental and Social Impact publikasi) Assessment. 2017. Maulana, A. M. R. "Feminisme sebagai Fauzi, M. L. "Religious Symbolism and Diskursus Pandangan Hidup" dalam Democracy Encountered: A Case of Kalimah Vol. 11 No. 2. 2014. Hlm. 271- Tari Gending Sriwijaya…(Yoan Mareta, Sariyatun, Leo Agung Sutimin) 343

286. Bangli" dalam Jurnal Ngayah Vol. 2 No. 2. 2011. Hlm. 22œ34. Mayrita, H. "Analisis Pemaknaan Tari Gending Sriwijaya sebagai Unsur Kebudayaan Suroto. 2015. "Konsep Masyarakat Madani Di Masyarakat Sumatera Selatan Melalui Indonesia Dalam Masa Postmodern Kajian Semiotika" dalam Prosiding (Sebuah Analitis Kritis)" dalam Jurnal Seminar Nasional Pariwisata Hijau dan Pendidikan Kewarganegaraan Vol. 5 Pengembangan Ekonomi 2012. No. 9. Mei 2015. Hlm. 664-671. Nindito, S. "Fenomenologi Alfred Schutz×: Weiner, H. L., da Cunha, A. P., Quintana, F., & Studi tentang Konstruksi Makna dan Wu, H. 2011. Oral tolerance. Realitas dalam Ilmu Sosial" dalam Jurnal Immunological Reviews. Ilmu Komunikasi Vol. 2 No. 1. 2005. Windu Viatra, A., & Triyanto, S. "Seni Othman Mohd Yatim dan Zainal Abidin Kerajinan Songket Kampoeng Tenun di Borhan, Mohammad Nazzri Ahmad, M. Indralaya" dalam Jurnal Ekspresi Seni A. A. S. "Estetika dan Keindahan Vol. 16 No. 2. November 2014. Hlm. Songket Melayu" dalam Jurnal 168-183 Pengajian Melayu. 2006. 2. Buku Rahardjo, D. 2000. Masyarakat Madani. Islam Dan Pemberdayaan Civil Society Di Anheier, H., Glasius, M. dan Kaldor, M. 2001. Indonesia. Introducing Global Civil Society. Ray, L. 2012. "Civil Society and the Public Chapter 1 in Global Civil Society 2001. Sphere" dalam The Wiley-Blackwell Oxford University Press. Companion to Political Sociology. Asmawi, Izi. 1990-1991. Ruastiti, N. M. "Membongkar Makna Deskripsi Tari Gending Sriwijaya. Pertunjukan Tari Sang Hyang Dedari Di Departemen Pendidikan dan Puri Saren Agung Ubud, Bali Pada Era Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Global" dalam Mudra, 32(1). 2017. Hlm. Sumatera Selatan. 162œ171. Dunlap, R E dan Mertig AG. 1992. Sartono, 2000. Tari Tanggai Versi Elly Rudy American Environmentalism: The U.S. Sebagai Tari Penyambutan Tamu di Environmental Movement, 1970œ1990. Kotamadya Palembang Sumatera Washington (DC): Taylor and Francis. Selatan: Analisis Koreografis dan Durkheim, E. 1991. Fungsi. Skripsi S1. Padang: Universitas Sosiologi dan Filsafat. Jakarta: Erlangga. Negeri Padang. Geertz, C. 1992. Scott, P. M. "Humanity" dalam Systematic Tafsir Kebudayaan. Yogyakarta: Theology and Climate Change: Kanisius. Ecumenical Perspectives. 2014. ______. 2000. Shanie, A., Totok S. "Busana Aesan Gede dan Negara Teater. Yogyakarta: Yayasan Ragam Hiasnya sebagai Ekspresi Nilai- Bentang Budaya. Nilai Budaya Masyarakat Palembang" dalam Catharsis Vol. 6 No. 1. Agustus Karim, M. 2015. 2017. Hlm. 49-56. Menyelisik Sastra Melayu.Yogyakarta: Histokultura. Shenton, J. "Materialist Feminism and the Politics of Discourse" dalam Radical Kemendikbud. 2017. Philosophy. 1994. Sejarah Tari Gending Sriwijaya di Kota Palembang Sumatera Selatan. Siregar, L. "Antropologi dan Konsep Kebudayaan" dalam Jurnal Antropology Koentjaraningrat. 2007. Papua Vol. 1 No. 1. Agustus 2002. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan. Sudana, I. W. "Pelestarian Kesenian Tradisional: Pembinaan Tari Baris Gede Leonard R., dkk. 2014. di Pesraman Gurukula, Kabupaten Warisan Budaya Tak Benda di Provinsi

344 Patanjala Vol. 11 No. 2 Juni 2019: 329 - 344

Bengkulu dan Sumatera Selatan. Padang: Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang. Lintani, Vebri A. dkk. 2012. Tari Gending Sriwijaya. Palembang: Dewan Kesenian Palembang. Sartono, dkk. 2007. Seputar Tari Gending Sriwijaya. Palembang: Dewan Kesenian Palembang. ______. 2007. Direktori Kesenian Sumatera Selatan. Palembang: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sumatera Selatan. Sedyawati, Edi, et al. 1986. Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari. Jakarta.

3. Surat Kabar dan Majalah Liberto, A. —Heboh Mengenai Tari Gending Sriwijaya Dimusnahkan“ dalam Tribun Sumsel terbitan 20 Maret 2017. Diakses 22 Desember 2018 pukul 21.30 wib. Walzer, M. "The Civil Society Argument" dalam Theorizing Citizenship. Januari 1995. Diakses 22 Desember pukul 22.30 wib.