Karya Seni : Indonesia Dan Prancis Apakah Saling Mempengaruhi ? Edisi Ke-5 Acara Dua Tahunan Sepuluh Jam Untuk Kesusastraan Indonesia

Total Page:16

File Type:pdf, Size:1020Kb

Karya Seni : Indonesia Dan Prancis Apakah Saling Mempengaruhi ? Edisi Ke-5 Acara Dua Tahunan Sepuluh Jam Untuk Kesusastraan Indonesia NOTULA EDISI KE-5 BIENNALE 10 JAM UNTUK KESUSASTERAAN INDONESIA Ditulis oleh Élise Bas KARYA seni : Indonesia dan Prancis apakah saling mempengaruhi ? EDISI KE-5 ACARA DUA TAHUNAN SEPULUH JAM UNTUK KESUSASTRAAN INDONESIA UNESCO, RUANGAN IV 7, PLACE DE FONTENOY, PARIS VIIE JUMAT, 9 NoveMBER 2012 Asosiasi PASAR MALAM, untuk kekerabatan masyarakat prancis dan indonesia 14 rue du Cardinal Lemoine - 75005 Paris, téléphone 01 56 24 94 53 [email protected] http://pasarmalam.free.fr L’Ambassade d’Indonésie Délégation Permanente de la République d’Indonésie auprès de l’UNESCO ISBN 979-10-91125-05-5 NOTULA EDISI KE-5 BIENNALE 10 JAM UNTUK KESUSASTERAAN INDONESIA 9 NoveMBER 2012, UNESCO, 125 Avenue DE SUFFREN, PARIS KARYA seni : Indonesia dan Prancis apakah keduanya saling memberi inspirasi ? Semuanya menyimak dengan penuh perhatian... JADWAL ACARA 10.00 – Pintu ruangan dibuka 16.30 – Pemutaran film video: Jangan Terbangun 10.15 – Acara Pembukaan Sebelum Mimpi Berakhir 10.30 – Para penulis Prancis di Jawa : Berbagai 17.00 – Pada siapa dan mengapa mengajarkan Perjalanan dan Kesaksian, konferensi bahasa Prancis di Indonesia ? 11.45 – Métro B, tari kontemporer Indonesia 17.30 – Batik, chic ! Memakai kain batik di 12.30 – Makan siang Prancis. Peragaan dan presentasi aneka kain 14.00– Diskusi: Bagaimana meletakkan terindah dari Jawa. pengaruh seni dan sastra Indonesia di Prancis 18.00 – Pameran Buku dan sebaliknya, dari Prancis di Indonesia? 20.00 – Penutupan 15.30 – Rehat, suguhan jajanan Indonesia 16.00 – Pembacaan puisi Di UNESCO… Reva Januarty dan Hélène Koloway Yuyu Hagenbücher, pemandu acara BABAK I – PAGI HARI ACARA PEMBUKAAN Edisi ke-5 biennale Sepuluh Jam untuk terima kasihnya yang sedalam-dalamnya pada Kesusateraan Indonesia dibuka oleh: Kedutaan Besar Indonesia dan perwakilan tetap Arifi SAIMAN, Kepala/koordinator Bidang Prancis untuk UNESCO. Penerangan Sosial Budaya Kedutaan Besar Bapak Arifi SAIMAN, Kepala/koordinator Republik Indonesia untuk Prancis dan Bidang Penerangan Sosial dan Budaya Kedutaan Kepangeranan Andorre dan Monaco. Besar Republik Indonesia di Prancis, untuk Daniel RONDEAU, Duta Besar, delegasi tetap Kepangeranan Andorre dan Monaco, selanjutnya Republik Prancis untuk UNESCO. pada kesempatan ini juga mengucapkan, atas Yuyu HAGENBÜCHER, pembawa acara. nama Kedutaan Indonesia selamat datang pada seluruh peserta. Beliau menggarisbawahi Atas nama Asosiasi Pasar Malam, Yuyu bahwa betapa pertemuan para penulis, pelaku HAGENBÜCHER pertama-tama mengucapkan seni, penyair, para penerbit, seniman Prancis selamat datang pada semua peserta, dan dan Indonesia dalam acara Sepuluh Jam ini memperkenalkan buku puisi karya Saut mewakili sebuah kesempatan unik dalam wajah SITUMORANG, yang telah diterjemahkan oleh kebudayaan Prancis. « Asam di gunung, garam François-René DAILLIE, yang dicetak khusus di laut / bertemu dalam satu belanga… ». Selain untuk acara Sepuluh Jam untuk Kesusasteraan itu, penyelenggaraan acara ini secara kebetulan Indonesia tanggal 9 November 2012. Sebuah bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan di buku yang sangat bermakna mengingat Indonesia 10 November. Setelah mengingatkan sulitnya mendapatkan buku-buku Indonesia di peran yang tak ternilai harganya para penulis toko-toko buku Prancis. Ibu HAGENBÜCHER besar yang sekaligus pejuang kemerdekaan mewakili Asosiasi Pasar Malam menyatakan Indonesia, Bapak SAIMAN mengakhiri pidatonya dengan mengucapkan terima kasihnya yang bagi Bapak Daniel RONDEAU adalah sebuah sebesar-besarnya pada Pasar Malam. pencerahan. Sebagaimana telah beliau garis Bapak Daniel RONDEAU, Duta Besar, wakil tetap bawahi sendiri, kesusasteraan Indonesia saat ini Republik Prancis untuk UNESCO, kemudian jelas modern, para wanita (Ayu UTAMI, Saman) mendapat giliran untuk menggarisbawahi mempunyai reputasi di tingkat internasional. betapa jarangnya sekarang ini menyediakan Yayasan Lontar dan proyeknya « Dunia, Sebuah sepuluh jam –dan bukan 5 menit- pada Syair Raksasa» diluncurkan bekerjasama dengan kesusasteraan pada umumnya, dan khususnya seorang antropolog Spanyol, juga memainkan pada kesusasteraan Indonesia. Di depan para sebuah peran primordial dalam penyebarannya. hadirin, dalam beberapa patah kata beliau Yang Mulia Bapak Daniel Rondeau, menyatakan menceritakan pengalaman pribadinya ketika mendapat kehormatan bisa menyambut mengenal kesusasteraan Indonesia. Memang penyelenggaraan acara seperti ini di gedung bagi beliau sekian lama kepulauan Indonesia UNESCO, akhirnya menyampaikan ucapan selalu diasosiasikan dengan suatu tempat, terima kasihnya pada Asosiasi Pasar Malam. yaitu Borobudur, yang terungkap begitu puitis Dalam edisi ke-5 biennale ini diungkapkan dalam tulisan-tulisan Roger VAILLANT, di penyesalan yang dalam atas ketidakhadiran dua mana misteri «anggrek beraroma kambing » tokoh penting yaitu François-René DAILLIE dan berpadu dengan para penari yang gemulai, A. Umar SAID, yang masing-masing adalah pantai yang berpasir putih dan makam di penulis/penerjemah dan pejuang kemerdekaan, puncak bukit. Borobudur, juga merupakan dan anggota Pasar Malam, yang belum lama ini tempat magis di mana raja Mataram terakhir meninggal. dimakamkan, terkurung dalam istananya Indonesia dan Prancis, apakah keduanya saling dengan 10.000 istrinya… Lebih dekat lagi memberi inspirasi satu sama lain? Itulah dengan kita, puisi Saut SITUMORANG, yang pertanyaan yang harus dijawab dalam edisi ke-5 mendapat kehormatan dalam penyelenggaraan biennale ini. 10 Jam untuk Kesusasteraan Indonesia kali ini, PARA PENULIS PRANCIS DI JAWA : BERBAGAI PERJALANAN DAN KESAKSIAN, PRESENTASI DARI PHILIPPE GRANGE, DIREKTUR INSTITUT ASIA-PASIFIK, LA ROCHELLE. Tidak banyak penulis Prancis yang tertarik hanya tertuju pada rakyat Jawa tapi tetap juga pada pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya. pada cara memerintah orang-orang Belanda Karya-karya tulis yang mereka hasilkan tentang dan negeri-negeri jajahan mereka. Dalam perjalanan itu lebih benilai sosiologi dan presentasinya, Bapak GRANGE memfokuskan ilmu pengetahuan daripada bernilai sastra. diri pada abad ke-19 dan ke-20. Sebelum abad ke-19, tulisan-tulisan seperti itu jarang, tulisan-tulisan yang ada berasal Sekedar untuk mengingatkan, beberapa nama dari para nahkoda yang melaporkan kesulitan- penulis yang disebutkan oleh Bapak GRANGE kesulitan yang mereka temui dalam pembelian sepanjang presentasinya adalah De Molins dan perdagangan rempah-rempah, catatan- (1858-1864), De Beauvoir (1866), Rimbaud catatan dari para penjelajah, pejabat yang ingin (1876 – yang terdaftar dalam pasukan kolonial memahami «gaya Belanda » – yang dianggap Belanda, yang kemudian melarikan diri, sebagai sebuah keberhasilan–, supaya bisa tinggal di pulau Jawa kurang lebih 3 bulan, mengadopsinya dengan lebih baik. Pada jaman tapi sayangnya tidak menuliskan apa-apa…), itu, pandangan para wartawan dan penulis tidak Pina, Leclercq, Cabaton (1910), Angoulvant Konferensi "Para penulis Prancis di Jawa : berbagai perjalanan dan kesaksiannya" (1924), Robequain, Roger Vaillant (ditugaskan oleh oleh keluarga-keluarga bangsawan Prancis, pada tahun 1951 untuk hariannya), lalu Clara misalnya tulisan dari Comte Ludovic de Beauvoir Malraux, Jack Thieuloy dan Bernard Dorléans. (1846-1929), yang saat itu berusia 20 tahun, dan ditugaskan oleh keluarganya mencatat semua Membedakan dalam tiga periode, beliau yang terjadi selama perjalanannya ke Siam, menyusun paparannya dalam tiga masa, yaitu Jawa dan Canton. Karyanya itu, dipublikasikan pada pertengahan abad ke-19, pandangan- 1868, meraih sukses besar di berbagai toko pandangan bangsawan yang terheran-heran, buku, sebagian karena kualitas dan eksotisme kadang-kadang tampak jelas merendahkan, dari ilustrasi-ilustrasi yang ditampilkan. Dari dan tidak bebas dari berbagai kritik terkait tulisan-tulisan Beauvoir dan Molins, muncul dengan kekasaran exploitasi kolonial, di mana khususnya kepatuhan para petani Jawa pada tulisan-tulisan ini pertama-tama cenderung aristokrat kulit putih, yang secara mengherankan simpatik terhadap orang-orang Jawa (1). terkait dengan larangan pemerintah Belanda Namun pandangan ini seiring dengan waktu menyekolahkan anak-anak Jawa, karena takut makin mengeras, dan terlihat kekaguman orang akan menebarkan benih hasrat untuk merdeka. Prancis terhadap gaya penjajahan Belanda yang Akhir abad ke-19 ditandai dengan berbagai « efisien », secara progresif kita sampai pada kekaguman terhadap gaya penjajahan Belanda. tulisan-tulisan yang diwarnai rasisme, yang Hampir sepertiga pendapatan APBN Belanda mana pada akhir abad ke-19, penjajahan sering berasal dari eksploitasi tanah jajahannya di dibenarkan oleh berbagai pertimbangan seolah- Hindia Belanda melalui sistem tanam paksa olah-ilmiah yang menegaskan kesuperioritasan (Cultuurstelsel), benar-benar « perbudakan orang-orang Eropa atas orang-orang Jawa (2). fiskal » yang terjadi antara sekitar tahun 1830 Akhirnya, pada abad ke-20, pandangan pasca- dan 1900. Dalam sistem ini, sebagian dari tanah kolonial menemukan kembali nada simpatinya pertanian harus ditanami dengan tanaman yang terhadap rakyat Indonesia (3). telah ditentukan oleh pemerintah, 2/5 dari panen harus dikirim ke gudang pemerintah. Periode pertama: Rasa simpati terhadap Penyalahgunaan kekuasaan sering terjadi, dan orang-orang Jawa dan kekaguman pada konsekuensi dari sistem ini kadang-kadang gaya penjajahan Belanda (abad ke-19) mengerikan, yaitu terjadinya wabah kelaparan, dan para petani Jawa secara kolektif sering Pada abad ke-19, tulisan-tulisan, yang mana tercekik hutang akibat sistem ini. Sistem ini yang kita miliki saat ini sebagian besar terkait
Recommended publications
  • 28 Bab Ii Latar Belakang Kehidupan Maria Ullfah A
    BAB II LATAR BELAKANG KEHIDUPAN MARIA ULLFAH A. Latar Belakang Keluarga Maria Ullfah Maria Ullfah Achmad atau yang dikenal dengan nama Maria Ullfah1 adalah perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar Meester in de Rechten (Mr). Maria Ullfah mendapatkan gelar tersebut pada tahun 1933 dari Universitas Leiden, Belanda.2 Sejak Proklamasi 17 Agustus 1945, Maria Ullfah tercatat sebagai perempuan pertama di Indonesia yang menduduki jabatan menteri. Maria Ullfah menjabat sebagai Menteri Sosial dalam Kabinet Sjahrir II sejak bulan Maret 1946. Jabatan tersebut ia emban hingga Kabinet Sjahrir menyerahkan mandatnya kepada Presiden pada 27 Juni 1947.3 Berkaitan dengan yang pertama, Maria Ullfah merupakan perempuan pertama dan satu-satunya di Indonesia yang untuk menikah harus meminta izin terlebih dahulu kepada kepala negara. Ia adalah Maria Ullfah, perempuan Banten yang terus berjuang untuk kemajuan rakyat serta berjuang untuk kehidupan kaum perempuan Indonesia, khususnya dalam hukum keluarga dan perkawinan. Maria Ullfah lahir pada tanggal 18 Agustus 1911 di kota Serang, Banten.4 Ayah Maria Ullfah bernama R.A.A. Mohammad Achmad dan ibunya bernama 1 Foto Maria Ullfah dapat dilihat dalam lampiran 1, hlm. 209. 2 Gadis Rasid, Maria Ullfah Subadio Pembela Kaumnya. (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1982), hlm. 31. 3 Rosihan Anwar, In Memoriam Mengenang yang Wafat. (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002), hlm. 125. 4 Gadis Rasid, op.cit., hlm. 7. 28 29 R.A. Hadidjah Djajadiningrat.5 Ayahnya merupakan Pamong Praja yang bekerja pada pemerintah kolonial, sedangkan ibu Maria Ullfah berasal dari keluarga Bupati Serang terkenal yaitu R.T.A. Djajadiningrat. Maria Ullfah merupakan anak kedua dari empat bersaudara, tetapi dalam majalah Historia disebutkan bahwa Maria Ullfah adalah anak pertama dari tiga bersaudara.6 Hal tersebut wajar, karena kakak Maria Ullfah meninggal ketika masih bayi.
    [Show full text]
  • Bahasa Indonesia’(1) [Est] Peut-Être La Langue La Plus Facile Au Monde
    L’indonésien langue facile ? Anda Djoehana Wiradikarta Les réputations sont souvent tenaces. En matière de langues, elles sont multiples. Parmi celles que l’on dit les plus compliquées : le turc (vrai), le coréen (vrai), le chinois (bien plus facile qu’il n’y paraît ! ) Parmi les plus simples : l’anglais (faux, à l’exception peut-être de l’anglais sabir international) ou l’indonésien (faux). En réalité toutes les langues sont complexes car elles englobent une double dimension culturelle et historique qu’il faut intégrer afin de pouvoir les comprendre mais aussi parce que, lorsqu’elles n’appartiennent pas à un groupe de langues dont on maîtrise déjà la structure, les particularités ou la vision du monde (langues agglutinantes, langues latines, langues tonales…), elles demandent un effort d’apprentissage. Principe de base : on ne peut pas juger une langue à travers le prisme de la sienne, prise comme étalon de logique ou de perfection. Parmi ces langues considérées – parfois avec un peu de condescendance- comme simples, l’indonésien. Anda Djoehana Wiradikarta nous explique pourquoi cette langue austronésienne parlée en Indonésie, mais aussi – avec des nuances- en Malaisie, est loin d’être aussi « facile » qu’on le dit trop souvent. Pays où l’on parle plus de sept cents langues, l’Indonésie a une langue nationale : l’indonésien. Le site d’Assimil présente cette langue comme étant « d’une extrême simplicité car les conjugaisons, marques de genre ou de pluriel n’existent pas. » Une journaliste française qui a vécu quatre ans à Jakarta dit même plus : « Le ‘bahasa indonesia’(1) [est] peut-être la langue la plus facile au monde.
    [Show full text]
  • Paris Vu De Jakarta
    ISBN 979-10-91125-13-0, prix 0,50€ Lundi 13 au Dimanche 19 octobre, 2014 Paris vu de Jakarta Dali Abraham, Victoria, Australie, 2014, dessin pour Pasar Malam 6e Rencontre pour la littérature indonésienne, évènement biennal, avec le soutien de l'Ambassade de France, Conférence, table ronde, danse, film, lecture de poèmes, lancement du roman Retour de Leila S. Chudori, jeudi 16 octobre, 17h00-21h15, auditorium INALCO Avec Leila S. Chudori, Michel Adine, Nadia D.P. Andayani, Jean Delsaux, Anda Djoehana, Philippe Grangé, Fakhrunnas MA Jabbar, Étienne Naveau, Kadek Puspasari, Jérôme Samuel, Fanny Thoret, Éliane Tourniaire, Pascale Weber, Joss Wibisono Association Pasar Malam 14 rue du Cardinal Lemoine - 75005 Paris - 01 56 24 94 53 Un mot de S. E. Corinne Breuzé, ambassadeur de France en Indonésie : Je tiens à féliciter chaleureusement l’association Pasar Malam pour l’organisation de ce sixième rendez-vous de littérature indonésienne et pour l’engagement et la dévotion qu’elle met à construire le pont entre les cultures françaises et indonésiennes. Grâce à elle, des évènements comme celui-ci permettent aux Français de mieux connaitre la littérature et l’histoire indonésiennes et inversement. C’est également une joie pour moi que de saluer la grande figure de Leila Chudori. Grâce à Pasar Malam et à notre Institut Français d’Indonésie, le public français va pouvoir découvrir une écrivaine de talent. Leila Chudori illustre avec brio cette Indonésie contemporaine que la France connait encore trop peu, celle qui a connu il y a moins de cinquante ans une histoire mouvementée. Elle a su faire de ce passé difficile une œuvre captivante, Pulang.
    [Show full text]
  • Cinémas D'asie Du Sud-Est
    CINÉMAS D’ASIE DU SUD-EST LA LETTRE DE l’AFRASE ASSOCIATION FRANÇAISE POUR LA RECHERCHE EN ASIE DU SUD-EST NUMÉRO1 95 - 2018 CONTACT AFRASE [email protected] SITE INTERNET ET RÉSEAUX SOCIAUX [email protected] PUBLICATIONS [email protected] REVUES [email protected] THÈSES [email protected] MISE EN PAGE, PAO BUREAU DE L’AFRASE [email protected] Louise Pichard-Bertaux, présidente CONCEPTION DE LA MAQUETTE [email protected] Joseph Herbelin Paul Sorrentino, vice-président COUVERTURE [email protected] Portrait de Dome Sukvong, fondateur de la Cinémathèque thaïlandaise, datant des Rémi Desmoulière, trésorier années 80, © Cinémathèque thaïlandaise [email protected] REMERCIEMENTS Marie Aberdam, secrétaire L’Afrase remercie Pierre Brocheux et [email protected] Liliane Vo-Quang pour leurs abonnements de soutien ainsi qu’Alexis Michaud pour Christophe Caudron, membre du bureau son abonnement sur plusieurs années. [email protected] L’Afrase remercie également le CERLOM pour le financement des Rencontres 2017 Amandine Dabat, membre du bureau et l’Inalco pour le prêt de l’auditorium. [email protected] François Guillemot, membre du bureau [email protected] Votre institution peut aider Mathilde Lefebvre, membre du bureau l'AFRASE en lui versant une [email protected] subvention ou en finançant la mis- Hélène Poitevin-Blanchard, membre du sion du représentant de l'AFRASE bureau aux réunions de l’Euroseas. [email protected]
    [Show full text]
  • Memandang Paris Dari Jakarta
    ISBN 979-10-91125-13-0, harga 0,50€ Senin 13 sampai minggu 19 oktober, 2014 Memandang Paris dari Jakarta Dali Abraham, Victoria, Australia, 2014, gambar untuk Pasar Malam Pertemuan ke-6 literatur Indonesia, yang diselenggarakan setiap dua tahun. Dengan dukungan dari Kedutaan Besar Prancis Konferensi, meja bundar, tari, film, pembacaan puisi, peluncuran roman Retour dari Leila S. Chudori, Kamis 16 oktober, jam 17:00-21:15 Auditorium INALCO Dengan Leila S. Chudori Michel Adine, Nadia D.P. Andayani, Jean Delsaux, Anda Djoehana, Philippe Grangé, Fakhrunnas MA Jabbar, Étienne Naveau, Kadek Puspasari, Jérôme Samuel, Fanny Thoret, Éliane Tourniaire, Pascale Weber, Joss Wibisono Association Pasar Malam 14 rue du Cardinal Lemoine - 75005 Paris Sepatah kata dari yang terhormat Duta besar Perancis di Indonesia, Ibu Corinne Breuzé : Saya menyambut dengan hangat Asosiasi Pasar Malam dalam menyelenggarakan pertemuan yang keenam literatur Indonesia untuk dedikasi dan pengabdiannya dalam membangun jembatan antara kebudayaan Perancis dan Indonesia. Berkat Asosiasi, pertemuan semacam ini akan membuka pintu bagi masyarakat Perancis untuk lebih mengenal kesusastraan dan sejarah Indonesia dan sebaliknya. Suatu kegembiraan juga untuk menyalami pengarang besar Leila Chudori. Berkat Pasar Malam dan Institut Perancis di Indonesia, masyarakat Perancis akan mengenal seorang penulis yang berbakat. Leila Chudori mengambarkan dengan cemerlang Indonesia di masa kontemporer, di mana negara Perancis masih kurang mengenal mengenai sejarah ketegangan yang terjadi kurang lebih lima puluh tahun yang lalu. Leila berhasil menggambarkan masa lalu yang sulit ini menjadi suatu karya yang mengasyikkan, Pulang. Saya hanya dapat menasehatkan kepada semua orang yang tertarik pada Indonesia kontemporer untuk membaca karya bermutu yang menjelaskan segi-segi tidak dikenal atau kurang dikenal dari negara kekuatan demografi yang keempat ini dan demokrasi islam utama di dunia.
    [Show full text]
  • Création Artistique : L’Indonésie Et La France S’Inspirent-Elles L’Une De L’Autre ? La 5E Édition De La Biennale Des Dix Heures Pour La Littérature Indonésienne
    ACTES DE LA 5E ÉDITION DE LA BIENNALE DES DIX HEURES POUR LA LITTÉRATURE INDONÉSIENNE Rédigés par Élise Bas CRÉATION ARTISTIQUE : L’Indonésie et la France s’inspirent-elles l’une de l’autre ? LA 5E ÉDITION DE LA BIENNALE DES DIX HEURES POUR LA LITTÉRATURE INDONÉSIENNE UNESCO, SALLE IV 7 PLACE DE FONTENOY PARIS VIIE LE 9 NOVEMBRE 2012 Association PASAR MALAM pour l’amitié entre les peuples français et indonésien 14 rue du Cardinal Lemoine 75005 Paris, téléphone 01 56 24 94 53 [email protected] http://pasarmalam.free.fr L’Ambassade d’Indonésie Délégation Permanente de la République d’Indonésie auprès de l’UNESCO ISBN 979-10-91125-05-5 ACTES DE LA 5E ÉDITION DE LA BIENNALE DES DIX HEURES POUR LA LITTÉRATURE INDONÉSIENNE LE 9 NOVEMBRE 2012 À L’UNESCO, 125 AVENUE DE SUFFREN 75007 PARIS CRÉATION ARTISTIQUE : L’Indonésie et la France s’inspirent-elles l’une de l’autre ? Une salle attentive… Photo © Hélène Koloway PROGRAMME 10h00 – Ouverture des portes 16h00 – Lecture de poésies 10h15 – Cérémonie d’ouverture 16h30 – Film vidéo : Ne pas réveiller avant la fin 10h30 – Ecrivains français à Java : voyages et du rêve témoignages, conférence 17h00 – À qui et pourquoi enseigner le français 11h45 – Métro B, danse contemporaine en Indonésie ? indonésienne 17h30 – Batik, chic ! Porter le batik en France. 12h30 – Déjeuner Défilé et présentation des plus beaux tissus de 14h00 – Table ronde : Comment se manifestent Java. l’influence artistique et littéraire de l’Indonésie 18h00 – Foire du Livre en France et celle de la France en Indonésie ? 20h00 – Clôture 15h30 – Pause, goûter à l’indonésienne À l’UNESCO… Reva Januarty et Hélène Koloway Yuyu Hagenbücher, hôtesse de la journée.
    [Show full text]
  • GEMEENTE TANJUNG BALAI TAHUN 1917-1942 Skripsi Sarjana
    GEMEENTE TANJUNG BALAI TAHUN 1917-1942 Skripsi Sarjana Dikerjakan O L E H NAMA : IKA AZURA MARGOLANG NIM : 140706013 PROGRAM STUDI ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2019 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR Alhamdullilah, Puji syukur panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan seluruh proses penulisan skripsi ini. Tidak lupa pula penulis haturkan shalawat beriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, semoga mendapat syafaatnya di hari akhir kelak. Penulisan skripsi adalah suatu kewajiban akademis untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengangkat judul tentang Gemeente Tanjung Balai (1917-1942). Penulisan ini menggambarkan tentang perkembangan Tanjung Balai setelah ditetapkan sebagai gemeente (kotapraja). Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Maka dari iru penulis akan sangat mengapresiasi apabila ada kritik dan saran yang membangun demi perbaikan skripsi ini nantinya. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih atas perhatiannya. Medan, April 2019 Penulis Ika Azura Margolang Nim: 140706013 i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA UCAPAN TERIMA KASIH Penulisan skripsi ini tidak akan terlaksana dan selesai tanpa bantuan, dorongan, layanan dan semangat baik bersifat materil maupun moril dari banyak pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada: 1. Bapak Dr. Budi Agustono, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, serta kepada Wakil Dekan beserta staf pegawai Fakultas Ilmu Budaya, USU. 2. Bapak Drs.
    [Show full text]
  • Peran Tni Dalam Melikuidasi Negara Pasundan Sebagai
    Peran tni dalam melikuidasi negara pasundan sebagai negara bagian ris 1947-1950 (suatu tinjauan historis tentang peranan militer dalam membubarkan tatanan federal diIndonesia) Disusun oleh : Erik Andang Kurnia C.0501003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia menjadi negara merdeka. Kemerdekaan Indonesia ini tidak diakui keabsahannya oleh Belanda. Oleh karena itu pemerintah Belanda pun ikut ambil bagian dalam proses penyelesaian atas Indonesia, dan dunia internasional mengikuti sikap Belanda tersebut. Berbagai jalur diplomasipun ditempuh untuk memecahkan masalah antara Belanda dengan Indonesia. Perundingan- perundingan diplomatik secara formal dimulai sejak tahun 1946 yaitu Konferensi Hoge Veluwe dengan perantaraan Inggris. Dalam perundingan tersebut tidak 2 menghasilkan kesepakatan hanya dicapai beberapa prinsip, yaitu pengakuan de facto atas Republik Indonesia (Pulau Jawa saja). 1 Gagalnya Hoge Veluwe disebabkan oleh penentangan - penentangan yang kuat di Belanda dan Indonesia. Penentangan yang kuat di negeri Belanda adalah dari kelompok orang Katolik Protestan dan Liberal. Sementara Partai Buruh di negeri Belanda tetap mendukung azas berunding yang mengakibatkan pertengkaran dengan Partai Katolik 2 , sedangkan pihak-pihak tertentu di Indonesia yang tidak kurang kuatnya menginginkan kemerdekaan Indonesia langsung atau "Merdeka 100 persen" adalah dari kelompok Tan Malaka. Ia bersama dengan beberapa pemuda yaitu Sukarni, Chaerul Saleh, dan Adam Malik tidak sependapat dengan apa yang dicita-citakan Syahrir dan Amir Syarifuddin. Mereka menjadi kelompok oposan kabinet Syahrir. Tan Malaka mengusulkan "Minimum Program" sebagai dasar perjuangan yang menekankan kemerdekaan sepenuhnya, kerakyatan dan nasionalisasi milik penjajah. 3 Jatuhnya kabinet Syahrir akibat penentangan dan propaganda kelompok Tan Malaka, memaksa Syahrir untuk meminta kepada presiden Soekarno pemberhentian kabinetnya pada tanggal 23 Pebruari 1946.
    [Show full text]
  • 32 Bab Iii Aktivitas Politik Sjahrir Pada Masa
    32 BAB III AKTIVITAS POLITIK SJAHRIR PADA MASA PENJAJAHAN BELANDA DAN JEPANG SAMPAI AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA A. Biografi Sjahrir Soetan Sjahrir lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat, 5 Maret 1909. Ia adalah putra dari Moh. Rasad Gelar Maha Raja Soetan yang menjabat sebagai Hoofd atau jaksa pada Landraad di Medan. Ibunya, Poetri Siti Rabiah yang berasal dari Natal, daerah Tapanuli Selatan, ibunya berasal dari keluarga raja-raja lokal swapraja25. Sjahrir mengenyam sekolah dasar (Eurapes Lagerere School) dan sekolah menengah (MULO) terbaik di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan novel Belanda.26 Malamnya dia mengamen di Hotel de Boer, hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih.27 Sjahrir menyelesaikan sekolah menengahnya di MULO pada tahun 1926, kemudian ia melanjutkan sekolah lanjutan atas di Algemene Middlebare School di Bandung, sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu.28 Sjahrir sebagai seorang pelajar telah menunjukkan sifat kritisnya dengan lebih mengutamakan pengertian daripada sekedar menghapalkan pelajaran. Sifat-sifat ini terutama menonjol pada 25 Rosihan Anwar, Sutan Sjahrir: Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan (Jakarta : Kompas Gramedia, 2010). 26 Rudolf Mrazek, Sjahrir : Politik dan Pengasingan di Indonesia (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1996) 35. 27 Ibid, 39. 28 Ibid, 52. 32 33 mata pelajaran sejarah dan bahasa latin. Sjahrir tidak hanya mempelajari bahasa latin saja, tetapi mengajukan pertanyaan tentang filsafah dan sejarah Kerajaan Romawi. Perhatiannya tehadap perkembangan masyarakat Indonesia timbul dengan adanya pemberontakan PKI dan sejarah perkembangan masyarakat, Negara dalam sejarah kemanusaiaan. Di kalangan siswa sekolah menengah Algemerre Middlebare School (AMS) Bandung, Sjahrir tidak hanya menyibukkan diri dengan buku-buku pelajaran dan pekerjaan rumah.
    [Show full text]
  • Femmes D'asie Du Sud-Est
    Femmes d’Asie du Sud-Est Sommaire Edito Actualités Comme chaque année, la Lettre de printemps annonce le rendez-vous Interview Anthony Reid, p.3 annuel de la vie de l’Afrase : notre assemblée générale. Elle se tiendra dans les salons de la maison de l’Asie, le 9 juin à partir de 17h. Au-delà des liens tissés à travers la Lettre, le site et Facebook depuis peu, l’AG Dossier: Femmes d’Asie du Sud-Est reste un lieu d’échanges irremplaçable de convivialité entre les piliers • Les épouses vietnamiennes dans les de l’association, les membres confirmés et ceux qui nous découvrent régions frontalières chinoises, p.8 seulement. • Les migrantes philippines en région Ile- L’AG sera évidemment l’occasion de faire le bilan de nos activités et, une de-France, p.11 fois de plus, de tirer la sonnette d’alarme concernant les finances. Mal- gré de nouvelles adhésions, aucune amélioration ne se dessine au point • De l’éducation à la formation des élites que le financement du représentant de l’Afrase au bureau de l’Euroseas féminines intellectuelles au Vietnam, p. 14 et la publication papier de la Lettre en deviennent problématiques. Nous avons besoin de votre contribution pour continuer à poursuivre la mis- • Les études sur les femmes et le genre sion de l’Afrase : le renouvellement de votre adhésion, la mobilisation aux Philippines, p.16 de vos réseaux afin d’obtenir un abonnement de soutien auprès de vos institutions de rattachement, votre énergie, enfin, pour faire connaître • Les femmes du ballet royal : du palais à l’Afrase et susciter de nouvelles adhésions.
    [Show full text]